You are on page 1of 94

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan ketatnya persaingan di dunia usaha, maka sebuah

perusahaan dituntut untuk mampu bertahan dalam kompetisi tersebut.

Salah satu cara yang dapat ditempuh perusahaan untuk bertahan dalam

sebuah kompetisi adalah dengan mengembangkan usahanya. Untuk itu,

sebuah perusahaan memerlukan tambahan modal yang sangat besar dalam

rangka ekspansi usahanya. Salah satu alternatif sumber permodalan yang

dapat dipilih oleh perusahaan adalah dengan melakukan go public atau

menawarkan sahamnya ke publik.

Dalam proses go public, sebelum saham diperdagangkan di pasar

sekunder (bursa efek), terlebih dahulu saham perusahaan yang akan go

public dilemparkan ke pasar perdana (Daljono, 2000). Kegiatan yang

dilakukan dalam rangka penawaran umum penjualan saham perdana

disebut IPO (Initial Public Offering). Salah satu masalah utama yang akan

muncul dalam IPO adalah berapa harga yang paling tepat untuk selembar

saham yang akan ditawarkan.

Harga saham yang ditawarkan di pasar perdana merupakan

kesepakatan antara emiten dan underwriter (penjamin emisi efek),

sedangkan harga saham di pasar sekunder ditentukan melalui mekanisme

pasar yaitu penawaran dan permintaan. Dalam dua mekanisme penentuan


2

harga tersebut sering terjadi perbedaan harga terhadap saham yang sama

antara di pasar perdana dan di pasar sekunder. Hal ini yang mengakibatkan

terjadinya underpricing atau overpricing. Underpricing terjadi apabila

penentuan harga saham saat IPO lebih rendah dibandingkan dengan harga

yang terjadi di pasar sekunder pada hari pertama. Sebaliknya, bila harga

saham saat IPO lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang terjadi di

pasar sekunder pada hari pertama maka hal ini disebut overpricing

(Gerianta, 2003:2).

Pada saat menentukan harga saham perdana untuk IPO, emiten

dan underwriter mempunyai kepentingan yang berbeda. Sebagai pihak

yang membutuhkan dana, emiten menginginkan harga saham perdana

yang tinggi karena dengan harga yang tinggi maka akan semakin besar

pula dana yang diperoleh. Namun di pihak lain, underwriter sebagai

penjamin emisi berusaha untuk meminimalkan resiko yang akan

ditanggungnya yaitu membeli saham yang tidak terjual di pasar perdana.

Untuk itu, undewriter akan berusaha menurunkan harga saham tersebut di

bawah harga idealnya yaitu dengan cara memanfaatkan ketidaktahuan

emiten tentang kondisi pasar.

Underwriter sebagai pihak yang lebih sering berhubungan dengan

pasar memiliki kelebihan informasi dibandingkan dengan emiten yang

merupakan pendatang baru yang belum mengetahui bagaimana kondisi

pasar yang sebenarnya. Kondisi asimetri informasi ini, menyebabkan

terjadinya underpriced dimana underwriter sebagai pihak yang memiliki


3

kelebihan informasi akan menggunakan ketidaktahuan emiten untuk

memperkecil resikonya. Oleh karena itu, underwriter akan memanfaatkan

informasi yang dimilikinya untuk memperoleh kesepakatan yang optimal

dengan emiten, yaitu dengan membeli saham yang tidak laku dijual pada

saat IPO dengan harga murah. Hal ini menyebabkan emiten harus

menerima harga murah bagi penawaran saham perdananya. Dengan

demikian akan terjadilah underpricing, yang berarti bahwa penentuan

harga saham di pasar perdana lebih rendah dibanding harga saham di pasar

sekunder pada saham yang sama (Rosyani dan Arifin, 2002).

Dari sisi emiten kondisi underpriced tidaklah menguntungkan

karena akan mengurangi dana yang seharusnya didapatkan oleh

perusahaan. Oleh karena itu, umumnya perusahaan yang melakukan IPO

tidak menginginkan terjadinya underpricing karena dengan terjadinya

underpricing tersebut menyebabkan adanya transfer kemakmuran (Betty,

1989 dalam Surya 2008:4).

Penelitian tentang tingkat underpricing saham yang dialami

perusahaan pada saat IPO merupakan hal yang menarik untuk diteliti

karena hasil temuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

underpricing tidak selalu konsisten. Hal inilah yang mendorong penelitian

dilakukan di bidang ini.

Faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing pada saham

perdana dapat terdiri dari faktor-faktor keuangan dan non keuangan.

Faktor keuangan dapat berupa ROA, EPS, current ratio, pertumbuhan


4

laba, dan financial leverage (Misnen, 2003). Sementara faktor non

keuangan dapat berupa reputasi penjamin emisi, reputasi auditor, umur

perusahaan, dan jenis industri (Aprialiani dan Nikmah, 2006).

Pada penelitian ini, peneliti hanya akan meneliti pengaruh reputasi

underwriter, reputasi auditor, dan ROA terhadap underpricing. Hal ini

dikarenakan faktor-faktor tersebut lebih mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap underpricing saham perdana, dibandingkan dengan

faktor-faktor lain yang pernah diteliti dalam penelitian sebelumnya.

Reputasi underwriter berpengaruh terhadap underpricing saham

perdana karena suatu perusahaan yang memutuskan untuk IPO akan

menyewa perusahaan sekuritas yang bertindak sebagai underwriter atau

penjamin emisi. Sebelum penempatan saham, underwriter tersebut akan

membantu perusahaan untuk menyusun prospektus dan memberikan

penilaian yang sesuai untuk penetapan harga saham di pasar perdana.

Underwriter yang berpengalaman dan bereputasi baik akan dapat

mengorganisir IPO secara profesional dan memberikan pelayanan yang

lebih baik kepada investor. Pemilihan underwriter yang berpengalaman

dan bereputasi baik dapat meningkatkan image perusahaan di mata para

investor karena hal ini menunjukkan kemapanan dan keseriusan

perusahaan terhadap investornya. Jadi, dengan menggunakan underwriter

bereputasi baik dapat memperkecil underpricing saham (Imam dan

Mudrik, 2002). Hal ini juga didukung oleh Kim, dkk (1993) yang

membuktikan dalam penelitiannya bahwa reputasi penjamin emisi


5

memiliki hubungan yang negatif dan signifikan dengan tingkat

underpricing. Namun, hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian

Daljono (2000) yang menyatakan bahwa reputasi underwriter dengan

underpricing berhubungan positif.

Pemilihan auditor dalam mengaudit perusahaan emiten juga dapat

berpengaruh terhadap underpricing saham. Penggunaan auditor yang

bereputasi tinggi dapat digunakan sebagai tanda atau petunjuk terhadap

kualitas perusahaan emiten (Holland dan Harton, 1993) dalam (Daljono,

2000). Pemakaian auditor yang bereputasi akan mengurangi kesempatan

emiten untuk berlaku curang dalam menyajikan informasi yang tidak

akurat ke pasar. Hal ini berarti penggunaan auditor yang memiliki reputasi

tinggi dapat mengurangi ketidakpastian dimasa mendatang sehingga akan

berpengaruh pada tingkat underpricing saham yang ditawarkan emiten

kepada publik. Balver et al (1988 dalam Chastina dan Dwi, 2005:538)

mengungkapkan bahwa investment banker atau underwriter yang memiliki

reputasi tinggi akan menggunakan auditor yang mempunyai reputasi tinggi

pula karena hal ini akan mengurangi underpricing. Tapi, hal ini tidak

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh How (1995) yang

menemukan tidak ada pengaruh yang signifikan antara reputasi auditor

dengan underpricing.

Sementara itu, Return on Asset diduga juga mempengaruhi tingkat

underpricing pada saham perdana. ROA merupakan rasio untuk mengukur

kemampuan aktiva perusahaan memperoleh laba dari operasi perusahaan


6

(Suad dan Enny, 2004:72). Investor yang hendak menanamkan modalnya

dapat mempergunakan rasio ini sebagai bahan pertimbangan apakah

emiten dalam operasinya nanti dapat memperoleh laba. Dengan

kemampuan emiten yang tinggi untuk menghasilkan laba atas asetnya

maka akan terlihat bahwa resiko yang akan dihadapi investor akan

semakin kecil. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan dapat

memanfaatkan seluruh asetnya dalam memperoleh laba sehingga tingkat

underpricing yang diharapkan akan rendah. Penelitian yang dilakukan

Imam dan Murdik (2002) menemukan bahwa variabel ROA berpengaruh

signifikan negatif terhadap tingkat underpricing. Adapun penelitian dari

Hardiningsih, dkk (2002) menunjukan hasil yang berbeda, penelitian ini

menyatakan bahwa ROA berpengaruh signifikan positif terhadap

underpricing.

Fenomena underpricing ini merupakan fenomena yang menarik

karena dialami oleh sebagian besar pasar modal di dunia. Besarnya nilai

kapitalisasi perusahaan waktu IPO dan kecendrungan bahwa harga saham

waktu IPO undervalue menjadikannya objek penelitian yang menarik,

sehingga banyak diteliti oleh para peneliti di seluruh dunia seperti

McDonald dan Fisher (1972), Ibbotson (1975), dan Ritter (1984) dalam

Hakiman (2005:2) yang mengatakan bahwa terjadi abnormal return pada

hari pertama perdagangan saham di Bursa atau harga saham IPO

underprice.
7

Penelitian yang dilakukan oleh Suad (1996) menyatakan bahwa

perusahaan-perusahaan privat maupun perusahaan milik negara (BUMN)

yang melakukan IPO akan mengalami underpricing. Hal ini juga didukung

oleh penelitian yang dilakukan oleh Hakiman (2005:8) dalam disertasinya

yang menemukan bahwa pada tahun 2000 terdapat 23 perusahaan yang

melakukan go public di Bursa Efek Jakarta. Dimana pada hari pertama 17

dari perusahaan yang go public tersebut harga sahamnya mengalami

undervalue, 2 saham mengalami overvalue, dan 4 saham tidak mengalami

perubahan harga.

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Apriliani dan

Nikmah (2006), adapun bedanya dari penelitian sebelumnya adalah

dengan penggunaan satu faktor keuangan sebagai variabel independennya

yaitu ROA. Pada penelitian sebelumnya, variabel independen yang

digunakan seluruhnya adalah variabel non keuangan yaitu reputasi

penjamin emisi, reputasi auditor, persentase penjamin emisi, ukuran

perusahaan. Sedangkan pada penelitian ini akan meneliti tentang reputasi

underwriter (penjamin emisi), reputasi auditor, dan return on asset (ROA).

Selain itu periode yang digunakan juga berbeda dimana penelitian

sebelumnya periode yang digunakan adalah 1994-2000, sedangkan

penelitian ini periode yang digunakan adalah 2005-2009. Perbedaan lain

dari penelitian terdahulu adalah metode yang digunakan dalam

pengukuran reputasi underwriter dimana pada penelitian terdahulu

menggunakan variabel dummy sementara pada penelitian ini akan


8

menggunakan skala 1 sampai 5 dalam pengukuran reputasi underwriter

tersebut. Hal ini dilakukan untuk menambah alternatif metode pengukuran

underwriter dimana penelitian-penelitian terdahulu selalu menggunakan

variabel dummy dalam pengukurannya.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas dan fenomena

underpricing yang terjadi, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai seberapa besar underwriter, reputasi auditor, Return

on Asset (ROA) berpengaruh terhadap underpricing pada saham perdana.

Motivasi penelitian ini adalah untuk membuktikan apakah reputasi

underwriter, reputasi auditor, dan ROA berpengaruh terhadap

underpricing saham perdana. Berdasarkan uraian di atas maka penulis

tertarik untuk melakukan penelitian ini dengan judul “Pengaruh Reputasi

Underwriter, Reputasi Auditor, Return On Asset (ROA) Terhadap

Underpricing Saham Perdana Pada Tahun 2005-2009”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah dapat

diidentifikasi sebagai berikut:

1. Seberapa besar pengaruh reputasi underwriter terhadap underpricing pada

saham perdana
9

2. Seberapa besar pengaruh reputasi auditor terhadap underpricing pada

saham perdana

3. Seberapa besar pengaruh profitabilitas perusahaan (ROA) terhadap

underpricing pada saham perdana

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut:

1. Berapa besar pengaruh reputasi underwriter terhadap underpricing pada

saham perdana ?

2. Berapa besar pengaruh reputasi auditor terhadap underpricing pada saham

perdana ?

3. Berapa besar pengaruh profitabilitas perusahaan (ROA) terhadap

underpricing pada saham perdana ?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh reputasi underwriter

terhadap underpricing pada saham perdana.

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh reputasi auditor terhadap

underpricing pada saham perdana.

3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh profitabilitas perusahaan

(ROA) terhadap underpricing pada saham perdana.


10

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis, dapat menambah ilmu pengetahuan di bidang keuangan

khususnya pasar modal dan juga memahami masalah tentang Initial

Public Offering (IPO) dan underpricing saham.

2. Bagi penelitian selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat menjadi

bahan tambahan wacana dan referensi serta literatur di bidang

keuangan, sehingga dapat bermanfaat bagi penelitian berikutnya yang

sejenis.

3. Bagi perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

pertimbangan apabila suatu perusahaan akan melakukan IPO.


11

BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Pasar Modal

Pengertian pasar modal menurut undang-undang Pasar Modal

Nomor 8 Tahun 1995 adalah kegiatan yang bersangkutan dengan

penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang

berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang

berkaitan dengan efek”. Efek merupakan semua yang termasuk kedalam

kategori surat berharga, seperti: surat pengakuan utang, surat berharga


12

komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak

investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan sebagainya

(www.idx.com). Hal senada juga diungkapkan oleh Sunariyah (2003

dalam Surya, 2008), yang mendefinisikan pasar modal sebagai tempat

pertemuan antara penawaran dan permintaan surat berharga.

Tjiptono dan Hendry (2001:1) mendefinisikan pasar modal (capital

market) sebagai pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang

yang bisa diperjual belikan, baik dalam bentuk utang ataupun modal

sendiri. Sedangkan, DJ. A Simarmata (1984:249) mengartikan bahwa

pasar modal merupakan mekanisme pencarian dana langsung dari para

anggota masyarakat, yang umumnya digunakan oleh perusahaan yang

sedang berjalan (on going concern).

Berdasarkan pengertian pasar modal menurut para ahli maka dapat

disimpulkan bahwa pasar modal pada dasarnya adalah tempat bertemunya

antara permintaan dan penawaran atas instrumen keuangan jangka panjang

yang umumnya lebih dari satu tahun. Di tempat ini, para pelaku pasar

yaitu individu-individu atau badan usaha yang mempunyai kelebihan dana

(surplus fund) melakukan investasi dalam surat berharga yang ditawarkan

oleh emiten. Sebaliknya, di pasar modal itu pula perusahaan (entities) yang

membutuhkan dana menawarkan surat berharga dengan cara listing

terlebih dahulu pada badan otoritas di pasar modal sebagai emiten (pihak

yang melakukan penawaran umum).

Adapun manfaat pasar modal sebagai berikut (Surya, 2008:11):


13

a. Bagi dunia usaha

Dalam usaha meningkatkan modal dengan menarik dana dari luar,

perusahaan akan memperhatikan jumlah dana dan jangka waktu untuk

memperolehnya. Jika perusahaan sudah tidak mungkin untuk

meningkatkan modal pinjaman, padahal peningkatan modal sudah

sangat mendesak, akan semakin menyulitkan perusahaan jika tidak ada

jalan keluarnya. Hal itu tidak mustahil akan terjadi bila alternatif dana

sangat terbatas.

b. Bagi pemodal

Investasi di pasar modal juga mempunyai beberapa kelebihan

dibanding dengan investasi pada sektor perbankan maupun sektor

lainnya. Bagi masyarakat pemodal, pasar modal memberikan

kelebihan dan keleluasaan tersendiri. Dalam melakukan investasi di

pasar modal calon investor dapat memilih berbagai jenis efek yang

diinginkan, apakah dalam bentuk saham obligasi ataupun sekuritas

kredit.

c. Bagi lembaga penunjang pasar modal

Lembaga penunjang pasar modal antara lain: penjamin emisi, akuntan

publik, konsultan hukum, notaris perusahaan penilai, biro administrasi,

wali amanat, perantara perdagangan efek merupakan lembaga-lembaga

yang sangat berperan dalam mengembangkan pasar modal di

Indonesia. Berkembangnya pasar modal seperti dewasa ini

memberikan manfaat yang besar bagi lembaga penunjang tersebut ke


14

arah profesionalisme di dalam memberikan pelayanannya sesuai

dengan bidang tugas masing-masing.

d. Bagi pemerintah

Selain perbankan, pasar modal merupakan sarana yang paling tepat di

dalam memobilisasi dana masyarakat yang dapat berguna dalam

membiayai dana pembangunan. Sebab itu, melalui berbagai paket

deregulasi dan debirokrasi peranan pasar modal terus didiorong

perkembangannya.

Menurut Suad (2005:25) ada beberapa faktor yang mempengaruhi

keberhasilan pasar modal:

a. Supply sekuritas

Faktor ini berarti harus banyak perusahaan yang menerbitkan sekuritas

di pasar modal. Apakah terdapat jumlah perusahaan yang cukup

banyak di suatu negara yang memerlukan dana yang bisa

diinevestasikan dan menguntungkan? Dan apakah mereka bersedia

memenuhi persyaratan full disclosure, artinya mengungkapkan kondisi

perusahaan yang dituntut oleh perusahaan yang dituntut oleh pasar

modal.

b. Demand akan sekuritas

Faktor ini berarti bahwa harus terdapat anggota masyarakat yang

memiliki jumlah dana yang cukup besar untuk dipergunakan membeli

sekuritas-sekuritas yang ditawarkan.

c. Kondisi politik dan ekonomi


15

Kondisi politik yang stabil ikut membantu pertumbuhan ekonomi yang

pada akhirnya mempengaruhi suplly dan demand akan sekuritas.

d. Masalah hukum dan peraturan

Pembeli sekuritas pada dasarnya mengandalkan diri pada informasi

yang disediakan oleh perusahaan-perusahaan yang menerbitkan

sekuritas, karena itu kebenaran informasi menjadi sangat penting

disamping kecepatan dan kelengkapan informasi. Peraturan yang

melindungi pemodal dari informasi yang tidak benar dan menyesatkan

menjadi mutlak diperlukan.

e. Keberadaan lembaga yang mengatur dan mengawali kegiatan pasar

modal dan berbagai lembaga yang memungkinkan dilakukannya

transaksi secara efisien.

2. Go Public

Go public atau disebut juga penawaran umum merupakan kegiatan

yang dilakukan emiten untuk menjual sekuritas kepada masyarakat,

berdasarkan tata cara yang diatur undang-undang dan peraturan

pelaksanaannya (Klinik Go Public dalam Eduardus 2001:35).

Rock (1986) dalam (Apriliani dan Nikmah, 2006:2) mengemukakan

dua alasan utama perusahaan mengapa memutuskan untuk go public:

1. Pendiri perusahaan ingin mendiversifikasikan portofolionya.


16

2. Perusahaan tidak mempunyai sumber dana alternatif untuk membiayai

program investasinya.

a). Syarat dan Manfaat Penawaran Umum

Untuk dapat menjual sahamnya di pasar modal, perusahaan harus

memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan, beberapa

persyaratan yang harus dipenuhi sebelum diizinkan untuk menjual

sahamnya di pasar modal, sebagaimana tercantum dalam keputusan

Menteri Keuangan RI No. 859/KMK/01/1989 tentang emisi efek di

bursa dan peraturan tentang pelaksanaan emisi dan perdangangan

saham yang tercantum dalam keputusan BAPEPAM No.011/PM/1987.

Tjiptono dan Hendry (2001:43), menambahkan bahwa konsekuensi

yang harus ditanggung oleh perusahaan yang melakukan penawaran

umum saham yaitu:

1. Keharusan untuk melakukan keterbukaan (full disclosure).

2. Keharusan untuk mengikuti peraturan-peraturan pasar modal

mengenai kewajiban pelaporan.

3. Gaya manajemen perusahaan berubah dari informal menjadi formal.

4. Kewajiban membayar deviden apabila perusahaan mendapat laba.

5. Senantiasa berusaha meningkatkan tingkat pertumbuhan perusahaan

Eduardus (2001:36) mengemukakan beberapa keuntungan yang

diperoleh perusahaan yang melakukan go public:


17

1. Diversifikasi

Dengan melakukan go public, maka pemilik perusahaan akan

membagi kepemilikan perusahaan kepada masyarakat yang

berminat untuk membeli saham perusahaan tersebut sehingga

pemilik perusahaan secara tidak langsung juga telah membagi

risiko yang harus ditanggung jika dia menjadi pemilik tunggal

perusahaan.

2. Meningkatkan likuiditas

Saham yang tidak ditawarkan kepada umum akan sulit untuk

diperjualbelikan tetapi hal ini tidak akan terjadi pada perusahaan

yang sudah go public.

3. Sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan modal perusahaan

Perusahaan yang go public akan mudah mendapatkan

tambahan dana melalui penjualan saham baru. Hal ini dikarenakan

perusahaan yang go public wajib melaporkan kondisi

perusahaannya secara rutin kepada publik, sehingga ini akan

membantu investor atau calon investor dalam menilai kinerja

perusahaan tersebut.

4. Penentuan nilai perusahaan


18

Perusahaan yang go public bisa menentukan secara jelas

berapa besar nilai perusahaan dengan melihat besarnya harga saham

perusahaan tersebut di pasar.

Disamping mempunyai keuntungan, go public juga mempunyai

beberapa kerugian (Jogiyanto, 2003) sebagai berikut:

1. Biaya laporan yang meningkat

Untuk perusahaan yang sudah going public, setiap kuartal

dan tahunnya harus menyerahkan laporan-laporan kepada regulator.

Biaya untuk membuat laporan-laporan tersebut sangat mahal

terutama bagi perusahaan kecil.

2. Pengungkapan (disclosure)

Beberapa pihak di dalam perusahaan umumnya keberatan

dengan ide pengungkapan. Hal ini disebabkan keengganan manajer

untuk mengungkapkan semua informasi yang dimilikinya karena

khawatir akan dimanfaatkan oleh para pesaingnya. Sedangkan

pemilik enggan mengungkapkan informasi tentang saham yang

dimilikinya karena publik akan mengetahui besarnya kekayaan yang

dimilikinya.

3. Ketakutan untuk diambil alih


19

Manajer perusahaan yang hanya mempunyai hak veto kecil

akan khawatir jika perusahaan going public. Manajer peruasahaan

publik dengan hak veto yang rendah umumnya akan diganti dengan

manajer baru jika perusahaan diambil alih.

b). Prosedur Penawaran Umum

Sesuai dengan ketentuan Menteri Keuangan Nomor

1199/KMK.013/1991, yang dapat melakukan penawaran umum adalah

emiten yang telah menyampaikan pernyataan pendaftaran kepada

BAPEPAM untuk menjual atau menawarkan efek kepada masyarakat

dan pernyataan pendaftaran tersebut telah efektif. Perusahaan yang

bermaksud menawarkan efeknya kepada masyarakat melalui pasar

modal terlebih dahulu mempersiapkan hal-hal yang diperlukan. Dalam

mengajukan pernyataan pendaftaran emisi efek hal-hal yang harus

dipersiapkan emiten dalam rangka go public adalah sebagai berikut

(Sunariyah, 2003 dalam Surya 2008:32):

1. Manajemen perusahaan menetapkan rencana mencari dana

melalui go public.

2. Rencana go public tersebut dimintakan persetujuan kepada para

pemegang saham dan perubahan anggaran dalam RUPS.

3. Emiten mencari profesi penunjang dan lembaga penunjang untuk

membantu menyiapkan kelengkapan dokumen.

4. Mempersiapkan kelengkapan dokumen emisi.

5. Kontrak pendahuluan dengan bursa efek.


20

6. Public expose kepada masyarakat luas.

7. Penandatanganan berbagai perjanjian-perjanjian emisi.

8. Khusus penawaran obligasi atau efek lain yang bersifat utang,

terlebih dahulu harus memperoleh peringkat yang dikeluarkan

oleh peringkat efek.

9. Menyampaikan pernyataan pendaftaran beserta dokumen-

dokumen kepada BAPEPAM.

3. Initial Public Offerings (IPO)

IPO merupakan penawaran saham di pasar perdana yang dilakukan

perusahaan yang hendak go public (Jogiyanto dan Syaiful, 2002:12). Pasar

perdana merupakan pasar dimana terjadi pembelian saham dari perusahaan

(emiten) oleh investor untuk pertama kalinya.

UU Republik Indonesia mendefinisikan penawaran umum sebagai

kegiatan penawaran yang dilakukan oleh emiten untuk menjual efek

kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang telah diatur dalam undang-

undang tersebut dan peraturan pelaksanaannya.

Menurut Jogiyanto dan Syaiful (2002:212) ada dua metode pokok

dalam melakukan IPO:


21

1. Full/firm commitment

Pada metode ini underwriter (penjamin emisi) membeli surat berharga

dengan harga yang lebih rendah dari harga penawaran dan

menanggung resiko atas tidak terjualnya surat berharga tersebut.

2. Best Effort

Pada metode ini, penjamin emisi hanya bertindak sebagai agen yang

menerima komisi untuk tiap saham yang terjual. Penjamin emisi secara

legal terikat untuk menggunakan usaha terbaiknya (best effort) untuk

menjual surat berharga pada harga penawawan yang telah disepakati.

4. Underpricing

Menurut M. Hanafi (2004), underpricing merupakan fenomena

yang sering dijumpai dalam initial public offering. Ada kecendrungan

bahwa harga penawaran di pasar perdana selalu lebih rendah

dibandingkan dengan harga penutupan pada hari pertama perdagangan.

Menurut Brigham (1993), definisi underpricing adalah “stock are

underpriced if they begin at the public market at price that is higher than

the offering price”. Berdasarkan definisi tersebut, maka underpricing


22

dapat dikatakan sebagai keadaan dimana saham memberikan return

positif pada transakasi di pasar sekunder setelah penawaran perdana.

Sedangkan Nyoman dan Suad (2004:424) mendefinisikan underpricing

sebagai suatu keadaan dimana harga saham pada saat penawaran perdana

dianggap lebih murah dibandingkan harga sebenarnya.

Berdasarkan berbagai definisi di atas maka underpricing dapat

dilihat sebagai suatu kondisi di mana secara rata – rata, harga pasar

perusahaan yang baru go public, biasanya dalam hitungan hari atau

minggu, lebih tinggi dibandingkan dengan harga penawarannya.

Kebalikan dari underpricing adalah overpricing, yaitu suatu kondisi di

mana harga pasar saham yang baru ditawarkan secara rata – rata

cenderung lebih rendah dibandingkan dengan harga penawarannya.

Underpricing merupakan biaya tidak langsung (indirect cost) bagi

perusahaan yang melakukan IPO (issuer). Artinya, bila harga saham

dapat diterima di pasar dengan harga yang lebih tinggi, kenapa tidak

dijual pada harga tersebut, yaitu harga pada saat penutupan hari pertama

di pasar sekunder (Gumanti, 2002 dalam Dinah, 2006:19). Para pemilik

perusahaan menginginkan agar dapat meminimalisir underpricing

karena terjadinya underpricing akan menyebabkan transfer kemakmuran

(wealth) dari pemilik kepada investor (Beatty, 1989) dalam Daljono

(2000).

Mc Donald dan Fisher (1973) dalam Nyoman dan Suad (2004:426)

menyatakan bahwa pada saat terjadi underpricing, perbedaan antara


23

offering price dengan harga pasar setelah penawaran perdana merupakan

“rent” atau bayaran yang didistribusikan oleh penjamin emisi kepada

pembeli awal saham, sehingga IPO akan meningkat dengan tajam

setelah diperdagangkan di pasar sekunder.

Pengukuran underpricing saham akan menggunakan initial return

(IR) yang dikembangkan oleh Alli dan Yung (1994) dalam Aminul

(2007). IR merupakan return awal yang diterima oleh investor atas

selisih antara harga penutupan saham (closing price) pada hari pertama

perdagangan di bursa dengan harga di pasar perdana dibagi dengan

harga perdana. Secara formal dapat dinyatakan dengan:

Initial Return = P1 – P0 x 100%


P0

Keterangan :
P0 = harga saham pada saat IPO
P1 = harga penutupan pada hari pertama di pasar sekunder

a). Teori-Teori Yang Menjelaskan Underpricing

1. Asimetri Informasi

Asimetri informasi merupakan suatu kondisi dimana terdapat

informasi yang tidak sama atau seimbang baik antara yang dimiliki oleh

emiten maupun pihak lainnya seperti investor (Sri, 2007). Beberapa

literatur menjelaskan underpricing terjadi karena adanya asimetri

informasi yang disebabkan karena adanya perbedaan informasi yang

dimiliki oleh pihak-pihak yang terlibat dalam penawaran perdana yaitu:

emiten, underwriter, dan masyarakat pemodal. Model Baron (1982)


24

sebagaimana dikutip oleh Daljono (2000), menganggap underwiter

memiliki informasi yang lebih tentang pasar modal, sedangkan emiten

merupakan pihak yang tidak memiliki informasi pasar modal.

Hal senada juga diungkapkan oleh Guinness (1992) dalam

Apriliani dan Nikmah (2006:2) yang menjelaskan terjadinya

underpricing karena adanya information asymmetry antara perusahaan

emiten dengan penjamin emisi dan antara investor yang memiliki

informasi tentang prospek perusahaan emiten dengan investor yang

tidak memiliki informasi prospek perusahaan emiten. Sehingga

underwriter dapat memanfaatkan informasi yang dimilikinya untuk

membuat kesepakatan harga IPO yang optimal baginya, yaitu harga

yang memperkecil resikonya apabila saham tidak terjual semua.

Dilain pihak, emiten yang kurang memiliki informasi tentang

pasar akan menerima harga yang murah bagi penawaran saham

perdananya yaitu di bawah harga ekuillibrium saham tersebut. Dengan

demikian, hal ini akan menyebabkan tingkat underpricing semakin

tinggi.

Untuk mengurangi asimetri informasi ini, Beatty dan Ritter (1986)

dalam (Daljono, 2000) mengungkapkan bahwa perusahaan yang akan

go public sebaiknya menerbitkan prospektus yang berisi berbagai

informasi yang bersangkutan. Informasi ini akan memberikan gambaran

perusahaan emiten yang berguna bagi investor untuk membuat


25

keputusan (Firth dan Liau-Tan, 1998 dalam Apriliani dan Nikmah,

2006:2)

2. Signaling Hypothesis

Hipotesis lain yang digunakan untuk menjelaskan fenomena

underpricing dikemukan oleh Ernyan dan Suad (2002) dalam (Surya,

2008:48), yaitu signaling hypothesis. Dalam konteks ini underpricing

merupakan suatu fenomena ekuilibrium yang berfungsi sebagai sinyal

kepada para investor bahwa kondisi perusahaan cukup baik atau

mempunyai prospek yang bagus. Oleh karena itu, issuer dan

underwriter dengan sengaja akan memberikan sinyal kepada pasar.

Underpricing beserta sinyal yang lain (reputasi underwriter, auditor,

return on asset) merupakan sinyal positif yang berusaha diberikan oleh

issuer guna menunjukkan kualitas perusahaan pada saat IPO.

3. Litigation Risk

Enyan dan Suad (2002) dalam (Surya, 2008:49) mengutip

regulation hypothesis menjelaskan bahwa peraturan pemerintah yang

diberlakukan dimaksudkan untuk mengurangi asimetri informasi antara

pihak manajemen dengan pihak luar termasuk para calon pemodal. Hal

senada juga diungkapkan oleh Nyoman dan Suad (2004:426) yang

menyatakan semakin banyak regulasi yang dikenakan pada sektor

keuangan dan semakin ketat pengawasannya dibandingkan sektor non-


26

keuangan, diharapkan akan menurunkan informasi asimetris antara

issuer dengan investor sebagai akibat ketersediaan informasi yang

relevan terhadap publik sebagai konsekuensi regulasi.

5. Reputasi Underwriter

Pengertian underwriter menurut pasal 1 angka 17 undang-undang

nomor 8 tahun 1995 tentang pasar modal adalah pihak yang membuat

kontrak dengan emiten untuk melakukan penawaran umum bagi

kepentingan emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa efek

yang tidak terjual. Sedangkan Eduardus (2001:15) mendefinisikan

underwriter sebagai salah satu profesi pendukung pasar modal yang

berperan sebagai penjamin sekuritas di pasar perdana. Hal senada juga

dikemukakan oleh Jogiyanto (2003:19), yang menyatakan bahwa

underwriter merupakan anggota dari pasar modal yang disebut dengan

securities house.

Berdasarkan pengertian underwiter yang dikemukakan di atas,

maka dapat disimpulkan bahwa underwriter merupakan anggota dari pasar

modal yang mempunyai peranan sebagai penjamin emisi suatu emiten di

pasar perdana. Underwriter tersebut akan bertugas untuk membantu

emiten dalam melakukan penawaran umum.


27

Perusahaan yang go public biasanya belum mengetahui pangsa

pasar saham di pasar bursa. Ketidaktahuan inilah yang membuat

perusahaan menggunakan underwriter sebagai penjamin sahamnya di

bursa efek. Pengaruh underwriter menyebabkan tinggi rendahnya harga

saham perusahaan pada publik, hal ini dikarenakan proses tawar menawar

yang terjadi pada pasar sekunder dengan investor. Dalam prakteknya,

underwriter pada umumnya ada 4 macam, yaitu (Asril, 2000) :

1. Kesanggupan Terbaik (Best Effort Commitment)

Underwriter tidak bertanggung jawab atas sisa efek yang tidak

terjual, tetapi underwriter akan berusaha dengan sebaik-baiknya

untuk menjual efek emiten. Dengan metode ini, perusahaan sekuritas

bertindak hanya sebagai agen penjual (tidak membeli saham), pada

harga penawaran tertentu dan memperoleh komisi untuk saham yang

terjual. Jika ada saham yang tidak terjual, saham tersebut akan ditarik

oleh perusahaan.

2. Kesanggupan Penuh (Full/Firm Commitment)

Underwriter bertanggung jawab penuh terhadap penjualan efek.

Dengan metode ini, underwriter membeli saham yang dijual oleh

emiten dengan harga yang lebih rendah dari harga penawaran. Selisih

antara harga penawaran dengan harga pembelian disebut sebagai

spread atau discount. Spread tersebut merupakan keuntungan yang

diperoleh oleh penjamin emisi.

3. Kesanggupan Siaga (Standby Commitment)


28

Tanggung jawab underwriter disini hampir sama dengan full

commitment, hanya saja bedanya underwiter bertanggung jawab

mengambil sisa saham yang tidak terserap di masyarakat pada harga

yang lebih murah dibawah harga pada penawaran perdana yang telah

disepakati sebelumnya.

4. Kesanggupan Semua atau Tidak Sama Sekali (All of None

Commitment)

Apabila minat di masyarakat terhadap saham yang ditawarkan

tidak memenuhi target yang telah ditetapkan, maka underwriter tidak

akan melanjutkan proses emisi.

Di Indonesia tipe penjamin emisi yang digunakan adalah full

commitment, oleh karenanya penjaminan seperti ini mengandung resiko

yang besar. Dilihat dari fungsinya penjualan saham yang dilakukan oleh

underwriter dalam menjamin emisi memiliki resiko, oleh karena itu

berdasarkan fungsi dan tanggung jawabnya underwriter dibedakan

sebagai berikut (Aiza, 2007:18) :

1. Penjamin Emisi Utama (Lead Underwriter)

Perjanjian penjaminan emisi saham yang dilakukan oleh ikatan

underwriter dengan perusahaan untuk memberikan jaminan penjualan

efek dan pembayaran seluruh nilai saham kepada perusahaan.

2. Penjamin Pelaksana Emisi (Managing Underwriter)


29

Mempunyai tugas sebagai sentral yang bertanggung jawab

dalam pengelolaan dan penyelenggaraan administrasi saham.

3. Penjamin Peserta Emisi (Co Underwriter)

Underwriter ini ikut bertanggung jawab menjamin penjualan

dan pembayaran, akan tetapi hanya bertanggung jawab kepada

penjamin emisi utama dan tidak kepada perusahaan.

Pengetahuan dan kemampuan dari underwriter merupakan jaminan

bagi perusahaan. Ini dikarenakan, dengan menggunakan underwriter

yang berkemampuan perusahaan (emiten) akan mendapat keyakinan

bahwa proses penawaran umum mereka ditangani dengan baik. Di lain

pihak, investor juga mengharapkan emiten menggunakan underwriter

yang berpengalaman, ini disebabkan karena underwriter yang baik juga

merupakan jaminan bagi investor dalam melakukan investasinya. Jadi,

dengan menggunakan underwriter yang bereputasi baik maka

perusahaan dapat mengurangi resiko atas penawaran sahamnya kepada

publik sehingga resiko akan underpricing dapat diperkecil.

Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kooli

dan Suret (2001 dalam Helen 2005:92) yang menemukan bahwa tingkat

underpricing IPO di Kanada tahun 1991-1998 yang tidak ditangani oleh

underwriter yang bereputasi tinggi mencapai 31,13%, sedangkan tingkat

underpricing IPO yang ditangani oleh underwriter prestisius hanya

9,37% sehingga peneliti menyimpulkan bahwa kualitas underwriter


30

berhubungan dengan kadar ketidakpastian kualitas IPO. Tingkat reputasi

underwriter yang dipakai perusahaan mempengaruhi tingkat risiko IPO.

Menurut Asril (2000:72) underwriter yang baik setidaknya harus

memiliki keahlian antara lain :

1. Pengalaman dalam pemasaran, hal ini diperlukan dalam menyusun

struktur penawaran dan membentuk sindikasi dengan para penjamin

emisi dan para broker (agen penjualan) untuk mendukung penawaran

efek perusahaan setelah proses pendaftaran.

2. Pengalaman yang luas, underwriter diharuskan mempunyai

pengetahuan yang luas tentang kondisi pasar dan berbagai tipe

investor (pemodal).

3. Pengalaman dalam penetapan harga penawaran efek, dengan

demikian dapat membuat perusahaan menjadi kelihatan menarik

(attractive) dan juga menghasilkan keuntungan yang cukup bagi

investor.

4. Kemampuan memberikan dukungan, underwriter yang baik harus

mempunyai kemampuan untuk membantu perusahaan dalam

penawaran efek selanjutnya.

5. Memiliki bagian riset dan pengembangan dengan ruang lingkup

kerjanya membantu perusahaan untuk menganalisis perusahaan

pesaing kliennya, pasar dan juga perekonomian secara makro dan

mikro.
31

Reputasi underwriter akan diukur berdasarkan perangkingan

underwriter yang dikeluarkan oleh BEI. Perangkingan ini didasarkan

kepada total nilai perdagangan (trade value) yang dilakukan oleh masing-

masing underwriter yang terdaftar di BEI setiap tahunnya (periode), lalu

dari total nilai perdagangan tersebut akan diurut berdasarkan underwriter

yang memiliki total nilai trade value terbesar. Pengukuran dalam

penelitian ini akan menggunakan skala 1 sampai dengan 5, dimana semua

underwiter yang terdaftar di BEI akan dikelompokkan seperti tabel yang

ada di bawah ini:

Tabel 1.
Pengelompokkan Underwriter Berdasarkan
Perangkingan yang Dikeluarkan Oleh BEI

Rangking Nilai
Underwriter
1-25 5
26-50 4
51-75 3
76-100 2
101-125 1

6. Reputasi Auditor

Auditing merupakan proses pengumpulan dan pengevaluasian

bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas

ekonomi yang dilakukan seseorang yang kompeten dan independen untuk

dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dimaksud dengan


32

kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Auditing seharusnya dilakukan oleh

seorang yang independen dan kompeten (Arens dan Loebbecke, 1996:1).

Salah satu tugas dari seorang auditor adalah melakukan audit terhadap

laporan keuangan perusahaan kliennya.

Laporan keuangan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik

merupakan salah satu persyaratan dalam proses go public (keputusan

Menteri Keuangan RI No.859/KMK.01/1987). Pengauditan ini penting

sebagai tolak ukur kinerja perusahaan terhadap informasi yang akan

diberikan kepada pihak ekstern dalam hal ini adalah investor.

Perusahaan memiliki kewajiban untuk melakukan pemeriksaan

laporan keuangan sebelum melempar sahamnya di pasar modal, karena hal

ini akan mempengaruhi tingkat kepercayaan modal terhadap perusahaan.

Bagi perusahaan yang akan IPO, penilaian atas kewajaran laporan

keuangan sangat penting. Oleh karenanya, pengauditan perlu dilakukan

sebagai penilai laporan tersebut.

Audit yang dilakukan oleh KAP yang prestigious, menunjukkan

bahwa informasi yang disajikan berkualitas. Selain itu, pengorbanan yang

dikeluarkan oleh perusahaan untuk menggunakan auditor bereputasi

menunjukan bahwa perusahaan tersebut mempunyai tingkat kemampuan

yang baik dalam menaikkan usahanya.

Firth (1978) dalam Helen (2005:91) meneliti pengaruh pendapat

qualified yang diberikan auditor dalam laporan keuangan tahunan terhadap

pergerakan harga saham pada perusahaan di Inggris. Ia menemukan harga


33

saham menurun secara tajam pada tanggal pengumuman laporan keuangan

tahunan. Carpenter dan Strawser (1977) dalam Siti dan Nur (1998:22)

menyatakan dalam penelitiannya bahwa dengan menyewa auditor yang

mempunyai reputasi tinggi akan memberikan harga penawaran paling

tinggi. Bila harga penawaran tinggi maka tingkat underpriced emiten akan

semakin rendah.

Indikator untuk menentukan reputasi auditor salah satunya adalah

kualitas auditor. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Daljono (2000),

bahwa auditor yang berkualitas akan dihargai di pasaran dalam bentuk

peningkatan permintaan jasa audit, dengan demikian auditor yang

berkualitas akan memiliki reputasi yang tinggi pula. Selanjutnya Hogan

(1997) dalam M. Nizarul, dkk (2007:2) menyatakan bahwa kantor auditor

besar dapat memberikan kualitas audit yang baik dimana dapat

mengurangi terjadinya underpricing pada saat perusahaan melakukan

Initial Public Offering (IPO).

Dari pernyataan di atas, maka kualitas auditor dapat dijadikan

indikator untuk menilai tinggi rendahnya reputasi auditor. Hal ini

disebabkan, auditor yang berkualitas akan menghasilkan laporan audit

yang berkualitas. Sehingga, dengan menggunakan KAP yang prestigious

akan menunjukkan informasi yang disajikan tersebut berkualitas.

Kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu, kompetensi dan

independensi. Good quality audits require both competence (expertise)

and independence. These qualities have direct effects on actual audit


34

quality, as well as potential interactive effects. In addition, financial

statement users’ perception of audit quality are a function of their

perceptions of both auditor independence and expertise (AAA Financial

Accounting Standard Committee 2000, dalam Yulius 2002:88).

Kompetensi berkaitan dengan pendidikan dan pengalaman

memadai yang dimiliki akuntan publik dalam bidang auditing dan

akuntansi. Sedangkan, independensi merupakan salah satu komponen etika

yang harus dijaga oleh akuntan publik (Yulius, 2002:88).

Menurut Henry (2002:47) ada 8 prinsip yang harus dipatuhi

akuntan publik, yaitu:

1. Tanggung jawab profesi

Setiap anggota harus menggunakan pertimbangan moral dan

profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.

2. Kepentingan publik

Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam

kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik

dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.

3. Integritas

Setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya

dengan integritas setinggi mungkin.

4. Objektivitas

Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan

kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.


35

5. Kompetensi dan kehati-hatian professional

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan hati-

hati, kompetensi dan ketekunan serta mempunyai kewajiban untuk

mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional.

6. Kerahasiaan

Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang

diperoleh selama melakukan jasa professional dan tidak boleh

memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan.

7. Perilaku profesional

Setiap anggota harus berprilaku yang konsisten dengan reputasi

profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan

profesi.

8. Standar teknis

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan

standar teknis dan standar profesional yang relevan.

Pengukuran reputasi auditor merupakan variabel dummy, yaitu

dengan memberikan nilai 1 untuk auditor yang bereputasi dan 0 untuk

auditor yang tidak bereputasi. Helen (2005:94), mengukur auditor yang

bereputasi berdasarkan KAP yang menjadi partner dari auditor the Big

Five untuk tahun 1998 sampai dengan 2001 dan partner dari auditor the

Big Four untuk tahun 2002 sampai dengan 2003. Sedangkan, dalam

penelitian ini kategori KAP yang bereputasi adalah KAP di Indonesia yang
36

menjadi partner dari auditor the Big Four. KAP Indonesia yang berpartner

dengan the Big Four adalah :

1. KAP Purwanto, Sarwoko, Sandjaja berpartner dengan Ernst & Young

pada tahun 2006 sampai sekarang. Sedangkan pada tahun 2005 adalah

KAP Prasetio, Sarwoko, Sandjaja

2. KAP Osman Bing Satrio berpartner dengan Deloitte

3. KAP Sidharta, Sidharta, Widjaja berpartner dengan KPMG

4. KAP Haryanto Sahari berpartner dengan PWC

7. Return On Asset (ROA)

Rasio profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan keuntungan dan mengukur tingkat efisiensi operasional dan

efisiensi dalam menggunakan harta yang dimilikinya. Untuk mengetahui

tingkat kemampuan laba terhadap aset yang dimilikinya adalah dengan

ROA (Return on Asset). ROA menurut S.P Malayu (2002:100) adalah

perbandingan (rasio) laba sebelum pajak (earning before tax/EBT) selama

dua belas bulan terakhir terhadap rata-rata volume usaha dalam periode

yang sama atau dihitung dengan rumus:

ROA = Net Income x 100%


Total aset
37

Sedangkan menurut surat edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP

tanggal 31 Mei 2004, ROA merupakan perbandingan antara laba sebelum

pajak dengan rata-rata total aset.

ROA = Laba sebelum pajak x 100%


Total aset

Selanjutnya Agus (1997:131) menyatakan ROA ini dipakai untuk

mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Rasio ini juga

menunjukkan kemampuan perusahaan melahirkan laba yang akan

menutupi biaya-biaya tetap atau biaya operasi lainnya, sehingga ROA

dapat diformulasikan sebagai berikut:

ROA = profit after tax x 100%


Total aset

Dari berbagai pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

ROA merupakan suatu rasio penting yang dapat dipergunakan untuk

mengukur kemampuan perusahaan dengan investasi (aset) yang telah

ditanamkan untuk mendapatkan laba atau sehingga ROA dapat

menunjukkan profitabilitas suatu perusahaan. Dengan profitabilitas

perusahaan yang tinggi maka akan mengurangi ketidakpastian bagi

investor dalam menamamkan dananya kepada sebuah perusahaan

sehingga tingkat underpricing akan cenderung lebih rendah. Hal ini

didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Imam dan Mudrik (2002)
38

yang menemukan bahwa ROA berpengaruh secara signifikan terhadap

tingkat underpricing.

B. Temuan Penelitian Sejenis

Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

underpricing telah dilakukan oleh Siti dan Nur (1998), faktor-faktor yang

diteliti adalah reputasi underwriter, umur perusahaan, kondisi pasar,

reputasi auditor. Hasil dari penelitian tersebut adalah reputasi underwriter

dan umur perusahaan berpengaruh terhadap underpricing sedangkan

reputasi auditor dan kondisi pasar tidak berpengaruh terhadap

underpricing.

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Daljono (2000) dengan

menggunakan variabel independen yaitu umur perusahaan, persentase

saham yang ditawarkan kepada publik, profitabilitas perusahaan, solvency

ratio, reputasi penjamin emisi, financial leverage. Dalam penelitian ini

hanya dua variabel independen yang mempunyai pengaruh signifikan

positif terhadap initial return yaitu reputasi penjamin emisi dan financial

leverage, yang berarti tingkat underpricing perusahaan-perusahaan di

Indonesia dipengaruhi oleh kedua variabel tersebut.

Sedangkan, Misnen (2003) dengan menggunakan initial return

sebagai variabel dependennya memasukkan variabel keuangan dan non


39

keuangan. Variabel keuangan terdiri dari profitabilitas perusahaan,

financial leverage, EPS (Earning Per Share), proceed, pertumbuhan laba,

current info, besaran perusahaan. Dari variabel keuangan tersebut hanya

variabel EPS yang berpengaruh terhadap IR saham underpriced.

Sedangkan variabel non keuangan yang terdiri dari kondisi perekonomian,

reputasi underwriter, reputasi auditor, umur perusahaan, jenis industri

hanya kondisi perekonomian yang memiliki pengaruh signifikan terhadap

initial return.

C. Hubungan Antar Variabel

1. Pengaruh reputasi underwriter terhadap underpricing

Reputasi underwriter berpengaruh terhadap tingkat

underpricing saham perdana. Hal ini dibuktikan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Kooli dan Suret (2001) dalam (Helen, 2005:92)

yang menemukan bahwa tingkat underpricing IPO di Kanada tahun

1991-1998 yang tidak ditangani oleh underwriter yang bereputasi

tinggi mencapai 31,13%, sedangkan tingkat underpricing IPO yang

ditangani oleh underwriter prestisius hanya 9,37% sehingga peneliti

menyimpulkan bahwa kualitas underwriter berhubungan dengan kadar

ketidakpastian kualitas IPO.

Imam dan Mudrik (2002) menguji pengaruh reputasi penjamin

emisi terhadap underpricing saham dengan menggunakan data

perusahaan IPO di BEJ pada tahun 1997-2000. Pada penelitian ini

Imam dan Murdik berhasil membuktikan bahwa reputasi penjamin


40

emisi signifikan pada level 10% dengan arah negatif mempengaruhi

underpricing. Dari uraian penelitian di atas maka peneliti menduga

bahwa reputasi underwriter berpengaruh signifikan negatif terhadap

underpricing saham perdana.

2. Pengaruh reputasi auditor terhadap underpricing

Reputasi auditor berpengaruh pada kredibilitas laporan keuangan

ketika suatu perusahaan go public oleh karena itu untuk

mempertahankan kredibilitasnya perusahaan akan memilih auditor

yang bereputasi baik (Misnen, 2003:365). Pemilihan ini didasari

bahwa laporan keuangan yang diaudit oleh auditor yang reputasinya

baik akan lebih dipercaya oleh investor dibandingkan dengan yang

tidak bereputasi (Sutton dan Bennedetto, 1988) dalam (Misnen,

2003:365).

Hal senada juga diungkapkan oleh Ali dan Hartono (2001) dalam

Surya (2008:43) bahwa perusahaan yang melakukan IPO akan memilih

Kantor Akuntan Publik (KAP) yang memiliki reputasi baik. Hal ini

disebabkan karena dengan menggunakan auditor yang kredibel akan

memberikan sinyal positif bagi calon investor. Balvers et al (1998)

dalam Helen (2005:91), mengungkapkan bahwa investment banker

(underwriter) yang memiliki reputasi tinggi akan menggunakan auditor

yang memiliki reputasi, karena keduanya akan mengurangi

underpricing. Dari uraian penelitian di atas maka peneliti menduga


41

reputasi auditor mempunyai pengaruh signifikan negatif terhadap

underpricing saham perdana.

3. Pengaruh return on asset terhadap underpricing

ROA merupakan ukuran profitabilitas perusahaan. Profitabilitas

perusahaan yang tinggi menunjukkan kemampuan perusahaan

menghasilkan laba dimasa yang akan datang dan laba merupakan

informasi yang penting bagi investor sebagai pertimbangan dalam

menanamkan modalnya. Watt dan Zimmerman (1990) dalam Misnen

(2003) menyatakan bahwa prestasi keuangan, khususnya tingkat

keuntungan memegang peranan penting dalam penilaian prestasi

usaha perusahaan yang sering digunakan sebagai dasar dalam

keputusan investasi, khususnya saham.

Dengan demikian dapat diduga semakin besar ROA semakin kecil

underpricing dari saham yang ditawarkan. Hal ini seperti yang

diungkapkan oleh Kim et al (1993) bahwa profitabilitas yang tinggi

suatu perusahaan akan mengurangi ketidakpastian bagi investor

sehingga menurunkan tingkat underpricing. Dari uraian penelitian di

atas maka peneliti menduga return on asset mempunyai pengaruh

signifikan negatif terhadap underpricing saham perdana.

D. Kerangka Konseptual

Pengetahuan dan kemampuan dari underwriter merupakan jaminan

bagi perusahaan. Ini dikarenakan, dengan menggunakan underwriter yang

berkemampuan maka perusahaan (emiten) akan mendapat keyakinan


42

bahwa proses penawaran umum mereka ditangani dengan baik. Di lain

pihak, investor juga mengharapkan emiten menggunakan underwriter

yang berpengalaman, ini disebabkan karena underwriter yang baik juga

merupakan jaminan bagi investor dalam melakukan investasinya. Jadi,

dengan menggunakan underwriter yang bereputasi baik maka perusahaan

dapat mengurangi resiko atas penawaran sahamnya kepada publik

sehingga resiko underpricing dapat diperkecil.

Reputasi Auditor juga diduga mempengaruhi underpricing pada

saham perdana. Penggunaan auditor yang profesional atau bereputasi

baik akan mengurangi kesempatan emiten untuk berlaku curang dalam

menyajikan informasi yang menyesatkan mengenai prospeknya di masa

mendatang. Hal ini berarti, penggunaan auditor yang memiliki reputasi

tinggi akan mengurangi ketidakpastian di masa mendatang sehingga

dapat mengurangi tingkat underpricing saham perdana.

Variabel Return On Asset diduga mempengaruhi underpricing. Hal

ini dikarenakan, ROA dapat menggambarkan profitabilitas suatu

perusahaan. Semakin tinggi profitabilitas yang dihasilkan perusahaan

tersebut maka semakin rendah pula tingkat underpricing saham

perdananya

Dari uraian di atas, maka dapat dilihat bahwa reputasi underwriter

(X1), reputasi auditor (X2), dan return on asset (X3) berpengaruh terhadap

tingkat underpricing (Y) saham perdana. Untuk lebih jelasnya, maka


43

dapat dikemukakan skema atau bagan yang dijadikan pedoman dalam

penelitian ini sebagai berikut:

Reputasi
Underwriter
(X1)

Reputasi Auditor
(X2)
Underpricing
Saham Perdana
(Y)

Return on Asset
(ROA)
(X3)

Gambar 1: Kerangka konseptual dari pengaruh reputasi


underwriter, reputasi auditor, dan ROA terhadap
underpricing saham perdana

E. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka dapat

dikemukakan hipotesis yang merupakan jawaban sementara terhadap

masalah yang hendak dibahas melalui penelitian. Adapun hipotesis yang

diajukan sebagai berikut:

H1. Reputasi underwriter mempunyai pengaruh signifikan negatif

terhadap underpricing saham.


44

H2. Reputasi auditor mempunyai pengaruh signifikan negatif terhadap

underpricing saham.

H3. Return on Asset mempunyai pengaruh signifikan negatif terhadap

underpricing saham perdana.


45

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka jenis

penelitian ini bersifat kausatif. Hal ini dikarenakan penelitian ini bertujuan

untuk melihat adanya pengaruh antara variabel-variabel bebas yaitu

reputasi underwriter, reputasi auditor, dan ROA terhadap tingkat

underpricing pada saham perdana sebagai variabel terikatnya.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada perusahaan yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia. Data diperoleh dari berbagai sumber informasi antara

lain: ICMD (Indonesian Capital Market Directory) tahun 2005-2009, PT

IDX (Indonesia Stock Exchange), Fact Book IDX 2005-2009, media

elektronik dan media cetak lainnya yang mendukung perolehan data

penelitian ini . Periode pengamatan penelitian ini dari tahun 2005-2009.

C. Populasi dan Sampel


46

Populasi pada penelitian ini adalah perusahaan yang melakukan

Initial Public Offering (IPO) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

pada periode penelitian tahun 2005-2009. Perusahaan yang terdaftar

melakukan IPO pada tahun 2005-2009 adalah 75 perusahaan.

Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan

adalah purposive sampling. Teknik ini menggunakan kriteria-kriteria

tertentu untuk menentukan sampel. Kriteria pengambilan sampel adalah

sebagai berikut:

1. Perusahaan yang mengalami underpriced, yaitu perusahaan yang

harga penawaran saham pada saat IPO lebih rendah secara signifikan

dibandingkan dengan harganya pada saat penutupan di pasar sekunder

hari pertama.

2. Memiliki kelengkapan informasi pada prospektus untuk keperluan

analisis yaitu informasi underwriter, auditor, dan kinerja keuangan.

3. Perusahaan yang tidak termasuk dalam kategori keuangan dan

perbankan. Hal ini dikarenakan perbedaan kinerja keuangan antara

perusahaan keuangan dan non keuangan.

Tabel 2.
Sampel Penelitian
Keterangan Jumlah
Perusahaan yang melakukan IPO di BEI pada periode
2005-2009 75
Perusahaan yang tidak mengalami underpriced (9)
Perusahaan IPO kategori keuangan dan perbankan (13)
Sampel yang dikeluarkan karena data tidak lengkap (3)
Total perusahaan yang menjadi sampel 50

Tabel 3.
Daftar Sampel Perusahaan Yang Melakukan IPO
Tahun 2005-2009
47

No Tanggal IPO Kode Nama Perusahaan


1 9/6/2005 MASA Multistrada Arah Sarana Tbk
2 22/06/2005 APOL Arpeni Pratama Ocean Line Tbk
3 29/09/2005 EXCL Excelmindo Pratama Tbk
4 21/12/2005 MICE Multi Indocitra Tbk
5 3/2/2006 BTEL Bakrie Telecom Tbk
7 10/2/2006 MAIN Malindo Feedmill Tbk
7 12/7/2006 RUIS Radiant Utama Interinsco Tbk
8 25/07/2006 TOTL Total Bangun Persada Tbk
9 13/07/2006 IATA Indonesia Air Transport Tbk
10 16/10/2006 TRUB Truba Alam Manunggal E. Tbk
11 28/11/2006 CPRO Central Proteinaprima Tbk
12 29/11/2006 FREN Mobile-8 Telecom Tbk
13 28/05/2007 BISI Bisi International Tbk
14 31/05/2007 WEHA Panaorama Transportasi Tbk
15 15/06/2007 BKDP Bukit Darmo Property Tbk
16 18/06/2007 SGRO Sampoerna Agro Tbk
17 22/06/2007 MNCN Media Nusantara Citra Tbk
18 11/7/2007 PKPK Perdana Karya Perkasa Tbk
19 13/07/2007 LCGP Laguna Cipta Griya Tbk
20 26/09/2007 DEWA Darma Henwa Tbk
21 10/10/2007 GPRA Perdana Gapuraprima Tbk
22 29/10/2007 WIKA PT Wijaya Karya (persero) Tbk
23 6/11/2007 ACES Ace Hardware Indonesia Tbk
24 8/11/2007 PTSN Sat Nusapersada Tbk
25 12/11/2007 JSMR Jasa Marga (persero) Tbk
26 4/12/2007 JKON Jaya Konstruksi M Pratama Tbk
27 12/12/2007 CSAP Catur Sentosa Adiprana Tbk
28 18/12/2007 ASRI Alam Sutera Realty Tbk
29 18/12/2007 ITMG Indo Tambangraya Megah Tbk
30 19/12/2007 COWL Cowell Development Tbk
31 4/1/2008 BKPD Bukit Darmo Property Tbk
32 14/01/2008 BAPA Bekasi Asri Pemula Tbk
33 6/2/2008 ELSA Elnusa Tbk
34 5/3/2008 YPAS Yanaprima Hastapersada Tbk
35 9/4/2008 KOIN Kokoh Inti Arebama Tbk
36 15/05/2008 GZCO Gozco Plantations Tbk
37 6/6/2008 BSDE Bumi Serpong Damai Tbk
38 11/6/2008 INDY Indika Energy Tbk
39 8/7/2008 PDES Destinasi Tirta Nusantara Tbk
40 11/7/2008 KBRI Kertas Basuki Rachmat Tbk
41 16/07/2008 ADRO Adaro Energy Tbk
42 17/07/2008 HOME Hotel Mandarine Regency
43 10/9/2008 TRAM Trada Maritime Tbk
44 17/10/2008 SIAP Sekawan Intipratama Tbk
45 14/04/2009 TRIO Trikomsel Oke Tbk
46 3/7/2009 INVS Inovisi Infracom Tbk
47 10/7/2009 MKPI Metrpolitan Kentjana Tbk
48 27/10/2009 BWPT BW Plantation Tbk
49 10/12/2009 DSSA Dian Swastika Sentosa Tbk
48

50 11/12/2009 BCIP Bumi Citra Permai Tbk


Sumber: www. e-bursa.com

D. Variabel Penelitian

1. Variabel dependen

a. Underpricing (Y)

Underpricing merupakan selisih positif antara harga di pasar

saham sekunder dengan harga perdana. Variabel ini diukur

menggunakan initial return dengan persentase yang dihitung

berdasarkan selisih harga penutupan pada pasar sekunder dengan harga

pada pasar perdana, atau dengan kata lain dapat dirumuskan sebagai

berikut :

Initial Return = P1 – P0 x 100%


P0

Keterangan :
P0 = harga saham pada saat IPO
P1 = harga penutupan pada hari pertama di pasar sekunder

2. Variabel Independen

a. Reputasi Underwriter (X1)

Reputasi underwriter diukur melalui perangkingan underwriter

berdasarkan total nilai transaksi yang dilakukan oleh underwriter

tersebut per tahunnya yang dikeluarkan oleh BEI dari tahun 2005-

2009. Dimana pengukuran reputasi tersebut akan menggunakan skala

1 sampai dengan 5 seperti yang telah ditunjukkan pada Tabel 1.


49

b. Reputasi Auditor (X2)

Variabel ini merupakan variabel dummy. Variabel ini

ditentukan dengan menggunakan skala 1 untuk auditor yang

bereputasi dan 0 untuk auditor yang tidak bereputasi. KAP (auditor)

yang bereputasi adalah KAP yang bermitra dengan The Big Four

KAP dunia pada tahun 2005-2009. Sebaliknya, apabila KAP tersebut

tidak bermitra dengan The Big Four maka dikategorikan tidak

bereputasi. KAP di Indonesia yang bermitra dengan The Big Four :

1. KAP Purwanto, Sarwoko, Sandjaja berpartner dengan Ernst &

Young pada tahun 2006 sampai sekarang. Sedangkan pada tahun

2005 adalah KAP Prasetio, Sarwoko, Sandjaja.

2. KAP Osman Bing Satrio berpartner dengan Deloitte

3. KAP Sidharta, Sidharta, Widjaja berpartner dengan KPMG

4. KAP Haryanto Sahari berpartner dengan PWC

c. ROA (Return On Asset) (X3)

ROA dapat dihitung dengan perbandingan antara profit after

tax dan total asset yang dimiliki oleh perusahaan yang dirumuskan

sebagai berikut :

ROA = profit after tax x 100%


total asset
50

E. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder

yang terdiri dari:

1. Data kuantitatif, meliputi: harga penawaran saham perdana (offering price)

saham, harga penutupan (closing price) saham hari pertama di pasar

sekunder, laba bersih dan total aset.

2. Data kualitatif, yang meliputi data nama underwriter dan data nama

auditor yang mengaudit laporan keuangan.

Data-data tersebut didapat melalui :

a. Indonesian Capital Market Directory dari tahun 2005-2009

b. Fact book IDX dari tahun 2005-2009

c. Media masa, jurnal pasar modal, internet, serta publikasi lain yang

dapat membantu penelitian ini.

F. Teknik Analisis Data

1. Uji Asumsi Klasik

Sebelum melakukan pengujian regresi, terlebih dahulu dilakukan

pengujian asumsi klasik yang berguna untuk mengetahui apakah data

yang digunakan telah memenuhi model regresi. Pengujian ini meliputi:

a. Uji Normalitas Residual

Pengujian normalitas adalah pengujian tentang kenormalan

distribusi data. Model regresi yang baik adalah distribusi data

normal atau mendekati normal. Uji ini dapat dilihat dengan


51

menggunakan Kolmogorov Smirnovtest. Jika profitabilitas > 0,05

maka Ho diterima, dalam artian data berdistribusi normal. Jika

profitabilitas data < 0,05 Ho ditolak dan dikatakan bahwa data

tidak berdistribusi normal.

b. Uji Multikolinearitas

Pengujian mulitkolinearitas dimaksudkan untuk mengetahui

apakah terdapat korelasi yang tinggi antara variabel-variabel

bebas dalam model yang digunakan. Apabila terdapat korelasi

yang tinggi sesama variabel bebas tersebut, maka salah satu

diantaranya dieliminir (dikeluarkan) dari model regeresi berganda

atau menambahkan variabel bebasnya. Korelasi antara variabel

independen dapat dideteksi dengan menggunakan Variance

Inflasi Factor (VIF) dengan kriteria sebagai berikut:

1. Jika angka tolerance di atas 0,1 dan VIF < 10 dikatakan tidak

terdapat gejala multikolinearitas.

2. Jika angka tolerance di bawah 0,1 dan VIF > 10 dikatakan

terdapat gejala multikolinearitas.

c. Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas adalah uji yang bertujuan untuk

menguji apakah dalam sebuah model regresi terdapat

ketidaksamaan varian residual dari satu pengamatan ke

pengamatan yang lain. Konsep heterokedastisitas didasarkan pada


52

penyebaran varian variabel dependen diantara rentang nilai

varaibel independen. Masalah heterokedastisitas terjadi ketika

penyebaran tersebut tidak seimbang atau ketika varian dari

distribusi probabilitas gangguan tidak konstan untuk seluruh

pengamatan atau variabel independen. Untuk menguji terjadi

tidaknya heterokedastisitas digunakan Uji Glejser. Apabila

sig >0,05 maka tidak terdapat gejala heterokedastisitas. Model

yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas.

2. Model dan Teknik Analisis Data

a. Model

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui apakah reputasi

underwriter berpengaruh terhadap underpricing, reputasi auditor

berpengaruh terhadap underpricing, serta ROA berpengaruh

terhadap underpricing. Dalam penelitian ini, teknik yang

digunakan adalah teknik analisis berganda karena variabel bebas

dalam penelitian ini lebih dari satu. Teknik analisis berganda

merupakan teknik uji yang digunakan untuk mengetahui pengaruh

variabel independen terhadap variabel dependen. Persamaan

analisis berganda dapat dirunuskan sebagai berikut:

UP = β0 + β1 UND + β2 AUD + β3 ROA + ε

Dimana :

UP : Underpricing
53

β0 : Konstanta
β1 – β3 : Koefisien
UND : Reputasi Underwriter
AUD : Reputasi Auditor
ROA : Return On Asset
ε : Residu

b. Teknik Analisis Data

1. Uji Model

a) Uji F ( F-test)

Sedangkan untuk melakukan pengujian koefisien regresi

secara keseluruhan digunakan pengujian F-test, dengan

rumus (Gujarati, 2004:259):

R2
Ftest = k −1
1− R 2

n− k
Dimana:
R2 : koefisien determinasi
k : jumlah variabel pengaruh dan variabel terpengaruh
n : jumlah tahun pengamatan

Kriteria pengujian :

Ho ditolak : Jika ; Fhitung > Ftabel

atau sig < α = 0,05

Ho diterima : Jika ; Fhitung < Ftabel

atau sig > α = 0,05

b) Uji Koefisien Determinasi (R2)


54

Untuk mengetahui variasi variabel independen

yang menjelaskan variabel dependen dapat dilihat dari

koefisien determinasi (R2). Nilai koefisien determinasi

adalah antara nol dan satu. Jika, nilainya mendekati 0

berarti tidak ada sumbangan variabel independen terhadap

variabel dependen. Sebaliknya, jika nilainya mendekati 1

maka terdapat hubungan yang kuat antara variabel

independen dengan variabel dependen. Untuk menghitung

R2 , maka digunakan rumus sebagai berikut:

2
∑ et
R = 1−
2
2
∑ yi
Dimana :
R2 : koefisien determinan
et2 : variabel pengganggu
yi2 : total sum square

2. Uji t (t-test)

Untuk mengetahui apakah koefisien regresi tersebut

signifikan atau tidak maka digunakan pengujian t test. Jika nilai

thitung yang diperoleh lebih besar dari pada ttabel maka hubungan

antara variabel bebas dengan variabel terikat adalah

signifikan (Lains,1998 dalam Reni 2010). Nilai t hitung dapat

diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

βi
t test =
Sβ i
55

dimana,
βi : koefisien regresi variabel
Sβi : standar error dari koefisien

Kriteria pengujian hipotesis:

Ho ditolak: Jika ; thitung > ttabel; - thitung < -ttabel

atau sig < α= 0,05

Ho diterima: Jika ; thitung < ttabel; - thitung > -ttabel

atau sig > α= 0,05

Untuk melihat adanya pengaruh variabel independen terhadap

variabel dependen, diuji pada tingkat α= 0,05, kesimpulan

hipotesis untuk H2, H3, dan H4 didasarkan atas:

a. Jika tingkat signifikansi < α= 0,05 dan koefisien (β) negatif

maka hipotesis nul (Ho) ditolak, dan hipotesis alternatif

diterima. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ketiga

hipotesis berpengaruh secara signifikan negatif terhadap

underpricing saham.

b. Jika tingkat signifikansi < α= 0.05 dan koefisien (β) positif

maka ketiga hipotesis alternatif ditolak.

c. Jika tingkat signifikansi > α= 0,05 dan koefisien (β) negatif

maka ketiga hipotesis alternatif ditolak.

G. Definisi Operasional

1. Variabel dependen

a. Underpricing (Y)
56

Underpricing merupakan selisih positif antara harga di pasar

saham sekunder dengan harga perdana. Dimana, harga di pasar

sekunder lebih tinggi dibandingkan saat IPO.

2. Variabel Independen

a. Reputasi Underwriter (X1)

Tingkat kepercayaaan yang diberikan kepada penjamin emisi atas

kinerjanya.

b. Reputasi Auditor (X2)

Tingkat kepercayaan kepada akuntan publik atas jasa yang

diberikannya.

c. ROA (Return On Asset) (X3)

ROA adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan

keuntungan dan mengukur tingkat efisiensi operasional dan

efisiensi dalam menggunakan harta yang dimilikinya.


57

BAB IV

TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. TEMUAN PENELITIAN

1. Pasar Modal

Pada dasarnya, pasar modal (capital market) merupakan pasar

untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjual

belikan, baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri. Undang-undang

pasar modal No.28 tahun 1995 memberikan pengertian pasar modal yang

lebih spesifik yaitu kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum

dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang

diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.

Pasar modal memiliki peran besar perekonomian suatu negara,

karena pasar modal menjalankan dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi

ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi

ekonomi karena pasar menyediakan fasilitas atau wahana yang

mempertemukan dua kepentingan, yaitu pihak yang memilki kelebihan

dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (issuer).

Dengan adanya pasar modal, maka pihak yang memiliki kelebihan

dana dapat menginvestasikan dana tersebut dengan harapan memperoleh


58

imbalan (return). Sedangkan issuer (dalam hal ini perusahaan) dapat

memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan investasi tanpa harus

menunggu tersedianya dana dari operasi perusahaan. Pasar modal

dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena pasar modal memberikan

kemungkinan dan kesempatan untuk memperoleh imbalan (return) bagi

pemilik dana, sesuai dengan karakteristik yang dipilih.

Dengan adanya pasar modal diharapkan aktivitas perekonomian

menjadi meningkat, karena pasar modal merupakan alternatif penanaan

bagi perusahaan-perusahaan. Sehingga perusahaan dapat beroperasi

dengan skala yang lebih besar dan pada gilirannya akan meningkatkan

pendapatan perusahaan dan kemakmuran masyarakat luas.

Pasar modal Indonesia terbagi dua yaitu pasar perdana dan pasar

sekunder atau pasar regular. Pasar perdana adalah pasar dimana untuk

pertama kalinya sekuritas baru dijual kepada investor oleh perusahaan

yang mengeluarkan sekuritas tersebut. Pasar regular adalah pasar dimana

para investor memperdagangkan saham yang berasal dari saham perdana.

Manfaat keterbatasan pasar modal antar lain :

a. Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia

usaha sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal.

b. Memberikan wahana investasi bagi investor dan memungkinkan

upaya diversifikasi.

c. Mendorong investasi bagi negara.


59

2. Gambaran Umum Perusahan Yang Melakukan Penawaran Umum

(Go Public)

Perusahaan memerlukan modal yang besar untuk ekspansi usaha,

salah satu alternatif sumber permodalan adalah dengan menawarkan

saham ke publik (go public). Dalam proses go public, sebelum saham

diperdagangkan di bursa efek, terlebih dahulu saham tersebut dilemparkan

ke pasar perdana. Kegiatan ini disebut dengan Initial Public Offering atau

penawaran umum.

Dalam melakukan penawaran umum ada beberapa syarat yang

harus dipenuhi. yaitu:

1. Perusahaan berbadan hukum Perseroan Terbatas

2. Bertempat kedudukan di Indonesia

3. Mempunyai modal disetor penuh Rp 200.000.000

4. Dua tahun memperoleh keuntungan

5. Laporan keuangan dua tahun terakhir harus diperiksa oleh akuntan

publik dengan unqualified opinion

6. Khusus bank, selama tiga tahun terakhir harus memenuhi ketentuan;

dua tahun pertama harus tergolong cukup sehat dan satu tahun terakhir

tergolong sehat.

Sedangkan manfaat penawaran umum adalah :


60

1. Dapat memperoleh dana yang relatif besar dan diterima sekaligus

2. Biayanya relatif murah

3. Proses relatif murah

4. Pembagian deviden berdasarkan keuntungan

5. Penyertaan masyarakat biasanya tidak masuk dalam manajemen

6. Perusahaan dituntut lebih terbuka, sehingga hal ini dapat memacu

perusahaan meningkatkan profesionalisme

7. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk turut serta

memiliki saham perusahaan, sehingga dapat mengurangi kesenjangan

sosial.

8. Emiten akan lebih dikenal oleh masyarakat

9. Memberikan kesempatan bagi koperasi dan karyawan perusahaan

untuk membeli saham.

B. Deskriptif Variabel Penelitian

1. Analisis Deskriptif

a. Underpricing Saham Perdana Pada Perusahaan Yang Melakukan IPO

(Y)
61

Variabel dependen (Y) yaitu Underpricing saham perdana pada

perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek

Indonesia yang dilihat selama tahun 2005-2009. Underpricing saham

diukur menggunakan initial return (IR) dengan persentase yang dihitung

berdasarkan selisih harga penutupan pada hari pertama di pasar sekunder

dengan harga pada pasar perdana, yang dapat dirumuskan sebagai

berikut:

keterangan:

P0 = harga saham pada saat IPO

P1 = harga penutupan pada hari pertama di pasar sekunder

Contoh perhitungan Underpricing Saham misalnya pada PT.

Multistrada Arah Sarana, Tbk yang melakukan IPO pada tanggal 9

Juni 2005 yaitu sebagai berikut:

= 5,88

Nilai di atas menunjukkan bahwa PT Multistrada Arah Sarana, Tbk

mengalami underpricing saham sebesar 5,88 %. Underpricing masing-

masing saham perusahaan yang melakukan IPO pada tahun 2005-2009

dapat dilihat pada tabel di bawah ini :


62

Tabel 4.
Underpricing Saham Perusahaan
No Nama Perusahaan Underpricing
1 PT. Multistrada Arah Sarana, Tbk 0,0588
63
2 PT. Arpeni Pratama Ocean Line, Tbk 0,1200
3 PT. Excelmindo Pratama, Tbk 0,1500
4 PT. Multi Indocitra, Tbk 0,3265
5 PT. Bakrie Telecom, Tbk 0,4091
6 PT. Malindo Feedmill, Tbk 0,2841
7 PT. Radiant Utama Interinsco, Tbk 0,5000
8 PT. Total Bangun Persada, Tbk 0,0725
9 PT. Indonesia Air Transport, Tbk 0,0385
10 PT. Truba Alam Manunggal, Tbk 0,6364
11 PT. Central Proteinapriama, Tbk 0,6818
12 PT. Mobile-8 Telecom, Tbk 0,2444
13 PT. Bisi International, Tbk 0,7000
14 PT. Panorama Transportasi, Tbk 0,6939
15 PT. Bukit Darmo Property, Tbk 0,7000
16 PT. Sampoerna Agro, Tbk 0,0791
17 PT. Media Nusantara Citra, Tbk 0,0444
18 PT. Perdana Karya Perkasa, Tbk 0,7000
19 PT. Laguna Cipta Griya, Tbk 0,6960
20 PT. Darma Henwa, Tbk 0,6866
21 PT. Perdana Gapura Prima, Tbk 0,1129
22 PT. Wijaya Karya (Persero), Tbk 0,3333
23 PT. Ace Hardware Indonesia, Tbk 0,1951
24 PT. Sat Nusaperdana, Tbk 0,1034
25 PT. Jasa Marga (persero), Tbk 0,2059
26 PT. Jaya Konstruksi Manggala Pratama, Tbk 0,5935
27 PT. Catur Sentosa Adiprana, Tbk 0,1000
28 PT. Alam Sutera Reality, Tbk 0,6952
29 PT. Indo Tambangraya Megah , Tbk 0,4000
30 PT. Cowell Development, Tbk 0,7000
31 PT. Bukit Darmo Property, Tbk 0,6667
32 PT. Bekasi Asri Pemula, Tbk 0,7000
33 PT. Elnusa, Tbk 0,2875
34 PT. Yanaprima Hastapersada, Tbk 0,1743
35 PT. Kokoh Inti Arebama, Tbk 0,3294
36 PT. Gozco Plantations, Tbk 0,2222
37 PT. Bumi Serpong Damai. Tbk 0,0182
38 PT. Indika Energy, Tbk 0,1610
39 PT. Destinasi Tirta Nusantara, Tbk 0,7000
40 PT. Kertas Basuki Rachmat, Tbk 0,3654
41 PT. Adro Energy, Tbk 0,5727
42 PT. Hotel Mandarine Regency, Tbk 0,6636
43 PT. Trada Maritime, Tbk 0,2720
44 PT. Sekawan Intipratama, Tbk 0,0600
45 PT. Trikomsel Oke, Tbk 0,0222
46
PT. Inovisi Infracom, Tbk 0,1600
47 PT. Metropollitan Kentjana, Tbk 0,3095
48 PT. BW Plantation, Tbk 0,0364
49 PT. Dian Swastika Sentosa, Tbk 0,5000
50 PT.Bumi Citra Permai, Tbk 0,5727
Tertinggi 0,7000
Terendah 0,0182
Rata-rata 0,3611
64
65

Sumber: Pengolahan Data 2010

Berdasarkan Tabel di atas dapat dilihat underpricing saham yang

dihitung menggunakan rumus IR. Dari hasil perhitungan tersebut maka

ada lima perusahaan yang mengalami underpricing tertinggi yaitu

PT Bisi International, Tbk, PT Perdana Karya Perkasa, Tbk, PT Bukit

Darmo Pemula yang mengalami underpricing saham sebesar 70

persen yang artinya terdapat perbedaan harga saham yang sangat besar

pada saat perusahan tersebut melakukan IPO dengan harga penutupan

yang terjadi pada hari pertama perdagangan di BEI dimana harga pada

saat IPO jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga penutupan pada

hari pertama perdagangan di BEI. Sedangkan perusahaan yang


66

mengalami underpricing terendah adalah PT. Bumi Serpong Damai,

Tbk yang hanya mengalami underpricing saham sebesar 1,82 persen

yang artinya harga saham pada saat IPO tidak terlalu rendah

dibandingkan dengan harga penutupan yang terjadi pada hari pertama

di BEI. Sementara rata-rata underpricing yang terjadi pada perusahaan

yang melakukan IPO di BEI antara tahun 2005-2009 adalah sebesar

36,11 persen.

b. Reputasi Underwiter (X1) Pada Perusahaan Yang Melakukan IPO

Underwriter merupakan anggota dari pasar modal yang

mempunyai peranan sebagai penjamin emisi suatu emiten di pasar

perdana. Underwriter bertugas untuk membantu emiten dalam

melakukan penawaran umum.

Reputasi Underwriter diukur berdasarkan perangkingan

underwriter yang dikeluarkan oleh BEI. Perangkingan ini didasarkan

kepada total nilai perdagangan yang dilakukan oleh masing-masing

underwriter yang terdaftar di BEI setiap tahunnya, lalu dari total nilai

perdagangan tersebut akan diurut berdasarkan underwriter yang

memiliki total trade value (nilai perdagangan) terbesar. Pengukuran

dalam penelitian ini akan menggunakan skala 1 sampai dengan 5,

dimana semua underwriter yang terdaftar di BEI akan dikelompokkan

seperti yang telah ditunjukkan pada Tabel 1.


67

Contoh, PT Multi Indocitra Tbk yang mempunyai Underwriter PT

Makinta Sec. PT Makinta Sec berdasarkan total trade valuenya berada

di rangking 64 menurut perangkingan yang dikeluarkan oleh BEI,

sehingga PT Makinta akan mendapatkan nilai 3. Hal ini dikarenakan

rangking PT Makinta Sec terletak di kelompok rentang 51-75. Nilai

masing-masing dari underwriter perusahaan yang melakukan IPO

dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.
Nilai Underwriter Pada Perusahaan Yang Melakukan IPO
No Tanggal Nama Perusahaan Underwriter Ranking Nilai
1 9/6/2005 Multistrada Arah Sarana Tbk PT CIMB-GK Goh sec Indo 8 5
2 22/06/2005 Arpeni Pratama Ocean Line Tbk PT Mandiri Sec 14 5
3 29/09/2005 Excelmindo Pratama Tbk PT CIMB-GK Goh sec Indo 8 5
4 21/12/2005 Multi Indocitra Tbk PT Makinta Sec 62 3
5 3/2/2006 Bakrie Telecom Tbk PT Danatama Makmur 34 4
6 10/2/2006 Malindo Feedmill Tbk PT CIMB-GK Goh sec Indo 9 5
7 12/7/2006 Radiant Utama Interinsco Tbk PT Makinta Sec 64 3
8 25/07/2006 Total Bangun Persada Tbk PT Kim Eng Sec 2 5
9 13/07/2006 Indonesia Air Transport Tbk PT Bhakti Sec 38 4
10 16/10/2006 Truba Alam Manunggal E. Tbk PT Danatama Makmur 34 4
11 28/11/2006 Central Proteinaprima Tbk PT Danatama Makmur 34 4
12 29/11/2006 Mobile-8 Telecom Tbk PT CIMB-GK Goh sec Indo 9 5
13 28/05/2007 Bisi International Tbk Indopremier Sec 23 5
14 31/05/2007 Panaorama Transportasi Tbk Danpac Sec 41 4
15 15/06/2007 Bukit Darmo Property Tbk Ciptadana Sec 14 5
16 18/06/2007 Sampoerna Agro Tbk Danareksa Sec 5 5
17 22/06/2007 Media Nusantara Citra Tbk Danareksa Sec 5 5
18 11/7/2007 Perdana Karya Perkasa Tbk Investindo Nusantara sec 29 4
19 13/07/2007 Laguna Cipta Griya Tbk BNI Sec 35 4
20 26/09/2007 Darma Henwa Tbk PT Danatama Makmur 17 5
21 10/10/2007 Perdana Gapuraprima Tbk Mandiri Sec 15 5
22 29/10/2007 PT Wijaya Karya (persero) Tbk PT CIMB-GK Goh Sec Indo 8 5
23 6/11/2007 Ace Hardware Indonesia Tbk CLSA Indonesia 2 5
24 8/11/2007 Sat Nusapersada Tbk Trimegah Sec 10 5
25 12/11/2007 Jasa Marga (persero) Tbk Danareksa Sec 5 5
26 4/12/2007 Jaya Konstruksi M.Pratama Tbk Indo Premier Sec 23 5
27 12/12/2007 Catur Sentosa Adiprana Tbk DBS Vickers Sec 11 5
28 18/12/2007 Alam Sutera Realty Tbk Ciptadana Sec 14 5
29 18/12/2007 Indo Tambangraya Megah Tbk UBS Sec Indonesia 3 5
68

30 19/12/2007 Cowell Development Tbk Makinta Sec 67 3


31 4/1/2008 Bukit Darmo Property Tbk Ciptadana Sec 14 5
32 14/01/2008 Bekasi Asri Pemula Tbk Makinta Sec 67 3
33 6/2/2008 Elnusa Tbk Mandiri Sec 13 5
34 5/3/2008 Yanaprima Hastapersada Tbk Investindo Nusantara Sec 22 5
35 9/4/2008 Kokoh Inti Arebama Tbk Makinta Sec 67 3
36 15/05/2008 Gozco Plantations Tbk CLSA Indonesia 2 5
37 6/6/2008 Bumi Serpong Damai Tbk CLSA Indonesia 2 5
38 11/6/2008 Indika Energy Tbk Mandiri Sec 13 5
39 8/7/2008 Destinasi Tirta Nusantara Tbk Danasakti Sec 77 2
40 11/7/2008 Kertas Basuki Rachmat Tbk Henan Putihrai 29 4
41 16/07/2008 Adaro Energy Tbk Danatama Makmur 47 4
42 17/07/2008 Hotel Mandarine Regency Overseas Sec 49 4
43 10/9/2008 Trada Maritime Tbk HD capital Tbk 10 5
44 17/10/2008 Sekawan Intipratama Tbk Antaboga Delta Sec 45 3
45 14/04/2009 Trikomsel Oke Tbk Mandiri Sec 14 5
46 3/7/2009 Inovisi Infracom Tbk Investindo Nusantara Sec 23 5
47 10/7/2009 Metrpolitan Kentjana Tbk Mandiri Sec 14 5
48 27/10/2009 BW Plantation Tbk Danareksa Sec 5 5
49 10/12/2009 Dian Swastika Sentosa Tbk HD Capital Tbk 17 5
50 11/12/2009 Bumi Citra Permai Tbk Panca Global Sec 55 3
Tertinggi 5
Terendah 2
Rata-rata 4,48
Sumber: Pengolahan Data 2010

Dari data di atas dapat dilihat bahwa nilai reputasi tertinggi adalah

5, yang berarti perusahaan tersebut menggunakan underwriter yang

total trade value nya masuk ke dalam rentang kelompok 1 sampai

dengan 25. Sedangkan nilai terendah untuk reputasi underwiter adalah

2, yaitu PT. Destinasi Tirta Nusantara, Tbk yang menggunakan

Danasakti Sec sebagai underwriternya, dimana underwriter

perusahaan tersebut menduduki peringkat ke-77. Rata-rata nilai

reputasi underwriter yang melakukan IPO di BEI antara tahun 2005-

2009 adalah 4,48 yang berarti banyak perusahaan yang menggunakan

underwriter yang bereputasi untuk mengelola IPO mereka.


69

c. Reputasi Auditor (X2) Pada Perusahaan Yang Melakukan IPO

Perusahaan memiliki kewajiban untuk melakukan pemeriksaan

laporan keuangan sebelum melampar sahamnya ke pasar modal,

karena hal ini akan mempengaruhi tingkat kepercayaan publik

terhadap perusahaan. Bagi perusahaan yang melakukan IPO, penilaian

atas kewajaran laporan keuangan sangat penting.

Audit yang dilakukan oleh KAP yang prestigious menunjukkan

bahwa informasi yang disajikan akan lebih berkualitas dan dapat

dipercaya. Selain itu, pengorbanan yang dikeluarkan oleh perusahaan

dengan menggunakan auditor bereputasi menunjukkan bahwa

perusahaan tersebut mempunyai tingkat kemampuan yang baik dalam

menaikkan usahanya.

Pengukuran Reputasi Auditor menggunakan variabel dummy,

dimana auditor yang bereputasi yaitu KAP Indonesia yang berpartner

dengan The Big Four akan mendapat nilai 1. Sementara, KAP yang

tidak berpartner dengan The Big Four dikategorikan tidak bereputasi

sehingga mendapatkan nilai 0. KAP Indonesia yang berpartner dengan

The Big Four:

1. KAP Purwanto, Sarwoko, Sandjaja berpartner dengan Ernst &

Young pada tahun 2006 sampai sekarang. Sedangkan pada tahun

2005 adalah KAP Prasetio, Sarwoko, Sandjaja


70

2. KAP Osman Bing Satrio berpartner dengan Deloitte

3. KAP Sidharta, Sidharta, Widjaja berpartner dengan KPMG

4. KAP Haryanto Sahari berpartner dengan PWC

Contoh, PT Sampoerna Agro, Tbk yang laporan keuangannya

diaudit oleh KAP Purwanto, Sarwoko, Sandjaja akan mendapat nilai 1

karena KAP tersebut berpartner dengan Ernst & Young yang

merupakan KAP yang masuk dalam The Big Four. Sedangkan auditor

yang mengaudit laporan keuangan PT Bakrie Telecom akan

mendapatkan nilai 0, karena KAP Jimmy, Budhi, dan Partner tidak

termasuk ke dalam KAP Indonesia yang berpartner dengan The Big

Four. Nilai dari masing-masing auditor dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel 6.
Nilai Auditor Pada Perusahaan Yang Melakukan IPO

No Nama Perusahaan Auditor Nilai


1 Multistrada Arah Sarana Tbk Prasetio, Sarwoko, Sandjaja 1
2 Arpeni Pratama Ocean Line Tbk Prasetio, Sarwoko, Sandjaja 1
3 Excelmindo Pratama Tbk Haryanto Sahari and co 1
4 Multi Indocitra Tbk Johan Molanda Astika and Rekan 0
5 Bakrie Telecom Tbk Jimmy Budhi and co 0
6 Malindo Feedmill Tbk Drs. anwar bap 0
7 Radiant Utama Interinsco Tbk Osman Bing Satrio 1
8 Total Bangun Persada Tbk Aryanto, Amir Yusuf, dan Mawar 0
9 Indonesia Air Transport Tbk Osman Bing Satrio 1
10 Truba Alam Manunggal E. Tbk Tanubrata, Sutanto, Sibarani 0
11 Central Proteinaprima Tbk Paul Hadiwinata, Hidajat, Arsono, dan co 0
12 Mobile-8 Telecom Tbk Osman Bing Satrio 1
13 Bisi International Tbk Haryanto sahari and co 1
14 Panaorama Transportasi Tbk Mulyamin Sensi Suryanto 0
15 Bukit Darmo Property Tbk Osman Bing Satrio 1
71

16 Sampoerna Agro Tbk Purwanto, Sarwoko, Sandjaja 1


17 Media Nusantara Citra Tbk Osman Bing Satrio 1
18 Perdana Karya Perkasa Tbk Rodi Kartamulja 0
19 Laguna Cipta Griya Tbk Ngurah Arya and co 0
20 Darma Henwa Tbk Jimmy Budhi and co 0
21 Perdana Gapuraprima Tbk Bambang, Sudarmadji, dan Dadang 0
22 PT Wijaya Karya (persero) Tbk Hadori dan co 0
23 Ace Hardware Indonesia Tbk Aryanto Amir Jusuf dan Mawar 0
24 Sat Nusapersada Tbk Johan, Malonda, Astika dan co 0
25 Jasa Marga (persero) Tbk Aryanto Amir Yusuf dan Mawar 0
26 Jaya Konstruksi M Pratama Tbk Ishak, Saleh, Soewondo dan co 0
27 Catur Sentosa Adiprana Tbk Purwantono, Sarwoko, dan Sandjaja 1
28 Alam Sutera Realty Tbk Paul Hadiwinata, Hidajat, Arsono, and co 0
29 Indo Tambangraya Megah Tbk Haryanto Sahari dan rekan 1
30 Cowell Development Tbk Aria dan Jonnardi 0
31 Bukit Darmo Property Tbk Santoso dan rekan 0
32 Bekasi Asri Pemula Tbk Eddy Prakarsa Permana dan Sidharta 0
33 Elnusa Tbk Purwanto, Sarwoko, Sandjaja 1
34 Yanaprima Hastapersada Tbk Fitradewata Teramihardja 0
35 Kokoh Inti Arebama Tbk Doli, Bambang, Sudarmadji, dan Dadang 0
36 Gozco Plantations Tbk Adi Jimmy Arthawan 0
37 Bumi Serpong Damai Tbk Mulyamin Sensi Suryanto 0
38 Indika Energy Tbk Osman Bing Satrio 1
39 Destinasi Tirta Nusantara Tbk Mulyamin Sensi Suryanto 0
40 Kertas Basuki Rachmat Tbk Adi Jimmy Arthawan 0
41 Adaro Energy Tbk Haryanto Sahari and co 1
42 Hotel Mandarine Regency Jamaludin, Aria, Sukimto, and co 0
43 Trada Maritime Tbk Mulyamin Sensi Suryanto 1
44 Sekawan Intipratama Tbk Aryanto Amir Yusuf dan Mawar 0
45 Trikomsel Oke Tbk Purwanto, Sarwoko, dan Sandjaja 1
46 Inovisi Infracom Tbk Budiman, Wawan, Pamudji dan co 0
47 Metrpolitan Kentjana Tbk Eddy Prakarsa Permana dan Sidharta 0
48 BW Plantation Tbk Mulyamin Sensi Suryanto 0
49 Dian Swastika Sentosa Tbk Mulyamin Sensi Suryanto 0
50 Bumi Citra Permai Tbk Jamaludin, Aria, Sukimto and co 0
Sumber: Pengolahan Data 2010

d. Return On Asset (X3) Pada Perusahaan Yang Melakukan IPO

Rasio profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan keuntungan dan mengukur tingkat efisiensi operasional

dan efisiensi dalam menggunakan harta yang dimilikinya. Untuk

mengetahui tingkat kemampuan laba terhadap aset yang dimilikinya

adalah dengan (ROA). ROA dihitung dengan membandingkan profit


72

after tax dengan total asset, sehingga ROA dapat diformulasikan

sebagai berikut:

ROA = profit after tax x 100%


Total aset
Contoh, PT Total Bangun Persada Tbk memiliki total asset

Rp 790.581.000.000 dan Profit After Tax sebesar Rp 62.120.000.000,

maka ROA dari PT Total Bangun Persada, Tbk dapat dihitung sebagai

berikut:

ROA = 62.120.000.000 x 100%


790.581.000.000
= 7,86%
ROA masing-masing saham perusahaan yang melakukan selama

tahun 2005 sampai dengan 2009 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 7.
ROA Pada Perusahaan Yang Melakukan IPO
Tahun 2005-2009
73

No Nama Perusahaan ROA (%)


1 Multistrada Arah Sarana Tbk 253,77
2 Arpeni Pratama Ocean Line Tbk 5,12
3 Excelmindo Pratama Tbk (0,70)
4 Multi Indocitra Tbk 13,52
5 Bakrie Telecom Tbk (9,48)
6 Malindo Feedmill Tbk 14,99
7 Radiant Utama Interinsco Tbk 7,33
8 Total Bangun Persada Tbk 7,86
9 Indonesia Air Transport Tbk 3,73
10 Truba Alam Manunggal E. Tbk (0,02)
11 Central Proteinaprima Tbk 9,33
12 Mobile-8 Telecom Tbk (12,12)
13 Bisi International Tbk 11,37
14 Panaorama Transportasi Tbk 1,04
15 Bukit Darmo Property Tbk 0,02
16 Sampoerna Agro Tbk 18,31
17 Media Nusantara Citra Tbk 8,12
18 Perdana Karya Perkasa Tbk 10,00
19 Laguna Cipta Griya Tbk 0,87
20 Darma Henwa Tbk 1,12
21 Perdana Gapuraprima Tbk 0,82
22 PT Wijaya Karya (persero) Tbk 3,54
23 Ace Hardware Indonesia Tbk 12,15
24 Sat Nusapersada Tbk 3,32
25 Jasa Marga (persero) Tbk 4,51
26 Jaya Konstruksi M Pratama Tbk 3,14
27 Catur Sentosa Adiprana Tbk 1,93
28 Alam Sutera Realty Tbk 0,06
29 Indo Tambangraya Megah Tbk 4,30
30 Cowell Development Tbk 1,83
31 Bukit Darmo Property Tbk 0,39
32 Bekasi Asri Pemula Tbk 0,67
33 Elnusa Tbk 4,63
34 Yanaprima Hastapersada Tbk 10,74
35 Kokoh Inti Arebama Tbk 1,74
36 Gozco Plantations Tbk 2,53
37 Bumi Serpong Damai Tbk 2,95
38 Indika Energy Tbk 5,29
39 Destinasi Tirta Nusantara Tbk 6,41
40 Kertas Basuki Rachmat Tbk (5,07)
41 Adaro Energy Tbk 0,60
42 Hotel Mandarine Regency 0,90
43 Trada Maritime Tbk 7,44
44 Sekawan Intipratama Tbk 0,33
45 Trikomsel Oke Tbk 8,48
46 Inovisi Infracom Tbk I,06
47 Metrpolitan Kentjana Tbk 19,31
48 BW Plantation Tbk 15,96
49 Dian Swastika Sentosa Tbk 4,93
50 Bumi Citra Permai Tbk 8,98
Tertinggi 253,77
Terendah (12,12)
Rata-rata 9,561
74

Sumber : ICMD 2005-2009

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perusahaan yang

memiliki ROA tertinggi adalah PT Multistrada Arah Sarana, Tbk

yaitu sebesar 253, 77%. Sedangkan Perusahaan yang memiliki ROA

yang terendah adalah PT Mobile-8 Telecom, Tbk sebesar -12,12%.

Sementara, rata-rata ROA perusahaan yang IPO di BEI selama tahun

2005-2010 adalah sebesar 9,561%.

2. Statistik Deskriptif

Sebelum dilakukan pengujian data statistik lebih lanjut, terlebih

dahulu dilakukan pendeskripsian terhadap variabel penelitian. Hal ini

dimaksudkan agar dapat memberikan gambaran tentang masing-

masing variabel yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, yang menjadi

variabel independen ada tiga yaitu, reputasi underwriter, reputasi

auditor, dan return on asset (ROA). Sedangkan yang menjadi variabel

dependen adalah underpricing saham. Berikut in data statistik

deskriptif masing-masing variabel:

Tabel 8.
Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation


underpricing 50 .0182 .7000 .361107 .2511173
penjaminemisi 50 2.00 5.00 4.4800 .78870
dauditor 50 .00 1.00 .3400 .47852
ROA 50 -.1212 2.5377 .095610 .3576844
Valid N (listwise) 50
75

Sumber Pengolahan Data Statistik 2010

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat statistik deskriptif dari

masing-masing variabel. Untuk variabel underpricing saham, rata-rata

yang terjadi pada perusahaan yang melakukan IPO adalah sebesar

0,361107 dengan standar deviasi 0,2511173. Nilai underpricing yang

paling tinggi (maksimum) yaitu sebesar 0,70 dan yang paling rendah

(minimum) yaitu sebesar 0,0182.

Untuk variabel reputasi underwriter (penjamin emisi), rata-rata

yang terjadi pada perusahaan yang melakukan IPO adalah 4,4800

dengan standar deviasi 0,78870. Nilai reputasi underwriter yang paling

tinggi adalah 5,00 sedangkan yang paling rendah adalah 2,00.

Sementara untuk variabel reputasi auditor, dapat terlihat bahwa

hanya 0,3400 yang merupakan kelompok auditor yang bereputasi baik

dengan standar deviasi sebesar 0,47852 sedangkan sisanya sebesar

0,6600 masuk ke dalam kelompok auditor yang tidak bereputasi. Nilai

maksimum reputasi auditor adalah 1,00 sedangkan nilai minimumnya

adalah 0,00.

Sedangkan variabel ROA mempunyai rata-rata sebesar 0,095610

dengan standar deviasi sebesar 0,3576844. Nilai tertinggi ROA adalah

sebesar 2,5377 sedangkan nilai paling rendahnya adalah -0,1212.

C. HASIL UJI ASUMSI KLASIK


76

Sebelum melakukan analisis linear berganda, ada beberapa syarat

pengujian yang harus dipenuhi agar hasil olahan data benar-benar dapat

menggambarkan apa yang menjadi tujuan penelitian, yaitu:

1. Uji Normalitas Residual

Tujuan dari uji normalitas ini adalah untuk menguji dalam sebuah

model regresi apakah variabel independen dan dependen terdistribusi

normal atau tidak. Pengujian normalitas dalam penelitian ini dilakukan

dengan menggunakan one sample kolmogrov-smirnov test, dimana jika

nilai asymp. Sig (2-tailed) > 0,05 maka distribusi data dapat dikatakan

normal. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 9.
Hasil Uji Normalitas
77

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Unstandardized
Residual
N 50
Normal Parametersa,,b Mean .0000000
Std. Deviation .21614259
Most Extreme Differences Absolute .096
Positive .096
Negative -.070
Kolmogorov-Smirnov Z .681
Asymp. Sig. (2-tailed) .742
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber : Pengolahan Data Statistik 2010
Hasil pengolahan menunjukkan nilai asymp. Sig (2-tailed)

0,742 > 0,05, maka dapat dikatakan bahwa seluruh data terdistribusi

dengan normal.

2. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas yaitu adanya hubungan yang kuat antara variabel

bebas dalam persamaan regresi. Adanya multikolinearitas menyebabkan

ketidakpastian estimasi sehingga mengarahkan kesimpulan yang menerima

hipotesis nol. Hal ini menyebabkan koefisien elastisitas menjadi tidak

signifikan.

Untuk melihat ada atau tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari

VIF, dengan kriteria sebagai berikut:

1. Jika angka Tolerance di atas 0,1 dan VIF < 10 dikatakan tidak terdapat

gejala multikolinearitas.
78

2. Jika angka Tolerance di bawah 0,1 dan VIF > 10 dikatakan terdapat

gejala multikolinearitas.

Hasil uji multikolinearitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 10.
Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficientsa

Collinearity Statistics Keterangan


Model Tolerance VIF
1 (Constant)
penjaminemisi .928 1.077 Tidak ada multikolinearitas
dauditor .903 1.108
ROA .958 1.044
Sumber: Pengolahan Data Statistik 2010
Dari hasil analisis di atas dapat dilihat bahwa semua variabel

mempunyai nilai VIF < 10 yaitu reputasi underwriter (penjamin emisi/X1)

sebesar 1,077, reputasi auditor (X2) sebesar 1,108, dan ROA (X3) sebesar

1,004. Sementara semua variabel juga memiliki nilai Tolerance > 0,1 yaitu

X1 sebesar 0,928, X2 sebesar 0,903, dan X3 sebesar 0,958. Dari hasil

tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat multikolinearitas.

Dengan demikian ke tiga variabel bebas dalam penelitian ini dapat

dianalisis sekaligus dengan menggunakan model regresi linear berganda.

3. Uji Heterokedastisitas

Heterokedastisitas digunakan untuk menguji apakah sebuah model

regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual dari suatu pengamatan

ke pengamatan lainnya. Untuk mendeteksi adanya gejala


79

heterokedastisitas digunakan uji Glejser. Apabila nilai Sig > 0,05 maka

data tersebut bebas dari heterokedastisitas. Hasil pengujian

heterokedastisitas dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 11.
Hasil Uji Heterokedastisitas
Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) .062 .100 .618 .540
penjaminemisi .029 .023 .191 1.293 .202
dauditor -.028 .038 -.112 -.745 .460
ROA -.057 .049 -.168 -1.157 .253
a. Dependent Variable: AbsUt

Sumber: Pengolahan Data Statistik 2010


Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa hasil perhitungan

dari masing-masing variabel menunjukkan bahwa level sig > α 0,05 yaitu

0,202 > 0,05 untuk variabel reputasi underwriter (penjamin emisi), 0,460

> 0,05 untuk variabel reputsi auditor, dan 0,253 > 0,05 untuk variabel

return on asset (ROA). Sehingga penelitian ini bebas dari gejala

Heterokedastisitas dan layak untuk diteliti.

D. HASIL ANALISIS DATA

1. Uji Model

a. Uji F (F-test)
80

Pengkajian hipotesis secara keseluruhan menggunakan pengujian

F. Kriteria Pengujian sebagai berikut:

1. Ho ditolak : jika; Fhitung > Ftabel atau sig < α =0,05

2. Ho diterima: jika; Fhitung< Ftabel atau sig >α =0,05


Hasil uji F dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 12.
Hasil Uji F
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .801 3 .267 5.364 .003a
Residual 2.289 46 .050
Total 3.090 49
a. Predictors: (Constant), penjaminemisi, ROA, dauditor
b. Dependent Variable: underpricing
Sumber Pengolahan 2010
Dari hasil analisis data di atas, dapat dilihat bahwa angka

signifikansi sebesar 0,003 < α 0,05 dan Fhitung 5,364 > Ftabel 2,79, sehingga

Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti bahwa persamaan regresi yang

diperoleh dapat digunakan untuk menguji pengaruh secara bersama-sama

variabel independen terhadap variabel dependen.

b. Analisis Regresi Berganda

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh reputasi

underwriter, reputasi auditor, dan return on asset terhadap underpricing

saham perdana. Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel bebas yaitu
81

reputasi underwriter, reputasi auditor, dan return on asset, sedangkan

varaibel terikatnya adalah underpricing saham perdana. Masing-masing

variabel bebas tersebut diestimasi dengan underpricing saham perdana

pada perusahaan yang melakukan IPO, seperti yang terlihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel 13.
Hasil Koefisien Regresi Berganda
Unstandardized Coefficients
Model B Std. Error t Sig.
1 (Constant) .979 .186 5.274 .000
penjaminemisi -.130 .042 -3.096 .003
dauditor -.081 .070 -1.157 .253
ROA -.091 .091 -.997 .324
Sumber: Pengolahan Data Statistik 2010
Model:

Y = 0, 979 – 0,130 X1 – 0,081 X2 – 0,091 X3

Keterangan:

Y = Underpricing saham

X1 = Reputasi underwriter

X2 = Reputasi Auditor
82

X3 = ROA

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa konstanta dari model

penelitian ini sebesar 0,979, yang merupakan nilai tetap pada model ini,

dimana nilainya tetap 0,979 dan tidak dipengaruhi oleh perubahan variabel

bebas.

Bentuk pengaruh reputasi underwriter (X1) terhadap underpricing

saham perdana (Y) adalah negatif dengan koefisien regresi -0,130. Jika

reputasi underwriter meningkat satu satuan akan menyebabkan

underpricing saham turun sebesar 0,130 persen. Dengan kata lain, semakin

tinggi reputasi underwriter maka cendrung menurunkan underpricing

saham dengan asumsi variabel bebas lainnya tetap (reputasi auditor dan

ROA) atau cateris paribus.

Untuk variabel reputasi auditor (X2), terlihat bahwa underpricing

saham pada perusahaan yang menggunakan auditor bereputasi baik adalah

-0,081. Dengan kata lain, underpricing yang terjadi pada perusahaan yang

menggunakan jasa auditor bereputasi baik lebih rendah 0,081 persen

dibandingkan dengan perusahaan yang tidak menggunakan jasa auditor

yang bereputasi.

Bentuk pengaruh ROA terhadap underpricing saham perdana juga

bernilai negatif dengan koefisien regresi -0,091. Dimana, setiap kenaikan

satu satuan ROA akan menyebabkan penurunan underpricing sebesar

0,091 persen dengan asumsi variabel lainnya tetap. Dengan kata lain, ROA
83

yang tinggi cenderung menurunkan tingkat underpricing pada pada

perusahaan yang melakukan IPO.

c. Adjusted R2

Untuk mengetahui kontribusi dari variabel bebas terhadap variabel

terikat pada penelitian ini dapat dilihat dari adjusted R square-nya.

Adjused R square digunakan apabila pada sebuah penelitian

menggunakan variabel bebas lebih dari satu. Koefisien determinasi pada

intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan

variasi variabel terikat. Hasil uji koefisien determinasi dapat dilihat pada

tabel di bawah ini:

Tabel 14.
Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model Summaryb

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate
1 .509a .259 .211 .2230794

a. Predictors: (Constant), penjaminemisi, ROA, dauditor


b. Dependent Variable: underpricing
Sumber: Pengolahan Data Statistik 2010

Berdasarkan hasil pengolahan pada tabel di atas dapat diketahui

bahwa nilai Adjusted R Square sebesar 0,211 atau 21,10%. Ini berarti
84

variabel-variabel independen yang dimasukkan dalam model secara

bersama-sama memberikan kontribusi variasi terhadap underpricing

saham adalah sebesar 21,10% sedangkan sisanya 78,90% ditentukan oleh

variabel lain yang tidak teridentifikasi dalam penelitian ini.

2. Uji Hipotesis (t-test)

Uji t digunakan untuk mengetahui apakah koefisien regresi tersebut

signifikan atau tidak. Dengan kriteria pengujian hipotesis sebagai berikut:

Ho ditolak: Jika ; thitung > ttabel; - thitung < -ttabel

atau sig < α= 0,05

Ho diterima: Jika ; thitung < ttabel; - thitung > -ttabel

atau sig > α= 0,05

Untuk melihat adanya pengaruh variabel independen terhadap

variabel dependen diuji pada tingkat α= 0,05, kesimpulan hipotesis

untuk H1, H2, dan H3 didasarkan atas:

a. Jika tingkat signifikansi < α= 0,05 dan koefisien (β) negatif maka

hipotesis nul (Ho) ditolak, dan hipotesis alternatif diterima. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa ketiga hipotesis berpengaruh secara

signifikan negatif terhadap underpricing saham.

b. Jika tingkat signifikansi < α= 0.05 dan koefisien (β) positif maka

ketiga hipotesis alternatif ditolak.

c. Jika tingkat signifikansi > α= 0,05 dan koefisien (β) negatif maka

ketiga hipotesis alternatif ditolak.


85

Berdasarkan tabel 13 di atas, dapat dilihat pengaruh variabel

independen secara parsial terhadap variabel dependen adalah sebagai

berikut:

H1. Reputasi Underwriter berpengaruh signifikan negatif terhadap

underpricing saham

Dari hasil pengujian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa

reputasi underwriter mempunyai pengaruh signifikan negatif

terhadap underpricing saham. Hal ini dapat dilihat dari nilai

sig 0,003 < 0,05 dan nilai thitung -3,096 < ttabel -2,0129 serta koefisien

(β) yang negatif (-0,130). Dengan demikian Ho pada pengujian H1

ditolak atau dengan kata lain H1 diterima.

H2. Reputasi Auditor berpengaruh signifikan negatif terhadap

underpricing saham

Dari hasil pengujian yang dilakukan dapat dilihat bahwa variabel

ini tidak signifikan walaupun mempunyai koefisien (β) yang

negatif (-0,081). Hal ini dikarenakan variabel reputasi auditor

mempunyai nilai sig 0,253 > 0,05 dan t hitung -1,157 > ttabel -2,0129.

Dengan demikian Ho pada pengujian H2 diterima atau dengan kata

lain H2 ditolak.

H3. ROA tidak berpengaruh signifikan negatif terhadap underpricing

saham

Dari hasil pengujian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa

variabel Return On Asset (ROA) tidak signifikan walaupun variabel


86

ini mempunyai koefisien (β) yang negatif (-0,091). Hal ini

dikarenakan variabel ROA mempunyai nilai sig 0,324 > 0,05 dan

thitung -0,997 > -ttabel -2,0129. Dengan demikian Ho pada pengujian

H3 diterima atau dengan kata lain H3 ditolak.

E. PEMBAHASAN

1. Pengaruh Reputasi Underwriter Terhadap Underpricing Saham Perdana

Hipotesis alternatif untuk reputasi underwriter yang diajukan dalam

penelitian ini terbukti diterima. Dengan demikian terdapat pengaruh

signifikan negatif antara reputasi underwriter (X1) terhadap underpricing

saham perdana. Terdapatnya pengaruh yang signifikan negatif ini

mengindikasikan bahwa tinggi rendahnya underpricing pada saham perdana

dapat ditentukan oleh reputasi underwriter.

Secara teori, underwriter yang berpengalaman dan bereputasi baik

akan mengorganisir IPO secara profesional dan memberikan pelayanan yang

baik bagi investor maupun emiten. Pemilihan underwriter yang bereputasi

baik juga dapat meningkatkan image perusahaan dimata investor karena hal

ini menunjukkan kemapanan dan keseriusan perusahaan terhadap

investornya. Selain itu, reputasi penjamin emisi dapat dipakai sebagai sinyal

untuk mengurangi tingkat ketidakpastian yang tidak dapat diungkapkan oleh

informasi yang terdapat dalam prospektus dan memberi sinyal bahwa

informasi privat dari perusahaan mengenai prospek perusahaan di masa


87

datang tidak menyesatkan. Sehingga, dengan menggunakan underwriter yang

bereputasi dapat memperkecil underpricing saham (Imam dan Mudrik,

2002).

Temuan ini konsisten dengan penelitian Kim, dkk (1993) yang

menyatakan bahwa reputasi underwriter memiliki hubungan yang signifikan

negatif dengan tingkat underpricing. Dengan kata lain, semakin tinggi

reputasi underwriter maka akan semakin rendah tingkat underpriced saham

perdana. Tapi, hasil penelitian ini tidak relevan dengan penelitian Chastina

dan Dwi (2005) yang menemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara reputasi underwriter dengan underpricing saham. Hal ini

disebabkan karena perbedaan perangkingan reputasi penjamin emisi yang

dilakukan masing-masing peneliti, mengingat di Indonesia belum ada

lembaga resmi yang melakukan penilaian terhadap para penjamin emisi

secara berkala.

2. Pengaruh Reputasi Auditor Terhadap Underpricing Saham Perdana


88

Hipotesis alternatif yang diajukan atas pengaruh variabel reputasi

auditor terhadap underpricing saham ditolak sehingga reputasi auditor tidak

berpengaruh signifikan negatif terhadap underpricing saham perdana. Oleh

karena itu, tinggi rendahnya reputasi auditor yang melakukan audit terhadap

perusahaan yang akan melakukan IPO tidak mempengaruhi besar kecilnya

tingkat underpricing saham.

Secara teori, pemilihan auditor dalam mengaudit perusahaan juga

berpengaruh terhadap underpricing saham. Penggunaan auditor yang

bereputasi tinggi dapat digunakan sebagai tanda atau petunjuk terhadap

kualitas perusahaan emiten sehingga dapat mengurangi tingkat underpricing

saham (Holland dan Harton, 1993) dalam Daljono (2000).

Namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa reputasi auditor tidak

berpengaruh signifikan terhadap underpricing. Hasil penelitian ini tidak

relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Balver et al (1988) dalam

Chastina dan Dwi (2005) yang menyatakan bahwa dengan menggunakan

auditor yang bereputasi tinggi akan mengurangi tingkat underpricing. Tapi,

hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Daljono

(2000) yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan antara reputasi

auditor dengan underpricing. Tidak signifikannya hasil penelitian ini

disebabkan karena masih rendahnya kepercayaan publik terhadap hasil

laporan auditor. Hal ini mungkin dikarenakan adanya kasus pemanipulasian

opini atas kewajaran laporan keuangan yang pernah dilakukan oleh auditor
89

yang dianggap bereputasi baik. Sehingga walaupun emiten menggunakan

auditor yang bereputasi, hal ini masih kurang ditanggapi positif oleh investor.

Walaupun hasil penelitian ini tidak signifikan, namun jika dilihat dari

koefisien regresi negatif (-0,081) sesuai dengan hasil yang diharapkan,

namun hasil ini tidak berpengaruh secara signifikan. Temuan ini dapat

sedikit mengindikasikan bahwa semakin tinggi reputasi auditor yang

melakukan audit keuangan pada perusahaan, maka akan semakin tinggi pula

tingkat kepercayaan publik terhadap audit laporan keuangan, sehingga

perusahaan dapat menetapkan harga yang tinggi terhadap harga sahamnya

pada penawaran perdana.

3. Pengaruh Return On Asset (ROA) Terhadap Underpericing Saham

Perdana

Hipotesis alternatif yang diajukan atas pengaruh variabel return on

asset terhadap underpricing saham ditolak sehingga ROA tidak berpengaruh

signifikan negatif terhadap underpricing saham. Dengan demikian besar

kecilnya return on asset yang dimiliki perusahaan yang akan melakukan IPO

tidak mempengaruhi besar kecilnya tingkat underpricing saham.

Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Kim et al (1993) yang menyatakan bahwa profitabilitas yang

tinggi suatu perusahaan akan mengurangi ketidakpastian bagi investor

sehingga menurunkan tingkat underpricing. Tapi, hasil penelitian ini relevan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Sri (2007) yang menyatakan bahwa
90

ROA tidak mempengaruhi underpricing saham. Alasan mengapa ROA tidak

berpengaruh signifikan karena para investor dalam melakukan investasi tidak

hanya memperhatikan ROA, tetapi juga memperhatikan faktor-faktor

keuangan lainnya seperti ROE, financial leverage, EPS, serta pertumbuhan

laba.

Walaupun hasil penelitian ini tidak signifikan, namun jika dilihat dari

koefisien regresi negatif (-0,091) sesuai dengan hasil yang diharapkan,

namun tidak berpengaruh secara signifikan. Temuan ini dapat sedikit

mengindikasikan bahwa semakin tinggi return on asset yang dimiliki oleh

perusahaan, maka semakin besar pula minat investor untuk menginvestasikan

modalnya ke perusahaan tersebut, sehingga perusahaan dapat menetapkan

harga yang tinggi terhadap harga sahamnya pada penawaran perdana.


91

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh

reputasi underwriter, reputasi auditor, dan return on asset (ROA) terhadap

underpricing saham perdana pada perusahaan yang melakukan IPO di

Bursa Efek Indonesia pada tahun 2005-2009 dengan metode pengambilan

sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Berdasarkan hasil

temuan penelitian dan pengujian hipotesis yang telah diajukan dapat

disimpulkan bahwa:

1. Reputasi underwriter berpengaruh signifikan negatif terhadap

underpricing saham perdana sehingga semakin tinggi reputasi

underwriter maka underpricing pada saham perdana akan semakin

rendah.

2. Reputasi auditor tidak berpengaruh signifikan negatif terhadap

underpricing saham perdana sehingga tinggi rendahnya underpricing


92

saham tidak dapat ditentukan dengan bereputasi atau tidaknya auditor

yang dipakai oleh perusahaan tersebut.

3. ROA tidak berpengaruh signifikan negatif terhadap underpricing

saham perdana, yang berarti tinggi rendahnya underpricing saham

tidak dapat diukur dengan tingkat ROA yang dihasilkan oleh

perusahaan.

B. KETERBATASAN DAN SARAN PENELITIAN

Meskipun peneliti telah berusaha merancang dan mengembangkan

penelitian sedemikian rupa, namun masih terdapat beberapa keterbatasan

dalam penelitian ini yang masih perlu direvisi pada penelitian selanjutnya,

antara lain:

1. Penelitian ini hanya memiliki 50 sampel, walaupun rentang waktu

penelitian ini adalah 5 tahun. Hal ini disebabkan bahwa selama rentang

waktu penelitian jumlah perusahaan yang melakukan IPO setiap

tahunnya rendah.

2. Penelitian ini hanya memakai tiga variabel independen, yaitu : reputasi

underwriter, reputasi auditor, dan ROA sehingga model dalam

penelitian ini hanya mampu menjelaskan variasi dalam variabel terikat

sebesar 21,10%.
93

Berdasarkan keterbatasan yang melekat pada penelitian ini, maka

saran dari penelitian ini, yaitu:

1. Untuk penelitian selanjutnya lebih baik menambah jumlah sampel

dengan cara memperpanjang rentang waktu penelitian sehingga hasil

penelitian akan lebih baik.

2. Untuk penelitian selanjutnya hendaknya menambah variabel

independen lainnya seperti umur perusahaan, ROE, EPS, dan

financial leverage.

3. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya mencari faktor lain yang

belum pernah diteliti yang diduga dapat mempengaruhi underpricing

baik itu faktor keuangan maupun non keuangan.

4. Untuk emiten, dalam melakukan IPO sebaiknya memperhatikan

faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing baik itu dari segi

keuangan maupun non keuangan.


94

You might also like