You are on page 1of 38

STIMULUS 1

Mrs. Irma, 33 years old, attends the Primary Health Cemtre with her husband. They have
been trying pregnant for 3 years but failed. She has regularmenstrual cycles, every 28 days.
There was no history of intermenstrual or postcoita bleeding. There was no pain during her
period, no contraception used, no history of drug consumption (including alcohol and
tobacco). She didn’t have previous abdominal surgery, no history of allergies, no pelvic
infection and no chronic disease. Her husband, Mr. Rian (35 years old) is a bank employee.
He had no history of mumps and medication for any disease. He was not smoking and no
alcohol consumption. He also didn’t have any allergies. He had been done semen analysis
before, and the spermiogram result was cryptozoospermia and already treated for a month,
but there was no improvement in spermiogram result. This couple enjoyed regular
intercourse.
You act as the doctor in the clinic and be pleased to analyse this case.
STIMULUS 2
In the examination findings:
WIFE
Height=160 cm ; weight= 55 kg ; BMI=21 kg/m2; blood pressure= 110/70 mmHg ; pulse=80
x/m ; RR= 18 x/m
Palpebral conjungtival looked normal, no exophthalmus, no sign of hirsutism, no thyroid
enlargement, no galacthorrhoea, secondary sexual charateristics are normal.
External examination: abdomen flat and souffle, symmetric, uterine fundal not palpable, there
are no mass, pain tenderness and free fluid sign.
Internal examination:
Speculum examination: portio not livide, external os closed, no fluor, no fluxus, there are no
cervical erotion, laceration or polyp.
Bimanual examination: cervic is firm, the external os closed, uterine size normal, both adnexa
and parametrium within normal limit.
Laboratory examination:
Hb 12 g/dL ; WBC 8.000/mm3 ; RBC 4,3x106/mm3 ; Ht 36 vol% ; platelets 250.000/mm3;
ESR 15 mm/hour ; blood type A Rh (+) ; blood film: normal ; urine: normal.
Ultrasound: normal internal genitalia ; sonohysterography: normal uterine and both tubal
patency.
Postcoital test: normal
HUSBAND
Height=176 cm ; weight 72 kg ; BMI= 23 kg/m2 ; blood pressure= 120/80 mmHg ; pulse=76
x/m ; RR=20 x/m.
Palpebra conjungtival looked normal, no exopthalmus, no thyroid enlargement, no
gynecomastia, secondary sexual charateristics are normal.
External examination: abdomen flat and tender, symmetric, no sign of hepatomegaly and
inguinal hernia.
Genital examination:
Penis: normal ; testes: left side, volume 10 ml measured by orchidometer ; right side, there no
testes palpable both at scrotum and inguinal canal ; scrotum: no varicocele ; prostate: no
enlargement.
Laboratory examination:
Hb 14 g/dL ; WBC 8.000/µL ; RBC 4,3x106/µL ; Ht 42 vol% ; platelets 350.000/µL ; ESR 6
mm/hour ; blood type O Rh (+) ; blood film: normal. Blood chemistry: normal. Hormonal:
FSH, LH and tetosterone level: normal.
Urine: normal, semen analysis: volume 4,5 ml ; sperm concetration 0,1x10 6/mL ; motility
22% forward progression, 15% rapid forward progression ; morphology 5 % with normal
forms.
Abdominal ultrasound: there is a mass in lower right abdominal region, size 3,2x2,0,
suspected as a testes.
Suggestion: orchiopexy by urologist.

I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Pregnant : hamil
2. Regular menstrual cycle : siklus mentrual teratur
3. Intermenstrual bleeding : perdarahan di antara siklus menstruasi
4. Post-coital bleeding : perdarahan setelah koitus
5. Pain during her period/ dysmenorhea : nyeri haid
6. Contraception : pencegahan konsepsi
7. Abdominal surgery : pembedahan abdominal
8. Allergies : hipersensitif terhadap alergen tertentu
9. Pelvic infection : infeksi pelvis
10. Chronic disease : penyakit kronik
11. Mumps : parotitis/ radang pada kelenjar parotis
12. Semen analysis : analisis semen/ cairan hasil ejakulasi yang mengandung sperma
yang dihasilkan vesikula seminalis dan prostat
13. Spermiogram : alat untuk memeriksa sperma/ analisis sperma
14. Cryptozoozpermia : ditemukan 1 atau 2 sperma dalam satu lapangan pandang.
15. Regular intercourse : interkourse yang teratur
16. Hirsutism : rambut-rambut abnormal khususnya pada wanita
17. Galactorrhoea : sekresi ASI setelah menyusui berhenti
18. Fluxus : cairan yang keluar dari OUE
19. Fluor : keputihan
20. Sonohysterography : pencitraan radiography uterus, parametrium, dan adneksa
21. Hernia inguinal : penonjolan isi abdomen pada daerah inguinal melalui kanalis
inguinalis
22. Gynecomastia : pembesaran payudara pada laki-laki
23. Orchidometer : alat pengukur testis
24. Varicocele : kumpulan vena yang terdilatasi pada spermatic cord
25. Orchiopexy : operasi penurunan undescend testes

II. IDENTIFIKASI MASALAH


1. Ny. Irma (33 tahun), mengusahakan kehamilan selama 3 tahun tetapi gagal.
2. Hasil anamnesis:
Istri:
- Tidak ada riwayat intermenstrual dan postcoital bleeding
- Tidak ada riwayat dysmenorrhoea, penggunaan kontrasepsi dan
pemakaian obat-obatan (termasuk alkohol dan rokok)
- Tidak ada riwayat pembedaahan abdomen, alergi, infeksi pelvis, dan
penyakit kronis
Suami:
- Tn. Rian (35 tahun), pegawai bank, tidak ada riwayat penyakit mumps
dan penggunaan obat-obatan
- Ia bukan peminum alkohol, bukan perokok, dan tidak ada riwayat alergi
- Hasil analisis semen sebelumnya menunjukkan adanya
cryptozoospermia
- Tidak ada kemajuan setelah pengobatan selama sebulan
- Tidak ada gangguan selama hubungan seksual
3. Hasil pemeriksaan
Istri:
- Tidak ada temuan abnormal pada pemeriksaan yang dilakukan
Suami:
- Hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium menunjukkan hasil yang
normal kecuali tidak ditemukannya testis sebelah kanan (baik di skrotum
dan kanalis inguinalis)
- Hasil semen analisis:
• Penurunan konsentrasi sperma ( 0,1x106/mL)
• Penurunan rapid forward progression (15%)
• Kelainan morphology
- Abdominal USG : terdapat massa pada RLQ ukuran 3,2x2,0 (dicurigai
testis)
4. Urologi menyarankan agar dilakukan orchiopexy

III. ANALISIS MASALAH


1. Bagaimana embriologi, anatomi, dan fisiologi organ reproduksi?
2. Bagaimana proses konsepsi yang normal?
3. a. Apa definisi infertilitas?
b. Bagaimana klasifikasi dari infertilitas?
c. Apa saja penyebab infertilitas?
4. Bagaimana hubungan dari kondisi-kondisi di bawah ini dengan infertilitas yang
terjadi pada kasus:
- Istri: usia, intermenstrual dan post-coital bleeding, dysmenorrhoea, kontrasepsi,
konsumsi obat-obatan, pembedahan abdomen, alergi, infeksi pelvis, dan
penyakit kronik.
- Suami: usia, mumps, penggunaan obat-obatan, rokok, alkohol, alergi, pekerjaan,
dan gynecomastia
5. a. A pa definisi cryptozoospermia?
b. Apa saja penyebab kondisi tersebut?
c. A pa hubungan cryptozoospermia dengan infertilitas?
d. Mengapa tidak ada kemajuan setelah pengobatan selama 1 bulan pada Tuan Rian?
6. a. Apa interpretasi dari pemeriksaan yang telah dilakukan?
b. Apa saja anamnesis dan pemeriksaan tambahan yang perlu dilakukan?
7. a. Apa definisi orchiopexy?
b.Apa hubungan orchiopexy dengan infertilitas?
c. Kapan waktu yang tepat untuk melakukan orchiopexy?
d. Apa alasan bagian urologi menyarankan dilakukan orchiopexy pada Tuan Rian?
8. Apa saja diagnosis banding pada kasus ini?
9. Apa diagnosis pada kasus ini?
10. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ini?
11. Apa saja komplikasi dan bagaimana prognosis kasus ini?
12. Berapa tingkatan kompetensi dokter umum pada kasus ini?

IV. HIPOTESIS
Pasangan suami istri (Tn. Rian (35 tahun) dan Ny. Irma (33 tahun) mengalami infertilitas et
causa undescencus testiculorum dextrum.

V. SINTESIS

1. Bagaimana embriologi, anatomi, dan fisiologi organ reproduksi?

A. ANATOMI

TESTIS

Kedua testis terletak dalam scrotum dan mengahasilkan spermatozoon dan hormone,
teruatama testosterone. Permukaan testis tertutup oleh tunica vaginalis lamina viseralis
dan tunica vaginalis lamina parietalis.

SCROTUM

Scrotum adalah sebuah kantong kulit yang terdiri dari 2 lapis yaitu kilit dan fascia
superfisilis (tunica dartos).

FUNICULUS SPERMATICUS

Funiculus spermaticus menggantung testis dalam scrotum dan berisi struktur-struktur


yang melintas ke dan dari testis.funiculus spermaticus berawal dar anulus inguinalis
profundus melewati canalis inguinalis dan berakhirpada tepi dorsal testis dalam scrotum.
Pembungkus funiculus spermaticus :

 Fascia spermatica interna dari fascia transversalis


 Fascia cremasterica dari fascia penutup musculus obliqus internus abdominis.
 Fascia spermatica eksterna dari aponeurosis musculus obliqus eksternus abdominis.

Komponen funiculus spermaticus adalah

 Vas deferens
 Arteria testicularis
 Arteria cremasterica
 Arteri untuk ductus deferens dari arteri vesicalis inferior
 Pleksus pampiniformis
 Remus genitalis nervi genitofemoralis yang mempersarafi musculus cremaster
 Serabut saraf simpatis pada arteri dan parasimpatis pada ductus deferens
 Pembuluh limfe

CANALIS INGUINALIS

Canalis inguinalis adalah suatu lorong yang melintasi serong melalui bagian kaudal
abdomen ventral dalam arah mediokaudal, untuk memberi jalan kepada funiculus
spermaticus. Pada laki-laki canalis inguinalis berisi funiculus spermaticus dan nervus
ilioinguinal sedangkan pada wanita berisi ligamnetum teres utri dan nervus ilioinguinalis.

Batas canalis inguinalis :

 Ventral : aponeurosis musculus obliqus externus abdominis


 Dorsal : fascia transversalis
 Medial : conjoint tendon (tendo bersama musculus obliqus internus abdominis dan
musculus transversus abdominis)
 Lateral : serabut musculus obliqus internus abdominis
 Atap : serabut musculus obliqus internus abdominis dan musculus transversus
abdominis yang melengkung
 Dasar : permukaan kranial ligamentum inguinale
 Anulus inguinalis profundus
 Anulus inguinalis superfisial

B. EMBRIOLOGI

Menjelang akhir bulan ke-2, testis dan mesonefros dilekatkan pada dinding belakang
perut melalui mesenterium urogenital, dengan terjadinya degenerasi mesonefros pita pelekat
tersebut berguna sebagai mesenterium untuk gonad. Kearah kaudal, mesenterium ini menjadi
ligamentum genitalis kaudal. Sruktur lain yang berjalan dari kutub kaudal testis adalah
gubernakulum yaitu pemadatan mesenkim yang kaya matriks ekstraseluar.

Testis turun mencapai cincin inguinal interna pada bulan ketujuh, dan kemudian
melewati kanalis inguinalis pada bulan kedelapan dan memasuki skrotum saat kelahiran.
Selama proses penurunannya, testis diselubungi oleh perpanjangan peritoneum
(prosessus vaginalis) yang mengarah ke skrotum fetal. Testis turun ke bawah di belakang
prosessus vaginalis yang normalnya terobliterasi pada saat kelahiran membentuk pelapis
testis paling dalam (tunica vaginalis).

Faktor yang mengendalikan testis antara lain pertumbuhan keluar bagian


ekstraabdomen gubernakulum menimbulkan migrasi intrabdomen, pertambahan tekanan
intrabdomen yang disebabkan pertumbuhan organ mengakibatkan turunnya testis melalui
canalis inguinalis dan regresi bagian ekstraabdomen gubernakulum menyempurnakan
pergerakan testis masuk ke dalam skrotum. Proses ini dipengaruhi oleh hormon androgen dan
MIS ( mullerian inhibiting substances).

2.Bagaimana proses konsepsi yang normal?

SPERMATOGENESIS - SPERMIOGENESIS (PADA PRIA)

Pada pria, sel benih primordial tetap berada pada stadium embrionalnya, di dalam jaringan
testis, dikelilingi dengan sel-sel penunjang, sampai saat sesudah lahir dan menjelang
pubertas.
Diferensiasi lanjutan dari sel benih primordial dan penunjangnya baru mulai pada masa
pubertas.

Pada masa pubertas, sel penunjang berkembang menjadi sel-sel sustentakuler Sertoli untuk
nutrisi gamet.

Sel benih primordial berkembang menjadi spermatogonium kemudian menjadi spermatosit


primer.

Spermatosit primer ini kemudian mengadakan mitosis untuk memperbanyak diri terus
menerus.
Kemudian hasil akhir pembelahan tersebut menjalani proses miosis pertama menjadi
spermatosit sekunder.
Setelah itu spermatosit sekunder menjalani proses miosis kedua menjadi spermatid.

Perkembangan selanjutnya dari spermatid menjadi sel sperma dewasa disebut sebagai
spermiogenesis.

Pada proses spermiogenesis, terjadi beberapa proses penting :


1. badan dan inti sel spermatid menjadi "kepala" sperma
2. sebagian besar sitoplasma luruh dan diabsorpsi
3. terjadi juga pembentukan leher, lempeng tengah dan ekor
4. kepala sperma diliputi akrosom.

Hasil akhir proses ini adalah sel-sel sperma dewasa yaitu spermatozoa.

Karena terjadi pemisahan pasangan kromosom, suatu sel sperma akan mengandung
kromosom separuh dari induknya (44+XY) yaitu kemungkinan 22+X atau 22+Y.
Keseluruhan proses spermatogenesis - spermiogenesis normal pada pria memerlukan waktu
60-70 hari.

Setelah terbentuk sempurna, spermatozoa masuk ke dalam rongga tubulus seminiferus,


kemudian akibat kontraksi dinding tubulus spermatozoa terdorong ke arah epididimis.

Suasana keseimbangan asam-basa dan elektrolit yang sesuai di intratubulus dan epididimis
memberikan spermatozoa kemampuan untuk bergerak (motilitas sperma).

OOGENESIS (PADA WANITA)

Pada wanita, setelah tiba di gonad, sel benih primordial segera berdiferensiasi menjadi
oogonium.

Oogonium kemudian mengalami beberapa kali mitosis, dan pada akhir perkembangan
embrional bulan ketiga setiap oogonium dikelilingi oleh selapis sel epitel yang berasal dari
permukaan jaringan gonad, yang nantinya menjadi sel folikuler.

Sebagian besar oogonium terus mengalami mitosis, sebagian lain berdiferensiasi dan tumbuh
membesar menjadi oosit primer.
Oosit primer kemudian mengadakan replikasi DNA dan memasuki proses miosis pertama
sampai tahap profase.

Pada bulan ke-5 sampai ke-7, jumlah oogonium diperkirakan mencapai 5-7 juta sel. Pada saat
itu sel-sel mulai berdegenerasi, sehingga banyak oogonium dan oosit primer berhenti tumbuh
dan menjadi atretik.

Tetapi oosit primer yang telah memasuki tahap profase miosis pertama tetap bertahan pada
stadiumnya dengan dilapisi sel folikuler epitel gepeng (selanjutnya oosit primer dengan sel
folikuler ini disebut sebagai folikel primordial).

Folikel primordial tetap pada stadiumnya (disebut fase istirahat/ fase diktioten / diplotene
stage), sampai sesudah kelahiran dan menjelang pubertas. Jumlahnya pada saat kelahiran
sekitar 700 ribu - 2 juta folikel.

Pada masa pubertas, sambil mulai terbentuknya siklus menstruasi, folikel primordial / oosit
primer mulai melanjutkan pematangannya dengan kecepatan yang berbeda-beda.

Pada saat ovulasi suatu siklus haid normal, yaitu sekitar dua minggu sebelum terjadinya
perdarahan haid berikutnya, hanya satu sel folikel yang mengalami pematangan sampai
tingkat lanjut dan keluar sebagai ovum yang siap dibuahi.

Pertumbuhan / pematangan diawali dengan pertambahan ukuran oosit primer / folikel


primordial menjadi membesar, dan sel-sel epitel selapis gepeng berubah menjadi kuboid dan
berlapis-lapis.
Pada tingkat pertumbuhan ini, oosit primer bersama lapisan epitelnya disebut bereda dalam
stadium folikel primer.
Awalnya oosit primer berhubungan erat dengan sel folikuler kuboid yang melapisinya,
namun selanjutnya terbentuk suatu lapisan mukopolisakarida yang membatasi / memisahkan
di antaranya, yang disebut zona pellucida.

Kemudian terbentuk juga suatu rongga dalam lapisan folikuler (antrum folikuli) yang makin
lama makin besar.
Tetapi sel-sel folikuler yang berbatasan dengan zona pellucida oosit primer tetap utuh dan
menjadi cumulus oophorus.
Stadium perkembangan ini disebut stadium folikel sekunder.

Kemudian antrum folikuli semakin membesar, sementara bagian tepi luar lapisan folikuler
mulai dilapisi oleh dua lapisan jaringan ikat yaitu teka interna (lapisan seluler, sebelah dalam,
yang kemudian menghasilkan hormon estrogen) dan teka eksterna (lapisan fibrosa, sebelah
luar).
Pada stadium ini, folikel disebut sebagai berada dalam stadium sudah matang, disebut sebagai
folikel tersier atau folikel deGraaf.

Setelah tercapai pematangan folikel, oosit primer memasuki pembelahan miosis kedua
dengan menghasilkan dua sel anak yang masing-masing mengandung jumlah DNA sebanyak
separuh sel induk (23 tunggal, ).
Tetapi hanya SATU sel anak yang tumbuh menjadi oosit sekunder, sementara sel anak
lainnya hanya menjadi badan kutub (polar body) yang tidak tumbuh lebih lanjut.

Pada saat oosit sekunder mencapai stadium pembentukan kumparan (coiling) terjadilah
OVULASI di mana oosit tersebut dilepaskan dari folikel deGraaf, bersama dengan lapisan
cumulus oophorus dari sel folikular dan lapisan zona pellucida.

Susunan cumulus oophorus di sekeliling zona pellucida kemudian menjadi corona radiata.

Folikel bekas tempat oosit kemudian di bawah pengaruh hormon LH hipofisis akan menjadi
korpus luteum yang kemudian menghasilkan hormon progesteron.

Kemudian, oleh gerakan kontraksi dinding tuba dan ayunan serabut-serabut fimbriae dinding
tuba, oosit tersebut ikut terbawa ke arah uterus. Di dalam tuba inilah terdapat kemungkinan
terjadinya pembuahan dengan sel sperma.

Jika terjadi pembuahan, oosit sekunder menyelesaikan stadium pembelahan pematangan


keduanya sampai menjadi oosit matang, kemungkinan dengan menghasilkan satu buah polar
body lagi. Sementara polar body hasil pembelahan sebelumnya diperkirakan juga
mengadakan satu pembelahan lagi.

Jika terjadi pembuahan dan kehamilan, korpus luteum tetap aktif karena hormon progesteron
yang dihasilkannya berfungsi mempertahankan keseimbangan hormonal selama masa-masa
awal kehamilan.

Jika tidak terjadi pembuahan, oosit sekunder akan mengalami degenerasi dalam waktu sekitar
24-48 jam pasca ovulasi.

Jika tidak terjadi pembuahan dan kehamilan, sampai dengan 9-10 hari sesudah ovulasi korpus
luteum akan berdegenerasi dan mengalami fibrosis menjadi korpus albikans.
Akibat degenerasi ini produksi progesteron juga menurun, menjadi stimulasi untuk terjadinya
perdarahan haid berikutnya.

Hasil akhir oogenesis normal kemungkinan adalah satu buah oosit matang dan 1-3 buah polar
bodies.
Kromosom yang dikandung oleh oosit adalah separuh dari induknya, yaitu 23+X.

FERTILISASI / PEMBUAHAN

Pada saat kopulasi antara pria dan wanita (sanggama / coitus), dengan ejakulasi sperma dari
saluran reproduksi pria di dalam vagina wanita, akan dilepaskan cairan mani berisi sel-sel
sperma ke dalam saluran reproduksi wanita.

Jika sanggama terjadi dalam sekitar masa ovulasi (disebut "masa subur" wanita), maka ada
kemungkinan sel sperma dalam saluran reproduksi wanita akan bertemu dengan sel telur
wanita yang baru dikeluarkan pada saat ovulasi.
Pertemuan / penyatuan sel sperma dengan sel telur inilah yang disebut sebagai pembuahan
atau fertilisasi.

Dalam keadaan normal in vivo, pembuahan terjadi di daerah tuba Falopii umumnya di daerah
ampula / infundibulum.
Perkembangan teknologi kini memungkinkan penatalaksanaan kasus infertilitas (tidak bisa
mempunyai anak) dengan cara mengambil oosit wanita dan dibuahi dengan sperma pria di
luar tubuh, kemudian setelah terbentuk embrio, embrio tersebut dimasukkan kembali ke
dalam rahim untuk pertumbuhan selanjutnya. Teknik ini disebut sebagai pembuahan in vitro
(in vitro fertilization - IVF) - dalam istilah awam, bayi tabung.
(IVF tidak dibahas di sini)

Spermatozoa bergerak cepat dari vagina ke dalam rahim, masuk ke dalam tuba. Gerakan ini
mungkin dipengaruhi juga oleh peranan kontraksi miometrium dan dinding tuba yang juga
terjadi saat sanggama.

Kemudian spermatozoa mengalami peristiwa :


1. reaksi kapasitasi : selama beberapa jam, protein plasma dan glikoprotein yang berada
dalam cairan mani diluruhkan.
2. reaksi akrosom : setelah dekat dengan oosit, sel sperma yang telah menjalani kapasitasi
akan terpengaruh oleh zat-zat dari corona radiata ovum, sehingga isi akrosom dari daerah
kepala sperma akan terlepas dan berkontak dengan lapisan corona radiata. Pada saat ini
dilepaskan hialuronidase yang dapat melarutkan corona radiata, trypsine-like agent dan
lysine-zone yang dapat melarutkan dan membantu sperma melewati zona pellucida untuk
mencapai ovum.

Sekali sebuah spermatozoa menyentuh zona pellucida, terjadi perlekatan yang kuat dan
penembusan yang sangat cepat.

Sekali telah terjadi penembusan zona oleh satu sperma, terjadi reaksi khusus di zona
pellucida (zone-reaction) yang bertujuan mencegah terjadinya penembusan lagi oleh sperma
lainnya.
Dengan demikian sangat jarang sekali terjadi penembusan zona oleh lebih dari satu sperma.

Setelah sel sperma mencapai oosit, terjadi :


1. reaksi zona / reaksi kortikal pada selaput zona pellucida.
2. oosit menyelesaikan pembelahan miosis keduanya, menghasilkan oosit definitif yang
kemudian menjadi pronukleus wanita.
3. inti sel sperma membesar membentuk pronukleus pria
4. ekor sel sperma terlepas dan berdegenerasi.
5. pronukleus pria dan wanita, masing-masing haploid, bersatu dan membentuk zigot yang
memiliki jumlah DNA genap / diploid.

Hasil utama pembuahan


1. penggenapan kembali jumlah kromosom dari penggabungan dua paruh haploid dari ayah
dan dari ibu menjadi suatu bakal individu baru dengan jumlah kromosom diploid.
2. penentuan jenis kelamin bakal individu baru, tergantung dari kromosom X atau Y yang
dikandung sperma yang membuahi ovum tersebut.
3. permulaan pembelahan dan stadium-stadium pembentukan dan perkembangan embrio
(embriogenesis)

PEMBELAHAN / PERKEMBANGAN AWAL EMBRIO

Zigot mulai menjalani pembelahan awal mitosis sampai beberapa kali. Sel-sel yang
dihasilkan dari setiap pembelahan berukuran lebih kecil dari ukuran induknya, disebut
blastomer.

Sesudah 3-4 kali pembelahan : zigot memasuki tingkat 16 sel, disebut stadium morula (kira-
kira pada hari ke-3 sampai ke-4 pascafertilisasi).
Morula terdiri dari inner cell mass (kumpulan sel-sel di sebelah dalam, yang akan tumbuh
menjadi jaringan-jaringan embrio sampai janin) dan outer cell mass (lapisan sel di sebelah
luar, yang akan tumbuh menjadi trofoblas sampai plasenta).

Kira-kira pada hari ke-5 sampai ke-6, di rongga sela-sela inner cell mass merembes cairan
menembus zona pellucida, membentuk ruang antar sel. Ruang antar sel ini kemudian bersatu
dan memenuhi sebagian besar massa zigot membentuk rongga blastokista. Inner cell mass
tetap berkumpul di salah satu sisi, tetap berbatasan dengan lapisan sel luar.
Pada stadium ini zigot disebut berada dalam stadium blastula atau pembentukan blastokista.

Inner cell mass kemudian disebut sebagai embrioblas, dan outer cell mass kemudian disebut
sebagai trofoblas.

IMPLANTASI

Pada akhir minggu pertama (hari ke-5 sampai ke-7) zigot mencapai cavum uteri.

Pada saat itu uterus sedang berada dalam fase sekresi lendir di bawah pengaruh progesteron
dari korpus luteum yang masih aktif. Sehingga lapisan endometrium dinding rahim menjadi
kaya pembuluh darah dan banyak muara kelenjar selaput lendir rahim yang terbuka dan aktif.

Kontak antara zigot stadium blastokista dengan dinding rahim pada keadaan tersebut akan
mencetuskan berbagai reaksi seluler, sehingga sel-sel trofobas zigot tersebut dapat menempel
dan mengadakan infiltrasi pada lapisan epitel endometrium uterus (terjadi implantasi).

Setelah implantasi, sel-sel trofoblas yang tertanam di dalam endometrium terus berkembang ,
membentuk jaringan bersama dengan sistem pembuluh darah maternal untuk menjadi
PLASENTA, yang kemudian berfungsi sebagai sumber nutrisi dan oksigenasi bagi jaringan
embrioblas yang akan tumbuh menjadi janin.

Fertilisasi terjadi di ampulla yang merupakan bagian terluas dan dekat dengan ovarium
3. Infertilitas
a. Definisi:
Infertilitas adalah ketidakmampuan sepasang suami istri untuk memiliki keturunan
dimana wanita belum mengalami kehamilan setelah bersenggama secara teratur 2-3
x / mgg, tanpa mamakai matoda pencegahan selama 1 tahun
b. Klasifikasi:
1. Infertilitas primer : bila pasangan tersebut belum pernah mengalami kehamilan
sama sekali.
2. Infertilitas sekunder : bila pasangan tersebut sudah pernah melahirkan namun
setelah itu tidak pernah hamil lagi
c. Penyebab
Infertilitas tidak semata-mata terjadi kelainan pada wanita saja. Hasil penelitian
membuktikan bahwa suami menyumbang 25-40% dari angka kejadian infertil, istri
40-55%, keduanya 10%, dan idiopatik 10%. Hal ini dapat menghapus anggapan
bahwa infertilitas terjadi murni karena kesalahan dari pihak wanita/istri.
Berbagai gangguan yang memicu terjadinya infertilitas antara lain :
A. Pada wanita
a. Gangguan organ reproduksi
1. Infeksi vagina sehingga meningkatkan keasaman vagina yang akan
membunuh sperma dan pengkerutan vagina yang akan menghambat
transportasi sperma ke vagina
2. Kelainan pada serviks akibat defesiensi hormon esterogen yang
mengganggu pengeluaran mukus serviks. Apabila mukus sedikit di
serviks, perjalanan sperma ke dalam rahim terganggu. Selain itu, bekas
operasi pada serviks yang menyisakan jaringan parut juga dapat menutup
serviks sehingga sperma tidak dapat masuk ke rahim
3. Kelainan pada uterus, misalnya diakibatkan oleh malformasi uterus yang
mengganggu pertumbuhan fetus, mioma uteri dan adhesi uterus yang
menyebabkan terjadinya gangguan suplai darah untuk perkembangan fetus
dan akhirnya terjadi abortus berulang
4. Kelainan tuba falopii akibat infeksi yang mengakibatkan adhesi tuba
falopii dan terjadi obstruksi sehingga ovum dan sperma tidak dapat
bertemu
b. Gangguan ovulasi
Gangguan ovulasi ini dapat terjadi karena ketidakseimbangan hormonal
seperti adanya hambatan pada sekresi hormon FSH dan LH yang memiliki
pengaruh besar terhadap ovulasi. Hambatan ini dapa tterjadi karena adanya
tumor kranial, stress, dan penggunaan obat-obatan yang menyebabkan
terjadinya disfungsi hipothalamus dan hipofise. Bila terjadi gangguan sekresi
kedua hormon ini, maka folicle mengalami hambatan untuk matang dan
berakhir pada gengguan ovulasi.
c. Kegagalan implantasi
Wanita dengan kadar progesteron yang rendah mengalami kegagalan dalam
mempersiapkan endometrium untuk nidasi. Setelah terjadi pembuahan, proses
nidasi pada endometrium tidak berlangsung baik. Akiatnya fetus tidak dapat
berkembang dan terjadilah abortus.
d. Endometriosis
Endometriosis bisa menyebabkan INFERTILITAS karena berbagai
keadaan berikut :
• Parameter Hormonal Dibandingkan dengan siklus normal, fase
folikular penderita endometriosis lebih singkat, kadar estradiol lebih
rendah, dan nilai puncak produksi LH (LH surge) berkurang. Folikel
yang terbentuk pada saat LH surge cenderung berukuran lebih kecil.
• Luteinized Unruptured Follicle Syndrome (LUF) LUF adalah
kegagalan pelepasan sel telur dari ovarium.
• Pengaruh Peritoneal Pada penderita endometriosis ditemukan
peningkatan jumlah dan aktivitas cairan peritoneum dan makrofag
peritoneum.
• Sistem Kekebalan Endometriosis mempengaruhi sistem
kekebalan dan secara langsung bisa mengakibatkan infertilitas.
• Produksi Prostaglandin Prostaglandin diduga dihasilkan oleh
sel-sel endometriosis muda, menyebabkan spasme atau
• kontraksi otot. Akibat pengaruh prostaglandin, tuba menjadi
kaku dan tidak dapat mengambil sel telur yang dihasilkan ovarium
serta terjadi penolakan perlekatan janin dalam rahim. Selain itu
gerakan sperma juga berkurang sehingga mempengaruhi
kemampuannya menembus sel telur.
e. Abrasi genetis
f. Faktor immunologis
Apabila embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu, maka tubuh ibu
memberikan reaksi sebagai respon terhadap benda asing. Reaksi ini dapat
menyebabkan abortus spontan pada wanita hamil.
g. Lingkungan
Paparan radiasi dalam dosis tinggi, asap rokok, gas ananstesi, zat kimia, dan
pestisida dapat menyebabkan toxic pada seluruh bagian tubuh termasuk organ
reproduksi yang akan mempengaruhi kesuburan.
B. Pada pria
Ada beberapa kelainan umum yang dapat menyebabkan infertilitas pada pria
yaitu
a. Abnormalitas sperma; morfologi, motilitas
b. Abnormalitas ejakulasi; ejakulasi rerograde, hipospadia
c. Abnormalitas ereksi
d. Abnormalitas cairan semen; perubahan pH dan perubahan komposisi kimiawi
e. Infeksi pada saluran genital yang meninggalkan jaringan parut sehingga terjadi
penyempitan pada obstruksi pada saluran genital
f. Lingkungan; Radiasi, obat-obatan anti cancer
g. Abrasi genetik

A. Pre testikular.
1. Hypothalamic disease-Isolated gonadotrophin deficiency (Kallman's
Syndrome)
2. Isolated LH Deficiency ("fertile eunuch")
3. Isolated FSH deficiency
4. Cogenital hypogonadotrophic syndromes
5. Pituitary disease - pituitary insufficiency (tumour, proses infiltratif,
operasi, radiasi), hyperprolactinemia
6. Haemochromatosis
7. Exogenous hormones (estrogen-androgen excess, glucocorticoid
excess,hyper- and hypothyroidism.
B. Testikular
1. Chromosomal abnormalities (Klinifelter's syndrome, XX disorder (sex
reversal syndrome), XXY syndrome)dan sperm maturation defects.
2. Nooon's syndrome (male turner's syndrome)
3. Myotonic dystrophy
4. Bilateral anorchia (vanishing testes syndrome) dan cryptorchidism
5. Sertoli cell only syndrome (germinal cell aplasia)
6. Gonadotoxins (obat-obatan, radiasi)
7. Orchitis (bilateral)
8. Trauma / torsi (bilateral)
9. Penyakit sistemik (gagal ginjal, penyakit hati, sickle cell disease)
10. Defective androgen synthesis or action
11. Varikokel
12. Neoplasma testis
C. Post testikular
1. Kelainan transportasi sperma dan motilitas.
2. Kelainan kongenital
3. Kelainan didapat
4. Kelainan fungsi
5. Kelainan immunologis
6. Infeksi
7. Disfungsi seksual

4.Bagaimana hubungan dari kondisi-kondisi di bawah ini dengan infertilitas yang terjadi pada
kasus:
- Istri: usia, intermenstrual dan post-coital bleeding, dysmenorrhoea, kontrasepsi,
konsumsi obat-obatan, pembedahan abdomen, alergi, infeksi pelvis, dan
penyakit kronik.
- Suami: usia, mumps, penggunaan obat-obatan, rokok, alkohol, alergi, pekerjaan,
dan gynecomastia

a. Umur:

• Saat wanita mengalami penuaan, terjadi hal-hal berikut:

− Penurunan frekuensi koitus

− Turunnya keinginan untuk memiliki anak

− Penurunan waktu luang untuk mencoba menghasilkan suatu konsepsi (karena


focus terhadap karir)

− Peningkatan abortus spontaneosa

− Deplesi oosit

− Penuaan oosit (semakin tua umur suatu oosit, maka semakin rentan terhadap
abnormalitas kromosom)
*Berdasarakan beberapa studi pada wanita, didapatkan bahwa penurunan
fertilitas yang cukup signifikan terjadi pada kisaran umur 30-33 tahun dan
akan semakin menurun pada umur 35-38 tahun.
*Sedangkan penurunan fertilitas pada pria tidak begitu dramatis sebagaimana
yang terjadi pada wanita. Penurunan ini baru terlihat signifikan pada akhir
umur 40-an dan di awal umur 50-an.
* tes cadangan ovarium:
Tes untuk menguji kapabilitas ovum apakah bisa menghasilkan suatu
kehamilan atau tidak. Hal ini bisa diketahui melalui pengukuran konsentrasi
FSH. Semakin menurunnya kapabilitas telur untuk menghasilkan suatu
kehamilan, maka konsentrasi FSH akan semakin meningkat. Oleh karena itu,
wanita menopause memiliki konsentrasi FSH yang sangat tinggi, begitu juga
pada wanita muda yang memiliki penurunan kualitas ovum yang dini.

• Pria:
− Sebenarnya hubungan antara umur dan infertilitas sampai sekarang masih
belum jelas. Saat terjadi penuaan pada pria, maka konsentrasi testosterone juga
akan turun sementara estradiol dan estrone meningkat.
− Juga terjadi penurunan densitas sperma.
− Pria muda memiliki jumlah spermatid sebanyak 90% dan menurun menjadi
50% pada umur 50-70 tahun dan menjadi 10% pada umur 80 tahun.
− Jumlah sel setoli juga menurun menjadi 50% pada umur 50 tahun, sama
halnya dengan sel leydig pada umur 60 tahun.
− Namun, terlepas dari berbagia perubahan di atas, pria masih dapat memiliki
tingkat fertilitas yang sama saat mereka masih muda, hanya saja terjadinya
konsepsi terkadang memerlukan waktu yang lama (emedicine).
− Pada suatu penelitian yang dilakukan terhadap pasangan yang mengikuti terapi
infertilitas (American Journal of Gynecology, 2004), para peneliti
menyimpulkan bahwa kesempatan seorang pria untuk menjadi ayah menurun
tiap tahunnya. Terjadi penurunan kehamilan yang sukses sebanyak 11% tiap
tahunnya, bahkan terjadi penurunan kelahiran hidup yang lebih signifikan lagi
tiap tahunnya.
− Seiring dengan bertambahnya umur pria, sperma juga mengalami penuaan.
Para peneliti dari Jerman menemukan bahwa terjadi penurunan dalam volume,
motilitas, dan struktur sperma seiring dengan penuaan seorang pria (Human
Reproductive Update, 2004).
− Dampak penuaan pria semakin nyata saat kedua pasangan berumur > 35 tahun
saat terjadi konsepsi. Fsich et. Al menemukan bahwa pada periode umur
tersebut, insidens sindrom Down yang berhubungan dengan kualitas sperma
sebanyak 50% (Journal of Urology, 2003).
− Anak yang lahir dari pria yang lebih tua juga memiliki risiko untuk menderita
skizofrenia. Dalam suatu penelitian ditemukan bahwa pria yang berumur 45-
49 tahun memiliki risiko 2 kali lipat lebih tinggi untuk menghasilkan anak
yang menderita skizofrenia daripada pria yang beurmur < 25 tahun. Risiko ini
meningkat menjadi 3 kali lipat saat mereka berumur 50 tahun (Archives of
General Psychiatry, 2001)

− Penurunan fertilitas pada pria bisa diperlambat. Salah satunya dengan menjaga
gaya hidup. Hal-hal yang bisa dilakukan untuk mencapai fertilitas yang
maksimum adalah sbb: pertahankan berat badan yang optimal, kurangi
penggunaan obat-obatan dan rokok, serta turunkan kolesterol
b. Perdarahan intermenstruasi:

Perdarahan intermenstruasi (ex: spotting di antara periode menstruasi) biasanya


mengindikasikan adanya:
Erosi serviks, polip di serviks, Ca serviks, Ca intrauterine, endometriosis, infeksi pada
vagina, adanya AKDR, pemakaian pil KB, infeksi uterus, dll.
Dalam kasus ini, hal yang ingin dieliminasi adalah adanya pemakaian alat kontrasepsi
berupa AKDR dan pil KB. Jika ternyata Ny. Irma memakai AKDR dan pil KB, maka
sebaiknya pemakiaannya dihentikan agar proses konsepsi dapat terjadi.
AKDR akan menghalangi pertemuan sperma dengan oosit dengan cara menghambat
jalur perjalanan sperma.
Sedangkan pemakaian pil KB akan mencegah terjadinya ovulasi sehingga sehingga
tidak akan terjadi konsepsi.
Kemampuan menyampaikan semen kedalam vagina di skeitar serviks diperlukan
untuk fertilitas. Masalah vagina yang dapat menghambat penyampaian ini adalah
adanya dumbatan atau peradangan. Vaginitis akibat Kandida albikans atau trikomonas
vaginalis hebat dapat menjadi masalah, tapi bukan karena antispermisidalnya,
melainkan antisenggamanya. (??)
Namun, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Sobrero dan Bedford ditemukan
bahwa penghancuran spermatozoa akibat vaginitis tidak menghalangi terjadinya
kehamilan. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa vaginitis tidak menjadi masalah yang
seberapa dalm infertilitas.
Kontraksi vagina dan uterus berperan dalam transportasi sperma ke tuba fallopi.
Adanya prostaglandin di dalam semen merangsang uterus untuk berkontraksi secara
ritmik. Uterus sangat sensitive terhadap prostaglandin pada akhir fase proloferasi dan
permulaan fase sekresi. Oleh Karena itu, kurangnya prostaglandin dalam semen
merupakan masalah infertilitas. Selain itu, distorsi kavum uteri seperti adanya mioma
dan polip juga dapat mengganggu transportasi spermatozoa.
Pengaruh endometriosis terhadap infertilitas dijelaskan pada pembahasan dismenorea.
c. Perdarahan postkoitus:
Biasanya mengindikasikan adanya erosi serviks, polip di serviks, kehadiran AKDR,
pemakaian pil KB, infeksi vagina, PMS, infeksi di serviks, Ca serviks, Ca uterus dll.
Hubungan perdarahan postkoitus dengan infertilitas lebih kurang sama seperti yang
dijelaskan di atas. Namun selain masalah vagina, masalah infeksi di serviks juga dapat
menghalangi pertemuan sperma dan oosit. Kanalis serviklais yang dlapisi lkukan
lekukan-lekukan seperti mengeluarkan lendir.Bentuk kanalis servikalsi yang normal
memungkinkan adanya penimbunan dan terpeliharanya spermatozoa motil dari
kemungkinan fagositosis dan juga terjaminnya penyampaian sperma ke dalam kanalis
servikalis secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Saat lingkungan d
serviks terganggu, maka tingkat fertilitas pun terganggu, namun tidak seberapa
signifikan.
d. Nyeri saat menstruasi:
Nyeri saat menstruasi atau dismenorea mngindikasikan adanya penyakit radang
panggul, endometriosis, dan kehamilan ektopik.
Jaringan parut dari endometriosis dapat menyebabkan adhesi di sekeliling ovarium
dan memperkecil luas permukaan ovarium untuk melepaskan telur. Sedangkan adhesi
yang terjadi pada tuba fallopi berpengaruh pada penangkapan telur setelah pelepasan
oleh ovarium untuk ditrasnportaikan ke dalam uterus. Biasanya endometriosis
terbentuk di dalam tuba fallopi sehingga menghasilkan sumbatan di sana dan
menghalanagi terjadinya konsepsi. Selain menyebabkan sumbatan, endometriosis juga
mengganggu siklus perkembangan dan pelepasan sel telur olah ovarium. Cairan
peritoneum pada wanita dengan endometriosis mengandung konsentrasi sel scavenger
yang tinggi. Sel-sel ini dapat menghancurkan spermatozoa sehingga dapat mencegah
terjadinya konsepsi.
Penjelasan mengenai penyakit radang panggul dapat dilihat pada bahsan selanjutnya.
e. Penyakit radang panggul:
Sama halnya dnegan endometriosis, penyakit radang panggul juga berpengaruh
terhadap infertilitas karena berkaitan dengan perlengketan abdomen yang
ditimbulkannya.
f. Kontrasepsi:
Berita yang menyatakan bahwa pil KB dapat menyebabkan infertilitas adalah salah.
Berdasarkan penelitian yang dipresentasikan di pertemuan American College of
Obstetricians and Gynecologists (ACOG) yang ke-55, disimpulkan bahwa berita
tersebut salah.
Hasil penelitian terhadap wanita yang berhenti memakai pil KB dan hamil:
21% wanita menjadi hamil setelah 1 bulan penghentian penggunaan pil KB
50% wanita hamil setelah penghentian selama 3 bulan.
80% wanita hamil setelah penghentian selama 1 tahun. Persentase ini sama dengan
persentase pada wanita yang sebelumnya tidak pernah menggunakan pil KB.
Berita lain yang meneybutkan bahwa semakin lama penggunaan suatu pil KB, maka
semakin sulit menghasilkan suatu konsepsi juga terbukti salah.
Hasil penelitian:
Sebanyak 79,3% wanita yang menggunakan pil KB selama ≤ 2 tahun menjadi hamil
setelah penghentian selama 1 tahun
Sebanyak 81% wanita yang menggunakan pil KB selama > 2 tahun setelah
penghentian selama 1 tahun.
Kedua hasil ini tidak memiliki perbedaan yang signifikan sehingga dapat disimpulkan
bahwa berita di atas salah.
g. Penggunaan obat-obatan, rokok, dan alcohol:
Obat-obat tertentu memiliki dmpak negative terhadpa organ reproduksi pria dan
wanita. Sebagi contoh: steroid, antihipertensi, dan antidepresan. ESO yang paling
sering adalah menurunnya libido. Namun, obat-obat tersebut juga dapat
menyebabkan:

• Penurunan jumlah sperma

• Disfungsi erektil

• Iregularitas menstruasi
Contoh obat-obatan yang berdampak terhadap ORP:

• Sulfasalazine dan nitrofurantoin  berdampak pada motilitas sperma


• Steroid anabolic, cimetidine, dan spironolactone  berdampak pada siklus
reproduksi pria

• Fenitoin  menurunkan kadar FSH


dampak konsumsi alcohol yang ringan terhadap fertilitas masih belum jelas. Namun,
konsumsi alcohol yang berat memiliki dampak negative pada organ reproduksi pria
maupun wanita. Mereka yang minum > 6 minuman per hari lebih rentan terhadap
ketidakseimbangan hormon sehingga mempengaruhi generasi soerma dan ovulasi.
Berikut efeknya terhadapa wanita:

• Defek fase luteal

• Anovulasi

• amenorrhea
Sedangkan efeknya terhadap pria adalah sbb:
• Penurunan jumlah sperma
• Motilitas sperma yang buruk
• Morfologi sperma yang buruk
Pria yang merokok memiliki jumlah sperma dan motilitas sperma yang rendah.
Sedangkan wanita yang merokok dapat mengalami penurunan cadangan ovarium,
abnormlaits kromosom pada ovum dan memiliki risiko untuk terjadinya abortus atau
kelahiran mati.

h. Pembedahan abdomen:
Adanya riwayat pemebdahan abdomen sebelumnya mengindikasikan mungkin saja
terdapat perlengketan di rongga abdomen sehingga menghalangi terjadinya proses
konsepsi.
i. Riwayat alergi:
Berdasrakan penelitian yang dilakukan oleh Zac et.al di portugis pada tahun 2005,
didapatkan data bahwa wanita yang memilki riwayat alergi (secara umum) mengalami
insidens infertilitas yang lebih tinggi daripada wanita yang tidak.
Meski hubungan riwayat alergi secara umum dan infertilitas masih belum jelas,
namun riwayat alergi sperma terhadap infertilitas sudah jelas. Sekitar 5% pria dan
wanita menderita alergi terhadap sperma
Saat terjadi presentasi sperma, maka respon imun individu yang bersangkutan akan
menghasilkan antibody terhadap sperma tersebut. Kurang dari 2% pasangan subur
memiliki alergi terhadap semen. Persentase ini meningkat pada pasangan yang
infertile.
Wanita bisa mengalami alergi sperma yang bersifat terlokalisasi (gejala hanya di
tempat kontak saja) maupun yang bersifat sistemik. Sedangkan pria mengalami alergi
terhadap sperma mereka sendiri jika terjadi kontak antara sperma dan darah. Hal ini
biasanya didapatkan pada mereka yang menjalani vasektomi, infeksi, torsio testis, dan
trauma testis.
j. Penyakit kronis:
Berikut beberapa penyakit kronis yang berpengaruh terhadap infertilitas pria:

• Diabetes
Kerusakan akibat neuropati diabetik dapat menimbulkan ejakulasi retrograde atau
disfungsi ereksi.
• Hipertensi:
Dapat menimbulkan masalah ereksi, baik secara langsung maupun sebagai efek
samping pengobatan antihipertensif.

• PJK:
Pengerasan arteri yang terjadi, khususnya di penis, dapat menimbulkan masalah
pada ereksi. Hal yang sama juga berlaku pada obat-obatan yang dugunakan untuk
PJK.
• Gangguan neurologis:
Penyakit seperti multiple sklerosis, strok, dan trauma medulla spinalis juga dapat
menimbulkan masalah ereksi dan ejakulasi

• Penyakit hati:
Manifestasi penyakit hati berupa hepatomegali dapat berhubungan dengan
metabolism hormon androgen.
• Penyakit ginjal:
Pada gagal ginjak kronis, sisa metabolism tubuh akan menumpuk dan
mempengaruhi kualitas sperma serta menyebabkan masalah ereksi.

• Kanker:
Kanker yang berpengaruh langsung pada traktus genitalia atau endokrin dapat
menyebabkan infertilitas secara langsung. Selain itu, obat-obatan dan radiasi yang
digunakan untuk terapi kanker juga bisa menurunkan bahkan menghentikan
produksi sperma.
k. Parotitis:
Parotitis atau lebih dikenal dengan istilah gondongan dapat menyebar ke testis dan
menimbulkan orchitis. Tidak semua penyakit gondongan disertai dengan orchitis. Jika
ini terjadi, testis akan terasa seperti terbakar dan timbul pembengkakan. Orchitis dapat
menghancurkan tubulus smeiniferus sehingga menghentikan produksi sperma sama
sekali. Orchitis yang ringan mungkin hanya menghentikan produksi sperma selama 6-
12 bulan. Sebaiknya anak-anak pria diberikan imunisasi sejak dini untuk menghindari
terjadinya orchitis akibat virus mumps dan terjadinya infertilitas pada onset dewasa.
l. Penyakit tiroid:
Infertilitas seringkali disebabkan oleh penyakit hipotiroidisme. Karena kadar hormon
tiroid dalam darah rendah, maka sesuai dengan prinsip umpan balik negative,
konsentrasi TRH dan TSH dalam darah akan meningkat. Namun, ternyata, TRH tidak
hanya menstimulasi peningkatan TSH, melainkan juga menstimulasi hormon
prolaktin. Peningkatan kadar prolaktin dapat mempengaruhi ivulasi dengan cara
menekan pelepasan LH dan FSH. Akibatnya, proses ovulasi pun terganggu. Selain itu,
rendahnya konsentrasi hormon tiroid juga berpengaruh terhadap metabolism hormon
seks yang turut berkontribusi dalam gangguan ovulasi.
Kelebihan hormon tiroid (hipertiroidisme) baik akibat kerja kelenjar tiroid yang
terlalu aktif atau konsumsi hormon tiroid yang berlebihan juga menimbulkan
gangguan terhadap fertilitas. Hormon tiroid dapat memblok kerja estrogen di berbagai
tempat di dalam tubuh. Akibatnya, jaringan endometrium dapat bersifat tidak stabik
sehingga menimbulkan perdarahan uterus yang abnormal.
m. Galaktorea:
Galaktorea dapat disebabkan oleh banyak hal, seperti tumor pada otak dan obat-
obatan. Pada keadaan prolaktinoma, baik pria maupun wanita dapat terancam menjadi
infertile. Berikut dampak prolaktinoma yang berkaitan dengan aspek reproduksi pria
dan wanita:

• Pria:

− Sekitar 2/3 pria dengan prolaktinoma mengalami penurunan libido dan


memilki disfungsi ereksi (impoten)

• Wanita:

− Menyebabkan amenorea

− Meyebabkan penurunan hormon estrogen yang mengakibatkan kekeringan


pada vagina sehingga menimbulkan ketidaknyamanan saat koitus
n. Ginekomastia:
Ginekomastia menunjukkan adanya proses feminisasi pada pria. Ginekomastia
merupakan salah satu tanda hipogonadisme. Pria dengan hipogonadisme kongenital
mungkin juga memiliki gejala anosmia, buta warna, ataksia serebelum, dan
palatoskizis.
Selain itu, ginekomastia juga merupakan tanda dari berbagai varian sindroma yang
tergabung dalam kumpulan Sindroma Insensitivitas Androgen (Androgen
Insensitivity Syndrome). Adanya mutasi pada reseptor androgen menyebabkan organ
target tidak peka terhadap stimulus androgen sehingga dapat menyebabkan individu
bersifat infertile.
5. a. A pa definisi cryptozoospermia?
Jawab: Ditemukannya satu atau dua ekor sperma dalam beberapa lapangan pandang.
b. Apa saja penyebab kondisi tersebut?
Jawab: Unknown
c. A pa hubungan cryptozoospermia dengan infertilitas?
Jawab: salah satu faktor yang mempengaruhi peluang terjadinya kehamilan yaitu jumlah
sperma, pada case sperma yang dihasilkan sangat sedikit, sehingga peluang untuk hamil
pun kecil.
d. Mengapa tidak ada kemajuan setelah pengobatan selama 1 bulan pada Tuan Rian?
Jawab: tidak ada kemajuan dalam pngobatan pada tuan Rian belum dapat ditentukan.
Dari data yangdidapat untuk oligozoospermia yang ekstrim butuh follow up selama tiga
bulan. Sedangkan untuk criptozoospermia belum kami ketahui pengobatannya.

6. Apa interpretasi dari pemeriksaan yang telah dilakukan?


Pada istri:
TB= 165 cm Normal
BB= 55 kg Obesitas mempengaruhi kesuburan. Terlalu gemuk dan terlalu
BMI= 21 KG/M2 kurus merupakan faktor risiko infertilitas
BP= 110/70 mmHg Normal
Pulse= 80 x/menit Normal
RR= 18x/menit Normal
Konjunctiva palpebra Normal, tidak anemis
No exopthalamus Normal, tidak menderita hipertiroid
Pada hipertiroid (kelainan endokrin) dapat mempengaruhi
kesuburan
No sign of hirsutism Normal
Hirsutism merupakan manifestasi androgen yang berlebih, sindrom
virilisasi
No thyroid enlargement Normal, tidak menderita hipertiroid
Pada hipertiroid (kelainan endokrin) dapat mempengaruhi
kesuburan
No galactorrhoea Normal
Galaktore dapat ditemukan pada:
− Lesi hipotalamus yang mengganggu pelepasan dopamine
− Obat-obat yang mempengaruhi sistem susunan saraf
(fenotiazin, antidepresan, haloperidol, alfa metildopa)
− Kontrasepsi oral dan estrogen
− Gangguan endokrin seperti hipotiroid & hipertiroid
− Faktor-faktor neurogenik lokal
− Perangsangan payudara
− Cedera pada dinding dada
− Lesi pada medulla spinalis
Pada galaktore terjadi ↑ prolaktin. Prolaktin menghambat sekresi
hormone gonadotropin dengan mengganggu sekresi GnRH dari
hipotalamus. Selain itu, prolaktin dapat menghambat pengaruh
gonadotropin terhadap gonad.
Secondary sexual Menyingkirkan diagnosis seperti Sindrom Turner
characteristic are norml
EXTERNAL EXAMINATION
• Abdomen flat and • Normal
soufflé
• Symmetric • Normal
• Uterine fundal not • Tidak hamil
palpable
• There are no mass, • Normal, tidak ada KET
pain tenderness, and
free fluid sign
INTERNAL EXAMINATION
Speculum Examination:
• Portio not livide • Tidak hamil
• External os closed • Normal
• No fluor • Normal, tidak ada infeksi
• No fluxus • Normal, tidak ada perdarahan abnormal
• No cervical erotion, • Normal, tidak ada kelainan serviks
laseration, or polip
Bimanual Examination:
• Cervic is firm • Normal, tidak ada kelainan serviks
• External os closed • Normal
• Uterine size normal • Normal, tidak ada kelainan pada uterus (misal: malformasi
• Both adnexa & uterus, mioma uteri dan adhesi uterus)
parametrium within • Normal, tidak ada kelainan pada adnexa dan parametrium
normal limit (misal: PID)
LABORATORY
EXAMINATION
• Hb 12g/dl NORMAL
• WBC 8000/mm3
• RBC 4,3x106
• HT 36 vol%
• Plt 250.000/mm3
• Blood type A
• Rh (+)
• Blood film: normal
• Urine: normal
Ultrasound: normal internal NORMAL
genitalia
Sonohysterography: normal NORMAL
uterineand both tubal
patency
Postcoital test: normal Uji ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya spermatozoa
yang melewati serviks ( 6 jam pasca coital)

PADA SUAMI:
TB= 176 cm Normal
BB= 72 kg obesitas mempengaruhi kesuburan. Terlalu gemuk dan
BMI= 23 KG/M2 terlalu kurus merupakan faktor risiko infertilitas
BP= 120/80 mmHg Normal
Pulse= 76 x/menit Normal
RR= 20x/menit Normal
Konjunctiva palpebra Normal, tidak anemis
Pada anemia sel sabit dapat menurunkan kualitas testis,
menurunkan potensi seksual
No exopthalamus Normal, tidak menderita hipertiroid
Pada hipertiroid (kelainan endokrin) dapat mempengaruhi
kesuburan
No thyroid enlargement Normal, tidak menderita hipertiroid
Pada hipertiroid (kelainan endokrin) dapat mempengaruhi
kesuburan
No gynecomastia Ginekomastia adalah hipertrofi payudara dan dapat bersifat
unilateral maupun bilateral. Ginekomastia dapat terjadi
pada keadaan-keadaan yang mengakibatkan kadar estrogen
meningkat seperti tumor testis, tumor hipofisis, beberapa
sindrom hipogonadisme, sirosis hati, pemberian estrogen
untuk pengobatan karsinoma prostat, dan pemakain
preparat steroid
Secondary sexual Menyingkirkan diagnosis seperti Sindrom Klinefelter
characteristic are normal
EXTERNAL EXAMINATION
• Abdomen flat and • Normal
tender
• Symmetric • Normal
• No sign of • Tidak ada penyakit hati, penyakit hati
hepatomegali and mempengaruhi infertilitas. Operasi hernia dapat
inguinal hernia menimbulkan kerusakan vas deferen dengan
obstruksi total atau parsiel, atau reaksi imunologis
dengan produksi antibodi antisperma. Hernia
Scrotalis (Hernia berat sampai ke kantung testis)
merupakan salah satu etiologi infertilitas pria
GENITALIA EXAMINATION
• Penis: normal • Menyingkirkan kemungkinan mikropenis yang
merupakan salah satu penyebab infertilitas pria
• Testis • Testis:
− Kiri vol 10 ml − Kiri: atropi?
(N:20 ml)
− Kanan: (-) − Kanan: maldesensus testis
• Scrotum:No • Varicocele dapat menyebabkan infertilitas karena
Varicocele adanya peningkatan suhu pada testis akibat aliran
darah tidak lancer
• Prostate:no • Tidak ada hiperplasi prostat, tumor prostat,
enlargement prostatitis
LABORATORY
EXAMINATION
• Hb 14g/dl NORMAL
• WBC 8000/mm3
• RBC 4,3x106
• HT 42 vol%
• Plt 350.000/mm3
• Blood type O
• Rh (+)
• Blood film: normal
• Blood chemistry:
normal
• Menyingkirkan kelainan hormonal
• Hormonal: FSH,
Hipergonadotropik-hipogonad atau
LH dan testosterone
hipogonadotropik-hipogonad.
level normal
• Urine: normal
SEMEN ANALYSIS
• VOL: 4,5 ml (n >2 • Normal
ml) • Oligozoospermia
• Consentrasi:
0,1x106/ml • Asthenozoospermia
(n:20x106)
• Motility
− Forward
progression
22% (n: >50 %)
− Rapid forward
progression • Teratozoospermia
15%
(n: >25%)
• Morfologi: 5% with
normal form (n: >
30%)
Abdominal Ultrasound:
There is a mass in lower Maldesensus testis, kriptokismus
right abdominal region,
size 3,2x2,0 suspected as a
testes

b. Pemeriksaan tambahan
ANAMNESIS:
ISTRI:
- Riwayat keguguran
- Frekuensi hub seks
- Penyakit keturunan
- Faktor pekerjaan
- Infeksi
- Lingkungan
- Gizi dan nutrisi dari makanan
- Dan tentu saja factor psikologis

SUAMI
• Riwayat penyakit yang mungkin mengganggu fertilitas:
Penyakit-penyakit sistemik di bawah ini telah dilaporkan mempengaruhi fertilitas.
Penyakit diabetes dan nerologis dapat menyebabkan impotensi dan gangguan
ejakulasi. Kedua penyakit tersebut dapat juga merusak spermatogeneses dan
fungsi kelenjar seks aksesori.
Tuberkulosis dapat menyebabkan epidiidimitis dan prostattitis yang berhubungan
dengan gangguan transpor sperma. Penyakit saluran napas kronis termasuk
bronkiektasis, sinusitis kronis dan bronkitis kronis. Keadaan seperti ini sering kali
berhubungan dengan ganguan silia sperma seperti sindroma silia imotil, atau
gangguan sekresi epididimis seperti pada pria dengan penyakit fibrokistik
pankreas, dimana pada pria-pria ini angka kejadian disgenesis atau agenesis vas
deferen meningkat.
Penyakit-penyakit non-genital lain yang dicurai berhubungan dengan inferilitas
harus dicatat. Diantara penyakit non genital tersebut termasuk kegagalan ginjal,
penyakit hati dan kelainan metabolik lainnya.
Orkitis berhubungan dengan gondongan dicatat sebagai kemungkinan penyebab
kerusakan testis dapatan dan bukan sebagai kelainan sistemik.
Kecanduan alkohol yang menyebabkan penyakit sistemik pada beberapa organ
termasuk hati dan mungkin secara tidak langsung pada testis, harus dicatat
terpisah
• Demam tinggi
Demam tinggi melebihi 38°C dapat menekan spermatogenesis sampai 6 bulan
lamanya. Harus dirinci penyakit atau keadaan yang menyebabkan panas yang
tinggi (hipertermia), lama dan pengibatannya. Misalnya, pengaruh negatif dari
influenza lebih kecil dibanding malaria berat
Riwayat Bedah
Penurunan fertilias dapat terjadi setelah prosedur bedah, terutama bila dilakukan
pembiusan total. Prosedur-prosedur bedah berikut dapat mempengaruhi fertilitas
secara langsung. Ejakulasi retrograde dapat terjadi setelah pengobatan katup uretra
pada masa bayi, setelah prostatektomi untuk prostatitis kronis, atau setelah insist
leher buli-buli karena pembuntuan.
Operasi striktur uretra dapat menimbulkan penimbunan ejakulasi pada bagian
lunak uretra dan kontaminasi dengan urine. Gangguan ejakulasi dapat terjadi
setelah bedah rekonstruksi untuk hipospadi, epispadi dan ekstropi vesikuler.
Operasi hernia dapat menimbulkan kerusakan vas deferen dengan obstruksi total
atau parsiel, atau reaksi imunologis dengan produksi antibodi antisperma. Hal ini
dapat jjuga terjadi setelah hidrokelektomi atau setiap pembedahan genital atau
inguinal. Vasektomi adalah penyebab terbanyak obstruksi bedah dan juga
mengakibatkan pembentukan antibodi antisperma. Simpatektomi lumbal setelah
limfadenektomi atau pembedahan retroperitoneal berat mengakibatkan gangguan
ejakulasi, baik retrograd maupun anejakulasi.
Perlu dicatat tanggal operasi serta setiap komplikasi pasca bedah. Operasi
verikokel, torsi testis dan maldesensus testis harus dicatat secara terpisah. Operasi-
operasi lain perlu dicatat bika dicurigai berhubungan dengan infertilitas.
• Infeksi saluran kemih
Pasien harus ditanya tentang setiap riwayat disuri, keluar nanah dari uretra, piuri,
hematuri, sering kencing dan lain-lain. Berapa kali pernah terjadi serba
pengobatan yang diberikan harus dicatat. Pengobatan tidak memadai atau kejadian
berulang dapat dihubungkan dengan infeksi kelenjar asesori
Penyakit hubungan seksual
Informasi tentang sifilis, gonorea dan klamidia atau penyakit hubungan seksual
lain seperti limfagranuloma venerum, mikroplasma atau uretritis non spesifik
perlu dikumpulkan. Harus dibuat catatan tentang berapa kali terjadi, berapa bulan
setelah kejadian terakhir, dan pengobatannya.
Pasien-pasien ini mungkin pula mengidap HIV, dan harus diberikan perbaikan
khusus waktu menangani sampelnya.
Penyakit hubungan seksual dapat menurunkan fertilitas pria dengan cara berikut :
- Dengan menimbulkan luka inflamasi pada epididimas mengakibatkan
azoospermia obstruktif.
- Dengan merangsang pembentukan antibodi antisperma
- Dengan menimbulkan uretritis, striktura urettra dan gangguan ejakulas
Rudapaksa testis
Infertilitas yang disebabkan oleh trauma testis bilateral jarang terjadi. Riwayat
trauma skrotum kecil sering terjadi tetapi hal ini tidak menimbulkan masalah
fertilitas. Trauma testis bilateral harus dicatat bilamana disertai gejala-gejala
kerusakan jaringan seperti hematom skrotum, hematospermi atau hematuri. Atrofi
testis merupakan indikasi kuat tentang adanya hubungan terjadinya trauma
tersebut. Trauma hebat, walaupun unilateral mungkin penting karena dapat
menimbulkan gangguan blood testis barrier (sawar darah testis) dan merangsang
pembentukan antibodi antisperm
Torsi testis
Torsi testis adalah keadaan yang secara relatif jarang menjadi penyebab
infertilitas. Masalah fertilitas dikemudian hari dapat dicegah dengan pengobatan
dini (operasi) dalam waktu enam jam setelah mulainya gejala). Fiksasi testis
kontralateral juga diperlukan.
Diagnosis ini harus selalu dipikirkan pada anak laki-laki prapubertas dan remaja
yang mengalami pembengkakan disertai nyeri yang akut dalam skrotum.

PEMERIKSAAN-PEMERIKSAAN
A. Wanita
• Deteksi Ovulasi
1. Meliputi pengkajian BBT (basal body temperature )
2. Uji lendir serviks metoda berdasarkan hubungan antara pertumbuhan anatomi
dan fisiologi serviks dengan siklus ovarium untuk mengetahui saat terjadinya
keadaan optimal getah serviks dalam menerima sperma
• Analisa hormon
Mengkaji fungsi endokrin pada aksis ovarium – hipofisis – hipotalamus. Dengan
pengambilan specimen urine dan darah pada berbagai waktu selama siklus
menstruasi.
• Sitologi vagina
Pemeriksaan usap forniks vagina untuk mengetahui perubahan epitel vagina
Biopsy endometrium terjadwal
Mengetahui pengaruh progesterone terhadap endometrium dan sebaiknya
dilakukan pada 2-3 hr sebelum haid.
• Histerosalpinografi
Radiografi kavum uteri dan tuba dengan pemberian materi kontras. Disini dapat
dilihat kelainan uterus, distrosi rongga uterus dan tuba uteri, jaringan parut dan
adesi akibat proses radang. Dilakukan secara terjadwal.
• Laparoskopi
Standar emas untuk mengetahui kelainan tuba dan peritoneum.
• Pemeriksaan pelvis ultrasound
Untuk memvisualisasi jaringan pelvis, misalnya untuk identifikasi kelainan,
perkembangan dan maturitas folikuler, serta informasi kehamilan intra uterin.

B. Pria
• Analisa Semen:
Bila ditemukan normal, analisis hanya 1X, bila abnornal dilakukan 2X selang 2
minggu. Diagnosis analisis sperma: Normo, Oligo, Asteno, Terato, OAT, dan
Azoospermia.
Parameter:
− Warna Putih keruh
− Bau Bunga akasia
− PH 7,2 - 7,8
− Viskositas 1,6 – 6,6 centipose
− Kecepatan gerak sperma 0,18-1,2 detik
− Aglutasi Tidak ada
− Sel – sel Sedikit,tidak ada
− Uji fruktosa 150-650 mg/dl
• USG
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat struktur kelenjar prostat, vesikula
seminalis, atau seluran ejakulatori. Colour doppler ultrasound: penunjang
diagnosis varikokel, tumor testis, dan mikrokalsifikasi testis. TRUS prostat:
melihat adanya kista midline prostat dan stenosis duktus ejakulatorius
• Biopsi testis
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sampel jaringan testis memakai
metoda invasif untuk mengidentifikasi adanya kelainan patologi. Diindikasikan
pada azoospermia atau ekstrim OAT dengan volume testis dan level FSH normal.
Tujuan biopsi untuk melihat diferensiasi testis atau insufisiensi testis.
• Uji penetrasi sperma
• Uji hemizona
• Mikrobiologi
Urinalisis, kultur urine dan EPS . Volume ejakulat kurang dan leukosist semen
banyak kemungkinan terjadi obstruksi parsial duktus ejekulatorius karena
inflamasi prostat atau vesika seminalis.
• Evaluasi Genetik
Melalui Riwayat keluarga dan analisis karyotipe. Kelainan genetik sering
ditemukan pada OAT yang ektrim, atau Azoospermia. Diagnosis kelainan genetik
yang sering adalah sindroma Klinefelter (47 XXY), kromosom translokasi dan
delesi. Indikasi evaluasi genetik adalah pada OAT ekstrim atau Oligozoospermia
kandidat ICSI (bayi tabung).
• Fungsi ereksi dan ejakulasi
• Flebografi untuk mencari plexus pampiniformis.
• CT scan dan MRI

7.Orchydopexy

• Tujuan:

a. Untuk mencegah infertilitas

b. Untuk mencegah kanker testis

c. Untuk meningkatkan rasa percaya diri pada anak tersebut.

• Kapan waktu yang tepat: Pada bayi atau anak laki-laki yang berusia 6 sampai 15
bulan.

• Komplikasi:

a. Infeksi

b. Perdarahan di scrotum

c. Kerusakan pada vas deferens dan aliran darah ke testes.

metode yang dapat digunakan :


1. operasi ombredanne : testis diletakkan pada kompartemen skorotal kontralateral
dengan mentransversi septum skrotal.
2. operasi keetley-torek : testis dijahit ke fascia lata paha dan kemudian diletakkan di
skrotum 3-4 bulan kemudian.
3. operasi ladd & gross : testis ditahan dengan benang sutra yang dilewatkan memalui
skrotum dan dilekatkan pada pita karet yang dihubungakn dengan pada dengan perekat.
Tekanan ini diposisikan selama 1 minggu

8. Diagnosis Banding
Testis Retraktil
Keadaan ini harus dibedakan dari kelainan desensus. Testis secara normal terletak di
skrotum, tetapi karena timbul refleks-refleks kremaster, masing-masing dapat tertarik
ke lingkaran inguinal luar. Refleks ini paling nyata pada usia lima sampai enam tahun,
tetapi dapat menonjol pada usia dewasa. Peran testis retraktil sebagai penyebab
infertilitas masih menjadi bahan perdebatan. Keadaan ini tidak boleh dicatat sebagai
kelainan desensus testis.
Testis ektopik
Testis dianggap ektopik bila menyimpang dari jalur normal desensus. Tipe testis
ektopik paling sering terletak pada permukaan superfisial kantong inguinal. Walaupun
jarang, testis tersebut dapat ditemukan di tempat lain, misalnya kanalis femoralis,
daerah pubik atau di tempat berlawanan dari skrotum.
Desensus tidak lengkap
Testis dapat berhenti pada setiap titik di jalur normal desensus antara dinding
belakang abdomen dan lingkaran inguinal luar. Testis yang tak teraba dapat berada di
kanalis inguinalis atau intra abdomen. Tidak adanya seluruh testis memang jarang
terjadi, tetapi dapat dibedakan dari testis intra-abdomen dengan pemeriksaan hormon.
• Anorkismus
yaitu testis memang tidak ada. Hal ini bisa terjadi secara kongenital memang tidak
terbentuk testis
• Testis yang mengalami atrofi akibat torsio in utero atau torsio pada saat neonatus.
9. Diagnosis Kerja

UNDESCENDED TESTIS/ CRYPTORCIDISM


A. Definisi
Kegagalan penurunan testis normal ke dalam scrotum. Testis dapat berada si
peritoneum, anulus inguinalis internus, canalis inguinalis atau anulus inguinalis
eksternus.

B. Epidemiologi

Prevalensi
Pada penelitian prospektif, laju kelahiran anak dengan cryptorchidism bervariasi
antara 1.6-9.0%. Anak laki-laki preterm diketahui memiliki laju cryptorchidism yang
lebih tinggi dan bila yang diinklusikan hanya anak laki-laki dengan berat lahir > 2500
g maka laju kelahirannya menjadi antara 1.8-8.4%.

Cryptorchidism congenital biasanya diikuti dengan penurunan spontan testis .


Penurunan spontan dari testis ini terjadi terutama pada bulan-bulan pertama
kehidupan dan terutama terjadi pada bayi dengan berat lahir rendah, kelahiran preterm
atau cryptorchidism bilateral.

Prevalensi terjadinya cryptorchidism juga tergantung dari umur anak. Beberapa


penelitian menunjukkan bahwa angka kejadian cryptorchidism yang tinggi diantara
anak laki-laki usia sekolah sekita r 75%nya mengalami prnurunan testis yang spontan
selama masa pubertas, dan khususnya pada acquired undescendent testis sangat sering
sekali terjadi penurunan testis secara spontan pada masa pubertas.

C. Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya cryptorchidism adalahsebagai berikut :
1. Berat lahir rendah
2. Umur gestasi yang kecil/ Small Gestational Age (SGA)
3. Prematuritas
4. Memiliki abnormailtas genital yang lain (missal: hipospadia, skrotom kecil, dll)
5. Musim kelahiran tertentu

D. Patogenesis

Penurunan testis terjadi melalui 2 fase, yaitu fase penurunan transabdominal dan fase
migrasi inguino-scrotal. Pada fase pertama, yang pada manusia terjadi pada umur 8-
15 minggu kehamilan, testis tertahan di annulus inguinalis internus oleh ligamentum
kaudal yang disebut dengan Gubernakulum. Penahanan ini mencegah testis untuk
bergerak naik seperti halnya ovarium pada perempuan. Pada penelitian preklinik,
perkembangan gubernakulum tergantung pada Insuline-Like Hormone 3 (INSL-3)dan
reseptornya yaitu Leucine-rich repeat-containing G protein coupled receptor 8 (LGR-
8). Namun, setelah beberapa ratus pasien dengan cryptorchidism di skrining kondisi
gen INSL-3 dan LGR-8 , hanya beberapa pasien yang didapatkan bukti adanya mutasi
pada gen tersebut. Mutasi tersebut terjadi pada kondisi heterozigot . Lebih jauh lagi,
hanya mutasi dari V18M, P49S dan R102dari gen INSL-3 dan mtasi T222P dari gen
LGR-8 yang terbukti secara invitro memiliki efek pada fungsi produksi gen. Mutasi
P49S telah diidentifikasi pada individu 46,XY yang memiliki genitalia eksternal
perempuan. Frekuensi yang rendah dar mutasi INSL-3 dan LGR-8 pada pasien
cryptorchidism menunjukkan bahwa pada manusia, fase pertama dari penurunan testis
biasanya jarang terganggu. Dan sebaliknya berarti yang sering terganggu adalah pada
fase inguino-scrotal (fase 2). Telah diketahui bahwasanya INSL-3 juga berperan
penting pada proses penurunan testis pada fase 2.

Penelitian perkembangan gubernakulum pada mencit menunjukkan bahwa, regresi


dari ligamentum suspensorium cranial dari gonad juga berkontribusi terhadap
positioning dari gonad. Regresi ini bergantung pada androgen, dan oleh karena itu
mencit betina yang terekspos dengan androgen prenatal menunjukkan sedikit
penurunan ovarium dan pada mencit jantan dengan mutasi pada gen reseptor
androgennya, menunjukkan retensi ligamentum suspensorium cranialnya.

Pada fase yang kedua, testis bermigrasi dari area inguinalis interna menuju skrotum.
Pada manusia, fase ini biasanya terjadi secara komplit pada saat bayi dilahirkan,
sedangkan pada tikus proses ini terjadi hanya terjadi post natal. Gubernakulum
membesar dan mungkin menyebabkan pelebaran pada canalis inguinalis. Kemudian
pengerutan dari gubernakulum dan adanya tekanan intra abdominal yang tinggi dapat
mendesak testis untuk bergerak melalui canalis inguinalis.

Pada hewan ataupun mencit, Fase inguino-skrotal ini tergantung pada androgen. Efek
dari tekanan intraabdominal atau efek pasial androgen dapat menjelaskan fakta bahwa
ada sedikit pasien dengan insensitivitas androgen dapat memiliki testis di labianya.
Cryptorchidism juga berhubungan dengan genital undermasculinization yang
disebabkan oleh faktor-faktor lain selain defisiensi aksi dari reseptor androgen.
Undervirilization dari laki-laki dengan gen 46,XY dapat disebabkan berbagai macam
faktor seperti aksi atau fungsi gonadotropin yang terganggu, inborn error dari
biosintesis kolesterol atau gangguan sintesis dan metabolism androgen.
Hipogonadotropik hipogonadisme biasanya berhubungan dengan cryptorchidism.
Selama kehamilan hCG dapat menggantikan fungsi yang hilang dari Luteneizing
Hormon (LH) sehingga hal ini dapat menjelaskan kenapa tidak semua anak laki-laki
dengan Hipogonadotropik hipogonadisme dilahirkan dengan Cryptorchidism.
Sindrom duktus mullerian persisten disebabkan oleh abnormalitas pada hormone anti-
mullerian dan reseptornya. Pada sindrom ini, lokasi testis dapat di intra abdominal,
atau didalam hernia inguinal bersama dengan aksesori organ reproduksi perempuan
dan testis kolateral. Hal ini berarti fase transabdominal telah terganggu, dan
ditemukan juga bahwa gubernakulum terlah mengalami feminisasi pada sindrom ini.
Cryptorchidism juga muncul pada beberapa sindrom lain seperti Down, prune belly
dan Prader-Willi.

Berikut adalah kesimpulan beberapa faktor yang mempengaruhi proses penurunan


testis:

Faktor yang mempengaruhi fase I


(penurunan testis transabdominal)
INSL-3
LGR-8
Estrogen
Faktor yang mempengaruhi fase II
(inguino-skrotal)
Androgen
Androgen Receptor Gen
Gonadotropin
Genoito Femoral Nerve
Calcitonin Gene Related Peptide (CGRP)
Faktor lainnya
HoxA10
AMH
AMH receptor Gene

Kebanyakan Cryptorchidism tampak pada saat kelahiran. Sekitar sepertiga dari bayi
laki-laki yang lahir premature menderita Cryptorchidism dan berefek pada sekitar 3-
5% dari bayi laki-laki yang lahir term. Pada umur 3 bulan, insidensinya berkurang
hingga 0,8%; antara 3 bulan dan dewasa, insidensinya tidak banyak berubah.

Kadang-kadang testis yang pada masa anak-anak berada di skrotum akan naik dan
menjadi truly undescended. Hal ini terjadi pada anak yang lebih tua dan bayi. Pada
anak yangpenyebab
Berbagai kemungkinan lebih tua,
UDT:kenaikan testis mungkin menunjukkan testis ektopik dengan
kelemahan gubernakulum untuk mencapai pada testes
UDT (pd case: masa berada
anak-anak. Sedangkan
Androgen defisiensi/blockade
mekanisme kenaikan testis pada bayi pd belum bias dijelaskan karena fenomena ini
abdomen)
jarang
Mechanical anomaliesditemui.
Neurological anomalies

Acquired anomalies Suhu pada abdomen lebih tinggi

Kerusakan sel
Spermatogenesi epitel germinalis
s terganggu testis

progresif

Jumlah, motilitas,
morfologi << Testis mengecil
E. Gambaran Klinis
Cryptorchidism s dapat dikelompokkan berdasarkan temuan fisik dan operatif, yaitu :

1. True undescended testicles, termasuk intra abdominal, miksi di annulus interna dan
canalicular testis, yang berada sepanjang jalur penurunan normal dan memiliki insersi
gubernakulum yang normal.

2. Ectopic Testicle, yang memiliki insersi gubernakulum yang abnormal

3. Retractile Testicle, yang merupakan not trully undescended testicle, karena tidak ada
terapi hormone atau operasi yang dibutuhkan pada kondisi ini.

10.Penatalaksanaan

Setelah undescended testis terdiagnosis, terapi harus segera dilakukan. Indikasi utama untuk
terapi awal adalah peningkatan risiko infertilitas, risiko keganasan dan risiko testicular torsio.
Terapi yang diberikan dapat berupa hormonal maupun surgical.

Terapi hormonal
Terapi hormonal dengan menggunakan hCG digunakan dengan 2 tujuan yaitu:
penurunan testis sel dan stimulasi maturasi dan proliferasi sel germinal. hCG diberikan 2
kali seminggu secara intramuskular selama 6 bulan.
Terapi hormonal baik digunakan pada anak dengan undescended testis bilateral, karena
kegagalan penurunan testis kemungkinan besar diakibatkan insufisiensi hormon
androgen.
Untuk kasus ini:

• Tidak disarankan untuk melakukan orchyopexy, melainkan langsung diangkat


mengingat risiko terjadinya kanker testis sangatlah tinggi pada usia Tn. Rian.
Lagipula, jika tetap dilakukan orchiopexy, tingkat fertilitas Tn. Rian kurang lebih
akan tetap sama sehingga hasilnya tidak akan begitu signifikan.

Disarankan kepada pasien untuk mengikuti fertilisasi in vitro dengan metode ICSI (intra
cytoplasmic sperm injection).
Diagnosis infertilitas:

Anamnesis

Pemeriksaan fisik untuk mencari adanya kelainan


pertumbuhan fisik, kelainan nutrisi, kelainan
hormonal, dan tanda seks sekunder.

Analisis Penilaian saat ovulasi:


Suhu basal tubuh
semen
Uji lendir serviks dan tes daun pakis
(fern test)

Sitologi vagina

Biopsi endometrium (mikrokuret)

Skema penatalaksanaan
Uji pasca infertilitas
senggama (kapita selekta UI hal 390)
Faktor imunologi
Infeksi TORCH dan klamidia
Analisa penetrasi sperma

Suami dirujuk ke
urolog Uji patensi tuba
Atau Histerosalpingografi
endokrinolog laparoskopi
sesuai indikasi

Pembedahan untuk koreksi


kelainan
Inseminasi buatan
Injeksi ovulasi
Pengkajian endokrin

Bantuan teknologi reproduksi,


misalnya: in vitro fertilization
(IVF)
11.Prognosis dan Komplikasi

Prognosis

Dilihat dari usia Mr. Rian yang sudah 35 tahun dan Mrs. Irma 33 tahun, serta keadaan
crytozoospermia makan prognosisnya dubia et malam.

Komplikasi

• Keganasan pada testes

• Torsio testes

• Masalah psikologi

12. Kompetensi Dokter Umum

• Undescended testes / cryptorchidism (3A)


• 3a. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yag diminta oleh dokter (misalnya :
pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan
memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan
kasus gawat darurat).

LAPORAN TUTORIAL 4

Mrs. Irma dan Mr. Rian

BLOK 17

Kelompok:
Fadhillah Sari

Abdul Gofar

Sakinah Wenti S.

Delfa Sagita

Elliza

Fierlindo Angga P.

Ayeshah Augusta R.

Andi Putra Siregar

Novalina Kaban

Jaudeen

Khairunnisa

Chandrika

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

You might also like