You are on page 1of 32

PAPER RISET OPERASIONAL

OPTIMALISASI PELAKSANAAN KEGIATAN DISTRIBUSI


SUBSIDI MINYAK GORENG BAGI MASYARAKAT
BERPENGHASILAN RENDAH DI KOTA DEPOK

RISMA SIHOMBING
05091002007

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA
2010
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Masalah pemrograman linear dengan adanya variabel yang dibatasi dapat
diselesaikan dengan menggunakan metode simpleks untuk variabel yang dibatasi.
Metode simpleks tersebut akan disajikan dalam bentuk tabel yang kemudian
disebut tabel simpleks untuk mempermudah perhitungan simpleks. Tabel
simpleks yang telah optimal merupakan dasar untuk melakukan pemrograman
linear parametrik. Pemrograman linear parametrik membutuhkan perhitungan

tambahan pada tabel simpleks tersebut untuk perubahan pada ,

begitu juga perhitungan untuk perubahan pada agar dapat menentukan


sebagai penyelesaian layak basis baru.
Metode simpleks untuk variabel yang dibatasi dilakukan dengan tiga
langkah simpleks yaitu langkah awal untuk mencari penyelesaian layak basis
awal, uji optimalitas untuk menentukan apakah penyelesaian layak basis yang
diperoleh sudah mengoptimalkan nilai fungsi tujuan, dan langkah iterasi untuk
mencari penyelesaian layak basis lain yang lebih baik, yang akan mengoptimalkan
fungsi tujuan. Tabel simpleks dikatakan optimal pada kasus memaksimalkan jika
untuk semua variabel non-basis sedangkan pada kasus
meminimalkan jika untuk semua variabel non-basis.
Selain itu, untuk semua variabel basis. Pemrograman
linear parametrik untuk perubahan pada dapat dilakukan hingga kondisi

sedangkan untuk perubahan pada dapat dilakukan


selama penyelesaian layak basis baru masih memenuhi kondisi layak yaitu

2. Tujuan
Penulisan paper ini bertujuan untuk mengetahui langkah-langkah dalam
menentukan penyelesaian optimal masalah pemrograman linear yang mencangkup
adanya variabel yang dibatasi dengan menggunakan metode simpleks untuk
variabel yang dibatasi. Selanjutnya adalah dapat melakukan pemrograman linear
parametrik apabila terjadi perubahan nilai parameter sebagai suku tetap tak
negatif dan sebagai koefisien ongkos pada masalah optimalisasi
pemrograman linear dengan adanya variabel yang dibatasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Salah satu teknik penentuan solusi optimal yang digunakan dalam


pemrograman linier adalah metode simpleks. Penentuan solusi optimal
menggunakan metode simpleks didasarkan pada teknik eleminasi Gauss Jordan.
Penentuan solusi optimal dilakukan dengan memeriksa titik ekstrim satu per satu
dengan cara perhitungan iteratif. Sehingga penentuan solusi optimal dengan
simpleks dilakukan tahap demi tahap yang disebut dengan iterasi. Iterasi ke-i
hanya tergantung dari iterasi sebelumnya (i-1).
Ada beberapa istilah yang sangat sering digunakan dalam metode
simpleks, diantaranya :
1. Iterasi adalah tahapan perhitungan dimana nilai dalam perhitungan itu
tergantung dari nilai tabel sebelumnya.
2. Variabel non basis adalah variabel yang nilainya diatur menjadi nol pada
sembarang iterasi. Dalam terminologi umum, jumlah variabel non basis
selalu sama dengan derajat bebas dalam sistem persamaan.
3. Variabel basis merupakan variabel yang nilainya bukan nol pada
sembarang iterasi. Pada solusi awal, variabel basis merupakan variabel
slack (jika fungsi kendala merupakan pertidaksamaan ≤ ) atau variabel
buatan (jika fungsi kendala menggunakan pertidaksamaan ≥ atau =).
Secara umum, jumlah variabel basis selalu sama dengan jumlah fungsi
pembatas (tanpa fungsi non negatif).
4. Solusi atau nilai kanan merupakan nilai sumber daya pembatas yang
masih tersedia. Pada solusi awal, nilai kanan atau solusi sama dengan
jumlah sumber daya pembatas awal yang ada, karena aktivitas belum
dilaksanakan.
5. Variabel slack adalah variabel yang ditambahkan ke model matematik
kendala untuk mengkonversikan pertidaksamaan ≤ menjadi persamaan
(=). Penambahan variabel ini terjadi pada tahap inisialisasi. Pada solusi
awal, variabel slack akan berfungsi sebagai variabel basis.
6. Variabel surplus adalah variabel yang dikurangkan dari model
matematik kendala untuk mengkonversikan pertidaksamaan ≥ menjadi
persamaan (=). Penambahan ini terjadi pada tahap inisialisasi. Pada solusi
awal, variabel surplus tidak dapat berfungsi sebagai variabel basis.
7. Variabel buatan adalah variabel yang ditambahkan ke model matematik
kendala dengan bentuk ≥ atau = untuk difungsikan sebagai variabel basis
awal. Penambahan variabel ini terjadi pada tahap inisialisasi. Variabel ini
harus bernilai 0 pada solusi optimal, karena kenyataannya variabel ini
tidak ada. Variabel hanya ada di atas kertas.
8. Kolom pivot (kolom kerja) adalah kolom yang memuat variabel masuk.
Koefisien pada kolom ini akn menjadi pembagi nilai kanan untuk
menentukan baris pivot (baris kerja).
9. Baris pivot (baris kerja) adalah salah satu baris dari antara variabel basis
yang memuat variabel keluar.
10. Elemen pivot (elemen kerja) adalah elemen yang terletak pada
perpotongan kolom dan baris pivot. Elemen pivot akan menjadi dasar
perhitungan untuk tabel simpleks berikutnya.
11. Variabel masuk adalah variabel yang terpilih untuk menjadi variabel
basis pada iterasi berikutnya. Variabel masuk dipilih satu dari antara
variabel non basis pada setiap iterasi. Variabel ini pada iterasi berikutnya
akan bernilai positif.
12. Variabel keluar adalah variabel yang keluar dari variabel basis pada
iterasi berikutnya dan digantikan oleh variabel masuk. Variabel keluar
dipilih satu dari antara variabel basis pada setiap iiterasi. Variabel ini pada
iterasi berikutnya akan bernilai nol.

BENTUK BAKU
Sebelum melakukan perhitungan iteratif untuk menentukan solusi optimal,
pertama sekali bentuk umum pemrograman linier dirubah ke dalam bentuk baku
terlebih dahulu. Bentuk baku dalam metode simpleks tidak hanya mengubah
persamaan kendala ke dalam bentuk sama dengan, tetapi setiap fungsi kendala
harus diwakili oleh satu variabel basis awal. Variabel basis awal menunjukkan
status sumber daya pada kondisi sebelum ada aktivitas yang dilakukan. Dengan
kata lain, variabel keputusan semuanya masih bernilai nol. Dengan demikian,
meskipun fungsi kendala pada bentuk umum pemrograman linier sudah dalam
bentuk persamaan, fungsi kendala tersebut masih harus tetap berubah.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat bentuk baku,
yaitu :
1. Fungsi kendala dengan pertidaksamaan ≤ dalam bentuk umum, dirubah
menjadi persamaan (=) dengan menambahkan satu variabel slack.
2. Fungsi kendala dengan pertidaksamaan ≥ dalam bentuk umum, dirubah
menjadi persamaan (=) dengan mengurangkan satu variabel surplus.
3. Fungsi kendala dengan persamaan dalam benttuk umum,ditambahkan satu
artificial variabel (variabel buatan).

Perhatikan kasus A berikut :


Fungsi tujuan : minimumkan z = 2 x1 + 5.5 x2
Kendala :
x1 + x2 = 90
0.001 x1 + 0.002 x2 ≤ 0.9
0.09 x1 + 0.6 x2 ≥ 27
0.02 x1 + 0.06 x2 ≤ 4.5
x1, x2 ≥ 0
Bentuk di atas adalah bentuk umum pemrograman liniernya. Kedalam bentuk
baku, model matematik tersebut akan berubah menjadi :
Fungsi tujuan : minimumkan z = 2 x1 + 5.5 x2
Kendala :
x1 + x2 + s1 = 90
0.001 x1 + 0.002 x2 + s2 = 0.9
0.09 x1 + 0.6 x2 – s3 + s4 = 27
0.02 x1 + 0.06 x2 + s5 = 4.5
x1, x2 , s1, s2, s3, s4, s5 ≥ 0

Fungsi kendala pertama mendapatkan variable buatan (s1), karena bentuk


umumnya sudah menggunakan bentuk persamaan. Fungsi kendala kedua dan
keempat mendapatkan variabel slack (s2 dan s5) karena bentuk umumnya
menggunakan pertidaksamaan ≤, sedangkan fungsi kendala ketiga mendapatkan
variabel surplus (s3) dan variabel buatan (s4) karena bentuk umumnya
menggunakan pertidaksamaan ≥.

Perhatikan pula kasus B berikut ini :


Maksimumkan z = 2x1 + 3x2
Kendala :
10 x1 + 5 x2 ≤ 600
6 x1 + 20 x2 ≤ 600
8 x1 + 15 x2 ≤ 600
x1, x2 ≥

Bentuk di atas juga merupakan bentuk umum. Perubahan ke dalam bentuk baku
hanya membutuhkan variabel slack, karena semua fungsi kendala menggunakan
bentuk pertidaksamaan ≤ dalam bentuk umumnya. Maka bentuk bakunya adalah
sebagai berikut :
Maksimumkan z = 2x1 + 3x2 + 0s1 + 0s2 + 0s3
Kendala :
10 x1 + 5 x2 + s1 = 600
6 x1 + 20 x2 + s2 = 600
8 x1 + 15 x2 + s3 = 600
x1, x2 , s1 , s2 , s3 ≥ 0
s1 , s2 , s3 merupakan variable slack.

PEMBENTUKAN TABEL SIMPLEKS


Dalam perhitungan iterative, kita akan bekerja menggunakan tabel. Bentuk
baku yang sudah diperoleh, harus dibuat ke dalam bentuk tabel.
Semua variabel yang bukan variabel basis mempunyai solusi (nilai kanan) sama
dengan nol dan koefisien variabel basis pada baris tujuan harus sama dengan 0.
Oleh karena itu kita harus membedakan pembentukan tabel awal berdasarkan
variabel basis awal. Dalam sub bab ini kita hanya akan memperhatikan
fungsikendala yang menggunakan variabel slack dalam bentuk bakunya,
sedangkan yang menggunakan variabel buatan akan dibahas pada sub bab lainnya.

Gunakan kasus B di atas, maka tabel awal simpleksnya adalah :


VB X1 X2 S1 S2 S3 solusi
Z -2 -3 0 0 0 0
S1 10 5 1 0 0 600
S2 6 20 0 1 0 600
S3 8 15 0 0 1 600

LANGKAH-LANGKAH PENYELESAIAN
Langkah-langkah penyelesaian adalah sebagai berikut :
1. Periksa apakah tabel layak atau tidak. Kelayakan tabel simpleks dilihat
dari solusi (nilai kanan). Jika solusi ada yang bernilai negatif, maka tabel
tidak layak. Tabel yang tidak layak tidak dapat diteruskan untuk
dioptimalkan.
2. Tentukan kolom pivot. Penentuan kolom pivot dilihat dari koefisien fungsi
tujuan (nilai di sebelah kanan baris z) dan tergantung dari bentuk tujuan.
Jika tujuan maksimisasi, maka kolom pivot adalah kolom dengan
koefisien paling negatif. Jika tujuan minimisasi , maka kolom pivot adalah
kolom dengan koefisien positif terbesar. Jika kolom pivot ditandai dan
ditarik ke atas, maka kita akan mendapatkan variabel keluar. Jika nilai
paling negatif (untuk tujuan maksimisasi) atau positif terbesar (untuk
tujuan minimisasi) lebih dari satu, pilih salah satu secara sembarang.
3. Tentukan baris pivot. Baris pivot ditentukan setelah membagi nilai solusi
dengan nilai kolom pivot yang bersesuaian (nilai yang terletak dalam satu
baris). Dalam hal ini, nilai negatif dan 0 pada kolom pivot tidak
diperhatikan, artinya tidak ikut menjadi pembagi. Baris pivot adalah baris
dengan rasio pembagian terkecil. Jika baris pivot ditandai dan ditarik ke
kiri, maka kita akan mendapatkan variabl keluar. Jika rasio pembagian
terkecil lebih dari satu, pilih salah sau secara sembarang.
4. Tentukan elemen pivot. Elemen pivot merupakan nilai yang terletak pada
perpotongan kolom dan baris pivot.
5. Bentuk tabel simpleks baru. Tabel simpleks baru dibentuk dengan pertama
sekali menghitung nilai baris pivot baru. Baris pivot baru adalah baris
pivot lama dibagi dengan elemen pivot. Baris baru lainnya merupakan
pengurangan nilai kolom pivot baris yang bersangkutan dikali baris pivot
baru dalam satu kolom terhadap baris lamanya yang terletak pada kolom
tersebut.
6. Periksa apakah tabel sudah optimal. Keoptimalan tabel dilihat dari
koefisien fungsi tujuan (nilai pada baris z) dan tergantung dari bentuk
tujuan. Untuk tujuan maksimisasi, tabel sudah optimal jika semua nilai
pada baris z sudah positif atau 0. Pada tujuan minimisasi, tabel sudah
optimal jika semua nilai pada baris z sudah negatif atau 0. Jika belum,
kembali ke langkah no. 2 , jika sudah optimal baca solusi optimalnya.

Selesaikan kasus berikut ini menggunakan metode simpleks :


Maksimum z = 8 x1 + 9 x2 + 4x3
Kendala :
x1 + x2 + 2x3 ≤ 2
2x1 + 3x2 + 4x3 ≤ 3
7x1 + 6x2 + 2x3 ≤ 8
x1,x2,x3 ≥ 0
Penyelesaian :
Bentuk bakunya adalah :
Maksimum z = 8 x1 + 9 x2 + 4x3 + 0s1 + 0s2 + 0s3 atau
z - 8 x1 - 9 x2 - 4x3 + 0s1 + 0s2 + 0s3 = 0

Kendala :
x1 + x2 + 2x3 + s1 = 2
2x1 + 3x2 + 4x3 + s2 = 3
7x1 + 6x2 + 2x3 + s3 = 8
x1,x2,x3 ,s1 , s2 , s3 ≥ 0

Solusi / table awal simpleks :


VB X1 X2 X3 S1 S2 S3 NK Rasio
Z -8 -9 -4 0 0 0 0
S1 1 1 2 1 0 0 2
S2 2 3 4 0 1 0 3
S3 7 6 2 0 0 1 8

Karena nilai negative terbesar ada pada kolom X2, maka kolom X2 adalah kolom
pivot dan X2 adalah variabel masuk. Rasio pembagian nilai kanan dengan kolom
pivot terkecil adalah 1 bersesuaian dengan baris s 2, maka baris s2 adalah baris
pivot dan s2 adalah varisbel keluar. Elemen pivot adalah 3.

VB X1 X2 X3 S1 S2 S3 NK Rasio
Z -8 -9 -4 0 0 0 0
S1 1 1 2 1 0 0 2 2
S2 2 3 4 0 1 0 3 1
S3 7 6 2 0 0 1 8 8/6

Iterasi 1
Nilai pertama yang kita miliki adalah nilai baris pivot baru (baris x 2). Semua nilai
pada baris s2 pada tabel solusi awal dibagi dengan 3 (elemen pivot).
VB X1 X2 X3 S1 S2 S3 NK Rasio
Z
S1
x2 2/3 1 4/3 0 1/3 0 1
S3

Perhitungan nilai barisnya :


Baris z :
-8 -9 -4 0 0 0 0
-9 ( 2/3 1 4/3 0 1/3 0 1) -
-2 0 8 0 3 0 9

Baris s1 :
1 1 2 1 0 0 2
1 (2/3 1 4/3 0 1/3 0 1)-
1/3 0 2/3 1 -1/3 0 1

Baris s3 :
7 6 2 0 0 1 8
6 ( 2/3 1 4/3 0 1/3 0 1)-
3 0 -6 0 -2 1 2

Maka tabel iterasi 1 ditunjukkan tabel di bawah. Selanjutnya kita periksa apakah
tabel sudah optimal atau belum. Karena nilai baris z di bawah variabel x 1 masih
negatif, maka tabel belum optimal. Kolom dan baris pivotnya ditandai pada tabel
di bawah ini :
VB X1 X2 X3 S1 S2 S3 NK Rasio
Z -2 0 8 0 3 0 9 -
S1 1/3 0 2/3 1 -1/3 0 1 3
X2 2/3 1 4/3 0 1/3 0 1 3/2
S3 3 0 -6 0 -2 1 2 2/3

Variabel masuk dengan demikian adalah X1 dan variabel keluar adalah S3 . Hasil
perhitungan iterasi ke 2 adalah sebagai berikut :
Iterasi 2 :
VB X1 X2 X3 S1 S2 S3 NK Rasio
Z 0 0 4 0 5/3 2/3 31/3
S1 0 0 4/3 1 -1/9 -1/9 7/9
X2 0 1 8/3 0 7/9 -2/9 5/9
X1 1 0 -2 0 -2/3 1/3 2/3

Tabel sudah optimal, sehingga perhitungan iterasi dihentikan !


Perhitungan dalam simpleks menuntut ketelitian tinggi, khususnya jika
angka yang digunakan adalah pecahan. Pembulatan harus diperhatikan dengan
baik. Disarankan jangan menggunakan bentuk bilangan desimal, akan lebih teliti
jika menggunakan bilangan pecahan. Pembulatan dapat menyebabkan iterasi lebih
panjang atau bahkan tidak selesai karena ketidaktelitian dalam melakukan
pembulatan.
Perhitungan iteratif dalam simpleks pada dasarnya merupakan
pemeriksaan satu per satu titik-titik ekstrim layak pada daerah penyelesaian.
Pemeriksaan dimulai dari kondisi nol (dimana semua aktivitas/variabel keputusan
bernilai nol). Jika titik ekstrim berjumlah n, kemungkinan terburuknya kita akan
melakukan perhitungan iteratif sebanyak n kali.

MEMBACA TABEL OPTIMAL


Membaca tabel optimal adalah bagian penting bagi pengambil keputusan.
Ada beberapa hal yang bisa dibaca dari table optimal :
1. Solusi optimal variable keputusan
2. Status sumber daya
3. harga bayangan (dual/shadow prices).

Menggunakan table optimal :


VB X1 X2 X3 S1 S2 S3 NK
Z 0 0 4 0 5/3 2/3 31/3
S1 0 0 4/3 1 -1/9 -1/9 7/9
X2 0 1 8/3 0 7/9 -2/9 5/9
X1 1 0 -2 0 -2/3 1/3 2/3
Solusi optimal X1 = 2/3, X2 = 5/9 , X3 = 0 dan Z = 31/3, artinya untuk
mendapatkan keuntungan maksimum sebesar $ 31/3 , maka perusahaan sebaiknya
menghasilkan produk 1 sebesar 2/3 unit dan produk 2 sebesar 5/9 unit.

Status sumber daya :


Sumber daya pertama dilihat dari keberadaan variable basis awal dari
setiap fungsi kendala pada table optimal. Dalam kasus di atas, untuk fungsi
kendala pertama periksa keberadaan S1 pada variable basis table optimal. Periksa
keberadaan S2 pada variable basis table optimal untuk fungsi kendala kedua.
Periksa keberadaan S3 pada variable basis table optimal untuk fungsi kendala
ketiga.
S1 = 7/9. Sumber daya ini disebut berlebih (abundant)
S2 = S3 = 0. Kedua sumber daya ini disebut habis terpakai (scarce).

Harga bayangan :
Harga bayangan dilihat dari koefisien variable slack atau surplus pada
baris fungsi tujuan.
Koefisien S1 pada baris fungsi tujuan table optimal = 0, dengan demikian
harga bayangan sumber daya pertama adalah 0
Koefisien S2 pada baris fungsi tujuan table optimal = 5/3, dengan demikian
harga bayangan sumber daya kedua adalah 5/3
Koefisien S3 pada baris fungsi tujuan table optimal = 2/3, dengan demikian
harga bayangan sumber daya kedua adalah 2/3.
BAB III
PEMBAHASAN

Penelitian ini betujuan mengetahui masalah-masalah yang terjadi pada


kegiatan penyaluran subsidi minyak goreng bagi masyarakat berpenghasilan
rendah di kota Depok, dan alur pengadaan serta distribusinya, memberikan
usulan perbaikan dari permasalahan-permasalahan tersebut agar subsidi minyak
goreng dapat sampai tepat sasaran, serta mengetahui alokasi seluruh kapasitas
yang tepat dan biaya transportasi yang optimal untuk mendistribusikan minyak
goreng bersubsidi. Digunakan metode wawancara sebagai alat pengumpulan data,
untuk kemudian diproses dan dilakukan analisis terhadap pelaksanaan kegiatan
subsidi minyak goreng, alur pengadaan dan distribusi, dan biaya transportasi dari
distribusi minyak goreng bersubsidi. Usulan perbaikan mencakup perubahan titik
serah barang, serta alur pengadaan dan distribusi. Berdasarkan perhitungan biaya
transportasi untuk distribusi minyak goreng dengan menggunakan metode
simpleks, diperoleh total biaya sebesar Rp. 3.463.432.
Minyak sawit mentah merupakan salah satu komoditas pertanian yang
menjadi andalan di Indonesia. Minyak sawit mentah digunakan untuk bahan baku
oleh industri lainnya sebagai produk turunan, salah satunya adalah minyak
goreng. Pasokan minyak sawit yang kontinyu ikut menjaga kestabilan harga dari
minyak goreng. Ini merupakan hal penting karena minyak goreng merupakan
salah satu dari sembilan bahan pokok kebutuhan masyarakat sehingga harganya
harus terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
Harga minyak sawit mentah yang naik di pasar dunia membuat Indonesia
sebagai salah satu pengekspor minyak sawit mentah terbesar di dunia
diuntungkan. Para pengusaha yang bergerak di bisnis kelapa sawit lebih senang
mengekspor produknya ke luar negeri daripada ke pasar domestik. Karena terlalu
banyak diekspor, akhirnya pasokan minyak sawit di dalam negeri menjadi
berkurang. Harga minyak goreng pun melambung tinggi. Yang paling merasakan
dampak kenaikan harga minyak goreng adalah keluarga miskin dan pengusaha
kecil yang bergerak di bidang makanan.
Sebagai bentuk tanggap dan pedulinya terhadap keadaan ini, pemerintah
memberikan subsidi minyak goreng kepada keluarga miskin. Dinas Perindustrian
dan Perdagangan (Disperindag) kota Depok merupakan salah satu lembaga yang
memiliki tugas dan tanggung jawab atas pelaksanaan penyaluran subsidi minyak
goreng di kota Depok. Oleh karena subsidi minyak goreng ini baru pertama kali
dilaksanakan di kota Depok, maka penerapan manajemen pengadaan dan
distribusi yang baik perlu dilakukan agar subsidi minyak goreng tersebut dapat
terlaksana dengan baik.
Tujuan dari penelitian ini adalah memperbaiki alur pengadaan dan
distribusi subsidi minyak goreng di kota Depok. Perbaikan ini diharapkan dapat
membuat keteraturan terhadap pelaksanaan penyaluran subsidi dan subsidi
minyak goreng dapat tepat sasaran.

Definisi Logistik
Setiap organisasi mengantarkan produk kepada pelanggannya. Secara
sederhana produk tersebut salah satunya digambarkan sebagai barang atau jasa.
Pada perusahaan terdapat operasi-operasi untuk membuat dan mengantarkan
produk tersebut. Operasi-operasi tersebut menggunakan masukan yang
bermacam-macam dan mengubahnya menjadi keluaran yang diinginkan.
Masukan-masukan tersebut diantaranya adalah bahan mentah, komponen,
manusia, peralatan, informasi, uang, dan sumber daya lainnya. Operasi meliputi
manufaktur, pelayanan, transportasi, penjualan, pelatihan, dan masih banyak lagi.
Keluaran yang utama adalah barang dan jasa.
Produk yang dibuat sampai kepada pelanggannya melalui daur seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 menunjukkan pelanggan menimbulkan permintaan produk, melalui


operasi dengan menggunakan sumber daya yang ada, dibuatlah produk yang
memuaskan pelanggan. Logistik menggerakkan material di sekitar daur tersebut,
sehingga logistik didefinisikan sebagai fungsi yang bertanggung jawab atas aliran
material dari pemasok sampai ke perusahaan, melalui operasi dalam perusahaan,
kemudian keluar menuju ke pelanggan.
Logistik adalah proses yang membuat nilai dengan pemilihan waktu dan
posisi persediaan, yang merupakan kombinasi dari manajemen pemesanan suatu
perusahaan, persediaan, transportasi, pergudangan, penanganan material, dan
pengemasan sebagai gabungan keseluruhan suatu jaringan fasilitas.
Logistik adalah disiplin yang berkaitan dengan pengadaan (procurement),
penyimpanan (storage), dan pengantaran barang (delivery) sesuai dengan jenis,
jumlah, waktu, dan tempat yang dikehendaki konsumen dari titik asal ke titik
tujuan. Dari definisi tersebut, maka dapat diketahui bahwa yang menjadi obyek
dari logistik adalah barang, dengan aktivitas didalamnya berupa pengadaan,
penyimpanan, dan pengantaran, serta mempunyai misi yang harus dicapai yaitu
barang yang sesuai, waktu dan tempat yang tepat.
Pada prinsipnya kegiatan suatu sistem logistik berkaitan dengan
penyampaian barang/produk dari suatu titik asal (point of origin) ke titik tujuan
(point of destination) sesuai dengan jenis, jumlah, dan waktu yang diinginkan
konsumennya. Menurut Bowersox & Closs (1996), siklus logistik meliputi siklus
pengadaan barang (procurement cycle), fabrikasi barang (manufacturing cycle),
dan distribusi barang (physical distribution cycle).
Kerja Logistik
Tujuan dari logistik adalah untuk membantu pengadaan, manufaktur, dan
keperluan operasional distribusi pemasaran. Dalam sejarahnya, pentingnya
informasi yang akurat dari performansi logistik kurang diperhatikan. Meskipun
banyak aspek informasi yang penting dalam operasi logistik, pengolahan data
pemesanan merupakan hal yang paling utama. Teknologi informasi saat ini
mampu untuk menangani sebagian besar permintaan yang dibutuhkan oleh
pelanggan. Saat dibutuhkan, informasi mengenai pemesanan dapat diperoleh
pada saat itu juga. Peramalan dan komunikasi mengenai kebutuhan pelanggan
adalah dua area kerja logistik yang dikemudikan oleh informasi.
Transportasi adalah area operasional logistik yang memindahkan dan
menempatkan inventori secara geografis. Kebutuhan transportasi dapat dipenuhi
melalui tiga cara dasar. Pertama dengan mengoperasikan armada pribadi, kedua
dengan membuat kontrak yang ditujukan kepada spesialis pengangkutan, dan
yang ketiga dengan menyewa perusahaan pengangkutan yang lebih besar, yang
menyediakan jasa pengangkutan yang berbeda-beda dalam setiap pengirimannya.
Dari sudut pandang sistem logistik, tiga faktor dasar yang berpengaruh dalam
performansi transportasi adalah biaya, kecepatan, dan konsistensi.
Pergudangan, penanganan material, dan pengemasan juga merupakan
bagian integral dari area logistik. Sebagai contoh, inventori secara khusus perlu
disimpan dalam gudang selama waktu proses logistik. Kendaraan transportasi
dibutuhkan dalam penanganan material untuk efisiensi pemuatan atau bongkar
muat barang. Terakhir, produk-produk yang tersendiri ditangani dengan efisien
saat dikemas bersama dalam kotak-kotak pengiriman atau dalam satuan unit muat
lainnya.

Operasi-operasi Logistik
Operasi-operasi logistik dibagi dalam tiga area yaitu distribusi pasar,
fabrikasi, dan pengadaan. Operasi logistik dimulai dengan pengiriman awal suatu
material atau komponen dari pemasok dan diselesaikan dengan pengantaran
produk yang sudah diproses ke pelanggan. Proses perpindahan barang dianggap
tidak produktif bila tidak terjadi penambahan nilai produk atau perubahan fisik
barang, misal kemasan atau volume isi. Distribusi pasar adalah perpindahan
produk akhir ke tangan pelanggan. Tujuan utama dari distribusi pasar adalah
untuk membantu peningkatan pendapatan dengan menyediakan strategi yang
dibutuhkan dalam pelayanan pelanggan pada total biaya yang terendah.
Fabrikasi adalah aktivitas yang berhubungan dengan perencanaan, penjadwalan,
dan operasi-operasi pendukung manufaktur lainnya. Membutuhkan jadwal induk
produksi dan performansi penyimpanan, penanganan, transportasi, penyortiran
barang setengah jadi, dan pengurutan komponen-komponen.
Pengadaan adalah aktivitas yang berhubungan dengan mendapatkan
produk atau material dari pemasok luar. Membutuhkan perencanaan sumber
daya, pasokan sumber daya, negoisasi, penempatan pesanan, transportasi,
penerimaan dan inspeksi, penyimpanan dan penanganan, dan jaminan kualitas.
Tujuan utama pengadaan adalah untuk membantu fabrikasi atau menjual kembali
dengan menyediakan pembelian yang tepat waktu pada total harga terendah.

Perbedaan Manajemen Logistik dengan Manajemen Rantai Pasokan


Manajemen rantai pasokan pada hakikatnya adalah perluasan dan
pengembangan konsep dan arti manajemen logistik. Kalau manajemen logistik
mengurusi arus barang, termasuk pembelian, pengendalian tingkat persediaan,
pengangkutan, penyimpanan, dan distribusi dalam satu perusahaan, maka
manajemen rantai pasokan mengurusi hal yang sama tetapi meliputi
antarperusahaan yang berhubungan dengan arus barang, mulai dari bahan
mentah sampai dengan barang jadi yang dibeli dan digunakan oleh pelanggan.
Oleh karena itu, pada hakikatnya manajemen rantai pasokan adalah integrasi
lebih lanjut dari manajemen logistik antar perusahaan yang terkait.
Manajemen logistik adalah suatu proses strategis yang menangani
pengadaan, pergerakan dan penyimpanan material, komponen, dan barang jadi
(dan aliran informasi yang berkaitan dengannya) melalui organisasi dan jaringan
pemasarannya. Dengan demikian keuntungan saat ini dan di masa mendatang
menjadi maksimal karena biaya pemesanan yang efektif terpenuhi.
Rantai pasokan adalah suatu tempat sistem organisasi menyalurkan barang
produksi dan jasanya kepada para pelanggannya. Jadi dapat diartikan bahwa
manajemen rantai pasokan merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk
mengintegrasikan secara efisien pemasok (suppliers), pabrik (manufactures),
gudang (warehouses), dan penyimpanan (stores), dengan demikian barang
dagangan itu diproduksi dan didistribusikan dengan kuantitas yang tepat, untuk
lokasi yang tepat dan waktu yang tepat.
Dari definisi di atas, dapat dinyatakan persamaan dan perbedaan antara
manajemen logistik dengan manajemen rantai pasokan. Persamaannya adalah
keduanya menyangkut pengelolaan arus barang atau jasa, menyangkut
pengelolaan mengenai pembelian, pergerakan, penyimpanan, pengangkutan,
admninistrasi, dan penyaluran barang, serta keduanya menyangkut usaha untuk
meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan barang. Perbedaan dari
manajemen logistik dengan manajemen rantai pasokan dapat dilihat dalam Tabel
2.1.

Metode Simpleks
Salah satu teknik penentuan solusi optimal yang digunakan dalam
pemrograman linier adalah metode simpleks. Penentuan solusi optimal
menggunakan metode simpleks didasarkan pada teknik eleminasi Gauss Jordan.
Penentuan solusi optimal dilakukan dengan memeriksa titik ekstrim satu per satu
dengan cara perhitungan iteratif. Sehingga penentuan solusi optimal dengan
simpleks dilakukan tahap demi tahap yang disebut dengan iterasi. Iterasi ke-i
hanya tergantung dari iterasi sebelumnya (i-1).
Sebelum melakukan perhitungan iteratif untuk menentukan solusi optimal,
pertama sekali bentuk umum pemrograman linier dirubah ke dalam bentuk baku
terlebih dahulu. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat
bentuk baku, yaitu :
1. Fungsi kendala dengan pertidaksamaan ≤ dalam bentuk umum, dirubah
menjadi persamaan (=) dengan menambahkan satu variabel slack.
2. Fungsi kendala dengan pertidaksamaan ≥ dalam bentuk umum, dirubah
menjadi persamaan (=) dengan mengurangkan satu variabel surplus.
3. Fungsi kendala dengan persamaan dalam bentuk umum, ditambahkan
satu artificial variabel (variabel buatan).

METODE PENELITIAN
Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara.
Observasi dilakukan untuk mendapatkan data jumlah keluarga miskin, target
penyaluran subsidi, realisasi penyaluran subsidi, alokasi minyak goreng dari
beberapa agen ke kecamatan-kecamatan di Depok, dan biaya transportasi
distribusi minyak goreng bersubsidi. Wawancara dilakukan untuk mengetahui
tahapan subsidi, jalannya pelaksanaan penyaluran subsidi minyak goreng, dan
keluhan terhadap pelaksanaan subsidi yang telah berjalan.
Analisis terhadap data yang telah dikumpulkan dilakukan dengan
mempelajari rantai pengadaan dan sistem distribusi yang telah berjalan, jaringan
distribusi, dan proses bisnis yang ada. Dari analisis tersebut dapat disimpulkan
permasalahan apa saja yang terjadi dalam pelaksanaan penyaluran subsidi. Saran
perbaikan dibuat berdasarkan berbagai kesimpulan yang diperoleh dan
diwujudkan dalam bentuk usulan perbaikan, agar dapat diimplementasikan
kemudian sehingga optimalisasinya dapat tercapai.

Kajian Rantai Pengadaan dan Distribusi Saat Ini


Gambaran kegiatan pengadaan dan distribusi minyak goreng tersebut
dapat dilihat pada Gambar 4.1. Berdasarkan pengumpulan data dan tahapan
wawancara yang dilakukan di Disperindag, kantor kecamatan, kantor kelurahan,
agen minyak goreng, dan masyarakat, dapat diketahui alur distribusi minyak
goreng bersubsidi. Disperindag mengirimkan surat permintaan penyediaan
minyak goreng kepada agen minyak goreng yang telah bekerja sama dengan
pihak Disperindag. Pihak agen minyak goreng menindaklanjuti surat permintaan
pengiriman minyak goreng bersubsidi dengan mengirimkan minyak goreng ke
titik serah pada waktu yang ditentukan sejumlah yang dipesan oleh Disperindag.
Pasokan minyak goreng yang telah dikirimkan ke Disperindag kemudian
disalurkan ke kantor kecamatan untuk kemudian diteruskan ke kantor kelurahan.
Pihak kelurahan kemudian memilih lokasi pelaksanaan pemberian minyak goreng
bersubsidi pada lokasi-lokasi strategis yang mudah dicapai oleh warga.

Permasalahan dalam Kegiatan Pengadaan dan Distribusi Minyak Goreng


Bersubsidi
Masalah yang menyangkut teknis pelaksanaan subsidi minyak goring
sudah terlihat sejak tahap sosialisasi kegiatan dan pembagian kupon subsidi
minyak goreng. Walaupun besaran subsidi sebesar Rp. 2.500,- dirasakan sebagian
besar warga masih terlampau kecil, namun kegiatan penyaluran subsidi minyak
goreng selalu diminati oleh warga. Berdasarkan Petunjuk Teknis Pelaksanaan,
ditetapkan bahwa penyaluran subsidi minyak Goreng ditujukan kepada
masyarakat berpenghasilan rendah.
Pada kasus ini seharusnya warga yang menerima kupon subsidi minyak
goreng adalah warga yang digolongkan sebagai masyarakat berpenghasilan
rendah yang pendapatan perseorangan dalam satu bulan dibawah Rp. 1.098.560,-
untuk daerah perkotaan, dan Rp. 709.500,- untuk daerah pedesaan (Depdagri,
2008). Namun pada kenyataan di lapangan, penetapan jumlah calon penerima
kupon minyak goreng pada tingkat kecamatan dan kelurahan didasarkan pada
standar yang beragam oleh masing-masing daerah. Sebagian besar kelurahan di
kota depok menetapkan jumlah calon penerima subsidi minyak goreng
berdasarkan pada jumlah penerima beras miskin, ada pula kantor kelurahan yang
menetapkan berdasarkan 7 kriteria warga miskin yang ditetapkan oleh
Pemerintah Kota Depok, dan terdapat pula kelurahan yang menggunakan data
warga miskin versi Badan Pusat Statistik kota Depok.
Masalah yang muncul akibat kurangnya sosialisasi kegiatan adalah
banyaknya warga yang salah persepsi mengenai besaran subsidi pada kegiatan
penyaluran subsidi minyak goreng. Warga mengira bahwa besaran subsidi Rp.
5000,- yang tertera pada kupon adalah harga yang ditetapkan untuk memperoleh
dua liter minyak goreng.
Masalah lain yang terjadi adalah banyaknya warga yang walaupun
memiliki kupon pembelian, namun tidak datang ke lokasi penjualan minyak
goreng bersubsidi. Tidak berminatnya warga untuk hadir di lokasi tersebut
disebabkan karena warga menilai bahwa total besaran subsidi yang diterima
sebesar Rp. 5000,- lebih kecil daripada biaya transportasi yang harus dikeluarkan
untuk menuju dan kembali dari lokasi penjualan minyak goreng bersubsidi.
Realisasi dari penyaluran subsidi minyak goreng di kota Depok dapat dilihat pada
Tabel 4.1.

Sistem Pengadaan dan Distribusi


Berdasarkan hasil wawancara dengan berbagai pihak diketahui bahwa titik
serah pada rantai pengadaan dan distribusi minyak goreng bersubsidi tidak hanya
dilakukan di Disperindag, sebagaimana yang tercantum dalam Petunjuk Teknis
pengadaan dan distribusi minyak goreng bersubsidi yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
Diperoleh temuan bahwa pada kecamatan Pancoran Mas titik serah
minyak goreng dilakukan di lokasi pelaksanaan penjualan minyak goreng
bersubsidi. Hal ini dilakukan karena lokasi agen yang berdekatan (berjarak ± 300
meter) dengan lokasi kantor kelurahan Pancoran Mas. Diketahui pula bahwa
pelaksanaan penyaluran minyak goreng subsidi pada tingkat konsumen di
kelurahan Pondok Cina dilakukan oleh Lembaga Pengembangan Masyarakat
Kelurahan (LPMK). Pada kecamatan lain penyaluran minyak goreng bersubsidi
ke masyarakat ditangani langsung oleh Bagian Keekonomian yang berada di
kantor kelurahan.
Tujuan awal dilakukannya sistem pendistribusian melalui “satu pintu”
pada jejaring kelembagaan dalam distribusi minyak goreng bersubsidi, dimana
satu-satunya titik serah barang dari distributor dilakukan di Disperindag bertujuan
untuk menghindari penyelewengan dan menjamin ketepatan jumlah minyak
goreng yang di kirim oleh distributor. Titik serah barang yang dilakukan di
banyak tempat mengakibatkan tidak teraturnya pola distribusi minyak goreng
bersubsidi sebagaimana yang terlihat pada Gambar 4.2.
Berdasarkan pola dasar yang ditetapkan Pemerintah, diketahui bahwa
terjadi beberapa kali proses perpindahan barang yaitu barang yang masuk ke
Disperindag kemudian dibawa ke kantor kecamatan untuk kemudian dibawa ke
kantor kelurahan dan didistribusikan dalam operasi pasar yang dilakukan pada
tingkat kelurahan.
Mengingat pada alur distribusi ini operasi pasar dilakukan pada tingkat
kelurahan dan titik serah barang dilakukan di kantor kecamatan, maka
perpindahan barang melalui kantor Disperindag dapat dianggap sebagai aktivitas
perpindahan yang tidak perlu. Terlebih secara teoritis tidak terjadi peningkatan
nilai tambah produk atau perubahan fisik barang (misalnya kemasan atau volume
isi) pada lokasi tersebut (Christopher, 1998). Atas dasar alasan tersebut maka
titik serah pada distribusi minyak goreng bersubsidi dari distributor dapat
dilakukan langsung di kantor kecamatan dan pihak kelurahan yang akan
mengambil langsung di lokasi tersebut.
Perpindahan barang antar lokasi lazimnya dilakukan untuk memperluas
daerah cakupan distribusi dan mengatasi masalah penyimpanan/storage dalam
rantai logistik (Indrajit, 2003). Kegiatan perpindahan barang antar instansi yang
dilakukan pada alur pengadaan dan distribusi minyak goreng bersubsidi kota
Depok sebenarnya tidak perlu dilakukan karena distributor/pelaku usaha dapat
mengantar pasokan minyak goreng ke kantor kecamatan dan kemudian akan
diambil oleh pihak kelurahan.

Optimalisasi Biaya Penyaluran Minyak Goreng Bersubsidi


Untuk mengoptimalkan penyaluran minyak goreng bersubsidi dari ketiga
agen menuju ke enam kecamatan yang ada di Kota Depok dengan biaya angkut
yang minimal, maka digunakan metode simpleks untuk menyelesaikannya.
Ada tiga variabel keputusan dan tiga sumber daya yang membatasi.
Fungsi tujuan merupakan minimasi, karena semakin kecil biaya yang harus
dikeluarkan akan semakin disukai oleh pihak Disperindag. Tabel yang berisi
biaya angkut berdasarkan jarak dari penyalur menuju ke kantor kecamatan
ditunjukkan dalam Tabel 4.2. Karena total suplai pada semua sumber tidak sama
dengan total permintaan pada semua tujuan, maka ditambahkan dummy.

Sebelum membuat model umum pemrograman liniernya, terlebih dahulu


mendefinisikan variabel yang akan digunakan dalam perhitungan :
1. XA1 atau X1 : jumlah alokasi dari Toko Bumi Ayu ke kecamatan Sukmajaya
2. XA2 atau X2 : jumlah alokasi dari Toko Bumi Ayu ke kecamatan Beji
3. XA3 atau X3 : jumlah alokasi dari Toko Bumi Ayu ke kecamatan Pancoran
Mas
4. XA4 atau X4 : jumlah alokasi dari Toko Bumi Ayu ke kecamatan Sawangan
5. XA5 atau X5 : jumlah alokasi dari Toko Bumi Ayu ke kecamatan Limo
6. XA6 atau X6 : jumlah alokasi dari Toko Bumi Ayu ke kecamatan Cimanggis
7. XB1 atau X7 : jumlah alokasi dari Pusaka Jaya Mandiri ke kecamatan
Sukmajaya
8. XB2 atau X8 : jumlah alokasi dari Pusaka Jaya Mandiri ke kecamatan Beji
9. XB3 atau X9 : jumlah alokasi dari Pusaka Jaya Mandiri ke kecamatan
Pancoran Mas
10. XB4 atau X10 : jumlah alokasi dari Pusaka Jaya Mandiri ke kecamatan
Sawangan
11. XB5 atau X11 : jumlah alokasi dari Pusaka Jaya Mandiri ke kecamatan Limo
12.XB6 atau X12 : jumlah alokasi dari Pusaka Jaya Mandiri ke kecamatan
Cimanggis
13. XC1 atau X13 : jumlah alokasi dari Bhakti Karya ke kecamatan Sukmajaya
14. XC2 atau X14 : jumlah alokasi dari Bhakti Karya ke kecamatan Beji
15. XC3 atau X15 : jumlah alokasi dari Bhakti Karya ke kecamatan Pancoran
Mas
16. XC4 atau X16 : jumlah alokasi dari Bhakti Karya ke kecamatan Sawangan
17. XC5 atau X17 : jumlah alokasi dari Bhakti Karya ke kecamatan Limo
18. XC6 atau X18 : jumlah alokasi dari Bhakti Karya ke kecamatan Cimanggis
Model umum pemrograman liniernya adalah sebagai berikut:
Fungsi Tujuan :
Minimumkan z = 20,57X1 + 79,97X2 + 70,07X3 + 179,41X4 + 202,18X5 +
72,82X6 + 60,61X7 + 15,07X8 + 46,75X9 + 167,31X10 +
146,52X11 + 159,61X12 + 178,97X13 + 173,25X14 + 154,22X15 +
18,04X16 + 85,36X17 + 254,43X18
Terhadap: X1 + X2 + X3 + X4 + X5 + X6 ≤ 11.000
X7 + X8 + X9 + X10 + X11 + X12 ≤ 17.604
X13 + X14 + X15 + X16 + X17 + X18 ≤ 30.668
X1 + X7 + X13 = 6216
X2 + X8 + X14 = 3678
X3 + X9 + X15 = 15.806
X4 + X10 + X16 = 17.826
X5 + X11 + X17 = 2640
X6 + X12 + X18 = 11.292
X1, X2, ... X18 ≥ 0
Setelah itu untuk mendapatkan solusi optimalnya, maka dilakukan perhitungan
menggunakan metode simpleks dengan menggunakan perangkat lunak WinQSB.
Hasil dari pengolahan data tersebut dapat dilihat dalam lampiran 1.
Dari hasil pengolahan data diperoleh solusi optimal yaitu X 6 = 11.000; X7
= 6216; X8 = 3678; X9 = 7710; X15 = 8096; X16 = 17.826; X17 = 2640; X18 = 292,
artinya untuk mendapatkan biaya transportasi yang minimal sebesar Rp.
3.463.432,-, maka Disperindag sebaiknya mengatur pengalokasian minyak
goreng bersubsidi dari setiap penyalur yaitu 11.000 liter dari Toko Bumi Ayu ke
kecamatan Cimanggis, dari PD. Pusaka Jaya Mandiri sebesar 6216 liter, 3678
liter dan 7710 liter masing-masing ke kecamatan Sukmajaya, Beji dan Pancoran
Mas, dan dari UD. Bhakti Karya sebesar 8096 liter, 17.826 liter, 2640 liter dan
292 liter secara berturut-turut ke kecamatan Pancoran Mas, Sawangan, Limo, dan
Cimanggis.

Analisis Pendataan Keluarga Miskin Penerima Subsidi Minyak Goreng


Sesuai dengan data yang dimiliki oleh BPS kota Depok mengenai jumlah
keluarga miskin di tiap kecamatan kota Depok, terlihat perbedaan jumlah dengan
data keluarga miskin pada penyaluran subsidi minyak goreng. BPS memiliki
kriteria sendiri dalam menentukan keluarga yang termasuk dalam keluarga
miskin yaitu dengan menggunakan 14 variabel yang telah dijelaskan sebelumnya.
Namun dalam pendataan untuk calon penerima subsidi minyak goreng, pihak
kelurahan seringkali menggunakan data dari penerima bantuan beras miskin
(raskin) ataupun penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebagai kompensasi
atas kenaikan harga bahan bakar minyak.
Data raskin sendiri diambil dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan
Keluarga (PMKS) dan untuk BLT sendiri berasal dari BPS, bahkan Dinas
Pendidikan dan Kesehatan pun juga memiliki kriteria yang berbeda dalam
penentuan keluarga miskin. Seharusnya keluarga miskin yang menerima raskin,
BLT, asuransi kesehatan, dan subsidi minyak goreng adalah orang-orang yang
sama. Pemerintah kota Depok sendiri sudah menetapkan bahwa kriteria yang
digunakan dalam penentuan keluarga miskin adalah dengan menggunakan
kriteria dari BPS. Namun sangat disayangkan, masih ada pihak kelurahan
maupun kecamatan yang menggunakan data-data yang belum diperbaharui
tersebut sehingga terjadi perbedaan.
Seharusnya dengan adanya penerapan standar yang seragam, pihak
kecamatan maupun kelurahan melakukan pendataan kembali sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan. Sehingga diharapkan nantinya pemberian subsidi
minyak goreng dapat tepat sasaran yaitu pada keluarga yang terkategori miskin
berdasarkan standar yang telah ditetapkan.
Analisis Pelaksanaan Penyaluran Subsidi Minyak Goreng
Masalah yang muncul akibat kurangnya sosialisasi kegiatan subsidi
minyak goreng adalah kesalahan persepsi oleh keluarga miskin mengenai besaran
subsidi sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Untuk
memperbaiki masalah tersebut, pihak kelurahan sebaiknya bekerja sama dengan
perangkat desa atau RT/RW untuk mensosialisasikan mengenai kegiatan tersebut.
Sosialisasi sebaiknya dilakukan dalam waktu yang tidak terlalu berdekatan
dengan waktu saat penyaluran subsidi. Dengan sosialisasi yang lebih baik,
diharapkan warga menjadi lebih paham mengenai kegiatan tersebut dan tidak
terjadi salah persepsi mengenai besaran subsidi yang diberikan.
Masalah lain yang terjadi adalah banyaknya warga yang walaupun
memiliki kupon pembelian, namun tidak datang ke lokasi penjualan minyak
goreng bersubsidi. Tidak berminatnya warga untuk hadir di lokasi tersebut
disebabkan karena warga menilai bahwa total besaran subsidi yang diterima
sebesar Rp. 5000,- lebih kecil daripada biaya transportasi yang harus dikeluarkan
untuk menuju dan kembali dari lokasi penjualan minyak goreng bersubsidi. Oleh
karena itu pemilihan lokasi penjualan minyak goreng bersubsidi harus
dipertimbangkan dan sebaiknya tidak terlalu jauh dari calon penerima subsidi
kebanyakan agar keluarga miskin tersebut tidak perlu mengeluarkan biaya
transportasi yang terlalu banyak untuk menuju dan kembali dari tempat penjualan
minyak goreng bersubsidi.

Usulan Perbaikan Pengadaan dan Pendistribusian Minyak Goreng


Bersubsidi
Pengadaan minyak goreng bersubsidi berasal dari agen atau pelaku usaha
minyak goreng yang telah terpilih melalui tender yang telah dilakukan oleh
Disperindag kota Depok. Pengecekan dokumen penerimaan dari distributor pada
sistem distribusi dapat dilakukan pada titik serah dan tidak perlu berulang kali
melakukan pengecekan barang bila pengecekan pada titik serah pertama telah
dilakukan dengan benar (Indrajit. 2003). Hal ini bertujuan mengurangi biaya dan
waktu yang dibutuhkan dalam pemeriksaan dokumen. Pada sistem usulan,
dimana serah terima barang dilakukan pada level kecamatan, pengecekan
penerimaan barang dari distributor dapat dilakukan oleh pihak kecamatan
menggunakan format dokumen yang dikeluarkan Disperindag.
Penggunaan format dokumen terbitan Disperindag bertujuan untuk
membantu pihak kecamatan dalam kegiatan penerimaan barang. Selain itu
standarisasi format dokumen diharapkan mampu mengakomodir kebutuhan dan
kebenaran data yang diperlukan Disperindag, serta menjaga kondisi barang yang
diterima oleh masing-masing kecamatan.
Alur pengadaan dan distribusi saat ini menemui kendala pada banyaknya
proses perpindahan barang yang dianggap tidak produktif, dimana pada proses
perpindahan dari disperindag, kecamatan dan kelurahan tidak terjadi peningkatan
nilai tambah produk atau perubahan fisik barang (misal kemasan atau volume isi)
pada lokasi tersebut (Christopher, 1998).
Direct Marketing System (Kotler dan Armstrong, 1996 dan Bowersox
dan Cooper, 1992), mengusulkan berbagai kemungkinan teoritis terjadinya
integrasi langsung antara distributor dengan pos penjualan dalam jalur distribusi
suatu barang. Tindakan pemotongan jalur distribusi dari distributor langsung ke
tingkat kecamatan tanpa melalui kantor Disperindag dapat menghemat biaya
pengangkutan dalam alur pendistribusian minyak goreng bersubsidi, dengan
mengoptimalkan jumlah pengiriman ke tiap kecamatan.

Optimalisasi Biaya Transportasi Minyak Goreng Bersubsidi


Jika menggunakan data alokasi minyak goreng yang telah dilakukan
Disperindag sebelumnya, total biaya transportasi untuk distribusi minyak goreng
menuju ke enam kecamatan adalah sebesar Rp. 5.301.833,68. Sedangkan setelah
dilakukan optimalisasi dengan menggunakan metode simpleks diperoleh hasil
sebesar Rp. 3.463.432, berarti seharusnya Disperindag dapat melakukan
penghematan biaya sebesar Rp. 1.838.401,68.
BAB IV
PENUTUP

1. Kesimpulan
Permasalahan-permasalahan yang terjadi pada kegiatan penyaluran subsidi
minyak goreng bagi masyarakat berpenghasilan rendah di kota Depok antara lain
kurangnya sosialisasi kegiatan subsidi minyak goreng, pendataan keluarga miskin
yang belum tepat, tidak sampainya minyak goreng bersubsidi ke tangan warga
karena lokasi penjualan yang terlalu jauh dari warga, dan alokasi minyak goreng
dari agen yang kurang optimal. Selain itu diketahui bahwa terjadi beberapa kali
proses perpindahan barang yaitu barang yang masuk ke Disperindag kemudian
dibawa ke kantor kecamatan untuk kemudian dibawa ke kantor kelurahan dan
didistribusikan dalam operasi pasar yang dilakukan pada tingkat kelurahan.
Usulan perbaikan agar subsidi minyak goreng optimal dan tepat sasaran
dilakukan dengan meningkatkan sosialisasi kegiatan subsidi minyak goreng
sampai dengan tingkat RT/RW, menetapkan kriteria yang akan digunakan untuk
pendataan keluarga miskin yaitu menggunakan kriteria BPS, dan titik serah
barang dilakukan di tingkat kecamatan. Dari penelitian yang telah dilakukan juga
dapat disimpulkan bahwa biaya transportasi untuk distribusi minyak goreng dapat
dioptimalkan yaitu menjadi sebesar Rp. 3.463.432.

2. Saran

Perbaikan dan evaluasi pada kegiatan penyaluran subsidi minyak goring


dapat dilakukan melalui penelitian lanjutan. Pada penelitian lanjutan, perhitungan
biaya angkut dengan menggunakan metode simpleks sebaiknya dengan
menggunakan data kebutuhan minyak goreng yang telah diperbaiki yaitu data
yang telah menggunakan standar kriteria keluarga miskin yang seragam.

DAFTAR PUSTAKA

Bahagia, Senator N. 2009. Conceptual Framework of SCM.


Bahagia, Senator N. 1999. Sistem Logistik Pedesaan Upaya Pemberdayaan
Masyarakat Pedesaan.
Bowersox, Donald J., David J. Closs and M. Bixby Cooper. 2002. Supply Chain
Logistics Management. McGraw Hill, New York.
Christoper, Martin. 2005. Logistics and Supply Chain Management 3rd Edition.
Prentice Hall, England.
Indrajit, Richardus E. dan Richardus Djokopranoto. 2005. Strategi Manajemen
Pembelian dan Supply Chain. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia,
Jakarta.
Siringoringo, Hotniar. 2005. Seri Teknik Riset Operasional Pemrograman Linear.
Graha Ilmu, Yogyakarta.

You might also like