You are on page 1of 21

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ANALITIK

KOMPLEKSOMETRI

Oleh:

Nama : Astri Diani P


NRP : 093020068
Kelompok : IV (Empat)
No. Meja : 1 (Satu)
Tgl. Percobaan : 29 Oktober 2010
Assisten : Annisa Khaira W

LABORATORIUM KIMIA ANALITIK


JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2010
I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang


Percobaan, (2) Tujuan Percobaan, dan (3) Prinsip Percobaan,
(4) Reaksi Percobaan.
1.1. Latar Belakang Percobaan
Titrasi kompleksometri meliputi reaksi pembentukan
ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang
terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya
kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Contoh dari
kompleks tersebut adalah kompleks logam dengan EDTA.
Demikian juga titrasi dengan merkuro nitrat dan perak sianida
juga dikenal sebagai titrasi kompleksometri (Khopkar, 2008).
EDTA dikenal juga dengan nama Versen,
Complexon 111, Sequesterene, Nullapon, Trilon B, Idranat III dan
sebagainya. Terlihat dari strukturnya bahwa molekul tersebut
mengandung baik donor elektron dari atom oksigen maupun
donor dari atom nitrogen sehingga dapat menghasilkan khelat
bercincin sampai dengan enam secara serempak. Penentuan Ca
dan Mg dalam air sudah dilakukan dengan titrasi EDTA. pH untuk
titrasi adalah 10 dengan indikator eriochrom black T (EBT). Pada
pH lebih tinggi, 12, Mg(OH)2 akan mengendap, sehingga EDTA
dapat dikonsumsi hanya oleh Ca2+ dengan indikator murexide
(Khopkar, 2008).
1.2. Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan Kompleksometri adalah untuk
menentukan konsentrasi magnesium dan kalsium dengan cara
titrasi kompleksometri langsung. Indikator yang digunakan adalah
Eriochrom Black T (EBT), dan pentiternya adalah NaEDTA.
1.3. Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan Kompleksometri berdasarkan pada reaksi
pembentukan ion-ion kompleks ataupun
senyawa-senyawa kompleks antara ion-ion logam dan zat
pembentuk kompleks (ligan).
1.4. Reaksi Percobaan
Reaksi pembentukan ion kompleks dengan ion logam
adalah:
H3In → HIn2- + 2H+

Mg2+ + H2Y2- → MgY2- + 2H+

MgIn- + H2Y → MgY2- + Hin2- (biru)


II BAHAN, ALAT DAN METODE PERCOBAAN

Bab ini menguraikan mengenai: (1) Bahan yang Digunakan,


(2) Alat yang Digunakan, dan (3) Metode Percobaan.
2.1. Bahan yang Digunakan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan
Kompleksometri adalah MgSO4, dapar salmiak, EBT,
Na-EDTA, sampel Q, dan aquadest.
2.2. Alat yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan Kompleksometri
adalah gelas ukur, botol semprot, gelas kimia, pipet tetes, neraca
digital, labu erlenmeyer, buret, corong, pipet gondok, labu takar,
statif, kertas timbang, statip dan klem.
2.3. Metode Percobaan

1.3.1. Metode Percobaan Pembuatan Larutan Baku Primer dan


Pengenceran

Gambar 16. Metode Percobaan Pembuatan Larutan Baku Primer


dan Pengenceran
.3.2. Metode Percobaan Pembakuan Na-EDTA

Gambar 17. Metode Percobaan Pembakuan Na-EDTA


.3.3. Metode Percobaan Penetepan N Sampel

Gambar 18. Metode Percobaan Penetepan N Sampel


III HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan mengenai : (1) Hasil Pengamatan, dan


(2) Pembahasan.
3.1. Hasil Pengamatan
Berdasarkan atas percobaan yang telah dilakukan, didapat
hasil pengamatan sebagai berikut:
3.1.1. Pembuatan Larutan Baku Primer MgSO4 0,05 M
gram MgSO4 = 1,2324 gr
3.1.2. Pengenceran Larutan Baku Srandar Na-EDTA 0,1 M
menjadi 0,05 M
V1 = 125 ml
(125 ml Na-EDTA 0,3 M + 125 ml Aquadest)
3.1.3. Pembakuan Na-EDTA 0,05 N
M Na-EDTA = 0,0495 M
3.1.4. Penetapan N sampel (Q)
M Sampel (Q) = 0,0153 M
M Sampel (N) seharusnya = 0,005 M
Faktor Kesalahan ≥ 11%
Tabel 17. Titrasi MgSO4
Titrasi Ke- I II
Volume Awal 0 8,34ml
Volume Akhir 8,34ml 16,74ml
Volume Rata-rata 8,37ml
(Sumber: Astri, Meja 1, 2010)
Tabel 18. Titrasi Sampel E
Titrasi Ke- I II
Volume Awal 17,2 ml 40,76 ml
Volume Akhir 22.4 ml 46 ml
Volume Rata-rata 18,38ml
(Sumber: Astri, Meja 1, 2010)

3.2. Pembahasan
Titrasi kompleksometri atau kelatometri adalah suatu
jenis titrasi dimana reaksi antara bahan yang dianalisis dan titrat
akan membentuk suatu kompleks senyawa. Kompleks senyawa
ini dsebut kelat dan terjadi akibat titran dan titrat yang saling
mengkompleks. Kelat yang terbentuk melalui titrasi terdiri dari
dua komonen yang membentuk ligan dan tergantung pada titran
serta titrat yang hendak diamati. Kelat yang terbentuk melalui
titrasi terdiri dari dua komponen yang membentuk ligan dan
tergantung pada titran serta titrat yang hendak diamati
(Harjadi, 1986).
Salah satu dari jenis reaksi kimia yang dapat digunakan
sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatakan pembentukan
suatau kompleks atau ion kompleks yang dapat larut tetapi sedikit
terdisosiasi. Salah satu contoh reakasinya adalah reaksi dari ion
perak dengan ion sianida untuk membentuk ion kompleks
Ag(CN)2- yang sangat stabil:
Ag+ + 2CN  Ag(CN)2-
Terdapat empat jenis komplekson, sedangkan dalam
sumber yang lain disebutkan ada tiga macam komplekson, yaitu
diantaranya :
1. Asam etilen-diamin-tetra-asetat, pada umumnya disebut
“EDTA” (Ethylene Diaminatetra Acetic Acid). Nama lain untuk
EDTA adalah:
* Complexon II. (Siegfried)
* Titriplex II. (Merck)
* Versena acid (Dow)
* Sesquestic acid (Hopkins & Williams)
EDTA merupakan asam lemah yang mempunya nilai pK1 = 2,0,
pK2 = 2,67 pK3 = 6,16, pK4 =10,26. Harga tersebut menunjukkan
bahwa kedua proton yang pertama, lebih mudah lepas
dibandingkan dengan 2 proton lainnya. Asam bebas ini sukar
larut dalam air, karena itu jarang sekali dipakai dalam larutan
standard.
Garam dinatriumnya (Na2H2Y) biasanya dipakai dalam kimia
nalisis dengan nama:
* Komplekson III,
* Titriplex III,
* Sesquesterne,
* Trilon B
* Versene
* Chelaton 3
2. Asam nitroloasetat
Nama lainnya adalah:
* Complexon I
* NITA atau NTA
Asam ini mempunyai nilai pk1 = 1,9, pk2 = 2,5, pk3 = 9,7. Asam
nitroloasetat bebas sukar larut dalam air, jadi seperti halnya
EDTA yang biasa dipakai dalam garam dinatriumnya.
3. Asam 1,2 – diaminosiklo heksana – N N N1 N1 – tetraasetat
Nama lainnya:
* Complexon VI
* DCYT atau DCTA
Zat ini akan membentuk senyawa kompleks lebih lambat jika
dibandingkan dengan EDTA sehingga mengakibatkan
kesukaran pada penetapan titik akhir.
(Firdaus,2009)
Dalam percobaan kali ini, komplekson yang di gunakan
sebagai Peniter adalah Na.EDTA (Natrium Etilen Diamin Tetra
Asetat). EDTA dikenal juga dengan nama Versen, Complexon
111, Sequesterene, Nullapon, Trilon B, Idranat III dan
sebagainya. Terlihat dari strukturnya bahwa molekul tersebut
mengandung baik donor elektron dari atom oksigen maupun
donor dari atom nitrogen sehingga dapat menghasilkan khelat
bercincin sampai dengan enam secara serempak. Zat
pengompleks lain adalah asam nitniliotriasetat
(Khopkar, 2003). EDTA ampuh sebagai pereaksi titrimetri.
Dengan menggunakan EDTA, syarat-syarat untuk titrasi
terpenuhi dengan baik. Faktor-faktor yang membuat EDTA
ampuh sebagi pereaksi titrimetri antara lain:
1) Selalu membentuk kompleks ketika direaksikan dengan ion
logam,
2) Kestabilannya dalam membentuk kelat sangat konstan
sehingga reaksi berjalan sempurna (kecuali dengan logam
alkali),
3) Dapat bereaksi cepat dengan banyak jenis ion logam,
4) Telah dikembangkan indikatornya secara khusus,
5) Mudah diperoleh bahan baku primernya, dan
6) Dapat digunakan baik sebagai bahan yang dianalisis maupun
sebagai bahan untuk standardisasi (Pierce, 1967).
Keberhasilan suatu titrasi EDTA bergantung pada
penetapan titik akhir secara cermat. Prosedur – prosedur yang
paling umum mempergunakan indikator ion logam. Persyaratan
bagi sebuah indikator ion logam untuk digunakan pada
pendeteksian visual dari titik – titik akhir meliputi :
a) Reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir,
bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan
EDTA, larutan akan berwarna kuat.
b) Reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya
selektif.
c) Kompleks indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang
cukup, jika tidak, karena disosiasi, tak akan diperoleh
perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks indikator
logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam
EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir, EDTA
memindahkan ion – ion logam dari kompleks indikator logam
itu. Perubahan dalam kesetimbanagan dari kompleks indicator
logan ke kompleks logam EDTA harus tajam dan cepat.
d) Kontras warna antara indikator bebas dan kompleks indikator
logam harus sedemikian sehingga mudah diamati.
e) Indikator harus sangat peka terhadap ion logam (yaitu,
terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit
mungkin dengan titik ekuivalen (Ikhsan, 2009)
Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan
indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu
saja kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda
dengan pengompleksnya sendiri. lndikator demikian disebut
indikator metalokromat. Indikator jenis ini contohnya adalah
Eniochrome black T, pyrocatechol violet, xylenol orange, calmagit
l-(2-piridil-azonaftol) PAN, zincon, asam salisilat, metafalein dan
calcein blue. Sebagian besar indikator adalah IDA- iminodiasetat
atau sulfoftalein, SP, dari tipe purin atau azo. Keefektifan
indikator tergantung pada kestabilannya. Pada harga pM di
sekitar titik pembelokan kurva maka separuh dan indikator akan
terkomplekskan, separuh lagi pada keadaan bebas. Pada
keadaan ini berlaku pH = log K’M adalah tetapan kestabilan nyata
dari kompleks logam indikator (Underwood, 1990)
Karena semua indikator ini asam lemah harga K’Zn
tergantung pada tetapan ionisasi asam dari reagennya dan pada
pH. Jika log K’Zn setara dengan pM pada titik ekivalen, dan jika
jumlah indikatonnya sedikit, maka kurva antara perubahan warna
terhadap jumlah titran yang setara akan simetris. Indikator dalam
jumlah yang banyak akan menyebabkan kesalahan titrasi.
Misalkan saja untuk eriochrom black T dengan harga pK 2 = 6,9
dan pK3 = 11,,5, maka perubahan warnanya dari ungu menjadi
biru, kemudian menjadi jingga (Underwood, 1990).
Kompleks logam adalah merah lembayung tetapi indikator
ini tidak efisien pada pH < 8,0. Di atas pH 6,0 xylenol orange
tidak efektif sebagai indikator. Murexida mempunyai daerah pH
luas, di mana pK1 = 0, pK2 = 9,2 dan pK3 = 10,5. Calcein biru
adalah indikator pendar-fluor yang efektif pada pH netral.
Kadangkala kompleks yang terlalu kuat atau terlalu lemah
terbentuk dengan EBT dalam titrasi langsung. Kompleks yang
kuat dapat mengurangi fungsinya sebagai indikator seperti Cu,
Co, Ni membentuk kompleks logam-EBT yang stabil dan kita
menggunakan KCN untuk menyembunyikan (masking) logam ini.
Reaksi demikian terjadi dalain analisis air di mana sampel
terkontaminasi oleh tembaga. Sebaliknya bila kompleks logarn
indikator adalah lemah, maka EDTA dapat ditambahkan berlebih
kemudian dititrasi balik dengan larutan standar
(Underwood, 1990).
Titrasi substitusi kompleks juga dapat dilakukan, misal:
penambahan kompleks Mg terhadap garam Ca2+ akan diperoleh
Ca(EDTA)2 dan Mg2+ bebas, yang kemudian dapat membentuk
kompleks berwarna dengan EBT yang dititrasi dengan titran
EDTA. Pemberian titik tajam Hg dapat dititrasi dengan
menggunakan kompleks Mg atau Zn EDTA. Mg 2+ bebas ini dapat
dititrasi kembali dengan EDTA (Underwood, 1990).
Penentuan Ca dan Mg dalam air sudah dilakukan
dengan.titrasi EDTA. pH untuk titrasi adalah 10 dengan indikator
eriochrom black T. Pada pH lebih tinggi, 12, Mg(OH) 2 akan
mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh Ca 2+
dengan indikator murexide. Adanya gangguan Cu bebas dari
pipa-pipa saluran air dapat di- masking dengan H 2S. EBT yang
dihaluskan bersama NaCI padat kadangkala juga digunakan
sebagai indikator untuk penentuan Ca atau pun hidroksinaftol.
Seharusnya Ca tidak ikut terkopresipitasi dengan Mg, oleh karena
itu EDTA direkomendasikan. Bagaimana juga indikator Patton-
Reeder terbaik untuk penentuan kalsium dalam air sudah
dibandingkan dengan indikator lain (Khopkar, 2008).
Pada awalnya, kesadahan air didefinisikan sebagai
kemampuan air untuk mengendapkan sabun, sehingga keaktifan/
daya bersih sabun menjadi berkurang atau hilang sama sekali.
Sabun adalah zat aktif permukaan yang berfungsi menurunkan
tegangan permukaan air, sehingga air sabun dapat berbusa. Air
sabun akan membentuk emulsi atau sistem koloid dengan zat
pengotor yang melekat dalam benda yang hendak dibersihkan.
Kesadahan terutama disebabkan oleh keberadaan ion-ion
kalsium (Ca2+) dan magnesium (Mg2+) didalam air. Keberadaannya
didalam air mengakibatkan sabun akan mengendap sebagai
garam kalsium dan magnesium, sehingga tidak dapat membentuk
emulsi secara efektif. Kationkation polivalen lainnya juga dapat
mengendapkan sabun, tetapi karena kation polivalen umumnya
berada dalam bentuk kompleks yang lebih stabil dengan zat
organik yang ada, maka peran kesadahannya dapat diabaikan.
Oleh karena itu penetapan kesadahan hanya diarahkan pada
penentuan kadar Ca2+ dan Mg2+. Kesadahan total didefinisikan
sebagai jumlah miliekivalen (mek) ion Ca 2+ dan Mg2+ tiap liter
sampel air.
Secara sederhana, penentuan tingkat kesadahan air untuk
masing masing ion dapat dilakukan dengan tehnik titrimetri-
kompleksometri. Kation-kation tersebut dititrasi dengan larutan
baku ligan pengompleks Na2EDTA (Natrium Etilen Diamin Tetra-
Asetat) pada pH tertentu. Dalam melakukan titrasi, kedalam
larutan yang mengandung ion-ion Ca2+ dan Mg2+ ditambahkan
indikator (warna 1) membentuk kompleks dalam larutan buffer
pada pH tertentu. Penambahan EDTA akan memecah kompleks
kation-indikator tersebut membentuk kation-EDTA (Warna II)
yang lebih stabil. Dengan mengamati perubahan warna, maka
titik akhir titrasi kompleksometri dapat diamati dan ditentukan.
Pada dasarnya indikator melatakromat adalah senyawa
organik berwama yang juga membentuk khelat dengan ion
logam. Lazimnya larutan ion logam yang akan dititrasi dengan
EDTA, dibufferkan dahulu sehingga pH akan tetap konstan
meskipun H3O dibebaskan dengan terbentuknya kompleks itu.
Yang berperan sebagai pencipta suasana basa dalam percobaan
kali ini adalah dlarutan dapar salmiak yang mempunyai pH 10.
Pada pH tinggi (basa), banyak ion logam cenderung terhidrolisis
dan bahkan mengendap sebagai hidroksida. Jadi biasanya ada
dasar yang terpastikan untuk memperkirakan Keff dan dengan
tersedianya nilai ini mudah untuk menghitung kurva titrasi,
darimana dapat ditarik pertimbangan kelayakan
(Underwood, 1990).
Titrasi kompleksometri lain, yaitu titrasi substitusi tidak
dilakukan karena waktu terbatas. Titrasi substitusi kompleks
dapat dilakukan, misal: penambahan kompleks Mg terhadap
garam Ca2+ akan diperoleh Ca(EDTA)2 dan Mg2+ bebas, yang
kemudian dapat membentuk kompleks berwarna dengan EBT
yang dititrasi dengan titran EDTA. Pemberian titik tajam Hg dapat
dititrasi dengan menggunakan kompleks Mg atau Zn EDTA. Mg 2+
bebas ini dapat dititrasi kembali dengan EDTA
(Underwood, 1990).
Kompleks yang stabil biasanya terbentuk pada pH rendah
seperti Fe (pH = 2,0), Al 3+, Zr3+, B3+, semua dititrasi pada pH
rendah untuk menghindari hidrolisis. Zn, Cd, dan Pb dititrasi pada
pH = 5,0. Pada titrasi Ca, untuk menghindarkan interferensi dari
Zn, dan Cd, ion-ion ini dimasking dengan KCN. Misalkan saja Ca,
Mg dapat ditirasi pada pH = 10,0 dengan penambahan nitril
glikolat, yang akan membebaskan Zn, Cd dari kompleks dengan
EDTA. BAL, atau 2,3 dimerkaptropropanol dapat digunakan
sebagai masking agent untuk Zn, Bi, Pb, Hg. Thiourea, asam
thioglikolat, thiosemicarbazid dapat digunakan sebagai elemen
masking melalui pembentukan sulfida yang tidak larut. EDTA
dapat di gunakan untuk mentitrasi Ca dalam campuran Mg
dengan mempergunakan indikator murexide. Campuran Cd, Zn,
dapat dititrasi dengan EDTA, dengan menggunakan buffer NH 3-
NH4Cl karena Cd(NH kurang stabil dibandingkan Zn(NH sehingga
EDTA hanya mentitrasi Cd (Khopkar, 2008).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menguraikan mengenai : (1) Kesimpulan dan


(2) Saran.
4.1. Kesimpulan
Hasil percobaan yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan
bahwa berat MgSO4 adalah 0.36 gr dengan konsentrasi sebesar
0.014 M, pada pengenceran dari 0,1 M ke 0,05 M volume
Na-EDTA adalah 50 ml dan volume aquadest adalah 50 ml,
konsentrasi Na-EDTA adalah 0,041 M, konsentrasi sampel A
adalah 0,008 M. Seharusnya berdasarkan data yang ada di
laboratorium konsentrasi sampel A adalah 0,02 M. Berarti faktor
kesalahannya adalah 60%.
4.2. Saran
Terjadinya kesalahan-kesalahan. dapat dikarenakan
beberapa faktor, misalnya ketelitian menghitung volume titrasi,
kesalahan pada saat menimbang MgSO 4, kesalahan pada saat
perhitungan konsentrasi zat dengan menggunakan rumus yang
ada, atau bahkan karena alat-alat yang digunakan tidak bersih,
sehingga masih terdapat zat-zat sisa yang menempel pada alat
yang dipakai dan mempengaruhi hasil pengamatan, sehingga
hasilnya salah. Oleh karena itu diperlukan ketelitian yang cukup
tinggi dan kebersihan yang baik dalam pelaksanaan percobaan
ini. Selain itu, karena percobaan ini harus dilakukan dua kali
(duplo) untuk setiap praktikan, sedangkan waktunya terbatas
karena jadwal masuknya terlambat dan keterbatasan alat yang
ada, sehingga praktikan terburu-buru.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, (2010). Kompleksometri.


(http://id.wikipedia.org/kompleksotri) akses:
1 November 2010.
Firdaus, Ikhsan. (2009). Kompleksometri. (http://www.chem-is-
try.org/materi_kimia/kimia industri/teknologi-
proses/kompleksometri). akses: 1 November 2010.
Harjadi W. (1986). Ilmu Kimia Analitik Dasar, Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama
Khopkar, S.M., (2008), Konsep Dasar Kimia Analitik, Jakarta:
Universitas Indonesia.
Pierce WC, Sawyer DT, Haenisch EL. (1967). Quantitative
Analysis. New York : John Wiley and Sons, Inc.
Underwood, A. L. (1990). Analisis Kimia Kiantitatif Edisi
ke Enam. Jakarta: Erlangga.
LAMPIRAN PERHITUNGAN

1. Pembuatan Larutan Baku Primer MgSO4 0,0014 M

Diketahui : M MgSO4 = 0,014 M


Mr MgSO4 = 247
V labu = 100 ml
Ditanyakan : g MgSO4 ?
g 1000
×
M MgSO4 = Mr Vlb
g 1000
×
0,05 = 247 100
g MgSO4 = 0.36 M
2. Pengenceran Na-EDTA 0,1 M menjadi 0,05 M
Diketahui: M1 = 0,1 M
M2 = 0,05 M
V2 =100 ml
Ditanyakan: V1?
V1 M1 = V2 M2
V 2⋅M 2
V1 =
M1

50×0,05
= 0,1
V1 = 50 ml
(50 ml Na-EDTA 0,1 M + 50 ml Aquadest)
3. Pembakuan Na-EDTA 0,05 N
Diketahui: V1 = 8.34 ml
V2 = 8.4 ml
Vrata-rata Na-EDTA = 8.37 ml
V MgSO4 = 25 ml
M MgSO4 = 0,05 M
Ditanyakan: N Na-EDTA ?
(V⋅N )MgSO 4
M Na−EDTA=
V Na−EDTA
25×0,014 N
=
M Na-EDTA 8.37ml
M Na-EDTA = 0,041 M

4. Penetapan M sampel (A)


Diketahui: V1 = 5.2 ml
V2 = 5.24ml
Vrata-rata Sampel A = 5.23 ml

(V . M )Na−EDTA
M Sampel( A )=
V Sampel(Q)
5,23×0,041 M
=
25ml
M Sampel (A)= 0,008 M
M Sampel (A) seharusnya = 0,02 N
Faktor Kesalahan ≥ 60%

You might also like