You are on page 1of 16

HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA

INDRA F. X. ROMPAS
08 312 273

HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA

Hakikat Manusia
Tuhan menciptakan. mahluk yang mengisi dunia fana ini atas berbagai jenis dan
tingkatkan. Dari berbagai jenis dan tingkat mahluk Tuhan tersebut manusia adalah
mahluk yang paling mulia dan memi¬liki berbagai kelebihan.
Keberadaan manusia apabila dibandingkan dengan mahluk lain (hewan), selain
memiliki insting sebagaimana yang dimiliki hewan, manusia adalah mahluk yang memiliki
beberapa kemampuan antara berfikir, rasa keindahan, perasaan batiniah, harapan,
menciptakan dan lain lain.
Sedangkan kemampuan hewan lebih bersifat instingtif dan kemampuan berfikir
sangat rendah untuk mencari makan, mempertahankan diri dan mempertahankan
kelangsungan hidup jenisnya.
Pada hakikatnya hewan tidak menyadari tugas hidupnya, dan ia melakukan sesuatu
atas dorongan dari dalam jiwanya. Dorongan itu merupakan perintah baginya yang harus
dilaksanakan apabila ia menemui rintangan dari luar, misalnya dihalang-halangi oleh
manusia atau hewan lain, dengan bermacam-macam usaha barulah ia melawan instingnya.
Lain halnya manusia, selain mahluk instingtif manusia juga mampu berfikir (homo
sapiens) mampu mengubah dan menciptakan segala sesuatu sesuai dengan rasa keindahan
dan kebutuhan hidupnya. Lebih dari itu manusia adalah mahluk moral dan religius.
Dari penjelasan tentang perbedaan manusia dan hewan diatas, kemudian timbul
pertanyaan , ”apakah manusia itu ?”.
Beberapa pandangan tentang hakikat manusia disebutkan secara singkat sebagai
berikut:

Pandangan psikoanalitik
Tokoh psikoanalitik (Hansen, Stefic, Wanner, 1977) menyatakan bahwa manusia
pada dasarnya digerakkan oleh dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang bersifat
instingtif. Tingkah laku seseorang ditentukan dan dikontrol oleh kekuatan psikologis
yang sudah ada pada diri seseorang, tidak ditentukan oleh nasibnya tetapi diarahkan
untuk memenuhi kebutuhan dan insting biologisnya.
Sigmund Freud mengemukakan bahwa struktur kepribadian seseorang terdiri dari
tiga komponen yakni: ide, ego dan super ego. Masing-masing komponen tersebut
merupakan berbagai insting kebutuhan manusia yang mendasari perkembangan individu.
Dua insting yang paling penting adalah insting seksual dan insting agresi yang
menggerakkan manusia untuk hidup dengan prinsip pemuasan diri. Dengan demikian
fungsi ide adalah mendorong manusia untuk memuaskan kebutuhannya setiap saat
sepanjang hayat tetapi fungsi ide untuk menggerakkan tersebut ternyata tidak dapat
leluasa menjalankan fungsinya karena menghadapi lingkungan yang tidak dapat diterobos

PENGANTAR PENDIDIKAN
HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA
INDRA F. X. ROMPAS
08 312 273

begitu saja. Banyak pertimbangan yang harus diperhatikan yang tidak dapat dilanggar
begitu saja.
Lain halnya dengan ide maka fungsi ego adalah menjembatani tuntutan ide dengan
realitas dunia luar. Dia mengatur dan mengarahkan pemenuhan ide dalam memuaskan
instingnya selalu mempertimbangkan lingkungannya. Dengan demikian ego lebih berfungsi
kepribadian, sehingga perwujudan fungsi ide itu menjadi tidak tanpa arah.
Dalam perkembangan lebih lanjut, tingkah laku seeseorang tidak hanya ditentukan oleh
fungsi ide dan ego saja, melainkan juga fungsi yang ketiga yakni super ego.
Super ego tumbuh berkat interaksi antara individu dan lingkungannya yang terdiri dari
aturan, nilai, moral, adat istiadat, tradisi , dsb. Dalam hal ini fungsi super ego adalah
mengawasi agar tingkah laku seseorang sesuai dengan aturan, nilai, moral, adat istiadat,
yang telah meresap pada diri seseorang. Dengan demikian super ego memiliki fungsi
control dari dalam diri individu.
Demikianlah bahwa kepribadian seseorang berpusat pada interkasi antara ide, ego
dan super ego menduduki peranan perantara antara ide dengan lingkungan dan antara
ego dengan super ego. Sedangkan peranan ego dalam menjembatani ide dengan super ego
dapat dilihat dalam kaitannya dengan kecenderungan seseorang untuk berada pada dua
ekstrem.
Seseorang yang didominasi idenya tingkah lakunya impulsive, dan seseorang yang
didominasi super egonya cenderung berperilaku moralistik.Dari pandangan yang
tradisional di atas berkembanglah paham baru yang disebut neoanalitik. Paham ini
berpendapat bahwa manusia tidak seperti binatang yang digerakkan oleh tenaga dalam
(innate energy). Tingkah laku manusia itu banyak yang terlepas dan tidak dapat
disangkutkan dari dalam. Manusia pada dasarnya memiliki kemampuan untuk menanggapi
berbagai jenis perangsang dan perwujudan diri itu hanya sebagian saja yang dapat
dianggap sebagai hasil tenagan dalam. Pada masa bayi, manusia memang menanggapi dunia
dengan insting-instingnya untuk memenuhi kebutuhannya misalnya lapar,. Namun, tingkah
laku instingtif tersbut makin dewasa makin berkurang dan akhirnya sebagian besar
tingkah laku tersebut didasarkan pada rangsangan dari lingkungannya.
Kaum neoanalis pada dasarnya masih meyakini adanya komponen ide, ego dan super ego,
namun lebih menekankan pentingnya ego sebagai pusat kepribadian individu. Ego tidak
dipandang sebagai fungsi pengarah perwujudan ide saja, melainkan sebagai fungsi pokok
yang bersifat rasional dan tanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial
individu.

Pandangan Humanistik
Pandangan humanistic (Hansen, dkk, 1977) menolak pandangan freud bahwa
manusia pada dasarnya tidak rasional, tidak tersosialisasikan dan tidak memiliki control
terhadap nasibnya sendiri. Tokoh humanis (Rogers) berpendapat bahwa manusia itu
memiliki dorongan untuk menyerahkan dirinya sendiri ke arah positif, manusia itu
rasional, tersosialisasikan dan dapat menentukan nasibnya sendiri. Ini berarti bahwa

PENGANTAR PENDIDIKAN
HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA
INDRA F. X. ROMPAS
08 312 273

manusia mampu mengarahkan, mengatur, dan mengontrol diri sendiri. Jika manusia dalam
keadaan yang memungkinkan dan mempunyai kesempatan untuk berkembang maka akan
mengarahkan dirinya untuk menjadi pribadi yang maju dan positif, terbebas dari
kecemasan dan menjadi anggota masyarakat yang bertingkah laku secara memuaskan.
Lebih lanjut Rogers mengemukakan bahwa pribadi manusia sebagai aliran atau arus yang
terus mengalir tanpa henti, tidak statis, dan satu kesatuan potensi yang terus-menerus
berubah.
Pandangan Adler (1954) bahwa manusia tidak semata-mata digerakkan oleh
dorongan untuk memuaskan dirinya sendiri, namun digerakkan oleh rasa tanggung jawab
social serta oleh kebutuhan untuk mencapai sesuatu. Lebih dari itu bahwa “individu
melibatkan dirinya dalam bentuk usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri dalam
membantu orang lain dan membuat dunia menjadi lebih baik untuk ditempati”.

Pandangan Martin Buber


Martin Buber (1961) tidak sependapat dengan pandangan yang menyatakan bahwa
manusia berdosa dan dalam genggaman dosa. Buber berpendapat bahwa manusia tidak
dapat dikatakan bahwa pada dasarnya ini atau itu. Manusia merupakan suatu keberadaan
(eksistensi) yang berpotensi. Namun, dihadapkan pada kesemestaan atau potensi
manusia itu terbatas. Keterbatasan ini bukanlah keterbatasan yang mendasar (esensial),
tetapi keterbatasan factual semata-mata. Ini berarti bahwa yang akan dilakukan oleh
manusia atau perkembanagn manusia itu tidak dapat diramalkan dan manusia masih
menjadi pusat ketakterdugaan (surprise) dunia. Tetapi perlu diingat, ketakterdugaan ini
merupakan ketakterdugaan yang terkekang dan kekangan ini amat kuat. Manusia itu
tidak pada dasarnya baik, atau jahat, tetapi manusia itu dengan amat kuat mengandung
kedua kemungkinan ini. Justru inilah keterbatasan manusia, yaitu adanya kemungkinan
untuk menjadi jahat. Perlu juga diingat bahwa ketetbatasan ini sifatnya hanya faktual
belaka, tidak mendasar. Kejahatan yang ada pada diri manusia (dilambangkan dengan
perbuatan Adam memakan buah larangan di surga) bukanlah keingkaran pada Tuhan,
melainkan semata-mata untuk mewujudkan kemanusiaan manusia oleh manusia itu sendiri.
Manusia adalah mahluk yang cerdik yang tidak merasa puas dalam keadaan yang aman,
tentram, bahagia dan tergoda untuk melanggar peraturan yang telah ditetapkan. Namun
anehnya, setelah aturan “dilanggar” terkuaklah sejarah kemanusiaan yang sejati melalui
berbagai ketidak pastian, perjuangan dan kegagalan. Sejarah kemanusiaan ini sejalan
dengan aturan Tuhan.

Pandangan Behaviouristik
Kaum behavioristik (dalam Hansen, dkk, 1977) pada dasarnya menganggap bahwa
manusia sepenuhnya adalah makhluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh factor-
faktor yang datang dari luar. Lingkungan adalah penentu tunggal dari tingkah laku
manusia. Dengan demikian kepribadian individu dapat dikembalikan semata-mata kepada
hubungan antara individu dengan lingkungannya, hubungan itu diatur oleh hukum-hukum

PENGANTAR PENDIDIKAN
HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA
INDRA F. X. ROMPAS
08 312 273

belajar, seperti teopri pembiasaan (conditioning) dan peniruan.


Manusia tidak datang ke dunia ini dengan membawa ciri-ciri yang pada dasarnya baik dan
jelek, tetapi netral. Hal-hal yang mempengaruhi kepribadian individu semata-mata
tergantung pada lingkungannya. Tingkah laku adalah hasil perkembanagan individu dan
sumber dari hasil ini tidak lain adalah lingkungan.
Pandangan behavioristik sering dikritik sebagai pandangan yang merendahkan
derajat manusia (dehumanisasi) karena pandangan ini mengingkari adanya ciri-ciri
penting yang ada pada manusia dan yang tidak ada pada ciri-ciri mesin atau binatang,
seperti kemampuan memilih, menetapkan tujuan, mencipta. Dalam menanggapi kritik ini
Skinner (1976) mengatakan bahwa kemampuan-kemampuan itu sebenarnya terwujud
sebagai tingkah laku juga yang berkembangnya tidak berbeda dari tingkah laku lainnya.
Justru tingkah laku inilah yang dapat didekati dan dianalisis secara ilmiah. Semua ciri
yang dimiliki oleh manusia harus dapat didekati dan dianalisis secara ilmiah.
Dibandingkan dengan binatang mungkin manusia adalah binatang yang sangat unik,
binatang yang bermoral , namun manusia tidak dapat dikatakan memiliki moralitas. Yang
disebut sebagai moral itupun mewujudkan dalam tingkah laku sebagai hasil belajar
berkat pengaruh lingkungan. Pendekatan behavioristik tidaklah mendehumanisasikam
manusia, melainkan justru memanusiakan manusia, yaitu mengatasi kekerdilan manusia.
Hanya dalam hubungannya dengan lingkungan yang didekati secara ilmiahlah kekerdilan
manusia dapat diatasi dan harkat manusia dipertinggi.
Setelah mengikuti beberapa pandangan tentang manusia tersebut di atas dapatlah
ditarik beberapa pengertian bahwa: (1) Manusia pada dasarnya memiliki “tenaga dalam”
yang menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya; (2) Dalam diri
manusia (individu) ada fungsi yang bersifat rasional dan bertanggung jawab atas tingkah
laku sosial dan rasional individu; (3) Manusia mampu mengarahkan dirinya ke tujuan
positif, mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan “nasibnya”
sendiri; (4) Manusia pada hakikatnya dalam proses “menjadi”, berkembang terus tidak
pernah selesai, (5) dalam hidupnya individu melibatkan dirinya dalam usaha untuk
mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain, dan membuat dunia lebih baik untuk
ditempati; (6) Manusia merupakan suatu keberadaaan berpotensi yang perwujudannya
merupakan ketakterdugaan, namun potensi ini terbatas; (7) Manusia adalah mahluk
Tuhan yang mengandung kemungkinan baik dan jahat; dan (8) Lingkungan adalah penentu
tingkah laku manusia dan tingkah laku ini merupakan wujud kepribadian manusia.
Pandangan yang meyeluruh tentang manusia seyogyanya tidak hanya menekankan salah
satu atau beberapa aspek saja dan ciri ciri hakikat tersebut di atas. Di Indonesia
dikenal pengertian manusia seutuhnya. Menurut Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila. Setiap manusia mempunyai keinginan untuk mempetahankan hidup dan menjaga
kehidupan yang lebih baik. Ini merupakan naluri yang paling kuat dalam diri manusia.
Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia memberikan pedoman bahwa
kebahagian hidup manusia akan tercapai apabila manusia itu didasarkan atas keselarasan
dan keseimbangan baik dalam hidup manusia sebagai pribadi dalam hubungan manusia
dengan masyarakat, dalam hubungan manusia dengan alam.

PENGANTAR PENDIDIKAN
HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA
INDRA F. X. ROMPAS
08 312 273

Pancasila menempatkan manusia dalam keseluruhan harkat dan martabatnya yang Tuhan
Yang Maha Esa, manusia menjadi titik tolak dari usaha kita untuk memahami manusia itu
sendiri, manusia dan masyarakatnya, dan manusia dengan segenap lingkungan hidupnya.
Adapun manusia yang kita pahami bukanlah yang luar biasa, melainkan manusia yang
memiliki kekuatan juga manusia yang dilekati dengan kelemahan-kelemahan, manusia yang
di samping memiliki kemampuan kemampuan juga mempunyai sifat-sifat keterbatasan
keterbatasan manusia yang disamping mempunyai sifat-sifat yang kurang baik manusia
yang hendak kita pahami bukanlah manusia kita tempatkan di luar batas kemampuan dan
kelayakan manusiawi tadi.
Manusia sebagai mahluk Tuhan adalah makhluk pribadi dan sekaligus makhluk
sosial. Sifat kodrati manusia sebagai individu dan sekaligus sebagai mahluk sosial yang
merupakan kesatuan buIat perlu dikembangkan secara seimbang, selaras dan serasi.
Perlu disadari bahwa manusia hanya mempunyai arti dalam kaitannya dengan manusia lain
dalam masyarakat. Manusia hanya mempunyai arti dalam hidup secara layak diantara
manusia lainnya. Tanpa ada manusia lainnya atau tanpa hidup bermasyarakat, seseorang
tidak dapat menyelenggarakan hidupnya dengan baik. Dalam mempertahankan hidup dan
usaha mengejar kehidupan yang lebih bank, mustahillah hal itu di kerjakan sendiri oleh
seseorang tanpa bantuan dan kerjasama dengan orang lain dalam masyarakat.
Kekuatan manusia pada hakekatnya tidak terletak pada kemampuan fisiknya atau
kemampuan jiwanya semata-mata melainkan terletak pada kemampuannya untuk
bekerjasama dengan manusia lainnya. Dengan manusia lainnya dengan masyarakat itulah
manusia menciptakan kebudayaan , yang pada hakekatnya membedakan manusia dari
segenap mahluk hidup lainnya, yang mengantarkan manusia pada tingkat mutu, martabat
dan harkatnya sebagaimana manusia yang hidup pada masa sekarang dan zaman yang
akan datang.
Kesadaran akan hal-hal tersebut di atas selanjutnya menimbuhkan kesadaran
bahwa setiap manusia terpanggil hatinya untuk melakukan apa yang baik untuk orang lain
dan masyarakatnya. Semuanya itu melahirkan sikap dasar bahwa untuk mewujudkan
keselarasan, keserasian dan keseimbangan dalam hubungan soaial antara manusia pribadi
dengan masyarakatnya , manusia perlu mengendalikan diri dari kepentingan merupakan
suatu sikap yang mempunyai arti sangat penting dan merupakan sesuatu yang diharapkan,
yang pada gilirannya akan menumbuhkan keseimbangan dan stabilitas masyarakat.

HAKEKAT MANUSIA DENGAN DIMENSI-DIMENSINYA


Secara filosofis hakikat manusia merupakan kesatuan integral dari potensi-potensi
esensial yang ada pada diri manusia, yakni: (1) Manusia sebagai mahluk pribadi/individu,
(2) Manusia sebagai mahluk sosial ,(3) manusia sebagai mahluk susila/moral. Ketiga
hakekat manusia tersebut diatas dapat dijabarkan sebagai berikut :

Manusia sebagai mahluk individu (individual being)

PENGANTAR PENDIDIKAN
HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA
INDRA F. X. ROMPAS
08 312 273

Kesadaran manusia akan diri sendiri merupakan perwujudan individu kualitas


manusia.Kesadaran diri sendiri yang dimulai dengan kesadaran pribadi diantara segala
kesadaran terhadap segala sesuatu. Dengan bahasa filsafat dinyatakan eksistensi ini
mencakup pengertian yang amat luas, terutama meliputi kesadaran adanya diri diantara
semua realita, self-respect, self-narcisme, egoisme, martabat kepribadian, perbedaan
dan persamaan dengan pribadi lain, khususnya kesadaran akan potensi-potensi pribadi
yang menjadi dasar bagi self-realization.
Manusia sebagai individu, sebagai pribadi adalah suatu kenyataan yang paling riel
dalam kesadaran manusia. Malahan ada kecenderungan bahwa manusia menganggap pusat
orientasi, melalui introspeksi (istilah dalam ilmu jiwa) adalah dirinya sendiri seagai
subjek. Orientasi berfikir demikian malahan diakui oleh filsafat existensialisme dan
anthroppsentrisme secara tak langsung.
Makin manusia sadar akan dirinya sendiri sesungguhnya manusia makin sadar akan
kesemestaan, karena posisi manusia adalah bagian yang tak terpisahkan dari semesta.
Antar hubungan dan interaksi pribadi itulah pula yang melahirkan konsekuensi-
konsekuensi seperti hak azasi dan kewajiban, norma-norma moral, nilai-nilai social,
bahkan juga nilai-nilai supernatural berfungsi untuk manusia.
Dengan demikian kesadaran manusia sebagai pribadi merupakan kesadaran yang paling
dalam , sumber kesadaran subjek yang melahirkan kesadaran yang lain.Manusia sebagai
mahluk individu , dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan manusia sebagai mahluk
pribadi. Dalam bahasa Inggris kedua istilah itu dibedakan, yakni dengan individuality dan
personality.
Makna individulitas menurut Allport, menunjukkan wujud berdiri sendiri dan sifat
otonom, serta sifat unik (uniquessnes) tiap pribadi (personality). Dan makna personality
ialah what a man reality is dan bagaimana manusia itu dalam antar hubungan dan
antaraksi dengan lingkungannya. Personality juga berarti keseluruhan sifat dan
keseluruhan fase perkembangan manusia.Yang dimaksud oleh kesimpulan pertama
antropologia metafisika manusia untuk manusia sebagai mahluk individu, dapat kita
tafsirkan sebagai meliputi kedua makna tersebut. Manusia sebagai self existence dan
self consciousness menyadari dirinya sebagai realself, sebagaimana adanya: bahkan juga
sebagaimana idelnya (keinginan dan cita citanya) yang mendorong perkembangan manusia.
Manusia sebagai individu memiliki hak azasi sebagai kodrat alami atau sebagai
anugerah Tuhan kepadanya. Hak asasi sebagai pribadi itu terutama hak hidup, hak
kemerdekaan dan hak milik. Dan karena manusia menyadari adanya hak asasi itu pulalah
manusia menyadari bahwa konsekunsi dari hal-hal tersebut manusia mengemb¬angkan
kewajiban dan tangung jawab sosial dan tanggung jawab moral. Dalam hubungan inilah hal
status individualisme manusia menduduki fungsi primer.Tetapi hal tersebut tidaklah
tanpa konsekuensi logis yang bersifat wajar dan alamiah pula. Tiap-tiap hal melahirkan
kewajiban. Dalam mengemban kewajiban ini, maka status manusia sebagai mahluk social
adalah primer, utama. Sebab tanpa penunaian kewajiban, martabat manusia menjadi
merosot sebagai manusia. Oleh karena itu integritas manusia sebagai mahluk social.

PENGANTAR PENDIDIKAN
HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA
INDRA F. X. ROMPAS
08 312 273

Manusia sebagai mahluk sosial


Self existence, kesadaran diri sendiri membuka kesadaran atas segala sesuatu
sebagai realita di samping realita subjek, meskipun diri kita secara pribadi adalah
subjek yang menyadari namun diri kita bukanlah pusat dari segala realita.
Sebab kedudukan pribadi mempunyai martabat kemanu¬sian (human dignity) yang
sederajat maka wajarlah bahwa kita menghormati setiap pribadi. Untuk dihormati
sebagai pribadi adalah hak kita dan setiap orang. Sebaliknya untuk menghormati setiap
pribadi adalah kewajiban kita dan setiap pribadi lain Perwujudan manusia sebagai mahluk
sosial terutama tampak dalam kenyataan bahwa tak pernah ada manusia yang mampu
hidup (lahir dan proses dibesarkan) tanpa bantuan orang lain. Orang lain dimaksud paling
sedikit adalah orangtuanya, keluarganya sendiri. Realita ini menunjukkan bahwa manusia
hidup pada kondisi interdependensi dalam antar hubungan dan antaraksi Di dalam
kehidupan manusia selanjutnya, ia selalu hidup sebagai warga suatu kesatuan hidup,
warga masyarakat, warga negara. Warga suatu kelompok kebudayaan. Warga suatu aliran
kepercayaan warga suatu ideologi politik dan sebagainya.
Manusia sebagai mahluk sosial di samping berarti bahwa manusia hidup bersama
(germinschafts, kebersamaan), maka sifat independensi dalam arti material ekonomis
demi kebutuhan kebutuhan biologis jasmaniah melainkan lebih lebih mengandung makna
psikologis . yakni dorongan dorongan cinta dimana kebahagiaan terutama tercetak dalam
kepuasan rohani.
Hidup dalam antar Hubungan antaraksi dan interdependensi itu mengandung pula
konsekuensi konsekuensi social baik dalam arti positif maupun negatif. Ideal dalam hidup
bersama itu ialah keadaan harmonis, rukun dan sejahtera. Tetapi dapat pula sebagai
hubungan dan antaraksi itu dapat terjadi dalam kehidupan sosial. Keadaan positif dan
negatif ini adalah perwujudan dan nilai-nilai dan sekaligus watak individualitas manusia
akibat pergeseran pergeseran yang tajam dan bahkan mungkin pertentangan-
pertentangan yang terjadi di dalam proses antar hubungan dan antaraksi sosial karena
sifat sifat individualitas manusia. Mengenai hal ini secara mendalam oleh tiap tiap
pribadi dapat meng¬hindarkan disharmoni itu. Tiap individu harus rela mengorbankan
sebagi¬an dari hak individualitasnya demi kepentingan bersama. Kesadaran demikian
adalah prasyarat bagi hidup bersama.
Kehidupan di dalam antar hubungan dan antaraksi sosial memang tidak usah
kehilangan identitasnya. Sebab kehidupan sosial adalah realita sama rielnya dengan
kehidupan individu itu sendiri.
Urgensi kedua duanya harus dimengerti dalam proporsi masing-masing Kehidupan
social yang besar, banyak warganya meliputi semua individu dengan berbagai latar
belakang status, minat, nilai nilai dan sebagainya. Kehidupan sosial adalah realita dimana
individu tiada menonjolkan identitasnya, melainkan sebaliknya kebersamaan ialah
identitas, dengan sifat pluralistis. Dalam hidup bersama apakah itu lembaga lembaga
masyarakat ataupun negara, maka identitas kebersamaan itu mengatasi identitas
individu.Akan tetapi meskipun demikian tidaklah berarti individu sudah lenyap, lebur di

PENGANTAR PENDIDIKAN
HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA
INDRA F. X. ROMPAS
08 312 273

dalam identitas sosial itu. Realita sosial kebersamaan itu tidak hanya terbentuk oleh
individu-individu. Bahkan integritas social itu akan goyah bilamana hak hak individu
diperkosa. Individualitas manusia bukanlah bertentangan dengan wujud sosialitas
manusia. Melainkan individualitas itu dalam perkembangan selanjutnya akan mencapai
kesadaran sosialitasnya. Tiap manusia sadar akan kebutuhan hidup bersama segera
setelah masa kanak-kanak yang egosentris berakhir.Sebaliknya, kesadaran manusia
sebagai mahluk sosial justru harus memberi rasa tanggung jawab untuk mengayomi
individu yang lebih “lemah” daripada wujud sosial yang “besar” dan “kuat". Kehidupan
sosial kebersamaan baik itu bentuk-bentuk non-formal (masyarakat) maupun dalam
bentuk bentuk formal (institusi/negara) dengan wibawanya wajib mengayomi individu.
Asas sosial dalam kodrat manusia, seperti juga asas individualitas adalah potensi
potensi, yang baru menjadi realita karena kondisi kondisi tertentu. Ini berarti bahwa
pelaksanaan kesadaran sosial manusia hanya oleh kondisi itu sendiri. Artinya, jika di
dalam. hidup kebersamaan (sosial) itu individu kehilangan individualitasnya (hak-¬hak
asasi), maka potensi kesadaran sosial manusia menjadi tidak maksimal. Dan jika ada
pelaksanaannya tidak wajar, melainkan karena otoritas, paksaan dari luar. Bukan
didorong oleh hasrat dan motif pengabdian yang alturis. Individualitas manusia dengan
potensi-potensi subjek (prakarsa, rasa, karsa, cipta, karya) takkan berkembang jika
otoritas sosial justru tidak bersifat menunjang realisasi itu.
Esensial manusia sebagai mahluk sosial ialah adanya kesadaran manusia tentang
siapa dan posisi dirinya dalam kehidupan bersama dan bagaimana tanggungjawab dan
kewajibannya di dalam kebersamaan itu. Adanya kesadaraan interpedensi dan saling
membutuhkan serta dorongan dorongan untuk mengabdi sesamanya adalah asas
sosialitas itu.

Manusia sebagai mahluk susila (moral being)


Pribadi manusia yang bidup bersama itu melakukan hubungan dan antaraksi baik
langsung maupun tidak langsung . Di dalam proses antar hubungan dan antaraksi itu tiap
pribadi membawa identitas, kepribadian masing masing. Oleh karena itu keadaan yang
cukup heterogen akan terjadi sebagai konsekuensi tindakan tindakan masing masing
pribadi.
Keadaan interpredensi kebutuhan manusia lahir batin yang tiada batasnya akan
berlangsung terus-menerus secara kontinyu. Dan keterti¬ban, kesejahteraan manusia,
maka di dalam masyarakat ada nilai-nilai, norma-norma. Asas pandangan bahwa manusia
sebagai mahluk susila bersumber pada kepercayaan bahwa budi nurani manusia secara a
priori adalah sadar nilai dan mengabdi norma-norma. Pendirian ini sesuai pula bila kita
lihat pada analisis ilmu jiwa dalam tentang struktur jiwa (das Ich dan das Uber Ich).
Struktur jiwa yang disebut das Uber Ich yang sadar nilai nilai esensia manusia sebagai
mahluk susila. Kesadaran susila (sense of morality) tak dapat dipisahkan realitas sosial
sebab justru adanya nilai-nilai, efektifitas nilai-nilai, berfungsinya nilai-nilai hanyalah
dalam kehidupan social. tiap-tiap hubungan sosial mengandung moral. Atau dengan kata

PENGANTAR PENDIDIKAN
HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA
INDRA F. X. ROMPAS
08 312 273

kata “Tiada hubungan social tanpa hubungan susila, dan tiada hubungan susila tanpa
hubungan social”. Hubungan sosial harus dimaknai dalam makna luas dan hakiki. Yakni
hubungan social horizontal ialah hubungan sesama antar manusia. Dan hubungan social-
vertical yaitu hubungan pribadi dengan Tuhan. Hubungan sosial vertikal bersifat
transcendental sering disebut hubungan rokhaniah pribadi. Akan tetapi kedua antar
hubungan social tersebut sama sama riel di dalam kehidupan manusia, keduanya pasti
dialami semua manusia. Hubungan sosial sering disebut hubungan religius yang dianggap
hubungan pribadi dan bersifat perseorangan bukan masalah sosial.Hubungan sosial
horisontal ialah hubungan sosial dalam arti biasa, maksimal ialah pada taraf etis atau
kesusilaan (etika, nilai-nilai filsafat, adat-istiadat., hukum). Tetapi yang jelas semua
nilai-nilai itu, atau prinsip pembinaan kesadaran asas normative itu menjadi kewajiban
utama pendidikan. Asas kesadaran nilai, asas moralitas adalah dasar fundamental yang
membedakan hidup manusia dari hidup mahluk-mahluk alamiah yang lain. Rasio dan budi
nurani menjadi dasar adanya kesadaran moral itu. Dan bila moralitas ditafsirkan meliputi
nilai-nilai religius, maka rasio budi nurani akan dilengkapi pula dengan kesadaran-
kesadaran supernatural yang super rasional.
Ketiga esensia tersebut di atas dikatakan sebagai satu kesatuan integritas adalah
kodrat hakekat manusia secara potensial artinya oleh kondisi-kondisi lingkungan hidup
manusia potensi-potensi tersebut dapat berkembang menjadi realita (aktualisasi) atau
sebaliknya tidak terlaksana. Inilah sebabnya ada criteria di dalam masyrakat antara
pribadi yang baik, yang ideal, dengan pribadi yang di anggap buruk atau asusila, tingkah
laku yang kurang dikehendaki. (Noor Syam, 1984 : 169-196)

PENGEMBANGAN DIMENSI-DIMENSI TERSEBUT PADA MANUSIA

Hakikat dan eksistensi manusia sebagaimana diuraikan pada butir b di atas, masing-
masing dimensinya dapat dikembangkan sehingga dapat membentuk kepribadian manusia
sebagai berikut :

Pengembangan Manusia sebagai Mahluk Individu.


Pendidikan harus mengembangkan anak didik mampu menolong dirinya sendiri.
Pestalozzi mengungkapkan hal ini dengan istilah/ucapan: Hilfe zur selbathilfe,yang
artinya memberi pertolongan agar anak mampu menolong dirinya sendiri.
Untuk dapat menolong dirinya sendiri, anak didik perlu mendapat berbagai pengalaman di
dalam pengembangan konsep, prinsip, generasi, intelek, inisiatif, kreativitas, kehendak,
emosi/perasaan, tanggungjawab, keterampilan ,dll. Dengan kata lain, anak didik harus
mengalami perkembangan dalam kawasan kognitif, afektif dan psikomotor.
Sebagai mahluk individu, manusia memerlukan pola tingkah laku yang bukan merupakan
tindakan instingtif, dan hal-hal ini hanya bisa diperoleh melalui pendidikan dan proses
belajar.

PENGANTAR PENDIDIKAN
HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA
INDRA F. X. ROMPAS
08 312 273

Di atas telah dikatakan bahwa perwujudan manusia sebagai mahluk individu


(pribadi) ini memerlukan berbagai macam pengalaman. Tidaklah dapat mencapai tujuan
yang diinginkan, apabila pendidikan terutama hanya memberikan aspek kognitif
(pengetahuan) saja sebagai yang sering dikenal dan diberikan oleh para pendidik pada
umumnya selama ini. Pendidikan seperti ini disebut bersifat intelektualistik, karena
hanya berhubungan dengan segi intelek saja. Pengembangan intelek memang diperlukan,
namun tidak boleh melupakan pengembangan aspek-aspek lainnya sebagai yang telah
disebutkan di atas.

Pengembangan manusia sebagai mahluk sosial


Disamping sebagai mahluk individu atau pribadi manusia juga sebagai mahluk social.
Manusia adalah mahluk yang selalu berinteraksi dengan sesamanya. Manusia tidak dapat
mencapai apa yang diinginkan secara seorang diri saja. Kehadiran manusia lain
dihadapannya, bukan saja penting untuk mencapai tujuan hidupnya, tetapi juga
merupakan sarana untuk pengembangan kepribadiannya. Hal ini ditunjukkan oleh adanya
“manusia srigala” (wolgman), yaitu anak manusia yang berkembang menjadi “srigala “,
karena dibesarkan oleh srigala, dan sama sekali tidak mau menerima kehadiran manusia
lainnya. Ia menjadi bergaya hidup seperti srigala. Kehidupan social antara manusia yang
satu dengan yang lainnya dimungkinkan tidak saja oleh kebutuhan pribadi seperti telah
disebutkan di atas, tetapi juga karena adanya bahasa sebagai alat atau medium
komunikasi. Melalui pendidikan dapat dikembangkan suatu keadaan yang seimbang antara
pengembangan aspek individual dan aspek social ini. Hal ini penting untuk pendidikan di
Indonesia yang berfilasafah pancasila, yang menghendaki adanya perkembangan yang
seimbang antara aspek individual dan aspek social tersebut.
Pentingnya usaha mencari keseimbangan antara aspek individual dan aspek social ini
dikemukakan juga oleh Thompson sebagai berikut: “The problem of finding the golden
mean between education for the individual life and education for communal service and
cooperation is one of the most important questions for the educator”.

Pengembangan manusia sebagai mahluk susila


Aspek yang ketiga dalam kehidupan manusia, sesudah aspek individual dan social,
adalah aspek kehidupan susila. Hanya manusialah yang dapat menghayati norma-norma
dalam kehidupannya sehingga manusia dapat menetapkan tingkah laku yang baik dan
bersifat susila dan tingkah laku mana yang tidak baik dan bersifat tidak susila.
Setiap masyarakat dan bangsa mempunyai norma-norma, dan nilai-nilainya. Tidak dapat
dibayangkan bagaimana jadinya seandainya dalam kehidupan manusia tidak terdapat
norma-norma dan nilai-nilai tersebut. Sudah tentu kehidupan manusia akan kacau balau,
hukum rimba, sudah pasti akan berlaku dan menjalar diseluruh penjuru dunia.
Melalui pendidikan kita harus mampu menciptakan manusia susila dan harus

PENGANTAR PENDIDIKAN
HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA
INDRA F. X. ROMPAS
08 312 273

mengusahakan anak-anak didik kita menjadi manusia pendukung norma, kaidah dan nilai-
nilai susila dan social yang di junjung tinggi oleh masyarakatnya. Norma, nilai dan kaidah
tersebut harus menjadi milik dan selalu di personifikasikan dalam setiap sepak terjang,
dan tingkah laku tiap pribadi manusia.
Penghayatan personifikasi atas norma, nilai, kaidah-kaidah social ini amat penting
dalam mewujudkan ketertiban dan stabilitas kehidupan masyarakat. Sebenarnya aspek
susila kehidupan manusia sangat berhubungan erat dengan aspek kehidupan social.
Karena penghayatan atas norma, nilai dan kaidah social serta pelaksanaannya dalam
tindakan dan tingkah laku yang nyata dilakukan oleh individu dalam hubungannya dengan
atau kehadirannya bersama orang lain. Aspek susila ini tidak saja memerlukan
pengetahuan atas norma, nila, dan kaidah-kaidah yang terdapat dalam masyarakat, akan
tetapi juga menuntut dilaksanakannya secara konkret apa yang telah diketahuinya
tersebut dalam tingkah laku yang nyata dalam masyarakat.
Pentingnya mengetahui dan menerapkan secara nyata norma, nilai, dan kaidah-
kaidah masyarakat dalam kehidupannya mempunyai dua alasan pokok,yaitu :
Pertama, untuk kepentingan dirinya sendiri sebagai individu. Apabila individu tidak
dapat menyesuaikan diri dan tingkah lakunya tidak sesuai dengan norma, nilai dan kaidah
social yang terdapat dalam masyarakat maka dimanapun ia hidup tidak dapat diterima
oleh masyarakat. Dengan terkucilnya oleh anggota masyarakat yang lain, pribadi
tersebut tidak akan merasa aman. Akibatnya dia tidak merasa betah tinggal di
masyarakat , padahal setiap individu membutuhkan rasa aman dimana pun dia
berada.akibatnya dia tidak merasa betah tinggal di masyarakat yang tidak menerimanya
itu dengan demikian selanjutnya dia tidak dapat survive tinggal dimasyarakat tersebut
sehingga ia harus mencari masyarakat lain yang kiranya dapat menerimanya sebagai
anggota dalam masyarakat yang baru. Namun untuk itu, ia juga akan dihadapkan pada
tuntutan dan masyarakat yang sama seperti yang dia alami dalam masyarakat terdahulu
dimana dia pernah tinggal yaitu kemampuan untuk hidup dan bertingkah laku menurut
norma, nilai dan kaidah masyarakat yang berlaku pada masyarakat yang baru, karena
setiap masyarakat masing-masing mempunyai norma, nilai dan kaidah yang harus diikuti
oleh anggotannya.
Kedua, untuk kepentingan stabilitas kehidupan masyarakat itu sendiri. Masyarakat
tidak saja merupakan kumpulan individu, tetapi lebih dari itu, kebersamaan individu
tinggal disuatu tempat yang kita sebut masyarakat telah menghasilkan dalam
perkembangannya aturan-aturan main yang kita sebut norma, nilai, dan kaida-kaidah
social yang harus diikuti oleh anggotanya. Norma, nilai dan kaidah-kaidah tersebut
merupakan hasil persetujuan bersama untuk dilaksanakan dalam kehidupan bersama,
demi untuk mencapai tujuan mereka bersama.Dengan demikian, kelangsungan kehidupan
masyarakat tersebut sangat tergantung pada dapat tidaknya dipertahankan norma, nilai
dan kaidah masyarakat yang bersangkutan. Suatu masyarakat dapat dikatakan telah
berakhir riwayatnya, apabila tata aturan yang berupa nilai, norma, dan kaidah kehidupan
masyarakatnya telah digantikan seluruhnya dengan tata kehidupan yang lain yang diambil
dari masyarakat lain, dalam hubungan in kita semua telah menyadari bahwa betapa

PENGANTAR PENDIDIKAN
HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA
INDRA F. X. ROMPAS
08 312 273

pentingnya kewaspadaan terhadap infiltrasi kebudayaan asing yang akan membawa


norma, nilai dan kaidah kehidupan yang asing bagi kehidupan kita. Kewaspadaan tersebut
sangat penting bagi kehidupan kita agar kita bersama dapat mempertahankan eksistensi
masyarakat dan bangsa Indonesia yang telah memiliki norma, nilai dan kaidah sendiri
sebagai warisan yang tidak ternilai dari nenek moyang kita.
Pengembangan manusia sebagai mahluk religius Eksistensi menusia manusia yang
keempat adalah keberadaanya dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha
Kuasa.sebagai anggota masyarakat dan bangsa yang memiliki filsafat Pancasila kita
dituntut untuk menghayati dan mengamalkan ajaran pancasila sebaik-baiknya. Sebagai
anggota masyarakat yang dituntut untuk menghayati dan mengamalkan ajaran Pancasila,
maka kepada masing-masing warga Negara dengan demikian juga dituntut untuk dapat
melaksanakan hubungan dengan Tuhan sebaik-baiknya menurut keyakinan yang dianutnya
masing-masing, serta untuk melaksanakan hubungan sebaik-baiknya dengan sesama
manusia.

PEMBENTUKAN MANUSIA SEUTUHNYA ATAU MANUSIA PANCASILA


Di Indonesia dikenal pengertian manusia seutuhnya. Menurut Pedoman dan
Penghayatan Pancasila, setiap manusia memounyai keinginan untuk mempertahankan
hidup, dan menjaga kehidupan yang lebih baik. Ini merupakan naluri yang paling kuat
dalam diri manusia. Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa dan Negara memberikan
pedoman bahwa kebahagiaan hidup manusia itu akan tercpai apabila kehidupan manusia
itu diselaraskan dan keseimbangan, baik hidup manusia sebagai pribadi, dalam hubungan
manusia dengan masyarakat, dalam hubungan manusia dengan alam, dalam hubungan
manusia dengan bangsa, dan dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam
mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rokhaniah.
Pancasila menempatkan manusia dakam keseluruhan harkat dan martabatnya
mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Manusialah yang menjadi titik tolak dari usaha kita untuk
memahami manusia itu sendiri, manusia dan masyarakatnya, dan manusia dengan segenap
lingkungan hidupnya. Adapun manusia yang kita pahami bukanlah manusia yang luar biasa,
melainkan manusia yang disamping memiliki kekuatan juga manusia yang dilekati dengan
kelemahan-kelemahan, manusia yang disamping memiliki kemampuan-kemampuan juga
mempunyai keterbatasan-keterbatasan, manusia yang disamping mempunyai sifat-sifat
yang baik memounyai sifat-sifat yang kurang baik. Manusia yang hendak kita pahami
bukanlah manusia yang kita tempatkan di luar batas kemampuan dan kelayakan manusia
tadi.
Manusia sebagai mahluk Tuhan adalah mahluk pribadi, sekaligus mahluk social.
Sifat kodrati manusia sebagai individu dan sekaligus sebagai mahluk social merupakan
kesatuan bulat. Perlu dikembangkan secara seimbang, selaras dan serasi.
Perlu disadari bahwa manusia hanya mempunyai arti dalam kaitannya dengan manusia lain
dalam masyarakat. Manusia hanya mempunyai arti dan dapat hidup secara layak diantara
manusia lainnya. Tanpa ada manusia lainnya atau tanpa hidup bermasyarakat , seseorang

PENGANTAR PENDIDIKAN
HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA
INDRA F. X. ROMPAS
08 312 273

tidak dapat menyeenggararakan hidupnya dengan baik. Dalam mempertahankan hidup dan
usaha mengejar kehidupan yang lebih baik, mustahil hal itu dikerjakan sendiri oleh
seseoarang, tanpa bantuan dan kerjasama dengan orang lain dalam masyarakat.
Kekuatan manuasia pada ddasarnya tiodak terletak pada kemampuan fisiknya atau
kemampuan jiwanya semata-mata, melainkan terletak pada kemampuannya untuk
bekerjasama dengan manusia lainnya. Dengan manusia lainnya dalam masyarakat itulah
manusia menciptakan kebudayaan, yang pada akhirnya membedakan manusia dari segenap
mahluk hidup yang lain, dan mengantarkan umat manusia ke tingkat mutu, martabat dan
harkatnya sebagaimana manusia yang hidup pada zaman sekarang dan zaman yang akan
datang.
Kesadaran akan hal-hal yang tersebut di atas selanjutnya menumbuhkan kesadaran,
bahwa setiap manusia terpanggil hatinya untuk melakukan apa yang baik untuk orang lain
dan masyarakat. Semuanya itu melahirkan sifat dasar, bahwa untuk mewujudkan
keselarasan, keserasian, dan keseimbanagn dalam hubungan social antar manusia pribadi
dengan masyarakat, manusia perlu mengendalikan diri. Dalam masyarakat Indonesia yang
sangat beranekaragam coraknya, kemauan dan kemampuan mengendalikan diri pada
kepentingan adalah suatu sikap yang mempunyai arti sangat penting dan merupakan
sesuatu yang sangat diharapkan, yang pada gilirannya akan menumbuhkan keseimbangan
dan stabilitas masyarakat. (dalam kaitan ini hendaknya dibaca 36 butir wujud
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, sebagaimana ditunjukkan oleh Ketetapan MPR No
II/MPR/1978).
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila menegaskan pandangan social yang
berdiri di atas paham keseimbangan tidaklah mengingkari, bahwa masyarakat itu
senantiasa bergerak, berubah, berkembang dan dinamis. Namun demikian, kita
beranggapan, bahwa yang wajar, yang dicari oleh manusia bukanlah perubahan atau
dinamika itu sendiri, melainkan keseimbangan segala sesuatu dalam masyarakat untuk
mencapai tujuan kebahagiaan. Masalah perubahan social itu merupakan tantangan bagi
kita semua, kita pelajari secara teliti dan kita perhatikan sebagai factor yang
mempengaruhi terutama dalam zaman dimana ilmu dan teknologi telah berkembang
sedemikian pesatnya . bagi bangsa Indonesia, tujuan pengembangan masyarakat adalah
manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh rakyat Indonesia.dari sejarah umat
manusia secara keseluruhan diketahui bahwa kebudayaan manusia itu tidak sekaligus
jadi, seperti keadaannya sekarang, melainkan melalui proses evolusiyang memakan waktu
ribuan tahun. Demikian pula halnya perkembangan manusia secara perseoranganpun
melalui tahap-tahap yang memakan waktu belasan atau bahkan puluhan tahun sebelum
orang itu menjadi dewasa. Upaya pendidikan memperhatikan tahap-tahap perkembangan
seseorang dalam rangka memberikan pelayanan yang tepat bagi setiap orang yang sedang
menjalani pendidikannya. Demikianlah, berbagai kekhususan masa-masa perkembanagn
tertentu selanjutnya menjadi bahan pertimbangan bagi usaha-usaha pendidikan dari
berbagai jenjang dan jenis pendidikan. Keberadaan manusia seperti disinggung di atas,
membawa dampak yang besar bagi usaha-usaha pendidikan. Dalam kaitan ini, usaha
pendidikan pada dasarnya diarahkan terhadap pengembangan kososialan, dimensi

PENGANTAR PENDIDIKAN
HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA
INDRA F. X. ROMPAS
08 312 273

kesusilaan dan dimensi keberagaman berbeda dari mahluk-mahluk lain, manusia sebagai
mahluk yang berderajat lebih tinggi, diperlengkapi dengan berbagai potensi dan susunan
tubuh yang memungkinkan ia berkembang menjadi manusia seutuhnya berkembang dalam
berbagai dimensi secara mantap.
Perkembangan dimensi keindividuan memungkinkan seseorang memperkem-bangkan
segenap potensi yang ada pada dirinya secara optimal mengarah pada aspek-aspek
kehidupan yang positif. Minat, bakat, kemampuan dan berbagai fungsi psikis dan biologis
berkembang dalam rangka dimensi keindividualan ini. Perkembangan dimensi keindividuan
memungkinkan seseorang menjadi individu yang mampu tegak berdiri dengan
kepribadiannya sendiri. Perkembangan dimensi kesosialan memungkinkan orang tersebut
mampu berinteraksi , berkomunikasi, bergaul dan hidup bersama orang lain. Selain
mahluk pribadi manusia adalah mahluk
Dari sejarah umat manusia secara keseluruhan diketahui bahwa kebudayaan
manusia itu tidak sekaligus jadi, seperti keadaan sekarang, melainkan ,melalui proses
evolusi yang memakan waktu ribuan tahun. Demikian pulalah halnya, perkembangan
manusia secara perorangan pun melalui tahap-tahap yang memakan waktu belasan atau
bahkan puluhan tahun sebelum seseorang menjadi dewasa. Upaya pendidikan
memperhatikan tahap-tahap perkembangan seseorang dalam rangka memberikan
pelayanan yang tepat bagi setiap orang yang sedang menjalani pendidikannya.
Demikianlah, berbagai kekhususan masa-masa perkembangan tertentu selanjutnya
menjadi bahan pertimbangan bagi usaha-usaha pendidikan diberbagai jenjang dan jenis
pendidikan.
Keberadaan manusia seperti disinggung diatas, membawa dampak yang mendasar
bagi usaha-usaha pendidikan. Dalam kaitan ini, usaha pendidikan pada dasarnyadiarahkan
terhadap pengembangan empat dimensi kemanusiaan, yaitu dimensi keindividualan,
dimensi kesosialan, dimensi kesusilaan dan dimensi keberagamaan. Berbeda dari
makhluk-makhluk lain, manusia sebagai makhluk yang berderajat lebih tinggi,
diperlengkapi dengan brbagai potensi dan susunan tubuh yang memungkinkan ia
berkembang menjadi makhluk yang sesuaidg ketinggian derajatnya itu. potensi dan
susunan tubuh ini memungkinkan manusia berkembang menjadi manusia seutuhnya
berkembang dalam berbagai dimensi secara mantap.
Perkembangan dimensi keindividualan memungkinkan seseorang memperkem-
bangkan segenap potensi yang ada pada dirinya secara optimal mengarah pasa aspek-
aspek kehidupan yang positif. Minat, bakat, kemampuan dan berbagai fungsi psikis dan
biologis berkembang dalam rangka dimensi keindividualan ini. Perkembangan dimensi ini
membawa seseorang menjadi individu yang mampu tegak berdiri dengan kepribadiannya
sendiri. Perkembangan dimensi keindividualan diimbangi dengan perkembangan dimensi
kesosialan pada diri orang yang bersangkutan. Perkembangan dimensi kesosialan
memungkinkan orang tersebut mampu berinteraksi, berkomunikasi, bergaul, dan hidup
berasama orang lain. Selain makhluk hidup pribadi manusia adalah makhluk sosial. Aspek
pribadi dan sosial itu saling berinteraksi dan dalam interaksi itulah keduanya saling
bertumbuh, saling mengisi dan saling menentukan makna yang sesungguhnya. Pertemuan

PENGANTAR PENDIDIKAN
HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA
INDRA F. X. ROMPAS
08 312 273

dimensi keindividualan, dan dimensi kesosialan menuntut dikembangkannya dimensi yang


ketiga yaitu dimensi kesusilaan. Memang dimensi kesusilaan hanya mungkin dan perlu
timbul apabila seseorang berada berasama orang lain. Moral, estetika dan berbagai
aturan lainnya itulah yang mengatur bagaimana hubungan itu seharusnya dilaksanakan
seadanya saja, apalagi semau gue saja. Hidup berasama orang lain perlu diselenggarakan
sedemikian rupa, sehingga semua orang yang berada di dalamnya memperoleh manfaat
yang sebesar-besarnya dari kehidupan bersama itu.
Dimensi kesusilaan yang lain itu dapat bertemu dalam satu kesatuan yang
bermakna. Dapat dibayangkan bahwa tanpa dimensi kesusilaan bekembangnnya dimensi
keindividualan dan dimensi kesosialan akan tidak serasi, bahkan dapat saling
bertabrakan, yang satu cenderung mengalahkan yang lain.
Perkembangan ketiga dimensi diatas memungkinkan manusia bergerak dalam bidang
kehidupan kemanusiaan. Namun perlu diingat bahwa ketiga dimensi tersebut baru mampu
membentuk bidang kehidupan yang mampu menampung isi kehidupan secara menyeluruh
dan mantap. Perlu pula diperhatikan bahwa bidang kehidupan duniawi belaka. Dengan
demikian, manusia yang hidupnya hanya didasarkan pada perkembangan ketiga dimensi
tersebut, jelas baru menjangkau bidang kehidupan keduniawian semata-mata.
Manusia seutuhnya pastilah bukan manusia yang semata-mata hidup dalam bidang
keduniaan, melainkan yang juga mampu menjangkau isi hidup keakhiratan. Untuk itu perlu
diperkembangkan dimensi yang keempat, yaitu dimensi keberagamaan. Dalam dimensi ini
manusia memperkembangkan diri dalam kaitannya dengan Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan berkembangnya secara mantap dimensi yang keempat itu, akan lengkaplah
perkembangan manusia dan mungkinlah manusia itu menjadi manusia yang seutuhnya.
Dengan keempat dimensi tersebut manusia akan mampu membentuk wadah kehidupannya
secara matap dan selanjutnya mengisi kehidupan itu secara penuh.
Maka dari keseluruhan perkembangan itu menjadi lengkap dan utuh dalam semua sisinya,
sisi individu dan sosialnya, sisi dorongan yang harus dipenuhi dan estetika pemenuhannya,
sisi dunia dan akhiratnya, serta sisi hubungan dengan sesama manusia dan hubungan
dengan Tuhan. Dengan dimensi keempat itu pula kehidupan manusia ditinggikan
derajatnya, sesuai dengan ketinggian derajat manusia dibandingkan dengan makhluk-
makhluk lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

PENGANTAR PENDIDIKAN
HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA
INDRA F. X. ROMPAS
08 312 273

 Anonim.2009.hakekat manusia dan pengembangannya


http://qym7882.blogspot.com/2009/04/hakikat-manusia-dan-
pengembangannya.html

 dian miranda.2008.hakekat manusia dan pengembangannya


http://dianmiranda.wordpress.com/2008/09/19/hakekat-manusia-dan-
pengembangannya/

PENGANTAR PENDIDIKAN

You might also like