Professional Documents
Culture Documents
Kesabaran yang dimiliki Sri ternyata ada batasnya. Karena merasa tak sanggup
lagi menerima perlakuan suaminya, Sri pada 19 Agustus 2008 mengadukan
tindakan kekerasan suaminya ke Polres Serang. Sri juga melayangkan gugatan
cerai ke Pengadilan Agama (PA) Serang dan dikabulkan.
Vonis yang dijatuhkan PN Serang itu ternyata dianggap terlalu berat oleh Sucipto
dan melakukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Banten. Upaya banding
dikabulkan pada 20 Januari 2010 dan hanya dikenakan hukuman enam bulan masa
percobaan.
Merasa nasibnya terus menerus tak beruntung, Sri akhirnya mengadukan nasibnya
ke Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A)
Provinsi Banten. Merasa laporannya kepada P2TP2A tidak begitu membuahkan
hasil, Sri mengadukan nasibnya kepada sejumlah pers. Didampingi Sekretaris
P2TP2A Provinsi Banten Yayah Rukhiyah, Sri mencoba mengusik rasa
kemanusiaan penegak hukum melalui media massa.
“Tidak ada maksud untuk menyudutkan pihak manapun atau orang per orang.
Tujuan mengadukan nasib saya ke wartawan murni hanya untuk meminta hak
saya sebagai warga negara Indonesia untuk memperoleh keadilan dan
perlindungan hukum,” tegas Sri di press room Pemprov Banten, Selasa (9/2).
Ia mengalami KDRT sejak awal pernikahan. “Saya menikah pada tahun 1999.
Saya sama sekali tidak mengetahui sifat dan perangainya karena menikah
dijodohkan orangtua,” ujarnya.
Terkait upaya advokasi yang telah dilakukan P2TP2A terhadap kasus Sri, Yayah
Rukhiyah menyatakan, selain mendampingi Sri dalam setiap kali persidangan,
pihaknya telah melayangkan surat kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Mahkamah Agung.
“Surat yang kita layangkan ini berisi tentang permintaan agar Mahkamah Agung
(MA) menjelaskan putusan yang dikeluarkan Pengadilan Tinggi Banten terkait
kasus yang dialami Sri,” ujarnya. (ila)