Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
ARVI FELICIA
F24102102
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Arvi Felicia. F24102102. Pengembangan Produk Sereal Sarapan Siap Santap
Berbasis Sorghum. Di bawah bimbingan : Ir. Sutrisno Koswara, MSi. 2006.
RINGKASAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
ARVI FELICIA
F24102102
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PENGEMBANGAN PRODUK SEREAL SARAPAN SIAP SANTAP
BERBASIS SORGHUM
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
ARVI FELICIA
F24102102
Menyetujui,
Bogor, Juni 2006
Mengetahui,
iii
KATA PENGANTAR
Penulis
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kepada Allah Bapa di surga atas kasih, anugerah, dan
penyertaanNya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
ini. Ucapan terima kasih ditujukan kepada Ir. Sutrisno Koswara, MSi, sebagai
Dosen Pembimbing, yang telah mendampingi serta membimbing penulis selama
menempuh pendidikan sarjana di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan –
Institut Pertanian Bogor. Terima kasih pula kepada Dr. Ir. M. Arpah, MSi dan Dr.
Ir. Slamet Budijanto, M.Agr, selaku dosen penguji. Selain itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada bapak Iyas serta bapak Sobirin yang telah
banyak membantu penulis sewaktu bekerja di Pilot Plant Seafast Center dan
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada keluargaku tersayang (Papa,
Mama, dan Vici) atas segala doa dan dukungannya, baik moral maupun materiil.
Terima kasih pula atas doa dan dukungannya kepada oma, opa, semua oom dan
tante, serta saudara-saudara sepupu. Begitu pula kepada Christian atas kesabaran,
semangat, serta kasih sayangnya kepada penulis.
Tak lupa penulis mengucapakan terima kasih kepada koko Tata, LEADER,
FAITH, para panelis, Joseph, Fajar, mba Santi, Yessica, Inggrid, Ratry, Hanna,
Anita, Randy, Anissa, Pretty, Shinta, Ribka, dan seluruh teman-teman ITP ’39,
atas kesediaannya berbagi suka duka bersama penulis serta membantu penulis
dalam menyelesaikan karya tulis skripsi ini.
Penulis
v
DAFTAR ISI
vi
3. Pengujian Organoleptik....................................................................... 18
4. Analisis Kimia .................................................................................... 19
a. Kadar Air........................................................................................ 19
b. Kadar Abu ...................................................................................... 19
c. Kadar Protein.................................................................................. 20
d. Kadar Lemak .................................................................................. 20
e. Kadar Karbohidrat .......................................................................... 21
f. Kadar Serat Kasar ........................................................................... 21
g. Total Fenol ..................................................................................... 21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................... 23
A. METODE PRODUKSI SORGHUM FLAKES ......................................... 23
B. PENETAPAN FORMULA ...................................................................... 28
C. UJI ORGANOLEPTIK ............................................................................ 29
D. ANALISIS KIMIA .................................................................................. 32
1. Kadar Air............................................................................................ 33
2. Kadar Abu .......................................................................................... 34
3. Kadar Protein...................................................................................... 34
4. Kadar Lemak ...................................................................................... 34
5. Kadar Karbohidrat .............................................................................. 35
6. Kadar Serat Kasar ............................................................................... 35
7. Total Fenol ......................................................................................... 35
E. PERBANDINGAN PRODUK "S" DAN SAMPEL TARGET.................. 37
V. KESIMPULAN ............................................................................................ 40
A. KESIMPULAN ....................................................................................... 40
B. SARAN ................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 42
LAMPIRAN ...................................................................................................... 45
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
2
dikonsumsi atau hanya memerlukan sedikit waktu untuk persiapannya (kurang
dari 3 menit).
B. TUJUAN
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. SORGHUM
1. Botani Sorghum
5
2. Struktur Biji
Biji sorghum berbentuk bulat lonjong dengan ukuran sekitar 4.0 x 2.5
x 3.5 mm dan berat dari 1000 biji sekitar 25-30 gram (FAO, 1995; Suprapto
dan Mudjisihene, 1987). Biji sorghum mempunyai struktur yang hampir
sama dengan serealia lainnya. Komponen utama biji sorghum adalah
perikarp, testa, endosperm, dan embrio (FSD, 2003). Gambar penampang
biji/ bulir sorghum dapat dilihat Gambar 1.
Aleuron
Stylet
Glassy endosperma
Floury endosperma Scutelum
Lembaga Plumule
Perikarp Epiblas
Testa
Radikel
Endosperma
6
kompleks, minyak, dan mengandung beberapa enzim hidrolisis.
Endosperma peripheral terdiri dari sel berbentuk persegi panjang yang
mengandung granula pati dan terselubung oleh matriks protein (FAO, 1995;
Suprapto dan Mudjisihene, 1987).
Dua bagian utama dari lembaga (germ) adalah embryonic axis dan
scutellum. Scutellum merupakan jaringan penyimpanan yang kaya akan
lemak, protein, enzim, dan mineral. Minyak pada lembaga sorgum kaya
akan asam lemak tak jenuh ganda (polyunsaturated) dan mirip seperti
minyak jagung (FAO, 1995).
7
Kandungan protein dalam sorghum cukup unggul jika dibandingkan
dengan serealia lainnya. Kadar zat protein biji sorghum yang dihasilkan oleh
tanaman dengan varietas-varietas biasa, rata-rata berada di bawah 10%,
tetapi melalui penemuan-penemuan baru dengan jalan persilangan sudah
dapat diperoleh varietas sorghum dengan hasil biji yang berkadar protein
hingga rata-rata diatas 13%.
Protein pada sorghum dapat dikategorikan menjadi empat jenis
berdasarkan sifat kelarutannya, yaitu albumin (larut air), globulin (larut
garam), prolamin/gliadin (larut alkohol), dan glutelin (larut asam atau basa).
Meskipun tepung sorghum memiliki glutelin dan gliadin, akan tetapi protein
tepung sorghum kurang memiliki kemampuan untuk membentuk gluten jika
dibandingkan dengan terigu (Suarni, 2004). Menurut Suarni (2004),
kandungan gliadin dan glutenin terigu seimbang, sehingga dapat
membentuk gluten yang memiliki sifat elasitisitas tinggi ketika ditambahkan
air. Oleh karena tepung sorghum tidak memiliki gluten yang sama seperti
gluten terigu, maka tepung sorghum dapat digunakan untuk pembuatan
produk makanan yang bebas gluten atau gluten free (Rooney, 2003; FSD,
2003; NSP, 2005).
Asam amino pada sorghum sangat bervariasi, tergantung pada
lingkungan saat penanaman. Seperti halnya dengan serealia lainnya,
kandungan asam amino lisin pada sorghum juga rendah, diikuti dengan
threonin (Dogget, 1970). Komponen protein dan pati pada sorghum lebih
lambat dicerna daripada seralia yang lain sehingga bermanfaat untuk
penderita diabetes (NSP, 2005).
Sorghum mengandung Insoluble Dietary Fiber (IDF) yang tinggi dan
kandungan Soluble Dietarty Fiber (SDF) yang rendah. Roti yang dibuat
dengan biji sorghum dapat mengandung kira-kira 5 g serat makanan dalam
setiap 56 gram roti (Anonim a, 2003).
Kandungan mineral pada sorghum sangat bervariasi, tergantung pada
faktor genetik, keadaan lingkungan, serta perlakuan pengolahan. Menurut
FAO (1995), mineral pada sorghum terdistribusi tidak merata. Mineral lebih
terkonsentrasi pada lembaga dan kulit luar biji sorghum, sehingga
8
penghilangan kulit luar biji sorghum menurunkan kandungan mineral biji
sorghum. Seluruh biji sorghum cenderung memiliki kandungan fosfor,
kalsium, dan seng yang rendah.
Sorghum juga kaya akan senyawa fenolik. Komponen fenolik pada
sorghum dapat dikategorikan ke dalam dua bagian besar, yaitu asam fenolat
dan flavonoid. Asam fenolat merupakan turunan asam benzoat atau asam
sinamat, sedangkan tanin dan antosianin termasuk ke dalam flavonoid
(Awika dan Rooney, 2004).
Tanin merupakan komponen fitokimia paling penting dan unik pada
sorghum karena tanin memiliki efek positif dan negatif bagi kesehatan
manusia. Adanya tanin dalam biji sorghum dapat mengikat protein sehingga
mempengaruhi fungsi asam-asam amino serta menurunkan ketersediaan/
bioavailibilitas protein dalam tubuh manusia (Suprapto dan Mudjisihene,
1987). Selain itu, tanin dapat berikatan dengan besi anorganik (seperti
FeSO4) yang terdapat pada bahan pangan nabati membentuk ferotanat,
sehingga mengurangi ketersediaan zat besi bagi tubuh karena senyawa yang
berada dalam bentuk terikat tidak bisa diserap oleh usus halus.
Meskipun memiliki pengaruh negatif terhadap ketersediaan beberapa
komponen nutrisi, senyawa fenolik memiliki pengaruh positif bagi
kesehatan. Senyawa–senyawa polifenol ini memiliki daya antioksidan yang
sangat besar, lebih besar dari vitamin E dan vitamin C yang selama ini
dikenal sebagai antioksidan alami (Awika dan Rooney, 2004).
9
Menurut artikel yang ditulis oleh P27-53 pada harian Suara Merdeka tahun
2004, harga biji sorghum di Jawa Tengah per kilogram adalah Rp. 800,
sedangkan harga beras pada saat itu adalah Rp. 2350.
Indonesia sendiri kurang mengenal tanaman sorghum, apabila
dibandingkan dengan negara-negara penghasil sorghum, maka hasil
sorghum di Indonesia masih termasuk rendah. Hasil tertinggi yang dicapai
3-4 ton/ha. Hasil yang realtif rendah ini disebabkan oleh karena para petani
umumnya masih menggunakan varietas-varietas yang hasilnya rendah dan
cara bercocok tanam yang belum disempurnakan. Masalah pengembangan
sorghum di Indonesia yang lainnya adalah terabaikannya perbaikan dan
pengembangan tanaman sorghum dibanding padi atau tanaman pangan lain,
budidaya di tingkat petani sangat terbatas karena kompetisi dengan padi atau
tanaman lain, tidak tersedianya benih sorghum yang bermutu di pasar,
banyaknya kelemahan pada varietas sorghum lokal, industri sorghum yang
belum terbangun berkelanjutan (Batan, 2003)
Masalah penerimaan konsumen terhadap sorghum juga merupakan
masalah yang dihadapi, khususnya untuk pengembangan diversifikasi
pangan. Warna sorghum adalah faktor utama yang sangat mempengaruhi
minat konsumen untuk memutuskan suka atau tidak suka. Selain warna,
konsumen juga melihat rasa yang dihasilkanya, jika rasanya enak maka
tidak menutup kemungkinan untuk menarik minat pembeli, sedangkan
karakter yang lain seperti ukuran, bentuk, besar atau kecilnya hanya menjadi
faktor sampingan (ICRISAT Center, 1981).
Sebagai pangan, sorghum telah dikonsumsi oleh orang Afrika dan
India selama ribuan tahun. Mereka mengolah sorghum menjadi bubur dan
panekuk. Di Afrika Timur, pangan ini dimasak dengan dua cara.yaitu bubur
cair (Uji) dan pasta kental (Ugali), seperti adonan. Keduanya dipersiapkan
dengan memasak tepung sorghum tersebut ke dalam air dengan kadar air
yang dapat diatur. Biasanya bubur tersebut dimakan begitu saja, sedangkan
Ugali dimakan bersama dengan saus bumbu kari ikan seperti kebiasaan adat
setempat (Dogget, 1970).
10
Melalui penumbukan secara tradisional, biji sorghum dibersihkan dari
sekam kasar sehingga menghasilkan dedak kasar yang kemudian ditumbuk
untuk memisahkan kulit arinya dan sekaligus melepaskan lembaganya dari
biji dengan menghasilkan dedak halus (bekatul). Biji sorghum yang lunak
dalam penumbukan kedua sudah terbelah-belah sehingga menghasilkan
beras sorghum, sedangkan biji sorghum yang keras hingga penumbukan
yang kedua masih dapat mempertahankan bentuknya yang pipih atau bulat
sehingga dapat dijadikan brondong ( biji sorghum digoreng dengan minyak
sedikit dan ditutup hingga menjadi brondong). Biji sorghum juga dapat
dijadikan nasi sorghum dengan syarat kulit arinya harus benar-benar bersih,
jika tidak rasanya akan pahit (Rismunandar, 1989).
Untuk membuat bir, dipilih biji dengan warna yang coklat sangat
gelap, kadang-kadang dipilih yang berwarna ungu. Di Tanzania, Afrika
Tengah dan Afrika Utara banyak menggunakan varietas sorghum ini untuk
membuat bir. Di tempat lain yaitu di Buganda, biji sorghum yang dipilih
untuk pembuatan bir ini adalah yang berwarna coklat dan rasanya pahit,
sedangkan endospermanya sangat halus. Di beberapa tempat, biji yang
berwarna putih merupakan salah satu pilihan yang sangat baik untuk
membuat bir.
Tepung sorghum dapat berperan sebagai subtitusi tepung terigu pada
pembuatan roti, mie, pasta, dan kue-kue kering. Menurut Suarni (2004),
tepung sorghum dapat mensubtitusi tepung terigu hingga taraf 50-80%
untuk membuat kue kering. Subtitusi perlu diikuti penambahan tepung
maizena sebagai bahan perekat dan bumbu kue untuk menekan rasa sepat
pada tepung sorghum.
Subtitusi tepung sorghum terhadap terigu dapat dilakukan sampai taraf
40-50% untuk membuat kue basah (cake), sedangkan untuk membuat roti
sekitar 20-30%, dan untuk membuat mie sekitar 15-20% (Suarni, 2004).
Kadar gula dalam batang sorghum dapat dimanfaatkan untuk pembuatan
gula-gula, es krim, kue-kue seperti lumpia sorghum, tape, wajik, dodol, kue
klepon, serta minuman seperti coca cola, teh botol, dan sebagainya.
11
5. Pemanfaatan Biji Sorghum Non-Pangan
Saat ini produk pangan olahan dari sorghum sangat jarang ditemukan
di Indonesia. Mayoritas produksi sorghum di Indonesia diolah menjadi
pakan ternak. Selain makanan ternak, sorghum dapat digunakan sebagai
bahan baku pada industri ethanol, lem, dan cat (Batan, 2003). Tepung
sorghum juga dapat dimanfaatkan untuk membuat briket arang kayu yang
digunakan untuk cetakan pengecoran besi, bahan untuk menggumpalkan
peleburan alumunium, melicinkan pengeboran minyak bumi, pendingin bor,
dan menahan perembesan air dari dinding sumur bor (Rismunandar, 1989).
Sorghum juga berpotensi untuk diolah sebagai bioetanol pengganti bensin
(Yudiarto dan Ali, 2006).
12
Jenis keempat adalah Ready-to-eat ceral mixes. Sereal jenis ini
merupakan kombinasi dari bermacam-macam biji sereal, polong-polongan
(legumes), atau oil seeds, serta buah-buahan kering. Contoh sereal jenis ini
adalah Granola yang diproduksi oleh Quaker Oats Company.
Jenis kelima, atau jenis yang terakhir adalah produk sereal lainnya
(Miscellaneous cereal products). Jenis ini merupakan produk sereal yang
tidak dapat dikelompokkan ke dalam empat jenis sereal sarapan di atas karena
adanya pengkhususan dari proses astau pengguna akhir. Contoh sereal jenis
ini adalah makanan bayi dan cereal nuggets.
Sebagian besar produk serealia mengandung biji sereal dalam jumlah
besar dan hanya sedikit bahan tambahan pangan. Bahan tambahan pangan
umumnya digunakan untuk memperbaiki tekstur sereal atau mengubah
karakteristik fungsional dari produk akhir.
Mineral dan vitamin seringkali ditambahkan pada produk sereal sarapan,
karena pada umumnya konsumen hanya mengkonsumsi produk tersebut pada
pagi hari. Dengan demikian, produk sereal sarapan harus memenuhi
kebutuhan nutrisi manusia.
Saat ini sereal sarapan yang paling digemari masyarakat adalah jenis
ready-to-eat karena berkaitan dengan kepraktisan dan waktu penyajian yang
cepat. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian Nurjanah tahun 2000. Menurut
Nurjanah (2000), jenis sereal sarapan yang paling banyak dikonsumsi/ disuka
oleh konsumen adalah produk yang berupa minuman sarapan, produk ekstrusi,
dan flakes. Semua produk ini merupakan produk instan dimana waktu
persiapannya kurang dari 3 menit.
13
pemasakan lebih lanjut, sampai metode yang cukup canggih dengan
membuat produk ready-to-eat yang cepat saji. Saat ini, produk sereal
sarapan yang banyak terdapat di pasar, adalah oatmeal, produk ekstrusi,
flakes, bubur instan, serta minuman sarapan.
Pada awal perkembangannya, beberapa produk serealia yang dijual
di pasaran berupa biji gandum dan oats yang digiling. Biji-bijian ini
memerlukan pemasakan lebih lanjut oleh konsumen sebelum dikonsumsi.
Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengurangi waktu pemasakan yang
dilakukan oleh konsumen sehingga konsumen dapat lebih nyaman. Salah
satu metode untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan precooking
atau penggunaan bahan tambahan pangan. Bahan tambahan pangan yang
dapat digunakan adalah gum polisakarida, monogliserida, dan sebagainya.
Dengan ditemukannya teknologi oven microwave, pemasakan sereal
sarapan dapat lebih cepat (Tribelhorn, 1991; Roger, 1974).
Flake merupakan bentuk pertama dari produk sereal siap santap.
Sercara tradisional, pembuatan produk flake dilakukan dengan mengukus
biji serealia yang sudah dihancurkan (kurang lebih sepertiga dari ukuran
awal biji) pada kondisi bertekanan selama dua jam atau lebih lalu
dipipihkan di antara dua rol baja. Setelah itu dikeringkan dan di panggang
pada suhu tinggi (Tribelhorn, 1991). Pengeringan pati yang telah
mengalami gelatinisasi merupakan prinsip dasar sereal sarapan instan
berbentuk flake ini. Pati kering tersebut masih memiliki kemampuan
untuk menyerap sejumlah air dalam jumlah yang besar. Setelah air
terserap ke dalam pati, maka pati/ serealia tersebut dapat langsung
dikonsumsi.
Tressler Processes merupakan metode pembuatan oat instan yang
dikembangkan oleh D. K. Tressler dan sudah dipatenkan dengan kode U.
S. Patent 3,490,915; 20 Januari 1970. Metode ini menggunakan energi
panas dan tekanan. Pada tahun yang sama, D. K. Tressler
mengembangkan proses pembuatan oat instan dengan melakukan
penambahan susu untuk mengurangi kelengketan. Metode ini mendapat
paten dengan kode U. S. Patent 3,494,769; 10 Februari 1970. Selain kedua
14
metode di atas, masih banyak lagi metode untuk membuat oat instan.
Beberapa diantaranya adalah metode yang dikembangkan oleh G. W.
Huffman dan J.W.Moore dari perusahaan The Quaker Oats yang
menggunakan gum polisakarida; metode yang dinamakan Nabisco
Processes, dengan penambahan hidrolisat sereal ke dalam oat yang sudah
diproses; dan lain sebagainya (Roger, 1974).
15
III. METODOLOGI PENELITIAN
Bahan yang digunakan adalah sorghum, gula pasir, non dairy creamer,
coklat bubuk, garam dapur, bubuk vanilin, CMC, serta bahan-bahan untuk
analisis kima.
Alat yang digunakan adalah retort, drum drier, panci, dry blender,
roller, neraca, gelas piala, sudip, erlenmeyer, gelas ukur, buret, pipet Mohr,
mikro pipet, sentrifus, spektrofotometer, serta alat-alat lain yang digunakan
untuk analisis kima.
B. METODE PENELITIAN
1. Pendahuluan
16
Tressler ini sudah mendapat paten dengan kode U. S. Patent 3,494,769;
10 Februari 1970.
Pada metode A, sorghum dicuci bersih kemudian direndam
selama 2 jam lalu ditiriskan dan dikukus selama 40 menit. Sorghum
yang sudah dikukus kemudian dipipihkan dengan menggunakan roller,
setelah itu dioven dengan oven pengering selama 12 jam..
Pada pembuatan sorghum flakes metode B, sorghum dicuci bersih
kemudian dimasak menggunakan retort dengan suhu 120oC selama 15
menit dengan perbandingan air dan sorghum sebesar 2 : 1. Sorghum
yang telah masak tersebut didinginkan selama 20 menit lalu dipipihkan
dengan menggunakan roller kemudian dipanggang dengan oven
panggang dengan suhu 300oF (148.89ºC) selama 12 menit.
Pada pembuatan sorghum flakes metode C, sorghum dicuci bersih
kemudian dimasak menggunakan retort dengan suhu 120oC selama 15
menit dengan perbandingan air dan sorghum sebesar 2 : 1. Sorghum
yang telah matang kemudian dikeringkan dengan drum drier dengan
jarak antar roller sekitar 0.5 mm sehingga didapat lembaran-lembaran
sorghum kering. Lembaran-lembaran tersebut dihancurkan dengan
menggunakan dry blender Sayota® sehingga terbentuk serpihan-
serpihan (flakes).
17
c. Perhitungan Waktu Rehidrasi
2. Penetapan Formula
3. Pengujian Organoleptik
18
Pengolahan data uji ranking dilakukan dengan menggunakan
Friedman test, sedangkan pengolahan data uji hedonik menggunakan uji
Analysis of Variance (ANOVA). Jika hasil uji ANOVA menyatakan
bahwa sampel yang diujikan berbeda nyata terhadap skor kesukaan pada
taraf kepercayaan 0.05, maka dilakukan uji lanjutan (post hoc). Uji
lanjutan untuk skala hedonik menggunakan uji Duncan. Uji ini dilakukan
untuk melihat apakah ada perbedaan yang nyata diantara ketujuh sampel
yang diujikan.
4. Analisis Kimia
x −( y − a )
Kadar air ( basis ker ing ) = × 100%
y−a
19
(x−a)
Kadar abu (% basis basah ) = × 100%
w
20
e. Kadar Karbohidrat
21
senyawa radikal. Pengukuran total antioksidan bahan pangan dapat
dilakukan dengan mengukur total fenolik menggunakan reagen Folin.
Pada tahap persiapan sampel, 0.2 gram bahan kering sampel
ditambah 200 ml metanol lalu dikocok selama satu jam dengan
menggunakan shaker. Setelah itu dimasukkan ke tabung sentrifus dan
disentrifus selama 15 menit, 3000 rpm. Supernatan diambil dan
disaring dengan kertas Whatman no.1 untuk mendapatkan filtrat.
Larutan standar dibuat dari asam tanat dengan konsentrasi 0, 5, 10, 15,
20, dan 25 ppm
Dua mililiter filtrat atau larutan standar ditambah 1 ml folin dan
didiamkan lima menit di suhu ruang. Kemudian campuran tersebut
ditambah 2 ml Na2CO3 dan divorteks lalu didiamkan 30 menit di suhu
ruang. Sebelum diabsorbansi pada panjang gelombang 760 nm,
sampel divorteks dahulu. Setelah didapat nilai absorbansi sampel,
diplotkan ke kurva standar.
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Biji sorghum
↓
Dicuci bersih
↓
Direndam
↓
Dikukus
↓
Sorghum kukus
↓
Dipipihkan
↓
Sorghum pipih
↓
Dikeringkan
↓
Sorghum flakes
24
Biji sorghum Biji sorghum
↓ ↓
Dicuci bersih Dicuci bersih
↓ ↓
Air Dimasak Air Dimasak
↓ ↓
Sorghum masak Sorghum masak
↓ ↓
Dipipihkan Dipipihkan dan
↓ dikeringkan
Sorghum pipih (dengan drum drier)
↓ ↓
Dipanggang Lembaran sorghum pipih
↓ ↓
Sorghum flakes Dihancurkan
↓
Sorghum flakes
Metode B Metode C
Menurut Freeman, et al. (1968), granula pati biji sorghum hanya dapat
menyerap air sangat sedikit pada suhu ruang, dan kemampuan granula untuk
mengembang juga kecil. Kemampuan granula pati biji sorghum untuk
menyerap air akan meningkat pada suhu tinggi. Oleh karena itu dalam
perbaikan metode pembuatan sorghum flakes selanjutnya, gelatinisasi
dilakukan dengan cara memasak biji sorghum dalam air.
Pada pembuatan sorghum flakes menggunakan metode B dan metode C,
biji sorghum tidak melalui tahap perendaman pada suhu ruang, melainkan biji
sorghum dan air langsung dimasak menggunakan retort dengan suhu 120oC
selama 15 menit (Lihat Gambar 4). Pemasakan menggunakan retort membuat
sorghum tergelatinisasi lebih merata dibandingkan dengan pemasakan
menggunakan kompor. Penggunaan suhu 120oC menghasilkan tekanan
sebesar 15 psi. Menurut Roger (1974), adanya tekanan yang diberikan saat
membuat flakes dapat menyebabkan flakes menyerap air lebih cepat. Setelah
selesai dimasak, sorghum harus didinginkan (didiamkan) terlebih dahulu
25
selama kurang lebih 20 menit. Langkah ini bertujuan untuk meratakan kadar
air pada sorghum masak.
Sorghum masak kemudian dipipihkan dengan menggunakan roller pada
metode B, lalu dipanggang pada suhu 300oF (148.89oC) selama 12 menit.
Pemanggangan meliputi reaksi bersama antara transfer panas dan transfer
massa dimana energi panas dipindahkan ke dalam bahan pangan melalui
permukaan pemanas dan udara di dalam oven, kemudian kandungan air
(massa) dipindahkan dari bahan pangan ke udara di sekelilingnya (Fellows,
2000).
26
Sorghum masak yang dipipihkan menggunakan roller sangat lengket sehingga
menempel pada plastik yang pada awalnya bertujuan untuk mencegah
sorghum menempel pada roller saat dipipihkan. Sorghum yang sudah pipih
tersebut sangat sulit dipindahkan ke loyang. Kelengketan diduga karena
tingginya kadar amilopektin dalam biji sorghum.
27
mengering akan terkikis oleh pisau (doctor blade) yang berada disepanjang
permukaan drum dengan arah melintang.
Produk akhir yang berupa lapisan tipis dengan tebal sekitar 0.5 mm
ditampung di bawah permukaan drum. Lapisan tipis tersebut kemudian
dihancurkan dengan menggunakan dry blender sehingga terbentuk serpihan-
serpihan sorghum/ flakes. Sorghum flakes yang dibuat dengan menggunakan
metode C ini dapat dilihat pada Gambar 6. Flakes memiliki waktu rehidrasi
sekitar 2.5 menit dan daya serap air sebesar 503.617 %. Hasil perbandingan
flakes yang diproduksi menggunakan metode A, B, dan C, dapat dilihat pada
Tabel 2.
B. PENETAPAN FORMULA
28
Tabel 3. Formula produk sereal sarapan sorghum (dalam % dari 150 ml air
yang ditambahkan)
Gula Coklat Creamer Garam Vanila CMC Sorghum Kode
6 0.5 5 0.15 0.05 0.15 10 238
6 0.75 5 0.15 0.05 0.15 10 343
8 0.5 5 0.15 0.05 0.15 10 352
8 0.75 5 0.15 0.05 0.15 10 810
10 0.5 5 0.15 0.05 0.15 10 956
10 0.75 5 0.15 0.05 0.15 10 682
Sampel target 762
C. UJI ORGANOLEPTIK
29
Jumlah panelis uji afektif pada penelitian ini berjumlah 39 panelis tidak
terlatih. Menurut Resurreccion (1998), minimal diperlukan 25 panelis untuk
uji afektif di laboratorium untuk meminimalisasi standar deviasi. Berbeda
dengan uji pembedaan dimana perbedaan diantara sampel yang disajikan
sangat kecil, uji kesukaan menyajikan sampel dengan perbedaan yang nyata
untuk menghasilkan suatu hasil yang berbeda nyata antara sampel yang
diujikan (Resurreccion, 1998).
Panelis harus mengurutkan sampel berdasarkan tingkat kesukaannya
secara keseluruhan pada uji ranking. Oleh karena sampel berjumlah 7, maka
nilai ranking berkisar 1-7. Ranking 1 adalah sampel yang paling disuka, dan
ranking 7 adalah sampel yang paling tidak disuka. Hasil uji ranking (Lihat
Lampiran 8) menunjukkan bahwa sampel yang paling disuka adalah sampel
dengan kode 682, sedangkan panelis paling tidak menyukai sampel dengan
kode 762 (sampel target).
Uji ranking merupakan uji yang paling mudah, tetapi data yang
dihasilkan tidak menyajikan perbedaan yang ada antar sampel atau
homogenitas antar sampel. Untuk itulah dilakukan uji hedonik untuk
mendukung uji ranking tersebut (Moskowitz, 2000).
Uji hedonik saat ini merupakan alat pengukuran uji organoleptik yang
paling popular karena sangat mudah digunakan, data dapat dengan cepat dan
mudah dianalisis dengan menggunakan piranti lunak komputer, dan hasil
statistik memungkinkan untuk analisis yang lebih kuat dan dapat memberikan
wawasan luas serta kesimpulan yang lebih kuat (Moskowitz, 2000). Hasil uji
hedonik terhadap atribut aroma menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf
kepercayaan 0.05 terhadap ketujuh sampel yang diuji. Hal ini terlihat dari nilai
signifikansi antar sampel sebesar 0.000 (Lihat Lampiran 2), sehingga dapat
dilakukan uji lanjutan menggunakan uji Duncan. Pada uji Duncan terhadap
atribut aroma, dihasilkan tiga subset berbeda. Subset 1 terdiri dari sampel
dengan kode 682, 238, 956, 810; subset 2 terdiri dari sampel dengan kode
238, 956, 810, 343, 352; sedangkan subset 3 hanya terdiri dari satu sampel
dengan kode 762. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa pada atribut aroma
terdapat perbedaan nyata di antara keenam formula dengan sampel target pada
30
taraf kepercayaan 0.05. Nilai rata-rata hedonik atribut aroma keenam formula
berkisar 2.49 sampai 3.21 (suka sampai agak suka), sedangkan nilai rata-rata
hedonik atribut aroma sampel target sebesar 3.77 (netral).
Hasil uji hedonik terhadap atribut rasa juga menunjukkan perbedaan
yang nyata pada taraf kepercayaan 0.05 terhadap ketujuh sampel yang diuji,
sehingga dilakukan uji lanjutan menggunakan uji Duncan. Subset yang
terbentuk pada uji Duncan terhadap atribut rasa berjumlah dua subset (Lihat
Lampiran 4). Sampel target tidak berbeda nyata terhadap sampel dengan kode
352, 810, 343, dan 283, tetapi berbeda nyata terhadap sampel dengan kode
956 dan 682 pada taraf kepercayaan 0.05.
Panelis cenderung mendeteksi atribut rasa berdasarkan tingkat
kemanisan. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji Duncan yang menempatkan
sampel dengan gula 10% pada subset pertama dan sampel dengan gula 6%
dan 8% pada subset kedua. Dari hasil ini pula dapat disimpulkan bahwa
panelis cenderung lebih suka produk dengan rasa manis yang tinggi karena
sampel dengan gula 10% memiliki nilai rataan paling rendah, dimana semakin
rendah nilai rataan, tingkat kesukaan produk semakin tinggi.
Secara keseluruhan (overall), ketujuh sampel yang diuji menggunakan
uji ANOVA memiliki perbedaan nyata pada taraf kepercayaan 0.05. Menurut
hasil uji lanjut Duncan, sampel target berbeda nyata dengan sampel berkode
810, 352, 956, dan 682, tetapi tidak berbeda nyata dengan sampel 238 dan
343. Hasil uji hedonik secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 6.
Sampel dengan kode 682 dan 956 memiliki nilai rataan yang sama, yaitu 2.95.
Dengan demikian, tingkat kesukaan panelis terhadap kedua sampel ini adalah
”agak suka”. Tingkat kesukaan panelis terhadap kedua sampel ini paling
tinggi. Hal ini dibuktikan dengan nilai rataan yang paling rendah di antara
sampel-sampel lainnya. Kesukaan panelis terhadap sampel target memiliki
nilai ”netral”.
Penerimaan konsumen terhadap suatu produk baru sangat menentukan
keberhasilan produk tersebut di pasar. Sebaik apapun suatu produk, akan
mengalami kegagalan di pasar jika konsumen tidak dapat menerima produk
tersebut. Menurut Moskowitz (2000), jika sebuah produk pangan tidak
31
memiliki rasa yang baik, maka selanjutnya yang akan terjadi adalah produk
tersebut tidak akan sukses di pasar. Oleh sebab itu, kunci dalam
pengembangan produk pangan baru adalah tingkat kesukaan konsumen
terhadap produk pangan.
Uji afektif yang dilakukan di laboratorium dapat digunakan sebagai
referensi atau langkah awal sebelum melangkah ke uji konsumen. Dengan uji
afektif, kita dapat memperkirakan bagaimana penerimaan produk di pasar.
Banyak perusahaan pangan yang hanya melakukan uji afektif di laboratorium
tanpa menggunakan uji pasar dalam pengembangan produknya.
Jika dilihat dari uji ranking, terdeteksi produk/ formula yang paling
disuka dari segi organoleptik adalah sampel dengan kode 682 (Gula 10%,
coklat 0.75%). Akan tetapi, jika dilihat dari uji ANOVA atribut sampel secara
keseluruhan, terlihat bahwa sampel dengan kode 682 tidak berbeda nyata
dengan sampel berkode 956 (Gula 10%, coklat 0.50%). Oleh karena harga
bahan baku sampel dengan kode 956 lebih murah, maka ditetapkan bahwa
sampel dengan kode 956 merupakan produk yang paling optimum. Untuk
selanjutnya, sampel dengan kode 956 ini disebut dengan produk ”s”.
D. ANALISIS KIMIA
Tabel 5 diperlihatkan informasi nilai gizi yang tertera pada label sampel
target. Terdapat perbedaan nilai gizi yang tertera pada label dengan hasil
analisis. Kemungkinan perbedaan ini disebabkan perbedaan metode yang
digunakan untuk menganalisis. Oleh karena itu, data nilai gizi sampel target
32
yang dipakai adalah data hasil analisis yang dilakukan oleh penulis, bukan
berdasarkan data yang tercantum pada label sampel target.
Tabel 4. Hasil analisis kimia produk “s” dan sampel target (dalam % berat
kering)
Sampel
Parameter Produk "s"
target
Kadar air (%) 5.42 2.34
Kadar abu (%) 1.73 3.03
Kadar protein (%) 4.14 5.03
Kadar lemak (%) 1.69 4.77
Kadar Karbohidrat (%) 87.02 84.83
Kadar serat kasar (%) 0.87 1.90
Parameter Nilai
Kadar protein (%) 6.67
Kadar lemak (%) 10.00
Kadar Karbohidrat (%) 80.00
Kadar serat makan (%) 3.33
1. Kadar Air
33
tempat pencampuran yang dikontrol kelembaban serta suhunya sehingga
meminimalkan transfer air dari udara ke bahan.
2. Kadar Abu
3. Kadar Protein
4. Kadar Lemak
34
5. Kadar Karbohidrat
7. Total Fenol
35
(AH) bekerja dengan mekanisme yang terlihat pada Gambar 7.
Antioksidan fenolik (AH) bereaksi dengan oksida lipid dengan cara
memberikan atom hidrogen secara terus menerus kepada radikal lipida
(Reaksi 1 dan 2 pada Gambar 7). Reaksi berikutnya berkompetisi dengan
rantai reaksi propagasi (Reaksi 5 dan 6 pada Gambar 7).
Sebelum dianalisis menggunakan metode Folin Ciocalteu,
komponen fenolik pada sampel harus diekstraksi dahulu. Menurut Shahidi
dan Naczk (1995), tidak ada pelarut yang memberikan hasil memuaskan
dalam mengekstraksi atau mengisolasi semua jenis dari komponen fenol
pada makanan. Hal ini disebabkan karena sifat alami dari komponen
fenolik pada bahan pangan yang bervariasi, dari yang memiliki bentuk
kimia sederhana sampai sangat terpolimerisasi. Selain itu, interaksi
komponen fenolik dengan karbohidrat, protein, dan komponen bahan
pangan lainnya mengakibatkan komponen fenolik sulit diekstrak.
36
0.8
0.7
y = 0.0276x + 0.0034
0.6
R2 = 0.9985
0.5
absorbansi
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26
[as.tanat] ppm
37
seseorang 2000 kkal per hari, maka dibutuhkan kalori sebesar 400-500 kkal
untuk makan pagi. Oleh karena itu, sebaiknya untuk sarapan tidak hanya
mengkonsumsi sereal sarapan saja, tetapi sereal tersebut dikombinasikan
dengan makanan atau minuman lain, seperti susu.
38
makanan instan atau makanan siap santap membutuhkan waktu kurang dari
tiga menit dalam penyajiannya.
Berdasarkan hasil uji organoleptik terhadap penerimaan produk, maka
secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 6 bahwa produk ”s” lebih unggul
dibanding dengan sampel target. Jika dilihat dari uji ranking (lihat Lampiran
8), maka produk ”s” menempati ranking kedua, sedangkan sampel target
menempati ranking ketujuh (ranking terakhir).
39
V. KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
B. SARAN
40
menjadi suatu adonan kemudian dipanggang. Selain itu, flakes mungkin dapat
juga dibuat dengan teknologi ekstrusi.
Untuk merealisasikan produk ini sehingga dapat menjadi satu produk
jadi yang siap dipasarkan, perlu juga dilihat lebih lanjut konsistensi produk ini
setelah diseduh dengan air panas. Selain konsistensi, distribusi partikel,
kestabilan partikel setelah diseduh dengan air panas, juga perlu diteliti.
Uji penerimaan/ uji organoleptik yang dilakukan di laboratorium oleh 39
panelis tidak terlatih belum cukup kuat untuk mengatakan bahwa produk ini
diterima oleh konsumen secara luas. Perlu dilakukan analisis pasar / analisis
konsumen lebih lanjut untuk mengetahui penerimaan produk ini di pasar.
41
DAFTAR PUSTAKA
FAO (Food and Agriculture Organization), 1995. Sorghum and Millets in Human
Nutrition. FAO Food and Nutrition Series, No. 27. FAO, Roma.
Faridi, A., 2002. Hubungan Sarapan Pagi dengan Kadar Glukosa Darah dan
Konsentrasi Belajar pada Siswa Sekolah Dasar. Skripsi. Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
42
Guthrie, H. A. Introductory Nutrition. Times Mirror / Mosby College Publishing,
Missouri –USA.
Nurjanah, E., 2000. Analisis Karakteristik Konsumen dan Pola Konsumsi Sereal
Sarapan. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Poste, L. M., Mackie, D. A., Butler, G., dan Larmond, E. 1991. Laboratory
Methods for Sensory Analysis of Food. Agriculture Canada Publication,
Canada.
Potter, N. N., J. H. Hotchkiss. 1995. Food Science 5th edition. Chapman & Hall,
New York.
Roger, D., 1974. Breakfast Ceral Technology. Noyes Data Corporation, New
Jersey.
Rooney, L. W., 2003. Food and Nutritional Quality of Sorghum and Millet.
Project TAM 226, Texas A&M University, Texas.
Shahidi, F. dan M. Naczk, 1995. Food Phenolics : Source, Chemistry, Effects, and
Application. Techomic Publishing Company, Inc., Pensylvania.
Sizer, F. dan E. Whitney, 2000. Nutrition : Concept and Controversies (8th ed.).
Thomson Learning, USA.
43
Suarni, 2004. Pemanfaatan Tepung Sorgum Untuk Produk Olahan. Jurnal Litbang
Pertanian, 23(4).
Walsh, G., 2002. Proteins Biochemistry and Biotechnology. John Wiley & Sons,
West Sussex – England.
Winarno, F. G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
44
LAMPIRAN
Lampiran 1. Rekapitulasi data uji hedonik atribut aroma
Panelis
Kode
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
sampel
238 2 3 3 3 2 4 3 5 2 3 4 3 3
343 4 3 3 3 5 3 4 4 2 3 3 3 2
Skor Hedonik
352 4 3 3 3 4 4 4 3 2 3 4 4 2
810 2 4 3 4 3 4 4 4 2 3 5 4 2
956 2 3 3 4 4 4 6 3 2 3 4 4 3
682 2 4 3 2 2 4 3 5 2 3 2 2 2
762 2 2 5 6 6 5 4 3 2 4 5 4 2
Panelis
Kode
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
sampel
238 2 3 2 2 4 2 2 3 4 2 2 3 2
343 2 5 2 1 3 2 2 3 3 2 7 2 2
Skor Hedonik
352 4 5 3 4 2 2 4 2 4 2 4 3 2
810 3 4 3 2 3 2 3 5 3 2 5 2 4
956 4 5 2 2 3 2 1 5 4 2 2 3 2
682 2 2 4 2 2 2 1 2 3 2 6 2 4
762 4 5 2 4 3 3 5 4 4 5 1 2 2
Panelis
Kode
27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
sampel
238 1 2 3 3 2 4 4 4 4 2 3 2 4
343 3 4 2 2 5 4 4 4 2 2 4 2 3
Skor Hedonik
352 2 2 3 3 2 5 4 3 4 2 3 3 5
810 1 1 4 2 2 2 3 2 3 2 2 2 2
956 1 2 3 2 1 2 3 2 4 3 2 2 2
682 1 1 1 2 2 2 4 3 4 3 2 1 1
762 2 5 2 5 6 3 6 4 4 6 4 2 4
46
Lampiran 2. Hasil uji hedonik formula terhadap atribut aroma
Homogeneous Subsets
Nilai
Subset
Nilai N
1 2 3
682 39 2.487179
238 39 2.846154 2.846154
956 39 2.846154 2.846154
810 39 2.897436 2.897436
Duncan(a,b)
343 39 3.051282
352 39 3.205128
762 39 3.769231
Sig. 0.102321 0.165791 1
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 1.014.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 39.000.
b Alpha = .05.
Keterangan :
238 : Gula 6%, coklat 0.5%
343 : Gula 6%, coklat 0.75%
352 : Gula 8%, coklat 0.50%
810 : Gula 8%, coklat 0.75%
956 : Gula 10%, coklat 0.50%
682 : Gula 10%, coklat 0.75%
762 : Sampel target
47
Lampiran 3. Rekapitulasi data uji hedonik atribut rasa
Panelis
Kode
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
sampel
238 3 1 5 3 2 3 3 4 5 3 5 3 2
343 3 1 3 2 5 2 5 1 2 5 6 4 2
Skor Hedonik
352 3 1 3 4 2 4 4 2 2 3 5 5 2
810 2 2 4 3 2 3 3 4 2 4 5 5 2
956 2 1 4 1 2 3 2 3 2 3 2 2 2
682 2 1 2 2 4 3 3 3 2 4 1 6 2
762 2 2 4 6 7 6 3 2 2 6 6 2 2
Panelis
Kode
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
sampel
238 2 5 2 4 5 2 4 3 5 2 6 7 6
343 1 6 4 5 6 2 6 3 3 3 7 2 6
Skor Hedonik
352 2 3 2 2 2 3 3 4 5 4 2 6 3
810 2 3 4 3 4 2 2 5 3 2 5 7 5
956 3 5 2 2 1 2 1 5 4 2 4 6 2
682 1 2 3 2 3 3 2 2 2 3 3 5 3
762 3 6 1 2 3 3 5 4 5 6 1 3 2
Panelis
Kode
27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
sampel
238 4 6 6 4 6 5 5 5 4 3 4 3 5
343 3 7 4 2 3 4 3 4 3 3 4 4 4
Skor Hedonik
352 3 6 4 4 3 4 2 5 4 4 3 3 5
810 5 5 4 2 3 3 4 4 3 6 3 2 4
956 2 2 5 5 2 2 2 4 4 2 2 2 3
682 3 4 4 1 5 2 4 4 4 2 2 2 2
762 2 6 3 3 6 4 6 5 3 3 5 1 3
48
Lampiran 4. Hasil uji hedonik formula terhadap atribut rasa
Homogenous Subsets
Nilai
Subset
Sampel N
1 2
Duncan(a,b) 956 39 2.692308
682 39 2.769231
352 39 3.358974
810 39 3.487179
343 39 3.666667
762 39 3.692308
238 39 3.974359
Sig. 0.786669 0.053026
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 1.572.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 39.000.
b Alpha = .05
Keterangan :
238 : Gula 6%, coklat 0.5%
343 : Gula 6%, coklat 0.75%
352 : Gula 8%, coklat 0.50%
810 : Gula 8%, coklat 0.75%
956 : Gula 10%, coklat 0.50%
682 : Gula 10%, coklat 0.75%
762 : Sampel target
49
Lampiran 5. Rekapitulasi data uji hedonik secara keseluruhan (overall)
Panelis
Kode
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
sampel
238 4 5 3 2 1 3 3 4 5 3 5 4 3
343 4 4 3 2 4 2 5 2 5 4 5 4 2
Skor Hedonik
352 4 4 3 2 4 3 4 2 2 3 3 4 3
810 2 4 3 3 2 5 4 5 1 5 4 4 3
956 2 2 3 2 2 4 5 4 1 3 2 5 3
682 3 2 3 2 4 4 4 3 2 3 1 3 2
762 2 3 4 6 7 6 5 2 2 5 4 6 2
Panelis
Kode
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
sampel
238 3 5 2 4 5 2 4 3 3 3 6 6 5
343 2 5 2 5 5 3 5 3 3 3 7 4 4
Skor Hedonik
352 4 2 3 4 2 3 3 4 5 3 2 5 3
810 2 3 3 3 3 2 2 5 2 3 5 6 5
956 3 5 2 2 2 2 2 5 3 4 4 5 2
682 2 2 3 2 3 3 3 4 2 3 3 5 4
762 5 6 1 5 3 4 5 4 3 5 1 4 3
Panelis
Kode
27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
sampel
238 4 4 5 4 5 6 4 4 4 3 4 4 4
343 3 6 5 2 5 6 3 5 3 2 4 5 2
Skor Hedonik
352 3 5 5 2 2 6 4 3 4 3 4 4 5
810 4 5 5 3 3 2 2 3 3 4 5 3 3
956 2 2 4 3 2 3 3 4 3 2 3 2 3
682 3 3 4 2 2 2 4 5 4 3 3 4 1
762 1 6 2 4 6 3 6 7 4 6 5 2 3
50
Lampiran 6. Hasil uji hedonik formula secara keseluruhan (overall)
Homogenous Subsets
Nilai
Subset
Sampel N
1 2 3
Duncan(a,b) 682 39 2.948718
956 39 2.948718
352 39 3.435897 3.435897
810 39 3.435897 3.435897
343 39 3.794872 3.794872
238 39 3.871795 3.871795
762 39 4.051282
Sig. 0.096577 0.138458 0.368665
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 1.384.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 39.000.
b Alpha = .05
Keterangan :
238 : Gula 6%, coklat 0.5%
343 : Gula 6%, coklat 0.75%
352 : Gula 8%, coklat 0.50%
810 : Gula 8%, coklat 0.75%
956 : Gula 10%, coklat 0.50%
682 : Gula 10%, coklat 0.75%
762 : Sampel target
51
Lampiran 7. Data rekapitulasi hasil uji ranking secara overall
Kode Sampel
Panelis 238 343 352 810 956 628 762
1 5 7 6 1 3 4 2
2 3 5 1 7 2 4 6
3 5 1 2 6 4 3 7
4 5 3 6 4 1 2 7
5 1 6 5 2 4 3 7
6 2 1 5 3 6 4 7
7 1 6 2 5 3 4 7
8 7 2 1 4 6 5 3
9 5 7 4 2 1 3 6
10 2 5 1 6 3 4 7
11 5 6 4 3 2 1 7
12 2 3 4 5 6 1 7
13 6 1 3 2 5 4 7
14 5 3 4 2 6 1 7
15 5 6 2 4 3 1 7
16 2 5 4 7 3 6 1
17 4 6 5 3 2 1 7
18 6 7 1 5 2 3 4
Ranking
19 3 4 6 2 1 5 7
20 5 6 4 2 1 3 7
21 2 1 3 6 7 5 4
22 4 3 7 2 5 1 6
23 5 2 6 1 3 4 7
24 6 7 2 5 4 3 1
25 6 1 5 7 4 3 2
26 7 2 6 4 1 3 5
27 6 5 3 7 2 4 1
28 3 6 5 4 1 2 7
29 4 7 6 5 3 2 1
30 6 2 3 4 5 1 7
31 2 4 1 3 6 5 7
32 7 6 5 4 3 1 2
33 5 2 4 1 3 6 7
34 6 5 4 2 1 3 7
35 5 1 6 2 3 4 7
36 3 1 4 6 2 5 7
37 5 6 3 2 4 1 7
38 5 7 6 3 2 4 1
39 7 2 6 3 5 1 4
52
Lampiran 8. Hasil uji ranking formula secara keseluruhan (overall)
Ranks
Mean Rank
sampel_238 4.44
sampel_343 4.10
sampel_352 3.97
sampel_810 3.74
sampel_956 3.28
sampel_682 3.08
sampel_762 5.38
Test Statistics(a)
N 39
Chi-Square 29.681
df 6
Asymp. Sig. .000
a Friedman Test
Keterangan :
238 : Gula 6%, coklat 0.5%
343 : Gula 6%, coklat 0.75%
352 : Gula 8%, coklat 0.50%
810 : Gula 8%, coklat 0.75%
956 : Gula 10%, coklat 0.50%
682 : Gula 10%, coklat 0.75%
762 : Sampel target
53
Lampiran 9. Formulir kuesioner uji hedonik
Nama :
RASA
Kode sampel
Penilaian
Sangat suka
Suka
Agak suka
Netral
Agak tidak suka
Tidak suka
Sangat tidak suka
AROMA
Kode sampel
Penilaian
Sangat suka
Suka
Agak suka
Netral
Agak tidak suka
Tidak suka
Sangat tidak suka
OVERALL (KESELURUHAN)
Kode sampel
Penilaian
Sangat suka
Suka
Agak suka
Netral
Agak tidak suka
Tidak suka
Sangat tidak suka
54
Lampiran 10. Formulir kuesioner uji ranking
Nama :
OVERALL (KESELURUHAN)
Rangking Kode sampel
I
II
III
IV
V
VI
VII
55
Lampiran 11. Hasil analisis kimia produk “s” dan sampel target
56
Lampiran 12. Data daya serap air dan waktu rehidrasi
Daya Serap Air
Daya Serap Rata-rata
Metode Ulangan
Air (%) (%)
1 235.454
a 221.675
2 207.8958
1 418.1634
b 445.15
2 472.1362
1 482.5568
c 503.617
2 524.6766
Waktu Rehidrasi
Waktu
Rata-rata Rata-rata
Metode Ulangan Rehidrasi
(detik) (menit)
(detik)
1 > 600
a 2 > 600 > 600 > 10
3 > 600
1 177
b 2 173 177.67 2’ 57.67”
3 183
1 140
c 2 150 146.67 2’ 26.67”
3 144
57
Lampiran 13. Perhitungan total fenol
Kurva standar
[Asam Tanat]
Abs
(ppm)
0 0.000
5 0.131
10 0.290
15 0.428
20 0.558
25 0.681
Persamaan kurva standar : y = 0.0276x + 0.0034, dengan R2 = 0.9985
Sampel
Ulangan 1 Ulangan 2
Absorbansi 0.121 0.110
[asam tanat] (ppm) 4.261 3.862
mg asam tanat dalam 20 ml
0.0852 0.0772
larutan ekstrak sampel
mg asam tanat dalam 1 gram
0.44 0.39
sampel kering
Rata-rata 0.42
58