You are on page 1of 5

Aug 9, '07 12:05

PENYEBAB, DAMPAK DAN UPAYA PENGENDALIAN


AM
HUJAN ASAM
for everyone
Category:Other
Hujan asam adalah suatu masalah lingkungan yang serius yang benar-benar difikirkan oleh
manusia. Ini merupakan masalah umum yang secara berangsur-angsur mempengaruhi kehidupan
manusia. Istilah Hujan asam pertama kali diperkenalkan oleh Angus Smith ketika ia menulis
tentang polusi industri di Inggris (Anonim, 2001). Tetapi istilah hujan asam tidaklah tepat, yang
benar adalah deposisi asam.

Deposisi asam ada dua jenis, yaitu deposisi kering dan deposisi basah. Deposisi kering ialah
peristiwa kerkenanya benda dan mahluk hidup oleh asam yang ada dalam udara. Ini dapat terjadi
pada daerah perkotaan karena pencemaran udara akibat kendaraan maupun asap pabrik. Selain
itu deposisi kering juga dapat terjadi di daerah perbukitan yang terkena angin yang membawa
udara yang mengandung asam. Biasanya deposisi jenis ini terjadi dekat dari sumber pencemaran.

Deposisi basah ialah turunnya asam dalam bentuk hujan. Hal ini terjadi apabila asap di dalam
udara larut di dalam butir-butir air di awan. Jika turun hujan dari awan tadi, maka air hujan yang
turun bersifat asam. Deposisi asam dapat pula terjadi karena hujan turun melalui udara yang
mengandung asam sehingga asam itu terlarut ke dalam air hujan dan turun ke bumi. Asam itu
tercuci atau wash out. Deposisi jenis ini dapat terjadi sangat jauh dari sumber pencemaran.
Hujan secara alami bersifat asam karena Karbon Dioksida (CO2) di udara yang larut dengan air
hujan memiliki bentuk sebagai asam lemah. Jenis asam dalam hujan ini sangat bermanfaat
karena membantu melarutkan mineral dalam tanah yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan
binatang.

Hujan pada dasarnya memiliki tingkat keasaman berkisar pH 5, apabila hujan terkontaminasi
dengan karbon dioksida dan gas klorine yang bereaksi serta bercampur di atmosphere sehingga
tingkat keasaman lebih rendah dari pH 5, disebut dengan hujan asam.

Pada dasarnya Hujan asam disebabkan oleh 2 polutan udara, Sulfur Dioxide (SO2) dan nitrogen
oxides (NOx) yang keduanya dihasilkan melalui pembakaran. Akan tetapi sekitar 50% SO2 yang
ada di atmosfer diseluruh dunia terjadi secara alami, misalnya dari letusan gunung berapi
maupun kebakaran hutan secara alami. Sedangkan 50% lainnya berasal dari kegiatan manusia,
misalnya akibat pembakaran BBF, peleburan logam dan pembangkit listrik. Minyak bumi
mengadung belerang antara 0,1% sampai 3% dan batubara 0,4% sampai 5%. Waktu BBF di
bakar, belerang tersebut beroksidasi menjadi belerang dioksida (SO2) dan lepas di udara. Oksida
belerang itu selanjutnya berubah menjadi asam sulfat (Soemarwoto O, 1992).

Kadar SO2 tertinggi terdapat pada pusat industri di Eropa, Amerika Utara dan Asia Timur. Di
Eropa Barat, 90% SO2 adalah antrofogenik. Di Inggris, 2/3 SO2 berasal dari pembangkit listrik
batu bara, di Jerman 50% dan di Kanada 63% (Anonim, 2005).

Menurut Soemarwoto O (1992), 50% nitrogen oxides terdapat di atmosfer secara alami, dan 50%
lagi juga terbentuk akibat kegiatan manusia, terutama akibat pembakaran BBF. Pembakaran BBF
mengoksidasi 5-50% nitrogen dalam batubara , 40-50% nitrogen dalam minyak berat dan 100%
nitrogen dalam mkinyak ringan dan gas. Makin tinggi suhu pembakaran, makin banyak Nox
yang terbentuk.

Selain itu NOx juga berasal dari aktifitas jasad renik yang menggunakan senyawa organik yang
mengandung N. Oksida N merupakan hasil samping aktifitas jasad renik itu. Di dalam tanah
pupuk N yang tidak terserap tumbuhan juga mengalami kimi-fisik dan biologik sehingga
menghasilkan N. Karena itu semakin banyak menggunakan pupuk N, makin tinggi pula produksi
oksida tersebut.

Senyawa SO2 dan NOx ini akan terkumpul di udara dan akan melakukan perjalanan ribuan
kilometer di atsmosfer, disaat mereka bercampur dengan uap air akan membentuk zat asam
sulphuric dan nitric. Disaat terjadinya curah hujan, kabut yang membawa partikel ini terjadilah
hujam asam. Hujan asam juga dapat terbentuk melalui proses kimia dimana gas sulphur dioxide
atau sulphur dan nitrogen mengendap pada logam serta mongering bersama debu atau partikel
lainnya (Anonim. 2005).

2.2 Dampak Hujan Asam

Terjadinya hujan asam harus diwaspadai karena dampak yang ditimbulkan bersifat global dan
dapat menggangu keseimbangan ekosistem. Hujan asam memiliki dampak tidak hanya pada
lingkungan biotik, namun juga pada lingkungan abiotik, antara lain :

Danau
Kelebihan zat asam pada danau akan mengakibatkan sedikitnya species yang bertahan. Jenis
Plankton dan invertebrate merupakan mahkluk yang paling pertama mati akibat pengaruh
pengasaman. Apa yang terjadi jika didanau memiliki pH dibawah 5, lebih dari 75 % dari spesies
ikan akan hilang (Anonim, 2002). Ini disebabkan oleh pengaruh rantai makanan, yang secara
signifikan berdampak pada keberlangsungan suatu ekosistem. Tidak semua danau yang terkena
hujan asam akan menjadi pengasaman, dimana telah ditemukan jenis batuan dan tanah yang
dapat membantu menetralkan keasaman.

Tumbuhan dan Hewan


Hujan asam yang larut bersama nutrisi didalam tanah akan menyapu kandungan tersebut sebelum
pohon-pohon dapat menggunakannya untuk tumbuh. Serta akan melepaskan zat kimia beracun
seperti aluminium, yang akan bercampur didalam nutrisi. Sehingga apabila nutrisi ini dimakan
oleh tumbuhan akan menghambat pertumbuhan dan mempercepat daun berguguran, selebihnya
pohon-pohon akan terserang penyakit, kekeringan dan mati. Seperti halnya danau, Hutan juga
mempunyai kemampuan untuk menetralisir hujan asam dengan jenis batuan dan tanah yang
dapat mengurangi tingkat keasaman.
Pencemaran udara telah menghambat fotosintesis dan immobilisasi hasil fotosintesis dengan
pembentukan metabolit sekunder yang potensial beracun. Sebagai akibatnya akar kekurangan
energi, karena hasil fotosintesis tertahan di tajuk. Sebaliknya tahuk mengakumulasikan zat yang
potensial beracun tersebut. Dengan demikian pertumbuhan akar dan mikoriza terhambat
sedangkan daunpun menjadi rontok. Pohon menjadi lemah dan mudah terserang penyakit dan
hama.
Penurunan pH tanah akibat deposisi asam juga menyebabkan terlepasnya aluminium dari tanah
dan menimbulkan keracunan. Akar yang halus akan mengalami nekrosis sehingga penyerapan
hara dan iar terhambat. Hal ini menyebabkan pohon kekurangan air dan hara serta akhirnya mati.
Hanya tumbuhan tertentu yang dapat bertahan hidup pada daerah tersebut, hal ini akan berakibat
pada hilangnya beberapa spesies. Ini juga berarti bahwa keragaman hayati tamanan juga semakin
menurun.

Kadar SO2 yang tinggi di hutan menyebabkan noda putih atau coklat pada permukaan daun, jika
hal ini terjadi dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan kematian tumbuhan tersebut.
Menurut Soemarmoto (1992), dari analisis daun yang terkena deposisi asam menunjukkan kadar
magnesium yang rendah. Sedangkan magnesium merupakan salah satu nutrisi assensial bagi
tanaman. Kekurangan magnesium disebabkan oleh pencucian magnesium dari tanah karena pH
yang rendah dan kerusakan daun meyebabkan pencucian magnesium di daun.

Sebagaimana tumbuhan, hewan juga memiliki ambang toleransi terhadap hujan asam. Spesies
hewan tanah yang mikroskopis akan langsung mati saat pH tanah meningkat karena sifat hewan
mikroskopis adalah sangat spesifik dan rentan terhadap perubahan lingkungan yang ekstrim.
Spesies hewan yang lain juga akan terancam karena jumlah produsen (tumbuhan) semakin
sedikit. Berbagai penyakit juga akan terjadi pada hewan karena kulitnya terkena air dengan
keasaman tinggi. Hal ini jelas akan menyebabkan kepunahan spesies.

Kesehatan Manusia
Dampak deposisi asam terhadap kesehatan telah banyak diteliti, namun belum ada yang nyata
berhubungan langsung dengan pencemaran udara khususnya oleh senyawa Nox dan SO2.
Kesulitan yang dihadapi dkarenakan banyaknya faktor yang mempengaruhi kesehatan seseorang,
termasuk faktor kepekaan seseorang terhadap pencemaran yang terjadi. Misalnya balita, orang
berusia lanjut, orang dengan status gizi buruk relatif lebih rentan terhadap pencemaran udara
dibandingkan dengan orang yang sehat.

Berdasarkan hasil penelitian, sulphur dioxide yang dihasilkan oleh hujan asam juga dapat
bereaksi secara kimia didalam udara, dengan terbentuknya partikel halus suphate, yang mana
partikel halus ini akan mengikat dalam paru-paru yang akan menyebabkan penyakit pernapasan.
Selain itu juga dapat mempertinggi resiko terkena kanker kulit karena senyawa sulfat dan nitrat
mengalami kontak langsung dengan kulit.

Korosi
Hujan asam juga dapat mempercepat proses pengkaratan dari beberapa material seperti batu
kapur, pasirbesi, marmer, batu pada diding beton serta logam. Ancaman serius juga dapat terjadi
pada bagunan tua serta monument termasuk candi dan patung. Hujan asam dapat merusak batuan
sebab akan melarutkan kalsium karbonat, meninggalkan kristal pada batuan yang telah menguap.
Seperti halnya sifat kristal semakin banyak akan merusak batuan.

2.3 Upaya Pengendalian Deposisi Asam

Usaha untuk mengendalikan deposisi asam ialah menggunakan bahan bakar yang mengandung
sedikit zat pencemae, menghindari terbentuknya zat pencemar saar terjadinya pembakaran,
menangkap zat pencemar dari gas buangan dan penghematan energi.
a. Bahan Bakar Dengan kandungan Belerang Rendah
Kandungan belerang dalam bahan bakar bervariasi. Masalahnya ialah sampai saat ini Indonesia
sangat tergantung dengan minyak bumi dan batubara, sedangkan minyak bumi merupakan
sumber bahan bakar dengan kandungan belerang yang tinggi.
Penggunaan gas asalm akan mengurangi emisi zat pembentuk asam, akan tetapi kebocoran gas
ini dapat menambah emisi metan. Usaha lain yaitu dengan menggunakan bahan bakar non-
belerang misalnya metanol, etanol dan hidrogen. Akan tetapi penggantian jenis bahan bakar ini
haruslah dilakukan dengan hati-hati, jika tidak akan menimbulkan masalah yang lain. Misalnya
pembakaran metanol menghasilkan dua sampai lima kali formaldehide daripada pembakaran
bensin. Zat ini mempunyai sifat karsinogenik (pemicu kanker).

b. Mengurangi kandungan Belerang sebelum Pembakaran


Kadar belarang dalam bahan bakar dapat dikurangi dengan menggunakan teknologi tertentu.
Dalam proses produksi, misalnya batubara, batubara diasanya dicuci untukk membersihkan
batubara dari pasir, tanah dan kotoran lain, serta mengurangi kadar belerang yang berupa pirit
(belerang dalam bentuk besi sulfida( sampai 50-90% (Soemarwoto, 1992).

c. pengendalian Pencemaran Selama Pembakaran


Beberapa teknologi untuk mengurangi emisi SO2 dan Nox pada waktu pembakaran telah
dikembangkan. Slah satu teknologi ialah lime injection in multiple burners (LIMB). Dengan
teknologi ini, emisi SO2 dapat dikurangi sampai 80% dan NOx 50%.

Caranya dengan menginjeksikan kapur dalam dapur pembakaran dan suhu pembakaran
diturunkan dengan alat pembakar khusus. Kapur akan bereaksi dengan belerang dan membentuk
gipsum (kalsium sulfat dihidrat). Penuruna suhu mengakibatkan penurunan pembentukan Nox
baik dari nitrogen yang ada dalam bahan bakar maupun dari nitrogen udara.

Pemisahan polutan dapat dilakukan menggunakan penyerap batu kapur atau Ca(OH)2. Gas
buang dari cerobong dimasukkan ke dalam fasilitas FGD. Ke dalam alat ini kemudian
disemprotkan udara sehingga SO2 dalam gas buang teroksidasi oleh oksigen menjadi SO3. Gas
buang selanjutnya "didinginkan" dengan air, sehingga SO3 bereaksi dengan air (H2O)
membentuk asam sulfat (H2SO4). Asam sulfat selanjutnya direaksikan dengan Ca(OH)2
sehingga diperoleh hasil pemisahan berupa gipsum (gypsum). Gas buang yang keluar dari sistem
FGD sudah terbebas dari oksida sulfur. Hasil samping proses FGD disebut gipsum sintetis
karena memiliki senyawa kimia yang sama dengan gipsum alam.

d. Pengendalian Setelah Pembakaran


Zat pencemar juga dapat dikurangi dengan gas ilmiah hasil pembakaran. Teknologi yang sudah
banyak dipakai ialah fle gas desulfurization (FGD) (Akhadi, 2000. Prinsip teknologi ini ialah
untuk mengikat SO2 di dalam gas limbah di cerobong asap dengan absorben, yang disebut
scubbing (Sudrajad, 2006). Dengan cara ini 70-95% SO2 yang terbentuk dapat diikat. Kerugian
dari cara ini ialah terbentuknya limbah. Akan tetapi limbah itu dapat pula diubah menjadi gipsum
yang dapat digunakan dalam berbagai industri. Cara lain ialah dengan menggunakan amonia
sebagai zat pengikatnya sehingga limbah yang dihasilkan dapat dipergunakan sebagi pupuk.
Selain dapat mengurangi sumber polutan penyebab hujan asam, gipsum yang dihasilkan melalui
proses FGD ternyata juga memiliki nilai ekonomi karena dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan, misal untuk bahan bangunan. Sebagai bahan bangunan, gipsum tampil dalam bentuk
papan gipsum (gypsum boards) yang umumnya dipakai sebagai plafon atau langit-langit rumah
(ceiling boards), dinding penyekat atau pemisah ruangan (partition boards) dan pelapis dinding
(wall boards).

Amerika Serikat merupakan negara perintis dalam memproduksi gipsum sintetis ini. Pabrik
wallboard dari gipsum sintetis yang pertama di AS didirikan oleh Standard Gypsum LLC mulai
November tahun 1997 lalu. Lokasi pabriknya berdekatan dengan stasiun pembangkit listrik
Tennessee Valley Authority (TVA) di Cumberland yang berkapasitas 2600 megawatt.

Produksi gipsum sintetis merupakan suatu terobosan yang mampu mengubah bahan buangan
yang mencemari lingkungan menjadi suatu produk baru yang bernilai ekonomi. Sebagai bahan
wallboard, gipsum sintetis yang diproduksi secara benar ternyata memiliki kualitas yang lebih
baik dibandingkan gipsum yang diperoleh dari penambangan. Gipsum hasil proses FGD ini
memiliki ukuran butiran yang seragam. Mengingat dampak positifnya cukup besar, tidak
mustahil suatu saat nanti, setiap PLTU batu bara akan dilengkapi dengan pabrik gipsum sintetis.

d. Mengaplikasikan prinsip 3R (Reuse, Recycle, Reduce)


Hendaknya prinsip ini dijadikan landasan saat memproduksi suatu barang, dimana produk itu
harus dapat digunakan kembali atau dapat didaur ulang sehingga jumlah sampah atau limbah
yang dihasilkan dapat dikurangi. Teknologi yang digunakan juga harus diperhatikan, teknologi
yang berpotensi mengeluarkan emisi hendaknya diganti dengan teknologi yang lebih baik dan
bersifat ramah lingkungan. Hal ini juga berkaitan dengan perubahan gaya hidup, kita sering kali
berlomba membeli kendaraan pribadi, padahal transportasilah yang merupakan penyebab
tertinggi pencemaran udara. Oleh karena itu kita harus memenuhi kadar baku mutu emisi, baik di
industri maupun transportasi.

You might also like