Professional Documents
Culture Documents
BAB V
5.1 Simpulan
proses interkalasi bentonit, hal ini dapat dilihat dari afinitas elektronnya,
–OH yang diakibatkan adanya ion Cu2+ yang berikatan dengan molekul
air. Pori bentonit hasil modifikasi (Cu-BP) juga semakin baik jika dilihat
2. Proses adsorpsi urea oleh Cu-BP dipengaruhi oleh waktu kontak, pH, dan
jumlah urea yang teradsorpsi oleh Cu-BP, dan mencapai keadaan optimum
pada waktu pengadukan selama 4 jam. Jumlah urea yang teradsorpsi oleh
69
70
konsentrasi urea awal 4 gram/100 mL, dan selama 4 jam dengan daya
5.2. Saran
2. Perlu dilakukan analisis urea dalam material Cu-BP pasca adsorpsi urea
oleh Cu-BP.
DAFTAR PUSTAKA
Akhadi, Yuli P. 2000. Adsorpsi Kadmium Oleh Bentonit Alam dan Na-Bentonit
Sebagai Penukar Kation. Jurnal Sains dan Matematika, No.2
Alberty , R. A and Daniels, F. 1983. Physical Chemsitry. New York : John Willey
& Sons, hal. 230 – 234
Aryanti Irma, Karna Wijaya, Iqmal Tahir, Bambang Setiaji. 2002. Analisis
Porosimetri dan Difraksi sinar X Terhadap Interkalasi Azobenzena ke
Dalam Ruang Antar Lapis Monmorillonit. Prosiding Seminar Nasional
Kimia XXII Universitas Gajah Mada , hal. 100 – 106
Cotton, F. A dan Wilkinson. 1988. Basic Inorganic Chemistry. New York : John
Wiley and Sons, hal. 577 – 582
Eickhoff dan Metz.W., 1997. The Formation of CuCl2-Graphite Form Meltz With
KCl : The Equilibrium of Nucleation, Carbon, 35 : 299 – 306.
Fessenden dan Fessenden, 1999. Kimia Organik (Jilid 1). Jakarta : PT. Penerbit
Erlangga Mahameru, hal : 212 – 238.
Kastono dan Dody. 2005. Pengaruh Nomor Ruas Stek dan Dosis Pupuk Urea
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kumis Kucing. Jurnal Ilmu Pertanian
Vol. 12 No. 1, 2005. Hal : 56 – 64
Kurniawan, Cepi. 2002. Kajian Kinerja Bentonit Sebagai Adsorben Zat Warna
Sintetis Dalam Limbah Tekstil. Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia.
Hal : 27 – 48.
Liu, Jiahao. Xin Chen. Zhengzhong Shao dan Ping Zhou. 2003. Preparation and
Charcterization of Chitosan / Cu (II) Affinity Membran for Urea
Adsorption. Shanghai : Department of Macromolekular Sciens, Fudan
University, People’s Republic of China.
Nurahmi, Emi. 2001. Uji Stabilitas Struktur Bentonit Terhadap Perlakuan Asam
Sulfat dan Pemanasan. Skripsi. Yogyakarta : FMIPA UGM, hal. 1 – 2.
Oscik, J. 1982. Adsorption. New York : John Wilwy and Sons, hal. 4 – 25.
PT. Tunas Inti Makmur. 2000. Data Spesifikasi Kandungan Kimia dan Fisika
Produk Lempung Natrium Bentonit. Semarang.
Robert. L Pecsok, L. Donald Shields, Thomas Cairns and Ian G McWilliam. 2000.
Modern Methodsof Chemical Analysis. New York : John Wiley and
Sons. Hal : 226 – 237
Rusman, Iip Izul falah, damn RHA SAhirul Alim. Interkalasi Cu Pada karbon
Aktif dan Pemanfaatannya Sebagai Katalis Dehidrasi n AMilalkohol.
Indonesia Journal of Chemistry, Vol. 1, No. 1, hal. 23 – 29.
Scott, W. A. N. 1996. Colling Gem (Kamus Saku Kimia). Jakarta : Erlangga, hal.
84 – 85.
Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Jakarta : Rineka Cipta IKAPI hal 88.
Wijaya, Karna. Iqmal Tahir. Ahmad baikuni. 2002. Sintessis LEmpung Terpilar
Cr2O3 dan Pemanfaatannya Sebagai Inang Senyawa p-nitroanilin.
Indonesia Journal of Chemistry, Vol. 2, No. 2, hal. 11 – 19.
74
Wijaya Karna, Ani Setyo P, Sri Sudiono, Emi nurahmi. 2002. Studi Stabilitas
Termal dan Asam Lempung Bentonit. Indonesia Journal of Chemistry, Vol.
2, No. 2, hal. 20 - 25.
Yang, Ralph T. 2000. Pillared Clay as Superior Catalyst for Selective Catalytic
Reduction of NO J of Catalist. Michigan : Department of Chemical
Engineering University of Michigan.
Yong-Guo Zhou , Yue-Dong Yang , Xue-Min Guo , Gui-Ru Chen. 2002. Effect of
molecular weight and degree of deacetylation of chitosan on urea
adsorption properties of copper chitosan. Journal of Applied Polymer
Science, Volume 89, Issue 6 , Pages 1520 – 1523
1
BAB I
PENDAHULUAN
pertanian di Indonesia : (1) potensi sumber dayanya yang besar dan beragam,
(2) pangsa terhadap pendapatan nasional cukup besar, (3) besarnya penduduk
yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini dan (4) menjadi basis
dalam tanah, sehingga produksi meningkat. Hal ini berarti penggunaan pupuk
1
2
tujuan utama, yaitu: (1) mengisi perbekalan zat makanan tanaman yang cukup,
dan (2) memperbaiki atau memelihara keutuhan kondisi tanah, dalam hal
struktur, kondisi pH, potensi pengikat terhadap zat makanan tanaman dan
prinsip enam tepat, yaitu: tepat jumlah, jenis, cara, tempat, waktu, dan
menanggung biaya cukup besar untuk membeli pupuk yang digunakan untuk
ini masih menjadi masalah nasional, dan penggunaannya tidak rasional. Oleh
sawah sekitar 4,2 juta ton per tahun atau 75 persen dari total penggunaan
pupuk (5,6 juta ton), sebagian besar (75 persen) adalah pupuk urea. Saat ini
penggunaan pupuk padi sawah sering tidak rasional dan berimbang dengan
kisaran yang sangat lebar, yaitu 50 – 800 kg urea per ha, 0 – 200 kg SP-36
oleh petani. BPPT telah berhasil mengembangkan zeolit alam sebagai pupuk
alami tetapi kinerjanya belum cukup optimal, sehingga diperlukan usaha untuk
kira sama. Salah satu ciri partikel-partikel tanah liat adalah mempunyai
muatan ion positif yang dapat dipertukarkan. Material ini mempunyai daya
lempung terdiri atas berbagai jenis, antara lain : kaolinit, monmorilonit, illit
atau mika, dan antapulgit. Monmorilonit yang dikenal dengan nama komersil
yang merata pada permukaannya dan merupakan penukar kation yang baik
(Nurahmi, 2001).
4
interkalasi bentonit dengan kation Cu2+ dan karakterisasinya serta uji aktvitas
terhadap karbon aktif dengan Cu2+ mampu meningkatkan surafe area dari
karbon aktif tersebut, yaitu dari 286,9 m2/g menjadi 613 m2/g (Rusman, 1999).
1.2. Permasalahan
(IR) ?
kation Cu2+,
Bentonit,
Untuk memberikan gambaran isi dari penelitian ini, maka garis besar
A. Bagian Pendahuluan
B. Bagian Isi
BAB I PENDAHULUAN
Microscopy
penelitian, alat dan bahan, prosedur kerja, dan metode nalisis data.
penelitian.
C. Bagian Akhir
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bentonit
Menurut kamus geologi, bentonit adalah endapan karang yang dibentuk dari
perubahan tempat dari abu vulkanis, komposisi terbesar dari tanah liat
untuk menyerap air, juga dipakai secara komersil dalam cairan drilling,
katalis, cat, pengisi plastik dan sebagainya (Andu, 1987). Menurut Soedarmo
(1981), bentonit adalah jenis batuan hasil alterasi dari material-material, gelas,
terhidrasi yang mengandung kation alkali atau alkali tanah dalam kerangka
tiga dimensi. Ion-ion logam tersebut dapat diganti oleh kation lain tanpa
merusak struktur bentonit dan dapat menyerap air secara reversible. Bentonit
7
8
Saat ini dikenal sekitar dua jenis utama bentonit alam, yang masing-
jenis, yaitu :
1. Bentonit yang dapat menyerap air sekitar delapan kali volumenya dan
Bentonit mempunyai ciri khas, yaitu kalau diraba seperti lilin dan
berwarna hijau kekuningan atau abu-abu dan menjadi terang pada waktu
abu-abu kebiruan. Selain itu ada pula yang berwarna putih, coklat terang dan
coklat kemerahan.
golongan, yaitu :
Bentonit jenis ini mempunyai kandungan ion Na+ relatif lebih banyak
dibandingkan dengan kandungan ion Ca2+ dan Mg2+, selain itu bentonit
umumnya lebih besar dari 2%. Bentonit jenis natrium banyak digunakan
Bentonit jenis ini memiliki kandungan ion Ca2+ dan Mg2+ yang relatif
sedikit menyerap air, dan bila didespersikan ke dalam air akan cepat
bentonit digunakan untuk bahan cat warna dan sebagai bahan perekat pasir
cetak.
(Sukandarrumidi, 1999)
jenis dan jumlah ion, tetapi juga oleh gerakan kisi-kisi kristal monmorillonit.
Sifat bentonit sangat tergantung pada dominasi pertukaran ion. Bentonit dapat
digunakan untuk penghilangan ion Pb, Cd, Cu, Zn dari suatu larutan (Inel et
al., 1997). Kemampuan bentonit dalam mengadsorpsi logam berat ini juga
maupun tetrahedral.
11
dipanaskan di atas temperatur 200 0C. Pemanasan pada 200 0C dengan variasi
pula, hal ini berarti bahwa struktur pada ikatan H2O mengalami perubahan.
tinggi konsentrasi maka semakin besar pula kandungan Si-O-Si yang terikat
puncak bentonit menjadi semakin melebar dan meluas sehingga pada akhirnya
benar-benar- runtuh pada temperatur 300 oC. Pemanasan di atas 500 – 700 OC
memiliki sifat lebih efektif sebagai pendukung katalis karena dapat mengalami
lempung lepas dan pada konsentrasi asam di atas 4 N terjadi pelepasan Al3+
12
dan Mg2+ dari kerangka oktahedral yang menyebabkan perubahan volume pori
poli akrilo nitril dan poli vinil alkohol sehingga komposit bentonit dapat
permukaan yang lebih besar daripada bentonit alamnya. Selain itu, dengan
pada lapisan bahan inang. Lempung terpilar adalah salah satu contoh
dalam hal ini berperan sebagai pilar yang akan membuka lapisan-lapisan
lempung.
ikatan hidrogen
Senyawa terinterkalasi jenis ini terbentuk jika spesies tuan rumah (host)
spesies tamu dan lapisan spesies tuan rumah hanya berupa interaksi dipol
dan ikatan hidrogen, oleh karena itu jenis interkalasi ini tidak stabil dan
3. Senyawa interkalasi yang dibentuk dari interaksi dipol antara spesies tamu
Hal tersebut terjadi, jika molekul tamu mempunyai polaritas yang tinggi.
Bila dibandinkan dengan senyawa interkalasi yang lain, maka spesies tamu
akan terikat lebih kuat di dalam spesies induk, sehingga deinterkalasi lebih
sulit terjadi.
alumino silikat.
yang terjadi pada interkalasi logam klorida dalam grafit, MClx, dan gas klorin
teradsorp menyebabkan suatu transfer nilai dari grafit dengan inti sehingga
reaksinya adalah :
dan spesies terinterkalasi, M adalah ion logam seperti Cu2+, Co2+, dan Cd2+.
spesies teradsorp pada permukaan bentonit (CuCl2, Cl2, dan CuCl3) yang akan
2.3. Tembaga
dan nomor massa 63,546. Pada Sistem Periodik Unsur (SPU), unsur tembaga
terletak pada periode 4 golongan IB dengan konfigurasi elektron [Ar] 3d10 4s1.
terbentuk dengan cepat oleh lepasnya 1 elektron dari orbital 3d. Oleh karena
sebesar 8,96 mg/ml pada suhu 20 oC, dengan titik didih dan titik lelehnya
berturut-turut yaitu 1083 oC dan 2595 oC. Tembaga juga merupakan salah satu
unsur logam murni yang kuat, keras, tahan lama, dan banyak digunakan
tidak larut dalam HCl dan H2SO4 encer, namun larut dalam asam nitrat 8 M
Cu(II). Tembaga (I) diturunkan dari Cu(I) oksida, Cu2O yang berwarna
17
merah., sedangkan senyawa yang lain adalah senyawa yang tidak berwarna
dan kebanyakan tidak larut dalam air dan mudah dioksidasi menjadi Cu(II)
yang dapat diturunkan dari Cu(II) oksida yang berwarna hitam (Vogel,1990).
Pada umumnya, Cu(II) berasal dari Cu (II) nitrat atau Cu(II) sulfat. Tembaga
(II) nitrat dapat berupa Cu(II) nitrat trihidrat maupun heksahedrat yang
merupakan kristal biru bening yang larut dalam air dan alkohol. Tembaga (II)
nitrat akan kehilangan 3 molekul air pada temperatur 26,4 oC dan pada
melarutkan senyawa tembaga (II) oksida dan asam nitrat dalam air, diuapkan
dan kemudian dikristalkan. Tembaga (II) sulfat merupakan kristal biru, dapat
larut dalam air dan larut dengan baik dalam alkohol dan gliserol. Tembaga (II)
sulfat dapat dibuat dari pelarutan asam sulfat dan Cu (II) oksida dalam jumlah
Jiahao (2003) sebagai afinitas membran untuk adsorpsi urea dalam proses
78,8 mg/g.
kalogen dan myelin otak. Konsumsi tembaga (Cu) yang baik bagi manusia
18
adalah 2,5 mg/kg berat tubuh orang dewasa dan 0,05 mg/kg berat tubuh untuk
H O
O H
R N C R
C N
H Cu H H
H
N
N
C C
R H
H R
O
O
2.4 Urea
kimia CO(NH2)2, yang sebagian besar kandungannya adalah nitrogen. Urea ini
biasanya dalam bentuk curah dan butiran. Senyawa urea memiliki berat jenis
1,3 g/l dengan titik leleh 133 oC. Urea larut dalam air tetapi tidak larut dalam
pelarut organik. Senyawaan nitrogen ini juga merupakan produk akhir dari
metabolisme yang disekresikan oleh mamalia, dan disintesis dalam daur urea
(reaksi biokimia yang mengubah amoniak menjadi urea). Urea juga disintesis
dalam skala industri dari amoniak dan karbon dioksida untuk digunakan
Urea-N secara cepat terhidrolisis menjadi NH4+. Pupuk ini sering kali
19
digunakan untuk aplikasi langsung dalam pupuk campuran, dan dalam larutan
Nitrogen. N (Nitrogen) yang pada aplikasi ini berwujud sebagai Urea-N, dan
1 hari hingga 1 minggu. Reaksi urea terhidrolisis dalam air dapat dilihat pada
u re a
suatu molekul dengan metode adsorpsi (Hadyana, 2002). Dalam penelitian ini
molekul suatu zat pada permukaan lain sebagai akibat ketidakjenuhan gaya
pada permukaan tersebut (Alberty dan Daniels, 1993). Proses adsorpsi dapat
terjadi pada seluruh permukaan benda, tetapi yang sering terjadi adalah bahan
padat menyerap partikel yang berada pada limbah cair. Bahan yang diserap
adanya gaya tarik atom atau molekul pada permukaan zat padat. Energi
dan biasanya terkonsentrasi pada permukaan atau antar muka (Alberty dan
1. Adsorpi Fisika
Adsorpsi fisik, terjadi karena adanya gaya mempunyai jarak jauh tapi
lemah dan energi yang dilepaskan jika partikel teradsorpsi secara fisik
2. Adsorpsi Kimia
1. Konsentrasi
konsentrasi tinggi.
2. Luas Permukaan
3. Suhu
Adsorpsi akan lebih cepat berlangsung pada suhu rendah. Namun demikian
pengaruh suhu adsorpsi zat cair tidak sebesar pada adsorpsi gas.
4. Ukuran partikel
5. pH
6. Waktu kontak
Waktu untuk mencapai keadaan setimbang pada proses serapan logam oleh
(Bernasconi, 1995).
22
berat adsorben dengan konsentrasi zat terlarut pada temperatur tertentu atau
yaitu adsorpsi larutan biner. Interaksi molekul dalam adsorpsi larutan biner
adsorben.
adsorben.
Z S
Urea di dalam air akan terhidrolisis menjadi ion NH4+ (amonium). Ion-
ion amonium diturunkan dari amonia (NH3), dan ion hidrogen (H+). Ciri-ciri
khas ion amonium adalah serupa dengan ciri-ciri khas ion logam alkali.
atau kalium .
dalam air, dengan membentuk larutan yang tidak berwarna (kecuali bila
menjadi amonia dan asam yang sesuai, kecuali jika asamnya tidak mudah
Ion amonium dalam suasana basa akan bereaksi dengan larutan nessler
coklat atau pewarnaan coklat atau kuning dihasilkan sesuai dengan jumlah ion
materinya adalah molekul atau senyawa kimia. Bila radiasi pada daerah
cukup, maka energi tersebut akan diserap dan di dalam molekul terjadi transisi
gelombang tertentu akan tampak berwarna, hal ini terjadi karena sebagian
sinar diserap dan sebagian lagi diteruskan. Warna yang tampak dapat
dari suatu orbital ke orbital yang lain yang energinya lebih tinggi,
elektron itu terikat dalam molekul itu. Elektron dalam suatu ikatan
kovalen tunggal akan terikat dengan kuat, dan diperlukan radiasi berenergi
elektron non bonding tak terikat kuat seperti elektron bonding sigma,
(Tarigan, 1986).
25
dalam berbagai bentuk, antara lain : gas, lapisan tipis cairan, larutan dalam
berbagai pelarut, dan bahkan zat padat. Kebanyakan kerja analisis dalam
bentuk larutan, dan dalam hal ini tingkat absorpsi berbanding lurus dengan
konsentrasi, jarak yang diarungi radiasi melewati larutan dan tebal larutan.
A=a.b.c
a. Sumber Sinar
b. Monokromator
c. Wadah Sampel
d. Detektor
angka digital.
e. Amplifier
detektor.
27
f. Rekorder
(Sastrohamidjojo, 2001).
atau bergetar. Hal ini disebabkan karena ikatan kimia yang menghubungkan
dua atom dapat dimisalkan sebagai dua bola yang dihubungkan oleh pegas
yakni dari tingkat dasar atau ground state ke tingkat vibrasi tereksitasi atau
bentuk vibrasi yang meungkin terjadi. Akibatnya kita akan melihat banyak
pita-pita absorpsi yang diperoleh pada spektrum IR. Perlu diketahui bahwa
atom dengan massa atom lebih tinggi, contohnya adalah vibrasi yang
menghilangkan sinar yang tidak diinginkan (stray radiation). Berkas sinar ini
melalui slit, sinar tersebut dapat difokuskan pada detektor yang akan
mengubah berkas sinar menjadi sinyal listrik yang selanjutnya direkam oleh
1. Sumber radiasi
Sumber radiasi yang umum digunakan adalah Nerts atau lampu Glower,
yang terbuat dari oksida zirkonium dan itrium, berupa batang berongga
suhu 1500 – 2000 oC dan akan memberikan radiasi di atas 7000 cm-1.
2. Monokromator
berbagai macam bahan, seperti prisma dan celah yang terbuat dari gelas,
lelehan silika, LiF, CaF2, BaF2, NaCl, AgCl, Kbr atau CsI. Prisma NaCl
29
digunakan untuk daerah radiasi 4000 – 600 cm-1. Dispersi paling tinggi
3. Detektor
(Khopkar, 1984)
material, berupa alkali halida seperti NaCl, KBr atau CsI. Sampel yang
dikerjakan dalam bentuk cair pada suhu kamar dan keadaan murni biasanya
satu teknik pengerjaan sampel berupa padatan adalah dengan tektik KBr pelet.
Teknik KBr pelet yaitu, padatan sampel digerus dalam mortal kecil bersama
padatan dengan kristal KBr kering dalam jumlah sedikit sekali (0,5 – 2 mg
alat penekan hidrolitik hingga menjadi pelet yang transparan. KBr harus
kering dan akan lebih baik bila penumbukan dilakukan di bawah lampu IR
untuk mencegah terjadinya kondensasi uap dari atmosfer. Tablet cuplikan tipis
yang dihasilkan, seperti struktur ikatan dan gugus fungsi yang dikandungnya.
ikatan C=O terletak pada 1700 cm-1, bentuknya runcing (tajam) ata7u
dikatakan spektrum kuat. Spektrum vibrasi –OH terletak sekitar 3500 cm-1,
tajam. Bila ada ikatan C=O dan gugus –OH maka dimungkinkan senyawa
adalah asam.
(mempunyai λ sebesar 0,5 – 2,5 Ao dan energi + 107 eV) yaitu pengukuran
Spektrum kontinyu atau spektrum putih dihasilkan oleh potensial yang lebih
rendah dari 20 kV. Proses terjadinya adalah berkas elektron dengan energi
yang kurang tinggi tidak dapat menembus awan elektron dalam atom target,
tetapi akan terserap oleh awan tersebut dan diubah menjadi awan panas.
Spektrum diskrit atau karakteristik atau khas dihasilkan oleh potensial lebih
radiasi yang monokromatis digunakan filter. Syarat logam filter : λ Kα-T <λ K-F
< λKβ-T, dapat menyerap radiasi α dan β serta mempunyai nomor atom < 1
satuan dari nomor atom target. Contoh-contoh logam target dengan filter yang
Logam target Mo Cu Co Fe Cr
Logam filter Zr Ni Fe Mn V
Pada tahu 1913, tak lama setelah sinar-X ditemukan oleh Willhem
Rotgen, Max Van Loe berpendapat bahwa jika sinar-X dengan λ yang jarak =
jarak antara bidang kristal (d) maka akan didifraksi oleh bidang kristal
tersebut. Pendekatan paling awal pada analisis pola difraksi yang dihasilkan
oleh kristal, dengan menganggap bidang kisi sebagai cermin dan kristal
Sesuai dengan Hukum Bragg : jika dua berkas sinar-X yang pararel mengenai
bidang-bidang kisi kristal yang sama dengan jarak antar bidang (d), maka
AB + BC = n.λ
AB = BC = d sin θ
2 d sin θ = n.λ
2 d sin θ = .λ
32
Sudut difraksi (2θ), intensitas relatif (I/Io), indeks miller (dhkl), lebar puncak,
parameter unit sel (a, b, c, α, β dan γ). Analisa kualitatif maupun kuantitatif
untuk menentukan sistem kristal dan spesi oksida dari logam katalis. Ukuran
Scherrer.
kλ
t=
B cosΘΒ
t merupakan ukuran partikel (Å), λ merupakan panjang gelombang
objek serta resolusi yang jauh lebih bagus daripada mikroskop cahaya.
33
Mikroskop elektron ini menggunakan jauh lebih banyak energi dan radiasi
obyek, dengan membuat suasana dalam ruang sampel tidak vakum tetapi diisi
vakum ruang obyek dan ruang kolom serta filamen, dengan menggunakan
satu atau lebih piringan logam platina yang biasa disebut (aperture) berlubang
dengan diameter antara 200 hingga 500 mikrometer yang digunakan hanya
BAB III
METODE PENELITIAN
populasi yang akan diteliti. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
Variabel dalam penelitian ini meliputi variabel bebas, terikat dan terkendali.
diadsorpsi.
berikut :
35
36
* SEM
Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan, yakni preparasi material pori
bentonit, interkalasi bentonit dengan kation Cu2+, dan uji aktivitas Cu-
Suspensi bentonit
disaring
Endapan bentonit
Di oven 110 oC
sampai kering
Bentonit kering
Bentonit powder
50 Bentonit Powder
Suspensi bentonit
Suspensi bentonit
AgNO3 1M
Pengeringan T=110 oC
Bentonit terinterkalasi
Cu-BP
1 gr Cu - BP
Suspensi cu-BP-urea
Suspensi cu-BP-urea
disaring
filtrat
+ Lar. Nessler
Komplek ammonium-nessler
(kuning)
Data konsentrasi
Urea sisa
Gambar 11. Diagram Alir Uji Aktivitas Cu-BP, Adsorpsi Urea pada Cu-BP
dengan Variasi Waktu Kontak
40
1 gr Cu - BP
Suspensi cu-BP-urea
Suspensi cu-BP-urea
Suspensi cu-BP-urea
disaring
filtrat
+ Lar. Nessler
Komplek ammonium-nessler
(kuning)
Data konsentrasi
Urea sisa
Gambar 12. Diagram Alir Uji Aktivitas Cu-BP, Adsorpsi Urea pada Cu-BP
dengan Variasi pH
41
1 gr Cu - BP
Suspensi cu-BP-urea
Suspensi cu-BP-urea
Suspensi cu-BP-urea
disaring
filtrat
+ Lar. Nessler
Komplek ammonium-nessler
(kuning)
Data konsentrasi
Urea sisa
Gambar 13. Diagram Alir Uji Aktivitas Cu-BP, Adsorpsi Urea pada Cu-BP
Endapan disaring dan dikeringkan pada suhu 110 oC. Pengeringan pada
suhu tersebut bertujuan untuk menurunkan kadar air dan material organik.
bentonit dilakukan dengan air bebas ion untuk menghilangkan ion Cl-.
dan diayak 100 mesh. Sampel dikalsinasi pada suhu 300oC selama 4 jam
3. Karakteristik Bentonit
yaitu dengan mengambil foto SEM dari bentonit sebelum dan sesudah
43
(XRD) Phillips. Selain itu XRD dapat digunakan untuk mengetahui pola
pada bentonit terutama untuk mengamati perubahan pola gugus Si-O dan
b. Variasi pH
dianalisis untuk mengetahui ikatan yang terjadi dan gugus fungsi yang
gambar dengan foto SEM. Foto ini dapat melihat morfologi permukaan
45
10000 kali. Hasil komparasi antara ketiga foto ini dapat menjelaskan
VxC serap
rumus, U adsorp=
g adsorben
46
BAB IV
sebagai pengemban katalis masih kurang optimal, karena strukturnya yang masih
bentonit alam. Bentonit alam yang digunakan dalam penelitian ini dicuci dengan
ada pada bentonit terutama yang menempel pada bagian permukaan bentonit.
kandungan air dan pengotor organik yang masih menutupi permukaan bentonit.
bentonit hasil pencucian ke dalam larutan CuCl2.2H2O 0,3 M dan direfluks pada
optimum jika dilakukan pada suhu + 70oC dan lama pengadukan selama 24 jam.
jam, endapan dikeringkan dan dikalsinasi pada suhu 300oC, dengan tujuan untuk
46
47
Menurut Heri dan Nino (2002), semakin kecil muatan dan ukuran ion
yang dapat dipertukarkan, maka pertukaran ion akan semakin mudah terjadi.
Kation Na+ yang terdapat dalam bentonit merupakan kation yang paling mudah
yang melibatkan kation Cu2+ dapat dijelaskan sebagai berikut (Rusman dkk.,
2002) :
secara visual berwarna hijau kecoklatan, lain halnya dengan bentonit alam yang
dengan berwarna hijau (Vogel, 1990). Hasil interkalasi bentonit dapat dilihat pada
Gambar 14.
48
Bentonit yang diperoleh secara komersil dari CV. Indrasari Semarang. Bahan ini
Dari tabel di atas, oksida logam yang berpeluang untuk dapat ditukar
tempatnya oleh kation Na+ dan kation Cu2+ pada proses pertukaran kation yaitu :
Ti2+, Mn2+, Ca2+, Mg2+, K+, Na+, karena diikat relatif lemah dalam struktur
49
monmorillonit, sedangkan SiO2 dan Al2O3 tidak mudah untuk ditukar karena
hal ini seperti teramati pada Gambar 15 terlihat adanya lapisan-lapisan khas
lempung.
struktur berlapisnya. Hasil dari proses interkalasi bentonit dengan kation Cu2+
diamati secara jelas pada bagian permukaan bentonit. Tampak pada gambar
telah terbentuk struktur pori yang tersebar pada struktur berlapis dari bentonit,
walaupun ukuran pori yang terbentuk tidak sama (heterogen). Kristalinitas dari
Cu-Bp juga lebih baik daripada bentonit alamnya. Struktur berlapis dari
bentonit itu sendiri juga tampak dipertahankan, terlihat masih terdapat jarak
antara lapisan yang satu dengan yang lainnya. Alasan terbentuknya pori yang
material ini untuk melakukan kinerja adsorpsi yang lebih baik daripada bentonit
sifat adsorbennya, hal ini berkaitan dengan afinitas elektronnya yang semakin
sebagai adsorbat dari pupuk urea sebagai benda bulat dan kasar, serta teramati
tersebut merupakan urea yang terserap pada permukaan bentonit, dengan sifat
4.1.2. Analisis Gugus Fungsi pada Bentonit dengan Spektra Infrared (IR)
mudah dan cepat untuk mengkaji perubahan struktur lempung terpilar atau
kasus identifikasi bentonit, tinjauan utama yaitu untuk melihat keberdaan gugus
hidroksi yang disebabkan molekul air yang terserap atom gugus O-H pada
dispesifikkan untuk satu jenis mineral karena bentonit tersusun atas banyak
jenis atom dan banyak terjadi interaksi ikatan antaratom dalam mineral. Spektra
infra merah bentonit alam, Cu-BP, dan Cu-BP-Urea ditampilkan pada Gambar
18.
53
Gambar 18. Spektra FTIR bentonit alam (a), Cu-BP (c), dan Cu-BP-Urea (b)
Berdasarkan spektra bentonit alam (a) di atas vibrasi Si-O pada lapisan
tetrahedral teramati pada bilangan gelombang 470,6 cm-1 dan 794,6 cm-1
yang dihasilkan dari vibrasi Si-O-Al , Si-O-Si, dan karakteristik SiO2. Puncak
serapan pada 1041,5 cm-1 yang melebar memberikan gambaran tentang vibrasi
tekuk ikatan O-Si-O dari lapisan silika. Pita pada bilangan gelombang
hidroksida logam seperti Mg2+ dan Fe3+ (Srasra et al., 1994), pada spektra
teramati pada bilangan gelombang 516,9 cm-1 sebagai vibrasi regangan Mg-O.
gelombang 1627,8; dan 918,1 cm-1. Pita serapan yang melebar pada panjang
gelombang 3425,3 cm-1 merupakan uluran dari gugus OH yang terletak pada
lapisan oktahedral, yaitu gugus OH yang terikat pada Al (Kurniawan, 2002) dan
pada pita serapan 1627,8 cm-1 terdeteksi sebagai vibrasi tekuk dari air terhidrat.
serapan pada bilangan gelombang 300 – 400; 474,5; 792,7; 923,8; 1055; 1624;
dan 3409,9 cm-1. Pita serapan 300 – 400 cm-1 dengan intensitas yang tajam
merupakan vibrasi dari Cu2+ yang terinterkalasi pada lapisan silika dari
perubahan pasca interkalasi bentonit, hal ini teramati pada bilangan gelombang
56
474,5 cm-1 dan 1055 cm-1. Vibrasi regangan Mg-O pada bentonit pasca
kation dalam lapisan lempung yaitu antara Mg2+ dengan Cu2+. Pita serapan
modifikasi, vibrasi SiO2 teramati pada bilangan gelombang 792, 7 cm-1. Manea
pertukaran ion pada lempung terutama lapisan oktahedral teramati sebagai pita
dipertahankan, hal ini teramati pada bilangan gelombang 1624 dan 923,8 cm-1.
Pergeseran dan pelebaran pada pita vibrasi OH dimana terjadi pelebaran yang
sangat besar teramati pada bilangan gelombang 3409,9 cm-1. Daerah antara
4000 – 3000 cm-1 merupakan getaran regang dari air yang terserap dan gugus
kalsinasi. Fenomena ini berkaitan dengan adanya kation Cu2+ yang terinterkalasi
di dalam bentonit.
3409,9 cm-1. Pelebaran spektra ini mengindikasikan bahwa molekul air yang
dengan H2O. Ion Cu (II) termasuk sistem d9 yang dapat membentuk kompleks
ini maka kandungan air di dalam material Cu-BP justru lebih banyak daripada
dengan urea, sehingga adsorspsi urea yang terjadi di dalam material Cu-BP
tidak hanya dipengaruhi oleh ukuran pori, tetapi juga dipengaruhi oleh afinitas
elektron dan adanya atom pusat untuk pembentukan kompleks dengan urea.
senyawa urea (CO(NH2)2) di dalam material Cu-BP juga dapat diamati pada
bilangan gelombang 1326,9 cm-1 yang merupakan vibrasi C-H amina, bilangan
oksigen/oksida), tapi ada juga bagian yang positif (yang kaya logam valensi
Tetrahedral site
---------- +++++++++
Oktahedral site
fungsional, yaitu gugus karbonil dan gugus amina. Gugus karbonil cenderung
bersifat postif dan gugus amina bersifat relatif negatif. Strukur urea dapat
positif pada bentonit, sedangkan gugus NH4+ merupakan spesi yang akan
59
berinteraksi dengan site negatif pada bentonit. Kondisi seperti ini yang
spacing) pada kisaran sudut 2 teta antara 2o sampai 10o. Mineral lempung
d=2,50249 Ao) menunjukan adanya SiO2 dan CaCO3. Dari data difraktogram
61
monmorillonit.
(b). Modifikasi terhadap bentonit alam ini juga tetap dapat mempertahankan
(d=1,62375 Ao), dan 2θ=65,35o (d=1,42682 Ao). Puncak tajam pada 2θ=29,55o
(Cu-BP) di atas dapat diamati bahwa telah terjadi penurunan basal spacing dari
bentonit alamnya, hal ini ditunjukan dari pergeseran bidang refleksi d(001) dari
adanya interkalan (spesi logam) yang mampu menyokong tiap lapisan (layer)
62
molekul air yang mengisi jarak antar lapis dari struktur Cu-BP , sehingga akan
basal spacing ini yaitu bahwa proses interkalasi tidak sepenuhnya membuat
akan runtuh pasca pemanasan (kalsinasi). Hal ini juga mengindikasikan sel
mengkerut karena terjadi pemutusan ikatan Al-O-Al (1,69 Ao) dan digantikan
oleh Si-O-Si (1,61 Ao) (Hamdan, 1992). Konsenkuensi di atas adalah penurunan
2002).
parameter dengan absorbansi sampel sebagai variabel terikat dari semua tahap
percobaan. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah waktu pengadukan, derajat
oleh waktu reaksi, semakin lama waktu reaksi jumlah urea yang diadsorpsi atau
yang terikat akan semakin banyak dan proses adsorpsi semakin efektif, hingga
adsorpsi urea oleh Cu-BP dicapai pada waktu 4 jam yaitu sebesar 2,86
gram/gram Cu-BP. Waktu kontak 1 jam, urea yang teradsorpsi oleh adsorben
Cu-BP yaitu sebesar 1,54 gram/gram Cu-BP. Jumlah urea yang teradsorpsi terus
kontak 5 jam, yaitu sebesar 2,64 gram/gram Cu-BP, hal ini menunjukan telah
ini diasumsikan terjadi akibat adanya interaksi adsorben dengan adsorbat yang
kelewat jenuh, dimana spesies adsorbat yang teradsorpsi oleh adsorben Cu-BP
partikel adsorbat dengan partikel adsorben secara tepat dan kontinyu, sehingga
1992).
optimum pada adsorpsi urea oleh Cu-BP dapat dilihat pada Gambar 23.
Optimsi pH Adsorpsi
3.5
3
Urea terikat (g/g Cu-BP)
2.5
1.5
0.5
0
0 2 4 6 8 10 12 14
pH
oleh Cu-BP terjadi pada pH 6, yaitu sebesar 2,86 gram/gram Cu-BP. Yong-Guo
65
yang diembankan pada chitosan terjadi pada pH 6. Kondisi yang terlalu asam
(pH 2) dan terlalu basa (pH 12) tidak dapat memberikan hasil yang baik dalam
proses adsorpsi urea oleh Cu-BP. Kondisi yang terlalu basa akan menyebabkan
menjadi amoniak, sehingga kadar urea yang ada dalam larutan menjadi sangat
proton yang akan mengganngu proses adsorpsi pupuk urea. Kondisi asam (pH
(pH 12) hanya memberikan adsorpsi urea sebesar 1,22 gram/gram Cu-BP.
Optimasi Konsentrasi
3.5
Urea terikat (g/g Cu-BP)
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0 2 4 6 8 10 12
Konsentrasi awal (g/100 mL)
awal urea, kemampuan adsorpsi Cu-BP akan semakin meningkat hingga sampai
adsorpsi urea oleh Cu-BP terjadi pada konsentrasi awal urea 10 gram/100 mL
adsorben. Adsorben ini terdapat permukaan sisi aktif yang proporsional dengan
aktif yang proporsional dengan permukaan adsorben ini, jika konsentrasi urea
meningkat tetapi luas permukaan adsorben tetap, maka secara linear daya
yang terlalu berlebih pada proses adsorpsi juga akan menimbulkan kompetisi
antar molekulnya untuk masuk ke dalam pori atau untuk berikatan dengan sisi
hasil analisis urea yang teradsorpsi oleh Cu-Bp dan urea yang teradsorpsi oleh
bentonit alam pada kondisi optimum. Hasil analisis efektivitas Cu-BP sebagai
3
Urea Terikat (g/g Cu-BP) 2.5
1.5
0.5
0
0 1 2 3 4 5 6
Konsentrasi Urea (g/100 mL)
Cu-BP B-Alam
yang lebih besar daripada bentonit alam. Efektivitas Cu-BP sebagai binding
agent pupuk urea terlihat pada kondisi pH 6, konsentrasi urea 4 g/100 mL, dan
waktu kontak 4 jam dapat mengadsorpsi pupuk urea sebesar 2,42 g/g Cu-BP,
sedangkan Bentonit alam pada kondisi yang sama yaitu pada pH 6, konsentrasi
urea 4 g/100 mL, dan waktu pengadukan 4 jam hanya mampu mengadsorpsi
alam melalui proses interkalasi dengan kation Cu2+. Dengan proses interkalasi
akan memberikan struktur pori serta kristalinitas yang lebih baik dari bentonit
anorganik mengakibatkan proses adsorpsi juga tidak optimal, oleh karena itu
daya adsorpsi dari betonit modifikasi (Cu-BP) lebih baik dari bentonit alam.
69
BAB V
5.1 Simpulan
proses interkalasi bentonit, hal ini dapat dilihat dari afinitas elektronnya,
–OH yang diakibatkan adanya ion Cu2+ yang berikatan dengan molekul
air. Pori bentonit hasil modifikasi (Cu-BP) juga semakin baik jika dilihat
2. Proses adsorpsi urea oleh Cu-BP dipengaruhi oleh waktu kontak, pH, dan
jumlah urea yang teradsorpsi oleh Cu-BP, dan mencapai keadaan optimum
pada waktu pengadukan selama 4 jam. Jumlah urea yang teradsorpsi oleh
69
70
konsentrasi urea awal 4 gram/100 mL, dan selama 4 jam dengan daya
5.2. Saran
2. Perlu dilakukan analisis urea dalam material Cu-BP pasca adsorpsi urea
oleh Cu-BP.
DAFTAR PUSTAKA
Akhadi, Yuli P. 2000. Adsorpsi Kadmium Oleh Bentonit Alam dan Na-Bentonit
Sebagai Penukar Kation. Jurnal Sains dan Matematika, No.2
Alberty , R. A and Daniels, F. 1983. Physical Chemsitry. New York : John Willey
& Sons, hal. 230 – 234
Aryanti Irma, Karna Wijaya, Iqmal Tahir, Bambang Setiaji. 2002. Analisis
Porosimetri dan Difraksi sinar X Terhadap Interkalasi Azobenzena ke
Dalam Ruang Antar Lapis Monmorillonit. Prosiding Seminar Nasional
Kimia XXII Universitas Gajah Mada , hal. 100 – 106
Cotton, F. A dan Wilkinson. 1988. Basic Inorganic Chemistry. New York : John
Wiley and Sons, hal. 577 – 582
Eickhoff dan Metz.W., 1997. The Formation of CuCl2-Graphite Form Meltz With
KCl : The Equilibrium of Nucleation, Carbon, 35 : 299 – 306.
Fessenden dan Fessenden, 1999. Kimia Organik (Jilid 1). Jakarta : PT. Penerbit
Erlangga Mahameru, hal : 212 – 238.
Kastono dan Dody. 2005. Pengaruh Nomor Ruas Stek dan Dosis Pupuk Urea
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kumis Kucing. Jurnal Ilmu Pertanian
Vol. 12 No. 1, 2005. Hal : 56 – 64
Kurniawan, Cepi. 2002. Kajian Kinerja Bentonit Sebagai Adsorben Zat Warna
Sintetis Dalam Limbah Tekstil. Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia.
Hal : 27 – 48.
Liu, Jiahao. Xin Chen. Zhengzhong Shao dan Ping Zhou. 2003. Preparation and
Charcterization of Chitosan / Cu (II) Affinity Membran for Urea
Adsorption. Shanghai : Department of Macromolekular Sciens, Fudan
University, People’s Republic of China.
Nurahmi, Emi. 2001. Uji Stabilitas Struktur Bentonit Terhadap Perlakuan Asam
Sulfat dan Pemanasan. Skripsi. Yogyakarta : FMIPA UGM, hal. 1 – 2.
Oscik, J. 1982. Adsorption. New York : John Wilwy and Sons, hal. 4 – 25.
PT. Tunas Inti Makmur. 2000. Data Spesifikasi Kandungan Kimia dan Fisika
Produk Lempung Natrium Bentonit. Semarang.
Robert. L Pecsok, L. Donald Shields, Thomas Cairns and Ian G McWilliam. 2000.
Modern Methodsof Chemical Analysis. New York : John Wiley and
Sons. Hal : 226 – 237
Rusman, Iip Izul falah, damn RHA SAhirul Alim. Interkalasi Cu Pada karbon
Aktif dan Pemanfaatannya Sebagai Katalis Dehidrasi n AMilalkohol.
Indonesia Journal of Chemistry, Vol. 1, No. 1, hal. 23 – 29.
Scott, W. A. N. 1996. Colling Gem (Kamus Saku Kimia). Jakarta : Erlangga, hal.
84 – 85.
Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Jakarta : Rineka Cipta IKAPI hal 88.
Wijaya, Karna. Iqmal Tahir. Ahmad baikuni. 2002. Sintessis LEmpung Terpilar
Cr2O3 dan Pemanfaatannya Sebagai Inang Senyawa p-nitroanilin.
Indonesia Journal of Chemistry, Vol. 2, No. 2, hal. 11 – 19.
74
Wijaya Karna, Ani Setyo P, Sri Sudiono, Emi nurahmi. 2002. Studi Stabilitas
Termal dan Asam Lempung Bentonit. Indonesia Journal of Chemistry, Vol.
2, No. 2, hal. 20 - 25.
Yang, Ralph T. 2000. Pillared Clay as Superior Catalyst for Selective Catalytic
Reduction of NO J of Catalist. Michigan : Department of Chemical
Engineering University of Michigan.
Yong-Guo Zhou , Yue-Dong Yang , Xue-Min Guo , Gui-Ru Chen. 2002. Effect of
molecular weight and degree of deacetylation of chitosan on urea
adsorption properties of copper chitosan. Journal of Applied Polymer
Science, Volume 89, Issue 6 , Pages 1520 – 1523