Professional Documents
Culture Documents
SEJARAH di Indonesia
Dekade 40-an
Dalam bidang pendidikan, pada decade 40-an lebih banyak ditandai dengan perjuangan
merealisasikan kemerdekaan melalui pendidikan. Melalui pendidikan yang serba darurat
mkala pada saat itu di upayakan secara bertahap memecahkan masalah besar anatara
lain melalui pemberantasan buta huruf. Sesuai dengan jiwa pancasila dan UUD 45. Hal
ini pulalaah yang menjadi focus utama dalam bimbingan pada saat itu.
Dekade 50-an
Bidang pendidikan menghadapi tentangan yang amat besar yaitu memecahkan masalah
kebodohan dan keterbelakangan rakyat Indonesia. Kegiatan bimbingan pada masa
dekade ini lebih banyak tersirat dalam berbagai kegiatan pendidikan dan benar benar
menghadapi tantangan dalam membantu siswa disekolah agar dapat berprestasi.
Dekade 60-an
1960 BK masuk ke setting sekolah, hasil dari konferensi IKIP / FKIP
Beberapa peristiwa penting dalam pendidikan pada dekade ini :
1963 Lahirnya jurusan bimbingan dan konseling di IKIP tahun 1963
1964 Lahirnya kurikulum SMA gaya Baru 1964
Ketetapan MPRS tahun 1966 tentang dasar pendidikan nasional
1968 Lahirnya kurikulum 1968
Keadaan dia tas memberikan tantangan bagi keperluan pelayanan bimbinga dan
konseling disekolah.
Dekade 70-an
1971 PPSP (proyek Perintis Sekolah Pembangunan), BP/BK mulai dikembangkan
1975 BP/BK lahirnya kurikulum SMA. Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan
1978 Program PGSLP dan PGSLA
Dalam dekade ini bimbingan di upayakan aktualisasi nya melalui penataan legalitas
sistem, dan pelaksanaannya. Pembangunan pendidikan terutama diarahkan kepada
pemecahan masalah utama pendidikan yaitu :
Pemerataan kesempatan belajar,
Mutu,
Relevansi, dan
Efisiensi.
Pada dekade ini, bimbingan dilakukan secara konseptual, maupun secara operasional.
Melalui upaya ini semua pihak telah merasakan apa, mengapa, bagaimana, dan dimana
bimbingan dan konseling.
Dekade 80-an
1989 :Keberadaan Bimbingan dan Penyuluhan secara legal formal diakui tahun 1989
dengan lahirnya SK Menpan No 026/Menp an/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan
Azmi el-Hasbi, M.Pd
MATERI AJAR MATA KULIAH
PROFESI KEPENDIDIKAN
Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (kan tetapi
pelaksanaan di sekolah masih belum jelas seperti pemikiran awal untuk mendukung
misi sekolah dan membantu peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan mereka)
Guru BP (sekarang Konselor Sekolah) belum mampu mengoptimalisasikan tugas dan
fungsinya dalam memberikan pelayanan terhadap siswa yang menjadi
tanggungjawabnya. Yang terjadi malah guru pembimbing ditugasi mengajarkan salah
satu mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia, Kesenian, dsb.nya.
Guru Pembimbing merangkap pustakawan, pengumpul dan pengolah nilai siswa
dalam kelas-kelas tertentu serta berfungsi sebagai guru piket dan guru pengganti bagi
guru mata pelajaran yang berhalangan hadir.
Guru Pembimbing ditugasi sebagai “polisi sekolah” yang mengurusi dan menghakimi
para siswa yang tidak mematuhi peraturan sekolah seperti terlambat masuk, tidak
memakai pakaian seragam atau baju yang dikeluarkan dari celana atau rok.
Kepala Sekolah tidak mampu melakukan pengawasan, karena tidak memahami program
pelayanan serta belum mampu memfasilitasi kegiatan layanan bimbingan di sekolahnya,
Terjadi persepsi dan pandangan yang keliru dari personil sekolah terhadap tugas dan
fungsi guru pembimbing, sehingga tidak terjalin kerja sama sebagaimana yang
diharapkan dalam organisasi bimbingan dan konseling.Kondisi-kondisi seperti di atas,
nyaris terjadi pada setiap sekolah di Indonesia.
Pada dekade ini, bimbingan ini diupayakan agar mantap. Pemantapan terutama
diusahakan untuk menuju kepada perwujudan bimbingan yang professional. Dalam
dekade 80-an pembangunan telah memasuki Repelita III, IV, dan V yang ditandai
dengan menuju lepas landas.
Beberapa kecenderungan yang dirasakan pada masa itu adalah kebutuhan akan
profesionalisasi layanan, keterpaduan pengelolaan, sistem pendidikan konselor, legalitas
formal, pemantapan organisasi, pengmbangan konsep – konsep bimbingan yang
berorientasi Indonesia, dsb.
DEKADE 90-an
Sampai 1993 pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas, parahnya
lagi pengguna terutama orang tua murid berpandangan kurang bersahabat dengan BP.
Muncul anggapan bahwa anak yang ke BP identik dengan anak yang bermasalah
Hingga lahirnya SK Menpan No. 83/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya yang di dalamnya termuat aturan tentang Bimbingan dan Konseling di
sekolah. Ketentuan pokok dalam SK Menpan itu dijabarkan lebih lanjut melalui SK
Mendikbud No 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kreditnya. Di Dalam SK Mendikbud ini istilah Bimbingan dan Penyuluhan
Eli Weaper pada tahun 1906 menerbitkan buku tentang “memilih suatu karir” dan
membentuk komite guru pembimbing disetiap sekolah menengah di New York. Kamite
tersebut bergerak untuk membantu para pemuda dalam menemukan kemampuan-
kemampuan dan belajar tentang bimbingan menggunakan kemampuan-kemampuan
tersebut dalam rangka menjadi seorang pekerja yang produktif.
Di Amerika Serikat
Bimbingan dimulai pada abad 20 di amerika dengan didirikannya suatu vocational
bureau tahun 1908 oleh Frank Parsons yang utuk selanjutnya dikenal dengan nama the
father of guidance yang menekankan pentingnya setiap individu diberikan pertolongan
agar mereka dapat mengenal atau memahami berbagai perbuatan dan kelemahan yang
ada pada dirinya dengan tujuan agar dapat dipergunakan secara intelijensi denga
memilih pekerjaan yang terbaik yang tepat bagi dirinya.
Menurut Arthur E. Trax and Robert D North, dalam bukunya yang berjudul
“Techniques of Guidance”, (1986), disebutkan beberapa kejadian penting yang
mewarnai sejarah bimbingan diantaranya :
1. Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Timbul suatu gerakan kemanusiaan yang menitik beratkan pada kesejahteraan
manusia dan kondisi sosialnya. Geraka ini membantu vocational bureau
Parsons dalam bidang keungan agar dapat menolong anak-anak muda yang
tidak dapat bekerja dengan baik.
2. Agama
Pada rohaniman berpandangan bahwa dunia adalah dimana ada pertentangan
yang secara terus menerus antara baik dan buruk.
3. Aliran kesehatan mental
Timbul dengan tujuan perlakuan yang manusiawi terhadap penderita penyakit
jiwa dan perhatian terhadap berbagai gejala, tingkat penyakit jiwa,
pengobatan, dan pencegahannya, karna ada suatu kesadaran bahwa penyakit
ini bias diobati apabila ditemukan pada tingkat yang lebih dini. Gerakan ii
mendorong para pendidik untuk lebih peka terhadap masalah-masalah
1. Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar
memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan,
pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu
mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan
lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
2. Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk
senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk
mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor
memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan
atau kegiatan yang membahayakan dirinya.
3. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan
bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para konseli
dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya :
bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan
pergaulan bebas (free sex).
4. Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih
proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Konselor
dan personel Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi
atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara
Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fundasi atau landasan bagi
pelayanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep filosofis tentang
kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian pelayanan bantuan atau bimbingan,
baik di Sekolah/Madrasah maupun di luar Sekolah/Madrasah. Prinsip-prinsip itu adalah:
1. Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya
segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan,
yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain.
Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua
data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
2. Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya
kesukaan dan kerelaan konseli (konseli) mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang
diperlu-kan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan