You are on page 1of 9

Pemanfaatan Limbah Organik Pasar dan Rumah Tangga

sebagai Salah Satu Masalah Sampah di Jakarta


Oleh Administrator Rabu, 01 September 2010 10:02

http://jakarta.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?
option=com_content&view=article&id=133:pemanfaatan-limbah-organik-pasar-dan-rumah-
tangga-sebagai-salah-satu-masalah-sampah-di-jakarta&catid=4:info-aktual&Itemid=5

Berita

Provinsi DKI Jakarta merupakan pusat


pemasaran produk pangan terbesar di
Indonesia. Buruknya pola penanganan
produk pangan, mulai dari panen,
transportasi, pasar, hingga rumah tangga
menyebabkan sebagian besar produk
tersebut menjadi limbah.   Produksi
limbah organik di DKI Jakarta mencapai
4500 ton per hari. Limbah organik
tersebut berpotensi untuk dimanfaatkan
sebagai bahan pupuk organik, karena
memiliki kandungan nutrient cukup
tinggi, selain unsur hara makro dan
mikro.

Beranjak dari permasalahan tersebut dilakukan kajian perakitan teknologi pemanfaatan


limbah organik pasar dan rumah tangga sebagai pupuk organik padat dan cair dengan nilai
hara, estetika, ekonomis, serta efektifitas yang lebih tinggi dibandingkan pupuk organik
konvensional. Kajian terbagi tiga tahapan, yakni pengujian teknologi pembuatan pupuk,
pengujian formulasi pupuk, dan pengujian efektivitas pupuk dalam mendukung pertumbuhan
dan hasil tanaman.

Pada tahapan pengujian teknologi pembuatan pupuk, perlakuan terdiri atas tiga hal, yakni:
teknologi sistem pengomposan dipercepat menghasilkan pupuk organik padat (A1), teknologi
fermentasi secara an-aerobik (A2), dan teknologi konvensional/ open windows system (A3).
Masing-masing perlakuan diulang lima kali. Parameter yang diamati adalah (1) Kecepatan
fermentasi yang ditentukan berdasarkan rasio C/N (metode Kurmis dan Kjeldhal) untuk
perlakuan A1 dan A3, sedangkan pada perlakuan A2 didasarkan pada aktivitas pelepasan gas
hasil ferementasi; dan (2) Kandungan hara pupuk sesuai Prosedur Analisa Kimia Pupuk.

Tahap kedua adalah mengukur formulasi pupuk padat. Perlakuan pengujian meliputi: (1)
Pengkayaan (enrichment) bahan pupuk terdiri atas perlakuan tanpa pengkayaan (P0), dan
dengan pengkayaan menggunakan campuran bantuan fosfat 5% (b/b), zeolit 1% (b/b), arang
sekam 1% (b/b), bahan humat 1% (v/b), inokulum mikroba penambat N dan pelarut fosfat,
masing-masing pada tingkatan kerapatan 10-5 cfu.g-1 (P1); (2) Granulasi, terdiri atas
perlakuan tanpa granulasi (G0) dan granulasi (G1); dan (3) Formulasi pupuk cair, meliputi :
hasil permentasi tanpa pengkayaan (C1); pengkayaan dengan campuran kultur Azetobacter
dan Pseudomonas (C2); pengkayaan dengan hasil fermentasi bahan organik secara aerobik
dan hasil fermentasi bantuan fosfat (C3); serta kombinasi keduanya (C4).

Hasil pengujian menunjukkan bahwa pembuatan pupuk organik menggunakan teknologi


pengomposan dipercepat, dapat menghasilkan kompos dengan nilai keharaan terbaik,
sedangkan fermentasi secara an-aerobik memberikan kecepatan proses paling cepat. Formula
pupuk kompos yang digranulasi dan diperkaya dengan bahan mineral dan inokulum mikroba
serta formula pupuk organik cair yang diperkaya hasil fermentasi bahan organik dan bantuan
fosfat serta inokulum mikroba, memberikan respon terbaik terhadap nilai keharaan, estetika
dan efektivitas pupuk. Hasil pengujian pada bayam dan kangkung menunjukkan bahwa
formulasi pupuk padat dan cair yang kembangkan mampu mengurangi penggunaan pupuk
NPK hingga 75%.

Pengertian Biopori & Cara Membuat Lubang Resapan


Biopori Air (LRB) Pada Lingkungan Sekitar Kita
Sat, 14/06/2008 - 12:17pm — godam64

Kondisi kota besar seperti DKI Jakarta yang memiliki lahan resapan air yang sangat sedikit
sekali disertai dengan penggunaan air tanah yang sangat berlebihan menyebabkan penurunan
permukaan tanah serta mengakibatkan sulitnya untuk mendapatkan air berkualitas baik dan
cukup di kawasan tersebut.

Dengan demikian keseimbangan lingkungan yang harus terus menerus dilestarikan dan dijaga
pun semakin rusak dan tidak terkendali. Untuk itulah diperlukan adanya gerakan pelestarian
alam sekitar yang dilakukan secara bersama-sama oleh semua pihak serta berkesinambungan.

Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mencegah mengalirnya air hujan ke selokan yang
kemudian terbuang percuma ke laut lepas adalah dengan pembuatan lubang biopori resapan
atau LBR.

Arti definisi dan penmgertian lubang biopiro menurut organisasi.org adalah lubang yang
dengan diameter 10 sampai 30 cm dengan panjang 30 sampai 100 cm yang ditutupi sampah
organik yang berfungsi untuk menjebak air yang mengalir di sekitarnya sehingga dapat
menjadi sumber cadangan air bagi air bawah tanah, tumbuhan di sekitarnya serta dapat juga
membantu pelapukan sampah organik menjadi kompos yang bisa dipakai untuk pupuk
tumbuh-tumbuhan.

Tujuan / Fungsi / Manfaat / Peranan Lubang Resapan Biopori / LRB :


1. Memaksimalkan air yang meresap ke dalam tanah sehingga menambah air tanah.
2. Membuat kompos alami dari sampah organik daripada dibakar.
3. Mengurangi genangan air yang menimbulkan penyakit.
4. Mengurangi air hujan yang dibuang percuma ke laut.
5. Mengurangi resiko banjir di musim hujan.
6. Maksimalisasi peran dan aktivitas flora dan fauna tanah.
7. Mencegah terjadinya erosi tanah dan bencana tanah longsor.

Tempat yang dapat dibuat / dipasang lubang biopori resapan air :


1. Pada alas saluran air hujan di sekitar rumah, kantor, sekolah, dsb.
2. Di sekeliling pohon.
3. Pada tanah kosong antar tanaman / batas tanaman.

Cara Pembuatan Lubang Biopori Resapan Air :


1. Membuat lubang silindris di tanah dengan diameter 10-30 cm dan kedalaman 30-100 cm
serta jarak antar lubang 50-100 cm.
2. Mulut lubang dapat dikuatkan dengan semen setebal 2 cm dan lebar 2-3 centimeter serta
diberikan pengaman agar tidak ada anak kecil atau orang yang terperosok.
3. Lubang diisi dengan sampah organik seperti daun, sampah dapur, ranting pohon, sampah
makanan dapur non kimia, dsb. Sampah dalam lubang akan menyusut sehingga perlu diisi
kembali dan di akhir musim kemarau dapat dikuras sebagai pupuk kompos alami.
4. Jumlah lubang biopori yang ada sebaiknya dihitung berdasarkan besar kecil hujan, laju
resapan air dan wilayah yang tidak meresap air dengan rumus = intensitas hujan (mm/jam) x
luas bidang kedap air (meter persegi) / laju resapan air perlubang (liter / jam).

Sumber informasi lubang air biopori tambahan : biopori.com

Selamat mencoba membuat lubang resapan biopori / LRB untuk ikut serta dalam
melestarikan kondisi alam sekitar kita.

Biopori di halaman rumah
Posted on 6 Maret 2008 by san

Akhirnya jadi juga saya mempunyai lubang resapan biopori (LRB), atau yang lebih dikenal
dengan lubang biopori. Rumah saya ada di kompleks perumahan Mutiara Bogor Raya,
Katulampa, Bogor Timur, yang mulai dibangun awal 2007. Di atas halaman yang luasnya
kurang lebih 25 meter persegi saya membuat sekitar 34 lubang silinder, ditambah empat
lubang memanjang. Mulut lubang disemen untuk dudukan loster sebagai penutup. Dengan
biopori kita menyelesaikan sebagian persoalan sampah, memperoleh pupuk, dan membantu
mencegah banjir. Khusus untuk yang terakhir ini, terutama dalam konteks pencegahan dan
penanganan banjir skala nasional, usaha saya membuat biopori mungkin tidaklah signifikan
jika hanya sendirian. Pada kenyataanya, sudah banyak yang menyuarakan dukungan nyata
terhadap biopori (lihat daftar di bagian bawah). Hari ini dan di masa mendatang, kita butuh
lebih banyak lagi biopori. Jadi, mari ramai-ramai membuat biopori!

Sedikit intro…. Biopori adalah lubang sedalam 80-100cm dengan diameter 10-30 cm,
dimaksudkan sebagi lubang resapan untuk menampung air hujan dan meresapkannya kembali
ke tanah. Biopori memperbesar daya tampung tanah terhadap air hujan, mengurangi
genangan air, yang selanjutnya mengurangi limpahan air hujan turun ke sungai. Dengan
demikian, mengurangi juga aliran dan volume air sungai ke tempat yang lebih rendah, seperti
Jakarta yang daya tampung airnya sudah sangat minim karena tanahnya dipenuhi bangunan.

Teknologi biopori yang dicetuskan oleh Ir. Kamir R. Brata, Msc dari Institut Pertanian Bogor
(IPB) ini memanfaatkan aktifitas organisme kecil dan sejumlah mikroorganisme untuk
menguraikan sampah organik di dalam lubang. Makhluk-makhluk yang hampir tidak pernah
hadir dalam ruang sadar kita ini membuat lubang-lubang kecil di dinding lubang selama
proses penguraian. Dalam waktu 2-4 minggu, proses penguraian menghasilkan pupuk yang
berguna sebagai nutrisi tanaman dan menyehatkan tanah.

Proses pembuatan…. Membuat lubang biopori bukan pekerjaan susah, hanya memang
memerlukan daya yang cukup besar. Kedalaman lubang yang disarankan adalah 80-100 cm,
kedalaman yang memungkinkan organisme pengurai bekerja dengan optimal. Sedangkan
diameter yang disarankan adalah 10-30 cm. Karena saya membuatnya di halaman rumah,
maka 10 cm lebih proporsional. Pekerja saya menggali lubang-lubang secara manual
menggunakan peralatan sederhana seperti pipa paralon, bambu, dan linggis. Jika ketemu
lapisan batu penggalian dialihkan ke titik lain. Jika tanah terlalu keras dasar lubang diairi
secukupnya dan penggalian diteruskan setelah air meresap. Sebenarnya IPB menyediakan
alat bor tapi pada saat itu saya belum berpikir untuk berinvestasi. Setelah lima hari, jadilah
sebanyak 34 lubang silinder dan empat lubang memanjang. Meskipun angka ini sebenarnya
terlalu banyak, tapi saya tidak menyesalinya.

Penggalian lubang dilakukan pertengahan Februari ketika Bogor sedang mengalami puncak
musim hujan. Waktu yang lebih baik tentu saja ketika hujan tidak sedang turun. Saya
memilih loster sebagai penutup lubang. Loster biasanya digunakan sebagai lubang angin yang
dipasang di dinding WC atau dinding rumah yang menghadap keluar. Satu buah loster
dipotong untuk dua lubang. Untuk memperkuat kedudukan loster sekeliling mulut lubung
disemen sehingga cukup kokoh jika kita berjalan di atasnya. Dengan ditutupnya lubang kaki
tidak akan kejeblos, apalagi anak saya masih kecil-kecil dan senang bermain-main di
halaman.
Pengisian…. Sekarang waktunya membuang sampah, eh maksudnya mengisi lubang biopori.
Sejak awal saya sudah merencanakan untuk memisahkan sampah organik dan sampah non-
organik. Saya ingin membuat pupuk bokashi melalui fermentasi sampah organik dengan
bantuan aktivator EM4. Di dapur saya menyediakan dua tempat sampah, sebut saja S
(sampah) dan B (biopori), yang masing-masing diberi kantong plastik. Pada prinsipnya
semua bahan dari makhluk hidup masuk dalam kategori organik. Namun untuk mengisi
tempat sampah B saya membatasi pada bahan-bahan yang lebih mudah terurai seperti sisa
sayur dan potongan tempe/daging/ikan yang tidak terpakai. Juga sisa makanan yang tidak
habis dimakan, sisa makanan lain seperti roti dan cemilan, ampas kopi, dan kantung teh
celup, masuk ke B.

Tulang ayam dan tulang sapi, bonggol jagung, serta kulit telur walaupun masuk kategori
organik, saya masukkan ke tempat sampah S. Di tempat sampah ini bergabung kertas, besi,
plastik, kayu, kain, dan benda-benda lain yang tidak mungkin atau sulit terurai. Hampir setiap
hari saya mengambil kantong plastik dari tempat sampah B, membuka loster, memasukkan isi
kantong plastik ke lubang, dan menutup lubang kembali. Kantong plastik kemudian saya
satukan ke tempat sampah S yang selanjutnya di tempatkan di bak sampah luar rumah.

Sesekali waktu, saya merapikan tanaman dengan memotong daun, bunga yang mulai layu,
sulur yang kepanjangan, atau memotong rumput dan ranting pohon seperlunya. Sampah yang
dihasilkan dari proses ini langsung saya masukkan ke lubang-lubang terdekat. Agar merapat
ke dasar, bumbungan sampah hijau ini saya dorong dengan tongkat. Jarang saya menyadari
atau memikirkan apakah sebenarnya saya sedang membuang sampah (organik), atau sedang
membuat pupuk, atau sedang berbiopori ria. Ah sudahlah, itu tidak penting, bukan?

Sekedar evaluasi…. Terus terang saya tidak berpikir cukup panjang tentang penggunaan
loster sebagai penutup lubang, saya tidak tahu seberapa bagus hasilnya dibandingkan dengan
bahan lain, misalnya tutup lubang saluran air yang sering digunakan di WC. Beberapa titik
sepertinya kurang efektif sehubungan dengan laju air. Sekitar lima sampai enam lubang
kurang dalam karena terhadang lapisan batu, sayangnya pekerja saya tidak memindahkan
penggalian dan malah menyemen mulut lubang yang dangkal.

Sesekali menjemur kasur, mumpung matahari lagi terik,


dan sedang tidak ada yang diisikan ke lubang

Informasi lain:
Mohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan dan pencantuman tautan di halaman ini.
Silahkan tuliskan di kotak komentar jika ada keberatan. Daftar ini hanya sebagian kecil dari
yang bisa ditemukan di Google.

Situs biopori
Biopori di Wikipedia
Membuat Lubang Resapan Biopori
Posted: Juli 23, 2010 by annidaphotowork in Info sekilas, Lingkungan
0
http://annidaphotowork.wordpress.com/2010/07/23/membuat-lubang-resapan-biopori/

Lubang Resapan Biopori yang telah dimodifikasi sehingga lebih selaras dengan taman

Lubang Resapan Biopori (LRB) merupakan  teknologi tepat guna untuk mengurangi
genangan air dan sampah organik serta konservasi air bawah tanah

Lubang Resapan Biopori (LRB)

Lubang Resapan Biopori (LRB) adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam
tanah dengan diameter 10-30 cm, kedalaman sekitar 100 cm atau tidak melebihi kedalaman
muka air tanah. Lubang kemudian diisi dengan sampah organik yang berfungsi untuk
menghidupkan mikroorganisme tanah, seperti cacing. Cacing tanah ini akan membentuk pori-
pori atau terowongan dalam tanah (biopori) yang dapat mempercepat resapan air ke dalam
tanah secara horizontal.

Manfaat dan Keunggulan

Lubang Resapan Biopori (LRB) adalah teknologi tepat guna yang bermanfaat untuk
mengurangi genangan air dan sampah organik. Beberapa keunggulan LRB:

1. Sistem pori dan terowongan dalam tanah yang dibentuk oleh cacing mampu
meresapkan air lebih cepat.
2. Pemilahan sampah dari sumber (rumah tangga) dimana sampah organik yang
dimasukkan ke dalam LRB dapat menjadi kompos, sedangkan sampah anorganik
didaur ulang
3. Memanfaatkan peran aktivitas cacing tanah dan akar tanaman
4. Mengurangi dampak bencana akibat genangan air dan tumpukan sampah seperti
mewabahnya penyakit dan demam berdarah dan malaria.
5. Tersedianya cadangan air tanah di musim kemarau
6. Membantu mengurangi dampak pemanasan global

Lokasi Pembuatan
Lubar Resapan Biopori (LRB) dapat dibuat di dasar saluran, di dasar alur yang dibuat di
sekeliling batang pohon, batas taman, paving blockk

Jumlah LRB yang Disarankan

Setiap lahan 100 m2 jumlah ideal LRB yang dibuat sebanyak 30 titik dengan jarak antar
lubang 0,5 – 1 m. Bila lubang yang dibuat berdiameter 10 cm kedalaman 100 cm, setiap
lubang dapat menampung 7,8 liter sampah organik dari dapur, berarti tiap lubang dapat diisi
sampah organik dapur 2-3 hari dan akan menjadi kompos dalam waktu 15 – 30 hari. Untuk
sampah organik dari kebun (daun dan ranting) dapat menjadi kompos dalam waktu 2 – 3
bulan. Hal ini dpat dipercepat dengan penambahan bioaktiator.

Biaya yang Diperlukan

Pembuatan LRB akan dipermudah denagn menggunakan bor tanah yang telah disesuaikan
untuk keperluan peresapan air dengan pendekatan biopori seharga Rp 175.000,00

*Harga LRB sewaktu-waktu dapat berubah

LANGKAH-LANGKAH
PEMBUATAN LUBANG
RESAPAN BIOPORI (LRB)

I. Persiapan
1.
1. Siapkan alat
bor
2. Buat alur air
menurut
kontur
3. Buat alur
mengitari
pohon

I. Pelaksanaan

1.
1. Buat lubang:
diameter 10 LRB dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan
cm, diameter 10-30 cm, kedalaman sekitar 100 cm
kedalaman 30 cm sampai dengan 100 cm atau sebelum kedalaman
muka air tanah (agar mudah disiram air)
2. Angkat alat bor pada saat mata bor penuh tanah (±10 cm kedalaman),
buang tanah yang terangkat di mata bor dengan menggoreskan pisau
pada kedua sisi mata bor. Ulangi pembuatan lubang sampai kedalaman
sesuai ketentuan.
3. Untuk LRB saluran air, jarak antar lubang 0,5 – 1 m, sedangkan LRB
di pohon cukup dibuat 3 lubang per pohon (posisi segitiga sama sisi)
4. Lakukan pengerasan bibir lubang untuk mencegah erosi tanah masuk
ke lubang dan mempertahankan agar mulut lubang tetap rapih.
5. Buat pengaman lubang agar tidak terperosok ke lubang. Sebaiknya
menggunakan besi, bukan kawat.
6. Isi lubang dengan sampah organik (sisa dapur, sampah kebun/taman).
Jangan memasukkan sampah non organik (besi, plastik, baterai,
stereofoam, dll)
7. Masukkan sampah ke dalam lubang dengan bantuan tongkat yang
tumpul agar sampah masuk lebih dalam, namun juka sampahnya hanya
sedikit, sampah cukup diletakkan dalam mulut lubang saja, agar
sedimen/tanah tidak masuk.

I. Pemeliharaan
1.
1. Menjaga lubang tetap terisi sampah organik dengan cara mengisi
sampah organik.
2. Apabila menggunakan sampah organik dapur maka setelah ±2 minggu
sudah dapat dimanfaatkan sebagai kompos.
3. Apabila menggunakan sampah kebun (daun/ranting) setelah ±2 bulan
sudah menjadi kompos.
4. Pengambilan kompos dengan cara menggunakan alat bor.

You might also like