You are on page 1of 20

Gangguan Bicara dan Bahasa

Penyebab gangguan perkembangan bahasa sangat banyak dan luas, semua gangguan
mulai dari proses pendengaran, penerusan impuls ke otak, otak, otot atau organ pembuat suara.
Adapun beberapa penyebab gangguan atau keterlambatan bicara adalah gangguan pendengaran,
kelainan organ bicara, retardasi mental, kelainan genetik atau kromosom, autis, mutism selektif,
keterlambatan fungsional, afasia reseptif dan deprivasi lingkungan. Deprivasi lingkungan terdiri
dari lingkungan sepi, status ekonomi sosial, tehnik pengajaran salah, sikap orangtua. Gangguan
bicara pada anak dapat disebabkan karena kelainan organik yang mengganggu beberapa sistem
tubuh seperti otak, pendengaran dan fungsi motorik lainnya.
Beberapa penelitian menunjukkan penyebab ganguan bicara adalah adanya gangguan
hemisfer dominan. Penyimpangan ini biasanya merujuk ke otak kiri. Beberapa anak juga
ditemukan penyimpangan belahan otak kanan, korpus kalosum dan lintasan pendengaran yang
saling berhubungan. Hal lain  dapat juga di sebabkan karena diluar organ tubuh seperti
lingkungan yang kurang mendapatkan stimulasi yang cukup atau pemakaian dua bahasa. Bila
penyebabnya karena lingkungan biasanya keterlambatan yang terjadi tidak terlalu berat.
Terdapat tiga penyebab keterlambatan bicara terbanyak diantaranya adalah
retardasi mental, gangguan pendengaran dan keterlambatan maturasi. Keterlambatan
maturasi ini sering juga disebut keterlambatan bicara fungsional.
Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang cukup sering  dialami
oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara fungsional sering juga diistilahkan keterlambatan
maturasi atau keterlambatan perkembangan bahasa. Keterlambatan bicara golongan ini
disebabkan karena keterlambatan maturitas (kematangan) dari proses saraf pusat yang
dibutuhkan untuk memproduksi kemampuan bicara pada anak. Gangguan ini sering dialami oleh
laki-laki dan sering terdapat riwayat keterlambatan bicara pada keluarga. Biasanya hal ini
merupakan keterlambatan bicara yang ringan dan prognosisnya baik. Pada umumnya
kemampuan bicara akan tampak membaik setelah memasuki usia 2 tahun. Terdapat penelitian
yang melaporkan penderita dengan keterlambatan ini, kemampuan bicara saat masuk usia
sekolah akan normal seperti anak lainnya.
Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik dan kemampuan pemecahan
masalah visuo-motor anak dalam keadaan normal. Anak hanya mengalami gangguan
perkembangan ringan dalam fungsi ekspresif. Ciri khas lain adalah anak tidak menunjukkan
kelainan neurologis, gangguan pendengaran, gangguan kecerdasan dan gangguan psikologis
lainnya.

Cerebral Palsy
Lumpuh otak (bahasa Inggris: cerebral palsy, spastic paralysis, spastic hemiplegia, spastic
diplegia, spastic quadriplegia, CP) adalah suatu kondisi terganggunya fungsi otak dan jaringan
saraf yang mengendalikan gerakan, laju belajar, pendengaran, penglihatan, kemampuan berpikir.
[1]

Penyebab lumpuh otak sampai saat ini belum dapat dipastikan,[2] banyak orang beranggapan
bahwa CP disebabkan oleh karena:

 Bayi lahir prematur sehingga bagian otak belum berkembang dengan sempurna.
 Bayi lahir tidak langsung menangis sehingga otak kekurangan oksigen saat dalam
kandungan (bahasa Inggris: hypoxia)
 Adanya cacat tulang belakang dan pendarahan di otak.

Secara umum lumpuh otak dikelompokkan dalam empat jenis yaitu:

 Spastik (tipe kaku-kaku) dialami saat penderita terlalu lemah atau terlalu kaku. Jenis ini
adalah jenis yang paling sering muncul. Sekitar 65 persen penderita lumpuh otak masuk
dalam tipe ini.
 Atetoid terjadi dimana penderita yang tidak bisa mengontrol gerak ototnya, biasanya
mereka punya gerakan atau posisi tubuh yang aneh.
 Kombinasi adalah campuran spastic dan athetoid.
 Hipotonis terjadi pada anak-anak dengan otot-otot yang sangat lemah sehingga seluruh
tubuh selalu terkulai. Biasanya berkembang menjadi spastic atau athetoid.

Lumpuh otak juga bisa berkombinasi dengan gangguan epilepsi, mental, belajar, penglihatan,
pendengaran, maupun bicara.
Ciri-ciri
Gejala lumpuh otak sudah bisa diketahui saat bayi berusia 3-6 bulan, yakni saat bayi mengalami
keterlambatan perkembangan.
Ciri umum dari anak lumpuh otak adalah:
 Perkembangan motorik yang terlambat.
 Refleks yang seharusnya menghilang tapi masih ada seperti:
o Refleks menggenggam hilang saat bayi berusia 3 bulan
o Bayi yang berjalan jinjit atau merangkak dengan satu kaki diseret.

Terapi
Sampai saat ini belum ada obat yang bisa menyembuhkan lumpuh otak. Namun tetap ada
harapan untuk mengoptimalkan kemampuan anak lumpuh otak dan membuatnya mandiri dengan
terapi.
Terapi yang diberikan pada penderita lumpuh otak akan disesuaikan dengan:
 Usia anak
 Berat/ ringan penyakit
 Menimbang dari area pada otak mana yang rusak.

Meski ada bagian otak yang rusak, namun sel-sel yang bagus akan menutupi sel-sel yang rusak,
dengan cara mengoptimalkan bagian otak yang sehat seperti pemberian rangsangan agar otak
anak berkembang baik. Rangsangan/ stimulasi otak secara intensif bisa dilakukan melalui panca
indera. Salah satu cara adalah dengan Compensatory Dendrite Sprouting yaitu rangsangan agar
dendrit tersebar dengan berimbang.

Beberapa orangtua yang memiliki anak penderita lumpuh otak mengaku berhasil
mengoptimalkan kemampuan anaknya lewat metode Glenn Doman . Metode ini digunakan
untuk anak dengan cedera otak berupa patterning (pola) untuk melatih :

 Gerakan kaki dan tangan (merayap, merangkak)


 Menghirup oksigen (masking) untuk melatih paru-paru agar membesar.
Sejak tahun 1998, lebih dari 1700 anak cedera otak mengalami perbaikan cukup berarti setelah
melakukan terapi ini.

Sindrom Down

Sindrom Down (bahasa Inggris: Down syndrome) merupakan kelainan genetik yang terjadi pada
kromosom 21 pada berkas q22 gen SLC5A3,[1] yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi
klinis yang cukup khas. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan
mental ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down. Karena ciri-ciri
yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar
menyerupai orang Mongoloid maka sering juga dikenal dengan mongolisme. Pada tahun 1970an
para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut
dengan merujuk penemu pertama kali sindrom ini dengan istilah sindrom Down dan hingga kini
penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama.

Gejala atau tanda-tanda


Gejala yang muncul akibat sindrom down dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak
sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas.
Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik
yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan
bagian anteroposterior kepala mendatar. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang
datar, mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali mata
menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds). Tanda klinis
pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak
antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar.
Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics). Kelainan
kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistim organ yang
lain.
Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa congenital heart disease. kelainan ini yang
biasanya berakibat fatal karena bayi dapat meninggal dengan cepat. Pada sistim pencernaan
dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esofagus (esophageal atresia) atau duodenum
(duodenal atresia).
Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan
diikuti muntah-muntah. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom
melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih
lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di
atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka
memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Pada otak penderita sindrom
Down, ditemukan peningkatan rasio APP (bahasa Inggris: amyloid precursor protein)[2] seperti
pada penderita Alzheimer.

Definisi sindrom down


Sindrom down adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental
anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk
akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan.

Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui
amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu
hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia
40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki
risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak bisa dicegah,
karena DS merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlsh
kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang
dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk terjadinya
DS.Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis kromosom
dengan cara pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada kehamilan
10-12 minggu) atau amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu.

Pemeriksaan diagnostik
Untuk mendeteksi adanya kelainan pada kromosom, ada beberapa pemeriksaan yang dapat
membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain:

 Pemeriksaan fisik penderita


 Pemeriksaan kromosom
 Ultrasonografi (USG)
 Ekokardiogram (ECG)
 Pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling)

Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk
mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom juga dapat
mengalami kemunduran dari sistim penglihatan, pendengaran maupun kemampuan fisiknya
mengingat tonus otot-otot yang lemah. Dengan demikian penderita harus mendapatkan dukungan
maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang
sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Pembedahan
biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek pada jantung, mengingat
sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan pada jantung
tersebut. Dengan adanya leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi,
sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang
adekuat.

Perawakan Pendek

PENGERTIAN DAN BATASAN


Perawakan pendek atau ’short stature’  adalah keadaan anak dengan panjang
badan/tinggi badan di bawah persentil ke 3 (P<3) pada grafik pertumbuhan NCHS (National
Centre for Health Statistics), atau -2 SD dari rata-rata pada kurva pertumbuhan yang berlaku
pada populasi tersebut. Perawakan cebol (dwarfism) adalah bentuk perawakan pendek yang berat
bila panjang/tinggi badan < 3 SD dari tinggi badan rata-rata.

PATHOPHYSIOLOGI
Perawakan pendek dapat merupakan variasi normal, atau karena kelainan endokrin dan
non endokrin. Terbanyak perawakan pendek adalah familial, rasial atau genetik. Perawakan
pendek pathologis terjadi setelah malnutrisi, IUGR, dysmorphisme, masalah psikososial,
penyakit sistemik yang kronis.

Klasifikasi perawakan pendek sebagai berikut :


1. Variasi normal.
2. Primer/intrinsik (kelainan pada sel atau struktur dari ’growth plate’)
3. Sekunder/eksternal (kelainan karena pengaruh luar dari ’growth plate’)
4. Idiopatik (umumnya familial atau penyebabnya tidak diketahui)

Pada kelainan genetik (Sindroma Turner), seringkali tak jelas, kemungkinan pengaruh
psikososial yang dikaitkan dengan pengaruh lingkungan terhadap fungsi neurohormonal yang
disebut sebagai  functional hypopituitarism dengan akibat kekurangan gizi pada bayi/anak yang
tidak tumbuh (failure to thrive).

GEJALA KLINIK/symptom
·      Berat badan dan panjang badan lahir bisa normal, atau BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah)
pada keterlambatan tumbuh intra uterine, umumnya tumbuh kejarnya tidak sempurna.

·     Pertumbuhan melambat, batas bawah kecepatan tumbuh adalah 5 cm/tahun desimal.

·     Pada kecepatan tumbuh tinggi badan < 4 cm/tahun kemungkinan ada kelainan hormonal.

·     Umur tulang (Bone age) bisa normal atau terlambat untuk umurnya.

·     Tanda-tanda pubertas terlambat (payudara, menarche, rambut pubis, rambut ketiak,


panjangnya penis dan volume testis).

·     Wajah tampak lebih muda dari umurnya.

·     Pertumbuhan gigi yang terlambat.

·     Pada gangguan psikososial : polidipsia, poliuria, kebiasaan makan abnormal, dari tempat
sampah, sering muntah. Mencuri makanan, makan tanah, makan dari WC. Buang air
besar/kecil dicelana, terlambat bicara, ”tempertantrum”, insensitif terhadap nyeri, dan
berjalan dalam tidur (”night wandering”).

·     Keadaan keluarga/rumah kacau karena kurang pengetahuan maka terjadi kegoncangan


psikososial didalam keluarga.Yang dirisaukan adalah masalah keturunan.

CARA PEMERIKSAAN/DIAGNOSIS
1.       Anamnesis
      Antenatal, Natal dan Postnatal, adanya keterlambatan pertumbuhan dan maturasi dalam     
keluarga (pendek, menarche), penyakit infeksi kongenital, KMK (Kecil Masa Kehamilan),
penyakit kronis pada organ-organ (saluran cerna, kardiovaskuler, organ pernafasan dan
ginjal).
2.       Pemeriksaan
a.     Pengukuran anthropometri (TB, BB, Lingkaran Kepala, Lingkaran dada, panjang
lengan,     panjang kaki).

b.    Plot TB dan BB pada kurva pertumbuhan NCHS, dinilai menurut persentil yang sesuai.

c.     Ukur TB dan BB ayah, ibu dan saudara-saudaranya.

d.    Menghitung kecepatan tumbuh tinggi badan (growth velocity) pada pengukuran ulang    
sedikitnya 3 bulan setelah pengukuran pertama.

e.     Kelainan kongenital, kelainan saluran cerna, paru, kardiovaskuler, leher (webbed
neck)    kelenjar tyroid, pertumbuhan gigi.

f.      Tanda-tanda pubertas menggunakan pedoman (standard) dari Tanner.

g.     Mata : Funduskopi, Lapang pandang (visual field)

h.     X-Ray  : - Bone Age (umur tulang)

                          - Tengkorak kepala/Sella Tursica.

                          - Bila perlu CT scan atau MRI


i.       Laboratorium : Darah lengkap rutin, serologic urea dan elektrolit, calcium, fosfatase
dan     alkali fosfatase, T4 dan TSH, GH (growth Hormone) atas indikasi.

j.      Analisa  khromosom.

k.    Endoskopi/Biopsi usus

l.       Pemeriksaan psikologik/psikiatrik.

DIFFERENSIAL DIAGNOSIS/KAUSA

I.      Keterlambatan konstitusional (Constitutional Delay) :

-       Perlambatan pertumbuhan linier pada 3 tahun pertama

-       Maturasi fisik terlambat dibandingkan kelompok umur yang sama

-       Bone age sesuai dengan umur tingginya

-       Tinggi badan maksimalnya normal. 

II.       Keluarga Pendek (familial) disebut juga sebagai variasi normal :

-       Pemeriksaan fisik normal.

-       Kecepatan tumbuh > 4 Cm/tahun, sekitar P25. (masih dalam rentang potensi genetik)

-       Bone age sesuai umur khronologis

-       Maturasi pubertas  normal.

III.    Sindrom Turner :

-       Didapatkan tanpa gejala yang klasik pada 60% kasus.

-       Leher pendek (webbed neck), jarak papilla mammae lebar, maturasi seks terlambat.
-       Setelah usia 9-10 tahun, FSH dan LH menunjukkan kegagalan ovarium.

-       Karyotyping untuk menetapkan diagnosa.

IV.    Defisiensi Hormon Pertumbuhan (Growth Hormone Deficiency)

-       Kecepatan tumbuh < 4 Cm/tahun

-       Fungsi Tyroid Normal

-       Bone age terlambat

-       Uji stimulasi/provokasi untuk hormone pertumbuhan

V.      Kelainan Tiroid

-       T4 rendah dan TSH meningkat kemungkinan : Thyroid binding protein defisiensi,
gangguan pituitaria sekunder, gangguan Hipothalamus tertier.

-       Penderita harus dirujuk untuk evaluasi lebih lanjut.

 PENATALAKSANAAN

-         Lihat Algoritma (Berman) lampiran

-         Psikoanalisa (pada ahli psikologi)

-         Medikamentosa

-         Konseling (Genetika atau Psikiatri)

-         Pemantauan (monitoring)


Medikamentosa :

Pengobatan anak dengan perawakan pendek harus sesuai dengan dasar etiologinya. Anak dengan
variasi normal perawakan pendek tidak memerlukan pengobatan, sedang dengan kelainan
patologis terapi sesuai dengan etiologinya, antara lain :

·          Nutrisi.

·          Organic disease .

·          Hormonal (pada defisiensi hormon pertumbuhan, sindroma Turner,hipotyroid dan lain-
lainnya)

·          Mechanical/pembedahan (bone lengthening) pada skeletal dysplasia dan tumor.

Implikasi :

         I.      Orang tua bertubuh pendek, kecepatan tumbuh anak normal, bone age sesuai umur
sesungguhnya à anak akan tumbuh dewasa yang pendek, dan tidak perlu pengobatan
khusus hanya konseling untuk mencegah rasa rendah diri dan hambatan perkembangan.

       II.      Kecepatan tumbuh normal, bone age terlambat akan tetapi sesuai dengan umur
tingginya, terdapat riwayat keterlambatan pubertas dalam keluarga. Anak akan mengalami
pubertas yang terlambat, akan tetapi akan mencapai tinggi badan yang normal. Tidak
memerlukan pengobatan khusus.

      III.      Kecepatan tumbuhnya subnormal, bone age terlambat, dibanding umur untuk
tingginya. Anak perlu diselidiki kemungkinan defisiensi hormon pertumbuhan, hypotiroidi
dan penyakit lain.

AUTISME
Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang
membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal.
Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktivitas
dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993). Menurut Power (1989) karakteristik anak dengan
autisme adalah adanya 6 gangguan dalam bidang:

 interaksi sosial,
 komunikasi (bahasa dan bicara),
 perilaku-emosi,
 pola bermain,
 gangguan sensorik dan motorik
 perkembangan terlambat atau tidak normal.

Gejala ini mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil; biasanya sebelum anak berusia 3 tahun.

Autisme dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder R-IV merupakan salah
satu dari lima jenis gangguan dibawah payung PDD (Pervasive Development Disorder) di luar
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) dan ADD (Attention Deficit Disorder).
Gangguan perkembangan perpasiv (PDD) adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan
beberapa kelompok gangguan perkembangan di bawah (umbrella term) PDD, yaitu:

1. Autistic Disorder (Autism) Muncul sebelum usia 3 tahun dan ditunjukkan adanya
hambatan dalam interaksi sosial, komunikasi dan kemampuan bermain secara imaginatif
serta adanya perilaku stereotip pada minat dan aktivitas.
2. Asperger’s Syndrome Hambatan perkembangan interaksi sosial dan adanya minat dan
aktivitas yang terbatas, secara umum tidak menunjukkan keterlambatan bahasa dan
bicara, serta memiliki tingkat intelegensia rata-rata hingga di atas rata-rata.
3. Pervasive Developmental Disorder – Not Otherwise Specified (PDD-NOS) Merujuk pada
istilah atypical autism, diagnosa PDD-NOS berlaku bila seorang anak tidak menunjukkan
keseluruhan kriteria pada diagnosa tertentu (Autisme, Asperger atau Rett Syndrome).
4. Rett’s Syndrome Lebih sering terjadi pada anak perempuan dan jarang terjadi pada anak
laki-laki. Sempat mengalami perkembangan yang normal kemudian terjadi
kemunduran/kehilangan kemampuan yang dimilikinya; kehilangan kemampuan
fungsional tangan yang digantikan dengan gerakkan-gerakkan tangan yang berulang-
ulang pada rentang usia 1 – 4 tahun.
5. Childhood Disintegrative Disorder (CDD) Menunjukkan perkembangan yang normal
selama 2 tahun pertama usia perkembangan kemudian tiba-tiba kehilangan kemampuan-
kemampuan yang telah dicapai sebelumnya.

Diagnosa Pervasive Develompmental Disorder Not Otherwise Specified (PDD – NOS)


umumnya digunakan atau dipakai di Amerika Serikat untuk menjelaskan adanya beberapa
karakteristik autisme pada seseorang (Howlin, 1998: 79). National Information Center for
Children and Youth with Disabilities (NICHCY) di Amerika Serikat menyatakan bahwa Autisme
dan PDD – NOS adalah gangguan perkembangan yang cenderung memiliki karakteristik serupa
dan gejalanya muncul sebelum usia 3 tahun. Keduanya merupakan gangguan yang bersifat
neurologis yang mempengaruhi kemampuan berkomunikasi, pemahaman bahasa, bermain dan
kemampuan berhubungan dengan orang lain. Ketidakmampuan beradaptasi pada perubahan dan
adanya respon-respon yang tidak wajar terhadap pengalaman sensoris seringkali juga
dihubungkan pada gejala autisme.

Diagnosa Autisme Sesuai DSM IV

A. Interaksi Sosial (minimal 2):

1. Tidak mampu menjalin interaksi sosial non verbal: kontak mata, ekspresi muka,
posisi tubuh, gerak-gerik kurang tertuju
2. Kesulitan bermain dengan teman sebaya
3. Tidak ada empati, perilaku berbagi kesenangan/minat
4. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional 2 arah

B. Komunikasi Sosial (minimal 1):

1. Tidak/terlambat bicara, tidak berusaha berkomunikasi non verbal


2. Bisa bicara tapi tidak untuk komunikasi/inisiasi, egosentris
3. Bahasa aneh & diulang-ulang/stereotip
4. Cara bermain kurang variatif/imajinatif, kurang imitasi social
C. Imaginasi, berpikir fleksibel dan bermain imaginatif (minimal 1):

1. Mempertahankan 1 minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan,
baik intensitas dan fokusnya
2. Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik/rutinitas yang tidak berguna
3. Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan berulang-ulang. Seringkali sangat
terpukau pada bagian-bagian tertentu dari suatu benda

Gejala autisme dapat sangat ringan (mild), sedang (moderate) hingga parah (severe), sehingga
masyarakat mungkin tidak menyadari seluruh keberadaannya. Parah atau ringannya gangguan
autisme sering kemudian di-paralel-kan dengan keberfungsian. Dikatakan oleh para ahli bahwa
anak-anak dengan autisme dengan tingkat intelegensi dan kognitif yang rendah, tidak berbicara
(nonverbal), memiliki perilaku menyakiti diri sendiri, serta menunjukkan sangat terbatasnya
minat dan rutinitas yang dilakukan maka mereka diklasifikasikan sebagai low functioning
autism. Sementara mereka yang menunjukkan fungsi kognitif dan intelegensi yang tinggi,
mampu menggunakan bahasa dan bicaranya secara efektif serta menunjukkan kemampuan
mengikuti rutinitas yang umum diklasifikasikan sebagai high functioning autism. Dua dikotomi
dari karakteristik gangguan sesungguhnya akan sangat berpengaruh pada implikasi pendidikan
maupun model-model treatment yang diberikan pada para penyandang autisme. Kiranya melalui
media ini penulis menghimbau kepada para ahli dan paktisi di bidang autisme untuk semakin
mengembangkan strategi-strategi dan teknik-teknik pengajaran yang tepat bagi mereka. Apalagi
mengingat fakta dari hasil-hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa 80% anak dengan
autisme memiliki intelegensi yang rendah dan tidak berbicara atau nonverbal. Namun sekali lagi,
apapun diagnosa maupun label yang diberikan prioritasnya adalah segera diberikannya intervensi
yang tepat dan sungguh-sungguh sesuai dengan kebutuhan mereka.

Referensi baku yang digunakan secara universal dalam mengenali jenis-jenis gangguan
perkembangan pada anak adalah ICD (International Classification of Diseases) Revisi ke-10
tahun 1993 dan DSM (Diagnostic And Statistical Manual) Revisi IV tahun 1994 yang keduanya
sama isinya. Secara khusus dalam kategori Gangguan Perkembangan Perpasiv (Pervasive
Developmental Disorder/PDD): Autisme ditunjukkan bila ditemukan 6 atau lebih dari 12 gejala
yang mengacu pada 3 bidang utama gangguan, yaitu: Interaksi Sosial – Komunikasi – Perilaku.

Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi bukti dari
berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes secara behavioral maupun komunikasi
tidak dapat mendeteksi adanya autisme, maka beberapa instrumen screening yang saat ini telah
berkembang dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme:

 Childhood Autism Rating Scale (CARS): skala peringkat autisme masa kanak-kanak
yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun 1970 yang didasarkan pada pengamatan
perilaku. Alat menggunakan skala hingga 15; anak dievaluasi berdasarkan hubungannya
dengan orang, penggunaan gerakan tubuh, adaptasi terhadap perubahan, kemampuan
mendengar dan komunikasi verbal
 The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): berupa daftar pemeriksaan autisme pada
masa balita yang digunakan untuk mendeteksi anak berumur 18 bulan, dikembangkan
oleh Simon Baron Cohen di awal tahun 1990-an.
 The Autism Screening Questionare: adalah daftar pertanyaan yang terdiri dari 40 skala
item yang digunakan pada anak dia atas usia 4 tahun untuk mengevaluasi kemampuan
komunikasi dan sosial mereka
 The Screening Test for Autism in Two-Years Old: tes screening autisme bagi anak usia 2
tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang
kemampuan anak, yaitu; bermain, imitasi motor dan konsentrasi.

Diagnosa yang akurat dari Autisme maupun gangguan perkembangan lain yang berhubungan
membutuhkan observasi yang menyeluruh terhadap: perilaku anak, kemampuan komunikasi dan
kemampuan perkembangan lainnya. Akan sangat sulit mendiagnosa karena adanya berbagai
macam gangguan yang terlihat. Observasi dan wawancara dengan orang tua juga sangat penting
dalam mendiagnosa. Evaluasi tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu memungkinkan adanya
standardisasi dalam mendiagnosa. Tim dapat terdiri dari neurolog, psikolog, pediatrik, paedagog,
patologis ucapan/kebahasaan, okupasi terapi, pekerja sosial dan lain sebaginya.

Gejala
Anak dengan autisme dapat tampak normal di tahun pertama maupun tahun kedua dalam
kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya keterlambatan kemampuan berbahasa
dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika bermain serta berinteraksi dengan orang lain. Anak-
anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat sensitif atau bahkan tidak responsif terhadap
rangsangan-rangasangan dari kelima panca inderanya (pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa
dan penglihatan). Perilaku-perilaku repetitif (mengepak-kepakan tangan atau jari, menggoyang-
goyangkan badan dan mengulang-ulang kata) juga dapat ditemukan. Perilaku dapat menjadi
agresif (baik kepada diri sendiri maupun orang lain) atau malah sangat pasif. Besar
kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal mungkin menjadi gejala-gejala
tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat yang terbatas dan hambatan bersosialisasi,
beberapa hal lain yang juga selalu melekat pada para penyandang autisme adalah respon-respon
yang tidak wajar terhadap informasi sensoris yang mereka terima, misalnya; suara-suara bising,
cahaya, permukaan atau tekstur dari suatu bahan tertentu dan pilihan rasa tertentu pada makanan
yang menjadi kesukaan mereka.

Beberapa atau keseluruhan karakteristik yang disebutkan berikut ini dapat diamati pada para
penyandang autisme beserta spektrumnya baik dengan kondisi yang teringan hingga terberat
sekalipun.

1. Hambatan dalam komunikasi, misal: berbicara dan memahami bahasa.


2. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain atau obyek di sekitarnya serta
menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi.
3. Bermain dengan mainan atau benda-benda lain secara tidak wajar.
4. Sulit menerima perubahan pada rutinitas dan lingkungan yang dikenali.
5. Gerakkan tubuh yang berulang-ulang atau adanya pola-pola perilaku yang tertentu

Para penyandang Autisme beserta spektrumnya sangat beragam baik dalam kemampuan yang
dimiliki, tingkat intelegensi, dan bahkan perilakunya. Beberapa diantaranya ada yang tidak
'berbicara' sedangkan beberapa lainnya mungkin terbatas bahasanya sehingga sering ditemukan
mengulang-ulang kata atau kalimat (echolalia). Mereka yang memiliki kemampuan bahasa yang
tinggi umumnya menggunakan tema-tema yang terbatas dan sulit memahami konsep-konsep
yang abstrak. Dengan demikian, selalu terdapat individualitas yang unik dari individu-individu
penyandangnya.

Terlepas dari berbagai karakteristik di atas, terdapat arahan dan pedoman bagi para orang tua
dan para praktisi untuk lebih waspasa dan peduli terhadap gejala-gejala yang terlihat. The
National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) di Amerika Serikat
menyebutkan 5 jenis perilaku yang harus diwaspadai dan perlunya evaluasi lebih lanjut :

1. Anak tidak bergumam hingga usia 12 bulan


2. Anak tidak memperlihatkan kemampuan gestural (menunjuk, dada, menggenggam)
hingga usia 12 bulan
3. Anak tidak mengucapkan sepatah kata pun hingga usia 16 bulan
4. Anak tidak mampu menggunakan dua kalimat secara spontan di usia 24 bulan
5. Anak kehilangan kemampuan berbahasa dan interaksi sosial pada usia tertentu

Adanya kelima ‘lampu merah’ di atas tidak berarti bahwa anak tersebut menyandang autisme
tetapi karena karakteristik gangguan autisme yang sangat beragam maka seorang anak harus
mendapatkan evaluasi secara multidisipliner yang dapat meliputi; Neurolog, Psikolog, Pediatric,
Terapi Wicara, Paedagog dan profesi lainnya yang memahami persoalan autisme.

Individu dengan autisme


Diperkirakan terdapat 400.000 individu dengan autisme di Amerika Serikat. Sejak tahun 80 – an,
bayi-bayi yang lahir di California – AS, diambil darahnya dan disimpan di pusat penelitian
Autisme. Penelitian dilakukan oleh Terry Phillips, seorang pakar kedokteran saraf dari
Universitas George Washington. Dari 250 contoh darah yang diambil, ternyata hasilnya
mencengangkan; seperempat dari anak-anak tersebut menunjukkan gejala autis. National
Information Center for Children and Youth with Disabilities (NICHCY) memperkirakan bahwa
autisme dan PDD pada tahun 2000 mendekati 50 – 100 per 10.000 kelahiran. Penelitian
Frombonne (Study Frombonne: 2003) menghasilkan prevalensi dari autisme beserta
spektrumnya (Autism Spectrum Disorder/ASD) adalah: 60/10.000 – best current estimate dan
terdapat 425.000 penyandang ASD yang berusia dibawah 18 tahun di Amerika Serikat. Di
Inggris, data terbaru adalah: 62.6/10.000 ASD. Autisme secara umum telah diketahui terjadi
empat kali lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan yang terjadi pada anak perempuan.
Hingga saat ini penyebabnya belum diketahui secara pasti. Saat ini para ahli terus
mengembangkan penelitian mereka untuk mengetahui sebabnya sehingga mereka pun dapat
menemukan ‘obat’ yang tepat untuk mengatasi fenomena ini. Bidang-bidang yang menjadi fokus
utama dalam penelitian para ahli, meliputi; kerusakan secara neurologis dan ketidakseimbangan
dalam otak yang bersifat biokimia. Dr. Ron Leaf saat melakukan seminar di Singapura pada
tanggal 26 – 27 Maret 2004, menyebutkan beberapa faktor penyebab autisme, yaitu:

 Genetic susceptibility – different genes may be responsible in different families


 Chromosome 7 – speech / language chromosome
 Variety of problems in pregnancy at birth or even after birth

Meskipun para ahli dan praktisi di bidang autisme tidak selamanya dapat menyetujui atau bahkan
sependapat dengan penyebab-penyebab di atas. Hal terpenting yang perlu dicatat melalui hasil
penelitian-penelitian terdahulu adalah bahwa gangguan autisme tidak disebabkan oleh faktor-
faktor yang bersifat psikologis, misalnya karena orang tua tidak menginginkan anak ketika
hamil.

Implikasi Diagnosa Autisme


Secara historis, diagnosa autisme memiliki persoalan; suatu ketika para ahli dan peneliti
dalam bidang autisme bersandarkan pada ada atau tidaknya gejala, saat ini para ahli dan peneliti
tampaknya berpindah menuju berbagai karakteristik yang disebut sebagai continuum autism.
Aarons dan Gittents (1992) merekomendasikan adanya descriptive approach to diagnosis. Ini
adalah suatu pendekatan deskriptif dalam mendiagnosa sehingga menyertakan observasi-
observasi yang menyeluruh di setting-setting sosial anak sendiri. Settingya mungkin di sekolah,
di taman-taman bermain atau mungkin di rumah sebagai lingkungan sehari-hari anak dimana
hambatan maupun kesulitan mereka tampak jelas diantara teman-teman sebaya mereka yang
‘normal’.

Persoalan lain yang mempengaruhi keakuratan suatu diagnosa seringkali juga muncul
dari adanya fakta bahwa perilaku-perilaku yang bermasalah merupakan atribut dari pola asuh
yang kurang tepat. Perilaku-perilaku tersebut mungkin saja merupakan hasil dari dinamika
keluarga yang negatif dan bukan sebagai gejala dari adanya gangguan. Adanya interpretasi yang
salah dalam memaknai penyebab mengapa anak menunjukkan persoalan-persoalan perilaku
mampu menimbulkan perasaan-perasaan negatif para orang tua. Pertanyaan selanjutnya
kemudian adalah apa yang dapat dilakukan agar diagnosa semakin akurat dan konsisten sehingga
autisme sungguh-sungguh terpisah dengan kondisi-kondisi yang semakin memperburuk? Perlu
adanya sebuah model diagnosa yang menyertakan keseluruhan hidup anak dan mengevaluasi
hambatan-hambatan dan kesulitan anak sebagaimana juga terhadap kemampuan-kemampuan dan
keterampilan-keterampilan anak sendiri. Mungkin tepat bila kemudian disarankan agar para
profesional di bidang autisme juga mempertimbangkan keseluruhan area, misalnya:
perkembangan awal anak, penampilan anak, mobilitas anak, kontrol dan perhatian anak, fungsi-
fungsi sensorisnya, kemampuan bermain, perkembangan konsep-konsep dasar, kemampuan yang
bersifat sikuen, kemampuan musikal, dan lain sebagainya yang menjadi keseluruhan diri anak
sendiri.

Bagi para orang tua dan keluarga sendiri perlu juga dicatat bahwa gejala autisme bersifat
individual; akan berbeda satu dengan lainnya meskipun sama-sama dianggap sebagai low
functioning atau dianggap sebagai high functioning. Membutuhkan kesabaran untuk
menghadapinya dan konsistensi untuk dalam penanganannya sehingga perlu disadari bahwa
bahwa fenomena ini adalah suatu perjalanan yang panjang. Jangan berhenti pada
ketidakmampuan anak tetapi juga perlu menggali bakat-bakat serta potensi-potensi yang ada
pada diri anak. Sebagai inspirasi kiranya dapat disebutkan beberapa penyandang autisme yang
mampu mengembangkan bakat dan potensi yang ada pada diri mereka, misalnya: Temple
Grandine yang mampu mengembangkan kemampuan visual dan pola berpikir yang sistematis
sehingga menjadi seorang Doktor dalam bidang peternakan, Donna William yang mampu
mengembangkan kemampuan berbahasa dan bakat seninya sehingga dapat menjadi seorang
penulis dan seniman, Bradley Olson seorang mahasiswa yang mampu mengembangkan
kemampuan kognitif dan kebugaran fisiknya sehingga menjadi seorang pemuda yang aktif dan
tangkas dan mungkin masih banyak nama-nama lain yang dapat menjadi sumber inspirasi kita
bersama. Pada akhirnya, sebuah label dari suatu diagnosa dapat dikatakan berguna bila mampu
memberikan petunjuk bagi para orang tua dan pendidik mengenai kondisi alamiah yang benar
dari seorang anak. Label yang menimbukan kebingungan dan ketidakpuasan para orang tua dan
pendidik jelas tidak akan membawa manfaat apapun.

You might also like