You are on page 1of 5

A.

Etika Profesi: Doktrin Adhyaksa


Kita perlu melihat etika profesi kejaksaan dikaitkan dengan peranan kejaksaan sebagai 1embaga
penegakan hukurn, yang berlandaskan pada peraturan perundang-undangan yang
mengaturnya, diantaranya UU No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Dalam
undang-undang tersebut dapat ditemukan dasar etika profesi kejaksaan yang telah diangkat
sebagai kualifikasi hukum (lihat. Pasal 8), yang menyatakan bahwa :
 Dalam melakutkan penuntutan Jaksa bertindak untuk dan atas nama negara, serta
bertanggung-jawab menurut saluran hierarkhi
 Demi keadilan dan kebenaran bsrdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Jaksa melakukan
penuntutan dengan keyakinan berdasarkan alat bukti yang sah;
 Dalam melaksanakan tugasnya dan wewenangnya, jaksa senantiasa bertindak berdasarkan
hukum dan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan serta wajib
menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum, dan ke¬adilan yang hidup dalam masyarakat.
Telah berlaku UU yang baru, yaitu UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Untuk pemahaman topik etika profesi, UU baru ini perlu dikaji.

Etika profesi kejaksaan berupa doktrin / ajaran yang ditentukan dalam SURAT KEPUTUSAN
JAKSA AGUNG RI No.5 Kep-052/JA/S/1979 tentang Doktrin Adhyaksa Trikrama Adhyaksa.
Doktrin ini terdiri dari 4 pasal dan terdapat dalam keseluruhan bab, yakni Bab I Pendahuluan /
mukadimah, Bab II Doktrin adhyaksa, dan Bab III Penutup.
Surat keputusan tersebut disertai lampiran mengenai Doktrin Adhyaksa dan penjelasannya.
Sistemtikanya :
MUKADIMAH
BAB I Catur Asana
BAB II Tri Atmaka
BAB III Tri Krama Adhyaksa
PENUTUP
Bagian Mukadimah terdiri dari 5 alinea, yang setiap alnea mempunyai pokok pikiran masing-
masing. Alinea I : Kelahiran Kejaksaan, Alinea II : Menyatakan kedudukan kejaksaan diantara
1embaga-1embaga negara sebagai penuntut umum merupakan aparat penegak hukum, Alinea
Ill : kejaksaan mempunyai peranan penting dalam tata rumusan negara hukum Indonesia,
disamping sebagai unsur eksekutif, juga sebagai unsur yudikatif, Alinea IV : Alasan perlunya
doktrin, Alinea V : Nama doktrin yakni : TRI KRAMA ADHYAKSA yaitu catur asana, Triatmaka, dan
Trikrania Adhyaksa. Keberadaan jaksa sebetulnya sudah ada sebelum Proklamasi. Jaksa yang
dulu dikenal dengan istilah adhyaksa yang berarti pengawas dalam urusan kependetaan agama
Budha dan Syiwa, kepala kuil dekat istana. Kedudukannya juga sebagai hakim di bawah
mahapatih. Pada jaman VOC ada Jaxa yang berkedudukan dibawah Guhernur Jenderal. Pada
masa Kerajaan Mataram, adhyaksa bertugas menyelesaikan perkara padoe zaken (perkara sipil)
dan juga perdata zaken (perkara kriminil) atas perintah raja dan melaksanakan keputusan raja.
Di Indonesia keberadaan secara resmi lembaga kejaksaan sehagai lembaga yang mandiri setelah
kemerdekaan yaitu pada tanggal 30 Juni 1961 dengan diberlakukannya UU No. 15 Tahun 1961
tentang Ketentuan Pokok Kejaksaann Undang-undang ini sudah digantikan dengan UU No. 5
Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Melihat peranan yang dimiliki Jaksa, maka dapat dikatakan jaksa mempunyai perbedaan bila
dibandingkan de¬ngan instansi penegak hukum lainnya, yang merupakan identitas khas dari
kejaksaan. Identitas ini ditunjukkan adanya wewenang penuh bagi Jaksa dalam tugas
penuntutan, penyampingan perkara, pelaksana putusan hakim, dan mewakili negara dalam
bidang hukum perdata dan tata usaha negara, yang dilandasi oleh peraturan perundang-
undanqan. Dalam pelaksanaan tugas tersebut harus dijiwai : 1) taqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, 2) menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, 3) berjiwa Pancasila, 4) taat kepada
UUD 1945, dan 5) satya, adhya wicaksana. Ini me¬rupakan dasar filosofis bagi jaksa dan
sekaligus merupakan kepribadian Kejaksaan Republik Indonesia.
B. Doktrin Tri Krama Adhyaksa
Doktrin Tri Krama Adhyaksa merupakan suatu ajaran dan citra yang dianggap benar dimana
kebenaran itu dapat dibuktikan berdasarkan penalaran mantik dan merupakan pedoman taagi
arah perjuangan dan pencapaian asas serta cita-cita korps. Doktrin ini juga berarti sebaqai
kebulatan tekad segenap warga korps, yang bersumber pada kesatuan pemikiran dan pendapat
untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan.
Doktrin Tri Krama Adhyaksa berfungsi sebagai pembimbing, pendorong, sumber motivasi dan
inspirasi bagi Jaksa dalam pengabdian korps secara bulat dan utuh untuk menciptakan adanya
kesatuan bahasa, sikap, dan tindak dari Jaksa untuk mencapai cita-cita korps.
Doktrin Tri Krama Adhyaksa dibagi dalam : Catur Asana, Tri Atmaka, dan Tri Krama Adhyaksa.
1. Catur Asana
Catur Asana adalah empat landasan yang mendasari eksistensi peranan, wewenang dan
tindakan kejaksaan dalam mengemban tugas, baik dibidang yustisial, dibidang yudikatif ataupun
eksekutif. Keempat landasan tersebut adalah :
a. Landasan idiil : Pancasila
b. Landasan konstitusional UUD 1945,
c. Landasan struktural : UU No. 5 Tahun 1991,
d. Landasan operasional : KUHAP, KUHP, peraturan perundang-undangan lainnya yang
berhubungan denqan peranan Jaksa.
2. Tri Atmaka
Tri Atmaka adalah ciri yang merupakan sifat hakiki dari kejaksaan yang membedakannya dengan
alat negara yang lain. Tri Atmaka ini mempunyai makna yang meliputi tunggal, mandiri, dan
mumpuni.
Tunggal berarti kejaksaan adalah satu-satunya lembaga negara yang dengan berdasarkan
peraturan para jaksanya mewakili pemerintah dalam urusan peradilan dengan sistem hierarkhi
dimana tindakan setiap jaksa dalam kedinasan dianggap sebagai tindakan seluruh korps. Tunggal
dapat berarti pula suatu ikatan batin yang erat antar sesama anggota keluarga besar Adhyaksa,
dimana suka-duka, baik didalam maupun diluar kedinasan yang dialami dan dirasakan oleh
seseorang anggota akan dirasakan juga oleh anggota lainnya.
Mandiri berarti intansi kejaksaan merupakan instasi yang berdiri sendiri, bukan bagian dari
suatu instasi. Kejaksaan dulu berada dibawah Menteri kehakiman (I960), kemudian denqan SK
Presiden No. 204/1960, tanggal 15 Agustus 1960 kejaksaan lepas dari Departemen kehakiman.
Jadi mandiri disini menunjukkan adanya kekuasaan istimewa yang dimiliki kejaksaan selaku alat
negara penegak hukum yang mewakili kejaksaan dalam perbuatannya baik didalam maupun
diluar dinas selalu dilandasi denqan alasan-alasan yang benar, sehingga perbuatannya dapat
dipertanggungjawabkan sebaik-baiknya.
Wicaksana mempunyai arti bijaksana dalam tutur kata dan tingkah laku khususnya dalam
penerapan kekuasaan dan kewenangannya. Hal ini berarti setiap warga kejaksaan dalam
menunaikan tugas disamping harus cakap, mampu, dan terampil, harus pula membuktikan
dirinya sebagai petugas yang matang dan dewasa dengan tanpa mengorbankan prinsip dan
ketegasan, serta dapat bertindak bijaksana.
Sub Doktrin Berkaitan dengan Tugas Jaksa
Etika profesi kejaksaan dalam Doktrin Tri Krama Adhyaksa lebih lanju. diperinci disesuaikan
denqan pembagian tugas yang ada pada lembaga kejaksaan. Kita ketahui bahwa didalam jajaran
kejaksaan terdapat bidang-bidang tugas, sepertis Bidang Intelijen, Bidang Operasi, Bidang
Pembinaan, dan Bidang Pengawasan Umum. Didalam struktur Kejaksaan Agung, bidang-bidang
tersetaut dipegang oleh Jaksa Agung Muda yang tugasnya membantu Jaksa agung sesuai dengan
bidang tugasnya itu.
Dengan demikian sehubungan dengan pelaksanaan profesi jaksa, untuk menjamin keberhasilan
kejaksaan dalam dharma baktinya diperlukan adanya sub doktjrin yang merupakan doktrin
pelaksanaan sesuai dengan pembidangan pemerintah dalam bidang yudikatif, merupakan satu-
satunya alat pemerintah yang berwenang menyampaikan perkara, membuat surat dakwaan,
menuntut pelaku tindak pidana dipengadiIan yang berwenang dan melaksanakan putusan
pengadilan.
Mumpuni mempunyai arti kejaksaan merupakan instansi yang memiliki tuqas yang luas yang
melingkupi bidang-bidang yustisial dan non yustisial dengan dilengkapi kewenangan yang cukup
memberikan keleluasan serta kebebasan dirinya untuk menunaikan tugas secara berhasil guna,
berdaya guna dan wajar tanpa tergantung pada kekuasaan lembaga negara yang lain.
3. Tri Krama Adhyaksa
Tri Krama adhyaksa merupakan sikap mental yang baik dan terpuji dan yang harus dimiliki oleh
karyawan kejaksaan yang berintikan sifat-sifat : satya, adhy, dan wicaksana.
Satya berarti kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
terhadap diri pribadi, dan keluarga maupun kepada sesama manusia. Jujur dalam melaksanakan
tugas harus ditunjukkan de¬ngan pelaksanaan tugas yang baik.
Adhy mengandung pengertian kesempurnaan dalam bertugas yang mempunyai unsur utama
pemilikan rasa tanggungjawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa, keluarga, dan sesama manusia.
Hal ini berarti bahwa setiap warga yang ada dalam linqkungan kejaksaan. Sub doktrin tersebut
adalah:
a. Indrya Adhyaksa untuk bidang Intelijen,
b. Kritya Adhyaksa untuk bidang operasi,
c. Upakriya Adhyaksa untuk bidang pembinaan,
d. Anukara Adhyaksa untuk bidang pengawasan umum,
Indrya adhyaksa berarti kejaksaan dalam melaksanakan tugasnya bertrilogi : hening (peka),
nastiti (cermat), dan kerti (tuntas). Sub doktrin ini berkaitan dengan tugas bidang Intelijen yang
meliputi; mengamankan kebijakan pemerintah, menghilangkan segala bentuk gangguan
hambatan maupun ancaman terhadap Negara Republik Indonesia.
Kriya adhyaksa bermakna pekerjaan utama kejaksaan dalam penegakan hukum, dan
pelaksanaannya mempunyai trilogis akas (cepat), titis (tepat), dan waskita (cermat). Subdoktrin
ini berhubungan dengan tugas jaksa dalam bidang operasi, yaitu : penegakan hukum,
pemeliharaan ketenteraman, keamanan, dan ketertiban umum.
Upakriya adhyaksa mempunyai arti dalam tugas pembinaan dilingkungan kejaksaan harus
berpedoman asuh (pendidikan), asih (cinta kasih), dan asah (ketrampilan), Sub doktrin ini
bersangkutan dengan tugas bidang pembinaan, yakni menyelenggarakan pembinaan
administrasi organisasi dan ketetalaksanaan, serta memberikan pela yanan teknis administrasi.
Anukara adhyaksa artinya mengikuti dan mengawasi dalam lingkunqan kejaksaan dengan
landasan kerja taat (teratur), titl (teliti), dan tatas (tepat). Sub-doktrin ini berhubungan dengan
tugas bidang pengawasan umum yaitu menyangkut pelaksanaan, penilikan, pengawasan umum
dalam lingkunqan kejaksaan.

Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum melaksanakan tugasnya secara merdeka dengan
menjujung tinggi hak asasi manusia dalam negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan


serta tugas-tugas lain berdasarkan peraturan perundang-undangan, Kejaksaan memerlukan
adanya satu tata pikir, tata laku dan tata kerja Jaksa dengan mengingat norma-norma agama,
susila, kesopanan serta memperhatikan rasa keadilan dan nilai-nilai kemanusiaan dalam
masyarakat.

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, diperlukan sosok Jaksa sebagai abdi hukum yang
profesional, memiliki integritas kepribadian, disiplin, etos kerja yang tinggi dan penuh
tanggungjawab, senantiasa mengaktualisasikan diri dengan memahami perkembangan global,
tanggap dan mampu menyesuaikan diri dalam rangka memelihara citra profesi dan kinerja jaksa
serta tidak bermental korup.

Jaksa sebagai pejabat publik senantiasa menunjukkan pengabdiannya melayani publik dengan
mengutamakan kepentingan umum, mentaati sumpah jabatan, menjunjung tinggi doktrin Tri
Krama Adhyaksa, serta membina hubungan kerjasama dengan pejabat publik lainnya.

Jaksa sebagai anggota masyarakat selalu menunjukkan keteladanan yang baik, bersikap dan
berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dan berkembang serta peraturan perundang-
undangan.

KEWAJIBAN
Dalam melaksanakan tugas profesi, Jaksa wajib:
a.mentaati kaidah hukum, peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang
berlaku;
b.menghormati prinsip cepat, sederhana, biaya ringan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan;
c.mendasarkan pada keyakinan dan alat bukti yang sah untuk mencapai keadilan dan
kebenaran;
d.bersikap mandiri, bebas dari pengaruh, tekanan /ancaman opini publik secara langsung atau
tidak langsung;
e.bertindak secara obyektif dan tidak memihak;
f.memberitahukan dan/atau memberikan hak-hak yang dimiliki oleh tersangka /terdakwa
maupun korban;
g.membangun dan memelihara hubungan fungsional antara aparat penegak hukum dalam
mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu;
h.mengundurkan diri dari penanganan perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau
keluarga, mempunyai hubungan pekerjaan, partai atau finansial atau mempunyai nilai ekonomis
secara langsung atau tidak langsung;
i.menyimpan dan memegang rahasia sesuatu yang seharusnya dirahasiakan;
j.menghormati kebebasan dan perbedaan pendapat sepanjang tidak melanggar ketentuan
peraturan perundang-undangan;
k.menghormati dan melindungi Hak Asasi Manusia dan hak-hak kebebasan sebagaimana yang
tertera dalam peraturan perundang-undangan dan instrumen Hak Asasi Manusia yang diterima
secara universal;
l.menanggapi kritik dengan arif dan bijaksana;
m.bertanggung jawab secara internal dan berjenjang, sesuai dengan prosedur yang ditetapkan;
n.bertanggung jawab secara eksternal kepada publik sesuai kebijakan pemerintah dan aspirasi
masyarakat tentang keadilan dan kebenaran.

LARANGAN
Dalam melaksanakan tugas profesi, Jaksa dilarang:
a.menggunakan jabatan dan/atau kekuasaannya untuk kepentingan pribadi dan/atau pihak lain;
b.merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara;
c.menggunakan kapasitas dan otoritasnya untuk melakukan penekanan secara fisik dan/atau
psikis;
d.meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan serta melarang keluarganya
meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan sehubungan dengan jabatannya;
e.menangani perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, mempunyai
hubungan pekerjaan, partai atau finansial atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung atau
tidak langsung;
f.bertindak diskriminatif dalam bentuk apapun;
g.membentuk opini publik yang dapat merugikan kepentingan penegakan hukum;
h.memberikan keterangan kepada publik kecuali terbatas pada hal-hal teknis perkara yang
ditangani.

You might also like