Professional Documents
Culture Documents
Dosen Pembina:
Disusun oleh :
BANDUNG
2
2010
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah............................................................................... 4
B. Perumusan Masalah...................................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 9
1. Tinjauan Umum Tentang Hak Asasi Manusia (HAM).......................... 9
a) Pengertian Hak Asasi Manusia........................................................ 9
b) Hak-hak yang diproklamasikan dalam Deklarasi Universal
Hak-hak Asasi Manusia................................................................... 9
c) Hak-hak yang bersifat Derogable Rights dan Non derogable
rights…………………………………………………………………… 10
2. Tinjauan Umum Tentang Pelanggaran HAM berat.............................. 12
a) Pengertian pelanggaran HAM berat................................................ 12
b) Macam-macam pelanggaran HAM berat........................................ 13
3. Tinjauan Umum Tentang Pengadilan HAM ad hoc............................. 14
a) Pengertian Pengadilan HAM.......................................................... 14
b) Pengertian Pengadilan HAM ad hoc.............................................. 15
c) Lingkup Kewenangan Pengadilan HAM ad hoc............................ 16
BAB III PEMBAHASAN...................................................................................... 19
A. Latar belakang Pembentukan Pengadilan HAM dalam
Penyelesaian Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)
Berat Timor Timur................................................................................ 20
1. Latar Belakang Pembentukan Pengadilan HAM............................. 20
2. Landasan Yuridis Terbentuknya Undang-Undang
2
3
Pengadilan HAM........................................................................... 23
3. Legitimasi Berdirinya Pengadilan HAM Ad Hoc............................ 25
B. Tinjauan Yuridis Pembentukan Pengadilan HAM sebagai
Suatu Proses Politik Hukum................................................................ 30
BAB IV PENUTUP................................................................................................. 35
A. Simpulan...................................................................................................... 35
B. Saran............................................................................................................ 36
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 37
3
4
BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
4
5
hukum seperti Hans Kelsen, John Austin, Lon Fuller, Hart, Ronald Dworkin dan
banyak lagi lainnya, mencoba membuat kerangka bangunan hukum yang serba
tertib, teratur dan formal, dan struktur ilmu pun menjadi kaku dan bersifat positif-
legalistik. Pandangan ini telah berkembang luar biasa masif, menghegemoni
banyak pemikir hukum dan berakhir pada klaim absoluditas penjelasan yang
dapat diterima. Realitas hukum termarjinalisasi dan pencarian kebenaran alternatif
menjadi terhambat.
5
6
Dalam laporan yang disusun di Jakarta pada tanggal 31 Januari 2000, KPP-
HAM menyatakan telah menemukan adanya pelanggaran berat HAM, yaitu
mencakup pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran, dan pemindahan
paksa serta lain-lain tindakan tidak manusiawi terhadap penduduk sipil, ini adalah
pelanggaran berat atas hak hidup, hak atas integritas fisik, hak atas kebebasan,
hak akan kebebasan bergerak dan bermukim serta hak milik. Pada bagian
kesimpulan, KPP-HAM menyatakan telah berhasil mengumpulkan fakta dan
bukti yang menunjukkan indikasi kuat telah terjadi pelanggaran berat HAM yang
dilakukan secara terencana, sistematis, serta dalam skala besar dan luas berupa
pembunuhan massal, penyiksaan dan penganiayaan, penghilangan paksa,
kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak, pengungsian paksa,
pembumihangusan dan perusakan harta benda yang kesemuanya merupakan
kejahatan terhadap kemanusiaan. Pemerintah Indonesia pun diminta untuk
membentuk Pengadilan HAM yang berwenang mengadili perkara-perkara
6
7
Menurut Pasal 104 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, yang
berwenang mengadili kasus pelanggaran HAM berat adalah Pengadilan HAM dan
berada di lingkungan Peradilan Umum. Pembentukan Pengadilan HAM tersebut
pada awalnya didasarkan pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perpu) Nomor 1 Tahun 1999 yang mengatur tentang Pengadilan HAM, namun
Perpu tersebut kemudian dicabut dan digantikan oleh Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Berdasarkan Pasal 43 ayat (1) Undang-
Undang pengadilan HAM mengatur bahwa pelanggaran HAM berat yang terjadi
sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 diperiksa dan
diputus oleh Pengadilan Ham ad hoc, dengan kata lain baik Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 maupun Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000
diberlakukan secara ex post facto. Pembentukan pengadilan HAM di Indonesia
merupakan suatu proses politik hukum dalam pendiriannya. Adanya kemauan
pemerintah bersama warga negaranya untuk mengadopsi nilai-nilai yang
menjunjung tinggi HAM dalam setiap produk hukum yang dibuatnya. Oleh
karena itu hukum sebagai produk politik, dalam arti politik determinan atas
hukum karena hukum merupakan hasil atau kristalisasi dari kehendak-kehendak
politik yang saling berinteraksi dan bersaingan..
7
8
maka terbentuk pula politik hukum pemerintah terhadap hal-hal yang berkaitan
mengenai HAM, salah satunya adalah Peradilan HAM., dalam kerangka
membangun hukum Indonesia yang progresif dari rule of law menuju rule of
social justice. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, penulis
tertarik untuk meneliti dan menuangkan dalam paper dengan judul “TINJAUAN
YURIDIS PEMBENTUKAN PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA
(HAM) DI INDONESIA SEBAGAI SUATU PROSES POLITIK HUKUM“.
B. Rumusan Masalah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
9
9
10
a) hak hidup;
b) hak bebas dari perbudakan dan penghambaan;
c) hak untuk tidak dijadikan obyek dari perlakuan penyiksaan-perlakuan
atau penghukuman keji;
10
11
11
12
12
13
Pelangggaran Hak Asasi Manusia yang Berat adalah pelanggaran hak asasi
mnusia sebagimana dimaksud dalam undang-undang ini, kemudian dalam
pasal 7 dinyatakan bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat meliputi
kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
a. kejahatan genosida;
c. kejahatan perang;
13
14
d. kejahatan agresi.
14
15
15
16
1. Kewenangan Absolut
16
17
17
18
18
19
BAB III
PEMBAHASAN
19
20
Pelanggaran Keterangan
20
21
21
22
Sumber: Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara X tahun 2005
tentang KOMNAS HAM yang diterbitkan oleh ELSAM
22
23
23
24
24
25
tinggi dan melaksanakan deklarasi HAM yang ditetapkan oleh PBB, serta
yang terdapat dalam berbagai instrument hukum lainnya yang mengatur
mengenai HAM yang telah ada atau diterima oleh Negara Indonesia.
25
26
Pasal 43
(1) Pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum
diundangkannya Undang-undang ini, diperiksa dan diputus oleh
Pengadilan HAM ad hoc.
(2) Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk
atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan
peristiwa tertentu dengan Keputusan Presiden.
(3) Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana di maksud dalam ayat (1) berada di
lingkunganPeradilan Umum.
26
27
a. Atas dasar ketentuan dalam Pasal 18 ayat (1), Komnas HAM melakukan
penyelidikan terhadap pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum
berlakunya Undang-Undang No. 26 Tahun 2000.
Penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM juga sesuai dengan
Perpu No. 1 Tahun 1999, dalam Perpu tersebut dinyatakan pihak yang
berwenang melakukan penyelidikan adalah Komnas HAM. Komnas HAM
lalu membentuk KPP-HAM yang memiliki ruang lingkup tugas yaitu
mengumpulkan fakta dan mencari berbagai data, informasi tentang
pelanggaran HAM di Timor Timur. Dengan memberikan perhatian khusus
pada pelanggaran berat HAM antara lain genocide, massacre, torture,
enforced displacement, crime against woman and children. Menyelidiki
tingkat keterlibatan aparatur Negara dan atau badan nasional dan
internasional lain dalam pelanggaran HAM di Timor Timur.
27
28
28
29
Surat ke DPR
1 2 3
Komnas Ham Jaksa Agung Presiden DPR
penyelidikan penyidikan
Penuntutan 4
6 5 Rekomendasi
Pengadilan HAM ad
Keppres Pengadilan HAM
hoc
ad hoc
Gambar.2
Dari proses menuju pengadilan HAM ad hoc ini, sorotan yang paling
tajam adalah adanya kewenangan DPR untuk dapat mengusulkan adanya
pengadilan HAM ad hoc. DPR sebagai lembaga politik dianggap sebagai
pihak yang dapat menentukan untuk mengusulkan adanya pengadilan HAM
ad hoc untuk pelanggaran HAM yang berat di masa lalu karena pelanggaran
HAM yang berat tersebut lebih banyak bernuansa politik. Adanya ketentuan
ini dianggap sebagai kontrol atas adanya pengadilan HAM ad hoc, dimana
pengadilan ini tidak dapat terbentuk bila tanpa adanya rekomendasi atau
usulan dari DPR secara implisit sama halnya dengan memberikan
kewenangan kepada DPR memandang pelanggaran HAM berat dalam konteks
politik.
29
30
HAM yang melekat pada manusia secara kodrati merupakan seperangkat hak
yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan
Yamng Maha Esa dan merupakan anugeah-Nya yang wajib dihormati, dijujung
tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang. Hak-hak
ini tidak dapat diingkari oleh siapapun juga. Pengingkaran terhadap hak prinsipil
tersebut berarti mengingkari martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa. Oleh karena itulah baik negara, pemerintah maupun organisasi
apapun harus mengemban kewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi
manusia pada tiap manusia tanpa terkecuali. Hal ini mengandung maksud bahwa
HAM harus selalu menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan
kehidupan bemasyarakat, berbangsa dan bernegara.
30
31
31
32
baik nasional atau internasional untuk segera memiliki atau membentuk institusi
peradilan yang khusus mengenai masalah HAM di wilayah Indonesia.
Ketiga untuk mengatasi keadaan yang tidak menentu di bidang keamanan dan
ketertiban, termasuk perkonomian nasional. Keberadaan Pengadilan HAM ini
4
Moh. Mahfud. MD, Politik Hukum Hak Asasi Manusia, Pidato Pengukuhan dalam Jabatan Guru
Besar Madya dalam Ilmu Politik Hukum yang disampaikan dalam Sidang Terbuka Senat Universitas
Islam Indonesia (UII) (Yogyakarta 23 Sepember 2000), hal. 4
32
33
5
Yusril Ihza Mahendra, Mewujudkan Supremasi Hukum di Indonesia, Catatan dan Gagasan :Prof. Dr.
Yusril Ihza Mahendra, (Tim Pakar Hukum Departeman Kehakiman dan HAM, 2002) Hal. 75-77
6
Ramli Hutabarat, ”Pemerintahan Soeharto secara Konstitusional hanya berlangsung 1966-1998 ,
http://hukumonline.com/detailasp?id=9553&d=Berita, diakses tanggal 10 Sepember 2005
33
34
BAB IV.
PENUTUP
A. Simpulan
1. Prinsip tanggung jawab Negara merupakan prinsip dalam hukum internasional
yang menyatakan bahwa suatu Negara memiliki tanggung jawab apabila
melanggar kewajiban internasional baik untuk berbuat sesuatu maupun tidak
berbuat sesuatu. Bentuk penerapan tanggung jawab Negara atas pelanggaran
berat HAM dapat dilakukan melalui forum pengadilan di tingkat nasional
maupun internasional. Mekanisme penyelesaian secara hukum atas
pelanggaran berat HAM pada dasarnya mengacu kepada prinsip exhaustion of
local remedies yang mengutamakan penyelesaian secara hukum di forum
pengadilan nasional. Namun, fakor-faktor ketidakmauan dan ketidakmampuan
dari Negara pelaku pelanggaran HAM berat dapat menyebabkan mekanisme
internasional mengambil alih fungsi pengadilan nasional. Dalam penyelesaian
kasus pelanggaran berat HAM Timor Timur, Indonesia menunjukkan
memiliki kemauan dan kemampuan untuk menyelesaikan kasus tersebut
melalui mekanisme pengadilan nasional dengan membentuk Pengadilan HAM
ad hoc berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
34
35
B. Saran
1. Penerapan prinsip tanggung jawab Negara atas pelanggaran HAM berat
sebagaimana diatur dalam hukum internasional, pelaksanaannya sangat
bergantung dari kemauan Negara yang menjadi pelanggarnya. Oleh karena
itu, agar penerapan prinsip tanggung jawab Negara dapat mengikat secara
hukum diperlukan instrument hukum yang lebih mengikat dalam bentuk
perjanjian internasional atau treaty.
2. Pemerintah segera menyidangkan perkara-perkara pelanggaran HAM berat
yang terjadi di masa lalu, melakukan rekonsiliasi nasional mengenai
pemberian pengampunan atas segala pelanggaran yang terjadi di masa lalu
serta menghindari terulangnya/terjadinya pelanggaran HAM berat. Apabila
terjadi kembali, ancaman hukuman seberat-beratnya dapat diberikan tanpa
pandang bulu (equality before the law).
35
36
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Moh Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009
Moh. Mahfud. MD, Politik Hukum Hak Asasi Manusia, Pidato Pengukuhan dalam
Jabatan Guru Besar Madya dalam Ilmu Politik Hukum yang disampaikan
dalam Sidang Terbuka Senat Universitas Islam Indonesia (UII) (Yogyakarta
23 Sepember 2000).
Adami Chazawi. Pelajaran Hukum Pidana Bagian I (Stelsel pidana, Tindak Pidana,
Teori-Teori Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum Pidana). PT.
RajaGrafindo Persada. Jakarta. 2002.
36
37
Barda Nawawi Arief. Kapita Selekta Hukum Pidana.. Citra Aditya Bakti.Bandung.
2003.
Muladi. Hak Asasi Manusia (Hakekat, Konsep dan Implikasinya dalam Perspektif
Hukum dan Masyarakat). Refika Aditama. Bandung. 2005.
I Wayan Parthiana. Hukum Pidana Internasional Dan Ekstradisi. CV. Yrama Widya. .
Bandung. 2004.
Masyhur Effendi. Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) & Proses
Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia (HAKHAM). Ghalia
Indonesia. Bogor. 2005.
37
38
Otje Salman dan Anton F. Susanto. Teori Hukum (Mengingat, Mengumpulkan dan
Membuka kembali). Refika Aditama. Bandung. 2005
Peter Mahmud Marzuki.. Penelitian Hukum. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
2006
Edy Herdyanto. “Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Sebagai Alternatif lain dalam
Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu”. Majalah Hukum Yustisia.
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2005.
Sriyana. “Komisi Nasional Hak Asasi Manusia”. Makalah Seri Bahan Bacaan
Kursus HAM untuk Pengacara X Tahun 2005. Lembaga Studi dan Advokasi
Masyarakat (Elsam). 2005.
Zainal Abidin. “Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia”. Makalah Seri Bahan
Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara X Tahun 2005. Lembaga Studi dan
Advokasi Masyarakat (Elsam). 2005.
Internet
38
39
39
40
Piagam PBB (UN Charter), Konvensi Wina 1969 dan Konvensi Wina 1986
40