You are on page 1of 17

Ilmu Filsafat dan Agama

Tiga Sumber Kebenaran


Manusia ialah makhluk pencari kebenaran. Ada tiga jalan untuk mencari,
menghampiri dan menemukan kebenaran, yaitu : Ilmu, Filsafat, dan Agama. Ketiga cara
ini mempunyai ciri tersendiri dalam mencari, menghampiri, dan menemukan kebenaran.
Ketiga sumber termaksud itu mempunyai titik persamaan, titik perbedaan dan titik
singgung yang satu terhadap yang lainnya.

Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan itu ialah hasil usaha pemahamanmanusia yang disusun dalam
satu sistem mengenai kenyataan, struktur, pembagian, bagian-bagian dan hukum hukum
tentang sesuatu yang diselidikinya (alam, manusia, dan agama) sejauh yang dapat
dijangkau daya pemikiran manusia yang dibantu pengindraannya, yang kebenarannya
diuji secara empiris, riset dan eksperimental.

Filsafat
Filsafat ialah “Ilmu Istimewa” yang mencoba menjawab masalah-masalah yang
tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa, karena masalah-masalah termaksud di
luar jangkauan ilmu pengetahuan biasa.
Filsafat ialah hasil daya upaya manusia dengan akal-budinya untuk memahami
(mendalami dan menyelami) secara radikal dan integral hakikat sesuatu yang ada seperti
Hakikat Tuhan, Hakikat alam semesta, dan Hakikat Manusia. Serta sikap manusia
termaksud sebagai konsekuensi dari faham (pengetahuan atau pemahaman)-nya tersebut.

Agama
Agama (pada umumnya) ialah :
- Satu sistem credo (tata keimanan atau tata keyakinan) atas adanya sesuatu
yang Mutlak di luar manusia.
- Satu sistem ritual (tata peribadatan) manusia yang dianggapnya mutlak.

1
- Satu sistem norma (tata kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan
manusia dan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata
peribadatan yang dimaksud di atas.

Ditinjau dari segi sumbernya maka agama (tata keimanan, tata peribadatan, dan
tata aturan) itu dapat dibeda-bedakan atas dua bagian
Pertama, agama samawi (agama langit, agama wahyu, agama rofetis, revealed
religion, Din as-Samawi)
Kedua, agama budaya (agama bumi, agama filsafat, agama ra’yu, non-rebealed
religion, natural religion, Din at-Thabi’i, Din al-Ardhi)
Agama Islam adalah :
- Wahyu yang diturunkan oleh Allah Swt kepada Rasul-Nya untuk disampaikan
kepada segenap umat manusia sepanjang masa.
- Satu sistem keyakinan dan tata ketentuan Ilahi yang mengatur segala
kehidupan dan penghidupan manusia dalam pelbagai hubungan baik
hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun hubungan manusia dengan
sesama manusia, ataupun hubungan manusia dengan alam.
- Bertujuan mencari Ridha Allah, keselamatan dunia dan akhirat serta rahmat
bagi segenap alam.
- Pada garis besarnya terdiri dari Aqidah, Syari’ah dan Akhlaq.
- Bersumberkan Kitab Suci, yaitu kodifikasi wahyu Allah swt untuk umat
manusia. Yaitu Al-Qur’an, sebagai penyempurna wahyu-wahyu Allah
sebelumnya, sejak manusia hadir di bumi.

Titik Persamaan antara Ilmu, Filsafat dan Agama


Baik Ilmu, maupun Filsafat, ataupun Agama, bertujuan yang sama yaitu
Kebenaran.
Ilmu pengetahuan, dengan metodenya sendiri mencari kebenaran tentang alam
dan manusia. Filsafat, dengan wataknya sendiri pula, menghampiri kebenaran, baik alam
maupun tentang manusia (yang belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan,
karena di luar jangkauannya), dan tentang Tuhan. Agama, dengan karakteristiknya

2
sendiri pula, memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan
manusia. Baik tentang alam, maupun tentang manusia, ataupun tentang Tuhan.

Titik Perbedaan antara Ilmu, Filsafat dan Agama


Baik Ilmu maupun Filsafat, keduanya hasil dari sumber yang sama, yaitu ra’yu
(akal, budi, rasio, reason, nous, rede, vertand, venunft) manusia. Sedangkan Agama
bersumberkan wahyu dari Allah.
Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan penyelidikan, pengalaman,
dan percobaan sebagai cara mencapai kebenaran. Filsafat menghampiri kebenaran dengan
menggunakan akal-budi secara radikal dan integral serta universal; tidak merasa terikat
oleh ikatan apapun kecuali ikatan tangannya sendiri bernama logika. Manusia mencari
dan menemukan kebenaran dengan dan dalam Agama dengan jalan mempertanyakan
seluruh masalah asasi dari atau kepada Kitab Suci, kodifikasi, firman Ilahi yang diberikan
oleh Allah.
Kebenaran ilmu pengetahuan adalah kebenaran positif (berlaku sampai dengan
saat ini), kebenaran Filsafat adalah kebenaran spekulatif (dugaan yang tak dapat
dibuktikan secara empiri, riset, dan eksperimental). Baik kebenaran ilmu maupun
kebenaran Filsafat, keduanya bersifat nisbi. Sedangkn kebenaran Agama bersifat absolut.

Titik Singgung antara Ilmu, Filsafat dan Agama


Tidak semua masalah yang dipertanyakan manusia dapat diawab secara positif
oleh Ilmu-Pengetahuan, karena ilmu itu terbatas, terbatas oleh subyeknya (sang
penyelidik), oleh obyeknya (baik obyek materia maupun obyek formalnya), oleh
metodologinya. Tidak semua masalah yang tidak atau belum terjawab oleh Ilmu, lantas
dengan sendirinya dapat dijawab oleh Filsafat. Jawaban filsafat sifatnya spekulatif dan
juga alternatifl tentang suatu masalah asasi yang sama terdapat pelbagai jawaban filsafat
(para filsuf) sesuai dan sejalan dengan titik tolah sang ahli filsafat itu.Agama memberi
jawaban tentang banyak soal asasi yang sama sekali tidak terjawab oleh Ilmu, yang
dipertanyakan, maupun tidak dapat dijawab secara utuh oleh filsafat. Akan tetapi perlu
kita tegaskan disinil juga tidak semua persoalan manusia terdapat jawabannya dalam

3
agama. Adapun soal-soal manusia yang tidak ada jawabannya dalam agama dapat kita
sebut sebagai berikut.
Pertama, soal-soal kecil, detail yang tidak prinsipil, seperti: jalan kendaraaan
sebelah kir atau sebelah kanan, soal rambut panjang atau pendek, soal cek, wesel dan
sebagainya.
Kedua, persoalan yang tiada secara tegas dan jelas terseurat dalam Al-Qur’an
yang diserahkan kepada ijtihad.
Ketiga, persoalan-ersoalan yang tetap merupakan misteri, yang merupakan rahasia
yang tidak terungkap oleh akal-budi yang hanya diketahui oleh Allah swt.
Dengan kekuatan akal-budi, manusia menghampiri dan memetik kebenaran demi
kebenaran yang dapat dijangkau dengan kapasitasnya sendiri yang terbatas. Allah telah
menganugrahkan kepada manusia 3 hal, yaitu Alam, Akal budi, dan Wahyu. Dengan
ketiganya manusia akan lebih mudah memahami maksud Allah untuk mencapai
kebahagiaan yang hakiki.

4
Logika Mistik
Ontologi Pengetahuan Mistik
1. Hakikat Pengetahuan Mistik
Pengetahuan mistik adalah pengetahuan yang tidak dapat dipahami rasio,
maksudnya hubungan sebab akibat yang terjadi tidak dapat dipahami oleh rasio.
Pengetahuan mistik ialah pengetahuan supra-rasional tetapi kadang-kadang memiliki
bukti empiris.

2. Struktur Pengetahuan Mistik


Dari segi sifatnya mistik dibagi dua : mistik biasa yaitu mistik tanpa kekuatan
tertentu, contoh : tasawuf dalam Islam dan mistik magis. Mistik magis dibagi lagi
menjadi dua yaitu mistik magis putih, seperti : mukjizat, karomah dll. Mistik magis
hitam, seperti : sihir.
 
Epistemologi Pengetahuan Mistik
Pengetahuan mistik diperoleh melalui rasa, melalui hati sebagai alat merasa.
1. Objek Pengetahuan Mistik
Objek pengetahuan mistik adalah objek yang abstrak supra-rasional, seperti alam
gaib, malaikat, surga, neraka dsb.

2. Cara Memperoleh Pengetahuan Mistik


Cara memperoleh pengetahuan mistik yaitu dengan jalan riyadhah/latihan.

3. Ukuran Kebenaran Pengetahuan Mistik


Adakalanya ukuran kebenaran pengetahuan mistik adalah kepercayaan dan
adakalanya adalah bukti empiris.
 
Aksiologi Pengetahuan Mistik
1. Kegunaan Pengetahuan Mistik
Pengetahuan mistik amat subyektif, yang paling tahu penggunaannya adalah
pemiliknya.

5
2. Cara Pengetahuan Mistik Menyelesaikan Masalah
Pengetahuan mistik menyelesaikan masalah tidak melalui proses inderawi juga
tidak melalui proses rasio. Hal ini berlaku bagi mistik putih dan mistik hitam.

Netralitas Pengetahuan Mistik


Pengetahuan mistik dengan mudah dilihat bahwa ia tidak netral karena isi ajaran
agama yang jelas tidak netral dan bagi mistik magis selalu memiliki sifat individualistik,
karena ia subyektif.

6
Hipotesis dalam logika

Hipotesis berasal dari bahasa yunani : Hypo = di bawah, thesis = pendirian,


pendapat yang ditegakkan, kepastian.

Artinya, hipotesa merupakan sebuah istilah ilmuah yang digunakan dalam rangka
kegiatan ilmuah yang mengikuti kaidah-kaidah berfikir biasa, secara sadar, teiliti, dan
terarah. Dalam penggunaannya sehari-hari hipotesa ini sering juga disebut dengan
hipotesis. Dan tidak adak perbedaan makna di dalamnya.

Ketika berfikir untuk sehari-hari, orang sering menyebut hipotesis sebagai sebuah
anggapan, perkiraan, dugaan, dan sebagainya. Hipotesis juga berarti sebuah pernyataan
atau proposisi yang mengatakan bahwa diantara sejumlah fakta ada hubungan tertentu.
Proposisi inilah yang akan membentuk proses terbentuknya sebuah hipotesis di
dalam penelitian, salah satu diantaranya yaitu Penelitian sosial.:

Proses pembentukan hipotesis merupakan sebuah proses penalaran, yang melalui


tahap-tahap tertentu. Hal demikian juga terjadi dalam pembuatan hipotesis ilmiah, yang
dilakukan dengan sadar, teliti, dan terarah. Sehingga dapat dikatakan bahwa sebuah
Hipotesis merupakan satu tipe proposisi yang langsung dapat diuji.

Satu hipotesis dapat diuji apabila hipotesis tersebut dirumuskan dengan


benar. Kegagalan merumuskan hipotesis akan mengaburkan hasil penelitian Meskipun
hipotesis telah memenuhi syarat secara [proporsional]], jika hipotesis tersebut masih
abstrak bukan saja membingungkan prosedur penelitian, melainkan juga sukar diuji
secara nyata.

Untuk dapat memformulasikan hipotesis yang baik dan benar, sedikitnya harus
memiliki beberapa ciri-ciri pokok, yakni :

1. Hipotesis diturunkan dari suatu teori yang disusun untuk menjelaskan masalah


dan dinyatakan dalam proposisi-proposisi. Oleh sebab itu, hipotesis merupakan
jawaban atau dugaan sementara atas masalah yang dirumuskan atau searah
dengan tujuan penelitian.
2. Hipotesis harus dinyatakan secara jelas, dalam istilah yang benar dan
secara operasional. Aturan untuk, menguji satu hipotesis secara empirisadalah

7
harus mendefinisikan secara operasional semua variabel dalam hipotesis dan
diketahui secara pasti variabel independen dan variabel dependen.
3. Hipotesis menyatakan variasi nilai sehingga dapat diukur secara empiris dan
memberikan gambaran mengenai fenomena yang diteliti. Untuk
hipotesis deskriptif berarti hipotesis secara jelas menyatakan kondisi, ukuran,
atau distribusi suatu variabel atau fenomenanya yang dinyatakan dalam nilai-nilai
yang mempunyai makna.
4. Hipotesis harus bebas nilai. Artinya nilai-nilai yang dimiliki peneliti dan
preferensi subyektivitas tidak memiliki tempat di dalam pendekatan ilmiah
seperti halnya dalam hipotesis.
5. Hipotesis harus dapat diuji. Untuk itu, instrumen harus ada (atau dapat
dikembangkan) yang akan menggambarkan ukuran yang valid darivariabel yang
diliputi. Kemudian, hipotesis dapat diuji dengan metode yang tersedia yang dapat
digunakan untuk mengujinya sebab peneliti dapat merumuskan hipotesis
yang bersih, bebas nilai, dan spesifik, serta menemukan bahwa tidak
ada metode penelitian untuk mengujinya. Oleh sebab itu, evaluasi hipotesis
bergantung pada eksistensi metode-metode untuk mengujinya, baik
metode observasi, pengumpulan data,analisis data, maupun generalisasi.
6. Hipotesis harus spesifik. Hipotesis harus bersifat spesifik yang menunjuk
kenyataan sebenarnya. Peneliti harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan
yang sebenarnya. Peneliti harus memiliki hubungan eksplisit yang diharapkan di
antara variabel dalam istilah arah (seperti, positifdan negatif). Satu hipotesis
menyatakan bahwa X berhubungan dengan Y adalah sangat umum. Hubungan
antara X dan Y dapat positif atau negatif. Selanjutnya, hubungan tidak bebas
dari waktu, ruang, atau unit analisis yang jelas. Jadi, hipotesis akan menekankan
hubungan yang diharapkan di antara variabel, sebagaimana kondisi di bawah
hubungan yang diharapkan untuk dijelaskan. Sehubungan dengan hal tersebut,
teori menjadi penting secara khusus dalam pembentukan hipotesis yang dapat
diteliti karena dalam teori dijelaskan arah hubungan antara variabel yang akan
dihipotesiskan.

8
7. Hipotesis harus menyatakan perbedaan atau hubungan antar-variabel. Satu
hipotesis yang memuaskan adalah salah satu hubungan yang diharapkan di antara
variabel dibuat secara eksplisit.

Tahap-tahap pembentukan hipotesa pada umumnya sebagai berikut:

1. Penentuan masalah. Dasar penalaran ilmiah ialah kekayaan pengetahuan ilmiah


yang biasanya timbul karena sesuatu keadaan atau peristiwa yang terlihat tidak
atau tidak dapat diterangkan berdasarkan hukum atau teori atau dalil-dalil ilmu
yang sudah diketahui. Dasar penalaran pun sebaiknya dikerjakan dengan sadar
dengan perumusan yang tepat. Dalam proses penalaran ilmiah tersebut,
penentuan masalah mendapat bentuk perumusan masalah.
2. Hipotesis pendahuluan atau hipotesis preliminer (preliminary hypothesis) Dugaan
atau anggapan sementara yang menjadi pangkal bertolak dari semua kegiatan. Ini
digunakan juga dalam penalaran ilmiah. Tanpa hipotesa preliminer, obserfasi
tidak akan terarah. Fakta yang terkumpul mungkin tidak akan dapat digunakan
untuk menyimpulkan suatu konklusi, karena tidak relevan dengan masalah yang
dihadapi. Karena tidak dirumuskan secara eksplisit, dalam penelitian, hipotesis
priliminer dianggap bukan hipotesis keseluruhan penelitian, namun merupakan
sebuah hipotesis yang hanya digunakan untuk melakukan uji coba sebelum
penelitian sebenarnya dilaksanakan.
3. Pengumpulan fakta. Dalam penalaran ilmiah, diantara jumlah fakta yang besarnya
tak terbatas itu hanya dipilih fakta-fakta yang relevandengan hipotesa preliminer
yang perumusannya didasarkan pada ketelitian dan ketepatan memilih fakta.
4. Formulasi hipotesa.Pembentukan hipotesa dapat melalui ilham atau intuisi,
dimana logika tidak dapat berkata apa-apa tentang hal ini. Hipotesa diciptakan
saat terdapat hubungan tertentu diantara sejumlah fakta. Sebagai contoh
sebuah anekdot yang jelas menggambarkan sifat penemuan dari hipotesa,
diceritakan bahwa sebuah apel jatuh dari pohon ketika Newton tidur di bawahnya
dan teringat olehnya bahwa semua benda pasti jatuh dan seketika itu pula dilihat
hipotesanya, yang dikenal dengan hukum gravitasi.

9
5. Pengujian hipotesa, artinya mencocokkan hipotesa dengan keadaan yang dapat
diobservasi dalam istilah ilmiah hal ini disebutverifikasi(pembenaran).  Apabila
hipotesa terbukti cocok dengan fakta maka disebut konfirmasi. Terjadi fasifikasi
(penyalahan) jika usaha menemukan fakta dalam pengujian hipotesa tidak sesuai
dengan hipotesa, dan bilamana usaha itu tidak berhasil, maka hipotesa tidak
terbantah oleh fakta yang dinamakan koroborasi(corroboration). Hipotesa yang
sering mendapat konfirmasi atau koroborasi dapat disebutteori.
6. Aplikasi/penerapan apabila hipotesa itu benar dan dapat diadakan
menjadi ramalan (dalam istilah ilmiah disebut prediksi), dan ramalan itu harus
terbukti cocok dengan fakta. Kemudian harus dapat
diverifikasikan/koraborasikan dengan fakta.

Abduksi sebagai logika yang menentukan pembentukan hipotesis apapun. Setiap


pengamatan dan interpretasi merupakan hipotesis yang dibuat berdasarkan abduksi.
Sebagai sebuah proses sadar, abduksi— sesudah deduksi dan induksi—
merupakan bentuk ke tiga kesimpulan logis (seni melakukan penyimpulan). Abduksibisa
dipandang sebagai pencarian akan penjelasan terbaik bagi fenomena apapun yang diamati
yang memerlukan penjelasan: X (misalnya, penggunaan tak terduga sebuah kata tertentu)
sungguh luar biasa; A, B, C merupakan kemungkinan penjelasan akan penggunaan ini; B
(misalnya posisi sosial penutur, yang membedakannya dari interlokuter lain) tampaknya
paling meyakinkan. Jika B memang benar, fenomena X tidak lagi luar biasa; dengan
demikian B diterima sebagai satu hipotesis yang bisa menguraikan kejadian X.

            Abduksi merupakan pencarian sebuah kaidah yang bisa menjelaskan peristiwa-


peristiwa khusus. Bentuk pembuatan kesimpulan semacam ini selalu ditandai oleh
ketidakpastian yang besar, namun— berlawanan dengan proses deduktif dan induktif—
bentuk ini memberikan satu-satunya kesimpulan yang bisa menggiring ke arah lahirnya
gagasan baru. Untuk memperlihatkan bahwa sebuah penjelasan tertentu
merupakan hipotesis yang cocok dengan validitas umum— dibanding sekadar penjelasan
terbaik atas sebuah fenomena— penjelasan jenis ini pertama-tama

10
mengharuskan pengujian induksi dan kemudian deduksi (untuk menentukan aplikabilitas
umumnya). Pembuatan inferensi abduktif memainkan sebuah peran penting dalam
perumusan hipotesis dan dengan demikian, juga dalam penelitian sosial kualitatif, yang
berkaitan dengan pengembangan penjelasan.

11
Logika Dalam Mengambil Keputusan
Pengambilan keputusan didefinisikan secara universal sebagai pemilihan
alternatif. bahwa analisis komprehensif mengenai pengambilan keputusan disebutkan
sebagai suatu “proses pengambilan keputusan merupakan teknik untuk mempersempit
pilihan”. pengambilan keputusan erat kaitannya dengan pemilihan suatu alternatif untuk
menyelesaikan atau memecahkan masalah serta memperoleh kesempatan.

Tiga tahap utama dalam proses pengambilan keputusan yaitu :


 Aktivitas intelegensi yakni penelusuran kondisi lingkungan yang memerlukan
pengambilan keputusan
 Aktivitas desain yakni terjadi tindakan penemuan, pengembangan dan analisis
masalah
 Aktivitas memilih yakni memilih tindakan tertentu dari yang tersedia

Fungsi pengambilan keputusan yaitu :


Pengambilan keputusan sebagai suatu kelanjutan dari cara pemecahan masalah
mempunyai fungsi antara lain sebagai berikut :
- Pangkal permulaan dari semua aktivitas manusia yang sadar dan terarah baik
secara individual maupun secara kelompok, baik secara institusional maupun
secara organisasional
- Sesuatu yang bersifat futuristik, artinya menyangkut dengan hari depan/masa
yang akan datang, dimana efeknya atau pengaruhnya berlangsung cukup lama

Tujuan pengambilan keputusan dapat dibedakan atas dua yaitu :


- Tujuan bersifat tunggal yaitu tujuan pengambilan keputusan yang bersifat
tunggal terjadi apabila yang dihasilkan hanya menyangkut satu masalah
artinya sekali diputuskan dan tidak akan ada kaitannya dengan masalah lain
- Tujuan bersifat ganda yaitu tujuan pengambilan keputusan yang bersifat
ganda terjadi apabila keputusan yang dihasilkan itu menyangkut lebih dari
satu masalah, artinya bahwa satu keputusan yang diambil itu sekaligus

12
memecahkan dua masalah atau lebih yang bersifat kontradiktif atau bersifat
tidak kontradiktif

Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan terdiri dari :


2. Tahap identifikasi
Tahap ini adalah tahap pengenalan masalah atau kesempatan muncul dan
diagnosis dibuat. Sebab tingkat diagnosis tergantung dari kompleksitas
masalah yang dihadapi
3. Tahap pengembangan
Tahap ini merupakan aktivitas pencarian prosedur atau solusi standar yang ada
atau mendesain solusi yang baru. Proses desain ini merupakan proses
pencarian dan percobaan di mana pembuat keputusan hanya mempunyai ide
solusi ideal yang tidak jelas
4. Tahap seleksi
Tahap ini pilihan solusi dibuat, dengan tiga cara pembentukan seleksi yakni
dengan penilaian pembuat keputusan : berdasarkan pengalaman atau intuisi,
bukan analisis logis, dengan analisis alternatif yang logis dan sistematis, dan
dengan tawar-menawar saat seleksi melibatkan kelompok pembuat keputusan
dan semua manuver politik yang ada. Kemudian keputusan diterima secara
formal dan otorisasi dilakukan.

Pengambilan keputusan harus dilandasi oleh prosedur dan teknik serta didukung
oleh informasi yang tepat (accurate), benar(reliable) dan tepat waktu (timeliness). Ada
beberapa landasan yang digunakan dalam pengambilan keputusan yang sangat
bergantung dari permasalahan itu sendiri. Menurut George R.Terry dan Brinckloe
disebutkan dasar-dasar pendekatan dari pengambilan keputusan yang dapat digunakan
yaitu :
 Intuisi
Pengambilan keputusan yang didasarkan atas intuisi atau perasaan memiliki
sifat subjektif sehingga mudah terkena pengaruh. Pengambilan keputusan
berdasarkan intuisn ini mengandung beberapa keuntungan dan kelemahan.

13
Keuntungan :
- waktu yang digunakan untuk mengambil keputusan relatif lebih pendek
- untuk masalah yang pengaruhnya terbatas, pengambilan keputusan ini
akan memberikan kepuasan pada umumnya
- kemampuan mengambil keputusan dari pengambil keputusan itu sangat
berperan, dan itu perlu dimanfaatkan dengan baik.
Kelemahan :
- Keputusan yang dihasilkan relatif kurang baik
- Sulit mencari alat pembandingnya, sehingga sulit diukur kebenaran dan
keabsahannya
- Dasar-dasar lain dalam pengambilan keputusan seringkali diabaikan.
 Pengalaman
Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat bagi
pengetahuan praktis, karena pengalaman seseorang dapat memperkirakan
keadaan sesuatu, dapat diperhitungkan untung ruginya terhadap keputusan
yang akan dihasilkan. Orang yang memiliki banyak pengalaman tentu akan
lebih matang dalam membuat keputusan akan tetapi, peristiwa yang lampau
tidak sama dengan peristiwa yang terjadi kini.
 Fakta
Pengambilan keputusan berdasarkan fakt dapat memberikan keputusan yang
sehat, solid dan baik. Dengan fakta, maka tingkat kepercayaan terhadap
pengambilan keputusan dapat lebih tinggi, sehingga orang dapat menerima
keputusan-keputusan yang dibuat itu dengan rela dan lapang dada.
 Wewenang
Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang biasanya dilakukan oleh
pimpinan terhadap bawahannyaatau orang yang lebih tinggi kedudukannya
kepada orang yang lebih rendah kedudukannya. Pengambilan keputusan
berdasarkan wewenang ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan :
- Kebanyakan penerimaannya adalah bawahan, terlepas apakah penerimaan
tersebut secara sukarela ataukah secara terpaksa

14
- Keputusannya dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama
- Memiliki daya autentisitas yang tinggi
Kelemahan :
- dapat menimbulkan sifat rutinitas
- mengasosiasikan dengan praktik diktatorial
- sering melewati permasalahan yang seharusnya dipecahkan sehingga
dapat menimbulkan kekaburan
 Logika
Pengambilan keputusan yang berdasar logika ialah suatu studi yang rasional
terhadap semuan unsur pada setiap sisi dalam proses pengambilan keputusan.
Pada pengambilan keputusan yang berdasarkan rasional, keputusan yang
dihasilkan bersifat objektif, logis, lebih transparan, konsisten untuk
memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas kendala tertentu, sehingga dapat
dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang diinginkan. Pada
pengambilan keputusan secara logika terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu :
- kejelasan masalah
- orientasi tujuan : kesatuan pengertian tujuan yang ingin dicapai
- pengetahuan alternatif : seluruh alternatif diketahui jenisnya dan
konsekuensinya
- preferensi yang jelas : alternatif bisa diurutkan sesuai kriteria
- hasil maksimal : pemilihan alternatif terbaik didasarkan atas hasil
ekonomis yang maksimal

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan yaitu :


 Internal Organisasi seperti ketersediaan dana, SDM, kelengkapan peralatan,
teknologi dan sebagainya
 Eksternal Organisasi seperti keadaan sosial politik, ekonomi, hukum dan
sebagainya
 Ketersediaan informasi yang diperlukan
 Kepribadian dan kecapakan pengambil keputusan

15
Generalisasi Yang Benar Dan Yang Salah

Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena
individual (khusus) menuju kesimpulan umum yang mengikat selutuh fenomena sejenis
dengan fenomena individual yang diselidiki
.
Macam-macam Generalisasi
Generalisasi sempurna adalah generalisasi di mana seluruh fenomena yang
menjadi dasar penyimpulan diselidiki. Misalnya setelah kita memperhatikan jumlah hari
pada setiap bulan tahun Masehi kemudian disimpulkan bahwa: Semua bulan Masehi
mempunyai hari tidak lebih dari 31.Dalam penyimpulan ini, keseluruhan fenomena yaitu
jumlah hari pada setiap bulan kita selidiki tanpa ada yang kita tinggalkan. Generalisasi
macam ini memberikan kesimpulan amat kuat dan tidak dapat diserang. Tetapi tentu saja
tidak praktis dan tidak ekonomis.

Generalisasi tidak sempurna yaitu generalisasi berdasarkan sebagian fenomena


untuk mendapatkan kesimpulan yang berlaku bagi fenomena sejenis yang belum
diselidiki.

Misalnya setelah kita menyelidiki sebagian bangsa Indonesia bahwa mereka


adalah manusia yang suka bergotong-royong, kemudian kita simpulkan bahwa bangsa
Indonesia adalah bangsa yang suka bergotong-royong, maka penyimpulan ini adalah
generalisasi tidak sempurna.

Falacy of Dramatical Instance


Fallacy of Dramatic Instance berawal dari kecenderungan orang untuk melakukan
apa yang dikenal dengan over-generalisation. Yaitu, penggunaan satu-dua kasus untuk
mendukung argumen yang bersifat general atau umum. Seringkali kesimpulan itu
merujuk pada pengalaman pribadi seseorang.

16
Contoh dari kesalahan berpikir ini adalah sekarang banyak orang miskin di
Indonesia. Berdasarkan kenyataan ini, muncul teori bahwa kemiskinan disebabkan oleh
struktur ekonomi yang timpang. Lalu ketimpangan ini lantas disebut sebagai teori
‘kemiskinan struktural’.

Namun teori ini dibantah oleh contoh lain. Seorang buruh dengan penghasilan
kecil namun punya semangat kewirausahaan tinggi, tekun, dan tabah, akhirnya menjadi
pengusaha rokok yang besar. Artinya, setiap orang yang mau tekun bekerja keras seperti
pengusaha rokok itu, pasti akan menjadi pengusaha besar atau konglomerat.

Itulah akibat dari over-generalisatuon dari sebuah pengalaman pribadi terhadap


kasus-kasus yang lebih luas cakupannya.

17

You might also like