Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
B. Etiologi
Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, teteapi ada
beberapa factor yang bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru:
1. Merokok
Tak diragukan lagi merupakan factor utama, suatu hubungan statistik yang
definitive telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari 20 batang perhari)
dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai
kecendrungan 10 kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang
perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan
kembali pada pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun.
Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam tar dari tembakau rokok.
Yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.
2. Radiasi
Efek radiasi pengion berkaitan dengan efek mutageniknya; radiasin ini
menyababkan pemutusan, translokasi, dan yang lebih jarang mutasi titik pada
kromosom. Secara biologis, pemutusan DNA untaiganda tampaknya
merupakan hal terpenting dalam karsinogenesis radiasi.
3. Kanker paru akibat kerja
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel
(pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite
(paru – paru hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan asbestos dan
dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden.
4. Polusi udara
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih dari
pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya
karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer dikota.
5. Genetik
Terdapat perubahan / mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru,
yakni:
a. Proton onkogen
b. Tumor suppressor gen
c. Gene encoding enzymem
Teori onkogenesis
Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppressor tumor dalam
genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara
menghilangkan (delesi / del) atau penyisipan (insersi / ins) sebagai susunan
pasangan basanya, tampilannya gen erbB1 dan atau neu / erbB2 berperan dalam
anti apoptosis ( mekanisme sel untuk mati secara alamiah – programmed cell
death). Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini
sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang autonom.
Dengan demikian kanker merupakan penyakit genetic yang pola permulaan
terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif, pada jaringan sekitarnya.
6. Diet
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, selenium dan vitamin A
menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru.
Paru merupakan sebuah alat yang sebagian besar terdiri dari gelembung
(gelembung hawa, alveoli). Gelembung alveoli ini terdiri dari sel – sel epitel
dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90m2. Pada
lapisan ini terjadi pertukaran udara, O 2 masuk ke dalam darah dan
CO2dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru – paru ini kurang
lebih 700.000.000 buah (paru kanan dan kiri)
Paru dibagi 2 :
1) Paru kanan, terdiri dari 3 lobus yaitu lobus pulmo dekstra superior,
lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus terdiri dari segmen, paru
kanan terdiri dari 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior,
2 buah segmen pada lobus medialis dan 3 buah segmen pada lobus
inferior.
2) Paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior.
Sedangkan paru kiri terdiri dari 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada
lobus superior dan 5 buah segmen pada lobus inferior
Tiap – tiap segmen tersebut masih terbagi lagi menjadi belahan yang bernama
lobulus.
Diantar lobulus satu denga yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi
pembuluh darah, getah bening dan saraf, dalm tiap – tiap lobulus terdapat
sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang – cabang
banyak sekali, cabang – cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap – tiap duktus
alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya natara 0,2 – 0,3 mm.
2. Fisiologi
a. Pernapasan Paru
Pernapasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang
terjadi dalam paru – paru atau pernapasan eksterna, oksigen diambil melalui
mulut dan hidung pada waktu bernapas yang oksigen masuk melalui trachea
sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonary.
Alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus membrane,
diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dari jantung
dipompakan ke seluruh tubuh.
Di dalam paru – paru karbondioksida merupakan haisl buangan yang
menembus membrane alveoli. Dari kepiler darah dikeluarkan melalui pipa
bronnkus berakhir sampai pada mulut dan hidung. Empat proses yang
berhubungan dengan pernapasan pulmoner :
1) ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar udara dalam
alveoli dengan udara luar
2) arus darah melalui paru – paru, darah mengandung oksigen masuk
ke seluruh tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru
– paru
3) distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah
yang tempat yang bias dicapai untuk semua bagian
4) difusi gas yang menembus membrane alveoli dan kapiler
karbondioksida lebih mudah berdifusi daripada oksigen.
Proses pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi ketika konsentrasi dalam
darah mempengaruhi dan merangsang pusat pernapasan terdapat dalam otak
untuk memperbesar kecepatan dalam pernapasan sehingga terjadi
pengambilan O2 dan pengeluaran CO2 lebih banyak. Darah merah
(hemoglobin) yang banyak mengandung oksigen dari seluruh tubuh masuk ke
dalam jaringan yang akhirnya mencapai kapiler. Darah mengeluarkan oksigen
ke dalam jaringan, mengambil karbondioksida untuk dibawa ke paru – paru.
Besarnya daya muat dalam paru –paru 4500 – 5000ml. udara yang diproses
dalam paru – paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya 10%,±500ml.
b. Prinsip Fisis Pertukaran Gas
Setelah udara alveolus ditukar dengan udara segar, langkah selanjutnya
dalam proses inspirasi adalah difusi oksigen dari alveolus ke dalam darah
paru – paru, dan difusi karbondioksida dalam arah berlainan dari darah paru
– paru ke dalam alveolus. Semua gas yang dipertimbangkan dalam fisiologis
pernapasan merupakan molekul sederhana yang bebas bergerak diantara satu
dengan yang lain dinamakan proses difusi gas – gas terlarut dalam cairan
dan jaringan tubuh. Untuk terjadinya difusi harus ada sumber energi yang
dibentuk oleh gerakan kinetic molekul itu sendiri. Semua molekul pada
keadaan apapun secara terus menerus mengalami beberapa jenis gerakan,
molekul bebas tidak melekat satu sama lain. Berarti gerakan molekul pada
kecepatan tinggi sampai beradu dengan molekul lain. Dengan cara ini
molekul bergerak cepat diantara satu dengan yang lainnya.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto Rontgen Dada secara Posterior-Anterior (PA) dan Lateral
Pola foto rontgen dada berdasarkan gambaran histology
Squamous Small Adeno- largecell
cell cell carsinom
carcinoma a
Masa hilar atau prihilar 40 % 78% 17% 32%
Lesi parenkim
< 4,0 cm 9% 21% 45% 18%
> 4,0 cm 19% 8% 26% 41%
Obstruksi, pneumonitis, 31% 32% 74% 65%
kolaps/kontriksi daerah
peripleural
Mediastinal 2% 13% 3% 10%
enlargement
Pada kanker paru, pemeriksaan foto rontgen dada ulang diperlukan juga untuk
menilai doubling time-nya. Dilaporkan bahwa, kebanyakan kanker paru
mempunyai doubling time 37-65 hari. Bila doubling time >18 bulan berarti
tumornya benigna. Tanda-tanda tumor benigna lainnya adalah lesi berbentuk
bulat konsentris, solid dan adanya kalsifikasi yang tegas.
2. Pemeriksaan Computed Tomography dan Magnetic Resonance Imaging
Pemeriksaan CT Scan pada torak, lebih sensitive dari pada pemeriksaan foto
dada biasa, karena bisa mendeteksi kelainan nodul dengan diameter minimal
3mm, walaupun positif palsu untuk kelainan sebesar itu mencapai 25-60%.
Pemeriksaan MRI torak tidak lebih superior dibandingkan CT Scan torak. Saat
ini sedang dikembangkan teknik imaging yang lebih akurat yakni, Positron
Emmision Tomography (PET) yang dapat membedakan tumor jinak dan ganas
berdasarkan perbedaan biokimia dalam metabolism zat-zat seperti glukosa,
oksigen, protein, asam nukleat. Contoh zat yang dipakai : methionine 11 C dan
F-18 flurodeoxyglucose (FD6).
Beberapa positif palsu untuk tanda malignan ditemukan juga pada lesi inflamasi
dan infeksi seperti aspergilosis dan tuberculosis.
3. Pemeriksaan Bone Scanning
Pemeriksaan ini diperlukan bila diduga ada tanda-tanda metastasis ke tulang.
Insiden tumor NSCLC ke tulang dilaporkan sebesar 15%.
4. Pemeriksaan Sitologi
Pemeriksaan sitologi sputum rutin dikerjakan terutama bila pasien ada keluhan
seperti batuk. Pemeriksaan sitologi tidak selalu memberikan hasil positif karena
tergentung dari :
a. Letak tomor terhadap bronkus
b. Jenis tumor
c. Teknik mengeluarkan sputum
d. Jumlah sputum yang diperiksa. Dianjurkan 3-5 hari berturut-turut.
e. Waktu pemeriksaan sputum (sputum harus segar)
Pada kanker yang letaknya sentral, pemeriksaan sputum yang baik dapat
memberikan hasil positif sampi 67-85% pada karsinoma sel skuamosa.
Pemeriksaan sitologi lain untuk mendiagnostik kanker paru dapat dilakukan
pada cairan pleura, aspirasi kelenjar getah bening servikal, supraklavikula,
bilasan dan sikatan bronkus pada bronkoskopi.
5. Pemeriksaan Hispatologi
Merupakan standard emas diagnosis kanker paru, untuk mendapatkan
spesimennya dapat dengan cara biopsy melalui :
a. Bronkoskopi
b. Transtorakal biopsy
c. Torakoskopi
d. Mediastinoskopi
6. Pemeriksaan Serologi
Sampai saat ini belum ada penanda tumor-tumor (tumor-marker) untuk
diagnostic kanker paru yang spesifitasnya tinggi. Beberapa tes yang dipakai
adalah :
a. CEA (Carcinoma Embryonic Antigen)
b. NSE (Neuro-Spesific enolase)
c. Cyfra 21-1 (Cytokeratin fragments 19)
NSE diketahui spesifik untuk Small Cell Carcinoma dan sensivitasnya
dilaporkan 52% sedangkan cyfra 21-1 mencapai 50% untuk kelompok LD
(limited disease)-SCLC.
Pada kelompok ED (extensive disease) SCLC, sensitivitas NSE 42% dan Cryfa
21-1 mencapai 50%.
Bila pemeriksaan ini digabung maka sensitivitas jadi 78% untuk kelompok LD
dan 82% kelompok ED. Uji serologis tumor marker tersebut di atas sampai saat
ini lebih banyak dipakai untuk evaluasi hasil pengobatan kanker paru.
G. Penatalaksanaan
1. Manajemen tanpa pembedahan
a. Terapi oksigen
Diberikan jika pasien mengalami hipoksemia, perawat dapat
memnerikan oksigen via masker atau nasal sesuai dengan permintaan
b. Terapi obat
Jika pasien mengalami bronkospasme dapat diberikan bronkodilator dan
kortikosteroid untuk mengurangi bronkospasme, inflamasi, dan edema.
Opiat diberikan terutama untuk membantu mengurangi nyeri dan
dyspnea.
c. Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor,
untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan
metastasis luas, dan untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi. Agen
kemoterapi yang biasa diberikan untuk menangani kanker, termasuk
kombinasi dari :
1) Cyclophosphanide, deoxorubicin, methotrexate, dan procarbazine.
2) Etoposide dan cisplatin
3) Mitomycin, vinblastine, dan cisplatin
d. Imunoterapi
Banyak pasien dengan kanker paru – paru mengalami gangguan imun.
Agen imunoterapi ( cytokin ) biasa diberikan.
e. Terapi radiasi
Indikasi :
1) Pasien dengan tumor paru – paru yang operable, tetapi berisiko
jika dilakukan operasi pembedahan.
2) Pasien dengan kanker adenokarsinoma atau sel skuamosa
inoperable di mana terdapat pembesran kelenjar getah bening pada
hilus ipsilateral dan mediastinal.
3) Pasien kanker bronkus dengan oat cell
4) Pasien kambuahn sesudah lobektomi atau pneumonektomi.
Komplikasi :
1) Esofagitis, hilang satu minggu atau sepuluh hari sesudah
pengobatan
2) Penumonitis : pada rontgen terlihat bayangan eksudat sesudah
penyinaran
f. Terapi laser
g. Torasentesis dan pleurodosis
1) Efusi pleura dapat menjadi masalah bagi pasien dengan kanker
paru – paru
2) Efusi timbul akibat adanya tumor pada pleura visceralis dan
parietalis dan obstruksi kelenjar limfe mediastinal
3) Tujuan akhir : mencegah dan mengeluarkan cairan
2. Manajemen pembedahan
Reseksi bedah adalah metoda yang lebih dipilih untuk pasien dengantumor
setempat tanpa adanya penyebaranmetastatik dan mereka yang fungsi
jantung paru yang baik.
H. Komplikasi
1. Hemathorak
Penimbunan darah utuh (berbeda dengan efusi berdarah) di rongga pleura, adalah
suatu penyulit rupture anurisma aorta intrathoraks yang hamper selalu mematikan.
Pada hemothoraks, berbda dengan efusi pleura yang mengandung darah, darah
membeku di dalam rongga pleura.
2. Pneumothorak
Keadaan terdapatnya udara atau gas lain dalam kantong pleura. Kelainan ini dapat
terjadi pada dewasa muda yang tampak sehat, biasanya laki – laki tanpa penyakit
paru (pneumothoraks simple atau spontan), atau akibat penyakit thoraks atau paru
(pneumothoraks sekunder), seperti emfisema atau fraktur iga. Pneumothoraks
sekunder terjadi pada rupture semua lesi yang terletak dekat permukaan pleura
sehingga udara inspirasi memperoleh akses ke rongga pleura. Lesi pleura ini dapat
terjadi pada emfisema, abses paru, tuberkolosis, karsinoma, dan banyak proses
lainnya. Alat bantu ventilasi mekanis dengan tekanan tinggi juga dapat
menyebabkan pneumothoraks sekunder.
Terdapat beberapa kemungkinan penyulit pada pneumothoraks. Kebocoran katup
bola dapat menimbulkan tension pneumothoraks yang menggeser mediastinum.
Kemudian, dapat terjadi gangguan sirkulasi paru dan bahkan dapat menyebabkan
kematian. Jika kebocoran menutup dan paru tida kembali mengembang dalam
beberapa mingu (baik secara spontan maupun melalui intervensi medis atau
bedah), akan terjadi sedemikian banyak jaringan parut sehingga paru tidak lagi
dapat mengembang secara penuh.. Pada kasus ini terjadi penimbunan cairan
serosa dalam rongga pleura dan menyebabkan hidropneumothoraks pada kolaps
yang berkepanjangan paru menjadi rawan terhadap infeksi, demikian juga rongga
pleura jika komunikasi diantara rongga pleura dan paru menetap. Oleh karena itu,
empiema adalah penyulit penting pada pneumothoraks (pioneumothoraks).
Pneumothoraks sekunder cenderung kambuh jika factor predisposisinya masih
ada.
3. Atelektasis
Atelektasis, yang juga dikenal sebagai kolaps, adalah berkurangnya volume paru
akibat tidak memadainya ekspansi rongga udara. Kelainan ini menyebabkan
pengalihan darah yang kurang teroksigenisasi dari arteri ke vena paru sehingga
terjadi ketidakseimbangan ventilasi- perfusi dan hipoksia. Berdasarkan
mekanisme yang mendasari atau distribusi kolaps alveolusnya, atelektasis dibagi
menjadi 4 kategori.
Atelektasis resorpsi,terjadi jika suatu obstruksi menghambat udara mencapai jalan
napas sebelah distal. Udara yang sudah ada secara bertahap diserap sehingga
kemudian terjadi kolaps alveolus. Kelainan ini dapat mengenai seluruh paru, satu
lobus, atau satu atau lebih segmen, bergantung pada tingkat obstruksi saluran
napas. Penyebab tersering atelektasis resorpsi adalah obstruksi sebuah bronkus
oleh sumbat mukopurulen atau mucus. Hal tersebut sering terjadi pasca operasi
walaupun juga dapat menjadi penyulit pada asma bronkialis, bronkiektasis,
bronchitis kronis.
Atelektasis kompresi (kadang – kadang disebut atelektasis pasif atau relaksasi)
biasanya berkaitan dengan penimbunan cairan, darah, atau udara di dalam rongga
pleura, yang secara mekanis menyebabkan paru di dekatnya kolaps. Hal ini sering
terjadi pada efusi pleura, yang umumnya disebabkan oleh gagal jantung kongestif.
Kebocoran udara ke dalam rongga pleura (pneumothoraks) juga menyebabkan
atelektasis kompresi.
Mikroatelektasis (atau atelektasis nonobstruktif) adalah berkurangnya ekspansi
paru secara generalisasi akibat serangkaian proses, dan yang terpenting adalah
hilangnya surfaktan.
Atelektasis kontraksi (atau sikatrisasi) terjadi jika fibrosis local atau generalisasi
di paru atau pleura menghambat ekspansi dan meningkatkan recoil elastic sewaktu
ekspirasi.
4. Abses Paru
Abses paru adalah suatu daerah local nekrosis supuratifa di dalam parenkim paru,
yang menyebabkan terbentuknya 1 atau lebih kavitas besar. Istilah pneumonia
nekrotikans pernah digunakan untuk proses serupa yang menyebabkan
terbentuknya kavitas kecil, pneumonia nekrotikans sering terdapat bersama atau
berkembang menjadi abses paru sehingga pembedaan ini sedikit banyak dibuat-
buat. Organisme penyebab mungkin masuk ke dalam paru melalui salah satu dari
mekanisme tersebut:
a. Aspirasi bahan yang terinfeksi
b. Aspirasi isi lambung
c. Sebagai penyulit pneumonia bakterialis nekrotikans, staphylococcus
aureus, strepthococcus pyogenes, k.pneumoniae, Sp.pseudomonas
d. Obstruksi bronchus
e. Embolus septic
f. Penyebaran hematogen bakteri
Perjalanan penyakit
Manifestasi abses paru banyak mirip dengan gambaran bronkiektasis dan
mencakup batuk mencolok yang biasanya disertai pengeluaran sputum dalam
jumlah besar dan berbau, purulen, atau berbecak darah ; kadang – kadang terjadi
hemoptisis. Pasien sering mengalami demam tinggi dan malaise. Jari gada,
penurunan berat, dan anemia juga dapat terjadi, abses infeksi terjadi pada 10%
hingga 15% pasien dengan bronkogenik.
5. Emfisema
Emfisema ditandai dengan pembesaran permanent rongga udara yang terletak
distal dari bronkiolus terminal disertai desktruksi dinding rongga tersebut.
Terdapat beberapa penyakit dengan pembesaran rongga udara yang tidak disertai
desktruksi, hal ini lebih tepat disebut “over in flation”. Sebagai contoh,
peregangan rongga udara di paru kontra lateral setelah pneumonektomi unilateral
adalah over in flation compensatoric bukan emfisema. Amfisema terbatas di
asinus, struktur yang terletak distal pada bronkiolus terminal.
Emfisema di definisikan tidak saja berdasarkan sifat anatomic lesi,tetapi juga oleh
distribusinya dilobulous dan asinus. Asinus adalah bagian paru yang terletak distal
dari bronkiolus terminal dan mencakup bronkiolus respiratorik,duktus
alveonaris,dan alveolus kelompokan yang terdiri atas tiga sampai lima asinus di
sebut satu lobulus. Terdapat tiga Janis emfisema :
a) Emfisema sentriasinar atau sentry lobular
Gambaran khas pada type ini adalah pola keterlibatan lobulus ;bagian
sentral atau proksima asinus,yang di bentuk oleh bronkiolus
respiratorik,terkena,sementara alveolus distal tidak terkena. Lesi lebih
sering dan lebih parah di lobus atas,terutama disegmen apeks. Pada
emfisema sentriasinar yang parah, asinus distal juga terkena sehingga
seperti telah disinggung, pembedaan dengan emfisema panasinar menjadi
sulit. Emfisema tipe ini paling sering terjadi pada perokok yang tidak
menderita defisiensi congenital antitripsin-a1.
b) Emfisema panasinar atau panlobular
Pada tipe emfisema ini, asinus secara merata membesar dari tingkat
bronkiolus respiratorik hingga alveolus buntu di terminal. Beberapa
dengan emfisema setriasinar, emfisema panasinar cenderung lebih sering
terjadi di zona paru bawah dan merupakan tipe emfisema yang terjadi pada
defisiensi antitripsin-a1.
c) Emfisema asinardistar atau paraseptal
Pada bentuk ini, bagian proksimal asinus normal, tetapi bagian distal
lainnya terkena. Emfisema lebih nyata di dekat pleura, di sepanjang
septum jaringan ikat lobulus dan tepi lobulus. Emfisema ini terjadi di dekat
daerah fibrosis, jaringan parut atau atelektasis dan biasanya lebih parah di
separuh atas paru.
Temuan khas adalah adanya ruang udara yang multiple, saling
berhubungan, dan membesar dengan garis tengah berkisar dari kurang 0,5
mm hingga lebih dari 2,0 cm, kadang – kadang membentuk struktur mirip
kista yang jika membesar progresif disebut bula.
I. Pathofisiologi
ada tiga langkah perkembangan kanker, yaitu insiasi, promosi dan progresi. Insiasi
atau tahap awal yang dimulai dengan sel-sel yang normal mengadakan kontak
dengan karsinogen. Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen atau sub-
bronkus menyebabkan silia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Tahap kedua yaitu promosi, dengan adanya pengendapan karsinogen
maka menyebabkan metaplasia, hiperplasia, dan displasia. Termasuk dalam
faktor-faktor promosi yaitu rokok, penyalahgunaan alkohol, dan komponen
makanan yang terus menerus mempengaruhi sel-sel yang sudah mengadakan
mutasi atau perubahan. Faktor-faktor promotor ini menambah perubahan struktur
sel, sehingga kecepatan mutasi spontan juga bertambah. Selain itu jumlah sel-sel
yang tidak normal juga meningkat. Pada tahap akhir yaitu progresi: bila lesi
perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hiperplasia, dan displasia menembus
ruang pleura biasa timbul efusi pleura, dan bisa di ikuti invasi langsung pada kosta
dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang
bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstruksi dan ulserasi bronkus di
ikuti dengan supurasi dibagian distal. Gejala-gejala yang timbul dapat berupa
batuk, hemoptisis, dipsnea, demam dan dingin. Wheezing unilateral dapat
terdengar pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya
menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat
bermetastase ke struktur-struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus,
perikaarrdium, otak, tulang rangka.
Karsinoma bronkhogenik berawal sebagai lesi mukosa kecil yang biasanya padat
dan berwarna abu-abu putih. Lesi dapat membentuk massa intralumen, menginvasi
mukosa bronchus, atau membentuk massa besar yang mendorong parenkim paru di
dekatnya. Beberap tumor besar mengalami kavitasi akibat nekrosis sentral atau
terbentuknya focus perdarahan. Akhirnya, tumor ini dapat meluas ke strukutur
intrathoraks di dekatnya. Penyebaran yang lebih jauh dapat terjadi melalui limfatik
atau darah.
Karsinoma bronkhogenik biasanya dibedakan menjadi karsinoma paru – paru sel
kecil (SCLC), yaitu karsinoma oat cell. Sedangkan karsinoma paru – paru sel tidak
kecil (NSCLC), yaitu karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma, dan karsinoma sel
besar.
Karsinoma sel oat (oat cell), biasanya terletak di tengah di sekitar percabangan
utama bronchi. Tumor ini timbul dari sel – sel Kulchitsky, kompnen norma dari
epitel bronkus. Secara mikroskopis, tumor ini terbentuk dari sel – sel kecil dengan
inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Karsinoma oat cell memiliki waktu
pembelahan yang tercepat dan prognosis yang terburuk dibandingkan dengan semua
karsinoma bronkogenik. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus,
demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ – organ distal, sering
dijumpai.
Karsinoma sel skuamosa berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel
termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas
mendahului timbulnya tumor. Tumor ini cenderung timbul di bagian tengah bronkus
utama dan akhirnya menyebar ke kelenjar hilus local, tetapi tumor ini lebih lambat
menyebar keluar thoraks dibandingkan dengan tipe histologik lain. Karsinoma sel
skuamosa seringkali disertai batuk dan hemoptisis akibat iritasi atau ulserasi,
pneumonia, dan pembentukan abses akibat abstruksi dan infeksi sekunder.
Adenokarsinoma, memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronchus dan
dapat mengandung mucus. Biasanya timbul di bagian perifer segmen bronkus dan
kadang – kadang dapat dikaitkan denga jaringan parut local pada paru – paru dan
fibrosis interstitial kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe
pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak menunjukan gejala – gejala sampai
terjadi metastasis yang jauh.
Karsinoma sel besar adalah sel – sel ganas yang besar dan berdifferensiasi sangat
buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam – macam. Sel – sel
ini cenderung untuk timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan
penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat – tempat yang jauh.
Secara keseluruhan, NSCLC memiliki prognosis lebih baik daripada SCLC. Jika
NSCLC ( karsinoma sel skuamosa atau adenokarsinoma) terdeteksi sebelum
metastasis atau penyebaran local dapat dicapai kesembuhan dengan lobektomi atau
pneumonektomi.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama bisanya bervariasi seperti keluhan batuk, batuk produktif, batuk
darah, dan sesak napas.
3. Nyeri berhubungan dengan tekanan tumor pada sekitar struktur dan erosi
jaringan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri dapat
diminimalisir
Kriteria hasil :
menyatakan secara verbal pengetahuan tentang cara alternative untuk
mengurangi nyeri
Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis
Mengenali faktor – faktor yang meningkatkan dan melakukan tindakan
pencegahan nyeri
Intervensi :
a. Tawarkan tindakan pengurang nyeri untuk membantu pengobatan nyeri (tehnik
relaksasi, massage punggung)
Rasional : dengan tehnik relaksasi dan massage punggung diharapkan mampu
meminimalisir nyeri yang dirasakan pasien
b. Bantu pasien dalam mengidentifikasi tingkat nyeri yang beralasan dan dapat dietrima
Rasional : mengikutsertakan tingkat nyeri dengan menanyakan seberapa nyeri yang
dirasakan pasien dalam memakai skala nyeri
c. Tingkatkan istirahat / tidur yang adekuat untuk memfasilitasi pengurangan nyeri
Rasional : dengan istirahat dimampukan pasien mampu mengurangi nyeri yang
dirasakan pasien
d. Berikan pengobatan sebelum aktivitas untuk meminimalisir nyeri
Rasional : dengan pengobatan mampu meminimalisir nyeri yang tak tertahankan pada
pasien kanker. Obat yang digunakan adalah obat yang mengandung morfin.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelemahan dan keletihan
tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 3 x 24 jam perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh dapat di optimalkan
kriteria hasil :
memepertahankan berat badan atau penambahan berat badan
menyatakan keinginan untuk mengikuti diet
melaporkan keadekuatan tingkat energi
nilai laboratorium (misalnya transferin, albumin, dan elektrolit) dalam batas
normal
Intervensi :
a. Buat perencanaan makan dengan pasien untuk dimasukkan ke dalam jadwal makan,
lingkungan makan, kesukaan / ketidaksukaan pasien dan suhu makanan
Rasional : dengan mengikutsertakan pasien dalam perencanaan jadwal makanan
pasien, pasien dapat mau makan dengan selera yang diinginkan
b. Bantu pasien untuk menulis tujuan mingguan yang realistis untuk aktivitas dan asupan
makanan
Rasional : dengan mengikusertakan pasien dalam tujuan mingguan yang relistis
mensupport pasien agar mampu bertahan hidup.
c. Tawarkan makanan porsi besar di siang hari ketika nafsu makan tinggi.
Rasional : agar kebutuhan asupan energi dalam tubuh optimal.
d. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan.
Rasional : dengan lingkungan yang nyaman di harapkan nafsu makan pasien tinggi.
e. Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein untuk pasien
dengan ketidakadekuatan asupan protein
Rasional : dengan asupan protein yang tinggi dimampukan dapat memepertahankan
antibody dalam tubuh agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.
b. PASCA OPERASI
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan jumlah atau
viskositas cairan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam secret dapat dikeluarkan.
Kriteria Hasil :
Bunyi napas vesikuler.
Cairan secret berkurang.
Intervensi :
a. Auskultasi dada untuk karateristik bunyi napas dan adanya secret
Rasional : Pernapasan bising, ronki dan mengi menunjukan tertahannya secret.
b. Bantu pasien untuk napas dalam dan batuk efektif.
Rasional : memungkinkan ekspansi paru dan membuang secret.
c. Observasi jumlah dan karakter sputum atau aspirasi secret.
Rasional : Peningkatan jumlah secret awalnya normal dan harus menurun.
d. Dorong masukan cairan per oral (sedikitnya 2500 ml/hr) dalam toleransi jantung.
Rasional : Hidrasi adekuat untuk mempertahankan secret hilang.
e. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspaktoran dan analgetik sesuai indikasi
Rasional : Menghilangkan spasme bronkus untuk memperbaiki aliran udara,
mengencerkan dan menurunkan viskositas secret
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan pengangkatan jaringan paru
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam bebas gejala distress
pernapasan.
Kriteria Hasil :
RR 20x/menit
Napas vesikuler
Intervensi
a. Catat frekuensi, kedalaman, dan kemudahan pernapasan. Observasi penggunaan
obat bantu, napas bibir.
Rasional : Pernapasan meningkat sebagai akibat nyeri.
b. Auskultasi paru untuk gerakan udara dan bunyi napas tak normal.
Rasional : Konsolidasi dan kurangnya gerakan udara pada sisi yang di operasi
normal.
c. Pertahankan kepatenan jalan napas pasien dengan memberikan posisi,
penghisapan dan penggunaan alat.
Rasional : Obstruksi jalan napas mempengaruhi ventilasi
d. Ubah posisi dengan sering, letakan pada posisi terlentang sampai miring.
Rasional: Memaksimalkan ekspansi paru dan drainase secret.
e. Dorong atau bantu dengan latihan napas dalam
Rasional : meningkatkan ventilasi maksimal dan oksigenasi.
3. Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi bedah, trauma jaringan dan gangguan saraf
internal
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1x24 jam rasa nyeri berkurang
Kriteria Hasil :
Nyeri terkontrol.
Pasien tampak rileks.
Intervensi :
a. Tanyakan pasien tentang nyeri, karateristik nyeri, dan insensitas pada skala 0-
10.
Rasional : Membantu dalam evaluasi gejala nyeri.
b. Kaji pernyataan verbal dan non verbal nyeri pasien
Rasional : Dapat member petunjuk derajat nyeri.
c. Catat kemungkinan penyebab nyeri baik ptofisiologi dan psilkologi.
Rasional : Insisi poskerolateral lebih tidak nyaman untuk pasien daripada
insisi anterolateral. Selain itu takut, distress, ansietas, dan kehilangan dapat
menggangu kemampuan mengatasinya.
d. Dorong menyatakan perasaan tentang nyeri.
Rasional : Takut atau masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan
menurunkan ambang persepsi nyeri.
e. Berikan tindakan kenyamanan, dorong dan anjurkan penggunaan teknik
relaksasi.
Rasional : Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian.