You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN

Dengan minum dan makan tubuh kita mendapatkan air, elektrolit, trace element,
vitamin dan nutrisi-nutrisi lain seperti protein, karbohidrat dan lemak. Zat-zat ini
digunakan sebagai sumber energi. Dalam jumlah yang kira-kira sama, air dan elektrolit
yang masuk ke dalam tubuh akan dikeluarkan dalam urin dan melalui keringat dan
penguapan. Dalam tubuh keseimbangan air dan elektrolit fenomena fisiologis dimana
tubuh memelihara keseimbangan ini dikenal dengan nama homeostatis.
Disamping air dan elektrolit kita biasanya mengkonsumsi nutrien seperti
karbohidrat, protein, lemak dan vitamin dari makanan sehari-hari. Larutan nutrisi
sebagai pengganti makanan harus mangandung jumlah air,elektrolit, karbohidrat,
protein dan nutrien esensial lainnnya dalam jumlah yang seimbang.
Memelihara keseimbangan didalam tubuh penderita agar metabolisme berjalan
sebaik mungkin merupakan upaya kita dalam perawatan terhadap penderita. Lebih-lebih
penderita dengan sakit hati berat. Sebaiknya memelihara keseimbangan tubuh dan
metabolisme dimulai sedini mungkin sebagai langkah perlindungan, sedangkan bila
sudah ada gangguan terhadap keseimbangan dan metabolisme maka upaya yang kita
lakukan bersifat korektif. Salah satu cara untuk memelihara keseimbangan tubuh dan
metabolisme penderita ialah memberi terapi cairan dan nutrisi lewat jalan parenteral bila
tidak memungkinkan untuk pemberian secara oral.
Telah diketahui bersama bahwa penderita yang tidak mau makan, tidak bisa
makan ataupun tidak boleh makan karena usus harus diistirahatkan merupakan indikasi
nutrisi parenteral. Penderita-penderita pra-bedah yang memerlukan perbaikan nutrisi
dalam waktu pendek sementara intake peroral tidak adekuat juga merupakan indikasi
nutrisi parenteral. Kasus demikian, pemberian nutrisi bisa segera dimulai. Kasus
emergency, perbaikan sistem sirkulasi menjadi prioritas utama sebelum operasi.
Dengan terapi cairan, kebutuhan akan air dan elektrolit dapat dipenuhi. Selain
itu, dalam keadaan tertentu adanya terapi cairan dapat digunakan sebagai tambahan

1
untuk memasukkan obat dan zat makanan secara rutin atau dapat juga digunakan untuk
menjaga keseimbangan asam basa.

I. Pentingnya air dalam tubuh.


Tubuh terdiri atas kira-kira 60% air dan 40% sisinya merupakan zat padat seperti
protein (18% BB), lemak (15% BB) dan mineral (7%BB). Air dalam tubuh disebut
cairan tubuh. Volume cairan tubuh bervariasi menurut usia, jenis kelamin dan persentasi
lemak tubuh. Proporsi cairan tubuh menurun dengan pertambahan usia, dan pada wanita
lebih rendah dibandingkan pria karena jaringan lemak mengandung sedikit air.
Tubuh sebagian besar terdiri dari air. Air dan zat-zat yang terlarut didalamnya
(cairan tubuh), menjadi pengangkut zat makanan ke semua sel tubuh dan mengeluarkan
bahan sisa dari dalamnya untuk menunjang berlangsungnya kehidupan. Jumlah air
tubuh berbeda-beda tergantung pada umur,jenis kelamin, dan banyak atau sedikitnya
lemak tubuh.
Komponen cairan tubuh mencakup 60% BB terdiri atas :
1. Cairan intraseluler : 40%
2. Cairan ekstraseluler : 20% , terdiri atas :
a. Cairan intravaskuler (plasma) 5%
b. Cairan interstitial : 15%
Laki-laki Perempuan Bayi
Total air tubuh (%) 60 50 75
Intraseluler 40 30 40
Ekstraseluler 20 20 35
- Plasma 4 4 5
- Interstitial 16 16 30

Cairan intraseluler yang mengandung elektrolit terdiri atas kalium (K),


Magnesium (Mg), dan ion fosfat (HPO4). Cairan ekstraseluler mengandung jumlah
besar ion natrium (Na) dan Klorida (Cl). Cairan Interstitial dan plasma darah keduanya
merupakan cairan ekstraseluler, namun memiliki konsentrasi protein yang berbeda.

2
Karena tidak bisa melintasi dinding kapiler, protein-protein plasma tetap berada dalam
pembuluh darah.
Kandungan elektrolit dalam cairan tubuh.
(mEq/L) Plasma Interstitial Interseluler
Kation Na 142 114 15
K 4 4 150
Ca 5 2,5 2
Mg 3 1,5 27
Total 154 152 194
Anion Cl 103 114 1
HCO3 27 30 10
HPO4 2 2 100
SO4 1 1 20
Asam Organik 5 5 0
Protein 16 0 63
Total 154 152 194

II. Kebutuhan cairan dan elektrolit.


Kebutuhan air pada orang dewasa setiap harinya adalah 30-35 ml/kgBB/24jam.
Kebutuhan ini meningkat sebanyak 10-15 % tiap kenaikan suhu 1° C. Sedangkan
kebutuhan elektrolitnya adalah 1,5 meq/kgBB (100meq/hari atau 5,9 gram) untuk Na
dan 1 meq/kgBB (60meq/hari atau 4,5 gram) untuk K. Kebutuhan air pada bayi dan
anak-anak setiap harinya adalah :
4ml/kgBB/jam untuk berat badan 10kg pertama.
2ml/kgBB/jam tambahkan untuk berat badan 10kg kedua
1ml/kgBB/jam tambahkan untuk sisa berat badan.
Sedangkan kebutuhan elektrolitnya adalah 2 meq/kgBB untuk Na dan 2 meq/kgBB
untuk K.
Selain Na dan K, adapun elektrolit lain yang dibutuhkan oleh tubuh manusia
diantaranya adalah Mg, Ca, P dan Cl. Kebutuhan elektrolit tersebut untuk orang dewasa
adalah sebagai berikut :

Mg : 10 – 20 mEq/ hari

3
Ca : 10 – 15 mEq/ hari
P : 20 – 45 mEq/ hari
Cl : 50 – 100 mEq/ hari
Keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran air yang terjadi dalam tubuh
manusia adalah sebagai berikut :
Air masuk: Air keluar:
Minuman: 800-1700 ml. Urine : 600-1600 ml.
Makanan: 500-1000 ml. Tinja : 50-200 ml.
Hasil oksidasi: 200-300 ml. Insensible loss : 850-1200 ml.
Air pertama kali hilang melalui kulit dan paru, jumlahnya dipengaruhi oleh suhu
udara, demam, keringat, dan frekuensi nafas. Urin jumlahnya dapat diatur dan akan
turun karena demam, keringat, takipnea, dan kehilangan air yang abnormal lainnya.
Kehilangan air yang abnormal dapat disebabkan oleh keringat yang berlebihan,
muntah, diare, dan perdarahan. Urin berkurang sedikit demi sedikit jika pemasukannya
sedikit.

III. Peran beberapa elektrolit penting dalam tubuh


a. Peran natrium
Ekskresi air hampir selalu disertai oleh ekskresi natrium baik lewat urin, tinja,
atau keringat. Karena itu, terapi kekurangan air ( dehidrasi ) selalu diberi cairan infus
yang mengandung natrium. Natrium berperan memelihara tekanan osmotik dan volume
cairan ekstraseluler dan natrium sebagian besar (84%) berada di cairan ekstraseluler.
Kebutuhan natrium perhari sekitar 50 – 100 mEq atau 3 – 6 gram sebagai NaCl.
Keseimbangan Na terutama diatur oleh ginjal. Berat atom Na=23 dengan muatan listrik
1 (satu).
1 gram NaCl = 17 mEq. Kekurangan Na biasanya disebabkan oleh pemberian
infus berlebihan tanpa Na, pada sindroma reseksi prostat atau pada menurunnya sekresi
ADH ( Anti Diuretic Hormone ).

b. Peran Kalium

4
Sebagian besar K terdapat di dalam sel ( intra seluler ) yaitu sebanyak 150 mEq/
L. Pembedahan menyebabkan katabolisme jaringan dan mobilisasi kalium pada hari-
hari pertama dan kedua. Kebutuhan akan kalium cukup diatasi dengan kebutuhan rutin
saja sekitar 0,5 mEq/kgBB/hari. Kemampuan ginjal menahan kalium sangat rendah.
Kadar kalium dalam plasma hanya 2% dari total K tubuh, sehingga kekurangan K
jarang terdeteksi. Fungsi K adalah merangsang saraf-otot, menghantarkan impuls listrik,
membantu utilisasi O2, asam-amino, glikogen dan pembentukan sel.
Kadar K serum normalnya 3 – 5 mEq/ L. Hipokalemia ( < 3 mEq/L ),
menyebabkan keletihan otot, lemas, kembung, ileus paralitik, gangguan irama jantung.
Konsentrasi K di dalam infus sebaiknya < 40 mEq/L atau kecepatan pemberian < 20
mEq/jam.

BAB II

5
PEMBAHASAN

I. Tujuan Terapi Cairan


Tujuan terapi cairan adalah :
1. Untuk mengganti kekurangan air, elektrolit dan vitamin agar tetap normal.
2. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi (KH,lemak,protein)
3. Untuk mengatasi syok dengan menjamin tersedianya akses intravena.
4. Untuk mengatasi kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikan.
Terapi cairan perioperatif meliputi tindakan yang dilakukan pada masa pra-
bedah, selama pembedahan dan pasca bedah.

TUJUAN
Mengatur cairan tubuh Menjaga keseimbanga air dan
elektrolit
Menjaga keseimbangan asam dan
basa
Dukungan nutrisi Sumber energi
Komposisi tubuh
Akses intravena Menjamin vena tetap terbuka untuk
bisa memberikan obat

Salah satu tujuan terapi cairan adalah menyediakan elektrolit dan air untuk
mempertahankan cairan dalam keadaan normal. Salah satu tujuan lainnya adalah
memnuhi kebutuhan nutrisi. Terapi cairan parenteral juga digunakan untuk menjamin
tersedianya akses intravena bila terjadi keadaan darurat, misalnya pada korban
kecelakaan atau bencana alam.

II. Terapi Cairan Pada Pembedahan


a. Cairan Pemeliharaan/ Rumatan

6
Terapi cairan rumatan ditujukan pada sejumlah air, elektrolit (natrium, kalium,
dan klorida) serta glukosa pada pasien yang tidak bisa memasukkan cairan lewat oral
seperti pada orang puasa menunggu operasi, atau pada orang yang mengalami gangguan
kesadaran atau gangguan pada saluran cerna. Kebutuhan cairan dan elektrolit serta
glukosa ini berfungsi untuk mengganti kehilangan air tubuh lewat urin, feses, paru dan
keringat. Cairan rumatan tidak dimasukkan untuk mengganti kehilangan cairan tidak
normal seperti diare, muntah atau bilas intestinal. Jumlah kehilangan air tubuh ini
berbeda sesuai dengan umur, yaitu :
Dewasa 1,5 – 2 ml/kgBB/jam
Anak-anak 2 – 4 ml/kgBB/jam
Bayi 4 – 6 ml/kgBB/jam
Orok (neonatus) 3ml/kgBB/jam
Catatan khusus:
1. Bayi dan anak kecil membutuhkan cairan lebih banyak dibandingkan
dengan anak yang besar karena perubahan dan pertukaran cairan lebih
cepat dibanding anak yang lebig besar.
2. Kehilangan cairan normal pada bayi dan anak kecil lebih banyak.
3. Bayi kecil mempunyai fungsi ginjal yang belum sempurna sehingga proses
sekresi dan reabsorbsi belum sempurna.
Mengingat cairan yang hilang dengan cara ini sedikit sekali mengandung elektrolit,
maka sebagai cairan pengganti adalah yang hipotonoik, dengan perhatian khusus untuk
natrium.
Cairan Kristaloid untuk pemeliharaan misalnya dextrose 5 % dalam NaCl 0,45%
(D5NaCL0,45). Untuk mengganti cairan ini dapat juga digunakan cairan non elektrolit
misalnya dextrosa 5 % dalam air (D5W).

b. Cairan pengganti.

7
Tujuannya adalah untuk menggantikan kehilangan air tubuh yang disebabkan
oleh sekuestrasi atau proses patologi yang lain (misalnya fistula, efusi pleura,
asites,drainase lambung dsb).
Sebagai cairan pengganti untuk tujuan ini digunakan cairan isotonis, dengan
perhatian khusus untuk konsentrasi natrium, misalnya dextrose 5% dalam ringer laktat
(D5RL),NaCl 0,9%. D5 NaCl.

c. Cairan untuk tujuan khusus


Yang dimaksud adalah cairan kristaloid yang digunakan khusus, misalnya
natrium bikarbonat 7,5% Nacl 3 % dll.

d. Cairan Elektrolit (Kristaloid)


Cairan elektrolit atau kristaloid adalah larutan air dengan elektrolit dan atau
dextrosa, tidak mengandung molekul besar. Kristaloid dalam waktu singkat sebagian
besar akan keluar dari intravaskular, sehingga volume yang diberikan harus lebih
banyak (2,5-4 kali) dari volume darah yang hilang. Kristaloid mempunyai waktu paruh
intravaskuler 20-30 menit. Ekspansi cairan dari ruang intravaskuler ke interstitial
berlangsung selama 30-60 menit sesudah infus dan akan keluar dalam 24-48 jam
sebagai urine. Secara umum kristaloid digunakan untuk meningkatkan volume ekstrasel
dengan atau tanpa peningkatan volume intrasel.

e. Cairan Non Elektrolit


Contoh dextrose 5%, 10% digunakan untuk memenuhi kebutuhan air dan kalori
dapat juga digunakan sebagai cairan pemeliharaan.

f. Cairan Koloid
Koloid mengandung molekul-molekul besar, berfungsi seperti albumin dalam
plasma, tinggal dalam intravaskuler cukup lama (waktu paroh koloid intravaskuler 3-6
jam ) , sehingga volume yang diberikan sama dengan volume darah yang hilang.

8
Disebut juga sebagai plasma expander karena memiliki kemampuan besar
dalam mempertahankan volume intra-vaskuler.
Contoh cairan ini antara lain : Dekstran,Haemacel,albumin, Plasma darah.Cairan
koloid ini digunakan untuk mengganti kehilangan cairan intra-vaskuler.

III. Penatalaksanaan Terapi Cairan Pada Pembedahan


A. Pra bedah :
Dapat ditemukan gangguan air dan elektrolit karena pemasukan yang kurang,
muntah, pengisapan isi lambung, adanya fistula enterokutan, adanya penumpukan cairan
pada “ third space “ ( ruang ekstrasel yang tidak berfungsi ) misalnya pada peritonitis,
obstruksi ileus. Defisit cairan ekstrasel yang terjadi dapat diduga dengan berat
ringannya dehidrasi yang terjadi.
Pada dehidrasi ringan dengan gejala berupa timbulnya rasa haus, mukosa kering
dan tidak terganggunya kardiovaskuler, defisit cairan ekstrasel sesuai dengan 4% dari
berat badan.
Dehidrasi sedang, dengan tanda-tanda klinis lebih jelas disertai dengan
gangguan kardiovaskuler ringan (takikardia,hipotensi) defisit 6%. Pada dehidrasi berat,
disertai gangguan kardiovaskuler berat, defisit 8%. Keadaan dehidrasi berat ini dapat
ditemukan pada kelainan fistula yeyunum atau duodenum, atau pada obstruksi ileus
yang dapat menyebabkan kehilangan air tubuh sampai 6-10 L. Pada keadaan ini kecuali
syok, terdapat hemokonsentrasi / peninggian nilai hematokrit. Kekurangan cairan
ekstrasel dapat dihitung dengan cara :
Vol darah normal vol darah N x Ht. N
Defisit = (7-8 % BB ) Ht. penderita
Kekurangan ini dapat diganti dengan plasma atau cairan koloid lain, dengan
cairan kristaloid ( Ringer ) dengan jumlah 2,5 x perhitungan defisit. Syok harus segera
diatasi, 1L pertama diberikan dalam waktu 20 menit , dan separoh dari perhitungan
diberikan dalam 1 jam pertama. Dilakukan observasi terus menerus, sampai dicapai
keadaan kardiovaskuler yang optimal yang memulai induksi.

9
Pada bayi dan anak kecil kriteria dehidrasi adalah sebagai berikut :
Ringan : kehilangan cairan 5 % dari BB dengan tanda-tanda rasa haus, oliguria,
kulit dan mukosa kering, ubun-ubun dan mata mulai cekung.
Sedang : hilang 10% BB tanda-tanda oliguria berat, turgor dan elastisitas kulit
turun, ubun-ubun dan mata cekung, hipotensi, takikardia.
Berat : hilang 15 % BB penderita tampak sakit berat dan syok.
Untuk mengatasi keadaaan ini digunakan cairan elektrolit ( NaCl 0,9%, Ringer
Laktat), Kalau perlu diberikan cairan koloid. Cara pemberian 1 (satu) jam pertama 40
ml/kgBB, selanjutnya kecepatan pemberian diturunkan sesuai dengan keadaan
kardiovaskuler, dan defisit diatas dalam waktu 4-6 jam.Kecuali penilaian terhadap
keadaan umum dan kardiovaskuler, tanda rehidrasi telah tercapai ialah dengan adanya
produksi urin 0,5-1 ml/kgBB/jam.
B. Selama Pembedahan.
Pada pemberian cairan selama pembedahan, harus diperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
1. Kekurangan cairan prabedah.
2. Kebutuhan untuk pemeliharaan.
3. Bertambahnya insensible loss karena suhu kamar bedah yang
dingin, hiperventilasi.
4. Terjadinya translokasi cairan pada daerah operasi kedalam
interstitial.
5. Terjadinya perdarahan.
Defisit cairan karena puasa ½ nya diberikan pada 1 (satu) jam pertama, ¼ nya
pada jam kedua, dan ¼ nya lagi pada jam ketiga.
Banyaknya air yang hilang karena translokasi selama pembedahan, tergantung
dari jenis operasinya.
Operasi dengan trauma minimal : (misalnya operasi plastik) kebutuhan
pemeliharaan ± 4 ml/kgBB/jam.
Operasi dengan trauma sedang : (misalnya operasi ekstremitas, appendiktomi
tanpa peritonitis,dll) kebutuhan pemeliharaan ± 6 ml/kgBB/jam.

10
Operasi / trauma besar : (misalnya reseksi usus, radikal mastektomia,dll)
kebutuhan pemeliharaan ± 8 ml/kgBB/jam.
Cairan yang diberikan ringer laktat dalam dextrose 5%, ringer laktat.
Pada bayi dan anak :
operasi kecil :kebutuhan pemeliharaan ± 2ml/kgBB/jam.
operasi sedang : kebutuhan pemeliharaan ± 4 ml/kgBB/jam.
operasi besar : kebutuhan pemeliharaan ± 6 ml/kgBB/jam.
Cairan yang diberikan ringer laktat dalam dextrosa 5 %, 0,25 NaCl dalam
dextrosa 5 %.
Pada prinsipnya kecepatan pemberian cairan selama pembedahan adalah dapat
menjamin tekanan darah stabil tanpa menggunakan obat vasokonstriktor, dengan
produksi urin mencapai 0,5 -1 ml/kgBB/jam.
Perdarahan : bila kurang dari 10 % dari jumah darah cukup diganti dengan
cairan kristaloid saja, tapi bila lebih dari 10 % dipertimbangkan untuk diganti dengan
darah atau cairan koloid.(1 cc darah yang hilang ≈ 3-4 cc kristaloid, ≈ 1cc koloid, ≈ 1cc
darah).
C. Pasca Bedah.
Pengaruh hormonal yang masih menetap beberapa hari pasca bedah dan
mempengaruhi keseimbangan air dan elektrolit tubuh harus diperhatikan dalam
menentukan terapi cairan tersebut. Bila penderita sudah dapat / boleh minum,
secepatnya diberikan peroral. Apabila penderita tidak dapat / boleh peroral, maka
pemberian secara parenteral diteruskan. Air diberikan sesuai dengan pengeluaran yang
ada (urin + insensible loss).
Masuknya kembali cairan dari interstitial ke dalam cairan ekstrasel yang
berfungsi, terjadi secara bertahap 5-6 hari dan pada penderita tanpa gangguan fungsi
jantung atau ginjal, hal ini tidak mempengaruhi keseimbangan air dan elektrolit.
Pemberian natrium pada hari pertama pasca bedah dalam jumlah yang lebih
rendah dari pemeliharaan cukup beralasan karena walaupun pengaruh hormonal
menyebabkan terjadinya retensi natrium, tetapi retensi air lebih banyak terjadi. Pasca

11
bedah lebih sering dijumpai keadaan hiponatremia yang akan kembali normal dengan
hanya membatasi pemberian (intake) cairan saja.
Kalium sebaiknya diberikan pada hari kedua pasca bedah.
Glukosa diberikan 100 gram/hari.
Cairan yang diberikan pada orang dewasa :
Hari I : dextrosa 5-10% dalam 0,18% NaCl
Hari II : dextrosa 5-10% dalam 0,18 % NaCl + K+ 1 mEq/kgBB/hari
Pada bayi dan anak-anak kebutuhan pemeliharaan biasanya ditambah karena
bertambahnya insensible loss yang dapat mencapai 3-4 ml/kgBB/jam. Cairan yang
diberiakan adalah dextrosa 5 % + ringer laktat dalam dextrosa 5% dengan perbandingan
4 : 1 atau 3 : 2 tergantung banyak atau sedikitnya insensible loss tadi.
Kiranya perlu diingat akan bahaya-bahaya dari terapi cairan itu sendiri antara
lain kontaminasi mikroorganisme, iritasi pembuluh darah, meningkatnya beban jantung
karena overhidrasi dan sesak nafas karena oedem paru akibat overhidarasi. Bahaya-
bahaya tersebut dapat saja mengancam jiwa penderita.

IV. Komplikasi Pemberian Cairan


Sistemik
1. Kelebihan cairan tubuh
2. Kekurangan cairan tubuh
3. Kelainan elektrolit :
a. Hiper/hiponatremia
b. Hiper/hipokalemia
c. Ketidakseimbangan asam basa
4. Kelainan gula darah
5. Emboli Udara.
6. Kebocoran cairan pada tubuh/jaringan
Lokal
1. Flebitis
2. Infeksi

12
BAB III
KESIMPULAN

Terapi cairan digunakan untuk mengganti kekurangan air dan elektrolit, untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi, mengatasi syok dan mengatasi kelainan yang ditimbulkan
karena terapi yang diberikan.
Pemberian nutrisi pariental merupakan pilihan yang mahal sehingga indikasinya
harus tepat. Kalau sudah ditentukan indikasinya maka segera dimulai pemberiannya
untuk mencegah memburuknya keadaan, sebab yang paling terkena pada keadaan
kekurangan nutrisi dalah mukosa membran hepar, epitel tubulus ginjal, dan sistem
saluran pencernaan, juga penyembuhan luka menjadi lama

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonym, Terapi cairan dan nutrisi, seminar Ikatan Ahli Bedah Indonesia. Hal :1-
3, 14-15. PT Otsuka Indonesia, Yogyakarta,2003.
2. dr. Soenarjo, Dasar-dasar terapi cairan,. Pertemuan ilmiah regional Ikatan Ahli
Bedah Indonesia Wilayah Jateng dan DIY, Hal 1-2,10-11.Semarang 1995.
3. Dr. dr. I. Riwanto, Dasar-dasar terapi cairan. Pertemuan ilmiah regional Ikatan
Ahli Bedah Indonesia Wilayah Jateng dan DIY, Hal : 35-36. Semarang 1995.
4. Adji Suntoro, Terapi cairan perioperatif, dalam Anesthesiologi, FKUI. Hal 87-89,
Jakarata, 1989.
5. Anonym, Masa Pulih, Buku ajar Ilmu Bedah, Editor R.Sjamsuhidajat, Wim de
jong, Edisi Revisi EGC. Hal : 373-374, Jakarta, 1996.
6. M.Juffrie, Terapi cairan dan elektrolit, seminar IDI cabang kota Magelang
kerjasama PT. Otsuka Indonesia. Hal : 1-4, Magelang 2003.

14

You might also like