You are on page 1of 90

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menyadari akan arti pentingnya peran serta masyarakat dalam pembangunan

kesehatan, maka Departemen Kesehatan menetapkan visi : “Masyarakat yang

Mandiri untuk Hidup Sehat”. Yaitu suatu kondisi di mana masyarakat Indonesia

menyadari, mau, dan mampu mengenali, mencegah, dan mengatasi permasalahan

kesehatan yang dihadapi, sehingga dapat bebas dari gangguan kesehatan akibat

bencana, maupun lingkungan yang tidak mendukung untuk hidup sehat.

Dalam mewujudkan visi tersebut, maka misi Departemen Kesehatan adalah :

“Membuat Rakyat Sehat”. Dalam hal ini, Departemen Kesehatan harus mampu

sebagai penggerak dan fasilitator pembangunan kesehatan yang dilaksanakan oleh

pemerintah bersama masyarakat termasuk swasta, untuk membuat rakyat sehat,

baik fisik, sosial, maupun mental/ jiwanya (Depkes, 2006).

Menurut Mustari Gani (2007), berbagai masalah kesehatan yang timbul

dewasa ini, sebenarnya tidak perlu terjadi apabila masyarakat berperan secara

aktif sesuai dengan perannya masing-masing, mulai dari kesadaran memelihara

kesehatan pribadi, keluarga, lingkungan, perencanaan program kesehatan hingga


pengawasan atas kebijakan atau pelaksanaan program-program kesehatan yang

dilakukan oleh pemerintah ataupun pihak lain yang ditunjuk oleh pemerintah.

Tak dapat disangkal, bahwa pemerintah telah berupaya maksimal untuk

meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia sebagai asset dalam

pembangunan nasional, mulai dari penyusunan program sampai pada penyediaan

anggaran. Namun, lagi-lagi sebaik apapun program dan sebesar apapun anggaran

bila tidak diikuti dengan sikap proaktif dan kesadaran masyarakat maka program

tersebut hanya akan menjadi sebuah fatamorgana.

Secara bertahap para anggota WHO menyadari bahwa pengadaan rumah

sakit mewah dan peralatannya yang serba canggih serta penyelenggaraan

pendidikan kedokteran dan kesehatan yang mahal bukanlah cara yang paling baik

untuk mempertinggi derajat kesehatan masyarakat. Kini telah banyak negara yang

melakukan upaya secara besar-besaran guna mencapai pembangunan kesehatan

yang rasional dan seimbang. Akibatnya negara-negara tersebut memberikan

perhatian kepada bidang kesehatan masyarakat sama seperti perhatian yang

diberikannya kepada individu.

Tahun 1960 gagasan tentang pemberian pelayanan kesehatan dasar ini

muncul. Dan pada mulanya hal itu cukup menjanjikan keberhasilan, namun

karena beberapa proyek percontohan itu tidak disesuaikan dengan kondisi

setempat, juga tidak mengikutkan peran serta masyarakat, tidak melibatkan


dukungan masyarakat dan sumber daya lokal, akhirnya proyek-proyek yang

terdahulu itu berakhir dengan kegagalan dan kekecewaan.

Dunia Internasional mengetahui bahwa kesehatan masyarakat China telah

meningkat pesat sebagai akibat dari pendekatan yang kini disebut sebagai

“Pelayanan Kesehatan Utama”. Salah satu unsur dari pendekatan tersebut adalah

pemakaian kader kesehatan masyarakat guna memberikan pelayanan kesehatan di

tempat-tempat dimana penduduk bertempat tinggal dan bekerja, membantu

masyarakat dalam mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhannya di bidang

kesehatan, membantu masyarakat dalam memecahkan permasalahan mereka

sendiri di bidang kesehatan (WHO, 1995).

Perilaku kesehatan tidak terlepas dari pada kebudayaan masyarakat. Dalam

upaya untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat harus pula diperhatikan

keadaan sosial budaya masyarakat. Sehingga untuk mengikut sertakan masyarakat

dalam upaya pembangunan, khususnya dalam bidang kesehatan, tidak akan

membawa hasil yang baik bila prosesnya melalui pendekatan yang edukatif yaitu,

berusaha menimbulkan kesadaran untuk dapat memecahkan permasalahan dengan

memperhitungkan sosial budaya setempat.

Dengan terbentuknya kader kesehatan, pelayanan kesehatan yang selama ini

dikerjakan oleh petugas kesehatan saja dapat dibantu oleh masyarakat. Dengan

demikian masyarakat bukan hanya merupakan objek pembangunan, tetapi juga


merupakan mitra pembangunan itu sendiri. Selanjutnya dengan adanya kader,

maka pesan-pesan yang disampaikan dapat diterima dengan sempurna berkat

adanya kader, jelaslah bahwa pembangunan kader adalah perwujudan

pembangunan dalam bidang kesehatan (httplibrary.usu.ac.iddownloadfkmfkm-

zulkifli 1.pdf).

Angka kejadian diare disebagian besar wilayah Indonesia hingga saat ini

masih tinggi. Kasubdit Diare dan Kecacingan Depkes, I Wayan Widaya

mengatakan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 angka

kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita 75 per 100 ribu

balita. Selama tahun 2006 sebanyak 41 kabupaten di 16 provinsi melaporkan

KLB diare di wilayahnya. Jumlah kasus diare yang dilaporkan sebanyak 10.980

dan 277 diantaranya menyebabkan kematian. Hal tersebut, utamanya disebabkan

rendahnya ketersediaan air bersih, sanitasi buruk dan perilaku hidup tidak sehat.

Laporan 119 Dinkes Kab/ Kota tahun 2004 air bersih yang memenuhi syarat

kesehatan 57,00 persen dan persentase keluarga yang menggunakan jamban yang

memenuhi syarat kesehatan 67,12 persen. Menurut Wayan, pihaknya

memfokuskan strategi penanganan penatalaksanaan diare pada tingkat runah

tangga, sarana kesehatan dan KLB diare (httpwww.depkes.go.idindex.phpoption

=news&task=viewarticle&sid=2475&Itimed=2).

Penyakit diare di Kalimantan Selatan masuk dalam golongan penyakit

terbesar yang angka kejadiannya relative cukup tinggi. Keadaan ini didukung oleh
faktor lingkungan, yaitu penggunaan air untuk keperluan sehari-hari yang tidak

memenuhi syarat, sarana jamban keluarga yang kurang memenuhi syarat, serta

kondisi sanitasi perumahan yang tidak higienis.

Penyakit diare juga merupakan salah satu penyebab utama kematian pada

anak balita. Angka kejadian penyakit diare sejak tahun 1997 cenderung

mengalami penurunan, dari 17 per 1.000 penduduk menurun menjadi 6.9 per

1.000 penduduk tahun 2005 pada tahun 2006 meningkat menjadi 19.5 per 1.000

penduduk (Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan, 2006).

Penyakit diare merupakan penyakit terbanyak di Kabupaten Banjar jumlah

kasus 9089, Kecamatan Kertak Hanyar di Puskesmas Kertak Hanyar merupakan

kecamatan dan Puskesmas tertinggi jumlah kasus diare mencapai 1036 kasus.

Angka kejadian diare selama tahun 2007 di wilayah kerja Puskesmas Kertak

Hanyar sebanyak 90 kasus dengan incidence rate 16,4% dan kasus diare tertinggi

ditemukan di Desa Benua Hanyar sebanyak 16 kasus diare berdasarkan laporan

tahunan Puskesmas Kertak Hanyar tahun 2007.

Untuk mendukung ke empat upaya atau strategi utama Depkes yaitu :

Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat, meningkatkan

akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, meningkatkan

sistem surveilans, monitoring dan informasi kesehatan, meningkatkan

pembiayaan kesehatan. Tidaklah cukup dengan hanya bergantung pada tenaga


kesehatan. Usaha peningkatan kesehatan masyarakat juga memerlukan bantuan

kader kesehatan yang kompeten yang ada di masyarakat. Memahami pentingnya

kesehatan, dibutuhkan kerjasama lintas sektor agar bangsa Indonesia menjadi

bangsa yang besar, berkualitas tinggi, dan siap bersaing dengan bangsa-bangsa

lain yang sudah lebih maju (Depkes, 2006).

Berdasarkan laporan tahunan Puskesmas Kertak Hanyar tahun 2007 terdapat

18 Posyandu dengan tingkat perkembangan Posyandu, yaitu Posyandu Pratama

sebanyak 3 buah (16,7%), Posyandu Madya 4 buah (22,2%), Purnama 10

(55,5%), dan Mandiri sebanyak 1 buah (5,5%). Jumlah kader sebanyak 78 orang

dan keseluruhannya berjenis kelamin wanita. Hal ini menunjukkan bahwa

kemampuan kader dalam melaksanakan kegiatan Posyandu masih sangat rendah

karena kemandirian kader kesehatan dalam program penanggulangan diare masih

kurang. Frekuensi penyuluhan masih kurang bahkan hingga saat ini di wilayah

kerja Puskesmas Kertak Hanyar belum optimal kerja kader yang mampu

memberikan penyuluhan dalam penanggulangan diare.

B. Rumusan Masalah

Rendahnya peranan kader kesehatan dalam penanggulangan diare dapat

dilihat dari masih tingginya angka incidence rate kasus diare di wilayah kerja

Puskesmas Kertak Hanyar yaitu sebesar 16,4% pada tahun 2007. Melihat
pentingnya peran kader kesehatan dalam menggerakkan dan memberdayakan

masyarakat untuk hidup sehat, maka peneliti membuat rumusan sebagai berikut :

a. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi peran kader kesehatan dalam

penanggulangan diare di wilayah kerja Puskesmas Kertak Hanyar

Kabupaten Banjar tahun 2008 ?

b. Bagaimanakah peran kader kesehatan dalam penanggulangan diare di

wilayah kerja Puskesmas Kertak Hanyar tahun 2008 ?

C. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kader Posyandu dalam

perannya untuk menanggulangi penyakit diare di wilayah kerja Puskesmas

Kertak Hanyar Kabupaten banjar tahun 2008.

b. Tujuan Khusus

1. Untuk mendiskripsikan tingkat pengetahuan kader dalam penanggulangan

diare di wilayah kerja Puskesmas Kertak Hanyar tahun 2008.

2. Untuk mendiskripsikan sikap kader dalam penanggulangan diare di

wilayah kerja Puskesmas Kertak Hanyar tahun 2008.


3. Untuk mendiskripsikan tingkat motivasi kader dalam penanggulangan

diare di wilayah kerja Puskesmas Kertak Hanyar tahun 2008.

4. Untuk mendiskripsikan tingkat motivasi kader dalam penanggulangan

diare di wilayah kerja Puskesmas Kertak Hanyar tahun 2008.

5. Untuk mendiskripsikan peran kader dalam penanggulangan diare di

wilayah kerja Puskesmas Kertak Hanyar tahun 2008.

6. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan peran kader dalam

penanggulangan diare di wilayah kerja Puskesmas Kertak Hanyar tahun

2008.

7. Untuk mengetahui hubungan sikap dengan peran kader dalam

penanggulangan diare di wilayah kerja Puskesmas Kertak Hanyar tahun

2008.

8. Untuk mengetahui hubungan motivasi dengan peran kader dalam

penanggulangan diare di wilayah kerja Puskesmas Kertak Hanyar tahun

2008.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti
Meningkatkan wawasan keilmuan dan menerapkan teori-teori yang diperoleh

waktu kuliah terhadap masalah-masalah kesehatan masyarakat

2. Bagi Instansi Terkait

Sebagai bahan pertimbangan bagi para pengambil keputusan dalam

merencanakan dan melaksanakan program kesehatan.

3. Bagi Masyarakat

Sebagai informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi peran kader

kesehatan dalam menanggulangi penyakit diare.

E. Ruang Lingkup

1. Ruang Lingkup Keilmuan

Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup ilmu kesehatan masyarakat dan

merupakan bagian dari ilmu Pendidikan dan Perilaku Kesehatan/

Pemberdayaan Kesehatan.

2. Ruang Lingkup Tempat


Penelitian dilakukan di Puskesmas Kertak Hanyar Kecamatan Kertak Hanyar

Kabupaten Banjar.

3. Ruang Lingkup Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan dalam waktu 4 bulan dimulai pada minggu

kedua bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Oktober tahun 2008.

4. Ruang Lingkup Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada tingkat pengetahuan, sikap,

dan motivasi dengan peran kader kesehatan dalam menanggulangi penyakit

diare di wilayah kerja Puskesmas Kertak Hanyar tahun 2008.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Kader Kesehatan

1. Pengertian Kader Kesehatan

Direktorat Bina Peran serta Masyarakat Depkes RI memberikan batasan,

kader kesehatan adalah warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau

oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela.

L. A. Gunawan memberikan batasan tentang kader kesehatan :”kader

kesehatan dinamakan juga promoter kesehatan desa (prokes) adalah tenaga

sukarela yang dipilih oleh dari masyarakat dan bertugas mengembangkan

masyarakat’. (httplibrary.usu.ac.iddownloadfkmfkm-zulkifli1.pdf).
Para kader kesehatan itu seyogyanya memiliki latar belakang

pendidikan yang cukup sehingga memungkinkan mereka untuk membaca,

menulis dan menghitung secara sederhana.

Menurut Santoso Karo-Karo (httplibrary.usu.ac.iddownloadfkmfkm-

zulkifli1.pdf), kader yang dinamis dengan pendidikan rata-rata tingkat desa

ternyata mampu melaksanakan beberapa hal sederhana, akan tetapi berguna

bagi masyarakat sekelompoknya meliputi :

a. Pengobatan ringan/ sederhana, pemberian obat cacing, pengobatan

terhadap diare dan pemberian larutan gula garam, obat-obatan sederhana

dan lain-lain.

b. Penimbangan dan penyuluhan gizi.

c. Pemberantasan penyakit menular, pencarian kasus, pelaporan

vaksinasi, pemberian distribusi obat/ alat kontrasepsi KB penyuluhan

dalam upaya menanamkan NKKBS.

d. Penyediaan dan distribusi obat/ alat kontrasepsi KB penyuluhan dalam

upaya menanamkan NKKBS.

e. Penyuluhan kesehatan dan bimbingan upaya keberhasilan lingkungan

jamban keluarga dan sarana air bersih sederhana.

f. Penyelenggaraan dana sehat dan pos kesehatan desa dan lain-lain.


2. Tugas Kegiatan Kader

Tugas kegiatan kader akan ditentukan, mengingat bahwa pada umumnya

kader bukanlah tenaga profesional melainkan hanya membantu dalam

pelayanan kesehatan. Dalam hal ini perlu adanya pembatasan tugas yang

diemban, baik menyangkut jumlah maupun jenis pelayanan.

Kegiatan pokok yang perlu diketahui oleh dokter, kader dan semua

pihak dalam rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan baik yang menyangkut

di dalam maupun di luar Posyandu antara lain :

a. Kegiatan yang dapat dilakukan kader di Posyandu adalah :

- Melaksanakan pendaftaran.

- Melaksanakan penimbangan bayi dan balita.

- Melaksanakan pencatatan hasil penimbangan.

- Memberikan penyuluhan.

- Memberi dan membantu pelayanan.

- Merujuk.

b. Kegiatan yang dapat dilakukan kader di luar Posyandu KB-kesehatan

adalah :
1. Bersifat yang menunjang pelayanan KB, KIA, Imunisasi, Gizi dan

penanggulangan diare.

2. Mengajak ibu-ibu untuk datang pada hari kegiatan Posyandu.

3. Kegiatan yang menunjang upaya kesehatan lainnya yang sesuai

dengan permasalahan yang ada :

- Pemberantasan penyakit menular.

- Penyehatan rumah.

- Pembersihan sarang nyamuk.

- Pembuangan sampah.

- Penyediaan sarana air bersih.

- Menyediakan sarana jamban keluarga.

- Pembuatan sarana pembuangan air limbah.

- Pemberian pertolongan pertama pada penyakit.

- P3K.

- Dana sehat.

- Kegiatan pengembangan lainnya yang berkaitan dengan

kesehatan.
c. Peranan kader di luar Posyandu KB-kesehatan

- Merencanakan kegiatan, antara lain : menyiapkan dan melaksanakan

survei mawas diri, membahas hasil survei, menyajikan dalam MMD,

menentukan masalah dna kebutuhan kesehatan masyarakat desa,

menentukan kegiatan penanggulangan masalah kesehatan bersama

masyarakat, membahas pembagian tugas menurut jadwal kerja.

- Melakukan komunikasi, informasi dan motivasi wawancara muka

(kunjungan), alat peraga dan percontohan.

- Menggerakkan masyarakat : mendorong masyarakat untuk gotong

royong, memberikan informasi dan mengadakan kesepakatan kegiatan

apa yang akan dilaksanakan dan lain-lain.

- Memberikan pelayanan yaitu :

a. Membagi obat.

b. Membantu mengumpulkan bahan pemeriksaan.

c. Mengawasi pendatang di desanya dan melapor.

d. Memberikan pertolongan pemantauan penyakit.


e. Memberikan pertolongan pada kecelakaan dan lainnya.

- Melakukan pencatatan yaitu :

a. KB atau jumlah Pus, jumlah peserta aktif.

b. KIA : jumlah ibu hamil, vitamin A yang dibagikan dan sebagainya.

c. Imunisasi : jumlah imunisasi TT bagi ibu hamil dan jumlah bayi

atau balita yang diimunisasikan.

d. Gizi : jumlah bayi yang ada, mempunyai KMS, balita yang

ditimbang dan yang naik timbangan.

e. Diare : jumlah oralit yang dibagikan, penderita yang ditemukan

dan dirujuk.

- Melakukan pembinaan mengenai lama program keterpaduan KB-

kesehatan dan upayanya kesehatan lainnya.

- Keluarga pembinaan untuk masing-masing untuk berjumlah 10-20 KK

atau diserahkan dengan kader setempat hal ini dilakukan dengan

memberikan informasi tentang upaya kesehatan dilaksanakan.

- Melakukan kunjungan rumah kepada masyarakat terutama keluarga

binaan.

- Melakukan pertemuan kelompok.


3. Persyaratan Menjadi Kader

Bahwa pembangunan dibidang kesehatan dapat dipengaruhi dari

keaktifan masyarakat dan pemuka-pemukanya termasuk kader, maka

pemilihan calon kader yang akan dilatih perlu mendapat perhatian.

Secara disadari bahwa memilih kader yang merupakan pilihan

masyarakat dan mendapat dukungan dari kepala desa setempat kadang-kadang

tidak gampang. Namun bagaimanapun proses pemilihan kader ini hendaknya

melalui musyawarah dengan masyarakat, sudah barang tentu para pamong

desa harus juga mendukung. Di bawah ini salah satu persyaratan umum yang

dapat dipertimbangkan untuk pemilihan calon kader.

- Dapat baca, tulis dengan bahasa Indonesia.

- Secara fisik dapat melaksanakan tugas-tugas sebagai kader.

- Mempunyai penghasilan sendiri dan tinggal tetap di desa yang

bersangkutan.

- Aktif salam kegiatan-kegiatan sosial maupun pembangunan desanya.

- Dikenal masyarakat dan dapat bekerjasama dengan masyarakat calon

kader lainnya dan berwibawa.

- Sanggup membina paling sedikit 10 KK untuk meningkatkan keadaan

kesehatan lingkungan.
- Diutamakan telah mengikuti KPD atau mempunyai keterampilan.

Dr. Ida Bagus, mempunyai pendapat lain mengenai persyaratan bagi

seorang kader antara lain :

- Berasal dari masyarakat setempat.

- Tinggal di desa tersebut.

- Tidak sering meninggalkan tempat untuk waktu yang lama.

- Diterima oleh masyarakat setempat.

- Masih cukup waktu bekerja untuk masyarakat disamping mencari

nafkah lain.

- Sebaiknya yang bisa baca tulis.

Dari persyaratan-persyaratan yang diutamakan oleh beberapa ahli di atas

dapatlah disimpulkan bahwa kriteria pemilihan kader kesehatan antara lain,

sanggup bekerja secara sukarela, mendapat kepercayaan dari masyarakat serta

mempunyai kredibilitas yang baik dimana perilakunya menjadi panutan

masyarakat, memiliki jiwa pengabdian yang tinggi, mempunyai penghasilan

tetap, pandai baca tulis, sanggup membina masyarakat sekitarnya.

Kader kesehatan mempunyai peran yang besar dalam upayanya

meningkatkan kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk mencapai


derajat kesehatan yang optimal. Selain itu peran kader ikut membina

masyarakat dalam bidang kesehatan dengan melalui kegiatan yang dilakukan

maupun di Posyandu (httplibrary.usu.iddownloadfkmfkm-zulkifli1.pdf).

4. Kondisi Kerjanya

Kader kesehatan bertanggung jawab terhadap masyarakat setempat serta

pimpinan-pimpinan yang ditunjuk oleh pusat-pusat pelayanan kesehatan.

Diharapkan mereka dapat melaksanakan petunjuk yang diberikan oleh

pembimbing dalam jalinan kerja dari sebuah tim kesehatan.

Para kader kesehatan itu mungkin saja bekerja secara full-time atau part-

time (bekerja penuh atau hanya memberikan sebagian dari waktunya)

dibidang pelayanan kesehatan, mereka itu tidak dibayar dengan uang atau

bentuk lainnya oleh masyarakat setempat atau oleh Pusat Kesehatan

Masyarakat. Umumnya masyarakat setempat menyediakan sebuah rumah atau

sebuah kamar serta beberapa peralatan secukupnya yang dirasa sudah

memenuhi persyaratan untuk dilakukannya sebuah pelayanan kesehatan

(WHO, 1995).

5. Peranan Kader Desa


Kader desa adalah tenaga sukarela yang terdidik dan terlatih dalam

bidang tertentu, yang tumbuh ditengah-tengah masyarakat dan merasa

berkewajiban untuk melaksanakan, meningkatkan dan membina kesejahteraan

masyarakat dengan rasa ikhlas tanpa pamrih dan didasari panggilan untuk

melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan.

Kader desa merupakan perwujudan dari usaha-usaha secara sadar dan

terencana untuk menumbuhkan prakarsa dan partisipasi masyarakat kepada

kader diberikan keterampilan-keterampilan tertentu, agar tujuan-tujuan

pembentukan kader untuk menumbuhkan prakarsa dan partisipasi dapat

tercapai.

Seberapa jauh yang dapat kita sumbangkan untuk mengoptimalkan

potensi kader desa?

a. Jangan terlalu dekat membuat pembatasan-pembatasan.

b. Pembinaan kader desa harus dilakukan secara positif dan

berkesinambungan.

c. Menumbuhkan dan mengembangkan sistem yang dapat menunjang

peran kader desa.

Keuntungan yang diperoleh masyarakat dengan adanya kader adalah :


a. Meningkatkan kualitas kemampuan hingga menumbuhkan pemimpin

dan kepemimpinan baru dalam masyarakat.

b. Masyarakat dapat memanfaatkan kegiatan atau fasilitas yang

disediakan oleh program dengan optimal.

c. Keterlibatan masyarakat dalam program menjadi lebih besar sehingga

ikut berperan aktif dalam menyusun tujuan-tujuan yang ingin dicapai.

Keuntungan yang diperoleh lembaga yang mensponsori program dengan

adanya kader adalah :

a. Dapat dikerjakan oleh kader dan karena sifatnya sukarela dapat

menekan biaya.

b. Daya jangkau program menjadi lebih luas karena keterbatasan personil

sudah diatasi dengan adanya kader.

c. Cara pelaksanaan kegiatan dapat disesuaikan dengan kondisi setempat.

(Istiarti Tinuk, dkk, 2003 : 40).

B. Diare

1. Diare Akut

a. Batasan
Departemen Kesehatan RI (2005) mendefinisikan Diare Akut adalah

buang air besar lembek/ cair bahkan berupa air saja yang frekuensinya

lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari) dan

berlangsung kurang dari 14 hari.

b. Etiologi dan Epidempologi

1) Etio;ogi

Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 16

golongan besar, tetapi yang sering ditemukan dilapangan ataupun

klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Ada

beberapa hal yang menyebabkan diare adalah :

a. Infeksi, dibagi 3 penyebab yaitu :

• Bakteri : Shigella, Salmonelia, E. Coli, Golongan Vebrio,

Barcilus Cereus, Clostridium Perfricens, Staphilococ

Usaurfus, Camfylo Bacter, Aeromonas.

• Virus : Rotavirus, Norwalk + Like Agent, Adenovirus.

• Parasit :
- Cacing perut : Ascaris, Trichuris, Strongy Loides,

Blastissiyis Huminis.

- Protozoa : Entamuba, Histollytica, Giarda Lamblia,

Balantidium Coli, Crpto Sparidium.

- Bacilus Cereus, Clostridium Perfricens.

b. Malabsorpsi.

c. Alergi.

d. Keracunan :

• Keracunan bahan kimia.

• Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi

- Jasad renik (Algae)

- Ikan, buah-buahan, sayur-sayuran.

e. Imunisasi Defisiensi

f. Sebab-sebab lain.

2) Epidempologi
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral

antara lain melalui makanan/ minuman tercemar tinja dan atau kontak

langsung dengan tinja penderita.

Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman

enteric dan meningkatkan resiko terjadinya diare. Menurut

Departemen Kesehatan RI (2005) perilaku tersebut antara lain :

a. Tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4-6 bulan

pada pertama kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI resiko

untuk menderita diare lebih besar dari pada bayi yang diberi ASI

penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih

besar.

b. Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan

pencemaran oleh kuman, karena botol sudah dibersihkan.

c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan

disimpan dalam beberapa jam pada suhu kamar. Makanan akan

tercemar dan kuman akan berkembang biak.

d. Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah

tercemar dari sumbernya atau pada saat disimpan di rumah.

Pencemaran di rumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanan


tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh air pada

saat mengambil air dari tempat penyimpanan.

e. Tidak mencuci tangan sesudah membuang air besar dan

sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi

anak.

f. Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar.

Sering beranggapan bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya, padahal

sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar.

Sementara itu tinja binatang dapat menyebabkan infeksi pada

manusia.

3) Faktor Pejamu yang Meningkatkan Kerentanan Terhadap Diare

Menurut Departemen Kesehatan RI (2005), beberapa faktor pada

pejamu dapat meningkatkan insiden, beberapa penyakit dari lamanya

diare. Faktor-faktor tersebut adalah :

a. Tidak memberikan ASI sampai 2 tahun. ASI mengandung

antibody yang dapat melindungi kita terhadap berbagai kuman

penyebab diare seperti : Shigelle dan V. Cholera.


b. Kurang gizi. Beratnya penyakit, lama dan resiko kematian

karena diare meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan

gizi. Terutama pada penderita gizi buruk.

c. Campak. Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat

pada anak-anak yang sedang menderita campak dalam 4 minggu

terakhir. Hal ini sebagai akibat dari penurunan kekebalan tubuh

penderita.

d. Imunodefisiensi/ Imunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya

berlangsung sementara, misalnya sesudah infeksi virus (seperti

campak) atau mungkin yang berlangsung lama seperti pada

penderita AIDS (Autoimune Deficiensy Syndrome). Pada anak

imunosupresi berat, diare dapat terjadi karena kuman yang tidak

pathogen dan mungkin juga berlangsung lama.

e. Secara proporsional, diare lebih banyak terjadi pada golongan

balita (55%).

4) Faktor Lingkungan dan Perilaku

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis

lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan

pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan

perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena


tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan manusia yang tidak

sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat

menimbulkan kejadian penyakit diare.

2. Diare Bermasalah

a. Disentri berat menurut Departemen Kesehatan RI (2005)

1) Batasan

Sindrom disentri terdiri dari kumpulan gejala, diare dengan darah

dan lender dalam feses dan adanya tenesmus.

2) Etiologi dan Epidemologi

Diare berdarah dapat disebabkan oleh kelompok penyebab diare,

seperti infeksi virus, bakteri, parasit, intoleransi laktosa, alergi protein

susu sapi, tetapi sebagian besar disentri disebabkan oleh infeksi.

Penularannya secara fecal-oral, kontak dari orang ke orang atau kontak

orang dengan alat rumah tangga. Infeksi ini menyebar melalui

makanan dan air yang terkontaminasi dan biasanya terjadi pada daerah

dengan sanitasi dan hygiene perorangan yang buruk.

3) Gambaran Klinis
Diare pada disentri umumnya diawali diare cair, kemudian pada

hari kedua atau ketiga muncul darah, dengan maupun tanpa lender,

sakit perut yang diikuti munculnya tenesmus panas, hilangnya nafsu

makan dan badan terasa lamah. Pada saat tenesmus terjadi, pada

kebanyakan penderita akan mengalami penurunan volume diarenya

dan mungkin feses hanya berupa darah dan lender. Gejala infeksi

saluran nafas akut dapat menyertai disentri dapat menimbulkan

dehidrasi, dari yang ringan sampai dengan dehidrasi berat, walaupun

kejadiannya lebih jarang jika dibandingkan dengan diare cair akut,

komplikasi disentri dapat terjadi local disaluran cerna, maupun

sistemik.

b. Diare persisten menurut Departemen Kesehatan RI (2005)

1) Batasan

Diare persisten adalah diare akut yang berlanjut sampai 14 hari

atau lebih.

2) Etiologi dan Epidemologi

Sesuai dengan batasan bahwa diare persisten adalah diare akut

yang menetap, dengan sendirinya etiologi diare sama dengan diare

akut.
3) Faktor resiko berkelanjutannya diare akut menjadi diare persisten

adalah :

• Usia bayi kurang dari 4 bulan.

• Tidak mendapat ASI.

• Kurang Energi Protein (KEP).

• Diare akut dengan etiologi bakteri invasive.

• Tatalaksana diare akut yang tidak tepat :

- Pemakaian antibiotik yang tidak rasional.

- Pemuasan penderita.

c. Kurang Energi Protein (KEP) berat menurut Departemen Kesehatan RI

(2005)

1) Batasan

Diare yang terjadi dapat berupa diare akut maupun diare

persisten, yang dapat muncul sebagai disentri. Kurang Energi Protein

(KEP) yang dimaksud adalah KEP berat (marasmus atau

kwashiorkor), yang secara nyata mempengaruhi perjalanan penyakit

dan tatalaksana diare yang muncul.


Diare yang terjadi pada KEP cenderung lebih berat lebih lama

dan dengan angka kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan

diare pada anak dengan gizi baik. Walaupun pada dasarnya tatalaksana

diare pada KEP sama dengan pada anak dengan status gizi baik, tetapi

ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Perlu dipahami perubahan

morfologis dan fisiologis pada KEP pengaruhnya terhadap perjalanan

klinik diare penyesuaian yang perlu dilakukan pada tata laksananya.

2) Etiologi

Pada dasarnya spektrum etiologi diare pada KEP sama dengan

yang ditemukan pada diare yang terjadi pada anak dengan gizi baik.

Tetapi sehubungan dengan berkurangnya imunitas pada KEP berat,

memungkinkan munculnya diare akibat kuman yang fakultatif

pathogen menjadi lebih besar. Demikian pula peranan penyebab

“bukan infeksi” menjadi lebih besar.

d. Diare dengan penyakit penyerta menurut Departemen Kesehatan RI

(2005)

1) Pendahuluan

Anak yang menderita diare (diare akut atau diare persisten)

mungkin juga disertai dengan penyakit lain. Tata laksana penderita


tersebut selain berdasarkan acuan buku tata laksana diare juga

tergantung dari penyakit yang menyertai.

Penyakit yang sering terjadi bersama dengan diare :

• Infeksi saluran nafas (bronchopneumonia, bronkhilittis, dll).

• Saluran susunan saraf (meningitis, ensefalitis, dll).

• Infeksi saluran kemih.

• Kurang gizi (KEP berat, kurang vit. A, dll).

• Penyekit yang dapat disertai dengan diare tetapi lebih jarang

terjadi

- Penyakit jantung yang berat.

- Penyakit ginjal/ gagal ginjal.

3. Pencegahan Diare
Upaya Kegiatan Pencegahan Diare, hasil penelitian terakhir

menunjukkan, bahwa cara pencegahan yang benar dan efektif yang dapat

dilakukan menurut Departemen Kesehatan RI (2005) adalah :

• Memberikan ASI.

• Memperbaiki makanan pendamping ASI.

• Menggunakan air bersih yang cukup.

• Mencuci tangan dengan menggunakan sabun.

• Menggunakan jamban.

• Membuang tinja bayi dan anak kecil di jamban.

• Memberikan imunisasi campak.

C. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan lain

sebagainya) (Notoatmodjo S, 2005). Pengetahuan seseorang terhadap objek

mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya

dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, (Notoatmodjo S, 2005), yaitu :


a. Tahu (Know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada

sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

b. Memahami (Comprehension)

\memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak

sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat

menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan apabila orang telah memahami objek yang dimaksud dapat

menggunakan atau dapat mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut

pada situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/ atau

memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang

terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa

pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila

orang tersebut telah dapat membedakan, memisahkan, mengelompokkan,

membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.

e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau

meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen

pengetahuan yang dimiliki.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.

D. Sikap

Sikap adalah juga respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek

tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan

(senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya)

(Notoatmodjo S, 2005).

Campbell (1950) mendefinisikan sikap adalah : “An individual’s attitude is

syndrome of response consistency with regard to object.” Dikatakan bahwa sikap

itu suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek,

sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan

yang lain.

Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan, bahwa sikap

merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan

pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap bukan merupakan
tindakan (reaksi terbuka) atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi

perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup).

Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat

berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut :

a. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang atau objek mau menerima stimulus yang

diberikan (objek).

b. Menanggapi (Responding)

Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap

pertanyaan atau objek yang dihadapi.

c. Menghargai (Valuing)

Menghargai diartikan sebagai objek, atau seseorang memberikan nilai yang

positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti, membahasnya dengan orang

lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan oranglain

merespon.

d. Bertanggung jawab (Responsible)


Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa

yang telah diyakininya.

E. Motivasi

Secara umum mengacu pada adanya kekuatan dorongan yang menggerakkan

kita untuk berperilaku tertentu. Oleh karena itu, dalam mempelajari motivasi kita

akan berhubungan dengan hasrat, keinginan, dorongan dan tujuan. Di dalam

konsep motivasi kita juga akan mempelajari sekelompok fenomena yang

mempengaruhi sifat, kekuatan dan ketepatan dari tingkah laku manusia (Quinn,

1995).

Stooner (1992) mendefinisikan bahwa motivasi adalah suatu hal yang

menyebabkan dan yang mendukung tindakan atau perilaku seseorang.

a. Model-model motivasi kerja

Dilihat dari orientasi cara peningkatan motivasi kerja dalam organisasi

kerja, para ahli mengelompokkannya kedalam suatu model-model motivasi

kerja, yakni :

1) Model tradisional
Model ini menekankan bahwa untuk memotivasi bawahan agar mereka

mengingat kinerjanya, perlu pemberian insentif berupa materi pada

karyawan yang mempunyai prestasi tinggi atau kinerja baik.

2) Model hubungan manusia

Model ini menekankan bahwa untuk meningkatkan motivasi kerja

karyawan, perlu dilakukan perlakuan atau memperhatikan kebutuhan

sosial mereka, meyakinkan kepada setiap karyawan bahwa setiap

karyawan adalah penting dan berguna bagi organisasi.

3) Model sumber daya manusia

Model ini mengatakan bahwa banyak hal yang dapat dilakukan untuk

meningkatkan motivasi kerja karyawan. Disamping uang, barang, atau

kepuasan kerja, tetapi juga kebutuhan atau keberhasilan kerja (kesuksesan

kerja). Menurut model ini setiap manusia cenderung untuk mencapai

kepuasan prestasi yang dicapai, dan prestasi yang baik tersebut merupakan

tanggung jawabnya sebagai karyawan.

Memberikan reward atau penghargaan, dan punishment atau hukuman

oleh atasan kepada bawahan juga dapat dipandang sebagai upaya peningkatan

motivasi kerja. Dipandang dari segi ini, maka motivasi dapat dibedakan

menjadi dua, yakni : (Notoatmodjo, Soekidjo 2005)


1) Motivasi positif (Insentif positif)

Adalah pimpinan memberikan hadiah atau reward kepada bawahannya

yang berprestasi atau kinerjanya baik.

2) Motivasi negatif (Insentif negatif)

Adalah pemimpin memberikan hukuman (punishment) kepada bawahan

yang kurang berprestasi atau kinerjanya rendah. Dengan teguran-teguran

atau kalau perlu hukuman, akan mempunyai efek “takut” pada karyawan

akan pemecatan, atau penurunan pangkat, dan sebagainya.

F. Kerangka Konsep

Variabel Bebas (Independent) Variabel Terikat (Dependent)

a. Motivasi

Peran Kader Kesehatan dalam


b. Pengetahuan
Penanggulangan Diare

c. Sikap
G. Hipotesis

1. Hipotesis alternative (Ha/Hl) atau hipotesis penelitian ini adalah :

a. Ada hubungan yang bermakna antara motivasi dengan peran kader dalam

penanggulangan diare di wilayah kerja Puskesmas Kertak Hanyar

Kecamatan Kertak Hanyar Kabupaten Banjar tahun 2008.

b. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan peran

kader dalam penanggulangan diare di wilayah kerja Puskesmas Kertak

Hanyar Kecamatan Kertak Hanyar Kabupaten Banjar tahun 2008.

c. Ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan peran kader dalam

penanggulangan diare di wilayah kerja Puskesmas Kertak Hanyar

Kecamatan Kertak Hanyar Kabupaten Banjar tahun 2008.

2. Hipotesis nol (Ho) atau hipotesis statistik adalah :

a. Tidak ada hubungan motivasi dengan peranan kader dalam

penanggulangan diare di wilayah kerja Puskesmas Kertak Hanyar

Kecamatan Kertak Hanyar Kabupaten Banjar tahun 2008.


b. Tidak ada hubungan tingkat pengetahuan dengan peranan kader dalam

penanggulangan diare di wilayah kerja Puskesmas Kertak Hanyar

Kecamatan Kertak Hanyar Kabupaten Banjar tahun 2008.

c. Tidak ada hubungan sikap dengan peranan kader dalam penanggulangan

diare di wilayah kerja Puskesmas Kertak Hanyar Kecamatan Kertak

Hanyar Kabupaten Banjar tahun 2008.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian survey,

dengan jenis penelitian Deskriptif Observasi yaitu suatu metode penelitian yang

dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang

suatu keadaan secara objektif dan dengan suatu hasil perbuatan jiwa secara aktif

dan penuh perhatian untuk menyadari adanya rangsangan. Dengan menggunakan

pendekatan Cross Sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika

korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan,

observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat.


1. Waktu dan Lokasi Penelitian

a. Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan dalam waktu 4 bulan yaitu

pada tanggal 10 Juni – 10 Oktober 2008.

b. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di Puskesmas Kertak Hanyar Kecamatan

Kertak Hanyar Kabupaten Banjar.

2. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi adalah wilayah generelasi yang terdiri atas : objek/ subjek yang

mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono,

2006).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kader kesehatan yang

bertugas di wilayah kerja Puskesmas Kertak Hanyar Kabupaten Banjar,

yaitu sebanyak 78 kader.

b. Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiono, 2006).

Untuk menentukan besar sampel minimal dalam penelitian ini mengacu

kepada teori dari Stanlei Lameshow, 1977 sebagai berikut :

Z21-α/2P(1-P) N

n=
d2 (N-1) + Z2 1- α/2P (1-P)
ααα/2P(1-P) N

(Pramono Dibyo, 1997)

Keterangan :

n = Jumlah sampel yang diperlukan dalam penelitian.

Z = Standar deviasi normal, ditetapkan pada 1.96 sesuai dengan derajat

kepercayaan 95%.

α = Ketepatan yang diinginkan.


P = Asumsi Proporsi 0.5.

N = Jumlah Populasi.

d = Penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketepatan yang

diinginkan sebesar 0.05.

(Iwan Ariyawan, 1998 : 63).

Dengan demikian dapat dihitung jumlah sampel minimal yaitu :

1.962 x 0.5 (1-0.5) 65

n=
0.052 x (65-1)+ 1.962 x 0.5 (1-0.5)
ααα/2P(1-P) N

3.84 x 0.25 x 65

=
0.0025 x 64+ 3.84 x 0.25

62.4

=
0.16 + 0.96

62.4
=
1.12

= 56

Dari rumus tersebut, maka diperoleh jumlah sampel untuk di wilayah

kerja Puskesmas Kertak Hanyar sebanyak 56 kader. Dengan kriteria

inklusi :

1) Usia > 20 tahun.

2) Pendidikan lulus SMP.

B. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini ada 2 variabel yaitu :

1. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah faktor yang diduga sebagai faktor yang mempengaruhi

variabel terikat (Nursalam dan Pariani S, 2001 : 41). Dalam penelitian ini
variabel bebasnya adalah : Tingkat Pengetahuan, sikap, motivasi kader

terhadap penanggulangan diare.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas atau

independent variable (Nursalam dan Pariani S, 2001 : 42). Dalam penelitian

ini variabel terikatnya adalah : Peran kader kesehatan dalam penanggulangan

diare.

C. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian

No Variabel Definisi Instrumen Kategori Skala


Operasional Penelitian
1 Pengetahuan Kemampuan Kuesioner Baik = Nilai 8 Ordinal
responden untuk -14
mengetahui dan Kurang =
memahami tentang Nilai 0 - 7
hal-hal yang
berkaitan dengan
diare, meliputi
pengertian,
penyebab,
pencegahan.
2 Sikap Respon atau Kuesioner Mendukung = Ordinal
kesiapan intik Nilai 11 – 20
bertindak yang Tidak
biasa dilakukan mendukung =
berhubungan dalam Nilai 5 – 10
penanggulangan
diare. Meliputi :
memberikan
penyuluhan,
anjuran, teguran.
3 Motivasi Dorongan atau Kuesioner Tinggi = Ordinal
keinginan Nilai 9 – 16
responden Rendah =
bertindak atau Nilai 4 - 8
berperilaku dalam
menanggulangi
penyakit diare
meliputi :
pengertian kader,
pemberian insentif.
4 Peran Kader Kegiatan kader baik Observasi Baik = Nilai 29 – Ordinal
di dalam, maupun 56.
di luar Posyandu Kurang = Nilai
dalam 14 – 28.
menanggulangi
diare.
(Machfoedz Irham, 2008).

D. Instrumen Penelitian

Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa

kuesioner yang memuat beberapa pertanyaan yang mengacu pada kerangka

konsep. Pertanyaan terdiri dari A memuat karakteristik responden, bagian B

memuat pertanyaan mengenai tingkat pengetahuan peran kader dalam

menanggulangi penyakit diare berisi 14 pertanyaan. Bagian C memuat pertanyaan


mengenai tingkat sikap peran kader dalam menanggulangi penyakit diare berisi 8

pertanyaan. Bagian D memuat pertanyaan mengenai motivasi peran kader dalam

menanggulangi penyakit diare berisi 6 pertanyaan. Bagian E memuat daftar

pengamatan dengan jenis pengamatan skala penilaian (rating scale).

Kuesioner yang memuat pertanyaan mengenai tingkat pengetahuan, sikap,

dan motivasi terhadap peran kader dalam menanggulangi diare sebagai

persyaratan suatu alat ukur penelitian, maka akan diuji validitas yang memiliki

arti ketepatan dan kecermatan. Dan uji realibilitas artinya keajegan, maksudnya

berkali-kali untuk mengukur hasilnya ajeg atau paling sedikit berbeda amat

sedikit (Machfoedz Ircham, 2008 : 25).

Uji validitas dilakukan pada 30 responden karena merupakan batas jumlah

antara sedikit dan banyak, dengan pengertian bahwa data di atas 30, kurvanya

akan mendekati kurva normal adalah merupakan suatu fenomena universal

mengenai fenomena ciri atau sifat alami yang normal. Hasil uji coba dilakukan uji

korelasi antar skor item dengan skor total. Bila korelasinya rendah berarti

pertanyaan itu tidak bergayut dan harus didrop. Uji realibilitas yakni

menggunakan cara teknik test retest yaitu instrumen diujikan pada responden

yang sama, dalam selang waktu antara kira-kira 15-30 hari. Hasil pengukuran

pertama dikorelasikan dengan hasil pengukuran yang kedua menggunakan rumus

product moment. Bila signifikan berarti reliable, bila tidak signifikan tidak

reliable (Machfoedz Ircham, 2008 : 32).


E. Teknik Pengumpulan Data

Secara umum pengumpulan data dilakukan dengan cara kuesioner, observasi

dan dokumentasi. Cara pengumpulan data tersebut penggunaannya disesuaikan

dengan sumber data yaitu :

1. Data Primer

Data primer diperoleh dari wawancara yang menggunakan kuesioner yaitu

dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang tingkat motivasi,

pengetahuan, dan sikap, mengenai peran kader kesehatan dalam

menanggulangi diare.

2. Data Sekunder

Data sekunder meliputi data mengenai gambaran umum daerah penelitian.

Data tersebut diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan,

Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar dan Puskesmas Kertak Hanyar.

F. Jalannya Penelitian
1. Prosedur Penelitian

a. Dengan membawa surat pengantar untuk melakukan penelitian dari

institusi pendidikan yang ditujukan pada Dinas Kesehatan Kabupaten

Banjar untuk meminta izin melakukan penelitian pada Puskesmas Kertak

Hanyar, penulis meminta surat pengantar pada Dinas Kesehatan

Kabupaten Banjar yang kemudian dibawa dan ditunjukkan kepada Kepala

Puskesmas dan juga sebagai bahan untuk memperkuat legalitas peneliti

untuk meminta persetujuan responden agar bersedia diminta data tanpa

mengabaikan kerahasiaan dan martabat responden.

b. Sebelumnya peneliti melakukan uji coba kuesioner yaitu uji validitas dan

dilanjutkan uji realibilitas. Jumlah responden uji sebanyak 9 resp;onden

pada tingkat kemaknaan 5% didapat angka r table = 0.666, dengan

karakteristik yang hampir sama dengan subjek penelitian.

c. Melakukan analisis uji validitas dan realibilitas pada kuesioner yang telah

diuji cobakan. Masing-masing pertanyaan diuji dengan bantuan program

SPSS (Statistical Program For Social Science).

1) Pengetahuan kader kesehatan dalam penanggulangan diare berjumlah

14 item pertanyaan. Hasil uji coba diperoleh 7 pertanyaan yang gugur

(tidak valid) yaitu pertanyaan no 2, 4, 6, 7, 9, 11, 12.


2) Sikap kader kesehatan dalam penanggulangan diare berjumlah 8 item

pertanyaan. Hasil uji coba diperoleh 3 pertanyaan yang gugur (tidak

valid) yaitu pertanyaan no 3, 4, 6.

3) Motivasi kader kesehatan dalam penanggulangan diare berjumlah 6

item pertanyaan. Hasil uji coba diperoleh 2 pertanyaan yang gugur

(tidak valid) yaitu pertanyaan no 3, 5.

d. Survey dilakukan di Puskesmas Kertak Hanyar setiap hari kerja selama

penelitian terhadap peran kader dalam menanggulangi penyakit diare.

e. Melakukan wawancara dan observasi terhadap kader sesuai dengan

instrumen penelitian.

2. Waktu Pelaksanaan

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 3 bulan.

3. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan peneliti dibantu tenaga kesehatan di

Puskesmas Kertak Hanyar Kecamatan Kertak Hanyar Kabupaten Banjar.

G. Pengolahan Data dan Analisis Data

1. Pengolahan Data
a. Data tentang gambaran umum Puskesmas Kertak Hanyar diolah secara

deskriptif.

b. Untuk memperoleh data pengetahuan kader dalam menanggulangi

penyakit diare dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Diperoleh

dengan mengajukan 7 item pertanyaan dengan meminta responden

memilih salah satu dari pilihan jawaban seperti : jawaban benar diberi

score 2 dan jawaban salah diberi score 0.

Dari nilai jawaban responden diklasifikasikan dengan kriteria :

Nilai maksimal 7 x 2 = 14

Nilai minimal 7 x 0 = 0

Range = Nilai maksimal – Nilai minimal = 14 – 0 = 14

Panjang interval = 14 / 2 = 7 (Range/ ∑katagore).

Kategori :

Baik = Nilai 8 – 14

Kurang = Nilai 0 - 7

c. Untuk memperoleh data sikap kader dalam menanggulangi penyakit diare

dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Diperoleh dengan mengajukan

5 item pertanyaan dengan meminta responden memilih salah satu dari


pilihan jawaban seperti : A. Sangat setuju, B. Setuju, C. Tidak setuju, D.

Sangat tidak setuju. Dengan skor untuk pertanyaan no. 1, 5, 7, 8, adalah

SS=4, S=3, TS=2, STS=1. Sebaliknya jawaban atas pertanyaan no. 2, nilai

skornya diubah menjadi : SS=1, S=2, TS=3, STS=4.

Nilai maksimal 5 x 4 = 20.

Nilai minimal 20 : 2 = 10.

Kategori :

Mendukung = Nilai 11 – 20.

Tidak mendukung = Nilai 5 – 10.

d. Untuk memperoleh data motivasi kader dalam menanggulangi penyakit

diare dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Diperoleh dengan

mengajukan 4 item pertanyaan dengan meminta responden memilih salah

satu dari pilihan jawaban seperti : A. Sangat setuju, B. Setuju, C. Tidak

setuju, D. Sangat tidak setuju. Dengan skor untuk pertanyaan no. 1, 2,

adalah SS=4, S=3, TS=2, STS=1. Sebaliknya jawaban atas pertanyaan no.

3 dan 4, nilai skoranya diubah menjadi : SS=1, S=2, TS=3, STS=4.


Nilai maksimal 4 x 4 = 16.

Nilai minimal 16 : 2 = 8

Kategori :

Tinggi = Nilai 9 – 16.

Rendah = Nilai 4 – 8.

e. Untuk memperoleh data peran kader dalam menanggulangi penyakit diare

dilakukan dengan pengamatan (observasi). Dengan jenis pengamatan

skala penilaian (rating scale) skala ini berupa daftar yang berisikan

kegiatan kader baik di luar maupun di dalam Posyandu diberikan nilai

skornya : 1=kurang, 2=cukup, 3=baik, 4=baik sekali.

Nilai maksimal 14 x 4 = 56.

Nilai minimal 56 : 2 = 28

Kategori :

Baik = Nilai 29-56.

Kurang = Nilai 14-28.

2. Analisis Data

a. Analisa Univariat
Analisa satu variabel digunakan untuk memperoleh gambaran pada

masing-masing variabel tentang pengetahuan, sikap, motivasi, dan peran

kader kesehatan dalam menanggulangi diare dengan melihat jumlah,

presentase dan lain-lain.

b. Analisa Bivariat

Analisa data untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antar variabel

bebas (variabel X) dan variabel terikat (variabel Y) digunakan uji statistik

regresi linier, yaitu digunakan untuk menganalisa data dari dua variabel

kategori (skala data ordinal-ordinal).

Pengolahan data dengan menggunakan komputer software SPSS

(Statistical Program For Social Science) versi 15.

Untuk melihat hasil kemaknaan perhitungan statistik digunakan batas

kemaknaan 0.05, sehingga jika nilai p value < 0.05 maka hasil statistik

bermakna, jika p > 0.05 maka hasil hitungan statistik tidak bermakna.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Puskesmas Kertak Hanyar

a. Keadaan Geografis

Kecamatan Kertak Hanyar dengan wilayah kerja yang ketinggiannya

0-7 meter dari permukaan air laut, kecamatan Kertak Hanyar memiliki 11

desa dan 1 kelurahan, merupakan daerah persawahan yang berbatasan

dengan :

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Banjarmasin.

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Gambut.

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Aluh-Aluh.

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sungai Tabuk.

b. Geografis

1) Keadaan Demografi

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Kertak Hanyar

adalah 31.712 jiwa (BPS Kecamatan Kertak Hanyar tahun 2008) yang
terdiri dari 15.085 penduduk laki-laki dan 16.627 penduduk

perempuan, 7003 jumlah rumah tangga. Kepadatan penduduk 9

jiwa/km2. Luas wilayah terbesar Desa Manarap Baru 800 km2 dan luas

wilayah terkecil Desa Manarap Lama 100 km2. Jumlah rumah tangga

paling banyak Kertak Hanyar 1 dan paling sedikit Benua Hanyar.

Kepadatan penduduk tertinggi di Desa manarap Lama 47 jiwa/ km2

dan wilayah yang paling jarang di Desa Benua Hanyar 1 jiwa/km 2.

Jumlah penduduk yang terbanyak adalah Kertak Hanyar 1 yaitu 7661

penduduk dan paling sedikit di Desa Benua Hanyar 436 penduduk.

2) Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Kecamatan


Kertak Hanyar Tahun 2008

Jumlah Jumlah
No Nama Kelurahan/ Desa
Penduduk Lk Pr
1 Kertak Hanyar I 7661 3822 3839
2 Kertak Hanyar II 4624 2252 2372
3 Manarap Lama 4740 2364 2376
4 Manarap Tengah 2316 1148 1168
5 Manarap Baru 1863 957 906
6 Mandar Sari 2075 1090 985
7 Sungai Lakum 1891 970 921
8 Mekar Raya 769 371 398
9 Benua Hanyar 436 204 232
10 Pasar Kemis 1046 508 538
11 Simpang Empat 4291 1399 2892
Jumlah 31712 1508 16627
5
Sumber : Tabulasi Profil Desa Kecamatan Kertak Hanyar Tahun 2008
Distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin lebih banyak

perempuan 16627 dan laki-laki 15085 jiwa.

3) Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di


wilayah Puskesmas Kertak Hanyar

Pendidikan
No Desa
SD SLTP SLTA D1/2 DIII DIV
1 Kertak Hanyar I 213 181 224 6 12 39
2 Kertak Hanyar II 152 100 43 3 5 21
3 Manarap Lama 163 203 102 6 2 18
4 Manarap Tengah 141 93 38 3 4 7
5 Manarap Baru 88 40 14 0 0 7
6 Mandar Sari 198 63 112 0 0 9
7 Sungai Lakun 113 82 28 2 0 12
8 Mekar Raya 102 40 28 0 1 8
9 Benua Hanyar 43 21 8 0 0 3
10 Pasar Kemis 60 42 26 0 0 2
11 Simpang Empat 131 146 121 0 6 22
Jumlah 1404 1011 744 20 30 148
Sumber : Tabulasi Profil Desa Kecamatan Kertak Hanyar Tahun 2008

Berdasarkan tingkat pendidikan Kertak Hanyar sebagian besar

tamat SD (40,7%), selebihnya SLTP, SLTA, D-1, D-II, D-III, dan S-1.

4) Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian


Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di
wilayah kerja Puskesmas Kertak Hanyar

Mata Pencaharian
No Desa Pertanian Industri Perdaganga Jasa Angkutan
n
1 Kertak Hanyar I 427 4 98 105 26
2 Kertak Hanyar II 301 2 23 84 16
3 Manarap Lama 844 1 23 23 15
4 Manarap Tengah 613 - 18 13 12
5 Manarap Baru 523 1 16 12 6
6 Mandar Sari 396 - 18 13 12
7 Sungai Lakun 389 - 14 12 8
8 Mekar Raya 339 - 32 24 9
9 Benua Hanyar 218 - 9 6 4
10 Pasar Kemis 673 - 15 15 5
11 Simpang Empat 829 4 20 21 21
Jumlah 5938 12 286 328 134

Mata pencaharian penduduk sebagian besar pada sektor

pertanian 19% dan sektor jasa 1.3%, selebihnya bekerja pada sektor

industri, perdagangan, angkutan, dan pegawai negeri sipil (PNS).

5) Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama

Tabel 4.4 Distribusi Penduduk Menurut Agama di wilayah kerja


Puskesmas Kertak Hanyar

Pemeluk Agama
No Desa Islam Kristen Hindu Budha
P K
1 Kertak Hanyar I 7534 0 7 0 0
2 Kertak Hanyar II 3592 0 0 0 0
3 Manarap Lama 5065 12 40 3 3
4 Manarap Tengah 2376 0 0 0 0
5 Manarap Baru 1802 0 0 0 0
6 Mandar Sari 2016 0 0 0 0
7 Sungai Lakun 2109 0 0 0 0
8 Mekar Raya 786 0 0 0 0
9 Benua Hanyar 544 0 0 0 0
10 Pasar Kemis 961 0 0 0 0
11 Simpang Empat 2756 0 0 0 0
Jumlah 29539 12 47 3 3
% 97 0.03 0.14 0.009 0.009
Sumber : Tabulasi Profil Desa Kecamatan Kertak Hanyar Tahun 2008

Distribusi penduduk menurut agama di wilayah Kertak Hanyar

yang beragama selain Islam hanya 3% dengan proporsi Kristen

Protestan 0,03%, Kristen Katholik 0,14%, Hindu 0,009% dan Budha

0,009%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran.

6) Distribusi Penduduk Berdasarkan Rukun Tetangga

Distribusi penduduk berdasarkan rukun tetangga di wilayah kerja

Puskesmas Kertak Hanyar yang terbanyak di Desa Simpang 4 RT dan

paling sedikit di Desa Benua Hanyar 3 RT Mekar Raya 3 RT.

7) Tofografi dan iklim

Wilayah kerja Puskesmas Kertak Hanyar mempunyai tofografi

dan iklim panas dan hujan yang cukup tinggi. Dengan curah hujan

yang cukup tinggi banyak kasus-kasus diare pada musim tersebut.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tofografi dan iklim di bawah

ini :

• Jumlah curah hujan dalam setahun (2006) : 1761 mm.


• Jumlah hari hujan selama setahun (2006) : 104 hari.

• Temperatur terendah : 20.20 C.

• Temperatur tertinggi : 38.50 C.

8) Sarana dan Prasarana Desa

• Ukuran jalan : 4m.

• Jenis jalan : Aspal dengan sebagian masih

tanah dan batu.

• Sungai : Ada.

• Sumur : Ada, tapi tidak tiap desa.

• Listrik PLN : Ada.

• Telepon : Ada.

• Jembatan : Ada.

9) Sarana Pendidikan
Tabel 4.5 Distribusi Penduduk Menurut Sarana Pendidikan di
wilayah kerja Puskesmas Kertak Hanyar

No Jenis Sarana Pendidikan Jumlah


1 TK 3
2 SD/MI 28
3 SMTPN 3
4 SMAN 0
5 MIN 3
6 MTsN 1
7 MAN 0
8 AKADEMIK/ PT 0
Sumber : Tabulasi Profil Desa Kecamatan Kertak Hanyar Tahun 2008

Wilayah kerja Puskesmas Kertak Hanyar memiliki 24 sarana

pendidikan yaitu 8 SD Negeri, 6 SD Inpres, 2 SMAN, 2 Madrasah

Ibtidaiyah Negeri, 4 MIS, 2 Madrasah Aliyah Swasta. Sarana

pendidikan terbanyak di Desa Kertak Hanyar I. dan yang tidak ada

sarana pendidikannya di Desa Benua Hanyar.

10) Sarana Ibadah

Tabel 4.6 Sarana Ibadah Wilayah kerja Puskesmas Kertak Hanyar

Ibadah
No Desa
Masjid Langgar Gereja Vihara Pura
1 Kertak Hanyar I 1 9 0 0 0
2 Kertak Hanyar II 2 6 0 0 0
3 Manarap Lama 1 5 0 0 0
4 Manarap Tengah 1 4 0 0 0
5 Manarap Baru 1 5 0 0 0
6 Mandar Sari 0 3 0 0 0
7 Sungai Lakun 1 5 0 0 0
8 Mekar Raya 1 1 0 0 0
9 Benua Hanyar 0 2 0 0 0
10 Pasar Kemis 2 1 0 0 0
11 Simpang Empat 2 5 0 0 0
Jumlah 12 46 0 0 0
Tempat ibadah yangterdapat di Kecamatan Kertak Hanyar adalah

masjid dan langgar, pada umumnya masyarakat menggunakan sarana

ibadah ini dikarenakan mayoritas penduduknya beragama Islam. Desa

yang terbanyak memiliki tempat sarana ibadah dianatara 11 desa

adalah Desa Kertak hanyar I dengan jumlah masjidnya satu buah dan

langgar 9 buah.

2. Gambaran Khusus Puskesmas Kertak Hanyar

a. Sarana Pelayanan Kesehatan

Dalam melaksanakan kegiatannya Puskesmas Kertak Hanyar

memiliki prasarana/ sarana meliputi :

1) Satu buah Puskesmas Induk.

2) Pustu sebanyak 3 buah, yaitu Pustu Sungai lakun, Pustu

Manarap Tengah, dan Pustu Simpang Empat.

3) Sarana transportasi yang digunakan dalam menunjang

pelayanan di Puskesmas Kertak Hanyar :

a) Kendaraan roda dua 3 buah rusak.

b) Kendaraan roda empat 1 buah rusak.


b. Kondisi Puskesmas Kertak Hanyar

Puskesmas Kertak Hanyar yang berada di Kecamatan Kertak

Hanyar dalam menjalankan tugas dan fungsinya mempunyai ketenagaan

sebagai berikut :

Tabel 4.7 Distribusi Jumlah Tenaga di Puskesmas Sei Rangas

No Jenis Tenaga Jumlah


1 Dokter Umum 2 orang
2 Dokter Gigi 3 orang
3 SKM 2 orang
4 Tenaga Keperawatan 2 orang
5 Bidang Puskesmas 6 orang
6 Tenaga Sanitarian/ SPPH 3 orang
7 Asisten Apoteker 3 orang
8 Tenaga Perawat Gigi 2 orang
9 Tenaga Gizi 1 orang
10 Tenaga Laboratorium 1 orang
11 Pekarya Kesehatan 4 orang
12 Bidan Desa 12 orang
13 Cleaning Service 1 orang
14 Loket 1 orang

Adapun Puskesmas Kertak Hanyar mempunyai visi yaitu

Kecamatan Kertak Hanyar sehat 2010. Untuk mencapai visi tersebut, ada

beberapa misi yang diemban oleh Puskesmas yaitu :

1. Pembantu yang berwawasan sehat.


2. Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan.

3. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bermutu dan

mandiri.

Selain misi tersebut, Puskesmas juga mempunyai motto “TTM”

yaitu terpercaya, teruji, dam memuaskan. Hal ini dijalankan dengan baik

oleh Puskesmas Kertak Hanyar dan dibuktikan dengan pernghargaan bagi

pelayanan prima Puskesmas tahun 2006 oleh Menteri kesehatan

Pendayagunaan Aparatur Negara.

c. Upaya Kesehatan Wajib

Upaya kesehatan wajib yang terdiri dari 6 (enam) program

kesehatan dasar (Basic Six) telah dilaksanakan Puskesmas Kertak Hanyar

yaitu :

1. Upaya Promosi Kesehatan (Promkes/PKM-PSN).

2. Upaya Kesehatan Lingkungan (Kesling).

3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana

(KIA-KB).

4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat.


5. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menuular

(P3M) dan

6. Upaya Pengobatan yang juga meliputi upaya laboratorium

medis sederhana.

d. Upaya Kesehatan Pengembangan

Upaya kesehatan pengembangan yang dilaksanakan di Puskesmas

Kertak Hanyar pada tahun 2006 terdiri dari beberapa kegiatan yaitu :

1. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut.

2. Upaya Kesehatan Sekolah (UKS) dan Upaya Kesehatan Gigi

Sekolah Dasar (UKGSD).

3. Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas).

4. Upaya Kesehatan Mata dan Jiwa, serta

5. Upaya Kesehatan Usia Lanjut (Usila).

3. Karakteristik Responden
Dari keseluruhan tenaga kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas

Kertak Hanyar, responden dalam penelitian ini adalah kader kesehatan yang

berada di wilayah kerja Puskesmas Kertak Hanyar sebanyak 56 responden.

Tabel 4.8 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan di Wilayah


Kerja Puseksmas Kertak Hanyar Kecamatan Kertak Hanyar Tahun
2008

No Pendidikan Jumlah Prosentasi (%)


1 Belum lulus SMP 11 19.6
2 Lulus SMP 45 80.4
Total 56 100
Sumber : Data primer hasil penelitian tahun 2008

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua kader kesehatan yang

ada di wilayah kerja Puskesmas Kertak Hanyar memiliki latar belakang

pendidikan yang berbeda-beda yaitu yang belum lulus SMP sebanyak 11

responden (19.6%) dan yang sudah lulus SMP sebanyak 45 responden

(80.4%).

Tabel 4.9 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah


Kerja Puskesmas Kertak Hanyar Kecamatan Kertak Hanyar Tahun
2008

No Jenis Kelamin Jumlah Prosentasi (%)


1 Laki-laki 0 0
2 Perempuan 56 100
Total 56 100
Sumber : Data primer hasil penelitian tahun 2008
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kader kesehatan di wilayah

Puskesmas Kertak Hanyar adalah seluruhnya berjenis kelamin perempuan

sebanyak 56 (100%).

Tabel 4.10 Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Rumah di Wilayah


Kerja Puskesmas Kertak Hanyar Kecamatan Kertak Hanyar Tahun
2008

No Jarak Rumah Jumlah Prosentasi (%)


1 < 100 meter 35 62.5
2 > 100 meter 21 37.5
Total 56 100
Sumber : Data primer hasil penelitian tahun 2008

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kader kesehatan yang berada

pada jarak rumah dengan Posyandu kurang dari 100 meter sebanyak 35

(62.5%) responden dan lebih dari 100 meter sebanyak 21 responden (37.5%).

Tabel 4.11 Karakteristik Responden Berdasarkan Penghasilan di Wilayah


Kerja Puskesmas Kertak Hanyar Kecamatan Kertak Hanyar Tahun
2008

No Penghasilan Jumlah Prosentasi (%)


1 < Rp. 100.000,- 40 71.4
2 > Rp. 100.000,- 16 28.6
Total 56 100
Sumber : Data primer hasil penelitian tahun 2008

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kader kesehatan yang

berpenghasilan kurang dari Rp. 100.000,- sebanyak 40 (71.4%) responden dan

lebih dari Rp. 100.000,- sebanyak 16 responden (28.6%).

Tabel 4.12 Karakteristik Responden Berdasarkan Insentif di Wilayah Kerja


Puskesmas Kertak Hanyar Kecamatan Kertak Hanyar Tahun 2008

No Penghasilan Jumlah Prosentasi (%)


1 < Rp. 100.000,- 56 100
2 > Rp. 100.000,- 0 0
Total 56 100
Sumber : Data primer hasil penelitian tahun 2008

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kader kesehatan yang

berpenghasilan kurang dari Rp. 100.000,- sebanyak 56 (100%) responden.

Tabel 4.13 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Kerja di Wilayah


Kerja Puskesmas Kertak Hanyar Kecamatan Kertak Hanyar Tahun
2008

No Lama Kerja Jumlah Prosentasi (%)


1 < 5 tahun 29 51.8
2 > 5 tahun 27 48.2
Total 56 100
Sumber : Data primer hasil penelitian tahun 2008

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kader kesehatan yang bekerja

< 5 tahun sebanyak 29 (51.8%) responden dan bekerja > 5 tahun sebanyak 27

responden (48.2%).

Tabel 4.14 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja


Puskesmas Kertak Hanyar Kecamatan Kertak Hanyar Tahun 2008

No Umur Jumlah Prosentasi (%)


1 < 20 tahun 1 1.8
2 > 20 tahun 55 98.2
Total 56 100
Sumber : Data primer hasil penelitian tahun 2008

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kader kesehatan yang berumur

< 20 tahun sebanyak 1 (1.8%) responden dan berumur > 20 tahun sebanyak 55

responden (98.2%).

Tabel 4.15 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan di


Wilayah Kerja Puskesmas Kertak Hanyar Kecamatan Kertak
Hanyar Tahun 2008

No Status Perkawinan Jumlah Prosentasi (%)


1 Kawin 51 91.1
2 Belum kawin 5 8.9
Total 56 100
Sumber : Data primer hasil penelitian tahun 2008
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kader kesehatan yang kawin

sebanyak 51 (91.1%) responden dan belum kawin sebanyak 5 responden

(8.9%).

4. Analisis Univariat

a. Pengetahuan

Dari rekapitulasi jawaban pengetahuan responden tentang

pengetahuan peran kader kesehatan dengan mengajukan kuesioner berisi 7

pertanyaan didapatkan hasil tabulasi data dengan kategori seperti tertera

pada tabel 4.11 menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan kader

kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Kertak Hanyar berada pada tingkat

kategori baik sebanyak 44 responden (78.6%) sedangkan yang memiliki

pengetahuan kurang hanya 12 responden (21.4%).

Tabel 4.16 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan Responden di


Wilayah Kerja Puskesmas Kertak Hanyar Kecamatan Kertak
Hanyar Tahun 2008

No Pengetahuan Jumlah Prosentasi (%)


1 Baik 44 78.6
2 Kurang 12 21.4
Total 56 100
Sumber : Data primer hasil penelitian tahun 2008

b. Sikap
Dari rekapitulasi jawaban sikap responden tentang sikap kader

kesehatan dengan mengajukan kuesioner berisi 5 pertanyaan didapatkan

hasil tabulasi data dengan kategori seperti tertera pada tabel 4.17

menunjukkan bahwa seluruh sikap kader kesehatan di wilayah kerja

Puskesmas Kertak Hanyar berada pada tingkat kategori baik sebanyak 56

responden (100%).

Tabel 4.17 Distribusi Frekuensi Kategori Sikap Responden di Wilayah


Kerja Puskesmas Kertak Hanyar Kecamatan Kertak Hanyar
Tahun 2008

No Sikap Jumlah Prosentasi (%)


1 Baik 56 100
2 Kurang 0 0
Total 56 100
Sumber : Data primer hasil penelitian tahun 2008

c. Motivasi

Dari rekapitulasi jawaban sikap responden tentang motivasi kader

kesehatan dengan mengajukan kuesioner berisi 4 pertanyaan didapatkan

hasil tabulasi data dengan kategori seperti tertera pada tabel 4.18

menunjukkan bahwa seluruh motivasi kader kesehatan di wilayah kerja

Puskesmas Kertak Hanyar berada pada tingkat kategori baik sebanyak 56

responden (100%).
Tabel 4.18 Distribusi Frekuensi Kategori Sikap Motivasi di Wilayah
Kerja Puskesmas Kertak Hanyar Kecamatan Kertak Hanyar
Tahun 2008

No Motivasi Jumlah Prosentasi (%)


1 Baik 56 100
2 Kurang 0 0
Total 56 100
Sumber : Data primer hasil penelitian tahun 2008

d. Peran Kader

Dari rekapitulasi jawaban peran kader responden tentang peran kader

kesehatan dengan mengajukan kuesioner berisi 14 pertanyaan didapatkan

hasil tabulasi data dengan kategori seperti tertera pada tabel 4.19

menunjukkan bahwa seluruh peran kader kesehatan di wilayah kerja

Puskesmas Kertak Hanyar berada pada tingkat kategori kurang sebanyak

56 responden (100%).

Tabel 4.19 Distribusi Frekuensi Kategori Peran Responden di Wilayah


Kerja Puskesmas Kertak Hanyar Kecamatan Kertak Hanyar
Tahun 2008

No Peran Jumlah Prosentasi (%)


1 Baik 0 0
2 Kurang 56 100
Total 56 100
Sumber : Data primer hasil penelitian tahun 2008

5. Analisis Bivariat

a. Hubungan pengetahuan dengan peran kader kesehatan dalam

menanggulangi penyakit diare.

Tabel 4.20 Tabulasi Silang Distribusi Frekuensi Hubungan Pengetahuan


Dengan Peran Kader Kesehatan Dalam Menanggulangi
Penyakit Diare

Variabel r R2 Persamaan Garis P Value


Pengetahuan 0,016 0,011 Peran Kader = 0,438
21.044 + 0,078* pgth

Hubungan pengetahuan dengan peran kader menunjukkan hubungan

yang lemah artinya tidak ada hubungan dengan nilai r = 0,016 dan berpola

positif artinya semakin baik pengetahuan maka semakin baik peran kader.

Nilai koefisien determinan 0,01 artinya, persamaan garis regresi yang

diperoleh dapat menerangkan 1 % variasi pengetahuannya. Hasil uji

statistik didapat tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan

dengan peran kader dengan p = 0,438 > 0,05.

b. Hubungan sikap dengan peran kader kesehatan dalam menanggulangi

penyakit diare.
Tabel 4.21 Tabulasi Silang Distribusi Frekuensi Hubungan Sikap Dengan
Peran Kader Kesehatan Dalam Menanggulangi Penyakit
Diare

Variabel r R2 Persamaan Garis P Value


Sikap 0,144 0,021 Peran Kader = 0,291
19.166 + 0,183* pgth

Hubungan sikap dengan peran kader menunjukkan hubungan yang

lemah artinya tidak ada hubungan dengan nilai r = 0,144 dan berpola

positif artinya semakin mendukung sikap kader maka semakin baik peran

kader. Nilai koefisien determinan 0,021 artinya, persamaan garis regresi

yang diperoleh dapat menerangkan 2 % variasi pengetahuannya. Hasil uji

statistik didapat tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan

peran kader dengan p = 0,291 > 0,05.

c. Hubungan motivasi dengan peran kader kesehatan dalam menanggulangi

penyakit diare.

Tabel 4.22 Tabulasi Silang Distribusi Frekuensi Hubungan Motivasi


Dengan Peran Kader Kesehatan Dalam Menanggulangi
Penyakit Diare

Variabel r R2 Persamaan Garis P Value


Motivasi 0,111 0,012 Peran Kader = 0,291
19.116 + 0,183* pgth
Hubungan motivasi dengan peran kader menunjukkan hubungan

yang lemah artinya tidak ada hubungan dengan nilai r = 0,111 dan berpola

positif artinya semakin motivasi kader maka semakin baik peran kader.

Nilai koefisien determinan 0,012 artinya persamaan garis regresi yang

diperoleh dapat menerangkan 2 % variasi motivasinya. Hasil uji statistik

didapat tidak ada hubungan yang signifikan antara motivasi dengan peran

kader dengan p = 0,291 > 0,05.

B. Pembahasan

1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan dapat terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui indera yaitu : indera penglihatan, pendengaran, penciuman dan rasa.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmdjo, 1993).
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 44 responden (78.6%) memiliki tingkat pengetahuan baik dan

sebanyak 12 responden (21.4%) memiliki tingkat pengetahuan kurang.

Pengetahuan dalam penelitian ini meliputi pengetahuan tentang penyakit

diare, pencegahan diare, tugas dan peran kader. Dari data tersebut dapat

dikatakan bahwa secara umum tingkat pengetahuan kader kesehatan dapat

dikatakan baik terbukti dari prosentasi responden yang berpengetahuan baik

lebih besar dari responden yang berpengetahuan rendah. Walaupun

pengetahuan kader kesehatan baik, tetapi tidak berarti peran kader

kesehatannya baik pula. Karena peran dari kader dipengaruhi pula oleh niat

dari pelakunya, program dari Puskesmas, fasilitas dan lain sebagainya

(Notoatmodjo, 2005).

Pengetahuan yang baik tersebut berarti secara umum kader kesehatan

sudah memiliki materi yang dapat mendukung suatu perilaku dalam

pelaksanaan penanggulangan diare. Sebelum seseorang mengadopsi perilaku

(berperilaku baru), ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku

tersebut bagi dirinya atau keluarganya orang akan melakukan perannya

sebagai kader apabila ia tahu apa tujuan dan manfaatnya bagi dirinya atau

masyarakat.

2. Sikap
Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan, bahwa sikap

merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan

pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap bukan merupakan

tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi

perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung

dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perlikau yang

tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi

terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan

reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Azwar S, 2000).

Sikap yang dimaksud adalah respon kader kesehatan terhadap

penanggulangan diare yang meliputi pemberian penyuluhan kepada

masyarakat, memberikan anjuran dan rujukan kepada masyarakat,

memberikan teguran yang benar.

Hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 56 responden (100%) memiliki sikap yang mendukung dan tidak

ada responden yang memiliki sikap yang tidak mendukung. Dari data tersebut

dapat dikatakan bahwa secara umum sikap kader kesehatan dapat dikatakan

mendukung terbukti dari prosentasi responden yang bersikap mendukung


lebih besar dari responden yang memiliki sikap yang tidak mendukung. Sikap

kader kesehatan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah

pengalaman, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa,

interaksi pada institusi kesehatan dan faktor emosi dalam diri individu. Tetapi

sikap yang mendukung belum tentu diikuti dengan peran yang baik. Karena

pada hakekatnya semua orang itu mempunyai kecenderungan untuk bersikap

positif atau baik, termasuk sikap terhadap peran kader kesehatan. Kader

kesehatan tahu bahwa pemberian penyuluhan kepada masyarakat,

memberikan teguran yang benar merupakan hal-hal positif yang sudah mereka

tahu berdasarkan pengalaman kerjanya. Sikap kader yang mendukung sejalan

sebagai indikator terbentuknya sikap.

3. Motivasi

Stooner (1992) mendefinisikan bahwa motivasi adalah suatu hal yang

menyebabkan dan mendukung tindakan atau perilaku seseorang.

Motivasi yang dimaksud adalah dorongan kader kesehatan terhadap

penanggulangan diare meliputi kader dapat bekerja secara sukarela dan

motivasi kerja jika ada pemeriksaan hasil kerja.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 56 responden (100%) memiliki motivasi yang tinggi dan tidak ada

responden yang memiliki motivasi yang rendah. Dari data tersebut dapat
dikatakan bahwa secara umum motivasi kader kesehatan dapat dikatakan

tinggi terbukti dari prosentasi responden yang memiliki motivasi tinggi lebih

besar dari responden yang memiliki motivasi yang rendah.

Motivasi kader kesehatan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya adalah dukungan dari masyarakat, dorongan untuk mendapatkan

agar diri pribadi disenangi masyarakat, dorongan dari Puskesmas, dan faktor

kebutuhan dalam diri individu. Tetapi motivasi yang baik belum tentu diikuti

dengan peran yang baik. Karena peran dari kader dipengaruhi pula oleh

keinginan dari pelakunya (Notoatmodjo, 2007).

4. Peran Kader

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa peran kader kesehatan dalam

menanggulangi penyakit diare dengan hasil kurang di wilayah kerja

Puskesmas Kertak Hanyar sebanyak 56 responden (100%) dan tidak ada

memiliki peran kader kesehatan yang baik dalam menanggulangi penyakit

diare. Pada kenyataannya para kader kesehatan dalam melaksanakan perannya

hanya terpusat di dalam ruangan saja sehingga banyak peran mereka yang

tidak dilaksanakan diluar Posyandu. Padahal peran kader kesehatan bukan

hanya terpusat di dalam ruangan saja. Hal ini dikarenakan karena tidak adanya

tugas/ program dari pemerintah dengan program pemberdayaan masyarakat

melalui kader untuk melaksanakan tugas kader dalam menanggulangi


penyakit diare, sehingga menyebabkan peran kader kesehatan kurang dalam

melaksanakan perannya dalam menanggulangi penyakit diare.

Hal ini sesuai dengan tulisan yang dikemukakan World Health

Organization (WHO) bahwa kiranya perlu ditekankan bahwa para kader

kesehatan itu tidaklah bekerja dalam suatu ruangan yang tertutup, namun

mereka itu bekerja dan berperan sebagai seorang pelaku dari sebuah sistem

kesehatan, karena itulah mereka harus dibina, dituntun serta didukung oleh

para pembimbing yang lebih terampil dan berpengalaman (World Health

Organization (WHO), 1987).

Para kader tidak menyadari bahwa peran yang dilaksanakan didalam

ruangan tersebut bukan jaminan untuk berhasilnya penanggulangan diare

walaupun itu juga diperlukan. Kegiatan luar ruangan, dalam hal preventif dan

promotif, sangat penting dalam menekan dan memberantas penyakit yang

sering muncul di masyarakat. Sayangnya, kegiatan luar ruangan kurang

berjalan maksimal karena mereka sebenarnya tidak ada komando atau

perintah dari Puskesmas atau instansi terkait sehingga mereka melaksanakan

tugas dengan apa adanya. Akibatnya, penyakit berbasis perilaku, seperti diare

masih ada. Tidak maksimalnya pelaksanaan tugas preventif dan promotif ini,

karena kurangnya sumber daya manusia, diantaranya kader yang mengerti

akan perannya sebagai penunjang terlaksananya primary health care, pilihan

termurah yang mampu mendongkrak kesehatan yang lebih baik.


Untuk dapat merubah peran tersebut kearah yang lebih baik diperlukan

faktor pendukung. Faktor pendukung tersebut adalah kepedulian dari instansi

pemerintah terkait, pengawasan dari pihak Puskesmas, biaya, fasilitas, waktu,

dan dukungan dari pihak lain. Oleh karena itu diperlukan penyadaran kader

kesehatan terhadap perannya secara keseluruhan.

5. Hubungan pengetahuan dengan peran kader kesehatan dalam

menanggulangi penyakit diare

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden, yaitu

sebanyak 44 responden (78.6%) memiliki tingkat pengetahuan baik dan

sebanyak 12 responden (21.4%).

Dari hasil uji statistik regresi linier didapatkan Ha ditolak dan Ho

diterima, nilai p = 0,438, maka p > 0,05 yang berarti tidak ada hubungan

tingkat pengetahuan dengan peran kader kesehatan. Hal ini berarti bahwa

tingkat pengetahuan responden tidak berpengaruh terhadap peran kader dalam

penanggulangan diare di wilayah kerja Puskesmas Kertak Hanyar Kabupaten

Banjar tahun 2008. Hasil penelitian ini berbeda dengan teori yaitu Bloom

yang dikutip oleh Notoatmodjo 2003, menyebutkan bahwa pengetahuan

seseorang mempunyai tingkatan-tingkatan sehingga semakin tinggi tingkat

pengetahuan seseorang maka semakin baik pula dalam melaksanakan suatu

prosedur yang dikerjakannya, sebaliknya semakin rendah tingkat pengetahuan


seseorang maka akan menyebabkan ketidakmampuan dalam melaksanakan

prosedur. Tidak adanya hubungan antara tingkat pengetahuan dengan peran

kader kesehatan kemungkinan disebabkan tingkat pendidikannya yang sudah

baik yaitu banyak yang sudah tamat sembilan tahun sehingga mendukung

pada pengetahuan yang baik.

6. Hubungan sikap dengan peran kader kesehatan dalam menanggulangi

penyakit diare.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebanyak 56 responden (100%)

memiliki sikap yang mendukung, dan tidak ada responden sikap tidak

mendukung.

Dari hasil uji statistik linier didapatkan Ha ditolak dan Ho diterima, nilai

p = 0,144, maka p > 0,05 yang berarti tidak ada hubungan sikap dengan peran

kader kesehatan. Hal ini berarti bahwa sikap responden tidak berpengaruh

terhadap peran kader dalam penanggulangan diare di wilayah kerja Puskesmas

Kertak Hanyar Kabupaten Banjar tahun 2008. Hasil penelitian ini berbeda

dengan teori yaitu sebagaimana menurut Newcomb yang dikutip oleh

Notoatmodjo 2003, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau

kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu,

sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan

predisposisi tindakan suatu perilaku. Jadi disini dapat dikatakan bahwa peran
seorang kader akan baik jika sikapnya mendukung karena sikap merupakan

predisposisi tindakan suatu perilaku. Akan tetapi dalam penelitian ini sikap

tidak berpengaruh terhadap peran kader, kemungkinan hal ini disebabkan

karena pada hakekatnya semua orang itu mempunyai kecenderungan untuk

bersikap positif atau baik, termasuk sikap terhadap peran kader kesehatan.

7. Hubungan motivasi dengan peran kader kesehatan dalam menanggulangi

penyakit diare

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebanyak 56 responden (100%)

memiliki motivasi yang tinggi, dan tidak ada responden memiliki motivasi

yang rendah.

Dari hasil uji statistik regresi linier didapatkan Ha ditolak dan Ho

diterima, nilai p = 0,111, maka p > 0,05 yang berarti tidak ada hubungan

motivasi dengan peran kader kesehatan. Hal ini berarti bahwa motivasi

responden tidak berpengaruh terhadap peran kader dalam penanggulangan

diare di wilayah kerja Puskesmas Kertak Hanyar Kabupaten Banjar tahun

2008. Hasil penelitian ini berbeda dengan teori yaitu sebagaimana menurut

Stooner (1981) yang dikutip oleh Notoatmodjo 2003, menyebutkan bahwa

kinerja seorang karyawan atau tenaga kerja dipengaruhi diantaranya oleh

motivasi. Menurut Hasibuan 2003 yang dikutip oleh Notoatmodjo 2003

motivasi mempunyai maksud :


a. Mendorong gairah dan semangat kerja pegawai atau karyawan.

b. Meningkatkan kepuasan kerja karyawan, yang akhirnya akan

meningkatkan kinerjanya.

c. Meningkatnya produktivitas karyawan.

d. Meningkatkan loyalitas dan integritas karyawan.

e. Meningkatkan kedisiplinan karyawan.

f. Meningkatkan absensi (kehadiran kerja) karyawan.

Berdasarkan maksud dari motivasi tersebut dan motivasi yang tinggi

pada kader seharusnya peran dari kader dapat berperan baik tapi pada

kenyataannya peran kader tersebut masih kurang. Tingginya motivasi kader

tersebut dimungkinkan karena kader banyak yang berada di pedesaan rasa

kekerabatannya dan solidaritasnya masih tinggi dimana menurut teori

kebutuhan menurut Maslow ada diantaranya yaitu kebutuhan sosialisasi atau

afiliasi dengan orang lain yang dapat diwujudkan melalui keikutsertaan

seseorang dalam suatu organisasi atau perkumpulan-perkumpulan tertentu.

Disini berarti masyarakat yang ikut sebagai kader kesehatan. Keikutsertaan

tersebut disebabkan karena manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial,

yang selalu ingin berkelompok atau bersosialisasi dengan orang lain.

Kebutuhan tersebut didasari karena pada prinsipnya agar dirinya itu dapat
diterima dan disayangi oleh orang lain. Karena pada kenyataan dilapangan

bahwa yang menjadi kader kebanyakan pekerjaannya sebagai ibu rumah

tangga sehingga dari pada tidak ada pekerjaan maka mereka

merealisasikannya ikut menjadi kader agar mereka dimasyarakat lebih dikenal

dan dihargai masyarakat. Kurangnya peran kader tersebut kemungkinan juga

bisa disebabkan insentif yang diberikan kepada kader masih kurang dari data

yang ada semua kader mendapat insentif kurang dari Rp. 100.000,-, insentif

merupakan stimulus yang menarik seseorang untuk melakukan sesuatu karena

dengan melakukan perilaku tersebut maka kader akan mendapat imbalan.

Imbalan yang menarik bagi kader tentu saja adalah imbalan yang

mendatangkan sesuatu yang menyenangkan. Dalam hal ini insentif merupakan

tujuan yang dicapai. Kaum behavioristik sangat menekankan pentingnya

insentif atau faktor inforcement/ penguat yang akan mendorong perilaku

seseorang. Kaum behavioristik melihat bahwa manusia adalah makhluk yang

pasif, oleh karena itu manusia harus dirangsang dari luar. Dengan demikian,

motivasi seseorang dapat dibentuk dengan memberikan insentif dari luar

(Notoatmodjo Soekidjo). Maka dengan demikian kemungkinan kurangnya

insentif yang diberikan kepada kader berakibat dorongan untuk melakukan

perannya menjadi kurang sehingga peran kader dalam menanggulangi

penyakit diare juga kurang. Menurut teori kebutuhan fisiolofi Maslow

kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan untuk mempertahankan hidup, oleh

sebab itu sangat pokok. Yakni sandang, pangan, dan papan. Apabila
kebutuhan ini secara relatif terpenuhi maka kebutuhan yang lain akan

menyusul untuk dipenuhi. Tingkat pendapatan kader kesehatan masih rendah

yaitu kurang dari Rp. 100.000,- sebanyak 40 responden (71.4%) dan lebih dari

Rp. 100.000,- sebanyak 16 responden (28.6%) dapat dilihat tingkat

penghasilan kader masih rendah sehingga disini wajar peran kader masih

kurang sesuai dengan teori kebutuhan fisiologi Maslow bahwa kader masih

memenuhi kebutuhan untuk mempertahankan hidup sehingga kebutuhan

untuk berperan sebagai kader belum menuntut untuk terpenuhi.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Tingkat pengetahuan kader kesehatan di Puskesmas Kertak Hanyar baik, dari

56 responden yang diteliti sebanyak 12 responden (21.4%) memiliki tingkat

pengetahuan rendah dan sebanyak 44 responden (78.6%) memiliki tingkat

pengetahuan baik.

2. Sikap kader kesehatan di Puskesmas Kertak Hanyar mendukung semua, dari

56 responden yang diteliti sebanyak 56 responden (100%) memiliki sikap

yang mendukung dan tidak ada sikap kader yang tidak mendukung.
3. Motivasi kader kesehatan di Puskesmas Kertak Hanyar tinggi semua, dari 56

responden yang diteliti sebanyak 56 responden (100%) memiliki motivasi

yang tinggi dan tidak ada motivasi kader yang tidak tinggi.

4. Peran kader kesehatan di Puskesmas Kertak Hanyar kurang semua, dari 56

responden yang diteliti sebanyak 56 responden (100%) memiliki peran yang

kurang dan tidak ada peran kader yang baik.

5. Hasil uji statistik regresi linier didapatkan Ha ditolah dan Ho diterima, dengan

p = 0,438, maka p > 0,05 yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan

antara pengetahuan dengan peran kader kesehatan dalam menanggulangi

penyakit diare di Puskesmas Kertak Hanyar.

6. Hasil uji statistik regresi linier didapatkan Ha ditolah dan Ho diterima, dengan

p = 0,144, maka p > 0,05 yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan

antara sikap dengan peran kader kesehatan dalam menanggulangi penyakit

diare di Puskesmas Kertak Hanyar.

7. Hasil uji statistik regresi linier didapatkan Ha ditolah dan Ho diterima, dengan

p = 0,111, maka p > 0,05 yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan

antara motivasi dengan peran kader kesehatan dalam menanggulangi penyakit

diare di Puskesmas Kertak Hanyar.


B. Saran

1. Bagi kader kesehatan yang memiliki peran kader masih kurang agar

meningkatkan perannya dengan aktif memberdayakan media informasi,

mengikuti seminar dan pelatihan yang berkaitan dengan peran kader

kesehatan.

2. Bagi instansi terkait/ Dinas Kesehatan agar dapat memberdayakan peran kader

kesehatan dalam upaya preventif dan promotif dalam penanggulangan

penyakit diare karena dilihat dari hasil penelitian pengetahuan, sikap dan

motivasi kader kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Kertak Hanyar

mendukung terhadap suatu perilaku untuk dapat menanggulangi penyakit

diare.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI, Hari Kesehatan Dunia : Menyoroti Kondisi SDM


Kesehatan http istana.ri.go.idindex.phpoption=com_content&
task=iew=798&I temid=698& limit=1&limitstar t=1.
Gani, Mustari, (2007), Pemberdayaan Masyarakat Dalam Meningkatkan Derajat
Kesehatan Di Era Otonomi Daerah untuk Mencapai Millenium Development
Goals Indonesia. Jurnal Pemberdayaan Masyarakat.

Machfoedz, Ircham (2008). Teknik Membuat Alat Ukur Penelitian Bidang


Kesehatan, Kedokteran, Keperawatan, dan Kebidanan. Penerbit Fitramaya.

Notoatmodjo, Soekidjo (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta.


Jakarta.

Pramono, Dibyo (1997). Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Universitas


Gajah Mada. Yogyakarta.

Sugiono (2006). Statistika Untuk Penelitian.

Tinuk Istiarti, dkk (2003). Pemberdayaan Masyarakat. Bagian Pendidikan


Kesehatan Dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro. Semarang.

WHO (1995). Kader Kesehatan Masyarakat. Cetakan II. Buku Kedokteran EGC.

Zulkifli. Posyandu dan Kader Kesehatan. httplibrary.usu.ac.iddownloadfkmfkm-


zulkifli1.pdf.
, (2005) Tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare.

, (2005). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. PT. Rineka Cipta.


Jakarta.

, (2006). Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan.

, (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. PT. Rineka Cipta.


Jakarta.

, Tata Laksana Penderita Diare


httpwww.depkes.go.iddownloadsDiare.pdf.

You might also like