You are on page 1of 10

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diskriminasigender akhirnya melahirkanKesetaraan danKeadilanGender
(KKG)yangmenjadi isu sangat penting dan menjadi komitmen bangsa-bangsa di
duniatermasukIndonesia sehingga seluruh negara menjaditerikat dan harus
melaksanakan komitmentersebut.
Salah satu u paya penghapusan diskriminasi gender m elalui Kesetaraan dan
Keadilan Gender (KKG),di Indonesia dituangkan dalam kebijakan nasional
sebagaimana ditetapkan dalamGaris-GarisBesarHaluanNegara (GBHN) 1999, UU
No. 25 th. 2000 tentang Program Pembangunan Nasional-PROPENAS 2000-2004,
dan dipertegas dalamInstruksiPresidenNo. 9 t ahun 2000 tentang Pengarusutamaan
Gender (PUG)dalam Pembangunan nasional,sebagai salah satu s trategi untuk
mewujudkan keadilan dan kesetaraangender.

Perbedaan gender adalah perbedaan simbolis atau sosialyang berpangkalpada perbedaan

seks tetapi tidak selalu identik dengannya. Jadi kelihatan di sinigender lebih mengarah kepada simbol-

simbolsosialyangdiberikan pada suatu
masyarakat tertentu. Sebagaicontoh kalau untukbayiperempuan yang b arulahir
diberikanperlengkapan dengan nuansa merah jambu sedangkanbayilaki-laki yang

lahir diberikan perlengkapan dengan nuansa warna biru muda. Perbedaan itu jugapada pola pengasuhan

dan pola permainan. Anak perempuan diberikan mainanboneka dan permainan yang berisiko

rendah,sedangkan anak laki-laki diberikanpermainan mobil-mobilan, tembak-tembakan dengan risiko

yang tinggi. Hali ni terusberlanjutsampai kepada pertumbuhan mereka sampai dewasa. Pada norma

yangberlaku sangat tegas sekali perbedaan peran antara perempuan dan laki-laki. Pada


satu sisiperbedaan itu memberikan kondisi yang merugikanpada diri kaum
perempuan akan tetapi halitu juga m erugikan kepada kaum laki-laki walaupun relatif sangat kecil.
Disamping itupengarusutamaangender juga merupakan salah satu dariempat

keycrosscutting issues dalamPropenas dalam upayapenghapusan diskriminasi


genjer. Pelaksanaan PUGdiisntruksikan kepada seluruh departemen maupun
lembaga pemerintah dan non departemen di pemerintah nasional, propinsi maupun di
kabupaten/kota, untuk melakukanpenyusunanprogram dalamperencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dengan mempertimbangkan permasalahan
kebutuhan, aspirasiperempuanpadapembangunan dalam kebijakan, p rogram/proyek
dan kegiatan.
Disadaribahwa keberhasilanpembangunan nasional diIndonesiabaik yang
dilaksanakan olehpemerintah, swasta maupun masyarakat sangat tergantung dari

peran serta laki-laki dan perempuan sebagai pelaku dan pemanfaathasilpembangunan.

Pada pelaksanaannya sampai saatini peran serta kaum perempuanbelum dioptimalkan. Oleh karena

itu program pemberdayaan perempuan telah
menjadi agendabangsa dan memerlukan dukungan semuapihak.

B.Tuj uan
Makalah ini dibuat dengantujuan dapat memahami secara jelastentang
diskriminasigender dan upayapenanganan dikriminasigender, sehingga diperoleh
pemahaman dan pengetahuan tentanghal tersebutkhususnya bagi kami selaku praktisi kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Penduduk wanita yangju mlahnya 49.9% (102.847.415)dari total(206.264.595)

penduduk Indonesia (Sensus Penduduk 2000)merupakan sumberdayapembangunan yang cukup besar.

Partisipasi aktif wanita dalam setiap prosespembangunan akan mempercepat

tercapainya tujuan pembangunan. Kurangberperannya kaum perempuan, akan memperlambat

proses pembangunan ataubahkan perempuan dapatmenjadi beban pembangunan itu s endiri.


Kenyataannya dalam beberapa aspek pembangunan, perempuan kurangdapat
berperan aktif. Hal ini disebabkan karena kondisi dan posisi yangkur ang

menguntungkan dibanding l aki-laki. Sepertipeluang dan kesempatan yang terbatasdalam mengakses dan

mengontrol sumberdayapembangunan, sistem upah yangmerugikan, t ingkat kesehatan danpendidikan

yang rendah, sehingga manfaat
pembangunan kurangditerima kaum perempuan.
Stratifikasi Gender
Secara umum status wanita bervariasi dari satu masyarakatkemasyarakat
lainya.Dalam banyak kebudayaan, wanita m erupakan subordinatdalam
uhbungannya denganpria. Di sisilain, hubungan antargenderl ebihbersifat egaliter.
Para ilmuwan sosialsecara umum setuju bahwa s tratifikasi gender h edir dalam
batasan tertentu dalam setiapmasyarakat, tapi hanya terdapatsedikit persetujuan
mengenaibagaimana mengukur statuspria danwanita karena stratifikasigender
melibatkanbanyak komponenberbeda yang bervariasi.
Kesulitan lain dalam mendefinisikan status wanita adalah karena status
merekatidakbersifat statis. P ada sejumlah masyarakat tertentu, status hubungan
antarapria danwanitaberfluktuasi seiring denganperubahan situasipolitik.
4
A.Eksploitasi Akibat Ideologi Gender

Dominasipria secara universal disebabkan oleh apa yang kita

sebut sebagaiideologigender, yang b isa kita deskripsikan sebagai sistempemikiran

danpenilaianyang melegitimasiperanangender, status, danperlakuan sehari-hari.
Dibanyakbelahan dunia, devaluasi nilaiwanitatelahberlangsung sejak awal.
Kelahiran seorang bayi laki-laki dipenuhi oleh k ebahagiaan dan sorak-sorai,namun
kelahiranbayiperempuan disambut oleh kesunyian. Dalambanyak masyarakat
patrilineal,anak laki-laki memiliki nilai yang begitu tinggi karena ia akan

memberikan kontribusi dalam keberlangsungangaris

silsilah.Meskipunterdapat jugasedikit masyarakat yang lebih mengutamakan anakperempuan, namun

yang lebihdominan adalah mengutamakan anaklaki-laki.

Dariperspektiflintasbudaya, jelasbahwa kekerasanterhadap w anitamencuat di seluruhbagian

dunia. H asil riset PBB menunjukkanbahwa kekerasanfisikterhadap perempuan olehpartner intim

mereka di seluruh duniabervariasi darimulaitingkat rendahpada level 17% diSelandiaBaru,

28% diAmerikaSerikat,sampai60% diSriLanka, E kuador, DanTanzania. K itatidakperlu melihat statistik


tambahan bahwa ideologi bias gender bisa mengakibatkan konsekuensi negatif,
bahkan berbahaya bagi pihak subordinat.

B. Identitas Gender
Identitas gender m erupakan perasaan seseorangmenjadi laki-laki atau
perempuan, dan mendeskripsikan perasaan seseorang akan sifatkelaki-lakiannya
atau kewanitaanya. Perangender merupakanbagian dari identitas seseorang.
Masyarakat mempunyaiperanpenting dalamperkembangan identitasgender. Begitu

bayi lahir langsungmemiliki identitas gender.Diberikan baju dan mainan tertentu.Selain itu r espon

orangdewasa terhadapanak laki-laki dan perempuan berbedatergantung pada cara dia di besarkan

dan gaya mengasuh anak. Ketika anak tumbuh,

ia menyatukan informasi dari masyarakat dan daripersepsitentang dirinya untukmembangun

identitasgender. P ada usiatigatahun, anaktahutentang dirinya sendiri,sebagai anakperempuan atau

anaklaki-laki.Mereka jugatahubahwatidak akandapat mengubah seks dengan

mengubahpenampilannya. J osselyn( 1969),


5
mengemukakanbahwa sumber utama identitas seksual yang menentukan konsep
seseorang akan dirinya dan orang l ain sebagaiwanita/priatergantung dari:
 Ciri biologis yangdi turunkan
 Konsepdan peran gender
C. Peran Gender
Peran gender m erupakan ekspresi publik tentangidentitas gender. Hampir
semua ahli sosial yakinbahwapengaruh sosial ( orang t ua, teman seusia dan media)
merupakan kekuatanperkembangan utama dalampembelajaran atauperangender.

Selain itu peran gander juga dapatdipelajari dari lingkungan individu berada,termasuk di sekolah dan di

rumah. Pembelajaran formal tentang informasi spesifiktentangorgan seksual, perubahan tubuh

sehubungan dengan puberitas dan keinginan

untuk menunda hubungan seksual sampai seseorang dianggap dewasa untukmelakukan hubungan seksual.

Pembelajaran yang p aling berpengaruh melalui sistemnilai seksual dalam keluarga dan masyarakat.

Anak mendapatkan sikap tentang suatunilaitersebut sejak dini. Sering kalipola ini melibatkan represi dan

menghindari
topik seksualyangdianggapsebagai pengalaman negatif. Sumber pembelajaran yang
jugaberpengaruh, adalahberbagailambang dan diskusi denganteman sebaya.
Meskipun demikian tidak sepenuhnya peran gender m erupakan ciri masyarakat.

Walaupun demikian,ada perbedaan prilaku anak laki-laki dibandingkan anakperempuan, bahkan

semenjak masih bayi.Diperkirakan hormon seks mempunyaipengaruh pada otak dan prilaku.

Peran gender m erupakan area s eksualitas yangtumbang tindih antara komponen psikologis, biologis

dan sosiokultural.
Fenomena perempuan bekerja sebenarnya bukanlah barang baru di tengah
masyarakat kita. Sejak zamanpurba ketika manusia masih mencaripenghidupan
dengancaraberburu dan meramu, seorang isteri sesungguhnya sudahbekerja.
Sementara suaminya pergi berburu,di rumahia bekerja menyiapkan makanan dan

mengelola hasil b uruan untuk ditukarkan denganbahanlain yang dapat dikonsumsikeluarga. K arena

sistemperekonomian yang berlakupada masyarakat p urba

adalahsistembarter, makapekerjaanperempuan meski sepertinya masihberkutat di sektordomestik namun

sebenarnya mengandung nilaiekonomi yang sangat t inggi.


Kemudian,ketika masyarakat berkembangmenjadi masyarakatagraris hingga
kemudian industri, keterlibatanperempuanpun sangat besar. B ahkan dalammasyarakat berladang

berbagai suku di dunia, yang b anyak menjagaternak danmengelolaladang denganbaik itu

adalahperempuanbukanlaki-laki. H al ini jelasmenunjukkanbahwa keterlibatanperempuan

memang b ukanbaru-baru sajatetapisudah sejak zaman dulu.


Terlepas dari pembahasan di atas, perdebatan mungkin muncul lebih karena
anggapan akan stereotype dari masyarakat b ahwa akan ada akibat yang t imbul jika
suami-isteribekerja diluar rumah yaitu³mengganggu´ keharmonisan yang telah
berlangsungselama ini. Bagaimanapun, tentu saja memang akan ada dampak yang
timbul jika suami-isteri bekerja di luar rumah. Namun solusi yangdiambil tidak

semestinya membebankan istri dengan duaperan sekaligus yaituperan mengasuhanak(nursery) dan

mencari nafkah diluar rumah(provider), yang akanl ebihmembawaperempuan

kepadabebanganda, akantetapi adanya dukungan sistemyang t idakterus membawaperempuanpadaposisi

yang dilematis.

Norma yang berlaku dewasa ini kerja reproduksi adalah tanggungjawabperempuan. Atas

nama tradisi dan kodrat, perempuan dipandangsewajarnyabertanggungjawabdalam arena domestik.

Institusi pendidikan,agama,media massa,
mendukung p ulapandangan ini. J arang yang mempertanyakan secaraterbuka
³kodrat´ tersebut. Lebih jarang lagi yangmemperhitungkan nilai ekonomi pekerjaan
rumahtangga.

Sayangnya,keterlibatan perempuan dalam kerja produksi tidak

mengurangibeban tanggungjawabnya di sektor reproduksi.Dengan kata lain, tidak mengundanglaki-laki

untuk berkontribusi lebih besar dalam kerja reproduksi. Kerja perempuanterutama di sektor

reproduksi tidak pernah diperhitungkan dalam data perekonomian


dan statistik. J ika kerjatersebut diperhitungkan, niscaya akan mematahkan mitos
³laki-laki adalah pencari nafkah utama´.
Sebenarnya di banyak tempat, terjadi ³perendahan´ terhadapkerja reproduksi
biologis perempuan,meskipun perempuan telah mencurahkan begitu banyak waktu

danenergi. C ontohnyapernyataan³buat apa anakperempuan sekolahtinggi-tinggi,nanti juga ke dapur´

atau³si X (perempuan) mahpaling juga kawinterus ngurusanak´.


7
Di sektorpublik sering kali sistem yang ada³tidak mendukung´perempuan
(dan laki-laki) bekerja untuk dapat pula m elakukan kerja reproduksi secara optimal

sekaligus. J am kerjapanjang, ketiadaan saranapenitipan anak

ditempat kerja, dankesulitanperempuanbekerja untuk menyusui

anaknya, adalahbeberapacontohnyata.Meskipuncuti melahirkantelah diberlakukan secaraluas, masih ada

yangmerasa rugi membericuti melahirkan kepada karyawanperempuan. Diskriminasi

terselubungdilakukan guna menghindari pemberian cuti tersebutantara lain

denganpreferensi tidak tertulis mengutamakan merekrutkaryawan laki-laki atau

karyawanperempuan lajang.
Situasi di sektor publik sering pula tidak ramah keluarga, baik terhadap
karyawanperempuan maupunlaki-laki.Memberikancuti melahirkanbagi karyawan
perempuan dianggap pemborosan dan inefiesiensi. Berkomitmen tinggi terhadap
anak dan keluarga dipandang t idak kompatibel dengan dunia kerja.
Ternyata,kerja reproduksi yangsebagian besar dilakukan perempuan
berperan sangat penting guna keberlanjutan suatu bangsa dan umatmanusia pada
umumnya. Perluperbaikan sistem sosial secara menyeluruh agar jangan sampai suatu
bangsa atau lebih parah lagi umatmanusia punah, hanya karena berkeluarga dan

memiliki anak menjadi semakintidak menarik. S angat penting p ula demokratisasiinstitusi keluarga,

termasuk di dalamnyapeningkatanperan sertalaki-laki dalamkerja reproduksi dalam rumahtangga.


Berkaitan dengan masalah perempuan bekerja produksi yaitu d engan bekerja
diluar rumah untuk mencari nafkah, p un sesungguhnya sudahlazim ditemui di

berbagai kelompok masyarakat. Sejarah menunjukan bahwa perempuan dan kerjapublik

sebenarnya bukan hal baru bagi perempuan Indonesia terutama mereka yangberada pada

strata m enengah ke bawah.Di pedesaan, perempuan pada strata ini


mendominasi sektorpertanian, sementara diperkotaan sektor industritertentu
didominasi olehperempuan. Diluar konteks desa-kota, sektorperdagangan juga

banyak

melibatkan perempuan.Data s ensus penduduk tahun 1990menunjukanbahwa s ektor pertanian adalah

sektor yang terbesar dalam menyerap tenaga k erjaperempuan yaitu 49,2%,dii

kuti o leh s ektor perdagangan 20,6%, dan sektor industri


manufaktur14, 2%
18
Tujuan utama program ini adalah tercapainya perbaikan status kesehatan
reproduksi kaumperempuan danlaki-laki melalui kebijakanprogram kesehatan
reproduksi dan kependudukan yang sensitifgender. H al ini akan dicapai melalui
penguatan kapasitas nasionaluntuk melakukan pengarusutamaan gender,serta
melalui aplikasi konsep gender dalam formulasi danpelaksanaan kebijakan dan
program untuk kesehatan reproduksi dan kependudukan.

Upaya mengaktualisasikan dan memanifestasikan dan mengakselerasi-kanPUG di sektor

strategis, propinsi dan kabupaten/kota, Kementerian PemberdayaanPerempuan juga telah

melaksanakan program dan langkah konkritantara lain:



Program Pengembangan dan keserasian kebijakan pemberdayaan perempuan,
serta serangkaian koordinasitelah dilakukan dalam upayaperbaikan undang-
undang yang masihbiasgender seperti UU No. 1 t ahun 1974 tentang
Perkawinan dan UU No. 62 tahun 1958 tentang Kewarganegaraan.

Program Peningkatan Peranserta masyarakatdan penguatan kelembagaan PUG
dilakukan dengan melalui: sosialisasi, advokasi, danpelatihan analisisgender
baik di tingkat pusat, propinsi, dan kabupaten/kota;

Pengembangan modulsosialisasi/advokasi gender;

Pengembangan alatuntuk analisis gender yangdigunakan dalam perencanaanprogram dan

dikenaldengan Gender Analysis Pathway (GAP);dan ProblemBase Analysis (PROBA).

Pengembanagan Homepageuntuk penyediaan data dan

informasi programpembangunan pemberdayaan perempuan,konsepkesetaraan dan keadilangender dan

jaringan informasi dengan website;



Penyusunan Profil Gender untuk 26 propinsi;

Fasilitasi bantuan teknis kepada daerah propinsi,kabupaten dan kota;

Tersedianya data dan informasi yang terpilah menurutjenis kelamin secaraberkala

dan berkesinambungan dari propinsi dan kabupaten/kota m engenaipengarusutamaan gender

dalam pembangunan daerah.
19
BAB IV
PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa diskriminasi gender telah
melahirkan ketimpangan dalam kehidupanberkeluarga, bermasyarakat, berbangsa
danbernegara, selain itu ketimpanganlebihbanyak dialamiperempuan daripada
laki-laki.
Akibatdiskriminasi gender yang telah berlaku sejak lama,kondisi perempuan

dibidang e konomi, sosial, danbudaya, p olitik, hankam danH AM beradapadaposisiyang t idak

menguntungkan. K ondisi yang t idak menguntungkan ini apabilatidakdiatasi, maka ketimpangan atau

kesenjanganpada kondisi danposisiperempuan


tetap saja akan terjadi.
Bahwa s tatus perempuan dalam kehidupan sosialdalam banyak halmasih

mengalami diskriminasi haruslah diakui. K ondisi initerkait e rat dengan masihkuatnya nilai-

nilaitradisional terutama dipedesaan, dimanaperempuan kurangmemperoleh aksesterhadap pendidikan,

pekerjaan, pengambilan keputusan danaspeklainnya. Keadaan ini menciptakanpermasalahantersendiri

dalam upaya
pemberdayaan perempuan,dimana diharapkan perempuan memiliki peranan yang
lebih kuatdalam proses pembangunan. Kurangnya keikutsertaan perempuan dalam
memberikan konstribusiterhadap p rogrampembangunan menyebabkan kesenjangan
yang adaterus sajaterjadi.
20
DAFTAR PUSTAKA
AchmadMuthali¶in, Bias Gender dalam Pendidikan, Surakarta,Muhammadiyah
University Press, 2001.
Dr. H. NasaruddinUmar,MA, et all, Dr. H. Abdul Djamil,MA. (Pengantar), Dra.
Hj. Sri Suhandjati Sukri (Editor), Bias Jender dalam Pemahaman Islam, Jilid I
Penerbit IAIN Walisongo d engan GamaMedia, 2002.
Julia ClevesMosse, Gender dan Pembangunan,Diterbitkan atas kerjasama RIFKA
ANNISA Women¶s Crisis Centredengan Pustaka Pelajar, 1996.

KantorMenteri Negara Peranan Wanita, 1998, Profil Wanita Indonesia.KantorMenteri Negara Peranan Wanita,

Pedoman Teknis PerencanaanPembangunan Berperspektif Gender.
KantorMenteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI, 2002, Buku 1, Bahan
Informasi Pengarusutamaan Gender, Edisi ke-2, Apa Itu Gender.

KantorMenteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI, 2002, Buku 2, BahanInformasi Pengarusutamaan Gender,

Edisi ke-2, BagaimanaMengatasiKesenjangan Gender.

KantorMenteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI, 2002, Buku3, BahanInformasi Pengarusutamaan Gender,

Ediisi ke-2, Perencanaan erperspektifGender.


KantorMenteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI, 2002, Buku 4, Bahan
Informasi Pengarusutamaan Gender, Edidisi ke-2, Pemantauan dan Penilaian.

UNIFEM and NCRFW, 1994, Gender and DevelopmentMaking the Bureaucracygender-responsive, a

sourcebook for advocates, planners, and implementors,(developed by dr.amaryllis t. tores and professor

rosario s.delrosario with the
assistance ofprofessor rosalindapineda-ofreneo forUnifem andNCRFW).
UNFPA,
Zaitunah Subhan, Peningkatan Kesetaraan dan Keadilan Jender,dalam membangun
Good Governance.

You might also like