Professional Documents
Culture Documents
1. Organisasi Internasional
Klasifikasi organisasi internasional menurut Theodore A Couloumbis dan James H.
Wolfe :
a. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan secara global dengan maksud dan
tujuan yang bersifat umum, contohnya adalah Perserikatan Bangsa Bangsa ;
b. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan global dengan maksud dan tujuan
yang bersifat spesifik, contohnya adalah World Bank, UNESCO, International Monetary
Fund, International Labor Organization, dan lain-lain;
c. Organisasi internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud dan tujuan
global, antara lain: Association of South East Asian Nation (ASEAN), Europe Union.
Melalui Resolusi Dewan Keamanan Nomor 827, tanggal 25 Mei 1993, Perserikatan
Bangsa-Bangsa membentuk The International Criminal Tribunal for the Former
Yugoslavia, yang bertempat di Den Haag, Belanda. Tugas Mahkamah ini adalah untuk
mengadili orang-orang yang bertanggungjawab atas pelanggaran-pelanggaran berat
terhadap hukum humaniter internasional yang terjadi di negara bekas Yugoslavia.
Semenjak Mahkamah ini dibentuk, sudah 84 orang yang dituduh melakukan pelanggaran
berat dan 20 diantaranya telah ditahan.
Pada tanggal 27 Mei 1999, tuduhan juga dikeluarkan terhadap pemimpin-pemimpin
terkenal, seperti Slobodan Milosevic (Presiden Republik Federal Yugoslavia), Milan
Milutinovic (Presiden Serbia), yang dituduh telah melakukan kejahatan terhadap
kemanusiaan dan melanggar hukum perang. (Mauna, 2003; 264)
REFERENSI
Ardiwisastra Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional, Bunga Rampai, Alumni,
Bandung
Brownlie Ian, 1999, Principles of Public International Law, Fourth Edition, Clarendon
Press, Oxford
Burhantsani, Muhammad, 1990; Hukum dan Hubungan Internasional, Yogyakarta :
Penerbit Liberty.
Kusamaatmadja Mochtar, 1999, Pengantar Hukum Internasional, Cetakan ke-9, Putra
Abardin
Mauna Boer, 2003, Hukum Internasional; Pengertian, Peran dan Fungsi dalam Era
Dinamika Global, Cetakan ke-4, PT. Alumni, Bandung
Phartiana I Wayan, 2003, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Mandar maju,
Bandung
Situni F. A. Whisnu, 1989, Identifikasi dan Reformulasi Sumber-Sumber Hukum
Internasional, Penerbit Mandar Maju, Bandung
1. Setiap Negara tidak melakukan ancaman agresi terhadap keutuhan wilayah dan
kemerdekaan Negara lain. Dalam asas ini ditekankan bahwa setiap Negara tidak
memberikan ancaman dengan kekuatan militer dan tidak melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan piagam PBB.
2. setiap Negara harus menyelesaikan masalah internasional dengan cara damai, Dalam
asas ini setiap Negara harus mencari solusi damai, menghendalikan diri dari tindakan
yang dapat membahayakan perdamaian internasional.
3. Tidak melakukan intervensi terhadap urusan dalam negeri Negara lain, Dalam asas ini
menekankan setip Negara memiliki hak untuk memilih sendiri keputusan politiknya,
ekonomi, social dan system budaya tanpa intervensi pihak lain.
4. Negara wajib menjalin kerjasama dengan Negara lain berdasar pada piagam PBB,
kerjasama itu dimaksudkan untuk menciptakan perdamaian dan keamanan internasional
di bidang Hak asasi manusia, politik, ekonomi, social budaya, tekhnik, perdagangan.
5. Asas persaman hak dan penentuan nasib sendiri, kemerdekaan dan perwujudan
kedaulatan suatu Negara ditentukan oleh rakyat.
6. Asas persamaan kedaulatan dari Negara, Setiap Negara memiliki persamaan
kedaulatan secara umum sebagai berikut :
a. Memilki persamaan Yudisial (perlakuan Hukum).
b. Memilikimhak penuh terhadap kedaulatan
c. Setiap Negara menghormati kepribadian Negara lain.
d. Teritorial dan kemerdekanan politi suatu Negara adalah tidak dapat diganggu gugat.
e. Setap Negara bebas untuk membangun system politik, soaial, ekonomi dan sejarah
bansanya.
f. Seiap Negara wajib untuk hidup damai dengan Negara lain.
7. Setiap Negara harus dapat dipercaya dalam memenuhi kewajibannya, pemenuhan
kewajiban itu harus sesuai dengan ketentuan hukum internasional.
• Negara, negara sudah diakui sebagi subyek hukum internasional sejak adanya hukum
international, bahkan hukum international itu disebut sebagai hukum antarnegara.
• Tahta Suci (Vatikan) Roma Italia, Paus bukan saja kepoala gereja tetapi memiliki
kekuasaan duniawi, Tahta Suci menjadi subyek hukum Internasional dalam arti penuh
karena itu satusnya setara dengan Negara dan memiliki perwakilan diplomatic diberbagai
Negara termasuk di Indonesia.
• Palang Merah Internasional, berkedudukan di jenewa dan menjadi subyek hukum
internasional dalam arti terbatas, karena misi kemanusiaan yang diembannya.
• Organisasi Internasional, PBB, ILO memiliki hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam
konvensi-konvensi internasional, sehingga menjadi subyek hukum internasional.
• Orang persorangan (Individu), dapat menjadi subyek internasional dalam arti terbatas,
sebab telah diatur dalam perdamaian Persailes 1919 yang memungkinkan orang
perseorangan dapat mengajukan perkara ke hadapat Mahkamah Arbitrase Internasional.
• Pemberontak dan pihak yang bersengketa, dalam keadaan tertentu pemberontak dapat
memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa dan mendapat
pengakuan sedbagai gerakan pembebasan dalam memuntut hak kemerdekaannya. Contoh
PLO (Palestine Liberalism Organization) atau Gerakan Pembebasan Palestina.
C. Sumber-Sumber Internasional
Adalah sumber-sumber yang digunakan oleh Mahkamah Internasional dalam
memutuskan masalah-masalah hubungan internasional. Sumber hukum internasional
dibedakan menjadi sumber hukumdalam arti materil dan formal. Dalam arti materil,
adalah sumber hukum internasional yang membahas dasar berlakunya hukum suatu
Negara. Sedangkan sumber hukum formal, adalah sumber dari mana untuk mendapatkan
atau menemukan ketentuan-ketentuan hukum internasional.
Menurut Brierly, sumber hukum internasional dalam arti formal merupakan sumber yang
paling utama dan memiliki otoritas tertinggi dan otentik yang dipakai Mahkamah
internasional dalam memutuskan suatu sengketa internasional.
Sumber hukum internasional formal terdapat dalam pasal 38 Piagam Mahkamah
Internasional Permanen 1920, sebagai berikut :
1. Perjanjian Internasional (traktat), adalah perjanjian yang diadakan antaranggota
masyarakat bangsa-bangsa dan mengakibatkan hukum baru.
2. Kebiasaan Internasional yang diterima sebagai hukum, jadi tidak semua kebiasaan
internasional menjadi sumber hukum. Syaratnya adalah kebiasann itu harus bersifat
umum dan diterima sebagi hukum.
3. Asas-asas hukum umum yang diakui oleh bangsa beradab, adalah asas hukum yang
mendasari system hukum modern. Sistem hukum modern, adalah system hukum positif
yang didasarkan pada lembagaa hukum barat yang berdasarkan sebagaian besar pada asas
hukum Romawi.
4. Keputusan-keputusan hakim dan ajaran para ahli hukum Internasional,adalah sumber
hukum tambahan (subsider), artinya dapat dipakai untuk membuktikan adanya kaidah
hukum internasional mengenai suatu persoalan yang didasarkan pada sumber hukum
primer atau utama yaitu Perjanjian internasional, kebiasaan internasional, dan asas hukum
umum.
Yang disebut denga keputusan hakim, adalah keputusan pengadilan dalam arti luas yang
meliputi segala macam peradilan internasional dan nasional, termasuk mahkamah
arbitrase. Ajaran para ahli hukum internasional itu tidak bersifat mengikat, artinya tidak
dapat menimbulkan suatu kaidah hukum.
1. Mahkamah Internasional :
• Mekanisme Khusus :
1. Keberatan awal karena ada keberatan dari pihak sengketa Karen mahkamah
intrnasional dianggap tidak memiliki yusidiksi atau kewenangan atas kasus tersebut.
2. Ketidak hadiran salah satu pihak yang bersengketa, biasanya dilakukan oleh Negara
tergugat atau respondent karena menolak yuridiksi Mahkamah Internasional.
3. Keputusan sela, untuk memberikan perlindungan terhadap subyek persidangan, supaya
pihak sengketa tidak melakukan hal-hal yang mengancah efektivitas persidangan
Mahkamah internasional.
4. Beracara bersama, beberapa pihak disatukan untuk mengadakan sidang bersama karena
materi sama terhadap lawan yang sama.
5. Intervensi, mahkamah internasional memberikan hak kepada Negara lain yang tidak
terlibat dalam sengketa untuk me;lakkan intervensi atas sengketa yangsedang
disidangkan bahwa dengan keputusan Mahkamah internasional ada kemungkinan Negara
tersebut dirugikan.
Kompetensi Dasar:
Basic Competency:
Handout
1. International law is classified into two international civil law and public
international law:
1. Private international law is the overall rules and principles of law
governing civil relationships that cross state boundaries.
2. Public international law is the overall rules and legal principles that
govern relationships or issues that cross state boundaries are not of civil
2. The term “international law” can refer to three distinct legal disciplines:
1. Public international law, which governs the relationship between
provinces and international entities, either as an individual or as a group. It
includes the following specific legal field such as the treaty law,law of
sea, international criminal law and the international humanitarian law.
2. Private international law, or conflict of laws, which addresses the
questions of (1) in which legal jurisdiction may a case be heard; and (2)
the law concerning which jurisdiction(s) apply to the issues in the case.
3. Supranational law or the law of supranational organizations, which
concerns at present regional agreements where the special distinguishing
quality is that laws of nation states are held inapplicable when conflicting
with a supranational legal system.
(wikipedia)
3. Considering that the progressive development and codification of the following
principles:
o (a) The principle that States shall refrain in their international relations
from the threat or use of force against the territorial integrity or political
independence of any State, or in any other manner inconsistent with the
purposes of the United Nations,
o (b) The principle that States shall settle their international disputes by
peaceful means in such a manner that international peace and security and
justice are not endangered,
o (c) The duty not to intervene in matters within the domestic jurisdiction of
any State, in accordance with the Charter,
o (d) The duty of States to co-operate with one another in accordance with
the Charter,
o (e) The principle of equal rights and self-determination of peoples,
o (f) The principle of sovereign equality of States,
o (g) The principle that States shall fulfil in good faith the obligations
assumed by them in accordance with the Charter,
1. Negara
2. Vatikan
3. PMI
4. Organisasi Internasional
5. Perseorangan
6. Pemberontak
a. AJUDIKASI (ADJUDICATION)
b. ARBITRASE (ARBITRATION)
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem peradilan internasional adalah salah satu proses yang menjelaskan tentang
hubungan peradilan yang bekerja sama secara luas dengan bangsa lain. Karena
sisrtem peradilan internasional bersikap luas, maka masyarakat pun juga mengambil
andil di dalam pelaksanaannya.
Tujuan utama, yakni mengetahui peradilan internasional secara luas. Selain itu
Negara Indonesia juga bisa mengambil contoh peradilan di Negara-negara lain.
Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman, hukum di
negara Indonesia menjadi lemah atau tidak menjunjung tinggi keadilan di dalam
hukum.
Tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah memperoleh gambaran
tentang sistem peradilan internasional dan menjelaskan tentang proses hukum yang
adil (layak).
PEMBAHASAN
Setiap sistem hukum menunjukkan empat unsur dasar, yaitu: pranata peraturan,
proses penyelenggaraan hukum, prosedur pemberian keputusan oleh pengadilan dan
lembaga penegakan hukum. Dalam hal ini pendekatan pengembangan terhadap sistem
hukum menekankan pada beberapa hal, yaitu: bertambah meningkatnya diferensiasi
internal dari keempat unsur dasar system hukum tersebut, menyangkut perangkat
peraturan, penerapan peraturan, pengadilan dan penegakan hukum serta pengaruh
diferensiasi lembaga dalam masyarakat terhadap unsur-unsur dasar tersebut.
MI adalah organ utama lembaga kehakiman PBB, yang kedudukan di Den Haag,
Belanda. Mahakamah ini mulai berfungsi sejak tahun 1946 sebagai pengganti MIP.
Fungsi utama MI adalah untuk menjelaskan kasus-kasus persengkataan intersional
yang subjeknya adalah negara. Statuta adalah hukum-hukum yang terkandung.
1. perjanjian khusus
2. Penundukkan diri dalam perjanjian Internasional.
3. Pernyataan penundukan diri negara peserta statuta MI
4. Keputusan MI mengenai Yurisdiksinya
5. Penafsiran putusan
6. Perbaikan putusan
Jenis kejahatan berat pada pasal 5-8 statuta yaitu sebagai berikut:
1. Kejahatan genosida
2. Kejahatan terhadap kemanusiaan
3. Kejahatan perang
4. Kejahatan agresi
Panel khusus pidana internasional (PKPI) dan Panel spesial pidana internasional
(PSPI) adalah lembaga peradilan internasional yangberwenang mengadili para
tersangka kejahatan berat internasional yang bersifat tidak permanen. Artinya selesai
mengadili, peradilan ini dibubarkan.
Perbedaan antara PKPI dan PSPI terletak pada komposisi penuntut dan hakim ad
hoc-nya. Pada PSPI komposisi penuntut dan hakim ad hoc-nya merupakan gabungan
antara peradilan nasional dan internasional. Sedangkan pada PKPI komposisi
sepenuhnya ditentukan berdasarkan ketentuan peradilan internasional.
Di dalam pelaksanaan peradilan pidana, ada satu istilah hukum yang dapat
merangkum cita-cita peradilan pidana, yaitu “due process of law” yang dalam bahasa
Indonesia dapat diterjemahkan menjadi proses hukum yang adil atau layak.
Secara keliru arti dari proses hukum yang adil dan layak ini seringkali hanya
dikaitkan dengan penerapan aturan-aturan hukum acara pidana suatu Negara pada
seorang tersangka atau terdakwa. Padahal arti dari due process of law ini lebih luas
dari sekedar penerapan hukum atau perundang-undangan secara formil.
Pemahaman tentang proses hukum yang adil dan layak mengandung pula sikap
batin penghormatan terhadap hak-hak yang dipunyai warga masyarakat meskipun ia
menjadi pelaku kejahatan. Namun kedudukannya sebagai manusia memungkinkan
dia untuk mendapatkan hak-haknya tanpa diskriminasi. Paling tidak hak-hak untuk
didengar pandangannya tentang peristiwa yang terjadi, hak didampingi penasehat
hukum dalam setiap tahap pemeriksaan, hak memajukan pembelaan dan hak untuk
disidang dimuka pengadilan yang bebas dan dengan hakim yang tidak memihak.
Konsekuensi logis dari dianutnya proses hukum yang adil dan layak tersebut ialah
sistem peradilan pidana selain harus melaksanakan penerapan hukum acara pidana
sesuai dengan asas-asasnya, juga harus didukung oleh sikap batin penegak hukum
yang menghormati hak-hak warga masyarakat.
Dengan keberadaan UU No.8 Tahun 1981, kehidupan hukum Indonesia telah
meniti suatu era baru, yaitu kebangkitan hukum nasional yang mengutamakan
perlindungan hak asasi manusia dalam sebuah mekanisme sistem peradilan pidana.
Perlindungan hak-hak tersebut, diharapkan sejak awal sudah dapat diberikan dan
ditegakkan. Selain itu diharapkan pula penegakan hukum berdasarkan undang-undang
tersebut memberikan kekuasaan kehakiman yang bebas dan bertanggung jawab.
Namun semua itu hanya terwujud apabila orientasi penegakan hukum dilandaskan
pada pendekatan sistem, yaitu mempergunakan segenap unsur yang terlibat
didalamnya sebagai suatu kesatuan dan saling interrelasi dan saling mempengaruhi
satu sama lai