Professional Documents
Culture Documents
Bab. I. PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
B. LAKI-LAKI DAN WANITA DARI ASAL YANG SAMA
C. TANGGUNG JAWAB KEMANUSIAAN SEORANG WANITA
D. PEMBEBASAN WANITA DARI KEZALIMAN JAHILIAH
E. PEMBEBASAN WANITA DARI PENGHARAMAN HAL YANG
BAIK
F. WANITA DIJADIKAN HARTA WARIS DAN BENDA, SERTA
PENYEMPITAN KEBEBASAN DALAM PERKAWINAN
G. BURUKNYA HUBUNGAN KEKELUARGAAN AKIBAT
PERKAWINAN
H. PENEGASAN TENTANG KARAKTERISTIK WANITA
I. KEMANDIRIAN DAN KEMERDEKAAN WANITA UNTUK
MEMILIH ANTARA IMAN DAN KUFUR
J. KEDUDUKAN WANITA DALAM KELUARGA
1. Wanita adalah Ketenteraman bagi Laki-laki
2. Kepemimpinan di Tangan Laki-laki
3. Keseimbangan antara Hak dan Kewajiban Istri
4. Berdandan dan Melemah ketika Perdebatan adalah Bagian
dari Ciri Wanita
5. Pengaturan Poligami
6. Pengaturan Talak
7. Hak Wanita yang Ditalak dan Janda
a. Hak Kembali kepada Suami Sesudah Ditalak
b. Hak Menyusui Anak dari Suami yang Menalaknya
c. Hak Menentukan Penyapihan Anaknya dengan
Bermusyawarah Bersama Suami yang Menalaknya
d. Hak Berdandan dan Menerima Peminang setelah
Berakhir Masa 'Iddahnya
e. Persamaan Suami dengan Istri dalam Hal Bebas dari
Tuduhan dan Kekuatan Sumpah
ALLAH
B. SAUDARA PEREMPUAN MUSA A.S. DAN KEHEBATAN
SIASATNYA
C. GADIS KOTA MADYAN DAN KEKUATAN FIRASATNYA
D. ISTRI FIR'AUN ADALAH PERUMPAMAAN DALAM
KEIMANAN
E. ISTRI IMRAN MENAZARKAN BAYI YANG ADA DALAM
RAHIMNYA UNTUK KEPENTINGAN AGAMA ALLAH
F. KHAULAH BINTI TSA'LABAH MENGAJUKAN GUGATAN
KEPADA RASULULLAH SAW.
G. KEPRIBADIAN TOKOH-TOKOH WANITA
1. Balqis Ratu Saba'
a. Memimpin Kerajaan yang Luas dan Kaya
b. Suka Bermusyawarah dengan Para Petinggi Negara
c. Memahami Risiko yang Terjadi dan Kebijaksanaan
Politiknya
d. Cepat Tanggap Terhadap Kebenaran
2. Maryam Putri Imran
a. Dinazarkan kepada Allah ketika Masih dalam Perut
Ibunya
b. Allah Menerimanya dengan Baik
c. Maryam Mengandung Nabi Isa Tanpa Bapak Sebagai
Tanda (Kebesaran Allah) Bagi Manusia
d. Tuduhan Bohong Kaum Yahudi terhadap Maryam
yang Suci
e. Allah SWT Memilih Maryam atas Segala Wanita di
Dunia
f. Allah SWT Menjadikan Maryam sebagai Teladan
(dalam perjalanan hidup dan kemuliaan sifat-sifatnya)
2.
Berkembang dengan Baik
Perkawinan Asma dengan Pendukung Setia Rasulullah saw.
3.
Hijrah dan Melahirkan Anak Pertama bagi Kaum Muhajirin
4.
Penuh Perhatian terhadap Rumah Tangga
5.
6.
Bergaul Harmonis dengan Suami
Sifat Wara' dan Keinginannya untuk Melaksanakan Syari'at
7.
Allah
8. Pengorbanan Asma pada Jalan Allah
9. Rajin Beribadah dan Menuntut Ilmu
10. Ilmu dan Kealiman Asma
11. Keberanian dan Ketegasan Asma dalam Memberikan
Penjelasan
J. ASMA BINTI UMAIS ISTRI TIGA SAHABAT YANG DIJAMIN
MASUK SURGA
1. Masuk Islam Sejak Dini dan Hijrah ke Habasyah
2. Keberanian Moralitas
3. Melaksanakan Haji ketika Hamil Tua
4. Penuh Perhatian terhadap Anak dan Suami
5. Kesaksian Rasulullah saw. terhadap Asma
K. UMMU ATHIYYAH AL-ANSHARIYYAH
1. Ikut Berbai'at
2. Penuh Perhatian terhadap Rumah Tangga Rasulullah saw.
3. Ikut Berjihad
4. Memahami Sunnah
5. Dalam Kesedihan Tetap Mematuhi Syariat
6. Memuliakan Rasulullah saw. dengan Kalimat Khusus
L. FATHIMAH BINTI QAIS
1. Menikah Atas Saran Rasulullah saw.
2. Memahami Al-Qur'an dan Sunnah serta Memprotes Pendapat
Beberapa Tokoh
3. Pemurah kepada Tamu
4. Peduli terhadap Urusan Umat Islam
A. HADITS PERTAMA
B. HADITS KEDUA
1. Pengertian Umum
2. Pengertian Khusus
C. HADITS KETIGA
1. Pengertian Khusus Hadits
D. HADITS KEEMPAT
(sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
Tentang Pengarang
Penulis buku ini, Profesor Abdul Halim Muhammad Abu Syuqqah, adalah seorang tokoh
yang belum begitu dikenal di kalangan cendekiawan. Sebab, beliau belum banyak
membuat tulisan yang membuat beliau dikenal orang atau dengan kata lain, belum banyak
menurunkan tulisan yang dapat mempublikasikan siapa dirinya kepada orang lain. Tulisan
beliau masih terbatas dalam bentuk artikel-artikel yang dimuat dalam beberapa majalah
Islam. Padahal sebenarnya beliau banyak menulis dan merekam buah pikirannya dalam
berbagai bidang. Tulisan-tulisan beliau mengandung ide-ide yang cemerlang dan teori-teori
reformasi yang unggul. Hanya saja, ide-ide beliau sering seperti mutiara yang masih
berserakan di sana sini dan belum ditata dalam satu ikatan. Beliau masih terus mengulur-
ulur waktu sehingga menemukan tali pengikat yang diidam-idamkan.
Di samping itu sikap hati-hati dalam menyusun buku ini --sikap pelan dan hati-hati
disenangi oleh Allah dan Rasul-Nya menurut nash yang sahih-- membuat beliau membaca
berulangkali pemikiran yang telah dituangkan ke dalam bentuk tulisan, dan
mendiskusikannya dengan teman-teman dekat beliau, sehingga beliau betul-betul yakin
akan kebenaran yang ditulis. Mungkin juga beliau melakukan ralat dan perbaikan sehingga
beliau betul-betul merasa mantap dan puas dengan tulisannya.
Meskipun Prof. Abdul Halim yang juga dijuluki Abu Abdurrahman ini tidak begitu dikenal
di kalangan luas, kalangan yang mengenalnya merasa kagum dan mengakui
kemampuannya dalam berpikir secara tenang dan mendalam; pandangannya yang kritis,
reformis, dan berani mengemukakan apa yang diyakininya benar; sampai pada kejujuran
dan sikap istiqamahnya sehingga lahir dan batinnya tetap seirama.
Saya tegaskan di sini bahwa saya sudah mengenalnya secara baik sejak seperempat abad
silam, ketika kami sama-sama bekerja di kementerian pendidikan di Qatar. Sejauh yang
saya tahu, beliau selalu berbicara jujur, benar, bersih, sopan, halus, jenius, dan kritis. Di
dalam pergaulan hidup, saya mengenalnya sebagai seorang muslim yang sangat konsisten
pada ajaran Islam serta senantiasa mempelajari hukum dan ajaran agama untuk diterapkan
pada diri dan keluarganya. Beliau tidak belajar untuk pandai beretorika atau membangga-
banggakan kehebatan dan kepintaran yang dimiliki, tetapi untuk dijadikan petunjuk dalam
kehidupannya.
Kekonsistenan beliau tidak didasarkan pada Islam mazhab tertentu dari mazhab-mazhab
yang lazim diikuti atau Islam suatu periode dari periode-periode sejarah terdahulu, dan
bukan pula Islam suatu negara dari negara-negara Islam yang dikenal. Akan tetapi, Islam
beliau adalah Islam Al Qur'an dan Sunnah semata. Karena itulah dia sangat hati-hati dalam
membuat tulisan agar jangan berdasarkan pada pendapat ulama ini atau ulama itu. Sebab
ulama mana pun di dunia ini pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya, bagaimana pun
kehebatan ilmu pengetahuan dan fatwanya.
Saya mengenalnya sebagai seorang pendidik yang didukung bakat, studi, dan pengalaman.
Beliau pernah menjadi guru sekolah lanjutan atas dan direktur sebuah SLTA di Doha.
Karena itu, tidak mengherankan jika pada diri beliau sering terlihat semangat seorang
pendidik yang senantiasa berupaya memberi dan mengajar dengan berbagai cara dan
metode yang sangat menarik.
Saya juga mengenalnya sebagai seorang pemburu kebenaran yang ikhlas dalam
mencarinya, tidak pernah merasa jemu dan bosan untuk mengetahui rahasianya, serta teliti
dalam membaca dan mengkaji. Sifat tekun dan teliti serta berpikir dan mengamati
merupakan beberapa keistimewaan yang cukup menonjol dan ciri yang sangat kentara
dalam seluruh kehidupannya. Beliau tidak suka terburu-buru membuat keputusan dan
kesimpulan, serta tidak suka meniru-niru. Keputusan dibuat melalui kajian yang teliti dan
pemikiran yang mendalam. Setelah itu baru beliau menyusun catatan tentang pokok-pokok
pikiran yang masih berserakan untuk dihimpun dan disusun secara rapi.
Beliau juga seorang yang sederhana dan rendah hati. Apabila diberi nasihat, beliau tidak
cukup sekadar menerima. Lebih dari itu, beliau meminta nasihat lebih banyak dan lebih
banyak lagi dari orang yang beliau percayai ilmu dan pendapatnya, sehingga beliau yakin
betul dengan hasil yang disimpulkan. Beliau senantiasa lapang dada dalam menerima
pendapat lain, tidak acuh bila menemukan suatu kebenaran. Beliau menampakkan wajah
yang ceria, siap beradu pendapat, menghapuskan atau menambahkan, mendiskusikan dan
memperbaiki, hingga beliau sampai kepada suatu kesimpulan yang betul-betul mantap.
Beliau selalu mendambakan perbaikan, tidak berhenti kalau sudah mengenal jenis
penyakit, tetapi senantiasa berusaha menentukan obat dan menjelaskan cara perawatannya.
Beliau hanya mengikuti saja kemana arah syariat itu berjalan. Hal itu tidaklah aneh sebab
memberikan kemudahan merupakan roh dan darah daging syariat Islam.
Beliau tumbuh dan berkembang dalam gerakan Ikhwanul Muslimin sejak usia remaja serta
dekat dengan pendiri dan pembina pertamanya, Imam Hasan al-Banna. Beliau menyatu
dengan aturan khusus Ikhwanul Muslimin yang pada saat itu menghimpun pemuda-
pemuda pilihan serta pernah masuk penjara karena terlibat di dalam salah satu kasus
Ikhwanul Muslimin. Melalui hubungan tersebut beliau berhasil memetik berbagai
pengalaman. Dakwah sangat berpengaruh terhadap pola berpikir, kecenderungan, dan
tindak tanduknya. Setelah matang dan mapan, beliau membuat catatan-catatan yang jeli
dan kritis terhadap apa yang telah beliau alami, tidak takut atau bakhil menyebutkan dan
menjelaskannya, apalagi mengenai aturan khusus Ikhwanul Muslimin serta
perkembangannya.
Sejak edisi pertama majalah Al-Muslim al-Mu'ashir --dalam kelahiran majalah ini, peran
dan jasa beliau sangat besar, bahkan beliaulah yang memiliki ide dan menghimbau untuk
menerbitkannya-- telah kita lihat pembicaraan beliau yang sangat menarik dan berani
mengenai krisis pemikiran muslim modern. Melalui hal itu terungkaplah kemampuan
beliau dalam menyelami, menganalisis, dan mengkritik, sekaligus juga tentang kedalaman
pemahaman beliau terhadap agama dan kehidupan serta keberanian dalam menentang apa
yang beliau yakini salah, meskipun akhirnya beliau dikenal orang sebagai seorang tokoh
yang kontroversial.
Pada edisi berikutnya beliau menurunkan tulisan mengenai krisis akhlak muslim modern .
Kedua tulisan tersebut membuktikan bahwa beliau adalah seorang yang memiliki kejelian
berpikir, kecermelangan pemikiran, dan jiwa yang kritis. Beliau hidup pada zamannya
sekaligus mengenal seluk beluknya dan menghadapinya dengan hati seorang mukmin,
pemikiran seorang peneliti, dan kemauan seorang reformis, jauh dari asal bunyi dan taklid
buta.
(sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
Begitu juga, orang-orang bijak banyak yang mengaitkan keberhasilan para tokoh dan
pemimpin dengan peran dan bantuan kaum wanita lewat ungkapan: "Di balik keberhasilan
setiap pembesar ada wanita!"
Di sisi lain, banyak kita lihat para filosof yang menganggap wanita sebagai sumber atau
biang terjadinya berbagai bentuk bencana dan tindak kriminalitas di dunia. Bahkan, jika
terjadi musibah atau tindak kriminal, ada yang mengatakan: "Coba periksa kaum
wanitanya!"
Manusia, baik dahulu maupun sekarang, terbagi menjadi dua kelompok. Pertama,
kelompok yang pro dan berbaik sangka terhadap wanita. Kedua, kelompok yang menjadi
musuh wanita. Karena itu, seorang pujangga pernah berkata:
Di dalam kitab-kitab Perjanjian Lama --kitab suci penganut Kristen dan Yahudi-- mereka
membenarkan dalil-dalil tuduhan tersebut yang dibebankan ke atas pundak kaum wanita.
Namun, apabila penelusuran kita sudah sampai pada Islam, kita akan menemukan bahwa
Islam mengangkat harkat dan martabat wanita dengan memandangnya sebagai anak, istri,
ibu, dan anggota masyarakat. Dengan demikian, Islam memandang wanita sebagai seorang
manusia.
Wanita diberi tugas dan kewajiban seperti halnya laki-laki; Kepadanya disampaikan
perintah dan larangan Allah seperti halnya kepada laki-laki, kepadanya diberikan pahala
atau siksaan seperti halnya kepada laki-laki. Pertama kali, tugas dari Allah dikeluarkan dan
disampaikan kepada laki-laki dan wanita secara bersamaan (ketika keduanya diperintah
untuk menetap di surga). Kepada mereka berdua Allah berfirman:
"Dan Kami berfirman: 'Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini
dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja
yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan
kamu termasuk orang-orang yang zalim." (al-Baqarah: 35)
Di dalam Al-Qur'an --begitu juga di dalam Taurat-- tidak ditemukan nash yang
mengatakan bahwa wanita harus bertanggung jawab terhadap kesalahan yang dilakukan
oleh Adam. Sebenarnya, Adamlah penanggung jawab utamanya, sementara wanita hanya
sebagai pengikut. Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka dia
lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang
kuat." (Thaha: 115)
"... dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia. Kemudian
Dalam pandangan Islam, wanita bukanlah musuh atau lawan kaum laki-laki. Sebaliknya,
wanita adalah pelengkap laki-laki dan laki-laki adalah pelengkap wanita. Wanita adalah
bagian dari laki-laki dan laki-laki adalah bagian dari wanita. Karena itulah Al-Qur'an
mengatakan: "... sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain ..." (Ali Imran:
195) Rasulullah saw. pun bersabda: "Sebenarnya wanita adalah saudara kandung laki-laki."
Di dalam Islam tidak pernah dibayangkan adanya pengurangan atas hak wanita atau
penzaliman atas wanita demi kepentingan kaum laki-laki sebab Islam adalah syariat Allah
SWT yang diturunkan untuk laki-laki dan wanita sekaligus.
Akan tetapi, ada beberapa pemikiran keliru mengenai wanita menyusup ke dalam benak
sekelompok umat Islam sehingga mereka senantiasa memiliki persepsi negatif terhadap
watak dan peran wanita.
Persepsi tersebut diiringi dengan perlakuan yang tidak baik terhadap kaum wanita.
Karenanya, mereka digolongkan sebagai kaum yang telah melangkahi hukum-hukum
Allah. Mereka digolongkan ke dalam kaum yang menzalimi diri wanita sekaligus dirinya
sendiri. Hal itu sering terjadi pada zaman keterbelakangan ketika umat Islam sudah jauh
dari tuntunan Nabi saw, sikap pertengahan Islam, serta manhaj generasi salaf yang mudah
dan seimbang.
Pada masa sekarang ini, di tengah-tengah kita, akan kita temukan penyakit ganas yang
melanda alam pemikiran manusia. Banyak kasus atau peristiwa yang dipecahkan tidak
didasarkan pada jalan tengah yang di dalam terminologi Islam dikatakan sebagai ash-shirat
al-mustaqim. Lazimnya, sebagian besar masyarakat mengambil keputusan dengan ekstrem
atau berlebih-lebihan, bahkan ada pula kecenderungan pada penyia-nyiaan. Padahal, kita
sendiri sering membaca firman Allah berikut ini:
"Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat
pertengahan (yang adil dan pilihan) ..." (al-Baqarah: 143)
Selain itu, kita juga sering mendengar kata mutiara yang mengatakan: "Sebaik-baik urusan
adalah yang pertengahan." Ali r.a. juga pernah mengatakan: "Hendaklah kalian mengambil
model atau contoh yang pertengahan. Yang terlanjur hendaklah surut dan yang tertinggal
hendaklah menyusul."
Kasus wanita dalam masyarakat kita --yang dikenal dengan sebutan masyarakat Islam--
menjadi contoh yang gamblang tentang sikap keterlaluan dan berlebihan, atau
menyepelekan dan menyia-nyiakan wanita. Orang-orang yang menyepelekan hak wanita
memandang wanita dengan sikap angkuh dan pandangan hina. Menurut mereka, wanita
ibarat jerat setan dan perangkap iblis untuk menggoda dan menyesatkan manusia. Wanita
dianggap makhluk yang kurang akal dan agama serta tidak mempunyai keahlian apa pun.
Wanita dianggap budak atau setengah budak oleh laki-laki, dikawini untuk melampiaskan
keinginan kaum laki-laki, tubuhnya dimiliki dengan bayaran uang, serta bisa diceraikan
kapan pun diinginkan. Wanita tidak memiliki wewenang untuk menolak dan tidak berhak
menuntut imbalan atau ganti rugi. Bahkan sebagian orang menganggapnya seperti sandal
yang bisa dipakai atau dilepaskan kapan pun diinginkan.
Jika seorang wanita menikah dan tidak senang kepada suami, dia tidak bisa benci atau lari.
Yang dapat dia lakukan hanyalah sabar meneguk derita dan pahitnya kehidupan, sampai
suami berkenan menalak atau dia meminta diceraikan (khuluk). Di luar itu, wanita tidak
mempunyai jalan atau cara untuk lepas dari neraka perbudakan laki-laki. Ada lagi kalangan
masyarakat yang kembali ke zaman jahiliah sebelum datangnya Islam. Anak-anak wanita
tidak diberi hak untuk mendapatkan warisan. Seluruh harta peninggalan ditetapkan sebagai
barang jual-beli bagi anak-anak laki-laki, sementara anak-anak wanita tidak diberi bagian
sedikit pun. Mereka mengurung anak-anak perempuan di dalam rumah, tidak boleh keluar
untuk belajar atau bekerja, tidak boleh mengikuti kegiatan yang bermanfaat untuk
masyarakat, apapun jenisnya, sehingga sebagian mereka berpandangan bahwa wanita yang
baik atau salehah tidak keluar rumahnya kecuali dua kali, yaitu dari rumah orang tuanya ke
rumah suaminya dan dari rumah suaminya ke liang kubur. Padahal Al-Qur'an hanya
menjadikan "pengurungan wanita dalam rumah" sebagai hukuman bagi wanita yang
melakukan perbuatan zina dengan kesaksian empat orang laki-laki dari kaum muslimin.
Hal itu diterapkan sebelum syariat menetapkan had (hukuman) bagi perbuatan zina yang
sudah dikenal sekarang ini. Mengenai pengurungan wanita yang melakukan zina itu Al-
Qur'an menyebutkan:
Mereka melarang wanita keluar rumah untuk menuntut ilmu dan mendalami agama dengan
alasan ada orang tua atau suaminya yang berhak dan berkewajiban mendidik serta
memberikan pelajaran. Akibatnya, mereka menghambat wanita dari pancaran nur ilmu
pengetahuan dan memaksanya tetap hidup dalam kegelapan dan kebodohan. Padahal,
orang tua dan suaminya pun tidak dapat mengajarinya, sebab mereka masih membutuhkan
pengajar. Bagaimana mungkin seseorang yang tidak memiliki sesuatu dapat memberi?
Sudah banyak wanita yang sesat karena yang membimbingnya adalah orang-orang yang
buta! Di sisi lain, mereka paham bahwa menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim dan
muslimah. Sesungguhnya, istri-istri Nabi saw. serta istri-istri para sahabat dan generasi
salaf telah sampai ke satu posisi terhormat dalam bidang ilmu, fiqih, dan periwayatan
hadits, di samping mengenal syair, sastra, dan retorika berbicara. Pernah saya temukan
salah seorang ulama kita berkata: "Seorang ulama wanita yang dipercaya dan salehah,
fulanah binti fulan, menceritakan kepadaku." Karimah binti Ahmad al-Marwaziyyah
adalah seorang wanita periwayat sahih Bukhari. Buku riwayatnya dijadikan salah satu
buku pegangan yang dipercaya dan sering disebut-sebut oleh Hafizh Ibnu Hajar al-
Asqalani dalam kitab Fathul Bari. Hingga ke masalah masjid, mereka melarang wanita
pergi, baik untuk shalat maupun menghadiri pengajian. Padahal mereka tahu bahwa kaum
wanita ikut shalat berjamaah pada zaman Nabi saw., bahkan untuk shalat isya dan subuh.
Nabi saw. mengatakan dengan tegas dalam sabda beliau: "Janganlah kalian melarang
hamba-hamba wanita Allah ke masjid-masjid Allah." (HR Muslim) Anehnya, sampai saat
ini, wanita masih diharamkan menikmati hak yang sama dimiliki wanita pemeluk agama
lain selain Islam. Wanita Yahudi, misalnya, mereka boleh pergi ke sinagog, wanita Nasrani
boleh pergi ke gereja, dan wanita Budha atau Hindu boleh pergi ke biara mereka. Hanya
wanita muslimah saja yang dilarang pergi ke masjid.
Mereka melarang wanita mengikuti bapak atau suaminya untuk melakukan berbagai
macam aktivitas kehidupan yang sebenarnya sanggup dia lakukan dan diperbolehkan oleh
agama. Padahal, hal itu didukung oleh riwayat sahih yang mengatakan bahwa sebagian istri
para sahabat pernah melakukannya, seperti Asma yang dijuluki sebagai wanita pemilik dua
ikat pinggang dengan suaminya Zubair ibnul Awwam.
Lebih jelasnya, hal itu diceritakan dalam Al-Qur'an berkaitan dengan dua anak gadis
seorang laki-laki tua dalam surat al-Qashash ketika keduanya menggembala dan memberi
minum kambingnya. Kedua gadis itu berbicara dengan Musa a.s. dan begitu pula
sebaliknya. Salah satu dari dua gadis itu dengan berterus terang dan berani berkata kepada
bapakaya sebagaimana tercantum dalam ayat berikut ini:
"... Ya bapakku, ambillah dia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena
sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada
kita) ialah orangyang kuat lagi dapat dipercaya." (al-Qashash: 26)
Perkataan ringkas gadis itu telah dijadikan dasar bagi laki-laki untuk memilih berbagai
pekerjaan.
"Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika
kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga
berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah
Mereka pun kadang-kadang mengekang hak wanita dalam memilih pasangan hidupnya,
atau setidaknya hak untuk mengatakan setuju atau tidak, ketika wali wanita
memperkenalkan calon suaminya. Bahkan, kita menemukan kaum bapak yang
mengawinkan anak gadisnya tanpa restunya, tanpa musyawarah atau memperhatikan
pendapatnya; meskipun sekadar menduga-duga pendapatnya!
Namun, sungguh disayangkan, banyak masalah yang disebutkan dalam pendapat Syafi'i,
Maliki, dan sebagian besar pengikut Hanbali didasarkan pada dalil-dalil yang tidak layak
didiskusikan dan tidak akan tegar menghadapi argumentasi-argumentasi lawannya,
sehingga ditolak oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyah atau muridnya, Imam Ibnul Qayyim.
Betapa berlebihannya mereka melindas hak wanita. Mereka mengutip hadits-hadits sahih,
tetapi tidak meletakkannya pada tempatnya, serta menjadikan hadits-hadits tersebut
sebagai dalil walaupun maksudnya tidak sesuai. Sebagai contoh, hadits yang sering mereka
jadikan pegangan untuk meloloskan pendapat mereka mengenai wanita adalah hadits yang
menggambarkan wamta sebagai makhluk kurang akal dan kurang agama. Begitu juga
dengan hadits: "Kalau aku ingin memerintahkan seseorang supaya sujud kepada yang lain,
maka pastilah aku perintah wanita supaya sujud kepada suaminya."
Tidak cukup sampai di situ, mereka bahkan mengemukakan hadits-hadits yang tidak jelas
ujungpangkalnya, tidak jelas asal dan sanadnya, sangat lemah, atau hadits palsu dan
berdusta terhadap Rasulullah saw., seperti hadits yang mengatakan bahwa Nabi saw.
bertanya kepada putrinya, Fathimah az-Zahra: "Apa yang paling baik untuk wanita?"
Fathimah berkata: "Bila wanita tidak melihat laki-laki dan laki-laki pun tidak melihatnya."
Lalu beliau mencium Fathimah seraya berkata: "Sebagian manusia adalah satu keturunan
dengan bagian yang lain." Hadits tersebut sangat lemah. Nilainya tidak sepadan sama
sekali dengan harga tinta yang dipergunakan untuk menulisnya. Atau seperti hadits:
"Bermusyawarahlah dengan mereka (perempuan) kemudian tentanglah pendapat mereka."
Hadits ini sama sekali tidak ada dasarnya sebab bertentangan dengan prinsip musyawarah
sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur'an untuk orang tua dalam soal menghentikan
bayinya menyusu:
"... Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan
keduanya dan permusyawarahan, maka tidak ada dosa atas keduanya ..." (al-
Baqarah: 233)
Hadits tersebut bertentangan dengan riwayat-riwayat yang sahih dari sunnah dan sirah
(sejarah) kehidupan Rasulullah saw. Beliau pernah bermusyawarah dengan istri beliau,
Ummu Salamah, ketika terjadi Perang Hudaibiyah. Nabi saw. mengambil pendapat Ummu
Salamah yang dipandang lebih baik dan lebih tepat. Hal itu pun tergambar dalam riwayat
mereka dari Ali bin Abi Thalib r.a. yang berbunyi:
"Wanita itu jelek keseluruhannya, dan yang lebih jeleknya lagi pada diri
wanita itu bahwa dia harus memiliki kejelekan tersebut."
Ketidakbenaran riwayat ini telah saya jelaskan dalam tulisan-tulisan saya terdahulu (lihat
buku Fatawa Mu'ashirah). Atau seperti yang diriwayatkan oleh al-Hakim dalam kitab
Mustadrak-nya dan dengan sanadnya: "Dan janganlah kalian suruh wanita tinggal dalam
kamar dan jangan kalian ajarkan kepada mereka menulis!"
Hadits ini telah divonis oleh para kritikus hadits sebagai hadits maudhu' (palsu)
sebagaimana yang dikatakan oleh Hafizh adz-Dzahabi ketika beliau mengulas riwayat al-
Hakim ini.
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
Mereka yang berhaluan keras menjadikan kehidupan wanita bagaikan penjara yang tidak
tembus ke dalamnya walaupun seberkas cahaya. Karena itulah, wanita tidak boleh keluar
rumah, pergi ke masjid, tidak dianjurkan berbicara dengan kaum laki-laki --meskipun
dengan cara yang sopan. Muka dan telapak tangannya adalah aurat, begitu pula suara dan
pembicaraannya. Bahkan sampai pada pelarangan menggunakan pakaian putih yang biasa
dilakukan oleh wanita-wanita Mesir sejak dahulu ketika mereka menunaikan ibadah haji
dan umrah. Ketika ditanyakan alasan pelarangannya, mereka menjawab bahwa perbuatan
tersebut menyerupai laki-laki! Padahal, dalam soal berpakaian, Allah memberikan
kelonggaran bagi wanita dalam hal yang tidak diperbolehkan bagi kaum laki-laki, misalnya
pengharaman memakai perhiasan emas dan mengenakan pakaian yang terbuat dari sutera
bagi kaum laki-laki.
Saya melihat kelompok kedua ini ingin mengikis semua bentuk perbedaan antara laki-laki
dan wanita sebab keduanya sama-sama manusia, hanya yang satu dilahirkan sebagai laki-
laki dan yang satu lagi sebagai wanita. Menurut mereka, mengapa harus ada perbedaan
antara keduanya? Mereka telah lupa bahwa Allah menciptakan kedua insan dengan
perbedaan dalam struktur fisik untuk suatu tujuan yang sangat besar dan mulia. Mereka
memiliki misi dalam kehidupan ini yang sesuai dengan tabiat dan keahlian masing-masing.
Menjadi ibu dengan segala ciri, kelebihan, dan beban deritanya merupakan inti misi kaum
wanita. Inilah yang membuat wanita lebih banyak tinggal di rumah dibandingkan dengan
kaum laki-laki.
Kalau memang sudah diciptakan dalam bentuk yang berbeda dari segi ciptaannya, hal itu
tidak boleh kita abaikan, terutama dalam merancang pendidikan dan pekerjaan bagi wanita,
dan hal seperti itu telah mendapat perhatian dari ilmu modern pada zaman sekarang ini.
Kita lihat, sebagian orang secara membabi buta menolak nash-nash sahih yang sudah
mapan tanpa penjelasan, seperti yang dilakukan oleh seorang satrawan wanita terkenal.
Ketika menyampaikan ceramah di Qatar, dia menolak mentah-mentah hadits: "Tidak akan
berhasil suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada seorang wanita." Padahal
hadits itu adalah hadits sahih yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitabnya dan diterima
secara bulat oleh para ulama dan tidak ada yang mempermasalahkannya sejak beberapa
abad yang silam. Lebih aneh lagi, salah seorang penulis menolak hadits ini dan
menganggapnya sebagai hadits bohong dan palsu, sebab menurut pandangannya hadits ini
berlawanan dengan hadits sahih yang berbunyi: "Ambillah separuh agamamu dari wanita
yang pipinya merah ini (maksudnya Aisyah r.a.)"
Bayangkan bagaimana dia menolak hadits sahih yang telah diterima secara bulat demi
mempertahankan suatu hadits bohong dan batil yang tidak ada nilai dan bobotnya menurut
neraca ilmu pengetahuan! Ada pula kita temukan orang yang ingin mengharamkan apa
yang dihalalkan Allah bagi laki-laki, yaitu kawin kepada lebih dari seorang wanita bagi
orang yang berkeinginan untuk itu atau merasa dirinya mampu dan yakin bahwa dia akan
bisa berbuat adil. Mereka menyalahi apa yang sudah tetap dalam Al Qur'an dan perbuatan
Rasulullah saw. beserta para sahabat dan Khulafaur Rasyidin. Begitu juga perbuatan
generasi salaf pada zaman-zaman keemasan umat Islam, serta generasi khalaf (berikutnya)
di berbagai belahan dunia dan berbagai masa, atau dalam semua mazhab umat sampai
masa sekarang ini.
Bahkan adapula yang menghimbau agar diciptakan sistem yang membagi-bagikan harta
warisan kepada wanita sama dengan bagian saudara laki-lakinya, menolak bagian laki-laki
dua kali lipat bagian perempuan, serta secara terang-terangan menyalahi nash Kitabullah,
Sunnah Rasulullah saw., dan Ijma' para ulama, baik dari segi fiqih maupun dalam bentuk
perbuatan selama empat belas abad. Yang lebih mengherankan lagi, arus pemikiran
tersebut telah melanda orang yang mengaku sebagai ahli agama. Mereka membuat keadaan
menyimpang dari jalan yang benar. Mereka berbicara dengan mengatasnamakan Islam
melalui pers dan media massa, lalu mereka berbicara mengenai Allah tanpa didasari ilmu
pengetahuan yang benar. Di antara mereka itu ada yang tidak tahu atau berpura-pura tidak
tahu mengenai hadits-hadits yang sahih dan jelas, dengan tujuan agar mereka dapat
mengeluarkan fatwa yang menghalalkan apa yang diharamkan oleh syariat Allah dan
melegitimasi keadaan yang sedang berlaku, atau guna menghalalkan kebijakan-kebijakan
penguasa yang mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram. Karena itu, Anda
lihat mereka diam saja ketika muncul undang-undang yang memperbolehkan zina dan
mereka ikut-ikutan menentang poligami.
Kita juga menemukan ulama yang memfatwakan bolehnya wanita memakai rambut palsu,
padahal ada riwayat hadits sahih dari Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Aisyah, Asma, dan
Mu'awiyah r.a. yang mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda: "Allah melaknat wanita yang
menyambung dan minta disambung rambutnya." Perbuatan menyambung rambut ini
disebut oleh Rasulullah saw. sebagai pemalsuan, sebab si pelaku telah memalsukan
keadaan yang sebenarnya, dan beliau mengisyaratkan bahwa yang demikian itu adalah
perbuatan orang-orang Yahudi.
Serupa dengan itu orang yang memfatwakan bahwa pakaian yang memperlihatkan kedua
siku dan betis atau rambut, atau pakaian tipis yang menerawang atau menampilkan bentuk
dan lekuk-lekuk tubuh --seperti pakaian budaya bangsa Barat yang menyusup ke dalam
masyarakat Islam--hanyalah dosa kecil yang bisa dihapuskan dengan melakukan shalat
atau ibadah lainnya. Bodoh sekali orang yang berkata begitu. Sebab, Nabi saw. sendiri
memasukkan wanita-wanita seperti itu ke dalam kelompok penghuni neraka yang
"berpakaian telanjang". Beliau pun memutuskan bahwa mereka tidak akan masuk surga
bahkan tidak bisa mencium bau surga, padahal bau surga itu dapat dicium dari jarak yang
sangat jauh. Wanita-wanita yang berpakaian telanjang adalah wanita yang pakaiannya
tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan agama. Artinya mereka memakai pakaian
yang masih menerawang dan menampilkan lekuk-lekuk dan bentuk tubuh, atau tidak
menutupi bagian-bagian tubuh yang harus ditutupi. Jika dikatakan bahwa yang mereka
lakukan itu hanya dosa kecil, tentu Nabi saw. tidak memutuskan mereka masuk neraka
atau mengharamkan mereka dari surga walaupun sekadar mencium baunya.
Sekarang katakanlah kita menerima bahwa memakai pakaian yang tidak menutup aurat itu
hanyalah dosa kecil. Apakah mungkin mereka tidak tahu bahwa berketerusan melakukan
dosa kecil akan mengantarkan pelakunya pada dosa besar sebagaimana yang telah
ditetapkan oleh ulama, sehingga mereka berkata: "Tidak ada dosa yang kecil kalau
dilakukan secara terus-menerus dan tidak ada dosa yang besar jika disertai dengan
istighfar." Yang tepat dikatakan adalah bahwa sebagian besar dari orang-orang yang
bersikap ekstrem dan berlebihan dalam meniru Barat adalah sebagai reaksi terhadap orang-
orang yang bersikap ekstrem dan keterlaluan dalam meniru Timur, atau dengan kata lain
mereka menjadi tawanan zaman kuno dan zaman modern. Sementara yang dituntut dari
kita hanyalah tunduk dan patuh kepada petunjuk dan bimbingan Dinulhaq yang dibawa
oleh Nabi kita, Muhammad saw. Karena itu, yang harus diambil adalah sikap yang
mencerminkan sifat atau karakter pertengahan Islam yang tidak keterlaluan dan tidak pula
menyepelekan suatu masalah, tidak melebihi dan tidak pula mengurangi. Itulah yang
diisyaratkan Allah SWT dalam firman-Nya:
"Supaya kamu jangan melampaui batas dalam neraca itu. Dan tegakkanlah
timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu." (ar-
Rahman: 8-9)
Buku yang saya antarkan untuk pembaca sekarang ini dapat menjelaskan karakter
pertengahan Islam tersebut dan menampilkan sikap Islam yang sebenarnya mengenai
masalah yang sangat penting ini. Dalam masyarakat Islam masih bercampur aduk antara
yang hak dan yang batil, jelasnya mengenai masalah wanita serta perannya dalam rumah
tangga, masyarakat, dan kehidupan.
Penulis buku ini mulai menekuni masalah wanita muslimah sejak bertahun-tahun, ketika
dia banyak sekali menemukan nash-nash yang berlawanan dengan sikap sebagian besar
kaum muslimin yang keras dan kaku mengenai wanita. Semakin dalam kajian yang dia
lakukan terhadap masalah ini, semakin bertambah kuat keyakinannya mengenai keluasan
pandangan Islam terhadap wanita, kedudukan, dan peranan pentingnya di tengah keluarga
dan di dalam kehidupan bermasyarakat.
Beliau semakin serius menangani masalah ini karena melihat sikap berlebihan dari
sekelompok umat Islam dan sebagian para da'i dalam mengenali kaum wanita. Hal-hal itu
menyebabkan kaum laki-laki dan wanita semakin jauh dari tuntunan Islam. Itu sama
artinya dengan menyerahkan kepada orang-orang sekuler dan antiagama senjata yang dapat
mereka gunakan untuk menghalangi para da'i dalam memecahkan berbagai problem
kehidupan secara islami.
Dalam kajian ini, penulis buku ini tidak berpegang pada ucapan si fulan atau orang
tertentu, tetapi membiarkan nash-nash berbicara dan menentukan hukum sendiri. Karena
itu, banyak terdapat nash dalam buku ini yang secara sengaja dikemukakan begitu saja,
sehingga nash itu sendiri dengan bahasa dan gayanya akan menjelaskan, menegaskan, dan
menentukan nilai dan maksud yang dituju. Beliau tidak menukil/menyadur ucapan para
ulama atau para pensyarah kecuali dalam batas yang wajar untuk sekadar menjelaskan hal-
hal yang kurang jelas, samar-samar, atau ada beberapa pendapat yang berbeda mengenai
nash tersebut.
Kita benar-benar sedang menekuni suatu kajian ilmiah yang dapat dipercaya karena
didukung oleh nash-nash yang sahih, diambil dari sumber-sumber yang paling dipercaya
dan betul-betul dikuasai oleh penulisnya. Beliau mengorbankan waktu, tenaga, pikiran,
hati, ilmu, dan pengalaman sehingga membuahkan keberhasilan sampai ke tingkat yang
begitu matang. Bahkan pada kenyataannya kita sedang menghadapi sebuah ensiklopedia
yang sarat dengan masalah-masalah penting mengenai wanita muslimah, baik menyangkut
kepribadian dan kedudukannya, pakaian dan perhiasannya, perannya di tengah keluarga
dan masyarakat, pertemuannya dengan kaum laki-laki, hingga pada keterlibatannya dalam
kehidupan sosial dan politik menurut pandangan nash-nash Al-Qur'an, hadits, dan
pemahaman ulama salaf terhadap nash-nash yang me-nyangkut masalah wanita tersebut.
Penulis buku ini, Profesor Abdul Halim Muhammad Abu Syuqqah, adalah seorang tokoh
yang belum begitu dikenal di kalangan cendekiawan. Sebab, beliau belum banyak
membuat tulisan yang membuat beliau dikenal orang atau dengan kata lain, belum banyak
menurunkan tulisan yang dapat mempublikasikan siapa dirinya kepada orang lain. Tulisan
beliau masih terbatas dalam bentuk artikel-artikel yang dimuat dalam beberapa majalah
Islam. Padahal sebenarnya beliau banyak menulis dan merekam buah pikirannya dalam
berbagai bidang. Tulisan-tulisan beliau mengandung ide-ide yang cemerlang dan teori-teori
reformasi yang unggul. Hanya saja, ide-ide beliau sering seperti mutiara yang masih
berserakan di sana sini dan belum ditata dalam satu ikatan. Beliau masih terus mengulur-
ulur waktu sehingga menemukan tali pengikat yang diidam-idamkan.
Di samping itu sikap hati-hati dalam menyusun buku ini --sikap pelan dan hati-hati
disenangi oleh Allah dan Rasul-Nya menurut nash yang sahih-- membuat beliau membaca
berulangkali pemikiran yang telah dituangkan ke dalam bentuk tulisan, dan
mendiskusikannya dengan teman-teman dekat beliau, sehingga beliau betul-betul yakin
akan kebenaran yang ditulis. Mungkin juga beliau melakukan ralat dan perbaikan sehingga
beliau betul-betul merasa mantap dan puas dengan tulisannya.
Meskipun Prof. Abdul Halim yang juga dijuluki Abu Abdurrahman ini tidak begitu dikenal
di kalangan luas, kalangan yang mengenalnya merasa kagum dan mengakui
kemampuannya dalam berpikir secara tenang dan mendalam; pandangannya yang kritis,
reformis, dan berani mengemukakan apa yang diyakininya benar; sampai pada kejujuran
dan sikap istiqamahnya sehingga lahir dan batinnya tetap seirama.
Saya tegaskan di sini bahwa saya sudah mengenalnya secara baik sejak seperempat abad
silam, ketika kami sama-sama bekerja di kementerian pendidikan di Qatar. Sejauh yang
saya tahu, beliau selalu berbicara jujur, benar, bersih, sopan, halus, jenius, dan kritis. Di
dalam pergaulan hidup, saya mengenalnya sebagai seorang muslim yang sangat konsisten
pada ajaran Islam serta senantiasa mempelajari hukum dan ajaran agama untuk diterapkan
pada diri dan keluarganya. Beliau tidak belajar untuk pandai beretorika atau membangga-
banggakan kehebatan dan kepintaran yang dimiliki, tetapi untuk dijadikan petunjuk dalam
kehidupannya.
Kekonsistenan beliau tidak didasarkan pada Islam mazhab tertentu dari mazhab-mazhab
yang lazim diikuti atau Islam suatu periode dari periode-periode sejarah terdahulu, dan
bukan pula Islam suatu negara dari negara-negara Islam yang dikenal. Akan tetapi, Islam
beliau adalah Islam Al Qur'an dan Sunnah semata. Karena itulah dia sangat hati-hati dalam
membuat tulisan agar jangan berdasarkan pada pendapat ulama ini atau ulama itu. Sebab
ulama mana pun di dunia ini pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya, bagaimana pun
kehebatan ilmu pengetahuan dan fatwanya.
Saya mengenalnya sebagai seorang pendidik yang didukung bakat, studi, dan pengalaman.
Beliau pernah menjadi guru sekolah lanjutan atas dan direktur sebuah SLTA di Doha.
Karena itu, tidak mengherankan jika pada diri beliau sering terlihat semangat seorang
pendidik yang senantiasa berupaya memberi dan mengajar dengan berbagai cara dan
metode yang sangat menarik.
Saya juga mengenalnya sebagai seorang pemburu kebenaran yang ikhlas dalam
mencarinya, tidak pernah merasa jemu dan bosan untuk mengetahui rahasianya, serta teliti
dalam membaca dan mengkaji. Sifat tekun dan teliti serta berpikir dan mengamati
merupakan beberapa keistimewaan yang cukup menonjol dan ciri yang sangat kentara
dalam seluruh kehidupannya. Beliau tidak suka terburu-buru membuat keputusan dan
kesimpulan, serta tidak suka meniru-niru. Keputusan dibuat melalui kajian yang teliti dan
pemikiran yang mendalam. Setelah itu baru beliau menyusun catatan tentang pokok-pokok
pikiran yang masih berserakan untuk dihimpun dan disusun secara rapi.
Beliau juga seorang yang sederhana dan rendah hati. Apabila diberi nasihat, beliau tidak
cukup sekadar menerima. Lebih dari itu, beliau meminta nasihat lebih banyak dan lebih
banyak lagi dari orang yang beliau percayai ilmu dan pendapatnya, sehingga beliau yakin
betul dengan hasil yang disimpulkan. Beliau senantiasa lapang dada dalam menerima
pendapat lain, tidak acuh bila menemukan suatu kebenaran. Beliau menampakkan wajah
yang ceria, siap beradu pendapat, menghapuskan atau menambahkan, mendiskusikan dan
memperbaiki, hingga beliau sampai kepada suatu kesimpulan yang betul-betul mantap.
Beliau selalu mendambakan perbaikan, tidak berhenti kalau sudah mengenal jenis
penyakit, tetapi senantiasa berusaha menentukan obat dan menjelaskan cara perawatannya.
masyarakat. Beliau pun tidak mengada-ada mencari kemudahan dalam syariat Allah.
Beliau hanya mengikuti saja kemana arah syariat itu berjalan. Hal itu tidaklah aneh sebab
memberikan kemudahan merupakan roh dan darah daging syariat Islam.
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
Sejak edisi pertama majalah Al-Muslim al-Mu'ashir --dalam kelahiran majalah ini, peran
dan jasa beliau sangat besar, bahkan beliaulah yang memiliki ide dan menghimbau untuk
menerbitkannya-- telah kita lihat pembicaraan beliau yang sangat menarik dan berani
mengenai krisis pemikiran muslim modern. Melalui hal itu terungkaplah kemampuan
beliau dalam menyelami, menganalisis, dan mengkritik, sekaligus juga tentang kedalaman
pemahaman beliau terhadap agama dan kehidupan serta keberanian dalam menentang apa
yang beliau yakini salah, meskipun akhirnya beliau dikenal orang sebagai seorang tokoh
yang kontroversial.
Pada edisi berikutnya beliau menurunkan tulisan mengenai krisis akhlak muslim modern .
Kedua tulisan tersebut membuktikan bahwa beliau adalah seorang yang memiliki kejelian
berpikir, kecermelangan pemikiran, dan jiwa yang kritis. Beliau hidup pada zamannya
sekaligus mengenal seluk beluknya dan menghadapinya dengan hati seorang mukmin,
pemikiran seorang peneliti, dan kemauan seorang reformis, jauh dari asal bunyi dan taklid
buta.
Orang yang membaca tulisan beliau boleh saja tidak sependapat dengannya. Saya sendiri
pernah menentang pendapat beliau dalam edisi lanjutan majalah tersebut. Namun
demikian, Anda pasti tetap salut dan hormat pada pemikiran dan keikhlasannya.
Buku ini berjalan ke arah memberi kemudahan serta menghilangkan kesulitan dan beban
dari pundak wanita muslimah. Bagaimanapun, trend yang melanda umat Islam selama
berabad-abad cenderung menunjukkan sikap keras, kaku, dan berburuk sangka terhadap
wanita. Tampaknya, sikap keras tersebut terjadi karena dua hal. Pertama, karena
ketidaktahuan orang mengenai nash-nash syariat yang mengandung dalil tentang
kemudahan dan menentang sikap mempersulit, khususnya nash-nash Sunnah Nabi saw.
yang sahih. Sementara, nash-nash Al-Qur'an sudah dimaklumi oleh semua orang dan
sunnah-sunnah hanya tampil dalam beberapa kitab saja. Sedangkan di dalam berbagai
dawawin (buku-buku besar) yang menghimpun berbagai hadits, sanad, dan bagian-
bagiannya, hal-hal seperti itu terlupakan. Orang sibuk membaca kitab-kitab mazhab fiqih
saja sehingga tidak sempat lagi menggali kitab-kitab besar yang sarat dengan sunnah.
Akibatnya, banyak Anda lihat kaum muslimin tidak mempedulikan hadits-hadits sahih;
mereka hanya mengambil dalil dari hadits-hadits dha'if atau maudhu'.
Kedua, tidak memahami dengan baik nash-nash yang sudah mereka ketahui, misalnya
dengan meletakkan tidak pada tempatnya, ceroboh dalam meng-istinbath hukum darinya,
mengartikannya secara kasar, memisahkannya dari sababulwurud (sebab muncul)-nya satu
hadits, memisahkannya dari pembicaraan sebelumnya atau dengan konteks pembicaraan,
serta mengucilkannya dari hukum-hukum Islam yang lazim dan tujuannya yang
menyeluruh sehingga tidak ada kesinkronan antara satu dengan yang lainnya.
Mengenai masalah ini cukup banyak contoh. Dalam hal ini, kita tidak memiliki lahan yang
cukup luas untuk menyebutkannya satu persatu. Penulis buku kita ini jeli sekali melihat
kedua faktor tadi untuk kemudian beliau mencurahkan perhatian sepenuhnya pada kedua
masalah berikut. Pertama, mencari nash-nash yang muhkamat, khususnya dari hadits-
hadits Nabi saw. Kemudian mengumpulkan nash-nash yang mencerminkan roh Islam ini
dan sikapnya terhadap kaum wanita. Jumlah nash-nash tersebut sangat banyak dan
dilengkapi dengan keterangan yang jelas. Anda dapat membaca topik-topik pembahasan
dan bagian-bagian yang menghimpun hadits-hadits yang banyak sekali. Anda akan
merasakan betapa banyak dan jelasnya maksud nash-nash tersebut. Dalam hal ini, dapat
saya sebutkan kepada para pembaca beberapa tema dari buku ini sebagai contoh tentang
kekuatan pribadi muslimah dan kesadarannya pada tanggung jawab:
Pola dan langkah-langkah awal yang dilakukan dalam penyusunan buku ini adalah
membaca sebanyak mungkin buku-buku Sunnah sebab di dalamnya terdapat banyak sekali
khazanah ilmiah yang tidak patut diabaikan. Beliau membacanya dengan tekun dan
menyelidikinya secermat mungkin sehingga beliau berhasil mengumpulkan nash yang
banyak sekali jumlahnya. Akan tetapi, dalam tahap ini, kepada pembaca beliau
memutuskan untuk menyuguhkan khazanah yang diambil dari kitab Shahih Bukhari dan
Muslim saja. Sekarang beliau mempersembahkan kepada kita mutiara-mutiara Nabawi
berupa ucapan, perbuatan, dan ketetapan (taqrir) Nabi saw.
Untuk pembaca budiman, dalam hal ini, cukup saya tunjukkan satu contoh tentang
komentar penulis untuk dibaca dengan tenang dan teliti bab penutup yang sarat dengan
kandungan nash mengenai keterlibatan wanita bersama kaum laki-laki dalam kehidupan
sosial. Beliau berbicara mengenai gejala-gejala sosial baru yang memaksa terjadinya
pertemuan wanita dengan laki-laki pada masa sekarang ini. Masalah-masalah tersebut
dibicarakan oleh seseorang yang berpengalaman dan memahami kondisi zaman serta
perubahan masyarakatnya. Dapat saya katakan bahwa orang yang tidak memahami gejala-
gejala sosial yang sedang terjadi dalam masyarakat kita, tidak mungkin memiliki
kesimpulan yang benar mengenai kasus-kasus wanita, meskipun dia hapal di luar kepala
berbagai macam nash. Kata Imam Ibnul Qayyim --semoga Allah mencurahkan rahmat
kepadanya-- seorang ahlu fiqih haruslah mampu mengawinkan kewajiban dengan
kenyataan.
Adapun masalah kedua yang mendapat perhatian dari penulis adalah menjawab
pemahaman-pemahaman keliru yang menyebabkan nash melenceng dari jalurnya, baik
secara sengaja ataupun tidak. Kemudian, beliau menarik kesimpulan/hukum yang benar
dari nash tersebut, misalnya pendapat beliau mengenai firman Allah yang berbunyi: "Dan
hendaklah kamu (perempuan) tetap di rumahmu" dan hadits yang menggambarkan wanita
sebagai makhluk yang kurang akal dan agama.
Pada dasarnya, ayat di atas beserta ayat yang sebelum dan sesudahnya ditujukan kepada
istri-istri Nabi saw. Perintah untuk tetap di rumah hanya diperuntukkan bagi istri-istri Nabi
saw., diperkuat dengan dalil yang bahwa Umar ibnul Khattab terus melarang mereka pergi
haji, dan baru diizinkan pergi haji ketika Umar menunaikan hajinya yang terakhir.
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Firman Allah tentang hendaknya kamu (perempuan) tetap
di rumahmu, sebenarnya ditujukan kepada istri-istri Nabi saw." Pada bagian lain Hafizh
Ibnu Hajar berkata: "Aisyah dan orang-orang yang sependapat dengannya memahami
targhib (dorongan) untuk melaksanakan haji yang terdapat dalam sabda Nabi saw.: 'Jihad
yang paling baik dan paling indah bagi kalian adalah menunaikan haji.' Dengan demikian,
diperbolehkan menunaikan haji berulangkali, dan hadits ini mengkhususkan keumuman
sabda Nabi saw. yang berbunyi: 'Ini, dan munculnya hambatan.' Pada ayat: 'Dan hendaklah
kamu tetap di rumahmu,' itu pada mulanya, seolah-olah Umar mengambil sikap tawaqquf
(berdiam diri). Namun, kemudian setelah mengetahui kekuatan dasar/alasan Aisyah,
akhirnya Umar mengizinkan mereka (istri-istri Nabi saw.) melaksanakan haji pada akhir
masa pemerintahan beliau. "
Jika kita katakan bahwa ayat tersebut ditujukan kepada semua wanita muslimah, coba kita
perhatikan nash-nash Sunnah --yang berfungsi menjelaskan Al-Qur'an-- agar kita dapat
melihat bagaimana wanita-wanita kaum muslimin pada zaman Nabi saw. menerapkan
perintah untuk tetap tinggal di rumah. Mengapa perintah ini tidak menghalangi mereka
keluar rumah untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial? Kami telah menyebutkan
ratusan nash yang bersumber dari kitab Shahih Bukhari dan Muslim. Nash-nash tersebut
menegaskan keterlibatan wanita dalam berbagai bidang kehidupan.
Dalam menjelaskan hadits, penulis berkata: "Dari Abu Sa'id al-Khudri, dia berkata bahwa
pada hari raya Fitri atau Adha Rasulullah saw. pergi ke lapangan yang dikhususkan sebagai
tempat penyelenggaraan shalat 'id, lalu beliau melewati jamaah wanita dan bersabda:
'Wahai kaum wanita, aku tidak melihat orang-orang yang kurang akal dan agama mampu
melumpuhkan hati seorang laki-laki yang tegas melebihi salah seorang dari kalian'" (HR
Muslim)
Kita dapat menguraikan hadits di atas dari tiga sisi. Akan tetapi, di sini kami hanya
membahas sisi yang pertama. Hadits Nabi saw. di atas masih memerlukan kajian dan
penelitian, baik dari segi momentum dikeluarkannya hadits tersebut atau dari segi kepada
siapa hadits tersebut ditujukan maupun dari segi bentuk dan susunan katanya. Hal itu perlu
sekali dilakukan guna mengetahui relevansinya dengan karakteristik wanita. Dari segi
momentum, hadits di atas disampaikan ketika Nabi saw. memberikan saran dan nasihat
kepada kaum wanita setelah shalat hari raya. Mungkinkah Rasulullah saw. sebagai seorang
yang berakhlak mulia memejamkan mata ketika menghadapi persoalan wanita, kemudian
menjatuhkan martabat mereka dan merendahkan nilai kepribadian mereka pada saat yang
penuh dengan suka cita itu? Dari segi kepada siapa hadits itu ditujukan, sudah jelas.
Mereka adalah jamaah wanita kota Madinah yang mayoritas kaum Anshar. Mereka
digambarkan oleh Umar dalam ucapannya sebagai berikut: "Tatkala kami sampai di
Madinah, kami temukan bahwa kaum yang lebih dominan adalah kaum wanitanya. Lalu
wanita-wanita kami meniru adab dan perilaku orang-orang Anshar." Hal itu menjelaskan
mengapa Rasulullah saw. mengatakan: "... Aku tidak pernah melihat orang-orang yang
kurang akal dan agama mampu melumpuhkan hati seorang laki-laki yang tegas melebihi
salah seorang dari kalian?"
Dari segi bentuk dan susunan nash, kata-kata di dalam hadits tersebut tidak berbentuk
taqriri (ketetapan) kaidah umum atau hukum umum, tetapi lebih bersifat ungkapan rasa
kagum Rasulullah saw. terhadap kontradiksi yang terjadi, yaitu mengenai lebih
dominannya kaum wanita --padahal mereka adalah makhluk yang lemah-- atas kaum laki-
laki yang memiliki sikap tegas. Artinya, kekaguman Rasulullah saw. terhadap hikmah/
kebijaksanaan Allah SWT adalah karena Allah meletakkan kekuatan di tempat yang kita
duga lemah dan dia memperlihatkan kelemahan di tempat yang kita duga kuat! Karena itu
kita patut bertanya, bukankah kata-kata hadits yang terdapat dalam nasihat Nabi saw. itu
mengandung sentuhan atau sindiran halus terhadap kaum wanita? Bukankah itu merupakan
permulaan yang apik pada satu bagian dari bagian-bagian nasihat Nabi saw.? Seolah-olah
beliau ingin mengatakan: "Wahai kaum wanita, kalau kalian diberi kekuatan oleh Allah
untuk melumpuhkan hati kaum laki-laki yang bersifat tegas, meskipun kalian lemah, maka
takutlah kepada Allah, dan jangan kalian pergunakan kekuatan kalian itu kecuali untuk hal-
hal yang baik dan bermanfaat."
Demikianlah permasalahannya, dan kalimat "yang kurang akal dan agama" disampaikan
hanya satu kali dengan tujuan menarik perhatian sekaligus merupakan pendahuluan yang
apik-dan halus dalam menyampaikan nasihat, khususnya terhadap kaum wanita. Artinya,
hal itu tidak pernah disampaikan secara khusus dalam bentuk taqriri, baik di hadapan kaum
wanita maupun kaum laki-laki.
Penulis berupaya mendiskusikan beberapa masalah fundamental dan sangat penting yang
ada kaitannya dengan topik di atas. Masalah-masalah tersebut sering dipakai oleh banyak
ulama untuk mempersempit ruang gerak wanita. Tentu saja, hal itu berbeda dengan apa
yang diterapkan oleh Nabi saw., diantaranya, seperti dalam masalah saddudz dzari'ah
(pencegahan sebelum terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan).
Sebagai penutup, saya katakan bahwa buku yang berisikan nash-nash yang kuat, pendapat-
pendapat yang benar, bukti-bukti yang hidup, pemahaman yang cemerlang, dan ulasan-
ulasan yang padat telah menambah khazanah kepustakaan Islam, di samping bobot dan
orisinilitas yang terkandung di dalamnya.
Pada beberapa bagian buku ini mungkin terdapat hal-hal yang berbeda dengan pendapat
sebagian orang akibat pengaruh budaya dan lingkungan. Hal itu sesuai dengan ketentuan
sunnatullah terhadap manusia. Namun demikian, semangat dan esensi buku ini dalam
menjelaskan sikap Islam terhadap wanita berdasarkan nash-nash yang muhkamat dan
petunjuk umum pada masa kenabian tidak dapat ditawar-tawar lagi.
Saya berdoa kepada Allah semoga para pembaca buku ini dapat memetik manfaat darinya,
sementara penulisnya diberi ganjaran yang setimpal atas jasa, jerih payah, dan tenaga yang
telah dikorbankan selama bertahun-tahun demi terwujudnya buku ini. Semoga Allah
menunjuki kita semua jalan yang benar!
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
Bab. I PENDAHULUAN
Allah SWT berfirman:
Buku ini merupakan buah karya hamba Allah yang lemah, yang berusaha membahas topik
permasalahan yang sangat besar dan penting. Hanya Allah --sebelum dan sesudahnya--
tempat kita meminta pertolongan dan kepada-Nya juga penulis bertawakal serta berserah
diri.
Telah sekian tahun penulis bertekad melakukan kajian yang mendalam tentang Sirah
Nabawiyyah (Sejarah Kehidupan Nabi saw.) berdasarkan buku-buku Sunnah agar kita
memiliki pegangan yang lebih kuat dan mantap. Bagaimana pun, kisah atau sejarah
kehidupan Nabi saw. belum mendapatkan perhatian yang cukup sehingga banyak sanad
yang belum ditahqiq (diteliti). Akibatnya, masih sangat sulit untuk menentukan mana yang
sahih dan mana yang dhaif. Faktor yang mendorong penulis melakukan pekerjaan ini
adalah kenyataan bahwa Sirah Nabawiyyah yang mengetengahkan kehidupan Rasulullah
mengandung banyak sekali perkataan, perbuatan, dan taqrir (ketetapan) yang masuk ke
dalam kategori Sunnah, sehingga dapat ditiru oleh kaum muslimin dalam kehidupan
mereka. Karena itu, sirah harus diketengahkan kepada kaum muslimin dengan dalil yang
lebih kuat sehingga mereka dapat mengikuti petunjuknya dengan perasaan tenang dan
mantap melalui keabsahan dalil-dalil yang dijadikan pegangan. Perlu juga penulis sebutkan
di sini bahwa kecenderungan untuk mempelajari sirah melalui kitab-kitab Sunnah
merupakan akibat hubungan penulis dengan seorang yang alim dan ahli hadits, Syekh
Nashiruddin al-Albani. Penulis pernah belajar kepada beliau dan merasakan bahwa masa
tersebut merupakan masa yang indah dan penuh berkah. Penulis memulainya dengan
mempelajari kitab Shahih Muslim beserta Syarah Imam an-Nawawi. Namun, ketika
menguraikan dan mengelompokkan hadits-hadits tersebut, penulis sempat dikejutkan oleh
beberapa hadits yang bersifat praktis dan operasional serta berkaitan dengan masalah
wanita dan hubungannya dengan laki-laki dalam berbagai bidang kehidupan. Yang
mengejutkan itu adalah bahwa hadits-hadits tersebut bertolak belakang sama sekali dengan
apa yang penulis pahami dan praktekkan selama ini, bahkan dengan apa yang dipahami
dan dipraktekkan oleh berbagai kelompok keagamaan yang pernah berhubungan dengan
mereka. Mereka terdiri atas berbagai aliran, seperti organisasi asy-Syari'ah, Ikhwanul
Muslimun, kelompok Sufi, kelompok Salaf, Partai Pembebasan Islam, dan lain-lain.
Bahkan, hadits-hadits tersebut --karena vital dan pentingnya-- telah menarik penulis untuk
membenahi persepsi mengenai karakteristik wanita muslimah dan sejauh mana
keterlibatannya dalam berbagai bidang kehidupan pada zaman kerasulan Muhammad saw.
Di sini penulis kemukakan kepada pembaca apa yang diisyaratkan oleh beberapa hadits
dengan harapan pembaca akan menemukan sesuatu yang baru, sekaligus tertarik, untuk
kemudian melakukan peninjauan kembali terhadap kenyataan yang sedang kita hadapi
sesuai dengan tuntunan hadits-hadits tersebut, seperti:
● Wanita muslimah menghadiri shalat isya dan subuh di masjid Rasulullah saw.
● Wanita muslimah menghadiri shalat Jum'at dan menghapal surat Qaaf langsung dari
mulut Rasulullah saw. sendiri.
● Wanita muslimah menghadiri shalat gerhana, meskipun waktunya panjang, bersama
Rasulullah saw.
● Wanita muslimah beri'tikaf pada sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan di
masjid Rasulullah saw.
● Wanita muslimah mengunjungi suaminya, yaitu Rasulullah saw., yang sedang
beri'tikaf di masjid.
● Wanita muslimah memenuhi undangan ke pertemuan umum di masjid yang
Karena kuatnya tarikan tersebut, penulis mengubah haluan pengkajian dari proyek
penulisan Sirah Nabawiyyah pada proyek pengkajian wanita muslimah pada masa
kenabian. Kondisi wanita muslimah pada masa kenabian memberikan gambaran yang jelas
sekali tentang udara kebebasan yang dapat dihirup kaum wanita. Yang mendorong penulis
mengerjakan proyek baru ini adalah bahaya besar yang pernah dan masih penulis rasakan,
yaitu dominasi visi dan persepsi yang bertolak belakang dengan ajaran agama mengenai
emansipasi wanita. Apalagi, sikap yang bertolak belakang dengan ajaran agama itu sudah
sangat kental terdapat dalam jiwa beberapa kelompok umat Islam yang taat beragama dan
antusias sekali menegakkan syariat Islam, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam
kehidupan bermasyarakat. Mengatakan yang hak itu hak dalam soal wanita sama
pentingnya dengan mengatakan yang hak itu adalah hak dalam aspek mana pun dari aspek-
aspek syariat karena kedua-duanya sama-sama memperjuangkan agama Allah. Namun
1. Bagi seorang muslim, wanita adalah ibu, saudara perempuan, istri, atau anak
perempuan. Jika keempat status itu dihimpun oleh seorang wanita, maka manusia
manakah yang lebih mulia daripadanya?
2. Wanita muslimah paling sering dijadikan mangsa oleh dua jenis jahiliah: jahiliah
abad keempat belas hijrah, yaitu jahiliah dalam sikap yang berlebihan, keras, dan
taklid buta yang dimiliki oleh kaum bapak, dan jahiliah abad kedua puluh masehi,
yaitu jahiliah yang memamerkan aurat, melakukan seks bebas, dan taklid buta
terhadap Barat. Kedua jenis jahiliah tersebut tidak sesuai sama sekali dengan syariat
Allah.
3. Rasulullah saw. bersabda: "Wanita itu adalah saudara kandung pria." (HR Abu
Daud)1 Menolong wanita muslimah berarti menolong insan muslim dengan kedua
belah pihaknya, yaitu yang teraniaya dengan menyadarkan dan membersihkannya
serta yang menganiaya dengan mengembalikannya ke jalan yang benar dan tidak
berbuat aniaya lagi, sebagai pelaksanaan terhadap perintah Nabi saw. yang
berbunyi: "Bantulah saudaramu yang menganiaya atau yang teraniaya." Para
sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, yang ini kami bantu karena dia teraniaya.
Tetapi bagaimana kami membantunya kalau dia yang menganiaya?" Rasulullah
saw. menjawab: "Kalian tahan tangannya."2 Dan menurut satu riwayat: "Kamu
cegah dia dari berbuat aniaya, itulah pertolongan kepadanya."3
4. Wanita adalah setengah masyarakat. Jika kaum wanita tidak berfungsi berarti
separuh kehidupan manusia tidak berfungsi dengan melahirkan generasi mukmin
mujahid yang cemerlang atau tidak berfungsi dari berpartisipasi dalam membangun
masyarakat, baik dalam bidang sosial maupun politik. Namun, hal itu tidak
menafikan tidak berfungsinya "setengah yang lain" (kaum laki-laki) sampai ke
tingkat yang cukup memprihatinkan. Dengan begitu, membebaskan wanita
muslimah sama artinya dengan membebaskan setengah masyarakat muslim, dan
wanita tidak dapat bebas kecuali bersamaan dengan bebasnya kaum laki-laki.
Selanjutnya kedua kelompok tersebut tidak akan pernah bebas kecuali dengan
mengikuti petunjuk Allah.
5. Di balik semua itu, Allah telah memberikan perasaan yang halus kepada wanita
sehingga mereka senang beragama asalkan saja mendapatkan pengarahan yang baik
dan bijaksana. Hal ini mengingatkan penulis pada kata-kata dua orang ulama masa
kini yang karyanya pernah penulis baca. Ulama pertama4 berkata: "Mereka (wanita)
paling siap mempelajari agama, memiliki akhlak yang baik dan berbuat kebajikan.
Mereka paling siap mendengar dan mengikuti asalkan saja mereka menemukan
pembimbing, laki-laki maupun wanita, yang bijaksana dan saleh serta dapat
menunjukkan kebenaran dan dengan kebenaran itu dia melakukan
perubahanperubahan terhadap wanita." Sementara ulama kedua5 berkata: "Ketika
saya bergelut dengan tugas memberikan fatwa melalui radio dan televisi selama
bertahun-tahun, saya mendapatkan sejumlah catatan penting. Sekian ribu surat yang
saya terima itu berasal dari berbagai negara dan dari berbagai kelompok manusia,
yang masih remaja dan sudah tua atau dari kalangan laki-laki dan wanita. Surat-
surat tersebut bersifat pribadi dan umum. Di antara catatan-catatan penting tersebut,
yang pertama, adalah agama dalam masyarakat kita masih berada di garis terdepan
dalam soal memberikan pengarahan dan pengaruh. Kedua, bahwa wanita secara
umum lebih peduli terhadap agama dibandingkan dengan laki-laki. Tampaknya, apa
yang dikaruniakan Allah kepada wanita berupa perasaan yang halus, sifat santun,
dan rasa kasih sayang telah membuatnya lebih dekat kepada fitrah/naluri
keagamaan dibandingkan dengan kaum laki-laki. Karena itu, tidak heran jika
kepedulian wanita terhadap agama lebih besar dan rasa takutnya akan 'hisab' yang
jelek lebih kuat. Masih banyak kita lihat wanita yang sebelumnya suka buka-
bukaan, kemudian sadar atas kemauan sendiri dan kembali menutup aurat serta
mengikuti etika Islam, meskipun berbagai upaya dan cara dilakukan oleh musuh-
musuh Islam untuk merusak mereka, baik di dalam maupun di luar negeri. Juga
tidak aneh jika kita melihat banyak gadis remaja dan kaum ibu yang memakai
pakaian gaya Barat modern (yang bertentangan dengan tuntunan agama), tetapi
mereka tetap rajin melakukan shalat, puasa, haji, umrah, dan rukun-rukun Islam
lainnya. Artinya adalah bahwa benih-benih agama yang ada di dalam dada mereka
belumlah mati. Rasa keterpautan dan perhatian pada agama, meskipun sedikit,
masih hidup sehingga membuatnya tetap konsisten, tumbuh dan berkembang,
kemudian berbuah dan menghasilkan dalam waktu dekat dengan izin Tuhannya.
Dengan demikian, dia dapat bebas dari bayang-bayang kehancuran yang senantiasa
menghantui hidupnya."
Tidak heran jika kedua orang ulama yang mulia itu berkata demikian sebab nash-nash
petunjuk Nabi saw. membuktikan apa yang mereka katakan itu. Sebagai contoh adalah
Aisyah r.a.. Dia senang dan mendambakan sekali agar dirinya boleh ikut berjihad, sehingga
dia berkata: "Wahai Rasulullah, kami melihat jihad itu adalah amalan yang paling afdal,
apakah kami boleh ikut berjihad?" (HR Bukhari)6 Selain itu ada Ummu Haram yang ingin
mati syahid bersama pasukan marinir. Dia berkata: "Wahai Rasulullah, tolonglah doakan
semoga Allah menjadikanku bersama mereka." Lalu Rasulullah saw. mendoakannya." (HR
Bukhari)7 Lihat pula seorang wanita yang bekerja dengan tangannya sendiri, kemudian
bersedekah dengan hasil usahanya itu. "Adalah Zainab binti Jahasy orang yang paling
takwa kepada Allah, paling suka menyambung silaturrahim, paling banyak bersedekah,
dan paling suka mengorbankan dirinya untuk melakukan pekerjaan yang dengan pekerjaan
itu dia dapat bersedekah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT." (HR Muslim)8
Ada pula sejumlah wanita yang meminta dan mengharapkan diberi kesempatan yang lebih
luas lagi untuk menimba ilmu pengetahuan dari Nabi saw. Sejumlah wanita berkata kepada
Nabi saw.: "Kami dikalahkan oleh kaum laki-laki dalam merebut kesempatanmu. Karena
itu tolonglah engkau sediakan harimu untuk kami." (HR Bukhari dan Muslim)9 Ada lagi
sejumlah wanita yang bersedekah dan berkorban lebih banyak daripada kaum laki-laki.
Sebelum masuk Islam, wanita Quraisy adalah orang yang sangat lembut hatinya dan sangat
senang mendengarkan Kalamullah. "Dari Aisyah r.a. dikatakan bahwa Abu Bakar
membangun sebuah masjid di pekarangan rumahnya. Dia melaksanakan shalat dan
membaca Al-Qur'an di masjid tersebut. Lalu datang berduyun-duyun ke tempat itu wanita-
wanita Quraisy bersama anak-anak mereka karena mereka kagum dengan apa yang dibaca
Abu Bakar dan mereka memperhatikan Abu Bakar. Kejadian itu membuat para pemuka
Quraisy takut dan berkata: "Kami khawatir ia memperdaya istri dan anak-anak kami." (HR
Bukhari)11
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Kejadian itu membuat para pemuka Quraisy takut. Artinya
mereka mengkhawatirkan orang-orang kafir karena mereka mengetahui kelembutan hati
para istri dan pemuda-pemuda mereka yang mengkhianatinya cenderung pada agama
Islam. "12
Masih berkaitan dengan masalah motivasi, perhatian penulis terhadap gagasan ini semakin
bertambah setiap membaca tulisan dan artikel atau mendengarkan ceramah tentang wanita
dalam Islam. Pendapat saya sering berbenturan dengan pendapat para ulama yang mulia,
baik yang terdahulu maupun yang sekarang, yang tidak sejalan dengan apa yang terdapat
dalam buku-buku Sunnah yang berisi nash-nash sahih dan tegas (sharih).
Saya akan mengemukakan dua contoh saja mengenai pendapat ulama terdahulu. Sebuah
riwayat yang datang dari Ikrimah dan asy-Sya'bi dalam kitab ath-Thabari mengatakan
tentang diharamkannya paman dan bibi melihat perhiasan wanita kemenakannya. Dalam
membahas masalah ini mereka disamakan dengan kalangan asing (ajnabi). Hadits ini
dikutip turun-temurun oleh para penulis umumnya dan mufassir (ahli tafsir) khususnya
selama berabad-abad hingga sekarang ini, tanpa meneliti matan riwayat tersebut atau
sejauh mana sejalannya dengan Sunnah, juga tanpa memperhatikan apa yang menyebabkan
datangnya riwayat ini.
Dari segi matan, ada hadits --yang berfungsi untuk menjelaskan Kitabullah-- yang
menyebutkan bahwa paman dan bibi sama haknya dengan mahram-mahram lain
sebagaimana yang tercantum dalam ayat berikut:
atau putra-putra suami mereka atau saudara-saudara lelaki mereka atau putra
putra saudara lelaki mereka atau putra-putra saudara perempuan mereka atau
wanita-wanita Islam atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-
pelayan laki-lakiyang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita ..." (an-Nuur: 31)
"Aflah, saudara Abul Qu'ais, minta izin (untuk bertemu denganku) setelah
diturunkannya ayat hijab. Aku berkata: 'Aku tidak bisa memberi izin
kepadanya sampai aku minta izin pada Nabi saw. tentang dia. Sesungguhnya
saudaranya Abul Qu'ais bukanlah dia yang menyusukanku. Akan tetapi yang
menyusukanku adalah istri Abul Qu'ais.' Kemudian Nabi saw. datang
kepadaku, lalu aku katakan padanya: 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya
Aflah, saudara Abul Qu'ais minta izin untuk bertemu denganku. Tetapi aku
enggan memberikan izin kepadanya sebelum aku minta izin terlebih dahulu
kepadamu.' Lalu Rasulullah saw. berkata: 'Apa yang menghalangimu
sehingga kamu tidak mengizinkan masuk pamanmu sendiri?' Aku jawab:
'Wahai Rasulullah, lelaki itu, bukan dia yang menyusukanku. Akan tetapi
yang menyusukanku adalah istri Abul Qu'ais. 'Lantas Rasulullah saw.
bersabda: 'Izinkanlah dia masuk, sebab dia itu adalah pamanmu, dan hal itu
tidak jadi masalah bagimu.'" (HR Bukhari dan Muslim)13
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Dengan mengetengahkan hadits ini, seolah-olah Bukhari
ingin menjawab pendapat orang yang tidak senang ketika seorang wanita melepaskan
kerudungnya di depan paman atau saudara laki-laki dari ibu (khal). Seperti riwayat yang
dikeluarkan oleh ath-Thabari melalui Daud bin Abu Hindun dari Ikrimah dan asy-Sya'bi.
Kepada mereka berdua ada yang bertanya: "Mengapa tidak disebutkan paman dan saudara
laki-laki dari ibu (khal) dalam ayat tersebut?" Kedua ulama ini menjawab: "Sebab paman
dan khal bisa menjodohkan keponakan perempuannya itu dengan anak-anak laki-lakinya."
Karena itulah Ikrimah dan asy-Sya'bi tidak senang jika seorang perempuan melepaskan
kerudungnya di hadapan paman atau khalnya. Hadits Aisyah tentang kisah Aflah di atas
dapat menjawab pendapat Ikrimah dan asy-Sya'bi ini. Inilah di antara ketelitian yang
terdapat dalam bab-bab Shahih Bukhari."14
Al-Hafizh ibnu Hajar juga berkata: "Kalau ada yang bertanya, mengapa dalam ayat
tersebut tidak disebutkan paman dan khal?" Jawabannya: "Penyebutan paman dan khal
tersebut cukup dalam bentuk isyarat saja. Sebab paman sama kedudukannya dengan bapak
dan khal sama kedudukannya dengan ibu." Adapula yang mengatakan karena paman dan
khal dapat menjodohkan keponakan perempuannya itu dengan anak-anak laki-lakinya
sebagaimana yang dikatakan oleh Ikrimah dan asy-Sya'bi. Tetapi pendapat ini dibantah
oleh jumhur ulama.15
Sementara itu, asy-Syaukani berkata: "Tidak disebutkan paman dan khal karena kedudukan
mereka sama dengan kedua orang tua."16 Sedangkan pelarangan lebih disebabkan oleh
kekhawatiran paman dan khal akan menceritakan kondisi keponakannya kepada anak laki-
lakinya untuk kemudian menjodohkan mereka. Kalau kita pikirkan secara cermat,
alasannya terasa lemah sekali. Sebab atas dasar motivasi apa paman dan khal menceritakan
keponakan perempuannya kepada anak laki-lakinya --kalau hal itu benar-benar mereka
lakukan-- selain mendorong mereka untuk kawin? Jika memang itu yang dikhawatirkan,
mengapa larangan itu hanya berlaku untuk paman dan khal dari pihak bapak, sementara
bibi dari ayah dan ibu tidak? Bahkan, mengapa paman dan khal dari pihak bapak termasuk
ke dalam larangan sementara perempuan lain yang tidak memiliki hubungan darah sama
sekali tidak dilarang? Kami kira orang yang memiliki hubungan darah pasti memiliki lebih
besar kepeduliannya dalam menjaga kehormatan kaum keluarganya. Mengapa
berprasangka buruk semacam itu? Mengapa harus berperasaan yang bukan-bukan terhadap
kaum keluarga? Selain itu, mengapa harus menyalahi dalil aqli dan naqli? Rasa hormat
macam apa lagi yang masih tersisa dalam hati seorang keponakan terhadap paman dan
bibinya jika dia sudah khawatir bahwa paman dan bibinya itu akan menghancurkan
kehormatannya?
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
3 Bukhari, Kitab: Paksaan, Bab: Sumpah seseorang kepada temannya karena takut dibunuh
atau seumpamanya, jilid 15, hlm. 358. Muslim, Kitab: Kebajikan, hubungan kekeluargaan,
dan etika, Bab: Membantu saudara yang menganiaya atau teraniaya, jilid 8, hlm. 19.
4 Dia adalah Syekh Abdullah bin Zaid al-Mahmud, Kepala pengadilan agama dan Kantor
Urusan Agama Qatar. Ucapan tersebut kami kutip dari desertasi beliau yang berjudul Al-
Akhlaq al-Hamidah li al-Mar'ah Mu'ashirah.
5 Dr. Yusuf Qardhawi. Ucapan ini dikutip dari: Mukadimah buku beliau yang berjudul
Fatawa Mu'asshirah.
6 Shahih Bukhari, Kitab: Jihad, Bab: Keutamaan Jihad, jilid 6, hlm. 344.
7 Ibid.
8 Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Keutamaan Aisyah r.a. jilid 7,
hlm. 136.
9 Bukhari, Kitab: Ilmu, Bab: Apakah untuk kaum wanita disediakan waktu khusus untuk
belajar? jilid 1, hlm. 206. Muslim, Kitab: Kebajikan, hubungan kekeluargaan dan etika,
Bab: Keutamaan orang yang kematian anak lalu ia merasa sedih karenanya, jilid 8, hlm. 39.
11 Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Hijrah Nabi saw. dan para sahabat beliau ke Madinah
jilid 8, hlm. 233.
13 Bukhari, Kitab: Tafsir surat al-Ahzab, Bab: Ayat 54-55 jilid 10, hlm. 151. Muslim,
Kitab: Persusuan, Bab: Keharaman persusuan dari jalur lelaki, jilid 4, hlm. 163.
18 Muslim, Kitab: Haji, Bab: Haji Nabi saw., jilid 4, hlm. 42.
19 Bukhari, Kitab: Mohon izin, Bab: Firman Allah: "Hai orang-orang yang beriman
janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum minta izin dan
memberikan salam kepada penghuninya," Jilid 13, hlm. 245. Muslim, Kitab: Haji, Bab:
Menghajikan orang yang tidak mampu disebabkan sakit-sakitan terus atau tua renta dan
semisalnya, jilid 4, hlm. 10.
20 Lihat pasal mengenai keterlibatan wanita dalam kehidupan sosial dan pertemuannya
dengan kaum laki-laki.
21 Majma' az-Zawaid, Kitab: Nikah, Bab: Apa yang baik bagi wanita. jilid 4, hlm. 255.
22 Ihya' Ulumiddin, Kitab: Nikah, Bab III mengenai adab bergaul dan bagaimana cara
lelaki berlindung dari bahaya cemburu.
23 Lihat pasal keterlibatan wanita dalam kehidupan sosial dan pertemuannya dengan kaum
laki-laki. Tentang keterlibatan wanita di masjid.
25 Pasal selanjutnya.
29 Hadits ini terdapat dalam buku Misykat al-Mashabih, jilid 1, hlm 82, no. 248.
Muhaqqiq, Syekh Nashiruddin al-Albani menyebutkan bahwa Hafizh al-Aila'iy
mensahihkan beberapa jalur hadits ini.
32 Bukhari, Kitab: Dua hari raya, Bab: Wanita haid menjauhi mushalla, jilid 3, hlm. 22.
Muslim, Kitab: Shalat dua hari raya, Bab: Diperbolehkannya wanita pergi ke mushalla
pada dua hari raya, jilid 3, hlm 20.
33 Shahih Sunan Ibnu Majah, Mukaddimah bab: "Orang-orang yang telah mencapai ilmu",
hadits no. 187.
34 Diriwayatkan oleh Bukhari secara mu'allaq, Kitab: Ilmu Bab: Keluar menuntut ilmu,
jilid 1, hlm. 183. Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Diriwayatkan oleh Bukhari dalam buku
Al-'Adab al-Mufrad, sedangkan Ahmad dan Abu Ya'la dalam kitab musnad mereka."
35 Bukhari, Kitab: Ilmu, Bab: Seorang lelaki mengajar budak perempuan dan keluarganya,
jilid 1, hlm. 200.
36 Atsar ini terdapat dalam Fathul Bari. Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Diriwayatkan oleh ad-
Danmi dengan sanad yang sahih", jilid 1, hlm. 202.
38 Muslim, Kitab: Ilmu, Bab: Barangsiapa yang mensunnahkan kebajikan atau keburukan
dan barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk atau kesesatan, jilid 8, hlm. 62.
40 Bukhari, Kitab: Haji, Bab: Tamattu, qiran, dan haji ifrad bagi orang yang tidak
membawa hewan sembelihan, jilid 4, hlm. 175.
41 Majma' az-Zawaid, Kitab: Ilmu, Bab: Mengenai orang yang menghalalkan yang haram,
mengharamkan yang halal atau meninggalkan Sunnah. Hafizh al-Haitsami berkata:
"Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam kitab Al-Aswath. Semua rijalnya sahih."
42 Bukhari, Kitab: Minuman, Bab: Minum sambil berdiri, jilid 12, hlm. 183.
44 Bukhari, Kitab: Berpegang teguh pada Kitab dan Sunnah, Bab: Sabda Nabi saw.:
"Sungguh kalian akan mengikuti jejak orang-orang yang sebelum kalian", jilid 17, hlm. 63.
Muslim, Kitab: Ilmu, Bab: Mengikuti jejak-jejak orang Yahudi dan Nasrani, jilid 8, hlm.
57.
47 Bukhari, Kitab: Menyadarkan orang-orang yang murtad supaya bertobat, Bab: Apabila
orang kafir dzimmi mengumpat Nabi saw., jilid 15, hlm. 308. Muslim, Kitab: Salam Bab:
Larangan memulai mengucapkan salam kepada Ahli Kitab dan cara menjawab salam
mereka, jilid 7, hlm. 4.
48 Muslim, Kitab: Kebajikan, hubungan kekeluargaan dan etika, Bab: Keutamaan lemah
lembut/ramah, jilid 8, hlm. 22.
49 Bukhari, Kitab: Berpegang teguh pada Kitab dan Sunnah, jilid 17, hlm. 55.
51 Bukhari, Kitab: Mandi, Bab: Orang yang memakai wewangian kemudian dia mandi,
lalu bau wanginya masih tertinggal, jilid 1, hlm. 396. Muslim, Kitab: Haji, Bab:
Wewangian bagi orang yang ingin berihram, jilid 4, hlm. 12.
53 ibid
54 Bukhari, Kitab: Puasa, Bab: Orang puasa yang bangun pada pagi harinya dalam
keadaan berjunub, jilid 5, hlm. 45. Muslim, Kitab: Puasa, Bab: Sahnya puasa orang yang
sudah terbit fajar sementara dia masih dalam keadaan berjunub, jilid 3, hlm. 137.
55 Muslim, Kitab: Haid, Bab: Hukum rambut wanita yang dipintal, jilid 1, hlm. 179.
56 Bukhari, Kitab: Haji, Bab: Orang yang mengalungkan kalung pada hewan
sembelihannya dengan tangannya sendiri, jilid 4, hlm. 293.
57 Muslim, Kitab: Haji, Bab: Thawaf dan sa'i yang harus dilakukan oleh orang yang
berihram dengan niat haji sesampainya di Mekah, jilid 4, hlm 53.
58 Bukhari, Kitab: Haji, Bab: Apabila wanita kedatangan haid setelah melakukan thawaf
Ifadhah, jilid 4, hlm. 336. Muslim, Kitab: Haji, Bab: Kewajiban melakukan thawaf Wada,
dan gugurnya kewajiban thawaf Wada' bagi wanita haid, jilid 4, hlm. 93. Nash hadits
Shafiyyah adalah riwayat Muslim.
59 Bukhari, Kitab: Haji, Bab: Haji tamattu pada masa Nabi saw., jilid 4, hlm. 177. Muslim,
Kitab: Haji, Bab: Boleh hukumnya bertamattu, jilid 4, hlm. 48.
60 Bukhari, Kitab: Haji, Bab Haji tamattu, qiran, dan ifrad, jilid 4, hlm. 176. Muslim,
Kitab: Haji, Bab: Boleh bertamattu, jilid 4, hlm. 46.
61 Muslim, Kitab Haji, Bab: Mengenai haji tamattu, jilid 4, hlm. 55.
63 Muslim, Kitab: Shalat orang musafir, Bab: Doa dalam shalat malam, jilid 2, hlm. 185.
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
Dalam satu referensi dari abad kelima yang mengulas hadits Aisyah berbunyi:
"Yang lazim, Nabi saw. menunggu hari agak terang (untuk melakukan shalat
subuh). Kalau pada suatu waktu sudah tetap waktu melakukannya ketika hari
masih gelap disebabkan alasan bepergian (safar). Atau mungkin hal itu
dilakukan ketika ikutnya kaum wanita melaksanakan shalat berjamaah. Tapi
kemudian hal ini sudah dinasakh dengan keluarnya perintah supaya kaum
wanita menetap di rumah."17
Hal itu berarti bahwa kalimat [kalimat Arab] telah menasakh sabda nabi saw. yang
berbunyi [kalimat Arab]. Sedangkan wanita-wanita muslimin tetap saja menghadiri shalat
jamaah di masjid setelah turunnya ayat ini sampai wafatnya Rasulullah saw. Dalil-dalil
mengenai masalah ini banyak sekali, dan insya Allah akan saya sebutkan dalam
pembahasan selanjutnya.
Contoh-contoh yang terjadi pada zaman sekarang pun cukup banyak. Untuk itu, akan saya
sebutkan sebagiannya tanpa menyebutkan nama pengarang atau penulisnya, agar tulisan ini
tidak merusak nama para tokoh dan ulama terpandang. Kepada mereka saya pernah
belajar; saya pun tetap menghormati dan merasa bangga terhadap mereka. Tujuan saya
menjelaskan masalah ini adalah untuk membuktikan bahwa setiap manusia, betapapun
tinggi kedudukannya, dapat dipegang ucapannya bisa juga ditinggal. Sedikit sekali orang
yang tidak pernah berbuat salah. Karena itulah kita diharuskan kembali kepada Sunnah
Nabi saw. Hanya dengan Sunnah beliau kita memperoleh petunjuk dan dengan Sunnahnya
pula kita mengoreksi kesalahankesalahan para tokoh.
Bayangkan, betapa dahsyatnya ancaman itu jika dibandingkan dengan apa yang dilakukan
oleh Rasulullah saw. ketika beliau melihat seorang pemuda yang memandang seorang
gadis remaja, kemudian pemuda itu mengulangi lagi pandangannya!
Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata: "... ketika dalam perjalanan, Rasulullah
saw. melewati beberapa orang wanita yang sedang menunggang unta. Lalu
al-Fadhal memandangi mereka. Rasulullah saw. segera meletakkan
tangannya ke muka al-Fadhal, lalu al-Fadhal memalingkan wajahnya ke arah
lain. Kemudian al-Fadhal kembali memandangi wanita-wanita itu. Dari arah
lain Rasulullah saw. kembali meletakkan tangannya ke muka al-Fadhal
sehingga al-Fadhal mengalihkan pandangannya." (HR Muslim)18
Dari Abdullah bin Abbas, dia berkata: "Seorang wanita cantik dari Kabilah
Khats'am datang kepada Rasulullah saw. untuk meminta fatwa. Lantas al-
Fadhal memandang wanita itu dan dia kagum terhadap kecantikannya. Nabi
saw. menoleh dan pada saat itu al-Fadhal masih memandangi wanita itu.
Nabi saw. segera memegang leher al-Fadhal dari belakang dan memutar
mukanya sehingga tidak melihat lagi ke arah wanita itu." (HR Bukhari dan
Muslim)19
Apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. terhadap Fadhal bin Abbas ketika dia
mengulangi pandangannya? Bukankah Rasulullah saw. hanya memutar wajah Fadhal ke
arah yang lain? Ketika itu Fadhal masih remaja belia. Dia adalah anak paman Rasulullah
saw. Rasulullah saw. berjalan ditemani Fadhal, bahkan Fadhal berboncengan bersama
Rasulullah saw. di atas unta. Rasulullah saw. tidak pernah menghukum dengan
mencongkel matanya atau memberinya pelajaran dengan satu atau beberapa kali pukulan.
Seorang ulama terkenal berkata: "Telah tetap bahwa muka bukanlah aurat yang wajib
ditutup. Namun demikian kita harus mengaitkan masalah ini dengan perhiasan yang tidak
berada di muka dan kedua telapak tangan yang merupakan bagian dari kecantikan."
Padahal pengarang tersebut, pada beberapa lembar sebelum pernyataanya, telah
mengemukakan beberapa hadits sahih yang menerangkan bolehnya terlihat beberapa jenis
perhiasan seperti celak di kedua mata dan inai/pacar pada kedua telapak tangan.
Seorang dosen berkata: "Islam memandang ikhtilat (perbauran antara laki-laki dan wanita)
sebagai bahaya besar dan cara mengatasinya hanyalah dengan perkawinan. Dengan
demikian, masyarakat Islam adalah masyarakat perseorangan, bukan masyarakat bersama
dan kami tegaskan bahwa masyarakat Islam adalah masyarakat tunggal, bukan masyarakat
pasangan. Kaum laki-laki mempunyai masyarakatnya tersendiri, begitu juga kaum wanita.
Islam memang membolehkan wanita menghadiri shalat 'id, shalat jamaah, dan ikut pergi
berperang dalam keadaan sangat mendesak. Akan tetapi, hal itu sampai di batas ini saja."
Dari pendapat dosen tersebut, penulis berharap --jika yang dimaksudkannya adalah
menentang ikhtilath yang urakan dan tidak mengindahkan ketentuan agama saja-- agar dia
menjelaskan bahwa Islam membolehkan wanita terlibat dalam kehidupan sosial dan
bertemu dengan kaum laki-laki dalam batas-batas serta aturan-aturan yang menjamin
murni dan benarnya partisipasi wanita, bermanfaat bagi dirinya sendiri dan masyarakatnya.
Hal itulah yang tercantum di dalam banyak nash Sunnah yang sebagiannya sudah
disebutkan dalam pembukaan buku ini. Diperkirakan, terdapat lebih dari 300 buah nash
dengan sumber kitab Shahih Bukhari dan Muslim yang menerangkan keterlibatan kaum
wanita dalam bebagai bidang kehidupan bersamaan dengan kehadiran kaum laki-laki."20
Seorang pengarang pernah mengemukakan hadits berikut ini: "Rasulullah saw. bertanya
kepada putrinya, Fathimah r:a.: 'Apa yang terbaik untuk wanita?' Fathimah menjawab:
'Jika wanita tidak melihat laki-laki dan laki-laki tidak melihatnya.' Nabi saw. merangkul
putrinya seraya berkata: 'Sebagian manusia adalah satu keturunan dengan sebagian yang
lain.' Pengarang tersebut berkata: 'Hadits ini diriwayatkan oleh perawi yang empat. At-
Tirmidzi berkata: "Hadits ini hasan dan sahih."' Pengarang tersebut mengatakan bahwa
hadits ini merupakan dalil tentang wajibnya wanita menetap di rumah.
Namun, hadits tersebut lemah sekali. Meskipun seringkali disampaikan oleh para khatib
serta sering ditemukan dalam lembaran-lembaran buku dan majalah, kita tidak
menemukannya sama sekali dalam buku-buku perawi yang empat itu. Perawi hadits ini
sebenarnya adalah al-Bazzar, dan ini pun masih dipertikaikan para ulama. Al-Hafizh al-
Haitsami mengatakan dalam bukunya Majma'uz Zawa'id: "Hadits ini diriwayatkan oleh al-
Bazzar, dan di antara sanadnya ada orang yang tidak saya kenal."21 Sementara Al-Hafizh
al-'Iraqi berkata ketika mengeluarkan hadits ini dalam kitab Ihya' Ulumiddin:
"Diriwayatkan oleh al-Bazzar dan ad-Daruquthni dalam kitab Al-Ifrad dari hadits Ali
dengan sanad yang lemah."22
Demikian jika kita melihat hadits tersebut dari segi sanad. Adapun dari segi matan (isi),
hadits tersebut jelas sekali bertentangan dengan manhaj (pola) yang dicontohkan oleh
sahabiyah pada zaman Nabi saw. Ketika itu mereka berperan aktif dalam kehidupan sosial
dan bertemu dengan kaum laki-laki dalam berbagai kesempatan sebagaimana yang telah
dijelaskan sebelumnya.
Dalam sebuah majalah Islam terdapat pertanyaan pembaca: "Kami adalah sekelompok
mahasiswa muslim yang berdomisili di salah satu negara Eropa. Kami berusaha
melaksanakan syariat Islam terhadap diri kami sedapat mungkin. Di antara kami ada yang
sudah menikah. Istrinya memakai hijab seperti yang dianjurkan agama. Akan tetapi dia
merasa sendiri dan terasing, sebab di sini tidak ada wanita lain yang memakai hijab atau
yang dapat berbahasa Arab. Pertanyaan kami adalah sejauh mana istri kawan kami itu
boleh berbaur --didampingi suaminya tentunya dan bukan berkhalwat-- dengan mahasiswa-
mahasiswa lainnya." Pertanyaan itu dijawab oleh seorang dosen sebagai berikut: "Ikhtilath
(berbaurnya laki-laki dengan wanita) pada dasarnya dilarang oleh Islam karena sabda Nabi
saw. mengatakan:
Bayangkan, fatwanya pertama kali menetapkan dengan tegas bahwa Islam melarang
ikhtilath antara laki-laki dan wanita, tetapi kemudian memperbolehkannya dalam keadaan
terpaksa. Padahal Al-Qur'an dan Sunnah telah menjelaskan bahwa pertemuan antara laki-
laki dan wanita --yang mereka namakan ikhtilath-- pada dasarnya boleh-boleh saja. Sunnah
Nabi saw. telah menetapkan keikutsertaan seorang wanita bersama suaminya dalam
menerima dan melayani tamu di samping pertemuan wanita dengan laki-laki dalam
berbagai bidang kehidupan, baik yang bersifat umum maupun khusus. Jika Pembuat syariat
Yang Maha Bijaksana telah menetapkan aturan tentang keterlibatan wanita agar segala
sesuatunya berjalan dengan baik dan benar, Dia juga telah membuat ketentuan dan aturan
mengenai perkawinan, makan, minum, atau jual beli agar semuanya berjalan dengan baik
dan benar pula. Adapun hadits yang dikemukakan oleh dosen kita yang mengeluarkan
fatwa tersebut maksudnya adalah larangan bertemu dengan wanita dalam bentuk
berkhalwat.24
Inilah beberapa buah contoh yang sering dibicarakan oleh para ulama dan penulis yang
didorong oleh keinginan untuk menjelaskan hukum-hukum agama. Selain itu, ada lagi
contoh lain dari para penulis yang kebarat-baratan dan membuka front permusuhan
terhadap agama. Dengan gigihnya mereka melecehkan hukum-hukum agama atau yang
mereka anggap sebagai hukum agama, padahal yang mereka duga itu sama sekali tidak ada
hubungannya dengan agama. Teman saya bercerita bahwa setiap dia mengemukakan
pandangannya untuk menjelaskan hukum agama yang berkaitan dengan salah satu kasus
sosial atau politik, teman lainnya --seorang dosen di sebuah universitas terkenal-- berkata:
"Inilah sudut pandang Anda sebagai akibat dari latar belakang keilmuan dan pendalaman
Anda terhadap pemikiran-pemikiran Barat modern. Dalam hal ini tidak ada penggambaran
tentang hakikat hukum agama sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur'an, As-Sunnah,
atau buku-buku fiqih dengan dalil. Banyak sekali ulama Islam yang mengatakan sesuatu
berbeda sekali dengan apa yang Anda katakan itu."
Menurut pandangan saya, kita harus memberikan keterangan yang jelas sekali kepada
orang-orang yang berpemikiran aneh, yang keanehan pemikirannya itu diantaranya
disebabkan oleh kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh para ulama dan penulis
terkemuka. Karena itu, dengan metode yang digunakan dalam buku ini, saya berharap,
kiranya dapat memudahkan bagi dosen-dosen seperti dalam kasus tadi dalam upaya
mendalami hukum-hukum syariat dari sumber-sumbernya yang asli, bukan dari pendapat
manusia yang bisa benar serta mendekatkan dan menjauhkan manusia dari syariat yang
penuh toleransi atau kemudahan.
B. TEMA PENULISAN
Pada dasarnya, buku ini merupakan kajian sosial yang bernuansa fiqih mengenai wanita
pada zaman kerasulan. Saya mengupayakan agar buku ini memuat semua nash yang
mengindikasikan wanita, dari dekat ataupun jauh, dalam hal kehidupannya, baik yang
bersifat pribadi maupun umum. Selain itu juga mengindikasikan sifat hubungan sosial
wanita dan keanekaragaman kegiatannya. Karena agama Islam mengatur kehidupan
perseorangan --laki-laki ataupun wanita-- seperti halnya mengatur tatanan masyarakat,
penggabungan antara kajian sosial dan kajian fiqih serta keterkaitan kegiatan sosial dengan
dalil-dalil fiqihnya akan menjadi faktor yang sangat membantu dalam penyelidikan yang
menyeluruh terhadap perilaku seorang individu muslim. Bagaimanapun, ciri-ciri kajian
sosial tidak hanya berpegang pada dalil-dalil dan nash-nash yang qath'i, tetapi juga
mengambil nash-nash dan dalil-dalil yang tingkatannya zhanni dengan pertimbangan
bahwa penetapan realita sejarah baru bisa terlaksana jika dua dalil tersebut diambil
sekaligus. Jika hukum fiqih membutuhkan dalil yang qath'i atau yang rajih untuk
menetapkannya, maka dalil yang mungkin dipakai sebagai dalil sudah cukup untuk
menguatkannya. Artinya suatu dalil yang dimungkinkan itu dapat dijadikan dalil
pendukung bagi dalil asli yang qath'i atau rajih. Pembaca dapat memperhatikan bahwa
beberapa nash yang dijadikan dalil untuk sesuatu perkara bersifat dimungkinkan.
Sementara kaidah mengatakan bahwa apabila maksud suatu nash yang dijadikan dalil
bersifat dimungkinkan (muhtamal), maka hal itu tidak dapat dijadikan dalil. Karena itu,
yang dapat dijadikan pegangan untuk menetapkan hukum hanyalah nash-nash yang dalil/
maksudnya adalah yang qath'i atau rajih. Sedangkan nash-nash yang lain dari itu hanya
dapat dijadikan pelengkap kajian sosial.
Dalam hal ini, penulis sudah berusaha memantau gejala-gejala sosial baru yang
berpengaruh terhadap kegiatan wanita dan hubungannya, baik dalam keluarga atau dalam
bidang profesi, sosial dan politik. Begitu juga gejala-gejala yang berpengaruh terhadap
pakaian wanita dan perhiasannya. Semua itu dimaskudkan agar wanita muslimah dapat
menyesuaikan diri secara benar dan dapat bermasyarakat secara modern sambil tetap
berpijak pada substansi yang telah digariskan agama. Dengan demikian dia senantiasa
konsisten terhadap perintah Allah.
Adapun tujuan kajian sosial yang bernuansa fiqih ini --dan yang menerangkan dengan jelas
sekali bagaimana keikutsertaan wanita dalam kehidupan sosial pada zaman kerasulan--
adalah dalam rangka ikut ambil bagian memberikan gambaran agar wanita-wanita
muslimah modern dapat mengikuti langkah-langkah atau aktivitas wanita-wanita zaman
kerasulan dengan pedoman petunjuk Nabi saw.
Tujuan tersebut mengalihkan perhatian penulis pada sebuah masalah besar dan penting
yang menuntut kerjasama serta pengorbanan kalangan ulama dan cendekiawan, yaitu
masalah emansipasi atau pembebasan pemikiran muslim modern. Dalam arti
membebaskannya dari belenggu raksasa, ukuran-ukuran palsu, dan pemikiran-pemikiran
rusak yang telah menguasainya selama beberapa kurun waktu sehingga dia menjadi lemah
dan cacat. Jika pemikiran umat Islam modern sudah bebas dari semua belenggu tersebut,
segala aktivitas dan pekerjaannya senantiasa sesuai dengan pancaran hidayah Ilahi.
Pembebasan pemikiran umat Islam merupakan jalan satu- satunya menuju kebebasan yang
sempurna dan murni bagi wanita dan laki-laki muslim secara sekaligus. Bahkan, hal
tersebut merupakan jalan satu-satunya menuju restrukturisasi masyarakat secara
keseluruhan berdasarkan sendi yang benar dan kuat. Akal atau pikiran adalah pengarah/
motor bagi gerakan manusia. Jika pemikiran atau akal seseorang bebas dan mendapat
petunjuk, dia akan bergerak dengan bebas ke arah yang benar berdasarkan petunjuk dan
arahan ilmu pengetahuan yang dimilikinya.
Masalah ini merupakan induk dari segala permasalahan. Setiap cacat yang terjadi akan
menimbulkan kerusakan yang fatal terhadap pola berpikir seorang muslim yang pada
gilirannya akan menimbulkan kerusakan umum yang meliputi semua aspek kehidupan.
Metode yang dipakai dalam penulisan buku ini diawali dengan membaca secara cermat
nash-nash Al-Qur'an dan nash-nash hadits yang sahih. Mulai terbetik dalam pikiran untuk
mengikuti pola seperti itu sejak saya menggali hadits-hadits sahih Muslim ketika
melaksanakan proyek pengkajian Sirah Nabawiyah melalui buku-buku Sunnah seperti
yang telah saya sebutkan sebelum ini. Saya memulainya dari Shahih Bukhari dengan
mempelajari nash-nash yang berkaitan dengan wanita mengenai setiap aspek dari berbagai
aspek kehidupannya, kemudian Shahih Muslim, dan diteruskan dengan mempelajari kitab-
kitab sunnah yang banyak beredar, sehingga saya menamatkan sebanyak empat belas kitab,
yaitu Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan at-Tirmidzi, Sunan an-
Nasa'i, Sunan Ibnu Majah, Muwaththa Malik, Zawa'id Shahih Ibnu Hibban, Musnad
Ahmad, Mu'jam ath-Thabrani yang tebal, sedang, dan tipis, Musnad al-Bazzar, serta
Musnad Abu Ya'la. Enam buku yang disebutkan terakhir penulis telaah dalam kitab
Majma'uz Zawa'id Wa Manba'ul Fawa'id, yaitu satu kitab yang di dalamnya al-Hafizh al-
Haitsami mengumpulkan nash-nash tambahan yang tidak terdapat dalam enam buku
pertama, (Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Tirmidzi, an-Nasa'i, dan Ibnu
Majah).
Pembacaan nash Sunnah secara cermat tidak berarti merupakan batasan cukup untuk tidak
membaca nash-nash Kitabullah sebab Kalamullah Ta'ala merupakan sumber pertama yang
mempunyai keagungan dan kebesaran, serta memiliki kepadatan kandungan yang membuat
setiap orang tertegun untuk memikirkan makna setiap ayatnya. Setelah keseluruhan ayat
tersebut saya telaah, rasanya tidak hanya cukup satu kali untuk membacanya. Karena itu,
saya ulang dan ulang lagi sehingga hasilnya, alhamdulillah, cukup baik.
Tekad saya pertama kali adalah agar buku ini mencakup nash-nash yang bersumber dari
Kitabullah dan buku-buku Sunnah Rasulullah saw. sebagaimana yang telah saya isyaratkan
sebelumnya. Berdasarkan pemikiran itu, saya membuat beberapa pasal. Namun, kemudian
saya memutuskan untuk tahap pertama ini cukup dengan nash-nash dari Kitabullah, Shahih
Bukhari, dan Shahih Muslim saja, karena beberapa pertimbangan berikut:
1. Faktor waktu; alangkah baiknya jika bisa segera mempersembahkan topik penting
seperti ini kepada umat. Walaupun menyegera, saya ingat bahwa untuk
menghasilkan karya yang memuaskan tentu dibutuhkan tenaga dan waktu yang
berlipat ganda, karena sanad hadits-hadits itu pun harus diteliti.
2. Faktor memberi kemudahan bagi pembaca dengan pertimbangan bahwa satu jilid
untuk setiap pembahasan dari pembahasan-pembahasan yang ada dalam satu buku
tentu lebih ringan daripada beberapa jilid.
3. Faktor penghargaan dan kepercayaan terhadap apa yang terdapat dalam kitab
Shahih Bukhari dan Muslim. Kedua kitab tersebut mendapat tempat khusus dalam
hati setiap insan muslim, karena keduanya mengandung hadits-hadits sahih dan
tidak memuat hadits-hadits dha'if. Kedua kitab tersebut merupakan kitab paling
dipercaya setelah Kitabullah. Dengan demikian, pembaca dapat meyakini
sepenuhnya kesahihan nash-nash yang dimuat dalam buku ini.
Singkatnya, saya mengambil keputusan untuk menerbitkan buku ini dalam dua tahap.
Tahap pertama --hasilnya seperti yang ada di tangan para pembaca sekarang-- terbatas
pada nash-nash tertentu yang bersumber dari Kitabullah serta kitab Shahih Bukhari dan
Muslim. Kadang-kadang pembahasan ini keluar juga dari kedua kitab sahih tersebut, tetapi
dalam masalah-masalah yang sangat terbatas, misalnya jika dalil-dalil penjelasan untuk
masalah tertentu tidak ditemukan di dalam kedua kitab sahih tersebut. Dan kadang-kadang
saya juga menyebutkan beberapa alasan yang bersumber dari luar kedua kitab sahih
tersebut dengan tujuan untuk lebih memperjelas keterangan. Bersamaan dengan itu saya
upayakan sedapat mungkin untuk mengkaji pendapat-pendapat ulama yang pakar dalam
bidangnya untuk mengetahui sejauh mana keabsahan sanad nash-nash yang dikutip. Saya
lebih mendahulukan nash riwayat Bukhari dalam kondisi riwayat kedua imam hadits ini.
Dan dalam kondisi yang terbilang jarang, penulis memilih nash riwayat Muslim karena
saya lihat maksudnya yang lebih jelas. Dalam kondisi seperti ini saya tegaskan bahwa
riwayat tersebut dikeluarkan oleh Muslim.
Pada tahap kedua --insya Allah-- nash-nash dari Kitabullah akan mengambil porsi lebih
besar dibandingkan nash-nash dari kitab-kitab Sunnah yang asli. Saya memohon kepada
Allah semoga karya ini benar-benar ikhlas karena-Nya, diterima di sisi-Nya, dan
bermanfaat bagi pembaca. Allah adalah sebaik-baik tempat memohon dan menyampaikan
keinginan.
Konsep umum dari buku ini adalah mengetengahkan nash-nash yang dapat dijadikan dalil
bagi topik-topik pembahasan sebagai mana telah saya sebutkan sebelumnya. Maksud dan
tujuan nash-nash tersebut jelas sekali karena secara umum merupakan nash-nash yang
bersifat praktis dan operasional sehingga kita tidak perlu bersusah payah membuang energi
untuk menyimpulkan maksudnya. Setiap orang yang mempunyai sedikit latar belakang
ilmu syariat pasti mampu memahami maksudnya. Meskipun demikian, kadang-kadang
saya tetap berusaha menyebutkan pendapat beberapa ahli fiqih yang secara umum saya
saring dari keterangan al-Hafizh Ibnu Hajar terhadap Shahih Bukhari (Fathul Bari) yang
benar-benar merupakan enskilopedia hadits dan fiqih. Pengutipan pendapat dan ucapan
para ulama itu bertujuan untuk menetapkan bahwa dalil nash yang saya pahami dan yang
merupakan dasar pengelompokan tematis bukanlah sesuatu yang aneh. Hal itu sudah biasa
dilakukan oleh ulama-ulama besar sebelumnya.
Berkat karunia Allah, akhir-akhir ini, usaha pengelompokan tematis terhadap nash-nash Al-
Qur'an dan Sunnah banyak mendapat perhatian kalangan ulama. Juga merupakan karunia
Allah bagi umat Islam bahwa Dia telah memberikan jaminan akan memelihara Kitab-Nya
sebagaimana memelihara Sunnah Nabi-Nya yang merupakan penjelasan bagi Kitabullah
yang telah dan akan terus dipelihara pada derajat yang paling tinggi sesuai dengan
perlindungan yang diberikan Allah kepadanya, sebagaimana firman-Nya ini:
maka Sunnah dengan izin Allah SWT dijaga oleh kaum muslimin dengan penuh perhatian
dan mereka korbankan segala tenaga untuk menjaga kemurniannya. Allah mengaruniai
mereka ilmu yang sistematis sehingga menjamin terpeliharanya keabsahan sanadnya
sepanjang masa. Karunia yang diperuntukkan bagi umat Islam ini sungguh merupakan
hikmah yang luar biasa dari Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Jika
dibandingkan dengan umat-umat sebelumnya, kitab-kitab mereka telah mengalami
perubahan dan penggantian. Kemudian Sunnatullah menghendaki untuk memilih nabi baru
atau menurunkan kitab baru guna meluruskan kembali ajaran-ajaran petunjuk Ilahi. Setelah
umat Islam memikul misi agama penutup dan tidak ada lagi nabi setelah Muhammad saw.,
lantas Allah memelihara pokok-pokok agama ini sehingga manusia kembali kepadanya
setiap saat sampai hari kiamat. Hal itu dilakukan jika mereka berminat mengikuti petunjuk
Allah yang nyata dan tidak menganggap masalah agama sebagai benda pusaka yang
diwarisi secara turun- temurun oleh anak cucu dari orang tua dan nenek moyang mereka
sebagaimana adanya serta iidak mengatakan seperti yang dikatakan oleh umat-umat
terdahulu:
Saya kira, umat Islam yang menghargai sepenuhnya karunia Allah berupa pemberian
jaminan pemeliharaan pokok-pokok agama mereka, pantas sekali untuk kembali setiap saat
pada pokok-pokok agamanya, serta menjadikannya sebagai pedoman dan acuan hukum
karena Allah SWT berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(-Nya) dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya." (an-Nisa': 59)
Saya berharap kiranya segala tenaga yang dikorbankan melalui buku ini dengan izin Allah
dapat membantu umat Islam dalam mengembalikan masalah-masalah wanita pada
Kitabullah dan Sunnah Rasulullah saw.
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
Jika mengikuti petunjuk Nabi saw. itu merupakan sesuatu yang dituntut dan keharusan
dalam upaya meluruskan jalan hidup kita dalam semua aspeknya, dalam aspek keterlibatan
wanita dalam kehidupan sosial lebih dituntut dan diharuskan lagi mengingat petunjuk Nabi
saw. dalam bidang ini seolah-olah mengalami sedikit perubahan yang cukup mendasar,
atau bahkan cukup parah. Penerapan konkret terhadap keterlibatan wanita pada zaman
Nabi saw. merupakan sunnah yang pantas diikuti dan teladan indah yang patut ditiru.
Ironisnya sunnah-sunnah yang sebetulnya patut ditiru dan contoh-contoh yang pantas
diteladani dalam bentuk penerapan-penerapan baru, mengingat perkembangan dan
pertumbuhan masyarakat serta karena dorongan dan arahan ajaran agama yang mulia,
justru dalam penerapan konkretnya sekarang ini semakin lemah dan memudar, bahkan
dapat dikatakan hampir sirna sama sekali. Sementara nash-nash yang bercerita tentang
sunnah tersebut tinggal di dalam buku-buku agama sebagai goresan tinta belaka. Sinarnya
--sebagaimana yang diinginkan oleh Pembuat syariat-- sudah tidak ada. Tanda-tandanya
sudah terkikis atau tertutup di hadapan akal dan hati manusia karena kabut tebal dari
penafsiran dan pendapat para tokoh serta ulama. Hal ini didukung oleh beberapa faktor,
diantaranya sebagai berikut:
a. Sisa adat dan tradisi jahiliah, baik jahiliah bangsa Arab maupun jahiliah bangsa-bangsa
lain yang masuk ke dalam Islam. Kemudian adat dan tradisi jahiliah yang sudah melekat di
dalam otak, hati, dan perilaku mereka tetap terbawa sepanjang masa.
c. Ijtihad-ijtihad yang salah atau marjuhah (kurang kuat) yang disampaikan oleh sebagian
ulama salaf --dan sedikit sekali orang yang tidak pernah berbuat salah. Pengaruh ijtihad
tersebut semakin besar dan dampaknya semakin jauh karena telah diwarisi secara turun-
temurun selama berabad-abad akibat kejumudan dalam berpikir dan taklid buta. Semoga
Allah SWT mencurahkan rahmatNya kepada Syekh Islam Ibnu Taimiyyah yang
mengatakan: "Sesungguhnya tidak seorang pun dari para ulama, baik dari generasi pertama
maupun yang berikutnya, kecuali mempunyai perkataan-perkataan dan perbuatan-
perbuatan yang tidak berlandaskan pada sunnah .... Ini adalah suatu masalah yang luas dan
tidak ada tepinya. Namun demikian, hal itu tidak mengurangi martabatnya. Selain itu, kita
tidak perlu mengikuti perkataan dan perbuatan mereka yang keliru tersebut. Sebab Allah
SWT sudah berfirman: 'Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya).'"Mujahid, al-Hukum
bin Utaibah, Malik, dan lainnya berkata: "Tidak seorang pun dari makhluk Allah ini
kecuali ucapannya dapat dipegang dan dapat pula ditinggalkan kecuali Nabi saw."26
Semoga Allah SWT mencurahkan rahmat-Nya kepada asy-Syaukani yang mengatakan:
"Fanatik (kepada seorang imam) dengan menjadikan setiap pendapat yang dia keluarkan
dan ijtihad yang dia riwayatkan sebagai pegangan bagimu dan bagi semua hamba, maka
jika kamu lakukan seperti itu, berarti kamu telah menjadikan imam itu sebagai pembuat
syariat, bukan pelaksana. Atau sebagai pemberi tugas (mukallif), bukan sebagai orang yang
diberi tugas (mukallaf)."27 Apapun kesalahan dan penyimpangannya, sungguh merupakan
karunia dan rahmat Allah bagi kaum muslimin bahwa di tengah-tengah mereka masih
terdapat orang-orang yang adil dan melaksanakan perintah Allah. Mengenai hal ini
Rasulullah saw. bersabda:
"Ilmu (agama) ini diemban dalam setiap generasi khalaf (belakangan) oleh
orang-orang adil yang menyingkirkan penyimpangan orang-orang yang
berlebihan, pemalsuan orang-orang yang suka berbuat batil, dan pentakwilan
orang-orang jahil." (HR al-Baihaqqi)29
d. Penelitian sanad-sanad hadits oleh Bukhari dan orang-orang yang setelahnya terjadi
setelah imam yang empat membangun mahzab fiqih mereka. Oleh karena itu, para ulama
mengatakan tentang keharusan mengoreksi pendapat para imam dengan hadits yang sahih.
Akan tetapi, sebagian besar pengikut mereka tidak mengoreksinya dengan timbangan
tersebut. Mereka telah melanggar wasiat para imam dan menyalahi ketentuan hadits.
Imam asy-Syafi'i telah berkata dengan jelas: "Diriwayatkan sebuah hadits yang isinya
bahwa kaum wanita dibiarkan menghadiri dua hari raya. Kalau hal ini benar, aku pasti
Hal-hal yang membuat saya semakin bersemangat untuk melanjutkan pekerjaan ini adalah
sabda Rasulullah saw. yang berbunyi:
Dari penulisan buku ini saya berharap telah menyampaikan ucapan Rasulullah saw. kepada
para ahli fiqih dan orang-orang yang lebih ahli dalam bidang ini. Selain itu, saya berharap
semoga Allah memasukkan saya ke dalam kelompok orang-orang yang diberi kabar
gembira sebagaimana dalam hadits tersebut.
Jika kita lihat orang-orang saleh dahulu kala, mereka mengembara berhari-hari dan
bermalam-malam untuk memperoleh sebuah hadits. Contohnya dapat kita lihat dalam
kisah Jabir bin Abdullah --salah seorang sahabat-- yang melakukan perjalanan selama satu
bulan ke tempat Abdullah bin Anis untuk mendapatkan sebuah hadits.34 Juga dalam kisah
Amir asy-Sya'bi --salah seorang tabi'in-- yang berkata kepada seseorang dari Kabilah
Khurasan setelah mengajarkan kepadanya satu hadits Rasulullah saw.: "Kami
memberikannya padamu tanpa apa-apa, padahal dia sudah berkendaraan ke Madinah untuk
mendapatkannya."35 Contoh lain adalah perkataan Bisir bin Ubaidillah: "Aku
berkendaraan dari kota ke kota untuk mendapatkan sebuah hadits."36
Saya mengharapkan cucuran rahmat Allah, semoga Dia memberikan kemudahan bagi
kaum muslimin dalam membaca dan memahami hadits-hadits yang terdapat dalam buku
ini karena hadits-hadits tersebut besar sekali manfaatnya dalam kehidupan mereka.
D. HASIL-HASIL KAJIAN
1. Karakteristik Wanita
● Membuka wajah sudah umum dilakukan pada zaman Nabi saw. Kondisi seperti ini
merupakan kondisi awalnya. Adapun memakai cadar, sehingga yang terlihat hanya
kedua bola mata, merupakan salah satu tradisi atau mode/cara berdandan yang
menjadi trend pada sebagian wanita sebelum dan sesudah kedatangan Islam.
● Berdandan secara wajar pada muka, kedua telapak tangan, dan pakaian
diperbolehkan agama dalam batas-batas yang pantas dilakukan oleh seorang wanita
mukminat.
● Tidak pernah diwajibkan mengikuti satu mode tertentu dalam berpakaian. Yang
diwajibkan adalah menutupi badan. Tidaklah berdosa mengikuti beberapa mode
sesuai dengan kondisi cuaca dan lingkungan sosial.
● Kriteria-kriteria di atas membantu wanita untuk lebih bebas bergerak dan
memudahkannya dalam mengikuti kegiatan sosial.
Mengingat semakin seriusnya kondisi sosial pada masa kita sekarang yang menuntut
semakin ditingkatkannya partisipasi wanita dalam bidang sosial, politik, dan profesi, maka
kaidah-kaidah dan aturan-aturan yang telah digariskan syariat haruslah menjadi pengatur
kondisi tersebut sampai akhir zaman.
Di antara hasil dari keterlibatan dalam kehidupan sosial tersebut adalah timbulnya
kesadaran wanita, semakin matangnya cara berpikir, dan mampunya wanita melaksanakan
berbagai kegiatan yang bermanfaat.
4. Keluarga
a. Menegaskan bahwa wanita berhak memilih suami dan berhak meminta cerai jika dia
memang tidak menyukai suaminya, walaupun dia tidak dirugikan oleh suaminya dengan
syarat dia mengembalikan apa yang dia ambil dari suaminya dengan ketetapan dari suami
atau hakim setelah dibuktikan bahwa dia benar-benar sudah tidak menyukai suaminya.
b. Berbagai tanggung jawab pasangan suami istri dan melakukan kerjasama yang baik
demi sempurnanya pelaksanaan tanggung jawab tersebut.
"... Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan
kelebihan daripada istrinya ..." (al-Baqarah: 228)
Derajat atau tingkatan yang dimaksud adalah kepemimpinan suami dalam rumah
tangganya atau kelebihan mengalahnya suaminya dari beberapa hak yang harus dia
peroleh. Di antara hak-hak tersebut adalah hak dicintai, hak disayangi dan dikasihani, hak
berdandan dan menikmati hubungan seksual, serta hak untuk bersama-sama dalam
kesibukan dan kesusahan seperti yang dialami oleh setiap pihak.
e. Peranan wanita/istri dalam keluarga merupakan tugas utama dan pertama. Tapi hal ini
tidak menafikan bahwa wanita juga mempunyai kewajiban-kewajiban lain di tengah
masyarakat. Tumbuhnya kesadaran bermasyarakat dan adanya kerjasama yang erat antara
suami dan istri merupakan dua faktor yang sangat penting untuk mengkoordinasikan tugas
pertama wanita dengan tugas-tugasnya lain yang dibutuhkan demi kemaslahatan
masyarakat muslim sehingga dalam masyarakat terwujud perkembangan dan kemajuan.
5. Bidang Seksual
● Seks merupakan bagian dari kesenangan di dunia dan di akhirat. Seks itu halal dan
baik. Seseorang dapat memperoleh pahala karena melakukan aktivitas seksual yang
sesuai dengan batas-batas yang digariskan oleh agama. Kita perlu meluruskan
persepsi kita mengenai masalah ini karena telah dikaburkan oleh pemikiran sufi
yang menyimpang dan dilatarbelakangi oleh paham kerahiban (rahbaniyyah)
kalangan Kristen serta sebagian agama Timur Kuno.
● Rasulullah saw. bersama para sahabatnya berjalan mengikuti jalur yang menuju
arah terwujudnya pendidikan seks yang benar dan pengetahuan seks yang bersih.
Hal ini menghasilkan mental yang sehat di kalangan laki-laki dan wanita. Perlu kita
lenyapkan tembok raksasa yang selama ini menghambat dan menutupi segala
sesuatu yang ada kaitannya dengan seks.
● Rasulullah saw. adalah contoh manusia yang sempurna, baik dalam kondisi beristri
satu atau pun dalam keadaan berpoligami, baik dari segi sifat zuhud dan
kesederhanaannya ataupun dari segi kesempurnaannya dalam bergaul dan
berhubungan dengan para istri beliau. Kemudian setelah membetulkan persepsi kita
mengenai seks secara umum, kita perlu pula membetulkan persepsi kita mengenai
sikap Rasulullah saw. terhadap seks.
● Mempermudah proses perkawinan semenjak usia dini merupakan salah satu ciri
masyarakat Islam. Alangkah banyak bentuk kemudahan yang telah digariskan
Sunnah dalam masalah ini. Dengan penuh tekad dan semangat kita harus membuka
jalan kemudahan bagi proses perkawinan pada masa sekarang sesuai dengan apa
yang telah digariskan oleh Yang Maha Pencipta. Dia tentu lebih tahu mengenai
ciptaan-Nya. Setiap tindakan yang sifatnya mempersulit, hanya akan membuat
orang semakin jauh dari menaati Allah sehingga semakin dekat pada perbuatan
yang tidak terpuji, baik yang terlihat maupun yang terselubung, bahkan mungkin
terjebak ke dalamnya. Na'udzabillahi min dzalik!
Setelah kita uraikan secara ringkas hasil-hasil kajian ini, penulis ingin menekankan bahwa
kita masih dituntut untuk melakukan sejumlah kajian ilmiah jika kita benar-benar ingin
mengulang sajarah keikutsertaan dan dinamika wanita serta membina kembali masyarakat
kita di atas fondasi yang kokoh. Penulis mengusulkan agar kajian tersebut mencakup lima
bidang:
1. Nash-nash yang bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah saw., tetapi
dengan catatan bahwa kajian tersebut harus meliputi seluruh kitab Sunnah.
2. Warisan budaya Islam, yaitu dengan mengumpulkan pendapat-pendapat dan ijtihad-
ijtihad para ulama serta penerapannya secara konkret selama berabad-abad,
sehingga kita betul-betul memahami sejauh mana pengaruh sejarah yang panjang
ini dalam pemikiran dan realita kehidupan kita.
3. Tulisan-tulisan para cendekiawan muslim modern dengan cara menganalisis semua
tulisan mereka dengan segala orientasinya agar kita sampai pada suatu kesimpulan
yang bermanfaat dari teori-teori dan ijtihad-ijtihad modern.
4. Penerapan-penerapan yang sedang berlaku di tengah masyarakat sekarang ini,
misalnya dengan melakukan kajian ilmiah lapangan dan statistik terhadap masalah-
masalah ini sebaik mungkin sehingga kita dapat melakukan evaluasi yang benar,
rinci, dan bukan berdasarkan pada perkiraan-perkiraan semata.
5. Penelitian-penelitian Barat modern yang berkaitan dengan wanita dalam bidang
ilmu jiwa, pendidikan, pengetahuan mengenai seks, kegiatan profesi, sosial, dan
politik dengan memberikan perhatian khusus terhadap studi lapangan dan statistika
untuk dapat mengetahui keadaan yang sebenarnya, sehingga kita betul-betul mampu
menentukan mana yang patut diambil dan mana yang harus ditinggalkan dari
pengalaman-pengalaman yang telah dilalui oleh suatu bangsa --setelah
menimbangnya dengan timbangan agama. Kita tidak boleh berpegang pada dugaan-
dugaan semata, baik dari kaum modernis ataupun konservatif.
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
Saya berharap kiranya tulisan yang ada dalam buku ini dapat mengajak pembaca pada
petunjuk. Ada beberapa hal yang mendorong saya memiliki harapan seperti itu, dan yang
terpenting adalah:
2. Dakwah untuk kembali pada pokok-pokok agama, yaitu Kitab dan Sunnah, dengan
tujuan mengkaji dan mengevaluasi pemahaman-pemahaman dan pandangan-pandangan
yang kita warisi dari nenek moyang dalam bidang wanita atau bidang-bidang lainnya
adalah dakwah pada petunjuk. Rasulullah saw. telah bersabda:
"Aku tinggalkan padamu dua perkara yang mana kamu tidak akan sesat
selama kamu berpegang pada keduanya, yaitu, Kitabullah dan Sunnah Nabi-
Nya." (HR Malik dalam Al-Muwaththa')39
3. Dakwah untuk menyebarluaskan Sunnah di tengah umat manusia, dengan catatan setiap
fatwa didukung oleh dalil yang bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Nabi saw. adalah
dakwah kepada petunjuk. Tujuan dakwah itu adalah agar manusia memahami hukum-
hukum agama mereka dan pada waktu yang sama memelihara ayat-ayat Al-Qur'anul Karim
dan hadits-hadits Nabi saw. yang dapat menerangi hati dan akal pikiran mereka, sehingga
mereka dapat menikmati petunjuk Allah dengan mudah dan santai seperti halnya mereka
menikmati udara, air, cahaya mentari, dan sinar rembulan. Mari kita simak jawaban Atha
bin Rabah terhadap seseorang yang meminta fatwa, dengan hadits Rasulullah saw. berikut.
Dikatakan bahwa Abu Syihab (Musa bin Nafi') berkata:
"Aku tiba diMekah dalam keadaan berhaji tamattu dengan umrah Aku
sampai atau masuk Mekah tiga hari sebelum hari tarwiyah (tgl 8 bulan
Dzulhijjah). Lalu orang-orang Mekah berkata kepada ku: 'Kalau begitu
hajimu sama dengan haji orang Mekah?'Akhir nya aku pergi menemai Atha
untuk meminta fatwa. Dia berkata: 'Jabir bin Abdullah r.a. menceritakan
kepadaku bahwasanya dia melakukan haji bersama Rasulullah saw. pada
hari dia menggiring unta korban bersamanya, dan mereka telah membaca
talbiyah untuk haji if rad.' Lalu Nabi saw. berkata kepada mereka:
'Bertahallullah kalian dari ihram dengan cara melakukan thawaf di
Ka'batullah dan sa'i antara Shafa dan Marwah dan bercukurlah, kemudian
berdiamlah di Mekah dalam keadaan tahallul, sehingga apabila sudah tiba
hari tarwiyah, maka ucapkanlah talbiyah untuk haji dan jadikanlah apa yang
kamu bawa (binatang ternak) sebagai korban haji tamattu!'" (HR Bukhari)40
Pertama, kelompok yang mengharamkan membuka wajah dan segala bentuk partisipasi
wanita meskipun keadaan membutuhkan dan meskipun wanita mengikuti aturan-aturan
agama. Kelompok ini saya himbau supaya mempelajari dengan baik hukum-hukum agama
dan waspadalah terhadap peringatan hadits Nabi saw. berikut:
Artinya kedua hal tersebut sama-sama melangkahi batas syariat Allah. Sementara
Rasulullah saw. menetapkan sunnahnya atau bolehnya wanita membuka wajah dan
mengikuti kegiatan sosial adalah demi kebaikan umat Islam. Keikutsertaan wanita
memperlancar pelaksanaan kehidupan yang serius dan sejahtera serta membuka jalan bagi
kaum wanita untuk beramal saleh, mulai dari menuntut ilmu, mengajarkannya, membantu
suami yang lemah dalam mencari nafkah hidup, sampai pada ikut ambil bagian dalam
kegiatan sosial yang bermanfaat atau kegiatan politik yang mendukung segala sesuatu yang
positif, serta menentang segala bentuk penyimpangan. Untuk menjelaskan syariat Allah
kepada kelompok ini, panutan yang paling tepat menurut hemat saya adalah apa yang
pernah dicontohkan oleh Ali bin Abi Thalib r.a.. Dia pernah melakukan shalat zuhur,
kemudian beliau duduk di lapangan Kufah untuk melayani kebutuhan dan keperluan
masyarakat hingga datang waktu shalat asar. Lalu dia mengambil air, kemudian minum,
lalu membasuh muka, kedua tangan, kepala, dan kedua kakinya. Dia berdiri dan meminum
sisanya dalam keadaan berdiri, kemudian berkata: "Sesungguhnya orang-orang tidak suka
minum dalam keadaan berdiri, sementara Nabi saw. sendiri pernah melakukan seperti apa
yang aku lakukan ini." (HR Bukhari)42
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Dari hadits Ali tersebut dapat dipetik beberapa pelajaran,
diantaranya, apabila seorang alim melihat masyarakat menghindari sesuatu, sementara dia
tahu bahwa apa yang dihindari masyarakat itu dibolehkan (menurut agama), maka
hendaklah dia menjelaskan apa yang benar mengenai masalah tersebut, karena
membiarkannya berlarut-larut dikhawatirkan akan menyebabkan orang lain menyangkanya
haram. Apabila orang alim itu khawatir hal itu terjadi, maka hendaklah dia segera
memberitahu hukumnya meskipun dia tidak ditanya orang. Tapi kalau ditanya, jelas dia
harus menjawabnya."43
Kedua, kelompok yang melanggar syariat Allah dan melakukan tindakan murahan,
memamerkan aurat, dan ikhtilath yang bersifat negatif. Saya menyeru mereka untuk
menaati Allah dan mengikuti ajaran-ajaran-Nya, yaitu dengan menutup apa yang
diperintahkan Allah untuk menutupnya dan mematuhi aturan syariat ketika melakukan
pertemuan antara laki-laki dan wanita. Jika tidak, tunggulah kemarahan dan murka Allah.
Mereka akan terjerumus ke dalam berbagai macam kuman penyakit sosial seperti yang kini
sedang dihadapi oleh masyarakat Barat.
orang yang radikal. Patut sekali kita teladani dan ikuti panduan nash-nash tersebut agar kita
dapat keluar dari kegelapan ke alam yang terang benderang sebagaimana yang dilakukan
oleh para sahabat yang mulia dan mencabut akar-akar jahiliah dari dalam diri kita
sebagaimana mereka mencabut akar-akar jahiliah dari dalam diri mereka. Pada waktu yang
sama kita akan terbebas dan bersih dari apa yang diperingatkan oleh Rasulullah saw.
kepada kita dalam sabda beliau:
Yang membuat kita prihatin, kedua kelompok tersebut --kelompok fasik dan kelompok
radikal-- telah mengikuti sunnah/jejak para pendahulu mereka, sejengkal demi sejengkal
dan sehasta demi sehasta, kemudian ikut pula masuk ke dalam lubang biawak. Orang-
orang fasik telah mengikuti sunnah zaman paling modern dari (orang-orang yang sebelum
mereka), yaitu peradaban Barat modern dalam hal tidak menutup aurat, gaya hidup
permisivisme, dan aktivitas seks bebas. Sementara itu, kelompok radikal mengikuti sunnah
zaman paling kuno dari (orang-orang yang sebelum mereka) dan zaman pertengahan, yaitu
tradisi keras dan kepala batu seperti yang umum berlaku di kalangan Bani Israil pada abad-
abad kuno dan orang-orang Nasrani beserta gereja mereka pada abad pertengahan.
Ironisnya, kaum radikal ini sering sekali menuduh kelompok fasik mengikuti sunnah orang-
orang yang sebelum mereka dan memasuki lubang biawak, sementara mereka tidak sadar
akan perbuatan mereka sendiri dengan membelenggu diri dan kaum wanita mereka sendiri.
Islam datang untuk membebaskan orang-orang mukmin, laki-laki maupun wanita, dari
belenggu-belenggu tersebut. Allah SWT berfirman:
Peringatan Allah dan Rasul-Nya sangat keras terhadap kalangan yang menyembunyikan
Adapun tanggapan teman-teman yang pernah membaca beberapa buku pokok tentang
kegiatan ilmiah semacam ini dan menyebarluaskannya di tengah masyarakat akan saya
jelaskan berikut ini. Kalangan teman-teman itu terbagi dalam dua kelompok. Pertama,
kelompok yang mengingatkan adanya kerusakan zaman dan penggunaan nash-nash secara
keliru oleh sebagian orang yang mengikuti hawa nafsu dan meletakkan nash-nash itu tidak
pada tempatnya. Contohnya, mereka sering mengemukakan nash-nash yang mempermudah
pertemuan laki-laki dan wanita tanpa harus memperhatikan aturan dan etika pertemuan
tersebut. Kepada kelompok ini saya katakan bahwa pengisian zaman secara keliru tidak
harus menghambat kita dari menerangkan syariat Allah kepada seluruh manusia. Para
penegak kebenaran harus bekerjasama untuk menangkis serangan para penyebar kebatilan
dan mengantisipasi makar mereka setiap kali mereka melakukannya.
Tanggapan itu mengingatkan saya pada tanggapan serupa yang disampaikan oleh Syekh
Nashiruddin al-Albani sehubungan dengan bukunya tentang hijab wanita muslimah. Dia
berkata: "Sebagian ahli ilmu dan pencari ilmu --apalagi yang bersifat taqlid-- meskipun
mereka kagum pada buku tersebut, tampaknya tidak puas dengan pernyataan yang terdapat
dalam buku itu bahwa wajah wanita bukanlah aurat... Mereka terbagi dalam dua kelompok.
Pertama, kelompok yang masih berpendapat bahwa wajah wanita adalah aurat. Kedua,
kelompok yang sependapat dengan kami bahwa wajah wanita bukan aurat. Namun
demikian mereka berpendapat bahwa pernyataan semacam ini tidak perlu disebarluaskan
mengingat sudah begitu rusaknya keadaan zaman sekarang ini dengan tujuan saddudz
dzari'ah (mencegah keburukan). Kepada mereka ini kami katakan bahwa hukum syariat
yang sudah tetap di dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah saw. tidak boleh
disembunyikan dan ditutupi dari manusia dengan alasan bahwa zaman sudah rusak dan lain
sebagainya, karena umumnya dalil mengatakan haramnya menyembunyikan ilmu, seperti
firman Allah SWT dalam surat al-Bagarah: 159 dan sabda Nabi saw. ini:
Jika pendapat bahwa wajah wanita itu bukan aurat merupakan hukum yang sudah tetap
dalam agama --sebagaimana yang kita yakini-- mengapa kita meyembunyikan ilmu
tersebut kepada orang banyak? Ya Allah, ampunanilah kami! Jika orang yang berpendapat
bahwa syariat telah menetapkan bahwa wajah wanita bukan aurat kemudian menganggap
tidak perlu mengamalkannya demi kaidah saddudz dzari'ah (mencegah keburukan) diminta
supaya memberitahukan pendapatnya ini kepada masyarakat, tidak boleh disembunyikan,
kemudian sebutkan dalil-dalil yang menguatkan pendapat tersebut. Tapi saya yakin hal ini
tidak mungkin dia lakukan sama sekali."46
Kedua, kelompok lain yang mengingatkan saya pada serangan keras dari orang-orang yang
menentang beberapa pendapat yang terdapat dalam buku ini dan bertentangan dengan apa
yang sudah berlaku dalam masyarakat. Kepada kelompok ini saya katakan: "Jika para
penentang itu --meskipun keras-- menyampaikan kritik ilmiah untuk mengoreksi kesalahan-
kesalahan, maka seorang yang berakal --saya berharap demikian-- harus memetik manfaat
dari kritikan tersebut guna mengoreksi kesalahannya, atau menjawab argumentasi dengan
argumentasi, apalagi dia tahu bahwa setiap akal manusia pasti mengandung kelemahan dan
kekurangan, sehingga kadang-kadang dia salah langkah meskipun dia bertujuan kebenaran
itu. Tetapi tidak ada jalan untuk mencapai kebenaran kecuali dengan bertemunya beberapa
pemikiran atau bahkan dengan pergesekan pemikiran. Jika dalam pergesekan tersebut
seseorang merasakan sesuatu yang keras, dia harus sabar menahannya seperti halnya dia
menahan pahitnya obat. Dia harus memiliki keyakinan bahwa di balik kepahitan itu ada
penyembuhan atas kekurangan dan kelemahan dalam pemahaman. Tidak akan sukses suatu
kaum yang tidak mampu berlapang dada dalam menerima perbedaan pendapat. Namun
demikian, sopan dan lemah lembut lebih baik bagi seorang muslim dalam semua
urusannya, sebab Rasulullah saw. pernah bersabda:
Ketika menyusun buku ini saya berusaha memulainya dengan dialog dengan para
penentang tersebut dan mendiskusikan dalil-dalil mereka. Hal itu terlihat jelas dalam
beberapa pasal yang sengaja saya khususkan untuk dialog dengan penentang peranan
wanita muslimah dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan penentang terbukanya wajah
wanita muslimah.
Setelah menjelaskan sikap terhadap peringatan teman-teman tersebut, pantas pula jika saya
memperhatikan peringatan Allah SWT dan peringatan Rasul-Nya tentang bahaya
menyembunyikan ilmu. Saya berdoa semoga Allah SWT memperlihatkan kepada kita
bahwa yang hak itu adalah hak dan memberikan kemudahan bagi kita untuk mengikutinya,
serta memperlihatkan kepada kita bahwa yang batil itu adalah batil dan memberi
kemudahan bagi kita untuk menghindarinya.
Disamping itu kita juga memohon semoga Allah memberikan kesajahteraan bagi kita di
dunia dan di akhirat. Ini dari satu sisi. Sementara dari sisi lain, saya kira bahwa pola yang
saya pakai dalam penulisan buku ini --yaitu mengumpulkan nash-nash yang bersifat
operasional dan praktis-- dapat meredam rasa khawatir teman-teman saya. Apalagi dalam
mengikuti pola ini saya mempunyai panutan yang tepat dan baik, yaitu Rasulullah saw. dan
para sahabat beliau yang mulia. Contohnya, Imam Bukhari --yang dikenal kealiman dan
kefaqihannya-- melalui tarajim (bab-bab yang terdapat dalam kitab sahihnya) menjuduli
salah satu dari sekian bab dalam kitab "Berpegang Teguh pada Kitab dan Sunnah" dia beri
judul [kalimat Arab] yang artinya: "Nabi saw. mengajarkan kepada umat-nya, baik laki-
laki maupun wanita, apa yang diajarkan Allah kepadanya tanpa menggunakan pendapat
atau pemisalan."49
Tepat sekali apa yang dikatakan oleh al-Muhallab ketika mengomentari bab Bukhari ini:
"Maksud Bukhari bahwa seorang alim apabila dia berbicara dengan menggunakan nash,
tidak perlu lagi berbicara berdasarkan pendapat dan qiyasnya (analogi)."50
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
Mari kita lihat contoh-contoh tentang bagaimana para sahabat yang mulia berbicara dengan
nash-nash Sunnah dan menolak pendapat orang yang berbicara dengan pandangannya
sendiri.
Muhammad ibnul al-Muntasyir berkata: "Aku bertanya kepada Aisyah tentang apa yang
pernah diucapkan oleh Ibnu Umar (sebagai berikut): 'Saya tidak suka kalau ingin berihram
dan pada hari-hari memakai wewangian.' Dalam riwayat Muslim disebutkan: 'Dicat dengan
lumpur lebih aku sukai daripada melakukan hal itu.' Aisyah menjawab: 'Aku pernah
memberi Rasulullah saw. wewangian. Kemudian beliau mengunjungi para istri beliau, dan
pada paginya memakai ihram (dalam keadaan pakai wewangian).'" (HR Bukhari dan
Muslim)51
Dalam kitab Fathul Bari disebutkan bahwa Said bin Manshur meriwayatkan melalui jalur
Abdullah bin Abdullah bin Umar bahwa Aisyah pernah mengatakan tidak mengapa jika dia
menyentuh wewangian sewaktu mau melakukan ihram. Said berkata: "Lalu aku panggil
seorang lelaki. Ketika itu aku sedang duduk di samping Ibnu Umar. Lelaki itu aku utus
kepada Aisyah, padahal aku sudah tahu ucapan Aisyah. Cuma saja aku ingin hal itu juga
didengar oleh bapakku. Lantas utusanku datang. Dia berkata: 'Aisyah mengatakan tidak
mengapa memakai wewangian sewaktu mau berihram. Aku akan buang pendapatmu.' Said
berkata bahwa Ibnu Umar terdiam mendengarkan ucapan laki-laki itu. Begitu pula halnya
Salim bin Abdullah bin Umar. Dia menentang bapak dan kakeknya dalam masalah ini
karena hadits Aisyah. Ibnu Uyainah berkata bahwa Umar bin Dinar menceritakan Salim
kepada kami bahwa dia nmenyebutkan perkataan Umar mengenai wewangian. Kemudian
dia berkata: 'Aisyah berkata (lantas dia menyebutkan hadits tadi).' Salim berkata: 'Sunnah
Rasulullah saw. lebih berhak untuk diikuti.'"52
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Dari hadits tersebut dapat diambil pelajaran bahwa orang
yang masih bimbang hendaklah kembali kepada Sunnah. Dengan adanya sunnah, kita tidak
lagi memerlukan pendapat tokoh-tokoh Di dalam sunnah terdapat sesuatu yang
memuaskan."53
Di sini dapat pembaca perhatikan tokoh-tokohnya, yaitu Umar dan Abdullah bin Umar.
Keduanya sudah dikenal dengan ilmu dan kelebihannya. Namun --Maha Suci Allah-- tidak
ada 'ishmah (jaminan terbebas dari kesalahan) bagi seseorang selain Rasulullah saw.
2. Aisyah dan Ummu Salamah Menolak Pandangan Abu Hurairah dan al-
Fadhal bin Abbas
Abu Bakar bin Abdurrahman ibnul al-Harits berkata: 'Aku pernah mendengar Abu
Hurairah r.a. berkata: "Barangsiapa yang pagi-pagi masih dalam keadaan junub, maka
sebaiknya dia tidak berpuasa." Lalu ucapan Abu Hurairah itu aku sampaikan kepada
Abdurrahman ibnul Harits. Ternyata Abdurrahman tidak sependapat. Aku dan
Abdurrahman berangkat menemui Aisyah dan Ummu Salamah r.a.. Kemudian
Abdurrahman menanyakan masalah tersebut kepada kedua wanita itu. Kedua wanita itu
berkata: 'Nabi saw. pernah bangun pagi hari dalam keadaan junub bukan karena bermimpi,
lalu beliau berpuasa.'Akhirnya kami kembali menemui Abu Hurairah (dan menyampaikan
kata-kata Aisyah dan Ummu Salamah itu).' Abu Hurairah bertanya: 'Apakah kedua wanita
itu yang mengatakannya kepadamu?' Abdurrahman menjawab: 'Ya.' Abu Hurairah lalu
berkata: 'Kedua wanita itu lebih tahu (daripada aku).' Kemudian Abu Hurairah mengatakan
bahwa apa yang dia katakan itu berdasarkan pendapat Fadhal ibnul Abbas. Abu Hurairah
berkata: 'Hal itu aku dengar dari Fadhal dan aku tidak pernah mendengarnya dari
Rasulullah saw.'Abdurrahman berkata: 'Akhirnya Abu Hurairah menarik kembali apa yang
pernah diucapkannya itu.'" (HR Bukhari dan Muslim)54
Ubaid bin Umar berkata: "Aisyah pernah mendengar bahwa Abdullah bin Amru
memerintahkan orang-orang perempuan agar mengurai jalinan rambutnya apabila mereka
mandi. Aisyah berkata: 'Aneh sekali Ibnu Amru ini. Dia menyuruh kaum wanita supaya
menguraikan jalinan rambutnya ketika mandi. Mengapa tidak menyuruh mereka mencukur
rambutnya saja sekalian? Aku sendiri pernah mandi bersama Rasulullah saw. dari satu
wadah dan aku tidak menyiram kepalaku lebih dari tiga kali siraman.'" (HR Muslim)55
Aisyah berkata bahwa Ziyad bin Abi Sufyan menulis sepucuk surat kepada Aisyah r.a.
(yang isinya) bahwa Abdullah bin Abbas berkata: "Barangsiapa yang membawa hewan
sembelihan maka haram atasnya apa yang diharamkan atas orang yang melaksanakan haji
hingga dia mengurbankan/menyembelih hewannya tersebut." Lalu Aisyah berkata: "Tidak
seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas. Aku pernah memintal kalung hewan sembelihan
Rasulullah saw. dengan tanganku. Kemudian Rasulullah saw. sendiri yang mengalungi
Dari Wabarah, dia berkata: "Aku pernah duduk di samping Ibnu Umar. Tiba-tiba muncul
seorang laki-laki dan berkata: 'Bolehkah aku melakukan thawaf di Baitullah sebelum
mendatangi tempat wuquf (Arafah)?' Ibnu Umar menjawab: 'Boleh.' Laki-laki itu berkata:
'Tetapi Ibnu Abbas pernah mengatakan: "Janganlah kamu thawaf di Baitullah sebelum
kamu mendatangi tempat wuquf!" Ibnu Umar lalu menjelaskan: 'Sesungguhnya Rasulullah
saw. pernah menunaikan ibadah haji, lalu melakukan thawaf di Baitullah sebelum beliau
mendatangi tempat wuquf. Apakah dengan perkataan Rasulullah saw. kamu lebih berhak
berpegang ataukah dengan perkataan Ibnu Abbas jika kamu benar?' Menurut satu riwayat:
'Sunnatullah dan Sunnah Rasul-Nya lebih patut kamu ikuti daripada sunnah si fulan jika
kamu memang benar.'" (HR Muslim)57
Dari Ikrimah dikatakan bahwa warga Madinah bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai
seorang wanita yang sudah selesai mengerjakan thawaf ifadhah, kemudian dia haid. Ibnu
Abbas berkata pada mereka: "Pergilah dia (ke Mekah bersama orang-orang)." Mereka
berkata: "Kami tidak mengambil pendapatmu dan membiarkan perkataan Zaid." Ibnu
Abbas berkata: "Apabila kalian sampai di Madinah, tanyakanlah masalah ini." Tatkala
mereka sampai di Madinah, lantas mereka menanyakannya. Di antara orang yang mereka
tanya adalah Ummu Sulaim. Ummu Sulaim menjawabnya dengan hadits Shafiyyah
bahwasanya Shafiyyah telah ifadhah dan melakukan thawaf di Baitullah, kemudian dia
haid. Lalu Rasulullah saw. berkata: "Berangkatlah kamu bersama yang lainnya!" (HR
Bukhari dan Muslim)58
Dari Imran bin Hushain, dia berkata: "Setelah ayat Al-Qur'an tentang mut'ah turun (yaitu
mut'ah dalam ibadah haji), Rasulullah saw. memerintahkannya kepada kami. Setelah itu,
tidak ada satu ayat pun yang turun untuk menasakh ayat mut'ah haji dan Rasulullah saw.
juga tidak pernah melarangnya sampai beliau wafat. Tetapi ternyata sesudah itu orang yang
berkomentar berdasarkan pendapatnya sendiri." (HR Bukhari dan Muslim)59
Dari Sa'id ibnul Musayyab, dia berkata bahwa Ali dan Utsman berbeda pendapat mengenai
tamattu'. Pada saat itu keduanya sedang berada di Asfan. Ali berkata kepada Utsman:
"Tidak ada yang kamu inginkan selain melarang suatu perkara yang Nabi saw. sendiri
melakukannya. Melihat Utsman tetap pada pendapatnya, akhirnya Ali berihram untuk haji
dan umrah sekaligus." Dalam satu riwayat dikatakan bahwa Ali berkata: "Aku tidak akan
pernah meninggalkan sunnah Nabi saw. karena perkataan seseorang." (HR Bukhari dan
Muslim)60
Dari Muslim al-Qurri, dia berkata: "Aku pernah bertanya kepada Ibnu Abbas r.a. tentang
haji tamattu. Ternyata dia memperbolehkannya. Sementara Ibnuz Zubair pernah
melarangnya. Ibnu Abbas berkata: 'Ini, ibunya Ibnuz Zubair sendiri yang bercerita bahwa
sesungguhnya Rasulullah saw. memperbolehkannya. Karena itu, temuilah ibu Ibnuz Zubair
dan tanyakanlah kepadanya masalah ini.' Lalu aku pergi menemui ibu Ibnu Zubair.
Ternyata dia adalah seorang wanita yang berbadan gemuk dan matanya buta. Ibu Ibnuz
Zubair mengatakan bahwa Rasulullah saw. memang membolehkannya." (HR Muslim)61
Ibnu Abdilbarr meriwayatkan dalam kitab Jami' Bayan il-'Ilmi, dari Abus Samh, dia
berkata: "Akan datang suatu zaman ketika seseorang mempergemuk hewan
tunggangannya. Kemudian dia melakukan perjalanan dengan menunggangi hewan
tersebut, sehingga hewan itu kurus karena berjalan dalam upaya mendapatkan fatwa yang
berdasarkan Sunnah. Namun tidak dia dapatkan selain orang yang berfatwa berdasarkan
dugaan/perkiraannya belaka."62
Yang mengundang perhatian kita mengenai ketinggian dan keutamaan syariat Allah adalah
bahwa semua nash yang telah disebutkan sebelumnya --yang sekaligus menjadi jawaban
terhadap pendapat para tokoh tersebut-- mengarah pada memberi kemudahan bagi orang-
orang mukmin dan menolak sikap mempersulit.
Sejak penyusunan buku ini dimulai, saya selalu berusaha memperlihatkan dahulu apa yang
telah selesai dikerjakan satu persatu kepada teman-teman yang saya anggap alim dengan
tujuan menimba dan memanfaatkan ilmu mereka. Alhamdulillah mereka telah berkenan
memberikan catatan-catatan yang sangat berharga sehingga membantu saya dalam
menyaring dan merapikan apa yang sudah selesai ditulis.
Di antara teman-teman tersebut adalah Dr. Yusuf Qardhawi yang telah bersedia membaca
beberapa pasal buku ini setiap selesai saya kerjakan. Saya merasa bahagia sekali dengan
adanya catatan-catatan yang sangat bermanfaat dari dia. Dr. Qardhawi pun berkenan
memberikan pengantar pada buku ini untuk segenap pembaca. Dalam kata pengantarnya
dia menyebutkan beberapa contoh krisis yang sedang dihadapi oleh wanita muslimah
modern. Dengan taufiq Allah semoga tulisan ini seiring dan sejalan dengan harapan orang-
Selain itu, teman-teman yang ikut menelaah sebagian pasal-pasal buku ini banyak sekali
dan berasal dari berbagai bagian negara Arab. Perlu penulis sebutkan di sini diantaranya
adalah:
● Yang mulia guru penulis, Syeikh Muhammad al-Ghazali yang telah menelaah
sebagian besar buku ini, juga berkenan menyumbangkan kata pengantar.
● Dr. 'Izzuddin Ibrahim
● Profesor Muhyiddin Athiyyah
● Dr. Yusuf Abdul Mu'thi
● Dr. Ahmad Kamal Abul Majdi
● Dr. Muhammad al-Mahdi al-Badri
● Profesor Thariq al-Bisyri (dari Mesir)
● Dr. Ja'far Syekh Idris
● Profesor Zainul Abidin ar-Rikabi (dari Sudan)
● Dr. Muhammad al-Asyqar
● Dr. Kamil Zaghmut (dari Palesiina)
● Profesor Rasyid Al-Ghanusyi (dari Tunisia)
● Profesor Ahmad ar-Raisuni (dari Maghribi)
Mereka itu telah memberikan sumbangan yang sangat mulia dan dapat membantu
meluruskan beberapa pokok pikiran dan memperbaiki bahasa penyampaiannya. Tak ada
yang dapat saya ucapkan kepada mereka selain memanjatkan doa semoga Allah SWT
memberikan balasan yang setimpal atas segala jasa baik mereka.
Adapun mitra setia saya sampai buku ini rampung adalah istri tercinta yang menjadi
pendamping hidup, Ibu Malikah Zainuddin. Bantuannya lebih dari sekadar menciptakan
suasana kondusif demi lancarnya penelitian dan penyusunan buku ini, bahkan tidak jarang
dia mengalahkan perasaannya guna mendampingi saya melakukan perjalanan panjang
yang lama dan jauh dari rumah dan anak-anak, agar pikiran saya betul-betul tenang dan
terkonsentrasi untuk menulis tanpa ada suatu hal apa pun yang mengganggu. Di samping
itu dia ikut membantu dalam mengumpulkan riwayat-riwayat Bukhari tentang satu hadits
atau dalam mencari arti kalimat-kalimat yang aneh. Lebih dari itu semua, dia ikut
merapikan konsep-konsep yang ada, bahkan seringkali menyempurnakan hal-hal yang
masih kurang, seperti membuat catatan kaki dan yang seumpamanya. Ditambah lagi
dengan masukan-masukan pendapat yang sangat berguna dalam dialog antara kami berdua
mengenai beberapa masalah yang ada kaitannya dengan tulisan ini. Semoga Allah
memeliharanya, memberinya kesehatan dan kesejahteraan, serta membalasi segala
kebaikannya terhadap saya dan terhadap kaum muslimin dengan balasan yang setimpal.
"Ya Allah Yang Maha Pencipta langit dan bumi, Yang Maha Mengetahui
sesuatu yang gaib dan nyata, Engkaulah yang memutuskan di antara hamba-
hamba-Mu tentang apa yang mereka perselisihkan. Bimbinglah aku pada
kebenaran dari apa yang diperselisihkan dengan izin-Mu. Sesungguhnya
Engkau memberi petunjuk kepada orang yang Engkau kehendaki ke jalan
yang lurus." (HR Muslim)63
Permohonan maaf saya adalah permohonan maaf orang yang lemah karena kelemahannya
terhadap suatu tugas besar dan pekerjaan yang sangat peka.
Buku ini secara umum merupakan suatu usaha yang mempunyai dua cabang. Pertama,
usaha untuk mengumpulkan sebanyak mungkin nash dari Kitab dan Sunnah. Kedua, usaha
untuk mempelajari dan meneliti maksud dari nash-nash tersebut agar pengelompokannya
berdasarkan masalah ini. Kedua usaha itu perlu sekali mendapatkan pemantauan dari para
peneliti, mengingat semua ini masih bersifat usaha perseorangan yang bisa jadi hanya
menyentuh satu sisi dari suatu topik yang sangat besar dan penting, serta boleh jadi
menafsirkan satu aspek saja dari berbagai aspeknya, disamping boleh jadi terjadi kesalahan
di sana-sini. Begitu pula pandangan dan pengamatan saya mengenai maksud dari sebagian
nash-nash tersebut merupakan bagian yang sangat kecil jika dibandingkan dengan maksud-
maksud dan petunjuk-petunjuk yang dikandung oleh nash-nash tersebut. Tidak ada jalan
untuk menggapai semua aspek dan penafsirannya serta tidak ada cara untuk menyerap
petunjuknya yang nyata, di samping mengetahui yang benar dalam memahami nash-nash
tersebut secara keseluruhan. Tidak ada jalan untuk semua itu tanpa adanya upaya yang
sungguh-sungguh, serius, dan berkesinambungan yang dilakukan oleh sederetan panjang
peneliti, baik laki-laki maupun wanita. Hendaklah mereka curahkan segala ilmu dan
kemampuan akal pikiran yang telah dikaruniakan Allah kepada mereka untuk kepentingan
ini.
Setelah bergelut sekian lama dengan nash-nash petunjuk Allah, sadarlah saya betapa
afdalnya kalau intan permata Ilahi nan amat berharga ini ditangani oleh tangan-tangan
terampil yang mampu menampilkan kecantikan dan keindahannya dalam satu jalinan yang
menawan. Kepada Allah jua saya mengadukan lemahnya daya, kurangnya siasat, dan
tumpulnya mata penaku. Penulis bermohon semoga Allah Yang Maha Suci menutupi
segala kekurangan saya, memaafkan semua kelalaian saya, dan menyiapkan orang-orang
yang memiliki hati yang beriman, akal yang cemerlang dan mata pena yang tajam, baik
dari kalangan laki-laki maupun wanita, supaya mereka mulai berbuat dan menyampaikan
Kalimatullah kepada seluruh umat manusia.
Allah adalah pihak yang mengeluarkan perintah dan membuat syariat, Rasul-Nya adalah
pihak yang menyampaikan, serta memberi keterangan, sementara saya tidak lebih dari
sekadar pihak pengutip; perintah-perintah Allah SWT dan keterangan-keterangan yang
disampaikan oleh Rasulullah saw. Seandainya saya mempunyai pendapat mengenai
pengelompokan suatu nash atau mengomentarinya, maka pembaca sendiri --yang sudah
mengetahui dengan jelas perintah Allah dan keterangan Rasulullah saw.-- berhak
menerima atau menolaknya berdasarkan ilmu dan keyakinan yang pembaca miliki.
Bahkan pembaca berhak mengesampingkan setiap kata yang saya ucapkan, untuk
kemudian mengikuti apa yang dikatakan oleh nash itu sendiri. Dengan izin dan inayah
Allah, nash-nash tersebut akan menjadi cahaya penerang bagi jalan orang-orang yang ingin
mendapatkan kebenaran dan petunjuk.
Demikian saja, dan saya sangat mengharapkan saran, kritik, dan catatan-catatan dan para
pembaca yang budiman.
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
A. PENDAHULUAN
Yang penting bagi kita dalam buku ini adalah tentang apa yang telah ditetapkan Islam
sebagai karakteristik wanita, mulai dari kedudukannya yang terhormat, tanggung jawab
besar yang dipikulnya baik di dalam maupun di luar rumah, sampai pada peluang-peluang
yang diberikan agama kepada wanita agar mampu berpartisipasi secara sungguh-sungguh
dan bermanfaat di dalam masyarakat. Namun demikian, seiring dengan pergantian zaman
dan perputaran waktu, kedudukan wanita mengalami sedikit pergeseran, hingga sampai ke
tingkat yang paling rendah seperti yang terjadi pada permulaan abad keempat belas
Hijriah. Kemudian dengan bermulanya era penjajahan modern, terjadi pula benturan keras
antara peradaban Barat dan masyarakat Islam yang menimbulkan berbagai dampak
sampingan, antara lain ditandai dengan munculnya dua aliran yang kontradiktif. Pertama,
aliran yang terpengaruh dan silau ketika melihat peradaban Barat sehingga menerima saja
bulat-bulat manis pahit dan baik buruknya peradaban tersebut. Kedua, aliran yang menutup
mata secara total untuk kemudian hanya mau mengikuti warisan yang ditinggal para
leluhur mereka tanpa melihat manfaat dan ketidakmanfaatannya. Setelah pengaruh
benturan tersebut berakhir, setiap arus kembali mengevaluasi dan meninjau kembali
beberapa sikapnya terhadap karakteristik wanita, meskipun dalam kadar yang berbeda.
Akibatnya, dalam masyarakat Islam tampil beberapa model yang sebagiannya memiliki
kadar keistiqamahan tertentu terhadap syariat Allah, dan sebagiannya lagi, sedikit atau
banyak, telah menyimpang dari syariat Allah. Bersamaan dengan berlanjutnya upaya para
ulama yang ikhlas, kita berharap supaya sikap istiqamah semakin bertambah sehingga
karakteristik wanita sampai pada posisi yang telah ditetapkan oleh Islam dan masyarakat
Islam kembali hidup makmur serta sejahtera menuju kebangkitan yang didambakan.
Pada dasarnya, baik itu di dalam Al-Qur'an ataupun Sunnah, masalah khithab (ajakan atau
seruan) dialamatkan kepada laki-laki dan wanita secara sama, mulai dari penetapan
martabat manusia sampai pada tanggung jawabnya dalam bidang pidana. Dengan catatan,
adanya beberapa perbedaan yang sifatnya terbatas, namun telah ditetapkan dengan terang
dan jelas oleh Allah. Pokok dari semuanya adalah persamaan, adapun perbedaan terletak
pada pengecualian dari yang pokok. Setiap upaya yang mengarah pada penghapusan yang
pokok merupakan kekeliruan besar yang berlawanan dengan syariat. Mengenai ketetapan
persamaan antara laki-laki dan wanita, Imam Ibnu Rusyd berkata sebagai berikut: "Yang
asal adalah bahwa hukum keduanya (laki-laki dan wanita) itu sama, kecuali ada ketetapan
tentang perbedaan yang sesuai dengan syariat."1 Kadang-kadang dalam satu ajakan atau
seruan laki-laki dan wanita disebutkan bersamaan. Hal itu merupakan karunia Allah
sebagai penegasan tentang persamaan laki-laki dengan wanita.
Kezaliman-kezaliman ala jahiliah yang kerap menimpa wanita, diantaranya, adalah orang
tua merasa susah dan senantiasa murung jika yang dilahirkan adalah bayi perempuan,
pemeliharaan wanita sebagai makhluk yang hina, atau penguburan hidup-hidup bayi
wanita karena merasa malu dan takut miskin.
"Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak
Allah SWT berfirman: "Dan mereka mengatakan: 'Apa yang dalam perut
binatang ternak ini adalah khusus untuk laki-laki kami dan diharamkan atas
wanita kami,' dan jika yang dalam perut itu dilahirkan mati, maka laki-laki
dan wanita sama-sama boleh memakannya. Kelak Allah akan membalas
mereka terhadap ketetapan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Bijaksana
lagi Maha Mengetahui." (al-An'aam: 139)
Allah SWT berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi
kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu
menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa
yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan
pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut.
Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena
mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya
kebaikan yang banyak." (an-Nisa': 19)
"Demi malam apabila menutupi (cahaya siang) dan siang apabila terang
benderang, dan penciptaan laki-laki dan perempuan, sesungguhnya usaha
kamu memang berbeda-beda." (al-Lail: 1-4)
"Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi orang
laki-laki ada bagian daripada apa yang mereka usahakan, dan mohonlah
kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu." (an-Nisa': 32)
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula, bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. Dan barangsiapa mendurhakaiAllah dan Rasul-Nya maka
sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata." (al-Ahzab: 36)
golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk
bagi kamu, bahkan ia adalah baik bagimu. Tiap-tiap seseorang dari mereka
mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka
yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu
baginya azab yang besar. Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong
itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri
mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: 'Ini adalah suatu berita bohong
yang nyata.'" (an-Nur: 11-12)
"Ya Tuhanku, ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku
dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan.
Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain
kebinasaan." (Nuh: 28)
"(Yaitu) pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan
perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan
mereka, (dikatakan kepada mereka): 'Pada hari ini ada berita gembira
untukmu, (yaitu) surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai yang
kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang banyak.'" (al-Hadid: 12)
"Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.
Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang dia usahakan.
Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula)
istrinya, pembawa kayu bakar, yang di lehernya ada tali dari sabut." (al-
Lahab: 1-5)
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
3 Bukhari, Kitab: Jenazah, Bab: jika seorang anak masuk Islam, lalu mati, apakah dishalati
jenazahnya dan apakah kepada anak itu ditawarkan Islam? jilid 3, hlm. 464.
6 Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Urusan Anshar kepada Nabi saw., jilid 8, hlm. 222.
8 ibid
10 Bukhari, Kitab: Hadits-hadits mengenai para nabi, Bab: Firman Allah: "Dan Allah
mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya," jilid 7, hlm. 208.
11 Bukhari, Kitab: Hadits-hadits mengenai para nabi, Bab: Dan ceritakanlah (kisah)
Maryam di dalam Al-Qur'an, jilid 7, hlm. 280. Muslim, Kitab Keutamaan-keutamaan, Bab:
Keutamaan-keutamaan Isa a.s., jilid 7, hlm. 96. Riwayat ini menurut versi Muslim.
12 Bukhari, Kitab: Hadits-hadits mengenai para nabi, Bab: "Ingatlah ketika Malaikat
berkata: 'Hai Maryam, sesungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran
seorang putra yang diciptakan) dengan kalimat ...,' jilid 7, hlm. 283. Muslim, Kitab:
Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Keutamaan-keutamaan Khadijah r.a., jilid 7,
hlm. 133.
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
Allah SWT berfirman: "Allah membuat istri Nuh dan istri Luth
perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah
pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu
kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu
tiada dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan
(kepada keduanya): 'Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk
(neraka).' Dan Allah membuat istri Fir'aun perumpamaan bagi orang-orang
yang beriman, ketika ia berkata: 'Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah
rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan
perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.' Dan Maryam
putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam
rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami; dan dia membenarkan kalimat-
kalimat Tuhannya dan Kitab-Kitab-Nya; dan adalah dia termasuk orang-
orang yang taat." (at-Tahrim: 10-12)
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain
(wanita) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh ialah yang taat kepada
Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada oleh karena Allah telah
memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya,
maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka,
dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu maka janganlah
kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha
Tinggi lagi Maha Besar." (an-Nisa': 34)
"... Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi, para suami mempunyai satu
tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana." (al-Baqarah: 228)
4. Berdandan dan Melemah ketika Perdebatan adalah Bagian dari Ciri Wanita
"Dan apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam
keadaan berperhiasan sedang dia tidak dapat memberi alasan yang terang
dalam pertengkaran." (az-Zukhruf: 18)
5. Pengaturan Poligami
"Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya maka kawinilah wanita-
wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kami
takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat
kepada tidak berbuat aniaya." (an-Nisa': 3)
"Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu),
walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu
terlalu cenderung (yang kamu cintai) sehingga kamu biarkan yang lain
terkatur-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri
(dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang." (an-Nisa': 129)
6. Pengaturan Talak
Allah SWT berfirman: "Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu
boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikannya dengan cara
yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang
telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak
akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir keduanya
(suami istri) tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak
ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk
menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu
melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka
itulah orang-orang yang zalim." (al-Baqarah: 229)
Pada ayat lain, Allah SWT berfirman: "Hai Nabi, apabila kamu menceraikan
istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka
dapat (menghadapi) 'iddahnya yang wajar, dan hitunglah waktu 'iddah itu
serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan
mereka dari rumah mereka dan janganlah (diizinkan) keluar kecuali kalau
mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah
dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya
dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui
barangkali Allah mengadakan sesudah itu suatu hal yang baru. Apabila
mereka telah mendekati akhir 'iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik
atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang
saksi yang adil diantara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu
karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman
kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah,
niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki
dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal
kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya.
Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap
sesuatu." (ath-Thalaq: 1-3)
sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis 'iddahnya, maka tiada dosa
bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka
menurut yang patut Allah mengetahui apa yang kamu perbuat." (al-Baqarah:
234)
Di dalam kitab tafsir Al-Jalalain disebutkan anjuran untuk "membiarkan mereka berbuat
terhadap diri mereka, artinya seperti berdandan dan menerima peminang."
e. Persamaan Suami dengan Istri dalam Hal Bebas dari Tuduhan dan Kekuatan
Sumpah
"Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan
ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit ataupun banyak menurut bagian yang
telah ditetapkan." (an-Nisa': 7)
perempuan itu seorang saja maka ia memperoleh separah harta ...." (an-
Nisa': 11)
"Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-
istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai
anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya
sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar
hutangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan
jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para
istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah
dipenuhi wasiatyang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-
hutangmu." (an-Nisa': 12)
"... Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak
meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang
saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja),
maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.
Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka
bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
Dalam riwayatnya, Ibnu Abbas mengatakan: "Aku dan ibuku pernah menjadi orang-orang
yang tertindas, aku dari kalangan anak-anak dan ibuku dari kalangan wanita." (HR Bukhari)
3 Az-Al-Zain ibnul Munir berkata: "Ayat di atas tidak dimaksudkan untuk menyatakan
bahwa wanita itu lemah, tetapi menunjukkan persamaan."4
Menguji keimanan kaum wanita yang ikut hijrah cukup dengan menyuruhnya
mengucapkan sumpah: "Demi Allah aku bersumpah bahwa aku tidak ikut keluar
(berhijrah) kecuali karena keinginanku pada Islam serta rasa cintaku kepada Allah dan
Rasul-Nya." Setelah itu dia maju untuk dibai'at.5
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa kadang-kadang waktu pelaksanaan bai'at kaum
laki-laki itu sama dengan bai'at kaum wanita. Ubadah bin Shamit meriwayatkan bahwa
Rasulullah saw. berkata, sementara beliau dikelilingi oleh sekumpulan para sahabat: "Mari,
bai'atlah aku bahwa kalian tidak akan mempersekutukan suatu apa pun dengan Allah, tidak
akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anak kalian, tidak akan
berdusta yang kalian ada-adakan antara tangan dan kaki kalian, serta janganlah kalian
menentang aku dalam urusan yang baik." (HR Bukhari)6
"Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-
orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang
semuanya berdoa: 'Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini
(Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi
Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau.'" (an-Nisa': 75)
kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istri kamu, diri kami dan
diri kamu, kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta
supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.'" (Ali
Imran: 59-61) Dalam kitab tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa firman
Allah: "Maka katakanlah kepadanya: 'Marilah kita memanggil anak-anak
kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istri kamu, diri kami dan
diri kamu,'" artinya adalah mari kita hadirkan mereka semua untuk
melakukan mubahalah (mendoakan) supaya orang yang berbohong terkena
laknat.7
Disebutkan pula bahwa al-'Aqib dan ath-Thayyib datang menemui Nabi saw. Mereka
adalah tokoh-tokoh utusan Najran dari kaum Nasrani. Lalu Nabi saw. mengajak mereka
bermula'anah/mubahalah, karena ke duanya tidak mempercayai bahwa Isa Al masih
menyembah Allah SWT. Mereka menjanjikan akan melakukan mula'anah itu bersama
Nabi saw. keesokan harinya. Lalu pada keesokan harinya Rasulullah saw. membimbing
tangan Ali, Fatimah, Hasan, dan Husain menemui mereka untuk melakukan mula'anah
tersebut. Kemudian Rasulullah saw. menyuruh mereka datang, tetapi mereka menolak ...8
"Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah masing-
masing dari keduanya seratus kali dera dan janganlah belas kasihan kepada
keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu
beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan)
hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang
beriman." (an-Nur: 2)
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
Dalam kitab tafsir ath-Thabari, demikian pula al-Qurthubi, disebutkan bahwa istri Nabi
Ibrahim a.s. melayani para tamu, sedangkan suaminya (Ibrahim) duduk bersama mereka.
1. Menahan Pandangan
Allah SWT berfirman: "... Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara
sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan
ucapkanlah perkataan yang baik." (al-Ahzab: 32)
Allah SWT berfirman: "... Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara
sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan
ucapkanlah perkataan yang baik." (al-Ahzab: 32)
Allah SWT berfirman: "Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa: 'Susuilah dia,
dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai
(Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati,
karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan
menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.' Maka dipungutlah ia oleh
keluarga Fir'aun yang akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi
mereka. Sesungguhnya Fir'aun dan Haman beserta tentaranya adalah orang-
orang yang bersalah. Dan berkatalah istri Fir'aun: '(Ia) adalah penyejuk mata
hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia
bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak,' sedang mereka
tiada menyadari Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya
hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami
teguhkan hatinya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada
janji Allah)." (al-Qashash: 7-10)
Allah SWT berfirman: "Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang
perempuan: 'Ikutlah dia,' maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedang
mereka tidak mengetahuinya, dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada
perempuan-perempuan yang mau menyusui(nya) sebelum itu: maka
berkatalah saudara Musa: 'Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu ahlul bait
yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik
kepadanya?' Maka Kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang
hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui bahwa janji Allah
itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya." (al-
Qashash: 11-13)
"Salah seorang dari kedua wanita itu berkata. 'Ya bapakku, ambillah ia
sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang
paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat
lagi dapat dipercaya.'" (al-Qashash: 26)
Ayat ini turun sehubungan dengan kasus antara Aus bin Shamit dengan istrinya, Khaulah
binti Tsa'labah, ketika Aus berkata kepada istrinya: "Kamu bagiku sudah seperti punggung
ibuku." Pada zaman jahiliah, apabila seorang laki-laki mengucapkan kata-kata seperti ini
kepada istrinya berarti dia sudah mengharamkan istrinya bagi dirinya (menalaknya).
Karena itulah Khaulah pergi menemui Rasulullah saw. untuk mengajukan gugatan
mengenai perkara dengan suaminya ini. Dia berkata: "Demi Yang menurunkan Al-Kitab
kepadamu, dia (Aus) tidak pernah menyebut kata-kata talak ... Ya Allah, aku mengadukan
kepadamu betapa gundahnya batinku dan alangkah beratnya bagiku berpisah dengannya.
Ya Allah, turunkanlah melalui lidah Nabi-Mu suatu pemecahan terhadap masalah yang
kami hadapi ini." Maka turunlah ayat-ayat tersebut yang sekaligus merupakan jalan keluar
bagi masalah yang dihadapi oleh Khaulah dan suaminya.
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
Allah SWT berfirman: "Berkata Sulaiman: 'Akan kami lihat, apa kamu
benar, ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta. Pergilah dengan
Allah SWT berfirman: "(Ingatlah) ketika istri Imran berkata: 'Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam
kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis).
Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.' Maka tatkala istri Imran
melahirkan anaknya, dia pun berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku
melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa
yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan.
Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan
untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau
daripada setan yang terkutuk.'" (Ali Imran: 35-36)
Istri Imran telah bernazar bahwa dia akan menjadikan anak yang ada dalam kandungannya
semata-mata untuk berkhidmat di Baitullah, yaitu Baitul Maqdis, dibebaskan dari segala
kesibukan duniawi. Suaminya, Imran, meninggal dunia ketika dia dalam keadaan
mengandung. Ketika dia melahirkan bayi perempuannya --padahal sebenarnya dia
berharap bayi lelaki, sebab yang dinazarkan untuk Baitullah hanyalah anak laki-laki-- ia
berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkan seorang anak perempuan. Tiadalah
sama anak lelaki yang kuminta dengan anak perempuan yang Engkau berikan. Anak lelaki
dimaksudkan untuk berkhidmat, sementara anak perempuan tidak cocok, karena lemah.
Hal itu ia katakan untuk minta maaf kepada Tuhan karena dia tidak bisa menepati janjinya.
Akan tetapi, Allah SWT Yang Menciptakan laki-laki dan perempuan menenangkan hati si
ibu ini dengan cara menerima anak perempuannya untuk berkhidmat di Baitul Maqdis.
Maka jadilah Maryam sebagai hamba wanita yang sangat tekun beribadah dan jujur serta
melebihi, atau setidaknya, hampir melebihi kaum laki-laki dalam soal ketekunan
beribadah. Sementara permohonan perlindungan kepada Allah (taawwudz) agar putrinya,
Maryam, dan keturunannya terpelihara dari godaan setan, juga telah diperkenankan oleh
Allah SWT. Benar apa yang disabdakan oleh Rasulullah saw. ini:
"Setiap anak Adam akan disentuh oleh setan pada hari ia dilahirkan oleh
ibunya kecuali Maryam dan anak laki-lakinya (Isa)." (HR Bukhari dan
Muslim)11
Sampai demikian besar ketinggian martabat seorang wanita sehingga Zakariya sendiri
sebagai seorang nabiyullah merasa kagum dan berkata: "Hai Maryam, dari mana kamu
peroleh (makanan) ini?"
Kemudian martabat dan kemuliaan yang diberikan Allah itu mendorong Zakariya a.s.
untuk berdoa dan memohon kepada Allah agar dia juga dikaruniai keturunan yang serupa
itu: "Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya
Engkau Maha Mendengar doa."
Allah SWT berfirman: "Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata: 'Hai
Maryam sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan
melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa, dengan kamu).
Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan ruku'lah bersama orang-
orang yang ruku.'" (Ali Imran: 42-43)
"Tidak ada yang sempurna dari kalangan wanita selain Maryam binti Imran
dan Asiah istri Fir'aun." (HR Bukhari dan Muslim)12
Allah SWT berfirman: "Dan Allah membuat istri Fir'aun perumpamaan bagi
orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: 'Ya Tuhanku, bangunlah
untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari
Fir'aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dan kaum yang zalim,' dan
Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan
kedalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami; dan dia membenarkan
kalimat-kalimat Tuhannya dan Kitab-Kitab-Nya dan adalah dia termasuk
orang-orang yang taat." (at-Tahrim: 11-12)
Rasulullah saw. bersabda: "Sebenarnya wanita itu adalah saudara K kandung laki-
laki." (HR Abu Daud)1 Umar ibnul Khattab berkata: "Demi Allah, pada zaman jahiliah
kami menganggap wanita itu tidak ada artinya sampai turun ayat Allah mengenai wanita
dan memberinya bagian tertentu." (HR Bukhari dan Muslim)2 Dalam riwayat lain Umar
berkata: "Pada zaman jahiliah kami tidak menghargai wanita sedikit pun. Tetapi tatkala
Islam datang dan Allah menyebut-nyebut tentang mereka, barulah kami sadar bahwa
mereka mempunyai hak pada kami." (HR Bukhari)3
Abu Hurairah berkata: "Ketika Allah menurunkan ayat Wa andzir 'asyiaratakatul aqrabin
(peringatkanlah kerabat-kerabatmu yang terdekat), Rasulullah saw. berdiri lalu berkata:
'Hai orang-orang Quraisy, belilah diri kalian, aku tidak bisa membantu kalian dari siksa
Allah sedikit pun. Hai Bani Abdi Manaf, aku tidak bisa membantu kalian dari siksa Allah
sedikit pun. Wahai Abbas bin Abdul Muttalib, aku tidak bisa membantumu dari siksa
Allah sedikit pun. Wahai Shafiyyah, bibi Rasulullah, aku tidak bisa membantumu dari
siksa Allah sedikit pun. Wahai Fatimah binti Muhammad, mintalah sesukamu uang/
hartaku, tetapi aku tidak bisa membantumu dari siksa Allah sedikit pun.'" (HR Bukhari dan
Muslim)4
Abdullah bin Abbas berkata: "Aku dan ibuku termasuk golongan orang lemah/tertindas.
Aku dari kalangan anak-anak dan ibuku dari kalangan wanita." (HR Bukhari)5 Dalam
menguraikan bab ini Bukhari berkata: "Ibnu Abbas r.a. bersama ibunya termasuk di antara
orang-orang yang lemah/tertindas. Dia tidak ikut bersama ayahnya dalam menganut agama
kaumnya." Sementara Al-Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan hadits tersebut sebagai berikut:
"Nama ibunya Lubabah binti al-Harits al-Hilaliah (diberi gelar Ummul Fadhal, karena al-
Fadhal adalah anak tertua dari keluarga Abbas). Kata-kata: 'Dia tidak ikut bersama
ayahnya dalam menganut agama kaumnya,' adalah perkataan pengarang berdasarkan
pengamatannya sebab Abbas masuk Islam setelah terjadinya Perang Badar. Namun
pendapat ini masih dipertikaikan oleh para ulama. Yang benar adalah bahwa Abbas
berhijrah pada awal tahun penaklukan Kota Mekah. Dia datang bersama Nabi saw., lalu
ikut serta dalam penaklukkan tersebut." Wallahu a'lam.6
Imran bin Hushain berkata bahwa mereka pernah bersama Nabi saw. dalam suatu
perjalanan. Mereka terus melanjutkan perjalanan sampai malam hari. Setelah mendekati
subuh mereka kelelahan dan istirahat. Mereka tertidur lelap sampai matahari sudah naik.
Orang yang pertama kali bangun dari tidurnya adalah Abu Bakar. Biasanya tidak ada yang
berani membangunkan Rasulullah saw. dari tidurnya sampai beliau bangun sendiri.
Kemudian Umar terbangun dan Abu Bakar duduk di dekat kepala Rasulullah saw. Dia
mengucapkan takbir dengan suara yang agak keras sehingga Rasulullah saw. terbangun.
Rasulullah saw. segera turun, kemudian melakukan shalat subuh bersama kami. Salah
seorang dari kaum/jamaah menghindarkan diri dan tidak ikut shalat bersama kami. Selesai
shalat, Rasulullah saw. bertanya: "Hai fulan, apa yang menghalangimu sehingga tidak ikut
shalat bersama kami?" Laki-laki itu menjawab: "Aku dalam keadaan junub." Lantas
Rasulullah saw. menyuruhnya melakukan tayamum dengan tanah/debu yang suci.
Kemudian laki-laki itu mengerjakan shalat. Setelah itu Rasulullah saw. menyuruhku
menaiki tunggangan di hadapan beliau. Ketika itu kami sudah merasa haus sekali. Tiba-
tiba di tengah perjalanan kami bertemu dengan seorang wanita yang kedua kakinya
terjuntai di antara dua girbah (gentong dari kulit) air besar (di atas tunggangannya). Kami
bertanya kepadanya: "Dimana ada air?" Dia menjawab: "Aduh, tidak ada air." Kami
bertanya lagi: "Berapa jauh jarak antara keluargamu dengan air?" Dia menjawab: "Satu
hari satu malam (perjalanan)." Kami berkata: "Kalau begitu, pergilah temui Rasulullah
saw.!" Wanita itu bertanya: "Apa itu Rasulullah?" Karena susah untuk menjelaskannya,
akhirnya wanita itu kami bawa menghadap Rasulullah saw. Ketika ditanya oleh Nabi saw.
jawabannya sama seperti apa yang dia katakan kepada kami sebelumnya. Cuma saja dia
menambahkan bahwa dia menanggung beberapa anak yatim yang masih kecil-kecil. Lalu
Nabi saw. memerintahkan untuk mengambil kedua girbah airnya yang masih kosong,
kemudian mengusap mulut kedua girbah air tersebut. Akhirnya kami yang kehausan
berjumlah empat puluh orang bisa minum sepuas-puasaya. Bahkan semua girbah dan
bejana yang ada kami isi penuh dengan air. Hanya unta yang tidak kami beri minum.
Sedangkan girbah-girbah air tersebut seakan mau meledak karena kepenuhan. Kemudian
Rasulullah saw. berkata: "Kemarikanlah apa yang ada pada kalian." Akhirnya
terkumpullah untuk wanita itu beberapa potong roti dan kurma hingga bisa dia bawa
kepada keluarganya. Wanita itu bercerita (kepada kaumnya): "Aku bertemu dengan orang
yang paling hebat sihirnya, atau dia itu adalah seorang nabi sebagaimana yang mereka
katakan." Lalu Allah memberi petunjuk (hidayah) kepada kaum itu dengan (perantara)
wanita tersebut. Akhirnya wanita itu dan kaumnya masuk Islam." Dalam satu riwayat7
disebutkan: "Adalah kaum muslimin, setelah peristiwa itu, menyerang orang-orang
musyrik yang ada di sekitarnya, tetapi mereka tidak mengenai/menyerang kaum dari mana
wanita itu berasal. Pada suatu hari, wanita itu berkata kepada kaumnya: "Saya tidak
melihat kaum itu meninggalkan kalian dengan sengaja. Maka apakah kalian mau masuk
Islam?" Lalu mereka mentaatinya, kemudian mereka masuk Islam." (HR Bukhari dan
Muslim)8
"Barang siapa yang diuji dalam urusan anak-anak perempuan ini, lalu dia berbuat ihsan
(baik) kepada mereka, maka mereka akan menjadi tirai baginya dari neraka." (HR Bukhari
dan Muslim)9
Perbuatan ihsan yang mana yang lebih besar nilainya untuk anak-anak wanita
dibandingkan dengan ihsan mengajar dan mendidik mereka?
"Barangsiapa yang mempunyai budak perempuan, lalu dia mengajarnya dengan baik dan
mendidiknya dengan baik kemudian memerdekakannya dan mengawininya, maka baginya
Jika seorang muslim dihimbau untuk mengajar dan mendidik budak perempuannya dengan
baik, maka mengajar dan mendidik putrinya sendiri dengan baik tentu lebih wajib dan
lebih utama. Sebaik-baik hal yang dijadikan bekal hidup adalah akhlak yang baik dan ilmu
yang bermanfaat. Dari waktu ke waktu, jika akhlak yang baik sudah merupakan sesuatu
yang tetap dan baku, dikatakan bahwa ilmu yang bermanfaat akan mengalami perbedaan
jenis dan kadarnya.
Ibnu Juraij, dari Atha dan dari Jabir bin Abdullah, berkata: "Nabi saw. berdiri pada hari
raya Fitri, lalu shalat. Dimulai dengan shalat, setelah itu baru khotbah. Selesai berkhotbah
beliau turun, kemudian mendatangi jamaah wanita. Sambil bersandar pada tangan Bilal,
beliau menyampaikan nasihat kepada kaum wanita. Sementara Bilal menggelar/
membentangkan kainnya, lantas kaum wanita menjatuhkan sedekah mereka ke atas kain
tersebut. Menurut satu riwayat11 dari Ibnu Abbas, beliau (Nabi saw.) merasa belum
memperdengarkan kepada kaum wanita (nasihat yang beliau sampaikan), maka beliau
pergi kepada kaum wanita untuk memberi mereka nasihat dan menyuruh mereka
bersedekah. Ibnu Juraij berkata: "Apakah seorang imam (pada masa sekarang ini) berhak
melakukan yang demikian itu dalam memberikan peringatan kepada kaum wanita?" Atha
berkata: "Hal itu adalah hak mereka. Jadi mengapa mereka tidak boleh
melakukannya?" (HR Bukhari)12
Ketika Rasulullah saw. merasa bahwa dirinya belum memperdengarkan (nasihat yang
beliau sampaikan) kepada kaum wanita --mengingat banyaknya jamaah yang hadir,
sementara shaf kaum wanita berada di belakang shaf kaum laki-laki-- lalu beliau
mendatangi kaum wanita untuk memberikan nasihat kepada mereka guna menunaikan hak
mereka dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya
kepada Atha yang berpendapat mengenai wajibnya memberi peringatan dan mengajar
kaum wanita serta menentang kelalaian tokoh-tokoh pada zamannya dalam menunaikan
kewajiban ini.
Di samping nash-nash ini, yang menegaskan hak-hak wanita mengenai pendidikan dan
pengajaran agar wanita mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik, masih ada
kaidah ushul fiqih yang mengatakan yang artinya: "Suatu kewajiban yang tidak akan
sempurna kecuali dengan sesuatu perkara, maka perkara itu wajib kecuali dengannya,
maka perkara tersebut (hukumnya juga) wajib." Dalam hal tanggung jawab ini, jika
pelaksanaannya tidak wajib, tentu hukumnya sunnah/mandub.
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
Abdullah bin Abbas berkata: "Aku dan ibuku termasuk golongan orang
lemah/tertindas. Aku dari kalangan anak-anak dan ibuku dari kalangan
wanita." (HR Bukhari)5 Dalam menguraikan bab ini Bukhari berkata: "Ibnu
Abbas r.a. bersama ibunya termasuk di antara orang-orang yang lemah/
tertindas. Dia tidak ikut bersama ayahnya dalam menganut agama
kaumnya." Sementara Al-Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan hadits tersebut
sebagai berikut: "Nama ibunya Lubabah binti al-Harits al-Hilaliah (diberi
gelar Ummul Fadhal, karena al-Fadhal adalah anak tertua dari keluarga
Abbas). Kata-kata: 'Dia tidak ikut bersama ayahnya dalam menganut agama
kaumnya,' adalah perkataan pengarang berdasarkan pengamatannya sebab
Abbas masuk Islam setelah terjadinya Perang Badar. Namun pendapat ini
masih dipertikaikan oleh para ulama. Yang benar adalah bahwa Abbas
berhijrah pada awal tahun penaklukan Kota Mekah. Dia datang bersama
Nabi saw., lalu ikut serta dalam penaklukkan tersebut." Wallahu a'lam.6
Imran bin Hushain berkata bahwa mereka pernah bersama Nabi saw. dalam
suatu perjalanan. Mereka terus melanjutkan perjalanan sampai malam hari.
Setelah mendekati subuh mereka kelelahan dan istirahat. Mereka tertidur
lelap sampai matahari sudah naik. Orang yang pertama kali bangun dari
tidurnya adalah Abu Bakar. Biasanya tidak ada yang berani membangunkan
Rasulullah saw. dari tidurnya sampai beliau bangun sendiri. Kemudian Umar
terbangun dan Abu Bakar duduk di dekat kepala Rasulullah saw. Dia
mengucapkan takbir dengan suara yang agak keras sehingga Rasulullah saw.
terbangun. Rasulullah saw. segera turun, kemudian melakukan shalat subuh
bersama kami. Salah seorang dari kaum/jamaah menghindarkan diri dan
tidak ikut shalat bersama kami. Selesai shalat, Rasulullah saw. bertanya:
"Hai fulan, apa yang menghalangimu sehingga tidak ikut shalat bersama
kami?" Laki-laki itu menjawab: "Aku dalam keadaan junub." Lantas
Rasulullah saw. menyuruhnya melakukan tayamum dengan tanah/debu yang
suci. Kemudian laki-laki itu mengerjakan shalat. Setelah itu Rasulullah saw.
menyuruhku menaiki tunggangan di hadapan beliau. Ketika itu kami sudah
merasa haus sekali. Tiba-tiba di tengah perjalanan kami bertemu dengan
seorang wanita yang kedua kakinya terjuntai di antara dua girbah (gentong
dari kulit) air besar (di atas tunggangannya). Kami bertanya kepadanya:
"Dimana ada air?" Dia menjawab: "Aduh, tidak ada air." Kami bertanya lagi:
"Berapa jauh jarak antara keluargamu dengan air?" Dia menjawab: "Satu
hari satu malam (perjalanan)." Kami berkata: "Kalau begitu, pergilah temui
Rasulullah saw.!" Wanita itu bertanya: "Apa itu Rasulullah?" Karena susah
untuk menjelaskannya, akhirnya wanita itu kami bawa menghadap
Rasulullah saw. Ketika ditanya oleh Nabi saw. jawabannya sama seperti apa
yang dia katakan kepada kami sebelumnya. Cuma saja dia menambahkan
bahwa dia menanggung beberapa anak yatim yang masih kecil-kecil. Lalu
Nabi saw. memerintahkan untuk mengambil kedua girbah airnya yang masih
kosong, kemudian mengusap mulut kedua girbah air tersebut. Akhirnya
kami yang kehausan berjumlah empat puluh orang bisa minum sepuas-
puasaya. Bahkan semua girbah dan bejana yang ada kami isi penuh dengan
air. Hanya unta yang tidak kami beri minum. Sedangkan girbah-girbah air
tersebut seakan mau meledak karena kepenuhan. Kemudian Rasulullah saw.
berkata: "Kemarikanlah apa yang ada pada kalian." Akhirnya terkumpullah
untuk wanita itu beberapa potong roti dan kurma hingga bisa dia bawa
kepada keluarganya. Wanita itu bercerita (kepada kaumnya): "Aku bertemu
dengan orang yang paling hebat sihirnya, atau dia itu adalah seorang nabi
sebagaimana yang mereka katakan." Lalu Allah memberi petunjuk (hidayah)
kepada kaum itu dengan (perantara) wanita tersebut. Akhirnya wanita itu
dan kaumnya masuk Islam." Dalam satu riwayat7 disebutkan: "Adalah kaum
muslimin, setelah peristiwa itu, menyerang orang-orang musyrik yang ada di
sekitarnya, tetapi mereka tidak mengenai/menyerang kaum dari mana wanita
itu berasal. Pada suatu hari, wanita itu berkata kepada kaumnya: "Saya tidak
melihat kaum itu meninggalkan kalian dengan sengaja. Maka apakah kalian
mau masuk Islam?" Lalu mereka mentaatinya, kemudian mereka masuk
Islam." (HR Bukhari dan Muslim)8
"Barang siapa yang diuji dalam urusan anak-anak perempuan ini, lalu dia
berbuat ihsan (baik) kepada mereka, maka mereka akan menjadi tirai
baginya dari neraka." (HR Bukhari dan Muslim)9
Perbuatan ihsan yang mana yang lebih besar nilainya untuk anak-anak wanita
dibandingkan dengan ihsan mengajar dan mendidik mereka?
Jika seorang muslim dihimbau untuk mengajar dan mendidik budak perempuannya dengan
baik, maka mengajar dan mendidik putrinya sendiri dengan baik tentu lebih wajib dan
lebih utama. Sebaik-baik hal yang dijadikan bekal hidup adalah akhlak yang baik dan ilmu
yang bermanfaat. Dari waktu ke waktu, jika akhlak yang baik sudah merupakan sesuatu
yang tetap dan baku, dikatakan bahwa ilmu yang bermanfaat akan mengalami perbedaan
jenis dan kadarnya.
Ibnu Juraij, dari Atha dan dari Jabir bin Abdullah, berkata: "Nabi saw.
berdiri pada hari raya Fitri, lalu shalat. Dimulai dengan shalat, setelah itu
baru khotbah. Selesai berkhotbah beliau turun, kemudian mendatangi jamaah
wanita. Sambil bersandar pada tangan Bilal, beliau menyampaikan nasihat
kepada kaum wanita. Sementara Bilal menggelar/membentangkan kainnya,
lantas kaum wanita menjatuhkan sedekah mereka ke atas kain tersebut.
Menurut satu riwayat11 dari Ibnu Abbas, beliau (Nabi saw.) merasa belum
memperdengarkan kepada kaum wanita (nasihat yang beliau sampaikan),
maka beliau pergi kepada kaum wanita untuk memberi mereka nasihat dan
menyuruh mereka bersedekah. Ibnu Juraij berkata: "Apakah seorang imam
(pada masa sekarang ini) berhak melakukan yang demikian itu dalam
memberikan peringatan kepada kaum wanita?" Atha berkata: "Hal itu adalah
hak mereka. Jadi mengapa mereka tidak boleh melakukannya?" (HR
Bukhari)12
Ketika Rasulullah saw. merasa bahwa dirinya belum memperdengarkan (nasihat yang
beliau sampaikan) kepada kaum wanita --mengingat banyaknya jamaah yang hadir,
sementara shaf kaum wanita berada di belakang shaf kaum laki-laki-- lalu beliau
mendatangi kaum wanita untuk memberikan nasihat kepada mereka guna menunaikan hak
mereka dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya
kepada Atha yang berpendapat mengenai wajibnya memberi peringatan dan mengajar
kaum wanita serta menentang kelalaian tokoh-tokoh pada zamannya dalam menunaikan
kewajiban ini.
Di samping nash-nash ini, yang menegaskan hak-hak wanita mengenai pendidikan dan
pengajaran agar wanita mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik, masih ada
kaidah ushul fiqih yang mengatakan yang artinya: "Suatu kewajiban yang tidak akan
sempurna kecuali dengan sesuatu perkara, maka perkara itu wajib kecuali dengannya,
maka perkara tersebut (hukumnya juga) wajib." Dalam hal tanggung jawab ini, jika
pelaksanaannya tidak wajib, tentu hukumnya sunnah/mandub.
Al-Hafizh adz-Dzahabi berkata: "Belum ditemukan pada wanita bahwa dia berdusta dalam
Aisyah juga berkata bahwa Nabi saw. senang mendahulukan yang kanan ketika ingin
memakai sandal, menata rambut, bersuci, dan dalam semua urusannya. (HR Bukhari dan
Muslim)16 Aisyah berkata:
Zainab binti Jahasy bercerita bahwa Nabi saw. suatu ketika datang
menemuinya dalam keadaan ketakutan, lalu berkata: "La Ilaaha Illallah!
Celakalah bangsa Arab dari petaka yang telah dekat. Hari ini dinding Ya'juj
dan Ma'juj terbuka sekian." Beliau membuat lingkaran dengan jari jempol
dan telunjuknya. Zainab berkata: "Aku bertanya: 'Wahai Rasulullah, apakah
kami akan binasa, sementara di tengah-tengah kami ada orang-orang yang
saleh?' Nabi saw. menjawab: "Ya jika kemaksiatan dan kejahatan sudah
banyak." (HR Bukhari dan Muslim)20
Juwairiyyah berkata: "Bahwa Nabi saw. pagi-pagi sekali selesai shalat subuh
keluar dari tempatnya, ketika itu dia berada di tempat shalatnya. Memasuki
waktu dhuha, Nabi saw. kembali, sementara dia masih tetap duduk di tempat
shalatnya. Nabi saw. bertanya: 'Kamu belum juga beranjak dari tempatmu
itu sejak tadi?' Juwairiyyah menjawab: 'Benar.' Nabi saw. berkata: 'Tadi aku
membaca empat kalimat sebanyak tiga kali. Dan seandainya ia ditimbang
dan dibandingkan dengan apa yang telah kamu katakan sejak hari ini, maka
akan lebih berat timbangannya apa yang aku baca itu: yaitu Maha Suci
Allah, dan dengan puji-Nya yang sebanyak jumlah makhlukNya, ridha diri-
Nya, keagungan Arasy-Nya, dan sebanyak kalimat-kalimat-Nya.'" (HR
Muslim)22
Asma binti Abu Bakar r.a. berkata bahwa Nabi saw. bersabda:
"Aku berada di atas telaga sehingga aku dapat melihat siapa diantara kalian
yang datang kepadaku. Dan orang-orang yang dibawahku akan dihukum,
lalu aku berkata: 'Wahai Tuhanhu, mereka bagian dariku dan termasuk
umatku?, Lalu dijawab: 'Apakah engkau tahu apa yang mereka perbuat
sesudahmu? Demi Allah, mereka kembali pada kekafiran
sepeninggalmu.'" (HR Bukhari dan Muslim)25
Juga dari Asma dikatakan: "Ketika terjadi gerhana bulan Kami diperintahkan
memerdekakan budak." Dan menurut satu riwayat: "Nabi saw.
memerintahkan orang supaya memerdekakan budak ketika terjadi gerhana
matahari." (HR Bukhari)26
Ummu Sulaim berkata: "Sesungguhnya Nabi saw. pernah mendatangi rumahnya, lalu tidur
siang (istirahat) di rumahnya. Ummu Sulaim lalu menggelarkan selembar hamparan dari
kulit, lalu Nabi saw. tidur (siang) di atasnya. Ketika itu beliau banyak sekali mengucurkan
keringat. Lalu Ummu Sulaim mengumpulkannya dan mencampurnya dengan minyak
wangi, kemudian memasukkannya ke dalam botol-botol kecil. Kemudian Nabi saw.
bertanya: 'Ummu Sulaim, apa ini?' Ummu Sulaim menjawab: 'Keringatmu, aku campur
dengan minyak wangiku.'" (HR Muslim)27
Ummu Athiyyah berkata: "Aku ikut berperang bersama Rasulullah saw. sebanyak tujuh
kali peperangan. Aku selalu ditempatkan di bagian belakang pasukan. Akulah yang
membuat makanan untuk mereka, mengobati yang luka-luka, dan menolong yang
sakit." (HR Muslim)28
Zainab, istri Abdullah bin Mas'ud, berkata: "Rasulullah saw. berkata kepada kami: 'Apabila
ada salah seorang dari kalian yang ingin pergi ke masjid, janganlah dia menyentuh
(memakai) wewangian.'" (HR Muslim)29 Ummu Syarik berkata: "Bahwa Nabi saw.
memerintahkannya membunuh cecak." (HR Bukhari dan Muslim)30
Khaulah binti Hakim berkata: "Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: 'Barangsiapa
singgah di suatu rumah kemudian membaca doa: "Aku berlindung dengan kalimat-kalimat
Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk-Nya, maka tidak ada sesuatu apa pun yang
akan mengganggunya, sampai dia pergi dari rumah tersebut.'" (HR Muslim)31
Ummu Hushain berkata: "Aku ikut bersama Rasulullah saw. sewaktu melakukan haji
wada'." Ummu Hushain berkata bahwa Rasulullah berbicara (berkhotbah) panjang sekali,
lalu beliau bersabda: 'Sekalipun dijadikan pemimpin atas kalian seorang budak yang cacat
hidungnya --rasanya dia juga mengatakan hitam-- lalu dia menuntun kalian dengan
Kitabullah, maka kalian harus mendengarkan katanya dan menaati perintahnya.' (HR
Muslim)32
Ummu Kaltsum binti Uqbah berkata: "Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:
'Bukanlah termasuk pendusta orang yang mendamaikan di antara manusia, lalu dia
mengembangkan kebaikan atau mengatakan yang baik.'" (HR Bukhari dan Muslim)33 Dari
Ummu Hani, dia berkata: "Aku pergi menemui Rasulullah saw. pada tahun penaklukan
kota Mekah. Aku dapati beliau sedang mandi, sementara Fathimah, putri beliau, berusaha
menutupi beliau dengan kain. Aku mengucapkan salam kepada beliau. Beliau bertanya:
'Siapa itu?'Aku menjawab: 'Aku Ummu Hani binti Abi Thalib.' Beliau berkata: 'Selamat
datang Ummu Hani.' Setelah selesai mandi beliau berdiri, lalu melakukan shalat sebanyak
delapan rakaat dengan hanya memakai sehelai kain." (HR Bukhari dan Muslim)34
Fathimah binti Qais berkata: "Aku menikah dengan putranya Mughirah, seorang pemuda
Quraisy terbaik. Namun dia gugur pada jihad yang pertama bersama Rasulullah saw.
Ketika aku hidup menjanda, aku dilamar oleh Abdurrahman bin Auf di hadapan
sekelompok sahabat Rasulullah saw. Rasulullah saw. sendiri yang melamarku untuk
budaknya (cucu angkat beliau), Usamah bin Zaid, sedangkan aku pernah mendengar hadits
bahwa Rasulullah saw. bersabda: 'Barangsiapa yang mencintai aku, hendaklah dia pula
mencintai Usamah.' Ketika Rasulullah saw. membicarakan masalah itu padaku, aku
berkata: 'Perkaraku ada di tangan engkau, maka nikahkanlah aku dengan siapa yang
engkau inginkan ...'" (HR Muslim)35
Ummu Hisyam binti Haritsah bin Nu'man berkata: "Aku tidak hafal surat Qaaf kecuali dari
mulut Rasulullah saw. yang selalu berkhotbah dengan membacanya pada setiap hari
Jum'at. Ummu Hisyam berkata lagi: 'Dapur kami dan dapur Rasulullah saw. adalah
satu.'" (HR Muslim)36
Ar-Rubai' binti Mu'awwidz berkata bahwa Rasulullah saw. mengutus orang-orang pada
pagi hari Asyura untuk memberi tahu penduduk perkampungan kaum Anshar:
"Barangsiapa yang pada pagi hari ini berbuka, maka hendaklah dia menyempurnakan
(berpuasa) pada sisa harinya, dan barangsiapa yang pada pagi harinya sudah berpuasa,
maka hendaklah dia meneruskan puasanya." Kami berpuasa pada hari tersebut, bahkan
kami menyuruh anak-anak kami berpuasa. Kami membuatkan untuk mereka mainan yang
terbuat dari bulu biri-biri yang sudah dicat. Jika ada di antara mereka yang menangis minta
makan, maka kami berikan kepadanya mainan tersebut sampai tiba waktu berbuka. (HR
Bukhari dan Muslim)37
1. Shalat Fardu
2. Shalat Gerhana
Asma binti Abu Bakar r.a. berkata: "Aku datang menemui Aisyah, istri Nabi
saw., pada saat terjadi gerhana matahari, sedangkan orang-orang sedang
melakukan shalat, dan Aisyah juga sedang melakukan shalat. Aku bertanya:
'Mengapa orang-orang (melakukan shalat)?' Aisyah memberi isyarat dengan
tangannya ke arah langit dan berkata: 'Subhanallah (Maha Suci Allah).' Aku
bertanya: 'Apakah itu tanda kebesaran (ayat) Allah?' Dia memberi isyarat:
'ya.'Aku pun kemudian ikut shalat sehingga hampir saja aku pingsan (karena
lamanya shalat itu). Lalu aku kucurkan air ke atas kepalaku. Setelah selesai
shalat Rasulullah saw. mengucapkan puja-puji kepada Allah SWT,
kemudian berkata ..." (HR Bukhari dan Muslim)39
3. Shalat Jenazah
Aisyah r.a. berkata bahwa dia berkata: "Tatkala Sa'ad bin Abi Waqqash
meninggal dunia, para istri Nabi saw. menyuruh agar jenazahnya dilewatkan
di dalam masjid agar mereka juga bisa menyalatinya. Lalu orang-orang
melaksanakannya. Jenazah Sa'ad dihentikan pada kamar-kamar para istri
Nabi saw. sehingga mereka bisa menyalatinya ..." (HR Muslim))40
Demikian pula, kaum wanita ikut menyalati jenazah Rasulullah saw. Al-
Imam an-Nawawi berkata: "Pendapat yang sahih menurut jumhur
(mayoritas) ulama adalah bahwa mereka menyalati Rasulullah saw. secara
4. I'tikaf
Aisyah r.a., istri Nabi saw., berkata bahwa Nabi saw. melakukan i'tikaf pada
sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan sampai beliau dipanggil
oleh Allah SWT. Kemudian para istri beliau tetap melakukan i'tikaf
sepeninggal beliau. (HR Bukhari)42
5. Haji
Ummu Salamah r.a. berkata: "Aku mengeluh karena sakit kepada Rasulullah
saw. Dan beliau bersabda: 'Lakukanlah thawaf di belakang orang-orang
dengan menaiki kendaraan.' Kemudian aku thawaf dan pada saat itu
Rasulullah saw. tengah shalat di samping Baitullah dengan membaca surat
ath-Thuur wa Kitaabin Masthur." (HR Bukhari dan Muslim)43
Ummul Fadhal binti al-Harits r.a. berkata bahwa sesungguhnya ada beberapa
orang yang berselisih pendapat di dekatnya pada hari Arafah mengenai
apakah Nabi saw. berpuasa pada hari itu. Sebagian mereka mengatakan
bahwa beliau berpuasa, sementara yang sebagian lagi mengatakan bahwa
beliau tidak berpuasa. Akhirnya aku kirimkan semangkuk susu kepada Nabi
saw. yang sedang melakukan wukuf di atas untanya, dan beliau
meminumnya. (HR Bukhari dan Muslim)44
Yahya bin Hushain, dari neneknya, Ummu al-Hushain r.a., berkata: "Aku
pernah mendengar nenekku mengatakan: 'Aku ikut bersama Rasulullah saw.
sewaktu melakukan haji wada. Aku melihat beliau ketika melontar jumrah
Aqabah lalu beliau pergi ...'" (HR Muslim)45
1. Pesta Perkawinan
Anas r.a. berkata: "Nabi saw. melihat beberapa orang perempuan dan anak-
anak datang dari suatu pesta perkawinan, lalu beliau memaksakan diri
berdiri dan berkata: 'Ya Allah, kalian termasuk orang-orang yang paling aku
senangi.' Ucapan tersebut beliau ucapkan sebanyak tiga kali." (HR Bukhari
dan Muslim)46
Sahal r.a. berkata: "Ketika Abu Usaid as-Sa'idiy menjadi pengantin, dia
mengundang Nabi saw. beserta sahabat-sahabat beliau. Tidak ada yang
membuat makanan dan menghidangkannya kepada mereka selain istrinya,
Ummu Usaid. Dia telah merendam beberapa biji kurma dalam satu bejana
yang terbuat dan batu pada malam harinya. Setelah Nabi saw. selesai makan,
Ummu Usaid mengaduk kurma tersebut hingga hancur, lalu menuangkannya
khusus untuk Nabi saw. sebagai penghormatan bagi beliau." (HR Bukhari
dan Muslim)47
Athiyyah r.a. berkata: "... kami diperintahkan supaya keluar pada hari raya,
sehingga kami mengeluarkan gadis-gadis perawan dari pingitannya dan
mengeluarkan wanita-wanita haid. Mereka berada di belakang orang banyak,
ikut bertakbir dan berdoa bersama yang lainnya karena mengharapkan
berkah dan kesucian han tersebut." Menurut satu nwayat48: "Supaya mereka
bisa ikut menyaksikan kebaikan dan mendengarkan seruan (dakwah) orang-
orang mukmin." (HR Bukhari dan Muslim)49
Aisyah r.a. berkata: "... Pada hari raya orang-orang berkulit hitam bermain
perisai dan tombak. Entah aku yang meminta atau barangkali Nabi sendiri
yang berkata padaku: 'Apakah engkau ingin melihatnya?' Aku jawab: 'Ya.'
Lalu beliau menyuruhku berdiri di belakangnya, dan pipiku menempel pada
pipi beliau. Beliau berkata, "Minggirlah, wahai Bani Arfidah!' Akhirnya aku
bosan menonton. Nabi saw. berkata: 'Bagaimana, sudah cukup?'Aku jawab:
'Ya.' Nabi saw. berkata: 'Kalau begitu, pergilah!'" (HR Bukhari dan Muslim)
50
3. Pesta Penyambutan
Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. berkata: "Kami tiba di Madinah pada malam hari
hijrah ... lalu kaum laki-laki dan wanita naik ke atas rumah-rumah mereka,
sedangkan anak-anak dan para pelayan bertebaran di jalan-jalan sambil
berseru: 'Wahai Muhammad Rasulullah, wahai Muhammad
Rasulullah.'" (HR Muslim)51
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
2 Bukhari, Kitab: Tafsir surat at-Tahrim, Bab: Ayat "Kamu mencari kesenangan hati istri-
istrimu," jilid 10, hlm 283. Muslim, Kitab: Thalak, Bab: Masalah ila' dan menjauhi istri,
jilid 4, hlm. 190.
3 Bukhari, Kitab: Pakaian, Bab: Pakaian yang diperkenankan oleh Nabi saw., jilid 12, hlm.
418.
4 Bukhari, Kitab: Tafsir surat asy-Syu'ara', Bab: Ayat "Dan berilah peringatan kepada
kerabat-kerabatmu yang terdekat dan rendahkanlah dirimu," jilid 10, hlm. 120. Muslim,
Kitab: Iman, Bab: Ayat "Dan berilah peringatan kepada ke-rabat-kerabatmu yang terdekat,
jilid 1, hlm. 133.
5 Bukhari, Kitab: Jenazah, Bab: Apabila seorang anak masuk Islam, lalu dia mati, apakah
perlu dishalatkan? jilid 3 hlm. 464.
7 Bukhari, Kitab: Hadits-hadits mengenai para nabi, Bab: Tanda-tanda kenabian dalam
Islam, jilid 7, hlm. 392. Muslim, Kitab: Masjid dan tempat-tempat shalat, Bab: Mengqadha
shalat yang tertinggal, jilid 2, hlm. 140.
8 Bukhari, Kitab: Tayammum, Bab: Tanah yang suci, jilid 1, hlm. 470.
9 Bukhari, Kitab: Adab, Bab: Menyayangi anak, mencium dan merangkulnya, jilid 13,
hlm. 33. Muslim, Kitab: Kebajikan, hubungan kekeluargaan dan etika, Bab: Keutamaan
10 Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: Mengambil budak-budak perempuan dan orang yang
memerdekakan budak perempuan lalu mengawininya, jilid II, hlm. 28.
11 Bukhari, Kitab Ilmu, Bab: Imam memberikan nasihat dan pelajaran kepada kaum
wanita, jilid I, hlm. 203. Muslim, Kitab: shalat dua hari raya, jilid 3, hlm. 18.
12 Bukhari, Kitab: Dua hari raya, Bab: Nasihat imam kepada kaum wanita pada hari raya,
jilid 3, hlm. 203. Muslim, Kitab: Shalat dua hari raya, jilid 3, hlm. 81.
15 Bukhari, Kitab: Perdamaian, Bab: Apabila perdamaian atas dasar kezaliman maka
perdamaian semacam itu harus ditolak, jilid 6, hlm. 230. Muslim, Kitab: Kasus-kasus
pengadilan, Bab: Membatalkan keputusan-keputusan yang cacat, jilid 5, hlm. 132.
16 Bukhari, Kitab: Wudhu, Bab: Mendahulukan yang kanan ketika berwudhu dan mandi,
jilid 1, hlm. 280. Muslim, Kitab: Bersuci, Bab: Mendahulukan yang kanan ketika bersuci
dan lainnya, jilid 1, hlm. 156.
18 Muslim, Kitab: Shalat orang musafir, Bab: Boleh melakukan shalat sunnat dalam
keadaan berdiri dan duduk, jilid 2, hlm. 194.
19 Bukhari, Kitab: Perbuatan aniaya, Bab: Dosa orang yang berselisih dalam suatu
kebatilan padahal dia mengetahuinya, jilid 6, hlm. 31. Muslim, Kitab: Kasus-kasus
pengadilan, Bab: Putusan hukum menurut yang zahir dan kepintaran berargumentasi, jilid
5, hlm. 129.
20 Bukhari, Kitab: Hadits-hadits mengenai para nabi, Bab: Dan mereka bertanya
kepadamu tentang Dzulqarnain, jilid 7, hlm. 195. Muslim, Kitab: Fitnah (bencana) dan
tanda-tanda kiamat, Bab: Hampir tibanya bencana, jilid 8, hlm. 166.
21 Muslim, Kitab: Takdir, Bab: Keterangan bahwa ajal, rezeki, dan lain-lain tidak akan
ditambah atau dikurangi dari yang telah ditetapkan dalam takdir, jilid 8, hlm. 55.
22 Muslim, Kitab: Dzikir dan doa, Bab: Membaca tasbih di awal siang dan ketika hendak
tidur, jilid 8, hlm. 83.
23 Bukhari, Kitab: I'tikaf, Bab: Apakah orang yang sedang melakukan i'tikaf boleh keluar
ke pintu masjid untuk menunaikan sesuatu keperluan? jilid 5, hlm. 182. Muslim, Kitab:
Salam, Bab: Keterangan bahwa seorang yang terlihat berkhulwat dengan seorang wanita,
sedangkan wanita itu adalah istri atau mahramnya, maka dianjurkan kepadanya supaya
mengatakan: "Ini si anu," jilid 7, hlm. 8.
24 Muslim, Kitab: Shalat, Bab: Hal-hal yang berhubungan dengan sifat shalat yang
digunakan untuk memulai dan mengakhirinya, jilid 2, hlm 54.
25 Bukhari, Kitab: Doa-doa, Bab: Mengenai telaga dan firman Allah SWT "Sesungguhnya
Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak," jilid 14, hlm. 275. Muslim,
Kitab: Keutamaan-keutamaan, Bab: Tentang adanya telaga Nabi saw., jilid 7, hlm. 66.
28 Muslim, Kitab: Jihad, Bab: Wanita yang ikut berperang diberi bagian, jilid 5, hlm. 199.
29 Muslim, Kitab: Shalat, bab: Perginya wanita ke masjid, jilid 2, hlm. 31-32.
30 Bukhari, Kitab: Permulaan makhluk, Bab: Sebaik-baik harta seorang muslim adalah
kambing yang digembalakan di celah-celah bukit, jilid 7, hlm. 163. Muslim Kitab: Salam,
Bab: Anjuran membunuh cicak, jilid 7, hlm. 42.
31 Muslim, Kitab: Dzikr, doa, tobat, dan istighfar, Bab: Mengenai mohon perlindungan
dan takdir yang buruk, dari mendapatkan celaka dan lainnya, jilid 8, hlm. 76.
32 Muslim, Kitab. Kepemimpinan, Bab: Kewajiban mentaati para penguasa selama tidak
menyangkut maksiat, jilid 6, hlm. 15.
etika, Bab: Haram hukumnya berbohong dan bohong yang diperbolehkan, jilid 8, hlm. 28.
34 Bukhari, Kitab: Kewajiban membayarkan seperlima, Bab: Menjamin kaum wanita jilid
7, hlm. 83. Muslim, Kitab Shalat orang musafir dan mengqasharnya, Bab: Anjuran
melakukan shalat dhuha sekurang-kurangnya dua rakaat, jilid 2, hlm. 158.
35 Muslim, Kitab: Fitnah (bencana) dan tanda-tanda kiamat, Bab: Keluarnya dajjal dan
menetapnya di bumi, jilid 8, hlm. 203.
36 Muslim, Kitab: Jum'at, Bab: Menyederhanakan shalat dan khotbah, jilid 3, hlm. 13.
37 Bukhari, Kitab: Puasa, Bab: Puasa anak-anak, jilid 5, hlm. 104. Muslim, Kitab: Puasa,
Bab: Barangsiapa yang terlanjur makan pada hari Asyura, maka hendaklah dia menahan
sisa harinya, jilid 3, hlm. 152.
38 Bukhari, Kitab: Shalat, Bab: Waktu shalat fajar, jilid 2, hlm. 195. Muslim, Kitab:
Masjid dan tempat-tempat shalat, Bab: Anjuran melakukan shalat subuh sedini mungkin
jilid 2, hlm. 118.
39 Bukhari, Kitab: Wudhu, Bab: Orang yang tidak mengulangi wudhu kecuali setelah
tertidur nyenyak, jilid 1, hlm. 300. Muslim, Kitab: Shalat gerhana. Bab: Apa yang
diperlihatkan kepada Nabi saw. ketika shalat gerhana, jilid 3, hlm. 32-33.
40 Muslim, Kitab: Jenazah, Bab: Menyalatkan jenazah di masjid, jilid 3, hlm. 63.
42 Bukhari, Kitab: Puasa, Bab: "I'tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan,"
jilid 5, hlm. 177.
43 Bukhari, Kitab: Shalat, Bab: Memasukkan unta ke dalam masjid karena ada sebab, jilid
2, hlm. 103. Muslim, Kitab: Haji, Bab: Diperbolehkan thawaf dengan berunta atau lainnya,
jilid 4, hlm. 68.
45 Muslim, Kitab: Haji, Bab: Anjuran melontar jumrah Aqabah pada hari nahar (korban),
jilid 4, hlm. 79.
46 Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Ucapan Nabi saw. kepada orang Anshar: "Kalian adalah
termasuk dari orang yang paling aku cintai," jilid 8, hlm. 114. Muslim, Kitab: Keutamaan-
keutamaan, Bab: Di antara keutamaan orang Anshar, jilid 7, hlm. 174.
47 Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: Seorang wanita melayani tetamu laki-laki sendirian pada
acara perkawinannya, jilid 11, hlm. 160. Muslim, Kitab: Minuman, Bab. Boleh meminum
nabidz yang belum menjadi keras, jilid 6, hlm 103.
48 Bukhari, Kitab: Haid, Bab: Wanita haid menghadiri dua hari raya, jilid 1, hlm. 439.
49 Bukhari, Kitab: Dua hari raya, Bab: Takbir pada hari-hari Mina, jilid 3, hlm. 115.
Muslim, Kitab: Shalat dua hari raya, Bab: Diperbolehkannya wanita keluar pada hari raya
jilid 3, hlm. 20.
50 Bukhari, Kitab: Dua hari raya, Bab: tombak dan tameng pada hari raya, jilid 3, hlm. 95.
Muslim, Kitab: Shalat dua hari raya, Bab: Diperbolehkan melakukan yang tidak
mengandung maksiat, jilid 3, hlm. 22.
51 Muslim, Kitab: Zuhud dan kelemahlembutan, Bab: Hadits hijrah, jilid 8, hlm. 237.
53 Muslim, Kitab: Fitnah (bencana) dan tanda-tanda kiamat, Bab: Keluarnya dajjal dan
menetapnya di bumi, jilid 8, hlm. 203.
54 Bukhari, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Kedatangan Nabi saw. dan
para sahabatnya di Madinah, jilid 8, hlm. 266.
55 Bukhari, Kitab: Syarat-syarat, Bab: Syarat-syarat yang diperbolehkan dalam Islam jilid
6, hlm. 241.
56 Muslim, Kitab: Kepemimpinan, Bab: Menunjuk khalifah dan membiarkan masalah itu,
jilid 6, hlm. 5.
58 Bukhari, Kitab: Jihad, Bab: Kaum wanita mengembalikan pasukan yang terbunuh dan
59 Muslim, Kitab: Jihad, Bab: Wanita yang ikut berperang diberi bagian ... jilid 5, hlm.
199.
60 Muslim, Kitab: Thalak, Bab: Wanita yang menjalani 'iddah karena ditalak ba'in boleh
keluar rumah, jilid 4, hlm. 200.
61 Bukhari, Kitab: Sembelihan dan binatang buruan, Bab: Sembelihan wanita dan budak
perempuan, jilid 12, hlm. 51.
62 Bukhari, Kitab: Peperangan, Bab: Kembalinya Nabi saw. dari peperangan Ahzab, jilid
8, hlm. 416. Muslim, Kitab: Jihad dan peperangan, Bab: Bolehnya memerangi orang yang
melanggar perjanjian, jilid 5, hlm. 160.
64 Muslim, Kitab: Nikah, Bab: Sebaik-baik perhiasan di dunia adalah istri yang saleh, jilid
4, hlm. 178.
65 Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: Bapak atau lainnya tidak boleh menikahkan anak gadisnya
atau janda kecuali dengan persetujuannya, jilid 11, hlm. 96. Muslim, Kitab: Nikah, Bab:
Persetujuan wanita dalam pernikahan adalah dengan ucapan dan gadis dengan diam saja,
jilid 4, hlm. 140.
66 Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: "Peliharalah dirimu dan keluargamu dan api neraka.,' jilid
11, hlm. 163. Muslim, Kitab: Kepemimpinan, Bab: Keutamaan pemimpin yang adil, jilid
6, hlm. 8.
67 Muslim, Kitab. Haji, Bab: Haji Nabi saw., jilid 4, hlm. 41.
68 Bukhari, Kitab Hukum-hukum, Bab: "Taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya) dan ulil
amri (para pemimpin)mu," jilid 16, hlm. 229. Muslim, Kitab: Kepemimpinan, Bab:
Keutamaan pemimpin yang adil, jilid 6, hlm. 8.
69 Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: "Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka" jilid
11, hlm. 163. Muslim, Kitab: Kepemimpinan, Bab: Keutamaan pemimpin yang adil, jilid
6, hlm. 8.
70 Bukhari, Kitab: Tafsir, Bab: "Kamu mencari kesenangan istri-istrimu," jilid 10, hlm.
283. Muslim, Kitab: Thalak. Bab: Masalah ila', jilid 4, hlm. 190.
71 Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: Nasihat seorang bapak kepada anak perempuannya karena
keadaan suaminya, jilid 11, hlm. 190. Muslim, Kitab: Thalak, Bab: Masalah ila' dan
menjauhi istri, jilid 4, hlm. 192.
73 Bukhari, Kitab: Zakat, Bab: Berzakat kepada karib kerabat, jilid 4, hlm. 68.
74 Muslim, Kitab: Puasa, Bab: Larangan berpuasa setahun penuh, jilid 3 hlm. 163.
75 Bukhari, Kitab: Adzan, Bab: Orang yang sedang mengerjakan urusan keluarganya lalu
iqamah dikumandangkan, maka dia keluar, jilid 2, hlm. 203.
80 Bukhari, Kitab: Manaqib orang Anshar, Bab: Perkawinan Nabi saw. dengan Khadijah
dan keutamaan Khadijah, jilid 8, hlm. 138. Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para
sahabat, Bab: Keutamaan Khadijah Ummul Mukminin, jilid 7, hlm. 144.
81 Bukhari, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat Nabi saw. Bab: Keutamaan Aisyah
r.a., jilid 8, hlm. 107. Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Mengenai
keutamaan Aisyah r.a., jilid 7, hlm. 139.
82 Bukhari, Kitab: Hadits-hadits mengenai para nabi, Bab: Tanda-tanda kenabian dalam
Islam, jilid 7, hlm. 440.
83 Muslim, Kitab: Jenazah, Bab: Permintaan izin Nabi saw. kepada Tuhan untuk
menziarahi kubur ibunya, jilid 3, hlm. 65.
84 Bukhari, Kitab: Manaqib orang Anshar, Bab: Perkawinan Nabi saw. dengan Khadijah
dan keutamaan Khadijah, jilid 8, hlm. 136. Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para
sahabat, Bab: Keutamaan-keutamaan Khadijah Ummul Mukminin, jilid 7, hlm. 141.
85 Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Manaqib kerabat Nabi saw., jilid 8, hlm. 80. Muslim,
Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Keutamaan-keutamaan Fathimah, putri
Nabi saw., jilid 7, hlm. 141.
86 Bukhari, Kitab: Mohon izin, Bab: Orang yang berbisik-bisik di hadapan orang banyak
dan tidak mau memberitahu rahasia temannya, jilid 13, hlm. 322. Muslim, Kitab:
Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Keutamaan-keutamaan Fathimah, putri Nabi
saw., jilid 7, hlm. 142.
87 Bukhari, Kitab: Shalat, Bab: Apabila seseorang memanggul gadis kecil di pundaknya
waktu shalat, jilid 2, hlm. 137. Muslim, Kitab: masjid dan tempat-tempat shalat, Bab:
Diperbolehkan memanggul anak-anak waktu shalat, jilid 2, hlm. 73.
89 Bukhari, Kitab: Peperangan, Bab: Kembalinya Nabi saw. dari Perang Ahzab, jilid 8,
hlm. 414. Muslim, Kitab: Jihad, Bab: Orang muhajirin mengembalikan kepada orang
Anshar pemberian mereka, jilid 5, hlm. 163.
90 Sunan Abu Daud, Kitab: Adab, Bab: Mengenai berbuat baik kepada kedua orang tua,
no. 5144 - jilid 5, hlm. 353, tetapi hadits ini tidak ditemukan dalam kitab Shahih Sunan
Abu Daud.
91 Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Ucapan Nabi saw. kepada orang Anshar: "Kalian adalah
termasuk orang yang paling aku cintai," jilid 8, hlm. 114. Muslim, Kitab: Keutamaan-
keutamaan para sahabat, Bab: Di antara keutamaan orang Anshar jilid 7, hlm. 174.
92 ibid
93 Hafizh Ibnu Hajar mengisyaratkan bahwa keraguan dalam hadits itu bersumber dari
salah seorang perawi sanad, apakah dia seorang tabi'in atau tabi tabi'in. Ada riwayat yang
lebih kuat mengatakan bakwa dia adalah seorang wanita. Dia berkata: "Diriwayatkan oleh
Khuzaimah melalui jalur Ala' bin Abdurrahman dari bapaknya dari Abu Hurairah, dia
berkata: "Dia adalah seorang wanita hitam, dan tidak diragukan lagi." Diriwayatkan oleh
Baihaqqi dengan isnad hasan dari hadits Ibnu Buraidah dari bapaknya dan dia sebut
namanya Ummu Muhajjan. (Lihat Fathul Bari, jilid 2, hlm. 99).
94 Bukhari, Kitab: Shalat, Bab: Menyapu masjid, memungut sobekan kain, duri, dan
ranting kayu, jilid 2, hlm. 99. Muslim, Kitab: Jenazah, Bab: Shalat di atas kubur, jilid 3,
hlm. 54.
95 Bukhari, Kitab: Adab, Bab: Orang yang paling berhak untuk diperlakukan secara baik,
jilid 13, hlm. 4. Muslim, Kitab: Kebajikan, hubungan kekeluargaan dan etika, Bab:
Berbuat baik kepada kedua orang tua dan merekalah yang paling pantas untuk itu, jilid 8,
hlm. 2.
96 Diriwayatkan oleh Baihaqqi mengenai cabang-cabang iman. Silakan lihat Shahih al-
Jami' ash-Shaghir no. 5248.
97 Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: "Berwasiat kepada wanita," jilid II, hlm. 162. Muslim,
Kitab: Penyusuan, Bab. Berwasiat kepada wanita, jilid 4, hlm. 178.
98 Sunan Ibnu Majah, Kitab: Nikah, Bab: Mempergauli wanita secara baik, hadits no.
1977. Juga lihat Shahih Ibnu Majah hadits no. 1608 dan Shahih al-Jami' ash-Shaghir,
hadits no. 3309.
99 Bukhari, Kitab: Adab, Bab: Menyayangi anak, mencium, dan merangkulnya, jilid 13,
hlm. 33.
100 Muslim, Kitab: Kebajikan, hubungan kekeluargaan, dan etika, Bab: Keutamaan
berbuat baik kepada anak perempuan, jilid 8, hlm. 38.
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
Abdul Wahid bin Aiman berkata: "Ayahku bercerita padaku, katanya: 'Suatu
hari aku menemui Aisyah r.a.. Ketika itu dia memakai baju yang terbuat dari
katun, harganya lima dirham. Dia berkata: 'Coba arahkan pandanganmu
kepada pembantu perempuanku itu, bagaimana dia merasa menolak
memakai pakaian itu di rumah. Pada zaman Rasulullah saw. dahulu baju ini
sering sekali dipinjam oleh wanita-wanita Madinah untuk digunakan
berdandan."" (HR Bukhari)52
Fathimah binti Qais berkata: "... Dan Ummu Syauraik adalah seorang wanita
kaya kaum Anshar. Dia membelanjakan hartanya banyak sekali untuk
kepentingan agama Allah, dan rumahnya sering sekali disinggahi oleh para
tamu ..." (HR Muslim)53
Ummul Ala berkata: "... lalu Utsman bin Mazh'un sakit di rumah kami dan
aku merawatnya hingga dia meninggal dunia." (HR Bukhari)54
Marwan dan Miswar bin Makhramah berkata: "Pada suatu hari datanglah
berhijrah beberapa orang wanita mukminat dan Ummu Kaltsum binti Uqbah
bin Abi Mu'ith di antara orang-orang yang pergi kepada Rasulullah saw.
pada saat itu. Ketika itu, dia sudah menjadi gadis dewasa. Maka datanglah
keluarganya untuk meminta kepada Nabi saw. agar beliau mengembalikan
Ummu Kaltsum kepada mereka. Tetapi Nabi saw. menolak
mengembalikannya kepada mereka ..." (HR Bukhari)55
Ibnu Umar berkata: "Aku pergi menemui Hafshah. Dia berkata kepadaku:
'Apakah kamu sudah tahu bahwa bapakmu tidak menunjuk seseorang untuk
menjadi khalifah?'Aku jawab: 'Memang, dan rasanya dia tidak mungkin
melakukan hal itu.' Hafshah berkata: 'Tetapi dia harus melakukannya.' Ibnu
Umar berkata: 'Lalu aku bersumpah bahwa aku akan membicarakan hal itu
kepada bapakku ...'" (HR Muslim)56
Abu Naufal berkata: "... setelah terbunuhnya Abdullah bin Zubair, al-Hajjaj
bin Yusuf ats-Tsaqafi pergi menemui Asma binti Abu Bakar, lalu berkata:
'Bagaimana pendapatmu mengenai apa yang telah aku lakukan terhadap
musuh Allah itu?' Asma berkata: 'Aku berpendapat bahwa kamu telah
merusak dunianya, sementara dia telah merusak akhiratmu ... dan
bahwasanya Rasulullah saw. pernah menceritakan kepada kami bahwa di
antara kaum Tsaqif itu ada seorang pembohong dan seorang perusak (tirani).
Pembohong itu sudah kita lihat, sedangkan perusak (tirani), aku kira
kamulah orangnya.' Abu Naufal berkata: 'Mendengar itu, al-Hajjaj berdiri
meninggalkan Asma tanpa melanjutkan lagi dialognya.'" (HR Muslim)57
Jabir bin Abdullah berkata: "Bibiku dicerai dan dia bermaksud hendak
mengambil buah kurma pada masa 'iddahnya. Namun, ada seorang laki-laki
menghardiknya agar jangan keluar dan rumahnya. Lalu bibiku pergi
menemui Rasulullah saw. (untuk menanyakan masalah). Nabi saw. berkata:
'Tidak apa-apa, potonglah buah kurmamu. Barangkali dengan begitu kamu
bisa bersedekah atau melakukan sesuatu kebajikan.'" (HR Muslim)60
Sa'ad bin Mu'adz berkata bahwa seorang budak perempuan milik Ka'ab bin
Malik pada suatu hari menggembalakan kambing di daerah Sal'i (kawasan
perbukitan di Madinah). Tiba-tiba ada seekor kambing; yang mau mati. Lalu
budak perempuan itu mengambil pecahan batu, kemudian menyembelih
kambing tersebut dengan pecahan batu itu. Ketika hal itu ditanyakan kepada
Nabi saw., beliau menjawab: "Makan saja kambing itu." (HR Bukhari)61
Aisyah r.a. berkata: "Sa'ad terluka pada saat Perang Khandaq... Lantas Nabi
saw. mendirikan tenda dalam masjid, agar beliau bisa menjenguk Sa'ad dari
dekat ..." (HR Bukhari dan Muslim)62
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "... dan Rasulullah saw. menempatkan Sa'ad
di tenda Rufaidah di samping masjid beliau. Rufaidah adalah seorang wanita
yang sudah biasa merawat orang-orang yang terluka. Lalu Nabi saw.
berkata: 'Tempatkanlah Sa'ad di tenda Rufaidah agar aku dekat
menjenguknya.'"63
"Dunia itu adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah istri
yang salehah ." (HR Muslim)64
Pertama, memimpin keluarga. Dari Ibnu Umar dikatakan bahwa Nabi saw.
bersabda: "... dan seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya, dan
dia bertanggung jawab ..." (HR Bukhari dan Muslim)66
Kedua, mengatur urusan rumah tangga. Dari Ibnu Umar dikatakan bahwa
Rasulullah saw. bersabda: "... dan wanita adalah pemimpin atas rumah
suaminya, dan dia harus bertanggung jawab." (HR Bukhari dan Muslim)69
TERTUNAIKAN)
Umar ibnul Khattab berkata: "Demi Allah, pada zaman jahiliah kami
menganggap wanita sesuatu yang tidak berarti sama sekali sampai turun ayat
Allah mengenai wanita dan memberinya bagian khusus. Tetapi pada suatu
hari, ketika aku sedang berintrospeksi, tiba-tiba istriku berkata kepadaku:
'Cobalah kamu lakukan begini dan begini.'Aku lalu bertanya kepadanya
dengan nada heran: 'Mengapa kamu menghalangi apa yang aku kehendaki?'
Istriku berkata: 'Heran aku terhadap kamu ini, wahai ibnul Khattab. Kamu
tidak mau dikoreksi, sedangkan putrimu (Hafshah) telah membuat ulah
kepada Rasulullah saw. sehingga sehari penuh beliau murung.'" (HR Bukhari
dan Muslim)70
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Dari hadits tersebut dapat diambil pelajaran
bahwa terlalu keras terhadap istri-istri bukanlah sikap yang terpuji. Sebab,
Nabi saw. sendiri meniru sikap orang-orang Anshar dalam memperlakukan
wanita mereka dan menanggalkan sikap kaum beliau sendiri."72
Abu Sa'id al-Khuduri berkata bahwa Nabi saw. bersabda kepada Zainab, istri
Abdullah bin Mas'ud: "Suamimu dan anakmu adalah lebih berhak untuk
kamu berikan sedekahmu kepada mereka." (HR Bukhari)73
Abdullah bin Umar ibnul Ash bercerita bahwa Nabi saw. bersabda
kepadanya: "Dan bahwa sesungguhnya anakmu mempunyai hak
Dari al-Aswad, dia berkata: "Aku bertanya kepada Aisyah mengenai apa
yang dilakukan oleh Nabi saw. di rumah beliau. Aisyah mengatakan: 'Beliau
biasanya suka membantu urusan keluarganya. Lalu bila waktu shalat tiba,
beliau pergi untuk mengerjakan shalat.'" (HR Bukhari)75
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Di dalam hadits Aisyah lainnya yang
dikeluarkan oleh Ahmad dan Ibnu Sa'ad serta disahihkan oleh Ibnu Hibban,
Aisyah berkata: 'Beliau (Nabi saw.) yang menjahit kainnya, menjahit
sepatunya, dan mengerjakan apa yang biasa dikerjakan oleh kaum laki-laki
di rumah mereka."76
Dari Ibnu Abbas, dia berkata: "Istri Tsabit bin Qais datang kepada Nabi
saw., lalu berkata: 'Wahai Rasulullah, aku tidak mencela Tsabit mengenai
agama atau akhlaknya. Akan tetapi, aku khawatir akan berbuat kekufuran
(karena kurang menyukainya).' Rasulullah saw. bertanya: 'Lalu, apakah
kamu bersedia mengembalikan kebunnya?' Wanita itu menjawab: 'Ya.'
Lantas dia mengembalikan kebunnya kepada Tsabit dan Nabi saw.
menyuruh Tsabit untuk menceraikan istrinya." (HR Bukhari)77
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
Abu Hurairah r.a. berkata: "Jibril datang kepada Nabi saw., lalu berkata:
Wahai Rasulullah, ini adalah Khadijah. Jika ia datang kepadamu, maka
ucapkanlah salam atasnya dan Tuhannya dan dariku ..." (HR Bukhari dan
Muslim)80
Aisyah r.a. berkata: "Rasulullah saw. berkata: 'Wahai Aisyah, ini Jibril
mengucapkan salam kepadamu.'" (HR Muslim)81
Aisyah berkata bahwa Nabi saw. bersabda kepada Fathimah: "Apakah kamu
tidak suka bila kamu menjadi pemimpin wanita-wanita penghuni surga atau
wanita-wanita mukmin?" (HR Bukhari)82
Tuhanku untuk memintakan ampun bagi ibuku, tapi Dia tidak memberiku
izin. Dan ketika aku memohon izin kepada-Nya untuk berziarah ke kuburan
ibuku Dia memberiku izin. Karena itu, berziarahlah kalian ke kuburan, sebab
hal itu bisa mengingatkan kepada kematian.'" (HR Muslim)83
Aisyah r.a. berkata: "Saya tidak pernah cemburu terhadap salah seorang dari
para istri Nabi saw. sebagaimana cemburuku terhadap Khadijah. Saya tidak
pernah melihatnya, tetapi Nabi saw. sering sekali menyebut-nyebut
namanya. Terkadang beliau menyembelih kambing, lalu memotong-
motongnya menjadi beberapa bagian, kemudian mengirimkannya kepada
teman-teman Khadijah. Terkadang aku berkata kepada beliau: 'Seolah-olah
di dunia ini tidak ada wanita selain Khadijah.' Beliau menjawab: 'Khadijah
itu adalah seorang wanita yang utama, bijaksana, dan darinya aku dikaruniai
anak.'" (HR Bukhari dan Muslim)84
Miswar bin Makhramah berkata bahwa Nabi saw. bersabda: "Fathimah itu
adalah bagian dari diriku. Barangsiapa yang menjadikannya marah, berarti
dia menjadikan aku marah." (HR Bukhari dan Muslim)85
Aisyah r.a. berkata: "... lalu Fathimah datang... tatkala Rasulullah saw.
melihatnya beliau menyambutnya seraya berkata: 'Selamat datang putriku.'
Kemudian beliau menyuruhnya duduk di samping kanan atau di samping kiri
beliau ..." (HR Bukhari dan Muslim)86
Anas berkata bahwa seseorang pernah menyerahkan kepada Nabi saw. hasil
dari beberapa batang pohon kurma miliknya, sampai Bani Quraizhah dan
Bani Nadhir berhasil ditaklukkan. Setelah itu keluargaku menyuruhku
menemui Nabi saw. guna meminta apa yang pernah mereka berikan kepada
beliau atau sebagiannya. Sementara Nabi saw. sendiri telah memberikan apa
yang beliau terima itu kepada Ummu Aiman (pengasuh beliau). Lalu Ummu
Aiman datang. Dia meletakkan kain di leherku seraya berkata: "Tidak, demi
yang tidak ada tuhan selain-Nya, bagaimana mungkin beliau
memberikannya kepadamu, kalau semua itu sudah beliau berikan kepadaku."
Nabi saw. berusaha membujuk Ummu Aiman: "Untukmu sebanyak ini."
Ummu Aiman tetap ngotot dan berkata: "Demi Allah, tidak bisa." Sehingga
Nabi saw. memberikan apa yang beliau janjikan --saya kira-- sepuluh kali
lipat." (HR Bukhari dan Muslim)89
Anas r.a. berkata: "Nabi saw. melihat beberapa orang perempuan dan anak-
anak datang dari suatu pesta perkawinan, lalu beliau berdiri menyambut
kedatangan mereka. Beliau berkata: 'YaAllah, kalian adalah termasuk
golongan manusia yang paling aku senangi.' Ucapan tersebut beliau katakan
sebanyak tiga kali." (HR Bukhari dan Muslim)91
Anas bin Malik berkata: "Seorang wanita kaum Anshar datang menemui
Rasulullah saw. sambil menggendong bayinya. Rasulullah saw. berbincang-
bincang dengannya, kemudian berkata: 'Demi yang jiwaku berada dalam
genggaman-Nya, kalian adalah orang-orang yang yang paling aku cintai.'
Beliau mengulangi ucapannya dua kali." (HR Bukhari dan Muslim)92
1. Menjaga Ibu
Abu Hurairah r.a. berkata: "Seorang lelaki datang kepada Rasulullah saw.,
lalu berkata: 'Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk
aku hormati?' Beliau menjawab: 'Ibumu.' Lelaki itu kembali bertanya
'Kemudian siapa?' Nabi saw. menjawab: 'Ibumu.' Lelaki itu terus bertanya:
'Kemudian siapa?' Nabi saw. menjawab: 'Ibumu.' Sekali lagi lelaki itu
bertanya: 'Kemudian siapa?' Nabi saw. menjawab: 'Kemudian
bapakmu.'" (HR Bukhari dan Muslim)95
Aisyah r.a. berkata bahwa Nabi saw. bersabda: "Tidak seorang pun dari
umatku yang menanggung tiga orang anak perempuan atau tiga orang
saudara perempuan, lalu dia perlakukan mereka secara baik, kecuali mereka
itu akan menjadi tirai pencegah baginya dari api neraka." (HR Baihaqqi)96
3. Menjaga Istri
Abu Hurairah r.a. berkata: "Rasulullah saw. bersabda: '... sampaikan oleh
kalian nasihat kepada kaum wanita secara baik ...'" (HR Bukhari dan Muslim)
97
Hal itu diperkuat lagi dengan sabda Nabi saw. yang berbunyi: "Sebaik-baik
kamu adalah sebaik-baik kamu terhadap keluarganya, dan aku adalah orang
paling baik di antara kalian terhadap keluargaku." (HR Ibnu Majah)98
Urwah bin Zubair berkata bahwa Aisyah pernah bercerita kepadanya bahwa
seorang wanita dengan membawa dua orang anak perempuan datang
kepadanya meminta-minta. Tetapi dia tidak memiliki apa-apa selain sebiji
kurma. Aisyah memberikan kurma itu kepada wanita tersebut. Lantas wanita
tersebut membagi dua kurma tadi dan diberikannya kepada anak
perempuannya. Setelah itu dia berdiri dan pergi. Kemudian Nabi saw. datang
dan Aisyah menceritakan hal tersebut kepada beliau. Mendengar
ceritaAisyah, Nabi saw. bersabda: "Barangsiapa yang menanggung dua anak
perempuan, lalu berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi
tirai pencegah baginya dari api neraka." (HR Bukhari)99
Anas bin Malik r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa
yang memelihara dua orang anak perempuan sampai semua balig, maka
pada hari kiamat aku dan dia ...," sambil merapatkan jari-jarinya. (HR
Muslim)100
Abu Burdah, dari ayahnya, berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Lelaki
mana saja yang mempunyai budak perempuan lalu dia mengajarnya dengan
baik dan mendidiknya dengan baik, kemudian memerdekakannya dan
mengawininya, maka baginya dua ganjaran." (HR Bukhari)101
"Lalu (Bilal) berkata: '... seorang wanita Anshar dan Zainab.' Rasulullah
saw. bertanya: 'Zainab yang mana?' Bilal menjawab: 'Istrinya Abdullah (bin
Mas'ud).'" (HR Bukhari dan Muslim)106
"... Lalu Umar masuk menemui Hafshah, sementara di samping Hafshah ada
Asma. Umar bertanya: 'Siapa wanita ini?' Dia menjawab: 'Asma binti
Umais.'" (HR Bukhari dan Muslim)107
Ummu Salamah, istri Nabi saw., bercerita bahwa seorang wanita dari Bani
Aslam bernama Subaiah masih tetap di bawah tanggungan suaminya.
Kemudian suaminya wafat, sementara dia dalam keadaan hamil ... (HR
Bukhari dan Muslim)108
"Lalu dia (Anas bin Nadhar) memerangi mereka sehingga dia sendiri
terbunuh. Pada sekujur tubuhnya ditemukan delapan puluh lebih bekas
terkena pukulan pedang, tikaman, dan panah. Saudara kandung wanitanya,
yaitu bibiku Rubayyi binti Nadhar, berkata: 'Aku tidak bisa mengenali
saudaraku itu lagi kecuali melalui ujung jari-jemarinya.'" (HR Muslim)109
"Seorang wanita dari keluarga Ahmas datang menemui Abu Bakar, namanya
Zainab binti al-Muhajir." (HR Bukhari)110 "Bahwasanya Arwa binti Umais
mengaku-ngaku bahwa Sa'id bin Zaid telah mengambil sebagian
tanahnya." (HR Bukhari dan Muslim)111
Yang lebih jauh lagi dari sekadar menyebutkan nama seorang wanita adalah
menisbahkan anak laki-laki kadang-kadang kepada ibunya, bukan kepada
bapaknya, dan hal itu pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. dan para
sahabat beliau yang mulia. "Rasulullah saw. tidak menyalatkan (jenazah)
Abdurrahman bin Auf berkata: "Aku berada dalam satu barisan ketika
Perang Badar. Ketika menoleh, tiba-tiba aku lihat di sebelah kanan dan
kiriku ada dua pemuda yang masih muda usianya, seolah-olah aku tidak
aman berada di tempat mereka berdua. Karena salah seorang dari mereka
bertanya kepadaku: 'Wahai paman, tolong beritahu aku yang mana Abu
jahal!' Aku berkata: 'Wahai keponakanku, apa yang akan kamu lakukan
terhadapnya?' Dia menjawab: 'Aku telah berjanji kepada Allah, jika aku
melihatnya, aku akan membunuhnya atau aku mati melawannya.' Temannya
yang satu lagi juga berkata seperti itu kepadaku. Abdurrahman berkata: 'Aku
merasa tidak tenang karena berada di antara kedua anak itu. Lalu aku
tunjukkan kepada mereka keberadaan Abu Jahal. Mereka segera memburu
Abu Jahal bagaikan dua ekor elang sehingga mereka berhasil memukul Abu
Jahal. Keduanya adalah putra Afra.'" (HR Bukhari)113
Ibnu Mas'ud berkata: "Apakah kamu mengira keluarga putra Ummu Abdi
adalah orang-orang yang lalai?" (HR Muslim)114 "Rasulullah saw. berkata:
"Pindahlah kamu ke rumah putra Ummu Maktum." (HR Muslim)115
Abdullah bin Malik bin Buhainah r.a. berkata bahwa Nabi saw., apabila
mengerjakan shalat, melebarkan kedua tangannya. (HR Bukhari dan Muslim)
116 Ibnu Daqiqil 'Id berkata: "Abdullah bin Malik bin Buhainah, dan
Buhainah itu adalah ibunya, sementara bapaknya bernama Malik ibnul
Qasyab. Abdullah adalah salah seorang yang dinisbahkan kepada ibunya,
sama seperti Muhammad bin Hubaib al-Lughawi, pengarang buku Al-
Muhabbar fil Mu'talaf wal Mukhtalaf fi Qaba'ilil 'Arab. Hubaib itu adalah
ibunya, bukan bapaknya. Yang lebih aneh lagi dalam pengamatanku
mengenai masalah ini nama Muhammad bin Syaraf al-Qairawani adalah
seorang sastrawan dan penyair terkenal. Dia dinisbahkan kepada ibunya,
Syaraf. Banyak sekali perbandingannya. Kalau Anda telusuri akan banyak
sekali Anda temukan hal seperti ini."117
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
101 Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: Mengambil budak-budak perempuan dan barangsiapa
yang memerdekakan budak perempuan lalu mengawininya, jilid 11, hlm. 38.
102 Bukhari, Kitab: I'tikaf, Bab: Apakah orang yang sedang melakukan i'tikaf boleh keluar
ke pintu masjid untuk menunaikan sesuatu keperluan? jilid 5, hlm. 182. Muslim, Kitab:
Salam, Bab: Keterangan bahwa seorang yang terlihat berkhulwat dengan seorang wanita,
sedangkan wanita adalah istri atau mahramnya, maka dianjurkan kepadanya supaya
mengatakan: "Ini si anu," jilid 7, hlm. 8.
103 Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Perkawinan Nabi saw. dengan Khadijah dan
keutamaan Khadijah, jilid 8, hlm. 140. Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para
sahabat, Bab: Keutamaan-keutamaan Khadijah Ummul Mukminin, jilid 7, hlm. 134.
104 Bukhari, Kitab: Shalat, Bab: Shalat di atas tikar, jilid 2, hlm. 35. Muslim, Kitab:
Masjid, Bab: Diperbolehkan melakukan shalat sunnat secara berjamaah, jilid 2, hlm. 127.
105 Muslim, Kitab: Zakat, Bab: Boleh memberikan hadiah kepada Nabi saw., jilid 3, hlm.
120.
106 Bukhari, Kitab: Zakat, Bab: Berzakat kepada suami dan anak-anak yatim yang dia
pelihara, jilid 4, hlm. 70. Muslim, Kitab: Zakat, Bab: Keutamaan memberikan nafkah dan
sedekah kepada karib kerabat dan suami, jilid 3, hlm. 80.
107 Bukhari, Kitab: Peperangan, Bab: Perang Khaibar, jilid 6, hlm. 24. Muslim, Kitab:
Keutamaan para sahabat, Bab: Di antara keutamaan-keutamaan Ja'far bin Abu Thalib dan
Asma binti Umais, jilid 7, hlm. 172.
108 Bukhari, Kitab: Thalak, Bab: Wanita-wanita yang sedang mengandung, jilid 11, hlm.
395. Muslim, Kitab: Thalak, Bab: Berakhirnya masa 'iddah wanita yang ditinggal mati
suaminya dengan melahirkan kandungannya, jilid 4, hlm. 201.
109 Muslim, Kitab: Kepemimpinan, Bab: Tetapnya surga bagi orang yang mati syahid,
jilid 6, hlm. 46.
110 Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Masa-masa jahiliah, jilid 8, hlm. 148.
111 Bukhari, Kitab: Permulaan makhluk, Bab: cerita mengenai tujuh lapis bumi, jilid 7,
hlm. 104. Muslim, Kitab: Musaqat, Bab: Keharaman berbuat zalim, merampas tanah, dan
lain-lain, jilid 5, hlm. 58.
112 Muslim' Kitab: Jenazah, Bab: Menyalatkan jenazah di masjid, jilid 3, hlm. 62.
113 Bukhari, Kitab: Peperangan, Bab: Abdullah bin Muhammad al- Ja'fi menceritakan
kepadaku, jilid 8, hlm. 310.
114 Muslim, Kitab: Shalat orang musafir, Bab: Membaca Al-Qur'an secara perlahan dan
tidak tergesa-gesa, jilid 2, hlm. 205.
115 Muslim, Kitab, Thalak, Bab: Wanita yang sudah ditalak tiga tidak berhak lagi
mendapatkan nafkah, jilid 4, hlm. 197.
116 Bukhari, Kitab: Shalat, Bab: Menampakkan ketiak dan merenggangkan kedua tangan
dari tubuh sewaktu sujud, jilid 2, hlm. 42. Muslim, Kitab: Shalat, Bab: Hal-hal yang
berhubungan dengan sifat shalat, jilid 2, hlm. 53.
117 Kitab Ihkam al-Ahkam, Syarh 'Umdat al-Ahkam, jilid 1, hlm. 66.
118 ibid
119 Bukhari, Kitab: Jual-beli, Bab: Membeli budak dari orang kafir yang harus diperangi,
menghibahkan, dan memerdekakannya, jilid 5, hlm. 316. Muslim, Kitab: Keutamaan-
keutamaan, Bab: Di antara keutamaan Ibrahim a.s., jilid 7, hlm. 98.
120 Bukhari, Kitab: Adab, Bab: Bentuk syair, rajaz, dan huda' yang diperbolehkan, jilid
13, hlm. 162. Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan, Bab: Tentang kasih sayang Nabi saw
terhadap istri-istrinya, jilid 7, hlm. 79.
121 Bukhari, Kitab: Adab, Bab: Berkias (sindiran) itu lepas dari kebohongan, jilid 13, hlm.
216. Muslim, Kitab: Tentang kasih sayang Nabi saw. terhadap istri-istrinya, jilid 7, hlm. 78.
122 Lihat buku Ibnu Badis, Kehidupan dan Jejaknya, jilid 2, hlm. 149 - 150.
123 Muslim, Kitab: Thalak, Bab: Masalah ila', menjauhkan dan memberikan pilihan
kepada istri, jilid 4, hlm. 193.
124 Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: Nasihat seorang bapak kepada anak perempuannya
karena keadaan suaminya, jilid 11, hlm. 191. Muslim, Kitab: Thalak, Bab: Masalah ila',
menjauhi dan memberikan pilihan kepada istri, jilid 4, hlm. 193.
125 Muslim, Kitab: Salam, Bab: Diperbolehkanya wanita keluar rumah untuk menunaikan
hajatnya, jilid 7, hlm. 6.
126 Bukhari, Kitab: Wudhu, Bab: Keluarnya wanita untuk membuang hajat besar, jilid 1,
hlm. 259. Muslim, Kitab: Salam, Bab: Diperbolehkannya wanita keluar rumah untuk
menunaikan hajat-nya, jilid 7, hlm. 7.
127 Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat r.a., Bab: Di antara keutamaan
Abu Sufyan bin Harb, jilid 7, hlm. 171.
129 Bukhari, Kitab: Shalat, Bab: Menyapu masjid, jilid 2, hlm. 99. Muslim, Kitab:
Jenazah, Bab: Shalat di atas kubur, jilid 3, hlm. 56.
130 Bukhari, Kitab: Jihad, Bab: Wanita ikut berperang dan bertempur bersama kaum laki
laki, jilid 6, hlm. 418. Muslim, Kitab: Jihad, Bab: Wanita berperang bersama kaum laki-
laki, jilid 5, hlm. 196.
131 Bukhari, Kitab: Peperangan, Bab: Perang Uhud, jilid 8, hlm. 353.
132 Muslim, Kitab: Nikah, Bab: Keutamaan memerdekakan budak perempuan kemudian
mengawininya, jilid 4, hlm. 147.
133 Muslim, Kitab: Jihad dan peperangan, Bab: Pemberian dan menebus orang-orang
Islam dengan tawanan, jilid 5, hlm. 150.
134 Muslim, Kitab: Jenazah, Bab: Menyalatkan jenazah di masjid, jilid 3, hlm. 63.
135 Bukhari, Kitab: Musibah sakit, Bab: Keutamaan orang yang menemui ajalnya karena
epilepsi, jilid 12, hlm. 218. Muslim, Kitab: Kebajikan, hubungan kekeluargaan, dan etika,
Bab: Pahala orang mukmin yang terkena musibah, jilid 8, hlm. 16.
136 Muslim, Kitab: Haji, Bab: Mengenai haji tamattu', jilid 4, hlm. 55.
137 Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: Mempergauli keluarga dengan baik, jilid 11, hlm. 176.
Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Mengenai hadits Ummu Zara',
jilid 7, hlm. 139.
139 Muslim, Kitab: Thalak, Bab: Penjelasan bahwa memberikan pilihan kepada istri itu
bukan berarti menceraikan tanpa niat, jilid 4, hlm. 187.
140 Bukhari, Kitab: Permulaan makhluk, Bab: Sifat Iblis dan bala tentaranya, jilid 7,hlm.
152. Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Di antara keutamaan Umar
r.a., jilid 7, hlm. 115.
141 Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: Mengundi di antara para istri apabila beliau ingin
melakukan perjalanan, jilid 11, hlm. 223. Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para
sahabat, Bab: Mengenai keutamaan Aisyah r.a., jilid 7, hlm. 138.
142 Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: Ghirah (cemburu), jilid 11, hlm. 237.
143 Muslim, Kitab: Nikah, Bab: Menggilir di antara para istri, jilid 4, hlm. 173.
144 Bukhari, Kitab: Hibah (pemberian), keutamaan, dan anjuran untuk melakukannya Bab:
Orang yang memberikan hadiah kepada temannya, jilid 6, hlm. 133. Muslim. Kitab
Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Keutamaan-keutamaan Aisyah r.a., jilid 7, hlm.
135.
145 Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: Mempergauli keluarga dengan baik, jilid 11, hlm. 164.
Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Mengenai hadits Ummu Zara',
jilid 7, hlm. 139.
146 Muslim, Kitab: Zuhud dan kelemahlembutan, Bab: Kisah Ashabul Ukhdud dengan
tukang sihir dan pendeta, jilid 8, hlm. 229.
147 Bukhari, Kitab: Musibah sakit, Bab: Keutamaan orang yang menemui ajalnya karena
terserang epilepsi, jilid 12, hlm. 218. Muslim, Kitab: Kebajikan, hubungan kekeluargaan,
dan etika, Bab: Pahala orang mukmin yang terkena musibah, jilid 8, hlm. 16.
148 Bukhari, Kitab: Tahajjud, Bab: Apa yang dimakruhkan menyangkut berlebihan dalam
beribadah, jilid 3, hlm. 278. Muslim, Kitab: Shalat orang musafir dan mengqasharnya,
Bab: Masalah orang yang mengantuk dalam shalatnya, jilid 2, hlm. 189.
149 Bukhari, Kitab: Iman, Bab: Agama/amal yang disenangi Allah adalah yang
berkesinambungan, jilid 1, hlm. 109. Muslim, Kitab: Shalat orang musafir dan
mengqasharnya, Bab: Masalah orang yang mengantuk dalam shalatnya, jilid 2, hlm. 189.
150 Bukhari, Kitab: Sumpah dan nazar, Bab: Orang yang mati sedangkan dia mempunyzi
nazar, jilid 14, hlm. 395
151 Bukhari, Kitab: Haji, Bab: Orang yang bernazar akan berjalan ke Ka'bah, jilid 4, hlm.
451. Muslim, Kitab: Nazar, Bab: Orang yang bernazar akan berjalan ke Ka'bah, jilid 5,
hlm. 79.
153 Bukhari, Kitab: Dua hari raya, Bab: Nasihat imam kepada kaum wanita pada hari raya,
jilid 3, hlm. 120. Muslim, Kitab: Shalat dua hari raya, jilid 3, hlm. 20.
155 Muslim, Kitab: Puasa, Kitab: Mengqadha puasa orang yang sudah meninggal, jilid 3,
hlm. 156.
156 Bukhari, Kitab: Puasa, Bab: Orang yang meninggal sementara dia punya utang puasa,
jilid 5, hlm. 98. Muslim, Kitab: Puasa, bab: Mengqadha puasa orang yang sudah
meninggal dunia, jilid 3, hlm. 156.
157 Bukhari, Kitab: Haji, Bab: Haji dan nazar orang yang telah meninggal dunia, jilid 4,
hlm. 436.
158 Bukhari, Kitab: Peperangan, Bab: Perang Khandaq atau Ahzab, jilid 8, hlm. 398.
Muslim, Kitab: Minuman, Bab: Boleh mengajak orang lain..., jilid 6, hlm. 117.
160 Bukhari, Kitab: Jihad, Bab: Orang yang terkena panah nyasar yang membawa
kematiannya, jilid 6, hlm. 366.
161 Bukhari, Kitab: Peperangan, Bab: Keutamaan orang yang mengikuti Perang Badar,
jilid 8, hlm. 306.
162 Muslim, Kitab: zikir, tobat, dan istighfar, Bab: Kisah penghuni gua, jilid 8, hlm. 89.
163 Bukhari, Kitab: Jual-beli, Bab: Apabila membeli sesuatu untuk orang lain tanpa
seizinnya, lalu dia rela, jilid 5, hlm. 313. Muslim, Kitab: zikir, tobat, dan istighfar, Bab:
Kisah mengenai tiga orang di dalam gua dan bertawassul dengan amalan-amalan saleh,
jilid 8, hlm. 89.
164 Bukhari, Kitab: Hudud, Bab: Apakah imam boleh menyuruh seseorang melaksanakan
had meskipun tanpa keberadaannya, jilid 15, hlm. 203. Muslim, Kitab: Hudud Bab: Orang
yang mengaku dirinya telah berbuat zina, jilid 5, hlm. 121.
165 Bukhari, Kitab: Tafsir, Bab: Firman Allah: "Sesungguhnya orang-orang yang menukar
janji Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak
mendapat bagian (pahala) di akhirat", jilid 9, hlm. 280.
166 Muslim, Kitab: Hudud, Bab: Orang yang mengaku dirinya telah berbuat zina, jilid 5,
hlm. 120.
167 Muslim, Kitab: Hudud, Bab: Orang yang mengaku dirinya telah berbuat zina, jilid 5,
hlm. 120.
168 Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan, Bab: Penetapan tentang adanya telaga Nabi
saw. dan sifat-sifatnya, jilid 7, hlm. 67.
169 Bukhari, Kitab: Ilmu, Bab: Apakah disediakan untuk wanita hari tersendiri, jilid 1,
hlm. 206.
170 Bukhari, Kitab: Berpegang teguh kepada Kitab dan Sunnah, Bab: Nabi saw.
mengajarkan kepada umatnya, baik laki-laki maupun wanita, apa yang diajarkan Allah
kepadanya tanpa penggunaan pendapat penyerupaan, jilid 17, hlm. 55. Muslim. Kitab:
Kebajikan, hubungan kekeluargaan, dan etika, Bab: Berbuat baik kepada anak-anak
perempuan, jilid 8, hlm. 39.
172 Muslim, Kitab: Haid, Bab: Anjuran menggunakan kapas yang diberi minyak wangi
pada tempat yang terkena darah bagi wanita haid ketika mandi, jilid 1, hlm. 179.
173 Bukhari, Kitab: Peperangan, Bab: Abdullah bin Muhammad al- Ja'fi menceritakan
kepadaku, jilid 8, hlm. 313. Muslim. Kitab: Thalak' Bab: Berakhirnya masa 'iddah wanita
yang ditinggal mati suaminya atau lainnya dengan melahirkan, jilid 4, hlm. 201.
175 Bukhari, Kitab: Haji, Bab: Seorang perempuan menghajikan seorang laki-laki jilid 4,
hlm. 440. Bukhari, Kitab: Minta izin, Bab: Firman Allah: "Wahai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu ...", jilid 13, hlm. 245.
Muslim, Kitab: Haji Bab: Menghajikan orang yang lemah karena sakit-sakitan atau tua
renta, jilid 4, hlm. 101.
176 Bukhari, Kitab: Siasat, Bab: Mengenai nikah, jilid 15, hlm. 373.
177 Bukhari, Kitab: Thalak, Bab: Tidak boleh penjualan budak perempuan sebagai talak,
jilid 11, hlm. 323. Muslim. Kitab: Memerdekakan budak, Bab: Menyandarkan hak wala'
kepada orang yang memerdekakan, jilid 4, hlm. 215.
178 Bukhari, Kitab: Thalak, Bab: Syafaat (bantuan) Nabi saw. untuk suami Barirah, jilid
11, hlm. 328.
180 Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: Melihat wanita sebelum dikawini, jilid 11, hlm. 86.
Muslim, Kitab: Nikah, Bab: Masalah maskawin yang boleh dalam bentuk mengajarkan Al-
Qu'ran, jilid 4, hlm. 143.
181 Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: Seorang wanita menawarkan dirinya kepada seorang pria
yang saleh, jilid 11, hlm. 79.
185 Bukhari, Kitab: Thalak, Bab: Khulu', jilid 11, hlm. 319.
186 Bukhari, Kitab: Jum'at, Bab: Apakah orang yang ingin menghadiri shalat Jum'at dari
kalangan wanita, anak-anak dan lainnya harus mandi? jilid 3, hlm. 34.
188 Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Di antara keutamaan Zainab
Ummul Mukminin, jilid 7, hlm. 144.
189 Muslim, Kitab: Nikah, Bab: Barangsiapa yang melihat seorang wanita, lalu dia tergiur
dengannya, maka dianjurkan supaya segera menemui istri atau budak perempuannya, lalu
menggaulinya, jilid 4, hlm. 129.
191 Bukhari, Kitab: Zakat, Bab: Berzakat kepada suami dan anak-anak yatim yang
dipelihara, jilid 4, hlm. 71. Muslim, Kitab: Zakat, Bab: Keutamaan memberikan nafkah
dan sedekah kepada karib kerabat, jilid 3, hlm. 80.
192 Muslim, Kitab: Fitnah (bencana) dan tanda-tanda kiamat, Bab: Mengenai keluarnya
dajjal, jilid 8, hlm. 205.
193 Bukhari. Kitab: Syarat-syarat, Bab: Syarat-syarat yang diperbolehkan dalam Islam,
jilid 6, him 241.
194 Bukhari, Kitab: Jihad, Bab: Kisah mengenai peperangan dengan Romawi, jilid 6. hlm.
443.
195 Bukhari, Kitab: Mohon izin, Bab: Orang yang mengunjungi satu kaum, lalu tidur
(siang) di tempatnya, jilid 13, hlm. 313. Muslim, Kitab: Kepemimpinan, Bab: Keutamaan
berperang di laut, jilid 6, hlm. 50.
196 Bukhari, Kitab: Kewajiban seperlima, Bab: Menjamin keamanan kaum wanita dan
para tetangganya, jilid 7, hlm. 83. Muslim, Kitab: Shalat orang musafir, Bab: Anjuran
melakukan shalat dhuha, jilid 2, hlm. 158.
197 Bukhari, Kitab Manaqib, Bab: Cerita mengenai Hindun binti Utbah, jilid 8, hlm 141.
Muslim, Kitab Kasus kasus pengadilan, bab Kasus Hindun, jilid 5, hlm. 130.
199 Muslim, Kitab Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: di antara keutamaan Ummu
Aiman r a., jilid 7, hlm. 144.
200 Bukhari, Kitab Manaqib, Bab: Masa-masa jahiliah, jilid 8 hlm. 148.
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
Rasulullah saw. bersabda: "Ibrahim a.s hijrah bersama Sarah. Dia memasuki
suatu negeri yang dikuasai oleh seorang raja atau tirani. Lalu tersebar berita
bahwa Ibrahim datang bersama seorang wanita yang paling cantik." (HR
Bukhari dan Muslim)119
Abu Qilabah, dari Anas r.a., berkata bahwa Nabi saw. pernah melakukan
suatu perjalanan. Yang menjadi penuntun kendaraan mereka (beberapa
orang istri Nabi saw. dan Ummu Sulaim) adalah seorang budak yang
bernama Anjasyah. Nabi saw. berkata kepada Anjasyah: "Wahai Anjasyah,
pelan-pelan saja membawa botol-botol kaca ini (maksudnya kaum wanita)."
Menurut satu riwayat120 Abu Qilabah berkata: "Rasulullah saw.
mengucapkan satu perkataan yang andaikata diucapkan oleh sebagian kalian,
tentulah kalian mencelanya karena mengucapkan perkataan tersebut." (HR
Bukhari dan Muslim)121
Syekh Ibnu Badis berkata: "Abu Qilabah (seorang imam terkenal dari
kalangan fuqaha tabi'in) tahu sikap keras dan kaku orang-orang yang kepada
mereka beliau ceritakan hadits ini. Sikap keras dan kaku tersebut membuat
mereka menjauh dari mengucapkan kata-kata yang mensifati kaum wanita.
Sikap mereka ini dijawab oleh Abu Qilabah dengan kata-kata yang
diucapkan oleh Nabi saw. Ketika kalimat itu diucapkan oleh salah seorang
dari mereka, tentu yang lainnya akan mencelanya. Kemudian beliau jelaskan
kepada mereka bahwa kata-kata tersebut dan yang semisalnya adalah bukan
karena tidak mengandung unsur keburukan, kekejian, dan tidak bermaksud
jahat."122
berkata: "Wahai putriku, janganlah kamu sampai terpedaya oleh wanita ini
(Aisyah) yang merasa kagum dengan kecantikannya." (HR Bukhari dan
Muslim)124
"Lalu keluar Saudah binti Zam'ah, istri Nabi saw., pada suatu malam di
waktu isya. Saudah adalah seorang wanita yang tinggi." Menurut satu
riwayat125: "Sangat besar," dan menurut satu riwayat lagi: "Melebihi wanita
lain dalam segi besar tubuhnya." (HR Bukhari dan Muslim)126
Abu Sufyan berkata kepada Rasulullah saw.: "Aku memiliki orang Arab
yang paling baik dan paling cantik, yaitu Ummu Habibah binti Abu Sufyan.
Aku akan mengawinkanmu dengannya." (HR Muslim)127
"Ketika terjadi Perang Uhud ... aku melihat Aisyah binti Abu Bakar dan
Ummu Sulaim. Mereka menyingsingkan kainnya sehingga terlihat olehku
gelang-gelang kaki mereka." (HR Bukhari dan Muslim)130 "Tatkala kami
bertemu (orang-orang musyrik pada Perang Uhud) mereka lari pontang-
panting sehingga aku melihat wanita-wanita mereka berlompatan di bukit itu
sambil mengangkat kain betis mereka sehingga kelihatan nyata gelang-
gelang kaki mereka." (HR Bukhari)131
"Aku pernah ikut berperang di daerah Fazarah ... Begitu mereka melihat
anak panah melesat ke arah mereka, mereka pun berhenti dan tidak jadi
mendaki. Mereka berhasil aku ringkus dan aku giring, termasuk diantaranya
seorang wanita dari Bani Fazarah yang mengenakan tutup kepala dari bahan
kulit yang sudah lusuh, berikut anak gadisnya yang merupakan gadis Arab
paling cantik." (HR Muslim)133
Jahdam." (HR Muslim)134 "Ibnu Abbas berkata padaku: "Maukah kamu aku
beritahu tentang seorang wanita yang menjadi calon ahli surga?" Aku jawab:
"Tentu saja mau." Ibnu Abbas berkata: "Ini, si wanita hitam ini
orangnya." (HR Bukhari dan Muslim)135
Jabir bin Abdullah berkata: "Pada suatu hari Abu Bakar meminta izin untuk
menemui Rasulullah saw. Dia menjumpai beberapa orang sedang duduk di
dekat pintu rumah Rasulullah saw. Belum seorang pun dari mereka yang
diizinkan masuk. Jabir berkata bahwa Rasulullah saw. mengizinkan Abu
Bakar masuk. Maka masuklah Abu Bakar. Kemudian datang pula Umar. Dia
minta izin untuk masuk dan diberi izin. Sesampainya di dalam, Umar
mendapati Rasulullah saw. sedang duduk diam membisu. Tampaknya beliau
sedang bersedih. Sementara di sekeliling beliau duduk istri-istri beliau.
Melihat suasana yang dingin itu, Umar bermaksud mengatakan sesuatu yang
Dari Sa'ad bin Abi Waqqash, dia berkata: "Pada suatu hari Umar minta izin
untuk masuk kepada Rasulullah saw. Kebetulan waktu itu ada beberapa
orang wanita Quraisy sedang berbicara dengan beliau dengan suara yang
cukup keras, dan mereka banyak sekali mengajukan pertanyaan. Mendengar
Umar minta izin masuk mereka bergegas berlari menuju balik tabir. Lalu
Rasulullah saw. sambil tertawa mengizinkan Umar masuk. Melihat
Rasulullah tertawa Umar berkata: 'Semoga Allah membuatmu tetap dalam
keadaan senang dan gembira, wahai Rasulullah!' Rasulullah saw. berkata:
'Aku merasa heran dengan ulah wanita-wanita yang berada di sampingku
tadi. Begitu mendengar suaramu, mereka bergegas menuju balik tabir.' Umar
menjawab: 'Bagaimanapun juga, engkaulah sebenarnya, wahai Rasulullah
saw. yang lebih pantas untuk mereka segani.' Selanjutnya Umar berkata:
'Wahai wanita-wanita yang menjadi musuh dirinya sendiri, apakah kalian
segan kepadaku sementara tidak segan kepada Rasulullah saw.' Mereka
menjawab: 'Ya, lantaran kamu lebih keras dan lebih kasar ketimbang
Rasulullah saw.' Rasulullah saw. bersabda: 'Demi yang jiwaku berada dalam
genggaman-Nya, tidak akan pernah setan menemuimu di satu jalan yang
kamu lalui, kecuali dia pasti akan mencari jalan lain selain jalan yang kamu
lalui itu.'" (HR Bukhari dan Muslim)140
Dari Aisyah r.a. dikatakan bahwa Rasulullah saw., jika ingin bepergian,
beliau mengundi istri-istrinya. Suatu ketika yang beruntung mendapatkan
undian adalah Aisyah dan Hafshah. Maka merekalah yang ikut bersama
Rasulullah saw. Ketika malam tiba, Rasulullah saw. berjalan bersama
Aisyah dan bercakap-cakap dengannya. Pada hari yang lain Hafshah berkata
kepada Aisyah: "Maukah kamu nanti malam mengendarai untaku dan aku
mengendarai untamu, dan kita saling mengawasi?" Aisyah menjawab:
"Tentu saja mau." Maka Aisyah naik unta Hafshah dan Hafshah menaiki
unta Aisyah. Setelah itu datang Rasulullah menuju unta Aisyah yang ketika
itu ditunggangi oleh Hafshah. Setelah mengucapkan salam, Rasulullah saw.
berjalan bersama. Kemudian berhenti di suatu tempat. Aisyah kehilangan
Anas berkata: "Pada suatu saat Nabi saw. berada di samping beberapa orang
istri beliau, salah seorang ummul mukminin mengirimkan satu piring
makanan. Tiba-tiba istri yang di rumahnya Nabi saw. berada, memukul
tangan pelayan yang membawa piring makanan itu sehingga piringnya jatuh
dan pecah. Lalu Nabi saw. mengumpulkan pecahan piring dan makanan
yang tadinya berada dalam piring yang pecah itu. Beliau berkata: 'Ibumu
cemburu.' Beliau menahan pelayan tadi sampai beliau memberikan piring
dari istri yang di rumahnya beliau berada. Piring yang utuh itu beliau
serahkan kepada istri yang piringnya pecah dan beliau menahan piring yang
sudah pecah di rumah istri beliau yang telah memecahkan piring tadi." (HR
Bukhari)142
Anas berkata: "Nabi saw. memiliki sembilan orang istri. Apabila beliau
menggilir, maka mereka semua akan kebagian. Setiap malam mereka
berkumpul di rumah istri yang akan beliau datangi. Pada suatu malam,
beliau berada di rumah Aisyah, maka datanglah Zainab dan beliau
mengulurkan tangannya untuk menyambutnya. Aisyah berkata: 'Ini Zainab.'
Lalu Nabi saw. menahan tangannya. Beberapa saat kemudian mereka berdua
bertengkar dengan suara keras dan ucapan yang kotor. Terdengar suara
iqamatushashalat. Abu Bakar lewat di rumah itu dan mendengar suara
mereka berdua. Abu Bakar lalu berkata: 'Keluarlah wahai Rasulullah untuk
menunaikan shalat dan sumpal saja mulut mereka dengan pasir!' Rasulullah
saw. lalu keluar. Aisyah merasa agak sedikit kecewa dan merasa terganggu
dengan sikap ayahnya tersebut. Setelah Rasulullah saw. selesai menunaikan
shalat, Abu Bakar pergi menemui Aisyah dan melontarkan kata-kata yang
keras: 'Apa layak kamu melakukan ini?' (HR Muslim)143
Aisyah r.a. berkata bahwa istri-istri Rasulullah saw. terbagi menjadi dua
kelompok. Kelompok pertama terdiri atas Aisyah, Hafshah, dan Saudah.
Sementara kelompok kedua terdiri atas Ummu Salamah dan istri-istri
Rasulullah saw. yang lain. Semua kaum muslimin sudah sama-sama tahu
betapa cintanya Rasulullah saw. kepada Aisyah. Apabila ada salah seorang
sahabat yang mempunyai hadiah yang akan dia berikan kepada Rasulullah
saw., maka biasanya dia akan menangguhkan pemberian tersebut, sampai
Rasulullah saw. sedang berada di rumah Aisyah. Suatu hari ada seorang
sahabat yang mengirimkan hadiah kepada Rasulullah saw. ketika beliau
sedang berada di rumah Aisyah. Rupanya hal itu diketahui oleh kelompok
Ummu Salamah. Mereka berkata kepada Ummu Salamah: "Kamu bicaralah
kepada Rasulullah saw. supaya beliau mau menasihati para sahabatnya:
'Barangsiapa yang bermaksud memberikan hadiah kepada beliau, supaya dia
berikan saja di rumah istri mana pun beliau berada.' Ummu Salamah
menyampaikan kepada Rasulullah saw apa yang diusulkan oleh
kelompoknya itu. Akan tetapi beliau tidak menanggapi apa yang
disampaikan Ummu Salamah itu sedikit pun. Ketika hal itu disampaikan
kepada mereka, mereka tidak berputus asa. Mereka mendesak supaya Ummu
Salamah mencobanya lagi. Ummu Salamah menurut saja. Sekali lagi dia
sampaikan usulan kelompoknya itu kepada Rasulullah saw. di saat beliau
tengah berada di rumahnya. Namun Rasulullah saw. juga tidak
menanggapinya sedikit pun. Kelompok Ummu Salamah masih juga belum
berputus asa. Mereka tetap membujuk Ummu Salamah agar mau
melakukannya sekali lagi. Dan lagi-lagi Ummu Salamah menuruti kehendak
mereka. Untuk ketiga kalinya Ummu Salamah nmenyampaikan hal itu
kepada Rasulullah saw. pada saat beliau berada di rumahnya. Dan kali ini
rupanya Rasulullah saw. mau menanggapi. Beliau berkata kepada Ummu
Salamah: 'Jangan kamu sakiti aku tentang Aisyah. Sesungguhnya wahyu
tidak turun kepadaku ketika aku berada dalam kain seorang wanita (istri)
kecuali Aisyah.' Seketika itulah Ummu Salamah berkata: 'Aku bertobat
kepada Allah karena telah menyakitimu, wahai Rasulullah.' Kemudian
anggota kelompok Ummu Salamah tersebut memanggil Fathimah putri
Rasulullah saw. Mereka mengutus Fathimah supaya menyampaikan pesan
kepada Rasulullah saw. yang isinya: 'Sesungguhnya istri-istrimu
mendambakan supaya berlaku adil khususnya menyangkut putri Abu Bakar.'
Mendengar pesan yang disampaikan putrinya itu Rasulullah saw. berkata:
'Wahai putriku, apakah kamu tidak menyenangi akan apa yang aku senangi?'
Fathimah menjawab: 'Tentu saja ayah.' Fathimah lalu pulang dan
menceritakan kepada mereka tanggapan Rasulullah saw. tersebut. Ketika
mereka membujuk Fathimah supaya balik lagi menghadap Rasulullah saw.,
dia menolak. Salanjutnya mereka mendesak Zainab binti Jahasy. Meski
dengan terpaksa, akhirnya Zainab mau juga menemui Rasulullah saw. dan
berkata: 'Sesungguhnya istri-istrimu mendambakanmu supaya berlaku adil
dalam memperlakukan putri Abu Quhafah.' Zainab mengucapkan kata-
katanya itu dengan suara yang agak keras, sehingga terdengar oleh Aisyah
yang kebetulan berada tidak jauh dari tempat itu. Aisyah sempat mencaci
maki dalam hati. Kemudian Rasulullah saw. sejenak memandang Aisyah
barangkali dia akan berbicara. Akhirnya Aisyah memang terpaksa berbicara
untuk menangkis ucapan Zainab, sehingga Zainab terdiam dibuatnya.
Selanjutnya Rasulullah saw. kembali memandangi Aisyah dan berkata:
'Sesungguhnya dia adalah putri Abu Bakar.'" (HR Bukhari dan Muslim)144
Dari Aisyah, dia berkata: "Pada suatu hari sebelas orang wanita berkumpul
di satu tempat. Mereka saling sepakat dan berjanji untuk tidak akan
menyembunyikan sedikit pun perihal suami mereka masing-masing. Wanita
pertama mengatakan: 'Suamiku adalah ibarat unta kurus yang berada di
puncak gunung. Dia tidak untuk didaki dan tidak pula gemuk, sehingga tidak
ada yang berkeinginan untuk pindah kepadanya.' Wanita kedua berkata:
'Maaf, aku terpaksa tidak bisa menuturkan secara rinci mengenai
keadaannya. Aku khawatir tidak bisa melakukan hal itu. Jika sampai aku
lakukan hal itu, sama artinya dengan mengungkapkan selurah aibnya.'
Wanita ketiga berkata: 'Suamiku berpostur tinggi. Jika aku ceritakan halnya,
maka dia akan menceraikanku, dan jika aku diamkan, dia juga akan
membuatku terkatung-katung.' Wanita keempat berkata: 'Suamiku laksana
cuaca malam hari di wilayah Tihamah, tidak terlalu panas dan juga tidak
terlalu dingin, tidak menakutkan dan juga tidak membosankan.' Wanita
kelima berkata: 'Suamiku apabila sudah masuk rumah bagaikan kumbang
yang lembut, pemalu, dan tidak banyak gangguannya dan apabila keluar
rumah, dia ibarat singa yang garang. Dia sangat pemurah dan tidak suka
menyelidiki berkurangnya uang.' Wanita keenam berkata: 'Suamiku apabila
makan, maka semua makanan akan dilahapnya, dan apabila minum, maka
semua minuman akan diteguknya. Apabila tidur, dia menyendiri
(mengabaikan istrinya). Namun dia tidak mau memasukkan telapak
tangannya, karena takut mengetahui kesudahan istrinya.' Wanita ketujuh
berkata: 'Suamiku adalah orang yang emosional. Semua cacat (aib) semua
orang ada pada orang itu. Namun demikian dia suka melukai kepala atau
melukai tubuhmu, atau melakukan kedua-duanya sekaligus.' Wanita
kedelapan berkata: 'Suamiku memiliki sentuhan khusus bagaikan sentuhan
kelinci dan mempunyai aroma khusus bagaikan aroma bunga wangi.' Wanita
kesembilan berkata: 'Suamiku berkedudukan tinggi, bertubuh tinggi, suka
sekali menjamu tamu, dan rumahnya dekat dengan balai pertemuan.' Wanita
kesepuluh berkata: 'Suamiku bernama Malik. Apa itu malik? Malik artinya
memiliki kebaikan melebihi apa dapat diungkapkan. Dia banyak sekali
memiliki unta, kebanyakan unta-unta itu dibiarkan saja menderum di
halaman rumah (agar mudah diperah susunya oleh tamu-tamu) dan banyak
dipinjam untuk angkutan. Unta-unta tersebut bila mendengar suara kecapi,
mereka sudah tahu bahwa sebentar lagi akan disembelih.' Dan wanita yang
kesebelas berkata: 'Suamiku bernama Abu Zara. Tahukah kamu siapa Abu
Zara' itu? Dialah yang memberiku makanan-makanan berlemak sehingga
aku kelihatan gemuk. Dia suka menyanjung-nyanjungku sehingga aku
merasa senang. Dia tahu aku dari keluarga yang tidak mampu, namun dia
mau menerimaku di tengah keluarganya yang cukup kaya. Dia tidak pernah
meremehkan ucapanku. Setiap tidur aku bisa tidur pulas sampai pagi, dan
aku bisa minum sampai puas. Lalu Ummu Abu Zara, tahukah kamu siapa
dia? Dia memiliki simpanan bahan pokok berkarung-karung dan rumahnya
sangat luas. Ibnu Abi Zara. Tahukah kamu siapa dia? Dia memiliki tempat
tidur laksana irisan pelepah kurma. Dia sudah merasa kenyang dengan hanya
memakan sebelah kaki seekor kambing. Putri Abu Zara. Tahukah kamu
siapa dia? Ia adalah seorang yang amat patuh terhadap kedua orang tuanya.
Tubuhnya gempal dan dia adalah seorang yang sangat dermawan. Pelayan
putri Abu Zara. Tahukah kamu siapa dia? Dia tidak pernah menyebarluaskan
berita-berita. Dia sangat jujur sekalipun mengenai soal makanan. Dan dia
orang yang sangat rajin bekerja dan tidak pernah membiarkan rumahku
kotor. Selanjutnya Ummu Zara mengatakan: 'Pada suatu hari Abu Zara
keluar dengan membawa bekal bejana terbuat dari kulit yang sudah diisi
penuh dengan susu. Dia bertemu dengan seorang wanita dengan dua orang
anaknya yang laksana dua ekor macan kumbang. Mereka mempermainkan
buah delima dari bawah pinggang ibunya tersebut. Dia menikahi wanita
tersebut dan aku diceraikannya. Setelah itu aku menikah lagi dengan seorang
laki-laki yang cukup budiman dan cukup kaya. Tunggangannya adalah
seekor kuda pilihan. Dia juga memperlihatkan kepadaku sebuah kandang
ternak yang penuh dengan unta, sapi, dan kambing. Aku disuruhnya
menikmati semua itu. Kalau aku kumpulkan semua pemberiannya, maka
belum ada apa-apanya dengan apa yang pernah diberikan Abu Zara
kepadaku.' Aisyah berkata: "Rasulullah saw. berkata padaku: 'Aku
terhadapmu adalah seperti Abu Zara terhadap Ummu Zara.'" (HR Bukhari
dan Muslim)145
mereka dengan cara yang Engkau kehendaki.' Mendadak gunung itu bergetar
dan bergoncang dengan hebat sehingga mereka jatuh dan mati. Kemudian si
pemuda menemui raja, lalu raja bertanya: 'Apa yang terjadi dengan orang-
orang yang membawa kamu tadi?' Si pemuda menjawab: 'Allah melindungi
aku dari kejahatan mereka.' Maka pemuda itu diserahkan kepada
sekelompok yang lain, lalu raja berkata: 'Bawalah dia dengan perahu ke
tengah laut. Kalau dia mau keluar dari agamanya, maka bawalah dia pulang.
Tetapi jika dia tidak mau, maka lemparkanlah dia ke tengah laut!' Lantas
mereka membawa pemuda tersebut. Kemudian pemuda itu berdoa: 'Ya
Allah, jagalah aku dari kejahatan mereka dengan cara yang Engkau
kehendaki.' Maka perahu yang mereka naiki itu terbalik dan mereka
tenggelam. Kemudian pemuda itu pergi menemui raja. Raja bertanya: 'Apa
yang terjadi dengan orang-orang yang membawa kamu tadi?' Si pemuda
menjawab: 'Allah melindungi aku dari kejahatan mereka. Sesungguhnya
kamu tidak dapat membunuhku kecuali jika kamu mau melakukan apa yang
aku perintahkan.' Raja bertanya: 'Apa perintahmu?' Si pemuda berkata:
'Kumpulkanlah orang-orang di suatu tempat yang tinggi, lalu saliblah aku
pada sebatang kayu. Setelah itu ambil anak panah dari tahung anak panahku,
kemudian letakkan di tengah-tengah busur, lalu bacalah: bismillahi
rabbilghulam (Dengan nama Allah, Tuhan si pemuda). Setelah itu baru
panahlah aku. Jika kamu mau mengerjakan perintahku itu, maka kamu dapat
membunuhku.' Raja bersedia melaksanakan perintah pemuda tersebut Orang-
orang dikumpulkan di suatu dataran tinggi, lalu pemuda itu disalib. Setelah
itu diambilnya sebatang panah dari tahungnya, kemudian diletakkannya di
tengah-tengah busur, lalu dibacalah bismillahi rabbilghulam. Pemuda itu
dipanah tepat pada pelipisnya. Si pemuda meletakkan tangannya di
pelipisnya yang terkena panah itu, lalu meninggal. Maka orang-orang
berkata: 'Kami beriman kepada Tuhannya pemuda itu, kami beriman kepada
Tuhannya pemuda itu, kami beriman kepada Tuhannya pemuda itu.' Setelah
kejadian itu raja ditanya: 'Bagaimana pendapatmu tentang apa yang kamu
khawatirkan' Sungguh telah terjadi apa yang pernah kamu khawatirkan.
Orang-orang telah beriman.' Mendengar itu raja memerintahkan supaya
dibuatkan parit di mulut jalan yang di dalamnya dinyalakan api, lalu dia
berkata kepada para pengikutnya: 'Barangsiapa yang tidak mau keluar dari
agamanya, lemparkan ke dalam api itu (atau dikatakan kepada orang
tersebut: Terjunlah ke dalamnya).' Para pengikut itu melaksanakan
perintahnya sampai akhirnya tiba giliran seorang wanita yang membawa
seorang bayi. Dia tetap berdiri di tempatnya lantaran takut terjun ke dalam
api. Maka bayinya itu berkata: 'Ibu, tabahlah, karena kamu berada di pihak
yang benar!"' (HR Muslim)146
Demikianlah halnya wanita yang telah menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah
sebelum masa diutusnya Nabi Muhammad saw. Dia lebih mengutamakan agama Allah
yang hak atas segala-galanya dan dia mengorbankan jiwa raganya dengan harga yang
murah sekali demi kepentingan agama Allah.
Atha bin Rabah berkata: "Ibnu Abbas bertanya kepadaku: 'Maukah kamu
aku tunjukkan kepadamu seorang wanita calon ahli surga?' Aku jawab:
'Tentu saja.' Ibu Abbas berkata: 'Ini, wanita berkulit hitam ini pernah datang
kepada Nabi saw. dan berkata: "Sesungguhnya aku mengidap penyakit ayan,
dan aku khawatir auratku terbuka, sementara aku tidak sadar. Maka
tolonglah doakan pada Allah agar aku sembuh." Nabi saw. berkata: 'Jika
kamu bisa sabar menghadapinya, bagimu adalah surga, tapi kalau kamu
menginginkan kesembuhan, aku juga bisa mendoakannya kepada Allah agar
Dia berkenan menyembuhkanmu.' Wanita itu berkata: 'Saya akan coba
sabar.' Setelah itu wanita itu berkata lagi: 'Tetapi aku khawatir auratku
terbuka. Karena itu, doakanlah kepada Allah supaya auratku tidak terbuka.'
Lantas Nabi saw. mendoakannya." (HR Bukhari dan Muslim)147
C. SENANG BERIBADAH
Anas bin Malik r.a. berkata: "Nabi saw. masuk masjid. Tiba-tiba beliau lihat
ada tali yang terbentang antara dua tiang masjid. Beliau bertanya: 'Tali apa
ini?' Para sahabat menjawab: 'Ini adalah tali milik Zainab. Apabila dia sudah
merasa lelah (beribadah) maka dia akan bergantung pada tali itu.' Nabi saw.
berkata: 'Tidak, lepaskan tali itu. Hendaklah salah seorang dari kalian
melaksanakan shalatnya dalam keadaan segar. Kalau sudah merasa lelah,
maka hendaklah dia shalat dalam keadaan duduk.'" (HR Bukhari dan
Muslim)148
Aisyah Berkata: "Nabi saw. datang menemui Aisyah. Ketika itu di samping
Aisyah ada seorang wanita. Nabi saw. bertanya: 'Siapa wanita ini?' 'Si
Fulanah yang sering disebut-sebut mengenai shalatnya.' Menurut riwayat
Muslim: 'Mereka menduga bahwa wanita itu tidak tidur pada malam
harinya.' Nabi saw. berkata: 'Cukup, laksanakanlah ibadah semampumu.
Demi Allah, Allah tidak pernah bosan sampai kamu merasa bosan
sendiri.' (HR Bukhari dan Muslim)149
Ibnu Abbas r.a. berkata: "Seorang laki-laki datang menemui Nabi saw. dan
berkata kepada beliau: 'Sesungguhnya saudara perempuanku bernazar akan
melaksanakan ibadah haji, tetapi dia sudah meninggal (sebelum sempat
melaksanakan nazarnya).' Nabi saw. berkata: 'Andaikan dia mempunyai
hutang, apakah kamu akan membayarnya?' Lelaki itu menjawab: 'Ya.' Nabi
Abu Sa'id al-Khudari berkata bahwa Rasulullah saw. selalu keluar pada hari
raya Adha dan hari raya Fitri. Beliau memulai dengan shalat. Setelah
menyelesaikan shalat dan mengucapkan salam, beliau berdiri menghadap
kaum muslimin yang sedang duduk di tempat shalat mereka masing-masing.
Jika beliau mempunyai hajat yang perlu disampaikan, beliau tuturkan
hajatnya itu kepada kaum muslimin. Atau kalau ada keperluan lain, maka
beliau memerintahkannya kepada kaum muslimin. Beliau pernah bersabda
(dalam khotbahnya): "Bersedekahlah kalian, bersedekahlah kalian,
bersedekahlah kalian!" Ternyata yang paling banyak memberikan sedekah
adalah kaum wanita. (HR Muslim)152
Ibnu Abbas r.a. berkata: "Aku pernah mengikuti shalat Idul Fitri bersama
Nabi saw. Kemudian beliau datang membelah kerumunan mereka menuju ke
tempat jamaah wanita. Beliau disertai Bilal kemudian beliau bersabda:
'Bersedekahlah kalian (hai kaum wanita). Lalu Bilal membentangkan
pakaiannya.' Kemudian berkata: 'Marilah, demi bapak ibuku sebagai tebusan
kalian!' Mereka segera menjatuhkan gelang-gelang dan cincin-cincin ke atas
pakaian Bilal tadi." (HR Bukhari dan Muslim)153
Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, berkata: "Ketika aku sedang duduk di
dekat Rasulullah saw., tiba-tiba muncul seorang perempuan menghampiri
beliau dan berkata: 'Sesungguhnya aku telah menyedekahkan seorang budak
perempuan untuk ibuku dan kini ibuku telah wafat. Rasulullah saw. berkata:
"Kamu berhak memperoleh pahala dan ambil kembali budak perempuan itu
untukmu sebagai warisan." Perempuan itu bertanya: "Wahai Rasulullah,
sesungguhnya ibuku itu masih mempunyai tanggungan hutang puasa
sebulan. Apakah aku boleh berpuasa menggantikannya?" Rasulullah saw.
menjawab: "Ya, berpuasalah kamu menggantikannya!" Perempuan itu
bertanya lagi: "Sesungguhnya ibuku itu belum pernah menunaikan ibadah
haji. Apakah aku bisa menggantikannya?" Rasulullah saw. menjawab: "Ya,
laksanakanlah ibadah haji untuk menggantikannya!" (HR Muslim)155
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
Jabir r.a. berkata: "Sesungguhnya kami pada hari terjadinya Perang Khandaq
bekerja menggali parit. Lalu terhalang oleh sebongkah tanah yang sangat
keras. Para sahabat pergi menemui Rasulullah saw. untuk menyampaikan hal
tersebut kepada beliau. Nabi saw. berkata: 'Aku akan turun tangan.'
Kemudian beliau berdiri, sedangkan ikat perutnya diganjal dengan batu.
Kami tinggal di sana selama tiga hari tanpa pernah memakan apa pun. Nabi
saw. mengambil cangkul, kemudian mencangkul tanah yang keras itu.
Akhirnya tanah itu hancur menjadi pasir. Aku berkata: 'Wahai Rasulullah,
izinkanlah aku kembali ke rumah. Lalu aku bertanya kepada istriku: 'Aku
telah melihat sesuatu pada Rasulullah saw. yang membuatku tidak tahan.
Apakah kamu mempunyau sesuatu (untuk dimakan)?' Istriku menjawab:
'Aku mempunyai gandum dan seekor kambing betina.' Lalu aku
menyembelih kambing itu, sedangkan istriku bertugas menggiling gandum,
sampai kami menaruh daging di dalam kuali. Kemudian aku pergi menemui
Rasulullah saw. Ketika adonan sudah lunak dan masakan di kuali yang
terletak diatas tungku sudah hampir matang, aku berkata: 'Ini adalah sedikit
makanan dariku, maka berdirilah, ya Rasulullah dan ajaklah makan satu atau
dua orang.' Beliau bertanya: 'Berapa banyak (makananmu)? Aku sebutkan
jumlah atau banyaknya kepada beliau. Beliau berkata: 'Oh banyak, bagus.'
Kemudian beliau berkata: 'Katakanlah kepada istrimu agar jangan
menurunkan kuali dan roti dari dapurnya sampai aku datang.' Setelah itu
beliau berkata: 'Berdirilah kalian!' Maka orang-orang Anshar dan Muhajirin
berdiri. Ketika Jabir masuk menemui istrinya, dia berkata: 'Kasihan kamu,
Nabi saw. datang dengan orang-orang Muhajirin, Anshar, dan lainnya.'
Istrinya bertanya: 'Apakah beliau sudah bertanya padamu?' Jabir menjawab:
'Ya, sudah.' Kemudian beliau berkata: 'Masuklah kalian semua dan jangan
berdesak-desakan!'" (HR Bukhari dan Muslim)158
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Nash hadits (istri Jabir bertanya: 'Apakah
beliau sudah bertanya kepadamu?' Jabir menjawab: 'Ya.' Lalu beliau berkata:
'Masuklah kalian semua!') merupakan sejenis ringkasan. Sementara itu,
penjelasannya dapat ditemukan dalam riwayat Yunus bin Bakir dalam kitab
Ziyadatul Maghazi. Bunyi kitab itu adalah Jabir berkata: 'Aku merasa malu
yang tidak ada yang mengetahuinya selain Allah. Dalam hati aku berkata:
"Semua makhluk datang untuk memakan hidangan yang hanya terdiri atas
segantang gandum dan seekor anak kambing betina." Lalu aku pergi
menemui istriku dan aku katakan kepadanya: "Aku merasa malu sekali
sebab Rasulullah saw. akan datang ke rumahmu dengan membawa semua
pasukan Khandaq." Istriku bertanya: "Apakah beliau sudah bertanya
kepadamu mengenai berapa banyak makananmu?" Aku jawab: "Ya, sudah."
Istriku berkata: "Allah dan Rasul-Nya tentu lebih mengetahui. Tugas kita
sekadar memberitahu apa yang ada pada kita." Ucapan istriku itu betul-betul
mengikis habis perasaan risau luar biasa yang menghantui benakku."
Selanjutnya al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Hal itu menunjukkan betapa
sempurnanya akal dan keutamaan istri Jabir."159
Dari Anas r.a., dia berkata: "Haritsah terbunuh pada hari Perang Badar,
sedangkan dia masih muda belia. Lalu ibunya datang kepada Nabi saw. dan
berkata: 'Wahai Rasulullah, sungguh engkau sudah tahu bagaimana
kedudukan Haritsah dengan diriku. Seandainya dia masuk surga, maka aku
akan bersabar dan mengharap pahala. Tetapi seandainya di tempat lain, apa
gerangan yang harus aku perbuat? --Dalam satu riwayat disebutkan: 'Dan
seandainya tidak seperti itu, aku akan berusaha memperjuangkannya dengan
tangis.'160 Rasulullah saw. berkata: 'Kasihan kamu, apakah kamu sudah
kehilangan akal dan pikiran (panik), ataukah kamu kira bahwa surga itu
hanya satu? Sesungguhnya surga itu banyak sekali, sedangkan Haritsah
berada di surga Firdaus.'" (HR Bukhari)161
Ibnu Umar r.a., dari Nabi saw., berkata bahwa beliau bersabda: "Ada tiga
orang laki-laki sedang berjalan-jalan dan tiba-tiba turun hujan lebat. Lalu
mereka masuk ke dalam satu gua yang terdapat di sebuah gunung. Tiba-tiba
jatuh batu besar sehingga menutup jalan keluar mereka." Nabi saw.
bersabda: "Lalu masing-masing berkata kepada yang lain: 'Berdoalah dengan
amal terbaik yang pernah kalian kerjakan!' Maka berdoalah salah seorang
dari mereka seraya berkata: 'Ya Allah, sesungguhnya aku dahulu
mempunyai ibu bapak yang sudah tua sekali. Setiap aku keluar untuk
menggembala, aku biasanya memerah susu, lalu susu itu aku bawa pulang
dan aku berikan kepada kedua orang tuaku dan mereka meminumnya. Susu
itu juga aku berikan kepada anak-anak, keluarga, dan istriku. Pada suatu hari
aku pulang terlambat dan orang tuaku sudah tidur. Aku tidak suka
membangunkan mereka. Sementara anak-anak merengek dan menangis
kelaparan di dekat kedua kakiku. Hal itu terjadi pada diriku dan pada diri
mereka berdua sampai terbit fajar. Ya Allah, seandainya Engkau mengetahui
bahwa apa yang aku lakukan itu semata-mata karena mencari ridhaMu,
maka bebaskanlah kami sehingga kami bisa melihat langit.' Kemudian batu
bergeser sepertiganya. Orang kedua berdoa: 'Ya Allah, seandainya Engkau
tahu bahwa aku dahulu pernah mencintai salah seorang anak gadis pamanku
sebagaimana cinta yang sangat mendalam dan seorang laki-laki terhadap
seorang wanita --menurut riwayat Muslim: 'Aku minta supaya dia mau
melayani kemauan nafsuku. Tetapi dia tidak mau sampai aku bersedia
menahan diri selama satu tahun lamanya, maka setelah itu akan datang
kepadaku.'162-- Anak gadis pamanku itu berkata: 'Engkau tidak bakal
merenggut kegadisanku sehingga engkau bersedia memberiku seratus dinar.'
Aku pun berusaha mendapatkannya sehingga uang tersebut bisa
kukumpulkan. Maka tatkala aku sudah duduk di antara kedua kakinya, dia
berkata: 'Takutlah kamu kepada Allah dan janganlah kamu merusak mahkota
kegadisanku kecuali dengan cara yang benar!' Aku segera berdiri dan
meninggalkannya. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa apa yang aku
lakukan itu semata-mata karena mencari ridha-Mu, maka bebaskanlah kami.'
Maka Allah membebaskan mereka dari hambatan batu itu dua pertiganya.
Laki-laki yang ketiga berdoa: 'Ya Allah, seandainya Engkau mengetahui
bahwa aku pernah mempekerjakan seseorang dengan upah satu gantang
jagung. Tetapi setelah aku serahkan upah itu, dia tidak mau mengambilnya.
Akhirnya aku mengambil jagung itu kembali, lalu menanamnya, sehingga
akhirnya dengan hasil panen jagung itu aku bisa membeli seekor sapi dan
penggembalanya. Kemudian orang tadi datang kepadaku dan berkata:
'Wahai hamba Allah, sekarang berikanlah hakku kepadaku.'Aku bilang:
'Pergilah menuju sapi itu dan penggembalanya. Keduanya menjadi milikmu.'
Orang itu berkata: 'Apakah kamu mempermainkanku?' Aku jawab: 'Aku
sama sekali tidak mempermainkanmu. Tetapi semua itu benar-benar aku
serahkan untukmu. Ya Allah, seandainya Engkau tahu bahwa apa yang aku
lakukan itu semata-mata untuk mencari ridha-Mu, maka bebaskanlah kami.'
Lalu Allah membebaskan mereka." (HR Bukhari dan Muslim)163
Abu Hurairah r.a. dan Zaid bin Khalid al-Jahmi berkata: "Seorang lelaki
datang menemui Nabi saw., lalu berkata: 'Demi Allah, aku tidak
mengharapkan apa-apa selain mengharapmu bersedia memutuskan perkara
kami berdasarkan Kitabullah.' Lalu lawan perkaranya berdiri --tampaknya
dia lebih pintar daripada yang pertama-- seraya berkata: "Benar, berilah
kami putusan berdasarkan Kitabullah dan berilah aku izin, wahai
Rasulullah." Lantas Nabi saw. berkata: 'Katakanlah!' Orang itu berkata:
'Sesungguhnya anak lelakiku jadi pekerja di rumah keluarga saudara ini, lalu
anakku itu berbuat zina dengan istrinya. Lantas aku menebus perbuatan
anakku itu dengan seratus ekor kambing dan seorang pelayan. Dan
sesungguhnya aku sudah bertanya kepada beberapa orang alim. Mereka
memberikan jawaban bahwa anakku harus dicambuk seratus kali dan
diasingkan satu tahun, dan istri lelaki ini harus dirajam.' Nabi saw.
menjawab: 'Demi yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sungguh aku
memberikan putusan mengenai perkara kalian ini berdasarkan Kitabullah.
Seratus kambing beserta pelayan dikembalikan kepadamu, dan anakmu
mendapatkan hukuman dera seratus kali serta diasingkan satu tahun. Wahai
Anis, pergilah kepada istri lelaki ini, lalu tanyailah dia. Jika dia mengaku,
maka rajamlah dia." Ternyata istri lelaki itu mengaku, lalu dia dirajam." (HR
Bukhari dan Muslim)164
Ibnu Abi Malikah mengatakan ada dua orang wanita sedang menjahit di
sebuah rumah. Sementara di dalam kamar ada orang-orang yang berbicara.
Lalu salah seorang dari wanita yang menjahit tadi keluar dalam keadaan
telapak tangannya tertusuk oleh jarum jahitnya. Dia mendakwa temannya
yang satu lagi sebagai penyebab kejadian itu. Akhirnya kasus ini diajukan
kepada Ibnu Abbas. Ibnu Abbas berkata: "Rasulullah saw. bersabda:
'Seandainya semua dakwaan manusia dikabulkan, niscaya akan habislah
darah suatu kaum dan harta benda mereka. Karena itu cobalah kalian
ingatkan/sadarkan wanita itu dan bacakan kepadanya ayat Allah tentang
sesungguhnya orang-orang yang menukar janji Allah ... dan seterusnya.
Mereka segera mengingatkan wanita itu kepada Allah sesuai dengan
perintah Ibnu Abbas. Akhirnya wanita itu sadar dan mengakui
kesalahannya.'" (HR Bukhari)165
Buraidah, dari bapaknya, berkata bahwa sesungguhnya Ma'iz bin Malik al-Aslami datang
menghadap Rasulullah saw. dan berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah
berbuat aniaya terhadap diriku sendiri. Aku telah melakukan perbuatan zina, dan aku
berharap semoga engkau bersedia menyucikan diriku ini." Tetapi Rasulullah saw. menolak
permintaannya itu. Keesokan harinya, Maiz datang lagi menghadap Rasulullah saw. dan
berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah berbuat zina." Untuk kedua kalinya
Rasulullah saw. menolak pengakuan Ma'iz. Beliau lalu mengirim seseorang kepada kaum
Ma'iz untuk menanyakan: 'Apakah kalian tahu bahwa dalam akal Ma'iz tidak beres dan
tidak bisa kalian terima?' Mereka menjawab: 'Sepanjang yang kami ketahui, akalnya tidak
terganggu dan kami melihatnya sebagai orang baik-baik.' Maiz datang lagi menghadap
Rasulullah saw. untuk yang ketiga kali. Rasulullah saw. masih menolak pengakuannya.
Kemudian kembali mengirim utusan kepada kaum Ma'iz untuk menanyakan masalahnya.
Mereka kembali menjawab bahwa tidak ada masalah apa-apa dengan diri dan pikiran
Ma'iz. Tetapi ketika Ma'iz datang untuk keempat kalinya dengan maksud yang sama,
Rasulullah saw. memerintahkan supaya digalikan lobang untuk pelaksanaan hukuman
rajam atas diri Ma'iz. Perintah Rasulullah saw. itu segera dilaksanakan.
Dari Imran bin Hushain dikatakan bahwa seorang wanita dari keluarga
Juhainah datang kepada Rasulullah saw. dalam keadaan hamil karena
perbuatan zina. Perempuan itu berkata: "Wahai Nabiyullah, aku telah
melakukan suatu perbuatan yang harus dihukum. Maka laksanakanlah
hukuman itu terhadapku." Nabi saw. memanggil wali wanita itu dan berkata:
"Berbuat baiklah kepadanya. Jika nanti dia sudah melahirkan, maka bawalah
Abu Sa'id berkata: "Seorang wanita datang menemui Rasulullah saw., lalu
berkata: 'Wahai Rasulullah, kaum lelaki bisa berangkat mendengarkan
ucapanmu --menurut satu riwayat169: 'Kaum wanita berkata kepada Nabi
saw.: "Kaum lelaki mengalahkan kami untuk dapat bersamamu" --Karena itu
sediakanlah olehmu satu hari untuk kami yang pada hari itu kami datang
menemuimu sehingga engkau bisa mengajarkan kepada kami apa yang telah
diajarkan Allah kepadamu.' Rasulullah saw. menjawab: 'Berkumpullah
kalian pada hari ini dan ini.' Mereka pun berkumpul. Maka datanglah
Rasulullah saw. ke tempat mereka, lalu mengajarkan kepada mereka apa
yang telah diajarkan Allah kepada beliau. Selanjutnya beliau bersabda:
'Tidak seorang pun dari kalian yang didahului meninggal dunia oleh tiga
orang anaknya kecuali mereka itu akan menjadi dinding pencegah baginya
dari api neraka.' Lalu salah seorang dari kaum wanita itu bertanya: 'Kalau
hanya dua orang?' Abu Sa'id berkata: 'Pertanyaan ini diulangnya dua kali.'
Lalu Rasulullah saw. menjawab: 'Ya, dan dua, dan dua, dan dua.'" (HR
Bukhari dan Muslim)170
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Hadits tersebut menunjukkan betapa antusiasnya istri-istri
para sahabat untuk mempelajari masalah-masalah agama."171 Benar, mereka betul-betul
antusias, tidak merasa cukup dengan hanya mendengarkan hadits-hadits bersama kaum
laki-laki di masjid. Bahkan mereka menuntut disediakannya waktu belajar khusus.
Kemudian sikap antusias mereka ini mendapat restu serta sambutan baik dan segera dari
Rasulullah saw.
Aisyah r.a. berkata bahwa Asma binti Syakl bertanya kepada Nabi saw.
mengenai mandi sehabis haid. Beliau bersabda: "Salah seorang di antara
kamu hendaklah mengambil air dan kapas atau secarik kain, lalu bersuci dan
membaguskan penyuciannya Kemudian tuangkanlah air ke kepala dan
gosoklah dengan keras sampai ke pangkal rambut. Selanjutnya siramkanlah
air ke badanmu dan ambillah kapas yang sudah diberi misk/minyak wangi,
lalu pergunakanlah untuk bersuci dengannya!" Asma bertanya: "Bagaimana
cara bersuci dengan kapas itu?" Nabi saw. menjawab: "Subhanallah, kamu
pakai kapas itu untuk bersuci." Kemudian Aisyah berkata dengan suara yang
agak dipelankan: "Kamu pergunakan kapas itu untuk menyeka bekas darah."
Asma bertanya lagi tentang mandi jinabah/junub. Beliau menjawab:
"Ambillah air, lalu bersucilah dengan baik atau sebaik mungkin. Kemudian
tuangkanlah air ke kepala dan gosoklah sampai ke pangkal rambut.
Kemudian siramkan air ke badan." Aisyah berkata: "Sebaik-baik wanita
adalah wanita Anshar. Mereka tidak terhalang oleh rasa malu dalam
mendalami masalah agama." (HR Muslim)172
bahwa aku sudah boleh kawin karena aku sudah melahirkan kandunganku,
dan beliau menyuruhku kawin jika aku telah menemukan jodoh yang cocok
bagiku." (HR Bukhari dan Muslim)173
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Dari kisah Subai'ah ini dapat ditarik
beberapa kesimpulan. Diantaranya tentang kecerdasan dan kepintaran
Subai'ah. Dia terus memikirkan fatwa yang disampaikan kepadanya hingga
akhirnya dia membawa masalah tersebut kepada Rasulullah saw. untuk
mendapatkan penjelasan yang benar mengenai hukumnya. Begitulah
seharusnya yang dilakukan oleh orang yang merasa ragu mengenai fatwa
yang disampaikan seseorang kepadanya, selama masalah itu masih bisa
diijtihadkan. Dia harus mencari nash yang jelas mengenai masalah itu.
Kesimpulan lain, bahwa seorang wanita boleh menanyakan langsung
masalah yang dihadapinya, walaupun menyangkut masalah yang dia
mungkin merasa malu bila diketahui oleh orang lain."174
Abdullah bin Abbas berkata: "Nabi saw. memboncengkan Fadhal bin Abbas
di bagian belakang untanya pada hari-hari kurban. Lalu datang seorang
wanita dari keluarga Khats'am yang cantik sekali dan meminta fatwa kepada
Rasulullah saw. Wanita itu berkata: 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya
kewajiban Allah atas hambanya untuk melakukan haji datang pada saat
bapakku sudah tua dan tidak mampu lagi duduk tegak di atas kendaraan.
Apakah aku boleh melaksanakan haji untuk menggantikannya?' Nabi saw.
menjawab: 'Ya, boleh.'" (HR Bukhari dan Muslim)175
1. Khansa binti Khidam Mengadu karena Dikawinkan Padahal Dia Tidak Suka
Aisyah, istri Nabi saw., berkata: "Mengenai Barirah terdapat tiga sunnah
(hukum). Pertama, setelah dia dimerdekakan, lalu dia bebas memilih
suaminya ..." (HR Bukhari dan Muslim)177
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Dari kata-kata Barirah: 'Apakah ini perintah
untukku,' dapat disimpulkan bahwa Barirah tahu bahwa Nabi saw. itu wajib
dituruti. Karena itulah ketika Nabi saw. menyampaikan tawaran tadi kepada
Barirah, Barirah minta kejelasan apakah tawaran Nabi saw. itu perintah
sehingga harus ditururi, atau cuma masukan pendapat yang bisa dia pilih."
Al-Hafizh Ibnu Hajar menambahkan: "Dari hadits itu dapat pula
disimpulkan mengenai bolehnya tidak menerima masukan pendapat
seseorang selama hal itu tidak menyangkut sesuatu yang wajib. Juga terdapat
anjuran kepada hakim untuk memberikan syafaat (pertolongan) kepada
lawan perkara. Tetapi pertolongan itu jangan sampai menimbulkan mudarat
atau berbentuk paksaan. Juga tidak boleh mengata-ngatai atau memarahi
orang yang tidak menerima masukan pendapat seseorang, betapapun
tingginya kedudukan orang yang memberi masukan pendapat tersebut.
Hadits itu juga menunjukkan sopannya sikap Barirah. Dia tidak terang-
terangan menolak syafaat yang diajukan Nabi saw. Dia cuma berkata: "Aku
sudah tidak butuh lagi padanya." (maksudnya Mughits)179
Tsabit al-Bannani berkata: "Pada suatu hari aku duduk di dekat Anas. Di
sampingnya ada putrinya. Lalu Anas berkata: 'Seorang wanita datang kepada
Rasulullah saw. untuk menawarkan dirinya kepada beliau. Wanita itu
berkata "Wahai Rasulullah, apakah engkau berminat padaku?" Lalu putri
Anas menimpali: "Alangkah sedikitnya rasa malu perempuan itu. Betul-betul
buruk, betul-betul buruk." Anas berkata: "Dia lebih baik daripadamu. Dia
senang kepada Nabi saw., lalu dia menawarkan dirinya kepada beliau."" (HR
Bukhari)181
Kemudian Ibnu Daqiq al-'Id berkata pula: "Hadits tersebut bisa dijadikan
dalil mengenai bolehnya seorang wanita menawarkan dirinya kepada
seseorang yang diharapkan keberkahannya."184
Ibnu Abbas berkata: "Istri Tsabit bin Qais datang menemui Nabi saw, lalu
berkata: 'Wahai Rasulullah, aku tidak mencela Tsabit menyangkut akhlak
atau agamanya. Cuma saja aku khawatir akan berbuat kufur (mengkufuri
kenikmatan pergaulan dengan suami).' Lalu Rasulullah saw. berkata:
'Apakah kamu bersedia mengembalikan kebunnya?' Dia menjawab: 'Ya.'
Lalu istri Tsabit mengembalikan kebun milik Tsabit, dan setelah itu Nabi
saw. menyuruh Tsabit menceraikan istrinya." (HR Bukhari)185
Ibnu Umar berkata: "Adalah istri Umar ibnul Khattab senantiasa mengikuti
shalat subuh dan isya secara berjamaah di masjid. Salah seorang sahabat
bertanya kepadanya: 'Mengapa kamu keluar juga padahal kamu tahu bahwa
Umar tidak suka hal itu dan dia akan merasa cemburu?' Istri Umar
menjawab: 'Lalu apa yang menghalangi Umar sehingga dia tidak mau
melarangku?' Sahabat itu menjawab: 'Yang menghalangi Umar sehingga dia
tidak berani melarangmu adalah sabda Nabi saw. yang berbunyi: 'Janganlah
kalian mencegah hamba-hamba perempuan Allah untuk mendatangi masjid-
masjid Allah.'" (HR Bukhari)186
Aisyah r.a. berkata: "... ternyata yang terpanjang tangannya di antara kami
adalah Zainab sebab dia sudah biasa berusaha dengan tangannya sendiri dan
bersedekah." (HR Muslim)188
Jabir mengatakan bahwa Nabi saw. datang menemui istri beliau, Zainab,
yang kebetulan waktu itu sedang menyamak kulit ... (HR Muslim)189 Al-
Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan dalam kitab Al-Fath bahwa al-Hakim
meriwayatkan dalam kitab Al-Mustadrak --dia berkata menurut syarath
Muslim-- bahwa Zainab binti Jahsy adalah seorang wanita perajin. Dia ahli
menyamak dan menjahit kulit dan dengan hasil usahanya itu dia bersedekah
pada jalan Allah."190
2. Zainab Istri Ibnu Mas'ud Berusaha Sendiri serta Menafkahi Suami dan
Anak Yatim
Zainab, istri Abdullah bin Mas'ud, berkata: "Pada suatu waktu aku berada di
masjid, lalu aku melihat Nabi saw. Beliau bersabda: 'Bersedekahlah kalian
(hai kaum wanita) meskipun dengan perhiasan kalian!' Sedangkan Zainab
sendirilah yang memberi nafkah (suaminya) Abdullah dan anak-anak yatim
yang dia pelihara. Zainab berkata: 'Lalu aku pergi menemui Nabi saw. Aku
temukan seorang wanita Anshar berada di dekat pintu masuk rumah Nabi
saw. dan keperluarmya sama dengan keperluanku. Lalu lewat Bilal dekat
kami, dan kami berkata kepadanya: "(Hai Bilal), tanyakanlah pada Nabi
saw., apakah sah bila aku memberikan nafkah kepada suami dan anak-anak
yatim yang aku pelihara?" Bilal pun masuk dan menyampaikan pertanyaan
aku itu kepada Nabi saw. Beliau menjawab: 'Ya, sah, dan baginya dua
pahala: pahala kerabat dan pahala bersedekah.'" (HR Bukhari dan Musliml)
191
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
Anas bin Malik berkata: "Rasulullah saw. setiap pergi ke Quba' selalu
mampir di rumah Ummu Haram binti Milhan. Ummu Haram pun menjamu
Rasulullah saw. Ketika itu dia adalah istri Ubadah bin Shamit. Pada suatu
hari Rasulullah saw. mampir ke rumah Ummu Haram dan menjamu beliau.
Beliau tidur di sana. Kemudian ketika bangun, beliau tersenyum. Ummu
Haram berkata: 'Apa yang membuatmu tersenyum, wahai Rasulullah?'
Beliau menjawab: 'Beberapa orang dan umatku diperlihatkan kepadaku
sedang berperang di jalan Allah. Mereka mengarungi lautan ini bagaikan
raja-raja di atas singgasananya ...' Ummu Haram berkata: '(Ya Rasulullah),
Ummu Hani binti Abu Thalib berkata: "Aku pergi menemui Rasulullah saw.
pada tahun penaklukan kota Mekah, lalu aku mengucapkan salam kepada
beliau .... Beliau menjawab: 'Selamat datang Ummu Hani.' Aku berkata:
'Wahai Rasulullah, saudaraku Ali (bin Abu Thalib) mengaku bahwa dia
sedang memburu (memerangi) laki-laki yang telah aku lindungi
keselamatannya, yaitu fulan bin Hubairah.' Rasulullah saw. menjawab:
'Akulah yang akan melindungi orang yang kamu lindungi, wahai Ummu
Hani."' (HR Bukhari dan Muslim)196
Aisyah berkata: "Hindun binti Utbah datang, lalu dia berkata: 'Wahai
Rasulullah, dahulu tidak ada di permukaan bumi ini penghuni tenda (rumah)
yang sangat aku harapkan supaya dia hina melebihi penghuni tendamu.
Tetapi saat ini malah tidak ada di permukaan bumi ini penghuni tenda yang
sangat aku dambakan supaya dia mulia melebihi penghuni tendamu.' Nabi
saw. menjawab: 'Demi yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya semoga
kamu begitu pula ...'" (HR Bukhari dan Muslim)197
Qais bin Abi Hazim berkata: "Abu Bakar bertemu dengan seorang wanita
dari Kabilah Ahmas, namanya Zainab binti al-Muhajir. Abu Bakar melihat
wanita itu tidak mau berbicara, lalu Abu Bakar bertanya: 'Mengapa dia tidak
mau berbicara?' Mereka menjawab: 'Dia bernazar melakukan haji secara
membisu.' Abu Bakar berkata kepada wanita itu: 'Berbicaralah! Perbuatanmu
seperti ini tidak boleh, itu adalah perbuatan jahiliah.' Lalu wanita itu
berbicara dengan bertanya: 'Siapa engkau?' Abu Bakar menjawab: 'Salah
seorang dari kaum Muhajirin.' Wanita itu bertanya: 'Orang Muhajirin yang
mana?' Abu Bakar menjawab: 'Dari Kabilah Quraisy.'Wanita itu terus
bertanya: 'Dari Kabilah Quraisy yang mana kamu?' Abu Bakar menjawab:
'Kamu ini banyak tanya. Aku adalah Abu Bakar.' Wanita itu terus bertanya:
'Apa yang bisa membuat kami tetap pada perkara/jalan yang benar yang
didatangkan oleh Allah sesudah zaman jahiliah ini?' Abu Bakar menjawab:
'Yang bisa membuat kalian tetap padanya ialah selagi para pemimpin kalian
(konsisten pada jalan yang benar) bersama kalian.' Wanita itu masih
bertanya: 'Siapakah yang dikatakan para pemimpin itu?' Abu Bakar
menjawab: 'Bukankah kaummu memiliki para pembesar dan tokoh yang
apabila mereka memerintahkan sesuatu, lalu kaumnya menaatinya?' Wanita
itu menjawab: 'Ya, benar.' Abu Bakar berkata: 'Mereka itulah pemimpin bagi
semua orang."' (HR Bukhari)200
Nafi berkata: "Ibnu Umar bertemu dengan Ibnu Sha'id di suatu jalan di
Madinah, kemudian Ibnu Umar mengeluarkan satu kata yang membuat Ibnu
Sha'id marah sejadi-jadinya. Kemudian Ibnu Umar pergi ke rumah Hafshah
yang telah mendengar kejadian itu. Hafshah berkata kepada Ibnu Umar:
'Semoga Allah memberimu rahmat. Apa yang kamu kehendaki dari Ibnu
Sha'id? Bukankah kamu tahu bahwa Rasulullah saw. pernah berkata: 'Dia
hanya keluar untuk melepaskan marah yang melandanya?'" (HR Muslim)201
Abdullah bin Mas'ud berkata: "Allah melaknati para wanita pembuat tato
dan para wanita yang minta dibuatkan tato, para wanita yang mencabuti alis
mata, para wanita yang menggerinda giginya untuk tujuan kecantikan, serta
wanita-wanita yang mengubah ciptaan Allah." Ucapan Abdullah bin Ma'sud
itu sampai ke telinga seorang wanita dari Bani Asad, namanya Ummu
Ya'qub. (Ketika itu dia sedang membaca Al-Qur'an)202 Lalu dia datang
menemui Abdullah bin Mas'ud dan berkata: "Telah sampai kepadaku berita
bahwa kamu melaknati yang begini dan yang begini." Abdullah bin Mas'ud
berkata: "Mengapa aku tidak boleh melaknati orang yang dilaknati
Rasulullah saw. dan orang yang terdapat sebutannya dalam Kitabullah?"
Ummu Ya'qub berkata: "Sungguh aku telah membaca Kitabullah dari awal
sampai ujungnya, namun aku tidak menemukan apa yang kamu katakan itu."
Abdullah bin Mas'ud berkata: "Seandainya kamu membaca Kitabullah
dengan baik, pasti kamu sudah menemukannya. Tidakkah kamu pernah
membaca: 'Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah ia, dan apa
yang dilarangnya bagimu, tinggalkanlah?"' Ummu Ya'qub berkata: "Ya, aku
sudah membacanya." Abdullah bin Mas'ud berkata: "Sesungguhnya
Rasulullah saw. melarang perbuatan tersebut." Ummu Ya'qub berkata:
"Tetapi aku melihat keluargamu melakukannya." Abdullah bin Mas'ud
menjawab: "Pergilah dan lihat sendiri (bagaimana keluargaku)." Akhirnya
Ummu Ya'qub pergi dan melihat langsung keluarga Abdullah bin Mas'ud,
tetapi dia tidak melihat sedikit pun apa yang dia inginkan. Setelah itu
Abdullah bin Mas'ud berkata: "Seandainya keluargaku melakukan hal itu,
pasti aku tidak mau berkumpul dengannya." (HR Bukhari dan Muslim)203
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Ada yang mengatakan bahwa Ummu Ya'qub
memang pernah melihat istri Abdullah melakukannya. Akan tetapi karena
Abdullah bin Mas'ud tidak suka, maka dia lantas menghilangkannya. Karena
itulah ketika Ummu Ya'qub datang lagi untuk melihatnya, dia tidak melihat
lagi apa yang pernah dia lihat sebelumnya."204 Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata
pula: "Koreksi Ummu Ya'qub terhadap Abdullah bin Mas'ud dengan
menyebut keluarganya menunjukkan bahwa dia menyadari kesalahannya."205
Zaid bin Aslam mengatakan bahwa sesungguhnya Abdul Malik bin Marwan
Masih banyak lagi contoh lain yang menunjukkan kekuatan kepribadian wanita muslimah
dan kesadarannya akan hak dan kewajibannya. Contoh-contoh tersebut tersebar dalam
berbagai pasal buku ini. Dapat kami sebutkan beberapa contohnya sebagai berikut:
Saya kira kisah-kisah mengenai para wanita suci ini akan lebih memperjelas keterangan
tentang kepribadian wanita muslimah yang telah dibebaskan dan diangkat kedudukannya
oleh Islam sehingga banyak dari mereka yang telah mencapai tingkat kesempurnaan yang
sangat tinggi.
Abu Hurairah r.a. berkata: "Rasulullah saw. bersabda: 'Ibrahim a.s. hijrah
bersama Sarah. Dia memasuki satu desa yang dikuasai oleh seorang raja
yang tergolong tirani. Dikabarkan kepadanya bahwa Ibrahim datang bersama
seorang wanita yang sangat cantik.207 Lalu raja itu memanggilnya." (HR
Bukhari dan Muslim)208
Hadits berikut ini merupakan lanjutan hadits di atas. Lalu raja itu
menyuruhnya datang menghadap. Utusan itu bertanya: "Wahai Ibrahim,
siapakah perempuan yang bersamamu ini?" Ibrahim menjawab:
"Saudaraku." Kemudian Ibrahim menemui Sarah dan berkata: "Ucapanmu
jangan berbeda dengan ucapanku, sebab aku telah memberitahu mereka
bahwa kamu adalah saudara perempuanku. Demi Allah (aku terpaksa
berdusta) karena di sini tidak ada orang mukmin selain aku dan kamu."
Kemudian raja mengirim utusan untuk membawa Sarah.
Lanjutan hadits di atas, Sarah berkata: "Ya Allah, jika dia mati, maka orang
akan berkata: 'Dialah yang telah membunuhnya.' Maka sadarkanlah dia."
Kemudian raja berdiri menghampiri Sarah, dan Sarah juga berdiri untuk
berwudhu dan shalat, kemudian berdoa: "Ya Allah, seandainya aku beriman
pada-Mu dan pada Rasul-Mu dan Engkau menjaga kemaluanku, kecuali
terhadap suamiku, maka janganlah Engkau kuasakan orang kafir ini atas
Lanjutan hadits di atas, (melihat keadaan dirinya) raja berkata: "Demi Allah,
yang kalian kirim kepadaku ini hanyalah setan. Kembalikanlah dia kepada
Ibrahim dan berikanlah Hajar kepadanya." Lalu Sarah kembali kepada
Ibrahim a.s. seraya berkata: "Tahukah kamu bagaimana Allah menghinakan
si kafir itu dan memberi kita seorang pelayan?" (HR Bukhari dan Muslim)209
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
201 Muslim, Kitab Fitnah (bencana) dan tanda-tanda kiamat, Bab Kisah Ibnu Shayyad,
jilid 8, hlm. 194.
203 Bukhari, Kitab: Talsir surat al-Hasyr, Bab: "Apa yang diberikan Rasul kepadamu,
maka terimalah dia," jilid 10, hlm. 254. Muslim, Kitab: Pakaian dan perhiasan, Bab:
Diharamkan perbuatan menyambung dan minta disambungkan rambut, jilid 6, hlm. 166.
206 Muslim, Kitab: Kebajikan, hubungan kekeluargaan, dan etika, Bab: Larangan mencaci
maki binatang ternak dan lainnya, jilid 8, hlm. 24.
207 Gambaran tentang kecantikan Sarah terdapat dalam sabda Nabi saw. yang berbunyi:
Yusuf (dan ibunya) diberi sebagian kecantikan. Maksudnya Sarah. Lihat Shahih al-Jami'
ash-Shaghir, hadits no. 1074.
208 Bukhari, Kitab: Jual beli, Bab: Membeli budak dari orang kafir yang harus diperangi,
menghibahkan dan memerdekakannya, jilid 5,hlm. 316. Muslim, Kitab: Keutamaan-
keutamaan, Bab: Keutamaan Ibrahim a.s., jilid 7, hlm. 98.
209 ibid
210 Bukhari, Kitab: Hadits-hadits mengenai para nabi, Bab: Firman Allah: "Dan Allah
212 ibid
213 Bukhari, Kitab: Hadits-hadits mengenai para nabi, Bab: "Dan (ingatlah) ketika
malukat (Jibril) berkata: Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu ..., jilid 7,
hlm. 281-282. Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Keutamaan-
keutamaan Khadijah Ummul Mukminin, jilid 7, hlm. 132.
214 Bukhari, Kitab: Permulaan wahyu, Bab: Yahya bin Bakar menceritakan kepada kami,
jilid 1, hlm. 24. Muslim, Kitab: Iman, Bab: Permulaan wahyu kepada Rasulullah saw., jilid
1, hlm. 97.
215 ibid
216 Bukhari, Kitab: Permulaan wahyu, Bab: Yahya bin Bakar menceritakan kepada kami,
jilid 1, hlm. 24. Muslim, Kitab: Iman, Bab: PermulaanWahyu kepada Nabi saw., jilid 1,
hlm. 97.
218 Bukhari, Kitab: Manaqib orang Anshar, Bab: Perkawinan Nabi saw. dengan Khadijah
dan keutamaan Khadijah, jilid 8, hlm. 137.
221 ibid
222 Bukhari, Kitab: Manaqib orang Anshar, Bab: Perkawinan Nabi saw. dengan Khadijah
dan keutamaan Khadijah, jilid 8, hlm. 136. Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para
sahabat, Bab: Keutamaan-keutamaan Khadijah Ummul Mukminin, jilid 7, hlm. 134.
223 ibid
225 Bukhari, Kitab: Managib orang Anshar, Bab: Perkawinan Nabi saw. dengan Khadijah
dan keutamaan Khadijah, jilid 8, hlm. 138. Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para
sahabat, Bab: Keutamaan-keutamaan Khadijah Ummul Mukminin, jilid 7, hlm. 133.
226 Bukhari, Kitab. Shalat, Bab: Seorang wanita membuang dari mushalla sesuatu yang
bisa mengganggu, jilid 2, hlm. 141. Muslim, Kitab: Jihad dan peperangan, Bab: Gangguan
yang diterima Nabi saw. dari orang-orang musyrik dan munafik, jilid 5, hlm. 179.
227 Bukhari, Kitab: Jihad, Bab: Memakai topi baja jilid 60 hlm. 437. Muslim, Kitab:
Jihad, Bab: Perang Uhud, jilid 5, hlm. 178.
228 Bukhari, Kitab: Kewajiban seperlima, Bab: Pertama, jilid 3, hlm. 3. Muslim, Kitab:
Minuman, Bab: Pengharaman khamar, jilid 6, hlm. 85.
229 Bukhari, Kitab: Nafkah dan keutamaan memberikan nafkah kepada keluarga, Bab:
Bekerjanya seorang wanita di rumah suaminya, jilid 11, hlm. 433. Muslim, Kitab: Dzikir,
doa, tobat, dan istigfar, Bab: Tasbih di permulaan siang dan di waktu mau tidur, jilid 8,
hlm. 84.
231 Bukhari, Kitab Kewajiban seperlima,Bab: Apa yang disebutkan mengenai baju besi,
tongkat, dan pedang Nabi saw., jilid 7, hlm. 22.
232 Bukhari, Kitab Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Kisah mengenai semenda
Nabi saw., di antara mereka adalah Abu al-Ash bin Rabi, jilid 8, hlm. 87. Muslim, Kitab:
Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Keutamaan-keutamaan Fathimah, putri Nabi
saw., jilid 7, hlm. 142.
234 Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Tanda-tanda kenabian dalam Islam, jilid 7, hlm. 440.
235 Bukhari, Kitab: Minta izin, Bab: Orang yang berbisik di hadapan orang banyak dan
orang yang tidak mau menceritakan rahasia temannya, jilid 13, hlm. 322. Muslim, Kitab:
Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Keutamaan-keutamaan Fathimah putri Nabi
saw., jilid 7, hlm. 142.
237 Bukhari, Kitab: Jual beli, Bab: Apa yang disebutkan mengenai pasar, jilid 5, hlm. 244
Muslim, Kitab: Keutamaan-Keutamaan para sahabat, Bab: Keutamaan-keutamaan Hasan
dan Husain r.a., jilid 7, hlm. 130.
238 Bukhari, Kitab: Adab, Bab: Menyayangi anak, mencium, dan merangkulnya, jilid 13,
hlm. 32.
239 Bukhari, Kitab: Manaqib, bab: Tanda-tanda kenabian, jilid 7, hlm. 440. Muslim,
Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Keutamaan-keutamaan Fathimah putri
Nabi saw., jilid 7, hlm. 142.
240 Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Manaqib Hasan bin Husain, jilid 8, hlm. 97.
241 ibid
242 Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Tanda-tanda kenabian, jilid 7, hlm. 440.
243 Bukhari, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat Nabi saw. Bab: Sabda Nabi saw.:
"Seandainya aku mengambil seorang kekasih," jilid 8, hlm. 22. Muslim, Kitab: Keutamaan-
keutamaan para sahabat, Bab: Diantara keutamaan Abu Bakar Shiddiq r.a., jilid 7, hlm.
109.
245 Bukhari, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat Nabi saw. Bab: Hijrah Nabi saw
dan para sahabat ke Madinah, jilid 8, hlm. 231-236.
247 Bukhari, Kitab: Manaqib orang Anshar, Bab: Perkawinan Nabi saw. dengan Aisyah,
jilid 8, hlm. 225.
248 Muslim, Kitab: keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: keutamaan Aisyah r.a., jilid
7, hlm. 134.
249 Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: Melihat wanita sebelum dikawini, jilid 11, hlm. 85.
Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Keutamaan Aisyah, jilid 7, hlm.
134.
250 Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Perkawinan Nabi saw. dengan Aisyah, kedatangan
Aisyah di Madinah, dan Nabi saw. membina rumah tangga dengannya di Madinah, jilid 8,
hlm. 224. Muslim, Kitab: Nikah, Bab: Seorang bapak mengawinkan anak gadis
perawannya yang masih kecil, jilid 4, hlm. 141.
251 Bukhari, Kitab: Ilmu, Bab: Orang yang mendengarkan sesuatu, lalu mengulanginya
sehingga mengetahuinya secara sempurna, jilid 1, hlm. 207.
252 Bukhari, Kitab: Permulaan makhluk, Bab: Cerita mengenai malaikat, jilid 7, hlm. 123.
Muslim, Kitab: Jihad, Bab: Gangguan yang diterima Nabi saw dari orang-orang musyrik
dan munafik, jilid 5, hlm. 181.
253 Bukhari, Kitab: Haji, Bab: Keutamaan Mekah dan bangunannya, jilid 4, hlm. 187.
Muslim, Kitab: Haji Bab: Membongkar Ka'bah dan pemugarannya, jilid 4, hlm. 99.
254 Bukhari, Kitab: Tafsir, Bab: Surat an-Najm, jilid 10, hlm. 229. Muslim, Kitab: Iman,
Bab: Makna firman Allah (Dan sesungguhnya Muhammad telah melihatnya lagi pada
waktu yang lain), jilid 1, hlm. 110.
255 Bukhari, Kitab: Kalimat-kalimat yang melunakkan hati, Bab: Barangsiapa yang ingin
bertemu Allah, niscaya Allah ingin bertemu dengannya, jilid 14, hlm. 144. Muslim, Kitab:
Dzikir, doa, tobat, dan istigfar, Bab: Barangsiapa yang ingin bertemu Allah, niscaya Allah
ingin bertemu dengannya, jilid 8, hlm. 65.
257 Muslim, Kitab: Gambaran mengenai hari kiamat, surga dan neraka, Bab: Tentang
kebangkitan dari kubur, hari kiamat, dan keadaan bumi pada hari kiamat, jilid 8, hlm. 127.
258 Bukhari, Kitab: Berpegang teguh kepada Kitab dan Sunnah, Bab: Apa yang disebutkan
mengenai mencela pendapat, jilid 17, hlm. 44. Muslim, Kitab: Ilmu, Bab: Ilmu akan
diangkat dan diambil, jilid 8, hlm. 60.
259 Bukhari, Kitab: Faraid, Bab: Sabda Nabi saw.: "Peninggalanku tidak dapat diwariskan.
Ia merupakan sedekah", jilid 15 hlm. 8. Muslim, Kitab: Jihad, Bab: Sabda Nabi saw.:
"Peninggalanku tidak dapat diwariskan. Ia merupakan sedekah." jilid 5, hlm. 153.
260 Bukhari, Kitab: Hadits-hadits mengenai para nabi, Bab: Firman Allah: "Sesungguhnya
ada beberapa tanda (kekuasaan Allah) pada Yusuf dan saudara-saudaranya bagi orang-
orang yang bertanya", jilid 7, hlm. 230.
261 Bukhari, Kitab: Haji, Bab: Kewajiban sa'i antara Shafa dan Marwah dan dijadikan
sebagian dari syiar Allah, jilid 4, hlm. 244. Muslim, Kitab: Haji, Bab: Keterangan balhwa
sa'i antara Shafa dan Marwah adalah rukun, jilid 4, hlm. 68.
262 Muslim, Kitab: Dzihr, doa, tobat, dan istigfar, Bab: Barangsiapa yang ingin bertemu
Allah, niscaya Allah ingin bertemu dengannya dan barangsiapa yang tidak ingin bertemu
Allah, Allah pun tidak ingin bertemu dengannya, jilid 8, hlm. 66.
263 Bukhari, Kitab: Jenazah, Bab: Keutamaan mengiringi jenazah. jilid 3, hlm. 436.
Muslim, Kitab Jenazah, Bab: Keutamaan menyalatkan jenazah dan mengiringinya, jilid 3,
hlm. 52.
264 Bukhari, Kitab: Tafsir, Bab: Firman Allah: "Kemudian bertolaklah kalian dari tempat
bertolaknya orang banyak," jilid 9, hlm. 253. Muslim, Kitab: Haji, Bab: Mengenai wuquf
dan firman Allah: "Kemudian bertolaklah kalian dari tempat bertolaknya orang banyak",
jilid 4, hlm. 43.
266 Muslim, Kitab: Shalat orang musafir, Bab: Mengenai Shalat malam dan orang yang
tidur atau sakit sehingga tidak bisa melakukannya, jilid 2, hlm. 168.
267 Muslim, Kitab: Kepemimpinan, Bab: Keutamaan pemimpin yang adil dan hukaman
pemimpin yang zalim, jilid 6, hlm. 7
268 Bukhari, Kitab: Peperangan, Bab Berita bohong, jilid 8, hlm. 444. Muslim, Kitab:
Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Keutamaan-keutamaan Hasan bin Tsabit r.a.,
jilid 7, hlm. 163.
269 Bukhari, Kitab: Shalat, Bab: Seseorang itu diangkat untuk menjadi imam untuk
diikuti, jilid 2, hlm. 314. Muslim, Kitab: Shalat, Bab: Seorang imam menunjuk
penggantinya apabila dia berhalangan, jilid 2, hlm. 20.
270 Muslim, Kitab: Haidh, Bab: Hukum rambut wanita yang dipintal, jilid 1, hlm. 179.
271 Bukhari, Kitab: Haji, Bab: Orang yang mengalungkan kalung pada hewan kurbannya
dengan tangannya sendiri, jilid 4, hlm. 293 294. Muslim, Kitab: Muslim, Kitab: Haji, Bab:
Anjuran mengirim hewan kurban ke tanah Haram bagi orang yang tidak ingin pergi
sendiri, jilid 4, hlm. 90.
272 Bukhari, Kitab: Mandi, Bab: Orang yang memakai wewangian kemudian dia mandi,
sementara bekas wewangiannya masih tinggal, jilid 1, hlm. 396. Muslim, Kitab: Haji, Bab:
Wewangian bagi orang yang ingin memakai ihram, jilid 4, hlm. 12.
273 Bukhari, Kitab: Umrah, Bab: Berapa kali Nabi saw. umrah? jilid 4, hlm. 349. Muslim,
Kitab: Haji, Bab: Keterangan mengenai jumlah umrah Nabi saw. dan waktunya, jilid 4,
hlm. 61
274 Bukhari, Kitab: Jenazah, Bab: Sabda Nabi saw.: "Mayit itu bisa disiksa karena
sebagian tangis keluarganya," jilid 3, hlm. 401. Muslim, Kitab: Jenazah, Bab: Mayit bisa
disiksa karena ratapan keluarganya, jilid 3, hlm. 43.
275 Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Sifat Nabi saw., jilid 7, hlm. 389.
276 Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Sifat Nabi saw., jilid 7, hlm. 389. Muslim, Kitab:
Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Keutamaan-keutamaan Abu Hurairah r.a, jilid 7,
Halaman: 167.
277 Lihat htab Al-Ijabah li Iradi Istidrakat Aisyah ala ash-Shabah: 31-32.
278 ibid
279 Muslim, Kitab: Thaharah, Bab: Ketentuan waktu mengusap sepatu, jilid 1, hlm . 160.
280 Bukhari, Kitab: Bab-bab amalan dalam shalat, Bab: Apabila ada yang mengajak
bicara, sementara dia dalam keadaan shalat, maka hendaklah dia memberi isyarat dengan
tangannya dan mendengarkan, jilid 3, hlm. 347. Muslim, Kitab: Shalat orang musafir dan
mengqasharnya, Bab: Mengetahui dua rakaat yang dilakukan Nabi saw. seusai shalat asar,
jilid 2, hlm. 210.
281 Bukhari, Kitab: Minuman, Bab: Keringanan dari Nabi saw. mengenai meletakkan tuak
dalam bejana dan kantong setelah adanya pelarangan, jilid 12, hlm. 161.
282 Bukhari, Kitab: Jihad, Bab: Kaum wanita berperang dan bertempur bersama kaum
pria, jilid 6, hlm. 418. Muslim, Kitab: Jihad, Bab: Kaum wanita berperang bersama kaum
283 Bukhari, Kitab: Haji, Bab: Haji kaum wanita, jilid 4, hlm. 445.
284 Bukhari, Kitab: Jihad, Bab: Keutamaan berjihad dan berperang, jilid 6, hlm. 344.
285 Muslim, Kitab: haji, Bab: Keterangan mengenai macam-macam ihram, jilid 4, hlm. 34.
286 Bukhari, Kitab: Haji, bab: pahala umrah menurut kesusahan yang dihadapi, jilid 4,
hlm. 360. Muslim, Kitab: Haji, Bab: Keterangan mengenai macam-macam ihram, jilid 4,
hlm. 32.
287 Bukhari, Kitab: Haji, Bab: Orang yang mengerjakan umrah apabila dia thawaf untuk
umrah, jilid 4, hlm. 361. Muslim, Kitab: Haji, Bab: Keterangan mengenai macam-macam
ihram, jilid 4, hlm. 31.
288 Bukhari, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat Nabi saw. Bab: Perkawinan Nabi
saw. dengan Khadijah dan keutamaan Khadijah, jilid 8, hlm. 136. Muslim, Kitab:
Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Keutamaan Khadijah Ummul Mukminin, jilid 7,
hlm.l34.
289 Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Keutamaan Aisyah r.a., jilid
7, hlm 135.
290 Bukhari, Kitab: Hadits-hadits mengenai para Nabi. Bab: Orang yang tidak ingin
keturunannya dimaki, jilid 7, hlm. 364. Muslim, Kitab Keutamaan-keutamaan para
sahabat, Bab: Keutamaan-keutamaan Hasan bin Tsabit r.a., jilid 7, hlm. hlm. 163.
291 Bukhari, Kitab: Peperangan, Bab: Berita bohong, jilid 8, hlm. 437. Muslim, Kitab:
Tobat, Bab berita bohong dan diterimanya tobat si penuduh, jilid 8, hlm. 118.
292 Bukhari, Kitab: Hadits-hadits mengenai para nabi, Bab: manaqib orang Quraisy, jilid
7, hlm. 347.
293 Bukhari, Kitab: Adab, Bab: Tidak bertegur sapa dan sabda Nabi saw.: "Tiada halal
bagi orang muslim untuk tidak bertegur sapa dengan temannya lebih dari tiga hari," jilid
13, hlm. 104.
294 Bukhari, Kitab: Jenazah, Bab: Apa yang disebutkan mengenai kubur Nabi saw, Abu
Bakar, dan Umar r.a., jilid 3, hlm. 501.
295 Bukhari, Kitab: Tafsir, bab: Firman Allah SWT: "Dan mengapa kamu tidak berkata di
waktu mendengar berita bohong itu: "Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan
ini.', jilid 10, hlm. 100.
296 Bukhari, Kitab: Berpegang teguh kepada Kitab dan Sunnah, Bab: Apa yang disebutkan
secara khusus oleh Nabi saw. mengenai kesepakatan para ilmuwan, jilid 17, hlm. 69.
298 Muslim, Kitab: Thalak, Bab: Masalah ila'dan menjauhi istri, jilid 4, hlm. 188.
299 Bukhari, Kitab: Bencana, Bab: Utsman bin Haitsam menceritakan kepada kami, jilid
16, hlm. 167.
300 Muslim, Kitab: Jenazah, Bab: Yang diucapkan ketika masuk ke kuburan mendoakan
penghuninya, jilid 3, hlm. 64.
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
Ibnu Abbas berkata: "Wanita pertama yang memakai ikat pinggang adalah
ibu Ismail. Dia memakai ikat pinggang untuk menutupi tanda hamilnya di
hadapan Sarah. Kemudian Ibrahim membawa Hajar dan Ismail --ketika itu
Hajar sedang menyusukan Ismail-- lalu menempatkannya di samping
Baitullah dekat pohon besar di atas zamzam dan bagian atas masjid. Ketika
itu belum ada seorang pun tinggal di Mekah, juga tidak ada air. Di sanalah
Ibrahim menempatkan mereka. Ibrahim meletakkan di samping mereka satu
kantong kurma dan satu tong air. Kemudian Ibrahim pulang (ke Syam). Ibu
Ismail segera membuntutinya dan berkata: 'Hai Ibrahim, pergi kemana
engkau dan engkau tinggalkan kami di lembah yang tidak ada manusia dan
apa-apanya ini?' Hajar menyampaikan pertanyaan itu kepada Ibrahim
berulang kali, sementara Ibrahim tidak menoleh kepadanya sama sekali.
Lalu Hajar bertanya lagi: 'Apakah Allah yang memerintahkanmu untuk
melakukan perbuatan ini?' Ibrahim menjawab: 'Ya.' Hajar berkata: 'Kalau
demikian halnya, tentu Allah tidak akan menyia-nyiakan kami.' Kemudian
Hajar kembali (ke Baitullah). Menurut satu riwayat210: 'Wahai Ibrahim,
kepada siapa engkau tinggalkan kami?' Ibrahim menjawab: 'Kepada Allah.'
Hajar berkata: 'Aku pasrah kepada Allah.'" (HR Bukhari)211
Tuhan kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat. Maka
jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri
rezekilah mereka buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur."
Selanjutnya, Ibu Ismail menyusukan Ismail dan dia sendiri minum dari air
(yang ditinggalkan Ibrahim dalam tong tadi). Ketika air yang dalam tong itu
habis, dia kehausan, dan begitu pula anaknya. Hajar melihat anaknya
merintih kehausan. Karena tidak tahan melihat anaknya begitu, Hajar pun
berangkat (untuk mencari air) Dia melihat bahwa Shafa adalah bukit yang
terdekat dari tempat itu. Hajar berdiri di atas bukit itu dengan menghadap ke
arah lembah untuk melihat apakah di sana ada orang. Namun dia tidak
melihat seorang pun berada di sana. Lalu dia turun dari bukit Shafa hingga
sampai ke lembah tersebut. Dia mengangkat ujung bajunya, lalu berlari
sebagai larinya orang yang sangat kepayahan, sehingga dia berhasil
menembus lembah itu. Kemudian dia sampai ke Marwah, lalu berdiri di
atasnya dan melihat-lihat apakah ada seseorang di sana. Ternyata tidak ada
seorang pun di sana. Dia melakukan hal itu (berlari dari Shafa ke Marwah)
sebanyak tujuh kali. Ibnu Abbas berkata bahwa Rasulullah saw. berkata:
"Demikianlah halnya sa'i yang dilakukan manusia antara kedua bukit
tersebut."
Lanjutan hadits di atas, "Adalah Baitullah ketika itu agak tinggi letaknya
bagaikan bukit kecil. Apabila banjir datang, maka dia akan lewat di sebelah
kanan dan sebelah kirinya. Demikianlah keadaannya hingga lewat dekat
mereka rombongan dari Kabilah Jurhum atau Keluarga Jurhum. Mereka
datang dari daerah Kada, lalu singgah di (satu tempat) di bawah Mekah.
Mereka melihat burung-burung melayang-layang mengitari tempat itu, lalu
mereka berkata: 'Burung itu pasti berputar-putar di atas air. Kita kenal betul
dengan tempat ini dan biasanya tidak ada air.' Lalu mereka mengirim satu
atau dua orang utusan yang berlari cepat. Ternyata mereka menemukan air.
Lalu utusan itu kembali dan memberitahu Kabilah Jurhum bahwa disitu ada
air Kemudian mereka mendatangi tempat air itu. Nabi saw. berkata: 'Ketika
itu ibu Ismail berada dekat air itu.' Mereka berkata: 'Apakah kamu
mengizinkan kami singgah di tempatmu ini?' Ibu Ismail menjawab: 'Boleh,
asal kalian tidak punya hak atas air ini.' Mereka berkata: 'Ya, kami setuju.'
Ibnu Abbas berkata: "Lalu Nabi saw. berkata: 'Rombongan itu tahu bahwa
ibu Ismail merasa senang mendapatkan teman. Lalu mereka tinggal di situ.
Kemudian mereka mengajak keluarga mereka untuk tinggal di tempat itu.
Akhirnya semua anggota keluarga mereka tinggal di tempat itu. Selanjutnya
Ismail tumbuh menjadi dewasa, lalu belajar bahasa Arab dari mereka.
Mereka sangat sayang kepada Ismail dan merasa kagum kepadanya setelah
dia dewasa. Ketika dia sudah akil balig, mereka mengawinkannya dengan
salah seorang gadis mereka." (HR Bukhari)212
Lalu Malaikat Jibril a.s. datang dan berkata: 'Bacalah!' Beliau menjawab:
'Aku tidak bisa membaca.' Beliau berkata: 'Lalu malaikat itu memeluk dan
mendekapku erat-erat sehingga aku merasa kepayahan.' Lalu ia
melepaskanku seraya berkata: 'Bacalah!' Aku menjawab: 'Aku tidak bisa
membaca.' Dia memeluk dan mendekapku untuk yang kedua kali hingga aku
merasa kepayahan. Kemudian dia melepaskanku sambil berkata: 'Bacalah!'
Aku jawab: 'Aku tidak bisa membaca.' Dia memeluk dan mendekapku untuk
ketiga kalinya sehingga aku merasa kepayahan.' Lalu dia melepaskanku dan
berkata: 'Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah
yang paling Pemurah.' Rasulullah saw. pulang membawa ayat tersebut,
sementara hati beliau gemetar sekali, hingga beliau masuk ke rumah
Khadijah binti Khuwailid r.a. seraya berkata: 'Selimutilah aku, selimutilah
aku.' Lalu dia menyelimuti Nabi saw. sehingga hilang rasa takut beliau.
Kemudian beliau menceritakan apa-apa yang telah beliau alami kepada
Khadijah seraya berkata: 'Aku sungguh khawatir sekali akan keselamatan
diriku.' Khadijah berkata: 'Jangan begitu, bergembiralah! Demi Allah, Allah
tidak bakal mengecewakanmu selamanya. Sesungguhnya engkau telah
menyambung tali persaudaraan, engkau suka memikul beban orang lain,
engkau suka memenuhi kebutuhan orang tak punya, engkau suka
memuliakan tamu, dan engkau senantiasa membela kebenaran.'"215
216
Dalam satu riwayat menurut versi Ahmad disebutkan bahwa Rasulullah saw.
berkata: "(Khadijah) beriman ketika orang-orang kafir kepadaku, dia
membenarkanku ketika orang-orang mendustakanku, dan dia membantuku
dengan hartanya ketika orang-orang memblokade."217
Aisyah berkata: "Nabi saw. tidak mengawini selain Khadijah sampai dia
(Khadijah) meninggal dunia." (HR Muslim)221
Aisyah berkata: "Tidak ada rasa cemburuku terhadap salah seorang dari istri-
istri Nabi saw. yang melebihi rasa cemburuku terhadap Khadijah, padahal
aku tidak pernah melihat (bertemu dengan)nya. Akan tetapi (rasa cemburuku
itu timbul karena) Nabi saw. seringkali menyebut-nyebutnya. Bahkan beliau
sering menyembelih seekor kambing, lalu memotongnya menjadi beberapa
bagian, kemudian mengirimkannya kepada teman-teman Khadijah." (HR
Bukhari dan Muslim)222
Abu Hurairah berkata: "Jibril datang kepada Nabi saw. dan berkata: 'Wahai
Rasulullah, ini Khadijah datang kepadamu dengan membawa bejana
berisikan lauk pauk atau makanan atau minuman. Apabila dia datang
kepadamu, maka sampaikanlah kepadanya salam dari Tuhannya dan dariku
dan beri kabar gembiralah kepadanya tentang sebuah rumah di dalam surga
yang terbuat dari mutiara di mana di dalamnya tidak ada keributan dan
kesusahan.'" (HR Bukhari dan Muslim)225
Tentang cerita masa dewasanya, dari Sahal r.a. dikatakan bahwa dia ditanyai
tentang luka Nabi saw. pada hari peperangan Uhud, maka dia berkata:
"Wajah Nabi saw. terluka, gigi geraham beliau patah, dan topi baja yang ada
di atas kepala beliau pecah tertembus panah. Lalu Fathimah membasuh
darah (luka beliau) sementara Ali memegangi. Ketika Fathimah melihat
darah luka itu semakin banyak mengalir, dia mengambil tikar, lalu
membakarnya sehingga menjadi abu, kemudian menempelkannya ke tempat
luka sehingga darah berhenti mengalir." (HR Bukhari dan Muslim)227
Ali bin Abi Thalib r.a. berkata: "Ketika aku hendak membina rumah tangga
dengan Fathimah, putri Rasulullah saw., aku mengikat janji (bersepakat)
dengan seorang pandai emas dari Bani Qainuqa untuk pergi bersamaku
mengambil kayu idzkhir (yang harum aromanya) yang akan kujual kepada
para pandai emas sehingga uangnya dapat kupergunakan buat
penyelenggaraan pesta perkawinanku." (HR Bukhari dan Muslim)228
Ali mengatakan bahwa Fathimah r.a. datang kepada Nabi saw. untuk
mengadukan tangannya yang lecet akibat gilingan miliknya. Dia mendengar
bahwa ada seorang budak datang kepada Nabi saw. Tetapi, ketika itu
Fathimah tidak menemukan Nabi saw., sehingga masalah itu akhirnya dia
ceritakan kepada Aisyah. Setelah Nabi saw. datang, Aisyah menyampaikan
cerita Fathimah tadi kepada beliau. Nabi saw. lalu menemui kami. Waktu itu
kami sudah berada di tempat pembaringan. Kami bangun menemui beliau.
Beliau berkata: "Tetaplah di tempat kalian." Beliau lalu duduk di antara
kami. Saat itu aku merasakan betapa dinginnya telapak kaki beliau yang
menyentuh perutku. Kemudian beliau berkata: "Maukah kalian aku beritahu
mengenai sesuatu yang lebih baik daripada yang kalian minta? Apabila
kalian sudah siap di tempat tidur kalian, maka hendaklah kalian baca tasbih
tiga puluh tiga kali, tahmid tiga puluh tiga kali, dan takhir tiga puluh empat
kali. Hal itu lebih baik bagi kalian daripada seorang pelayan." (HR Bukhari
dan Muslim)229
Menurut riwayat Abu Daud, Ali berkata: "Suatu ketika Fathimah putri Nabi
saw. berada di dekatku. Dia memutar gilingan hingga lecet tangannya, dia
memanggul girbah air hingga lecet pundaknya, dan dia menyapu rumah
sehingga berdebu pakaiannya." Di dalam riwayat Abu Daud yang lain
Miswar bin Makhramah berkata: "Ali meminang putri Abu Jahal. Berita itu
sampai kepada Fathimah. Lalu dia pergi menemui Rasulullah saw. dan
berkata: '(Wahai Rasulullah), kaummu menduga bahwa kamu tidak akan
pernah marah untuk membela putri-putrimu. Itulah Ali, dia mau kawin
dengan putri Abu Jahal.' Mendengar berita itu, Nabi saw. berdiri. Kemudian
saya mendengar beliau membaca syahadat dan bersabda: 'Sesungguhnya aku
telah menikahkan Abul Ash bin ar-Rabi, lalu mempercayai aku. Dan
sesungguhnya Fathimah adalah bagian dari diriku, dan aku tidak suka kalau
ada sesuatu yang menyakitinya.' --Menurut satu riwayat: 'Dan sesungguhnya
aku merasa khawatir jika agamanya sampai terfitnah ... Aku tidak
mengharamkan sesuatu yang halal dan tidak menghalalkan sesuatu yang
haram. Akan tetapi, demi Allah, tidak mungkin berkumpul putri Rasulullah
saw. dengan putri musuh Allah sama sekali.'--231 Akhirnya Ali membatalkan
pinangannya tersebut." (HR Bukhari dan Muslim)232
Aisyah berkata: "Pagi-pagi Nabi saw. keluar dengan memakai pakaian yang
tidak dijahit terbuat dari bahan bulu berwarna hitam. Datang al-Hasan bin
Ali, lalu beliau mengajaknya masuk. Kemudian datang al-Husain dan masuk
bersamanya. Kemudian datang Fathimah dan beliau mengajaknya masuk.
Kemudian datang pula Ali dan beliau pun mengajaknya masuk. Kemudian
beliau membacakan firman Allah: 'Sesungg;uhnya Allah bermaksud
menghilangkan dosa dari kalian, hai ahlal bait. dan membersihkan kalian
sebersih-bersihnya.'" (HR Muslim)233
Aisyah, Ummul Mukminin berkata: "Pada waktu Rasulullah sakit kami para
istri Nabi saw. berkumpul bersama beliau. Tidak seorang pun dari kami yang
pergi meninggalkan tempat. Lalu datang Fathimah ... Begitu melihat
Fathimah, beliau menyambutnya seraya berkata. 'Selamat datang putriku.'
Kemudian beliau menyuruh putrinya itu duduk di sebelah kanan atau di
sebelah kiri beliau. Setelah berbicara sejenak secara berbisik-bisik, lalu
Fathimah menangis tersedu-sedu. Melihat kesedihan yang dialami putrinya
itu, beliau berbicara secara berbisik-bisik sekali lagi, sehingga Fathimah
tersenyum. Aku berkata kepada Fathimah: 'Aku adalah salah satu dari istri-
istri beliau Tetapi Rasulullah saw. hanya memilih berbisik dengan kamu di
antara kita semua. Kemudian kamu menangis.' Ketika Rasulullah saw. pergi,
Abu Hurairah ad-Dausi r.a. berkata: "Nabi saw. keluar sesaat di siang hari.
Beliau tidak berbicara denganku dan aku juga tidak berbicara dengan beliau
hingga sampai ke pasar Bani Qainuqa. Lalu beliau duduk di pekarangan
rumah Fathimah. Beliau bertanya: 'Apakah di sana ada Luka (nama kecil al-
Hasan bin Ali)?' Fathimah menahan Hasan sebentar. Saya kira Fathimah
memasangkan kalung (yang terbuat dari bahan yang harum baunya) kepada
Hasan atau memandikannya. Lalu Hasan datang bergegas sehingga
Rasulullah saw. merangkul dan menciumnya seraya berkata: 'Ya Allah,
cintailah ia dan cintailah orang yang mencintainya.'" (HR Bukhari dan
Muslim)237 Dari Ibnu Umar, dia berkata: "... aku mendengar Rasulullah saw.
bersabda: 'Keduanya (Hasan dan Husain) adalah sekuntum bunga dunia dan
akhirat untukku.'" (HR Bukhari)238
Aisyah berkata: "... lalu Fathimah datang dengan berjalan kaki. Cara
berjalannya mirip sekali dengan berjalannya Nabi saw." (HR Bukhari dan
Muslim)239 Dari Anas, dia berkata: "Tidak ada seseorang yang lebih mirip
rupanya dengan Nabi saw. dibandingkan dengan Hasan bin Ali." (HR
Bukhari)240
Menurut riwayat Abu Daud, at-Tirmidzi, dan an-Nasa'i: "Aku tidak pernah
melihat seseorang yang lebih minp rupa, gaya, dan pembawaannya dengan
Rasulullah saw. dalam cara berdiri dan duduk seperti Fathimah."241
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
"Dari Umar ibnul Ash dikatakan bahwa dia bertanya kepada Nabi saw.:
'Siapa orang yang paling engkau cintai?' Beliau menjawab: 'Aisyah.' Aku
bertanya lagi: 'Dari kalangan pria?' Beliau menjawab. 'Bapaknya.'" (HR
Bukhari dan Muslim)243
Urwah bin Zubair mengatakan bahwa Aisyah, istri Nabi saw. berkata: "Aku
tidak menyadari kenyataan bahwa kedua orang tuaku telah memeluk agama
Islam, dan tiada hari yang mereka lewati kecuali Rasulullah datang ke rumah
kamu baik siang maupun malam hari. Kemudian ketika kaum muslimin
mendapat cobaan, Abu Bakar keluar untuk berhijrah dengan tujuan negeri
Habasyah. Ketika dia sampai di Barkal Ghimad (Yaman), dia bertemu
dengan Ibnu Daghinah, pemimpin Kabilah Qarah. Dia bertanya: 'Mau
kemana kamu, wahai Abu Bakar?' Abu Bakar menjawab: 'Kaumku telah
mengusirku, karena itu aku akan mengembara di muka bumi sehingga aku
bisa beribadah kepada Tuhanku.' Ibnu Daghinah berkata: 'Orang sepertimu
ini, wahai Abu Bakar, tidak mungkin keluar dan tidak mungkin dikeluarkan.
Sebab engkau suka memenuhi kebutuhan orang yang tidak punya, suka
menyambung tali persaudaraan, suka memikul beban orang lain, suka
memuliakan tamu, dan suka membantu para penegak kebenaran. Saya siap
menjadi penanggunganmu. Kembalilah dan beribadahlah kepada Tuhanmu
di negerimu.' Akhirnya Abu Bakar kembali, dan Ibnu Daghinah ikut
berangkat bersama Abu Bakar. Kemudian Ibnu Daghinah berkeliling
menemui tokoh-tokoh Quraisy pada sore harinya. Ibnu Daghinah berkata
kepada mereka: 'Sesungguhnya orang yang seperti Abu Bakar tidak boleh
keluar dan tidak boleh dikeluarkan. Apakah kalian mengeluarkan seseorang
yang suka mencukupi kebutuhan orang yang tidak punya, suka menjalin
hubungan kekeluargaan, suka memikul beban orang lain, suka memuliakan
Dalam kitab Fathul Bari disebutkan: "Aisyah adalah ash-Shiddiqah binti ash-
Shiddiq (gadis jujur, putri seorang yang jujur). Ibunya bernama Ummu
Ruman. Aisyah lahir dalam era Islam, delapan tahun sebelum peristiwa
hijrah (atau sekitar waktu tersebut). Nabi saw. wafat ketika Aisyah berusia
delapan belas tahun. Sementara Aisyah wafat pada zaman khalifah
Mu'awiyah, yaitu tahun 58, atau tahun berikutnya."246
Aisyah berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Aku melihat dirimu dalam
mimpi --dua kali247 atau tiga malam.248 Malaikat datang kepadaku
Aisyah r.a. berkata: "Nabi saw. menikahiku ketika aku masih berusia enam
tahun. Kami berangkat ke Madinah. Kami tinggal di tempat Bani Harits bin
Khazraj. Kemudian aku terserang yenyakit demam panas yang membuat
rambutku banyak yang rontok. Kemudian ibuku, Ummu Ruman, datang
ketika aku sedang bermain-main dengan beberapa orang temanku. Dia
memanggilku, dan aku memenuhi panggilannya, sementara aku belum tahu
apa maksudnya memanggilku. Dia menggandeng tanganku hingga sampai
ke pintu sebuah rumah. Aku merasa bingung dan hatiku berdebar-debar.
Setelah perasaanku agak tenang, ibuku mengambil sedikit air, lalu menyeka
muka dan kepalaku dengan air tersebut, kemudian ibuku membawaku masuk
ke dalam rumah itu. Ternyata di dalam rumah itu sudah menunggu beberapa
orang wanita Anshar. Mereka menyambutku seraya berkata: 'Selamat,
semoga kamu mendapat berkah dan keberuntungan besar.' Lalu ibuku
menyerahkanku kepada mereka. Mereka lantas merapikan dan mendandani
diriku. Tidak ada yang membuatku kaget selain kedatangan Rasulullah saw.
Ibuku langsung menyerahkanku kepada beliau, sedangkan aku ketika itu
baru berusia sembilan tahun.'" (HR Bukhari dan Muslim)250
Abu Malikah berkata bahwa Aisyah tidak pernah mendengar sesuatu yang
belum dipahaminya, kecuali dia mengulanginya (menanyakannya kembali)
sehingga dia paham betul, dan bahwa Nabi saw. pernah bersabda:
"Barangsiapa yang dihisab, maka dia akan diazab." Aisyah berkata: "Lalu
aku bertanya: 'Bukankah Allah SWT berfirman: "Ia akan dihisab
(diperhitungkan) dengan perhitungan yang mudah?" Aisyah berkata bahwa
Nabi saw. menjawab: "Itu adalah kemudahan ketika diajukan ke timbangan
(perhitungan). Tetapi barangsiapa yang diteliti timbangannya dengan
berkelit-kelit, maka dia akan binasa." (HR Bukhari)251
Aisyah r.a., istri Nabi saw., mengatakan bahwa dirinya bertanya kepada
Nabi saw.: "Apakah engkau pernah mengalami suatu hari yang lebih berat
daripada hari Perang Uhud?" Nabi saw. menjawab: "Ya, yaitu apa yang aku
temukan dari kaummu. Dan yang paling berat aku temukan dari mereka
adalah pada hari Aqabah, yaitu ketika aku memperkenalkan diriku kepada
Ibnu Abdi Ya Lail bin Abdi Kulal. Dia tidak menyambutku seperti yang
kuinginkan. Akhirnya aku pergi dengan perasaan sedih sekali. Aku tidak
sadar kemana arah yang dituju. Ternyata aku sudah sampai di suatu daerah
yang bernama Qarnu ast-Tsa'alib (yang berjarak tempuh satu hari satu
malam dari Mekah). Lalu aku mengangkat kepalaku ke arah langit. Ternyata
ada segumpal awan yang menaungiku. Ketika aku perhatikan dengan
cermat, ternyata dalam awan itu ada Jibril yang memanggilku seraya
berkata: 'Sesungguhnya Allah telah mendengar ucapan kaummu dan
jawaban mereka terhadapmu. Allah telah mengutus malaikat penunggu
gunung kepadamu untuk kamu perintahkan melakukan apa yang kamu
inginkan terhadap mereka.' Tidak lama kemudian malaikat penunggu
gunung memanggil-manggilku dan mengucapkan salam kepadaku, lalu
berkata: 'Wahai Muhammad, apa yang engkau inginkan? Apakah engkau
menginginkan supaya aku menjepitkan kedua gunung itu terhadap mereka?'
Nabi saw. menjawab: 'Jangan, aku berharap mudah-mudahan Allah
berkenan melahirkan dari tulang rusuk mereka orang yang mau menyembah
Allah, dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun."' (HR
Bukhari dan Muslim)252
Aisyah berkata: "Aku pernah bertanya kepada Nabi saw. mengenai dinding
Ka'bah, apakah itu termasuk Baitullah?" Beliau menjawab: "Ya." Aku
bertanya: "Mengapa mereka tidak memasukkannya ke dalam Baitullah?"
Beliau menjawab: "Karena kaummu kekurangan dana." Aku bertanya:
"Mengapa pintunya agak tinggi?" Beliau menjawab: "Mereka merancangnya
seperti itu supaya mereka bisa memasukkan orang yang mereka kehendaki
dan mencegah orang yang tidak mereka kehendaki. Kalau tidaklah karena
pertimbangan bahwa kaummu baru saja meninggalkan masa jahiliah dan
tidak merasa khawatir jika mereka akan mengingkarinya, niscaya aku akan
memasukkan tembok itu ke dalam Baitullah dan akan aku letakkan
temboknya di bagian bawah saja." Menurut riwayat Muslim: "Jika
sepeninggalku nanti mereka mempunyai gagasan untuk memugarnya, maka
kemarilah kamu untuk memperlihatkan kepada mereka apa yang perlu
dipugar." Selanjutnya Nabi saw. memperlihatkan kepada Aisyah kurang
lebih sekitar tujuh hasta. (HR Bukhari dan Muslim)253
Masruq berkata: "Aku sedang bersandar di rumah Aisyah, lalu dia berkata:
'Hai Abu Aisyah (Masruq), ada tiga hal yang barangsiapa membicarakan
salah satu diantaranya, maka benar-benar besar kebohongannya atas Allah.'
Aku bertanya: 'Apa yang tiga hal itu?' Aisyah berkata: '(Pertama)
barangsiapa yang menyangka bahwa Muhammad saw. melihat Tuhannya,
maka benar-benar besar kedustaannya atas Allah.' Aku yang semula
laki-laki dan kaum wanita saling melihat satu sama lainnya?' Beliau
menjawab: '(Wahai Aisyah), keadaan pada saat itu lebih penting daripada
saling melihat antara yang satu dengan yang lainnya.'" (HR Bukhari dan
Muslim)256
Urwah berkata. "Abdullah bin Amru lewat ke tempat kami ketika dia hendak
melaksanakan ibadah haji. Lalu aku mendengar dia berkata: 'Aku pernah
mendengar Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak akan
mencabut ilmu setelah Allah memberikannya kepada kalian. Akan tetapi
Allah akan mencabut ilmu dari mereka dengan cara mencabut (nyawa) para
ulama berikut ilmu mereka. Yang tinggal adalah orang-orang bodoh yang
jika diminta fatwanya, mereka berfatwa berdasarkan pendapatnya, sehingga
mereka menyesatkan (orang lain) dan dirinya sendiri." Lalu aku
menceritakan apa yang disampaikan Abdullah itu kepada Aisyah, istri Nabi
saw. Setelah itu Abdullah bin Amru kembali melaksanakan ibadah haji.'
Lalu Aisyah berkata: 'Wahai keponakanku, pergilah temui Abdullah.
Buktikanlah kepadaku dari Abdullah mengenai apa yang pernah kamu
ceritakan kepadaku.' Lalu aku pergi menemuinya untuk menanyakan
masalah tersebut. Abdullah kembali bercerita kepadaku seperti ceritanya
yang terdahulu. Akhirnya aku kembali kepada Aisyah untuk menyampaikan
hal tersebut. Aisyah merasa kagum dan berkata: 'Demi Allah, Abdullah bin
Amru benar-benar hafal."' (HR Bukhari dan Muslim)258
Urwah mengatakan bahwa dirinya bertanya kepada Aisyah r.a., istri Nabi
saw.: "Bagaimana pendapatmu mengenai firman Allah: ... (tulisan Arab)?"
Aisyah berkata: "Yang benar mereka (para rasul) telah didustakan oleh kaum
mereka." Aku berkata: "Demi Allah, mereka (para rasul) memang sudah
meyakini bahwa kaum merekalah yang telah mendustakan mereka, dan
bukan sekadar dugaan." Aisyah berkata: "Wahai Urayyah (panggilan sayang
untuk Urwah), mereka memang meyakini hal yang demikian itu." Aku
berkata: "Atau barangkali huruf dzal-nya tanpa tasydid (kudzibu yang berarti
'mereka merasa didustakan Tuhan mereka')?" Aisyah berkata: "A'udzabillah,
tidak mungkin para rasul mempunyai dugaan seperti itu terhadap
Tuhannya." Aku berkata: "Kalau ayat ini (dzal pakai tasydid) apa
maksudnya?" Aisyah berkata: "Mereka adalah pengikut-pengikut para rasul
yang telah beriman kepada Tuhan mereka, membenarkan kerasulan mereka.
Telah lama mereka menghadapi cobaan, namun pertolongan Tuhan belum
juga tiba, sehingga ketika para rasul sudah mulai merasa putus asa terhadap
orang-orang yang mendustakan mereka dari kaum mereka sendiri dan
mereka yakin bahwa para pengikut mereka telah mendustakan mereka, maka
pada saat itu turunlah pertolongan dari Allah." (HR Bukhari)260
Urwah berkata: "Aku pernah bertanya kepada Aisyah r.a.: 'Apakah kamu
mempunyai pendapat mengenai firman Allah: (Sesungguhnya ash-Shafa dan
al-Marwah itu termasuk syiar-syiar Allah, maka barangsiapa yang berhaji ke
Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa atasnya mengerjakan sa'i antara
keduanya)? Demi Allah, tidak ada halangan bagi seseorang apabila dia tidak
mengerjakan sa'i antara Shafa dan Marwah!' Aisyah berkata: 'Alangkah
jeleknya apa yang kamu katakan itu, wahai anak saudara perempuanku!
Sesungguhnya ayat ini kalau seperti yang kamu takwilkan itu, niscaya tidak
ada halangan bagi orang yang tidak melakukan sa'i antara keduanya. Akan
tetapi, ayat tersebut diturunkan mengenai orang Anshar. Sebelum masuk
Islam mereka membaca talbiyah untuk Manat, berhala yang mereka sembah
di Musyallal. Barangsiapa diantara mereka yang telah membaca talbiyah,
maka dia merasa berdosa untuk mengerjakan sa'i antara Shafa dan Marwah.
Ketika mereka telah masuk Islam mereka bertanya kepada Rasulullah saw.
mengenai hal itu: 'Wahai Rasulullah, sesunggulmya kami dahulu merasa
berdosa untuk mengerjakan sa'i antara Shafa dan Marwah?' Lalu Allah SWT
menurunkan ayat "(tulisan Arab)". Aisyah r.a. berkata: 'Sesungguhnya
Rasulullah saw. telah mensunnahkan melakukan sa'i antara keduanya.
Karena itu tidak seorang pun diperbolehkan meninggalkan sa'i antara
keduanya.'" (Az-Zuhri, seorang perawi hadits berkata): "Perbedaan pendapat
antara aku dan Aisyah ini aku sampaikan kepada Abu Bakar bin
Abdurrahman. Dia berkata: 'Sesungguhnya masalah ini benar-benar suatu
pengetahuan yang belum pernah aku dengar.'" (HR Bukhari dan Muslim)261
Syuraih bin Hani, dari Abu Hurairah, berkata: Rasulullah saw. bersabda:
"Barangsiapa yang suka bertemu dengan Allah, maka Allah pun suka
bertemu dengannya, dan barangsiapa yang tidak suka bertemu dengan Allah,
maka Allah juga tidak suka bertemu dengannya." Syuraih berkata: "Pada
suatu hari aku menemui Aisyah dan berkata: 'Wahai Ummul Mukminin, aku
pernah mendengar Abu Hurairah menuturkan sebuah hadits dari Rasulullah
saw. yang kalau demikian halnya maka celakalah kita semua.'" Aisyah
bertanya: "Sesungguhnya ada orang yang celaka karena sabda Rasulullah
saw. Apa itu maksudnya?" Aku jelaskan: "Rasulullah saw. bersabda:
'Barangsiapa yang suka bertemu dengan Allah, maka Allah pun suka
bertemu dengannya, dan barangsiapa yang tidak suka bertemu dengan Allah,
maka Allah juga tidak suka bertemu dengannya,' sedangkan tidak seorang
pun dari kita ini yang suka mati." Aisyah berkata: "Apa yang disabdakan
Rasulullah saw. itu bukan seperti pendapatmu itu. Maksudnya adalah apabila
pandangan mata sudah kabur, dada sudah terasa tersengal-sengal, kulit sudah
terasa merinding, dan jari-jemari sudah terasa kaku semua, maka pada saat
itulah berlakunya hadits: 'Barangsiapa yang suka bertemu dengan Allah,
maka Allah pun suka bertemu dengannya, dan barangsiapa yang tidak suka
bertemu dengan Allah, maka Allah juga tidak suka bertemu
dengannya.'" (HR Muslim)262
Amir bin Sa'ad bin Abi Waqqash, dari ayahnya, mengatakan bahwa dia
sedang duduk di dekat Ibnu Umar. Tiba-tiba muncul Khabbab, pemilik
rumah. Dia berkata: "Hai Abdullah bin Umar, tidakkah engkau mendengar
apa yang dikatakan oleh Abu Hurairah? Dia mendengar Rasulullah saw.
bersabda: 'Barangsiapa keluar bersama jenazah dari rumahnya dan
menyalatinya, kemudian mengiringinya sampai dikuburkan, maka orang itu
mendapat pahala dua qirath. Setiap qirath sama dengan Gunung Uhud. Dan
barangsiapa yang menyalatinya, kemudian kembali, maka dia mendapatkan
pahala sebesar Gunung Uhud.' Lalu Ibnu Umar mengirim Khabab untuk
menemui Aisyah guna menanyakan perkataan Abu Hurairah itu, dan
diharapkan kembali dengan membawa pernyataan dari Aisyah. Sementara
menunggu utusan kembali, Ibnu Umar mengambil segenggam kerikil
masjid. Kerikil itu dia main-mainkan dalam tangannya. Tidak lama
kemudian utusan datang dan memberitahukan: 'Aisyah berkata: "Abu
Hurairah benar."' Ibnu Umar membanting kerikil yang ada di tangannya
seraya berkata: "Aku benar-benar telah menyia-nyiakan banyak qirath." (HR
Bukhari dan Muslim)263
Aisyah r.a. berkata: "Pada zaman dahulu orang-orang Quraisy dan orang-
orang yang mengikuti agamanya sudah biasa wuquf di Muzdalifah. Mereka
disebut al-Hums. Padahal semua orang Arab ketika itu wuquf di Arafah.
Ketika Islam datang, Allah menyuruh Nabi-Nya menuju ke Arafah dan
mengerjakan wuquf di sana, lalu bertolak dari situ. Yang demikian itu sesuai
dengan firman-Allah SWT: 'Kemudian kalian bertolaklah dari tempat
bertolaknya orang banyak.'" (HR Bukhari dan Muslim)264
Zurarah menyebutkan bahwa Sa'ad bin Hisyam bin Amir bermaksud ikut
berperang di jalan Allah. Dia pergi ke Madinah dengan maksud menjual
tanah pekarangannya yang ada di kota itu yang uangnya akan digunakan
untuk membeli senjata dan kuda, sehingga dia bisa berjihad melawan bangsa
Romawi sampai gugur. Ketika tiba di Madinah, dia bertemu dengan
beberapa orang dari penduduk setempat. Mereka melarang Sa'ad bin Hisyam
melaksanakan keinginannya tersebut dengan alasan bahwa pada masa hidup
Nabi saw. juga ada enam orang sahabat yang mempunysi keinginan seperti
keinginan Sa'ad tersebut, tetapi Nabi saw. melarang mereka, lalu bersabda:
"Bukankah aku suri teladan bagi kalian semua?" Setelah mereka
menceritakan hal tersebut, akhirnya Sa'ad pulang menemui istrinya.
Sedangkan Sa'ad ketika itu sudah menceraikan istrinya. Akhirnya dia
memutuskan untuk rujuk (pulang) kepada istrinya. Setelah itu Sa'ad pergi
menemui Ibnu Abbas untuk menanyakan mengenai witir Rasulullah saw.
Ibnu Abbas berkata: "Maukah kamu aku tunjukkan seseorang yang paling
tahu dari penghuni bumi ini mengenai witir Rasulullah saw.?" Sa'ad
menjawab: "Siapa?" Ibnu Abbas berkata; "Aisyah. Temuilah dia dan
tanyakanlah masalah itu kepadanya. Kemudian temui aku kembali dan
Ubaidillah bin Abdillah bin Utbah berkata: "Aku pergi menemui Aisyah,
lalu berkata: 'Maukah kamu menceritakan kepadaku mengenai sakitnya
Rasulullah saw.?' Dia berkata: 'Tentu saja. Ketika beliau sudah sakit berat,
beliau berkata: "Apakah orang-orang sudah shalat?" Kami jawab: "Belum,
wahai Rasulullalm mereka menunggumu." Beliau berkata: "Tuangkanlah air
untukku ke dalam bak itu." Aisyah berkata: "Kami segera melaksanakan
perintah beliau itu, lalu beliau mandi. Setelah itu beliau bergerak akan
bangkit, tetapi kemudian pingsan." Hal itu terulang sampai tiga kali. Setelah
siuman beliau bertanya: "Apakah orang-orang sudah shalat?" Kami jawab:
"Belum, mereka masih menunggumu, wahai Rasulullah." Sementara itu
orang-orang berkumpul di masjid menunggu Rasulullah saw. untuk shalat
isya yang terakhir. Kemudian beliau mengutus seseorang untuk menemui
Abu Bakar agar dia mengimami shalat jamaah. Sesampainya di tempat Abu
Bakar, utusan itu berkata: "Rasulullah saw. menyuruhmu agar shalat
bersama orang-orang." Abu Bakar berkata --beliau adalah seorang yang
lembut: "Wahai Umar, shalatlah bersama orang-orang." Umar berkata
kepada Abu Bakar: "Kamulah yang lebih berhak untuk itu." Akhirnya Abu
Bakar shalat bersama orang-orang (menjadi imam) selama beberapa hari.
Kemudian Rasulullah saw. merasa badannya sudah agak sehat. Lalu beliau
keluar dengan dipapah oleh dua orang, salah seorangnya Abbas, untuk
menunaikan shalat zuhur. Sementara Abu Bakar ketika itu sedang shalat
bersama orang-orang. Ketika dia melihat Rasulullah saw., dia bergerak
untuk mundur. Maka Nabi saw. memberikan isyarat kepadanya supaya tidak
mundur. Kemudian beliau berkata kepada kedua orang yang memapahnya:
"Dudukkan aku di sampingnya." Lalu mereka mendudukkan Nabi saw. di
samping Abu Bakar.' Ubaidillah berkata: 'Lantas Abu Bakar shalat dengan
berimamkan kepada Nabi saw., sementara orang-orang shalat berimamkan
kepada Abu Bakar, sedangkan Nabi saw. shalat dalam posisi duduk.'
Ubaidillah berkata: 'Aku mendatangi Abdullah bin Abbas, lalu berkata
kepadanya: "Maukah kamu aku ceritakan sesuatu yang telah diceritakan
Aisyah kepadaku mengenai sakitnya Rasulullah saw.?'" Ibnu Abbas berkata:
'Ceritakanlah!' Maka aku ceritakan kepadanya cerita Aisyah itu. Ibnu Abbas
tidak menyangkalnya dan bertanya: 'Apakah Aisyah menyebutkan kepadamu
nama laki-laki yang bersama dengan Abbas itu?' Aku jawab: 'Tidak.' Ibnu
Abbas berkata: 'Dia adalah Ali.'" (HR Bukhari dan Muslim)269
Dari Amrah binti Abdurrahman, dia berkata bahwa Ziyad bin Abi Sufyan
menulis sepucuk surat kepada Aisyah r.a. yang isinya mengatakan bahwa
Abdullah bin Abbas berkata: 'Barangsiapa yang ingin memberikan hadyu
dengan seekor binatang hadyu, maka haram atasnya apa yang diharamkan
atas orang yang melakukan haji sampai dia menyembelih hadyanya.' Aisyah
berkata: 'Bukan seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas. Aku pernah
memintal tali-tali kalung binatang hadyu Rasulullah saw. dengan kedua
tanganku ini. Kemudian Rasulullah saw. mengalungkannya dengan kedua
tangan beliau untuk selanjutnya beliau kirim bersama bapakku. Namun tidak
haram atas Rasulullah saw. sesuatu yang telah dihalalkan Allah sampai
binatang hadyu itu disembelih.'" (HR Bukhari dan Muslim)271
Mujahid berkata: "Aku dan Urwah bin Zubair memasuki masjid. Ternyata di
dekat kamar Aisyah r.a. sudah ada Abdullah bin Umar r.a. sedang duduk-
duduk, sementara di masjid ada beberapa orang sedang melakukan shalat
dhuha. Mujahid berkata: 'Lalu kami menanyakan mengenai shalat yang
mereka lakukan itu kepada Abdullah.' Dia menjawab: 'Itu adalah bid'ah.'
Kemudian Urwah bin Zubair bertanya kepadanya: 'Berapa kali Rasulullah
saw. melaksanakan umrah?' Dia menjawab: 'Empat kali. Salah satunya
Abdullah bin Ubaidillah bin Abi Malikah berkata: "Anak Utsman bin Affan
meninggal dunia di Mekah. Kami datang melayatnya. Hadir pula antara lain
Ibnu Umar dan Ibnu Abbas. Aku duduk di antara mereka berdua --atau dia
berkata: 'Aku duduk ke dekat salah satu dari keduanya. Kemudian datang
yang satu lagi, lalu duduk di sampingku-'" Lalu Abdullah bin Umar r.a.
berkata kepada Amr bin Utsman: "Tidakkah kamu melarang (orang-orang)
menangis?" Sebab Rasulullah saw. pernah bersabda: "Sesungguhnya mayit
itu bisa disiksa karena tangisan (ratapan) keluarganya." Ibnu Abbas r.a.
berkata: "Dahulu Umar pernah mengatakan semacam itu." Selanjutnya Ibnu
Abbas berkata: "Setelah Umar meninggal dunia, lalu aku menceritakan
masalah tersebut kepada Aisyah r.a.." Aisyah berkata: "Semoga Allah
memberikan rahmat kepada Umar. Demi Allah, Rasulullah saw. tidak pernah
mengatakan: 'Sesungguhnya Allah akan menyiksa seorang mukmin karena
tangisan keluarga untuknya.' Rasulullah saw. hanya bersabda:
'Sesungguhnya Allah menambah siksa orang kafir karena ratapan
keluarganya.'" Aisyah berkata pula: "Kiranya cukuplah kalian memegang
ayat Al-Qur'an: (Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang
lain)." Pada saat itu Ibnu Abbas berkata: "Allah-lah yang membuat
(seseorang) tertawa dan menangis." (HR Bukhari dan Muslim)274
Dari Aisyah dikatakan bahwa dia berkata: "Apakah kamu tidak merasa
kagum terhadap bapak si fulan (maksudnya Abu Hurairah)? Dia datang, lalu
duduk di sebelah kamarku seraya menceritakan hadits Nabi saw. Sengaja dia
memperdengarkan hal itu kepadaku. Saat itu aku sedang bertasbih. Dia
berdiri meninggalkan tempat itu sebelum aku selesai bertasbih. Seandainya
aku sempat mendapatinya waktu itu, maka akan aku katakan kepadanya
berulang-ulang: 'Sesungguhnya Rasulullah saw. tidak pernah menyampaikan
hadits demikian cepatnya seperti yang kalian lakukan.'" Menurut satu
riwayat275: "Nabi saw. biasanya menyampaikan hadits yang apabila ada
yang mau menghitungnya, niscaya dia bisa menghitungnya." (HR Bukhari
dan Muslim)276
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
Syuraih bin Hani berkata: "Aku pernah bertanya kepada Aisyah tentang
mengusap sepatu ketika berwudhu. Aisyah berkata: 'Datanglah kepada Ali,
sebab dia lebih tahu daripadaku mengenai masalah itu.' Menurut satu
riwayat: 'Sebab dia pernah bepergian bersama Rasulullah saw.' Lalu aku
mendatangi Ali. Ali menceritakan dari Nabi saw. bahwa tiga hari tiga malam
untuk orang yang musafir dan satu hari satu malam untuk orang yang
mukim ..." (HR Muslim)279
Dari Kuraib dikatakan bahwa Ibnu Abbas, Miswar bin Makhramah, dan Abdurrahman bin
Azhar r.a. menyuruhnya menemui Aisyah r.a.. Mereka berkata: "Sampaikanlah salam kami
kepadanya, dan tanyakan kepadanya mengenai dua rakaat shalat sesudah asar serta katakan
kepadanya bahwa kami mendengar kabar kalau engkau (Aisyah) juga melakukannya,
padahal kami dengar Rasulullah saw. melarangnya." Ibnu Abbas berkata: "Waktu itu aku
sedang bersama Umar ibnul Khattab segera beranjak meninggalkan tempat untuk
menjauh."
melarang mengerjakan yang dua rakaat ini, tetapi aku lihat engkau sendiri
melakukannya? Seandainya beliau memberi isyarat dengan tangannya maka
tunggulah dulu." Lalu budak perempuan itu melaksanakan apa yang
kuperintahkan, dan ternyata beliau memberi isyarat dengan tangannya, maka
budak perempuan itu mundur. Kemudian setelah beliau selesai mengerjakan
shalat dua rakaat itu beliau berkata: 'Wahai putri Abu Umayyah, kamu pasti
ingin menanyakan shalat dua rakaat yang sesudah asar itu. Ketahuilah bahwa
tadi ada beberapa orang dari Suku Abdul Qais datang kepadaku. Aku sibuk
melayani mereka sehingga tidak sempat melakukan shalat dua rakaat setelah
zuhur. Maka dua rakaat yang aku kerjakan sekarang adalah pengganti dua
rakaat setelah zuhur yang ketinggalan itu.'" (HR Bukhari dan Muslim)280
Ibrahim berkata: "Aku berkata pada al-Aswad: 'Apakah kamu sudah pernah
menanyakan kepada Aisyah mengenai bejana apa yang tidak baik digunakan
sebagai tempat penyimpanan anggur?'" Aswad berkata: "Pernah. Aku
bertanya padanya seperti ini: 'Wahai Ummul Mukminin, tempat apakah yang
dilarang Nabi saw. menyimpan anggur?' Aisyah menjawab: "Sama seperti
larangan yang beliau berlakukan terhadap kami ahlul bait (keluarga Nabi
saw.), yaitu bejana dari labu air dan bejana yang dicat dengan ter (gala-
gala)." Aku bertanya: "Mengapa kamu tidak menyebutkan bejana tempayan
dan yang sejenisnya?" Dia menjawab: "Aku hanya mau menceritakan
kepadamu apa yang pernah aku dengar. Apakah aku harus menceritakan apa
yang belum pernah aku dengar?" (HR Bukhari)281
Anas r.a. berkata: "Ketika terjadi tragedi dalam Perang Uhud, banyak
prajurit Islam yang lari meninggalkan Nabi saw. Aku melihat Aisyah binti
Abu Bakar dan Ummu Sulaim sibuk sekali melayani pasukan. Mereka
menyingsingkan pakaian sehingga kelihatan olehku gelang-gelang kaki
mereka. Dengan langkah cepat mereka mengangkat girbah air di atas
punggung mereka untuk memberi minum pasukan Islam. Kemudian pergi
lagi mengisi girbah air tersebut, lalu datang lagi untuk memberi minum
pasukan sampai isi girbah itu kosong ..." (HR Bukhari dan Muslih)282
Aisyah r.a. berkata: "Wahai Rasulullah, kami melihat bahwa jihad itu adalah
amalan yang paling afdal. Apakah kami tidak boleh ikut berjihad?" Nabi
saw. menjawab: "Kalian mempunyai jihadyang paling afdal, yaitu haji
mabrur." Menurut satu riwayat:283 "Apakah kami tidak boleh berperang dan
berjihad bersamamu?" Lalu Nabi saw. menjawab: "Tetapi jihad yang lebih
baik dan lebih indah bagi kalian adalah haji, yaitu haji mabrur." Selanjutnya
Aisyah berkata: "Setelah mendengar apa yang dikatakan Rasulullah saw. ini
aku tidak pernah lagi meninggalkan haji." (HR Bukhari)284
Aisyah r.a. berkata: "Aku pernah bepergian bersama Rasulullah saw. dengan
mengenakan ihram untuk melaksanakan haji pada bulan-bulan haji dan pada
musim kaji. Sesampainya di desa Saraf (yang terletak sekitar 10 km dari
Mekah), Nabi saw. berkata kepada para sahabatnya: 'Barangsiapa di antara
kalian yang tidak membawa hewan sembelihan, maka tidak boleh.' Ketika
itu bersama Nabi saw. ada beberapa orang sahabat beliau yang mempunyai
hewan sembelihan, tetapi mereka tidak melakukan umrah. Lantas Nabi saw.
menemuiku, sementara aku ketika itu sedang menangis. Beliau bertanya:
'Mengapa kamu menangis?' Aku menjawab: 'Aku mendengarmu berkata
kepada para sahabatmu apa yang telah kamu katakan itu, ketika kamu
melarang mengerjakan umrah.'" Menurut satu riwayat disebutkan bahwa
Aisyah berkata: "Wahai Rasulullah, apakah orang-orang kembali dengan dua
pahala, sementara aku hanya dengan satu pahala?"285 Menurut satu riwayat
lagi Aisyah berkata: "Wahai Rasulullah, orang-orang mengerjakan dua
ibadah, sementara aku cuma satu ibadah?"286 Nabi saw. berkata:
"Memangnya ada apa denganmu?" Aisyah menjawab: "Aku sedang tidak
boleh shalat." Nabi saw. berkata: "Itu tidak jadi soal bagimu dan tidak ada
hubungannya dengan masalah putri-putri Adam yang lain. Allah mencatat
pahala untukmu seperti yang Dia catat untuk mereka. Karena itu, teruskanlah
hajimu. Mudah-mudahan saja Allah memberimu pahala yang penuh."
Aisyah berkata: "Akhirnya aku meneruskan hajiku sampai aku mengerjakan
nafar di Mina. Kemudian kami singgah di Muhashshab (oase dekat Mina).
Kemudian Nabi saw. memanggil Abdurrahman dan berkata: "Bawalah
saudara perempuanmu ini ke tanah Haram dan berihramlah untuk
umrah!" (HR Bukhari dan Muslim)287
Aisyah berkata: "Tidak ada rasa cemburuku terhadap salah seorang istri-istri
Nabi saw. yang melebihi rasa cemburuku terhadap Khadijah, padahal aku
tidak pernah melihat (bertemu dengan)nya. Akan tetapi (rasa cemburuku itu
timbul karena) Nabi saw. seringkali menyebut-nyebutnya. Bahkan beliau
sering menyembelih seekor kambing, lalu memotongnya menjadi beberapa
bagian, kemudian mengirimkannya kepada teman-teman Khadijah."
Terkadang aku berkata kepada Rasulullah saw.: 'Seolah-olah tidak ada di
dunia ini wanita selain Khadijah?' Beliau berkata: 'Sesungguhnya dia (adalah
wanita yang utama), dan dia (adalah wanita yang bijaksana) dan darinyalah
aku mendapatkan anak.'" (HR Bukhari dan Muslim)288
Aisyah berkata: "... lalu istri-istri Nabi saw. menyuruh Zainab binti Jahasy,
istri Nabi saw. Dialah yang selalu bersaing denganku untuk mengambil
tempat di hati Rasulullah saw. Dia memang wanita yang pandai dalam soal
agama, sangat takut kepada Allah, bicaranya sangat jujur, suka melakukan
silaturrahim, senang memberikan sedekah, serta tidak segan-segan
mengorbankan tenaganya untuk amal sedekah dan yang dapat mendekatkan
dirinya kepada Allah Ta'ala. Hanya sayangnya, dia adalah wanita yang lekas
marah apabila ada sesuatu yang mengganjalnya. Akan tetapi dia cepat pula
memaafkan." (HR Muslim)289
Hisyam, dari ayahnya, mengatakan bahwa Hassan bin Tsabit termasuk orang
yang berlebihan terhadap Aisyah (menyangkut kasus berita bohong). Ketika
aku mencaci maki dia, Aisyah menegurku seraya berkata: "Biarkan saja dia,
wahai keponakanku. Sesungguhnya dia adalah orang yang pernah membela
Rasulullah saw." (HR Bukhari dan Muslim)290
Urwah bin Zubair berkata: "... Aisyah tidak suka kalau Hassan bin Tsabit
(yang terlibat dalam kasus berita bohong) dicaci maki di hadapanku, dan dia
berkata bahwa Hassanlah yang pernah berkata: 'Sesungguhnya ayahku,
orang tua ayahku, dan kehormatanku ... siap menjaga kehormatan
Muhammad dari serangan kalian.'" (HR Bukhari dan Muslim)291
Auf bin Thufail, kemenakan Aisyah dari jalur ibu, mengatakan bahwa ada yang bercerita
kepada Aisyah bahwa Abdullah bin Zubair berkata mengenai jual beli atau suatu
pemberian yang diberikan Aisyah: "Demi Allah, hendaklah Aisyah berhenti melakukannya
atau dia akan aku diamkan (tidak aku sapa) selama-lamanya." Di dalam sebuah riwayat
dikatakan bahwa Zubair adalah orang yang paling disenangi Aisyah setelah Nabi saw. dan
Abu Bakar. Abdullah bin Zubair adalah orang yang paling baik terhadap Aisyah. Aisyah
tidak pernah menahan rezeki Allah yang datang kepadanya kecuali dia sedekahkan.292
Aisyah berkata: "Benarkah Abdullah bin Zubair mengucapkan kata-kata itu?" Para sahabat
menjawab: "Benar." Aisyah berkata: "Demi Allah, aku bernazar tidak akan berbicara
dengan Ibnu Zubair selama-lamanya."
sekali tidak bertegur sapa dengan Aisyah, akhirnya dia mencoba berbicara
dengan Miswar bin Makhramah dan Abdurrahman ibnul Aswad bin Abdi
Yaghuts. Keduanya adalah dari Bani Zuhrah. Ibnu Zubair berkata kepada
mereka: "Demi Allah, aku betul-betul berharap agar kalian bersedia
membawaku menemui Aisyah, sebab tidaklah halal (baik) baginya bernazar
untuk memutuskan hubungan denganku." Mereka menerima permintaan
Ibnu Zubair. Setelah memakai jubah mereka berangkat menuju rumah
Aisyah. Sampai di situ mereka mengucapkan: "Assalamu'alaikom
warahmatullahi wabarakatuh, apakah kami boleh masuk?" Aisyah
menjawab: "Silakan!" Mereka bertanya: "Apakah semua kami?" Aisyah
menjawab: "Ya, silakan masuk semuanya!" Sementara Aisyah tidak tahu
bahwa bersama mereka ada Ibnu Zubair. Setelah mereka masuk, Ibnu Zubair
segera masuk menembus hijab pembatas dan langsung mendekati Aisyah,
dan sambil menangis dia meminta Aisyah memaafkannya. Demikian pula
halnya dengan Miswar dan Abdurrahman. Mereka terus memohon Aisyah
agar mau berbicara dan menerima kedatangan Ibnu Zubair, dan mereka
mengatakan bahwa Nabi saw., seperti yang kalian ketahui, melarang
pemutusan tegur sapa, dan tidaklah halal (boleh) bagi seorang muslim tidak
bertegur sapa dengan saudaranya lebih dari tiga hari. Setelah mereka
berbicara panjang lebar untuk mengingatkan dan mendesak Aisyah, akhirnya
sambil menangis Aisyah berkata: "Sesungguhnya aku sudah bernazar dan
nazarku itu sangat berat." Tetapi mereka tetap bersikeras meminta dan
mendesak Aisyah sehingga akhirnya Aisyah bersedia berbicara dengan Ibnu
Zubair. Untuk menebus nazarnya itu, dia memerdekakan empat puluh orang
budak. Ketika ingat akan nazarnya itu setelah kejadian tersebut, Aisyah
menangis sehingga air matanya bercucuran membasahi kerudungnya." (HR
Bukhari)293
Amr bin Maimun al-Audi berkata: "Aku melihat Umar ibnul Khattab r.a.
berkata: 'Wahai Abdullah bin Umar, pergilah ke tempat Ummul Mukminin,
Aisyah r.a., dan katakanlah kepadanya bahwa Umar ibnul Khattab
menyampaikan salam, kemudian tanyakan kepadanya bagaimana kalau aku
dimakamkan bersama kedua sahabatku (yakni Rasulullah saw. dan Abu
Bakar).' Aisyah berkata: 'Sebenarnya aku ingin tempat itu untukku. Tetapi
hari ini biarlah aku mengalah untuk mengabulkan permintaan Umar.' Setelah
kembali kepada ayahnya, Umar bertanya kepada Abdullah: 'Apa berita yang
kamu bawa?' Abdullah bin Umar menjawab: 'Wahai Amirul Mukminin,
Aisyah mengizinkannya untukmu." Umar ibnul Khattab berkata: "Tidak satu
pun yang lebih penting bagiku sekarang selain tempat berbaring di dekat
kedua sahabatku itu. Apabila nyawaku sudah dicabut, maka kalian bawalah
aku kepada Aisyah dan ucapkanlah salam kepadanya, kemudian katakan:
Ibnu Abi Malikah berkata: "Ibnu Abbas meminta izin menjenguk Aisyah
sebelum dia meninggal dunia, yaitu ketika Aisyah sedang sekarat. Aisyah
berkata: 'Aku khawatir kalau aku dipuji ...' Berikutnya masuk Ibnu Zubair.
Lalu Aisyah berkata: 'Ibnu Abbas masuk, lalu dia memujiku. Sebenarnya
aku ingin menjadi orang yang dilupakan dan terlupakan.'" (HR Bukhari)295
Dari Aisyah dikatakan bahwa dia berkata kepada Ibnu Zubair: "Kuburkanlah
aku bersama sahabat-sahabatku (istri-istri Rasulullah saw.), dan janganlah
aku dikuburkan bersama Nabi saw., sebab aku tidak suka kalau diriku dipuji-
puji." (HR Bukhari)296
Jika sikap Aisyah ketika Perang Uhud yang ketika itu dia ikut melayani pasukan,
memanggul girbah air di atas punggungnya, sedangkan waktu itu dia baru berusia sebelas
tahun, maka sekarang mari kita perhatikan pula bagaimana sikapnya pada waktu terjadinya
Perang Khandaq setelah dia berusia dua belas tahun. Aisyah berkata: "Pada hari terjadinya
Perang Khandaq, aku keluar mengikuti jejak pasukan Islam. Tiba-tiba aku mendengar deru
suara hentakan kaki di bumi. Ketika menoleh, ternyata aku melihat ada Sa'ad bin Mu'adz
datang bersama keponakannya, Harits bin Aus yang memakai perisai. Aku segera duduk di
tanah. Maka lewatlah Sa'ad yang ketika itu memakai baju besi. Ujung-ujung baju besinya
terlihat terlepas. Sambil berjalan Sa'ad melantunkan syair rajaz yang bunyinya seperti
berikut:
Aku berdiri, lalu bergegas masuk taman. Ternyata di situ sudah ada
sekumpulan orang Islam, di antaranya Umar ibnul Khattab, dan salah
seorang dari mereka adalah laki-laki yang memakai topi baja. Umar berkata
kepadaku: 'Mengapa kamu datang ke sini? Astaghfirullah, kamu ini betul-
betul nekad. Siapa yang bisa melindungimu kalau tiba bencana atau tempat
ini tiba-tiba berubah menjadi kancah peperangan?'"Aisyah berkata: "Umar
terus mengata-ngataiku, sehingga aku berharap kiranya bumi ini terbelah,
lalu aku terperosok ke dalamnya." Selanjutnya Aisyah berkata: "Lalu laki-
laki yang memakai topi baja tadi mengangkat topi baja yang menutupi
mukanya. Rupanya dia adalah Thalhah bin Ubaidillah. Thalhah berkata:
"Wahai Umar, kamu sudah terlalu banyak berbicara kepadanya. Kemana lagi
mau pergi atau lari selain kepada Allah Yang Maha Agung lagi Maha
Mulia?" Aisyah berkata; "Lalu salah seorang laki-laki musyrik dari kalangan
Quraisy, namanya Ibnul Irqah, membidik Sa'ad dengan anak panahnya.
Ibnul Irqah berkata kepada Sa'ad: "Terimalah ini olehmu. Aku adalah Ibnul
Irqah." Ibnul Irqah membidik tepat pada lengan Sa'ad sehingga memutuskan
urat nadinya. Lantas Sa'ad memanjatkan doa kepada Allah SWT seraya
memohon: "Ya Allah, janganlah Engkau matikan aku hingga hatiku senang
membalas Bani Quraizhah." Aisyah berkata; "Mereka dahulunya adalah
sekutu pada zaman jahiliah." Kemudian Aisyah berkata; "Kemudian darah
luka Sa'ad berhenti mengalir. Setelah itu Allah SWT mengirimkan angin
topan ke arah orang-orang musyrik, sehingga orang-orang mukmin
memenangkan peperangan tersebut. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi
Maha Perkasa." (HR Ahmad)297
Umar ibnul Khattab berkata bahwa dia datang menemui Hafshah, lalu
berkata: "Wahai putriku, sesungguhnya kamu sudah membuat ulah terhadap
Rasulullah sehingga membuat beliau murung seharian." Hafshah berkata:
"Memang benar, kami telah membuat ulah terhadap Rasulullah saw." Aku
(Umar) berkata: "Bukankah kamu sudah tahu bahwa aku pernah
memperingatkanmu dari siksa Allah dan murka Rasulullah? ... Kemudian
Umar menemui Aisyah dan berkata: "Wahai putri Abu Bakar, sudah
cukupkah kamu dalam menyakiti Rasulullah?" Aisyah menjawab: "Apa
urusanmu denganku, wahai putra al-Khattab? Urus sajalah aibmu sendiri
(maksudnya aib putrimu sendiri)." (HR Muslim)298
Aisyah berkata: "Tidakkah kalian berminat mendengar ceritaku mengenai aku dan
mengenai Rasulullah saw.?" Kami menjawab: "Tentu saja."... Lantas Aisyah bercerita:
"Pada malam ketika Rasulullah saw. berada di tempatku, beliau berbalik untuk meletakkan
selendangnya, melepaskan kedua terompahnya, dan meletakkannya di samping kedua
kakinya. Selanjutnya beliau bentangkan ujung kainnya, lalu beliau tidur-tiduran. Tidak
berapa lama kemudian, ketika beliau menyangka aku telah tidur, beliau mengambil
selendangnya pelan-pelan, memakai terompah pelan-pelan, lalu beliau membuka pintu dan
keluar, kemudian menutupnya pelan-pelan. Aku memasang pakaianku di kepala, memakai
kerudung, dan mengenakan kainku. Kemudian aku berangkat mengikuti beliau. Ketika
beliau sampai di Baqi', beliau berdiri lama, lalu mengangkat tangan tiga kali. Kemudian
beliau berlalu, aku pun ikut berlalu. Ketika beliau mempercepat langkahnya, aku juga
mempercepat langkahku. Beliau lebih cepat lagi, aku juga lebih cepat lagi. Akhirnya aku
lebih dahulu sampai dan masuk rumah. Begitu aku berbaring, beliau masuk. Beliau
bertanya: 'Mengapa nafasmu naik turun, wahai Aisyah?' Aku menjawab: 'Tidak apa-apa.'
Beliau berkata: '(Silakan pilih) kamu sendiri yang memberitahuku atau Allah Yang Maha
Lembut lagi Maha Tahu yang akan memberitahuku?' Aisyah berkata: 'Ya Rasulullah, demi
ibu bapakku, aku akan memberitahumu.' Lalu aku memberitahu beliau apa yang terjadi.'
Beliau bertanya: 'Jadi engkaukah sosok hitam yang aku lihat di depanku tadi?' aku jawab:
'Ya.' Lalu beliau menyodok dadaku hingga membuatku kesakitan. Kemudian beliau
bertanya: 'Apakah engkau menyangka bahwa Allah dan Rasul-Nya akan menzhalimi
kamu?' Aisyah menjawab: 'Betapapun manusia berusaha menyembunyikan, Allah pasti
mengetahuinya. Memang benar demikian.' Selanjutnya Rasulullah saw. menceritakan:
'Jibril datang kepadaku ketika engkau melihat. Dia memanggilku dengan
menyembunyikannya (merahasiakannya) darimu. Akupun menjawabnya secara rahasia
pula. Dia tidak mau masuk, karena engkau telah melepas pakaianmu, lalu aku menyangka
engkau telah tidur. Aku tidak ingin membangunkanmu dan aku khawatir engkau akan
merasa kelelahan.' Dia (Jibril) berkata: 'Sesungguhnya Tuhanmu memerintahkanmu untuk
datang kepada ahli Baqi' dan memintakan ampun untuk mereka.' Aisyah bertanya:
'Bagaimana aku mengucapkan untuk mereka, ya Rasulullah?' Rasulullah saw. menjawab:
'Ucapkanlah ...
Aisyah r.a. berkata: "Rasulullah saw. itu senang madu dan sesuatu yang
manis-manis. Setiap kali selesai melakukan shalat asar beliau biasanya
menemui istri-istrinya. Ketika datang giliran Hafshah, beliau lama sekali
berada di sisinya, sehingga aku merasa cemburu. Ketika hal itu aku
tanyakan, ada seseorangg yang menjelaskan bahwa Hafshah mendapat
hadiah semangkuk madu dari salah seorang perempuan dari kaumnya.
Haishah menyuguhkan sebagian dari madu itu kepada Rasulullah saw. Aku
berkata dalam hati: 'Tunggu, akan aku lakukan suatu siasat untuk beliau.'"
Lalu aku katakan kepada Saudah binti Zam'ah: "Beliau akan datang ke
tempatmu. Bila beliau sudah berada di tempatmu, maka katakanlah kepada
beliau: 'Apakah engkau habis makan maghafir (getah kayu yang dijadikan
bahan perekat. Rasanya manis, tetapi baunya tidak sedap)? Beliau pasti akan
bilang: 'Tidak.' Lalu kamu katakan pada beliau: 'Bau apa ini yang aku cium
darimu?' Beliau pasti akan menjawab: 'Hafshah menyuguhkan minuman
madu untukku.' Lalu katakan kepada beliau: 'Oh, barangkali lebahnya
bersarang di pohon urfuth (nama kayu yang menghasilkan getah maghafir).'
Hal semacam ini juga akan aku sarankan kepada Shafiyyah untuk
melakukannya." Aisyah berkata bahwa Saudah berkata: "Sungguh, begitu
beliau sudah berdiri di pintu masuk, aku ingin memulai apa yang kamu
perintahkan itu karena aku takut kepadamu." Tatkala Rasulullah saw.
menghampiri Saudah, Saudah langsung berkata pada beliau: "Wahai
Rasulullah, apakah engkau habis makan maghafir?" Beliau menjawab:
"Tidak." Saudah berkata: "Lalu bau apa yang kucium darimu ini?" Beliau
menjawab: "Aku baru saja disuguhi minuman madu oleh Hafshah." Aku
(Saudah) berkata: "Oh, barangkali lebahnya bersarang di pohon urfuth."
Ketika beliau datang ke rumahku, pertanyaan tersebut aku sampaikan kepada
beliau. Ketika beliau datang ke rumah Shafiyyah, Shafiyyah juga
menyampaikan pertanyaan serupa. Kemudian ketika tiba giliran beliau ke
rumah Hafhsah kembali, Hafshah berkata. "Wahai Rasulullah, apakah
engkau mau aku suguhkan kembali minuman madu untukmu?" Beliau
berkata: "Aku sudah tidak menginginkannya lagi." Aisyah berkata bahwa
Saudah berkata: "Demi Allah, berarti kita sudah mengharamkannya." Aku
berkata: "Sudah, diam kamu!" (HR Bukhari dan Muslim)301
Aisyah, Ummul Mukminin, mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda ketika sewaktu
beliau sakit: "Suruhlah Abu Bakar shalat bersama orang-orang." Aisyah berkata:
"Sesungguhnya Abu Bakar, apabila dia menempati tempatmu, dia tidak dapat
memperdengarkan suaranya kepada orang-orang karena dia suka menangis. Sebaiknya
suruh saja Umar shalat bersama orang-orang. Namun beliau tetap berkata: 'Suruhlah Abu
Bakar shalat bersama orang-orang.'" Aisyah berkata: "Akhirnya aku berkata kepada
Hafshah: 'Katakanlah kepada beliau bahwa sesungguhnya Abu Bakar itu orangnya sangat
mudah sedih. Apabila dia berdiri menempati tempatmu, dia tidak akan bisa
memperdengarkan suaranya kepada orang-orang karena menangis. Karena itu sebaiknya
suruh saja Umar shalat bersama orang-orang.'" Lalu Hafshah menyampaikan usulan
Aisyah kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw. berkata: "Sudahlah, kalian ini benar-benar
temannya Yusuf. Suruh saja Abu Bakar supaya shalat bersama orang-orang!" Hafshah
berkata kepada Aisyah: "Maaf, aku tidak bisa melaksanakan perintahmu dengan baik."
pesimis terhadapnya. Oleh karena itulah aku ingin agar beliau membatalkan
pilihan beliau untuk Abu Bakar." (HR Bukhari dan Muslim)303
Aisyah r.a. berkata: "Apabila akan bepergian, biasanya Rasulullah saw. mengadakan
undian di antara istri-istri beliau. Barangsiapa yang nomor undiannya keluar, dialah yang
akan ikut berangkat bersama Rasulullah saw." Aisyah berkata: "Lalu Rasulullah saw.
mengadakan undian di antara kami pada suatu peperangan yang beliau ikuti. Ternyata
nomorku yang keluar. Akhirnya aku berangkat bersama Rasulullah saw. setelah turunnya
ayat hijab. Aku diangkut dan ditempatkan di dalam sekedup, lalu kami berangkat. Hingga
ketika Rasulullah saw. sudah selesai dan kembali dari peperangan itu, dan ketika itu kami
sudah mendekati kota Madinah untuk kembali, maka beliau mengumumkan
pemberangkatan pada malam hari. Aku berdiri pada saat mereka mengumumkan
pemberangkatan, lalu aku berjalan sehingga melewati para prajurit. Setelah selesai
menunaikan hajat aku kembali ke tempat barang bawaanku. Ketika aku raba dadaku,
ternyata kalungku yang terbuat dari manik-manik zhifar (Zhifar adalah nama sebuah kota
yang terletak di belahan paling timur Yaman) putus. Aku kembali untuk mencari kalungku
itu sehingga waktuku banyak habis untuk mencarinya." Aisyah berkata: "Lalu datang
orang-orang yang tadinya membawaku pergi, mereka langsung menaikkan sekedupku dan
memberangkatkannya dengan unta yang tadinya aku kendarai. Mereka mengira bahwa aku
ada di dalam sekedup itu. Berat badan wanita ketika itu tidak terlalu berat karena mereka
kurus, tidak dibalut daging, dan hanya makan sedikit, sehingga mereka tidak merasakan
ringannya sekedup di saat mengangkat dan menaikkannya (ke atas untukku). Apalagi aku
pada saat itu masih kecil dan muda belia. Lalu mereka membangunkan untuku dan mereka
pun berjalan. Sementara aku baru menemukan kalungku setelah para prajurit berlalu. Aku
datang ke tempat persinggahan mereka, namun di sana tidak seorang pun yang memanggil
dan menjawab. Aku pergi menuju ke tempat persinggahan semula, dan aku mengira bahwa
mereka akan kehilanganku, lalu mereka akan kembali mencariku di tempat itu.
Pada saat aku duduk di tempat persinggahanku, mataku mengantuk, lalu tertidur. Ternyata
Shafwan bin Mu'attal as-Sulami kemudian Dzakwani berada di belakang para serdadu.
Pada pagi harinya dia sampai di tempat persinggahanku. Dia melihat sosok hitam
seseorang yang sedang tidur. Begitu melihatku, dia langsung mengenaliku, sebab dia
pernah melihatku sebelum turunnya ayat hijab. Aku terbangun ketika dia mengucapkan
Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un begitu dia mengenaliku. Aku bergegas menutupi wajahku
dengan jilbabku. Demi Allah, kami tidak berbicara sepatah kata pun dan aku tidak
mendengar satu kata pun yang dia ucapkan selain ucapan inna lillah tersebut. Dia turun,
lalu menderumkan untanya. Kemudian dia menginjak kaki depan untanya. Aku lekas
bangkit dan naik ke atas untanya. Lalu ia menuntun untanya hingga kami sampai ke tempat
para prajurit yang sedang berhenti untuk istirahat pada siang hari yang sangat terik."
Aisyah berkata: "Binasalah orang yang binasa. Orang yang merekayasa berita bohong itu
adalah Abdullah bin Ubay bin Salul." Urwah berkata: "Saya diberitahu bahwa berita
bohong itu disiarkan dan dibicarakan di dekatnya (Ibnu Ubay bin Salul). Lalu dia
mengakui, mendengarkan, dan membahasnya." Selanjutnya Urwah berkata: "Para
pembawa berita bohong itu tidak ada yang disebutkan namanya selain Hassan bin Tsabit,
Misthah bin Utsatsah, dan Hamnah binti Jahsy serta lainnya yang tidak kuketahui selain
bahwa mereka itu adalah sekelompok orang sebagaimana yang terdapat dalam firman
Allah Ta'ala."
Urwah berkata: "Aisyah tidak suka Hassan dicerca di hadapannya dan Aisyah mengatakan
bahwa Hassan adalah orang yang pernah berkata: 'Sesungguhnya ayahku, orang tua
ayahku, dan kehormatanku ... siap menjaga kehormatan Muhammad dari serangan kalian.'
Aisyah berkata: "Lalu kami tiba di Madinah. Aku ditimpa sakit sesampainya di Madinah
selama satu bulan. Sementara orang-orang terpengaruh dengan ucapan para pembawa
berita bohong itu. Sedangkan aku tidak tahu sedikit pun mengenai semua itu. Hal yang
mulai membuatku curiga adalah bahwa aku tidak melihat lagi kelemah-lembutan
Rasulullah saw. seperti yang pernah aku lihat ketika aku sakit. Ketika masuk menemuiku,
beliau hanya mengucapkan salam lalu bertanya: 'Bagaimana keadaanmu,' lalu beliau
berpaling. Hal itulah yang membuatku mulai curiga. Namun aku belum tahu berita buruk
yang sedang berkembang, sehingga ketika sembuh dari sakit, aku langsung saja keluar.
Aku keluar bersama Ummu Misthah ke daerah Manashi' (yang terletak di luar kota
Madinah). Kami buang air di tempat itu. Kami tidak keluar kecuali dari satu malam ke
malam berikutnya. Hal itu kami lakukan sebelum kami membuat tempat buang air di dekat
rumah kami masing-masing.'" Aisyah berkata: "Tata cara hidup kami menyangkut buang
air sama dengan orang-orang Arab Kuno yang tinggal di pedesaan. Kami merasa agak
terganggu/kurang enak kalau tempat buang air itu dibuat di dekat rumah." Aisyah berkata:
"Aku pergi bersama Ummu Misthah. Dia adalah putri Abu Rahm ibnul Muttalib bin Abdi
Manaf, sementara ibunya adalah putri Shakhr bin Amir, paman Abu Bakar dari garis ibu.
Sedangkan putranya adalah Misthah bin Utsatsah Abbad ibnul Muttalib. Lalu aku dan
Ummu Misthah kembali ke rumahku setelah kami selesai menunaikan hajat. Kemudian
Ummu Misthah tersandung baju bulunya, lalu dia berkata: 'Celakalah Misthah.' Aku
berkata padanya: 'Buruk sekali apa yang kamu ucapkan. Apakah kamu mencerca seseorang
yang pernah ikut serta pada Perang Badar?" Ummu Misthah berkata: 'Aisyah, Aisyah!
Apakah kamu belum mendengar apa yang dia katakan?'Aisyah berkata: 'Memang apa yang
dia katakan?' Lalu Ummu Misthah menceritakan apa yang diperkatakan oleh para
pembawa berita bohong itu kepadaku."
Aisyah berkata: "Akhirnya sakitku bertambah parah. Ketika aku kembali ke rumah,
Rasulullah saw. masuk ke tempatku. Setelah beliau mengucapkan salam, aku bertanya:
'Apakah engkau mengizinkan aku mengunjungi kedua orang tuaku?' Aisyah
menambahkan: 'Aku ingin mengetahui kebenaran berita itu dari mereka berdua.'"
Selanjutnya Aisyah berkata: "Rasulullah saw. mengizinkanku pergi. Lalu aku bertanya
kepada ibuku: 'Wahai ibuku, apakah yang sedang diperbincangkan orang-orang.' Ibuku
menjawab: 'Wahai anakku, tenanglah, demi Allah sesungguhnya sedikit sekali ada seorang
wanita cantik jelita di samping seorang laki-laki yang mencintainya, sedangkan laki-laki
itu mempunyai beberapa orang istri, kecuali para istrinya itu akan mempergunjingkan
istrinya yang cantik itu.' Aisyah berkata: 'Subhanallah, benarkah orang-orang
mempergunjingkan masalah ini?'" Aisyah berkata: "Akhirnya aku menangis malam itu
sampai pagi. Air mataku tidak bisa berhenti mengalir dan aku tidak bisa tidur. Kemudian
pada pagi harinya aku masih menangis."
Aisyah berkata: "Lalu Rasulullah saw. memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin
Zaid pada saat wahyu terlambat turun. Beliau bertanya dan minta pendapat dari mereka
berdua tentang masalah jika beliau menceraikan istrinya." Aisyah berkata: "Adapun
Usamah, dia memberi isyarat kepada Rasulullah saw. sesuai dengan apa yang dia ketahui
mengenai kebersihan diri Aisyah dan apa yang dia ketahui dalam dirinya mengenai para
penuduh tersebut." Usamah berkata: "Mengenai istrimu, tidak kami ketahui dia selain
sebagai orang yang baik dan bersih." Sementara Ali berkata: "Wahai Rasulullah, Allah
tidak membuat kesempitan atasmu, dan wanita selain dia banyak sekali. Jika engkau
bertanya kepada budak perempuan itu, tentu dia akan memberimu keterangan yang benar."
Aisyah berkata: "Lalu Rasulullah saw. memanggil Barirah. Kemudian beliau bertanya
kepadanya: "Hai Barirah, apakah engkau pernah melihat sesuatu yang membuatmu curiga
tentang Aisyah?" Barirah menjawab: "Demi yang telah mengutusmu membawa kebenaran!
Jika aku melihat sesuatu padanya, tentu aku tidak akan menyembunyikannya. Dia tidak
lebih dari seorang gadis muda yang tertidur di samping adonan roti keluarganya, lalu
datang kambing untuk memakannya."
Aisyah berkata: "Lalu Rasulullah saw. bangkit pada hari itu untuk meminta pembuktian
dari Abdullah bin Ubay bin Salul. Dari atas mimbar beliau berkata: 'Wahai kaum
muslimin, siapakah yang bisa memberi penjelasan kepadaku dan menolongku dari orang
yang aku dengar telah mengganggu keluargaku? Demi Allah, aku tidak mengetahui sesuatu
mengenai keluargaku selain kebaikan. Orang-orang juga telah menyebut-nyebut seseorang
yang kuketahui baik dan tidak pernah masuk menemui keluargaku (istriku) kecuali
bersamaku.'"Aisyah berkata: "Maka berdirilah Sa'ad bin Mu'adz, saudara Bani Abdul
Asyhal." Dia berkata: "Aku siap menolongmu, wahai Rasulullah. Jika orang itu berasal
dari saudara-saudara kami dari suku Aus akan aku penggal lehernya dan jika dari kalangan
Khazraj, maka perintahkanlah kami, dan kami siap melaksanakannya." Aisyah berkata:
"Maka berdirilah seseorang dari kalangan Khazraj, dan Ummu Hisan adalah putri paman
orang tersebut. Laki-laki tersebut adalah Sa'ad bin Ubadah, pemimpin Suku Khazra."
Aisyah berkata: "Sebelum kejadian itu, ada seorang laki-laki saleh. Akan tetapi dia
terdorong oleh panggilan kesukuan dan kejahilan sehingga dia berkata kepada Sa'ad bin
Mu'adz: 'Engkau bohong! Demi Allah, kamu tidak akan membunuhnya dan tidak akan
mampu membunuhnya. Seandainya dia berasal dari kelompokmu, pasti kamu tidak suka
dia dibunuh.'" Lalu Usaid bin Hudhair --saudara sepupu Sa'ad bin Mu'adz-- berdiri dan
berkata kepada Sa'ad bin Ubadah: "Engkau bohong. Demi Allah, kami pasti akan
membunuhnya. Kamu adalah orang munafik yang memperdebatkan tentang orang-orang
munafik." Aisyah berkata: "Maka terjadilah pertengkaran sengit antara golongan Aus dan
Khazraj sehingga hampir saja mereka saling membunuh, padahal Rasulullah saw. ketika
itu masih berdiri di atas mimbar." Aisyah berkata: "Rasulullah saw. berusaha terus
menenangkan mereka. Setelah mereka diam, barulah Rasulullah saw. diam pula." Aisyah
berkata: "Sementara itu aku terus menangis sepanjang hari. Air mataku tidak mau berhenti
mengalir dan mataku tidak bisa tidur." Aisyah berkata: "Pada pagi harinya kedua orang
tuaku berada di sampingku, dan aku sudah menangis selama dua malam satu hari. Selama
itu pula air mataku tidak berhenti mengalir dan mataku tidak bisa tidur, sehingga aku
mengira bahwa tangisanku itu akan membelah hatiku. Ketika kedua orang tuaku duduk di
sampingku dan aku masih menangis, tiba-tiba seorang wanita Anshar datang meminta izin
kepadaku. Aku pun memberinya izin. Dia ikut pula menangis bersamaku." Aisyah berkata:
"Ketika kami dalam keadaan demikian, tiba-tiba Rasulullah saw. masuk ke tempat kami.
Beliau mengucapkan salam, kemudian duduk." Aisyah berkata: "Beliau belum pernah di
sampingku semenjak munculnya peristiwa yang dipergunjingkan orang-orang itu. Hampir
sebulan lamanya tidak sedikit pun wahyu turun mengenai masalahku." Aisyah berkata:
"Rasulullah saw. mengucapkan syahadat ketika beliau duduk. Kemudian beliau berkata:
'Amma ba'du (selanjutnya). Wahai Aisyah, sesungguhnya telah sampai kepadaku berbagai
macam perkataan tentang dirimu. Jika engkau memang bersih, Allah pasti akan
membersihkanmu. Tetapi kalau engkau bersalah, maka mohonkanlah ampunan dari Allah
dan bertobatlah kepada-Nya! Sesungguhnya seorang hamba, apabila dia mengakui
kesalahannya, kemudian dia bertobat, maka Allah akan menerima tobatnya."
Aisyah berkata: "Setelah Rasulullah saw. berhenti berbicara air mataku berhenti mengalir
sehingga tidak ada setetes pun lagi yang aku rasakan. Lalu aku berkata kepada ayahku:
'Jawabkanlah untukku kepada Rasulullah saw. mengenai apa yang beliau katakan itu.'"
Ayahku berkata: "Demi Allah, aku tidak tahu apa yang harus aku katakan kepada
Rasulullah saw." Lalu aku berkata kepada ibuku: "Jawabkanlah untukku kepada Rasulullah
mengenai apa yang beliau katakan itu!" Ibuku juga berkata: "Demi Allah, aku pun tidak
tahu apa yang harus aku katakan kepada Rasulullah." Lalu aku berkata --ketika itu aku
adalah seorang yang muda usia dan aku belum banyak membaca Al-Qur'an--: "Demi
Allah, aku tahu benar bahwa kalian telah mendengar semua ini sehingga kalian
mengakuinya dan membenarkannya. Seandainya aku katakan kepada kalian bahwa aku ini
bersih, pasti kalian tidak mempercayaiku. Dan kalau aku mengakui sesuatu perkara kepada
kalian, sedangkan Allah mengetahui bahwa aku bersih, tentu kalian akan mempercayaiku.
Demi Allah, aku tidak menemukan perumpamaan yang tepat bagiku dan bagi kalian,
kecuali sebagaimana yang dikatakan oleh ayah Nabi Yusuf: 'Kesabaran yang baik itu
adalah kesabaranku. Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang
kalian ceritakan.' Kemudian aku berpindah dan berbaring di tempat tidurku. Demi Allah,
Dia tabu bahwa diriku saat itu bersih dan Allah akan membuktikan kebersihanku. Akan
tetapi, demi Allah, aku tidak pernah menduga bahwa Allah akan menurunkan wahyu yang
akan selalu dibaca mengenai masalahku ini. Aku kira persoalanku terlalu remeh untuk
dibicarakan oleh Allah 'Azza Wa Jalla dengan wahyu yang diturunkan-Nya. Cuma saja aku
berharap semoga Rasulullah saw. melihat dalam mimpi Allah membersihkan diriku dari
fitnah itu. Demi Allah, Rasulullah saw. belum lagi meninggalkan tempat duduknya dan
tidak seorang pun dari isi rumah yang sudah keluar, Allah sudah menurunkan wahyu
kepada beliau. Tampak Rasulullah saw. merasa kepayahan seperti biasanya setiap beliau
menerima wahyu, hingga keringat beliau menetes bagaikan mutiara (saat itu musim dingin)
lantaran hebatnya firman yang diturunkan kepada beliau." Aisyah berkata: "Setelah
keadaan seperti itu berlalu dari diri Rasulullah saw., sambil tersenyum perkataan yang
pertama sekali beliau ucapkan adalah: 'Wahai Aisyah, bergembiralah, sesungguhnya Allah
telah membersihkanmu!'" Aisyah berkata: "Lalu ibuku berkata kepadaku: 'Bangunlah dan
pergilah ke tempat beliau!' Aku berkata: 'Demi Allah, aku tidak akan bangun ke tempat
beliau. Aku tidak akan memanjatkan puji syukur selain kepada Allah 'Azza Wa Jalla.'"
Aisyah berkata: "Allah menurunkan ayat-ayat berikut:
Allah menurunkan ayat-ayat yang menyatakan kebersihanku. Abu Bakar yang semula
selalu memberi nafkah kepada Misthah karena kekerabatan dan kemiskinannya, pada saat
itu mengatakan: 'Demi Allah, aku tidak akan lagi memberi nafkah kepada Misthah sedikit
pun selamanya sesudah apa yang dia katakan terhadap Aisyah.' Sebagai teguran atas
ucapan itu Allah menurunkan ayat berikut:
Abu Bakar menjawab: "Tentu, demi Allah, tentu saja aku ingin sekali
ampunan dari Allah." Lalu Abu Bakar kembali memberikan nafkah kepada
Misthah seperti sediakalanya. Dia berkata: "Aku tidak akan berhenti
memberinya nafkah selama-lamanya."
Aisyah berkata: "Rasulullah saw. pernah bertanya kepada Zainab binti Jahsy
mengenai persoalanku ini. Beliau berkata kepada Zainab: 'Apa yang engkau
ketahui' atau 'yang engkau lihat.'" Zainab berkata: "Ya Rasulullah, aku selalu
menjaga pendengaran dan penglihatanku. Demi Allah, tiada yang kuketahui
selain yang baik saja." Aisyah berkata: "Padahal Zainab adalah seorang di
antara para istri Rasulullah saw. yang selalu berlomba denganku untuk
merebut hati Rasulullah saw. Tetapi Allah telah menjaganya dengan sifat
wara (jauh dari maksiat)." Aisyah berkata: "Sementara saudara
perempuannya, Hamnah, bertolak belakang dengannya. Dia ikut
menyebarkan berita bohong itu, sehingga dia celaka bersama orang-orang
yang celaka."
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
301 Bukhari, Kitab: Thalak, bab: Mengapa kamu mengharamkan apa yang dihalalkan
Allah bagimu, jilid 11, hlm. 295. Muslim, Kitab: Thalak, Bab: Wajib membayar kafarat
bagi orang yang mengharamkan istrinya, namun dia tidak berminat menceraikannya, jilid
4, hlm. 185.
302 Bukhari, Kitab: Peperangan, Bab: Sakitnya Nabi saw., jilid 9, hlm. 207. Muslim,
Kitab: Shalat, Bab: Penunjukan imam terhadap seseorang apabila dia berhalangan, jilid 2,
hlm 22.
303 Bukhari, Kitab: Bab-bab azan, Bab: Apabila imam menangis dalam shalat, jilid 2, hlm.
348. Muslim, Kitab: Shalat Bab: Penunjukan imam terhadap seseorang apabila dia
berhalangan, jilid 2, hlm. 22.
304 Bukhari, Kitab: Peperangan, Bab: Berita bohong, jilid 8, hlm. 436. Muslim, Kitab:
Tobat, Bab: berita bohong dan diterimanya tobat si penuduh, jilid 8, hlm. 112.
305 Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Perkawinan Nabi saw. dengan Aisyah dan kedatangan
Aisyah di Madinah, jilid X, hlm. 225. Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat,
Bab: Mengenai keutamaan Aisyah r.a., jilid 7, hlm. 134.
306 Bukhari, Kitab: Permulaan makhluk, Bab: Cerita mengenai malaikat, jilid 7, hlm. 118.
Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Mengenai keutamaan Aisyah r.
a., jilid 7, hlm. 139.
307 Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Keutamaan Aisyah r.a., jilid 8, hlm. 110.
308 Bukhari, Kitab: Bencana, Bab: Utsman bin Haitsam menceritakan kepada kami jilid
309 Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Keutamaan Aisyah r.a., jilid 8, hlm. 108. Muslim
Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Mengenai keutamaan Aisyah r.a., jilid 7
hlm. 138.
310 Bukhari, Kitab: Hibah, Keutamaan dan anjuran untuk melaksanakannya, Bab: Orang
yang memberi hadiah kepada sahabatnya dan memilih salah seorang di antara istri-istrinya,
jilid 6, hlm. 134. Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Mengenai
keutamaan Aisyah r.a., jilid 1, hlm. 135.
311 Bukhari, Kitab: Peperangan, Bab: Sakitnya Nabi saw. dan kematian beliau, jilid 9,
hlm. 210. Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Mengenai keutamaan
Aisyah r.a., jilid 7, hlm. 137.
312 Bukhari, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat Nabi saw. Bab: Keutamaan-
keutamaan Aisyah r.a., jilid 8, hlm. 108. Muslim, Kitab: haidh, Bab: Tayammum, jilid 1,
hlm. 192.
313 Bukhari, Kitab: Hibah, keutamaan dan anjuran untuk melaksanakannya, Bab: Orang
yang memberikan hadiah kepada sahabatnya dan memilih salah seorang di antara istri-
istrinya, jilid 6, hlm. 133. Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab:
Mengena keutamaan Aisyah r.a., jilid 1, hlm. 135.
314 Bukhari, Kitab: Tafsir, Bab: Firman Allah: Dan mengapa kamu tidak berkata di waktu
mendengar berita bohong itu. Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini,"
jilid 10, hlm. 100.
315 Bukhari, Kitab: Manaqib, bab: Hijrah ke Habsyah, jilid 8, hlm. 189.
316 Muslim, Kitab: Jenazah, Bab: Tentang menutup mata mayit dan mendoakan ketika
dipersiapkan, jilid 3, hlm. 38.
317 Muslim, Kitab: Jenazah, Bab: Mengurusi Jenazah, jilid 3, hlm. 39.
318 Muslim, Kitab: Jenazah, Bab: Apa yang diucapkan ketika terjadi musibah, jilid 3, hlm.
37.
319 ibid.
320 Muslim, Kitab: Persusuan, Bab: Berapa lama harus tinggal bersama istri yang baru
saja dinikahi sebelum diboyong, baik istri yang perawan ataupun yang janda? jilid 4, hlm.
173.
321 Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan, Bab: Penetap telaga Nabi saw., dan sifat-
sifatnya, jilid 7, hlm. 67.
322 Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Tanda-tanda kenabian dalam Islam, jilid 7, hlm. 442.
Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sababat, Bab: Di antara keutamaan Ummu
Salamah Ummul Mukminin, jilid 7, hlm 144.
323 Bukhari, Kitab: Peperangan, Bab: Kembalinya Nabi saw. dari Ahzab, jilid 8, hlm. 411.
324 Bukhari, Kitab: Tafsir surat at-Tahrim, Bab: Firman Allah "Kamu mencari kesenangan
istri-istrimu," jilid 10, hlm. 283. Muslim, Kitab: Thalak, Bab: Masalah ila' dan menjauhi
istri, jilid 4, hlm. 190.
325 Bukhari, Kitab: Nafkah, Bab: "Dan bagi pewaris juga seperti itu," jilid 11, hlm. 443.
Muslim, Kitab: Zakat, bab: Keutamaan memberikan nafkah dan sedekah kepada karib
kerabat, suami dan anak-anak, meskipun mereka musyrik, jilid 3, hlm. 80.
326 Bukhari, Kitab: Syarat, Bab: Syarat-syarat berjihad dan berdamai dengan musuh
perang dan penulisan syarat-syarat tersebut, jilid 6, hlm. 274
327 Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: Nabi saw. menghindar dari istri-istrinya di selain rumah
mereka, jilid 11, hlm. 213. Muslim, Kitab: Puasa, Bab: Sesungguhnya satu bulan itu ada
yang dua puluh sembilan hari, jilid 3, hlm. 126.
328 Muslim, Kitab: Puasa, Bab: Sahnya puasa orang yang mendapati pagi dalam keadaan
junub, jilid 3, hlm. 138.
329 Bukhari, Kitab: Thalak, Bab: Wanita yang ditinggal mati suaminya berkabung selama
empat bulan sepuluh hari, jilid 11, hlm. 413. Muslim, Kitab: Thalak, Bab: Kewajiban
berkabung selama masa 'iddah karena ditinggal mati dan haram hukumnya tanpa alasan
tersebut kecuali hanya tiga hari, jilid 4, hlm. 203.
331 Bukhari, Kitab: Minuman, Bab: Bejana perak, jilid 12, hlm. 199. Muslim, Kitab:
pakaian dan perhiasan, Bab: Haram menggunakan wadah yang terbuat dari emas atau
perak untuk minum dan sebagainya, jilid 6, hlm. 134.
332 Bukhari, Kitab: Peperangan, Bab: Perang Thaif pada bulan Syawal tahun 8 H, jilid 9,
hlm. 105. Muslim, Kitab: Salam, Bab: Larangan bagi lelaki banci masuk ke tempat wanita
ajnabi, jilid 8, hlm. 110.
333 Bukhari, Kitab: Kedokteran, Bab: Menjampi orang yang terserang 'ain, jilid 12, hlm.
311. Muslim, Kitab: Salam, Bab: diizinkan menjampi orang yang terkena ain, luka
lambung, terkena racun, dan pandangan orang hasad, jilid 7, hlm. 18.
334 Muslim, Kitab: Bencana dan tanda-tanda kiamat, Bab: Pembenaman tentara yang
menyerbu Ka'bah, jilid 8, hlm. 166.
335 Muslim, Kitab: Bencana dan tanda-tanda kiamat, Bab: Kiamat tidak akan terjadi
sampai ada seseorang melewati kubur orang lain, lalu dia ingin menggantikan mayit itu
lantaran beratnya cobaan dunia, jilid 8, hlm. 186.
336 Muslim, Kitab: Nikah, Bab: Perkawinan Zainab binti Jahasy, turunnya ayat hijab dan
ditetapkannya resepsi perkawinan, jilid 4, hlm. 148.
337 Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: Resepsi perkawinan meskipun hanya dengan seekor
kambing, jilid 11, hlm. 142. Muslim, Kitab: Nikah, Bab: Perkawinan Zainab binti Jahasy
turunnya ayat hijab, jilid 4, hlm. 149.
338 Bukhari, Kitab: Tafsir, Bab: Firman Allah SWT: "Janganlah kamu memasuki rumah-
rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan", jilid 1, hlm. 148. Muslim, Kitab: Nikah Bab:
Perkawinan Zainab binti Jahasy, jilid 4, hlm. 149.
339 Bukhari, K:itab: Nikah, Bab: Hadiah untuk pengantin lelaki, jilid 11, hlm. 134.
Muslim, Kitab: Nikah, Bab: Perkawinan Nabi saw. dengan Zainab binti Jahasy, jilid 4,
hlm. 150.
341 Bukhari, Kitab: Tafsir, Bab: Firman Allah: "Janganlah kamu memasuki rumah-rumah
Nabi saw. kecuali bila kamu diizinkan", jilid 10, hlm. 149. Muslim, Kitab: Nikah, Bab:
Perkawinan Zainab binti Jahasy, jilid 4, hlm. 149.
342 Bukhari, Kitab: Peperangan, Bab: Berita bohong, jilid 8 hlm. 112. Muslim, Kitab:
Tobat, Bab: Berita bohong dan diterimanya tobat si penuduh, jilid 8, hlm. 112.
343 Muslim, Kitab. Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Keutamaan Aisyah r.a. jilid
7, hlm. 136.
344 Bukhari, Kitab: Peperangan, Bab: Berita bohong, jilid 8, hlm. 112. Muslim, Kitab:
Tobat, Bab: berita bohong dan diterimanya tobat si penuduh, jilid 8, hlm. 112.
345 Bukhari, Kitab: Tauhid,Bab: "Dan adalahArasy-Nya di atas air," jilid 17, hlm. 184.
346 Bukhari, Kitab: Zakat, Bab: Sedekah apa yang lebih afdal? jilid 4, hlm. 28. Muslim,
Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Diantara keutamaan Zainab Ummul
Mukminin r.a., jilid 7, hlm. 144.
347 Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Di antara keutamaan Ummu
Sulaim ibunya Anas dan Bilal r.a., jilid 7, hlm. 145.
348 ibid
349 Yang terdapat di dalam kurung diambil dari hadits no. 148.
350 Shahih Sunan an-Nasa'i, Kitab: Nikah, Bab: Perkawinan dalam Islam, hadits no. 3133,
jilid 2, hlm. 703.
351 Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Manaqib Thalhah r.a., jilid 8, hlm. 128. Muslim, Kitab:
Jihad, Bab: Pertempuran kaum wanita bersama kaum pria, jilid 5, hlm. 196
352 Bukhari, Kitab: Minuman, Bab: Meminta minum air tawar, jilid 12, hlm. 175. Muslim,
Kitab: Zakat, Bab: Keutamaan memberikan nafkah dan sedekah kepada karib kerabat dan
suami, jilid 3, hlm. 79.
353 Bukhari, Kitab: Jenazah, Bab: Orang yang tidak terlihat sedihnya ketika ditimpa
musibah, jilid 3, hlm. 412. Kitab: Aqiqah, Bab: Memberi nama anak pada pagi hari dia
dilahirkan, jilid 12, hlm 6. Muslim, Kitab: keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Di
antara keutamaan Abu Thalhah al-Anshari, jilid 7, hlm. 145.
354 Bukhari, Kitab: Jihad dan peperangan, Bab: Keutamaan orang yang mempersiapkan
orang yang hendak berperang atau menggantikannya (di rumah) dengan baik, jilid 6 hlm.
390 Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: di antara keutamaan Ummu
355 Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: Hadiah untuk pengantin lelaki, jilid 11, hlm. 134.
356 Bukhari, Kitab: Puasa, Bab: Orang yang berziarah ke tempat suatu-kaum, tetapi tidak
berbuka di tempat mereka, jilid 5, hlm. 131.
357 Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan, Bab: Wanginya keringat Nabi saw. dan
mencari berkah padanya, jilid 7, hlm. 81.
358 Bukhari, Kitab: Adab, Bab: Kunyah (gelar) untuk anak kecil dan lelaki yang belum
punya anak, jilid 13, hlm. 204.
359 Bukhari, Kitab: Hibah, Bab: Keutamaan pemberian, jilid 6, hlm. 171. Muslim, Kitab:
Jihad, Bab: Orang-orang Muhajirin mengembalikan kepada orang-orang Anshar pemberian
mereka, jilid 5, hlm. 162.
360 Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Di antara keutamaan Anas
bin Malik r.a., jilid 7, hlm. 159.
361 Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: Resepsi perhwinan itu adalah hak (benar), jilid 11, hlm.
138.
362 Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Di antara keutamaan Anas
bin Malik r.a., jilid 7, hlm. 160.
363 Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: Hadiah untuk pengantin lelaki, jilid 11, hlm. 134.
Muslim, Kitab: Nikah, Bab: Perkawinan Zainab binti Jahasy, jilid 4, hlm. 150. Riwayat ini
menurut versi Muslim.
364 Muslim, Kitab: Nikah, Bab: Keutamaan memerdekakan budak perempuan kemudian
mengawininya, jilid 4, hlm. 147.
365 Bukhari, Kitab: Shalat, Bab: Apa yang disebutkan mengenai paha, jilid 2, hlm. 25.
Muslim, Kitab: Nikah, Bab: Keutamaan memerdekakan budak perempuan kemudian
mengawininya, jilid 4, hlm. 145.
366 Muslim, Kitab: Minuman, Bab: Boleh mengajak orang lain ke rumah orang yang
diyakini tidak akan merasa keberatan akan hal itu, jilid 6, hlm. 120.
367 Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Tanda-tanda kenabian dalam Islam, jilid 7, hlm. 399.
Muslim, Kitab: Minuman, Bab: Boleh mengajak orang lain ke rumah orang yang diyakini
tidak akan merasa keberatan akan hal itu, jilid 6, hlm. 118.
368 Bukhari, Kitab: Jenazah, Bab: Hal yang terlarang mengenai meratap dan menangis dan
bolehnya membentak karena perbuatan tersebut, jilid 3, hlm. 420. Muslim, Kitab: Jenazah,
Bab: Larangan keras meratap, jilid 3, hlm. 46.
369 Bukhari, Kitab: Ilmu, Bab: Malu dalam menuntut ilmu, jilid 1, hlm. 239. Muslim,
Kitab: Haid, Bab: Kewajiban mandi atas wanita tersebut, jilid 1, hlm. 172.
370 Muslim, Kitab: Haid, Bab: Anjuran menggunakan kapas yang diberi minyak wangi
pada tempat yang terkena darah bagi wanita haid ketika mandi, jilid 1, hlm. 180.
371 Bukhari, Kitab: Manaqib orang Anshar, Bab: Manaqib Abu Thalhah r.a., jilid 8, hlm.
180. Muslim, Kitab: Jihad Bab: Kaum wanita ikut berperang bersama kaum pria, jilid 5,
hlm. 196.
372 Hadits mengenai keikutsertaan Ummu Sulaim pada Perang Khaibar sudah disebutkan
sebelumnya dimana Ummu Sulaim mempersiapkan Shafiyyah untuk Rasulullah saw.
ketika mereka dalam perjalanan pulang.
373 Muslim, Kitab: Jihad dan peperangan, Bab: Kaum wanita ikut berperang bersama
kaum pria, jilid 5, hlm. 196.
374 ibid.
375 Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: hadits Zaid bin Umar bin Nufail, jilid 8, hlm. 145.
377 Bukhari,Kitab: Nikah, Bab: Cemburu, jilid 11, hlm. 234. Muslim, Kitab: Salam, Bab:
Boleh memboncengkan wanita ajnabi yang kepayahan di jalan, jilid 7, hlm. 11.
378 Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Manaqib Zubair bin Awwam, jilid 8, hlm. 82. Muslim,
Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Di antara keutamaan Abu Thalhah dan
Zubair r.a., jilid 7, hlm. 128.
379 Bukhari, Kitab: Jihad dan peperangan, Bab: Keutamaan pasukan pendahulu, jilid 6,
hlm. 393. Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Di antara keutamaan
380 Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Hijrah Nabi saw. dan para sahabatnya ke Madinah,
jilid 8, hlm. 249. Muslim, Kitab: Adab, Bab: Disunnahkan mentahkik bayi yang baru lahir
dan membawanya kepada orang saleh untuk melakukan hal itu, jilid 6, hlm. 175.
381 Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: Cemburu, jilid 11, hlm. 234. Muslim, Kitab: Salam, Bab:
Boleh memboncengkan wanita ajnabi yang kepayahan di jalan, jilid 7, hlm. 11
382 ibid.
383 Muslim, Kitab: Salam, Bab: Boleh memboncengkan wanita ajnabi yang kepayahan di
jalan, jilid 7, hlm. 12.
384 Bukhari, Kitab: Hibah, keutamaan dan anjuran untuk melaksanakannya, Bab: Hibah
seorang wanita kepada selain suaminya, jilid 6, hlm. 145. Musum, Kitab: Zakat, Bab:
Anjuran memberikan nafkah dan makruh menghitung-hitung, jilid 3, hlm. 92.
385 Bukhari, Kitab: Hibah, keutamaan dan anjuran untuk melaksanakannya, Bab: Hadiah
untuk orang musyrik, jilid 6, hlm. 161. Muslim, Kitab: Zakat, Bab: Keutaman memberikan
natkah dan sedekah kepada karib kerabat, jilid 3, hlm. 81.
386 Muslim, Kitab: Salam, Bab: Boleh memboncengkan wanita ajnabi yang kepayahan di
jalan, jilid 7, hlm. 12.
387 Muslim, Kitab: Shalat gerhana, Bab: Apa yang diperlihatkan kepada Nabi saw.
mengenai masalah surga dan neraka sewaktu melaksanakan shalat gerhana, jilid 3, hlm 30.
389 Bukhari, Kitab: Ilmu, Bab: Orang yang menjawab fatwa dengan isyarat tangan dan
kepala, jilid 1, hlm. 192. Muslim, Kitab: Shalat gerhana, Bab: Apa yang diperlihatkan
kepada Nabi saw. mengenai masalah surga dan neraka sewaktu melakukan shalat gerhana,
jilid 3, hlm. 32.
390 Muslim, Kitab: Haji, Bab: Mengenai bermut'ah dalam haji jilid 4, hlm. 55.
391 Muslim, Kitab: Pakaian dan perhiasan, Bab: Haram menggunakan wadah yang terbuat
dari emas dan perak bagi pria dan wanita, haram cincin emas dan sutera bagi pria tetapi
boleh bagi wanita, jilid 6, hlm. 131-140.
392 Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Mengenai Tsaqif yang
tukang dusta dan perusak, jilid 7, hlm. 190.
393 Bukhari, Kitab: Peperangan, Bab: Perang Khaibar, jilid 9 hlm. 26. Muslim, Kitab:
Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Di antara keutamaan Ja'far bin Abu Thalib,
Asma binti Umais dan warga sampan, jilid 7, hlm. 172.
394 Bukhari, Kitab: Peperangan, Bab: Perang Khaibar, jilid 9, hlm. 24. Muslim, Kitab:
Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Keutamaan Ja'far bin Abu Thalib, jilid 7, hlm.
172.
395 Muslim, Kitab: Haji, bab: Ihram wanita bersalin dan sunnah hukumnya mandi untuk
ihram, demikian pula bagi wanita haid, jilid 4, hlm. 27.
396 Muslim, Kitab: Salam, Bab: Diperbolehkan menjampi orang yang terkena 'ain, luka
lambung, terkena racun, dan pandangan orang yang hasad, jilid 7, hlm. 18.
397 Lihat Majma' az-Zawa'id, jilid 5, hlm. 170, Hafizh al-Haitsami berkata: "Semua rijal
hadits tersebut sahih."
398 Muslim, Kitab: Salam, Bab: Pengharaman berkhulwat dan menemui wanita ajnabi,
jilid 7, hlm. 8.
400 Bukhari, Kitab: Tafsir, Bab: "Apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang
beriman untuk berba'at", jilid 10 hlm. 262.
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
Aisyah r.a. berkata bahwa Nabi saw. berkata kepadanya: "Aku melihat
dirimu dalam mimpi dua kali. Aku melihatmu berada dalam selembar kain
sutera. Malaikat berkata 'Inilah istrimu.' Lalu aku singkapkan kain itu.
Ternyata memang kamu yang berada di dalamnya. Lalu aku berkata: 'Kalau
itu memang datang dari sisi Allah, maka pasti akan terlaksana.'" (HR
Bukhari dan Muslim)305
Ammar bin Yasir berkata: "Demi Allah, dia (Aisyah) adalah istri Nabi kalian
di dunia dan akhirat." (HR Bukhari)308
menjawab: 'Tentu saja ayah.' Lalu Nabi saw. berkata: 'Maka senangilah
wanita ini (maksudnya Aisyah).'" (HR Bukhari dan Muslim)310
Aisyah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah saw. bertanya ketika sakit yang
membawa pada kematian beliau: "Di mana aku besok, di mana aku besok?"
Yang beliau maksud adalah hari giliran Aisyah. Lalu istri-istri beliau
memberi izin kepada beliau untuk tinggal di mana saja yang beliau inginkan.
Ternyata beliau memilih rumah Aisyah sampai beliau meninggal dunia di
samping Aisyah. Aisyah berkata: "Lalu beliau meninggal dunia tepat pada
hari giliran beliau mendatangiku, yaitu di rumahku. Allah mencabut nyawa
beliau pada saat kepala beliau berada di antara dada dan leherku (bersandar
di atas dada Aisyah)." (HR Bukhari dan Muslim)311
Aisyah r.a. mengatakan bahwa dia meminjam kalung dari Asma. Kemudian kalung itu
hilang dan Rasulullah saw. mengirim beberapa orang sahabat beliau untuk mencarinya. Di
tengah perjalanan waktu shalat tiba dan mereka mengerjakan shalat tanpa berwudhu
terlebih dahulu. Ketika mereka datang kepada Nabi saw., maka mereka mengadukan hal
itu kepada beliau. Akhirnya turunlah ayat yang memperbolehkan bertayamum.
Ibnu Abi Malikah berkata: "Ibnu Abbas minta izin kepadaAisyah sebelum
dia meninggal dunia. Aku takut dikatakan orang sebagai sepupu Rasulullah
saw. dan di antara orang-orang yang terpandang dari kalangan umat Islam."
Aisyah berkata: "Izinkanlah dia masuk!" Ibnu Abbas bertanya: "Bagaimana
yang kamu rasakan?" Aisyah menjawab: "Baik-baik saja selama aku masih
bertakwa." Ibnu Abbas berkata: "Engkau akan baik-baik saja insya Allah,
wahai istri Rasulullah saw. Beliau tidak pernah mengawini gadis perawan
selain engkau dan alasan yang membersihkan dirimu turun dari langit."
Ummu Salamah berkata: "Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: 'Setiap muslim yang
terkena musibah, lalu dia mengucapkan apa yang diperintahkan Allah kepadanya:
"Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kami pasti kembali kepada-
Nya. Ya Allah, berilah aku pahalanya dalam musibahku dan berilah aku
ganti yang lebih baik daripadanya," pasti Allah akan memberinya ganti yang
lebih baik daripadanya.' Ummu Salamah berkata: 'Ketika Abu Salamah
meninggal, aku berkata sendiri: "Siapakah di antara orang Islam yang lebih
baik daripada Abu Salamah? Dia adalah Ahlul Bait pertama yang hijrah
kepada Rasulullah saw."' Kemudian aku mengucapkan kalimat-kalimat yang
diajarkan Nabi saw. tersebut. Ternyata Allah memberiku Rasulullah saw.
sebagai penggantinya." (HR Muslim)318
Ummu Salamah berkata bahwa Rasulullah saw. mengutus Hathib bin Abi
Balta'ah untuk melamarku. Aku berkata: "Aku mempunyai seorang anak
perempuan dan aku adalah seorang wanita pencemburu." Lalu Rasulullah
saw. berkata: "Ada pun anak perempuannya itu akan aku doakan kepada
Allah agar tidak terlalu tergantung kepadanya, dan aku akan berdoa kepada
Allah agar berkenan menghilangkan sifat cemburu itu." (HR Muslim)319
Ummu Salamah, istri Nabi saw., mengatakan bahwa Nabi saw. berkata:
"Aku pernah mendengar beberapa orang menyebut-nyebut masalah telaga,
padahal aku sendiri belum pernah mendengar hal tersebut dari Rasulullah
saw. Pada suatu hari ketika seorang pelayan perempuan menyisir rambutku,
aku dengar Rasulullah saw. berkhotbah dari atas mimbar: 'Wahai sekalian
manusia.' Mendengar itu aku berkata kepada pelayanku: 'Tinggalkan aku
dulu!' Pelayanku menjawab: 'Beliau hanya memanggil kaum laki-laki dan
membiarkan kaum wanita.' Aku berkata: 'Aku pun termasuk manusia.'
Usamah bin Zaid mengatakan bahwa sesungguhnya Jibril a.s. datang kepada
Nabi saw. yang ketika itu berada di samping Ummu Salamah. Setelah
berbincang-bincang dengan Nabi saw., Jibril pun berdiri dan pergi. Setelah
itu Nabi saw. bertanya kepada Ummu Salamah: "Siapakah orang itu?"
Ummu Salamah menjawab: "Dia adalah Dihyah." Selanjutnya Ummu
Salamah berkata: "Demi Allah, aku tidak mengiranya selain Dihyah, sampai
aku mendengar khotbah Rasulullah saw. yang menceritakan bahwa orang itu
adalah Jibril." (HR Bukhari dan Muslim)322
Umar ibnul Khattab mengatakan bahwa dia masuk menemui Hafshah, lalu
berkata: "Wahai putriku, engkau telah membuat ulah terhadap Rasulullah
saw. sehingga beliau murung seharian." Hafshah berkata: "Demi Allah, kami
memang telah membuat ulah terhadap beliau." Lalu aku berkata: "Bukankah
kamu sudah tahu bahwa aku sudah pernah memperingatkanmu dari siksa
Allah dan murka Rasulullah saw.?" Kemudian Umar berkata: "Setelah itu
aku keluar dan pergi menemui Ummu Salamah karena dia masih mempunyai
hubungan keluarga denganku. Setelah masalah itu aku ceritakan kepadanya,
dia berkata: 'Sungguh aneh kamu ini, wahai putra al-Khattab! Kamu ingin
mencampuri segala sesuatunya, sampai-sampai kamu ingin mencampuri
masalah keluarga Rasulullah saw. dengan para istri beliau.' Demi Allah,
hatiku benar-benar terketok oleh ucapan Ummu Salamah itu, dan akhirnya
aku keluar meninggalkannya ..." (HR Bukhari dan Muslim)324
Miswar bin Makhramah dan Marwan berkata: "Rasulullah saw. keluar pada
waktu peristiwa Hudaibiyah ... Setelah mengurus masalah naskah perjanjian
(damai dengan orang Quraisy) Rasulullah saw. berkata kepada para
sahabatnya: 'Bangkitlah kalian untuk menyembelih kurban, kemudian
bercukurlah.' Miswar berkata: 'Demi Allah, ternyata seruan Rasulullah saw.
itu tidak diperhatikan oleh seorang pun dari mereka, kendatipun beliau sudah
mengulang-ulang seruannya itu sampai tiga kali.' Dengan perasaan kesal,
Rasulullah saw. menemui istrinya, Ummu Salamah, untuk menceritakan
masalah tersebut. Dengan sabar Ummu Salamah mengatakan: 'Wahai
Nabiyallah, maukah engkau menerima saranku? Sebaiknya engkau keluar
sendirian tanpa perlu berbicara sepatah kata pun kepada seorang pun dari
mereka. Engkau sembelih sendiri hewan kurbanmu, kemudian panggillah
tukang cukur untuk mencukur rambutmu.' (Saran itu dituruti oleh Rasulullah
saw.). Beliau keluar tanpa berbicara sepatah kata pun dengan salah seorang
dari mereka, sampai beliau melakukan apa yang disarankan Ummu Salamah.
Beliau menyembelih hewan kurbannya, lalu memanggil tukang cukur untuk
mencukur rambutnya. Melihat Rasulullah saw. melakukan yang demikian,
akhirnya para sahabat bergegas bangkit untuk menyembelih hewan
kurbannya, kemudian mereka mencukur rambut satu sama lainnya ..." (HR
Bukhari)326
Ummu Salamah r.a. memberitahu bahwa Nabi saw. bersumpah untuk tidak
berkumpul dengan sebagian istrinya selama satu bulan. Setelah berjalan dua
puluh sembilan hari, beliau datang atau pergi menemui istri-istrinya tersebut.
Lantas beliau ditanya seseorang: "Wahai Nabiyallah, engkau telah
bersumpah untuk tidak berkumpul dengan mereka selama satu bulan."
Beliau menjawab: "Sesungguhnya satu bulan itu ada yang dua puluh
sembilan hari." (HR Bukhari dan Muslim)327
Ummu Salamah r.a., berkata: "Nabi saw. masuk ke tempatku. Ketika itu di
sampingku ada seorang banci. Lalu aku dengar dia berkata kepada Abdullah
bin Abi Umayyah: "Wahai Abdullah, jika Allah kelak menaklukkan kota
Tha'if untuk kamu, maka carilah putri Ghilan, karena dia bertubuh gemuk."
Lalu Nabi saw. bersabda: "Dia (banci itu) jangan sampai masuk ke tempat
Abu Ja'far berkata: "Tanah kosong itu adalah tanah kosong Madinah
(terletak antara Madinah dan Mekah, sebelum Dzul Hulaifah)." (HR Muslim)
334
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
"Dan (ingatlah) ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah
melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) memberi nikmat
kepadanya: 'Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah,' sedang
kamu menyembunyikan didalam hatimu apa yang Allah akan
menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang
lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri
keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan
dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-
istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah
menyelesaikan keperluannya daripada istri-istrinya. Dan adalah ketetapan
Allah itu pasti terjadi.'" (al-Ahzab: 37)
Anas r.a. berkata bahwa ketika masa 'iddah Zainab sudah berakhir,
Rasulullah saw. bersabda kepada Zaid: "Lamarkanlah aku kepadanya." Zaid
segera berangkat menemui Zainab yang waktu itu sedang membuat adonan
roti. Selanjutnya Zaid menuturkan: "Begitu aku melihatnya, dadaku bergetar
keras, sampai-sampai aku tidak kuasa untuk memandangnya, apalagi untuk
menyampaikan lamaran Rasulullah saw. Dengan perasaan tidak karuan dan
sambil membelakang, aku paksakan berbicara: 'Wahai Zainab, Rasulullah
saw. mengutusku untuk melamarmu.'" Zainab berkata: "Aku tidak bisa
berbuat sesuatu sebelum aku shalat istikharah kepada Tuhanku." Lalu
Zainab berdiri menuju masjidnya. Ayat Al-Qur'an turun, berbunyi: "Dan
(ingatlah) ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan
nikmat kepadanya." Sesaat kemudian datanglah Rasulullah saw., lalu
langsung menemuinya tanpa izin ... (HR Muslim)336
Anas r.a. berkata: "Nabi saw. tidak pernah melakukan sesuatu dalam
walimah perkawinan dengan istri-istri beliau seperti yang beliau lakukan
dalam walimah perkawinan beliau dengan Zainab. Beliau meramaikan
walimahnya dengan memotong seekor kambing." (HR Bukhari dan Muslim)
337
Anas r.a. berkata: "Pada acara perkawinan Nabi saw. dengan Zainab
dihidangkan roti dan daging. Aku disuruh mengundang orang-orang makan
ke rumah Nabi saw. Maka datanglah satu rombongan. Mereka lalu makan,
kemudian keluar. Berikutnya datang lagi rombongan lain. Mereka makan,
kemudian keluar. Aku terus mengundang orang makan sehingga tidak ada
lagi seorang pun yang tidak aku undang ..." (HR Bukhari dan Muslim)338
Anas bin Malik r.a. berkata: "Nabi saw. menjadi pengantin bagi Zainab, lalu Ummu
Sulaim berkata kepadaku: 'Bagaimana kalau kami memberikan suatu hadiah untuk
Rasulullah saw.?' Aku jawab: 'Lakukanlah!' Lalu Ummu Sulaim mengambil kurma,
minyak samin, dan keju (haisah), kemudian diaduknya dan ditaruh ke periuk. Ummu
Sulaim menyuruhku mengantarkan bubur (haisah) itu kepada Nabi saw. Lalu aku
berangkat membawanya kepada Nabi saw. Beliau berkata kepadaku: "Letakkanlah haisah
itu dahulu!" Kemudian beliau menyuruhku dengan kata-kata: "Panggilah beberapa orang
laki-laki ke sini (beliau menyebutkan nama-nama mereka) dan panggillah (undanglah) ke
sini siapa saja yang kamu temui!"
Anas berkata: "Aku segera melaksanakan apa yang diperintahkan Nabi saw.
kepadaku. Setelah itu aku kembali dan ternyata di rumah sudah penuh sesak
oleh para undangan. Aku melihat Nabi saw. meletakkan kedua belah tangan
beliau ke atas haisah tersebut sambil membacakan sesuatu (berdoa).
Kemudian beliau memanggil para undangan sepuluh orang sepuluh orang
untuk makan dan beliau berkata kepada mereka: 'Bacalah bismillah dan
setiap orang hendaklah memakan apa yang didekatnya!'" (HR Bukhari dan
Muslim)339
Aisyah r.a. berkata: "Aku belum pernah sama sekali melihat wanita yang
hebat dalam soal agama melebihi Zainab, dia sangat takut kepada Allah,
bicaranya sangat jujur, suka menyambung silaturahmi, senang memberikan
sedekah, serta tidak segan-segan mengorbankan tenaganya demi amal
perbuatan yang dia anggap baik dan yang dapat mendekatkan dirinya kepada
Allah Ta'ala." (HR Muslim)343
Aisyah berkata bahwa Rasulullah saw. pernah bertanya kepada Zainab binti
Jahsy mengenai persoalanku ini (mengenai berita bohong). Beliau bertanya
kepada Zainab: "Apa yang engkau ketahui atau engkau lihat?" Zainab
berkata: "Ya Rasulullah, aku selalu menjaga pendengaran dan
penglihatanku. Demi Allah, tiada yang aku ketahui selain yang baik saja."
Aisyah berkata: "Allah telah menjaganya dengan sifat wara." (HR Bukhari
dan Muslim)344
Anas berkata: "Zainab merasa bangga di atas istri-istri Nabi saw. yang lain.
Dia berkata: 'Kalian dikawinkan oleh keluarga kalian, sementara aku
dikawinkan oleh Allah SWT dari atas langit yang tujuh ..." (HR Bukhari)345
Aisyah mengatakan bahwa beberapa orang istri Nabi saw. bertanya kepada
Nabi saw.: "Siapa di antara kami yang paling cepat menyusulmu?" Beliau
menjawab: "Orang yang paling panjang tangannya di antara kalian." Lalu
mereka mengambil tongkat untuk mengukur panjang hasta/tangan mereka.
Ternyata Saudah yang paling panjang tangannya. Maka tahulah kami setelah
itu (setelah wafatnya Zainab) bahwa yang dimaksud dengan panjang; tangan
itu adalah yang paling banyak sedekahnya. Dan adalah Zainab orang yang
paling cepat di antara kami menyusul Rasulullah saw. Zainab adalah orang
yang paling suka bersedekah." (HR Bukhari dan Muslim)346
Rasulullah saw. bersabda: "Aku masuk ke dalam surga, lalu aku mendengar
suara langkah orang berjalan. Aku bertanya: 'Siapa itu?' Mereka (para
malaikat) menjawab: 'Dia adalah al-Ghumaisha (wanita yang mudah
menangis) putri Milhan."' (HR Muslim)347
Dalam perkawinannya dengan Abu Thalhah terdapat kisah yang menunjukkan kekuatan
iman dan harga dirinya. Dari Tsabit al-Banani, dari Anas, dia berkata: "Abu Thalhah
meminang/melamar Ummu Sulaim. Ummu Sulaim berkata: 'Demi Allah, orang seperti
kamu ini, wahai Abu Thalhah, tidak mungkin ditolak. Cuma sayangnya kamu masih kafir,
sementara aku adalah wanita muslimah. Tidak halal bagiku kawin denganmu. Tetapi jika
kamu mau masuk Islam, maka itulah maskawinku, dan aku tidak akan meminta yang lain
lagi kepadamu (padahal Abu Thalhah adalah orang Anshar yang paling kaya karena kebun
kurmanya di Madinah).349 Akhirnya dia masuk Islam dan itulah yang dia jadikan mahar
untuk mengawini Ummu Sulaim." Tsabit al-Banani berkata: "Aku belum pernah melihat
seorang wanita sama sekali yang lebih mulia maskawinnya dibandingkan dengan
maskawin Ummu Sulaim." (HR an-Nasa'i)350 Tepat sekali pilihan Ummu Sulaim. Abu
Thalhah akhirnya menjadi salah seorang sahabat Rasulullah saw. yang paling menonjol,
pahlawan yang sangat berani dan sangat pemurah berkorban di jalan Allah.
Anas r.a. berkata: "Ketika terjadi Perang Uhud, banyak pasukan Islam yang
lari meninggalkan Nabi saw. Tetapi, Abu Thalhah tetap bersama Nabi saw.
dan dia melindungi nabi saw. dengan sebuah tameng miliknya. Abu Thalhah
terkenal sebagai seseorang yang mahir dalam urusan memanah dan juga
sangat pemberani. Pada waktu itu Abu Thalhah membawa dua atau tiga
busur sekaligus. Namun sayang dia kehabisan anak panah. Beruntung pada
saat itu ada yang memberinya anak-anak panah. Sementara itu Nabi saw.
menengok ke luar untuk melihat keadaan pasukannya yang porak poranda.
Lalu Abu Thalhah berkata: 'Wahai Nabiyullah, demi bapak dan ibuku,
jangan engkau lakukan itu. Saya tidak ingin engkau menjadi sasaran anak
panah musuh, biar leher saya saja yang terkena, asal jangan leher engkau ...'
Pedang sempat jatuh dari kedua tangan Abu Thalhah dua atau tiga kali." (HR
Bukhari dan Muslim)351
Anas bin Malik berkata: "Abu Thalhah adalah seorang sahabat Anshar yang
paling banyak hartanya di Madinah berupa pohon kurma. Hartanya yang
paling dia senangi adalah taman Bairuha' yang letaknya menghadap ke
masjid. Rasulullah saw. biasa memasuki taman itu dan meminum airnya
yang bagus." Anas berkata: bahwa ketika turun firman Allah yang berbunyi:
"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian (yang sempurna) sebelum
kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai," Abu Thalhah
berusaha menemui Rasulullah saw. dan berkata: "Wahai Rasulullah,
sesungguhnya Allah telah berfirman: 'Kamu sekali-kali tidak sampai kepada
kebaktian (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta
yang kamu cintai.' Harta yang paling aku cintai adalah taman Bairuha' dan
aku ingin menyedekahkannya untuk Allah dengan harapan aku bisa
memperoleh kebajikan-Nya dan menjadi simpanan di sisi Allah. Lakukanlah
sesuatu, wahai Rasulullah, terhadap taman itu sesuai dengan yang diridhai
Allah." Rasulullah saw. berkata: "Wah, harta itu banyak mengalirkan pahala
kepada pemiliknya atau banyak menghasilkan untung." (Abdullah ragu):
"Dan aku telah mendengar dan paham apa yang baru kamu katakan.
Menurutku, sebaiknya kamu berikan saja kepada anggota keluargamu yang
terdekat." Abu Thalhah berkata: "Akan aku laksanakan, wahai Rasulullah."
Lalu Abu Thalhah membagi-bagikan harta yang paling dicintainya itu
kepada kaum kerabatnya yang terdekat, dan juga kepada keponakan-
keponakannya." (HR Bukhari dan Muslim)352
Anas mengatakan bahwa anak Abu Thalhah dari Ummu Sulaim meninggal dunia, lalu
Ummu Sulaim berkata kepada keluarganya: "Jangan kalian ceritakan kepada Abu Thalhah
perihal anaknya itu. Biar aku sendiri yang akan bercerita kepadanya."
Pada suatu hari Rasulullah saw. bepergian dan kebetulan Ummu Sulaim ikut
bersama beliau. Apabila memasuki kota Madinah, Rasulullah saw. biasanya
tidak melakukannya di malam hari sehingga harus mengetuk-ngetuk pintu
rumah segala. Saat mereka sudah dekat ke Madinah, tiba-tiba Ummu Sulaim
merasa sakit karena sudah dekat melahirkan. Abu Thalhah berusaha
menolongnya dan menyuruhnya supaya sabar. Sementara itu Rasulullah saw.
terus saja berjalan. Abu Thalhah berkata sendiri: "Ya Tuhan, Engkau tahu
sendiri bahwa aku senang sekali bisa selalu bersama Rasulullah saw. Aku
sudah berusaha sabar seperti yang Engkau tahu." Ummu Sulaim berkata:
"Wahai Abu Thalhah, rasanya aku tidak mendapati sesuatu yang biasa aku
dapati. Berangkat sajalah kamu!" Sepeninggalnya, kembali Ummu Sulaim
merasa sakit seperti mau melahirkan. Ternyata dia memang melahirkan
seorang anak laki-laki. Ibuku berkata kepadaku: "Wahai Anas, siapa pun
tidak boleh menyusukannya sebelum kamu membawanya kepada Rasulullah
saw." Pagi-pagi sekali aku bawa anak itu kepada Rasulullah saw. Kebetulan
waktu itu aku mendapati beliau sedang membawa besi penyelar (penanda).
Begitu melihatku beliau bertanya: "Barangkali saja Ummu Sulaim sudah
melahirkan?" Aku jawab: "Benar." Beliau meletakkan besi penyelar tersebut.
Aku bawa anak itu, lalu aku letakkan di pangkuan beliau. Rasulullah saw.
kemudian minta diambilkan sebutir kurma Madinah. Beliau kunyah kurma
Anas bin Malik r.a berkata: "Sesungguhnya Nabi saw. tidak pernah masuk
suatu rumah di Madinah (secara terus menerus) selain rumah Ummu Sulaim,
kecuali ke rumah para istri beliau. Ketika hal itu ditanyakan, beliau
menjawab: 'Aku merasa kasihan kepadanya karena saudaranya terbunuh
sewaktu bersamaku.'" (HR Bukhari dan Muslim)354
Anas r.a. berkata: "Adalah Nabi saw. apabila lewat di dekat Ummu Sulaim,
beliau singgah menemuinya dan mengucapkan salam kepadanya." (HR
Bukhari)355
Anas r.a. mengatakan bahwa Nabi saw. datang mengunjungi Ummu Sulaim.
Lantas Ummu Sulaim menghidangkan kurma dan minyak samin kepada
beliau. Nabi saw. berkata: "Kembalikanlah minyak samin dan kurmamu ke
tempatnya masing-masing sebab aku sedang berpuasa. Kemudian beliau
pergi ke salah satu pojok rumah, lalu melaksanakan shalat bukan fardu.
Beliau memanjatkan doa untuk Ummu Sulaim dan anggota keluarganya."
Lalu Ummu Sulaim berkata: "Wahai Rasulullah, aku meminta sesuatu yang
agak khusus." Rasulullah saw. berkata: "Apa itu?" Ummu Sulaim berkata:
"Pembantumu si Anas. Tidak satu pun yang tinggal dari kebaikan akhirat,
begitu pula dunia, kecuali dia berdoa untukku: 'Ya Allah, beri rezekilah dia
harta dan anak yang banyak dan berkahilah dia.'"
Anas bin Malik berkata: "Nabi saw. pernah datang ke rumah Ummu Sulaim
dan beristirahat tidur di atas tempat tidurnya. Saat itu Ummu Sulaim tidak
ada di rumahnya. Pada hari yang lain beliau juga datang lagi dan beristirahat
tidur di tempat tidurnya Ummu Sulaim. Kemudian Ummu Sulaim ditemui
oleh seorang sahabat dan diberitahu: 'Nabi saw. sedang tidur di rumahmu, di
atas tempat tidurmu.' Ummu Sulaim segera pulang, dia melihat beliau
berkeringat, dan keringat beliau terkumpul pada sehelai hamparan kulit yang
terdapat di atas tempat tidur. Ummu Sulaim lalu membuka kotak kecil
miliknya. Dia kemudian menyeka keringat tersebut dengan sebuah handuk
dan memerasnya ke dalam kotak kecil tadi. Nabi saw. terbangun, lalu
bertanya: 'Apa yang sedang kamu kerjakan ini, wahai Ummu Sulaim?' Dia
menjawab: 'Wahai Rasulullah, aku berharap mencari berkahnya untuk anak-
anakku.' Rasulullah saw. berkata: 'Kamu benar.'" (HR Muslim)357
Anas berkata: "Nabi saw. adalah orang yang paling baik budi pekertinya,
dan aku mempunyai seorang saudara yang bernama Abu Umair. Dia berkata:
'Aku mengiranya seusia anak sapihan.' Setiap beliau datang, beliau selalu
bertanya: 'Hai Abu Umair, apa yang dilakukan burung pipit yang selalu
dimainkan Abu Umair?' Kadang-kadang datang waktu shalat sewaktu beliau
berada di rumah kami. Maka beliau meminta diambilkan hamparan yang
diduduki oleh Abu Umair, kemudian disapu dan disiram sedikit dengan air.
Setelah itu beliau berdiri untuk melakukan shalat dan kami pun berdiri di
belakang beliau. Kemudian beliau shalat bersama kami." (HR Bukhari)358
Anas bin Malik berkata: "Ketika orang-orang Muhajirin tiba di Madinah dari
Mekah, mereka tidak memiliki apa-apa. Sementara itu orang-orang Anshar
banyak memiliki tanah dan pekarangan. Orang-orang Anshar kemudian
membagikan tanah atau pekarangan kepada saudara-saudaranya dan mereka
memperoleh bagi hasil sebanyak separuh setiap tahunnya. Pekerjaan dan
biaya penggarapannya juga sudah mereka cukupi. Ibu Anas bin Malik (yaitu
Ummu Sulaim) memberikan pohon kurmanya kepada Rasulullah saw." (HR
Bukhari dan Muslim)359
Anas berkata: "Aku diajak oleh ibuku menemui Rasulullah saw. Separuh
selendangnya dikenakannya kepadaku sebagai sarung dan separuh lagi
sebagai selempang. Ibuku berkata: 'Wahai Rasulullah, si kecil Anas ini
adalah putraku. Aku serahkan dia kepadamu untuk melayanimu. Maka
panjatkanlah doa kepada Allah untuknya.' Rasulullah saw. pun berdoa seraya
berkata: 'Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya.'Anas berkata: 'Demi
Allah, sungguh hartaku sangat banyak, sedangkan anak cucuku sudah lebih
dari seratus orang sekarang ini.'" (HR Bukhari)360
Anas bin Malik r.a. berkata bahwa dia baru berumur sepuluh tahun ketika
Rasulullah saw. datang ke Madinah: "Ibu menasihatiku supaya terus-
menerus dan tabah melayani Rasulullah saw. Aku sempat melayani beliau
selama sepuluh tahun, dan Nabi saw. meninggal dunia ketika aku berusia
Anas bin Malik berkata: "Setelah melakukan akad nikah, Rasulullah saw.
menemui istrinya. Sementara itu ibuku Ummu Sulaim membuatkan sebaki
makanan haisah (yang terbuat dari keju, kurma, dan minyak samin), lalu dia
berkata kepadaku: 'Hai Anas, bawalah makanan ini kepada Rasulullah saw.
dan katakan: "Ibuku menyuruhku mengantarkan makanan ini kepadamu, dan
dia mengucapkan salam kepadamu." Kemudian katakan kepada beliau: "Ini
ada sedikit makanan dari kami untukmu, wahai Rasulullah."' Anas berkata:
"Lalu aku pergi membawa makanan itu kepada Rasulullah saw.
Sesampainya di tempat beliau, aku berkata: 'Ibuku mengucapkan salam
untukmu dan dia berkata: "Ini ada sedikit makanan dari kami untukmu,
wahai Rasulullah."' Nabi saw. berkata: 'Letakkanlah dulu makanan itu!'
Kemudian beliau berkata: 'Pergilah kamu memanggil si fulan, si fulan, si
fulan, dan orang-orang yang kamu temui ...'" (HR Bukhari dan Muslim)363
Anas berkata bahwa Rasulullah saw. menyerang Khaibar ... dan kami
menaklukkannya dengan pertempuran yang dahsyat. Kami mengumpulkan
para tawanan. Tiba-tiba datang seorang prajurit yang bernama Dahyah. Dia
berkata: "Wahai Nabiyallah, berilah aku seorang tawanan wanita." Nabi saw.
berkata: "Pergilah ambil seorang!" Anas berkata: "Lalu Dahyah mengambil
tawanan wanita yang bernama Shafiyyah binti Huyay." Melihat hal itu,
prajurit lainnya bergegas melapor kepada Nabi saw.: "Wahai Nabiyullah,
apakah engkau berikan kepada Dahyah, Shafiyyah binti Huyay, seorang
pemuka Bani Quraizhah dan an-Nadhir? Dia itu sama sekali tidak pantas
kecuali untukmu, wahai Rasulullah!" Nabi saw. berkata: "Panggil Dahyah
bersama wanita itu ke sini!" Lalu Dahyah datang bersama wanita itu. Setelah
melihat wanita itu sejenak, Nabi saw. berkata kepada Dahyah: "Kamu ambil
tawanan wanita yang lain saja!" Anas berkata: "Lantas Nabi saw.
memerdekakan Shafiyyah binti Huyay, kemudian mengawininya ..." Ketika
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
Anas bin Malik berkata bahwa Abu Thalhah berkata kepada Ummu Sulaim:
"Aku mendengar suara Rasulullah saw. demikian lemah. Aku tahu beliau
lapar. Apakah engkau mempunyai sesuatu?" Ummu Sulaim menjawab:
"Ya." Lalu Ummu Sulaim mengeluarkan beberapa potong roti dari gandum.
Kemudian dia mengambil kerudungnya dan membungkus roti dengan
sebagian kerudung itu, lalu dia sisipkan di bawah bajuku, sedangkan
sebagian kerudung dia selendangkan ke kepalaku. Kemudian dia
menyuruhku pergi ke tempat Rasulullah saw." Anas berkata: "Lalu aku pergi
membawa roti tersebut. Aku temukan Rasulullah saw. sedang duduk di
masjid bersama orang banyak. Aku menghampiri mereka. Rasulullah saw.
bertanya kepadaku: 'Apakah Abu Thalhah menyuruhmu?'Aku jawab: 'Ya,
benar.' Rasulullah saw. bertanya lagi: 'Membawa makanan?' Aku menjawab:
'Ya.' Lalu Rasulullah saw. berkata kepada orang-orang yang bersama beliau:
'Bangunlah kalian semua!' Lalu Rasulullah saw. berangkat bersama mereka,
sementara aku berada di hadapan mereka untuk segera memberitahu Abu
Thalhah. Maka berkatalah Abu Thalhah: 'Wahai Ummu Sulaim, Rasulullah
saw. telah datang bersama orang banyak, tetapi kita tidak mempunyai
makanan yang cukup untuk dihidangkan kepada mereka.' Ummu Sulaim
berkata: 'Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.' Lalu Abu Thalhah menyongsong
Rasulullah saw. Rasulullah saw. datang dan masuk bersama Abu Thalhah.
Rasulullah saw. berkata: 'Bawa ke sini apa yang ada padamu, wahai Ummu
Sulaim!' Ummu Sulaim datang memberi roti tersebut. Lalu memeras minyak
saminnya untuk lauk pauk roti. Kemudian Rasulullah saw. mendoakan
makanan itu. Setelah itu beliau berkata: 'Persilakanlah sepuluh orang
masuk!' Setelah diizinkan masuk mereka makan sampai kenyang, kemudian
keluar. Setelah itu Rasulullah saw. berkata kembali: 'Persilakan masuk
sepuluh orang lagi.' Setelah diizinkan, mereka pun masuk dan makan sampai
kenyang, kemudian pergi. Setelah itu Rasulullah saw. kembali
memerintahkan: 'Persilakan masuk sepuluh orang lagi.' Setelah diizinkan,
mereka pun masuk dan makan sampai kenyang. Semua orang makan sampai
kenyang hingga jumlah mereka mencapai tujuh puluh atau delapan puluh
orang.' Dan menurut riwayat Muslim366: "Kemudian Rasulullah saw. makan
bersama Abu Thalhah, Ummu Sulaim, dan Anas bin Malik. Ternyata masih
tersisa, maka kami memberikannya kepada tetangga-tetangga kami." (HR
Bukhari dan Muslim)367
Ummu Athiyyah r.a. berkata: "Ketika melakukan bai'at, Nabi saw. menuntut
kami untuk tidak meratap. Tidak ada wanita yang menepati bai'at (janji)nya
kecuali lima orang saja, yaitu: Ummu Sulaim, Ummu al-'Ala', putri Abu
Sabrah, istri Mu'adz, dan dua orang wanita lagi." (HR Bukhari dan Muslim)
368
Ummu Salamah berkata bahwa Ummu Sulaim datang kepada Nabi saw., lalu
berkata: 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu terhadap
kebenaran. Apakah wanita wajib mandi apabila dia mimpi (bersetubuh)?"
Nabi saw. menjawab: "Apabila wanita itu melihat air (mani)." (HR Bukhari
dan Muslim)369
Anas r.a. berkata: "Ketika terjadi Perang Uhud, banyak pasukan Islam yang
lari meninggalkan Nabi saw. Aku melihat Aisyah binti Abu Bakar dan
Ummu Sulaim sibuk sekali melayani pasukan. Mereka menyingsingkan
pakaian sehingga kelihatan olehku gelang-gelang kaki mereka. Dengan
langkah cepat mereka mengangkat girbah air di atas punggung mereka untuk
memberi minum pasukan Islam. Kemudian pergi lagi mengisi girbah air
tersebut, lalu datang lagi untuk memberi minum pasukan sampai isi girbah
itu kosong." (HR Bukhari dan Muslim)371
Asma binti Abu Bakar r.a. berkata: "Aku melihat Zaid bin Amru bin Nufail
sedang berdiri sambil menyandarkan punggungnya ke Ka'bah. Dia berkata:
'Wahai orang-orang Quraisy, demi Allah, tidak ada seorang pun dari kalian
yang memeluk agama Ibrahim selain diriku. Zaid bin Amru menyelamatkan
bayi-bayi perempuan yang biasanya dikubur hidup-hidup.' Dia berkata
kepada orang yang hendak membunuh anak perempuannya: 'Janganlah
kamu bunuh dia. Biarlah aku yang akan mengasuhnya.' Lalu dia mengambil
anak perempuan itu. Setelah anak perempuan itu tumbuh remaja, Zaid bin
Amru berkata kepada ayah perempuan itu: 'Kalau kamu mau, akan aku
serahkan putrimu ini kepadamu, dan kalau kamu ingin aku terus
mengasuhnya maka akan aku lakukan.'" (HR Bukhari)375
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata bahwa di dalam satu hadits Asma binti Abu
Bakar menurut ath-Thabrani disebutkan: "Adalah Nabi saw. datang
mengunjungi kami sewaktu berada di Mekah dua kali setiap hari, yaitu pada
waktu pagi dan sore hari."376
Asma binti Abu Bakar berkata: "Az-Zubair mengawiniku ..." (HR Bukhari
dan Muslim)377 Dari Jabir, dia berkata: "Nabi saw. bertanya: 'Siapakah yang
akan membawa berita kaum itu kepadaku (pada hari Ahzab ini)?' Zubair
menjawab: 'Saya, wahai Rasulullah.' Kemudian beliau kembali bertanya:
'Siapakah yang akan membawa berita kaum itu kepadaku?' Az-Zubair pun
kembali menjawab: 'Saya.' Setelah itu Nabi saw. bersabda: 'Sesungguhnya
setiap nabi itu mempunyai seorang pendukung yang setia, dan pendukung
setiaku adalah az-Zubair.'" Dalam riwayat dari Abdullah ibnu Zubair,378
Zubair berkata: "Lalu aku berangkat. Ketika aku kembali Rasulullah saw.
telah mengumpulkan untukku kedua orang tuanya." Lalu az-Zubair berkata:
"Tebusanmu adalah ayah dan ibuku." (HR Bukhari dan Muslim)379
Asma r.a. mengatakan bahwa ketika mengandung Abdullah ibnu Zubair, dia:
"Aku pergi pada saat sudah dekat waktu melahirkan. Sesampainya di
Madinah, aku singgah di Quba' dan melahirkan di sana. Kemudian aku
membawa bayiku itu kepada Rasulullah saw. Beliau mengambilnya dan
meletakkannya di pangkuan beliau. Kemudian beliau minta kurma, lalu
kurma itu beliau kunyah, kemudian beliau ludahkan ke dalam mulut bayiku,
sehingga yang pertama sekali masuk ke dalam perut bayiku adalah air liur
Rasulullah saw. Selanjutnya beliau menggosokkan kurma tadi ke
tenggorokan bayiku. Kemudian beliau mendoakan dan memberkatinya.
Itulah bayi pertama yang dilahirkan dalam Islam (di Madinah dari kaum
Muhajirin)." (HR Bukhari dan Muslim)380
Asma binti Abu Bakar r.a. berkata: "Pada suatu hari aku datang dengan biji kurma di atas
kepalaku. Lalu aku bertemu dengan Rasulullah saw. yang diiringi beberapa orang sahabat
beliau dari kalangan Anshar. Beliau memanggilku lalu mengucapkan: 'Ikh ... ikh ...
(ucapan untuk membuat unta menderum).' Beliau bermaksud memboncengkan aku di
belakang beliau. Aku merasa malu berjalan bersama kaum laki-laki, dan aku teringat az-
Zubair dan sifat cemburunya. Dia adalah orang yang paling cemburu. Rupanya Rasulullah
saw. tahu bahwa aku merasa malu, sehingga beliau berlalu meninggalkanku. Lalu aku
datang kepada az-Zubair. Aku berkata: 'Rasulullah saw. menemuiku, sementara di atas
kepalaku ada biji kurma. Dan bersama beliau ada beberapa orang sahabatnya. Beliau
menderumkan untanya untuk aku tunggangi, tetapi aku merasa malu kepada beliau dan aku
juga tabu sifat cemburumu.' Mendengar penuturan Asma itu az-Zubair berkata: 'Demi
Allah, engkau mengangkat biji kurma di atas kepalamu itu lebih berat bagiku daripada
kamu menunggang kendaraan bersama beliau.'"
Asma r.a. berkata: "Aku bertanya: 'Wahai Rasulullah, aku tidak memiliki
harta selain apa yang diberikan az-Zubair kepadaku. Apakah aku boleh
menyedekahkannya?'" Nabi saw. bersabda: "Bersedekahlah kamu kikir dan
menyimpan harta dalam wadah sehingga Allah pun tidak mau memberikan
tambahan karunia rezeki-Nya kepadamu." (HR Bukhari dan Muslim)384
Asma binti Abu Bakar r.a. berkata: "Ibuku datang kepadaku, padahal dia
masih dalam keadaan musyrik pada masa Rasulullah saw. Lalu aku meminta
fatwa kepada Rasulullah saw. mengenai masalah ini. Aku bertanya: '(Wahai
Rasulullah), ibuku datang kepadaku menginginkan (aku berbuat baik
kepadanya), apakah aku boleh berhubungan dengannya?' Rasulullah saw.
berkata: 'Ya, jalinlah hubungan dengannya!'" (HR Bukhari dan Muslim)385
Asma binti Abu Bakar berkata: "Aku datang menemui Aisyah dan kebetulan
dia sedang shalat. Lalu aku bertanya: 'Ada apa dengan orang-orang?' Aisyah
memberi isyarat ke arah langit --rupanya orang-orang sedang melakukan
shalat-- lalu dia berkata; 'Subhanallah!' Aku bertanya: 'Apakah itu tanda
kebesaran Allah?' Aisyah kembali memberi isyarat dengan kepalanya yang
maksudnya 'Ya.' Akhirnya aku pun ikut berdiri (shalat) sampai aku hampir
jatuh pingsan.' Menurut riwayat387 Muslim dari Jabir: 'Pada suatu hari yang
sangat panas, Rasulullah saw. mengerjakan shalat bersama para sahabat.
Beliau berdiri lama sekali, sehingga banyak yang jatuh (karena lemah) ...
Lalu aku menyiramkan air ke atas kepalaku.' Menurut riwayat Muslim yang
lain388 dari Asma: 'Beliau berdiri sangat lama, sampai-sampai terpikir
olehku untuk duduk saja. Kemudian aku menoleh ke arah seorang
perempuan yang sangat lemah. Aku berkata dalam hati: "Wanita ini lebih
lemah daripadaku." Akhirnya aku memutuskan untuk terus berdiri.
Kemudian Rasulullah saw. ruku dan ruku lama sekali. Setelah itu beliau
mengangkat kepala dan kembali berdiri lama, sehingga jika ada orang yang
datang, pasti dia menyangka bahwa Rasulullah saw. belum ruku'.
Selanjutnya seusai shalat Rasulullah saw. berkotbah, beliau memuji Allah
dan menyanjung-Nya. Kemudian berkata: 'Tidak satu pun yang pernah aku
lihat sebelumnya kecuali telah diperlihatkan kepadaku di tempat ini, sampai
surga dan neraka. Telah diwahyukan kepadaku bahwa kalian akan menerima
cobaan di dalam kubur seperti -atau hampir-seperti cobaan Almasih ad-
Dajjal.' Kepadanya akan dikatakan: 'Apa yang kamu ketahui mengenai laki-
laki ini?' Seorang yang beriman atau yang berkeyakinan (memiliki akidah)
akan menjawab: 'Dia adalah Muhammad, Rasulullah yang datang membawa
keterangan-keterangan dan petunjuk, lalu kami memenuhi panggilan
Muhammad dan mematuhi perintahnya.' (Jawaban ini dia ulang tiga kali).
Kemudian dikatakan kepadanya: 'Tidurlah kamu dengan tenang, wahai
orang saleh. Kami memang sudah tahu bahwa kamu yakin (beriman)
kepadanya.' Sementara orang munafik ragu-ragu akan menjawab: 'Aku tidak
tahu. Aku mendengar orang-orang mengatakan sesuatu lalu aku ikut pula
mengatakan.'" (HR Bukhari dan Muslim)389
Muslim al-Qurri, dia berkata: "Aku pernah bertanya kepada Ibnu Abbas r.a.
mengenai masalah mut'ah ketika orang tengah menunaikan ibadah haji.
Tenyata Ibnu Abbas r.a. memperbolehkannya, padahal Ibnu Zubair pernah
melarangnya. Karena itu, Ibnu Abbas berkata: 'Ibunya Ibnu Zubair sendiri
yang bercerita bahwa sesungguhnya Rasullullah saw. memperbolehkannya.
Karena itu temuilah ibu Ibnu Zubair dan tanyakanlah masalah ini
kepadanya!' Muslim al-Qurri berkata: 'Akhirnya kami pergi menemui ibu
Ibnu Zubair. Ternyata dia adalah seorang wanita yang berbadan gemuk dan
buta matanya.' Dia berkata: 'Rasulullah saw. memang
memperbolehkan.'" (HR Muslim)390
Abdullah, budak Asma binti Abu Bakar dan dia adalah paman anak Atha,
berkata: "Asma menyuruhku menemui Abdullah bin Umar untuk
menyampaikan pesan beliau: 'Telah sampai kepadaku berita bahwa kamu
mengharamkan tiga perkara: lukisan pada kain (sulaman sutera), bantal
bewarna ungu, dan puasa bulan Rajab seluruhnya.' Abdullah bin Umar
berkata kepadaku: 'Adapun mengenai puasa bulan Rajab, maka bagaimana
dengan seorang yang puasa sepanjang masa. Adapun lukisan pada kain, aku
pernah mendengar Umar ibnul Khattab berkata: "Aku mendengar Rasulullah
saw. bersabda bahwa sesungguhnya yang memakai sutera itu hanyalah orang
yang tidak akan mendapat bagian kebaikan kelak di surga." Jadi aku kawatir
lukisan pada kain itu termasuk daripadanya. Sedangkan bantal bewarna
merah tua, coba lihat ini bantal Abdullah.' Ternyata bantal itu bewarna
merah tua. Setelah itu kembali menemuia Asma, lalu aku menceritakan
jawaban Abdullah bin Umar. Setelah mendengarkan penjelasanku itu Asma
berkata: 'Ini jubah Rasulullah saw.,' seraya mengeluarkan dan menunjukkan
kepadaku jubah kekaisaran bewarna hijau yang berkerah (leher baju) sutera.
Kedua sisi jubah itu disulami dengan benang sutera.' Asma berkata: 'Jubah
ini dahulunya berada di tangan Aisyah sampai dia meninggal dunia. Setelah
meninggal dunia, aku mengambilnya. Dan dulu Nabi saw. sering
Abu Naufal berkata: "Suatu hari aku melihat Abdullah bin Zubair berada di
jalan masuk kota Mekah dalam keadaan disalib." Abu Naufah berkata: "Tiba-
tiba beberapa orang Quraisy dan lainnya lewat di situ dan berkata:
'Keselamatan atasmu, wahai Abu Khubaib. Keselamatan atasmu, wahai Abu
Khubaib. Demi Allah, aku telah melarangmu dari ini, demi Allah, aku telah
melarangmu dari ini, demi Allah, aku telah melarangmu dari ini. Demi
Allah, jika dugaanku ternyata benar bahwa kamu adalah orang yang sangat
rajin berpuasa, sangat rajin shalat malam, dan suka melakukan silaturrahim,
demi Allah sungguh suatu umat di mana engkau adalah yang terburuk dari
suatu umat yang terbaik.' Setelah itu Abdullah bin Umar berlalu. Sikap dan
ucapan Abdullah bin Umar itu terdengar oleh Hajjaj. Lantas Hajjaj mengirim
seseorang kepada Abdullah bin Zubair untuk menurunkannya dari tiang
gantungan dan melemparkannya ke tempat pemakaman orang-orang Yahudi.
Setelah itu Hajjaj mengutus seseorang untuk menjemput ibunya, Asma binti
Abu Bakar. Tetapi Asma tidak mau menemui Hajjaj. Al-Hajjaj kembali
mengutus pembantunya sambil disertai ancaman: 'Kamu datang
menghadapku atau akan aku perintahkan seseorang untuk menyeret
rambutmu.' Tetapi Asma tetap saja tidak mau menemuinya. Dia berkata:
'Demi Allah, aku tidak akan datang menghadapmu. Silakan kamu menyuruh
orang-orangmu untuk menyeret rambutku.' Mendengar jawaban Asma itu
Hajjaj berkata: 'Bawa ke sini sandalku.' Hajjaj mengenakan sandalnya lalu
berangkat bergegas sampai bertemu dengan Asma. Dia berkata kepada
Asma: 'Bagaimana pendapatmu mengenai apa yang telah aku lakukan
terhadap musuh Allah?' Asma berkata: 'Aku berpendapat bahwa kamu telah
merusak dunianya, sementara dia telah menghancurkan akhiratmu. Telah
sampai berita kepadaku bahwa kamu berkata kepadanya: "Wahai putra
wanita empunya dua ikat pinggang," saya, demi Allah, memang mempunyai
dua ikat pinggang. Salah satunya aku pergunakan untuk mengikat makanan
Rasulullah saw. dan Abu Bakar ke kendaraan mereka. Yang satu lagi aku
gunakan sebagai ikat pinggang yang tidak mungkin lepas dari seorang
wanita. Kemudian, Rasulullah saw. pernah menceritakan kepada kami
bahwa ada seorang pendusta dan seorang perusak. Adapun yang beliau
katakan 'si pendusta' (yang beliau maksud si pendusta itu adalah Mukhtar bin
Abu Ubaid ats-Tsaqafi yang mengaku sebagai nabi) telah kami lihat
orangnya. Sementara si 'perusak/pembunuh' aku kira tidak ada orang lain
selain engkau.' Abu Naufal berkata: 'Mendengar jawaban Asma itu Hajjaj
segera pergi meninggalkannya tanpa mengemukakan bantahan.'" (HR
Muslim)392
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
J. ASMA BINTI UMAIS ISTRI TIGA SAHABAT YANG DIJAMIN MASUK SURGA
Abu Musa r.a. berkata: "... Asma binti Umais ikut hijrah ke Najasyi bersama
orang-orang yang hijrah ..." (HR Bukhari dan Muslim)393
2. Keberanian Moralitas
Abu Burdah, dari Abu Musa r.a., berkata: "Sampai kepada kami berita
mengenai hijrahnya Nabi saw. ketika kami sedang berada di Yaman. Lalu
kami pergi berhijrah kepada beliau, yaitu aku dan dua orang saudara laki-
lakiku. Akulah yang paling kecil dari mereka. Salah satu dari kedua saudara
laki-lakiku itu (bernama) Abu Burdah dan yang satu lagi Abu Ruhm, di
tengah-tengah lima puluh tiga atau lima puluh dua orang laki-laki dari
kaumku. Lalu kami naik perahu, dan perahu itu mengantarkan kami kepada
Raja Najasyi di Habasyah. Akhirnya kami bertemu dengan Ja'far bin Abu
Thalib. Lalu kami tinggal bersama sampai semua tiba. Kemudian kami
bertemu dengan Nabi saw. ketika beliau menaklukkan Khaibar. Lantas ada
sejumlah orang yang berkata kepada kami (yaitu para penumpang perahu):
'Kami lebih dahulu hijrah daripada kalian.' Asma binti Umais --salah seorang
anggota rombongan yang datang bersama kami-- masuk menemui Hafshah,
istri Nabi saw., sebagai tamu. Setelah itu datang pula Umar menemui
Hafshah, sementara Asma berada di samping Hafshah. Ketika melihat Asma
di sana Umar langsung bertanya: 'Siapa wanita ini?' Asma menjawab: 'Asma
binti Umais.' Umar bertanya: 'Ini yang hijrah ke Habasyah? Ini yang
mengarungi lautan?' Asma menjawab: 'Ya.' Umar berkata: 'Kami lebih
dahulu berhijrah daripada kalian Karena itu kami lebih berhak daripada
kalian terhadap Rasulullah saw. 'Asma marah (mendengar ucapan Umar itu)
dan berkata: 'Tidak demi Allah. Kalian bersama Rasulullah saw. Beliau
memberi makan orang yang lapar di antara kalian dan menasihati orang yang
bodoh di antara kalian. Sementara kami berada di suatu negeri yang jauh dan
penuh kebencian terhadap Islam di Habasyah. Semua itu kami lakukan demi
mencari ridha Allah dan Rasul-Nya. Demi Allah, aku tidak akan makan atau
minum hingga aku sampaikan apa-apa yang kamu ucapkan itu kepada
Rasulullah saw. Kami selalu diganggu dan ditakut-takuti, dan aku akan
menuturkan hal tersebut serta menanyakannya kepada Nabi saw. Demi
Allah, aku tidak berdusta, tidak menyimpang dan tidak akan menambah-
nambahnya.' Setelah Nabi saw. datang, Asma binti Umais berkata: 'Wahai
Nabiyullah, sesungguhnya Umar mengatakan begini, begini.' Nabi saw.
bertanya: 'Lalu apa katamu kepadanya?' Asma menjawab: 'Aku bilang
begini, begini.' Mendengar keterangan Asma itu, Nabi saw. berkata:
'Tiadalah dia lebih berhak terhadapku daripada kamu. Dia dan teman-
temannya hanya mempunyai satu hijrah. Sedangkan kalian, wahai para
penumpang perahu, mempunyai dua hijrah.' Asma berkata: 'Sungguh aku
melihat Abu Musa dan para penumpang perahu datang kepadaku
berbondong-bondong untuk menanyakan hadits ini kepadaku. Tidak ada di
dunia ini sesuatu yang membuat diri mereka lebih merasa bahagia dan
bangga dibandingkan dengan apa yang dikatakan kepada mereka itu oleh
Nabi saw.' Abu Burdah (perawi hadits) menerangkan bahwa Asma berkata:
'Sungguh aku melihat Abu Musa memintaku mengulangi hadits
tersebut.' (HR Bukhari dan Muslim)394
Aisyah r.a. berkata: "Asma binti Umais istri Muhammad bin Abu Bakar
melahirkan di dekat sebuah pohon. Kemudian Rasulullah saw menyuruh
Abu Bakar supaya dia menyuruhnya mandi dan ihram." (HR Muslim)395
sedang menghalau lalat dari Abu Bakar dan dia adalah Asma binti Umais."397
Abdullah bin Amru ibnul Ash menceritakan bahwa sekelompok orang Bani
Hasyim datang menemui Asma binti Umais. Lalu masuk Abu Bakar. Ketika
itu Asma menjadi istri Abu Bakar. Ketika Abu Bakar melihat orang-orang
Bani Hasyim itu, dia merasa tidak suka. Hal itu beliau tuturkan kepada Nabi
saw. dan menambahkan: "Memang aku tidak melihat kecuali kebaikan."
Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya Allah telah memaafkannya dari
perbuatan tersebut." Kemudian Rasulullah saw. berdiri di atas mimbar dan
bersabda: "Sesudah hari ini, seorang laki-laki tidak boleh memasuki rumah
wanita yang suaminya tidak ada, kecuali dia bersama seorang atau dua orang
lelaki." (HR Muslim)398
1. Ikut Berbai'at
Ummu Athiyyah berkata: "Kami melaan ayat bai'at kepada kami (yaitu alla
yusrikna billahi syai'aa) dan beliau melarang kami dari meratap. Lantas
seorang wanita menggenggam tangannya sendiri seraya berkata: 'Si fulanah
telah membuatku bahagia (karena ikut meratap bersamanya). Aku ingin
membalasnya.' Nabi saw. tidak mengatakan apa-apa kepadanya. Lalu wanita
itu pergi, kemudian kembali lagi, dan Nabi saw. membai'atnya.'" (HR
Bukhari)400
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Jawaban yang paling dekat adalah bahwa
meratap itu dahulunya diperbolehkan, kemudian dimakruhkan. Pertama
makruhnya bersifat tanzih (pembersihan), kemudian berubah menjadi tahrim
(pengharaman). Wallahu a'lam."401
Ummu Athiyyah berkata bahwa Nabi saw. masuk menemui Aisyah r.a., lalu
berkata: "Apakah kalian mempunyai sesuatu?" Aisyah menjawab: "Tidak
ada selain sedikit dari Ummu Athiyyah dari kambing yang engkau kirimkan
Ummu Athiyyah r.a. berkata: "Rasulullah saw. masuk kepada kami ketika
kami sedang memandikan putri beliau yang wafat. Beliau berkata:
'Mandikanlah tiga kali, lima kali, atau lebih dari itu dengan air dan daun
bidara, dan terakhir berilah kapur barus. Setelah kalian selesai, beri tahulah
aku!' Ketika kami telah selesai, kami memberitahu beliau. Lalu beliau
memberikan kain beliau seraya berkata: 'Pakaikanlah kepadanya (lapisan
dalam yang langsung membalut tubuhnya untuk mendapatkan berkahnya)!'
Dalam satu riwayat, beliau berkata: 'Mulailah memandikannya dengan
anggota-anggota badannya yang bagian kanan dan anggota-anggota
wudhunya."' (HR Bukhari dan Muslim)403
3. Ikut Berjihad
Hafshah binti Sirin berkata: "... lalu datang seorang wanita yang singgah di
istana Bani Khalaf dan aku datang menemuinya. Wanita itu menceritakan
kepadaku bahwa suami saudara perempuannya --Ummu Athiyyah-- ikut
berperang bersama Nabi saw. sebanyak dua belas kali. Sementara saudara
perempuannya (Ummu Athiyyah) ikut bersamanya dalam enam kali
peperangan. Dia mengatakan: 'Kami bertugas merawat orang-orang sakit dan
mengobati orang-orang yang terluka.'... Ketika Ummu Athiyyah datang, aku
langsung menanyakannya ..." (HR Bukhari)404
Dari Hatshah binti Sirin, dari Ummu Athiyyah al-Anshariyyah, dia berkata:
"Aku ikut berperang bersama Rasulullah saw. sebanyak tujuh kali. Aku
selalu ditempatkan di bagian belakang. Akulah yang membuat makanan
untuk mereka, mengobati yang terluka, dan merawat yang sakit." (HR
Muslim)405
4. Memahami Sunnah
Hafshah r.a. berkata: "Kami biasanya melarang anak-anak gadis kami keluar
menghadiri kedua shalat hari raya ... Ketika aku datang kepada Ummu
Athiyyah, aku tanyakan kepadanya: 'Apakah kamu pernah mendengar Nabi
saw. (memperbolehkan anak-anak gadis pergi menghadiri dua hari raya)?'
Ummu Athiyyah menjawab: 'Demi bapakku, benar, aku pernah mendengar
hal itu dari Nabi saw. ketika beliau bersabda: "Anak-anak gadis, perempuan-
perempuan yang dipingit, dan wanita haid boleh keluar serta hendaklah
mereka menyaksikan (hari) baik dan khotbah nasihat kaum muslimin. Tetapi
wanita haid harus menghindari tempat shalat.'" Hafshah berkata: 'Aku
bertanya apakah wanita haid (juga boleh)?' Ummu Athiyyah berkata:
'Bukankah (wanita haid) boleh menghadiri Arafah, ini dan itu?"' (HR
Bukhari)407 Dari Ummu Athiyyah r.a., dia berkata: "Kami dilarang
mengiringi jenazah, tetapi larangannya tidak tegas." (HR Bukhari dan
Muslim)408
Ibnu Sirin berkata: "Ummu Athiyyah r.a. --seorang wanita Anshar yang ikut
berbaiat kepada Nabi saw.-- datang (dari Madinah). Dia datang ke Bashrah
untuk menjumpai anaknya, tetapi dia tidak menemukannya ... Menurut
sebuah riwayat409: 'Putra Ummu Athiyyah meninggal dunia. Setelah tiga
hari, dia meminta wewangian yang berwarna kuning, lalu dia usapkan ke
tubuhnya. Dia berkata: "Kita (kaum wanita) dilarang berkabung lebih dari
tiga hari, kecuali terhadap suami.'" (HR Bukhari)410
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Putra Ummu Athiyyah ini tidak aku kenal
namanya. Tampaknya dia ikut berperang, kemudian dia datang ke Bashrah.
Berita kedatangannya ke Bashrah ini didengar oleh Ummu Athiyyah yang
ketika itu berada di Madinah. Konon putra Ummu Athiyyah ini sedang sakit.
Akhirnya Ummu Athiyyah segera berangkat untuk menemuinya. Tapi
sayang, putranya meninggal dunia sebelum dia sempat menemuinya."411
Fathimah binti Qais berkata: "... Ketika aku menjanda, aku dilamar oleh
Ubaidillah bin Utbah mengatakan bahwa Abu Amru bin Hafsh ibnul Mughirah pergi
bersama Ali bin Abi Thalib ke Yaman. Dia mengutus seseorang untuk menjatuhkan talak
satu kali lagi sehingga genap tiga kali talak kepada istrinya, Fathimah binti Qais.
Selanjutnya dia menyuruh al-Harits bin Hisyam dan Ayyasy bin Abu Rabi'ah untuk
mengatasi mantan istrinya itu apabila dia datang meminta nafkah. Begitu dia datang untuk
meminta nafkah, mereka berkata kepadanya "Demi Allah, kamu tidak berhak mendapat
nafkah kecuali jika kamu hamil." Lantas wanita itu mendatangi Rasulullah saw. dan
menyampaikan ucapan kedua orang itu kepadanya. Rasulullah saw. bersabda "Memang
tidak ada nafkah untukmu." Akhirnya Fathimah meminta izin pindah kepada Rasulullah
saw. dari rumah suaminya. Beliaupun mengizinkannya. Fathimah binti Qais bertanya:
"Kemana, wahai Rasulullah?" Rasulullah saw. menjawab: "Ke rumah putra Ummi
Maktum." Dia adalah seorang tuna netra, sehingga Fathimah bisa melepaskan pakaiannya
tanpa takut dilihatnya. Setelah berakhir masa 'iddahnya, Rasulullah saw. menikahkannya
dengan Usamah bin Zaid.
Pada suatu hari Marwan mengutus Qabishah bin Dzuaib untuk menemui Fathimah guna
menanyakan hadits tersebut kepadanya. Fathimah menjelaskannya, tetapi Marwan belum
puas, lalu dia berkata: "Hadits ini tidak pernah aku dengar kecuali dari seorang wanita.
Karena itu akan aku teliti kembali kemudian mengikuti apa yang dilakukan orang banyak."
Ketika ucapan Marwan itu sampai ke telinga Fathimah, dia berkata: "Sekarang yang
menjadi hakim antara aku dan kamu adalah firman Allah yang berbunyi:
'... Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah
mereka (diizinkan) keluar kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji
yang terang. Itulah hukum-hukum Allah, dan barangsiapa yang melanggar
hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap
dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui, barangkali Allah mengadakan
sesudah itu suatu hal yang baru.' (ath-Thalaq: 1)
Fathimah berkata: 'Ayat di atas berlaku untuk wanita yang masih bisa rujuk
(kembali) kepada suaminya. Tapi apa urusannya dengan wanita yang sudah
ditalak tiga? Apa gunanya kalian mengatakan (bahwa wanita yang sudah
ditalak tiga) tidak berhak lagi mendapatkan nafkah jika dia tidak hamil. Atas
dasar apa kalian menahannya (di rumah)?' (HR Muslim)418
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Kami sepakat dengan Fathimah bahwa yang
dimaksud firman Allah (barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu
yang baru) adalah rujuknya Qatadah, Hasan, Sadyu, dan Dhahhak... dan
berkata seperti yang dikatakan oleh Fathimah Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur,
Daud, dan para pengikut mereka."419
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
402 Bukhari, Kitab: Hibah, keutamaan dan anjuran untuk melaksanakannya, Bab:
Menerima hadiah, jilid 6, hlm. 131. Muslim, Kitab: Zakat, Bab: Diperbolehkan
memberikan hadiah kepada Nabi saw., jilid 3, hlm. 120.
403 Bukhari, Kitab: Jenazah, Bab: Apa yang disunnatkan membasuhnya dengan hitungan
ganjil, jilid 3, hlm. 372. Muslim, Kitab: Jenazah, Bab: Mengenai memandikan mayit, jilid
3, hlm. 47.
404 Bukhari, Kitab: Dua hari raya, Bab: Apabila seorang wanita tidak mempunyai baju
kurung pada hari raya, jilid 3, hlm. 122.
405 Muslim, Kitab: Jihad dan peperangan, Bab: Wanita-wanita yang ikut berperang diberi
bagian dari ghanimah, jilid 5, hlm. 199.
406 Riwayat Bukhari yang lengkap menetapkan bahwa saudara perempuan dari wanita
yang singgah di istana Bani Khalaf itulah yang bertanya kepada Rasulullah saw. mengenai
wanita yang tidak memiliki baju kurung tersebut. Sementara riwayat Muslim, jilid 3, hlm.
21, menetapkan bahwa Ummu Athiyyah-lah yang menyodorkan pertanyaan tersebut.
407 Bukhari Kitab: Haid, Bab: Wanita haid ikut menyaksikan acara shalat id dan doa kaum
muslimin, tetapi agak menjauh dari tempat shalat, jilid 1, hlm. 439.
408 Bukhari, Kitab: Jenazah, Bab: Wanita mengiringi jenazah jilid 3, hlm. 387. Muslim,
Kitab: Jenazah, bab: Larangan bagi wanita mengiringi jenazah, jilid 1, hlm. 47.
409 Bukhari, Kitab: Jenazah, Bab: Seorang wanita berkabung untuk selain suaminya jilid
3, hlm. 388.
410 Bukhari, Kitab: Jenazah, Bab: Bagaimana cara memberi pakaian mayit yang bagian
dalam, jilid 3, hlm. 375.
412 Bukhari, Kitab: Haid, Bab: Wanita haid ikut menyaksikan acara shalat 'id dan doa
kaum muslimin, tetapi agak menjauh dari tempat shalat, jilid 1, hlm. 439.
414 Muslim, Kitab: Thalak, Bab: Wanita yang sudah ditalak tiga tidak berhak lagi
mendapatkan nafkah, jilid 4, hlm. 199.
415 ibid.
416 ibid.
417 Muslim, Kitab: Cobaan dan tanda-tanda kiamat, Bab: mengenai keluarnya Dajjal, jilid
8, hlm. 203.
418 Muslim, Kitab: Thalak, Bab: Wanita yang sudah ditalak tiga tidak berhak lagi untuk
mendapatkan nafkah, jilid 4, hlm. 197.
420 Muslim, Kitab: Thalak, Bab: Wanita yang sudah ditalak tiga tidak berhak lagi untuk
mendapatkan nafkah, jilid 4, hlm. 198.
421 Muslim, Kitab: Cobaan dan tanda-tanda kiamat, Bab: Mengenai keluarnya dajjal dan
menetapnya di bumi, kemudian turunnya Isa dan pembunuhannya terhadap dajjal, jilid 8,
hlm. 203.
422 Bukhari, Kitab: Bab-bab gerhana, Bab: Shalat gerhana secara berjamaah, jilid 3, hlm.
194. Muslim, Kitab: Shalat istisqa', Bab: Apa yang diperlihatkan kepada Nabi saw. ketika
mengerjakan shalat gerhana, jilid 3, hlm. 33.
424 Bukhari, Kitab: Kalimat-kalimat yang melunakkan hati, Bab: Keutamaan fakir, jilid
14, hlm. 57. Muslim, Kitab: Kalimat-kalimat yang melunakkan hati, Bab: Kebanyakan
penghuni surga dari kalangan fakir miskin, jilid 8, hlm. 88.
425 Bukhari, Kitab: Haidh, Bab: Wanita haidh meninggalkan puasa, jilid 1, hlm. 421.
Muslim, Kitab: Iman, Bab: Keterangan mengenai berkurangnya iman bersamaan dengan
berkurangnya ketaatan, jilid 1, hlm. 61.
427 Bukhari, Kitab: Hukum-hukum, Bab: Firman Allah "Taatilah Allah dan taatilah Rasul-
Nya dan ulil amri di antara kamu." jilid 16, hlm. 229. Muslim, Kitab: Kepemimpinan, Bab:
Keutamaan pemimpin yang adil, jilid 6, hlm. 8.
428 Bukhari, Kitab: Haidh, Bab: Wanita haidh meninggalkan puasa, jilid 1, hlm. 421.
Muslim, Kitab: Iman, Bab: Keterangan mengenai berkurangnya iman bersamaan dengan
berkurangnya ketaatan, jilid 1, hlm. 61.
429 Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: Nasihat seorang lelaki kepada anak perempuannya, jilid
11, hlm. 190.
430 Iqtidha'ash-Shirath al-Mustaqim Mukhalifat Ash-hab al-Jahim, hlm. 147, 164, 165.
434 Al-Muhalla, jilid 9, hlm. 402, dan lihat hadits Bukhari Kitab: Haidh, Bab: Wanita
haidh meninggalkan puasa, jilid 1 hlm. 421.
435 Kitab Ath-Thuruq al-Hukmiyyah, hlm. 161, pengantar dan tahqiq oleh Dr. Muhammad
Jamil Ghazi, cetakan Daar Al-Madani, Jedah, Saudi Arabia.
438 Diantaranya Syekh Muhammad al-Ghazali dalam bukunya Miatu Sual 'An al-Islam,
jilid 2, hlm. 261-263, dan Dr. Yusuf a-lQardhawi dalam bukunya Fatawa Mutashirah, seri
kedua.
439 Mayadin 'Ilm an-Nafs, jilid 2, karangan Gilford, diterjemahkan oleh Yusuf Murad,
Muassasah Franklin Li ath-Thiba'ah wa anNasyr, Kairo 1977, hlm. 602-610.
440 Imam Ibnu al-Qayyim berkata: "Wanita haid boleh membaca Al-Qur'an menurut
Malik dan salah satu dari dua riwayat dari Ahmad dan salah satu dan dua pendapat S'afi'i.
Nabi saw. tidak melarang wanita haid dari membaca Al-Qur'an. Adapun hadits: "Wanita
haid dan orang junub tidak boleh sedikit pun membaca Al-Qur'an," tidak sahih, tetapi
ma'lul (cacat) menurut kesepakatan para ulama hadits. Silahkan baca I'Lam al-Muwaqqi'in,
jilid 3, hlm. 23.
441 Bukhari, Kitab: Haji, Bab: Keutamaan haji mabrur, jilid 4, hlm. 125.
442 Bukhari, Kitab: Haji, Bab: Haji kaum wanita, jilid 4, hlm. 445.
443 Muslim, Kitab: Haji, Bab: Penjelasan macam-macam ihram, jilid 4, hlm. 34.
444 Bukhari, Kitab: Haji, Bab: Orang yang melaksanakan umrah apabila dia melakukan
thawaf untuk umrah, jilid 4, hlm. 361. Muslim, Kitab: Haji, Bab: Penjelasan macam-
macam ihram, jilid 4, hlm. 31.
447 Lihat hadits no. 178 dalam kitab Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah.
454 Bukhari, Kitab Hadits-hadits mengenai para nabi, Bab: Penciptaan Adam dan
keturunannya, jilid 7, hlm. 177. Muslim, Kitab: Persusuan, Bab Wasiat kepada wanita, jilid
4, hlm. 178.
455 Muslim, Kitab. Persusuan, Bab: Wasiat kepada wanita, jilid 4, hlm. 178.
457 Kitab Khashaish al-Unutsah, Muhammad Salamah Jabr, hlm. 53, Daar Al-Buhuts
al-'Ilmiyyah, Kuwait, 1980.
458 Muslim, Kitab: Persusuan, Bab: Wasiat kepada wanita, jilid 4, hlm. 178.
459 Lihat pendapat ath-Thibi dan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari jilid 7, hlm. 177.
460 Bukhari, Kitab: Hibah, keutamaan dan anjuran untuk melakukannya, Bab: Pemberian
seorang perempuan kepada selain suaminya, jilid 6, hlm. 146.
461 Muslim, Kitab: Nikah, Bab: Perkawinan Zainab binti Jahasy dan turunnya ayat hijab
serta ditetapkannya resepsi perkawinan, jilid 4, hlm. 150.
462 Bukhari, Kitab: Peperangan, Bab: Perang Khaibar, jilid 9 hlm. 24. Muslim, Kitab:
Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Di antara keutamaan Ja'far bin Abu Thalib,
Asma binti Umais dan warga sampan, jilid 7, hlm. 172.
463 Muslim, Kitab: Salam, Bab: Diperbolehkan membonceng wanita ajnabi, jilid 7, hlm.
12.
464 Bukhari, Kitab: Jumat, Bab: Apakah orang yang ingin menghadiri Jum'at, baik wanita,
anak-anak atau lainnya, harus mandi? jilid 3, hlm. 34.
466 Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Cerita Hindun binti Utbah, jilid 8, hlm. 141. Muslim,
Kitab: Kasus-kasus, Bab: Kasus Hindun, jilid 5, hlm. 130.
467 Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: Tidak sah nikah kecuali dengan wali, jilid 11, hlm.92.
468 Bukhari, Kitab: Thalak, Bab: "Dan suaminya lebih berhak mengembalikan istri-istri
mereka" dalam 'iddah dan bagaimana merujuk istri jika dia sudah menalaknya satu kali
atau dua kali, dan firman Allah: "Maka janganlah kalian (para wali) menghalangi mereka,"
jilid 11, hlm. 408.
469 Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: Apabila seorang lelaki mengawinkan anak
perempuannya, sedangkan anaknya tidak suka, maka nikahnya ditalak, jilid 11, hlm. 100.
470 Muslim, Kitab: Thalak, Bab: Wanita yang sedang menjalani 'iddah karena ditalak ba'in
boleh keluar rumah, jilid 4, hlm. 200.
471 Bukhari, Kitab: Dua hari raya, Bab: Takbir pada hari-hari Mina, jilid 3, hlm. 115.
Muslim, Kitab: Dua hari raya Bab: Diperbolehkannya wanita keluar ke tempat shalat pada
hari raya, jilid 3, hlm. 21.
472 Bukhari, Kitab: Wanita haid menyaksikan dua hari raya dan doa kaum muslimin tetapi
agak menjauh dari tempat shalat jilid 1, hlm. 439.
473 Bukhari, Kitab: Nafkah, Bab: Apabila suami tidak memberikan nafkah, maka istri
boleh mengambil uang suaminya seperlunya untuk memenuhi kebutuhan dia dan anaknya
dengan cara yang baik, jilid 11, hlm. 435. Muslim, Kitab: Kasus-kasus, Bab: Kasus
Hindun, jilid 5, hlm. 129.
474 Bukhari, Kitab: Nafkah, Bab: Nasihat seorang bapak kepada anak perempuannya
mengenai keadaan suaminya, jilid 11, hlm. 191. Muslim, Kitab: Thalak, Bab: Mengenai
ila', menjauhi istri, dan memberikan pilihan kepadanya, jilid 4, hlm. 194.
475 Bukhari, Kitab: Tafsir, Bab: "Kamu menginginkan kesenangan istri-istrimu," jilid 10,
hlm. 283. Muslim, Kitab: Thalak, Bab: Mengenai ila', menjauhi istri, dan memberikan
pilihan kepadanya, jilid 4, hlm. 190.
476 Bukhari, Kitab: Kewajiban seperlima, Bab: Apa yang diceritakan mengenai baju besi
Nabi saw., jilid 7, hlm. 72. Muslim, Kitab: Keutamaan-keutaman para sahabat, Bab:
Keutamaan-keutamaan Fathimah putri Nabi saw., jilid 7, hlm. 141.
477 Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Mengenai para semenda Rasulullah saw., jilid 8, hlm.
87. Muslim, Kitab: keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Keutamaan-keutamaan
Fathimah putri Nabi saw., jilid 7, hlm. 142.
478 ibid.
479 Muslim, Kitab: shalat, Bab: Perginya wanita ke masjid bila hal itu tidak sampai
menimbulkan fitnah, jilid 2, hlm. 32.
480 Bukhari, Kitab: pakaian, Bab: Lelaki yang menyerupai perempuan dan perempuan
yang menyerupai lelaki, jilid 12, hlm. 452.
481 Bukhari, Kitab: Orang-orang yang diperangi dari kalangan orang kafir dan murtad,
Bab: Menentang para pelaku maksiat dan orang yang kebanci-bancian, jilid 15, hlm. 173.
482 Al-Haltsmai menyeburkannya dalam kitab Majma' az-Zawa'id jilid 8, hlm. 102. Dia
berkata: "Diriwayatkan oleh Ahmad dan Hudzali. Aku belum mengenalinya. Sementara
rijalnya yang lain semuanya tsiqah. Juga diriwayatkan oleh Thabrani secara ringkas. Dia
meninggalkan Hudzali yang belum jelas siapa orangnya. Dengan demikian semua rijal
hadits Thabrani sahih.
483 Sunan Abu Daud, Kitab: Pakaian, Bab: Pakaian wanita, jilid 4, hlm. 355. Mengenai
hadits ini Syaukani berkata dalam kitab Nail al-Authar: "Semua rijal sanadnya sahih.
Silakan lihat Sahih Sunan Abu Daud, hadits nomor. 3454.
484 Diriwayatkan oleh Abu Daud. Lihat Shahih al-Jami' ash-Shaghir, hadits no. 2329.
485 Lihat Bab. III Pasal 5. Salah Paham atas Hadits-hadits Sahih tentang Karakter Wanita.
486 Bukhari, Kitab: Tafsir, Bab: Surat Asy-Syu'ara': "Dan berilah peringatan kepada karib-
kerabatmu," jilid 10, hlm. 120. Muslim, Kitab: Iman, Bab: Firman Allah: "Dan berilah
peringatan kepada karib kerabatmu," jilid 1, hlm. 133.
487 Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: Seorang bapak atau lainnya tidak boleh menikahkan
perawan atau janda kecuali dengan persetujuannya, jilid 11, hlm. 96. Muslim, Kitab: nikah,
Bab: Persetujuan janda dalam pernikahan dengan ucapan dan persetujuan perawan cukup
dengan diam saja, jilid 4, hlm. 140.
488 Bukhari, Kitab: Thalak, Bab: Khulu', jilid 11, hlm. 319.
489 Bukhari, Kitab: Hukum-hukum, Bab: Firman Allah: "Taatilah Allah dan taatilah Rasul-
Nya dan ulil amri di antara kamu," jilid 16, hlm. 229. Muslim, Kitab: Kepemimpinan, Bab:
Keutamaan pemimpin yang adil, jilid 6, hlm. 8.
490 Bukhari, Kitab: Bab-bab adzan, Bab: Orang yang sedang mengerjakan pekerjaan
keluarganya, lalu shalat didirikan, maka dia keluar, jilid 2, hlm. 203.
491 Bukhari, Kitab: Peperangan, Bab: Berita bohong, jilid 8 hlm. 436. Muslim, Kitab:
Tobat, Bab: Mengenai berita bohong, jilid 8, hlm. 112.
492 Bukhari, Kitab: Bab-bab i'tikaf, Bab: Seorang istri mengunjungi suaminya yang
sedang melakukan i'tikaf, jilid 5, hlm. 186.
493 Bukhari, Kitab: Bab-bab i'tikaf, Bab: Apakah orang yang sedang melakukan i'tikaf
boleh keluar ke pintu masjid untuk menunaikan keperluannya? jilid 5, hlm. 186. Muslim,
Kitab: Salam, Bab: Menerangkan bahwa orang yang terlihat berduaan saja dengan seorang
perempuan sedangkan perempuan itu adalah istri atau mahramnya, maka hendaklah dia
mengatakan: "Wanita ini adalah si anu," jilid 7, hlm. 8.
494 Muslim, Kitab: Minuman, Bab: Apa yang dilakukan oleh tamu apabila dia diikuti oleh
orang yang tidak diundang oleh yang empunya hidangan, jilid 6, hlm. 115.
495 Bukhari, Kitab: Peperangan, Bab: Perang Khaibar, jilid 9, hlm. 20.
496 Bukhari, Kitab: dua hari raya, Bab: Lembing dan perisai pada hari raya, jilid 3, hlm.
95. Muslim, Kitab: Shalat dua hari raya, Bab: Diperbolehkan permainan yang tidak
mengandung maksiat pada hari raya, jilid 3, hlm. 22.
497 Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Tanda-tanda kenabian dalam Islam, jilid 7, hlm. 440.
Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Keutamaan-keutamaan
Fathimah putri Nabi saw., jilid 7, hlm. 143.
499 Bukhari, Kitab: Bab-bab adzan, Bab: Orang yang meringankan shalatnya ketika
mendengar tangisan bayi, jilid 2, hlm. 344. Muslim, Kitab: Shalat, Bab: Perintah kepada
imam agar mempercepat shalat asal tetap sempurna, jilid 2, hlm. 44.
500 Bukhari, Kitab: Bab-bab sifat shalat, Bab: Salam, jilid 2, hlm. 467.
501 Bukhari, Kitab: Haid, Bab: Wanita haid menyaksikan dua hari raya, jilid 1, hlm. 440.
Muslim, Kitab: Shalat dua hari raya, Bab: Mengenai diperbolehkannya kaum wanita pergi
ke tempat shalat pada hari raya, jilid 3, hlm 20.
502 Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Manaqib Utsman bin Affan, jilid 8, hlm. 60.
503 Bukhari, Kitab: Haji, Bab: Haji kaum wanita, jilid 4, hlm. 448. Muslim, Kitab: Haji,
Bab: Seorang wanita yang bepergian bersama mahramnya untuk mclaksanakan haji atau
lainnya, jilid 4, hlm. 102.
504 Bukhari, Kitab: Shalat, Bab: Menjadi pelayan masjid, jilid 2, hlm. 100.
505 Bukhari, Kitab: Shalat, Bab: Menyapu masjid dan memungut perca kain, jilid 2, hlm.
99. Muslim, Kitab: Jenazah, Bab: Shalat.di atas kubur, jilid 3, hlm. 56.
506 Diriwayatkan oleh Tirmidzi. Dia berkata: "Hadits tersebut hasan sahih gharib dari
hadits Buraidah," Kitab: Manaqib Bab: "Sesungguhnya setan takut kepadamu, wahai
Umar." Hadits nomor 3691. Lihat Sanih Sunan at-Tirmidzi no. 2913.
507 Bukhari, Kitab: Tafsir surat adh-Dhuha, Bab: "Tuhanmu tiada meninggalkan kamu
dan tiada (pula) benci kepadamu," jilid 10, hlm. 339. Muslim, Kitab: Jihad, Bab: Gangguan
yang ditemui Nabi saw. dari orang-orang musyrik dan munafik, jilid 5, hlm. 182.
508 Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Di antara keutamaan Abu
Dzar, r.a., jilid 7, hlm 153.
509 Bukhari, Kitab: Tayammum, Bab: Tanah yang suci adalah pengganti wudhu seorang
muslim, jilid 1, hlm. 464. Muslim, Kitab: Shalat, Bab: Mengqadha shalat yang tinggal, jilid
2, hlm. 140.
510 Bukhari, Kitab: Hibah, Bab: Hadiah dari orang musyrik, jilid 6, hlm. 159. Muslim,
Kitab: Salam, Bab: Racun, jilid 7, hlm. 14.
511 Bukhari, Kitab: Jihad, Bab: Membunuh wanita dalam peperangan, jilid6, hlm. 489.
Muslim, Kitab: Jihad, Bab: Jihad dan peperangan, Bab: Larangan membunuh anak-anak
dan wanita dalam peperangan, jilid 5, hlm. 144
512 Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Diantara keutamaan Abu
Hurairah ad-Dausi r.a., jilid 7, hlm. 165.
513 Bukhari, Kitab: Hadits-hadits Mengenai para nabi, Bab: Firman Allah: "Dan Allah
membuat istri Fir'aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman," jilid 7, hlm. 258.
Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Keutamaan Khadijah Ummul
Mukminin r.a., jilid 7, hlm. 132.
514 Yang terdapat dalam kurung bersumber dari Fathul Bari, jilid 7, hlm. 281.
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
Rasulullah saw. bersabda: 'Aku melihat surga. Lalu aku mencoba memetik
anggur darinya. Seandainya aku dapat mengambilnya, tentu kalian dapat
memakannya selama dunia masih ada. Dan aku melihat neraka Aku sama
sekali belum pernah melihat pemandangan yang lebih seram seperti yang
aku lihat hari ini. Aku melihat kebanyakan penghuni neraka itu adalah para
wanita.' Kaum muslimin bertanya: 'Apa sebabnya, ya Rasulullah?'
Rasulullah saw. bersabda: 'Sebab kekafiran mereka.' Ada yang bertanya:
'Apakah karena mereka mengkufuri Allah?' Rasulullah saw. bersabda:
'Sebab mengkufuri kenikmatan berkeluarga dan kebaikan (orang
kepadanya). Kalau engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara
mereka sepanjang tahun, kemudian dia melihat satu kesalahan kecil padamu,
maka akan dia berkata: "Aku tidak pernah melihat kebaikan darimu sama
sekali.'" (HR Bukhari dan Muslim)422 Dalam hadits ini ada dua hal yang
Pertama apa maksud hadits tersebut? Apakah wanita lebih banyak menghuni neraka karena
kejahatan lebih dominan menguasai fitrah mereka, sementara pada diri laki-laki tidak
demikian? Jika ternyata hal itu bukan hanya terdapat dalam diri wanita, tentu mereka tidak
dimintai pertanggungjawaban karena berbuat kejahatan. Hadits tersebut menetapkan
bahwa mereka bertanggungjawab terhadap apa yang mereka kerjakan dengan tangan
mereka sendiri, seperti ketidakpatuhan mereka kepada keluarga/suami. Benar sekali apa
yang dikatakan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar berikut ini: "Dalam hadits Jabir terdapat dalil
yang menunjukkan bahwa yang terlihat di dalam neraka itu adalah wanita-wanita yang
memiliki sifat-sifat tercela seperti dalam hadits berikut:
'Orang yang paling banyak aku lihat di dalamnya (neraka) dari kalangan
wanita yang apabila diberi kepercayaan menyimpan rahasia, dia bocorkan;
apabila diminta sesuatu kepadanya, dia bakhil; apabila mereka yang
meminta, mereka ngotot dan minta banyak; serta apabila diberi, mereka
tidak pandai berterima kasih.423
'Aku lihat ke dalam surga, lalu aku lihat kebanyakan penghuninya dari
kalangan fakir miskin.'424
Lantas apa yang membuat jumlah orang kaya di surga cenderung sedikit? Jawabannya
tidak lain karena banyak di antara mereka yang melakukan kemaksiatan dengan ulah
mereka sendiri, seperti mengambil harta haram, membelanjakannya untuk sesuatu yang
haram, kikir, dan tidak mau menyumbangkannya pada jalan-jalan yang baik.
Kedua, manfaat apa yang dapat kita ambil sebagai umat Islam, baik laki-laki maupun
wanita, dari hadits ini? Menurut hemat saya, manfaat terbesar yang dapat kita petik dari
hadits ini adalah amalan atau upaya kita semua untuk menghindarkan diri dari api neraka.
Tidak ada tujuan disebutkan neraka dan keadaannya kecuali untuk menghindarkan diri
darinya.
Lalu bagaimana cara kaum wanita menghindarkan dirinya dari api neraka? Di antara
caranya adalah dengan meninggalkan sikap durhaka terhadap keluarga/suami. Bagaimana
pula caranya agar wanita dapat menjauhkan diri dari sikap durhaka terhadap keluarga
tersebut? Jawabnya, mulailah melalui pendidikan dan pengarahan guna mempertebal rasa
takwa dan taat kepada Allah di dalam hatinya. Kemudian dilakukan juga dengan
mengingat pesan dan nasihat Rasulullah saw. ketika mereka digoda oleh setan. Namun,
jika ternyata mereka kalah, sehingga terjebak ke dalam perbuatan maksiat, maka mereka
harus segera beristighfar (mohon ampunan dari Allah) dan memberikan sedekah
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Dari hadits ini dapat diambil beberapa
pelajaran, diantaranya: anjuran menyampaikan nasihat, sebab nasihat dapat
menghilangkan sifat tercela tersebut serta sedekah itu dapat menghindarkan
azab dan mungkin dapat juga menghapuskan dosa yang terjadi antara para
makhluk."426
Kemudian bagaimana pula kaum laki-laki menjaga dirinya dari api neraka?
Caranya adalah dengan menghindari perbuatan-perbuatan yang haram dan
menunaikan semua kewajibannya. Di antara kewajiban kaum laki-laki
adalah memelihara ibu-ibu mereka, saudara-saudara perempuan, para istri,
dan anak-anak perempuan mereka dengan baik. Di antaranya dengan
menyediakan peluang yang cukup untuk memberi pelajaran dan nasihat yang
berkesan serta ibadah yang dilakukan secara berjamaah, seperti shalat
Jum'at, shalat dua hari raya, atau tarawih sehingga hati mereka dipenuhi oleh
nilai-nilai iman dan takwa. Demikian pula halnya dengan memberikan
peluang yang cukup agar mereka dapat mengerjakan amal saleh seperti
bersedekah, beramar ma'ruf nahi munkar, serta mengajak manusia menuju
kebaikan. Hal-hal seperti itu merupakan sifat kepemimpinan yang baik dan
diwajibkan oleh Allah SWT atas kaum laki-laki. Allah SWT telah berfirman:
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita ..." (anNisa': 34)
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu..." (at-Tahrim: 6)
Juga termasuk kepemimpinan yang baik seperti apa yang dikatakan Rasulullah saw. dalam
sabda beliau berikut:
B. HADITS KEDUA
Abu Sa'id al-Khudri berkata: "Rasulullah saw. pergi ke tempat shalat pada
hari raya Adha atau hari raya Fitri. Selanjutnya beliau melewati jamaah
wanita, lalu bersabda: 'Wahai kaum wanita ... aku tidak pernah melihat
orang-orang kurang akal dan agama mampu melumpuhkan hati seorang laki-
laki yang tegas melebihi salah seorang dari kalian.' Mereka (kaum wanita)
bertanya: 'Apa kekurangan akal dan agama kami, ya Rasulullah?' Rasulullah
saw. menjawab: 'Bukankah persaksian seorang wanita sama seperti setengah
persaksian seorang laki-laki?' Mereka menjawab: 'Benar.' Rasulullah saw.
bersabda: 'Maka di situlah letak kurang akalnya.' (Kemudian beliau
bertanya): 'Bukankah wanita itu, ketika haid tidak boleh shalat dan tidak
boleh puasa?' Mereka menjawab: 'Benar.' Rasulullah saw. bersabda: 'Maka
di situlah letak kurang agamanya.'" (HR Bukhari dan Muslim)428
1. Pengertian Umum
Nabi saw. bersabda: "... Aku tidak pernah melihat orang-orang kurang akal dan agama
mampu melumpuhkan seorang laki-laki yang tegas melebihi salah seorang dari kalian,"
memerlukan kajian dan penelitian, baik segi momentum dikeluarkannya hadits tersebut
atau dari segi kepada siapa hadits tersebut ditujukan, maupun dari segi bentuk dan susunan
katanya. Hal ini perlu sekali dilakukan untuk mengetahui relevansinya dengan karakteristik
wanita.
Dari segi momentum, hadits di atas disampaikan ketika Nabi saw. memberikan saran dan
nasihat kepada kaum wanita pada suatu hari raya. Mungkinkah Rasulullah saw. sebagai
seorang yang berakhlak mulia memejamkan mata terhadap persoalan wanita, menjatuhkan
martabat mereka, atau merendahkan nilai kepribadian mereka pada saat yang penuh
dengan suka cita itu?
Dari segi kepada siapa hadits itu ditujukan, sudah jelas. Mereka adalah jamaah wanita kota
Madinah yang mayoritas kaum Anshar. Mereka digambarkan oleh Umar dalam ucapannya
sebagai berikut:
"Tatkala kami tiba di kota Madinah, kami menemukan bahwa yang lebih
dominan adalah kaum wanitanya. Lalu wanita-wanita kami meniru adab dan
perilaku orang-orang Anshar."429
Hal itu dapat menjelaskan mengapa Rasulullah saw. mengatakan: "Aku tidak pernah
melihat orang-orang kurang akal dan agama mampu melumpuhkan hati seorang laki-laki
yang tegas melebihi salah seorang dari kalian."
Adapun dari segi bentuk dan susunan kata hadits, dapat dikatakan bahwa kata-katanya
tidak berbentuk taqrir (ketetapan), kaidah, atau hukum umum, tetapi lebih bersifat
ungkapan rasa kagum Rasulullah saw. terhadap kontradiksi yang terjadi, yaitu mengenai
lebih dominannya kaum wanita --padahal mereka adalah makhluk yang lemah-- atas kaum
laki-laki yang memiliki sikap tegas. Artinya, kekaguman Rasulullah saw. terhadap hikmah
dan rahasia kebijaksanaan Allah meletakkan kekuatan di tempat yang kita duga lemah dan
Dia memperlihatkan kelemahan di tempat yang kita duga kuat! Karena itu, kita patut
bertanya: "Bukankah hadits yang terdapat dalam nasihat Nabi saw. itu mengandung
sentuhan atau sindiran halus terhadap kaum wanita? Bukankah hal ini merupakan
permulaan yang baik pada satu bagian dari nasihat Nabi saw.?" Seolah-olah beliau ingin
mengatakan: "Wahai kaum wanita, kalau kalian diberi kekuatan oleh Allah untuk
melumpuhkan hati kaum laki-laki yang tegas, meskipun kalian lemah, maka takutlah
kepada Allah dan janganlah kalian menggunakan kekuatan kalian tersebut kecuali untuk
hal-hal yang baik dan bermanfaat!" Demikianlah permasalahannya, dan kalimat "orang-
orang kurang akal dan agama" itu disampaikan hanya satu kali, guna menarik perhatian.
Hal itu pun merupakan pendahuluan yang baik dan halus dalam menyampaikan nasihat,
khususnya terhadap kaum wanita. Artinya, hal itu tidak pernah disampaikan secara
tersendiri dalam bentuk taqrir, baik di hadapan kaum wanita maupun kaum laki-laki.
2. Pengertian Khusus
Ada beberapa kemungkinan mengenai makna kurang akal dari hadits tersebut, antara lain
adalah:
Sesungguhnya contoh Rasulullah saw. bagi wanita mengenai kurang akal tersebut dapat
membantu memperkuat alasan mengenai kekurangan jenis tertentu, baik yang bersifat
fitrah/alamiah maupun yang bersifat insidental. Namun demikian, apapun bidang
kekurangannya, hal itu tidak akan merusak kekuatan akal atau kemampuan wanita dalam
memikul segala tanggung jawabnya yang utama. Sebagian dari tanggung jawab tersebut
ada yang lebih dikhususkan untuk wanita, seperti menjaga anak-anak. Tugas semacam itu
tidak mungkin diserahkan Allah kecuali kepada makhluk yang normal, dan kita sebagai
kaum bapak tidak mungkin mempercayakan putra-putri kita ke dalam naungan manusia
yang rusak akal dan agamanya.
Di antara tanggung jawab yang di dalamnya ikut terlibat wanita bersama laki-laki adalah
seperti dalam urusan-urusan berikut:
1. Tanggung jawab kemanusiaan; artinya manusia memikul tanggung jawab apa yang
dia kerjakan dan akan diperhitungkan di akhirat kelak. Masalah itu sudah ditetapkan
di dalam Al-Qur'an.
2. Tanggung jawab pidana dan memikul hukuman pembalasan di dunia karena
perilaku yang menyimpang. Masalah ini juga ditetapkan dalam Al-Qur'an.
3. Tanggung jawab sipil, hak mengelola harta, membuat kontrak/perjanjian, serta
membendung/menguasai suatu permasalahan. Hal ini dibenarkan oleh para fuqaha
umumnya berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur'an dan Sunnah.
4. Tanggung jawab menentukan keputusan mengenai harta. Hal ini ditetapkan/diakui
oleh Abu Hanifah.
5. Tanggung jawab meriwayatkan Sunnah yang menerangkan Al-Qur'an. Hal ini
disepakati oleh semua ulama kaum muslimin.
Jika ternyata pengertian yang lebih kuat adalah kekurangan dalam jenis/bidang tertentu,
maka tiga kemungkinan terakhir mengenai makna kekurangan akal tersebut dapat saja
terjadi, tidak ada kontradiksi diantaranya, bahkan satu sama lainnya saling mempengaruhi.
Dari segi adanya kekurangan alamiah dalam beberapa jenis kemampuan khusus akal,
seperti penguasaan masalah keuangan dan angka-angka --yaitu suatu kemampuan yang
telah dinyatakan dalam Al-Qur'an: "... supaya jika seorang (perempuan) lupa maka seorang
lagi mengingatkannya ...." (al-Baqarah: 282)-- maka kekurangan seperti ini, jika bukan
merupakan sesuatu yang alamiah/bawaan sejak lahir dan sebagai pembeda antara wanita
dan laki-laki sebagaimana adanya perbedaan dalam beberapa anggota tubuh, maka ia
merupakan sesuatu yang alamiah atau semi-alamiah pada masa setelah usia balig akibat
pengaruh perkembangan yang berkaitan dengan organ seks pada masa perkawinan dan
setelah menjadi ibu. Artinya, hal itu bersamaan dengan sempurnanya organ seks yang
diiringi proses kehamilan, melahirkan, dan menyusukan anak, dari satu sisi, dan bersamaan
dengan sempurnanya kehidupan sosial tertentu bagi wanita dari sisi lain.
Yang mendorong kami untuk memegang pendapat ini adalah interaksi yang biasa kita
saksikan antara kehidupan biologis dan sosial pada satu sisi dan kehidupan akal pada sisi
lain. Di antara gejala interaksi tersebut dapat kita identifikasikan seperti apa yang terjadi
ketika wanita memberikan kesaksian --ketika dia dipengaruhi oleh perasaannya-- atau
ketika menjalani masa-masa yang kurang menyenangkan seperti waktu haid, atau ketika
Hadits Nabi saw. itu pun mengisyaratkan kekurangan yang dimiliki wanita, tetapi dengan
tidak menentukan masanya. Seolah-olah masalah penetapan masanya itu sengaja
ditinggalkan agar manusia dapat melakukan ijtihad dan penelitian ilmiah. Namun
demikian, dalam masalah ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Kekurangan jenis dalam salah satu kemampuan khusus mungkin saja diimbangi
oleh kelebihan dalam satu atau beberapa kemampuan yang lain.
2. Kekurangan di sini berkaitan dengan kaum wanita secara umum. Tetapi hal ini
bukan berarti tidak adanya beberapa wanita yang dikaruniai Allah kemampuan yang
tinggi, bahkan kadang-kadang luar biasa dalam bidang-bidang yang biasanya kaum
wanita secara umum lemah dalam bidang-bidang tersebut. Bahkan tidak mustahil
wanita-wanita tersebut lebih unggul daripada laki-laki --sebagian besarnya- - dalam
bidang-bidang tadi. Ibnu Taimiyyah pernah berkata: "Kelebihan jenis (ras) tidak
harus berarti kelebihan seseorang. Barangkali budak hitam dari Habasyah lebih
unggul menurut Allah daripada bangsa Quraisy." Pada bagian lain beliau
mengatakan: "Tetapi, pada dasarnya, warga perkotaan lebih unggul daripada warga
pedesaan, meskipun kadang-kadang beberapa orang warga desa lebih unggul
daripada kebanyakan orang kota."430
3. Apabila kekurangan jenis yang alami atau insidental itu terjadi karena fungsi
beberapa anggota badan sebagaimana yang telah ditetapkan Allah atas anak cucu
Adam yang wanita --hal itu merupakan sesuatu yang baik dan dapat membantu laki-
laki dan wanita melaksanakan perannya dalam kehidupan-- maka kehidupan yang
monoton dan senantiasa terisolasi di balik tembok rumah adalah sesuatu yang
membahayakan kehidupan wanita, kehidupan keluarga, dan kehidupan masyarakat
secara keseluruhan. Bahaya tersebut berakibat pada hilangnya akal wanita secara
keseluruhan, bahkan bisa jadi membuatnya sebagai seorang pemalas dan orang
yang bosan hidup, tidak memiliki gairah sama sekali, serta tidak peduli sedikit pun
dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Bersamaan dengan itu perannya dalam
mendidik anak-anak akan lemah dan semangatnya untuk membangun masyarakat
dengan kegiatan sosial dan politik akan memudar.
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
Dalam kitab Fathul Bari disebutkan: (Ibnu al-Mundzir berkata): "Berdasarkan zahir ayat:
'Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang laki-laki di antaramu. Jika
tak ada dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan dari
saksi-saksi yang kamu ridhai,' para ulama sepakat memperbolehkan persaksian kaum
wanita bersama kaum laki-laki. Jumhur ulama mengkhususkan hal tersebut untuk masalah
hutang-piutang dan harta. Mereka berpendapat tidak sah kesaksian wanita menyangkut
masalah hudud dan qishash, sementara mereka berbeda pendapat jika kesaksian tersebut
berkaitan dengan masalah nikah, talak, keturunan, dan wali. Jumhur ulama tidak
memperbolehkannya. Yang memperbolehkannya hanyalah ulama-ulama Kufah. Kemudian
para ulama sepakat menerima kesaksian wanita secara sendiri-sendiri pada masalah-
masalah yang tidak dilihat oleh kaum laki-laki, seperti masalah haid, melahirkan, istihlal
(waktu bayi pertama sekali lahir dan menangis), serta aib (kelemahan) kaum wanita, dan
mereka berbeda pendapat menyangkut masalah penyusuan.431
Dalam kitab Bidayatul Mujtahid karangan Ibnu Rusyd disebutkan bahwa pendapat yang
dipegang jumhur ulama adalah bahwa kesaksian wanita tidak diterima menyangkut
masalah hudud. Pengikut Daud azh-Zhahiri mengatakan: "Kesaksian mereka bisa diterima
bila bersama mereka ada seorang laki-laki dan perempuan yang lebih dari seorang dalam
setiap kasus, sesuai dengan zahir ayat tersebut." Abu Hanifah berkata: "Bisa diterima
menyangkut masalah harta dan selain hudud dari hukuman badan, seperti: talak, rujuk
nikah, dan memerdekakan budak." Sementara Malik tidak menerimanya untuk suatu
hukum dari hukum-hukum badan.
Adapun kesaksian wanita sendiri, artinya wanita saja tanpa laki-laki, diterima oleh jumhur
ulama menyangkut hak-hak badan yang tidak dilihat oleh kaum laki-laki biasanya, seperti
masalah melahirkan, istihlal, dan aib kaum wanita. Tidak ada perbedaan mengenai masalah
ini kecuali menyangkut masalah penyusuan.432
Dalam kitab Al-Muhalla karangan Ibnu Hazm disebutkan: "Tidak dapat diterima
menyangkut masalah zina kurang dari empat saksi yang terdiri atas laki-laki yang adil dan
muslim, atau pengganti setiap lelaki dua orang wanita muslimah dan adil. Dengan
demikian, para saksi itu terdiri atas tiga laki-laki dan dua orang wanita, atau dua orang laki-
laki dan empat orang wanita, atau satu orang laki-laki dan enam orang wanita, atau delapan
orang perempuan saja. Dan tidak diterima dalam seluruh hak yang menyangkut hudud,
darah, begitu pula qishah, nikah, talak, dan rujuk kecuali kesaksian dua orang laki-laki
yang muslim dan adil, atau seorang laki-laki dan dua orang perempuan, atau empat orang
perempuan. Selain itu, dapat diterima dalam semua masalah tersebut selain masalah hudud
kesaksian seorang laki-laki yang adil atau dua orang perempuan beserta sumpah si
penuntut. Kesaksian seorang perempuan yang adil atau seorang lelaki yang adil hanya
dapat diterima dalam soal persusuan.433
Nabi saw. sendiri, sebagaimana yang kita lihat dalam riwayat Muslim dari Abdullah bin
Umar dari Rasulullah saw., berkata: "Maka kesaksian dua orang perempuan itu sepadan
dengan kesaksian seorang laki-laki." Kemudian melalui jalur Bukhari dari Abu Sa'id al-
Khudari dikatakan bahwa Rasulullah saw. mengatakan dalam hadits beliau: "Bukankah
kesaksian seorang wanita itu seperti setengah kesaksian seorang laki-laki?" Para sahabat
menjawab: "Benar, wahai Rasulullah." Dengan demikian Rasulullah saw. telah
memutuskan bahwa kesaksian dua orang wanita sama dengan kesaksian seorang laki-laki.
Berdasarkan ini pula sudah pasti tidak bisa diterima seperti diterimanya kesaksian seorang
laki-laki kecuali kesaksian dua orang wanita. Begitulah selanjutnya.434
Dalam kitab Ath-Thuruq al-Hukmiyyah karangan Ibnul Qayyim disebutkan pula bahwa
Syekh Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengulas firman Allah SWT yang berbunyi: "Dan
jika tidak ada dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang wanita dari
saksi-saksi yang kamu ridhai supaya jika seorang wanita sesat maka seorang lagi
mengingatkannya." Beliau berkata: "Dalam ayat tersebut terdapat dalil mengenai kesaksian
dua orang wanita menempati seorang laki-laki. Gunanya supaya wanita yang kedua bisa
mengingatkan wanita pertama jika ternyata dia sesat. Yang dimaksud dengan sesat di sini
mencakup sesat dalam hal yang biasa, misalnya lupa atau tidak akurat dalam menjelaskan
sesuatu. Pengertian inilah yang dimaksud oleh Nabi saw. dalam sabda beliau yang
berbunyi: 'Adapun kekurangan akal mereka adalah karena kesaksian dua orang wanita
sama dengan kesaksian seorang laki-laki.' Hadits tersebut menjelaskan bahwa pembagian
kesaksian wanita seperti itu disebahkan oleh kelemahan akal mereka, bukan karena
kelemahan agama. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa keadilan wanita sama
tingginya dengan keadilan laki-laki; hanya kapasitas akal mereka saja yang agak kurang.
Berdasarkan hal itu, maka kesaksian-kesaksian yang tidak dikhawatirkan akan terjadi
kesesatan di dalamnya tidak berarti bernilai setengah dari kesaksian laki-laki. Kesaksian
sendiri-sendiri yang diterima dari mereka hanyalah dalam perkara-perkara yang mereka
lihat dengan mata kepala mereka sendiri, atau dia sentuh dengan tangannya, atau dia
dengar dengan telinganya sendiri, serta tidak tergantung pada akal, seperti: melahirkan,
istihlal, menyusukan, haid, atau aib (kekurangan/cacat) yang tersembunyi di balik pakaian.
hal-hal seperti itu biasanya tidak mungkin lupa dan untuk mengetahuinya tidak perlu
mempergunakan akal. Lain halnya dengan tujuan/makna ucapan-ucapan yang dia dengar
mengenai penetapan masalah utang dan yang sejenisnya karena makna ucapan-ucapan
seperti itu membutuhkan akal atau logika untuk memahaminya dengan baik.435
Apabila hal di atas sudah disepakati, dapat kita katakan bahwa kesaksian seorang laki-laki
dan dua orang wanita dapat diterima di setiap tempat yang diterima padanya kesaksian
seorang laki-laki dan sumpah si penuntut. Atha dan Hamad bin Abi Sulaiman berkata:
"Kesaksian seorang laki-laki dan dua orang wanita diterima dalam masalah hudud dan
qishash. Dan menurut pendapat kami keputusan dapat diambil dengan kesaksian semacam
ini dalam perkara nikah dan memerdekakan budak berdasarkan salah satu dari dua riwayat.
Hal itu diriwayatkan dari Jabir bin Zaid, Iyas bin Mu'awiyah, asy-Sya'bi, dan ats-Tsauri.
Begitu juga dalam kasus-kasus pidana yang mewajibkan denda harta menurut salah satu
dari dua riwayat tersebut.436
Ibnul Qayyim berkata: "Wanita yang adil sama dengan laki-laki dalam soal kejujuran,
amanah, dan agama. Hanya saja dikhawatirkan khilaf dan lupa, sehingga pendapatnya
harus diperkuat dengan pendapat wanita lain yang sama dengannya. Cara seperti itu
membuatnya lebih kuat daripada seorang laki-laki dan yang sejenisnya. Dan tidak
diragukan lagi bahwa kepercayaan kita pada kesaksian orang seperti Ummu Darda dan
Ummu Athiyyah jelas lebih kuat daripada rasa percaya kita terhadap seorang lelaki ... "437
Dari kalangan ulama modern pun ada yang sama pendapatnya dengan pendapat Ibnu Hazm
mengenai kesaksian wanita.438
Terakhir, yang patut dilakukan oleh kita yang berada pada abad ke-15 Hijriah dan ke-20
Masehi ini adalah ikut ambil bagian dalam penelitian ilmiah yang sedang berlangsung
untuk menetapkan kemampuan wanita dan mengetahui secara akurat apa bidang
kekurangannya, berapa derajatnya, kapan waktu kemunculannya, dan berapa persentase
keberadaannya di kalangan wanita. Kemudian perlu juga kita ketahui bidang kelebihannya,
berapa derajatnya, dan kapan masa munculnya. Dengan demikian, kita dapat
mempersembahkan sesuatu yang sangat berharga bagi Sunnah Rasulullah saw. Jika ulama-
ulama kita yang terdahulu dapat menemukan ilmu mushthalahul hadits untuk mengetahui
perbedaan hadits sahih dengan hadits dha'if (lemah), maka kita juga dapat melakukan
sesuatu yang sesuai dengan zaman kita sekarang ini, misalnya dengan melakukan
penelitian ilmiah di lapangan guna membantu lebih memperjelas maksud beberapa nash
hadits. Ketika melakukan penelitian ilmiah di lapangan itu kita tidak mencukupkan dengan
menyitir sejumlah kemungkinan mengenai makna suatu nash, lalu memilih mana yang
terkuat diantaranya dengan bersandarkan pada persepsi-persepsi pribadi yang dangkal dan
dugaan-dugaan semata. Akan tetapi, kita kemukakan juga maknanya yang diperkuat dan
didukung oleh hasil penelitian ilmiah lapangan. Dapat saja makna tersebut belum terlintas
sama sekali dalam benak kita ketika kita melakukan penelitian teoretis.
Hingga sekarang, sudah ada kalangan umat Islam yang melakukan penelitian ilmiah
sehingga betul-betul dapat dipertanggungjawabkan untuk mengetahui kriteria-kriteria akal
dan kejiwaan dalam diri laki-laki dan wanita. Untuk itu, ada baiknya saya kemukakan
beberapa penggal kalimat dari sumber modern mengenai ilmu jiwa439 yang barangkali
dapat memberi sedikit penerangan terhadap pembahasan ini.
Pertama, perbedaan antara kedua jenis hanya cocok untuk masyarakat yang di dalamnya
terdapat penerapan penelitian ini sesuai dengan kondisi khusus masyarakat yang
bersangkutan. Dengan demikian, perbedaan tersebut tidak cocok diterapkan secara umum.
Namun demikian, kita tidak akan menghapuskan sama sekali sarana untuk memetik
keuntungan parsial dari perbedaan tersebut.
Kedua, kenyataannya, setiap perbandingan antara kedua jenis yang hanya berdasarkan
pada hasil umum tes kecerdasan diperkirakan menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang
tidak jelas, sebab kaum wanita memiliki keunggulan dalam beberapa bidang kemampuan
dan kaum laki-laki memiliki keunggulan dalam beberapa bidang kemampuan lain. Karena
itu, setiap tes kecerdasan yang terdiri atas berbagai macam pertanyaan yang tidak sejenis,
dapat kita perkirakan sejak awal bahwa keunggulan pada satu sisi akan diimbangi oleh
kelemahan pada sisi yang lain. Dengan demikian, kita tidak akan mampu melahirkan
kesimpulan apa-apa. Kemudian, tes kecerdasan semata, maksudnya nilai rata-rata yang
diperoleh individu-individu dalam tes ini tidak dapat dijadikan hukum atau patokan untuk
membedakan laki-laki dengan wanita. Kesimpulannya, perbedaan-perbedaan antara laki-
laki dan wanita tidak jelas pada tingkat kecerdasan umum, tetapi jelas pada kemampuan-
kemampuan khusus.
Ketiga, barangkali bermanfaat bagi kita jika kita melakukan penelitian atas perbedaan-
perbedaan jenis dalam kemampuan-kemampuan khusus tersebut. Dalam hal ini kita dapat
menyimak beberapa informasi penting dari analisis hasil-hasil tes cabang tertentu yang
darinya akan lahir sejumlah besar tes kecerdasan. Dengan mengikuti cara pertama, yaitu
membandingkan kedua jenis tersebut dalam beberapa kemampuan khusus, akan terkumpul
sejumlah besar fakta dalam berbagai macam penelitian yang menggunakan standard lafal,
bilangan, tempat, dan kemampuan-kemampuan lain yang relatif lebih mandiri. Hal yang
penting dicatat dalam konteks ini adalah bahwa perbedaan-perbedaan antara kedua jenis
dalam aspek-aspek itu lebih terlambat munculnya daripada kemampuan-kemampuan yang
lain.
Keempat, anak laki-laki lebih menonjol dalam tes-tes bilangan yang memerlukan dalil.
Perbedaan-perbedaan ini belum kentara dengan jelas kecuali tahap pertama dari pendidikan
selesai. Ketika tes Alfred Binet diterapkan terlihat bahwa anak laki-laki terlihat lebih
menonjol, khususnya dalam masalah berhitung.
Kelima, banyak penelitian yang menggunakan standard penilaian pribadi terhadap watak
seseorang, yang diterapkan terhadap sejumlah laki-laki dan wanita usia dewasa,
menunjukkan adanya perbedaan kedua jenis dalam segi emosi. Di antara hasil penerapan
suatu penelitian membuktikan bahwa emosi kaum laki-laki jauh lebih stabil daripada
wanita dan mereka lebih sedikit menghadapi stres. Yang menarik perhatian adalah bahwa
tes kesiapan dan kecenderungan saraf kalangan usia muda membuktikan tidak adanya
perbedaan antara kedua jenis kelamin yang usianya masih di bawah empat belas tahun.
Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa beberapa perbedaan antara kedua jenis kelamin
baru muncul setelah usia balig, baik dalam beberapa jenis kemampuan akal seperti
berhitung, ataupun dalam bentuk-bentuk karakter/watak seseorang seperti masalah emosi.
Keenam, penelitian ini menunjukkan bahwa anak perempuan mendapatkan nilai sedang
yang paling tinggi dalam setiap kecenderungan sosial, kecantikan, dan agama, sementara
terlihat jelas sekali perhatian anak laki-laki terhadap kecenderungan ekonomi, teori, dan
politik. Wajar sekali jika kesimpulan ini ditafsirkan sesuai dengan kondisi lingkungan,
perbedaan tradisi kedua jenis kelamin, dan apa yang diharapkan masyarakat dari kedua
golongan tersebut.
Ketujuh, di antara penelitian yang cukup komplet mengenai problem perbedaan kedua
jenis tentang ciri-ciri karakternya adalah penelitian Turman dan Mailez, dan standard yang
mereka capai untuk menganalisis kecenderungan dan orientasi. Standard Turman dan
Mailez ini terdiri atas sejumlah pertanyaan yang disusun untuk mengetahui sajauh mana
perbedaan antara berbagai kecenderungan umum dalam jawaban laki-laki dan wanita
terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut. Jawaban-jawaban tersebut merupakan standard
sejauh mana kemaskulinan dan kefemininan seseorang bisa dilihat. Standard ini dibangun
atas dasar kajian yang cukup lama dan mengacu pada sasaran. Pertanyaan-pertanyaannya
disaring dengan ketat dan standard tersebut mencakup pertanyaan-pertanyaan yang
menerangkan dengan jelas sekali tentang adanya beberapa perbedaan di antara kedua jenis
yang hidup di dalam masyarakat Amerika. Data dikumpulkan dari sekian ratus individu
yang diantaranya berasal dari siswa sekolah dasar, menengah dan lanjutan atas, serta
tamatan perguruan tinggi. Ada pula yang berasal dari orang-orang dewasa, baik yang
terpelajar ataupun tidak; bahkan juga dari kalangan berbagai jenis profesi. Sementara yang
dijadikan sampel juga mencakup beberapa kelompok yang dipilih dari kalangan remaja
gelandangan, orang-orang dewasa yang menyimpang dalam perilaku seksual, dan para
olahragawan. Setiap kelompok memiliki pengaruh dalam membuktikan bahwa standard
tersebut telah mencatat sukses luar biasa dalam membedakan jawaban laki-laki dan
jawaban wanita dalam masyarakat Amerika. Pada waktu yang bersamaan juga ditemukan
bahwa tempat-tempat bekerja kaum laki-laki dan wanita berkaitan erat dengan faktor
pengalaman yang diperoleh dari pendidikan di rumah ataupun di tempat kerja. Dalam hal
ini, ditemukan juga bahwa pengaruh faktor-faktor ini lebih kuat daripada pengaruh faktor-
faktor jasmaniah. Juga terlihat jelas bahwa wanita terpelajar dan mengenyam pendidikan
tinggi memiliki wawasan yang luas dan dalam standard ini memperoleh nilai lebih tinggi
daripada nilai rata-rata yang diperoleh wanita lainnya. Dengan demikian, seolah-olah
mereka mendekati kelaki-lakian. Arti semua itu adalah bahwa pendidikan, pelajaran, dan
pengalaman yang dilalui seseorang dapat memperdekat jarak sudut pandang antara mereka
dan memperkecil perbedaan sifat-sifat bawaan antara kedua jenis kelamin.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kondisi lingkungan dan faktor sosial jelas
sekali pengaruhnya, dan bahkan lebih besar daripada pengaruh faktor-faktor jasmaniah.
Kedelapan, ternyata ada perbedaan besar antara wanita dan laki-laki pada sebagian besar
sifat-sifat jasmaniah, diantaranya struktur tubuh yang termasuk di dalamnya kerangka
tulang, susunan otot secara umum baik otot besar maupun otot kecil. Wanita dan laki-laki
juga berbeda dalam soal fungsi fisiologi dan unsur kimiawi beberapa cairan yang terdapat
di dalam tubuhnya. Mungkin dapat dikatakan bahwa beberapa perbedaan kondisi
psikologis antara keduanya bersumber dari perbedaan-perbedaan jasmaniah tersebut.
Kesembilan, ada lagi perbedaan lain antara kedua jenis kelamin, yaitu mengenai tetapnya
sebagian besar fungsi tubuh. Kaum laki-laki secara umum lebih sedikit daripada kaum
wanita mengalami perubahan-perubahan yang dapat mengganggu keseimbangan anggota
tubuh bagian dalam. Artinya, kaum laki-laki cenderung lebih stabil dan memiliki beberapa
sifat penting yang membuat mereka berbeda, seperti derajat panas yang relatif stabil,
keseimbangan antara proses penghancuran dan pembangunan kestabilan yang relatif stabil
antara zat asam dan zat alkalin dalam darah, demikian pula kadar gula dalam darah. Yang
jelas, tingginya frekuensi beberapa fungsi jasmani di kalangan wanita jika dibandingkan
dengan laki-laki dapat mempengaruhi pertumbuhan beberapa perbedaan tersebut, selain
juga mempengaruhi aspek emosi, perilaku mental, dan yang sejenis dengan itu.
Kesepuluh, tidak diragukan lagi bahwa dasar dari kebanyakan perbedaan antara laki-laki
dan wanita tersebut bersumber pada faktor-faktor biologi sekaligus budaya. Dapat
dipastikan bahwa faktor-faktor biologi saja sudah dapat menimbulkan berbagai perbedaan
dalam sifat-sifat psikologis, bahkan sekalipun semua syarat lingkungannya sama. Pada
waktu yang sama perlu pula kita perhatikan tentang kemungkinannya faktor-faktor
lingkungan dapat memberikan pengaruh yang bertolak belakang sama sekali dengan
pengaruh faktor-faktor biologi. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa perbedaan-perbedaan
anggota tubuh laki-laki dan wanita besar sekali dan hal itu jelas berpengaruh terhadap
aspek kejiwaan selama belum dimasuki oleh faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh
besar atau menimbulkan pengaruh yang bertolak belakang.
Setelah kita mengutip beberapa penggal kata dari referensi modern mengenai ilmu jiwa,
sekarang mari kita kembali pada hadits Nabi saw.
C. HADITS KETIGA
Sesungguhnya Rasulullah saw. ketika ditanya mengenai maksud 'kurang agama' dalam
penggalan hadits di atas, beliau menyebutkan perkara yang jelas sekali, yaitu kurang shalat
dan puasa pada hari-hari ketika kaum wanita mengalami haid dan nifas. Jadi kekurangan
tersebut terdapat pada satu sisi, yaitu kekurangan parsial yang terbatas dalam ibadah, atau
bahkan dalam beberapa syi'ar saja. Bagaimanapun, wanita haid atau nifas masih dapat
melakukan manasik haji secara keseluruhan selain thawaf di Baitullah. Di samping itu dia
juga tidak perlu meninggalkan dzikrullah. Agama yang benar adalah iman dan takwa itu
mengikuti iman, kemudian ibadah, kemudian akhlak dan mu'amalah. Kekurangan pada sisi
kedua adalah kekurangan sementara, bukan selama hidup seorang wanita. Hal itu hanya
terjadi dalam masa yang pendek. Setelah itu haid akan berhenti karena terjadinya
kehamilan --yaitu sekitar sembilan bulan-- dan haid akan berhenti sama sekali pada usia
lanjut. Terakhir, kekurangan tersebut bukanlah sesuatu yang diusahakan wanita untuk
memperolehnya, bukan merupakan sesuatu yang menjadi pilihannya. Seorang wanita
mukmin mungkin merasa kecewa karena meninggalkan shalat dan puasa. Akan tetapi dia
rela dan sabar menghadapi suatu perkara yang telah ditakdirkan Allah atas dirinya. Untuk
itu, Allah akan memberikan pahala atas kesabaran dan kerelaannya tersebut. Wanita
mukminah dapat melakukan dua jenis amalan untuk mengganti shalat-shalatnya yang
hilang tersebut, misalnya:
Penggantian segera dengan ibadah-ibadah lain, seperti membaca Al-Qur'an440, berdoa dan
berdzikir dengan khusyu, kemudian memohon ampunan dari Allah, menyucikan, memuji,
dan membesarkan-Nya. Jenis penggantian ini mengingatkan kita pada apa yang dilakukan
oleh Aisyah r.a. ketika diwajibkan hijab atas sekalian ummul mukminin. Lantas mereka
dilarang mengikuti jihad yang merupakan amalan yang paling afdal. Maka kesenangannya
melaksanakan ibadah haji dijadikan sebagai pengganti bagi kewajiban jihad yang sudah
tidak bisa lagi dilakukannya.
Dari Aisyah r.a., dia berkata: "Wahai Rasulullah, apakah kami tidak boleh
ikut berperang dan berjihad bersamamu?" --Dalam satu riwayat dikatakan:
"Kami melihat jihad itu adalah amalan yang paling afdal"441-- Rasulullah
saw. bersabda: "Untuk kalian ada jihad yang paling baik, yaitu haji, haji
mabrur." Aisyah berkata: "Setelah itu aku tidak pernah lagi meninggalkan
ibadah haji, sebab aku mendengar ini langsung dari Rasulullah saw."442
sedang tidak boleh shalat." Beliau berkata: "Itu tidak menjadi soal bagimu. Kamu sama
dengan anak-anak perempuan Adam lainnya. Allah telah mentakdirkan atasmu seperti Dia
takdirkan atas mereka. Karena itu tetaplah kamu dalam ibadah hajimu. Barangkali Allah
ingin memberimu rezeki dua pahala." Aisyah berkata: "Akhirnya aku terus melaksanakan
ibadah hajiku hingga kami berangkat dari Mina. Kemudian kami singgah di Muhashshab.
Lalu Rasulullah saw. memanggil Abdurrahman. Beliau berkata: "Pergilah kamu bersama
saudara perempuan itu ke Haram, kemudian berihramlah untuk umrah!" (HR Bukhari dan
Muslim)444
Dalam kitab Fathul Bari dipertanyakan hal seperti berikut: "Apakah wanita haid diberi
pahala karena meninggalkan shalat lantaran shalat itu diwajibkan atasnya, seperti halnya
orang sakit yang diberi pahala atas shalat-shalat sunnah yang selalu dia kerjakan sewaktu
masih sehat, tetapi karena sakit dia tidak bisa lagi melakukannya? Ataukah di sini ada
perbedaan, karena orang sakit itu telah memasang niat sejak sebelumnya akan terus
melakukan shalat sunnah dan dia memang berhak untuk melakukan itu, sementara wanita
haid tidak demikian? Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Menurut pendapatku, masalah
tentang harus adanya perbedaan karena wanita haid itu tidak diberi pahala, masih
tawaqquf."445 Artinya masalah pahala itu --menurut al-Hafizh Ibnu Hajar-- adalah sesuatu
yang mungkin muhtamal (bisa saja diberi). Jadi, coba perhatikan, bagaimana seorang
wanita haid mungkin saja diberi pahala meskipun dia meninggalkan shalat. Hal itu dapat
kita lihat dari berbagai kekurangan wanita dalam masalah agama yang terjadi melalui
bentuk-bentuk berikut:
1. Mungkin saja wanita yang lemah imannya merasa gembira karena tidak melakukan
shalat, seolah-olah dia mendapat keringanan dari melakukan suatu kewajiban yang
dia anggap berat. Sikap semacam ini menjauhkan dia dari pahala.
2. Kekurangan yang terjadi karena tidak melakukan shalat tidak berkaitan dengan
masalah pahala saja, tetapi berkaitan dengan khusyunya hati seorang mukmin
karena dia tidak dapat tampil di hadapan Allah, khususnya ketika tidak ada
penggantinya.
3. Ada lagi kurangnya kekuatan untuk mengalahkan yang munkar, sebab shalat itu
mencegah seseorang dari hal-hal yang keji dan munkar. Apabila penggantian
dengan ibadah-ibadah lain tidak dilaksanakan, sudah pasti akan terjadi kekurangan.
Dengan demikian, kesimpulan mengenai kurang akal dan agama ini adalah bahwa kurang
akal menyebabkan seseorang mengalami salah satu dari dua hal berikut ini:
permanen dalam sifat kaum wanita umumnya. Sementara pembicaraan kita di sini
berkisar pada kekurangan yang berkaitan dengan kegiatan akal sebagaimana yang
tercantum dalam firman Allah: "Supaya jika seorang lupa, maka seorang lagi
mengingatkannya."
Tetapi tentang hal yang berkaitan dengan adanya kekurangan ciptaan (dalam kelengkapan
akal) di balik kurangnya kegiatan akal seorang wanita tidak disinggung dalam hadits yang
sedang kita bicarakan ini. Rujukan masalah ini adalah penelitian ilmiah yang dapat
dipercaya, sebagaimana yang telah kita bahas tadi. Selanjutnya, tentang masalah kurang
agama, hal itu menyebabkan seseorang mengalami salah satu dari dua hal berikut ini:
1. Kurangnya keberagaman seseorang; artinya kurangnya rasa takwa dan taat kepada
Allah SWT.
2. Kurangnya apa-apa yang diwajibkan Allah SWT atas manusia berupa amal-amal
fardu. Artinya berkurangnya kegiatan ibadah yang dilakukan seseorang, bukan
akibat kelalaian dirinya, melainkan sudah merupakan ketentuan dari Allah SWT.
Hadits di sini mengambil dalil mengenai kekurangan yang terjadi berdasarkan
ketentuan Allah atas wanita, yaitu, menghindari shalat dan puasa pada beberapa hari
tertentu. Kekurangan semacam ini --artinya berkurangnya apa yang difardukan
Allah atas wanita-- dapat mengakibatkan berkurangnya rasa takwa wanita yang
bersangkutan kepada Allah. Hal semacam ini diperkirakan bisa saja terjadi pada
sebagian wanita, tidak pada semuanya.
Berdasarkan uraian di atas kita sudah semestinya berhenti sampai di batas penafsiran
Rasulullah saw. terhadap makna kekurangan yang dimaksud, tidak melampauinya. Jika
melewati batas-batas yang telah digariskan Rasulullah saw., kita akan terjebak ke dalam
perangkap berbagai macam perkiraan dan dugaan semata. Pada saat yang sama kita sudah
tercebur ke dalam larangan mengikuti hal-hal yang syubhat. Hal-hal yang berkaitan dengan
syubhat, di samping terdapat dalam Al-Qur'an, juga terdapat dalam Sunnah Nabi saw.
Allah SWT telah memperingatkan kita akan hal itu dalam firman-Nya:
Asy-Syaukani berkata: "Ayat tersebut menjelaskan bahwa orang-orang yang dalam hatinya
condong kepada kesesatan mengikuti ayat-ayat Al-Qur'an yang mutasyabihat. Makna
mutasyabihat/mutasyabih itu adalah apa yang musykil/sulit maknanya dan tidak jelas
maksudnya, baik yang berbentuk mutasyabih haqiqi --seperti lafaz-lafaz yang mujmal dan
yang tampaknya ada kesamaan-- atau yang berbentuk mutasyabih idhafi, yaitu suatu ayat
yang untuk menjelaskan makna yang sebenarnya memerlukan dalil dari luar, meskipun
Adapun hadits-hadits maudhu' dan dha'if yang menimbulkan keraguan tentang akal dan
agama wanita tidak lebih dari pengaruh dugaan-dugaan yang tidak beralasan. Sumber dari
dugaan itu adalah sisa-sisa pemahaman jahiliah kuno yang seharusnya sudah ditinggalkan
oleh umat Islam. Namun sangat disayangkan, pemahaman semacam itu masih tersebar luas
akibat banyak di antara umat Islam yang melampaui batas-batas penafsiran yang telah
digariskan oleh Rasulullah saw. mengenai maksud kurang akal dan agama tersebut.
"Kalau bukan karena wanita, niscaya Allah sudah disembah dengan sebenar-
benarnya."449
Selain itu ada juga beberapa hadits dan atsar dha'if (lemah), sebagai berikut ini:
Kemudian ada juga atsar mauquf dari Umar ibnul Khattab yang berbunyi:
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
D. HADITS KEEMPAT
"Sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk dimana kamu tidak
akan dapat meluruskannya dengan hanya mengndalkan satu cara. Jika kamu
ingin bersenang-senang dengannya, maka kamu bisa bersenang-senang
dengannya dalam keadaan tetap bengkok. Dan jika kamu ingin
meluruskannya, maka itu berarti kamu harus mematahkannya, dan
mematahkannya berarti menceraikannya." (HR Muslim)455
1. Memberikan wasiat umum kepada wanita dalam sabda Rasulullah saw. [tulisan Arab].
Ada pula yang mengatakan bahwa maknanya adalah [tulisan Arab] yang artinya saling
memberi wasiatlah kalian dengan mereka. Huruf ba dalam hadits itu adalah ba ta'adiyah
dan istif'aal [tulisan Arab] dalam hadits sama dengan [tulisan Arab] seperti halnya [tulisan
Arab] yang berarti [tulisan Arab].456
2. Kaitan wasiat ini dengan masalah yang ada hubungannya dengan penciptaan wanita
dalam sabda Rasulullah saw.:
[tulisan Arab]
Dengan demikian, wanita pertama kali berbeda dengan laki-laki dari segi penciptaan, yaitu
pada diri wanita ada beberapa hal yang bengkok. Rasulullah saw. tidak menjelaskan bidang
dan sejauh mana tingkat kebengkokan benda tersebut. Beliau hanya mengisyaratkan
pengaruh ciptaan yang bengkok itu terhadap beberapa perilaku wanita yang mungkin
merepotkan kaum laki-laki. Berdasarkan kenyataan yang dapat dilihat, mampukah kita
segera menafsirkan bahwa arti bengkok itu adalah cepat emosi, sangat sensitif, dan
perasaan yang suka berubah-ubah? Bengkok itu pada dasarnya adalah lawan dari lurus.
Jika keseimbangan dan kestabilan emosi berarti lurus, maka cepat dan sangat emosional
dapat diartikan bengkok. Dan jika seseorang dapat mengontrol perasaannya diartikan lurus,
maka orang yang dikalahkan oleh perasaannya juga dapat diartikan bengkok. Wanita,
khususnya, mudah dikalahkan oleh perasaannya sehingga mereka banyak yang kehilangan
sikap bijaksananya dalam mengambil suatu keputusan, atau darinya muncul ucapan dan
perbuatan yang tidak patut. Akibat cepat emosi tersebut perasaan wanita sering berubah-
ubah. Benar sekali apa yang disabdakan Rasulullah saw.: "Kamu tidak akan dapat
meluruskannya dengan mengandalkan satu cara." Sikap dan bawaan wanita yang berubah-
ubah itulah yang sering mengusik pikiran kaum laki-laki dan memancing marahnya.
Penafsiran ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw. ketika beliau memberikan nasihat
kepada kaum wanita: [tulisan Arab] yang artinya "Kalian banyak mengutuk dan
mengingkari jasa (kebaikan) suami." Perilaku semacam ini biasanya sering terjadi ketika
marah karena terlalu cepat emosi dan berlebihan. Adapun jika ada sebagian orang yang
ingin menafsirkan kalimat bengkok itu dengan mengatakan bahwa wanita itu mempunyai
sifat yang berbelit-belit atau licik457, artinya suka berbohong dan mengelabui, maka
penafsiran ini menurut pendapat kami terlalu jauh dan sangat berlebihan serta bisa melukai
hati banyak wanita. Hal itu bertolak belakang dengan banyak sekali nash yang
memaparkan kehidupan shahabiyyat (sahabat-sahabat wanita). Nash-nash tersebut
menunjukkan kebersihan mereka dari sifat berbohong, mengelabui, dan licik. Kemudian
pendapat itu juga tidak sejalan dengan kenyataan yang kita lihat pada ibu-ibu kita, saudara-
saudara perempuan, dan istri kita. Logiskah kalau kita menyerahkan urusan pendidikan
anak-anak kita kepada orang yang mempunyai sifat licik?
3. Dalam hadits tersebut terdapat pengarahan kepada kaum laki-laki supaya bersikap sabar
dalam menghadapi perilaku yang timbul dari kaum wanita yang diakibatkan oleh sesuatu
yang bengkok tersebut. Pengarahan tersebut terdapat dalam sabda Rasulullah saw. yang
berbunyi: [tulisan Arab] yang artinya: "Dan jika kamu ingin meluruskannya, maka itu
berarti kamu harus mematahkannya, dan mematahkannya berarti menceraikannya." Kaum
laki-laki harus ingat bahwa wanita tidaklah dengan sengaja memiliki perilaku semacam itu
dengan tujuan untuk merepotkan dan menyusahkan mereka. Hal itu sudah merupakan
takdir Allah atas wanita dengan memberinya sifat khusus berupa cepat emosi dan
berlebihan. Karena itu seorang laki-laki hendaklah sabar menghadapinya dan bersifat
pemaaf. Perlu pula dia ketahui bahwa sifat ini merupakan salah satu ciri atau keistimewaan
wanita yang bisa saja mempunyai pengaruh yang baik sehingga wanita mampu
melaksanakan fungsinya yang utama, seperti mengandung, menyusukan, dan memelihara
anak-anak. Bagaimanapun, tugas itu membutuhkan perasaan yang halus dan rasa
sensitivitas yang tinggi. Kemudian perlu juga diketahui oleh seorang laki-laki bahwa
apabila dia mempersoalkan setiap kesalahan istrinya --yang timbul akibat emosinya yang
berlebihan-- lalu menghukum dan mencacimakinya, maka hal itu tidak akan menghasilkan
apa-apa selain menambah keretakan dan perpecahan hubungan keluarga, kemudian
berakhir dengan perpisahan dan perceraian. Terakhir seorang laki-laki harus ingat bahwa
seorang istri pasti mempunyai kelebihan-kelebihan dan hal-hal yang baik sebagai
pengganti kekurangannya tersebut. Rasulullah saw. dalam sabda beliau yang sangat
bijaksana telah memberikan resep untuk menghadapi setiap ulah yang muncul dari wanita,
seperti berikut:
"Seorang laki-laki mukmin tidak pantas membenci seorang istri mukminah dan jika dia
tidak menyukai akhlaknya, maka dia akan menyukai akhlak-akhlak lain yang ada pada diri
istrinya." (HR Muslim)458
4. Untuk menegaskan perlunya bersikap lunak terhadap kaum wanita Rasulullah saw.
mengakhiri hadits beliau dengan ucapan [tulisan Arab] persis seperti ucapan beliau pada
permulaan hadits. Untuk menjelaskan ucapan Rasulullah saw. ini ath-Thibi berkata: "Huruf
sin dalam kalimat [tulisan Arab] adalah [tulisan Arab] yang juga berarti [tulisan Arab]
yang berarti: "Mintalah olehmu wasiat dari dirimu untuk membayarkan hak wanita atau
mintalah wasiat dari orang selain kamu untuk wanita." Selain itu, ada yang mengatakan
bahwa maknanya adalah [tulisan Arab] yang artinya: "Terimalah wasiatku mengenai
mereka dan laksanakanlah wasiat itu, bersikap lunaklah kalian terhadap mereka dan
pergaulilah mereka secara baik." Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Pendapat yang terakhir ini
adalah yang paling tepat menurutku, dan pendapat ini tidak berlawanan dengan pendapat
ath-Thibi."459
Terakhir sekali sebagaimana yang telah kami kemukakan ketika mengulas hadits [tulisan
Arab] mengenai perlunya melakukan penelitian ilmiah di lapangan untuk mengetahui sisi-
sisi kekurangan tersebut dan seberapa besarnya, kembali kami tegaskan di sini tentang
perlunya melakukan penelitian ilmiah untuk mengetahui bidang yang bengkok pada wanita
dan seberapa besar kebengkokannya.
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
Islam datang dan memberikan hak kepada wanita, martabat kemanusiaan, menetapkan
kebebasan dalam kepribadiannya, serta mengakui kebebasannya dalam mengelola hak
miliknya.
Sebelumnya telah kita kemukakan banyak sekali contoh dari masa kenabian yang
menerangkan sejauh mana kebebasan kepribadian seorang wanita. Seperti sudah diketahui
bahwa beberapa nash jelas sekali dalilnya mengenai perbuatan wanita yang lepas dari
pengaruh orang tua dan suaminya. Sebagian lagi melalui musyawarah dengan salah satu
dari keduanya. Namun yang penting untuk kita tetapkan di sini adalah bahwa wanita sudah
pernah melaksanakan dan menunaikan perannya dengan kebebasan kepribadian dan
kemanannya yang penuh. Dia berbicara untuk menuntut dan membela hak-haknya,
memberikan hadiah kepada orang yang dia cintai, bersedekah dengan harta yang dicarinya
sendiri, dan keluar rumah untuk bekerja di lahannya sendiri. Semua itu dia lakukan tanpa
berlindung di balik wali atau suaminya. Kembali di sini kami sebutkan beberapa contoh
berikut ini.
2. Ummu Sulaim binti Milhan memberikan hadiah kepada Rasulullah saw. atas namanya
sendiri, bukan atas nama suaminya ketika acara perkawinan Rasulullah saw. Ummu
Sulaim berkata: "Wahai Anas, bawalah (makanan) ini kepada Rasulullah saw. dan katakan
kepadanya: 'Ibuku mengirimku untuk membawa ini kepadamu dan dia menyampaikan
salam kepadamu.' Kemudian katakan: 'Ini ada sedikit dari kami untukmu, wahai
Rasulullah ..."(HR Muslim)461
3. Asma binti Umais berdialog dengan Umar ibnul Khattab, kemudian dengan Rasulullah
saw., selanjutnya dia menceritakan kisah dialog tersebut kepada teman-temannya yang
sama melakukan hijrah dengannya tanpa kehadiran suaminya. Kemungkinan besar,
suaminya baru hadir pada tahap terakhir saja. Umar berkata kepada Asma: "Kami lebih
dahulu hijrah daripada kalian." Asma kesal sekali mendengarkannya, lalu dia berkata:
"Tidak demi Allah, kalian bersama Rasulullah saw. Beliau memberi makan orang yang
lapar di antara kalian dan memberikan nasihat kepada orang yang bodoh di antara kalian.
Sementara kami berada di bumi yang jauh (dari segi keturunan) dan benci (kepada Islam
yang dibawa Muhammad) yaitu di Habsyah. (Namun kami tetap melakukan hijrah). Semua
itu kami lakukan demi mendapatkan ridha Allah dan RasulNya. Demi Allah, aku tidak
akan memakan makanan dan tidak akan meminum minuman sampai aku menceritakan apa
yang kamu ucapkan ini kepada Rasulullah saw..." Rasulullah saw. berkata kepada Asma:
"Dia tidak lebih berhak terhadapku daripada kalian. Bagi dia dan teman-temannya hanya
satu hijrah, sedangkan bagi kalian, warga sampan, dua hijrah." Asma berkata: "Sungguh
aku nmelihat Abu Musa dan warga sampan, datang kepadaku secara berbondong-bondong
untuk menanyakan kepadaku mengenai hadits ini." (HR Bukhari dan Muslim)462
4. Asma binti Abu Bakar menyedekahkan uang hasil penjualan budak perempuannya tanpa
sepengetahuan suaminya. Asma berkata: "Aku menjual budak perempuanku. Lalu az-
Zubair datang menemuiku. Ketika itu uang hasil penjualan budak perempuan itu ada di
kamarku. Az-Zubair berkata kepadaku: 'Berikan uang itu kepadaku.' Aku jawab: 'Uang itu
telah aku sedekahkan.'" (HR Muslim)463
Dalam satu riwayat oleh Abdurrazzaq disebutkan bahwa Atikah berkata kepada Umar:
"Demi Allah, aku tidak akan berhenti sampai kamu melarangku." Az-Zuhri berkata: "Umar
ditusuk, Atikah sedang berada di masjid."465
6. Hindun binti Utbah menyatakan kesetiaannya kepada Rasulullah saw. dalam ungkapan
yang sangat indah tanpa perantaraan suaminya. Hindun berkata: "Wahai Rasulullah, tidak
ada di atas permukaan bumi ini penghuni tenda (rumah) yang aku inginkan agar dia hina
melebihi penghuni tendamu, tetapi sekarang tidak ada di atas permukaan bumi ini
penghuni tenda yang aku inginkan agar dia mulia melebihi penghuni tendamu." (HR
Bukhari dan Muslim)466
Jika syariat menetapkan hak para wali dan suami untuk bermusyawarah, dan menetapkan
kewajiban taat atas seorang wanita terhadap wali atau suaminya menyangkut hal-hal yang
baik --yang semuanya bertujuan untuk memperkukuh hubungan sosial dan menjaga
keutuhan dan kesatuan keluarga-- maka musyawarah dan taat dalam hal-hal yang baik itu
tidak berarti bahwa wanita adalah makhluk yang kurang, sehingga dia harus meminta
pesan kepada wali atau suaminya. Akan tetapi, musyawarah itu sendiri merupakan
tindakan yang terpuji dan dihimbaukan kepada seluruh kaum laki-laki dan wanita supaya
melakukannya. Ailah SWT telah berfirman:
Bahkan para penguasa kaum muslimin dituntut untuk melakukan musyawarah dengan
umat sebagaimana firman Allah:
"... Dan bermusyawarahlah engkau dengan mereka dalam urusan itu ..." (Ali
Imran: 159)
Demikian pula halnya ketaatan yang merupakan sesuatu yang terpuji, dan semua laki-laki
dan wanita dari umat ini dihimbau untuk bersifat taat dengan ketaatan yang tepat (pada
tempatnya). Bahkan, umat ini secara keseluruhan dihimbau untuk menaati para penguasa.
Allah SWT telah berfirman:
"... Taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri di antara
kamu ...." (an-Nisa': 59)
Selama ketaatan itu dilakukan dalam rangka perkara-perkara yang baik, maka keadaan
yang memerintah dan yang diperintah akan tetap dan benar. Pada waktu itulah bahtera
keluarga berlayar dengan tenang, instansi-instansi masyarakat mencapai sukses, unmat
Islam bangkit, serta bangsa akan cerdas dan maju. Akan tetapi, apabila para wali dan suami
memaksakan sesuatu tidak pada jalan yang baik, maka keadaan akan memburuk dan
berakhir dengan kesengsaraan Karena itu sudah seharusnya mereka dikembalikan pada
yang ma'rut berdasarkan perintah Allah dan perintah Rasulullah saw.
Berikut ini terdapat beberapa contoh mengenai para wali yang dikembalikan pada yang
ma'ruf.
1. Dari al-Hasan dikatakan bahwa Ma'qil bin Yasar mempunyai saudara perempuan yang
menjadi istri seorang laki-laki yang kemudian menalaknya. Orang itu membiarkannya
sampai masa 'iddahnya habis' lalu dia melamarnya kembali. Ma'qil menghalangi maksud
lelaki itu dengan keras, lalu Ma'qil berkata: "Dia telah membiarkan istrinya, padahal dia
mampu kembali kepada istrinya. Kemudian dia ingin melamarnya lagi!" Lantas Ma'qil
menghalangi laki-laki itu dari saudara perempuannya (dalam satu riwayat467 disebutkan:
"Lelaki itu tidak ada masalah dengannya dan si perempuan juga ingin rujuk kepada
suaminya"). Maka turunlah firman Allah yang berbunyi:
Rasulullah saw. memanggil Ma'qil dan membacakan ayat tersebut kepadanya. Setelah itu
Ma'qil meninggalkan sikap kerasnya dan mengikuti perintah Allah. (HR Bukhari)468
2. Dari Khansa binti Khidzam al-Anshariyyah, dia menceritakan bahwa ayahnya telah
mengawinkannya, padahal dia sudah janda. Dia tidak suka dengan perkawinan itu. Lantas
dia mendatangi Rasulullah saw. (untuk mengadukan hal tersebut). Rasulullah saw.
menolak perkawinannya itu. (HR Bukhari)469
3. Dari Jabir bin Abdullah, dia berkata: "Bibiku dicerai suaminya. Pada suatu hari ketika
dia hendak memotong buah kurmanya, seorang laki-laki melarangnya keluar rumah. Lalu
bibiku pergi menemui Nabi saw. untuk menanyakan masalah itu. beliau bersabda: 'Baik,
potonglah buah kurmamu. Barangkali dengan itu kamu akan bersedekah atau akan
melakukan sesuatu yang ma'ruf.'" (HR Muslim)470
4. Dari Hafshah binti Sirin, dia berkata: "Dahulunya kami melarang anak-anak gadis kami
keluar rumah pada hari raya. Tatkala datang Ummu Athiyyah, aku bertanya kepadanya:
'Apakah kamu pernah mendengar Nabi saw. (memperbolehkannya)?'" Ummu Athiyyah
berkata: "Ya, aku pernah mendengar beliau bersabda: 'Anak-anak gadis dan wanita-wanita
yang dipingit boleh keluar.'" Dalam satu riwayat471 disebutkan: "Kami diperintahkan
supaya keluar pada hari raya sehingga kami mengeluarkan gadis-gadis perawan dari
pingitannya." (HR Bukhari)472
Dalam masalah ini ada sebagian ulama tabi'in yang menerapkan sesuatu yang tidak ma'ruf.
Lantas muncul seorang sahabat wanita yang mulia untuk menyangkal pendapat mereka dan
Berikut ini beberapa contoh tentang para suami yang mengembalikan semua perkara pada
yang ma'ruf:
1. Dari Aisyah dikatakan bahwa Hindun binti Utbah berkata: "Wahai Rasulullah,
sesungguhnya Abu Sufyan adalah seorang laki-laki yang sangat kikir. Dia tidak
memberiku sesuatu yang cukup untuk menutupi keperluanku dan anakku kecuali apa yang
aku ambil sendiri tanpa sepengetahuannya." Rasulullah saw. berkata: "Ambillah sekadar
yang bisa mencukupi keperluanmu dan anakmu dengan cara yang baik." (HR Bukhari dan
Muslim)473
2. Dari Umar, dia berkata: "... ketika aku sedang memikirkan sesuatu, tiba-tiba istriku
berkata kepadaku: 'Cobalah kamu lakukan ini dan ini.' Aku berkata kepadanya: 'Ada apa
denganmu? Mengapa kamu berada di sini? Apa hubungannya denganmu masalah yang aku
inginkan?' Istriku menjawab: 'Aneh kamu ini, wahai putra al-Khattab, apakah kamu tidak
suka aku menemuimu untuk mengusulkan sesuatu? Putrimu saja menemui Rasulullah saw.
untuk mengusulkan sesuatu.'" Dalam satu riwayat474 istri Umar berkata: "Mengapa kamu
menentangku untuk mengusulkan sesuatu kepadamu? Demi Allah, istri-istri Rasulullah
saw. sendiri datang menemui beliau untuk mengusulkan sesuatu." (HR Bukhari dan
Muslim)475
Dalam kasus ini Umar dikembalikan kepada yang ma'ruf berdasarkan bimbingan yang
diberikan Rasulullah saw. dalam memperlakukan istri-istri beliau.
3. Dari Miswar, dia berkata: "Sesungguhnya Ali melamar putri Abu Jahal. Hal itu didengar
oleh Fathimah. Lalu Fathimah menemui Rasulullah saw. untuk mengadukan hal itu. Dia
berkata: 'Wahai Rasulullah, ini Ali ingin kawin dengan putri Abu Jahal!" Rasulullah saw.
bangkit dan berkata: "Amma ba'du, sesungguhnya aku memang pernah mengawinkan Abu
al-'Ash bin Rabi. Dia bercerita denganku dan dia memang seorang yang jujur.
Sesungguhnya Fathimah adalah bagian dari diriku, dan aku tidak senang bila hal itu
berdampak buruk terhadapnya." (Dalam satu riwayat dikatakan: 'Aku khawatir hal itu bisa
menimbulkan fitnah terhadap agamanya'476) Demi Allah, tidak mungkin putri Rasulullah
berkumpul dengan putri musuh Allah pada seorang laki-laki." Akhirnya Ali membatalkan
lamarannya. (HR Bukhari dan Muslim)477
4. Dari Ibnu Umar, dia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Janganlah kalian
menghalangi hamba-hamba Allah yang perempuan (pergi) ke masjid-masjid Allah." (HR
Bukhari dan Muslim)478 Dari nash ini dapat dipahami bahwa sudah pernah terjadi
beberapa orang laki-laki melarang istri-istri mereka pergi ke masjid. Lantas Rasulullah saw.
melarang mereka supaya tidak menghalang-halangi wanita pergi ke masjid. Dengan
demikian kaum laki-laki tersebut telah dikembalikan pada yang ma'ruf.
5. Dari Salim bin Abdullah dikatakan bahwa Abdullah bin Umar berkata: "Aku pernah
mendengar Rasulullah saw. bersabda: 'Janganlah kamu melarang istrimu pergi ke masjid
apabila dia meminta izin kepadamu.' Lalu Bilal bin Abdullah berkata: 'Demi Allah, aku
akan mencegahnya.' (Dalam satu riwayat dikatakan: 'Kami tidak akan mengizinkannya
keluar dan menjadikannya sebagai cara untuk menipu suaminya') Salim berkata: 'Abdullah
bin Umar menemui Bilal, lalu memakinya yang belum pernah aku mendengar makian
seburuk itu.' Kemudian Abdullah bin Umar berkata: 'Aku menceritakan hadits dari
Rasulullah saw. kepadamu, tetapi kamu malah berkata: "Demi Allah aku akan
mencegahnya?"'" (HR Muslim)479
Di sini terulang kembali pelarangan wanita pergi ke masjid oleh sebagian tabi'in. Karena
itu, terulang pula penyanggahan oleh seorang sahabat yang mulia. Dengan demikian orang-
orang bisa dikembalikan kepada yang ma'ruf.
Allah menciptakan laki-laki dan wanita, serta memberi mereka kekhususan yang
membedakan antara jenis yang satu dengan yang lainnya. Semua hamba Allah, baik laki-
laki maupun wanita, berkewajiban memelihara kekhususan dan menjaga perbedaan
tersebut. Setiap mereka mempunyai kepribadian yang berbeda.
Sungguh merupakan suatu kesalahan jika seseorang berusaha meniru kepribadian orang
lain dan memakai sebagian kekhususannya. Mengingat pembicaraan kita di sini
menyangkut kepribadian wanita, penulis ingin menekankan pentingnya menjaga perbedaan
tersebut. Yang demikian itu berguna untuk menonjolkan status kemanusiaannya yang telah
dimuliakan oleh Allah dengan kekhususan-kekhususan yang telah diciptakan Allah
untuknya. Perbuatan menyerupai laki-laki yang dilakukan oleh sebagian wanita pada satu
sisi sama artinya dengan menodai ciptaan Allah, dan pada sisi yang lain mengesankan
adanya perasaan minder atau merasa dirinya kurang. Sebaliknya, mempertahankan
keistimewaan dan kekhususan tersebut berarti mendukung kaum wanita supaya mereka
mampu menunaikan tanggung jawabnya yang utama, yaitu mengurus suami dan anak-anak
sebaik mungkin.
Ibnu Abbas r.a. berkata: "Nabi saw. mengutuk laki-laki yang kebanci-
bancian dan wanita yang kelaki-lakian." (HR Bukhari)481
Seorang laki-laki dari Bani Hudzail, berkata: "Aku melihat Abdullah bin
Amru ibnul Ash, tempat tinggalnya di tanah al-hal (luar Mekah) dan
masjidnya di tanah Haram (dalam kota Mekah). Laki-laki itu berkata:
'Ketika aku sedang duduk di samping Abdullah bin Amru, dia melihat
Ummu Sa'id, putri Abu Jahal, mengalungkan busur panah ke lehernya dan
berjalan seperti layaknya laki-laki. 'Abdullah bin Amru bertanya: 'Siapa
wanita itu?' Aku menjawab: 'Dia adalah Ummu Sa'id putri Abu Jahal.'
Abdullah bin Amru berkata: 'Aku pernah mendengar Rasulullah saw.
bersabda: "Bukanlah dari golongan kami orang yang menyerupai laki-laki
dari kalangan wanita dan orang yang menyerupai wanita dari kalangan laki-
laki."' (HR Ahmad dan Thabrani)482
Sesungguhnya kekhususan fitrah bagi laki-laki dan wanita hanya akan tetap dan mantap
jika mereka menjalankan secara kongkret fungsi setiap individu dalam kehidupan. Jika hal
itu tidak dilaksanakan --satu jenis menjalankan fungsi jenis yang lain, atau lebih banyak
menjalankan fungsi jenis yang lain-- maka pada dirinya akan melekat ciri-ciri lawan
jenisnya, dan pada waktu yang sama dia mengaburkan ciri-cirinya yang sejati/asli. Dalam
kondisi seperti ini, kehidupan seseorang, baik laki-laki maupun wanita, tidak akan berjalan
pada jalur yang lurus. Jika dia seorang wanita dia tidak akan bisa menjadi laki-laki dan dia
tidak akan menjadi wanita sejati. Dia akan menjadi sosok makhluk yang tidak jelas
identitasnya dan menjadi ajang pertarungan antara sisa-sisa fitrahnya di satu sisi dan ciri-
ciri lawan jenis yang melekat pada dirinya di sisi lain.
Akibatnya, kehidupan masyarakat juga tidak akan berjalan menurut jalur yang benar
karena hilangnya fungsi kelembutan dan kehalusan seorang wanita yang telah dijadikan
oleh Allah SWT sebagai sumber ketenangan bagi suaminya; atau karena hilangnya
fungsinya yang sulit dan berat, yaitu tugas mengandung anak, menyusukan, dan
memeliharanya.
Di samping terjadinya penyimpangan dari petunjuk Allah dan Sunnah Nabi saw. dalam
bentuk wanita meniru rupa laki-laki, juga terjadi penyimpangan dalam bentuk keterlaluan
dan berlebihan dalam membedakan laki-laki dengan wanita, sehingga terlupakanlah wujud
wanita sebagai saudara kandung kaum laki-laki sebagaimana yang disebutkan dalam sabda
Rasulullah saw.484 Hingga hampir saja dari wanita dicabut sifat-sifat manusia yang secara
umum ada pada laki-laki dan wanita. Akhirnya, wanita menjadi manusia kelas dua atau
kelas tiga, sehingga martabatnya jatuh dan kepribadiannya terhapus. Dia tidak lagi bebas
menyatakan keinginan dan pilihannya, tidak ada ruang baginya untuk berperan serta dalam
kegiatan sosial yang bermanfaat dan aktivitas politik yang perlu diikuti. Seolah-olah wanita
adalah makhluk yang serba kurang dan lemah, bukan manusia utuh sebagaimana halnya
Islam telah menetapkan kepribadiannya yang jelas dan hak-haknya yang tetap. Saya kira,
pada pasal-pasal sebelumnya terdapat penjelasan yang baik bagi ciri-ciri dan hak-hak
wanita.
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
Jika hal itu berhasil dilaksanakan, kaum wanita akan bergerak seolah-olah dia terlepas dari
ikatan, sehingga dia akan ikut serta memakmurkan bumi semaksimal mungkin. Perilaku
kebijaksanaan yang bersumber dari persepsi yang benar merupakan alat pendukung paling
ampuh untuk meluruskan persepsi orang-orang yang ada di sekelilingnya.
Pertama, wanita adalah manusia yang dilengkapi dengan kemuliaan. Allah SWT telah
berfirman: "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam ..." (al-Isra: 70)
Anak-anak Adam itu terdiri atas kaum laki-laki dan wanita. Sabda Nabi saw. berikut ini:
[tulisan Arab]
dan
[tulisan Arab]
telah disalahpahami oleh sebagian besar manusia seperti yang telah saya katakan sebelum
ini.485 Sifat ucapan-ucapan tersebut masih global dan tidak dapat dijadikan dalil untuk
mengurangi derajat kemuliaan yang sudah ditetapkan oleh nash-nash yang kuat dan rinci.
Kedua, wanita adalah manusia yang mempunyai tanggung jawab yang hampir sama
dengan kaum laki-laki dalam tindak tanduk dan perkataannya di dunia, kemudian dia akan
diberi balasan di akhirat kelak. Dalam hal ini, tanggung jawab wanita tidak mungkin
digantikan oleh ayah, saudara laki-laki, atau suaminya. Allah SWT berfirman:
"Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap
seorang dari keduanya seratus kali dera ..." (an-Nuur: 2)
Rasulullah saw. bersabda: "Wahai Abbas bin Abdul Muthalib, aku tidak berdaya
menolongmu di sisi Allah sedikit pun. Wahai Shafiyyah, bibi Rasulullah saw., aku tidak
berdaya menolongmu di sisi Allah sedikit pun. Wahai Fathimah, putri Muhammad, aku
tidak berdaya menolongmu di sisi Allah sedikit pun." (HR Bukhari dan Muslim)486
Ketiga, wanita adalah manusia yang mempunyai kepribadian tersendiri, bebas memilih,
disamping juga bebas menentukan teman hidupaya. Rasulullah saw. bersabda:
Seorang istri berhak meminta cerai jika dia tidak menyenangi suaminya, dan itu bisa
dilakukan melalui keputusan suaminya atau melalui keputusan qadhi/hakim pengadilan,
dengan catatan dia (istri) harus mengembalikan apa yang telah diberikan suaminya
kepadanya selama suaminya tidak menimbulkan mudharat atas dirinya (misalnya
menyiksa).
Istri Tsabit bin Qais pernah datang kepada Nabi saw. dan berkata: "Wahai Rasulullah, aku
tidak mencela Tsabit soal agama atau akhlaknya, akan tetapi aku khawatir berbuat kufur
(tidak patuh padanya)." Rasulullah saw. bertanya: "Apakah kamu bersedia mengembalikan
kebun pemberiannya?" Wanita itu menjawab: "Ya." Lantas dia mengembalikan kebun
milik Tsabit. Setelah itu Nabi saw. memerintahkan Tsabit menceraikannya." (HR Bukhari)
488
Keempat, wanita adalah seorang manusia yang sempurna, pendamping kaum laki-laki
dalam kehidupan berumah tangga. Wanita pun bukan barang mainan untuk memuaskan
kebutuhan seksual. Ketika wanita dijadikan pakaian bagi kaum laki-laki, maka begitu pula
sebaliknya, laki-laki adalah pakaian bagi wanita. Benar sekali Firman Allah: "... mereka itu
adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka ..." (al-Baqarah: 187)
Dalam masalah keluarga, keduanya memiliki tanggung jawab; Allah SWT telah
menyiapkan kaunm laki-laki untuk mencari kebutuhan hidup dan menjadi pemimpin,
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka ..." (an-Nisa': 34)
Dan Allah menyiapkan wanita untuk memelihara anak-anak dan mengatur urusan rumah
tangga. Dalam hal ini, Rasulullah saw. telah bersabda:
"... dan wanita menjadi pemimpin atas rumah tangga suaminya dan anaknya,
maka dia harus bertanggung jawab terhadap mereka." (HR Bukhari dan
Muslim)489
Dengan demikian, kaum wanita bukan sekadar pengikut kaum laki-laki sehingga tidak
boleh memiliki kemauan sendiri. Di antara wanita dan laki-laki ada hubungan yang
didasarkan atas rasa cinta dan kasih sayang. Apabila rasa cinta dan kasih sayang tersebut
sudah putus, maka putus pulalah hubungan suami istri menurut cara yang sah.
Kelima, wanita adalah manusia yang cerdas. Dia mempunyai kegiatan-kegiatan sosial dan
politik yang baik dan bermanfaat. Dalam hal ini Allah SWT telah berfirman:
Jadi, wanita itu bukanlah sekadar aurat yang harus ditutup dari pandangan manusia --
sebagaimana dipahami sebagian kaum muslimin-- meliputi pribadinya, wajahnya,
suaranya, bahkan sampai pada namanya. Jika wanita mempunyai aurat yang harus ditutup
dari pandangan manusia, maka laki-laki juga mempunyai aurat yang harus ditutup
Keenam, wanita adalah pribadi yang normal, bukan seperti yang dibayangkan oleh
sebagian orang. Kalaupun sifat-sifat polos dan lugu --sehingga mudah terpedaya oleh kata-
kata manis-- jahat atau licik, serta tidak ada yang dia kuasai selain kepintaran memperdaya
orang, kaum laki-laki pun mempunyai beberapa segi kelemahan dan kejelekan seperti itu.
normal, perhatian yang tinggi, serta wawasan yang luas mengenai kehidupan di sekitarnya.
Karena itulah setiap kelalaian dalam menunaikan kewajiban tersebut dianggap sebagai
sesuatu yang merugikan wanita muslimah dan menyia-nyiakan kesempatan berharga yang
sebenarnya dapat membantunya dalam mengembangkan kepribadiannya serta mewujudkan
tingkat kematangan yang tinggi. Di antara kewajiban yang membuahkan hasil yang baik
adalah kewajibannya terhadap Allah dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan ibadah,
kewajiban-kewajiban terhadap keluarga, dan kewajiban-kewajiban terhadap masyarakat.
Sejauh mana kesempurnaannya dalam menunaikan kewajiban-kewajiban tersebut, maka
sejauh itu pulalah derajat yang mampu dia capai dalam mengembangkan kepribadiannya.
Menggunakan hak sama halnya dengan menunaikan kewajiban, dapat menjamin kegiatan
yang meliputi beberapa aspek seperti naluri dan jasmani. Perlu pula diperhatikan bahwa di
sini ada semacam proses saling menunjang dan saling menyempurnakan antara
menunaikan kewajiban dan menggunakan hak, yang dapat membuahkan hasil terbaik serta
melipatgandakan apa yang bisa diperoleh wanita dari perhatian yang besar dan pengalaman
yang bermanfaat. Di antara hak-hak yang dapat mengembangkan kepribadian wanita
adalah hak untuk menghadiri majelis-majelis taklim, hak untuk menuntut ilmu
pengetabnan, hak untuk menikah dan melahirkan keturunan, hak melakukan kegiatan
profesi jika mempunyai kelebihan waktu dari menunaikan tugas rumah tangga, serta hak
untuk mengikuti kegiatan-kegiatan sosial atau politik yang bermanfaat. Hak-hak ini bisa
saja berubah menjadi kewajiban apabila pelaksanaannya dapat mewujudkan maslahat yang
sangat urgen dan mendasar bagi wanita itu sendiri, atau bagi keluarga dan masyarakatnya.
(sebelum, sesudah)
Kebebasan Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
Umat Islam memiliki beberapa etika tertentu dalam pergaulan antara wanita dan laki-laki
sesuai dengan aturan yang telah digariskan agama. Etika-etika tersebut harus betul-betul
menancap dalam akal pikiran dan kesadaran mereka sebab hal itu berkaitan dengan
kebenaran pemahaman mereka terhadap martabat wanita sebagai manusia, sebagaimana
ditetapkan oleh syariat. Selain itu, etika-etika tersebut harus menancap dalam hati mereka
sebab syariat telah menanamkan dalam hati manusia rasa santun, lemah lembut, dan belas
kasihan kepada kaum wanita. Jika orang-orang Barat berbaik hati kepada wanita kadang-
kadang karena pertimbangan kesempurnaan dan kadang-kadang sekadar formalitas, maka
kita sebagai umat Islam mempunyai etika tersendiri yang tinggi nilainya dalam
memperlakukan wanita. Dikatakan tinggi, karena hal itu didasarkan atas pertimbangan
kesempurnaan dan muncul dari lubuk hati kita yang dalam. Sementara hal yang
mempertajam rasa santun, lemah lembut, dan belas kasih pada kaum wanita di kalangan
umat Islam merupakan contoh teladan yang diberikan Rasulullah saw. dalam
memperlakukan istri, anak perempuan, istri-istri kaum muslimin, dan wanita-wanita
nonmuslim lainnya.
Kedua, mengajak istri-istrinya jika bepergian. Aisyah berkata: "Biasanya Nabi saw.
apabila ingin melakukan suatu perjalanan, beliau melakukan undian di antara para istri.
Barangsiapa yang keluar nama/nomor undiannya, maka dialah yang ikut pergi bersama
Rasulullah saw.' (HR Bukhari dan Muslim)491
Ketiga, menyambut kedatangan mereka ketika beliau melakukan i'tikaf Shafiyyah, istri
Nabi saw., menceritakan bahwa dia datang mengunjungi Rasulullah saw. ketika beliau
sedang melakukan i'tikaf pada hari sepuluh yang terakhir dari bulan Ramadhan. Dia
berbicara dekat beliau beberapa saat, kemudian berdiri untuk kembali. Nabi saw. juga ikut
berdiri untuk mengantarkannya." (Dalam satu riwayat492 dikatakan: "Nabi saw. berada di
masjid. Di samping beliau ada para istri beliau. Kemudian mereka pergi (pulang). Lantas
Nabi saw. berkata kepada Shafiyyah binti Huyay: 'Jangan terburu-buru, agar aku dapat
pulang bersamamu'") (HR Bukhari dan Muslim)493
Kelima, menyediakan tempat duduk yang empuk di atas kendaraan istrinya dan
menjadikan lututnya sebagai tangga istrinya untuk naik ke atas kendaraan. Dari Anas, dia
berkata: "Kemudian kami pergi menuju Madinah (dari Khaibar). Aku lihat Nabi saw.
menyediakan tempat duduk yang empuk dari kain di belakang beliau untuk Shafiyyah.
Kemudian beliau duduk di samping untanya sambil menegakkan lutut beliau dan
Shafiyyah meletakkan kakinya di atas lutut beliau sehingga dia bisa menaiki unta
tersebut." (HR Bukhari)495
"Fathimah datang dengan berjalan kaki. Jalannya persis seperti cara berjalan
Nabi saw. Nabi saw. berkata kepadanya: 'Selamat datang putriku.' Kemudian
beliau mendudukkannya di sebelah kanan atau di sebelah kiri beliau." (HR
Bukhari dan Muslim)497
Dalam riwayat Abu Daud, at-Tirmidzi, dan an-Nasa'i dikatakan: "Setiap Fathimah datang
menemui Nabi saw., beliau biasanya berdiri menyambut kedatangannya, menciumnya, dan
menyuruhnya duduk di tempat duduk beliau."498
Pertama, ketika mendengar tangisan bayi dalam masjid, Nabi saw. memperpendek
shalatnya demi menjaga perasaan ibunya. Anas bin Malik mengatakan bahwa Nabi saw.
bersabda: "Aku sudah mulai melaksanakan shalat dan aku berniat memanjangkannya. Lalu
aku mendengar tangisan seorang bayi, maka aku sengaja memendekkan shalatku karena
aku dapat merasakan betapa gelisahnya hati seorang ibu karena gangguan tangisan
bayinya." (HR Bukhari dan Muslim)499
Kedua, menunggu sejenak seusai shalat bersama kaum laki-laki agar jamaah wanita bisa
pulang lebih dahulu. Ummu Salamah r.a. berkata: "Biasanya Rasulullah saw. seusai
mengucapkan salam, kaum wanita bergegas berdiri. Beliau menunggu sejenak sebelum
berdiri (untuk pulang)." Ibnu Syihab berkata: "Aku berpendapat, tetapi Allah lebih tahu,
bahwa Nabi saw. diam sejenak itu adalah supaya kaum wanita habis keluar sebelum
tersusul oleh kaum laki-laki yang ingin pulang." (HR Bukhari)500
Ketiga, memerintah para ibu supaya mengeluarkan anak-anak gadis mereka dan wanita
haid untuk ikut meramaikan pesta hari raya. Ummu Athiyyah berkata: "Aku mendengar
Rasulullah sw. bersabda: 'Hendaklah kalian keluarkan anak-anak gadis, wanita-wanita
yang dipingit, serta perempuan haid agar mereka bisa menyaksikan hari baik dan nasihat-
nasihat orang-orang mukmin; dan hendaklah wanita haid agak menjauh dari tempat
shalat.'" (HR Bukhari dan Muslim)501
Keempat, Nabi saw. mengira bahwa jamaah wanita tidak bisa mendengar khotbah beliau,
lalu beliau menuju kelompok kaum wanita dan memberikan nasihat khusus kepada mereka.
Kelima, Nabi saw. berdiri lama menyambut kedatangan wanita-wanita Anshar dan
menyatakan cinta beliau kepada kaum mereka.
Ketujuh, merasa kasihan kepada seorang wanita yang sedang memanggul biji-biji kurma
sehingga beliau menderumkan untanya untuk memboncengkan wanita itu di belakangnya.
Kedelapan, mengizinkan Utsman ibnu Affan r.a. untuk tidak mengikuti Perang Badar
guna menjaga istrinya yang sedang sakit. Ibnu Umar berkata: "Adapun keikutsertaan
Utsman dari Perang Badar adalah karena istrinya, yaitu putri Rasulullah saw. sedang sakit.
Rasulullah saw. berkata kepadanya: 'Sesungguhnya bagimu pahala orang yang mengikuti
Perang Badar.'" (HR Bukhari)502
Kesembilan, menyuruh seorang laki-laki mengurungkan niatnya untuk pergi berjihad guna
menemani istrinya yang ingin melakukan perjalanan haji. Ibnu Abbas r.a. berkata:
"Seorang laki-laki berkata: 'Wahai Rasulullah, aku ingin pergi bersama pasukan ini dan ini
(dalam riwayat Muslim dikatakan: 'Sesungguhnya aku terkena kewajiban untuk mengikuti
pasukan ini dan ini') sementara istriku ingin menunaikan ibadah haji.' Nabi saw. berkata:
'Pergilah kamu bersamanya (istrimu).'" (HR Bukhari dan Muslim)503
Contoh-contoh mengenai tuntutan dan bimbingan Nabi saw. dalam hal perlakuan terhadap
kaum wanita orang-orang mukminat ini saya akhiri dengan mengemukakan satu contoh
menarik dari luar kitab Bukhari dan muslim. Dalam hal Rasulullah saw. memperkenankan
permintaan seorang wanita yang telah bernazar akan memukul gendang/rebana di hadapan
Rasulullah saw. Buraidah berkata: "Rasulullah saw. pergi ke suatu peperangan. Ketika
pulang, datang seorang budak perempuan hitam yang berkata: 'Wahai Rasulullah,
sesungguhnya aku telah bernazar (yang intinya) apabila Allah mengembalikanmu dalam
keadaan selamat aku akan memukul gendang di hadapanmu dan bernyanyi.' Rasulullah
saw. berkata kepada wanita itu: 'Kalau memang demikian nazarmu, maka laksanakanlah.
Tetapi kalau bukan demikian, tidak usah.' Lalu wanita itu menabuh gendangnya dan
bernyanyi." (HR Bukhari dan Muslim)506
Pertama, tidak menghiraukan cemoohan seorang wanita. Jundub bin Abu Sufyan r.a.
berkata: "Rasulullah saw. sakit sehingga beliau tidak bisa mengerjakan shalat malam dua
atau tiga malam. Lalu datang kepadanya seorang wanita dan berkata: 'Wahai Muhammad,
aku benar-benar berharap semoga setanmu telah meninggalkanmu. Aku tidak pernah
melihatnya mendekatimu sejak dua atau tiga malam terakhir ini.' Lantas Allah SWT
menurunkan ayat yang berbunyi: 'Demi waktu matahari sepenggalan naik, dan demi
malam apabila telah sunyi, Tuhanmu tiada meninggalkanmu dan tiada (pula) benci
kepadamu.'" (HR Bukhari dan Muslim)507
Kedua, mempertimbangkan keadaan dua orang wanita yang sedang ketakutan. Abu Dzar r.
a. berkata: "Pada suatu malam purnama yang sangat cerah, penduduk Mekah tertidur lelap
dan tidak ada seorang pun di antara mereka yang melakukan thawaf di sekitar Ka'bah. Ada
dua sosok wanita dari penduduk setempat yang sedang memohon kepada Isafa dan Na'ilah
(nama berhala). Lalu mereka berangkat sambil menggerutu dan berkata: 'Andaikan saja
ada di sini salah seorang dari orang-orang kita.'"Abu Dzar berkata: "Rasulullah saw. dan
Abu Bakar bertemu dengan mereka ketika mereka sedang turun. Rasulullah saw. bertanya:
'Ada apa dengan kalian?' Mereka berkata: 'Ada penyembah berhala antara Ka'bah dan tutup
(sitar)nya.' Rasulullah saw. bertanya: 'Apa yang dia katakan kepada kalian.' Mereka
menjawab: 'Dia mengatakan kata-kata yang sangat menyebalkan (kotor)."' (HR Muslim)508
Ibnu Umar r.a. berkata: "Aku menemukan seorang wanita yang terbunuh
pada salah satu peperangan Rasulullah saw. Lantas Rasulullah saw.
mengeluarkan larangan membunuh kaum wanita dan anak-anak." (HR
Bukhari dan Muslim)511
Keenam, beliau tidak mau mencaci seorang perempuan; beliau bahkan mendoakannya
supaya mendapat hidayah. Abu Hurairah berkata: "Aku mengajak ibuku yang masih
musyrik untuk masuk Islam. Suatu hari dia menjelek-jelekkan Rasulullah saw. di
hadapanku. Tentu saja aku merasa tidak senang. Aku menemui Rasulullah saw. sambil
menangis dan berkata kepada beliau: 'Wahai Rasulullah, aku mengajak ibuku masuk Islam,
namun dia menolak. Bahkan dia menjelek-jelekkanmu. Tentu saja aku merasa tidak
senang. Doakanlah kepada Allah semoga Dia berkenan memberikan petunjuk kepada
ibuku.' Rasulullah saw. berdoa: 'Ya Allah, berikanlah petunjuk kepada ibunya Abu
Hurairah.' Aku pulang dengan perasaan gembira karena Nabi saw. telah mendoakannya.
Ketika aku datang (ke rumah)... ibuku membukakan pintu rumah, kemudian dia berkata:
'Wahai Abu Hurairah, aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi Muhammad
itu adalah hamba Allah dan Rasul-Nya.'" (HR Muslim)512
Abu Musa mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Telah sempurna dari kaum
lelaki banyak sekali tetapi belum sempurna dari kalangan wanita kecuali Asiah isteri
Fir'aun dan Maryam binti Imran." (HR Bukhari dan Muslim)513
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Dari sabda Rasulullah saw. (Belum sempurna dari
kalangan perempuan kecuali Asiah istri Fir'aun dan Maryam binti Imran) yang
menggunakan uslub hashr (pembatasan) ini diambil dalil bahwa kedua wanita itu adalah
nabi, sebab golongan yang paling sempurna dari manusia adalah para nabi, kemudian
diikuti oleh para wali, siddiqun, dan syuhada. Jika kedua wanita itu bukan nabi, sudah pasti
dari kalangan wanita tidak ada seorang pun yang berpredikat wali, siddiqah, atau syahid.
Sebab pada kenyataannya sifat-sifat tersebut ada pada kebanyakan mereka. Seolah-olah
nabi berkata dalam haditsnya tersebut: 'Tidak ada yang diangkat menjadi nabi dari
kalangan wanita selain fulan dan fulan. Dan seandainya beliau berkata 'Tidak terdapat sifat-
sifat seorang siddiqah atau wali atau syahid kecuali pada si fulan dan si fulan,' maka hal itu
tidak benar karena adanya sifat-sifat tersebut pada wanita selain mereka. Lain halnya kalau
yang dimaksud hadits adalah kesempurnaan di luar para nabi. Maka hadits itu tidak bisa
dijadikan dalil tentang kenabian mereka karena adanya pengertian ini. Wallahu a'lam.
Berdasarkan ini, maka yang dimaksud dengan telah berlalu zamannya adalah bahwa hal
semacam itu tidak dialami oleh seorang pun dari wanita-wanita pada zaman Nabi saw."
Al-Qurthubi berkata: "Yang benar adalah bahwa Maryam adalah seorang nabi, sebab Allah
SWT telah menurunkan wahyu kepadanya melalui (perantaraan) malaikat
(Jibril)." (Sementara Iyadh berkata bahwa pendapat jumhur ulama bertolak belakang
dengan pendapat Al-Qurthubi).514 Sedangkan Asiah, tidak ada satu dalil pun mengenai
kenabiannya.
Al-Kirmaniy berkata: "Tidak mesti adanya kalimat mengenai kesempurnaan wanita dalam
hadits itu menunjukkan kenabiannya, sebab kalimat sempurna itu digunakan untuk
menunjukkan keutuhan sesuatu dan sampainya di batas penyelesaian dalam masalah itu.
Maka yang dimaksud disini adalah sampainya dia ke batas akhir dari semua sifat utama
yang dimiliki kaum wanita." Al-Kirmaniy berkata: "Telah diriwayatkan secara ijma
tentang tidak adanya kenabian pada wanita. Demikian katanya. Tetapi, riwayat yang
dikutip dari al-Asy'ari mengatakan bahwa sebagian wanita ada yang menjadi nabi. Jumlah
mereka enam orang, yaitu: Hawwa, Sarah, ibu Musa, Hajar, Asiah, dan Maryam ... dengan
alasan menurutnya adalah bahwa setiap orang yang datang kepadanya malaikat dan Allah
dengan membawa hukum berupa perintah, larangan, atau memberitahunya apa yang akan
terjadi pada masa yang akan datang adalah nabi. Telah tetap kedatangan malaikat kepada
mereka ini dengan membawa berbagai macam perkara dari sisi Allah SWT. Pernyataan
mengenai hal itu disampaikan dalam bentuk isyarat dalam Al-Qur'an. Ibnu Hazm
menyebutkan dalam kitab Al-Milal wan Nihal bahwa masalah ini belum diperdebatkan
kecuali pada masa dia berada di Cordova. Dikisahkan dari mereka berbagai ucapan dan
yang ketiganya adalah tawaqquf. Ibnu Hazm berkata: "Orang yang tidak mendukung
pendapat tentang adanya nabi dari kalangan wanita mendasarkan argumennya pada firman
Allah: 'Kami tidak mengutus sebelum kamu melainkan orang laki-laki.'" Ibnu Hazm
berkata: "Ayat ini tidak bisa dijadikan argumentasi mengenai tidak adanya seorang
perempuan yang dijadikan Allah sebagai nabi. Pembicaraan di sini sekitar masalah
kenabian saja." Ibnu Hazm berkata: "Aku bisa menegaskan hal itu dengan apa yang
disebutkan dalam kisah Maryam dan dalam kisah ibu Musa yang membuktikan
kenabiannya, mengingat begitu segeranya dia melemparkan bayinya ke laut begitu sampai
wahyu kepadanya untuk melaksanakan hal itu." Ibnu Hazm berkata: "Allah SWT
mengatakan setelah menyebut Maryam dan nabi-nabi yang sesudahnya --mereka yang
diberi nikmat oleh Allah atas mereka dari para nabi. Berarti Maryam termasuk dalam
umumnya firman Allah tersebut. Wallahu a'lam. Di antara keutamaan Asiah istri Fir'aun
seperti dia lebih memilih dibunuh di tangan raja dan menerima siksa dunia daripada
kesenangan di dalam istana raja. Kemudian firasatnya mengenai Musa a.s. benar; dalam
hal ini dia berkata: '(Dia) adalah penyejuk mata hati bagiku.'"515
Demikianlah sabda Rasulullah saw. dan pendapat ulama-ulama terkemuka yang tidak
sempat hidup pada zaman sekarang ini, zaman yang dinamakan sebagai zaman kebebasan
wanita. Para ulama tersebut berpegang teguh pada petunjuk Nabi saw., menanggulangi
jahiliah zaman mereka, dan tidak dikalahkan oleh khurafat-khurafat yang berlaku pada
zamannya yang berkaitan dengan hal merendahkan posisi wanita dan menzalimi haknya.
Demikianlah cara kita berpendapat untuk mengetahui sejauh mana tingkat kesempurnaan
yang dapat dicapai oleh seorang wanita. Jika masalah kenabian wanita masih menjadi
ajang perselisihan pendapat di kalangan para ulama, mereka telah sepakat dan mengakui
tentang kemampuan seorang wanita menjadi seorang wali, siddiqah, atau syahidah.
1. Tersedianya kesiapan fitri untuk mencapai kesempurnaan pada diri laki-laki dan
wanita. Artinya, kesempurnan tidak mustahil sama sekali bagi wanita dan bukan
hanya monopoli kaum laki-laki. Jika kesempurnaan itu mungkin saja dicapai, maka
mencapai tingkatan-tingkatan yang menuju pada kesempurnaan tentu lebih
mungkin lagi.
2. Jika kesempurnaan itu secara fitrah bisa dicapai, maka lebih mungkinnya dicapai
dengan pendidikan, pengarahan, upaya, dan usaha pencapaian yang sungguh-
sungguh, seperti halnya pada kaum laki-laki. Karena itu, kaum wanita perlu sekali
memperhatikan unsur usaha tersebut untuk mencapai kesempurnaan yang
didambakan. Penting sekali mereka membuka peluang-peluang pendidikan dan
pengarahan serta semua bidang yang dapat mengangkat kemampuan wanita serta
memperkuat dan mempertajam kesiapan fitrinya.
3. Selama kesiapan fitri untuk mencapai kesempurnaan itu ada pada wanita, maka
sedikitnya jumlah yang telah sempurna dari kalangan wanita dapat terjadi karena
beberapa kemungkinan. Diantaranya karena minimnya kesiapan fitri itu sendiri atau
karena lemahnya segi pendidikan dan pengarahan. Lemahnya segi pendidikan dan
pengarahan mungkin saja terjadi karena kelalaian orang-orang yang bertanggung
jawab mengenai pendidikan dan pengarahan tersebut, atau karena tekanan kondisi
khusus yang dihadapi kaum wanita. Artinya, segala tenaganya habis digunakan
untuk urusan kehamilan, melahirkan, menyusukan dan memelihara anak, serta
untuk hal-hal yang berkaitan dengan urusan dalam rumah. Sehingga tidak tersisa
lagi waktunya untuk merasakan siraman ilmu pengetahuan, ibadah, serta
memanfaatkan peluang-peluang pendidikan dan pengajaran yang ada. Padahal
semestinya wanita mendapat peluang yang sama untuk mendapatkan pendidikan
6. Hadits tersebut merupakan cambuk bagi wanita untuk lebih giat lagi mencari
kesempurnaan, agar banyak dari kalangan wanita yang mencapai kesempurnaan.
Begitu juga hadits: "Orang-orang yang kurang akal dan agama," memacu wanita
untuk mengganti kekurangan tersebut dengan usaha yang sungguh-sungguh dan
memperhatikan dunia di luar rumah disamping tetap harus memperhatikan urusan
rumah tangga dengan baik. Sebab Allah mencoba manusia dan mengujinya dengan
berbagai cara. Wanita diuji-Nya dengan haid dan nifas. Karena itu hendaklah kaum
wanita sabar menghadapinya dan menggantikan dengan amalan-amalan lain untuk
ibadah-ibadah yang tidak boleh dia lakukan karena haid dan nifas tersebut. Allah
juga mencoba wanita dengan kehamilan, menyusukan, dan memelihara anak yang
membuat lemah perhatian wanita terhadap apa yang di luar rumahnya. Karena itu
dia harus berusaha menangani kekurangan ini dengan cara sedikit memperhatikan
dunia di luar rumahnya sesuai dengan situasi dan kondisinya di samping tetap
memperhatikan urusan rumah tangganya dengan baik. Dengan begitu, jiwa dan
kepribadiannya akan semakin mantap dan matang. Allah juga mengujinya dengan
perasaan yang kuat dan emosi yang tinggi. Namun demikian dia harus tetap bergaul
dengan suaminya dengan baik dan harmonis serta tahu balas budi. Dengan cara itu
dia bisa bebas dari ancaman api neraka, dan yakinlah bahwa Allah itu tidak
membebankan kepada diri manusia kecuali dalam batas kemampuannya.
7. Terakhir sekali, kalau memang sudah ada yang sempurna, dari kalangan wanita
pada umat-umat terdahulu, meskipun jumlahnya sedikit, bukankah sudah menjadi
hak kita bahkan kewajiban kita, baik laki-laki maupun wanita, untuk mengharapkan
agar lebih banyak jumlah wanita yang sempurna pada umat Nabi Muhammad saw.?
Bukankah beliau sebagai Nabi yang paling banyak pengikutnya pada hari kiamat
dan beliau akan membanggakan kita kepada umat-unmat yang lain? Beliau diutus
sebagai rahmat bagi sekalian alam dan beliau diutus dengan risalah/misi yang
paling sempurna.