You are on page 1of 254

Bab I – Terkejutnya Nyonya.

Rachel Lynde

Nyonya. Rachel Lynde tinggal di jalan utama Avonlea yang menurun ke lembah
kecil, ditinggali oleh wanita dan angota dewan serta dilewati oleh aliran sungai
yang berasal dari hutan Cuthbert tua; ini dianggap suatu hal yang sukar
dipahami, aliran yang langsung menuju jalannya terdahulu melalui hutan-hutan
itu, dengan kolam dan jeram yang misterius; tetapi ketika mencapai Lembah
Lynde aliran sungai itu menjadi tenang, arus kecil yang teratur, karena sebuah
aliran bahkan tidak dapat melewati pintu Nyonya. Rachel Lynde tanpa sopan
santun; mungkin Nyonya. Rachel sengaja duduk di dekat jendelanya, menatap
tajam segala sesuatu yang lewat, dari aliran sungai sampai anak-anak, dan jika
ia menangkap suatu hal yang aneh atau tidak seharusnya terjadi ia tidak akan
bisa beristirahat sampai ia mengetahui alasan mengapa hal itu terjadi.

Terdapat banyak sekali orang di Avonlea dan sekitarnya, yang biasa


mencampuri urusan tetangganya dan mengabaikan urusannya sendiri; tapi
Nyonya. Rachel Lynde adalah salah seorang yang dapat membedakan mana
yang merupakan urusan pribadinya dan mana yang bukan. Ia adalah seorang
ibu rumah tangga yang menarik; pekerjaannya selalu beres dan rapi; ia
“mengadakan” Arisan Menjahit, membantu pengadaan sekolah-Minggu, dan
merupakan salah satu andalan Himpunan Bantuan Gereja (Church Aid Society)
dan Bantuan Misi Asing (Foreign Missions Auxiliary). Namun begitu Nyonya.
Rachel masih memiliki waktu luang duduk berjam-jam di jendela dapurnya,
merajut “lengkungan kapas” selimut tebal—ia telah merajut enambelas selimut,
sebagai pembersih rumah di Avonlea terbiasa bercerita penuh kekaguman—dan
tetap mengawasi jalan utama yang membelah cekungan dan bukit curam di
seberang. Sejak Avonlea memiliki sebuah semenanjung segitiga kecil yang
menganjur ke Jurang St. Lawrence dengan air di kedua sisinya, siapapun yang
keluar darinya atau masuk ke dalamnya harus melalui bukit itu dan melayangkan
pandangan ke sarung tangan besi yang tak terlihat kepunyaan Nyonya. Rachel
yang dapat melihat segala hal.

Ia duduk di sana di suatu sore awal Juni. Matahari tampak hangat dan terang di
jendela; kebun buah di lereng bawah rumah tampak meriah dengan kumpulan
bunga pink-putih, disertai dengungan sekelompok lebah. Thomas Lynde—pria
kecil penyabar yang dipanggil “suami Rachel Lynde” oleh penduduk Avonlea—
sedang menanam benih terbaru lobak cina di ladang bukit di seberang lumbung
padi; dan Matthew Cuthbert seharusnya sudah menanam benih kepunyaannya
di lapangan besar beralur merah di dekat Green Gables. Nyonya. Rachel tahu
Matthew harus melakukannya karena malam kemarin di Carmody ia
mendengarnya memberitahu Peter Morrison bahwa dia akan menanam benih
lobak cina kepunyaannya esok sore. Tentu saja Peter yang menanyakannya,
karena Matthew Cuthbert tidak pernah memberikan informasi tentang apapun
secara sukarela selama hidupnya.

1
Tapi di sinilah Matthew Cuthbert, jam 3.30 di suatu sore yang sibuk,
mengendarai dengan tenang menuruni lembah dan menaiki bukit; bahkan, ia
memakai baju kantoran dan pakaian terbaiknya, ini percobaan kecilnya untuk
keluar dari Avonlea; dan ia mempunyai kereta kuda berikut kuda betina berwarna
coklat kemerahan, yang menunjukkan bahwa ia akan melakukan perjalanan
jauh. Sekarang, kemana Matthew Cuthbert akan pergi dan mengapa ia
melakukannya?

Seperti pria lainnya di Avonlea, Nyonya. Rachel, yang dengan tangkas


menggabungkan ini dan itu, mungkin telah menebak dengan cukup tepat
jawaban dari kedua pertanyaan tersebut. Tetapi Matthew sangat jarang keluar
rumah yang pastinya ada sesuatu yang mendesak dan tidak wajar yang
dialaminya; ia adalah pria yang paling pemalu dan tidak suka pergi dengan orang
yang tidak dikenal atau pergi ke suatu tempat dimana dia harus berbicara.
Matthew, dengan berpakaian ala pegawai kantoran dan mengendarai kereta
kuda, merupakan suatu hal yang jarang terjadi. Nyonya. Rachel, yang seperti
sedang merenung, tidak habis pikir mengenai hal itu dan malah merusak
kesenangannya di sore itu.

“Aku akan pergi ke Green Gables setelah minum teh dan menanyakan Marilla
kemana ia pergi dan mengapa,” wanita terhormat itu akhirnya memutuskan.
“Biasanya ia tidak pernah ke kota pada saat seperti ini dan TIDAK PERNAH
berkunjung; jika ia telah menghabiskan benih lobak cina ia tidak akan berpakaian
bagus dan mengendarai kereta kuda lagi; ia mengendarai tidak terlalu cepat
untuk menemui dokter. Namun pasti telah terjadi sesuatu sejak semalam
sehingga ia menjadi seperti itu. Aku betul-betul bingung, itulah sebabnya, pikiran
dan hatiku tidak akan tenang sebelum aku tahu apa yang menyebabkan Matthew
Cuthbert hari ini keluar dari Avonlea.”

Oleh karena itu setelah minum teh Nyonya. Rachel berangkat; ia tidak pergi jauh;
rumah besar dengan kebun buah dimana Cuthbert tinggal hanya seperempat mil
dari Lembah Lynde. Hanya saja, jalur memanjang membuatnya terasa lebih
jauh. Ayah Matthew Cuthbert, mempunyai sifat pemalu dan pendiam sepertinya,
telah menghubungi temannya sejauh yang ia mampu tanpa harus benar-benar
kembali ke hutan ketika ia telah melihat pekarangan rumahnya. Green Gables
dibangun di sisi terjauh dari tanahnya yang kosong dan sampai hari ini, hampir
tidak terlihat dari sepanjang jalan utama dimana rumah-rumah Avonlea lainnya
terletak. Nyonya. Rachel Lynde sama sekali tidak tinggal di tempat TINGGAL
seperti itu.

“Ini hanya masalah DAYA TAHAN , itu saja,” katanya seraya berjalan di
sepanjang jalur berumput dibatasi bekas roda sepeda, dan dihiasi dengan
tumpukan mawar liar. “Wajar saja bila Matthew dan Marilla agak sedikit kolot,
sengaja bertempat tinggal jauh di sini. Pepohonan tidak akan banyak menghibur,
walaupun mereka tahu banyak sekali pohon di sana. Aku lebih suka bertemu
dengan manusia. Pastinya, mereka kelihatan cukup senang; tetapi, menurutku,

2
mereka pernah merasa senang. Seseorang bisa pernah merasakan apapun,
bahkan digantung sekalipun, seperti kata orang Irlandia.”

Akhirnya Nyonya. Rachel sampai di halaman belakang Green Gables. Halaman


itu tampak sangat hijau dan terurus rapi, di satu sisi ditanami dengan pepohonan
willow yang banyak dan di sisi lain dengan Lombardy yang rapi. Tak ada satu
pun ranting atau batu yang berserakan, karena jika ada pasti Nyonya. Rachel
telah melihatnya. Menurutnya pasti Marilla Cuthbert menyapu halaman itu
sesering ia menyapu rumahnya. Seseorang yang telah sarapan di situ pasti tidak
menumpahkan apa pun.

Dengan tangkas Nyonya. Rachel mengetuk pintu dan masuk ke dalam ketika
dipersilahkan. Dapur di Green Gables adalah ruangan yang menyenangkan--
atau akan menyenangkan jika saja dapur itu tidak dibersihkan ala kadarnya
sehingga tampak seperti ruangan yang tidak dipakai. Jendelanya menghadap ke
arah timur dan barat; lewat yang barat, tampak halaman belakang, dengan sinar
matahari Bulan Juni yang lembut; tetapi yang timur, dimana kamu bisa melihat
sekilas pohon cherry putih yang sedang berbunga di kebun buah sebelah kiri dan
membuatmu mengantuk, pohon yang agak sedikit masuk ke cekungan dekat
anak sungai, menjadi hijau karena dibelit oleh tumbuhan merambat. Di sinilah
Marilla Cuthbert duduk, ketika ia duduk, selalu agak sedikit terkena sinar
matahari, yang menurutnya terlalu bersinar dan tidak bertanggung jawab,
sesuatu untuk dunia agar benar-benar dinikmati; dan di sinilah ia duduk
sekarang, merajut, dan meja di belakangnya di letakkan untuk makan malam.

Nyonya. Rachel, sebelum ia menutup pintu, telah mencatat di luar kepala segala
sesuatu yang ada di atas meja. Ada tiga piring di situ, jadi Marilla pasti berharap
ada seseorang yang pulang bersama Matthew untuk minum teh; tetapi lauknya
adalah lauk sehari-hari dan hanya ada kepiting dengan salad apel dan satu jenis
kue, jadi teman yang diharapkan bukanlah teman khusus. Namun bagaimana
dengan baju kantoran dan kuda berwarna merah kecoklatan kepunyaan
Matthew? Nyonya. Rachel merasa sangat pusing dengan misteri yang tidak
biasa ini mengenai kesunyian, Green Gables yang tidak misterius.

“Selamat malam, Rachel,” sapa Marilla lincah. “Bukankah ini malam yang sangat
menyenangkan?” Tidakkah kamu mau duduk? Bagaimana kabar teman-
temanmu?”

Sesuatu yang karena kurangnya nama lain bisa disebut sebuah persahabatan
yang terjalin dan selalu terjalin di antara Marilla Cuthbert dan Nyonya. Rachel,
meskipun—atau mungkin karena—perbedaan mereka.

Marilla adalah seorang wanita yang tinggi, kurus, dengan lekuk tubuh tanpa cela;
nampak sedikit garis keperakan di rambut hitamnya dan selalu digulung ke
belakang menjadi ikatan kecil yang kuat dengan dua jepit rambut. Ia tampak
seperti seorang wanita yang kurang berpengalaman dan sedikit kaku, dan ia

3
memang seperti itu; tetapi ada sesuatu yang tidak diketahui tentang mulutnya,
yang bila sedikit dipancing, maka akan keluar rasa humornya.

“Kami semua baik-baik saja,” kata Nyonya. Rachel. “Aku bahkan


mengkhawatirkan KAU, ketika aku melihat Matthew keluar hari ini. Aku pikir
mungkin ia pergi ke dokter.”

Bibir Marilla mengerucut tanda mengerti. Ia mengharapkan Nyonya. Rachel; ia


tahu bahwa perginya Matthew yang tak dapat diprediksikan sangat mengundang
keingintahuan tetangganya.

“Oh, tidak, aku cukup sehat walaupun kemarin kepalaku sangat sakit,” katanya.
“Matthew pergi ke Bright River. Kami mengadopsi seorang anak laki-laki dari
panti asuhan di Nova Scotia dan dia akan datang dengan kereta api malam ini.”
Jika Marilla mengatakan bahwa Matthew pergi ke Bright River untuk melihat
kangguru dari Australia Nyonya. Rachel tidak akan lebih heran. Ia terdiam lima
menit. Tak disangkanya Marilla melucu, tetapi Nyonya. Rachel hampir saja
terpaksa menduga begitu.

“Apakah kau serius, Marilla?” tanyanya ketika suaranya kembali.

“Ya, tentu saja,” sahut Marilla, seakan-akan mengadopsi anak dari panti asuhan
di Nova Scotia adalah bagian dari pekerjaan musim semi yang biasa dilakukan di
ladang Avonlea yang diolah dengan baik daripada menjadi kebiasaan baru yang
belum dikenal.

Nyonya. Rachel merasa mendapatkan guncangan mental yang parah. Ia berpikir


dengan tanda seru. Seorang anak laki-laki! Marilla dan Matthew Cuthbert di
antara orang-orang yang mengadopsi seorang anak! Dari sebuah panti asuhan!
Baiklah, pasti dunia sudah terbalik! Tak ada lagi hal yang bisa mengejutkannya
setelah ini! Tak ada!

“Apa yang membuatmu berpikir begitu?” cecarnya tak setuju.

Ia melakukannya tanpa meminta saran, dan tak boleh ada keterpaksaan.

“Well, kami telah memikirkan hal itu—bahkan selama musim dingin,” jawab
Marilla. “Nyonya. Alexander Spencer telah berada di sini sehari sebelum Natal
dan ia berkata akan mengadopsi seorang anak perempuan dari panti asuhan di
Hopeton pada musim semi. Sepupunya tinggal di sana dan Nyonya. Spencer
telah berkunjung ke sini dan tahu semuanya. Sehingga aku dan Matthew sudah
mulai sering membicarakannya. Kami pikir kami akan mendapat seorang anak
laki-laki. Matthew telah mempersiapkannya bertahun-tahun, kamu tahu—ia
berusia 60 tahun—dan ia tidak seaktif sebelumnya. Keadaan hatinya sangat
mempengaruhinya. Dan kamu tahu betapa ia sangat berputus asa dan
membutuhkan bantuan. Tidak pernah ada seorang pun yang sebodoh itu, anak

4
Perancis yang sedang dalam masa pertumbuhan; dan begitu kamu telah
mendapatkannya dan diajarkan sesuatu ia akan bekerja di pengalengan
makanan atau State. Awalnya Matthew menyarankan untuk mengadopsi anak
dari sebuah keluarga. Tapi aku menolaknya mentah-mentah. “Mungkin mereka
benar—aku tidak katakan mereka salah--tetapi tidak ada jalan London Arab
dalam kamusku,” kataku. “Paling tidak berikan yang baru dilahirkan padaku.
Pasti akan ada resiko, siapapun yang akan kami adopsi. Tetapi aku rasa akan
lebih mudah dan akan ada alarm hidup di malam hari jika kami bisa
mendapatkan seorang bayi Kanada.” Sehingga pada akhirnya kami memutuskan
untuk meminta Nyonya. Spencer mengajak kami ikut ketika ia akan menjemput
anak perempuannya. Kami dengar minggu lalu ia telah pergi, jadi kami menitip
pesan pada teman Tuan. Spencer di Carmody untuk membawakan seorang
anak laki-laki yang pintar, berumur sekitar sepuluh atau sebelas tahun. Menurut
kami itu adalah umur yang paling ideal—cukup dewasa untuk melakukan
pekerjaan dan cukup muda untuk dilatih dengan keterampilan yang sesuai. Kami
akan memberikan tempat tinggal dan pendidikan yang bagus untuknya. Hari ini
kami mendapat telegram dari Nyonya. Alexander Spencer—pengantar surat
membawanya dari stasiun—yang menyatakan bahwa mereka akan sampai
dengan kereta api pukul lima-tigapuluh (5:30) malam ini. Jadi Matthew pergi ke
Bright River untuk menemuinya. Nyonya. Spencer akan menurunkannya di sana.
Tentu ia akan pergi ke stasiun White Sands sendirian.”

Nyonya. Rachel bangga dengan dirinya sendiri yang selalu dapat


mengungkapkan pendapatnya; ia akan menyatakannya sekarang, mencoba
menyesuaikan tingkah lakunya dengan berita yang luar biasa ini.

“Well, Marilla, aku hanya ingin bilang bahwa kau melakukan sesuatu yang
sangat tolol—sesuatu yang sangat beresiko, itu saja. Kau tidak tahu apa yang
kau coba dapatkan. Kau membawa seorang anak asing ke rumahmu tanpa tahu
satu hal pun tentangnya, seperti apa wataknya maupun bagaimana orang tuanya
ataupun cara berpakaiannya. Karena, baru seminggu yang lalu aku baca di
koran bagaimana seorang pria dan istrinya di bagian barat sebuah Pulau
mengadopsi seorang anak dari sebuah panti asuhan dan nak itu membakar
rumah mereka pada malam hari—melakukannya DENGAN SENGAJA, Marilla—
dan hampir membakar suami istri yang sedang tertidur itu. Dan ada kasus lain
dimana seorang anak adopsi pernah mengisap telur—mereka tidak bisa
melarangnya. Jika kau meminta nasihatku dalam masalah ini—yang tidak kau
lakukan, Marilla—sungguh aku akan mengatakan jangan pernah berfikir untuk
melakukannya, itu saja.”

Usaha itu tampak tidak mempengaruhi Marilla sedikit pun. Ia tetap pada
prinsipnya.

“Aku tak menyangkal bahwa apa yang kau katakan ada benarnya, Rachel.
Sebenarnya aku merasa ragu. Tetapi Matthew telah merencanakannya dengan
matang. Itu yang aku lihat, jadi aku mengalah. Matthew sangat jarang

5
merencanakan sesuatu, jadi ketika ia melakukannya maka aku rasa aku yang
harus mengalah. Dan untuk masalah resiko, hampir segala hal yang dilakukan
manusia di dunia ini memiliki resiko. Orang yang bisa mempunyai anak kandung
sendiri juga bisa beresiko—jika mereka tidak bisa memeliharanya dengan baik.
Selain itu Nova Scotia sangat dekat dengan pulau itu. Kami tidak mengambilnya
dari Inggris atau State. Ia tidak akan berbeda jauh dengan kami.

“Well, kuharap itu akan berhasil dengan baik,” kata Nyonya. Rachel dengan nada
yang menunjukkan kesangsiannya. “Tapi jangan katakan aku tidak
mengingatkanmu jika dia membakar Green Gables atau memasukkan strychnine
ke dalam cairan—aku mendengar sebuah kasus di New Brunswick dimana
seorang anak panti asuhan melakukannya dan seluruh keluarga meninggal
dalam keadaan yang sangat mengerikan. Hanya saja, dalam kasus itu yang
melakukannya adalah anak perempuan.”

“Well, kami tidak akan mengambil anak perempuan,” sahut Marilla, seakan-akan
memasukkan racun ke dalam minuman adalah suatu keterampilan yang hanya
bisa dilakukan oleh anak perempuan dan tidak takut bila hal itu dilakukan oleh
anak laki-laki. “Aku tak pernah bermimpi akan mengasuh seorang anak
perempuan. Aku heran mengapa Nyonya. Alexander Spencer melakukannya.
Tetapi, IA tidak akan segan-segan mengadopsi seluruh anak panti asuhan jika ia
memikirkan hal itu.”

Nyonya. Rachel lebih suka untuk tetap di situ sampai Matthew pulang dengan
anak yatim yang diambilnya. Tetapi dalam perkiraannya paling tidak akan ada
dua jam sebelum Matthew sampai, sehingga ia bisa pergi ke Jalan Robert Bell
dan menyampaikan berita itu. Hal itu pasti tidak akan menjadi sensasi bagi siapa
pun, dan kenyataannya Nyonya. Rachel memang suka membuat sensasi. Jadi ia
pergi, paling tidak untuk mengurangi beban pikiran Marilla, yang belakangan
merasa sangsi dan takut dengan keputusannya karena pengaruh dari rasa
pesimis Nyonya. Rachel.

“Well, dari semuanya yang pernah atau akan terjadi!” seru Nyonya. Rachel tiba-
tiba begitu ia keluar. “Aku tampak seakan-akan sedang bermimpi. Well, aku
merasa sedih tentang anak miskin itu dan ia tak bersalah. Matthew dan Marilla
tidak tahu apa-apa tentang anak-anak dan mereka mengharapkan anak itu bisa
lebih dewasa dan kuat seperti kakeknya, jika ia pernah memiliki seorang kakek,
yang sepertinya tidak meyakinkan ia pernah punya. Bagaimanapun tampaknya
terlalu gegabah untuk berpikir tentang seorang anak di Green Gables; belum
pernah ada di sana, karena Matthew dan Marilla dibesarkan ketika sebuah
rumah baru dibangun—jika mereka pernah MENJADI anak-anak, yang sulit
dipercaya ketika seseorang melihat mereka. Aku tidak akan pergi ke panti
asuhan itu apa pun alasannya. Tetapi aku kasihan padanya, itu saja.”

Jadi apa yng dikatakan oleh Nyonya. Rachel di semak-semak mawar liar adalah
bukan karena hatinya tidak baik; tetapi bila ia pada saat itu melihat anak itu

6
menunggu dengan sabar di Stasiun Bright River pasti ia akan lebih merasa
kasihan.

Bab II – Terkejutnya Matthew Cuthbert

Matthew Cuthbert dan kuda coklatnya bergerak perlahan dalam perjalanan


sejauh delapan mil ke Bright River. Itu jalan yang bagus, berada di sepanjang
jalan di antara tanah dan rumah-rumah pertanian yang rapi, dan sekarang lagi-
lagi hutan pohon balsamy dilintasinya atau sebuah lubang dimana terdapat
buah-buah prem liar yang sudah agak matang. Udara terasa begitu segar
dengan aroma apel dari kebun buah dan padang rumput membentang ke kaki
langit berkabut dan berwarna ungu; sementara
“Burung-burung tampak seperti sedang bernyanyi
Suatu hari di musim panas sepanjang tahun.”

Matthew menikmati caranya mengemudi, kecuali pada saat ia bertemu beberapa


wanita dan harus menganggukkan kepala pada mereka--karena di daerah
Pangeran Edward kau diharuskan mengangguk ke semua orang yang kau temui
di jalan, baik kau mengenalnya atau tidak.

Matthew takut pada setiap wanita kecuali Marilla dan Nyonya. Rachel; ia merasa
tidak nyaman karena makhluk misterius itu sering menertawakannya diam-diam.
Mungkin ia benar, karena penampilannya tampak aneh, dengan bentuk badan
yang kaku dan rambut abu-abu panjang yang menyentuh bahu bungkuknya, dan
jenggot coklat yang memenuhi dagunya yang telah ada sejak ia berumur dua
puluh tahun. Sebenarnya, penampilannya pada saat ia berusia enam puluh
tahun ini sangat mirip dengan pada saat ia berumur dua puluh tahun, hanya saja
bila rambutnya tidak abu-abu.

Ketika ia sampai di Bright River sama sekali tak ada tanda-tanda adanya kereta
api; ia mengira ia terlalu cepat sampai, jadi ia mengikatkan kudanya di halaman
hotel kecil di Bright River dan pergi ke stasiun. Platform stasiun yang panjang
hampir saja ditinggalkannya; satu-satunya makhluk hidup yang tampak di
matanya adalah seorang anak perempuan yang sedang duduk di ujung platform.
Matthew, hampir tidak tahu bahwa itu ADALAH seorang anak perempuan, ia
berjalan menyamping melalui anak itu secepat mungkin tanpa melihatnya. Ketika
ia melihat anak perempuan itu ia hampir tidak bisa mengenali ketegaran dan
pengharapan dari ekspresi dan kelakuannya. Anak itu duduk di sana menunggu
sesuatu atau seseorang dan, karena duduk dan menunggu adalah satu-satunya
hal yang bisa dilakukannya, ia duduk dan menunggu dengan seluruh kekuatan
dan kemampuannya.

7
Matthew melihat bahwa petugas stasiun sedang bersiap-siap mengunci loket
tiket karena akan pulang untuk makan malam, dan bertanya padanya apakah
kereta api pukul lima-tiga puluh akan segera tiba.

“Kereta api jam lima-tiga puluh sudah masuk tadi dan sudah berangkat setengah
jam yang lalu,” jawab petugas itu cepat. “Tapi ada seorang penumpang yang
diturunkan untuk anda—seorang anak perempuan kecil. Ia duduk di luar sana di
platform. Aku menyuruhnya masuk ke ruang tunggu wanita, tetapi ia bersikeras
untuk menunggu di luar. ‘Ada banyak kesempatan untuk berkhayal,’
sambungnya. Kurasa, dia sedang sakit.”

“Aku tidak menunggu seorang anak perempuan,” sahut Matthew langsung. “Aku
datang untuk menjemput seorang anak laki-laki. Seharusnya ia sudah berada di
sini. Nyonya. Alexander Spencer membawanya dari Nova Scotia untukku.”

Petugas itu bersiul.

“Sepertinya ada kesalahan,” katanya. “Nyonya. Spencer keluar dari kereta api
dengan anak itu dan menyuruhku menjaganya. Ia berkata bahwa anda dan
saudari anda mengadopsinya dari sebuah panti asuhan dan anda akan
menjemputnya segera. Itu yang aku tahu—dan tidak ada lagi anak panti asuhan
yang bersembunyi di sini.”

“Aku tidak mengerti,” kata Matthew putus asa, berharap Marilla berada di situ
untuk mengatasi keadaan itu.

“Well, sebaiknya anda bertanya pada anak itu,” kata petugas itu tak acuh. “Aku
yakin ia bisa menjelaskannya—dia bisa bicara, itu sudah pasti. Mungkin tidak
ada anak laki-laki seperti yang anda mau.”

Ia berjalan dengan gaya, merasa lapar, dan Matthew yang malang ditinggal
untuk melakukan sesuatu yang baginya lebih sulit dari menghadapi singa di
kandangnya—berjalan ke arah anak itu—seorang anak perempuan yatim—dan
mempertanyakan mengapa ia bukan seorang anak laki-laki. Matthew tak lagi
bersemangat ketika ia berbalik dan berjalan dengan terseret ke arahnya.

Anak itu telah melihat Matthew sejak ketika Matthew melewatinya dan sekarang
ia sedang menatapnya. Matthew tidak memandangnya dan tidak akan melihat
seperti apa anak itu, tetapi pengamat awam akan melihat hal ini:
Seorang anak berumur sekitar sebelas tahun, berpakaian sangat pendek, sangat
ketat, pakaian kusut berwarna kekuning-kuningan yang sangat jelek. Ia memakai
topi pelaut berwarna coklat yang sudah pudar dan di bawah topi, menjulur ke
punggungnya, ada dua kepangan rambut yang sangat tebal, berwarna hampir
kemerahan. Wajahnya kecil, putih dan kurus, juga banyak bintik; mulutnya besar
begitu juga matanya, yang tampak hijau pada cahaya tertentu dan abu-abu pada
cahaya yang lain.

8
Sejauh ini, pengamat biasa; seorang pengamat luar biasa mungkin melihat
bahwa dagunya sangat runcing; mata besarnya penuh dengan semangat hidup
dan kegembiraan; mulutnya berbibir manis dan ekspresif; dahinya lebar dan
penuh; singkatnya, pengamat luar biasa kami yang melihat dengan jelas telah
menyimpulkan bahwa tidak ada jiwa biasa yang bisa menempati tubuh dari
wanita kecil yang tersesat ini yang lucunya justru Matthew takuti.

Bagaimanapun, Matthew, merasa berat untuk memulai pembicaraan, karena


begitu anak itu menyimpulkan bahwa Matthew datang untuk menjemputnya
maka dia segera berdiri, dengan tangannya yang coklat dan kurus ia memegang
pegangan tas-karpet kuno yang lusuh; dia ulurkan pada Matthew.

“Benarkah anda Tuan. Matthew Cuthbert dari Green Gables?”


Dia bertanya dengan sangat jelas, suara yang bagus. “Saya sangat senang
bertemu anda. Awalnya saya takut anda tidak datang untuk menjemput saya dan
membayangkan segala sesuatu yang mungkin menghalangi anda. Saya sudah
memutuskan jika anda tidak datang menjemput saya malam ini maka saya akan
pergi ke pohon cherry besar di tikungan itu, dan memanjatnya untuk kemudian
tinggal disitu semalaman. Saya tidak akan merasa takut, dan bukankah akan
sangat menyenangkan tidur di sebatang pohon cherry liar yang semuanya
seperti berwarna putih di bawah sinar bulan? Anda bisa membayangkan bila
anda merenung di sebuah aula dari pualam kan? Dan saya sangat yakin anda
akan datang menjemput saya keesokan paginya, jika anda tidak datang malam
ini.”

Matthew menggeggam tangan yang kecil dan kurus itu dengan canggung;
kemudian ia sudah memutuskan apa yang harus dilakukannya. Ia tidak tega
mengatakan pada anak dengan mata yang penuh semangat itu bahwa telah
terjadi sebuah kesalahan; ia akan membawanya pulang dan membiarkan Marilla
yang akan melakukannya. Bagaimanapun anak itu tidak mungkin ditinggalkan di
Bright River, apa pun kesalahan yang telah terjadi, jadi semua pertanyaan dan
penjelasan mungkin sebaiknya ditunda sampai ia kembali ke Green Gables
dengan selamat.

“Maaf aku terlambat,” ia berkata malu-malu. “Ayo ikutlah. Kudanya ada di


halaman. Berikan tasmu.”

“Oh, saya bisa membawanya,” anak itu menjawab dengan gembira. “Tas ini tidak
berat. Saya membawa seluruh barang duniawi yang saya punya, tetapi tidak
berat. Dan bila tas ini tidak dibawa dengan cara tertentu maka pegangannya
akan terbuka—jadi sebaiknya saya yang membawanya karena saya tahu cara
yang tepat untuk membawanya. Ini benar-benar tas-karpet tua. Oh, saya sangat
senang anda datang, walaupun akan menyenangkan tidur di pohon cherry liar.
Bukankah kita akan melakukan perjalanan jauh? Nyonya. Spencer bilang sejauh
delapan mil. Saya senang karena saya suka mengemudi. Oh, tampaknya akan

9
sangat menyenangkan tinggal dengan anda dan menjadi anak anda. Saya belum
pernah menjadi anak siapapun—sebenarnya tidak juga. Tetapi panti asuhan
merupakan hal terburuk. Saya tinggal di situ hanya selama empat bulan, tetapi
itu sudah cukup. Saya rasa anda bukanlah seorang yatim yang pernah tinggal di
panti asuhan, jadi mungkin anda tidak mengerti seperti apa rasanya. Bahkan
lebih buruk dari yang anda bayangkan. Nyonya. Spencer bilang saya nakal
karena mengatakan hal itu, tetapi saya tidak bermaksud begitu. Sangat mudah
menjadi nakal tanpa mengakuinya kan? Mereka baik, anda tahu—orang-orang di
panti asuhan—sama saja seperti dipanti asuhan lain. Sangat menyenangkan
untuk membayangkan hal-hal tentang mereka—membayangkan mungkin anak
perempuan yang duduk di dekat anda adalah benar-benar anak perempuan dari
bangsawan Inggris, yang diculik dari orang tuanya saat dia kecil oleh seorang
perawat kejam yang meninggal sebelum ia sempat mengakuinya. Saya pernah
terbangun di malam hari dan membayangkan hal-hal seperti itu, karena saya
tidak punya waktu di siang hari. Saya rasa itulah sebabnya mengapa saya kurus
—SAYA sangat kurus, kan? Tidak ada daging di tulang saya. Saya sangat suka
membayangkan saya sangat manis dan gemuk berisi, dengan lesung pipit di
pipi.”

Kemudian teman si Matthew itu berhenti berbicara, selain karena kehabisan


napas juga karena mereka telah sampai di kereta kuda. Anak itu tidak berbicara
lagi sampai mereka meninggalkan desa dan menuruni bukit kecil yang curam,
bagian jalan yang masuk ke dalam karena tanahnya agak lembek, yang
pinggirannya ditumbuhi pohon cherry liar dan pohon birch kecil, berada beberapa
kaki di atas mereka.

Anak itu mengeluarkan tangannya dan mematahkan batang prem liar yang
menggores bagian samping kereta kuda.

“Bukankah itu bagus? Apa yang anda pikirkan ketika melihat pohon yang
menjulur ke jalan, semuanya putih dan seperti renda?” tanyanya.

“Well, aku tidak tahu,” sahut Matthew.

“Mengapa, seorang mempelai wanita, tentu saja—seorang pengantin wanita


berpakaian serba putih dengan kerudung seperti kabut yang indah. Aku belum
pernah melihatnya, tapi aku bisa membayangkan seperti apa. Aku sendiri belum
berharap menjadi pengantin. Aku orang yang sangat rumahan jadi tidak akan
ada yang mau menikahiku. Aku rasa mungkin orang-orang yang berbakti kepada
gereja tidak terlalu khusus. Tapi aku benar-benar berharap akan memiliki sebuah
gaun putih suatu hari nanti. Itulah yang akan sangat membahagiakanku di dunia.
Aku menyukai baju bagus. Dan seingatku aku belum pernah memiliki sebuah
gaun bagus sepanjang hidupku—tetapi tentu saja lebih penting melihat ke depan
bukan? Dan kemudian aku membayangkan sedang berpakaian yang indah. Tadi
pagi ketika meninggalkan panti aku merasa sangat malu karena aku harus
mengenakan baju lusuh tua yang mengerikan ini. Kamu tahu, semua anak panti

10
harus mengenakannya. Seorang pedagang di Hopeton memberikan tiga ratus
kain meteran lusuh untuk panti. Beberapa orang mengatakan ia melakukannya
karena kain itu tidak laku, tapi aku lebih percaya itu karena kebaikannya, ya kan?
Ketika kami naik kereta api aku merasa seakan semua orang melihat ke arahku
dan mengasihaniku. Tetapi aku tetap melanjutkan pekerjaanku dan berkhayal
seolah aku mengenakan baju sutera biru muda yang paling indah—karena ketika
anda SEDANG berkhayal mungkin anda juga berkhayal tentang sesuatu yang
berguna—dan topi besar penuh bunga dan bulu yang menjuntai, dan sebuah jam
tangan emas, serta sarung tangan dan sepatu boot anak-anak. Aku langsung
merasa gembira dan menikmati perjalananku ke pulau dengan seluruh
kemampuanku. Aku tidak sakit selama di kapal. Begitu juga dengan Nyonya.
Spencer walaupun sebenarnya dia agak kurang sehat. Ia bilang tidak punya
waktu untuk sakit, karena harus mengawasiku agar tidak jatuh ke laut. Ia bilang
tidak ada gerakanku yang perlu dikhawatirkan. Tetapi jika karena dengan begitu
maka ia tidak mabuk laut, bukankah aku sangat baik? Dan aku mau melihat
semua hal yang bisa dilihat dari kapal, karena aku tidak tahu apakah akan ada
kesempatan lain. Oh, di sana ada lebih banyak pohon cherry yang sedang
berbunga! Pulau ini adalah tempat yang paling indah. Aku sangat menyukainya,
dan sangat senang akan tinggal di sini. Aku sering mendengar bahwa Pulau
Pangeran Edward adalah tempat terindah di dunia, dan aku pernah berkhayal
tinggal di sini, tetapi aku tidak pernah menyangka bisa mewujudkannya. Sangat
menyenangkan bila impianmu menjadi kenyataan kan? Tetapi jalan-jalan merah
itu sangat lucu. Ketika kami naik ke kereta api di Charlottetown dan jalan merah
itu mulai berlalu dengan cepat, aku bertanya pada Nyonya. Spencer mengapa
warnanya merah dan ia bilang ia tidak tahu dan sayangnya aku tidak boleh
bertanya apa-apa lagi padanya. Ia bilang aku sudah menanyakannya berkali-kali.
Aku juga merasa begitu, tapi bagaimana kamu tahu banyak hal bila kamu tidak
bertanya? Dan APA yang membuat jalan itu merah?”

“Well, aku tidak tahu,” sahut Matthew.

“Well, terkadang itu merupakan salah satu hal untuk mengetahui sesuatu.
Bukankah sangat memuaskan bisa memikirkan semua hal yang bisa diketahui?
Hal itu membuatku merasa senang bisa hidup—sungguh dunia yang menarik.
Dunia tidak akan berkurang daya tariknya bila kita mengetahui semua hal, kan?
Apakah tidak akan ada lagi ruang untuk berimajinasi? Tetapi apakah aku terlalu
banyak bicara? Orang-orang selalu bilang aku begitu. Apakah anda lebih suka
bila aku tak berbicara? Jika menurut anda begitu maka aku akan berhenti. Aku
bisa BERHENTI bila aku mengusahakannya, walaupun itu sulit.”

Matthew, karena masih merasa terkejut, asyik dengan dirinya sendiri. Seperti
kebanyakan teman yang pendiam ia menyukai orang yang ‘cerewet’ ketika
mereka mau bericara sendiri dan tidak mengharapkannya menimpali. Tetapi ia
tidak pernah menduga akan terlibat dalam suasana seperti itu dengan seorang
anak perempuan. Bagaimanapun kaum perempuan sudah cukup buruk, tetapi
seorang anak perempuan lebih parah. Ia benci cara mereka berjalan pelan

11
melewatinya dengan malu-malu, dengan lirikan mata, seolah ia akan mengunyah
mereka bila mereka berani berbicara. Seperti itulah tipe gadis di Avonlea. Tetapi
perempuan cantik berbintik ini berbeda, dan walaupun ia merasa agak kesulitan
karena kurang pintar untuk menyeimbangi kepribadian anak itu yang sangat
lincah, ia rasa “seperti menyukai celotehannya.” Jadi ia berkata malu-malu
seperti biasa:

“Oh, kamu boleh bicara sebanyak yang kamu mau. Saya tidak keberatan.”

“Oh, aku sangat senang. Aku tahu kita dapat bergaul dengan baik. Rasanya lega
dapat berbicara ketika seseorang mau dan tidak menganggap bahwa anak-anak
hanya harus dilihat tapi tidak didengar. Aku sudah diberitahu berkali-kali. Dan
orang-orang menertawakanku karena aku mengucapkan kata-kata hebat. Tapi
jika anda memiliki ide hebat maka anda harus menggunakan kata-kata hebat
untuk mengungkapkannya, ya kan?

“Well, tampaknya masuk akal,” kata Matthew.

“Nyonya. Spencer bilang lidahku pasti tergantung di tengah. Tetapi sebenarnya


tidak—malah terikat kuat di sebuah ujung. Nyonya. Spencer bilang tempat anda
bernama Green Gables. Aku menanyakan padanya semua hal tentang tempat
itu. Dan ia bilang tempat itu dikelilingi pohon. Aku menjadi semakin senang. Aku
sangat menyukai pepohonan. Dan di panti sama sekali tidak ada pohon, hanya
ada beberapa tumbuhan yang sangat kecil di depan dengan benda-benda bercat
di sekitarnya. Mereka tampak seperti anak-anak panti itu sendiri, begitulah pohon
yang ada di sana. Aku pernah tidak tega melihat pepohonan itu. Aku pernah
berkata pada mereka, ‘Oh, benda kecil yang MALANG! Jika kau berada di luar di
sekitar kayu-kayu besar dengan pepohonan lain di dekatmu dan lumut serta
Junebells tumbuh di akarmu dan anak sungai yang mengalir tak jauh serta
burung-burung bernyanyi di dahanmu, kau bisa tumbuh besar kan? Tetapi kau
tak bisa tumbuh di tempatmu sekarang. Aku sungguh tahu bagaimana
perasaanmu, pohon kecil.’ Aku menyesal meninggalkan mereka tadi pagi. Anda
juga pernah merasa sangat dekat dengan sesuatu seperti itu, kan? Apakah ada
anak sungai di suatu tempat sekitar Green Gables? Aku lupa menanyakannya
pada Nyonya. Spencer.”

“Well, ya, ada satu berada langsung di bawah rumah.”

“Keren. Aku selalu mengimpikan bisa tinggal di dekat aliran sungai. Meskipun
aku tak menyangka bisa melakukannya. Mimpi tidak selalu menjadi kenyataan,
kan? Bukankan sangat menyenangkan kalau bisa menjadi nyata? Tetapi tadi aku
hampir merasa benar-benar bahagia. Aku tidak merasa benar-benar bahagia
karena—well, menurut anda ini warna apa?”

12
Ia menggerakkan salah satu kepangan rambut panjang berminyak di atas
bahunya di depan Matthew. Matthew tidak pernah menilai warna kunciran
rambut seorang perempuan, tetapi kali ini tak ada yang diragukannya.

“Warnanya merah, kan?” katanya.

Anak itu melepaskan kembali pegangan pada kepangannya dengan pandangan


yang tampaknya merasa terhina dan menghela napas sedih.

“Ya, warnanya memang merah,” katanya pasrah. “Sekarang anda tahu mengapa
aku tidak benar-benar bahagia. Tidak ada orang berambut merah yang bisa
bahagia. Aku tidak terlalu keberatan dengan yang lainnya—bintik-bintik dan mata
hijau serta tubuhku yang terlalu kurus. Aku bisa membayangkannya. Aku
berkhayal memiliki corak kulit kemerahan yang bagus dan mata bercahaya yang
indah. Tetapi aku TIDAK BISA membayangkan rambut merah itu. Aku sudah
berusaha semampuku. Aku mencoba membayangkan, ‘Sekarang rambutku
berwarna hitam indah, sehitam sayap burung gagak.’ Tetapi setiap saat AKU
SADAR rambutku hanya berwarna merah dan aku merasa kecewa. Hal ini akan
menjadi duka seumur hidupku. Aku pernah membaca novel tentang anak
perempuan yang menderita seumur hidupnya tetapi bukan karena rambut yang
berwarna merah. Rambutnya benar-benar ikal emas seperti batu pualam dari
lereng terjal. Bagaimanakah batu pualam dari lereng terjal? Aku tidak pernah
tahu. Apakah anda tahu?”

“Well, aku rasa aku tidak mengetahuinya,” sahut Matthew, yang merasa agak
pusing. Ia merasa seperti waktu ia kecil dulu ketika seorang anak laki-laki
mengajaknya naik komidi putar pada waktu piknik.

“Well, apapun itu pasti sesuatu yang menarik karena ia sangat cantik. Pernahkah
anda membayangkan bagaimana rasanya menjadi seseorang yang sangat
cantik?”

“Well, tidak, belum pernah,” Matthew mengaku jujur.

“Aku pernah, sering. Anda lebih suka menjadi seperti apa—secantik dewi atau
sangat jenius atau sebaik malaikat?”

“Well, aku—aku tak tahu pasti.”

“Aku juga. Aku tak pernah bisa memutuskan. Tetapi tidak akan terlalu berbeda
karena sepertinya aku juga tidak akan menjadi seperti salah satu di antaranya.
Sudah pasti aku tak pernah bisa menjadi sebaik malaikat. Nyonya. Spencer
berkata—oh, Tuan. Cuthbert! Oh, Tuan. Cuthbert!! Oh, Tuan. Cuthbert!!!”

13
Itu bukan perkataan Nyonya. Spencer; juga bukan dari seorang anak yang jatuh
dari kereta kuda atau Matthew melakukan sesuatu yang mengejutkan. Mereka
baru saja melewati tikungan di jalan dan menyadari mereka berada di “Avenue”.

“Avenue”, begitulah masyarakat Newbridge menyebutnya, merupakan jalan


terbentang sejauh empat atau lima ratus meter, diselingi dengan pepohonan apel
dimana-mana, yang ditanam bertahun lalu oleh seorang petani tua yang aneh. Di
atasnya terdapat sebuah kanopi panjang beraroma salju. Di bawah dahan besar
suasana berwarna ungu senja dan jauh di depan tampak terlukis langit dengan
matahari terbenam yang bersinar seperti setangkai mawar indah di jendela di
ujung jalur antara tempat duduk dalam gereja.

Keindahannya membuat anak itu tak berkutik. Dia bersandar di kereta kuda,
mendekap tangannya yang kurus, wajahnya mendongak terpesona dengan
cahaya putih yang semarak di atas. Bahkan ketika mereka telah melewatinya
dan menuruni lereng yang cukup jauh ke Newbridge ia tidak bergerak ataupun
berbicara. Masih dengan wajah yang gembira ia memandangi sunset di barat
dari kejauhan, dengan pandangan yang mengandung banyak impian megah
melintasi background yang bercahaya itu. Sampai di Newbridge, sebuah desa
kecil yang hiruk pikuk dimana anjing menggonggongi mereka dan anak-anak
kecil menirukan suara burung hantu serta wajah–wajah penuh ingin tahu yang
mengintip dari jendela, mereka melakukan perjalanan, masih dalam diam. Ketika
tiga mil lagi mereka lalui anak itu masih tidak berbicara. Ia bisa tetap diam, ini
nyata, seenergik ketika ia bicara.

“Kamu pasti merasa sangat lelah dan lapar,” Matthew akhirnya memberanikan
diri mengatakannya, sebagai ganti karena sudah terlalu lama membisu dalam
perjalanan dengan satu-satunya alasan. “Tetapi kita tak akan lama lagi—hanya
beberapa mil lagi.”

Anak itu tersadar dari lamunannya dan menghela napas panjang dan
memandanginya dengan tatapan penuh impian dari jiwa yang mengagumi dari
kejauhan, menuju angkasa.

“Oh, Tuan. Cuthbert,” sahutnya lirih, “Tempat yang kita lalui tadi—tempat
bercahaya putih itu—apa itu?”

“Well, pasti yang kau maksud Avenue,” kata Matthew setelah merenung
beberapa lama. “Itu merupakan tempat yang bagus.”

“Bagus? Oh, BAGUS sepertinya bukan kata yang tepat untuk itu. Tidak juga
indah. Kata-kata itu tidak cukup. Oh, tepatnya menakjubkan—menakjubkan. Itu
hal pertama yang pernah aku lihat yang tak terjangkau oleh daya khayalku. Hal
itu sangat memuaskanku”—ia meletakkan sebelah tangan di dadanya—“Aku
merasakan sakit yang aneh namun menyenangkan. Pernahkah anda
mengalaminya, Tuan. Cuthbert?”

14
“Well, aku rasa belum pernah.”

“Aku sering mengalaminya—kapan saja aku melihat sesuatu yang benar-benar


indah. Tetapi seharusnya mereka tidak menyebutnya Avenue. Nama itu tak
punya arti. Seharusnya mereka menyebutnya—sebentar—the White Way of
Delight. Bukankah itu nama khayalan yang bagus? Ketika aku tak menyukai
nama suatu tempat atau orang aku selalu mengimajinasikan gantinya dan juga
selalu memikirkannya. Ada seorang anak perempuan di panti bernama Hepzibah
Jenkins, tetapi aku selalu membayangkannya sebagai Rosalia DeVere. Orang
lain boleh menyebut tempat itu Avenue, tapi aku akan selalu menyebutnya the
White Way of Delight. Benarkah kita akan sampai ke rumah sebentar lagi? Aku
gembira dan aku menyesal. Aku gembira karena perjalanan ini begitu
menyenangkan dan aku selalu menyesal ketika sesuatu yang menyenangkan
harus berakhir. Mungkin saja sesuatu yang lebih menyenangkan akan terjadi,
tetapi anda tak pernah bisa memastikannya. Dan seringnya sesuatu itu tak lebih
menyenangkan. Bagaimanapun aku pernah mengalaminya. Tetapi aku gembira
karena akan pulang ke rumah. Anda tahu, seingatku aku tidak pernah punya
rumah yang sebenarnya. Hal ini membuatku merasakan lagi rasa sakit yang
menyenangkan hanya karena memikirkan bahwa aku akan pulang ke rumah
yang benar-benar nyata. Oh, bukankah itu sangat bagus!”

Mereka telah sampai di puncak bukit. Di bawah terdapat kolam, tampak hampir
seperti sebuah sungai yang sangat panjang dan berliku. Jembatan merentang di
tengahnya dan dari sana sampai ke ujung yang lebih rendah, di mana sebuah
batu amber bercorak dengan pasir bukit yang melingkupinya dari gelapnya biru
jurang di seberang, airnya menjadi semarak dengan warna yang berubah-ubah
—pembuatan bayangan yang paling spiritual dari bunga crocus dan mawar serta
kehijauan surgawi, dengan warna-warna lain yang sukar dimengerti karenanya
namanya tak pernah diketahui. Di atas jembatan kolam mengalir ke belukar
perbatasan dengan pohon fir dan maple dan membuat semuanya jernih oleh
bayangannya yang bergerak-gerak. Dimana-mana buah plum liar muncul dari
tepian seperti seorang anak perempuan berpakaian putih sedang berdiri berjinjit
di bayangannya sendiri. Dari rawa di ujung kolam terdengar jelas, suara koor
kodok yang penuh duka namun terdengar indah. Di sekitar kebun apel putih jauh
di lereng tampak sebuah rumah kecil berwarna abu-abu dan, walaupun belum
begitu gelap, ada cahaya lampu dari salah satu jendelanya.

“Itu adalah kolam Barry,” kata Matthew.

“Oh, aku juga tidak menyukai namanya. Aku akan menyebutnya—sebentar—the


Lake of Shining Waters. Ya, itu nama paling tepat untuknya. Aku tahu karena
getaran hatiku. Ketika aku menemukan nama yang tepat maka itu akan
membuat hatiku bergetar. Apakah ada sesuatu yang pernah membuat anda
bergetar?”

15
Matthew berpikir.

“Well, ya. Hatiku selalu seperti bergetar ketika melihat kepompong putih jelek
yang ada di kebun timun. Aku benci corak mereka.

“Oh, Aku pikir itu tidak bisa benar-benar seperti getaran yang aku maksud.
Apakah anda berpikir sebaliknya? Tampaknya tidak banyak hubungan antara
kepompong dengan danau dengan air yang bercahaya, kan? Tetapi mengapa
orang-orang menyebutnya kolam Barry?”

“Aku rasa karena Tuan. Barry tinggal di sana di rumah itu. Orchard Slope nama
tempat tinggalnya. Jika bukan karena ada semak belukar lebat di belakangnya
maka kamu bisa melihat Green Gables dari sini. Tetapi kita harus melintasi
jembatan dan jalan, jadi ada sekitar hampir setengah mil lagi jauhnya.”

“Apakah Tuan. Barry memiliki anak perempuan kecil? Well, tidak terlalu kecil
juga—kira-kira seusiaku.”

“Ia memiliki seorang anak perempuan berumur sekitar sebelas tahun. Namanya
Diana.”

“Oh!” serunya dengan napas tertahan. “Nama yang benar-benar sungguh


bagus!”

“Well, aku tak tahu. Ada sesuatu yang mengerikan, menurutku. Aku lebih suka
Jane atau Mary atau nama yang lebih masuk akal seperti itu. Tetapi ketika
Diana lahir ada seorang guru asrama di sana kemudian memberinya nama dan
mereka memanggilnya Diana.”

“Aku berharap ada juga seorang guru seperti itu ketika aku lahir. Oh, kita sudah
sampai di jembatan. Aku akan menutup mataku rapat-rapat. Aku selalu merasa
takut ketika berjalan melintasi jembatan. Aku tak sanggup membayangkan
bahwa mungkin ketika kita baru berada di tengahnya, mereka akan
merubuhkannya seperti pisau-yoker dan kemudian memangsa kita. Jadi aku
menutup mataku. Tetapi aku harus selalu membukanya lagi ketika aku merasa
hampir dekat ke tengah. Karena, anda tahu, jika jembatan BENAR-BENAR
rubuh aku ingin MELIHATnya rubuh. Pasti bunyinya akan sangat bergemuruh!
Aku selalu menyukai bagian bergemuruh itu! Bukankah sangat bagus bisa
menyukai banyak hal di dunia ini? Kita sudah sampai di ujung. Sekarang aku
akan melihat ke belakang. Selamat malam, Lake of Shining Waters sayang. Aku
selalu mengucapkan selamat malam pada segala sesuatu yang aku sukai,
seperti aku juga mengucapkannya pada orang-orang dan kurasa mereka
menyukainya. Air itu tampak seolah sedang tersenyum padaku.”

Ketika mereka sudah semakin jauh melintasi bukit dan mendekati sudut Matthew
berkata:

16
“Sekarang kita sudah benar-benar hampir sampai ke rumah. Itu Green Gables di
sana—“

“Oh, jangan katakan padaku,” potongnya cepat, menangkap tangan Matthew


yang setengah terangkat dan menutup matanya sendiri sehingga ia tak bisa
melihat gerakan Matthew. “Biar aku tebak. Aku yakin bisa menebak dengan
benar.”

Dia membuka matanya dan melihat di mana dia berada. Mereka berada di
puncak bukit. Matahari sudah beberapa saat lalu terbenam, tetapi pemandangan
alamnya masih tampak jelas dalam cahaya senja yang lembut. Di barat puncak
menara gereja yang gelap muncul di antara langit yang berwarna kuning
keemasan. Di bawahnya terdapat lembah kecil dan di seberang ada lereng yang
panjang, menanjak dengan tanah dan rumah-rumah pertanian yang tersebar
rapi. Mata anak itu bergerak cepat, penuh gairah, dan sayu dari satu tempat ke
tempat yang lain. Akhirnya, mereka memperlambat laju kereta dan menepi ke
sebelah kiri, jauh di belakang, dari jalan tampak cahaya putih redup dengan
pepohonan yang sedang berbunga dalam cahaya senja hutan sekitar. Di
atasnya, di langit barat daya yang tak berawan, bintang kristal putih bersinar
seperti lampu petunjuk dan harapan.

“Itu dia, ya kan?” katanya, menunjuk.

Matthew menggegas tali kekang pada punggung kudanya dengan semangat.

“Well, kau benar! Tapi aku rasa pasti Nyonya. Spencer telah memberitahumu
jadi kau bisa menebaknya.”

“Tidak, dia tidak melakukannya—sumpah. Yang ia ceritakan kebanyakan hanya


tentang tempat-tempat lainnya tadi. Aku sama sekali tak mengetahui tempat itu
seperti apa. Tapi begitu aku melihatnya aku merasa itulah rumah. Oh, rasanya
aku seperti sedang bermimpi. Anda tahu, lenganku pasti sudah babak belur dari
siku ke atas, karena hari ini aku mencubiti diriku sendiri berkali-kali. Setiap saat
aku merasakan perasaan ngeri yang memuakkan dan aku takut ini semua hanya
mimpi. Kemudian aku akan mecubit diriku sendiri untuk memastikan bahwa ini
nyata—sampai tiba-tiba aku ingat jika ini memang hanya mimpi maka lebih baik
aku terus bermimpi selama mungkin; jadi aku berhenti mencubit. Tetapi INI nyata
dan kita hampir sampai ke rumah.

Dengan menghela napas kegirangan ia kembali terdiam. Matthew jadi susah


bergerak. Ia senang akan bertemu Marilla dan bukan ia yang akan bilang pada
anak terlantar ini bahwa rumah yang ia rindukan sama sekali tidak akan menjadi
miliknya. Mereka melintasi Lembah Lynde, dimana suasana sudah sangat gelap,
tapi tidak segelap itu sampai-sampai Nyonya. Rachel tidak bisa melihat mereka
lewat jendela, dan menaiki bukit dan melintasi jalan panjang Green Gables.

17
Ketika mereka sampai di rumah Matthew menghindari pemberitahuan rahasia itu
dengan kekuatan yang tidak dimengertinya. Ia tidak mengkhawatirkan dirinya
ataupun Marilla yang akan mendapatkan kesulitan karena masalah ini, tetapi
yang dipikirkannya adalah kekecewaan anak itu. Ia memikirkannya dengan
pandangan sayu karena mendapat firasat tak enak bahwa ia akan membantu
melenyapkan sesuatu—perasaan yang sama yang muncul ketika ia harus
menyembelih seekor domba atau anak sapi atau makhluk kecil lainnya.

Pekarangan rumah sudah sangat gelap begitu mereka kembali dan terdengar
daun-daun pohon poplar berdesir halus.

“Dengarlah pepohonan berbicara dalam tidurnya,” bisik anak itu, begitu Matthew
mengeluarkannya dari kereta. “Pasti indah sekali mimpinya!”

Kemudian, dengan memegang erat-erat tas-karpet berisi “seluruh barang


duniawinya,” ia mengikuti Matthew masuk ke rumah itu.

BAB III – Terkejutnya Marilla Cuthbert

Marilla segera datang ke depan begitu Matthew membuka pintu. Tetapi begitu
matanya tertuju pada tubuh kecil asing berpakaian lusuh dan ketat, dengan
rambut merah terkepang panjang dan mata penuh semangat dan bercahaya, ia
langsung terpaku takjub.

“Matthew Cuthbert, siapa itu?” tanyanya tiba-tiba. “Di mana anak laki-laki itu?”

“Tak ada anak laki-laki,” sahut Matthew lirih. “Yang ada hanya DIA.”

Ia mengangguk pada anak itu,mengingat ia bahkan belum menanyakan


namanya.

“Tak ada anak laki-laki! Tapi SEHARUSNYA ada,” Marilla bersikeras. “Kita sudah
mengatakan pada Nyonya. Spencer untuk membawa seorang anak laki-laki.”

“Well, ia tidak melakukannya. Ia membawa ANAK ITU. Aku sudah


menanyakannya pada petugas stasiun. Dan aku harus membawanya pulang.
Dia tidak mungkin aku tinggalkan di sana, tak peduli dari mana kesalahpahaman
ini bermula.”

“Well, ini pasti bagian dari bisnis!” sergah Marilla lagi.

Selama pembicaraan anak itu tetap diam, matanya mengembara dari satu sudut
ke sudut yang lain, seluruh kegembiraan perlahan memudar dari wajahnya.
Mendadak ia tampak memahami seluruh makna dari pembicaraan itu. Setelah

18
meletakkan tas-karpet berharganya ia melompat selangkah ke depan dan
mendekap tangannya.

“Kalian tidak menginginkanku!” tangisnya. “Kalian tak menginginkanku karena


aku bukan anak laki-laki! Seharusnya aku sudah menduganya. Tak ada
seorangpun yang menginginkanku. Seharusnya aku sadar harapan itu terlalu
indah untuk tetap ada. Seharusnya aku sadar tak ada seorangpun yang benar-
benar menginginkanku. Oh, apa yang harus kulakukan? Aku akan menangis!”

Menangis adalah hal yang dilakukannya kemudian. Duduk di kursi dekat meja,
merentangkan lengannya di atasnya, dan menenggelamkan wajahnya di antara
kedua lengannya, ia mulai menangis tersedu-sedu. Marilla dan Matthew saling
memandang dengan tatapan menyalahkan. Tak ada seorangpun yang tahu
harus berkata atau berbuat apa. Akhirnya Marilla melangkah tertegun ke
arahnya.

“Well, well, tak perlu menangis seperti itu.”

“Ya, TENTU SAJA perlu!” Anak itu cepat mendongakkan wajahnya,


menampakkan wajah bersimbah air mata dan bibir bergetar. “ANDA juga akan
menangis, bila anda adalah anak yatim yang harus pergi ke suatu tempat yang
anda pikir akan menjadi rumah anda dan ternyata mereka tak menginginkan
anda karena anda bukan anak laki-laki. Oh, ini hal paling TRAGIS yang pernah
aku alami!”

Sesuatu seperti senyum yang dipaksakan, agak kaku karena lama tak
digunakan, wajah Marilla menjadi suram.

“Well, jangan menangis lagi. Kami tak akan menyuruhmu keluar malam ini. Kau
akan tinggal di sini sampai kami membereskan masalah ini. Siapa namamu?”

Anak itu ragu sejenak.

“Maukah kalian memanggilku Cordelia?” sahutnya semangat.

“MEMANGGILmu Cordelia? Apakah itu memang namamu?”

“Buk—bukan,namaku sebenarnya bukan itu, tapi aku suka dipanggil Cordelia. Itu
nama yang sangat elegan.”

“Aku tak mengerti apa maksudmu? Kalau Cordelia bukan namamu, jadi apa?”

“Anne Shirley,” jawab sang pemilik nama enggan, “tapi, oh, tolong panggil aku
Cordelia saja. Tak akan terlalu bermasalah bagi kalian untuk memanggilku apa
kan? Toh aku hanya akan tinggal di sini sebentar. Dan Anne bukan nama yang
manis.”

19
“Tidak manis omong kosong!” sergah Marilla tak simpatik. “Anne nama yang
benar-benar sangat bagus dan berarti. Kamu seharusnya tak perlu merasa malu
karenanya?”

“Oh, aku tidak malu,” Anne berusaha menjelaskan, “aku hanya lebih suka nama
Cordelia. Aku selalu membayangkan namaku adalah Cordelia—paling tidak,
beberapa tahun terakhir ini. Ketika aku kecil aku pernah berkhayal namaku
adalah Geraldine, tapi sekarang aku lebih suka Cordelia. Tapi jika kalian
memanggilku Anne tolong panggil aku Anne dengan huruf E.”

“Memang apa bedanya?” tanya Marilla dengan senyuman kaku sembari


mengambil ceret teh.

“Oh, TENTU saja berbeda. Nama itu TAMPAK lebih manis. Ketika anda
mendengar sebuah nama disebut bisakah anda melihatnya dalam pikiran anda,
seolah nama itu tercetak? Aku bisa; dan A-n-n tampak mengerikan, tapi A-n-n-e
tampak sangat lebih terhormat. Jika kalian mau memanggilku Anne dengan
huruh E maka aku akan mencoba menerima untuk tak dipanggil Cordelia.”

“Bagus sekali, jadi, Anne dengan huruf E, bisakah kau beritahu kami mengapa
kesalahpahaman ini bisa terjadi? Kami sudah mengabari Nyonya. Spencer untuk
membawakan kami seorang anak laki-laki. Apakah tidak ada anak laki-laki di
panti?”

“Oh, ya, ada banyak sekali anak laki-laki di sana. Tapi Nyonya. Spencer berkata
DENGAN JELAS bahwa kalian menginginkan seorang anak perempuan berusia
sekitar sebelas tahun. Dan ibu asrama bilang mungkin aku mau. Kalian tak tahu
betapa senangnya aku. Aku tak bisa tidur bermalam-malam saking gembiranya.
Oh,” ia menambahkan dengan nada menyalahkan, beralih ke Matthew,
“mengapa anda tak mengatakan padaku di stasiun bahwa kalian tak
menginginkanku dan meninggalkanku di sana? Jika aku tak melihat the
WhiteWay of Delight dan the Lake of Shining Waters pasti tak akan sesedih ini.”

“Apa maksudnya?”, cecar Marilla, menatap Matthew.

“Dia—dia menghubungkannya dengan pembicaraan kami di perjalanan,” tergesa


Matthew menjawab. “Aku akan keluar untuk memasukkan kuda ke kandang,
Marilla. Tolong siapkan teh begitu aku kembali.”

“Apakah Nyonya. Spencer membawa seseorang yang lain bersamamu?”


sambung Marilla begitu Matthew keluar.

“Ia membawa Lily Jones untuk dirinya sendiri. Lily baru berumur lima tahun, dia
sangat cantik dan berambut coklat-kacang. Jika aku sangat cantik dan berambut
coklat-kacang maukah kalian mengasuhku?”

20
“Tidak. Kami menginginkan anak laki-laki untuk membantu Matthew di ladang.
Anak perempuan tak akan berguna bagi kami. Lepaskan topimu. Aku akan
meletakkannya dan tasmu di meja.”

Perlahan Anne membuka topinya. Kemudian Matthew kembali dan mereka mulai
makan malam. Tetapi Anne tak sanggup menelan makanannya. Sia-sia ia
mencoba menggigit roti bermentega dan mengunyah kepiting bersele apel yang
diawetkan dengan kuah sebagai lauknya. Ia sama sekali tak membuat kemajuan.

“Kau tak makan apa-apa,” tegur Marilla tajam, melihatnya seakan itu kesalahan
serius. Anne menghela napas.

“Aku tak bisa makan. Aku sedang sangat putus asa. Bisakah anda makan jika
anda sedang benar-benar putus asa?”

“Aku tak pernah merasa benar-benar putus asa, jadi aku tak bisa
mengatakannya,” sahut Marilla.

“Anda tak pernah merasakannya? Well, pernahkan anda mencoba


MEMBAYANGKAN anda sedang benar-benar putus asa?”

“Tidak, aku tak pernah melakukannya.”

“Jadi aku rasa anda tidak mengerti bagaimana rasanya. Itu perasaan yang
sungguh tidak menyenangkan. Ketika anda mencoba makan terasa seperti ada
gumpalan di tenggorokan dan anda tak bisa menelan apa-apa, bahkan walaupun
itu karamel coklat. Suatu kali aku pernah memiliki sebuah karamel coklat dan
rasanya sangat enak. Sejak saat itu aku sering mengkhayalkan memiliki banyak
karamel coklat, tapi aku selalu terbangun tepat ketika akan memakannya. Aku
sungguh berharap anda tak tersinggung karena aku tak makan. Semuanya
sangat enak, tapi tetap saja aku tak sanggup mengunyahnya.”

“Aku rasa dia kelelahan,” kata Matthew, yang belum bicara sejak ia kembali dari
gudang. “Sebaiknya ajak dia tidur, Marilla.”

Marilla bingung kemana harus membawa Anne tidur. Ia telah mempersiapkan


sofa di ruangan dapur untuk anak laki-laki yang sangat diinginkan dan
diharapkannya. Tetapi, walaupun sofa itu rapi dan bersih, tetap saja tidak tepat
dijadikan tempat tidur anak perempuan. Tapi ruangan kosong mustahil untuk
anak terlantar yang tersesat seperti dia, jadi pilihan terakhir hanya loteng di
sebelah timur. Marilla menyalakan lilin dan menyuruh Anne mengikutinya, yang
kemudian diikuti Anne tanpa gairah, ia mengambil topi dan tas-karpetnya dari
meja ruang depan sambil berlalu. Ruangan itu sangat bersih; namun ruangan
loteng kecil yang kemudian akan ditempatinya tampak lebih bersih.

21
Marilla meletakkan lilin di atas meja berkaki dan bersegi tiga, kemudian
merapikan seprai dan sarung bantal.

“Kamu pasti punya baju tidur kan?” tanyanya.

Anne mengangguk.

“Ya, aku punya dua. Ibu asrama membuatkannya untukku. Baju-baju itu sudah
sangat sempit. Di panti barang yang dibagikan tak pernah cukup, jadi segala
sesuatunya selalu sempit—setidaknya di panti miskin seperti tempat kami. Aku
benci baju tidur sempit. Tapi seseorang boleh bermimpi memakai baju indah,
dengan rumbai-rumbai di leher, itu merupakan suatu hiburan tersendiri.”

“Well, cepatlah bersalin dan pergilah tidur. Beberapa saat lagi aku akan kembali
untuk mematikan lilin. Aku tak yakin kau bisa melakukannya sendiri. Malah
mungkin bisa menyebabkan kebakaran.”

Ketika Marilla telah hilang di balik pintu Anne memandang sekeliling dengan
murung. Dinding bercat kapur putih terlihat sangat kosong dan polos tanpa
hiasan, ia rasa dinding-dinding itu pasti sedih karena kepolosan itu. Lantainya
juga kosong, kecuali keset bulat di tengah-tengah yang tidak pernah Anne lihat
sebelumnya. Di salah satu sudut terletak tempat tidur tinggi yang ketinggalan
jaman, dengan empat tiang rendah berwarna gelap. Di sudut lain terdapat meja
segi tiga yang dipercantik dengan bantal beledu merah empuk dengan peniti
yang cukup kuat untuk merapatkan bagian sarung bantal yang terbuka. Di
atasnya tergantung cermin kecil enam per delapan. Di tengah-tengah antara
meja dan tempat tidur terdapat jendela, dengan tirai tipis putih licin berumbai di
atasnya, dan di seberangnya ada wastafel untuk cuci muka. Keseluruhan
ruangan terkesan sangat kaku dan angkuh yang tak bisa terungkap dengan kata-
kata, tetapi mampu membuat tulang sumsum Anne menggigil gemetaran.
Sembari menangis tersedu-sedu, dengan tergesa dia melepaskan pakaiannya
dan mengenakan baju tidur sempitnya kemudian melompat ke tempat tidur,
menyembunyikan wajahnya ke bawah bantal dan menarik kain menutupi
kepalanya. Ketika Marilla masuk untuk mematikan lilin, baju-baju sempit terlihat
berhamburan di lantai dan keadaan di tempat tidur menjadi satu-satunya
petunjuk yang membuatnya mengerti mengapa itu terjadi.

Dengan hati-hati ia memunguti baju-baju Anne, meletakkannya dengan rapi di


atas kursi kuning, kemudian, mengambil lilin, dan berjalan ke tempat tidur.
“Selamat malam,” katanya, sedikit canggung, tapi dengan sayang.

Wajah putih Anne dan mata besarnya muncul dari balik seprai dan tampak
terkejut dengan hal yang tiba-tiba tadi.

“Bagaimana bisa anda menyebutnya malam yang INDAH ketika anda tahu ini
malam paling buruk yang pernah aku alami?” sahutnya menyalahkan.

22
Kemudian ia menenggelamkan wajahnya lagi ke bawah bantal.

Marilla berjalan perlahan ke dapur untuk mencuci piring setelah makan malam.
Matthew sedang merokok—pertanda bahwa ia sedang bingung. Ia jarang
merokok, karena Marilla mengatakan padanya bahwa itu kebiasaan yang sangat
buruk; tapi waktu-waktu dan musim tertentu menyebabkannya melakukannya
dan Marilla pura-pura tak melihatnya, menyadari bahwa seorang laki-laki pasti
membutuhkan jalan keluar untuk pelampiasan emosi.

“Well, keadaannya sudah sangat kacau balau,” Marilla berkata gusar. “Ini
akibatnya kalau kita hanya mengiriminya surat dan tidak pergi sendiri. Teman
Richard Spencer pasti telah memutarbalikkan isi pesan itu. Salah satu dari kita
harus pergi dan menemui Nyonya. Spencer besok, itu sudah pasti. Anak itu
harus dikembalikan ke panti asuhan.”

“Ya, aku rasa juga begitu,” sahut Matthew enggan.

“Kau memang HARUS begitu! Tidakkah kau mengetahuinya?”

“Well, dia anak kecil yang benar-benar manis, Marilla. Sayang sekali harus
mengirimnya pulang ketika dia sudah sangat siap untuk tinggal di sini.”

“Matthew Cuthbert, jangan bilang bahwa menurutmu kita harus mengasuhnya!”

Keheranan Marilla tak akan lebih parah jika Matthew menyatakan bahwa ia lebih
setuju dengan pendapatnya sendiri.

“Well, tidak, aku tak berpikir begitu—tak tepat begitu,” Matthew tergagap, merasa
tak enak terjebak dalam pembicaraan yang mengarah ke apa yang
dimaksudkannya. “Aku rasa—kita hampir tak bisa diharapkan untuk
mengasuhnya.”

“Aku harus berkata tidak. Apa bagusnya dia bagi kita?”

“Mungkin kita yang baik bagi dia,” sahut Matthew tiba-tiba dan tak disangka-
sangka.

“Matthew Cuthbert, Aku yakin anak itu telah menyihirmu! Aku jelas-jelas bisa
melihat bahwa kau mau mengasuhnya.”

“Well, dia benar-benar anak kecil yang manis,” Matthew bersikeras. “Seharusnya
kau mendengar apa yang dibicarakannya sejak dari stasiun.”

“Oh, dia bicara cukup lancar. Aku langsung bisa melihatnya. Itu juga tak
membantunya sama sekali. Aku tak suka anak-anak yang terlalu banyak omong.

23
Aku tak menginginkan anak yatim perempuan dan jika aku menginginkannya
maka bukan yang seperti dia yang akan kupilih. Ada sesuatu tentang dia yang
aku tak mengerti. Tidak, dia harus langsung kita kirim pulang ke asalnya.”

“Aku bisa membayar seorang anak laki-laki Perancis untuk membantuku,” kata
Matthew, “dan anak perempuan itu akan menjadi temanmu.”

“Aku tak membutuhkan teman,” sahut Marilla singkat. “Dan aku tak akan
mengasuhnya.”

“Well, itu kan hanya perkataanmu, tentu saja, Marilla,” sela Matthew sembari
bangkit dan meletakkan pipa rokoknya. “Aku akan tidur.”

Matthew pergi tidur. Dan Marilla, setelah menyelesaikan mencusi piring juga
pergi tidur, dengan muka masam. Dan di lantai atas, di loteng timur, seorang
anak yang kesepian, haus kasih sayang dan tak berteman menangis sendirian
hingga tertidur.

BAB IV – Pagi di Green Gables

Hari sudah terang ketika Anne terbangun dan duduk di atas tempat tidurnya,
menatap bingung ke jendela melalui dimana limpahan cahaya matahari yang
gembira terpancar dan yang diluarnya terdapat sesuatu berwarna putih lembut
beriak jauh di langit biru.

Sejenak dia tak bisa mengingat dimana dia berada. Yang pertama terlintas
adalah sensasi yang menyenangkan, sesuatu yang sangat indah; kemudian
ingatan yang sangat mengerikan. Ini di Green Gables dan mereka tak
menginginkannya karena dia bukan anak laki-laki!

Tapi sekarang sudah pagi dan, ya, ada pohon cheery yang sedang berbunga
diluar yang bisa dilihatnya dari jendela. Dengan sekali lompatan dia sudah turun
dari tempat tidur dan berpijak di lantai. Dia mendorong kusen jendela—yang
sudah mulai berdecit; seakan sudah lama tak dibuka, yang tampaknya memang
seperti itu; dan melekat sangat erat sehingga tak memerlukan apapun untuk
menahannya.

Anne berlutut dan memandangi pagi Bulan Juni di luar, dan matanya berbinar
gembira. Oh, bukankah ini sangat indah? Bukankah tempat ini sangat
menyenangkan? Andaikan ia tak benar-benar akan tinggal di sini! Ia akan
berkhayal tinggal di sini. Ia leluasa membayangkannya di sini.

Sebatang pohon cheery besar tumbuh di luar, sangat dekat hingga dahannya
menyentuh rumah, dan bunganya sangat lebat sampai-sampai daunnya hampir
tidak kelihatan. Di kedua sisi rumah ada kebun buah yang besar, satu ditumbuhi

24
pohon apel dan satunya lagi pohon cherry, yang juga sedang berbunga; dan ada
banyak dandelion di rumput-rumputnya. Di kebun bawah ada pohon dan bunga
lilac ungu, dan harumnya yang wangi sampai ke jendela terbawa angin pagi.

Di bawah kebun ada ladang hijau subur dengan pohon semanggi yang
merunduk ke lembah dimana anak sungai mengalir dan pohon birch putih
tumbuh, semak-semak yang luas terbuka tampak serasi dengan tumbuhan paku,
lumut, dan kayu-kayuan lainnya. Di seberangnya ada bukit, hijau dengan
pepohonan spruce dan fir; disitu terdapat pembatas dimana ujung loteng kelabu
dari rumah kecil yang pernah dilihatnya dari seberang Lake of Shining Waters.

Di ujung sebelah kiri terdapat gudang besar dan di seberangnya, jauh di bawah
dan semuanya berwarna hijau, ladang yang melandai, ada laut biru yang
berkilauan.

Mata indah Anne berlama-lama menikmati pemandangan itu, melahap


semuanya dengan rakus. Seumur hidupnya, dia sudah melihat banyak sekali
tempat yang tak indah, anak yang malang; tapi pemandangan ini seindah yang
pernah diimpikannya.

Dia berlutut di situ, tak menyadari apapun kecuali keindahan di sekelilingnya,


sampai dia dikejutkan tangan yang menepuk bahunya. Kedatangan Marilla tak
terdengar oleh si pemimpi kecil.

“Sekarang saatnya kau berpakaian,” katanya kasar.

Marilla benar-benar tak tahu bagaimana harus berbicara dengan pada anak itu,
dan ketidaktahuannya yang tak mengenakkan itu membuatnya berlaku tegas
dan kasar walaupun ia tak bermaksud begitu.

Anne berdiri dan menarik napas panjang.

“Oh, bukankah itu sangat indah?” katanya seraya melambaikan tangan penuh
semangat ke pemandangan bagus di luar.

“Itu pohon yang besar,” kata Marilla, “dan bunganya sangat banyak, tapi
buahnya tak pernah banyak—kecil-kecil dan berulat.”

“Oh, yang kumaksud bukan hanya pohon; tentu saja pohon itu indah—ya, pohon
itu SANGAT indah—dia berbunga seolah telah merencanakannya—tapi aku
maksud semuanya, kebun, kebun buah, aliran sungai dan hutannya, seluruh isi
alam yang berharga ini. Tidakkah anda merasa seolah anda benar-benar
mencintai alam di pagi seperti ini? Dan aku bisa mendengar suara tawa aliran
sungai dari atas sini. Pernahkah anda menyadari betapa aliran sungai adalah
sesuatu yang sangat menyenangkan? Mereka selalu tertawa. Bahkan di musim
dingin aku bisa mendengarnya di bawah es. Aku sangat senang ada aliran

25
sungai dekat Green Gables. Mungkin anda berpikir tak ada pengaruhnya bagiku
ketika kalian takmau mengasuhku, tapi sebenarnya hal itu berpengaruh bagiku.
Aku akan selalu suka mengingat bahwa di Green Gables ada aliran sungai
walaupun aku tak akan pernah bisa melihatnya lagi. Jika tak ada aliran sungai
aku akan DIHANTUI perasaan tak nyaman, jadi di situ memang harus ada aliran
sungai. Aku tak terlalu berputus asa lagi pagi ini. Aku tak pernah bisa putus asa
di pagi hari. Bukankah hal yang bagus sekali dengan adanya pagi? Tapi aku
sangat sedih. Aku baru saja membayangkan memang aku yang benar-benar
kalian inginkan dan aku akan tinggal di sini selama-lamanya. Sangat
menyenangkan ketika khayalan itu masih ada. Tapi hal terburuk dari
mengkhayalkan sesuatu adalah tiba saat untuk menghentikannya dan itu sangat
menyakitkan.”

“Sebaiknya kau berpakaian lalu turun dan tak masalah dengan khayalan-
khayalanmu,” potong Marilla begitu ia bisa menyela. “Sarapan pagi sudah
tersedia. Cuci mukamu dan sisir rambutmu. Biarkan jendela terbuka dan tarik
kembali seprai menutupi kaki tempat tidur. Pintar-pintarlah kamu.”

Anne nyata-nyata menunjukkan bahwa ia pintar karena dalam waktu sepuluh


menit ia sudah turun, dengan pakaian rapi, rambut tersisir dan dikepang, muka
bersih, dan sadar sepenuh jiwa bahwa ia telah memenuhi semua persyaratan
Marilla. Bagaimanapun, ada satu hal yang lupa dilakukannya, ia lupa merapikan
seprei.

“Aku lapar sekali pagi ini,” katanya begitu duduk di kursi yang disediakan Marilla
untuknya. “Tak ada lagi suara lolongan dari hutan seperti semalam. Aku senang
sekali mendapati pagi yang cerah. Tapi aku juga suka pagi di saat hujan. Pagi
seperti apapun menarik, ya kan? Anda tak tahu apa yang akan terjadi pada hari
itu, dan leluasa sekali untuk mengkhayalkannya. Tapi aku senang hari ini tidak
hujan karena akan lebih mudah untuk tetap gembira walaupun sedang bersedih
di hari yang cerah. Aku rasa aku punya banyak cara agar tak bersedih. Sangat
bagus jika ketika mengalami kesedihan, kamu mebayangkan dirimu berani
mengatasinya sendiri, tapi sebenarnya tak menyenangkan ketika anda benar-
benar merasakan kesedihan itu, kan?”

“Demi Tuhan berhentilah bicara,” sela Marilla. “Kamu terlalu banyak omong
untuk seorang anak perempuan.”

Karena itu Anne langsung diam dengan patuh dan dia tetap diam sampai-sampai
membuat Marilla agak takut, seakan sesuatu berjalan tak wajar. Matthew juga
diam,--tapi ini wajar,--sehingga sarapan pagi ketika itu sangat sunyi.

Kemudian Anne menjadi sangat-sangat linglung, makan seperti robot, dengan


mata besarnya yang tetap melihat ke langit di luar jendela. Ini membuat Marilla
semakin takut; ia mempunyai firasat tak enak karena tubuh anak aneh ini
mungkin berada di meja makan tapi jiwanya seperti berada jauh di negeri awan,

26
sedang menerbangkan khayalannya tinggi ke udara. Siapa yang sudi
menginginkan anak seperti itu tinggal di tempatnya?

Namun Matthew masih ingin mengasuhnya, sungguh tak disangka! Marilla


merasa pagi ini Matthew masih sangat menginginkannya seperti kemarin malam,
dan ia akan memperjuangkannya. Begitulah Matthew—memiliki keinginan dan
tetap mempertahankannya dengan tetap terus dalam kebisuan yang
menakjubkan—tetap diam merupakan kegigihan yang sepuluh kali lebih keras
dan berpengaruh ketimbang membicarakannya.

Ketika sarapan usai Anne tak meneruskan lagi lamunannya dan menawarkan diri
untuk mencuci piring.

“Apa kau bisa mencuci piring dengan benar?” tanya Marilla tak yakin.

“Lumayan bisa. Walaupun begitu aku lebih mahir menjaga anak-anak. Aku
memiliki banyak pengalaman dalam melakukannya. Sayang sekali anda tak
memiliki satu anak pun untuk kujaga.”

“Aku merasa seolah tak ingin menjaga anak-anak lagi setelah apa yang terjadi
sekarang. KAU sudah cukup menyusahkan. Aku tak tahu apa yang harus
kulakukan denganmu. Matthew pria yang paling menggelikan.”

“Aku rasa dia menyenangkan,” sela Anne. “Ia juga sangat simpatik. Ia tak
keberatan seberapa banyakpun aku bicara—tampaknya ia menyukainya. Begitu
melihatnya, aku langsung merasa ia seperti keluarga.”

“Kalian berdua aneh, jika itu yang kau maksud dengan seperti keluarga,” sahut
Marilla ketus. “Ya, kau boleh mencuci piring. Ambil air panas, dan pastikan kau
mengeringkannya dengan benar. Cukup banyak yang harus kuselesaikan pagi
ini karena nanti sore aku harus pergi ke White Sands dan menemui Nyonya.
Spnecer. Kau akan ikut denganku dan kami akan memutuskan akan melakukan
apa terhadapmu. Setelah selesai mencuci piring, naiklah dan rapikan tempat
tidurmu.”

Anne mencuci piring dengan cekatan, begitu penilaian Marilla yang


memperhatikannya mencuci. Tapi kemudian dia tak terlalu berhasil merapikan
tempat tidur, karena dia tak pernah belajar seni merapikan seprei bulu. Tapi
bagaimanapun dia sudah melakukannya dan kasur sudah cukup rapi; lalu
Marilla, bermaksud menghindar darinya, berkata padanya bahwa dia boleh
berjalan-jalan di luar dan menyenangkan dirinya sendiri sampai makan malam
tiba.

Anne terbang ke pintu, wajahnya berseri, matanya berbinar. Di pintu dia berhenti
seketika, berbalik, kembali dan duduk di meja, cahaya dan sinar yang barusan
tampak menghilang seolah seseorang telah memadamkannya.

27
“Apa lagi masalahnya sekarang?” cecar Marilla.

“Aku tak berani pergi keluar,” sahut Anne, dengan nada tak rela melepaskan
kegembiraan yang akan didapatnya. “Jika aku tak bisa tinggal di sini tak ada
gunanya di Green Gables yang kucintai. Dan kalau aku ke luar sana lalu
berkenalan dengan semua pohon, bunga, kebun buah dan aliran sungai di sana,
aku pasti tak tahan untuk tak menyukainya. Sekarang sudah cukup sulit, jadi aku
tak akan semakin mempersulitnya. Aku sangat ingin pergi keluar—semuanya
seakan sedang memanggilku, ‘Anne, Anne, kemarilah. Anne, Anne, kami ingin
seorang teman bermain’—tapi sebaiknya tak kulakukan. Tak gunanya mencintai
sesuatu jika kau akan dipisahkan dengannya, kan? Dan sangat sulit untuk tak
menyukai sesuatu, kan? Karena itulah aku sangat gembira ketika kupikir aku
akan tinggal di sini. Kupikir akan ada banyak hal yang bisa kucintai dan tak ada
yang bisa menghalangiku. Tapi mimpi singkat itu usai sudah. Sekarang aku aku
akan menerima nasibku, jadi kurasa aku tak akan pergi ke luar karena takut tak
bisa menerimanya lagi. Tolong beritahu aku apa nama jenis bunga geranium di
ambang jendela?”

“Itu geranium beraroma apel.”

“Oh, bukan nama seperti itu yang kumaksud. Maksudku nama yang anda
berikan sendiri. Tidakkah anda memberinya nama? Kalau tidak, bolehkah aku
yang memberikannya? Boleh aku memanggilnya—sebentar—Bonny boleh juga
—bolehkah aku memanggilnya Bonny sementara aku di sini? Oh, tolong ijinkan
aku!”

“Astaga, aku tak peduli. Tapi darimana selera menamai geranium?”

“Oh, aku suka bunga bertangkai sekalipun hanya geranium. Itu membuatnya
tampak seperti orang. Bagaimana anda tahu tapi hanya memanggilnya dengan
sebutan geranium dan bukan yang lain bisa melukai perasaannya? Anda tak
akan suka tak punya nama kecuali disebut manita setiap saat. Ya, aku akan
memanggilnya Bonny. Tadi pagi aku memberikan nama untuk pohon cherry di
luar jendela kamar tidurku. Aku memanggilnya Snow Queen karena pohon itu
sangat putih. Tentu saja, pohon itu tak akan selalu berbunga, tapi seseorang
bisa membayangkan kalau pohon itu sedang berbunga, kan?”

“Seumur hidupku aku tak pernah berkata atau pun mendengar hal seperti yang
dia katakan,” gumam Marilla, turun ke ruang bawah tanah untuk mencari
kentang. “Dia cukup menarik seperti yang dikatakan Matthew. Aku sudah merasa
penasaran apa yang nanti akan dikatakannya lagi. Dia juga pasti menjampi-
jampiku. Dia sudah melakukannya pada Matthew. Pandangan Matthew padaku
ketika ia keluar semalam lagi-lagi mengungkap atau mengisyaratkan semua
yang dikatakannya. Aku berharap ia seperti laki-laki lain dan mau membicarakan

28
segala sesuatu. Karena itu seseorang bisa menjawabnya atau membantahnya.
Tapi apa yang bisa dilakukan menghadapi laki-laki yang hanya MEMANDANG?”

Anne kembali melamun, dengan dagu ditopangkan di tangan dan mata


memandangi langit, ketika Marilla kembali dari ruang bawah tanah. Di sana
Marilla meninggalkannya sampai makan malam sudah tersedia di meja.

“Apa aku bisa gunakan kuda dan keretanya sore ini, Matthew?” tanya Marilla.

Matthew mengangguk dan menatap Anne iba. Marilla menangkap pandangan itu
dan berkata tegas:

“Aku akan pergi ke White Sands dan membereskan masalah ini. Aku akan
mengajak Anne dan Nyonya. Spencer mungkin akan mengatur untuk langsung
memulangkannya kembali ke Nova Scotia. Aku akan menyiapkan teh untukmu
dan akan pulang pada waktunya untuk memerah sapi.”

Mathhew masih berdiam diri dan Marilla merasa hanya membuang-buang kata
dan nafas. Tak ada yang lebih menjengkelkan daripada seorang pria yang tidak
menimpali pembicaraan—kalau tidak wanita yang seperti itu.

Matthew mengikatkan kuda pada kereta lalu Marilla dan Anne berangkat.
Matthew membukakan gerbang halaman untuk mereka dan begitu mereka
melaluinya dengan pelan, ia berkata, kelihatannya tak mengkhususkannya pada
siapapun:

“Little Jerry Buote dari Creek ada di sini tadi pagi, dan aku berkata padanya
mungkin akan mempekerjakannya musim panas ini.”

Marilla tak menjawabnya, tapi ia mencambuki kuda malang itu dengan cemeti
berkali-kali dengan keras sampai kuda gemuk itu, yang tak biasa mendapat
perlakuan seperti itu, terpacu keras melangkah dengan kecepatan yang
mengejutkan sepanjang jalan setapak. Marilla melihat ke belakang pada saat
kereta terpelanting dan melihat Matthew yang menjengkelkan sedang bersandar
di gerbang, memandangi mereka dengan sedih.

Bab V – Cerita Anne

“Apakah anda tahu,” kata Anne penuh rahasia, “Aku sudah memutuskan untuk
menikmati perjalanan ini. Sudah jadi pengalamanku bahwa kamu hampir selalu
bisa menikmati apapun kalau kamu membulatkan tekad kuat bahwa kamu bisa.
Tentu saja, kamu harus membulatkan tekad dengan TEGUH. Aku tak akan
memikirkan kepulanganku ke panti selama dalam perjalanan. Aku hanya akan
memikirkan perjalanan ini. Oh, lihat, itu ada bunga mawar liar yang baru mekar!
Indah sekali kan? Tidakkah anda berpikir sangat menggembirakan menjadi

29
sekuntum mawar? Bukankah akan menyenangkan kalau mawar bisa berbicara?
Aku yakin mereka akan bercerita hal-hal yang menyenangkan pada kita. Dan
bukankah pink warna yang paling mempesona di dunia? Aku menyukainya, tapi
tak bisa memakainya. Orang berambut merah tak bisa memakai warna pink,
bahkan tidak dalam khayalan. Apakah anda mengenal ada orang yang berambut
merah di masa kecilnya, kemudian menjadi warna lain begitu ia tumbuh besar?”

“Tidak, aku tak ingat pernah mengenalnya,” sahut Marilla kejam, “dan aku tak
harus memikirkan bahwa itu mungkin juga masalahmu.”

Anne menghela napas.

“Well, itu salah satu harapan yang sudah berlalu. ‘Hidupku seperti timbunan
harapan-harapan terpendam.’ Itu kalimat yang pernah aku baca dalam sebuah
buku, dan aku mengucapkannya untuk menghibur diri kapanpun aku merasakan
kekecewaan.”

“Aku tak melihat mana bagian diriku yang menyenangkan,” sahut Marilla.

“Mengapa, karena kedengarannya sangat manis dan romantis, seakan aku


adalah pahlawan wanita dalam sebuah buku, anda tahu. Aku gemar sekali hal-
hal yang romantis, dan timbunan penuh dengan harapan-harapan terpendam
adalah tentang seromantis hal yang bisa dibayangkan seseorang, ya kan? Aku
agak senang bisa punya satu. Apakah hari ini kita akan menyeberangi The Lake
of Shining Waters?”

“Kita tak akan melintasi kolam Barry, jika itu yang kau maksud dengan Lake of
Shining Waters-mu. Kita akan melalui jalan pantai.”

“Jalan pantai kedengaran menyenangkan,” kata Anne penuh khayal. “Apakah


jalan itu seindah kedengarannya? Begitu anda berkata ‘jalan pantai’ aku
melihatnya dalam gambar di pikiranku, secepat itu! Dan White Sands juga nama
yang bagus; tapi aku tak terlalui menyukainya seperti menyukai Avonlea.
Avonlea adalah nama yang indah. Nama itu terdengar seperti musik. Berapa
jauh perjalanan ke White Sands?”

“Sekitar lima mil; dan berhubung jelas-jelas kau cenderung banyak omong maka
sebaiknya kau juga menceritakan padaku apa yang kau tahu tentang dirimu
sendiri.”

“Oh, apa yang AKU TAHU tentang diriku bukanlah hal yang sangat penting untuk
diceritakan,” kata Anne semangat. “Jika anda membiarkanku bercerita tentang
apa yang AKU KHAYALKAN tentang diriku anda akan berpikir kalau itu lebih
sangat menarik.”

30
“Tidak, aku tak mau mendengarkan khayalanmu. Tetaplah pada kenyataan yang
menjemukan. Mulailah dari awal. Dimana kau dilahirkan dan berapa umurmu?”

“Maret lalu aku berumur sebelas tahun,” kata Anne, menerima kenyataan yang
menjemukan dengan helaan napas kecil. “Dan aku lahir di Bolingbroke, Nov
Scotia. Ayahku bernama Walter Shirley, dan ia adalah guru di SMA Bolingbroke.
Ibuku bernama Bertha Shirley. Bukankah Walter dan Bertha nama yang indah?
Aku gembira sekali kedua orangtuaku memiliki nama yang bagus. Bukankah
akan sangat memalukan punya ayah bernama—well, katakanlah Jedediah?”

“Aku rasa tak masalah siapa pun nama seseorang selama dia bersikap menjadi
dirinya sendiri,” kata Marilla, merasa terpanggil untuk menanamkan nilai-nilai
moral yang baik dan berguna.

“Well, aku tak tahu.” Anne tampak banyak pikiran.”Aku pernah baca dalam satu
buku bahwa mawar dengan nama lain akan sama harumnya, tapi aku tak pernah
mempercayainya. Aku tak yakin sekuntum mawar AKAN sama indahnya bila
dinamakan tumbuhan berduri ataupun kol kurang ajar. Aku rasa ayahku adalah
pria yang baik sekalipun ia dipanggil Jedediah; tapi aku yakin itu hal yang
berbeda. Well, ibuku juga guru di SMA, tapi ketika ayah menikahinya ia berhenti
mengajar, tentu saja.Seorang suami cukup punya tanggung jawab. Nyonya.
Thomas bilang mereka dulunya adalah sepasang bayi yang sama miskinnya
dengan tikus-tikus gereja. Kemudian mereka tinggal di sebuah rumah kuning
yang sangat-sangat kecil di Bolingbroke. Aku tak pernah melihat rumah itu, tapi
aku sudah membayangkannya berkali-kali. Aku pikir di rumah itu pasti ada
kamperfuli di jendela ruang tamunya, pohon lilac di halaman depan dan bunga
lily dari lembah begitu memasuki gerbang. Ya, dan gorden tipis di semua
jendela. Gorden yang tipis memungkin udara masuk ke rumah. Aku lahir di
rumah itu. Nyonya. Thomas bilang aku bayi paling tak menarik yang pernah
dilihatnya, tubuhku kurus kering dan yang nampak hanya mata, meskipun begitu
ibuku menganggap aku sangat cantik. Mestinya aku pikir seorang ibu bisa jadi
seorang penilai yang lebih baik ketimbang seorang wanita miskin yang masuk ke
semak belukar, ya kan? Bagaimanapun aku gembira ia puas dengan adanya
aku, aku akan sangat sedih jika aku pikir aku telah membuatnya kecewa—
karena ia hidup tak lama lagi setelah itu, begitulah. Ia meninggal karena demam
ketika aku baru berumur tiga bulan. Aku sangat berharap ia bisa hidup lebih lama
lagi agar aku bisa mengingat pernah memanggilnya ibu. Aku pikir sangat manis
mengucapkan kata ‘ibu’, ya kan? Dan ayah meninggal empat hari kemudian juga
karena demam. Itu membuatku menjadi yatim piatu dan sanak saudara pun tak
ada lagi, jadi Nyonya. Thomas bingung membawaku kemana. Anda lihat, bahkan
tak ada seorangpun yang menginginkanku sejak saat itu. Tampaknya ini sudah
takdirku. Ayah dan ibu dua-duanya berasal dari daerah yang sangat jauh dan
sudah jadi rahasia umum mereka berdua tak memiliki seorang pun sanak
saudara yang masih hidup. Akhirnya Nyonya. Thomas bilang ia akan
mengasuhku, meskipun ia miskin dan bersuamikan pemabuk. Ia
membesarkanku dengan tangannya sendiri. Apakah anda tahu bedanya

31
dibesarkan dengan usaha sendiri membuat orang itu lebih baik dari yang lain?
Karena setiap kali aku bandel Nyonya. Thomas akan bertanya bagaimana aku
bisa menjadi anak nakal seperti itu padahal ia telah berusaha membesarkanku
dengan usaha kerasnya—agak penuh celaan.

“Tuan. Dan Nyonya. Thomas pindah dari Bolingbroke ke Marysville, dan aku
tinggal bersama mereka sampai aku berumur delapan tahun. Aku membantu
menjagai anak-anak keluarga Thomas—ada empat orang yang lebih kecil dariku
—dan bisa kupastikan sungguh sulit menjaga mereka. Kemudian Tuan. Thomas
tewas terjatuh di bawah kereta api dan ibunya menawarkan untuk menjemput
Nyonya. Thomas dan anak-anak, tapi ia tak menginginkanku. Nyonya. Thomas
kehabisan akal, ia jadi bingung harus membawaku kemana. Kemudian Nyonya.
Hammond dari seberang sungai datang dan berkata ia akan mengasuhku,
karena melihat aku dekat dengan anak-anak, lalu aku ikut ke seberang untuk
tinggal dengannya di sebuah tanah kecil dekat tanggul-tanggul. Tempat itu sepi
sekali. Aku yakin tak akan pernah membayangkan tinggal di sana dalam
khayalanku. Tuan. Hammond bekerja di sebuah kilang gergaji kecil di sana, dan
Nyonya. Hammond memiliki delapan orang anak. Ia melahirkan anak kembar
tiga kali. Pada dasarnya aku menyukai bayi, tapi tiga pasang anak kembar
berurutan kurasa TERLALU BERLEBIHAN. Aku benar-benar memberitahu
Nyonya. Hammond begitu pasangan kembar terakhir lahir. Aku sudah sangat
lelah menjaga mereka.

“Aku tinggal di seberang sungai dengan Nyonya. Hammond selama dua tahun,
kemudian Tuan. Hammond meninggal dan Nyonya. Hammond mencerai-
beraikan keluarganya. Ia membagikan anak-anaknya pada kelurga besarnya dan
pergi ke States. Aku harus pergi ke panti asuhan di Hopeton, karena tak ada
seorang pun yang mau mengasuhku. Mereka yang di panti juga tak mau; mereka
bilang di sana sudah terlalu penuh. Tapi mereka harus mengambilku dan aku
berada di sana selama empat bulan sampai Nyonya. Spencer datang.”

“Anne menyudahinya dengan helaan napas, dengan keringanan saat ini. Jelas
dia tak suka membicarakan pengalamannya di lingkungan yang tak
menginginkannya.

“Pernahkah kau bersekolah?” Marilla bertanya lebih lanjut, mengarahkan kuda


ke jalanan pantai.

“Tak lama. Aku bersekolah sebentar di tahun terakhir aku tinggal dengan
Nyonya. Thomas. Ketika aku pergi ke seberang kami jadi sangat jauh dari
sekolah hingga aku tak sanggup berjalan ke sana pada musim dingin sedangkan
pada musim panas sekolah libur, jadi aku cuma bisa pergi waktu musim semi
dan gugur. Tapi tentu saja aku bersekolah ketika di panti asuhan. Aku cukup bisa
membaca dan aku tahu banyak penggalan puisi dari lubuk hati—‘The Battle of
Hohenlinden’, ‘Edinburgh after Flodden’, ‘Bingen of the Rhine’, kehilangan ‘Lady
of the Lake’ dan kebanyakan ‘The Seasons’ karya James Thompson. Tidakkah

32
anda menyukai puisi yang memberikan sensasi rasa kerutan ke atas dan ke
bawah di punggung anda? Ada sepenggal di the Fifth Reader—‘The Downfall of
Poland’—yang sangat menggetarkan jiwa. Tentu saja, aku tak sampai di the Fifth
Reader—aku hanya sampai di the Fourth—tapi anak perempuan dewasa pernah
meminjamkannya untuk kubaca.”

“Apakah ibu-ibu itu—Nyonya. Thomas dan Nyonya. Hammond—baik


kepadamu?” tanya Marilla, melihati Anne dengan sudut matanya.

“O-o-o-h,” Anne bimbang. Wajah kecilnya yang sensitif tiba-tiba menjadi merah
padam dan tampak malu. “Oh, mereka bermaksud begitu—aku tahu bermaksud
sebaik mungkin. Ketika orang bermaksud baik pada anda, anda tak akan
keberatan ketika pada kenyataannya mereka tak terlalu baik—setiap saat. Anda
tahu, banyak yang harus mereka urus. Anda lihat, sangat sulit memiliki seorang
suami pemabuk; dan juga melahirkan bayi kembar tiga kali berturut-turut,
bukankah begitu? Tapi aku merasa yakin mereka bermaksud baik padaku.”

Marilla tak bertanya lagi. Anne sendiri terdiam karena kegirangan berada di
jalanan sepanjang pantai dan Marilla dalam lamunannya yang mendalam
mengarahkan kuda dengan tak menentu. Tiba-tiba hatinya menjadi kasihan pada
anak itu. Betapa hidupnya sangat kekurangan cinta—kehidupan yang
menjemukan, miskin, dan diabaikan; karena Marilla cukup cerdas menarik
benang merah dari cerita Anne dengan kenyataan sebenarnya. Tak heran dia
begitu senang akan mempunyai rumah yang nyata. Sayang sekali dia harus
dipulangkan kembali. Bagaimana jika ia, Marilla, memberi hati pada keinginan
tak wajar Matthew dan membiarkannya tinggal? Matthew telah
mempersiapkannya; dan anak itu tampak manis dan dapat diajari.
“Dia terlalu banyak omong,” pikir Marilla, “tapi dia bisa dilatih untuk tak seperti itu.
Dan tak ada kata-kata kasar atau pun slang dalam pembicaraannya. Dia seperti
seorang lady. Mungkin saudara-saudaranya baik.”

Jalanan sepanjang pantai tampak “seperti hutan, liar, dan sunyi-senyap.” Di


sebelah kanan, semak-semak pohon fir, tampak tak menarik lagi karena
bertahun-tahun harus bertarung dengan angin teluk, tumbuh dengan rapat. Di
sebelah kiri ada tebing curam berbatu-pasir merah tajam, sangat dekat dengan
jalur dimana kuda betina tak terlalu siaga dibandingkan kuda coklat yang
mungkin bisa menguji nyali orang yang berada di belakangnya. Di dasar tebing
curam terdapat batu karang yang hancur karena ombak besar atau teluk kecil
penuh pasir bertatahkan kerikil laksana permata dari lautan; di seberang tampak
laut, bercahaya dan biru, di atasnya burung camar terbang tinggi, sayapnya
bercahaya seperti perak dalam sinar matahari.

“Laut itu menakjubkan sekali, kan?” kata Anne, bangun dari kesunyian yang
sangat-sangat lama. “Pernah suatu kali, ketika aku tinggal di Marysville, Tuan.
Thomas menyewa sebuah kereta cepat dan mengajak kami semua
menghabiskan hari di pantai yang jauhnya sepuluh mil. Aku menikmati setiap

33
momen di hari itu, meskipun aku harus menjaga anak-anak setiap saat. Aku
selalu mengingatnya dalam mimpi indahku selama bertahun-tahun. Tapi laut ini
lebih indah dibanding laut Marysville. Bukankah burung camar-burung camar itu
mengagumkan? Maukah anda menjadi burung camar? Aku pikir aku mau—itu,
kalau aku tak bisa jadi anak manusia.

“Bukankah sangat menyenangkan bangun pagi saat matahari terbit dan menukik
terjun ke dalam air lalu kembali terbang keluar dari laut biru yang indah itu setiap
hari; kemudian saat malam kembali terbang ke sarangnya? Oh, aku bisa
membayangkan aku yang melakukannya. Bisa anda beritahu aku di depan itu
bangunan besar apa?”

“Itu Hotel White Sands. Tuan. Kirke yang mengelolanya, tapi saatnya belum tiba.
Biasanya banyak orang Amerika yang menginap di sana pada musim panas.
Menurut mereka pantai ini lumayan bagus.”

“Aku takut itu adalah kediaman Nyonya. Spencer,” sahut Anne susah. “Aku tak
mau ke sana. Bagaimanapun juga, tampaknya itu akan menjadi akhir dari
segalanya.”

Bab VI – Marilla Membulatkan Tekad

Bagaimanapun, mereka telah sampai di sana, pada waktunya. Nyonya. Spencer


tinggal di sebuah rumah besar berwarna kuning di Teluk White Sands, dan ketika
ia membuka pintu tampak keterkejutan dan penyambutan berbaur di wajahnya
yang baik hati.

“Sayang, sayang,” serunya, “kamu orang terakhir yang kunanti hari ini, tapi aku
sangat senang bertemu kamu. Kamu akan mengikat kudamu di dalam? Dan apa
kabarmu, Anne?”

“Aku sebaik yang bisa terlihat, terima kasih,” sahut Anne tanpa senyum. Ia
tampak mulai cemas.

“Menurutku sebaiknya kita tinggal sebentar untuk mengistirahatkan kuda,” kata


Marilla, “tapi aku janji pada Matthew akan cepat tiba di rumah. Nyonya. Spencer,
kenyataannya, ada kesalahan yang mencurigakan di suatu tempat, dan aku ke
sini untuk mengetahuinya. Kami telah mengabari, Matthew dan aku, pada anda
untuk membawakan seorang anak laki-laki untuk kami dari panti itu. Kami
meminta adik anda Robert untuk memberitahu anda kami menginginkan anak
laki-laki berumur sepuluh atau sebelas tahun.”

“Marilla Cuthbert, anda tak berkata demikian!” sahut Nyonya. Spencer susah.
“Mengapa, Robert mengabari melalui anaknya Nancy dan dia berkata anda

34
menginginkan seorang anak perempuan—bukan begitu Flora Jane?” tambahnya
menegaskan pada anaknya yang baru keluar.

“Dia memang berkata demikian, Miss Cuthbert,” Flora menguatkan dengan


sungguh.

“Aku sangat menyesal,” lanjut Nyonya. Spencer. “Sangat disayangkan; tapi anda
lihat, Miss Cuthber, jelas itu bukan kesalahanku. Aku melakukan yang terbaik
yang aku bisa dan aku pikir telah mengikuti instruksimu. Nancy memang sangat
tidak keruan. Aku sering memarahinya karena kelalaiannya.”

“Itu salah kami sendiri,” Marilla menyerah. “Seharusnya kami sendiri yang pergi
menemui anda dan tidak membiarkan pesan penting disampaikan dari mulut ke
mulut seperti itu. Bagaimanapun juga, kesalahan telah terjadi dan yang harus
dilakukan adalah menyelesaikannya. Bisakah kita mengirim anak ini kembali ke
panti? Aku rasa mereka akan mengambilnya kembali, ya kan?”

“Aku rasa juga begitu,” kata Nyonya. Spencer yang tampak berpikir keras, “tapi
menurutku tidak harus memulangkannya kembali. Nyonya. Peter Blewett ada di
sini kemarin dan ia bilang betapa ia sangat mengharapkan aku bisa
membawakannya seorang anak perempuan untuk membantunya. Nyonya. Peter
mempunyai sebuah keluarga besar, anda tahu, dan ia merasa sulit mendapatkan
bantuan. Anne akan menjadi sangat perempuan bagi anda. Aku rasa ini sudah
ditakdirkan.”

Marilla tak tampak seolah ia berpikir Tuhan berperan banyak dalam masalah ini.
Sekarang ada kesempatan baik tak terduga baginya untuk lepas dari anak yatim
tak diundang itu, dan ia bahkan tak merasa gembira.

Ia hanya mengenal Nyonya. Peter Blewett sekilas sebagai seorang wanita


berwajah seperti orang yang suka marah dan bertubuh kecil tanpa sedikitpun
lemak di dagingnya. Tapi ia pernah mendengar tentangnya. “Seorang pekerja
dan pengemudi yang sangat mengerikan,” Nyonya. Peter dikatakan demikian; da
pembantu perempuan yang diberhentikan menceritakan hal-hal yang
menakutkan tentang watak dan kekikirannya, juga keluarga yang tidak sopan,
dan anak-anak yang suka bertengkar. Tiba-tiba Marilla merasa berat melepas
Anne.

“Well, aku akan masuk dan kita akan membicarakan masalah ini di dalam,”
katanya.

“Dan jika saja tak ada kedatangan Nyonya. Peter di saat berkah ini!” seru
Nyonya. Spencer, tergesa mengajak tamunya dari ruang depan ke ruang tamu,
dimana dingin yang mematikan menyerang mereka seolah udara tertahan
sangat lama dalam kegelapan, nyaris menyebabkan kebuntuan karena
kehilangan setiap partikel kehangatan yang pernah ada. “Ini sungguh merupakan

35
keberuntungan, karena kita bisa langsung menyelesaikan masalah ini. Ambillah
kursi, Miss Cuthbert. Anne, kau duduk di sini di sofa dan jangan bergoyang-
goyang. Biarkan ku ambil topimu. Flora Jane, keluarlah dan panaskan ceret.
Selamat sore, Nyonya. Blewett. Kami baru mengatakan betapa beruntungnya
anda datang. Biar ku perkenalkan dua orang wanita pada anda. Nyonya. Blewett,
Miss Cuthbert. Ijinkan aku permisi sebentar. Aku lupa memberitahu Flora Jane
untuk mengeluarkan roti kismis dari oven.”

Nyonya. Spencer mengibaskan tangannya, setelah berhasil mengatasi


kebuntuan. Anne duduk diam di sofa, dengan tangan tergenggam erat di
pangkuan, memandang Nyonya. Blewett bagai seseorang yang terpesona.
Apakah ia akan diberikan untuk diasuh oleh wanita berwajah-tegas, bermata-
tajam ini? Ia merasa ada benjolan di tenggorokannya dan matanya terasa sangat
pedih. Dia mulai takut tak dapat menahan airmatanya ketika Nyonya. Spencer
kembali, mengalir dengan cepat dan bercahaya, benar-benar mampu
menggoyahkan setiap kesulitan, fisik, mental atau pun spiritual.

“Tampaknya telah terjadi kesalahan dengan anak ini, Nyonya. Blewett,” katanya.
“Aku menangkap bahwa Tuan. Dan Nyonya. Cuthbert mau mengadopsi seorang
anak perempuan. Begitulah aku diberitahu. Tapi tampaknya sebenarnya mereka
menginginkan anak laki-laki. Jadi jika anda masih berpikiran seperti kemarin, aku
pikir dia akan jadi milik anda.”

Nyonya. Blewett menyapukan pandangannya ke Anne dari kepala sampai kaki.

“Berapa umurmu dan siapa namamu?” tanyanya.

“Anne Shirley,” anak yang mulai menciut nyalinya itu terbata menjawab, tak
berani membuat syarat apa pun untuk pengejaannya, “dan aku sebelas tahun.”

“Humph! Kamu tak nampak seolah ada banyak untukmu. Tapi kamu kurus. Aku
tak tahu tapi orang yang kurus adalah yag terbaik. Well, jika aku mengambilmu
kamu harus jadi anak yang baik, kamu tahu—baik dan pintar juga penuh hormat.
Aku mengharapkan kamu bisa mendapat penghasilan sendiri, dan tak ada
kesalahan mengenai itu. Ya, aku rasa aku juga akan mengambilnya dari anda,
Miss Cuthbert. Bayi itu sangat suka membantah, dan aku sudah sangat lelah
mengurusinya. Jika boleh aku akan membawanya pulang sekarang juga.”

Marilla melihat Anne dan pandangannya melembut pada wajah pucatnya yang
masih membisu penuh kesengsaraan—kesengsaraan seorang makhluk kecil tak
berdaya yang menemukan dirinya sekali lagi terperangkap dari hal yang dia ingin
lari dirinya. Marilla merasakan keyakinan yang tak menyenangkan bahwa, jika ia
menyangkal daya tarik dari wajah itu, maka hal itu akan terus membayanginya
sampai hari kematiannya tiba. Terlebih, ia tidak suka Nyonya. Blewett. Untuk
menyerahkan seorang anak yang sensitif, berperasaan halus kepada wanita
seperti itu! Tidak, ia tak bisa mempertanggungjawabkannya!

36
“Well, aku tidak tahu,” sahutnya perlahan. “Aku tak mengatakan bahwa Matthew
dan aku telah benar-benar memutuskan tak akan mengasuhnya. Aku bisa bilang
kenyataannya Matthew cenderung ingin mengasuhnya. Aku hanya datang untuk
mengetahui bagaimana kesalahan itu bisa terjadi. Aku pikir sebaiknya aku
mengajaknya kembali pulang ke rumah dan membicarakannya dengan Matthew.
Aku rasa seharusnya aku tak memutuskan sesuatu tanpa melibatkannya. Jika
kami sudah membulatkan tekad untuk tidak mengasuhnya, kami akan membawa
atau mengirimnya untuk anda besok malam. Jika kami tak melakukannya berarti
dia akan tinggal bersama kami. Bisakah begitu, Nyonya. Blewett?”

“Aku rasa seharusnya memang begitu,” sahut Nyonya.Blewett tak ramah.

Selama Marilla berbicara, sinar fajar tampak merekah di wajah Anne. Awalnya
keputusasaan tampak memudar; kemudian pelan tapi pasti sinar harapan mulai
membayang; sekarang matanya semakin dalam dan terang laksana bintang
pagi. Roman wajah anak itu benar-benar berubah; dan, sesaat kemudian, ketika
Nyonya. Spencer dan Nyonya. Blewett keluar mencari tahu resep terakhir yang
akan dipinjam, dia muncul dan berlari melintasi ruangan ke arah Marilla.

“Oh, Miss Cuthbert, benarkah anda mengatakan mungkin akan mengizinkanku


tinggal di Green Gables?” tanyanya, dalam bisikan nyaris tanpa napas, seakan
bila berbicara dengan keras bisa menghancurkan kemungkinan yang sangat
menyenangkan itu. “Benarkah anda berkata begitu? Atau hanya dalam
khayalanku anda berbicara seperti itu?”

“Aku pikir sebaiknya kau mengendalikan khayalan-khayalanmu, Anne, jika kau


tak bisa membedakan mana kenyataan dan mana bukan,” sahut Marilla dengah
marah. “Ya, kamu memang mendengarku mengatakannya dan hanya itu tak
lebih. Hal itu belum diputuskan dan mungkin akhirnya kami menyimpulkan untuk
membiarkan Nyonya. Blewett membawamu. Dia jelas lebih membutuhkanmu
daripada aku.”

“Lebih baik aku kembali ke panti daripada harus tinggal bersamanya,” sahut
Anne menggebu. “Ia benar-benar tampak seperti—seperti alat bor.”

Marilla berusaha menutupi senyumnya dengan menegur Anne karena bicara


seperti itu.

“Anak kecil sepertimu seharusnya malu berbicara seperti itu tentang seorang
wanita dan orang tak dikenal,” katanya berat. “Kembalilah dan duduk tenang,
kendalikan lidahmu dan bersikaplah sebagaimana seharusnya anak yang baik.”

“Aku akan mencoba melakukan dan menjadi seperti apa pun yang anda
inginkan, jika anda akan mengasuhku,” sahut Anne, kembali dengan tenang ke
sofa nya.

37
Ketika mereka tiba kembali di Green Gables malam itu, Matthew bertemu
mereka di jalan. Dari kejauhan Marilla telah mengetahui Matthew sedang
mencari-cari dan menerka apa alasan ia melakukannya. Ia telah menduga akan
melihat perasaan lega tergambar di wajah Matthew ketika ia melihatnya paling
tidak membawa Anne kembali pulang bersamanya. Tapi Marilla tak mengatakan
apa pun, pada Matthew, yang berhubungan dengan masalah itu, sampai mereka
berdua berada di halaman di belakang gudang perahan susu sapi. Kemudian ia
menceritakan dengan singkat mengenai Anne dan hasil pembicaraan dengan
Nyonya. Spencer.

“Aku tak akan memberikan anjing yang kusuka pada wanita Blewett itu,” Matthew
berkata dengan semangat yang tak biasa.

“Aku sendiri tak suka gayanya,” aku Marilla, “tapi begitulah atau kita sendiri yang
mengasuhnya, Matthew. Dan sejak melihat kau tampak menginginkannya, aku
rasa aku akan—atau harus begitu juga. Aku telah memikirkan ide itu sampai aku
mendapat kebaikan karena pernah memikirkannya. Tampaknya hanya seperti
sebuah tugas. Aku belum pernah membesarkan seorang anak, terutama anak
perempuan, dan aku berani menjamin akan membuat kekacauan dala hal ini.
Tapi aku melakukan yang terbaik. Matthew, sejauh yang aku amati, dia boleh
tinggal.”

Wajah Matthew yang pemalu berseri senang.

“Well sekarang, aku kira kau akan mengerti duduk persoalannya, Marilla,”
katanya. “Dia anak kecil yang menarik.”

“Akan lebih tepat jika kau katakan dia anak kecil yang berguna,” jawab Marilla
tepat, “tapi aku yang akan melatihnya bisa seperti itu. Dan ingat, Matthew, kau
tak boleh mencampuri metodeku. Mungkin seorang pelayan tua tak tahu banyak
bagaimana caranya membesarkan seorang anak, tapi aku rasa ia lebih tahu
daripada seorang sarjana tua. Jadi biarkan saja aku yang mengurusnya. Ketika
aku gagal maka ada cukup waktu untukmu ambil alih kendali.”

“Cukup, cukup, Marilla, terserah kau saja,” sahut Matthew menenangkan. “Hanya
bersikap baiklah padanya semampumu tanpa memanjakannya. Aku punya
pikiran ia bisa jadi teman yang bisa kau ajak lakukan apa pun jika saja kau bisa
membuatnya mencintaimu.”

Marilla mendengus, untuk menunjukkan ketaksukaannya pada pendapat


Matthew mengenai hal-hal ‘berbau’ keperempuanan, dan berjalan ke toko susu
dengan membawa ember.

“Aku tak akan memberitahunya malam ini bahwa dia boleh tinggal,” ungkapnya,
ketika sedang menyaring susu ke dalam tempat susu. “Dia akan menjadi sangat

38
senang sampai-sampai tak bisa tidur sekejap pun. Marilla Cuthbert, kau sungguh
terlibat dalamnya. Pernah kau membayangkan akan menjumpai hari saat kau
mengadopsi seorang anak yatim perempuan? Ini cukup mengejutkan; tapi tak
semengejutkan ketika Matthew lah yang menjadi pangkal dari segalanya, ia yang
selalu tampak memiliki kekhawatiran yang mengerikan pada anak perempuan-
anak perempuan kecil. Bagaimanapun juga, kita telah memutuskan untuk
mencobanya dan hanya Tuhan yang tahu apa yang akan terjadi kemudian.”

Bab VII – Anne Mengatakan Doa-doanya

Ketika Marilla membawa Anne tidur malam itu ia berkata dengan tegas:

“Sekarang, Anne, aku tahu semalam kau mencampakkan semua baju yang kau
tanggalkan ke lantai. Itu adalah kebiasaan yag sangat tidak rapi, dan aku tak
akan membolehkannya sama sekali. Begitu kau membuka baju lalu lipatlah
dengan rapi dan letakkan di atas kursi. Aku sama sekali tak membutuhkan anak
perempuan yang tidak rapi.”

“Semalam pikiranku sangat tersiksa jadi aku sama sekali tak mempedulikan
pakaian-pakaianku,” sahut Anne. “Malam ini aku akan melipatnya dengan bagus.
Mereka selalu membuat kami melakukannya di panti. Meskipun begitu, suatu
waktu, aku bisa saja lupa, aku bisa sangat tergesa tidur dengan baik dan tenang
lalu membayangkan berbagai hal.”

“Kau harus memiliki ingatan yang lebih baik jika tinggal di sini,” Marilla
menasehati. “Oke, tampaknya memang harus seperti itu. Sekarang berdoalah
dan pergilah tidur.”

“Aku tak pernah berdoa apa pun,” ungkap Anne.

Marilla tampak sangat terkejut.

“Kenapa, Anne, apa maksudmu? Tak pernahkah kau diajarkan untuk berdoa?
Tuhan selalu menginginkan anak-anak kecil mengucapkan doanya. Tak tahukah
kau siapa Tuhan, Anne?”

“’Tuhan adalah roh, tak berbatas, abadi dan tak dapat diubah, dalam wujud Nya,
kebijaksanaan, kekuatan, kesucian, keadilan, kebaikan, dan kebenaran,’” Anne
merespon dengan cepat dan fasih.

Marilla tampak sedikit lega.

“Jadi kau memang mengetahui sesuatu, syukurlah! Kau bukan orang yang tak
beragama. Di mana kau mempelajarinya?”

39
“Oh, di Sekolah-Minggu panti. Mareka menuruh kami mempelajari seluruh
pendidikan agama. Aku lumayan menyukainya. Ada yang bagus dari beberapa
kata. ‘Tak berbatas, abadi, dan tak dapat diubah.’ Bukankah itu sangat agung?
Seperti ada suaranya—sama seperti permainan sebuah organ besar. Aku rasa,
anda tak bisa menyebutnya puisi, tapi kedengarannya memang seperti itu, ya
kan?”

“Kita tidak sedang membicarakan puisi, Anne—kita sedang membahas


mengenai pengungkapan doa-doamu. Tidakkah kau tahu bahwa tak
mengucapkan doa setiap malam merupakan suat hal yang sangat buruk? Aku
takut kau adalah anak kecil yang sangat tidak baik.”

“Anda akan tahu bahwa lebih mudah menjadi buruk daripada baik jika anda
memiliki rambut berwarna merah,” sahut Anne menyalahkan. “Orang yang tak
berambut merah tak tahu apa masalahnya. Nyonya. Thomas bilang padaku
bahwa Tuhan SENGAJA membuat rambutku merah, dan sejak itu aku tak
pernah mempedulikan NYA. Dan bagaimanapun juga pada malam hari aku
selalu terlalu lelah hanya untuk mengucapkan doa. Orang yang harus menjaga
anak kembar tak dapat diharapkan bisa berdoa. Sekarang, sejujurnya apakah
anda pikir mereka bisa melakukannya?”

Marilla memutuskan bahwa pelatihan keagamaan untuk Anne harus dimulai saat
itu juga. Terus terang tak ada waktu untuk dibuang.

“Kau harus berdoa selama kau berada di rumahku, Anne.”

“Mengapa, tentu saja, jika anda ingin aku melakukannya,” Anne menyetujuinya
dengan senang hati. “Aku akan melakukan apa pun untuk mematuhi anda. Tapi
anda harus memberitahu apa yang harus kuucapkan kali ini. Setelah aku berada
di tepat tidur aku akan membayangkan sebuah doa yang sangat indah untuk
dipanjatkan selalu. Aku yakin itu akan sangat menarik, sekarang aku sudah
mulai memikirkannya.”

“Kau harus berlutut,” kata Marilla sedikit malu.

Anne berlutut di lutut Marilla dan menengadah dengan serius.

“Mengapa orang harus berlutut untuk berdoa?” Jika aku benar-benar mau
berdoa aku akan memberitahu apa yang akan kulakukan. Aku akan keluar
sendirian ke sebuah lapangan yang sangat besar atau ke dalam, dalam, hutan,
dan aku akan menengadah ke langit—tinggi—tinggi—tinggi—ke langit biru yang
indah itu yang birunya tampak seakan tak berujung. Lalu aku akan sangat
MENGHAYATI sebuah doa. Well, aku siap. Apa yang harus kuucapkan?”

40
Marilla merasa lebih malu lagi dari sebelumnya. Ia berniat aakan mengajari Anne
cara klasik yang kekanak-kanakan, “Sekarang aku akan berbaring untuk mulai
tidur.” Tapi dia punya—seperti yang sudah kuberitahukan, selera humor yang
samar—yang merupakan nama lain dari rasa kecocokan dengan sesuatu; dan
itu tiba-tiba terjadi padanya ketika doa kecil sederhana itu, sakral dengan jubah-
putih masa kanak-kanaknya di lutut ibu, benar-benar tak cocok dengan anak
perempuan cantik berbintik di wajah itu yang tak tahu dan tak peduli apa pun
tentang cinta Tuhan, sejak ia tak pernah membiarkannya diterjemahkan melalui
perantara cinta manusia.

“Kau sudah cukup dewasa untuk berdoa sendiri, Anne,” katanya akhirnya.
“Panjatkan saja pujian bagi Tuhan untuk anugerah yang diberikan untukmu dan
minta padanya dengan rendah hati segala sesuatu yang kau inginkan.”

“Well, aku akan melakukan yang terbaik,” janji Anne, menyembunyikan wajahnya
dalam pangkuan Marilla. “Tuhan Yang Maha Pengasih—begitulah pendeta
mengucapkannya di gereja, jadi aku rasa boleh saja memanjatkan doa pribadi,
ya kan?” selanya, sembari mengangkat kepalanya sejenak.

“Tuhan Yang Maha Pengasih, terima kasih untuk the White Way of Delight, the
Lake of Shining Waters dan Bonny and the Snow Queen. Aku sungguh sangat
berterima kasih untuk itu semua. Dan itulah anugerah yang bisa terpikir olehku
tadi untuk kusyukuri. Begitu juga untuk hal yang kuinginkan, ada banyak sekali
sehingga akan perlu banyak waktu untuk menyebutnya semua jadi aku hanya
akan menyebutkan dua yang terpenting. Tolong ijinkan aku tinggal di Green
Gables; dan tolong ijinkan aku menjadi cantik ketika aku tumbuh dewasa. Aku
masih tetap,

“Dengan rasa hormat,


Anne Shirley.

“Sekian, sudahkah aku melakukannya dengan benar?” dia bertanya dengan


semangat, bangkit berdiri. “Seharusnya aku bisa membuatnya lebih muluk jika
aku punya sedikit lebih banyak waktu lagi untuk memikirkannya.”

Marilla yang malang hanya tak sampai pingsan dengan mengingat bahwa itu
bukanlah ketidaksopanan, tapi hanya kebodohan spiritual dari seorang Anne
yang mengajukan permohonan aneh ini. Ia mengangkat Anne ke atas tempat
tidur, bersumpah dia harus diajarkan sebuah doa keesokan harinya, lalu
beranjak meninggalkan kamar dengan lampu menyala ketika Anne
memanggilnya kembali.

“Aku baru saja memikirkannya. Seharusnya aku mengucapkan, ‘Amin’ di bagian


‘dengan rasa hormat’, ya kan?—begitulah pendeta melakukannya. Aku lupa, tapi
aku rasa sebuah doa harus diakhiri dengan cara khusus, jadi aku
memperbaikinya. Apakah menurut anda akan ada bedanya?”

41
“aku—aku rasa tak akan berbeda,” sahut Marilla. “Tidurlah sekarang seperti
seorang anak yang baik. Selamat malam.”

“Malam ini aku bisa mengucapkan selamat malam dengan sepenuh jiwa,” sahut
Anne, sambil memeluk bantal-bantalnya.

Marilla beranjak ke dapur, meletakkan lilin di atas meja, lalu membelalakkan


mata pada Matthew.

“Matthew, hanya masalah waktu seseorang mengadopsi anak itu dan


mengajarinya sesuatu. Dia nyaris menjadi seorang yang benar-benar tanpa
agama. Percayakah kau dia tak pernah berdoa seumur hidupnya sampai malam
ini? Besok aku akan mengirimnya ke kepastoran dan meminjam seri the Peep of
the Day, itu yang akan kulakukan. Dan dia akan mengikuti Sekolah-Minggu
segera setelah aku bisa mendapatkan beberapa baju yang cocok untuknya. Aku
ramalkan akan banyak sekali pekerjaan yang harus kulakukan. Well, well, kita
tak mungkin hidup di dunia ini tanpa mendapat masalah. Selama ini kehidupanku
cukup mudah, tapi akhirnya waktuku telah tiba dan kukira aku hanya harus
melakukan yang terbaik.”

Bab VIII – Pendidikan untuk Anne Dimulai

Untuk alasan yang hanya diketahuinya sendiri, Marilla tak memberitahu Anne
bahwa dia akan tinggal di Green Gables sampai esok sore. Sepanjang sore ia
menyibukkan anak itu dengan berbagai tugas dan terus mengawasinya selama
dia mengerjakan seluruh tugas itu. Pada siang harinya ia menyimpulkan bahwa
Anne memang pintar dan penurut, mau bekerja dan cepat belajar; kelemahannya
yag paling fatal adalah kecenderungannya terbuai lamunan di tengah-tengah
tugas yang sedang dikerjakannya dan melupakan seluruh tugasnya itu sampai ia
tersadar dengan sgera dengan sebuah jeweran atau teguran.

Ketika Anne telah menyelesaikan tugasnya mencuci piring makan malam tiba-
tiba dia menemui Marilla dengan ekspresi seseorang yang merasa sangat
terpaksa mempelajari hal terburuk. Tubuh kurusnya yang kecil gemetar dari
kepala sampai kaki; wajahnya merah dan matanya membesar sampai-sampai
hampir semuanya hitam; dia mendekap tangannya erat-erat dan berkata dengan
nada memohon:

“Oh, tolonglah, Miss Cuthbert, maukah anda memberitahuku apakah anda akan
mengirimku besok atau tidak? Aku telah berusaha untuk sabar sepanjang pagi
tadi, tapi aku benar-benar merasa tak tahan lagi untuk tidak mengetahuinya.
Perasaan itu sangat menyiksaku. Tolong beritahu aku.”

42
“Kau belum memanaskan kain pencuci piring dalam air panas yang bersih
sebagaimana yang kusuruh,” sahut Marilla tegas. “Pergilah dan lakukan itu
sebelum kau menanyakan hal yang lain lagi, Anne.”

Anne pergi dan menyelesaikan pekerjaannya. Lalu dia kembali ke Marilla dan
semakin memelaskan wajahnya. “Well,” putus Marilla, tak menemukan alasan
lain untuk terus menunda penjelasannya, “Aku rasa aku juga akan
memberitahumu. Matthew dan aku sudah memutuskan untuk mengasuhmu—itu,
jika kau mencoba menjadi anak yang baik dan menunjukkan dirimu berterima
kasih. Kenapa, nak, apa masalahnya?”

“Aku menangis,” sahut Anne dengan nada bingung. “Aku tak tahu kenapa. Aku
senang sesenang-senangnya. Oh, SENANG sama sekali bukan kata yang tepat.
Aku senang dengan the White Way dan pohon cherry yang sedang berbunga—
tapi ini! Oh, ini lebih dari sekedar senang. Aku sangat gembira. Aku berusaha
menjadi sangat baik. Itu akan menjadi pekerjaan yang sulit, kukira, karena
Nyonya. Thomas sering mengatakan aku sangat nakal. Bagaimanapun juga, aku
akan sangat berusaha melakukan yang terbaik. Tapi bisakah anda
memberitahuku kenapa aku menangis?”

“Aku rasa itu karena kau terlalu senang dan bergairah,” sahut Marilla bernada
mencela. “Duduklah di kursi itu dan coba tenangkan dirimu. Aku takut kau terlalu
mudah tertawa dan menangis. Ya, kau bisa tinggal di sini dan kami akan
berusaha memperlakukanmu dengan benar. Kau harus ke sekolah; tapi hanya
dua minggu lagi sekolah akan libur dan tak ada gunanya kau mulai sebelum
sekolah mulai lagi di Bulan September.”

“Aku harus memanggil anda apa?” tanya Anne. “Haruskah aku selalu menyebut
Miss Cuthbert? Bolehkah aku memanggil anda Aunt Marilla?”

“Tidak; panggil aku Marilla saja. Aku tak terbiasa dipanggil Miss Cuthbert dan itu
akan membuatku gugup.”

“Akan kedengaran sangat tak hormat dengan hanya menyebut Marilla,” protes
Anne.

“Aku rasa tak akan ada rasa tak hormat jika kau berusaha berbicara dengan
peuh hormat. Setiap orang, tua dan muda, di Avonlea memanggilku Marilla
kecuali pendeta. Beliau menyebut Miss Cuthbert—ketika beliau memikirkannya.”

“Aku akan senang memanggil anda Aunt Marilla,” sahut Anne mengiba. “Aku
sama sekali tak pernah punya seorang bibi atau pun saudara—bahkan tidak juga
seorang nenek. Itu akan membuatku merasa seolah aku benar-benar keluarga
anda. Tak bolehkah aku memanggil anda Aunt Marilla?”

43
“Tidak, aku bukan bibimu dan aku tak percaya bahwa dengan memanggil nama
berarti bukan keluarga.”

“Tapi kita bisa membayangkan bahwa anda adalah bibiku.”

“Aku tak bisa,” sahut Marilla tegas.

“Apakah anda tak pernah membayangkan suatu hal yang berbeda dari
kenyataan sebenarnya?” tanya Anne dengan mata melotot.

“Tidak.”

“Oh!” Anne menghela napas panjang. “Oh, Miss—Marilla, betapa banyak yang
anda lewatkan!”

“Aku tak yakin dengan membayangkan hal-hal yang berbeda dari kenyataan
sebenarnya,” sahut Marilla pedas. “Ketika Tuhan menempatkan kita pada suatu
keadaan tertentu Ia tak menginginkan kita untuk membayangkannya. Dan itu
yang mengingatkanku untuk tak melakukannya. Pergilah ke ruang kunjungan,
Anne—pastikan kakimu bersih dan jangan biarkan lalat masuk—dan tunjukkan
padaku kartu bergambar yang di rak. Di situ terdapat doa-doa dan kau akan
menghabiskan waktu senggangmu untuk mempelajarinya luar kepala. Tak ada
lagi doa seperti yang semalam kudengar.”

“Pasti aku sangat menyulitkan,” kata Anne menyesal, “tapi, anda tahu, aku belum
pernah melakukannya. Anda tak bisa benar-benar mengharapkan seseorang
bisa berdoa dengan baik saat pertama ia mencobanya, ya kan? Aku memikirkan
sebuah doa yang bagus setelah berada di tempat tidur, seperti yang kujanjikan.
Doa itu nyaris sepanjang doa pendeta dan sangat puitis. Tapi akankah anda
mempercayainya? Aku tak bisa mengingat satu kata pun begitu terbangun tadi
pagi. Dan aku takut tak akan bisa memikirkan doa sebagus itu lagi.
Bagaimanapun, apa pun yang dipikirkan kedua kali tak akan bisa sebagus yang
pertama. Pernahkah anda mengetahuinya?”

“Sekarang ada hal yang harus kau ketahui, Anne. Ketika aku menyuruhmu
melakukan sesuatu aku mau kau menurutiku saat itu juga dan tidak diam tak
bergerak lalu malah mendebatkannya. Pergi saja dan lakukan seperti yang
kuminta.”

Anne segera pergi ke ruang duduk melewati ruang depan; dia tak bisa kembali;
setelah menunggu sepuluh menit Marilla meletakkan rajutannya dan mengikuti
Anne dengan ekspresi kejam. Ia mendapati Anne diam tak bergerak di depan
lukisan yang tergantung di dinding antara dua kedua jendela, dengan mata
mengawang. Cahaya putih dan hijau yang tampak sekilas di antara pepohonan
apel dan rimbunan tanaman anggur di luar menyilaukan tubuh kecil yang sedang
asyik itu dengan cahaya setengah-tak wajar.

44
“Anne, apa yang sedang kau pikirkan?” cecar Marilla tajam.

Anne langsung tersadar.

“Itu,” katanya, menunjuk ke lukisan—judul yang tampak terang, “Christ Blessing


Little Children(Tuhan Memberkati Anak-anak Kecil)”—dan aku baru saja
membayangkan menjadi bagian dari anak-anak itu—bahwa aku adalah gadis
kecil erbaju biru itu, berdiri sendirian di sudut seakan ia bukanlah milik siapa-
siapa, seperti aku. Dia tampak sedih dan kesepian, kan? Aku rasa dia tak punya
ayah dan ibu kandung. Tapi dia juga mau diberkati, jadi dia bergerak perlahan
dengan malu-malu di luar kerumunan, berharap tak ada seorang pun yang
memperhatikan—kecuali Dia. Aku yakin sangat mengerti bagaimana
perasaannya. Jantungnya pasti berdetak kencang dan tangannya menjadi
dingin, seperti juga aku ketika menanyakan pada anda apakah aku boleh tinggal
di sini. Dia takut Tuhan tak mengenalinya. Tapi mungkin Dia mengenalinya, ya
kan? Aku sudah berusaha membayangkannya—dia terus bergerak semakin ke
pinggir dan semakin dekat sampai berada sangat dekat denganNya; lalu Dia
akan melihatnya dan meletakkan tanganNya di kepalanya dan oh, sungguh
kegembiraan yang mendebarkan hati akan terjadi padanya! Tapi aku berharap
seniman itu tak melukisNya dengan tampang yang menyedihkan. Semua
lukisanNya seperti itu, jika anda memperhatikan. Tapi aku tak percaya Dia bisa
tampak sangat sedih atau anak-anak akan merasa takut padaNya.”

“Anne.” Kata Marilla, menyesal karena tak langsung memotong pembicaraan itu
dari tadi, “Kau tak boleh bicara begitu. Itu tidak sopan—sangat tidak sopan.”

Anne heran.

“Kenapa, aku rasa aku sudah sesopan mungkin. Aku sungguh tak bermaksud
tidak sopan.”

“Well, aku rasa kau memang tak bermaksud begitu—tapi kedengarannya tak
lazim membicarakan hal yang seperti itu. Dan satu hal lagi, Anne, ketika aku
menyuruhmu mencari sesuatu maka langsung bawa itu padaku, bukannya malah
mondar-mandir dan melamun di depan lukisan. Ingat itu. Ambil kartu itu dan
langsung bawa ke dapur. Sekarang, duduk di sudut dan pelajari doa itu luar
kepala.”

Anne menyenderkan kartu itu pada kendi berisi bunga-bunga apel yang
dibawanya untuk menghiasi meja makan—Marilla merasa agak bimbang dengan
hiasan itu, tapi tak mengatakan apa-apa—menumpangkan dagunya di tangan,
dan langsung mulai mempelajarinya dengan sungguh-sungguh selama beberapa
waktu dalam diam.

45
“Aku suka yang ini,” katanya akhirnya. “Doa ini bagus. Aku pernah
mendengarnya—aku mendengar pengawas Sekolah-Minggu di panti
mengucapkannya lebih dari sekali. Tapi aku tak menyukainya. Suaranya
cempreng dan ia mengucapkan doa itu dengan penuh duka. Aku benar-benar
yakin bahwa menurutnya berdoa adalah suatu tugas yang tidak menyenangkan.
Ini bukan puisi, tapi doa membuatku merasa seperti membaca puisi. ‘Tuhan kami
yang bersemayam di arsy sucilah namaMu.’ Seperti sebaris kalimat dalam
musik. Oh, aku sangat senang anda membuatku mempelajari ini, Miss—Marilla.”

“Well, pelajarilah dan diamlah,” sahut Marilla singkat.

Anne memiringkan vas bunga apel cukup dekat untuk menciumi lengkungan pink
dengan lembut, lalu belajar dengan rajin beberapa lama lagi.

“Marilla,” tanyanya kemudian, “apakah menurut anda aku bisa mendapatkan


seorang teman karib di Avonlea?”

“A—teman yang seperti apa?”

“Seorang sahabat karib—seorang teman dekat, anda tahu—seseorang seperti


keluarga yang aku bisa mempercayakan isi hatiku paling dalam padanya. Aku
telah memimpikan dapat bertemu dengannya seumur hidupku. Aku tak merasa
sungguh bisa mewujudkannya, tapi banyak impian terindahku yang menjadi
nyata pada saat bersamaan, mungkin ini juga bisa begitu. Apakah menurut anda
itu mungkin?”

“Diana Barry tinggal di Orchard Slope dan dia sebaya denganmu. Dia seorang
gadis kecil yang manis, dan mungkin dia bisa menjadi teman mainmu ketika dia
pulang. Tadi dia sedang mengunjungi bibinya di Carmody. Meskipun begitu, kau
sendiri harus berhati-hati dalam bersikap. Nyonya. Barry seorang wanita yang
sangat pemilih. Ia tak akan membiarkan Diana bermain dengan anak yang tidak
baik dan menyenangkan.”

Anne memandang Marilla melalui celah bunga apel, matanya berbinar penuh
minat.

“Diana itu seperti apa? Rambutnya tidak merah, kan? Oh, aku harap tidak.
Rambutku sendiri berwarna merah sudah cukup buruk, tapi aku sungguh tak
sanggup jika sahabatku juga berambut merah.”

“Diana adalah gadis kecil yang sangat manis. Mata dan rambutnya berwarna
hitam dan pipinya kemerahan. Dan dia baik dan pintar, yang lebih baik dari
menjadi seorang yang cantik.”

46
Marilla sangat mengutamakan moral mirip the Duchess in Wonderland, dan
sangat percaya bahwa orang harus terpaku pada setiap pendapat tentang
seorang anak yang sedang beranjak dewasa.

Tapi Anne mengenyampingkan moral dan hanya melihat kemungkinan


menyenangkan yang tampak.

“Oh, aku sangat senang dia manis. Hampir menjadi cantik itu sendiri—dan itu tak
mungkin bagiku—akan sangat bagus bisa memiliki seorang sahabat yang cantik.
Ketika aku tinggal dengan Nyonya. Thomas ia memiliki sebuah lemari buku
berpintu kaca di ruang duduknya. Tak ada satu buku pun di dalamnya; Nyonya.
Thomas menyimpan porselin terbagus dan barang antiknya di situ—ketika ia
punya barang antik untuk disimpan. Salah satu pintunya telah rusak. Suatu
malam Tuan. Thomas memecahkannya karena agak mabuk. Tapi yang satunya
lagi masih bagus dan pernah berpura-pura seolah bayanganku di situ adalah
seorang gadis kecil lain yang tinggal di dalamnya. Aku menamakannya Katie
Maurice, dan kami sangat dekat. Aku pernah berbicara lama dengannya,
khususnya Hari Minggu, dan menceritakan semua hal padanya. Katie adalah
hiburan dan kesenangan dalam hidupku. Kami berpura-pura seolah lemari buku
itu terpesona dan bahwa hanya aku yang tahu apa sandi untuk membuka
pintunya dan melangkah masuk ke dalam ruangan tempat Katie tinggal itu,
bukan ke rak tempat porselin dan barang antik Nyonya. Thomas diletakkan. Lalu
Katie akan menggandengku ke sebuah tempat yang indah, semua bunga-bunga
dan matahari dan dongeng, dan kami akan tinggal berbahagia di sana selama-
lamanya. Ketika aku akan tinggal dengan Nyonya. Hammond, aku sangat sedih
karena harus meninggalkan Katie Maurice. Dia juga sangat bersedih, aku tahu
dia sedih, karena dia menangis ketika memberikan ciuman perpisahan padaku
melalui pintu lemari buku. Tak ada lemari buku di rumah Nyonya. Hammond.
Tapi di seberang sungai tak jauh dari rumah terdapat lembah kecil yang sangat
panjang dan hijau, dan ada gema terindah di sana. Gema itu akan kembali
memantulkan setiap kata yang anda ucapkan, bahkan jika anda tidak
mengeraskan suara. Jadi aku membayangkan itu adalah seorang gadis kecil
bernama Violetta dan kami adalah teman dekat dan aku menyukainya hampir
sama seperti rasa sukaku pada Katie Maurice—tidak persis, tapi hampir, anda
tahu. Malam sebelum aku pergi ke panti aku mengucapkan selamat tinggal pada
Violetta, dan oh, ucapan selamat tinggalnya padaku terdengar sama sedihnya,
nada yang sedih. Aku jadi sangat terpaut padanya sampai-sampai aku tak tega
mengkhayalkan seorang sahabat di panti, meski di sana sangat leluasa untuk
berkhayal.”

“Aku pikir sama saja seperti tak ada,” sahut Marilla acuh tak acuh. “Aku tak
setuju hal seperti itu terjadi. Kau tampak hampir mempercayai khayalanmu
sendiri. Akan bagus jika kau memiliki seorang sahabat yang nyata agar kau tak
lagi memendam omong kosong itu di pikiranmu. Tapi jangan biarkan Nyonya.
Barry mendengarmu berbicara tentang Katie Maurice-Katie Maurice dan Violetta-
Violetta mu atau ia akan menganggap kau berbohong.”

47
“Oh, aku tak akan membiarkannya. Aku tak bisa menceritakan tentang mereka
pada sembarang orang—kenangan tentang mereka terlalu suci untuk itu. Tapi
kupikir aku akan membiarkan anda mengetahui tentang mereka. Oh, lihatlah,
ada seekor lebah besar baru terjatuh di bunga apel. Coba pikir betapa tempat
tinggal yang indah—di sekuntum bunga apel! Berkhayal tidur di situ ketika angin
menggoyangkannya. Kalau aku bukan seorang anak manusia kupikir aku akan
suka menjadi seekor lebah dan tinggal di antara bunga-bunga.”

“Kemarin kau ingin menjadi seekor camar laut,” Marilla mendengus. “Kupikir kau
sangat plin-plan. Aku menyuruh mempelajari doa itu dan bukan bicara. Tapi
tampaknya tak mungkin akan berhenti bicara jika ada yang akan
mendengarkanmu. Jadi pergilah ke kamarmu dan pelajari doa itu.”

“Oh, aku tahu sekarang hampir semuanya sudah kupelajari—semuanya kecuali


hanya baris terakhir.”

“Well, tak apa, lakukan seperti yang kuminta. Pergilah ke kamarmu dan
selesaikan belajarmu dengan baik, lalu tetaplah di sana sampai ku panggil untuk
membantuku menyiapkan teh.”

“Bolehkah kuambil bunga apel untuk menemani?” Anne memohon.

“Tidak; kau tak boleh membiarkan kamarmu berantakan dengan bunga-bunga.


Seharusnya kau meninggalkannya di pohon tempatnya semula.”

“Aku juga sempat berpikir seperti itu,” sahut Anne. “Aku agak merasa
seharusnya tak boleh mempersingkat kehidupannya yag indah dengan
memetiknya—aku tak akan mau dipetik jika aku adalah sekuntum bunga apel.
Tapi godaan itu SANGAT MENARIK. Apa yang akan anda lakukan bila
dihadapkan pada sebuah godaan yang sangat menarik?”

“Anne, apakah kau dengar aku menyuruhmu pergi ke kamarmu?”

Anne menghela napas, beranjak ke loteng timur, dan duduk di kursi dekat
jendela.

“Cukup—aku tahu doa ini. Aku mempelajari baris terakhir itu tadi ketika di tangga
naik ke atas. Sekarang aku akan membayangkan berbagai hal untuk kamar ini
jadi hal-hal itu akan terus terbayang. Lantainya ditutupi karpet beludru putih
dengan mawar-mawar pink di atasnya dan di jendela terdapat gorden sutra
berwarna pink. Dindingnya digantungi dengan permadani hiasan dinding dari
kain brokat gold dan silver. Perabotannya dari mahoni. Aku belum pernah
melihat mahoni, tapi kedengarannya SANGAT mewah. Sofa ini dipenuhi bantal
sutra aneka warna, pink, biru, merah tua dan gold, lalu aku bersandar manis di
atasnya. Aku bisa melihat bayanganku di cermin besar dan bagus yang

48
tergantung di dinding. Tubuhku tinggi dan agung seperti ratu, memakai gaun
dengan renda-renda putih, dengan sebutir mutiara di dada dan beberapa di
rambut. Rambutku segelap tengah malam dan kulitku seterang gading yang
pucat. Namaku adalah Lady Cordelia Fitzgerald. Bukan, bukan itu—aku tak bisa
membuat NYA tampak nyata.”

Dia menari ke arah kaca-kecil dan menampakkan dirinya di kaca itu. Wajahnya
yang berbintik dan berhidung mancung serta mata abu-abu yang serius
menatapnya balik.

“Kau hanyalah seorang Anne dari Green Gables,” katanya sungguh-sungguh,


“dan aku melihatmu, seperti apa yang nampak sekarang, kapan pun aku coba
membayangkan bahwa aku adalah Lady Cordelia. Tapi jutaan kali lebih
menyenangkan menjadi Anne dari Green Gables daripada Anne dari tempat lain
di manapun, ya kan?”

Dia membungkuk, mencium bayangannya penuh kasih sayang, lalu beranjak ke


jendela yang terbuka.

“Snow Queen sayang, selamat sore. Selamat sore pepohonan birch yang di
lembah. Selamat sore, rumah abu-abu tersayang di atas bukit. Aku bertanya-
tanya dalam hati akankah Diana menjadi sahabatku. Aku harap dia mau, dan
aku akan sangat mencintainya. Tapi aku tak pernah boleh benar-benar
melupakan Katie Maurice dan Violetta. Mereka pasti akan sangat terluka bila aku
melakukannya dan aku tak suka melukai perasaan siapa pun, meski hanya
seorang gadis kecil lemari buku atau pun gadis kecil gema. Aku pasti akan selalu
berhati-hati mengingat mereka dan mengrimkan ciuman untuk mereka setiap
hari.”

Anne meniupkan beberapa ciuman udara dari ujung-ujung jarinya melewati


bunga-bunga cherry lalu, dengan tangan menopang dagu, mulai terhanyut dalam
lautan lamunan.

Bab IX – Nyonya. Rachel Lynde memang Menakutkan

Anne telah berada selama dua minggu di Green Gables sebelum Nyonya. Lynde
tiba untuk melakukan pemeriksaan terhadapnya. Nyonya. Rachel, sepantasnya
tak disalahkan dalam hal ini. Serangan influenza yang parah dan tidak pada
saatnya telah membuat wanita baik itu terkurung di rumahnya sejak saat
kunjungan terakhirnya ke Green Gables. Nyonya. Rachel jarang sakit dan cukup
membatasi diri terhadap orang sakit; tapi influenza, menurutnya, tidak seperti
penyakit dunia lainnya dan hanya bisa diartikan sebagai sebuah kunjungan
khusus dari Tuhan. Begitu dokter memperbolehkannya menginjakkan-kaki keluar

49
rumah ia bergegas pergi ke Green Gables, dengan rasa penasaran yang
meledak-ledak ingin melihat anak asuh Matthew dan Marilla, karena cemas
dengan berbagai macam cerita dan dugaan yang telah tersebar di Avonlea.

Anne telah mempergunakan saat-saat paginya dengan baik selama dua minggu
itu. Dia telah mengenal setiap pohon dan semak belukar di tempat itu. Dia telah
mengetahui ada jalan terbuka di bawah kebun apel dan berlari menyusuri daerah
tanah berhutan; dan dia telah menjelajahinya sampai ke ujung terjauh dengan
segala tingkah aneh aliran sungai dan jembatan, pepohonan fir dan lengkungan
cherry liar, sudut hutan yang dipenuhi pohon pakis, dan jalanan kecil bercabang
yang ditumbuhi pepohonan gunung dan maple.

Dia telah berteman dengan tumbuhan di lembah—bagian dalam yang


menakjubkan itu, tumbuhan tertutup es yang jernih; lembah itu dihiasi batu pasir
merah yang halus dan dikelilingi rimbunan paku air yang meneyerupai pohon
palem; dan di seberangnya terdapat jembatan merentang di atas aliran sungai.

Jembatan itu membuat kaki Anne menari di bukit berhutan di seberang, tempat
waktu senja berlangsung lebih lama di bawah lebatnya pepohonan fir dan
spruce; bunga yang tumbuh di sana hanyalah bunga “June Bells” lembut dalam
jumlah besar, itu adalah bunga yang termalu dan termanis di daerah tanah
berhutan, dan beberapa starflower pucat berantena, seperti jiwa musim semi
tahun lalu. Samar-samar tampak sarang laba-laba seperti benang di antara
pepohonan dan dahan besar serta jumbai-jumbai fir tampak seolah menyambut
dengan ramah.

Penjelajahan yang menggairahkan itu dilakukannya dalam waktu beberapa kali


setengah jam ekstra ketika dia diijinkan untuk bermain, dan Anne menceritakan
penemuan-penemuannya pada Matthew dan Marilla yang pura-pura tak
mendengar. Matthew tak mengeluh, pastinya; ia mendengarkan semuanya tanpa
kata dengan senyum kegembiraan menghiasi wajahnya; Marilla membiarkan
saja “celotehan” itu sampai ia sendiri jadi sangat tertarik dengan cerita-cerita
Anne, lalu ia segera membungkam Anne dengan perintah kasar untuk tutup
mulut.

Anne sedang berada di kebun buah ketika Nyonya. Rachel tiba, berkelana
dengan pikirannya sendiri melewati rerumputan lebat yang bergoyang dan
disiram cahaya senja yang kemerahan-merahan; sehingga wanita yang baik itu
punya kesempatan bagus untuk menceritakan penyakitnya dengan legkap,
menggambarkan setiap rasa sakit dan denyut nadi dengan sangat gembira
sampai-sampai Marilla bahkan berpikir influenza yang dideritanya pasti memberi
kepuasan tersendiri. Ketika sudah sangat kelelahan Nyonya. Rachel
mengungkapkan tujuan utama kedatangannya.

“Aku telah mendengar beberapa hal yang mengejutkan tentang kau dan
Matthew.”

50
“Aku rasa kau tak lebih terkejut daripada diriku sendiri,” sahut Marilla. “Sekarang
aku sedang mengatasi keterkejutanku.”

“Sayang sekali sampai terjadi kesalahan dalam hal ini,” kata Nyonya. Rachel
simpatik. “tak bisakah kau mengirimnya kembali pulang?”

“Seharusnya bisa, tapi kami memutuskan tak melakukannya. Matthew


menyukainya. Dan harus kukatakan aku sendiri menyukainya—meski kuakui dia
memiliki beberapa kekurangan. Rumah ini sudah tampak berbeda. Dia benar-
benar anak kecil yang periang.”

Marilla berkata lebih dari yang direncanakan ketika ia mulai, karena ia melihat
raut mencela di wajah Nyonya. Rachel.

“Kau sudah menerima sebuah tanggung jawab besar,” wanita itu berkata dengn
murung, “terutama karena kau belum pernah berpengalaman dengan anak-anak.
Kurasa, kau tak tahu banyak tentangnya atau pun wataknya yang sebenarnya,
dan tak tahu anak itu akan jadi seperti apa. Tapi aku bukannya mau mengecilkan
hatimu, Marilla.”

“Aku tak merasa berkecil hati,” Marilla menjawab acuh tak acuh. “Ketika aku
sudah membulatkan tekad untuk melakukan sesuatu maka aku akan tetap
memegangnya. Kurasa kau mau melihat Anne. Aku akan memanggilnya masuk.”

Anne segera berlari masuk, wajahnya berseri gembira karena penjelajahan di


kebuh buah; tapi, karena malu mendapati adanya orang asing yang tak
disangkanya, dia berhenti dengan bingung di pintu masuk. Dia benar-benar
tampak seperti anak kecil yang aneh dalam balutan pakaian kecil ketat lusuh
yang dibawanya dari panti, dibawahnya kaki kurusnya tampak kaku. Bintik-bintik
di wajahnya tampak semakin banyak dan kentara dibanding sebelumnya; angin
telah mengacak rambutnya yang tak bertopi menjadi sangat awut-awutan,
rambutnya tak pernah tampak semerah saat itu.

“Well, mereka tak mengambilmu karena wajahmu, itu sudah jelas dan pasti,”
Nyonya. Rachel Lynde berkomentar tegas. Nyonya. Rachel adalah salah
seorang yang terkenal bangga untuk mengungkapkan pendapatnya tanpa takut
atau pun segan. “Dia benar-benar kurus dan tidak cantik, Marilla. Kemarilah, nak,
dan biarkan aku memandangmu. Marilla, pernah kah ada yang melihat bintik-
bintik speperti ini? Dan rambut semerah wortel! Kemarilah, nak.”

Anne “pergi ke sana”, tapi tak seperti yang diduga Nyonya. Rachel. Dengan satu
lompatan dia melintasi dapur lalu berdiri di depan Nyonya. Rachel, wajah
memerah karena marah, bibirnya bergetar, dan seluruh tubuhnya gemetar dari
kepala sampai kaki.

51
“Aku benci anda,” dia berteriak dengan suara tercekik, menghentakkan kakinya
ke lantai. “Aku benci anda—aku benci anda—aku benci anda—“ sebuah
hentakan yang lebih besar untuk menunjukkan kebenciannya. “Beraninya anda
mengataiku kurus dan jelek? Beraninya anda mengatakan aku berambut merah
dan wajahku berbintik? Anda wanita yang kasar, tak sopan, dan tak
berperasaan!”

“Anne!” Marilla berseru terkejut.

Tapi Anne tak gentar terus menghadapi Nyonya. Rachel, waspada, dengan mata
menyala, tangan terkepal, menghembuskan napas dengan rasa marah yang
sangat besar.

“Beraninya anda mengatakan hal itu tentang aku?” dia mengulang dengan suara
keras. “Bagaimana jika hal-hal itu dikatakan untuk anda? Bagaimana jika anda
dikatakan gemuk dan kikuk yang bahkan belum pernah anda bayangkan
sebelumnya? Aku tak peduli akan menyakiti perasaan anda dengan mengatakan
hal ini! Aku memang berharap bisa melakukannya. Anda telah menyakiti
perasaanku bahkan lebih parah dari yang pernah dilakukan suami Nyonya.
Thomas yang pemabuk. Dan karenanya aku TAK AKAN PERNAH memaafkan
anda, tak akan pernah, tak akan pernah!”

Hentakan! Hentakan!

“Pernahkah ada yang menemui watak seperti ini!” seru Nyonya. Rachel
menakutkan.

“Anne pergilah ke kamarmu dan tetap di sana sampai aku datang,” kata Marilla,
berusaha dengan susah payah memulihkan kekuatannya untuk bicara.

Anne, yang tiba-tiba menangis tersedu, beranjak cepat ke pintu ruang depan,
membantingnya sampai kaleng-kaleng di dinding serambi depan bergemerincing
simpati, lalu melarikan diri melalui ruang depan dan naik ke atas seperti angin
puyuh. Bantingan pintu tadi menunjukkan bahwa pintu loteng timur telah ditutup
dengan kekuatan yang sama besar.

“Well, aku tak iri pada tugasmu mengasuhNYA, Marilla,” kata Nyonya. Rachel
dengan kesungguhan yang tak dapat diungkapkan.

Marilla membuka mulutnya tak tahu permintaan maaf atau pembelaan apa yang
akan disampaikannya. Apa yang dikatakan Anne membuatnya terkejut.

“Seharusnya kau tak mengejek tampangnya, Rachel.”

“Marilla Cuthbert, kau tak akan mengatakan kalau kau membenarkan tingkahnya
seperti yang baru saja kita lihat, kan?” cecar Nyonya. Rachel marah.

52
“Tidak,” sahut Marilla pelan, “Aku tidak sedang membelanya. Dia memang
sangat nakal dan aku juga harus memberitahunya tentang itu. Tapi kita harus
memberinya keloggaran. Dia tak pernah diajarkan apa yang benar. Dan kau
BERSIKAP terlalu keras padanya, Rachel.”

Marilla tak tahan untuk tak mengatakan kalimat terakhir itu, meski lagi-lagi ia
sendiri terkejut karena melakukannya. Nyonya. Rachel berdiri dan tampak harga
dirinya terluka.

“Well, aku tahu setelah ini aku harus sangat berhati-hati mengatakan apa pun
Marilla, untuk menyenangkan perasaan seorang anak yatim, yang tak jelas
asalnya, harus lebih diperhatikan dari apa pun juga. Oh, tidak, aku tak jengkel,--
jangan khawatir. Aku benar-benar menyesal kalau kau sampai membuatku
marah. Kau akan mendapat masalah dengan anak itu. Tapi kalau kau mengikuti
saranku—yang kurasa tak akan kau ikuti, meskipun aku telah membesarkan
sepuluh anak dan dua telah meninggal—kau akan melakukan ‘pembicaraan’
yang kau sebut tadi dengan sedikit menggunakan rotan. Kupikir pastilah ITU
akan menjadi bahasa yang paling efektif untuk anak seperti dia. Kurasa
wataknya sesuai dengan rambutnya. Well, selamat malam, Marilla. Kuharap kau
akan sering datang mengunjungiku seperti biasa. Tapi kau tak bisa
mengharapkan kedatanganku lagi ke sini dalam waktu dekat, jika aku harus
diserang dan dicela seperti ini. Ini benar-benar pengalaman baru bagiKU.”

Setelah Nyonya. Rachel berlalu pergi dengan cepat—jika seorang wanita gemuk
yang selalu berjalan gontai BISA dikatakan pergi dengan cepat—lalu Marilla
dengan wajah serius beranjak ke loteng timur.

Di tangga ia merasa sulit mempertimbangkan apa yang harus dilakukannya. Ia


merasa sangat risau dengan kejadian yang baru terjadi. Sayang sekali Anne
telah menunjukkan watak seperti itu di depan Nyonya. Rachel, di depan orang
lain! Tiba-tiba Marilla menyadari suatu hal yang tak menyenangkan memberikan
peringatan keras bahwa ia merasa kelemahan serius watak Anne lebih
merupakan penghinaan dibanding kesedihan. Lalu bagaimana ia bisa
menghukumnya? Saran yang bagus dengan menggunakan rotan—agar lebih
efisien seperti pernyataan menjengkelkan dari seluruh anak kandung Nyonya.
Rachel—tak membuat Marilla tertarik. Ia tak yakin tega mencambuk seorang
anak dengan rotan. Tidak, ia harus mendapatkan metode hukuman lain untuk
menyadarkan Anne akan kekejaman hinaannya.

Marilla mendapati Anne menelungkup di tempat tidurnya, menangis tersedu,


sama sekali tak sadar dengan sepatu bootnya yang berlumpur di atas seprei.

“Anne,” panggilnya lembut.

53
Tak ada jawaban.

“Anne,” dengan suara lebih keras, “turun dari tempat tidur sekarang juga dan
dengarkan apa yang harus kukatakan padamu.”

Anne menggeliat dari tempat tidur lalu duduk dengan canggung di kursi
sebelahnya, wajahnya bengkak dan berbekas airmata, matanya tetap menatapi
lantai.

“Seharusnya kau bertingkah manis begini. Anne! Tidakkah kau merasa malu
dengan dirimu sendiri?”

“Ia tak punya hak menyebutku jelek dan berambut merah,” sahut Anne cepat,
berusaha menghindar dan membangkang.

“Kau tak punya hak menyerangnya dengan kemarahan seperti yang kau lakukan
padanya tadi, Anne. Kau membuatku malu—benar-benar membuatku malu. Aku
mau kau bersikap baik pada Nyonya. Lynde, karena kau telah membuatku malu.
Aku tak megerti kenapa kau harus sampai hilang kendali hanya karena Nyonya.
Lynde mengatakan kau berambut merah dan tidak cantik. Kau sendiri sudah
cukup sering mengatakannya.”

“Oh, tapi tentu saja berbeda mengatakannya sendiri dengan mendengar orang
lain yang mengatakannya,” ratap Anne. “Kau mungkin tahu sesuatu memang
seperti itu tapi kau tak bisa berhenti berharap orang lain tak terlalu berpikir
seperti itu. Kurasa kau berpikir aku memiliki watak yang sangat buruk, tapi aku
tak bisa menahannya. Ketika ia mengatakan hal itu sesuatu dalam tubuhku naik
dan membuatku sesak. AKU HARUS membalasnya.”

“Well, kuakui kau telah membuat suatu pertunjukan besar dengan kau sendiri
sebagai pemainnya. Nyonya. Lynde akan punya sebuah cerita manis tentang
kau untuk diceritakan dimana-mana—dan ia juga akan menceritakannya.
Mengerikan sekali kau sampai kehilangan kendali seperti itu, Anne.”

“Coba bayangkan bagaimana rasanya jika seseorang mengatakan kau kurus


dan jelek di depanmu,” Anne membela diri dengan suara sedih.

Sebuah kenangan lama tiba-tiba tampak di hadapan Marilla. Saat itu ia adalah
seorang anak yang sangat kecil ketika ia mendengar salah seorang bibinya
berkata pada yang lain, “Malang sekali dia jadi anak kecil yang tidak cantik dan
berkulit gelap.” Setiap hari Marilla sedih karenanya sebelum kepedihan itu hilang
dari ingatannya.

“Aku tak bilang bahwa apa yang dikatakan Nyonya. Lynde untukmu benar,
Anne,” akunya dengan nada melembut. “Rachel terlalu blak-blakan. Tapi itu tak
berarti kau boleh bersikap seperti itu. Ia adalah orang asing, oarang yang kebih

54
tua, dan juga tamuku—tiga hal itu sudah cukup jadi alasan untukmu
menghormatinya. Tadi kau bersikap tak sopan, kasar dan”—Marilla telah
memutuskan cara untuk memberi hukuman—“kau harus menemuinya dan
katakan padanya kau sangat menyesali watakmu yang buruk lalu minta maaflah
padanya.”

“Aku tak akan pernah bisa melakukannya,” tekad Anne tak mau tahu. “Kau bisa
menghukumku dengan cara apa pun yang kau suka, Marilla. Kau bisa
mengurungku dalam gelap, ruang bawah tanah yang lembab yang dihuni oleh
ular dan kodok, atau pun memberiku makan hanya dengan air dan roti, aku tak
akan mengeluh. Tapi aku tak bisa minta maaf pada Nyonya. Lynde.”

“Kami tak biasa mengurung orang di ruang bawah tanah yang lembab dan
gelap,” sahut Marilla acuh tak acuh, “terutama karena ruangan seperti itu jarang
ada di Avonlea. Tapi kau wajib dan harus minta maaf pada Nyonya. Lynde, dan
kau akan tetap berada di kamar ini sampai kau bisa memberitahuku kau akan
melakukannya.”

“Kalau begitu aku akan tetap di sini selamanya,” sahut Anne sedih, “karena aku
tak bisa bilang pada Nyonya. Lynde aku menyesal karena telah mengatakan hal
itu untuknya. Bagaimana aku bisa melakukannya? Aku TAK menyesal. Maaf aku
membuatmu kesal; tapi aku SENANG mengatakan itu untuknya. Itu merupakan
kepuasan yang besar. Aku tak bisa bilang menyesal ketika aku tak menyesal, ya
kan? Aku bahkan tak bisa MEMBAYANGKAN aku menyesal.”

“Mungkin daya imajinasimu akan bekerja lebih baik lagi besok pagi,” sahut
Marilla, mulai bangkit untuk meninggalkan kamar. “Kau akan bisa menentukan
sikap semalaman ini dan cobalah berpikir lebih jernih. Kau bilang akan mencoba
jadi anak yang sangat baik jika kami mengasuhmu di Green Gables, tapi harus
kukatakan kau sama sekali tak tampak mencobanya malam ini.”

Dengan membiarkan kata Parthian itu mengganggu perasaan Anne yang sedang
bergolak, Marilla turun ke dapur, pikirannya kusut dan jiwanya gundah. Ia marah
pada diri sendiri seperti ia marah pada Anne, karena, kapan pun ia
membayangkan roman muka Nyonya. Rachel yang tercengang bibirnya bibirnya
berkedut kesenangan dan ia merasakan keinginan tercela untuk tertawa.

Bab X – Permintaan Maaf Anne

Marilla tak berkata apa-apa pada Matthew tentang kejadian malam itu; tapi
karena keesokan paginya Anne masih keras kepala ia harus menyiapkan
penjelasan untuk ketidakhadiran Anne waktu sarapan pagi. Marilla memberitahu
Matthew keseluruhan cerita, berusaha mempengaruhinya dengan respon yang
tepat karena kelakuan buruk Anne.

55
“Baguslah kalau Nyonya. Lynde mendapat makian; dia suka sekali mencampuri
urusan orang lain,” jawab Matthew berusaha menghibur.

“Matthew Cuthbert, aku heran denganmu. Kau tahu tingkah Anne sangat buruk,
dan kau masih membelanya! Kurasa kemudian kau akan bilang seharusnya dia
tak dihukum sama sekali!”

“Well—tidak—tidak juga,” kata Matthew kuatir. Kupikir dia memang seharusnya


sedikit diberi hukuman. Tapi jangan terlalu keras padanya, Marilla. Mengingat
belum pernah ada seorang pun yang mengajarkannya untuk bersikap benar. Kau
—kau akan memberinya sesuatu untuk dimakan, kan?”

“Kapan kau pernah mendengar aku membuat orang kelaparan untuk


membuatnya bersikap baik?” cecar Marilla marah. “Dia akan mendapat sarapan
seperti biasa, dan aku sendiri yang akan membawanya ke atas. Tapi dia akan
tetap berada di kamarnya sampai dia mau minta maaf pada Nyonya. Lynde, dan
itu keputusan akhir, Matthew.”

Sarapan dan makan malam menjadi sangat sepi—karena Anne masih tetap
keras kepala. Setiap selesai sarapan Marilla membawa nampan penuh berisi
makanan ke loteng timur dan kemudian membawanya turun kembali dengan
banyak sisa makanan. Matthew kuatir melihat nampan terakhir yang dibawa
turun. Apakah Anne sama sekali tak memakannya?”

Ketika malam itu Marilla keluar membawa sapi dari padang rumput belakang,
Matthew, yang telah dari tadi berada di gudang dan mengawasi, menyelinap
masuk ke rumah seperti maling dan berjalan pelan-pelan ke atas. Seperti biasa
Matthew bergerak antara dapur dan ruang tidurnya yang kecil dekat ruang
depan; sekali-kali ia memberanikan diri masuk ke ruang tamu atau ruang
kunjungan ketika pendeta datang untuk minum teh. Tapi ia tak pernah lagi naik
ke ruangan atas di rumahnya sendiri sejak musim semi ketika ia membantu
Marilla menempeli kamar tidur yang kosong, dan itu empat tahun yang lalu.

Ia berjinjit sepanjang ruang depan dan berdiri beberapa saat di depan pintu
loteng timur sebelum memberanikan diri untuk mengetuknya dengan jemarinya
lalu membuka pintu untuk mengintip ke dalam.

Anne sedang duduk di kursi kuning dekat jendela, memandang sedih ke kebun di
luar. Dia tampak sangat kecil dan tak gembira, dan Matthew merasa terpukul. Ia
menutup pintu dengan pelan dan berjinjit menghampiri Anne.

“Anne,” ia berbisik, seolah takut ada yang mendengar, “bagaimana kau


melakukannya, Anne?”

Anne tersenyum lemah.

56
“Cukup baik. Aku membayangkan banyak hal, dan itu membantuku
menghabiskan waktu. Tentu saja, agak sunyi-senyap. Namun begitu, nanti aku
juga akan terbiasa.”

Anne tersenyum lagi, tak gentar menghadapi masa hukuman panjang seorang
diri di depan mata.

Matthew ingat ia harus mengatakan apa yang ingindikatakanya tanpa


membuang waktu, jangan sampai Marilla kembali sebelum waktunya.

“Well, Anne, tidakkah menurutmu sebaiknya kau melakukannya dan


menyelesaikannya?” bisiknya. “Cepat atau lambat kau harus melakukannya, kau
tahu, karena Marilla wanita yang sangat tegas—sangat tegas, Anne. Menurutku,
lakukanlah segera, dan selesaikanlah masalah itu.”

“Apakah yang kau maksudkan adalah meminta maaf pada Nyonya. Lynde?”

“Ya—minta maaf—benar sekali,” sahut Matthew semangat. “Anggap saja kau


hanya sedang bicara seperti biasa. Itulah yang coba kuutarakan.”

“Kurasa aku bisa melakukannya untuk mematuhimu,” sahut Anne penuh


pertimbangan. “Akan cukup tepat untuk berkata aku menyesal, karena sekarang
AKU memang menyesal. Semalam aku tak menyesal sedikit pun. Aku benar-
benar marah, dan masih merasa marah sepanjang malam. Aku tahu begitu
karena aku terbangun tiga kali dan selalu merasa sangat gusar. Tapi pagi ini aku
sudak tak merasakannya lagi. Aku tak marah lagi—dan hal itu juga
menyebabkan semacam kehancuran. Aku merasa sangat malu. Tapi aku benar-
benar tak berniat menemui Nyonya. Lynde dan mengatakan padanya aku
menyesal. Itu akan sangat memalukan. Aku bertekad untuk lebih memilih tetap
berada di kamar ini selamanya daripada melakukan hal itu. Tapi tetap, aku akan
melakukan apa pun untukmu—jika kau benar-benar ingin aku melakukannya—“

“Well, tentu saja aku menginginkannya. Di bawah sangat sunyi tanpa kau.
Pergilah dan berdamailah—itulah anak yang baik.”

“Baiklah,” sahut Anne pasrah. “Aku akan memberitahu Marilla begitu ia masuk
bahwa aku merasa menyesal.”

“Bagus—bagus, Anne. Tapi jangan beritahu Marilla aku membicarakan hal ini.
Dia bisa berpikir aku mencampuri urusan orang lain dan aku sudah berjanji untuk
tidak melakukannya.”

“Kuda liar tak akan bisa mengorek rahasia dariku,” janji Anne sungguh-sungguh.
“Memangnya bagaimana bisa kuda liar mengorek rahasia dari orang?”

57
Tapi Matthew telah pergi, takut dengan keberhasilannya sendiri. Ia tergesa
melarikan diri ke sudut terjauh di padang rumput kuda jangan sampai Marilla
mencurigai tujuannya naik ke atas. Marilla sendiri, begitu kembali ke rumah,
heran bercampur senang mendengar sebuah suara sedih memanggil, “Marilla” di
pegangan pada sisi tangga.

“Well?”, sahutnya, melangkah ke ruang depan.

“Aku menyesal telah kehilangan kendali dan berkata kasar, dan aku mau
menemui Nyonya. Lynde dan mengatakan itu padanya.”

“Bagus sekali.” Kegaringan Marilla tak menunjukkan kelegaannya. Ia baru


berpikir di bawah kanopi akan melakukan apa pada Anne jika dia tak menyerah
juga. “Aku akan membawamu menemuinya setelah memerah susu.”

Karena itu, setelah memerah susu, melihat Marilla dan Anne berjalan menyusuri
jalan, yang tadinya menegakkan kepada dan merasa menang, kini menjadi
murung da sedih. Tapi di tengah perjalanan kemurungan Anne seolah terhapus
oleh sihiran. Dia menengadahkan kepala sementara kakinya terus melangkah,
matanya terpaku pada langit dengan matahari terbenam lalu suasana yang
sedikit menggembirakan menghampirinya. Marilla melihat perubahan itu dengan
pandangan mencela. Tampangnya tak selembut itu ketika menyatakan
kesediaannya menemui Nyonya. Lynde yang tersinggung.

“Apa yang sedang kau pikirkan, Anne?” tanyanya pedas.

“Aku sedang membayangkan apa yang harus kukatakan pada Nyonya. Lynde,”
sahut Anne setengah melamun.

Ini suatu kepuasan—atau seharusnya seperti itu. Tapi Marilla tak dapat
menghilangkan dugaan bahwa sesuatu pada caranya memberi hukuman
berjalan tak sesuai. Anne tak semestinya tampak begitu senang dan berseri-seri.

Keriangan Anne terus berlangsung sampai mereka sudah sangat dekat dengan
Nyonya. Lynde, yang sedang duduk merajut di dekat jendela dapurnya.
Kemudian keriangan itu pun lenyap. Kemurungan karena penyesalan kembali
tampak di wajahnya. Sebelum sempat ada yang berbicara Anne tiba-tiba berlutut
di depan Nyonya. Rachel yang keheranan dan memegang tangannya dengan
memohon.

“Oh, Nyonya. Lynde, aku benar-benar sangat menyesal,” katanya dengan suara
gemetar. “Aku tak akan pernah bisa mengungkapkan seluruh kesedihanku, tidak,
tidak bahkan jika aku menggunakan semua kamus. Anda pasti bisa
membayangkannya. Aku bersikap buruk pada anda—dan aku telah membuat
malu sahabat-sahabat tercinta, Matthew dan Marilla, yang telah mengijinkanku

58
tinggal di Green Gables meski pun aku bukan anak laki-laki. Aku anak yang
nakal sekali dan tak tahu berterima kasih, dan aku pantas dihukum dan tidak
dihormati selamanya. Aku bertingkah buruk sekali sampai marah-marah karena
anda memberitahu kenyataan sebenarnya. Itu ADALAH kenyataan; setiap kata
yang anda ucapkan benar adanya. Rambutku merah, wajahku jelek dan
berbintik, dan tubuhku kurus. Apa yang aku katakan pada anda juga benar, tapi
seharusnya aku tak mengatakannya. Oh, Nyonya. Lynde, tolonglah, tolong,
maafkan aku. Jika anda menolak maka itu akan menjadi penderitaan seumur
hidup bagi seorang anak yatim, tegakah anda melakukannya walaupun dia
sudah berprilaku sangat buruk? Oh, aku yakin anda tak akan tega
melakukannya. Tolong katakan anda memaafkanku, Nyonya. Lynde.”

Anne menangkupkan kedua tangannya dan membungkukkan kepalanya, lalu


menunggu keputusan Nyonya. Lynde.

Tak ada yang meragukan ketulusannya—itu terasa pada setiap nada suaranya.
Marilla dam Nyonya. Lynde mengenali nada yang tak diragukan itu. Tapi pada
awalnya mereka merasa risau karena Anne sebenarnya menikmati lembah
hinaan itu—bersuka ria dalam penghinaannya yang tak tanggung-tanggung itu.
Mana hukuman sehat yang Marilla banggakan itu? Anne telah mengubahnya jadi
suatu bentuk kesenangan.

Bagus Nyonya. Lynde, tak merasa terbebani dengan anggapan itu, tak melihat
ini. Ia hanya merasa bahwa Anne telah sungguh-sungguh membuat pernyataan
maaf dan seluruh kekesalan lenyap darinya, meskipun agak suka mencampuri
urusan orang, hati.

“Cukup, cukup,bangunlah,nak,” katanya sepenuh hati. “Tentu saja aku


memaafkanmu. Kurasa bagaimanapun aku sudah agak terlalu keras padamu.
Tapi aku orang yang blak-blakan. Kau seharusnya tak perlu merasa tersinggung,
itu saja. Tak bisa disangkal bahwa rambutmu sangat merah; tapi aku pernah
mengenal seorang anak berambut merah—pergi ke sekolah bersamanya,
sebenarnya—ketika dia kecil rambutnya semerah rambutmu, tapi ketika dia
tumbuh besar rambutnya menggelap menjadi coklat kemerahan. Sedikitpun aku
tak akan terkejut jika rambutmu juga akan jadi seperti itu—tak sedikitpun.”

“Oh, Nyonya. Lynde!” Anne menghela napas panjang begitu dia bangkit berdiri.
“Kau telah memberiku sebuah harapan. Aku akan selalu menganggap anda
seorang penolong. Oh, aku sanggup menanggung derita apa pun hanya dengan
membayangkan bahwa rambutku akan coklat kemerahan begitu aku tumbuh
dewasa. Akan lebih mudah menjadi anak baik jika rambutnya indah berwarna
coklat kemerahan, bukankah bagitu? Dan sekarang bolehkah aku keluar ke
kebun anda dan duduk di bangku di bawah pohon apel itu sementara anda
berbincang dengan Marilla? Di luar sana sangat leluasa untuk berimajinasi.”

59
“Ya, tentu saja boleh, pergilah, nak. Dan kau boleh memetik satu karangan
bunga lili June putih di sudut itu jika kau mau.”

Begitu pintu ditutup sekeluarnya Anne Nyonya. Lynde dengan cekatan bangkit
untuk menghidupkan lampu.

“Dia benar-benar anak kecil yang aneh. Ambillah kursi ini, Marilla; itu lebih
mudah daripada yang ada padamu; aku hanya menyimpannya untuk diduduki
oleh anak laki yang diupahi itu. Ya, dia jelas anak yang aneh, tapi bagaimana
pun ada baiknya membawa dia melihat-lihat. Aku tak merasa terkejut kau dan
Matthew menjaganya sebagaimana yang kulakukan—tidak juga menyesalinya.
Mungkin dia sudah menjadi baik. Tentu saja, dia memiliki cara yang aneh dalam
mengekspresikan dirinya—agak terlalu—well, seperti terlalu semangat, kau tahu;
tapi mungkin sekarang dia sudah dapat mengatasinya karena dia akan tinggal
dengan orang-orang yang sopan. Kemudian, kurasa dia cepat sekali marah; tapi
ada satu hal yang menghibur, anak yang cepat marah, terbakar amarah lalu
tenang kembali, tak akan pernah mungkin berprilaku licik atau pun dusta.
Jauhkan aku dari anak yang licik, itulah saranku. Secara keseluruhan, Marilla,
sepertinya aku menyukainya.”

Ketika Marilla pulang Anne keluar dari menikmati waktu senja di kebun buah
dengan seikat narcissi putih di tangannya.

“Aku minta maaf dengan cara lumayan bagus,kan?” dia berkata dengan bangga
begitu mereka menyusuri jalan. “Kupikir karena aku harus melakukannya maka
aku juga harus melakukannya dengan sungguh-sungguh.”

“Kau melakukannya sungguh-sungguh, semuanya berjalan cukup baik,” adalah


komentar Marilla. Marilla merasa bersalah mendapati dirinya ingin tertawa
mengingat hal itu. Ia juga merasa tak tenang harus memarahi Anne untuk
meminta maaf dengan sangat bagus; tapi, itu menggelikan! Ia harus
berkompromi dengan suara hatinya dengan mengatakan:

“Kuharap kau tak akan lagi membuat permintaan maaf seperti itu. Kuharap
sekarang kau akan mencoba mengontrol amarahmu, Anne.”

“Itu tak akan terlalu sulit jika orang-orang tak mengejek penampilanku,” sahut
Anne dengan helaan napas. “Aku tak akan cepat marah bila yang disinggung
adalah hal lain; tapi aku SANGAT lelah diejek rambutku dan itu akan membuat
darahku langsung mendidih. Apakah menurutmu rambutku benar-benar bisa
berwarna coklat kemerahan ketika aku dewasa?”

“Seharusnya kau tak perlu terlalu merisaukan penampilanmu, Anne. Aku takut
kau akan jadi anak kecil yang berlagak.”

60
“Bagaimana aku bisa berlagak ketika aku tahu aku jelek?” Anne protes. “Aku
suka benda-benda cantik, dan aku benci melihat di kaca ada sesuatu yang tidak
cantik. Itu membuatku sangat sedih—aku merasakan hal yang sama ketika
melihat benda-benda jelek. Aku merasa kasihan karena benda itu tak cantik.”

“Kecantikan adalah kecantikan dalam perbuatan,” kutip Marilla. “Hal itu pernah
dikatakan padaku sebelumnya, tapi aku menyangsikannya,” Anne berkata ragu,
mencium bau narcissi-nya. “Oh, bukankah bunga ini sangat manis! Sangat
menyenangkan Nyonya. Lynde mau memberikannya untukku. Sekarang aku tak
marah lagi pada Nyonya. Lynde. Memaafkan dan dimaafkan memberimu
perasaan yang menyenangkan dan nyaman, ya kan? Bukankah bintang-bintang
bersinar terang malam ini? Jika kau bisa tinggal di sebuah bintang, bintang mana
yang akan kau pilih? Aku akan pilih bintang besar yang sangat terang dan bagus
yang berada jauh di atas bukit gelap itu.”

“Anne, tolong berhentilah berbicara.” Sahut Marilla, benar-benar lelah mencoba


mengikuti pikiran Anne yang berbelit-belit.

Anne tak berbicara lagi sampai mereka sudah berada di jalur sendiri. Seorang
gipsi kecil datang menghampiri mereka, dengan bau harum pakis muda
berembun. Jauh di atas tampak bayangan sinar terang berpendar di antara
pepohonan dari dapur di Green Gables. Tiba-tiba Anne mendekat ke Marilla dan
menyelipkan tangannya ke telapak tangan keras wanita yang lebih dewasa itu.

“Sangat menyenangkan pulang dan mengetahui itu memang rumah,” katanya.


“Aku telah menyukai Green Gables, dan aku tak pernah menyukai tempat lain
sebelumnya. Seindah-indahnya rumah orang tapi rumah sendiri lebih nyaman.
Oh, Marilla, aku sangat bahagia. Aku bisa berdoa sekarang dan tak lagi kesulitan
untuk melakukannya.”

Sesuatu yang hangat dan basah mengaliri hati Marilla karena tangan kecil kurus
itu menyentuh tangannya—sebuah debaran keibuan yang dirindukannya,
mungkin. Itu hal yang sangat tak biasa dan manis yang mengusiknya. Ia cepat-
cepat memulihkan sensasi yang dirasakannya ke sikap tenang seperti biasa
dengan berulang-ulang mengingatkan tentang moral.

“Jika kau jadi anak yang baik maka kau akan selalu bahagia, Anne. Dan kau tak
akan kesulitan lagi untuk berdoa.”

“Mengucapkan doa seseorang tak sama dengan berdoa,” sahut Anne merenung.
“Tapi aku akan membayangkan bahwa aku adalah angin yang bertiup ke
puncak-puncak pohon. Ketika aku sudah bosan dengan pepohonan aku akan
membayangkan bergerak lembut ke bawah ke pakis-pakis itu—lalu aku akan
terbang ke kebun Nyonya. Lynde dan menggoyangkan bunga-bunga—kemudian
dengan sekali sambaran aku akan sampai di ladang pohon semanggi—lalu
berakhir di Lake of Shining Waters dan meriakkannya sehingga tampak seperti

61
gelombang yang berkilauan. Oh, leluasa sekali berimajinasi menjadi angin! Jadi
sekarang aku tak akan bicara lagi, Marilla.”

“Terima kasih kau mau melakukannya,” Marilla benar-benar bernapas lega.

Bab XI – Kesan Anne akan Sekolah Minggu

“Well, bagaimana kau menyukainya?” tanya Marilla.

Anne sedang berdiri di ruang loteng, mencermati tiga baju baru yang terbentang
di kasur. Yang satu adalah baju dari kain katun tipis yang ingin dibeli Marilla
musim panas lalu dari seorang penjual keliling karena baju itu tampak akan
tahan lama; satu lagi baju satin bergambar persegi hitam putih yang dipilihnya di
tempat penjualan dengan harga diskon di musim dingin, dan terakhir baju
bercorak kental bergambarkan motif biru jelek yang dibelinya minggu itu di toko
di Carmody.

Semua ia sendiri yang memilihkan, dan semuanya dibuat serupa—rok-rok


sederhana bercorak penuh sampai ke pinggang, dengan lengan sesederhana
bentuk pinggang dan rok dan seketat yang memungkinkan.

“Aku akan membayangkan aku menyukainya,” sahut Anne sungguh-sungguh.

“Aku tak mau kau membayangkannya,” kata Marilla, tersinggung. “Oh, aku tak
kau tak menyukai baju-baju itu! Apa masalahnya? Bukankah baju-baju itu rapi,
bersih dan baru?”

“Ya.”

“Lalu kenapa kau tak menyukainya?”

“Baju itu—baju itu tidak—cantik,” sahut Anne segan.

“Cantik!” Marilla mendengus. “Aku tak sibuk berpikir untuk medapatkan baju-baju
cantik untukmu. Aku bukan orang yang suka memanjakan sifat sok berlagak,
Anne, aku sudah memberitahumu. Baju-baju itu bagus, pantas, dan dapat
dipakai, tanpa ada bagian yang terlipat atau pun menjuntai, dan itu semua yang
akan kau dapat musim panas ini. Bajuk katun tipis coklat dan yang bercorak biru
akan kau pakai ke sekolah ketika kau mulai masuk sekolah. Baju satin untuk ke
gereja dan sekolah Minggu. Kuharap kau menjaganya tetap rapi dan bersih dan
jangan merusaknya. Kupikir kau akan senang mendapat ganti yang jauh lebih
bagus dari baju kusut dan kekecilan yang biasa kau pakai.”

62
“Oh, aku MERASA senang,” protes Anne. “Tapi aku akan lebih sangat senang
jika—jika kau memperoleh salah satunya dengan bagian lengan yang
menggembung. Sekarang baju dengan bagian lengan menggembung sedang
jadi tren. Hatiku akan berdebar gembira, Marilla, hanya dengan memakai baju
dengan bagian lengan yang menggembung.”

“Well, kau akan menggunakannya tanpa merasa berdebar gembira. Aku tak
punya materi untuk dihamburkan membeli baju berlengan gembung. Kupikir
bagaimana pun baju seperti itu tampak menggelikan. Aku lebih suka baju
sederhana, yang pantas.”

“Tapi aku lebih suka tampak menggelikan ketika semua orang juga memakainya
dari pada menggunakan baju sederhana dan pantas sendirian,” Anne mencoba
berkeras dengan nada pilu.

“Aku percaya! Well, gantunglah baju-baju itu dengan hati-hati di lemari bajumu,
lalu duduklah dan pelajari pelajaran sekolah Minggu. Aku mendapat majalah
triwulan dari Tuan. Bell untukmu dan besok kau akan pergi ke sekolah Minggu,”
kata Marilla, lalu menghilang ke bawah.

Anne mendekap tangannya dan memandangi baju-baju itu.

“Aku sangat berharap ada satu baju berwarna putih dengan bagian lengan
menggembung,” bisiknya putus asa. “Aku berdoa mendapat satu baju seperti itu,
tapi aku tak berharap banyak karenanya. Kurasa Tuhan tak akan punya waktu
untuk mengurusi baju seorang anak yatim kecil. Aku tahu hanya harus sangat
mengandalkan Marilla untuk mendapatkannya. Well, untungnya aku bisa
membayangkan salah satunya berbahan kain tipis berwarna putih salju dengan
rumbai berenda yang bagus dan lengan bergembung-tiga.”

Keesokan paginya sakit kepala menghalangi Marilla pergi ke sekolah Minggu


dengan Anne.

“Kau harus pergi dan temuilah Nyonya. Lynde, Anne.” Katanya. “Ia akan
memastikan kau masuk ke kelas yang benar. Sekarang, ingatkanlah dirimu
sendiri untuk bersikap sepantasnya. Lalu perhatikanlah ceramah dan mintalah
Nyonya. Lynde untuk menunjukkan bangku kita. Bawalah satu sen ini untuk
dikumpulkan. Jangan menatapi orang dan jangan membuat masalah. Aku
berharap kau bisa menceritakan padaku bacaannya ketika kau pulang.”

Anne memulai tanpa cela, berpakaian rapi dalam balutan satin hitam-putih, yang,
walaupun pantas karena panjangnya dan tentu saja tidak kekecilan, yang
dirancang untuk menegaskan setiap lekuk bentuk tubuhnya yang kurus. Topinya
kecil, ceper, mengkilap, pelaut baru, kesederhanaan yang amat sangat yang
juga sangat mengecewakan Anne, yang telah membiarkan dirinya berkhayal
mempunyai topi dengan pita dan bunga-bunga.

63
Akhirnya, bagaimana pun, bunga-bunga itu ada sebelum dia sampai di jalan
utama, di tengah jalan dia melihat tumpukan kuning keemasan bunga buttercup
yang bergoyang ditiup angin dan mawar liar yang indah, Anne segera bebas
menghiasi topinya dengan lingkaran padat bunga-bunga itu. Apa pun pendapat
orang dengan hasilnya nanti yang pasti itu membuat Anne puas, lalu dia
melanjutkan perjalanan dengan riang gembira, memegangi kepalanya yang
kemerahan dengan hiasan pink dan kuning dengan bangga.

Ketika dia sampai di rumah Nyonya. Lynde ternyata wanita itu telah pergi. Tak
berpatah semangat, Anne melanjutkan perjalanan ke gereja sendirian. Di
serambi depan dia melihat kerumunan anak perempuan, semuanya lebih kurang
riang gembira dalam balutan pakaian putih, biru, dan pink, lalu semuanya
memandang penuh rasa ingin tahu pada orang asing di tengah-tengah mereka,
dengan hiasan kepalanya yang luar biasa. Anak-anak Avonlea telah mendengar
cerita aneh tentang Anne.

Nyonya. Lynde bilang dia memiliki watak yang sangat buruk; Jerry Buote, anak
laki yang diupahi di Green Gables, bilang dia tak henti berbicara dengan dirinya
sendiri atau dengan pepohonan dan bunga-bunga seperti orang gila. Mereka
menatapinya dan saling berbisik di belakangnya. Tak ada seorang pun yang
menyapanya dengan ramah, kemudian atau akhirnya ketika latihan pembuka
usai dan Anne mendapati dirinya sendirian di kelas Nyonya. Rogerson.

Miss Rogerson adalah wanita setengah baya yang mengajar di sekolah Minggu
untuk kelas anak berumur dua puluh tahun. Caranya mengajar adalah dengan
menanyakan pertanyaan dari majalah triwulan lalu menatap tajam dengan ujung
mata ke anak tertentu yang dianggapnya harus menjawab pertanyaan itu. Ia
sangat sering melihat ke arah Anne, dan Anne, berterima kasih pada latihan-
latihan yang diberikan Marilla, menjawabnya dengan tepat; tapi mungkin itu
ditanyakan jika dia sangat mengerti pertanyaannya atau kalau tidak jawabannya.

Dia tak berpikir bahwa dia menyukai Miss Rogerson, dan dia merasa sangat
malang; setiap anak lain di kelasnya memiliki baju dengan lengan
menggembung. Anne merasa hidupnya benar-benar tak berharga tanpa baju
berlengan menggembung.

“Well, apakah kau menyukai sekolah Minggu?” Marilla penasaran ketika Anne
pulang. Hiasan di kepalanya telah lenyap, Anne membuangnya di jalan, jadi
Marilla tak mengetahuinya sementara ini.

“Aku tak menyukainya sedikit pun. Sekolah itu sangat mengerikan.”

“Anne Shirley!” tegur Marilla keras.

Anne duduk di kursi goyang dengan helaan napas panjang, menciumi salah satu
daun Bonny, dan melambaikan tangannya ke fuchsia yang sedang berbunga.

64
“Mereka mungkin kesepian ketika aku pergi,” jelasnya. “Dan sekarang tentang
sekolah Minggu. Aku bersikap baik, seperti yang anda minta. Nyonya. Lynde
sudah pergi, tapi aku pergi terus sendiri. Aku sampai di Gereja, dengan banyak
sekali anak perempuan lainnya, lalu aku duduk di bangku sudut di dekat jendela
sementara latihan pembuka sedang berlangsung. Tuan. Bell mengucapkan doa
yang sangat-sangat panjang. Aku pasti sudah akan sangat lelah sebelum ia
menyelesaikannya jika aku tak langsung duduk di dekat jendela. Tapi di luar di
Lake of Shining Waters semuanya tampak baik jadi aku hanya memandanginya
dan membayangkan semua jenis benda yang bagus.”

“Kau seharusnya tak melakukan hal seperti itu. Seharusnya kau mendengarkan
Tuan. Bell.”

“Tapi ia tak bicara denganku,” protes Anne. “Ia bicara dengan Tuhan dan ia juga
tampak tak terlalu menikmatinya. Kupikir ia lebih dulu menganggap Tuhan terlalu
jauh. Ada barisan panjang pepohonan birch putih di danau dan sinar matahari
memberkas melaluinya, masuk, masuk ke dalam, jauh ke dalam air. Oh, Marilla,
itu seperti sebuah mimpi indah! Hatiku berdesir dan aku hanya bisa berkata,
‘Terima kasih untuk itu, Tuhan,’ dua atau tiga kali.”

“Kuharap suaramu tak besar saat melakukannya,” kata Marilla cemas.

“Oh, tidak, hanya dengan berbisik. Well, akhirnya Tuan. Bell menyelesaikannya
dan mereka menyuruhku masuk kelas dengan murid-murid Miss Rogerson. Ada
sembilan anak perempuan lainnya di kelas itu. Mereka semua menggunakan
baju berlengan gembung. Aku coba membayangkan bajuku juga berlengan
gembung, tapi aku tak mampu. Kenapa aku bisa tak mampu? Itu semudah aku
membayangkannya sendirian di loteng timur, tapi sangat sulit
membayangkannya di sana di antara orang yang benar-benar memiliki baju itu.”

“Seharusnya kau tak memikirkan lengan bajumu di sekolah Minggu. Seharusnya


kau memperhatikan pelajaran di depan. Kuharap kau sudah mengetahuinya.”

“Oh, ya; dan aku menjawab banyak pertanyaan. Miss Rogerson banyak sekali
bertanya. Kupikir tak adil ia mengajukan semua pertanyaan itu. Ada banyak hal
yang ingin kutanyakan padanya, tapi aku tak suka melakukannya karena
menurutku ia bukan orang yang memiliki perhatian yang sama. Lalu semua anak
yang lain menceritakan cerita berhikmah. Ia bertanya apakah aku mengetahui
sebuah cerita. Kukatakan aku tak tahu, tapi aku bisa menceritakan ‘The Dog at
His Master’s Grave (Seekor Anjing di Kuburan Tuannya)’ jika ia suka. Itu ada di
Royal Reader ketiga. Itu bukanlah penggalan puisi yang benar-benar relijius, tapi
puisi itu sangat sedih dan melankolis. Ia berkata tak usah dan menyuruhku
mempelajari cerita ke sembilan belas untuk Mingu yang akan datang. Lalu aku
menyelesaikan membacanya di gereja dan cerita itu bagus. Khususnya ada dua
baris yang membuat hatiku berdesir.

65
’Cepat seperti ketika skuadron yang dibantai itu tertimpa
Kemalangan di Midian.’

Aku tak tahu apa arti ‘skuadron’ dan ‘Midian’, tapi kedengarannya SANGAT
tragis. Aku hampir tak sanggup menunggu Minggu depan untuk
membacakannya. Aku akan mempraktekkannya sepanjang minggu. Seusai
sekolah Minggu aku meminta Miss Rogerson—karena Nyonya. Lynde sudah
terlalu jauh—untuk menunjukkan bangkumu padaku. Aku duduk setenang
mungkin dan bacaannya adalah Pembukaan Rahasia, bab ketiga, ayat kedua
dan ketiga. Itu bacaan yang sangat panjang. Jika aku seorang pendeta aku akan
pilih bacaan pendek, yang ringkas. Khotbahnya juga sangat lama. Kurasa
pendeta telah mencocokkannya dengan bacaan itu. Kupikir ia tak menarik sedikit
pun. Masalahnya adalah tampaknya ia tak punya cukup imanjinasi. Aku tak
terlalu mendengarkannya. Aku hanya membiarkan pikiranku mengembara dan
aku memikirkan banyak hal mengejutkan.”

Marilla merasa tak berdaya karena semua ini harus di beri teguran keras, tapi ia
terhalangi oleh kenyataan yang tak dapat disangkal bahwa beberapa hal yang
Anne katakan, terutama mengenai khotbah dari pendeta dan doa Tuan. Bell,
adalah sama seperti yang telah dirasakannya jauh di lubuk hati selama bertahun-
tahun, tapi tak pernah diungkapkannya. Hampir tampak baginya bahwa rahasia
itu, tak sepenuhnya, pemikiran kritis yang tiba-tiba nampak dan menyalahkan
bentuk dan wujud pada orang dari secuil keterusterangan karena kemanusiaan
yang terabaikan ini.

Bab XII – Sumpah dan Janji yang Sungguh-sungguh

Tak sampai jum’at depan Marilla sudah mendengar cerita tentang topi
berlingkarkan karangan bunga. Ia baru pulang dari rumah Nyonya. Lynde dan
memanggil Anne untuk menjelaskannya.

“Anne, Nyonya. Rachel bilang hari Minggu yang lalu kau pergi ke gereja
memakai topi yang menggelikan dengan bunga-bunga mawar dan buttercup.
Apa yang membuatmu menggunakan bunga tanaman semak seperti itu? Kau
pasti menjadi objek yang tampak cantik!”

“Oh, aku tahu pink dan kuning tak pantas untukku,” mulai Anne.

“Pantas omong kosong! Ini masalah memakaikan bunga-bungaan di topimu, tak


peduli warnanya apa, itu menggelikan. Kau anak yang sangat menjengkelkan!”

66
“Aku tak mengerti kenapa menggunakan bunga-bungaan di topi menjadi lebih
menggelikan ketimbang di baju,” protes Anne. “Banyak anak-anak di luaran sana
menyematkan bunga di bajunya. Apa bedanya?”

Marilla tak terpancing beralih dari hal konkrit yang aman ke abstrak yang
meragukan.

“Jangan menjawabku balik seperti itu, Anne. Kau sangat bodoh melakukan hal
seperti itu. Jangan pernah biarkan aku memergokimu melakukan kelakar seperti
itu lagi. Nyonya. Rachel bilang ia pikir ia akan merosot jatuh ke lantai ketika ia
masuk semuanya berpakaian seperti itu. Ia tak cukup bisa mendekatimu untuk
menyuruhmu melepaskannya sampai semuanya sudah terlambat. Ia bilang
orang-orang membicarakannya sebagai sesuatu yang buruk. Tentu mereka akan
berpikir aku tak punya pengertian yang lebih baik dari pada membiarkannya
berpakaian seperti itu.”

“Oh, aku sangat menyesal,” kata Anne, matanya mulai berkaca-kaca. “Aku tak
pernah menyangka kau akan keberatan. Bunga-bunga mawar dan buttercup itu
sangat manis dan cantik dan kupikir akan tampak indah di topiku. Banyak anak
memiliki bunga buatan di topinya. Aku takut akan jadi percobaan yang buruk
bagimu. Mungkin lebih baik kau mengirimku kembali ke panti. Itu akan sangat
tidak menyenangkan; kupikir aku tak akan sanggup menanggungnya;
kemungkinan besar aku akan menderita sakit paru-paru; kau lihat, aku sangat
kurus seperti orang yang sakit paru-paru. Tapi itu lebih baik dari pada menjadi
percobaan bagimu.”

“Omong kosong,” sahut Marilla, memarahi dirinya sendiri karena telah membuat
anak itu menangis. “Aku tak mau mengirimmu kembali ke panti, aku yakin. Yang
kuinginkan adalah kau harus bersikap seperti anak perempuan lainnya dan tak
membuat dirimu jadi bahan tertawaan. Jangan menangis lagi. Aku ada kabar
untukmu. Diana Barry pulang sore ini. Aku akan ke rumahnya untuk melihat
apakah aku bisa meminjam pola rok dari Nyonya. Barry, dan jika kau mau kau
boleh ikut denganku dan berkenalan dengan Diana.”

Anne bangkit berdiri, dengan tangan tergenggam, airmata masih membasahi


pipinya; lap piring yang telah dikelimnya tanpa disadarinya jatuh ke lantai.

“Oh, Marilla, aku takut—sekarang aku benar-benar merasa takut. Bagaimana jika
dia tak menyukaiku! Itu akan menjadi kekecewaan paling tragis seumur hidupku.”

“Sekarang, jangan gugup. Dan aku sangat berharap kau tak akan berbicara
sepanjang itu. Kedengaran sangat lucu untuk seorang anak perempuan. Kurasa
Diana akan lumayan menyukaimu. Ibunya lah yang seharusnya kau
perhitungkan. Jika ia tak menyukaimu maka seberapa pun Diana menyukaimu
maka itu tak akan berpengaruh. Jika ia telah mendengar mengenai luapan
amarahmu pada Nyonya. Lynde dan kau pergi ke gereja dengan bunga

67
buttercup di sekeliling topimu aku tak tahu bagaimana pendapatnya tentangmu.
Kau harus bersikap baik dan sopan, dan jangan tunjukkan kepandaianmu
berbicara yang mengherankan. Demi Tuhan, semoga anak itu tidak benar-benar
menggigil!”

Anne MEMANG menggigil. Wajahnya pucat dan tegang.

“Oh, Marilla, kau juga akan merasa sangat gembira, jika kau akan menemui
seorang anak perempuan yang kau harapkan bisa menjadi sahabat karibmu dan
ibunya mungkin tak menyukaimu,” ia berkata sambil tergesa mengambil topinya.

Mereka melintasi Orchard Slope melalui jalan pintas menyeberangi jembatan


dan mendaki bukit yang dipenuhi pepohonan fir. Nyonya. Barry menghampiri
pintu dapur begitu mendengar ketokan Marilla. Ia seorang wanita yang tinggi
dengan mata dan rambut hitam, dan mulut yang menggambarkan ketetapan hati.
Ia dikenal sangat tegas dengan anaknya.

“Bagaimana kabarmu, Marilla?” sapanya hangat. “Masuklah. Dan kurasa, ini


anak yang kau adopsi?”

“Ya, ini Anne Shirley,” sahut Marilla.

“Dieja dengan huruf E,” Anne terengah-engah, yang, gemetar dan sangat
senang, merasa tak boleh ada kesaahpahaman pada poin penting itu.

Nyonya. Barry, yang tak mendengar atau tak mengerti, hanya berjabat tangan
dan berkata ramah:

“Apa kabar?”

“Aku sehat jasmani meskipun jiwaku sangat kusut, terima kasih bu,” sahut Anne
susah. Lalu berbisik pada Marilla dengan bisikan yang dapat didengar, “Tak ada
yag mengherankan dalam kata-kata itu, kan Marilla?”

Diana sedang duduk di sofa, membaca sebuah buku yang diletakkannya ketika
orang yang memanggilnya masuk. Dia anak yang sangat cantik, dengan mata
dan rambut hitam seperti ibunya, dan pipi yang kemerahan, serta ekspresi
senang yang diwariskan ayahnya.

“Ini anak perempuanku Diana,” kata Nyonya. Barry. “Diana, ajaklah Anne
berjalan-jalan ke kebun dan perlihatkan bungamu. Itu akan lebih baik dari pada
kau terus memaksakan matamu membaca buku itu. Dia terlalu banyak membaca
—“ ini dikatakannya pada Marilla begitu anak-anak itu keluar—“dan aku tak bisa
melarangnya, karena ayahnya yang mempengaruhinya dan mendukungnya. Dia
selalu membaca dengan rajin. Aku senang dia akan memiliki seorang teman
main—mungkin itu akan membuatnya sering di luar rumah.”

68
Di kebun, yang dipenuhi sinar matahari terbenam yang lembut yang memberkas
di antara lebatnya pepohonan fir tua ke bagian barat, berdiri Anne dan Diana,
saling memandang dengan malu-malu melalui serumpun bunga lili harimau yang
indah.

Kebun keluarga Barry adalah tempat yang penuh dengan bunga-bunga yang
meneduhkan yang lebih akan membuat Anne merasa gembira daripada khawatir
dengan nasibnya. Kebun itu dikelilingi pepohonan willow tua yang besar dan
pepohonan fir yang tinggi, di bawahnya tumbuh bunga-bunga yang menyukai
tempat teduh. Sisi jalan sebelah kanan dibatasi kulit kerang yang tersusun rapi,
memotongnya seperti pita merah basah dan di kebun antara bunga model lama
yang tumbuh liar. Di sana ada tumbuhan peony merah tua yang bagus sekali
dan kemerah-merahan membuat hati kasihan; putih, harum narcissi dan mawar
Scotch yang manis dan berduri; kombinasi warna pink, biru dan putih serta
bunga lilac yang bersepuh Bouncing Bets; banyak rumpun southernwood,
rumput pita dan tumbuhan mint; Adam-and-Eve ungu, bunga narsis, dan
pepohonan semanggi putih dengan semprotan yang harum dan lembut; cahaya
kilat merah tua yang menembakkan tombaknya yang menyala-nyala ke bunga-
jebat putih yang berjejer rapi; kebun di mana sinar matahari seolah tak mau pargi
dan lebah-lebah berdengung, dan angin, bertiup sepoi-sepoi, bergerisik.

“Oh, Diana,” kata Anne akhirnya, mendekap tangannya dan berbicara nyaris
berbisik, “Oh, apakah menurutmu kau bisa sedikit menyukaiku—cukup untuk
menjadi teman karibku?”

Diana tertawa. Diana selalu tertawa sebelum bicara.

“Kenapa, kurasa bisa,” katanya terus terang. “Aku sangat gembira kau datang
untuk tinggal di Green Gables. Akan sangat meyenangkan mempunyai seorang
teman bermain. Tak ada anak lain yang tinggal cukup dekat untuk diajak
bermain, dan aku tak punya saudara perempuan yang sudah cukup besar.”

“Maukah kau bersumpah akan menjadi temanku selama-lamanya?” pinta Anne


bersemangat.

Diana tampak terkejut.

“Kenapa, sangat tak baik mengucapkan sumpah,” katanya agak mencela.

“Oh bukan, bukan sumpah seperti itu yang kumaksud. Kau tahu, ada dua jenis
sumpah.”

“Aku tak pernah mendengar kecuali yang satu itu,” sahut Diana tak yakin.

69
“Benar koq ada satu lagi. Oh, itu sama sekali tak buruk. Itu hanya bermakna
mengucap sumpah dan janji dengan sungguh-sungguh.”

“Well, aku tak keberatan melakukannya,” Diana setuju, merasa lega.


“Bagaimana caranya?”

“Kita harus menyatukan tangan—begini,” sahut Anne dengan payah. “Ini harus
dilakukan di atas air yang mengalir. Kita bayangkan saja jalan ini adalah air yang
mengalir. Aku duluan yang akan mengucapkan sumpah. Aku dengan sungguh-
sungguh bersumpah akan setia pada teman karibku, Diana Barry, selama
matahari dan bulan masih bersinar. Sekarang kau yang mengucapkannya dan
sebut namaku di dalamnya.”

Diana mengulangi “sumpah” itu dengan tertawa haluan dan buritan. Kemudian
dia berkata:

“Kau anak yang aneh, Anne. Aku sudah mendengar sebelumnya bahwa kau
aneh. Tapi aku yakin aku akan benar-benar menyukaimu.”

Ketika Marilla dan Anne pulang Diana ikut bersama mereka sampai ke jembatan
kayu. Kedua anak itu berjalan bergandengan tangan. Di sungai mereka berpisah
dengan berbagai janji untuk melewatkan esok sore bersama.

“Well, apakah menurutmu Diana adalah orang yang sehati denganmu?” tanya
Marilla ketika mereka berjalan menyusuri kebun Green Gables.

“Oh, ya,” Anne menghela napas, merasa sangat bahagia dan tak sadar dengan
ucapan Marilla yang menyindirnya. “Oh, Marilla, saat ini aku adalah anak yang
paling bahagia di Pulau Pangeran Edward. Kujamin malam ini aku akan berdoa
dengan keinginan baik yang benar. Diana dan aku akan membuat tempat
bermain di semak-semak pepohonan birch Tuan. Wiliam Bell besok. Bolehkah
aku minta potongan porselin pecah yang ada di gudang penyimpanan kayu
untukku? Hari ulang tahun Diana jatuh pada bulan Februari dan aku Maret.
Tidakkah kau berpikir itu suatu kebetulan yang aneh? Diana akan meminjamkan
buku untuk kubaca. Katanya buku itu benar-benar bagus dan luar biasa menarik.
Dia akan menunjukkan padaku suatu tempat di belakang hutan dimana bunga lili
tumbuh. Tidakkah anda berpikir Diana memiliki penglihatan yang penuh
perasaan? Aku berharap memiliki penglihatan yang penuh perasaan. Diana akan
mengajarkanku untuk menyanyikan sebuah lagu berjudul ‘Nelly in the Hazel Dell
(Nelly di Lembah Hazel)’. Dia akan memberiku sebuah lukisan untuk diletakkan
di kamarku; lukisan itu sangat cantik, dia bilang—seorang wanita cantik dalam
balutan baju sutra berwarna biru pucat. Seorang penjual mesin jahit memberikan
gambar itu untuknya. Aku berharap memiliki sesuatu untuk kuberikan padanya.
Aku seinci lebih tinggi dari Diana, tapi dia jauh lebih gemuk; katanya dia lebih
suka menjadi kurus karena akan jauh lebih menarik, tapi aku khawatir dia
mengatakannya hanya untuk menghiburku. Kapan-kapan kami akan ke pantai

70
untuk mengumpulkan kerang. Kami sepakat menyebut taman di bawah dekat
jembatan kayu dengan Dryad’s Bubble (Gelembung Peri Hutan). Nama itu
sangat elegan, kan? Aku pernah membaca cerita mengenai sebuah taman yang
disebut begitu. Menurutku peri hutan adalah semacam peri yang udah dewasa.”

“Well, yang kuharapkan adalah kau tak akan membunuh Diana dengan
omonganmu,” kata Marilla. “Tapi ingat ini di semua rencanamu, Anne. Kau tak
akan bermain setiap waktu tidak juga sering. Kau akan punya tugas untuk
dikerjakan dan kau harus melakukannya terlebih dahulu.”

Cangkir kebahagiaan Anne telah penuh, dan Matthew membuatnya tumpah. Ia


baru saja tiba di rumah dari perjalanan ke toko di Carmody, lalu ia mengeluarkan
sebuah bungkusan kecil dari sakunya dengan malu-malu dan memberikannya
pada Anne, dengan memandang sinis pada Marilla.

“Kudengar kau bilang kau suka coklat manis, jadi aku memberikannya untukmu,”
katanya.

“Humph,” Marilla mendengus. “Itu akan merusak gigi dan perutnya. Cukup,
cukup, nak, jangan sedih begitu. Kau boleh memakannya, karena Matthew
sudah pergi dan mengambilkannya. Lebih baik dia membawakanmu permen. Itu
lebih menyehatkan. Jangan menyakiti dirimu sendiri dengan memakan
semuanya sekaligus sekarang.”

“Oh, tidak, sungguh, aku tak akan melakukannya,” sahut Anne menggebu.
“Malam ini aku hanya akan makan satu, Marilla. Dan aku boleh memberikan
setengahnya untuk Diana, kan? Setengahnya lagi akan terasa dua kali lebih
manis bagiku jika aku memberikan beberapa untuknya. Kupikir sangat
menyenangkan memiliki sesuatu untuk kuberikan padanya.”

“Aku akan mengatakannya untuk anak itu,” kata Marilla ketika Anne sudah pergi
ke kamarnya, “dia tidak pelit. Aku senang, aku sangat tidak suka anak yang pelit.
Astaga, baru tiga minggu sejak dia datang ke sini, dan tampak seolah dia telah
lama berada di sini. Aku tak sanggup membayangkan rumah ini tanpa
kehadirannya. Sekarang, jangan melihat aku pernah-mengatakan-begitu
padamu, Matthew. Itu sikap yang cukup buruk pada seorang wanita, tapi tak
berarti pria bisa menahannya. Aku benar-benar ingin mengaku sepenuhnya
bahwa aku gembira telah menyetujui untuk mengasuh anak itu dan aku telah
mulai menyukainya, tapi jangan mengulanginya lagi, Matthew Cuthbert.”

Bab XIII – Kegembiraan dalam Penantian

71
“Sekarang saatnya Anne sedang mengerjakan jahitannya,” kata Marilla, melihat
sekilas ke jam dinding lalu keluar di suatu sore Agustus yang cerah menguning
dimana segalanya menjadi panas. “Dia masih bermain dengan Diana lebih dari
setengah jam dan aku membiarkannya; lalu sekarang dia masih berdiri di
tumpukan kayu bakar di luar sana berbicara dengan Matthew, sembilan belas
sampai lusinan, ketika dia benar-benar sadar seharusnya sedang melakukan
tugasnya. Dan tentu saja Matthew mendengarkannya seperti orang yang sangat
bodoh. Aku belum pernah melihat seorang pria yang tergila-gila seperti dia.
Semakin banyak dan semakin aneh hal yang dikatakan Anne, semakin dia
tampak senang. Anne Shirley, masuk ke sini sekarang juga, kau dengar aku!”

Serentetan ketukan staccato di jendela barat membawa Anne terbang masuk


dari halaman, dengan mata berbinar, pipi agak bersemu pink, rambutnya yang
tak terkepang bergerak-gerak di belakangnya.

“Oh, Marilla,” seru Anne terengah-engah, “minggu depan akan ada piknik
sekolah-Minggu—di lapangan Tuan. Harmon Andrew, tepat di dekat the Lake of
Shining Waters. Dan Nyonya. Superintendent Bell dan Nyonya. Rachel Lynde
akan membuat es krim—bayangkan Marilla—ES KRIM! Dan, oh, Marilla,
bolehkah aku pergi ke acara itu?”

“Anne, coba lihat sudah jam berapa sekarang. Jam berapa aku menyuruhmu
masuk?”

“Jam dua—tapi soal piknik itu bagus kan, Marilla? Bolehkah aku pergi please?
Oh, aku belum pernah pergi piknik—aku telah memimpikannya, tapi aku tak
pernah—“

“Ya, aku menyuruhmu masuk jam dua. Dan sekarang sudah jam tiga kurang
seperempat. Aku ingin tahu kenapa kau tak mematuhiku, Anne.”

“Kenapa, aku bermaksud mematuhimu, Marilla, sebisa mungkin. Tapi kau tak
tahu betapa menariknya Idlewild. Kemudian, tentu saja, aku harus memberitahu
Matthew tentang piknik itu. Matthew adalah seorang pendengar yang simpatik.
Bolehkah aku pergi please?”

“Karus belajar cara menahan kesenangan pada Idle-apa pun-yang-kau-sebut itu.


Ketika aku menyuruhmu masuk pada waktu tertentu berarti yang kumaksud
adalah tepat jam sekian bukannya setengah jam kemudian. Dan kau juga tak
perlu berhenti di tengah jalan untuk bercakap-cakap dengan pendengar yang
simpatik. Dan untuk masalah piknik, tentu kau boleh pergi. Kau murid sekolah-
Minggu, dan tak mungkin aku akan melarangmu pergi sementara anak-anak
lainnya pergi.”

“Tapi—tapi,” Anne berkata terputus-putus, “Diana bilang setiap orang harus


membawa sekeranjang makanan untuk bekal. Aku tak bisa masak, seperti yang

72
kau tahu, Marilla, dan—dan—aku tak keberatan pergi piknik tanpa baju
berlengan gembung, tapi aku akan merasa sangat malu kalau harus pergi tanpa
membawa bekal. Aku terus memikirkannya sejak Diana memberitahu itu
padaku.”

“Well, kau tak perlu bersusah hati lagi. Aku akan memasakkan bekal untukmu.”

“Oh, kau Marilla baik tersayang. Kau sangat baik padaku. Oh, aku sangat
berhutang budi padamu.”

Dengan meneruskan “oh-oh” nya Anne menghambur ke Marilla dan menciumi


pipinya yang pucat dengan gembira. Itu adalah kali pertama seumur hidupnya
bibir seorang anak menyentuh wajah Marilla dengan sukarela. Lagi-lagi sensasi
dari kemanisan menakjubkan yang tiba-tiba itu membuat hatinya berdesir. Diam-
diam ia merasa sangat senang dengan sentuhan Anne yang berasal dari hati,
yang mungkin menjadi alasan untuknya berkata kasar:

“Cukup, cukup, ciumanmu tak akan berpengaruh apa-apa. Aku mau segera
melihat kau mengerjakan dengan sungguh apa yang disuruh. Seperti untuk
memasak, aku berencana memberikan pelajaran memasak dalam beberapa hari
ini. Tapi kau sangat bodoh, Anne. Aku telah menunggu untuk melihat apakah
kau akan menjadi sedikit serius dan belajar untuk stabil sebelum aku mulai.
Ketika memasak kau tak boleh kehilangan akal dan tidak berhenti di tengah-
tengah dan membiarkan pikiranmu mengembara dengan berbagai kreasi.
Sekarang keluarkan kain perca mu dan selesaikan sebelum waktunya minum
teh.”

“Aku TAK suka mengerjakan kain perca,” sahut Anne muram, sambil mencari
keranjang jahitannya dan duduk di depan tumpukan kecil berlian merah dan
putih dengan menghela napas. “Kupikir beberapa jenis jahitan akan
menyenangkan; tapi tak ada kesempatan untuk berkhayal dengan mengerjakan
kain perca. Hanya satu keliman kecil sesudah yang lain dan anda tak pernah
tampak selesai mengerjakannya. Tapi tentu saja aku lebih suka menjadi Anne
dariGreen Gables yang menjahit kain perca dari pada Anne dari tempat lain yang
tak melakukan apa pun kecuali bermain. Aku lebih dulu berharap waktu berjalan
secepat menambal jahitan ketika aku bermain dengan Diana. Oh, kami melewati
waktu-waktu sedemikian elegan, Marilla. Aku harus melengkapi sebagian besar
khayalan-khayalan itu, tapi aku cukup mahir melakukannya. Diana sangat
sempurna dalam setiap hal lain. Anda tahu bagian kecil daratan di seberang
sungai yang mengalir di antara ladang kita dan ladang Tuan. Barry. Itu adalah
kepunyaan Tuan. William Bell, dan tepat di sudutnya ada lingkaran kecil
pepohonan birch putih—titik yang paling romantis, Marilla. Diana dan aku punya
tempat bermain di sana. Kami menyebutnya Idlewild. Itu nama yang puitis, kan?
Kujamin aku akan sering memikirkannya. Aku tetap terbangun hampir
semalaman sebelum aku menciptakannya. Kemudian, begitu aku mulai tertidur,
nama itu muncul seperti sebuah inspirasi. Diana TERPESONA ketika

73
mendengarnya. Kami telah memperbaiki rumah bermain kami dengan elegan.
Anda harus datang dan melihatnya, Marilla—maukah? Kami memiliki batu-batu
yang besar, semuanya tertutupi lumut, untuk tempat duduk, dan papan dari
pohon ke pohon untuk rak. Dan kami meletakkan semua piring di atasnya. Tentu
saja, semua piring itu sudah pecah tapi membayangkannya masih utuh adalah
hal paling mudah sedunia. Ada satu potongan pecahan piring dengan semprotan
tanaman menjalar berwarna merah dan kuning di atasnya yang sangat bagus.
Kami meletakkannya di serambi depan dan kami juga memiliki peri kaca. Peri
kaca itu seindah mimpi. Diana mendapatkannya di hutan di belakang kandang
ayam mereka. Semuanya dipenuhi warna pelangi—hanya pelangi kecil yang
belum tumbuh besar—dan ibunya Diana bilang itu adalah pecahan lampu hias
yang pernah mereka punya. Tapi sangat menyenangkan membayangkan peri-
peri itu kehilangannya pada suatu malam ketika mereka sedang menghadiri
pesta dansa, jadi kami menyebutnya peri kaca. Matthew akan membuatkan
sebuah meja untuk kami. Oh, kami telah menamakan kolam bulat kecil di
lapangan Tuan. Barry dengan Willowmere. Aku mendapat nama itu dari buku
yang dipinjamkan Diana. Itu buku yang membuat hati berdesir, Marilla. Ada lima
orang yang mencintai pahlawan wanita itu. Aku cukup satu saja, anda? Dia
sangat cantik dan telah melalui penderitaan yang sangat hebat. Dia bisa
melemah semudah apa saja. Aku akan suka menjadi lemah, kalau kau, Marilla?
Itu romantis sekali. Tapi aku benar-benar sangat sehat hanya saja sangat kurus.
Meskipun begitu aku yakin akan bisa lebih gemuk. Tidakkah menurutmu begitu?
Setiap pagi aku melihat sikuku ketika bangun untuk melihat apakah ada lesung
yang muncul. Diana mempunyai sebuah baju baru yang dibuat dengan lngan
siku. Dia akan memakainya ke piknik. Oh, aku sangat berharap Rabu depan
semuanya akan baik-baik saja. Kurasa aku tak sanggup menanggung
kekecewaan jika sesuatu terjadi dan menghalangiku pergi ke piknik itu. Kurasa
aku bisa menjalaninya, tapi aku yakin itu akan menjadi penderitaan seumur
hidup. Tak akan berpengaruh jika aku pergi ke seratus acara piknik di tahun-
tahun setelahnya; itu tak akan dapat meghiburku karena telah melewati yang
satu ini. Di the Lake of Shining Waters akan ada perahu—dan es krim, seperti
yang telah kuceritakan. Aku tak pernah mencicipi es krim. Diana mencoba
menjelaskan seperti apa rasanya, tapi kurasa es krim adalah salah satu hal di
luar khayalan.”

“Anne, kau bahkan sudah bicara tepat sepuluh menit,” kata Marilla. “Sekarang,
aku hanya ingin tahu, apa kau bisa tutup mulut untuk waktu yang sama.”

Anne berhenti bicara seperti yang diinginkan. Tapi selama sisa minggu itu dia
bicara tentang piknik, memikirkan piknik, dan memimpikan piknik. Pada hari
Sabtu hujan turun dan dia mulai gelisah sendiri kalau-kalau hujan akan terus
turun sampai bahkan lewat dari hari Rabu sehingga Marilla menyuruhnya
menjahit kain perca tambahan untuk menstabilkan kegelisahannya.

74
Pada hari Minggu di perjalanan pulang dari gereja Anne mengatakan pada
Marilla bahwa tubuhnya mulai sangat kedinginan karena kesenangan ketika
pendeta mengumumkan piknik dari mimbar.

“Seperti sebuah desiran yang naik turun di punggungku, Marilla! Kupikir aku tak
akan pernah percaya sampai piknik itu benar-benar terjadi. Aku takut itu hanya
khayalanku saja. Tapi ketika pendeta mengatakan sesuatu di mimbar maka kau
harus mempercayainya.”

“Kau terlalu banyak mempertimbangkan segala sesuatunya, Anne,” sahut


Marilla, dengan helaan napas. “Aku takut kau akan mengalami banyak
kekecewaan dalam menjalani kehidupan.”

“Oh, Marilla, menunggu sesuatu adalah setengah kesenangan darinya,” seru


Anne. “Kau mungkin tak mendapatkannya; tapi tak ada yang dapat mencegahmu
dari memiliki kesenangan karena menantikannya. Nyonya. Lynde bilang, ‘Orang-
orang yang diberkahi adalah mereka yang tak mengharapkan apa pun
karenanya mereka tak akan merasa kecewa.’ Tapi menurutku lebih buruk tak
mengharapkan apa-apa dari pada merasa kecewa.”

Pada hari itu seperti biasa Marilla memakai bros batu baiduri nya ke gereja.
Marilla selalu memakai bros batu baiduri nya ke gereja. Ia akan merasa sangat
berdosa jika tak memakainya—sama seperti jika ia lupa membawa Injil atau
kumpulan uang recehnya. Bros batu baiduri itu adalah harta Marilla yang paling
berharga. Seorang pamannya yang berlayar di laut memberikannya untuk ibunya
yang kemudian mewariskannya untuk Marilla. Bentuknya lonjong dan
ketinggalan jaman, berisikan kepangan rambut ibunya, dikelilingi oleh bingkai
dari batu baiduri yang sangat bagus. Marilla tak banyak tahu tentang batu-batu
berharga untuk menyadari seberapa bagusnya batu baiduri itu sebenarnya; tapi
menurutnya bros itu sangat cantik dan ia selalu merasa senang menyadari ada
cahaya berwarna violet di tenggorokannya, di atas baju satin coklatnya yang
bagus, bahkan meski ia tak dapat melihatnya.

Anne terpukau dengan kekaguman yang menyenangkan ketika pertama kalinya


melihat bros itu.

“Oh, Marilla, itu bros yang sangat elegan. Aku tak mengerti bagaimana kau bisa
memperhatikan khotbah dan doa sementara ada bros itu di bajumu. Menurutku
batu baiduri sangat manis. Dulu sekali, sebelum aku pernah melihat berlian, aku
membaca tentangnya dan aku membayangkan seperti apa bentuknya. Kupikir
berlian itu adalah batuan ungu yang berkilau redup. Ketika suatu hari aku melihat
berlian yang sebenarnya di cincin seorang wanita aku kecewa sampai-sampai
aku menangis. Tentu saja, itu sangat bagus tapi bentuknya tak seperti yang
kubayangkan. Bolehkah aku memegang bros itu semenit saja, Marilla? Apakah
menurutmu batu baiduri bisa jadi daya tarik violet yang bagus?”

75
Bab XIV – Pengakuan Anne

PADA Senin malam sebelum piknik Marilla turun dari kamarnya dengan wajah
kacau.

“Anne,” katanya pada tubuh mungil itu, yang sedang mengupas kulit kacang di
dekat meja bersih sambil bernyanyi, “Nelly of the Hazel Dell” dengan semangat
dan ekspresi yang sesuai dengan yang diajarkan oleh Diana, “Apa kau melihat
bros batu baiduri ku? Seingatku aku menusukkannya ke bantal peniti ketika aku
pulang dari gereja kemarin malam, tapi aku tak menemukannya.”

“Aku—aku melihatnya tadi sore ketika anda berada di Aid Society (Lembaga
Bantuan),” sahut Anne, agak pelan. “Aku melewati pintu kamarmu ketika aku
melihatnya di bantal itu, jadi aku masuk untuk melihatnya.”

“Apa kau menyentuhnya?” tanya Marilla tegas.

“Y-a-a,” aku Anne, “Aku mengambilnya dan menyematkannya di dadaku hanya


untuk melihat bagaimana kelihatannya.”

“Kau tak boleh melakukan hal seperti itu. Adalah kesalahan besar seorang anak
kecil ikut campur. Kau tak seharusnya masuk ke kamarku dan kemudian
menyentuh sebuah bros yang bukan milikmu. Di mana kau meletakkannya?”

“Oh, aku meletakkanya di belakang di atas meja tulis. Aku mencobanya tak
sampai semenit. Sungguh, aku tak berniat ikut campur, Marilla. Aku tak tahu
kalau masuk ke kamarmu dan mencoba bros itu adalah suatu kesalahan; tapi
sekarang aku tahu kalau itu salah dan aku tak akan melakukannya lagi. Ada satu
hal baik pada diriku. Aku tak pernah melakukan kenakalan yang sama dua kali.”

“Kau tak meletakkanya kembali,” sahut Marilla. “Bros itu tak ada di atas meja
tulis. Kau membawanya ke luar atau ke mana, Anne.”

“Aku benar-benar telah meletakkannya kembali,” sanggah Anne cepat—tidak


sopan, menurut Marilla. “Aku hanya tak ingat apa aku menusukkannya ke bantal
peniti atau meletakkannya di nampan porselin. Tapi aku sungguh yakin sudah
meletakkannya kembali.”

“Aku akan pergi lihat sekali lagi,” kata Marilla, memutuskan untuk bersikap adil.
“Kalau kau memang telah meletakkannya kembali maka seharusnya bros itu
masih ada di sana. Kalau tak ada, berarti kau tak meletakkannya kembali,
selesai!”

76
Marilla pergi ke kamarnya dan mencari bros itu dengan teliti, tak hanya di atas
meja tulis tapi di setiap tempat lain yang sekiranya mungkin bros itu ada di sana.
Ia tak juga menemukannya dan kembali ke dapur.

“Anne, bros itu hilang. Berdasarkan pengakuanmu kau adalah orang terakhir
yang memegangnya. Sekarang, apa yang telah kau lakukan dengan bros itu?
Katakan padaku yang sebenarnya sekarang juga. Apa kau membawanya keluar
dan menghilangkannya?”

“Tidak, aku tak melakukannya,” sahut Anne sungguh-sungguh, tepat bertemu


tatapan marah Marilla. “Aku tak pernah membawa bros itu keluar dari kamarmu
dan itu adalah yang sebenarnya, kalau memang karenanya aku harus di-blok—
meskipun aku tak yakin apa itu blok. Lakukan saja, Marilla.”

Pernyataan “lakukan saja” Anne hanya dimaksudkan untuk menegaskan


pernyataannya, tapi Marilla menganggapnya itu sebagai pembangkangan.

“Aku yakin kau berbohong padaku, Anne,” katanya pedas. “Aku tahu siapa kau.
Karena itu sekarang, jangan katakan apa-apa lagi kalau kau belum siap
menceritakan seluruh kejadian sebenarnya. Masuk ke kamarmu dan tetap di
sana sampai kau siap untuk mengakuinya.”

“Bolehkah aku bawa kacang-kacang ini?” tanya Anne lembut.

“Tidak, aku akan menyelesaikan mengupas kulit-kulitnya sendiri. Lakukan saja


seperti yang kuminta.”

Ketika Anne sudah berlalu Marilla mengerjakan tugas-tugas malamnya dengan


pikiran kacau. Ia mencemaskan brosnya yang berharga itu. Bagaimana kalau
Anne memang telah menghilangkannya? Dan nakal sekali anak itu sampai
menyangkal telah mengambilnya, ketika siapa pun tahu dia telah mengambilnya!
Dengan wajah seperti tak berdosa pula!

“Aku tak mengerti apa yang akan tak ku suka telah terjadi,” pikir Marilla,
sementara ia menguliti kacang dengan gugup. “Tentu saja, kurasa dia tak berniat
mencurinya atau apa. Dia hanya mengambilnya untuk bermain atau untuk
membantunya berimajinasi. Dia pasti mengambilnya, itu jelas, karena tak ada
orang lain di kamar itu sejak dia masuk, menurut ceritanya sendiri, sampai aku
masuk malam ini. Dan bros itu sudah hilang, tak ada yang lebih pasti. Kurasa dia
menghilangkannya dan tak berani mengakuinya karena takut dihukum. Sungguh
suatu hal yang menyakitkan bila berpikir dia telah berbohong. Itu jauh lebih buruk
dari pada ledakan kemarahannya. Mengasuh seorang anak yang tak bisa kau
percaya di rumahmu adalah sebuah tanggung jawab yang berat. Kelicikan dan
penuh kebohongan—itu yang telah ditampakkannya. Aku jauh lebih
mengkhawatirkan hal itu dari pada bros. Jika saja dia mau menceritakan yang
sebenarnya maka aku tak akan keberatan.”

77
Marilla melangkah ke kamarnya sebentar-sebentar semalaman itu dan mencari
bros, tanpa menemukannya. Saat ia ke loteng timur pada waktu tidur juga tak
menghasilkan apa-apa. Anne berkeras menyangkal bahwa dia tahu sesuatu
tentang bros itu tapi Marilla semakin yakin dia menghilangkannya.

Keesokan paginya ia menceritakan hal itu pada Matthew. Matthew merasa


sangat bingung; ia tak bisa secepat itu kehilangan kepercayaan pada Anne tapi
harus diakuinya bahwa situasi saat ini tak berpihak padanya.

“Kau yakin bros itu tak jatuh di belakang meja tulis?” adalah satu-satunya saran
yang dapat ia berikan.

“Aku sudah memindahkan meja itu dan laci-lacinya sudah ku keluarkan lalu aku
mencarinya di setiap sela dan celah” adalah jawaban pasti dari Marilla. “Bros itu
hilang, anak itu yang telah mengambilnya dan dia tak mengakuinya. Itu
kenyataan yang sungguh buruk, Matthew Cuthbert, dan bagaimana pun juga kita
harus menghadapinya.”

Well, sekarang apa yang kau akan kau lakukan?” tanya Matthew sedih, diam-
diam ia merasa bersyukur bahwa Marilla lah dan bukan ia yang harus
menghadapi situasi seperti ini. Saat ini ia merasa tak ingin ikut campur.

“Dia akan tetap berada di kamarnya sampai dia mau mengakuinya,” kata Marilla
kejam, mengingat cara ini berhasil pada kasus sebelumnya. “Lalu kita lihat.
Mungkin kita dapat menemukan bros itu jika dia akan mengatakan di mana dia
megambilnya; tapi bagaimanapun juga dia harus dihukum berat, Matthew.”

“Well, kau memang harus menghukumnya,” sahut Matthew, sembari mengambil


topinya. “Tak ada yang bisa kulakukan dalam hal ini, ingat. Kau sendiri yang
sudah memperingatkanku.”

Marilla merasa ditinggalkan oleh semua orang. Ia bahkan tak bisa pergi ke
rumah Nyonya. Lynde untuk minta saran. Ia melangkah ke loteng timur dengan
wajah serius dan meninggalkannya dengan wajah yang bahkan lebih serius.
Anne dengan mantap menolak untuk mengaku. Dia berkeras dengan
pernyataannya bahwa dia tak mengambil bros itu. Anak itu telah benar-benar
menangis dan Marilla merasa pedih karena rasa kasihan yang ditekannya kuat-
kuat. Malam ini dia, seperti yang ditunjukkannya, “mengalahkan.”

“Kau akan tetap di kamar ini sampai kau mengaku, Anne. Kau bisa membulatkan
tekad untuk itu,” katanya tegas.

“Tapi besok piknik, Marilla,” jerit Anne. Anda tak akan akan melarangku pergi,
kan? Sorenya kau akan membiarkanku keluar kan? Kemudian aku akan tetap di

78
sini selama yang kau mau SETELAH ITU dengan gembira. Tapi AKU HARUS
pergi piknik.”

“Kau tak akan pergi ke piknik atau ke mana pun sampai kau mengakuinya,
Anne.”

“Oh, Marilla,” Anne berkata terengah.

Tapi Marilla sudah keluar dan menutup pintu.

Rabu pagi mulai terang cukup cerah seolah memang disengaja karena ada
piknik pada hari itu. Burung-burung berkicau di sekitar Green Gables; bunga lili
Madonna mengirimkan hembusan parfum melalui angin yang tak terlihat ke
setiap pintu dan jendela, dan terus melintasi ruang depan lalu ke kamar seperti
semangat dari doa. Pepohonan birch di lembah melambai gembira seolah
sedang menunggu salam pagi Anne dari loteng timur seperti biasa. Tapi Anne
ada di jendelanya. Ketika Marilla membawakan sarapan pagi untuknya ia
mendapati anak itu sedang duduk sopan di tempat tidurnya, pucat dan tegas,
dengan bibir terkatup rapat dan mata bersinar.

“Marilla, aku siap mengaku.”

“Ah!” Marilla meletakkan nampannya. Sekali lagi metodenya berhasil; tapi


keberhasilannya terasa sangat pahit baginya. “Lalu biarkan aku mendengar apa
yang harus kau katakan, Anne.”

“Aku mengambil bros batu baiduri itu,” kata Anne, seolah sedang mengulang
sebuah pelajaran yang dipelajarinya. “Aku mengambilnya seperti yang kau
katakan. Aku tak berniat mengambilnya ketika aku masuk ke dalam Tapi bros itu
kelihatan sangat cantik, Marilla, ketika aku menyematkannya di dadaku aku tak
dapat menahan godaan. Aku membayangkan betapa akan sangat mendesirkan
hati untuk membawanya ke Idlewild dan bermain aku sebagai Lady Cordelia
Fitzgerald. Akan lebih mudah membayangkan aku sebagai Lady Cordelia jika
aku memakai sebuah bros batu baiduri yang nyata. Diana dan aku membuat
kalung dari roseberry tapi apa lah artinya roseberry dibandingkan batu baiduri?
Jadi aku mengambil bros itu. Kupikir aku bisa meletakkannya kembali sebelum
kau pulang. Aku berjalan berlama-lama untuk mengulur waktu. Ketika aku
melintasi jembatan menyeberangi the Lake of Shining Waters aku melepaskan
bros itu untuk melihatnya sekali lagi. Oh, dia bersinar terang dalam sinar
matahari! Lalu, ketika aku bersandar di atas jembatan, bros itu tergelincir dari
jariku—lalu—jatuh ke bawah—dalam—dalam, seluruh kilauan ungu, tenggelam
selamanya di bawah the Lake of Shining Waters. Hanya itu lah yang dapat
kuakui, Marilla.”

Marilla merasakan kemarahan hebat melanda hatinya lagi. Anak ini telah
mengambil dan menghilangkan bros batu baiduri nya yang berharga dan

79
sekarang duduk di sana dengan tenang menceritakan detilnya tampa sedikit pun
penyesalan yang tampak.

“Anne, ini sangat mengerikan,” katanya, berusaha berbicara dengan tenang.


“Kau anak perempuan ternakal yang pernah kudengar.”

“Ya, kurasa aku memang anak paling nakal,” sepakat Anne hening. “Dan aku
tahu akan dihukum. Tugasmu menghukumku, Marilla. Maukah kau
melakukannya sekarang juga karena aku ingin pergi piknik tanpa ada beban.”

“Piknik, benar! Kau tak akan pergi piknik hari ini, Anne Shirley. Itu lah
hukumanmu. Itu bahkan tak cukup berat untuk apa yang telah kau lakukan!”

“Tak pergi ke piknik!” Anne melompat berdiri dan merenggut tangan Marilla.
“Tapi kau TELAH BERJANJI aku boleh pergi! Oh, Marilla, aku harus pergi piknik.
Itu sebabnya kenapa aku mengaku. Hukum aku dengan cara apa pun yang kau
suka tapi jangan itu. Oh, Marilla, please, please, biarkan aku pergi ke piknik.
Ingat tentang es krim! Karena kau tahu mungkin aku tak akan pernah lagi punya
kesempatan mencicipi es krim.”

Marilla melepaskan cegkeraman tangan Anne dengan dingin.

“Kau tak perlu memohon, Anne. Kau tak akan pergi ke piknik dan itu keputusan
akhir. Tidak, tak sepatah kata pun.”

Anne sadar Marilla tak akan berubah pikiran. Dia menautkan tangannya,
memekik tajam, lalu menghempaskan tubuhnya menelungkup di tempat tidur,
menangis dan menggeliat karena merasa sangat kecewa dan putus asa.

“Astaga!” Marilla tersengal, cepat-cepat keluar dari kamar. “Aku yakin anak ini
gila. Tak ada anak berpikiran sehat yang bersikap seperi dia. Kalau pun tidak
maka dia sama sekali buruk. Oh Tuhan, aku takut Rachel memang benar dari
awal. Tapi aku sudah terlanjur dan tak akan melihat ke belakang.”

Itu adalah pagi yang murung. Marilla bekerja dengan gusar lalu menggosok
lantai serambi depan dan rak susu ketika ia tak tahu lagi harus mengerjakan apa.
Padahal baik serambi depan mau pun rak itu tak perlu digosok—tapi Marilla
melakukannya. Kemudian ia keluar dan menyapu halaman.

Ketika makan malam telah siap ia menuju tangga dan memanggil Anne. Wajah
dengan bekas airmata muncul, melihat dengan tragis dari atas pegangan tangga.

“Turunlah untuk makan malam, Anne.”

“Aku tak mau makan malam, Marilla,” sahut Anne, tersedu. “Aku tak bisa makan
apa-apa. Hatiku sakit. Kuharap, hati nurani mu akan menyesal suatu hari nanti,

80
karena menyakitinya, Marilla, tapi aku memaafkanmu. Ingatlah ketika saat itu
tiba bahwa aku memaafkanmu. Tapi tolong jangan suruh aku makan apa pun,
terutama daging rebus dan sayuran. Daging rebus dan sayuran sangat tidak
romantis ketika seseorang sedang menderita.

Merasa jengkel, Marilla kembali ke dapur dan mencurahkan kesedihannya pada


Matthew, yang, antara rasa keadilannya dan rasa simpatinya dengan Anne,
adalah seorang yang menyedihkan.

“Well, seharusnya dia tak mengambil bros itu, Marilla, atau pun bercerita tentang
itu,” akunya, sedih melihat piringnya penuh dengan daging dan sayuran yang
tidak romantis seolah dia, seperti Anne, berpikir makanan itu tak cocok untuk
perasaan yang sedang gundah, “tapi dia anak kecil yang—anak kecil yang
menarik. Tidakkah kau berpikir tindakan itu agak kasar dengan tak
mengijinkannya pergi piknik padahal dia telah begitu mempersiapkannya?”

“Matthew Cuthbert, aku heran denganmu. Kupikir aku sudah membebaskannya


dengan terlalu mudah. Dan dia tak tampak menyadari betapa nakalnya dia—itu
yang paling kukhawatirkan. Jika dia benar-benar merasa menyesal maka tak
akan seburuk itu. Dan kau juga tampak tak menyadarinya; kau
membebaskannya setiap waktu untuk dirimu sendiri—aku bisa lihat itu.”

“Well, dia anak kecil,” ulang Matthew lemah. “Karena itu harus ada kelonggaran,
Marilla. Kau tahu dia tak pernah mendapat pendidikan.”

“Well, dia sudah mendapatkannya sekarang.” Jawab Marilla tepat.

Jawaban itu membuat Matthew terdiam meskipun itu tak meyakinkannya. Makan
malam kali itu sangat murung. Satu-satunya yang bergembira dengan hal itu
adalah Jerry Buote, anak laki yang disewa, dan Marilla marah karena
kesenangannya merupakan penghinaan pribadi.

Ketika piring-piringnya sudah dicuci, bolunya telah siap dan ayam-ayamnya


sudah diberi makan Marilla teringat koyakan kecil di syal renda hitam
terbagusnya ketika ia melepaskannya pada Senin sore sekembalinya dari Ladies
Aid (Bantuan Perempuan).

Ia masuk dan akan menambalnya. Syal itu ada dalam sebuah kotak di tempat
barang nya. Begitu Marilla mengeluarkannya, sinar matahari, berpendar melalui
tanaman rambat yang tumbuh lebat di dekat jendela, mengenai sesuatu yang
terjepit di syal—sesuatu yang gemerlap dan berkilau dalam cahaya violet. Marilla
merenggutnya dengan tersengal. Itu adalah bros batu baiduri, menempel di
benang renda dekat jepitannya!

“Oh Tuhan,” katanya hampa, “apa artinya ini? Bros ku aman di sini dan
sepertinya kupikir dia sudah jatuh ke dasar kolam Barry. Apa maksud anak itu

81
mengatakan dia telah mengambilnya dan menghilangkannya? Aku yakin Green
Gables terpesona. Aku ingat sekarang ketika aku melepaskan syal ku pada
Senin sore aku meletakkannya sebentar di atas meja tulis. Kurasa bros itu
tersangkut di syal. Well!”

Marilla melangkah ke loteng timur, bros di tangan. Anne telah menjerit sendirian
dan saat itu dia sedang duduk murung di dekat jendela.

“Anne Shirley,” kata Marilla serius, “aku baru saja menemukan bros ku
tersangkut di syal renda hitam ku. Sekaran aku ingin tahu apa maksud cerita tak
berujung pangkal yang kau ceritakan tadi pagi.”

“Kenapa, kau bilang akan terus mengurungku di sini sampai aku mengaku,”
sahut Anne lelah, “jadi aku memutuskan untuk mengaku karena aku mau pergi
ke piknik itu. Aku memikirkan sebuah pengakuan tadi malam sebelum tidur dan
aku membuatnya semenarik mungkin. Aku mengulangnya bekrkali-kali jadi aku
tak akan lupa. Tapi kau tetap tak mengijinkanku pergi ke piknik, jadi seluruh
kesusahanku sia-sia.

Meskipun Marilla sendiri ingin tertawa. Tapi hati nuraninya melarang.

“Anne, kau sungguh mengacaukan semuanya! Tapi aku salah—aku tahu itu
sekarang. Seharusnya aku tak menyangsikan ucapanmu ketika aku tak pernah
tahu kau mengarag cerita. Tentu saja, bukan hal yang benar kau mengakui
sesuatu yang tidak kau lakukan—hal itu sangat salah. Tapi aku menyebabkanmu
melakukannya. Jadi jika kau mau memaafkanku, Anne, aku akan memaafkanmu
dan kita akan mulai jujur lagi. Dan sekarang persiapkan dirimu untuk pergi
piknik.”

Anne terbang seperti roket.

“Oh, Marilla, apa tak terlalu terlambat?”

“Tidak, sekarang baru jam dua. Mereka tak akan memulainya sebelum banyak
yang berkumpul dan ada sekitar setengah jam lagi mereka baru akan minum teh.
Basuh wajahmu, sisir rambut dan kenakan baju katun tipismu. Aku akan
menyiapkan bekal untukmu. Ada banyak kue di rumah. Dan aku akan panggilkan
Jerry untuk memasangkan kuda pada kereta dan mengantarmu ke tempat
piknik.”

“Oh, Marilla,” seru Anne, berjalan cepat ke wastafel. “Lima menit lalu aku merasa
sangat malang sampai berharap aku tak pernah dilahirkan dan sekarang aku tak
akan mau bertukar tempat dengan malaikat!”

82
Malam itu Anne yang merasa sangat bahagia dan benar-benar kelelahan
kembali ke Green Gables dalam keadaan senang yang tak mungkin
digambarkan.

“Oh, Marilla, aku mengalami waktu yang sangat mewah. Mewah adalah kata
baru yang kupelajari hari ini. Aku mendengar Mary Alice Bell menggunakannya.
Bukankah itu sangat mahal? Segala sesuatunya sangat indah. Kami minum teh
yang enak dan kemudian Nyonya. Harmon Andrews menjajarkan kami semua di
the Lake of Shining Waters—enam orang sekaligus. Dan Jane Andrews nyaris
jatuh ke laut. Dia mencondongkan badannya untuk memetik bunga lili air dan
kalau Tuan. Andrews tak menangkapnya di ikat pinggangnya maka dalam waktu
singkat dia akan jatuh dan mungkin tenggelam. Aku berharap itu aku. Nyaris
tenggelam merupakan pengalaman yang sangat romantis. Itu akan menjadi
kisah yang mendebarkan hati untuk diceritakan. Lalu kami makan es krim. Aku
tak dapat mengatakan apa-apa untuk menggambarkan es krim itu. Marilla,
kujamin bahwa itu sangat indah.”

Malam itu Marilla menceritakan keseluruhan cerita pada Matthew dari balik
keranjang kaos kakinya.

“Aku akan mengaku bahwa aku telah membuat kesalahan,” putusnya terus
terang, “tapi aku telah belajar satu hal. Aku harus tertawa bila mengingat
‘pengakuan’ Anne, meskipun kurasa seharusnya aku tak boleh ketawa karena itu
benar-benar bohong. Tapi bagaimana pun itu tak seburuk yang lain, dan aku
bertanggung jawab untuk itu. Anak itu sulit memahami beberapa perhatian. Tapi
aku yakin dia akan mau memperbaikinya. Dan satu hal yang pasti, tak akan ada
rumah yang membosankan bila ada dia.”

Bab XV – Kegemparan tak Berarti di Sekolah

“Sungguh hari yang menyenangkan!” kata Anne, menarik napas panjang.


“Bukankah bagus hidup di hari seperti ini? Aku kasihan pada orang yang belum
dilahirkan karena melewatkannya. Mungkin mereka akan mengalami hari-hari
baik, tentu saja, tapi mereka tak akan pernah bisa merasakan hari ini. Dan masih
lebih menyenangkan memiliki kebiasaan yang bagus pergi ke sekolah, ya kan?”

“Jauh lebih bagus dari pada keluyuran di jalan; sangat berdebu dan panas,”
sahut Diana praktis, mengintip ke bekal makan malamnya dan menghitung
dengan ingatannya jika ketiga bolu raspberry yang berwarna-warni dan lezat itu
dibagi untuk sepuluh anak perempuan berapa gigitan masing-masing bisa dapat.

Anak perempuan di sekolah Avonlea selalu mengumpulkan makan siang


mereka, dan anak yang makan tiga bolu raspberry sendirian atau bahkan

83
membaginya hanya dengan satu orang kawan dekat akan selalamanya dijuluki
“sangat kikir”. Namun ketika bolu itu dibagi untuk sepuluh anak kau hanya cukup
mendapat untuk menggiurkanmu.

Cara Anne dan Diana pergi ke sekolah adalah salah satu YANG bagus. Anne
berpikir perjalanannya ke dan dari sekolah dengan Diana tak akan berkembang
meski dengan khayalan. Berjalan di sekitar jalan utama sangat tidak romantis;
tapi pergi melewati Lover’s Lane, Willowmere, Violet Vale, dan the Birch Path
sangat romantis, jika saja itu terjadi.

Lover’s Lane terbuka di bawah kebun buah di Green Gables dan terbentang jauh
ke dalam hutan sampai ke ujung ladang Cuthbert. Itu lah jalan yang dilalui ketika
membawa sapi-sapi ke padang rumput di belakang dan mengangkut kayu di
musim dingin. Anne menamakannya Lover’s Lane sebelum sebulan dia tinggal di
Green Gables.

“Bukan pecinta seperti itu yang benar-benar pernah melaluinya,” terangnya pada
Marilla, “tapi Diana dan aku membaca buku yang sangat luar biasa bagus dan
ada Lover’s Lane di dalamnya. Jadi kami juga ingin punya. Dan itu nama yang
sangat bagus, ya kan? Sangat romantis! Kita tak bisa membayangkan pecinta ke
dalamnya, kau tahu. Aku suka jalan itu karena kau bisa bebas berpikir dengan
suara keras di sana tanpa ada orang yang menyebutmu gila.”

Anne, mulai berangkat sendirian di pagi hari, berjalan menyusuri Lover’s Lane
sejauh aliran sungai. Di sini Diana bertemu dengannya, dan kedua anak kecil itu
mendaki jalan itu di bawah pohon maple yang rindang—“maple adalah sejenis
pohon yang ramah,” kata Anne, “pohon itu selalu bergemerisik dan berbisik
padamu”—hingga mereka sampai ke jembatan yang kasar. Lalu mereka
meninggalkan jalan itu dan berjalan melalui lapangan belakang Tuan. Barry dan
melewati Willowmere. Di seberang Willowmere ada Violet Vale—cekungan hijau
kecil dalam bayangan hutan besar Tuan. Andrew. “Tentu saja sekarang tak ada
bunga violet di sana,” Anne memberitahu Marilla, “tapi Diana bilang ada jutaan
bunga violet di sana pada musim semi. Oh, Marilla, tak bisakah kau
membayangkan melihatnya? Itu sangat membuatku tak bisa bernapas. Aku
menamakannya Violet Vale. Diana bilang dia tak pernah melihat kegembiraanku
karena menemukan nama khayalan untuk tempat. Menyenangkan bisa pandai
dalam suatu hal, ya kan? Tapi Diana memberi nama the Birch Path. Dia mau
memberi nama, jadi kubiarkan dia melakukannya; tapi aku yakin bisa
menemukan nama lain yang lebih puitis dari pada hanya the Birch Path. Siapa
pun bisa memikirkan nama seperti itu. Tapi the Birch Path adalah salah satu
tempat terindah di dunia, Marilla.”

Tempat itu memang indah. Orang lain selai Anne juga berpikir serupa ketika
mereka berjalan menyusurinya. Jalan itu agak sempit, berliku-liku, jauh memutar
ke sebuah bukit langsung dari hutan Tuan. Bell, tempat cahaya terpancar
kebawah melalui tabir kehijauan semulus berlian. Di setiap sisinya ditumbuhi

84
pepohonan birch yang agak muda, batang tanaman putih dan dahan besar;
tumbuhan paku dan starflower serta lili liar-dari-lembah juga rimbunan
pigeonberry merah tua tumbuh lebat di sepanjangnya; di sana selalu terhirup
udara beraroma rempah-rempah, dengan musik dari kicauan burung yang
memanggil dan tawa angin hutan yang terdengar sayup-sayup di pepohonan di
atas. Sementara itu kau bisa melihat seekor kelinci melompat melintasi jalan
kalau kau diam—yang, dengan Anne dan Diana, sangat jarang terjadi. Di lembah
jalan itu menuju ke jalan utama lalu tinggal mendaki bukit pohon spruce menuju
ke sekolah.

Sekolah Avonlea adalah sebuah gedung bercat putih, pinggiran atapnya rendah
dan jendelanya lebar, di dalamnya dilengkapi dengan meja tulis besar model
lama yang nyaman bisa dibuka dan ditutup, dan tutupnya penuh diukir dengan
inisial dan tulisan mesir kuno dari tiga generasi siswa sekolah. Bangunan
sekolah itu dipindahkan ke belakang dari pinggir jalan dan dibelakangnya
terdapat hutan fir yang agak gelap dan sungai tempat dimana anak-anak itu
meletakkan semua botol susu mereka di pagi hari agar tetap dingin dan manis
sampai waktu makan malam.

Marilla melihat Anne mulai berangkat ke sekolah pada hari pertama di bulan
September dengan diam-diam merasa sangat was-was. Anne anak yang aneh.
Bagaimana dia bisa bergaul dengan baik dengan anak-anak lain? Dan
bagaimana dia bisa mengendalikan diri untuk tutup mulut selama jam pelajaran
berlangsung?

Bagaimanapun segala sesuatunya berjalan lebih baik dari yang ditakuti Marilla.
Malam itu Anne pulang dengan semangat tinggi.

“Kupikir aku akan suka bersekolah di sini,” dia memberitahu. “Aku tak terlalu
memikirkan gurunya. Ia setiap saat memilin kumisnya dan memandang ke arah
Prissy Andrews. Prissy sudah dewasa, kau tahu. Dia berumur enam belas tahun
dan dia sedang belajar untuk ujian masuk ke Queen’s Academy di Charlottetown
tahun depan. Tillie Boulter bilang guru itu SANGAT MENYUKAI nya. Wajahnya
sangat cantik dan rambutnya keriting berwarna coklat dan dia merapikannya
dengan sangat elegan. Dia duduk di kursi panjang di belakang dan guru itu juga
duduk di sana, seringnya—untuk menjelaskan pelajaran, katanya. Tapi Ruby
Gillis bilang dia melihat guru itu menulis sesuatu di batu tulis Prissy lalu ketika
Prissy membacanya wajahnya bersemu semerah gula dan terkikik; dan Ruby
Gillis bilang dia yakin itu tak ada hubungannya dengan pelajaran.”

“Anne Shirley, jangan sampai aku mendengarmu bicara tentang gurumu seperti
itu lagi,” sahut Marilla pedas. “Kau tak pergi ke seolah untuk mencela guru.
Kurasa ia bisa mengajarkan MU sesuatu, dan tugasmu adalah belajar. Dan aku
mau kau segera paham bahwa kau tak pulang ke rumah untuk bercerita tentang
guru itu. Itu sesuatu yang tak tak akan kudukung. Kuharap kau anak yang baik.”

85
“Sebenarnya aku memang anak baik,” sahut Anne nyaman. “Itu tak sesulit yang
bisa kau bayangkan. Aku duduk dengan Diana. Tempat duduk kami tepat di
dekat jendela dan kami bisa melihat ke the Lake of Shining Waters di bawah.
Banyak anak-anak baik di sekolah dan kami bermain permainan yang sangat
menggembirakan saat makan malam. Sangat menyenangkan memiliki banyak
teman bermain. Tapi tentu saja yang paling kusukai adalah Diana dan akan
selalu begitu. Aku MENGAGUMI Diana. Aku jauh tertinggal dibandingkan yang
lain. Mereka semua sudah sampai ke buku yang kelima sedangkan aku masih di
buku yang keempat. Aku merasakannya semacam sebuah aib. Tapi tak ada
seorang pun di antara mereka yang memiliki imajinasi seperti aku dan aku tahu
itu. Hari ini kami belajar membaca, geografi, sejarah Kanada dan pendiktean.
Tuan. Philip bilang ejaanku sangat memalukan dan ia mengangkat batu tulisku
hingga setiap orang bisa melihatnya, semuanya diberi tanda. Aku merasa sangat
terhina, Marilla; kupikir, ia bisa lebih sopan pada orang asing. Ruby Gillis
memberiku sebuah apel dan Sophia Sloane meminjamkanku sebuah kartu
berwarna pink yang indah bertuliskan ‘Bolehkah aku melihat rumahmu?’ di
atasnya. Aku akan mengembalikannya besok. Dan Tillie Boulter membolehkanku
memakai cincin manik-manik nya sepanjang sore. Bolehkah aku minta beberapa
manik-manik mutiara dari bantal peniti lama di loteng untuk membuat cincin
untukku? Dan oh, Marilla, Jane Andrews bilang Minnie MacPherson bilang
padanya dia dengar Prissy Andrews memberitahu Sara Gillis bahwa hidungku
sangat bagus. Marilla, itu pujian pertama yang pernah kuterima seumur hidupku
dan kau tak bisa bayangkan betapa aneh rasanya. Marilla, benarkah hidungku
bagus? Aku tahu kau akan memberitahuku yang sebenarnya.”

“Hidungmu cukup bagus,” sahut Marilla pendek. Diam-diam ia berpikir hidung


Anne bagus dan menarik; tapi ia tak berniat mengatakan itu pada Anne.

Sudah tiga minggu berlalu dan sejauh ini semuanya berjalan lancar. Dan
sekarang, pagi September yang segar dan kering, Anne dan Diana bepergian
dengan riang gembira ke the Birch Path, dua anak paling gembira di Avonlea.

“Kurasa Gilbert Blythe akan sekolah hari ini,” kata Diana. “Dia telah mengunjungi
sepupunya di New Brunswick sepanjang musim panas dan dia pulang Sabtu
malam. Dia SANGAT ganteng, Anne. Dan dia sangat mengusik anak
perempuan. Dia membuat hidup kami sangat tersiksa.”

Nada bicara Diana menunjukkan bahwa dia lebih suka hidupnya tersiksa dari
pada tidak.

“Gilbert Blythe?” sahut Anne. “Bukankah itu nama yang tertulis di dinding
serambi depan dengan Julia Bell dan sebuah tulisan ‘Pengumuman’ di atasnya?”

“Ya,” sahut Diana, mengangkat kepalanya, “tapi aku yakin dia tak terlalu suka
pada Julia Bell. Aku dengar dia bilang dia belajar tabel perkalian dengan bintik-
bintik di wajah Julia Bell.”

86
“Oh, jangan bicara tentang bintik-bintik padaku,” Anne memohon. “Wajah
memang jadi tak halus karena aku banyak bintik. Tapi kupikir tulisan perhatian di
dinding tentang anak laki dan perempuan adalah hal paling tolol. Aku ingin lihat
orang yang berani menuliskan namaku di dinding dengan nama seorang anak
laki. Tidak, tentu saja,” dia cepat-cepat menambahkan, “bahwa ada orang yang
berani melakukannya.”

Anne menghela napas. Dia tak mau namanya di tulis di dinding. Tapi agak
memalukan mengetahui bahwa tindakan itu tak berbahaya.

“Omong kosong,” kata Diana, yang matanya berwarna hitam dan berambut halus
telah mematahkan hati anak-anak laki di sekolah karena namanya tertulis di
dinding serambi depan dalam setengah lusin pengumuman. “Itu hanya lelucon.
Dan kau jangan terlalu yakin namamu tak akan di tulis di situ. Charlie Sloane
SANGAT MENYUKAI mu. Dia bilang pada ibunya—IBU nya, kau ingat—bahwa
kau anak perempuan terpandai di sekolah. Itu lebih baik dari pada cantik.”

“Tidak, itu tak lebih baik,” sahut Anne, dari sisi kewanitaannya. “Aku lebih suka
cantik dari pada pintar. Dan aku benci Charlie Sloane, aku tak tahan dengan
anak laki bermata belo. Jika ada seseorang yang menuliskan namaku dengan
namanya aku tak akan MENJELASKAN nya, Diana Barry. Tapi MEMANG
menyenangkan untuk tetap tenang di kelas.”

“Setelah ini Gilbert akan ada di kelasmu,” kata Diana, “dan bisa kuberitahu, dia
pernah jadi juara di kelasnya. Dia baru di buku keempat meskipun sudah
berumur hampir empat belas tahun. Empat tahun lalu ayahnya sakit dan harus
pergi ke Alberta karena kesehatannya dan Gilbert ikut bersamanya. Mereka di
sana selama tiga tahun dan Gilbert hampir tak pergi ke sekolah mana pun
sampai mereka kembali. Kau tak akan segampang itu untuk tetap tenang di
kelas setelah ini, Anne.”

“Aku senang,” sahut Anne cepat. Aku tak bisa benar-benar bangga bisa tetap
tenang di antara anak laki dan perempuan yang berumur hanya sekitar sembilan
atau sepuluh tahun. Kemarin aku bangun dengan mengeja ‘ebullition.’ Josie Pye
adalah bintang kelas dan, kau ingat, dia mencontek ke bukunya. Tuan. Philip tak
melihatnya—ia sedang melihat ke Prissy Andrews—tapi aku melihatnya. Aku
memandangnya dengan pandangan mencela dan membuatnya beku lalu
wajahnya menjadi semerah gula dan akhirnya dia salah mengeja kata itu.”

“Anak-anak Pye itu selalu berbuat curang,” sahut Diana marah, begitu mereka
memanjati pagar di jalan utama. “Sebenarnya kemarin Gertie Pye pergi dan
meletakkan botol susu miliknya di tempatku di sungai. Pernahkah kau? Sekarang
aku tak mau bicara dengannya.”

87
Ketika Tuan. Philip berada di bagian belakang kelas mendengarkan bahasa Latin
Prissy Andrews, Diana berbisik pada Anne,

“Gilbert Blythe itu duduk tepat di seberang jalur dari tempat dudukmu, Anne.
Lihatlah dia dan kita lihat apakah kau tak berpikir dia ganteng.”

Karena itu Anne melihatnya. Dia punya kesempatan bagus untuk melakukannya,
karena Gilbert Blythe yang dibicarakan sedang diam-diam asyik menjepit
kepangan panjang berwarna kuning milik Ruby Gillis, yang duduk di depannya,
ke belakang tempat duduknya. Dia anak laki yang tinggi, dengan rambut keriting
berwarna coklat, mata yang nakal, dan mulut yang membentuk senyuman
menggoda. Sekarang ini Ruby Gillis akan membawa hitung-hitungannya ke guru,
dia terjatuh ke belakang ke tempat duduknya dan menjerit kecil, yakin rambutnya
tertarik dari akarnya. Semua orang memandangnya dan Tuan. Philips
memandang dengan sorotan marah karena Ruby mulai menangis. Gilbert telah
dengan cepat melepaskan jepitan itu sehingga tak tertangkap mata lalu
menekuni sejarah dengan wajah paling serius di dunia; tapi ketika keributan itu
telah reda dia melihat ke arah Anne dan mengedipkan mata dengan cara yang
sungguh sangat menggelikan hati hingga tak terkatakan.

“Menurutku Gilbert Blythe mu MEMANG ganteng,” ungkap Anne pada Diana,


“tapi kupikir dia sangat kurang ajar. Bukan kebiasaan bagus mengedipkan mata
pada anak perempuan yang belum dikenal.”

Tapi tak sampai sore masalah benar-benar akan terjadi.

Tuan. Phillips kembali ke sudut untuk menjelaskan suatu soal dalam aljabar ke
Prissy Andrews dan murid-murid lainnya melakukan berbagai hal lain yang
mereka sukai seperti makan apel hijau, berbisik, menggambar di batu tulis, dan
menggerak-gerakkan jangkrik yang dipasangi tali, naik turun di jalur antara
tempat duduk. Gilbert Blythe berusaha menarik perhatian Anne Shirley dan sama
sekali gagal, karena pada saat itu Anne benar-benar tak sadar bukan hanya
akan kehadiran Gilbert Blythe, tapi akan seluruh murid di sekolah Avonlea itu
sendiri. Dengan tangan menopang dagu dan mata terpaku pada birunya the
Lake of the Shining Waters yang terlihat dari jendela sebelah barat, dia berada
jauh di negeri impian yang indah tak mendengar dan melihat apa pun sibuk
dengan khayalannya sendiri yang menakjubkan.

Gilbert Blythe tak biasa bersusah payah menarik perhatian anak perempuan dan
menemui kegagalan. Dia HARUS melihatnya, anak bernama Shirley yang
berambut merah itu dengan dagu kecil yang lancip dan mata besar yang tak
seperti mata anak perempuan lainnya di sekolah Avonlea.

Gilbert sampai di seberang jalur, mengambil ujung kepangan rambut merah


Anne, menariknya agak jauh dan berbisik tajam:

88
“Wortel! Wortel!”

Lalu Anne menatapnya dengan dendam!

Dia lebih dari sekedar menatap. Dia bangkit berdiri, khayalannya yang
cemerlang hancur berkeping tak terselamatkan. Dia melayangkan tatapan marah
pada Gilbert dari mata yang kilatan amarahnya dengan cepat hilang berganti
airmata amarah.

“Kau jahat, anak yang penuh kebencian!” seru Anne menggebu. “Beraninya kau!”

Lalu—thwack! Anne telah menjatuhkan batu tulisnya ke kepala Gilbert dan


meretakkannya—batu tulis bukan kepala—itu jelas.

Murid-murid di sekolah Avonlea selalu menikmati suatu adegan. Ini satu adegan
spesial yang dapat dinikmati. Semua orang berseru “Oh” dalam kegembiraan
yang sangat. Diana terengah. Ruby Gillis, yang cenderung histeris, mulai
menangis. Tommy Sloane membiarkan semua anggota kelompok jangkriknya
melarikan diri darinya ketika dia melihat ke tablo dengan mulut terbuka.

Tuan. Phillips berjalan dengan angkuh di jalur antara tempat duduk dan
meletakkan tangannya dengan berat di bahu Anne.

“Anne Shirley, apa maksudnya ini?” ucapnya marah. Anne tak menjawab. Perlu
terlalu banyak darah dan daging untuk mengharapkannya memberitahu di depan
seluruh murid sekolah bahwa dia dipanggil “wortel.” Gilbertlah orang yang berani
mengatakan itu.

“Ini salah saya Tuan. Phillips. Aku mengganggunya.”

Tuan. Phillips tak menggubris Gilbert.

“Saya menyesal melihat murid saya menunjukkan amarah seperti itu dan sifat
ingin balas dendam,” ia berkata dengan nada serius, seolah adanya kenyataan
menjadi muridnya harus membasmi seluruh nafsu jahat dari hati karena
perbuatan kecil yang nyaris menyebabkan kematia. “Anne, berdiri di platform di
depan papan tulis sepanjang sisa sore ini.”

Anne akan jauh lebih suka cambukan sebagai hukuman karena jiwanya yang
sensitif akan gemetar dengan pukulan cambuk. Dengan wajah tenang dia
menurut. Tuan. Phillips mengambil sebatang kapur crayon dan menulis di papan
tulis di atas kepala Anne.

“Anne Shirley memiliki watak yang sangat buruk. Anne Shirley harus belajar
mengendalikan amarahnya,” lalu membacanya keras-keras sampai bahkan
murid dasar, yang tak bisa membaca tulisan, bisa memahaminya.

89
Anne berdiri di sana sepanjang sisa sore dengan cerita dongeng itu di atas
kepalanya. Dia tak menangis atau pun gantung diri. Kemarahan masih terlalu
meluap-luap dalam hatinya untuk melakukan itu dan itu menghalanginya di
tengah-tengah derita malunya. Dengan mata penuh sesal dan pipi bersemu
karena marah dengan cara yang sama dia menghadapi pandangan simpatik
Diana, anggukan kemarahan Charlie Sloane dan senyuman dengki Josie Pye.
Sementara untuk Gilbert Blythe, dia bahkan tak sudi melihatnya. Dia TAK AKAN
PERNAH sudi melihatnya lagi! Dia tak akan sudi bicara dengannya!!

Ketika sekolah usai Anne berjalan dengan menegakkan kepalanya yang


berambut merah. Gilbert Blythe berusaha menahannya di pintu serambi depan.

“Aku benar-benar minta maaf karena telah membuat lelucon dengan rambutmu,
Anne,” bisiknya menyesal. “Jujur aku menyesal. Sekarang, jangan marah lagi.”

Anne melewatinya dengan cepat dengan sikap menghina, tanpa melihat atau
pun tanda dia mendengarnya. “Oh, teganya kau, Anne?” komentar Diana begitu
mereka menyusuri jalan setengah menyalahkan, setengah kagum. Diana merasa
DIA tak akan tahan dengan permohonan Gilbert.

“Aku tak akan pernah memaafkan Gilbert Blythe,” sahut Anne tegas. “Dan Tuan.
Phillips juga memanggil namaku tanpa huruf e. Belenggu telah merasuki jiwaku,
Diana.”

Diana tak mengerti sedikit pun apa yang Anne maksud tapi dia memahaminya
sebagai sesuatu yang sangat buruk.

“Kau tak harus keberatan Gilbert membuat lelucon dengan rambutmu,” katanya
menenangkan. “Kenapa, dia mengisengi seluruh anak perempuan. Dia
menertawakan rambutku karena sangat hitam. Dia memanggilku burung gagak
berkali-kali; dan aku juga tak pernah mendengarnya minta maaf sebelumnya
untuk apa pun.”

“Berbeda sekali antara dipanggil burung gagak dengan dipanggil wortel,” sahut
Anne berwibawa. “Gilbert Blythe telah menyakiti perasaanku DENGAN
MENYEDIHKAN, Diana.”

Mungkin saja hal itu bisa mereda tanpa lebih banyak kesedihan kalau saja tak
terjadi hal lain. Tapi ketika masalah mulai terjadi maka masalah sebelumnya
akan terus berlanjut.

Murid-murid Avonlea sering menghabiskan waktu siang dengan mengambil


getah di belukar pepohonan spruce kepunyaan Tuan. Bell dan melintasi padang
rumputnya yang luas. Dari sana mereka tetap bisa memperhatikan rumah Eben
Wright, tempat di mana guru tinggal. Ketika mereka melihat Tuan. Phillips

90
muncul dari sana mereka berlari menuju gedung sekolah; tapi jaraknya sekitar
tiga kali lebih jauh dari jalan rumah Tuan. Wright dan mereka sangat tangkas
untuk sampai di sana, kehilangan napas dan terengah-engah, terlalu terlambat
sekitar tiga menit.

Keesokan harinya Tuan. Phillips menggunakan salah satu peraturan


dadakannya dan mengumumkan sebelum pulang untuk makan malam, bahwa
dia berharap seluruh murid sudah berada di tempat duduknya masing-masing
begitu ia kembali. Siapa pun yag datang terlambat akan dihukum.

Semua anak laki dan beberapa anak perempuan pergi ke belukar pepohonan
spruce Tuan. Bell seperti biasa, benar-benar berniat berada di sana beberapa
saat hanya untuk “memetik kunyahan.” Tapi belukar pepohonan spruce sangat
memikat dan biji karet yang menguning amat memperdaya; mereka memetik,
berlengah-lengah dan mondar-mandir; dan seperti biasa hal pertama yang
menyadarkan mereka akan habisnya waktu adalah teriakan Jimmy Glover dari
atas pohon spruce tua “Guru datang.”

Anak-anak perempuan yang memang berada di tanah, berlari duluan dan


berusaha sampai di gedung sekolah tepat waktu tanpa membuang waktu
sedetikpun. Anak-anak laki, yang harus berputar cepat turun dari pohon, berlari
kemudian; dan Anne, yang tak memetik getah sama sekali tapi malah berkeliling-
keliling dengan gembira jauh di ujung belukar, setinggi pinggang di antara
pepohonan pakis besar, bernyanyi lirih sendirian, dengan serangkai bunga lili di
rambutnya seolah dia adalah makhluk Tuhan yang liar di tempat teduh, paling
akhir dari semuanya. Bagaimanapun, Anne bisa berlari seperti seekor rusa; dia
berlari dengan sangat curang dimana dia menyusul anak-anak laki di pintu dan
mendahului mereka masuk ke kelas tepat ketika Tuan. Phillips sedang
meletakkan topinya.

Semangat Tuan. Phillips yang singkat dalam menerapkan peraturannya telah


habis; ia tak mau bersusah-payah memberi hukuman pada selusin murid; tapi
harus melakukan sesuatu untuk menepati apa yang telah diucapkannya, ia
mencari-cari sebab kesalahan dan ia menemukannya pada Anne, yang telah
jatuh terduduk di kursinya, terengah-engah, dengan rangkaian lili yang
terlupakan terselip miring di salah satu telinga dan membuatnya tampak sangat
kusut dan tidak rapi.

“Anne Shirley, karena tampaknya kau lebih suka dengan rombongan anak-anak
laki maka kami akan memperturutkan seleramu itu sore ini,” sindirnya. “Buang
bunga itu dari rambutmu lalu duduk dengan Gilbert Blythe.”

Anak-anak laki lain tertawa tergelak-gelak. Diana, yang berubah pucat karena
kasihan, menarik rangkaian bunga itu dari rambut Anne dan memegang
tangannya erat. Anne memandang ke guru itu seolah berubah menjadi batu.

91
“Apa kau dengar apa yang kusuruh, Anne?” Tuan. Phillips bertanya marah.

“Ya, pak,” sahut Anne pelan “tapi kurasa anda tak serius.”

“Kupastikan padamu aku serius”—masih dengan nada menyindir yang seluruh


anak, dan terutama Anne, tak menyukainya. Keadaan memburuk. “Patuhi aku
sekarang juga.”

Untuk beberapa saat Anne tampak seolah bermaksud akan membangkang.


Kemudian, sadar tak ada bantuan yang bisa diharapkan, dia bangkit dengan
angkuh, melangkah melintasi jalur antara tempat duduk, duduk di sebelah Gilbert
Blythe, dan menenggelamkan wajahnya di antara kedua lengannya di atas meja.
Ruby Gillis, yang meliriknya sekilas begitu Anne menenggelamkan wajahnya,
berkata pada yang lain saat pulang dari sekolah bahwa dia “benar-benar tak
pernah melihat hal seperti itu—wajahnya sangat putih, dengan bintik-bintik
merah kecil yang mengerikan di wajahnya.”

Bagi Anne, ini akhir dari segalanya. Cukup buruk dihukum sendirian di antara
selusin anak lainnya yang memiliki kesalahan sama; bahkan lebih parah lagi
disuruh duduk dengan anak laki, bahkan anak laki itu haruslah Gilbert Blythe
yang telah sangat menghinanya dengan tidak adil sampai sama sekali tak
tertahankan. Anne merasa tak sanggup menanggungnya dan tak berdaya. Dia
merasa meluap-luap dengan rasa malu, amarah dan penghinaan.

Awalnya murid-murid lainnya saling memandang, berbisik, tertawa terkikik dan


menyikut. Tapi karena Anne tak pernah mengangkat kepalanya dan Gilbert
mengerjakan bilangan pecahan seolah segenap jiwanya asyik dengan bilangan
pecahan itu dan hanya itu, mereka segera kembali ke tugasnya sendiri dan Anne
pun terlupakan. Ketika Tuan. Phillips memanggil keluar anak-anak kelas sejarah
Anne seharusnya pergi, tapi Anne tak bergerak, lalu Tuan. Phillips, yang telah
menulis beberapa syair “Untuk Priscilla” sebelum ia memanggil anak-anak itu,
masih terus menerus memikirkan sajak dan tak pernah melewatkannya. Suatu
kali, ketika tak ada seorang pun yang melihat, Gilbert mengambil permen kecil
berbentuk hati berwarna pink dengan tulisan emas di atasnya, “Kamu manis,”
dan menyelipkannya ke tangan Anne. Lalu Anne bangun, mengambil permen
hati pink itu dengan hati-hati di antara ujung jari-jari tangannya, menjatuhkannya
ke lantai, melumatkannya menjadi bubuk di bawah tumitnya, dan duduk kembali
di bangkunya tanpa sudi melirik Gilbert.

Ketika sekolah usai Anne berjalan ke mejanya, dengan sok mengeluarkan


semua yang ada di dalamnya, buku-buku dan catatan, pena dan tinta, agama
dan ilmu hitung, lalu menumpuknya dengan rapi di atas batu tulisnya yang retak.

“Untuk apa kau membawa pulang itu semua, Anne?” Diana ingin tahu, segera
begitu mereka berada di jalan. Dia tak berani menanyakan itu sebelumnya.

92
“Aku tak akan kembali lagi ke sekolah,” sahut Anne. Diana tersengal dan
menatap Anne untuk melihat apakah dia serius.

“Apakah Marilla akan membolehkanmu berada di rumah dan tak ke sekolah?”


tanyanya.

“Ia harus membolehkan,” sahut Anne. “Aku TAK AKAN PERNAH ke sekolah
bertemu orang itu lagi.”

“Oh, Anne!” Diana tampak seolah akan menangis. “Aku sungguh berpikir kau
jahat. Apa yang harus kulakukan? Tuan. Phillips akan menyuruhku duduk
dengan Gertie Pye yang mengerikan itu—aku tahu ia akan melakukannya
karena dia duduk sendiri. Tolong kembalilah, Anne.”

“Aku akan lakukan hampir segalanya di dunia untukmu, Diana,” sahut Anne
sedih. “Aku akan biarkan tubuhku hancur berkeping-keping kalau itu akan
memberi kebaikan untukmu. Tapi aku tak bisa melakukan ini, jadi tolong jangan
minta aku melakukannya. Kau sangat menyiksaku.”

“Bayangkan saja semua kesenangan yang akan kau lewatkan,” kata Diana
murung. “Kami akan membuat rumah baru paling indah di bawah dekat sungai;
dan kami akan bermain bola minggu depan dan kau tak pernah bermain bola,
Anne. Itu sangat luar biasa mengasyikkan. Dan kami akan belajar sebuah lagu
baru—Jane Andrews sedang mempraktekkannya sekarang; dan Alice Andrews
akan membawa buku Pansy baru minggu depan dan kami semua akan
membacanya keras-keras, per bab, di bawah dekat sungai. Dan kau tahu kau
sangat suka membaca keras-keras, Anne.”

Tak ada yang bisa mempengaruhi Anne sedikitpun. Tekadnya sudah bulat. Dia
tak akan ke sekolah bertemu Tuan. Phillips lagi; dia akan mengatakannya pada
Marilla setibanya di rumah.

“Omong kosong,” kata Marilla.

“Itu sama sekali bukan omong kosong,” sahut Anne, memandang Marilla dengan
serius, pandangan mencela. “Tidakkah kau mengerti, Marilla? Aku sudah dihina.”

“Dihina omong kosog! Besok kau akan ke sekolah seperti biasa.”

“Oh, tidak.” Anne menggeleng pelan. “Aku tak akan kembali, Marilla. Aku akan
belajar di rumah dan aku akan bersikap sebaik yang kubisa dan terus menutup
mulutku sepanjang waktu kalau sama sekali memungkinkan. Tapi aku tak akan
kembali ke sekolah, kujamin.”

Marilla sungguh melihat sesuatu seperti sifat keras kepala dan tak mau mundur
pada wajah mungil Anne. Ia tahu akan kesulitan dalam mengatasinya; tapi

93
kemudian dengan bijak ia memutuskan tak banyak bicara lagi. “Aku akan pergi
menemui Rachel untuk mempertimbangkannya malam ini,” pikirnya. “Tak ada
gunanya berdebat dengan Anne sekarang. Dia sedang terlalu gusar dan
menurutku dia akan sangat keras kepala. ayang bisa kupahami dari ceritanya,
Tuan. Phillips telah berbuat agak sewenang-wenang. Tapi tentu saja akan tak
akan mengatakan itu padanya. Aku hanya akan membicarakannya dengan
Rachel. Dia telah menyekolahkan sepuluh orang anak dan dia seharusnya tahu
sesuatu mengenai kejadian itu. Sekarang, dia juga akan mendengar cerita
selengkapnya.”

Marilla mendapati Nyonya. Lynde sedang merajut selimut tebal serajin dan
segembira biasanya.

“Kurasa kau tahu maksud kedatanganku,” katanya, agak malu-malu.

Nyonya. Rachel mengangguk.

“Kutebak, tentang pertengkaran Anne di sekolah,” sahutnya. “Tillie Boulter dalam


perjalanan pulang dari sekolah dan dia menceritakannya padaku.” “Aku tak tahu
apa yng harus kulakukan padanya,” sahut Marilla. “Dia bilang tak mau kembali
ke sekolah. Aku tak pernah melihat anak yang sangat gusar. Sejak dia
bersekolah aku sudah menduga akan ada masalah. Kutahu semuanya berjalan
terlalu lancar sampai akhir. Perasaannya sangat halus. Apa yang akan kau
sarankan, Rachel?”

“Well, karena kau minta saranku, Marilla,” sahut Nyonya. Lynde ramah—Nyonya.
Lynde sangat suka dimintai nasehat—“Pertama aku akan sedikit menghiburnya,
itu yang akan kulakukan. Aku yakin Tuan. Phillips yang salah. Tentu saja, itu tak
akan kita katakan pada anak-anak, kau tahu. Dan tentu saja ia sudah benar
dengan menghukumnya kemarin karena sudah naik darah. Tapi hari ini berbeda.
Anak lain yang telat seharusnya juga dihukum seperti Anne, itu masalahnya. Dan
aku tak yakin dengan bentuk hukuman menyuruh anak perempuan duduk
dengan anak laki. Itu tidak sopan. Tillie Boulter benar-benar marah. Dia langsung
berpihak pada Anne dan katanya seluruh murid melakukan hal yang sama.
Bagaimanapun, Anne tampak benar-benar populer di antara mereka. Aku tak
pernah menyangka dia bisa bergaul sangat baik dengan mereka.”

“Lalu menurutmu aku lebih baik membiarkannya tinggal di rumah,” sahut Marilla
keheranan.

“Ya. Tepat, aku tak akan bicara tentang sekolah padanya lagi sampai dia sendiri
yang mengungkitnya. Yakinlah, Marilla, dia akan tenang kembali dalam
seminggu atau beberapa hari dan cukup siap untuk mempertimbangan kembali
kemauannya sendiri, sementara, kalau kau memaksanya segera kembali
bersekolah, kau tahu tingkah dan kemarahan seperti apa yang akan
dilakukannya kemudian dan membuat masalah yang lebih parah dari

94
sebelumnya. Menurutku, semakin sedikit bertengkar dengannya akan lebih baik.
Dia tidak akan terlalu banyak tinggal hanya karena tak pergi ke sekolah, selama
ITU berjalan. Tuan. Phillips sama sekali tak baik sebagai seorang guru.
Perintahnya memalukan, itu intinya, ia mengabaikan pesta anak-anak dan
menghabiskan seluruh waktunya mempersiapkan murid-murid yang sudah
dewasa itu untuk ratu. Ia tak akan dikontrak lagi oleh sekolah itu kalau pamannya
tak menjadi komisaris—KOMISARIS, karena ia memperbudak dua lainnya, itulah
sebabnya. Aku tak tahu akan menjadi seperti apa pendidikan di Island ini.”

Nyonya. Rachel menggeleng-gelengkan kepalanya, sebanyak keinginannya


mengatakan bahwa kalau saja ia adalah ketua Sistem Pendidikan Provinsi maka
segala sesuatunya akan jauh lebih teratur.

Marilla mengikuti saran Nyonya. Rachel dan tak menyinggung lagi masalah
kembali ke sekolah pada Anne. Dia belajar di rumah, mengerjakan
pekerjaannya, dan bermain dengan Diana di waktu senja musim gugur yang
ungu dan dingin; tapi ketika dia bertemu Gilbert Blythe di jalan atau bertemu
secara kebetulan di sekolah Minggu dia melewatinya dengan jijik hingga tak
tersentuh sedikitpun oleh keinginan Gilbert yang sungguh-sungguh untuk
berbaikan dengannya. Bahkan usaha Diana sebagai penengah tak membantu.
Anne telah benar-benar membulatkan tekad untuk membenci Gilbert Blythe
sampai akhir hayatnya.

Sebanyak kebenciannya pada Gilbert, bagaimanapun, dia sangat mencintai


Diana, dengan seluruh cinta pada hati kecilnya yang menggebu, sama kuatnya
rasa suka dan tidak suka. Pada suatu malam Marilla, masuk dari kebun buah
dengan sekeranjang apel, mendapati Anne sedang duduk di dekat jendela timur
pada waktu senja, menangis terisak.

“Apa masalahnya sekarang, Anne?” tanyanya.

“Ini tentang Diana,” Anne menangis tersedu. “Aku sangat mencintai Diana,
Marilla. Aku tak akan pernah bisa hidup tanpanya. Tapi aku sangat tahu ketika
kami dewasa Diana akan menikah, pergi jauh dan meninggalkanku. Dan oh, apa
yang harus kulakukan? Aku benci suaminya—aku amat sangat membencinya.
Aku telah membayangkan semuanya—pernikahan itu dan semuanya—Diana
memakai gaun seputih salju, dengan kerudung, dan tampak secantik dan
seagung ratu; dan aku pengiring pengantinnya, dengan gaun yang indah juga,
dan bagian lengan yang gembung, tapi dengan hati terluka yang tersembunyi
oleh senyuman di wajahku. Lalu mengucapkan pada Diana selamat tinggal-al-al
—“ Sekarang Anne telah benar-benar terpuruk dan menangis semakin getir.

Marilla cepat-cepat berpaling untuk menyembunyikan wajahnya yang mulai


bergerak-gerak; tapi itu tak ada gunanya; ia jatuh ke kursi terdekat dan
meledaklah gelak tawanya yang terbahak-bahak dan tak biasanya hingga

95
Matthew, yang sedang melintasi halaman di luar, berhenti karena keheranan.
Kapan ia pernah mendengar Marilla tertawa seperti itu sebelumnya?

“Well, Anne Shirley,” kata Marilla begitu ia mampu bersuara, “kalau kau harus
gelisah tanpa alasan, demi Tuhan lakukanlah yang lebih berguna. Aku akan
berpikir kau berimajinasi, cukup yakin.”

Bab XVI – Diana diundang untuk Minum Teh dengan Akibat Tragis

Oktober adalah bulan yang indah di Green Gables, ketika pepohonan birch di
lembah menjadi keemasan seperti cahaya matahari, pepohonan maple di
belakang kebun buah berwarna merah tua indah, dan pepohonan cherry liar di
sepanjang jalan indah menaungi dengan warnanya yang merah gelap dan hijau
kemerahan, sementara akibatnya lapangan terkena sinar matahari.

Anne bersuka ria dengan warna-warni di sekelilingnya.

“Oh, Marilla,” serunya di suatu pagi Sabtu, masuk dengan menari dan tangannya
penuh dengan dahan pohon yang indah. “Aku sangat senang bisa tinggal di
tempat yang ada bulan oktober. Akan sangat tidak menyenangkan kalau kita
melompat dari September ke November, ya kan? Coba lihat cabang-cabang
pohon maple ini. Tidakkah cabang-cabang itu memberimu sensasi—beberap
sensasi? Aku akan menghias kamarku dengannya.”

“Kamar yang morat-marit,” sahut Marilla, yang jiwa seninya tak berkembang
pesat. “Kau membuat kamarmu sama sekali berantakan dengan terlalu banyak
benda dari luar rumah, Anne. Kamar tidur dibuat untuk kita tidur di dalamnya.”

“Oh, dan juga untuk bermimpi, Marilla. Dan kau tahu seseorang bisa bermimpi
jauh lebih indah dalam sebuah kamar dengan benda-benda bagus di dalamnya.
Aku akan menaruh dahan-dahan ini dalam kendi biru lama dan meletakkannya di
atas mejaku.”

“Kalau begitu ingat jangan sampai daun-daunnya rontok di tangga. Aku akan
menghadiri rapat The Aid Society sore ini, Anne, dan mungkin belum tiba di
rumah sebelum gelap. Kau harus menyiapkan makan malam untuk Matthew dan
Jerry, jadi jagalah jangan sampai kau lupa membuat teh sampai kau duduk di
meja seperti terakhir kali.”

“Aku buruk sekali sampai melupakannya,” sahut Anne menyesal, “tapi itu sore
ketika aku sedang memikirkan nama untuk Violet Vale dan itu membuatku tak
memikirkan hal lain. Matthew sangat baik. Ia tak pernah marah sedikitpun. Ia

96
sendiri yang membuatkan teh dan berkata kami praktis boleh menunggu. Dan
aku menceritakan dongeng yang indah sambil menunggu, jadi ia tak merasa
waktu lama sama sekali. Itu dongeng yang sangat bagus, Marilla. Aku lupa akhir
ceritanya, jadi aku mengarangnya sendiri dan Matthew bilang ia tidak tahu
dimana hubungannya.”

“Matthew akan berpikir itu tak jadi soal, Anne, kalau kau bangun dan makan di
tengah malam. Tapi saat ini kau jangan sampai kehilangan akal. Dan—aku tak
yakin apakah aku melakukan hal yang benar—ini mungkin akan membuat
pikiranmu lebih tak karuan dari sebelumnya—tapi kau boleh mengajak Diana ke
sini dan melewati sore dengan juga minum teh di sini.”

“Oh, Marilla!” Anne menggenggam tangannya. “Benar-benar sangat indah!


Akhirnya kau SUNGGUH bisa membayangkan semuanya atau kalau tidak kau
tak akan pernah mengerti betapa aku sangat merindukan hal ini terjadi. Ini akan
tampak sangat menyenangkan dan membanggakan. Jangan takut aku akan lupa
membuatkan teh ketika aku ada kawan. Oh, Marilla, bolehkah aku menggunakan
seperangkat cangkir bermotif kuncup bunga mawar?”

“Tidak, sungguh tak boleh! Cangkir bermotif kuncup mawar! Well, lalu apa? Kau
tahu aku tak pernah menggunakannya kecuali untuk pendeta atau anggota The
Aid. Kau akan menggunakan perangkat cangkir lama berwarna coklat. Tapi kau
boleh buka wadah kuning kecil berisi sele cherry. Bagaimanapun sudah
waktunya itu digunakan—aku yakin itu akan mulai bekerja. Dan kau boleh
memotong beberapa kue rasa buah dan makan kue-kue kering dan buncis.”

“Aku benar-benar dapat membayangkan sedang duduk di kepala meja dan


menuangkan teh,” sahut Anne, memejamkan matanya dengan estetis. “Lalu
menanyakan apakah Diana mau gula! Aku tahu dia tak mau tapi tentu saja aku
akan menanyakannnya seolah-olah aku tak tahu. Kemudian memaksanya
mengambil sepotong kue lagi atau menawarkan sele padanya. Oh, Marilla,
hanya membayangkannya saja sudah membuatku merasakan sensasi yang
indah. Bolehkah aku mengajaknya ke ruang yang kosong untuk meletakkan
topinya ketika dia datang? Lalu duduk di ruang tamu?”

“Tidak. Kau boleh menggunakan ruang duduk untuk teman-temanmu. Tapi di


sana ada botol setengah penuh dengan minuman anggur manis raspberry sisa
dari pertemuan gereja malam kemarin. Anggur itu ada di rak kedua di lemari
ruang duduk, kau dan Diana boleh meminumnya kalau mau, dan kue kering
untuk dimakan sambil minum anggur itu di waktu sore, kujamin Matthew akan
telat saat minum teh karena ia akan mengangkut kentang ke kapal.”

Anne berlari ke lembah, melewati Dryad’s Bubble dan mendaki jalan yang
dipenuhi pohon spruce ke Orchard Slope, mengundang Diana minm teh.
Hasilnya baru saja Marilla berangkat ke Carmody, Diana sampai, memakai
pakaianNYA yang terbagus kedua dan tampak sangat tepat digunakan

97
menghadiri jamuan teh di luar. Di lain waktu dia terbiasa berlari masuk ke dapur
tanpa mengetuk pintu; tapi sekarang dia mengetuk pintu depan dengan sopan.
Lalu ketika Anne, yang memakai baju terbagusnya kedua, dengan sama
sopannya membuka pintu, kedua anak perempuan itu berjabat tangan dengan
agak payah seolah mereka belum pernah bertemu sebelumnya. Kekhidmatan
yang tak biasa ini berlangsung sampai setelah Diana diajak ke loteng timur untuk
menyimpan topinya lalu duduk di ruang duduk selama sepuluh menit, bersiap-
siap.

“Bagaimana kabar ibumu?” Anne bertanya sopan, seolah dia tak melihat
Nyonya. Barry memetik apel pagi itu dalam keadaan sehat walafiat.

“Dia sangat sehat, terima kasih. Kurasa Tuan. Cuthbert akan mengangkut
kentang ke LILY SANDS sore ini, ya kan?” sahut Diana, yang telah menumpang
di kereta Matthew sampai ke tempat Tuan. Harmon Andrews pagi itu.

“Ya. Hasil panen kentang kami sangat bagus tahun ini. Kuharap hasil panen
ayahmu juga bagus.”

“Hasil panen kami lumayan bagus, terima kasih. Apa kau sudah memetik banyak
apel di kebunmu?”

“Oh, banyak sekali,” sahut Anne lupa menjaga wibawanya dan melompat cepat.
“Ayo kita ke luar ke kebun dan memetik beberapa Red Sweeting, Diana. Marilla
bilang kita boleh memetik semua yang tersisa di pohon. Marilla seorang wanita
yang sangat murah hati. Ia bilang kita boleh makan kue rasa buah dan sele
cherry saat minum teh. Tapi bukan sikap yang baik memberitahu temanmu apa
yang akan kau hidangkan, jadi aku tak akan memberitahumu apa yang ia bilang
boleh kita minum. Nama minuman itu dimulai dengan huruf A dan R dan
warnanya merah terang. Aku suka minuman berwarna merah terang, kau juga
kan? Rasanya dua kali lebih enak daripada warna lain.”

Kebun buah itu, dengan dahan besarnya yang menjulur menyapu tanah penuh
dengan buah, ternyata sangat menyenangkan sehingga kedua anak itu
menghabiskan sebagian besar waktu sorenya di situ, duduk di pojok berumput
dimana kebekuan telah menyerap kehijauan dan sinar matahari lembut musim
gugur bersinar hangat, makan apel dan ngobrol sekuat yang mereka sanggup.
Banyak yang ingin diceritakan oleh Diana pada Anne tentang apa yang terjadi di
sekolah. Dia harus duduk dengan Gertie Pye dan dia benci itu; Gertie
mendecitkan pinsilnya setiap saat dan itu sangat membuat darahnya—Diana—
membeku; Ruby Gillis telah mengguna-guna semua kutilnya, sungguh, dengan
kekuatan gaib batu kerikil yang diberikan oleh Mary Joe tua dari Creek untuknya.
Kau harus menggosok kutil dengan batu kerikil itu lalu lemparlah dari atas bahu
kirimu pada saat bulan muda dan semua kutil itu akan hilang. Nama Charlie
Sloan telah ditulis dengan nama Em White di dinding serambi depan dan Em
White SANGAT MARAH karenanya; Sam Boulter telah “lancang” pada Tuan.

98
Phillips di kelas lalu Tuan. Phillips mencambuknya, kemudian ayah Sam datang
ke sekolah dan menantang Tuan. Phillips kalau berani memukul salah satu di
antara anaknya lagi; dan Matie Andrews punya sebuah kerudung baru berwarna
merah dan alat penyeberang jalan warna biru dengan rumbai-rumbai di atasnya
dan karenanya gayanya menjadi sangat memuakkan; dan Lizzie Wright tak
bicara dengan Mamie Wilson karena kakak Mamie Wilson telah membuat
hubungan kakak Lizzie Wright dengan kekasihnya putus; dan semua orang
sangat merindukan Anne dan berharap dia kembali ke sekolah; dan Gilbert
Blythe—

Tapi Anne tak mau mendengar tentang Gilbert Blythe. Dia melompat dengan
tergesa dan berkata mereka seharusnya masuk dan minum anggur manis
raspberry.

Anne melihat ke rak kedua di lemari ruangan itu tapi tak ada botol anggur
raspberry di sana. Dia kembali mencari dan menemukannya di rak atas. Anne
menaruhnya di talam dan menghidangkannya di meja dengan sebuah gelas
minum.

“Sekarang, silakan minum, Diana,” katanya sopan. “Aku tak yakin sanggup
minum. Kurasa seolah aku tak mau apa pun lagi setelah makan semua apel itu.”

Diana menuangkan sendiri minuman itu memenuhi gelasnya, memandang


kagum warna merahnya yang terang, kemudian meneguknya dengan anggun.

“Ini anggur raspberry yang sangat enak, Anne,” katanya. “Aku tak tahu kalau
anggur raspberry rasanya sangat nikmat.”

“Aku sangat senang kau menyukainya. Minum saja sebanyak kau mau. Aku
akan keluar dan menyalakan api. Banyak sekali tanggung jawab di pikiran
seseorang yang bertugas menjaga rumah, ya kan?”

Ketika Anne kembali dari dapur Diana sedang meneguk anggur dari gelas yang
terisi penuh untuk kedua kalinya; dan, karena Anne mendesaknya, dia sama
sekali tak keberatan minum segelas penuh untuk ketiga kalinya. Dia mendapat
bergelas-gelas penuh anggur raspbery dan rasanya benar-benar sangat lezat.”

“Minuman terlezat yang pernah kuminum,” kata Diana. “Ini jauh lebih enak dari
pada minuman dari Nyonya. Lynde, meskipun ia sangat menyombongkannya.
Rasanya sedikitpun tak sama.”

“Kukira anggur raspberry Marilla mungkin memang akan jauh lebih enak
daripada punya Nyonya. Lynde,” sahut Anne tulus. “Marilla adalah koki terkenal.
Ia berusaha mengajarkanku cara memasak tapi kujamin, Diana, itu pekerjaan
yang berat. Sedikit sekali lingkup untuk berimajinasi dalam masak memasak.
Kau harus melakukan segala sesuatunya menurut aturan. Terakhir kali aku

99
membuat kue aku lupa memasukkan tepung. Aku sedang membayangkan cerita
paling indah tentang kau dan aku, Diana. Kupikir kau menderita sakit cacar yang
amat parah dan semua orang mengucilkanmu, tapi aku berjalan ke sisi tempat
tidurmu dengan berani dan merawatmu sampai sembuh; kemudian aku tertular
cacar dan meninggal lalu dikuburkan di bawah pepohonan poplar di pemakaman
itu dan kau menanam rumpun bunga mawar di makamku serta menyiraminya
dengan airmatamu; dan kau tak pernah, tak pernah melupakan sahabat masa
mudamu yang mengorbankan dirinya untukmu. Oh, itu cerita yang sangat
menyedihkan, Diana. Airmata terus mengalir di pipiku ketika aku mengaduk
adonan kue. Tapi aku lupa memasukkan tepung dan kuenya gagal total. Tepung
sangat penting untuk kue, kau tahu. Marilla sangat marah dan aku tak heran lagi.
Aku merupakan percobaan yang berat baginya. Minggu lalu ia merasa sangat
malu karena saus puding. Kami membuat puding prem untuk hidangan makan
malam hari Selasa lalu tersisa setengah puding dan satu tempayan penuh saus.
Marilla bilang itu cukup untuk sekali makan malam lagi dan menyuruhku
menaruhnya di rak lemari serta menutupnya. Aku bermaksud untuk menutupnya
sebanyak mungkin, Diana, tapi ketika aku membawanya masuk aku
membayangkan bahwa aku adalah seorang suster—tentu saja aku beragama
Protestan tapi aku membayangkan aku adalah orang Katolik—menggunakan
kerudung untuk menyembunyikan patah hati di pengasingan yang terpencil; dan
aku lupa sama sekali untuk menutup saus puding. Aku teringat untuk menutup
saus itu keesokan paginya dan berlari ke dapur. Diana, bayangkan kalau kau
bisa ketakutanku yang amat sangat karena mendapati seekor tikus di dalam
saus puding itu! Aku mengangkat tikus itu keluar dengan sendok dan
melemparnya ke halaman dan kemudian mencuci sendok itu dengan tiga jenis
air. Marilla sedang keluar untuk memerah susu dan aku benar-benar berniat
untuk bertanya padanya ketika ia masuk kalau aku akan memberikan saus itu
untuk babi; tapi ketika ia telah masuk aku membayangkan bahwa aku adalah
peri es yang sedang berjalan melintasi hutan dan membuat pepohonan berubah
menjadi merah dan kuning, yang mana pun yang mereka mau, jadi aku tak
pernah ingat lagi tentang saus puding dan Marilla menyuruhku keluar untuk
memetik apel. Well, Tuan. dan Nyonya. Chester Ross dari Spencervale datang
ke sini pagi itu. Kau tahu mereka orang yang sangat bergaya, terutama Nyonya.
Chester Ross. Ketika Marilla memanggilku masuk hidangan makan malam
sudah tersaji dan semua orang sudah berada di meja makan. Aku berusaha
sesopan dan seanggun mungkin, karena aku mau Nyonya. Chester Ross
menganggap aku seorang anak kecil yang seperti lady meskipun aku tidak
cantik. Semuanya berjalan baik sampai aku melihat Marilla datang membawa
puding prem dengan sebelah tangan dan tempayan berisi saus puding yang
TELAH DIHANGATKAN, di sebelah tangan yang lain. Diana, itu merupakan
peristiwa yang mengerikan. Aku ingat semuanya dan aku langsung berdiri di
tempatku dan menjerit ‘Marilla, kau tak boleh memakai saus puding itu. Ada
seekor tikus tenggelam di dalamnya. Aku lupa memberitahumu sebelumnya.’ Oh,
Diana, aku tak akan bisa melupakan peristiwa mengerikan itu meskipun aku
akan hidup sampai seratus tahun. Nyonya. Chester Ross hanya MENATAP ku
dan kupikir aku akan merosot ke lantai karena malu. Ia seorang pengurus rumah

100
tangga yang sempurna dan bayangkan apa pendapatnya tentang kami.
Kemudian—wajah Marilla memerah laksana api tapi ia tak bicara sepatah kata
pun. Ia hanya membawa saus dan puding itu keluar dan membawa masuk sele
strawberry. Ia bahkan juga menawarkannya untuk padaku, tapi aku tak bisa
makan sesuap pun. Rasanya seperti ada tumpukan batu bara panas di kepalaku.
Setelah Nyonya. Chester Ross pergi, Marilla memarahiku habis-habisan.
Kenapa, Diana, apa masalahnya?”

Diana telah berdiri dengan goyah; kemudian dia duduk lagi, meletakkan
tangannya di kepalanya.

“Aku—aku sangat sakit,” sahutnya, agak serak. “Aku—aku—harus segera


pulang.”

“Oh, pasti tak terpikir olehmu harus pulang sebelum minum teh,” jerit Anne kalut.
“Aku akan segera mengambilnya—aku akan pergi dan menghidangkan teh saat
ini juga.”

“Aku harus pulang,” ulang Diana, bodoh tapi bertekad.

“Bagaimanapun juga biarkan aku memberimu makan siang,” Anne memohon.


“Biarkan aku memberimu sepotong kue dan sedikit sele cherry. Berbaringlah
sejenak di sofa dan kau akan membaik. Dimana kau merasa sakit?”

“Aku harus pulang,” sahut Diana, dan hanya itu yang ingin dikatakannya. Sia-sia
Anne memohon.

“Aku tak pernah dengar ada teman yang pulang sebelum minum teh,” katanya
murung. “Oh, Diana, apa kau merasa mungkin kau benar-benar terkena cacar?
Kalau iya aku akan pergi dan merawatmu, kau bisa mengandalkanku. Aku tak
akan pernah meninggalkanmu. Tapi aku sungguh berharap kau mau tinggal
sampai setelah minum teh. Dimana kau merasa sakit?”

“Aku sangat pusing,” sahut Diana.

Dan sungguh, dia berjalan terhuyung. Anne, dengan airmata kekecewaan di


matanya, mengambil topi Diana dan pergi dengannya sampai ke pagar halaman
Barry. Lalu dia menyusuri jalan kembali ke Green Gables, dimana dia
menyimpan kembali sisa anggur raspberry dengan sedih ke dalam lemari dan
menyiapkan teh untuk Matthew dan Jerry, sama sekali tanpa semangat lagi.

Keesokan harinya adalah hari Minggu dan meskipun hujan turun dengan
derasnya mulai dari terbit fajar sampai senja Anne tak beranjak dari Green
Gables. Senin sore Marilla menyuruhnya pergi ke rumah Nyonya. Lynde untuk
suatu keperluan. Dalam waktu yang sangat singkat Anne telah kembali pulang

101
dengan airmata mengalir di pipinya. Dia berlari ke dapur dan menghempaskan
tubuhnya dengan wajah tertelungkup sedih di atas sofa.

“Sekarang apa masalahnya, Anne?” Marila bertanya antara ragu dan risau. “Aku
sungguh berharap kau tak pergi dan bertingkah kasar lagi pada Nyonya. Lynde.”

Tak ada jawaban dari Anne yang mencoba menahan airmatanya dan sedu
sedan yang semakin menjadi!

“Anne Shirley, ketika aku bertanya padamu aku butuh jawabannya. Duduklah
dengan tegak sekarang juga dan katakan padaku kenapa kau menangis.”

Anne duduk tegak, kesedihan menyeruak.

“Hari ini Nyonya. Lynde pergi menemui Nyonya. Barry dan Nyonya. Barry
sedang dalam keadaan yang sangat kacau,” dia meratap. “Katanya aku
membuat Diana MABUK pada hari Sabtu dan membuatnya pulang dalam kondisi
yang sangat memalukan. Dan ia bilang aku pasti anak yang sangat nakal dan
bertingkah buruk dan ia tak akan pernah, tak akan pernah mengijinkan Diana
bermain denganku lagi. Oh, Marilla, aku sangat tertegun karena sengsara.”

Marilla terbelalak tak percaya.

“Membuat Diana mabuk!” ulangnya begitu ia pulih dari rasa terkejutnya. “Anne
apa kau atau Nyonya. Barry tak waras? Apa yang kau hidangkan untuknya?”

“Hanya anggur raspberry dan tak ada yang lain,” Anne tersedu. “Aku tak
menyangka anggur raspberry bisa membuat orang mabuk, Marilla—bahkan
meski mereka minum tiga gelas besar yang terisi penuh seperti yang dilakukan
Diana. Oh, terdengar sama—sama—seperti suami Nyonya. Thomas! Tapi aku
tak bermaksud membuatnya mabuk.”

“Mabuk omong kosong!” sahut Marilla, melangkah ke lemari di ruang duduk. Di


atas rak itu terdapat sebuah botol yang langsung diketahuinya berisi wine buatan
sendiri saat ia merayakan tiga tahun berdirinya usaha pembuatan anggurnya itu
di Avonlea, meskipun orang-orang tertentu yang agak keras, salah satunya
Nyonya. Barry, jelas-jelas tak menyetujuinya. Dan pada saat yang sama Marilla
teringat bahwa ia meletakkan botol anggur raspberry di ruang penyimpanan
anggur dan bukan di lemari seperti yang dikatakannya pada Anne.

Ia kembali ke dapur dengan botol anggur di tangannya. Wajahnya berkerinyit


karena jengkel pada diri sendiri.

“Anne, kau benar-benar berkebawaan untuk terjerumus dalam kesulitan-


kesulitan. Kau malah memberi wine untuk Diana dan bukannya anggur manis
raspberry. Apa kau sendiri tak bisa membedakan rasanya?”

102
“Aku tak pernah mencicipinya,” sahut Anne. “Kupikir itu adalah anggur manis
raspberry. Aku bermaksud sangat—sangat—bermurah hati. Diana merasa
sangat kesakitan dan harus pulang. Nyonya. Barry bilang pada Nyonya. Lynde
dia mabuk berat. Dia tertawa seperti orang tolol ketika ibunya bertanya ada apa
lalu dia pergi tidur dan tidur selama berjam-jam. Ibunya mencium bau napasnya
dan tahu dia mabuk. Kemarin kepalanya terasa sangat sakit seharian. Nyonya.
Barry sangat marah. Ia hanya yakin satu hal, yaitu aku sengaja melakukannya.”

“Menurutku sebaiknya dia menghukum Diana karena telah sangat rakus minum
tiga gelas penuh,” sahut Marilla singkat. “Kenapa, tiga gelas besar terisi penuh
itu memang akan membuatnya sakit meskipun hanya anggur manis. Well,
kejadian ini akan menjadi umpan manis untuk orang-orang yang tidak suka aku
menjalankan usaha pembuatan wine, meskipun aku tak membuatnya lagi
selama tiga tahun terakhir sejak aku tahu pendeta tak menyetujuinya. Aku hanya
menyimpannya untuk obat. Sudah, sudah, nak, jangan menangis. Aku tak
mengerti karena kau yang disalahkan meskipun aku menyesal kejadiannya
seperti ini.”

“Aku harus menangis,” sahut Anne. “Hatiku sakit. Bintang-bintang di orbitnya


memusuhiku, Marilla. Diana dan aku selamanya adalah teman. Oh, Marilla,
sedikit pun aku tak menduga akan seperti ini saat pertama kali kami
mengucapkan sumpah persahabatan.”

“Jangan bersikap tolol, Anne. Nyonya. Barry akan mempertimbangkannya


kembali ketika ia tahu bukan kau yang bersalah. Kurasa dia berpikir kau
melakukannya untuk sebuah lelucon tolol atau sejenisnya. Sebaiknya kau pergi
menemuinya malam ini dan beritahu dia kejadian sebenarnya.”

“Aku tak berani karena mengingat akan menemui ibu Diana yang terluka,” Anne
menghela napas. “Aku berharap kau yang akan menemuinya, Marilla. Kau jauh
lebih sopan daripada aku. Mungkin ia akan lebih cepat mau mendengarkanmu
ketimbang aku.”

“Well, aku akan menemuinya,” kata Marilla, menunjukkan bahwa mungkin itulah
cara yang lebih bijak. “Jangan menangis lagi, Anne. Semuanya akan berjalan
lancar.”

Marilla telah berubah pikiran mengenai semuanya berjalan lancar ketika ia


kembali dari Orchard Slope. Anne melihat kedatangannya dan berlari ke serambi
depan untuk menemuinya.

“Oh, Marilla, dari wajahmu aku tahu itu tak ada gunanya,” katanya murung.
“Nyonya. Barry tak mau memaafkanku?”

103
“Nyonya. Barry memang tak memaafkanmu!” bentak Marilla. “Dari semua wanita
cerewet yang pernah kutemui dia yang paling parah. Aku memberitahunya itu
semua sebuah kesalahan dan bukan kau yang salah, tapi dia tetap tak
mempercayaiku. Lalu dia menyinggung tentang anggur wine buatanku dan
seperti yang selalu kubilang ini pasti berpengaruh pada orang-orang itu. Aku
mengatakan terus terang padanya bahwa anggur wine itu bukan untuk diminum
tiga gelas penuh sekaligus dan kalau ada anak yang meminumnya seperti itu
maka anak itu pasti sangat rakus, aku memaparkan semua fakta itu dengan
tenang yang merupakan tamparan tepat baginya.”

Marilla melangkah cepat ke dapur, dalam keadaan sangat kacau, meninggalkan


anak kecil yang sangat kebingungan itu di serambi depan. Kemudian Anne
keluar tanpa penutup kepala dalam hawa dingin senja musim gu; dengan sangat
tenang dan mantap berjalan seorang diri melalui deretan pohon semanggi di
sekeliling jembatan kayu dan terus sampai ke rimbunan pohon spruce, diterangi
sinar pucat bulan sabit di kaki langit hutan bagian selatan. Nyonya. Barry,
membuka pintu yang diketuk malu-malu, mendapati pemohon bermata penuh
semangat dan berbibir pucat di ambang pintu.

Wajahnya mengeras. Nyonya. Barry adalah seorang wanita yang teguh


pendirian kalau sudah berprasangka dan tak menyukai seseorang, dan
kemarahannya sangat dingin, pemurung yang selalu paling sulit untuk diatasi.
Dalam pertimbangannya, ia sangat yakin Anne telah membuat Diana mabuk
karena kedengkian belaka, ??? dan ia sangat ingin menjaga anak
perempuannya dari kontaminasi karena keakraban lebih lanjut dengan anak
yang seperti itu.

“Apa maumu?” sambutnya kaku.

Anne menggenggam tangannya.

“Oh, Nyonya. Barry, tolong maafkanlah aku. Aku tak bermaksud untuk—untuk—
membuat Diana mabuk. Bagaimana aku bisa tega? Coba bayangkan kalau anda
adalah seorang anak perempuan yatim piatu yang diadopsi oleh orang yang baik
dan anda hanya punya satu teman dekat di seluruh dunia. Menurut anda,
apakah anda akan sengaja membuatnya mabuk? Kupikir itu hanya anggur
raspberry. Saat itu aku sangat yakin kalau itu adalah anggur raspberry. Oh,
tolong jangan katakan bahwa anda tak akan mengijinkan Diana bermain
denganku lagi. Kalau anda melarangnya maka hidupku akan sangat menderita.”

Ucapan ini yang telah dapat melembutkan hati Nyonya. Lynde dalam sekejap,
tak berpengaruh pada Nyonya. Barry bahkan membuatnya semakin jengkel. Ia
curiga pada bualan Anne dan gerak tubuhnya yang dibuat-buat dan
menganggap anak itu sedang mengolok-oloknya. Jadi ia berkata, dengan kejam
dan dingin:

104
“Kupikir kau bukan gadis kecil yang cocok sebagai teman Diana. Sebaiknya kau
pulang dan jaga tingkah lakumu.”

Bibir Anne gemetar.

“Bolehkah aku bertemu Diana sekali saja untuk mengucapkan salam


perpisahan?” dia memohon.

“Diana sudah pergi ke Carmody dengan ayahnya,” sahut Nyonya. Barry,


kemudian melangkah masuk dan menutup pintu.

Anne yang kehilangan harapan kembali ke Green Gables.

“Hilang sudah harapan terakhirku,” katanya pada Marilla. “Aku pergi sendiri
menemui Nyonya. Barry dan ia memperlakukanku penuh hinaan. Marilla, aku
TIDAK berpikir ia adalah wanita yang sopan. Tak ada lagi yang bisa dilakukan
kecuali berdoa dan aku tak terlalu berharap itu akan berguna karena, Marilla, aku
tak yakin Tuhan Sendiri bisa berbuat banyak pada orang yang keras kepala
seperti Nyonya. Barry.”

“Anne, kau tak boleh bicara seperti itu,” damprat Marilla, berusaha keras
mengatasi keinginan tak pantas untuk tertawa terbahak-bahak yang
dirisaukannya karena mulai menggelitikinya. Dan sungguh, ketika malam itu ia
menceritakan cerita itu selengkapnya pada Matthew, ia benar-benar tertawa
puas atas penderitaan Anne.

Tapi ketika ia masuk ke loteng timur sebelum tidur dan mendapati Anne
menangis sendiri sampai tertidur, suatu kelembutan yang tak biasa menjalari
wajahnya.

“Anak kecil yang malang,” gumamnya, menyibak rambut dari wajahnya yang
bersimbah airmata. Kemudia ia membungkuk dan mencium pipi yang bersemu di
bantal itu.

Bab XVII – Daya Tarik Baru dalam Hidup

KEesokan sorenya Anne, yang sedang menekuni jahitan kain percanya di


jendela dapur, kebetulan saja Anne sepintas lalu melihat Diana di Dryad’s
Bubble memberi isyarat misterius. Dalam sekejap Anne telah keluar dari rumah
dan berlari ke lembah, keheranan dan harapan berebutan tampak di matanya
yang ekspresif. Tapi harapan memudar ketika dia melihat raut wajah Diana yang
murung.

105
“Ibumu belum luluh juga?” tanyanya terengah.

Diana menggeleng sedih.

“Belum; dan oh, Anne, ia bilang aku tak boleh bermain denganmu lagi. Aku
menangis terus menerus dan aku katakan padanya itu bukan salahmu, tapi tak
ada gunanya. Begitu lama aku merayunya untuk mengijinkanku mengucapkan
selamat tinggal padamu. Ia bilang aku hanya punya waktu sepuluh menit dan ia
menghitung waktuku.”

“Sepuluh menit tidaklah sangat lama untuk mengucapkan salam perpisahan


terakhir,” sahut Anne dengan suara sedih. “Oh, Diana, maukah kau berjanji setia
tak akan pernah melupakanku, sahabat masa kecilmu, tak peduli seberapa pun
lebih sayang teman lain membelai dikau?”

“Sungguh aku mau,” Diana menangis tersedu, “dan aku tak akan pernah punya
teman karib lain—aku tak akan mau. Aku tak bisa mencintai orang lain seperti
aku mencintaimu.”

“Oh, Diana,” tangis Anne, sembari menggenggam tangannya, “apakah kau


MENCINTAI ku?”

“Kenapa, tentu saja aku mencintaimu. Apa kau tak tahu itu?”

“Bukan.” Anne menarik napas panjang. “Kupikir tentu saja kau MENYUKAI ku
tapi aku tak pernah berharap kau MENCINTAI ku. Kenapa, Diana, kupikir tak
seorang pun akan mencintaiku. Seingatku belum pernah ada seorang pun yang
mencintaiku. Oh, ini menakjubkan! Ini sinar cahaya yang selamanya akan
menerangi kegelapan karena harus berpisah dari dikau, Diana. Oh, tolong
ucapkan sekali lagi.”

“Aku mencintaimu dengan setia, Anne,” sahut Diana tersedak, “dan aku akan
selalu mencintaimu, kau harus yakin itu.”

“Dan aku akan selalu mencintai engkau, Diana,” sahut Anne, sungguh-sungguh
mengulurkan tangannya. “Di tahun-tahun mendatang ingatan tentangmu akan
bersinar laksana bintang dalam kehidupanku yang sepi, seperti isi cerita terakhir
yang kita baca bersama itu. Diana, maukah engkau memberiku seikat rambutmu
yang hitam pekat sebagai kenangan berharga selamanya dalam perpisahan ini?”

“Apa kau punya sesuatu untuk memotongnya?” tanya Diana, sembari menyeka
airmata yang mulai mengalir lagi karena tekanan suara Anne yang
mengharukan, dan berubah menjadi kepraktisan.

“Ya. Untungnya aku membawa gunting jahitan kain perca di saku celemekku,”
sahut Anne. Dengan khidmat dia menggunting salah satu gulungan rambut

106
Diana. Selamat jalan kuucapkan padamu, sahabatku tercinta. Untuk selanjutnya
kita harus berperan sebagai orang yang tak saling mengenal meskipun tinggal
berdampingan. Tapi hatiku akan selalu setia padamu.”

Anne berdiri dan memandang Diana sampai tak kelihatan lagi, melambaikan
tangannya dengan sedih ke belakang kapan saja dia menoleh ke belakang.
Kemudian dia kembali ke rumah, tak sedikit pun terhibur karena adanya
perpisahan yang romantis ini.

“Semuanya sudah berakhir,” dia memberitahu Marilla. “Aku tak akan pernah
punya teman lain. Aku benar-benar dalam keadaan yang lebih buruk dari
sebelumnya, karena sekarang aku tak punya Katie Maurice dan Violetta. Dan
kalau pun ada mereka tetap saja tak sama. Bagaimana pun juga, anak kecil
impian tak lebih memuaskan dari sahabat yang nyata. Diana dan aku mengalami
perpisahan yang sangat mengharukan di taman. Itu akan selamanya sakral
dalam ingatanku. Aku menggunakan bahasa paling menyedihkan yang terpikir
olehku dan berkata ‘engkau’ dan ‘dikau’. ‘Engkau’ dan ‘dikau’ tampak jauh lebih
romantis daripada ‘kau.’ Diana memberiku seikat rambutnya dan aku akan
menjahitnya di sebuah tas kecil dan mengalungkannya di leherku seumur
hidupku. Tolong pastikan itu dikuburkan bersamaku, karena aku tak yakin akan
panjang umur. Mungkin ketika ia melihatku terbujur kaku dan mati di depannya
Nyonya. Barry akan menyesali apa yang telah dilakukannya dan mengijinkan
Diana menghadiri upacara pemakamanku.”

“Kurasa tak banyak yang takut akan berduka karena kematianmu selama kau
bisa bicara, Anne,” sahut Marilla tak simpatik.

Senin berikutnya Anne memberi kejutan pada Marilla karena turun dari kamarnya
dengan mengepit keranjang buku di lengan dan pinggulnya. Bibirnya membentuk
garis kebulatan tekad.

“Aku akan kembali bersekolah,” paparnya. “Hanya itu yang tersisa untukku,
sekarang temanku telah dipisahkan dariku dengan kejam. Di sekolah aku bisa
melihatnya dan merenungkan hari-hari yang telah berlalu.”

“Sebaiknya kau merenungkan pelajaranmu dan hitung-hitungan,” sahut Marilla,


menyembunyikan kesenangannya karena perkembangan yang menggembirakan
ini. “Kalau kau kembali bersekolah kuharap kami tak akan mendengar lagi
memecahkan batu tulis di atas kepala orang dan tingkah laku seperti itu. Jaga
sikapmu dan lakukan saja apa yang disuruh oleh gurumu.”

“Aku akan mencoba menjadi siswa teladan,” Anne mengiyakan dengan muram.
“Kukira, tak akan banyak kegembiraan lagi di sekolah. Tuan. Phillips bilang
Minnie Andrews adalah murid teladan dan tak ada percikan api imajinasi atau
kehidupan dalam dirinya. Dia sangat membosankan dan lamban serta tak
pernah tampak bersuka cita. Tapi aku merasa sangat sedih bahwa mungkin itu

107
akan mudah bagiku sekarang. Aku akan menyusuri jalan. Aku tak tahan harus
melewati Birch Path sendirian. Pasti aku akan menangis sedih kalau
melewatinya.”

Di sekolah Anne disambut dengan tangan terbuka. Kehilangan imajinasinya


terasa berat dalam permainan, suaranya dalam bernyanyi dan kemampuannya
yang dramatis dalam membaca buku keras-keras saat jam makan malam. Ruby
Gillis menyelundupkan tiga buah prem biru untuknya selama pembacaan
Perjanjian; Ella May MacPherson memberinya potongan bunga pansy kuning
dari sampul katalog bunga—jenis hiasan meja yang sangat dihargai di sekolah
Avonlea. Sophia Sloane menawarkan untuk mengajarinya pola baru renda
rajutan yang sangat elegan, sangat cocok untuk menghias celemek. Katie
Boulter memberinya botol parfum untuk menyimpan air batu tulis, dan Julia Bell
menyalin curahan hati berikut ini dengan hati-hati di atas sehelai kertas pink
yang berlekuk di tepi:

Ketika senja menurunkan layarnya


Dan menjepitnya dengan bintang
Ingatlah bahwa kau punya teman
Meski pun ia jauh mengembara.

“Ini sangat bagus untuk dinikmati,” Anne mendesah terpesona di depan Marilla
malam itu.

Bukan hanya anak-anak itu yang “menghargai” nya. Ketika Anne berjalan ke
tempat duduknya setelah jam makan malam—Tuan. Phillips menyuruhnya duduk
dengan siswa teladan Minnie Andrews—dia mendapati sebuah “apel starwberry”
besar dan lezat di atas mejanya. Anne mengambilnya dan siap untuk
menggigitnya ketika dia teringat bahwa satu-satunya tempat dimana apel
strawberry tumbuh adalah di kebun buah Blythe tua di sisi lain dari the Lake of
Shining Waters. Anne menjatuhkan apel itu seolah-olah itu adalah batu bara
merah-panas lalu dengan berlagak membersihkan tangannya dengan sapu
tangan. Apel itu terletak tak tersentuh di atas mejanya sampai keesokan paginya,
ketika Timothy Andrews kecil, yang menyapu sekolah dan menyalakan api,
mencaploknya sebagai salah satu keuntungan tambahan baginya. Pensil batu
tulis Charlie Sloane, dihias indah dengan belang merah dan kertas kuning,
berharga dua sen sedangkan pensil biasa hanya satu sen, yang diberikakan
padanya setelah jam makan malam, mendapat sambutan yang lebih baik. Anne
dengan senang menerimanya dengan sangat ramah dan memberi senyuman
anggun sebagai balasan untuk orang yang memberinya hadiah sehingga
pemuda yag terpikat itu langsung terbang ke langit ke tujuh saat itu juga karena
sangat gembira dan akibatnya dia membuat kesalahan yang mengerikan dalam
diktenya sehingga Tuan. Phillips menahannya seusai sekolah untuk
menuliskannya kembali.

Tapi karena,

108
Arak-arakan Caesar melucuti kegagalan Brutus
Itu memang benar tapi putra terbaik Rome lebih dikenangnya.

sehingga ketiadaan penghargaan dan pengakuan yang dapat dilihatnya dari


Diana Barry yang duduk dengan Gertie Pye melukai kemenangan kecil Anne.

“Kurasa, Diana hanya tersenyum sekali padaku,” keluhnya sedih pada Marilla
malam itu. Tapi keesokan paginya sebuah catatan dalam gulungan dan lipatan
yang paling mengerikan sekaligus menakjubkan, dan sebuah paket kecil
diberikan untuk Anne.

Anne sayang (seperti dulu)

Ibu bilang aku tak boleh bermain atau pun berbicara denganmu meskipun di
sekolah. Ini bukan kesalahanku dan tolong jangan marah padaku, karena aku
masih sangat mencintaimu seperti sebelumnya. Aku sangat merindukanmu
untuk menceritakan seluruh rahasiaku dan aku tak menyukai Gertie Pye sedikit
pun. Aku membuatkan untukmu salah satu pembatas buku baru dari kertas tisu
berwarna merah. Pembatas buku sedang sangat tren sekarang dan hanya tiga
siswi di sekolah yang tahu cara membuatnya. Ketika kau melihatnya ingatlah
Sahabat sejatimu
Diana Barry.

Anne membaca tulisan itu, mencium pembatas bukunya, dan segera mengirim
balasan ke sisi samping lain sekolah.

Kekasihku Diana:--

Tentu saja aku tak marah padamu karena kau harus mematuhi ibumu. Jiwa kita
bisa berhubungan erat. Aku akan menyimpan hadiahmu yang indah selamanya.
Minnie Andrews anak yang sangat manis—meskipun dia tak punya imajinasi—
tapi setelah aku menjadi teman akrib Diana aku tak bisa jadi teman akribnya
Minnie. Tolong maafkan kesalahan yang ada karena ejaanku belum bagus
benar, meskipun sudah banyak berkembang.
Kekasihmu sampai ajal memisahkan kita
Anne atau Cordelia Shirley.

P.S. Aku akan tidur dengan suratmu di bawah bantalku malam ini.
A. ATAU C.S

Marilla dengan pesimis menduga akan banyak masalah sejak Anne mulai ke
sekolah lagi. Tapi tak ada tanda-tanda. Mungkin Anne mendapat sesuatu dari
semangat “teladan” dalam diri Minnie Andrews; setidaknya sejak saat itu dia

109
berhubungan sangat baik dengan Tuan. Phillips. Dia memfokuskan dirinya jiwa
dan raga untuk belajar, bertekad untuk tak dapat dikalahkan oleh Gilbert Blyhte
dalam pelajaran apa pun. Persaingan di antara mereka segera kelihatan;
semuanya tampak wajar dari pihak Gilbert, tapi sangat dikhawatirkan dari pihak
Anne tidak seperti itu, yang tentu saja memiliki kekerasan hati yang tak patut
dipuji karena menyimpan dendam. Kebencian dan cinta dalam dirinya sama
besarnya. Dia tak akan merendahkan dirinya dengan mengakui bahwa dia
berniat menyaingi Gilbert dalam tugas sekolah, karena itu akan mengakui
keberadaan Gilbert yang dengan gigih diabaikan oleh Anne; tapi persaingan
telah dimulai dan reputasi berubah-ubah di antara mereka. Sekarang Gilbert
juara dalam pelajaran pengejaan; sekarang Anne, dengan lontaran kepangan
rambut merah panjangnya, membuatnya terpesona. Suatu pagi Gilbert telah
mengerjakan semua tugas hitung-hitungannya dengan benar dan namanya
ditulis di papan tulis sebagai suatu penghormatan; pagi berikutnya Anne, setelah
bergulat keras dengan pecahan desimal sepanjang malam, akan menjadi yang
pertama. Suatu hari yang sangat buruk mereka seri dan nama mereka dituliskan
bersama-sama. Hal itu nyaris seburuk yang tampak, dan ketersiksaan Anne
tampak sejelas kepuasan pada diri Gilbert. Ketika ujian tulis di setiap akhir bulan
diadakan terjadi ketegangan yang sangat mengerikan. Bulan pertama Gilbert
lebih unggul tiga angka. Bulan kedua Anne mengalahkannya dengan selisih lima
angka. Tapi kemenangannya ternoda oleh kenyataan bahwa Gilbert
mengucapkan selamat padanya dengan sepenuh hati di depan seluruh siswa.
Akan jauh lebih menyenangkan baginya kalau Gilbert merasa sedih karena
kekalahannya.

Mungkin Tuan. Phillips memang bukan guru yang sangat baik; tapi seorang
murid yang tekadnya tak tergoyahkan seperti Anne hampir tidak lepas membuat
kemajuan siapa pun guru yang membimbingnya. Di akhir periode Anne dan
Gilbert dinaikkan ke kelas lima dan dibolehkan untuk mulai mempelajari elemen
“percabangan”—yaitu Bahasa Latin, Geometri, Bahasa Prancis dan Aljabar.
Anne menderita kekalahan dalam pelajaran geometri.

“Itu pelajaran yang benar-benar sangat mengerikan, Marilla,” erangnya. “Aku


yakin tak akan pernah bisa memahaminya. Sama sekali tak ada kesempatan
untuk berimajinasi dalam mempelajarinya. Tuan. Phillips bilang aku orang bodoh
paling parah yang pernah ditemuinya dalam pelajaran itu. Dan Gil—maksudku
beberapa murid lain sangat pandai di bidang itu. Ini sangat memalukan, Marilla.

Bahkan Diana lebih bisa daripada aku. Tapi aku tak keberatan dikalahkan oleh
Diana. Bahkan meskipun sekarang kami bertemu seperti orang asing aku masih
mencintainya dengan cinta yang TAK TERPADAMKAN. Aku selalu merasa
sangat sedih saat memikirkannya. Tapi sungguh, Marilla, seseorang tak akan
sedih terlalu lama di dunia yang menyenangkan ini, kan?”

Bab XVIII – Anne untuk Penyelamatan

110
SEMUA hal besar diselesaikan dengan hal-hal kecil. Sepintas lalu mungkin
keputusan dari Perdana Pendeta Kanada untuk memasukkan daerah Pangeran
Edward dalam perjalanan politik tak tampak banyak berpengaruh pada
keberuntungan Anne Shirley kecil di Green Gables. Tapi hal itu sungguh
berpengaruh.

Saat itu Bulan Januari ketika perdana pendeta datang, untuk menyapa
pendukung setianya dan dan yang bukan pendukungnya berhubung dipilih untuk
menghadiri pertemuan besar kelompok itu yang diadakan di Charlottetown.
Kebanyakan masyarakat Avonlea mendukung perdana pendeta; oleh karena itu
pada malam diadakannya pertemuan itu hampir seluruh pria dan lumayan
banyak wanita pergi ke kota yang jauhnya 30 mil. Nyonya. Rachel Lynde juga
ikut pergi. Nyonya. Rachel Lynde adalah seorang politisi yang yang sangat
bersemangat dan tak percaya pertemuan politis itu bisa berjalan tanpa
kehadirannya, meskipun ia adalah oposisi dari pihak yang mengadakan
pertemuan itu. Jadi ia pergi ke kota dan mengajak serta suaminya—Thomas
akan berguna untuk menjaga kuda—dan Marilla Cuthbert dengannya. Marilla
sendiri diam-diam tertarik pada politik, dan ia berpikir mungkin ini satu-satunya
kesempatan baginya untuk dapat melihat perdana pendeta yang nyata secara
langsung, dengan cepat ia menerima ajakan itu, meninggalkan Anne dan
Matthew untuk menjaga rumah sampai ia kembali keesokan harinya.

Oleh karena itu, sementara Marilla dan Nyonya. Rachel luar biasa bersenang-
senang di pertemuan besar, Anne dan Matthew membuat dapur menjadi sangat
menyenangkan bagi mereka. Api besar menyala-nyala di kompor Waterloo
model lama dan kristal es biru-putih bercahaya di kaca jendela. Matthew
terkantuk-kantuk karena PENGACARA PARA PETANI di sofa dan Anne di meja
menekuni pelajarannya dengan tekad kuat, walaupun berkali-kali memandang
sedih ke rak jam, dimana terletak buku baru yang dipinjamkan oleh Jane
Andrews hari itu. Jane telah meyakinkannya bahwa buku itu memang diperlukan
untuk membuat hati berdebar-debar, atau kira-kira begitulah tujuannya, dan jari-
jari Anne menggelenyar menggapainya. Tapi itu berarti kemenangan bagi Gilbert
Blythe keesokan harinya. Anne meletakkakannya kembali di atas rak jam dan
membayangkan buku itu tak ada di sana.

“Matthew, pernahkah kau mempelajari geometri saat kau sekolah?”

“Well, tidak, tak pernah,” sahut Matthew, sadar dari tidurnya dengan terkejut.

“Aku berharap kau pernah mempelajarinya,” Anne menghela napas, “karena


dengan demikian kau bisa bersimpati padaku. Kau tak bisa sepantasnya
bersimpati kalau kau tak pernah mempelajarinya. Ini membuat seumur hidupku
menjadi gelap. Aku sangat bodoh dalam geometri, Matthew.”

111
“Well, aku tak tahu,” sahut Matthew menenangkan. “Kurasa kau baik-baik saja
dalam apa pun. Minggu lalu di toko Blair di Carmody Tuan. Phillips bilang padaku
bahwa kau murid terpandai di sekolah dan telah membuat kemajuan pesat.
‘Kemajuan pesat’ adalah kata-katanya yang sebenarnya. Di sekolah mereka
mempergunjingkan Teddy Phillips dan menurutnya ia bukanlah guru yang suka
menonjolkan diri, tapi kurasa ia orang yang baik.”

Matthew akan berpendapat siapa pun yang memuji Anne sebagai orang “yang
baik.”

“Aku yakin bisa lebih berhasil dalam geometri kalau saja ia tak mengubah huruf-
hurufnya,” keluh Anne. “Aku telah mempelajari semua rumusnya di luar kepala
kemudian ia menggambarkannya di papan tulis dengan huruf-huruf yang
berbeda dari apa yang ada di buku dan aku sungguh merasa bingung. Kupikir
seorang guru tak seharusnya mengambil kesempatan jahat seperti itu, ya kan?
Sekarang kami sedang mempelajari ilmu pertanian dan akhirnya kutemui apa
yang membuat jalanan menjadi merah. Ini kesenangan yang hebat. Aku
bertanya-tanya dalam hati bagaimana Marilla dan Nyonya. Lynde bersenang-
senang. Nyonya. Lynde bilang Kanada tak lama lagi akan runtuh seperti di
Ottawa dan itu adalah peringatan yang mengerikan bagi para pemilih. Katanya
kalau wanita dibolehkan untuk memberikan suara maka kita akan segera melihat
perubahan yang menggembirakan. Apa yang kau pilih, Matthew?”

“Konservatif,” sahut Matthew cepat. Memilih Konservatif adalah bagian dari


ajaran agama yang dianut Matthew.

“Kalau begitu aku juga Konservatif,” sahut Anne bertekad. “Aku senang karena
Gil—karena beberapa anak laki-laki di sekolah adalah orang-orang Grit. Kurasa
Tuan. Phillips juga Grit karena ayah Prissy Andrews adalah salah seorang Grit,
dan Ruby Gillis bilang bahwa ketika seorang pria sedang pacaran ia harus selalu
sepaham dengan ibu pacarnya dalam hal agama dan dengan ayahnya dalam hal
politik. Apakah itu benar, Matthew?”

“Well, aku tak tahu,” sahut Matthew.

“Apa kau pernah pacaran, Matthew?”

“Well, tidak, aku tak tahu apa aku pernah pacaran,” sahut Matthew, yang benar-
benar tak pernah berpikir tentang hal seperti itu seumur hidupnya.

Anne membayangkan dengan menopang dagu di tangannya.

“Apa menurutmu, pacaran itu pasti lumayan menyenangkan, Matthew? Ruby


Gillis bilang ketika dia beranjak dewasa dia akan memiliki sangat banyak deretan
kekasih dan membuat mereka semua tergila-gila padanya; tapi kupikir itu akan
terlalu mengasyikkan. Aku lebih suka hanya punya satu kekasih yang berpikiran

112
sehat. Tapi Ruby Gillis tahu banyak tentang hal itu karena dia punya banyak
kakak perempuan, dan Nyonya. Lynde bilang anak-anak perempuan dalam
keluarga Gillis telah tumbuh seperti kue panas. Tuan. Phillips pergi menemui
Prissy Andrews hampir setiap malam. Ia bilang itu dilakukannya untuk
membantunya belajar tapi Miranda Sloane juga belajar untuk kepentingan Ratu,
dan kupikir ia lebih membutuhkan bantuan daripada Prissy karena dia jauh lebih
bodoh, tapi Tuan. Phillips sama sekali tak pernah datang menemuinya di waktu
malam. Banyak sekali hal di dunia ini yang tak terlalu kupahami, Matthew.”

“Well, aku tak tahu meskipun aku memahaminya semua sendiri,” aku Matthew.

“Well, kurasa aku harus menyelesaikan pelajaranku. Aku tak akan mengijinkan
diriku membuka buku baru yang dipinjamkan oleh Jane itu sampai aku selesai
belajar. Tapi itu godaan yang sangat mengerikan, Matthew. Bahkan ketika aku
membalikkan badanku aku bisa melihat buku itu di sana dengan jelas. Jane
bilang dia sampai menangis hebat sendirian karena buku itu. Aku suka buku
yang membuatku menangis. Tapi kupikir aku akan membawa buku itu ke ruang
duduk dan menguncinya di lemari tertutup dan memberikan kuncinya padamu.
Dan kau TAK boleh memberikannya padaku, Matthew, sampai aku selesai
belajar, tidak bahkan meskipun aku memohon padamu dengan berlutut. Sangat
baik bilang menahan godaan, tapi jauh lebih mudah menahannya jika kau tak
punya kuncinya. Kalau begitu bolehkah aku turun ke ruang bawah tanah dan
mengambil beberapa buah coklat, Matthew? Apa kau mau buah coklat?”

“Well, aku tak tahu kecuali apa yang kuinginkan,” sahut Matthew, yang tak
pernah makan buah coklat tapi tahu kelemahan Anne akan buah coklat.

Begitu Anne muncul dengan riang dari ruang bawah tanah dengan piring penuh
coklat terdengar suara langkah kaki cepat di atas papan untuk berjalan yang licin
karena es di luar dan kemudian pintu dapur terhempas terbuka dan dengan
tergesa Diana Barry, berwajah pucat dan kehabisan napas, dengan syal yang
tampak terburu dililitkan menutupi sekeliling kepalanya. Anne dengan cepat
melepaskan lilinnya dan piring karena terkejut, lalu piring, lilin, dan apel pecah
bersamaan di bawah tangga ruang bawah tanah dan ditemukan di dasar telah
melekat dalam bentuk minyak yang mencair, keesokan harinya, oleh Marilla,
yang mengumpulkannya dan bersyukur rumahnya tak terbakar.

“Ada masalah apa, Diana?” jerit Anne. “Apa ibumu akhirnya menaruh kasihan?”

“Oh, Anne, cepatlah datang,” Diana memohon dengan gugup. “Minnie May
sedang sakit parah—dia menderita batuk yang disertai sesak napas. Young
Mary Joe bilang—dan ayah dan ibunya sedang ke kota dan tak ada seorang pun
yang memanggil dokter. Minnie May sakit berat dan Young Mary Joe tak tahu
harus berbuat apa—dan oh, Anne, aku takut sekali!”

113
Matthew, tanpa bicara, meraih topi dan mantel, berlalu melewati Diana dan
berjalan di kegelapan halaman.

“Ia pergi untuk memasangkan pakaian pada kuda untuk pergi ke Carmody
memanggil dokter,” kata Anne, yang tergesa mengambil penutup kepala dan
jaket. “Aku juga tahu itu seolah ia mengatakan demikian. Matthew dan aku
sehati, aku bisa membaca pikirannya tanpa kata-kata sama sekali.”

“Aku tak yakin ia akan menemukan dokter di Carmody,” Diana menangis


tersedu. “Aku tahu Dr. Blair sudah pergi ke kota dan kurasa Dr. Spencer akan
pergi juga. Young Mary Joe tak pernah melihat seorang pun yang menderita
batuk disertai sesak napas dan Nyonya. Lynde sedang keluar. Oh, Anne!”

“Jangan menangis. Di,” sahut Anne menghibur. “Aku tahu benar harus berbuat
apa pada orang yang menderita batuk seperti itu. Kau lupa bahwa Nyonya.
Hammond melahirkan bayi kembar tiga kali. Ketika kau menjaga tiga pasang
bayi kembar, maka secara alamiah kau akan memiliki banyak pengalaman.
Mereka semua menderita batuk asma secara teratur. Tunggu saja sampai aku
mendapatkan botol ipepac—mungkin kau tak punya satu pun di rumahmu.
Sekarang ayo.”

Kedua anak perempuan itu mempercepat langkah ke luar bergandengan tangan


dan berjalan tergesa melalui Lover’s Lane dan melintasi lapangan yang
mengeras di seberangnya, karena salju terlalu dalam untuk melewati jalan
pintas. Anne, meskipun merasakan kesedihan yang tulus untuk Minnie May,
tidak sampai merasa akan pingsan karena keadaan yang seperti roman itu dan
untuk kemanisan yang sekali lagi terbagi dengan orang yang sehati.

Suasana malam jernih dan sangat dingin, seluruh bayangan kayu ebony dan
lembah bersalju yang tampak keperakan; bintang besar bersinar di atas
lapangan yang sunyi; dimana-mana pepohonan fir yang berdiri menjulang
tampak gelap dengan salju menutupi dahan-dahannya dan angin berhembus
disela-selanya. Anne berpikir pasti akan sangat menyenangkan menikmati
semua misteri dan keindahan ini dengan teman karib yang sudah lama berpisah.

Minnie May, berumur tiga tahun, sedang benar-benar sangat sakit. Dia berbaring
di sofa dapur dalam keadaan terserang demam dan tak tenang, sementara suara
napasnya yang sengau dapat terdengar di seluruh rumah. Young Mary Joe,
seorang anak perempuan Prancis yang montok dan berwajah lebar dari sungai
kecil, yang disuruh oleh Nyonya.Barry untuk tinggal dengan anak-anak selama ia
tak di rumah, merasa tak berdaya dan bingung, sama sekali tak dapat berpikir
harus melakukan apa, atau mengerjakannya kalau pun dia mampu
memikirkannya.

Anne mulai bekerja dengan keahlian dan kecepatan.

114
“Minnie May memang menderita batuk yang disertai asma; keadaannya cukup
buruk, tapi aku pernah melihat yang lebih parah. Pertama kita harus punya
banyak air panas. Kuberitahu, Diana, air yang ada di ceret tak lebih dari
secangkir penuh! Sudah, aku sudah mengisinya penuh, dan, Mary Joe, kau bisa
memasukkan beberapa kayu ke kompor. Aku tak mau melukai perasaanmu tapi
kalau kau punya imajinasi kau pasti sudah memikirkan untuk melakukan itu
sebelumnya. Sekarang, aku akan melepaskan pakaian Minnie May lalu
membawanya ke tempat tidur, dan kau cobalah ambil baju dari kain planel yang
lembut, Diana. Pertama sekali aku akan memberikannya satu dosis ipepac.”

Minnie May tak mengambil ipepac itu dengan baik tapi tak ada gunanya Anne
mengasuh tiga pasang anak kembar kalau tak dapat mengatasinya. Ipepac itu
jatuh, tak hanya sekali, tapi berkali-berkali selama malam yang panjang dan
menggelisahkan ketika kedua anak itu bekerja dengan sabar merawat Minnie
May yang sakit, dan Young Mary Joe, benar-benar gelisah melakukan apa yang
bisa dilakukannya, menjaga agar api terus menyala dan memanaskan air lebih
banyak dari yang dibutuhkan oleh rumah sakit untuk merawat bayi yang
menderita batuk disertai asma.

Saat itu jam tiga ketika Matthew datang dengan seorang dokter, karena ia harus
berkeliling Spencervale untuk mendapatkan seorang dokter. Tapi kebutuhan
mendesak akan pertolongan telah berlalu. Minnie May sudah jauh lebih baik dan
sedang tertidur nyenyak.

“Aku nyaris menyerah karena sangat putus asa,” jelas Anne. “Keadaannya
semakin memburuk dan terus memburuk sampai dia tampak lebih sakit dari
anak-anak kembar Nyonya. Hammond yang menderita sakit yang sama, bahkan
pasangan kembar yang terakhir. Sebenarnya kupikir dia akan tercekik sampai
mati. Aku memberinya setiap tetes ipepac di botol itu dan begitu dosis terakhir
masuk ke mulutnya aku berkata pada diri sendiri—bukan pada Diana atau Young
Mary Joe, karena aku tak mau membuat mereka lebih khawatir lagi dari
sebelumnya, tapi aku harus mengatakannya pada diriku sendiri hanya untuk
melegakan perasaanku—‘Ini harapan terakhir yang tak hilang-hilang dan aku
takut, ini harapan yang sia-sia.’ Tapi dalam waktu sekitar tiga menit dia
membatukkan lender kemudian keadaannya mulai membaik. Anda bisa
bayangkan betapa leganya aku, dokter, karena aku tak bisa mengungkapnya
dengan kata-kata. Anda tahu ada beberapa hal yang tak bisa diungkap dengan
kata-kata.”

“Ya, saya tahu,” dokter itu mengangguk. Ia memandang Anne seolah sedang
memikirkan sesuatu tentangnya yang tak bisa diungkap dengan kata-kata.
Bagaimanapun juga, kemudian, ia mengungkapkannya pada Tuan. dan Nyonya.
Barry.

“Anak kecil berambut merah yang diasuh di keluarga Cuthbert itu pandai sekali.
Saya beritahu anda bahwa dia telah menyelamatkan nyawa bayi itu, karena saya

115
sampai di sana sudah terlalu terlambat. Nampaknya dia punya keahlian dan
kesadaran yang menakjubkan untuk anak seumuran dia. Saya tak pernah
melihat sesuatu seperti matanya ketika dia menjelaskan kejadian itu pada saya.”

Anne pulang di pagi musim dingin yang menakjubkan, putih-tertutup embun,


dengan mata yang berat karena kurang tidur, tapi tetap bicara tak henti pada
Matthew saat mereka melintasi lapangan putih panjang dan berjalan di bawah
tapak kaki peri yang gemerlapan di pohon maple Lover’s Lane.

“Oh, Matthew, bukankah ini pagi yang menakjubkan? Dunia tampak seperti
sesuatu yang dibayangkan Tuhan untuk kesenanganNya sendiri, ya kan?
Pepohonan itu tampak seolah aku bisa meniupnya dengan sekali hembusan
napas—pouf! Aku sangat senang tinggal di dunia yang ada embun yang
membeku, kau juga kan? Dan bagaimana pun aku sangat senang Nyonya.
Hammond punya tiga pasang anak kembar. Kalau ia tak punya maka aku tak
tahu harus berbuat apa untuk Minnie May. Aku sangat menyesal pernah marah
dengan Nyonya. Hammond karena punya anak-anak kembar. Tapi, oh, Matthew,
aku ngantuk sekali. Aku tak bisa pergi sekolah. Aku hanya tahu aku tak sanggup
menahan kantuk dan aku akan sangat bodoh. Tapi aku benci harus tinggal di
rumah, karena Gil—beberapa murid lain akan menjadi juara kelas, dan sangat
berat untuk bangkit lagi—walaupun tentu saja semakin berat maka akan semakin
puas ketika kau bisa bangkit, ya kan?”

“Well, kurasa kau akan mengaturnya dengan baik,” sahut Matthew, memandang
wajah mungil Anne yang putih dan lingkaran hitam di bawah matanya. “Kau
pergilah tidur segera dan tidurlah yang nyenyak. Aku akan mengerjakan semua
pekerjaan berat.”

Oleh karena itu Anne pergi tidur lalu tidur sangat lama dan nyenyak sampai dia
terbangun di sore musim dingin yang putih dan kemerahan lalu dia turun dengan
cepat ke dapur dimana Marilla, yang telah pulang ke rumah pada saat itu,
sedang duduk merajut.

“Oh, apa kau melihat Perdana pendeta nya?” seru Anne sekaligus. “Seperti apa
beliau Marilla?”

“Well, beliau tak pernah menjadi perdana pendeta karena tampangnya,” sahut
Marilla. “Seperti hidung yang dipunyainya! Tapi beliau bisa berpidato. Aku
bangga menjadi orang Konservatif. Rachel Lynde, tentu saja, adalah orang
Liberal, tak ada gunanya bagi beliau. Makan malammu ada di oven, Anne, dan
kau boleh mengambil sendiri sele prem biru di luar lemari. Kurasa kau lapar.
Matthew telah menceritakan padaku kejadian semalam. Harus kuakui itu
merupakan keberuntungan kau tahu apa yang harus dilakukan. Aku sendiri tak
akan tahu harus berbuat apa, karena aku tak pernah melihat kasus batuk yang
disertai asma. Karena itu sekarang, tak masalah bercakap-cakap sampai kau

116
selesai makan malam. Aku bisa lihat dari tampangmu bahwa kau sudah cukup
kenyang dengan omongan, tapi kau akan tetap terus bicara.”

Marilla akan memberitahu sesuatu pada Anne, tapi ia tak memberitahunya saat
itu juga karena ia tahu jika ia melakukannya maka akibatnya kegembiraan Anne
benar-benar akan buyar yang berdampak pada selera makannya atau suasana
makan malam. Tak sampai Anne selesai menghabiskan secawan prem biru nya
Marilla berkata:

“Nyonya. Barry ada di sini tadi sore, Anne. Ia mau menemuimu, tapi aku tak mau
membangunkanmu. Ia bilang kau telah menyelamatkan nyawa Minnie May, dan
ia sangat menyesal karena telah bersikap seperti yang dilakukannya pada
masalah anggur wine itu. Katanya ia tahu kau tak bermaksud membuat Diana
mabuk, dan ia berharap kau mau memaafkannya dan berteman baik lagi dengan
Diana. Kalau kau suka kau bisa ke rumahnya malam ini karena Diana tak bisa
keluar rumah berhubung semalam dia masuk angin. Sekarang, Anne Shirley,
demi Tuhan jangan terlalu bergembira.”

Peringatan itu tampak tak berguna, ekspresinya sangat gembira dan seperti
melayang di udara sementara dia meloncat-loncat, wajahnya memancarkan
kobaran semangatnya.

“Oh, Marilla, bolehkah aku pergi sekarang—tanpa mencuci piringku? Aku akan
mencucinya begitu aku kembali, tapi aku tak bisa memaksa diriku melakukan
sesuatu yang tak romantis seperti mencuci piring pada saat yang mendebarkan
ini.”

“Ya, ya, pergilah,” sahut Marilla memanjakan. “Anne Shirley—apa kau gila?
Kembali sekarang juga dan pakailah sesuatu. Aku seperti memanggil angin. Dia
pergi tanpa topi atau syal. Melihatnya berlari cepat melintasi kebun buah
sementara rambutnya melambai-lambai. Sungguh suatu rahmat kalau dia tak
mati karena masuk angin.”

Anne pulang ke rumah dengan menari-nari di senja musim dingin yang ungu
melintasi tempat-tempat bersalju. Jauh di barat daya tampak sesuatu yang
sangat bercahaya, bintang malam yang gemerlapan seperti mutiara di langit
yang pucat keemasan dan warna merah yang sangat halus di atas menyinari
tempat-tempat yang putih dan lembah sempit yang gelap yang ditumbuhi pohon
spruce. Suara dentingan lonceng kereta luncur di antara bukit bersalju terdengar
seperti lonceng peri di udara yang sangat dingin, tapi alunan musik itu tak
seindah nyanyian di hati dan bibir Anne.

“Kau lihat di depanmu orang yang sangat bahagia, Marilla,” katanya. “Aku
sungguh sangat bahagia—ya,meski pun rambutku merah. Hanya saat ini aku tak
terlalu kecewa dengan rambutku yang merah. Nyonya. Barry menciumku dan
menangis lalu berkata ia menyesal sekali dan ia tak akan pernah mampu

117
membalas jasaku. Aku merasa malu berat, Marilla, tapi aku hanya berkata
sesopan yang kumampu, ‘aku tidak marah pada anda, Nyonya. Barry.
Kupastikan bahwa aku tak bermaksud membuat Diana mabuk dan untuk
selanjutnya aku akan menutup masa lalu dengan jubah kelupaan.’ Bukankah itu
cara bicara yang cukup berwibawa, Marilla?”

Aku merasa sedang menimbun batu bara panas di kepala Nyonya. Barry. Lalu
Diana dan aku melewati sore yang indah. Diana memperlihatkan padaku rajutan
sulaman mewah yang diajarkan oleh bibinya yang tinggal di Carmody. Tak ada
seorang pun di Avonlea yang mengetahuinya selain kami, dan kami
mengikrarkan sumpah yang sungguh-sungguh tak akan menunjukkannya pada
orang lain. Diana memberiku sebuah kartu yang bagus berhiaskan rangkaian
mawar di atasnya dan syair puisi:

“Jika kau mencintaiku seperti aku mencintaimu


Tak ada yang dapat memisahkan kita kecuali kematian.

Dan itu benar, Marilla. Kami akan meminta Tuan. Phillips untuk mengijinkan kami
duduk bersama lagi di sekolah, dan Gertie Pye bisa duduk dengan Minnie
Andrews. Kami menikmati jamuan minum teh yang elegan. Nyonya. Barry
mengeluarkan perangkat porselin yang sangat bagus, Marilla, seolah aku benar-
benar seorang tamu. Aku tak bisa memberitahumu betapa hatiku bergetar
karenanya. Sebelumnya tak pernah ada seorang pun yang menggunakan
perangkat porselin terbaiknya karenaku. Lalu kami makan bolu buah, kue manis,
donat, dan dua macam sele, Marilla. Dan Nyonya. Barry bertanya apakah aku
mau teh dan berkata ‘Pa, kenapa kau tak menawarkan biskuit pada Anne?’ Pasti
sangat menyenangkan menjadi dewasa, Marilla, ketika diperlakukan seolah kau
sangat manis.”

“Aku tak tahu tentang itu,” sahut Marilla, dengan helaan napas pendek.

“Well, bagaimana pun juga, ketika aku dewasa,” Anne berkata dengan tekad
kuat, “Aku akan selalu berbicara dengan gadis-gadis kecil seolah mereka juga
orang dewasa, dan aku tak akan pernah tertawa ketika mereka membual. Aku
tahu dari pengalaman yang menyedihkan bagaimana hal itu bisa melukai
perasaan seseorang. Setelah minum teh Diana dan aku membuat gula-gula.
Gula-gula itu tak terlalu enak,kurasa karena baik Diana mau pun aku tidak
pernah membuatnya sebelumnya. Diana membiarkanku yang mengaduknya
sementara dia mengolesi piring dengan mentega lalu aku lupa dan gula-gula itu
pun hangus; kemudian ketika kami meletakkannya di platform agar dingin,
seekor kucing melintasi sebuah piring dan itu harus dibuang. Tapi proses
pembuatannya sangat menyenangkan. Lalu ketika aku pulang Nyonya. Barry
memintaku untuk berkunjung sesering yang aku bisa dan Diana berdiri di jendela
dan memberikan ciuman jarak jauh padaku sepanjang jalan menuju Lover’s

118
Lane. Kujamin, Marilla, bahwa aku merasa akan senang berdoa malam ini dan
aku akan memikirkan doa terbaru yang khusus untuk merayakan peristiwa ini.”

Bab XIX – Konser, Malapetaka dan Pengakuan

“Marilla, bolehkah aku pergi untuk menemui Diana sebentar saja?” tanya Anne,
berlari terengah-engah turun dari loteng timur di suatu malam di Bulan February.

“Aku tak mengerti untuk apa kau pergi kesana kemari tak tentu arah setelah
gelap,” sahut Marilla singkat. “Kau dan Diana pulang dari sekolah bersama-sama
dan kemudian berdiri di sana dalam salju selama setengah jam lebih, lidahmu
sangat senang berbicara, keletak-keletuk. Jadi kupikir kau tak sampai sakit berat
bila tak menemuinya lagi.”

“Tapi dia mau menemuiku,” Anne memohon. “Ada hal yang sangat penting yang
akan disampaikannya padaku.”

“Bagaimana kau tahu?”

“Karena tadi dia memberi isyarat padaku dari jendelanya. Kami sudah mengatur
cara untuk memberi isyarat dengan lilin dan kertas karton. Kami meletakkan lilin
di ambang jendela lalu membuat kilatan cahaya dengan mengibas-ngibaskan
kertas karton dan begitu seterusnya. Banyaknya kilatan cahaya berarti suatu hal
tertentu. Itu ideku, Marilla.”

“Aku tahu pasti itu memang idemu,” sahut Marilla tegas. “Dan berikutnya kau
akan membuat gorden terbakar dengan isyarat omong kosongmu.”

“Oh, kami sangat berhati-hati, Marilla. Dan itu sangat menarik. Dua kilatan
cahaya berarti, ‘Apa kau ada di sana?’ Tiga berarti ‘ya’ dan empat ‘tidak.’ Lima
berarti, ‘Datanglah ke sini sesegera mungkin, karena ada hal penting yang ingin
kusampaikan.’ Diana baru saja mengisyaratkan lima kilatan cahaya, dan aku
benar-benar menderita ingin tahu apa itu.”

“Well, kau tak perlu menderita lebih lama lagi,” sahut Marilla dengan menyindir.
“Kau boleh pergi, tapi kau harus kembali ke sini hanya dalam waktu sepuluh
menit, ingat itu.”

Anne mengingatnya dengan sungguh-sungguh dan telah kembali dalam waktu


yang ditentukan itu, walaupun mungkin tak seorang pun akan tahu apa yang
membuatnya berkorban dengan membatasi pembicaraan penting Diana dalam
batas waktu sepuluh menit. Tapi setidaknya dia telah mempergunakannya
dengan baik.

119
“Oh, Marilla, bagaimana menurutmu? Kau tahu besok adalah hari ulang tahun
Diana. Well, ibunya bilang dia boleh mengajakku pulang bersama dengannya
dari sekolah dan tinggal semalaman dengannya. Dan sepupunya akan datang
dari Newbridge dengan pengeretan besar untuk pergi ke konser Debating Club
(Klub Debat) di gedung besok malam. Dan mereka akan mengajak Diana dan
aku ke konser itu—jika kau mengijinkanku pergi, itu intinya. Kau akan memberiku
ijin kan, Marilla? Oh, aku merasa sangat bersemangat.”

“Kalau begitu kau bisa tenang, karena kau tak akan pergi. Sebaiknya kau berada
di rumah di tempat tidurmu sendiri, dan mengenai konser club itu, semuanya
omong kosong, dan gadis kecil seharusnya sama sekali tak diijinkan untuk pergi
ke tempat seperti itu.”

“Aku yakin Debating Club adalah acara yang paling sopan,” Anne memohon.

“Aku tak bilang acara itu tak sopan. Tapi kau tak boleh mulai keluyuran pergi ke
konser dan berada di luar berjam-jam di malam hari. Tindakan besar untuk anak-
anak. Merupakan kejutan bagiku Nyonya. Barry mengijinkan Diana pergi.”

“Tapi ini kesempatan yang sangat spesial,” Anne sedih, hampir menangis.
“Diana ulang tahun hanya sehari dalam setahun. Ini bukan seolah ulang tahun
adalah hal yang biasa, Marilla. Prissy Andrews akan membaca ‘Curfew Must Not
Ring Tonight (Jam Malam Tak Boleh Berlaku Malam ini).’ Itu pelajaran moral
yang cukup baik, Marilla, aku yakin dengan mendengarnya akan membuatku
mengerjakan banyak kebaikan. Dan kelompok paduan suara akan menyanyikan
empat lagu sedih yang indah yang nyaris sebagus nyanyian pujian. Dan oh,
Marilla, pendeta akan ikut serta; ya, sungguh, beliau akan ikut serta; beliau akan
memberikan sambutan. Sambutan itu kira-kira akan sama seperti khotbah.
Please, tak bolehkah aku pergi, Marilla?”

“Kau dengar apa yang kubilang, kan? Sekarang lepaskan sepatu bootmu dan
pergilah tidur. Sekarang sudah jam delapan lewat.”

“Ada satu hal lagi, Marilla,” sahut Anne, mengeluarkan usaha terakhir yang
dipunyainya. “Nyonya. Barry bilang pada Diana bahwa kami boleh tidur di tempat
tidur kamar tamu. Bayangkan kehormatan Anne kecilmu dibolehkan tidur di
kamar tamu.”

“Suatu kehormatan kau bisa hidup tanpa itu. Pergilah tidur, Anne, dan jangan
sampai aku mendengar sepatah kata pun lagi dari mulutmu.”

Ketika Anne, dengan airmata mengalir di pipinya, telah naik ke atas dengan
penuh kesedihan, Matthew, yang kelihatannya tertidur nyenyak di sofa selama
percakapan itu berlangsung, membuka matanya dan berkata dengan tegas:

120
“Well, Marilla, kupikir kau harus mengijinkan Anne pergi.”

“Kalau begitu aku tak akan melakukannya,” Marilla menjawab pedas. “Siapa
yang mendidik anak itu, Matthew, kau atau aku?”

“Well, kau,” Matthew mengakui.

“Kalau begitu jangan ikut campur.”

“Well, aku tak ikut campur. Bukan ikut campur kalau kau mengeluarkan
pendapatmu sendiri. Dan pendapatku adalah kau harus mengijinkan Anne pergi.”

“Kau akan berpendapat aku harus mengijinkan Anne pergi ke bulan kalau dia
mau begitu, aku tak menyangsikannya,” adalah jawaban ramah Marilla. “Aku
mungkin akan mengijinkannya bermalam dengan Diana, kalau hanya itu. Tapi
aku tak menyetujui rencana ke konser itu. Dia akan pergi ke sana dan masuk
angin seperti tak terjadi apa-apa, dan membuat pikirannya dicekoki dengan
omong kosong dan kegembiraan. Itu akan mengganggu ketenangannya selama
seminggu. Aku lebih mengerti watak anak dan apa yang baik baginya daripada
kau, Matthew.”

“Menurutku kau harus mengijinkan Anne pergi,” ulang Matthew tegas. Pemberian
alasan memang bukanlah titik kekuatannya, tapi berpegang teguh pada
pendapatnya benar-benar merupakan titik kekuatannya. Marilla menghembuskan
napas ketakberdayaan dan memilih diam. Keesokan paginya, ketika Anne
sedang mencuci piring sarapan di dapur, Matthew berhenti ketika hendak ke luar
ke gudang dan berkata lagi pada Marilla:

“Kupikir kau harus mengijinkan Anne pergi, Marilla.”

Untuk beberapa saat Marilla merasa tak perlu mengatakan apa pun. Kemudian
ia menyerah karena tak dapat mengelak lagi dan berkata ketus:

“Baiklah, dia boleh pergi, karena tak ada hal lain yang bisa membuatmu senang.”

Anne berlari keluar dari dapur, lap piring yang menetes di tangan.

“Oh, Marilla, Marilla, ucapkan kata-kata yang menyenangkan itu lagi.”

“Kurasa sekali sudah cukup untuk mengatakannya. Ini tindakan Matthew dan aku
tak ikut campur. Kalau kau menderita radang paru-paru karena tidur di tempat
tidur asing atau keluar dari gedung yang panas itu di tengah malam, jangan
salahkan aku, salahkan Matthew. Anne Shirley, kau membuat air yang
berminyak menetes di lantai. Aku tak pernah melihat anak yang seceroboh ini.”

121
“Oh, aku tahu akan percobaan yang berat bagimu, Marilla,” sahut Anne
menyesal. “Aku membuat banyak sekali kesalahan. Tapi bayangkan saja semua
kesalahan yang tak kuperbuat, walaupun mungkin aku melakukannya. Aku akan
mengambil pasir dan menggosok nodanya sebelum ke sekolah. Oh, Marilla,
hatiku sungguh telah siap untuk pergi ke konser itu. Aku tak pernah ke konser
seumur hidup, dan ketika anak-anak perempuan lain membicarakannya di
sekolah aku merasa sangat terkucil. Kau tak tahu betapa aku sangat
merasakannya, tapi kau lihat Matthew tahu itu. Matthew memahamiku, dan
dipahami sangat menyenangkan, Marilla.”

Anne terlalu gembira untuk dapat membagi perhatiannya dengan adil pada
pelajaran di sekolah. Gilbert Blythe mengalahkannya dalam pelajaran pengejaan
dan jauh melampuinya dalam ilmu hitung di luar kepala. Bagaimana pun juga,
rasa malu yang dialami Anne karena kekalahannya menjadi berkurang dari
sebelumnya, karena mengingat konser dan tempat tidur kamar tamu. Dia dan
Diana terus menerus membicarakannya sepanjang hari sampai dengan guru
yang lebih tegas daripada Tuan. Phillips pun terpaksa merasa malu yang tak
terelakkan dengan membiarkan mereka membicarakan hal itu.

Anne merasa bahwa dia tak akan sanggup bila tak pergi ke konser itu, karena
hari itu tak ada hal lain yang dibicarakan di sekolah. The Debating Club Avonlea,
yang diadakan setiap dua minggu sepanjang musim dingin, memiliki beberapa
hiburan gratis yang lebih ringan; tapi ini akan menjadi acara besar, karcis masuk
sepuluh sen, sebagai sumbangan untuk pustaka. Anak-anak muda di Avonlea
telah berlatih selama bermnggu-minggu, dan semua murid sangat tertarik pada
acara itu berhubung kakak-kakak dan abang-abangnya akan ambil bagian.

Semua murid di sekolah yang berumur sembilan tahun ke atas berharap bisa
pergi, kecuali Carrie Sloane, yang ayahnya berpikiran sama dengan Marilla
mengenai gadis kecil yang pergi ke luar untuk nonton konser di malam hari.
Carrie Sloane menangis di buku tata bahasanya sepanjang sore dan merasa
hidup tak lagi berharga.

Bagi Anne kegembiraan yang benar-benar nyata dimulai dengan pembubaran


sekolah dan semakin bertambah setahap demi setahap sampai mencapai
kegembiraan yang luar biasa di konser itu sendiri. Mereka menghadiri “jamuan
minum teh yang benar-benar elegan;” kemudian mereka asyik berdandan di
kamar kecil Diana di atas. Diana menata rambut depan Anne bergaya
pompadour dan Anne mengikat simpul Diana dengan keterampilan khusus yang
dimilikinya; dan mereka melakukan percobaan dengan setidaknya setengah lusin
cara yang berbeda dalam menata rambut belakang mereka. Akhirnya mereka
siap, pipi berwarna merah dan mata memancarkan sinar kegembiraan.

Benar, Anne tak sanggup menahan rasa sakit yang tiba-tiba ketika dia
membandingkan tam nya yang hitam sederhana dan tak berbentuk, berlengan
ketat, mantel buatan sendiri yang sudah kusam dengan topi bulu Diana yang

122
keren dan jaket kecilnya yang bersih. Tapi seketika itu juga dia ingat bahwa dia
punya daya imajinasi dan bisa menggunakannya.

Kemudian sepupu Diana, Murray bersaudara dari Newbridge, sampai; mereka


semua berdesak-desakan dalam pengeretan besar, di antara jerami dan jubah
berbulu. Anne bersuka ria dalam perjalanan ke gedung, menyusuri jalan yang
sehalus satin dengan salju yang mengering segar di bawah tapak. Disana
tampak matahari terbenam yang sangat indah, bebukitan bersalju dan lautan biru
yang dalam di Teluk St. Lawrence yang tampak megah melingkar seperti
mangkuk raksasa berisi mutiara dan batu safir yang dipenuhi dengan anggur dan
api. Dentingan lonceng pengeretan dan gelak tawa yang tak ramah, yang
tampak seperti kegembiraan para kurcaci hutan, datang dari setiap penjuru arah.

“Oh, Diana,” panggil Anne, sembari meremas tangan Diana yang menggunakan
sarung tangan di bawah jubah bulu, “bukankah ini semua seperti mimpi yang
indah? Apakah aku benar-benar tampak sama seperti biasa? Aku merasa sangat
berbeda karena kukira perbedaan itu pasti tampak di wajahku.”

“Kau terlihat sangat manis,” sahut Diana, yang baru saja mendapat pujian dari
salah seorang sepupunya, merasa bahwa dia harus menceritakannya. “Warna
kulitmu adalah yang terbagus.”

Acara malam itu adalah serangkaian “sensasi getaran hati” untuk setidaknya
seorang pendengar dalam kerumunan penonton, dan, sebagaimana Anne telah
meyakinkan Diana, setiap sensasi getaran yang berturut-turut lebih
menggetarkan hati dari yang sebelumnya. Ketika Prissy Andrews, yang memakai
baju sutra pink baru dengan seuntai mutiara di lehernya yang putih halus dan
bunya anyelir sungguhan di rambutnya—desas-desus yang beredar mengatakan
bahwa guru itu yang telah mengirimkannya semua ke kota untuknya—“menaiki
tangga yang kotor, gelap tanpa ada satu pun sinar lampu,” Anne gemetar karena
simpati yang dalam; ketika kelompok paduan suara menyanyikan “Far Above the
Gentle Daisies (Jauh di atas Bunga-bunga Daisy yang Lembut)” Anne menatap
ke langit-langit seolah itu adalah lukisan dinding dengan malaikat; ketika Sam
Sloane terus menjelaskan dan menggambarkan “How Sockery Set a Hen
(Bagaimana Sockery Menangkap Seekor Ayam Betina)” Anne tertawa sampai
orang yang duduk di dekatnya pun ikut tertawa, lebih karena simpati dengannya
daripada dengan hiburan di pemilihan yang sudah agak kuno bahkan di Avonlea;
dan ketika Tuan. Phillips menyampaikan orasi Mark Anthony yang melangkahi
mayat Caesar dengan nada suara yang paling membangkitkan semangat—
sembari melihat ke arah Prissy Andrews di setiap akhir kalimat—Anne merasa
bahwa dia bisa bangkit dan memberontak saat itu juga kalau saja seorang rakyat
Roman yang memimpin.

Hanya satu acara yang tak membuatnya tertarik. Ketika Gilbert Blythe
membacakan “Bingen on the Rhine (Pesta Minum-minum di Rhine)” Anne
mengambil buku pustaka Rhoda Murray dan membacanya sampai Gilbert

123
selesai, saat dia duduk kaku dan tak bergerak sementara Diana bertepuk tangan
sampai tangannya pedih.

Saat itu jam sebelas ketika mereka sampai di rumah, kekenyangan dengan
pemborosan, tapi dengan kesenangan manis yang semakin bertambah karena
masih terus membicarakannya sampai tiba di rumah. Semuanya tampak tertidur
dan rumah dalam keadaan gelap dan sunyi. Anne dan Diana berjinjit menuju
serambi depan, ruangan yang sempit dan panjang karena kamar tamu terbuka.
Ruangan itu sangat hangat dan diterangi cahaya redup dari bara api di
panggangan.

“Kita buka pakaian di sini, yuk,” kata Diana. “Di sini sangat enak dan hangat.”

“Bukankah tadi saat yang sangat menyenangkan?” Anne menarik napas


bersemangat. “Pasti akan puas berdiri dan membacakan sesuatu di sana. Apa
menurutmu suatu saat kita akan diminta untuk melakukannya, Diana?”

“Ya, tentu saja, suatu hari nanti. Mereka selalu mencari murid dewasa untuk
membacakan sesuatu. Gilbert Blythe sering melakukannya dan dia hanya dua
tahun lebih tua daripada kita. Oh, Anne, bagaimana bisa kau pura-pura tak
mendengarkannya? Ketika dia sampai di barisan,

“SESEORANG DI SANA, bukan SAUDARA PEREMPUAN,

dia menatap tepat padamu.”

“Diana,” sahut Anne dengan wibawa, “kau adalah teman baikku, tapi aku bahkan
tak bisa mengijinkanmu membicarakan orang itu denganku. Apa kau sudah siap
untuk tidur? Ayo kita balapan dan siapa yang akan sampai di tempat tidur lebih
dulu.”

Usul itu membuat Diana tertarik. Kedua anak kecil berpakaian putih itu berlari
menyusuri ruangan yang panjang, melalui pintu kamar tamu, lalu melompat ke
atas tempat tidur pada saat yang sama. Kemudian—sesuatu—bergerak di
bawah mereka, ada hembusan napas dan tangisan di sana—dan seseorang
berkata dengan suara tertahan:

“Tuhan Yang Pengasih!”

Anne dan Diana tak pernah tahu bagaimana mereka turun dari tempat tidur itu
dan keluar dari kamar. Mereka hanya tahu bahwa setelah kegaduhan yang
menggelisahkan itu mereka mendapati diri mereka sedang berjinjit gemetar ke
atas.

“Oh, siapa itu—APA itu?” Anne berbisik, giginya bergemeletuk karena dingin dan
takut.

124
“Itu Aunt Josephine,” sahut Diana, menghela napas sembara terbahak. “Oh,
Anne, tadi itu Aunt Josephine, bagaimana pun caranya ia bisa ada di sana. Oh,
dan aku tahu ia akan sangat marah. Itu sangat menakutkan—benar-benar
menakutkan—tapi apa kau pernah tahu sesuatu yang sangat lucu, Anne?”

“Siapa Aunt Josephine mu?”

“Ia bibi ayahku dan tinggal di Charlottetown. Ia sangat tua—tujuh puluh sekian—
dan aku tak yakin ia PERNAH menjadi anak kecil. Kami berharap bisa
mengajaknya keluar untuk sebuah kunjungan, tapi tidak dalam waktu dekat. Ia
sangat formil dan sopan dan ia akan sangat marah karena hal ini, aku yakin.
Well, kita harus tidur dengan Minnie May—dan kau tak bisa bayangkan
bagaimana dia menendang.”

Keesokan paginya Miss Josephine Barry tak muncul saat awal sarapan. Nyonya.
Barry tersenyum ramah pada kedua gadis kecil itu.

“Apa malam kalian menyenangkan? Aku mencoba untuk tetap terbangun sampai
kalian pulang, karena aku mau memberitahumu bahwa Aunt Josephine telah tiba
dan bagaimanapun kalian harus tidur di kamar atas, tapi aku sangat lelah sampai
ketiduran. Kuharap kau tak mengganggu bibimu, Diana.”

Diana tetap bungkam dengan hati-hati, tapi dia dan Anne yang duduk
berseberangan di meja saling melemparkan senyum sembunyi-sembunyi karena
rasa bersalah yang sekaligus menjadi hiburan. Anne bergegas pulang setelah
sarapan dan juga tetap dalam kebodohan yang membahagiakan karena
kerusuhan itu yang nantinya berakhir dalam rumah tangga Nyonya. Barry sampai
penghujung sore, ketika dia pergi ke rumah Nyonya. Lynde untuk suatu
keperluan Marilla.

“Jadi kau dan Diana nyaris membuat Miss Barry tua yang malang mati ketakutan
semalam?” sahut Nyonya. Lynde pedas, tapi dengan kedipan mata. “Nyonya.
Barry ada di sini beberapa saat yang lalu dalam perjalannya ke Carmody. Dia
merasa sungguh khawatir akan hal itu. Miss Barry tua sangat marah ketika ia
bangun tadi pagi—dan kemarahan Josephine Barry bukanlah main-main, aku
tahu itu. Ia tak akan bicara dengan Diana sama sekali.”

“Itu bukan kesalahan Diana,” sahut Anne menyesal. “Itu salahku. Aku
mengusulkan balapan untuk melihat siapa yang akan sampai di tempat tidur
lebih dulu.”

“Sudah kutebak!” sahut Nyonya. Lynde, dengan kegembiraan seorang penebak


yang benar. “Aku sudah tahu itu adalah idemu. Well, masalahnya, itu berakibat
banyak kesulitan. Miss Barry tua datang untuk tinggal selama sebulan, tapi
katanya ia tak mau tinggal lebih lama lagi dan akan kembali ke kota besok,

125
Minggu dan itu akan terjadi. Ia pasti sudah pergi hari ini kalau saja mereka tak
menahannya. Ia telah berjanji akan membayarkan pelajaran musik triwulan untuk
Diana, tapi sekarang ia telah memutuskan tak akan melakukan apa pun sama
sekali untuk gadis tomboy seperti itu. Oh, kurasa tadi pagi mereka sangat sibuk
karena masalah itu. Keluarga Barry pasti merasa sedih. Miss Barry tua orang
yang kaya dan mereka akan menjaga hubungan baik dengannya. Tentu saja,
Nyonya. Barry tak mengatakan itu padaku, tapi masalahnya, aku cukup pintar
menilai tabiat manusia.”

“Aku sungguh anak yang tak beruntung,” keluh Anne sedih, “Aku selalu membuat
diriku sendiri mendapat masalah dan membuat teman baikku—orang yang akan
kuberikan darah di hatiku untuknya—mendapat masalah juga. Apa anda tahu
mengapa begitu, Nyonya. Lynde?”

“Masalahnya, itu karena kau terlalu tak pedulian dan seenaknya, nak. Kau tak
pernah berhenti melamun—apa pun yang muncul di pikiranmu untuk dikatakan
atau apakah kau mengatakan atau melakukannya tanpa sempat
merenungkannya.”

“Oh, tapi itu yang terbaik,” protes Anne. “Sesuatu bergerak cepat muncul di
pikiranmu, begitu mengasyikkan, dan anda harus mengatakannya. Kalau anda
berhenti memikirkannya anda akan merusak semuanya. Tak pernahkah anda
merasakannya sendiri, Nyonya. Lynde?”

Tidak, Nyonya. Lynde tak pernah merasakannya. Ia menggeleng bijak.

“Masalahnya, kau harus belajar untuk sedikit melamun, Anne. Pepatah yang
harus kau ikuti adalah ‘Lihat dulu sebelum melompat’—terutama ke tempat tidur
kamar tamu.”

Nyonya. Lynde tertawa setelah mengucapkan lelucon ringannya, tapi Anne


masih murung. Dia merasa tak ada yang harus ditertawakan dalam keadaan
seperti ini, yang baginya sangat serius. Ketika dia meninggalkan rumah Nyonya.
Lynde dia mengambil jalan melintasi lapangan yang mengeras ke Orchard
Slope. Diana menemuinya di pintu dapur.

“Aunt Josephine mu sangat marah karena kejadian itu, kan?” bisik Anne.

“Ya,” jawab Diana, sembari terkikik menahan tawa dengan pandangan khawatir
lewat bahunya tertuju ke pintu ruang duduk yang tertutup. “Ia hampir mengamuk.
Oh, betapa marahnya ia. Katanya aku gadis kecil dengan tingkah laku paling
buruk yang pernah dilihatnya dan bahwa kedua orang tuaku harus merasa malu
dengan cara mereka mendidikku. Ia bilang tak akan mau tinggal lagi dan aku
yakin aku tak peduli. Tapi Ayah dan Ibu peduli.”

“Kenapa kau tak memberitahu mereka kalau itu salahku?” cecar Anne.

126
“Kelihatannya aku akan melakukan hal yang seperti itu, kan?” sahut Diana
dengan mencemooh. “Aku bukan pengadu, Anne Shirley, dan bagaimana pun
juga aku sama bersalahnya denganmu.”

“Well, aku akan masuk untuk memberitahunya sendiri,” sahut Anne tegas.

Diana terpana.

“Anne Shirley, kau tak akan pernah melakukannya! Kenapa—ia akan


menelanmu hidup-hidup!”

“Jangan menakutiku lagi daripada nanti aku takut,” Anne memohon. “Lebih baik
aku dihadapkan ke mulut meriam. Tapi aku harus melakukannya, Diana. Itu
salahku dan aku harus mengakuinya. Untungnya, aku sudah berlatih membuat
pengakuan.”

“Well, ia ada di kamar,” sahut Diana. “Kau boleh masuk kalau kau mau. Aku tak
akan berani. Dan aku tak yakin akan ada gunanya untukmu.”

Dengan dorongan ini Anne menghadapi singa di kandangnya—itu ungkapan


yang tepat, berjalan tegap menuju pintu ruang duduk dan mengetuknya dengan
lemah. Diikuti kata “Masuk” yang jelas.

Miss Josephine Barry, kurus, formil, dan kaku, sedang merajut di dekat perapian,
kegusarannya sungguh tak habis-habisnya dan matanya menggertak dari balik
kacamatanya yang berbingkai keemasan. Ia berputar di kursinya, berharap dapat
menemukan Diana, lalu memperhatikan gadis kecil berwajah putih yang matanya
dipenuhi paduan keberanian yang nekad dan rasa takut yang tersembunyi.

“Siapa kau?” cecar Miss Josephine Barry, tanpa basa-basi.

“Aku Anne dari Green Gables,” sahut tamu kecil itu gemetar, menggenggam
tangannya yang menjadi ciri khas gerak tubuhnya, “dan aku datang untuk
mengaku, jika anda sudi mendengarkan.”

“Mengaku apa?”

“Bahwa itu semua salahku saat melompat ke tempat tidur di atas anda semalam.
Aku yang mengusulkannya. Aku yakin, Diana tak akan pernah punya pikiran
untuk melakukan hal seperti itu. Diana seorang gadis kecil yang sangat seperti
lady, Miss Barry. Jadi anda harus tahu betapa tak adil dengan menyalahkannya.”

“Oh, he, aku harus tahu? Menurutku setidaknya Diana ambil bagian saat
melompat itu. Tindak-tanduk seperti itu di keluarga yang terpandang!”

127
‘Tapi kami hanya bersenang-senang,” Anne bersikeras. “Kupikir anda harus
memaafkan kami, Miss Barry, sekarang karena kami telah minta maaf. Dan
bagaimana pun juga, tolong maafkanlah Diana dan ijinkan dia belajar musik. Hati
Diana telah tercurah untuk pelajaran musiknya, Miss Barry, dan aku paham
sekali bagaimana rasanya mencurahkan hatimu untuk sesuatu dan tidak
mendapatkannya. Kalau anda harus marah pada seseorang, marahlah padaku.
Aku sangat terbiasa dimarahi orang di awal hari-hariku sehingga aku jauh lebih
sanggup menanggungnya daripada Diana.”

Saat ini banyak gertakan di mata wanita tua itu telah lenyap dan berganti dengan
sinar perhatian karena senang. Tapi ia masih berkata dengan pedas:

“Kupikir alasanmu bahwa kalian hanya bersenang-senang bukanlah


pengecualian untuk kalian. Gadis-gadis kecil tak pernah dimanjakan dengan
kegembiraan seperti itu ketika aku muda. Kau tak tahu bagaimana rasanya
terbangun dari tidur nyenyak, setelah perjalanan yang berat dan panjang, oleh
dua gadis kecil hebat yang melompat ke atasmu.”

“Aku tak TAHU, tapi aku bisa MEMBAYANGKAN,” sahut Anne menggebu. “Aku
yakin pastilah itu sangat mengganggu. Tapi lalu, ada pihak kami juga di sana.
Apa anda punya daya imajinasi, Miss Barry? Kalau anda punya, coba bayangkan
seandainya anda di posisi kami. Kami tak tahu ada seseorang di atas tempat
tidur itu dan anda nyaris mati ketakutan. Kami merasa sangat ketakutan. Lalu
kami tak bisa tidur di kamar tamu setelah dijanjikan. Kurasa anda terbiasa tidur di
kamar tamu. Tapi coba bayangkan akan seperti apa perasaan anda jika anda
adalah seorang anak yatim piatu yang tak pernah mendapat kehormatan seperti
itu.”

Sekarang seluruh gertakan telah lenyap. Miss Barry benar-benar tertawa—suara


yang menyebabkan Diana, yang menunggu dalam kegelisahan yang tak
terungkapkan di dapur luar, benar-benar bernapas lega.

“Aku takut khayalanku agak sedikit berkarat—sudah sangat lama aku tak
menggunakannya,“ katanya. “Aku berani katakan permintaanmu akan simpati
seteguh permintaanku. Semuanya tergantung pada cara kita memandangnya.
Duduklah di sini dan ceritakan padaku tentang dirimu.”

“Aku sangat meyesal karena tak bisa,” sahut Anne tegas. “Aku inginnya begitu,
karena anda tampak seperti seorang wanita yang menarik, dan mungkin anda
juga orang yang sehati walaupun anda tak terlalu tampak seperti itu. Tapi
sekarang saatnya aku pulang ke Miss Marilla Cuthbert. Miss Marilla Cuthbert
adalah wanita yang sangat baik yang telah mengambilku untuk dididik dengan
benar. Ia telah melakukan yang terbaik, tapi itu adalah pekerjaan yang
mengecilkan hati. Anda tak boleh menyalahkannya karena aku melompat ke
tempat tidur. Tapi sebelum aku pergi aku sungguh berharap anda sudi bilang

128
padaku bahwa anda akan memaafkan Diana dan tinggal selama yang anda
rencanakan di Avonlea.”

“Kupikir mungkin aku akan melakukannya kalau suatu waktu kau mau datang ke
sini dan ngobrol denganku,” sahut Miss Barry.

Malam itu Miss Barry memberi Diana sebuah gelang tangan perak dan
memberitahu pada anggota keluarga yang lebih tua bahwa ia telah membongkar
koper kecilnya.

“Aku telah memutuskan untuk tinggal hanya untuk lebih mengenal gadis-Anne
itu,” katanya terus terang. “Dia membuatku terhibur, dan semasa hidupku orang
yang menyenangkan adalah kelangkaan.”

Satu-satunya komentar Marilla ketika ia mendengar cerita itu adalah, “Aku bilang
juga begitu.” Ini untuk kepentingan Matthew.

Miss Barry telah menghabiskan masa tinggalnya selama sebulan di sana. Ia


menjadi tamu yang lebih menyenangkan daripada bisanya, karena Anne selalu
menyenangkan hatinya. Mereka telah menjadi sahabat akrab.

Ketika Miss Barry pergi ia berkata:

“Ingatlah, kau gadis-Anne, ketika kau pergi ke kota kau harus mengunjungiku
dan aku akan menempatkanmu di tempat tidur kamar tidurku yang paling
nyaman untuk tidur.”

“Bagaimana pun, Miss Barry adalah orang yang sehati denganku,” Anne
mengutarakannya pada Marilla. “Kau pasti tak akan berpikir demikian saat
melihatnya, tapi ia memang sehati denganku. Kau tak akan langsung dapat
mengetahuinya, seperti yang terjadi pada Matthew, tapi setelah beberapa saat
kau akan melihatnya. Teman sehati tidaklah sejarang yang kubayangkan.
Menyenangkan sekali mengetahui bahwa ada banyak teman sehati di dunia.”

Bab XX – Khayalan Bagus yang Salah

Musim semi sekali lagi datang ke Green Gable—indah tak terduga, musim semi
kanada yang malu-malu, melekat sepanjang april dan may dalam rangkaian hari-
hari yang indah, segar, dingin, dengan matahari terbenam yang berwarna merah
muda disertai dengan keajaiban dari kemekaran dan pertumbuhan. Pohon maple
di Jalan setapak Pecinta (Lover Lane) menguncup merah dan pakis kecil yang
keriting mendesaki Dryads Bubble. Jauh dari ketandusan, dibelakang tempat
Tuan Silas Sloane, Mayflowers bermekaran, merah muda disertai bintang-
bintang putih yang indah dibawah daun-daun mereka yang coklat. Semua pelajar
laki-laki dan perempuan mendapati satu sore keemasan yang menyelimuti

129
mereka, pulang ke rumah dengan bebas, menggemakan senja dengan tangan-
tangan dan keranjang-keranjang yang penuh dengan bunga rampasan.

Aku sangat prihatin terhadap orang yang tinggal di tanah dimana tidak ada
mayflower, kata anne, diana mengatakan mungkin mereka mempunyai sesuatu
yang lebih baik dari pada mayflower, tapi tidak ada apapun yang lebih baik selain
mayflower, apakah ada, marilla ?dan diana bilang jika mereka tidak pernah tahu
seperti apa mayflower maka mereka tidak akan merindukan nya, tapi menurut ku
itu adalah hal yang paling menyedihkan dari apapun. Menurutku itu Tragis,
marilla, tidak tahu seperti apa mayflower dan tidak merindukan mereka, tahukah
kamu apakah mayflower itu dalam pikiranku, marilla? Aku berpikir mereka pasti
roh dari bunga-bunga yang mati pada musim panas lalu dan ini adalah surga
mereka. Tapi kami melewati hari yang baik sekali hari ini, marilla. Kami makan
siang di dalam sebuah lembah yang besar yang berlumut karena mata air tua—
sebuah tempat yang romantis. Charlie sloane menantang Arty Gillis untuk
melompatinya, dan arty melakukannya karena ia tidak bisa ditantang. Tidak ada
seorangpun akan melakukan hal itu di sekolah. Tantangan Itu sangat MODERN.
Tuan Philips memberikan semua mayflower yang didapatnya kepada prissy
andrews dan aku mendengar dia mengatakan ”manis untuk yang manis. Dia
mendapatkan kata-kata itu dari buku, aku tahu, tapi itu menunjukan bahwa ia
memiliki khayalan, aku juga ditawarkan mayflower tapi aku menolaknya dengan
cacian. Aku tidak dapat memberitahu kamu nama orang yang memberikan
mayflower padaku karena aku telah berjanji untuk tidak pernah membiarkan
nama itu keluar dari bibirku. Kami merangkai mayflower menjadi lingkaran dan
meletakkannya diatas topi kami dan pada saat waktu untuk pulang telah tiba
kami berbaris dalam prosesi menuruni jalan, berdua-dua, dengan rangkaian
bunga berbentuk lingkaran dan buket kami, sambil bernyanyi ”rumah ku di atas
bukit” aduhai itu sangat menggetarkan, marilla, semua sanak saudara tuan silas
sloan segera berhamburan keluar untuk melihat kami dan semua orang yang
kami jumpai di jalan berhenti dan membelalak pada kami. Kami benar-benar
membuat gempar.

Tidak menakjubkan , perbuatan bodoh, tanggapan marilla.

Setelah mayflower menjadi ungu sertamerta lembah violet dibuat menjadi ungu
oleh bunga-bunga itu. Anne berjalan melewati nya pada saat pergi kesekolah
dengan kedua mata penuh pujian dan langkah takzim, seakan-akan dia sedang
menginjak tanah suci.

Entah mengapa, dia memberitahu diana, ketika aku sudah melewati disini aku
benar-benar tidak perduli apakah gil—apakah ada yang menghormati aku di
kelas atau tidak. Tapi ketika aku sampai disekolah semuanya menjadi berbeda
dan aku menjadi sangat begitu peduli. Seakan-akan ada begitu banyak anne
yang berbeda dalam diriku. Terkadang aku berpikir mungkin itulah mengapa aku
menjadi seorang pembuat masalah. Jika aku hanya satu anne itu akan menjadi
jauh lebih nyaman, tapi itu tidak akan menarik.

130
Di suatu sore bulan juni, ketika buah-buahan kembali berwarna pink merekah,
ketika kodok sedang menyanyi dengan fasihnya di dalam rawa tentang hulu
Lake Of Shining Waters (Hulu danau dari Perairan berkilau), dan udara penuh
dengan harum semanggi dan kayu balsam, Anne sedang duduk di jendela
Gable. Dia sedang mempelajari pelajaran sekolah nya, tapi sudah terlalu gelap
untuk melihat buku, jadi dia melamun dengan mata tebuka lebar, memperhatikan
Queen yang bersalju lagi yang ditandai dengan tumpukan bunga nya.

Karena semua barang dihormati dan dianggap penting maka kamar gable tetap
tidak mengalami perubahan. Dinding-dinding dibiarkan tetap putih, bantal keras
tetap berpeniti, dan kursi-kursi tetap kaku dan piano menguning sama seperti
dahulu. meskipun keseluruhan ruangan dirubah. Ruangan itu penuh dengan hal
pentin, denyutan jiwa meliputinya. Dan penuh dengan buku-buku sekolah anak
perempuan serta pakaian dan pita-pita, dan bahkan dari kendi biru yang retak
yang dipenuhi oleh bunga-bunga aple yang diletakkan di atas meja. Itu semua
seakan adalah mimpi, tidur lalu terbangun, dari semangat penghuninya telah
terlihat walaupun dalam bentuk yang tidak berwujud dan ruangan polos telah
dihiasi dengan kain permadani pelangi dan sinar rembulan. Marilla datang
dengan segera dan dengan beberapa celemek sekolah anne yang baru saja
disetrika. Dia menggantung celemek-celemek itu diatas kursi dan duduk dengan
hembusan nafas pendek. Dia terserang sakit kepala sore itu. Dan meskipun
sakitnya telah hilang dia merasa lemah dan sangat lelah, seperti yang terlihat.
Anne memandangnya dengan penuh simpati.

" Aku sungguh-sungguh ingin bisa menggantikan untuk menanggung sakit


kepalamu marilla, aku akan menahannya dengan penuh kegembiraan demi demi
kamu.

Aku rasa kamu sudah melakukan bagian kamu dengan ikut bekerja dan
membiarkan aku beristirahat, kata marilla. Kamu kelihatannya sudah cukup baik
dan membuat kesalahan lebih sedikit dari biasanya. Tentu saja sebenarnya
tidak perlu untuk mengkanji saputangan-saputantangan matthew. Dan
kebanyakan orang ketika mereka meletakkan kue pastel didalam oven untuk
menghangatkannya untuk makan malam maka mereka mengeluarkan kue itu
dan memakannya ketika sudah hangat bukan malah meninggalkannya hingga
hangus menjadi abu. Tapi kelihatannya itu bukan kebiasaan mu.

Sakit kepala selalu membuat Marilla menjadi agak kasar.

Aduh, Aku sangat menyesal," ucap anne dengan sangat menyesal. Aku tidak
penah ingat mengenai pastel itu dari waktu aku meletakkan nya di dalam tungku
hingga sampai sekarang, walaupun Aku merasa SECARA naluri ada sesuatu
yang hilang pada meja hidangan makan malam. Aku benar-benar mendapatkan
jawabannya, ketika kamu menuntutku untuk bertanggung jawab pagi ini, untuk
tidak membayangkan apapun, tapi menjaga pikiranku pada hal-hal nyata. Aku

131
sudah melakukan semuanya dengan baik sampai aku meletakkan pastel
kedalam oven, dan kemudian sebuah godaan yang sangat menarik datang pada
ku untuk membayangkan bahwa aku adalah seorang putri yang memikat yang
dikurung di sebuah menara yang sunyi dengan seorang ksatria tampan berkuda
yang menyelamatkan ku diatas kuda hitam pekat. Ituah mengapa aku melupakan
pastel itu. Aku tidak tau kalau aku mengkanji sapu tangan-saputangan itu. Saat
aku sedang menyetrika aku selalu mencoba untuk memikirkan sebuah nama
untuk pulau baru yang aku dan diana temukan sebuah selokan sungai. Itu
merupakan tempat yang paling menarik marrila, Disana ada 2 pohon Maple dan
selokan mengalir tepat disekitar tempat itu. Dan akhirnya itu memberikan ide
pada ku bahwa akan sangat baik memanggilnya pulau victoria karena kami
menemukannya pada hari kelahiran Ratu (Queens). Kami berdua diana dan aku
sangat setia. Tapi aku sangat menyesal mengenai pastel dan saputangan itu.
Aku ingin lebih baik hari ini karena hari ini adalah hari ulang tahun. Kamu ingat
apa yang terjadi pada hari ini tahun lalu, marilla ??

" Tidak , aku tidak berpikir ada yang istimewa."


" Aduh, Marilla, ini adalah hari dimana aku datang ke Green Gable. Aku tidak
akan pernah melupakan nya. Ini merupakan titik balik dalam hidupku,tentu saja
itu kelihatan tidak penting buatmu, aku sudah berada disini selama 1 tahun dan
aku sangat bahagia. Tentu saja, aku telah membuat banyak masalah, tapi setiap
orang dapat mengurangi masalah-masalah berangsur-angsur. Apakah kamu
menyesal menjaga aku, Marilla?"

Tidak, aku tidak bisa mengatakan menyesal, kata marilla yang kadang-kadang
heran bagiamana dia bisa hidup sebelum anne datang ke green gable, tidak,
benar-benar tidak ada penyesalan. Jika kamu sudah menyeleasaikan pelajaran-
pelajaranmu, anne, aku ingin kamu pergi menjumpai nona barry untuk bertanya
apakah dia akan meminjamkan aku pola celemek diana.

Aduh, itu, itu terlalu gelap, tangis anne.

Terlalu gelap? Kenapa, ini masih senja, dan dewa pun mengetahui bahwa kamu
sering pergi setelah cukup gelap.

Aku akan pergi pagi-pagi sekali besok, ucap anne dengan semangat. Aku akan
bangun pada saat matahari terbit dan pergi ke sana, marilla.

Sekarang apa lagi yang telah merasuki kepalamu anne shirley? Aku butuh pola
itu untuk memotong celemek baru mu malam ini. Pergi segera sekarang dan
jadilah cerdas juga.

Kalau begitu Aku harus memutar jalan, kata anne, sembari mengambil topi nya
dengan rasa malas. Pergi memutar jalan dan menghabiskan waktu satu
setengah jam! Aku akan menyusulmu !.
Aku tidak dapat melewati kayu berhantu, marilla, tangis anne dengan putus asa.

132
" Marilla terbelalak.
Kayu berhantu, apa kamu sudah gila? Dibawah kanopi ada kayu berhantu?

Pohoh cemara di atas anak sungai, ucap anne dengan berbisik.

Omong kosong! Tidak ada hal seperti kayu berhantu dimanapun.


Siapa yang menceritakan kamu hal seperti itu?

Tidak ada siapapun, jawab anne, diana dan aku hanya membayangkan bahwa
kayu itu berhantu. Semua tempat disekitar sini sangat begitu-begitu—BIASA.
Kami membuat ini untuk menyenangkan kami sendiri. Kami memulainya di bulan
April. Sebuah kayu berhantu sangat romantis marilla, kami memilih hutan kecil
pohon cemara kerena disitu sangat suram. Aduh, kami telah membayangkan hal
hal yang paling mengerikan. Ada seorang nyonya putih berjalan disepanjang
anak sungai kira-kira pada waktu sekarang dimalam hari dan meremas-remas
tangannya dan mengeluarkan ratapan tangisan. Dia muncul ketika ada kematian
di dalam suatu keluarga. Dan hantu dari seorang anak kecil yang tebunuh sering
mengunjungi sudut idlewild (daerah kosong). Dia merangkak dibelakang kamu
dan meletakkan jari-jarinya yang dingin diatas tangan kamu—begitu, aduh
marilla, membuat aku ngeri memikirkannya. Dan ada seorang laki-laki tanpa
kepala berjalan naik dan turun di jalan kecil dan kerangka-kerangka menatap
kamu diantara cabang-cabang pohon. Aduh marilla aku tidak akan pergi
melewati kayu berhantu setelah gelap sekarang untuk alasan apapun, aku yakin
benda putih itu akan keluar dari belakang pohon dan menangkap aku.

" Apakah pernah ada seseorang yang mendengar hal itu ? seru marilla, yang
mendengarkan hiburan bodoh itu. Anne shirley, apakah kamu bermaksud untuk
memberitahu padaku bahwa kamu percaya dengan semua omong kosong hebat
dari khayalanmu sendiri ?

Tidak sungguh-sungguh percaya, (tidak percaya PERSISNYA), bimbang anne.


Paling tidak aku tidak percaya hal itu di siang hari, Tapi setelah gelap, marilla,
berbeda, itulah waktu ketika hantu-hantu berjalan.

Tidak ada hal seperti hantu anne,

Aduh marilla, tapi ada. Tangis anne kuat, aku tahu orang- orang yang pernah
melihat hantu, dan mereka orang-orang terhormat. Chalie sloane mengatakan
bahwa neneknya melihat kakeknya yang sedang menyetir pulang membawa
kerbau suatu hari setalah dia dikubur selama setahun. Kamu tahu nenek charli
tidak akan menceritakan sebuah kisah untuk alasan apapun. Dia orang yang
sangat religius, dan ayah tuan thomas terpaksa pulang kerumah suatu malam
kerena seekor biri-biri yang terbakar oleh api dengan kepalanya terpotong yang
tergantung oleh suatu potongan kulit. Dia tau bahwa itu adalah roh saudaranya

133
dan itu merupakan peringatan bahwa dia akan mati dalam 9 hari. Tapi dia tidak
mati, dia mati 2 tahun setelahnya. Jadi kamu lihat itu benar-benar nyata. Dan
Rubby gillis mengatakan –Anne shirley, sela marilla keras, aku tidak pernah ingin
mendengar kamu berbicara basa-basi seperti ini lagi. Aku khawatir dengan
imajinasi mu dan jika akibatnya seperti ini, aku tidak akan menyetujui tindakan
seperti itu. Kamu akan pergi sekarang juga ke rumah Bari, dan kamu akan
melewati hutan kecil cemara itu, sebagai pelajaran dan peringatan untuk kamu.
Dan jangan pernah membiarkan aku mendengar sepatah katapun keluar dari
kepala mu mengenai kayu berhantu lagi.

Anne mungkin saja membela diri dan menangis semaunya—dan dia melakukan
itu, karena di benar-benar ngeri. Imajinasinya terbang bersama dirinya dan dia
membayangkan hutan kecil cemara setelah lewat senja membuat ia mati
ketakutan. Tapi marilla tak dapat dirubah. Dia menyuruh hantu-hantu yang
bersembunyi tersebut pergi dari bayangannya dan memerintahkan anne untuk
melewati jalan lurus diatas jembatan dan masuk kedalam tempat pengasingan
hantu perempuan yang meratap dan hantu tak berkepala.

" Aduh, Marilla, bagaimana mungkin kamu begitu kejam?" Anne menangis. "
Bagaimana jika benda putih menangkap aku dan membawa aku pergi ?

" Aku akan mengambil resiko itu," jawab Marilla tanpa perasaan. Kamu tahu
bahwa aku selalu bersungguh-sunguh dengan apa yang aku katakan. Aku akan
mengobati kamu dari imajinasi tentang bayangan hantu.

Bergegas pergi sekarang. Akhirnya anne pergi, dengan kikuk di melewati


jembatan hingga dia tersandung diatas jembatan suram yang sulit dan
mengerikan. Anne tidak pernah melupakan jalan itu. Dengan pahit dia menyesali
diri karena telah memberikan izin pada imaginasinya. Hantu-hantu dari
khayalannya mengintai dari setiap bayang-bayang disekitarnya, menyebarkan
hawa dingin mereka ke sekelilingnya, tangan tanpa daging bersiap
menanangkap gadis kecil yang ketakutan yang telah menciptakan mereka.
Sebuah carik putih kulit kayu dari sebatang pohon jatuh ke dasar lembah belukar
membuat jantungnya tak bergerak. Helaan Raungan panjang dari 2 dahan pohon
besar yang saling bergesekan satu sama lain membuat butiran-butiran keringat
bemunculan di dahi anne. Sambaran kelalawar dikegelapan malam yang
melewatinya adalah seperti akup-akup dari mahluk-makhluk menakutkan. Ketika
dia sampai ke halaman Mr.william bell dia mengambil langkah seribu melewati
halaman itu seolah-olah sedang dikejar oleh tentara benda putih, dan sampai di
pintu dapur barry dengan sangat terengah-engah sehingga dia hampir tak dapat
meminta pola celemek. Diana sedang pergi sehingga dia tidak punya alasan
untuk berlama-lama disitu. Perjalanan pulang yang menyeramkan harus
dihadapinya. Anne kembali melewati jalan itu dengan mata tertutup, ia lebih
memilih resiko untuk menghancurkan otaknya diantara dahan besar daripada
harus melihat benda putih. hingga akhirnya dia tersandung diatas jembatan dia
menarik nafas gemetar mengharapkan pertolongan.

134
Bagus, jadi tidak ada yang menangkap kamu? Kata marilla dengan tidak
bersimpati.

Oh marilla, gemeretak anne, setelah ini aku akan mengisi imiginasi ku dengan
tempat-tempat yang biasa saja.

Bab XXI -Vanili Rasa Baru

Sayang disayangkan, tidak ada sesuatu pun di dalam dunia ini kecuali
pertemuan dan perpisahan, seperti yang nyonya lynde ucapkan, ujar anne
dengan sedih. Sembari meletakkan batu tulis dan buku-bukunya diatas meja
dapur di hari terakhir dibulan juni serta menyeka mata yang merah dengan
saputangan yang sangat basah. Tidak kah itu merupakan keberuntungan marilla,
bahwa aku membawa satu saputangan lebih ke sekolah hari ini ? aku punya
firasat bahwa itu akan diperlukan.

Aku tidak menyangka bahwa kamu begitu cinta pada Mr. Philip sehingga kamu
butuh 2 saputangan untuk mengeringkan air matamu hanya karena dia akan
pindah, ucap marilla.

Aku tidak berpikir bahwa aku akan menangis karena aku sungguh cinta pada
nya, ulang anne. Aku menangis sebab semua yang lainnya menangis. Rubbi
gillis yang memulai nya. Ruby gillis selalu menyatakan bahwa dia membenci
Mr.Philip, tapi segera setelah Mr.Philip bangkit untuk memberikan pidato
perpisahan dia meledak dalam tangisan. Kemudian semua gadis mulai
menangis, satu demi satu. Aku mencoba untuk bertahan, marilla. Aku mencoba
untuk mengingat saat dimana mr, philip memaksa ku duduk dengan gil.---dengan
seorang, anak laki-laki: Dan waktu dia mengeja namaku tanpa E di papan tulis
hitam, dan saat ketika dia mengatakan bahwa aku adalah anak dungu yang
terburuk yang pernah dia lihat dalam geometri dan menertawakan ejaanku. Serta
waktu-waktu diamana dia begitu mengerikan dan kasar. Tapi bagaimanapun
juga aku tidak bisa. Dan aku mulai menangis juga. Jane andrew sudah berbicara
selama satu bulan tentang bagaimana gembiranya dia nanti ketika mr.philip pergi
dan dia menyatakan dia tidak akan pernah menitikkan sebutir air matapun.
Namun, dia yang paling buruk diantara kami semua dan dia harus meminjam
saputangan dari abangnya---tentu saja anak laki-laki tidak menangis—karena dia
tidak membawa miliknya—dia tidak mengharapkan itu terjadi , Oh marilla, itu
sudah merupakan kecenderungan hati.

Mr. Phillips memberikan pidato perpisahan yang sangat bagus di awal acara.
”waktu untuk berpisah telah tiba ”. Itu sangat mengharukan. Dan dia juga
meneteskan air mata, marilla, aduh aku merasa sangat menyesal dan
penyesalan yang dalam setiap kali aku berbicara disekolah dan menggambar
gambarnya diatas batu tulis serta membuat bahan lelucon mengenai dia dan
prissy. Aku dapat memberitahu mu aku ingin menjadi murid teladan seperti

135
minnie andrew. Dia tidak pernah menyatakan kata hatinya. Gadis-gadis
menangis sepanjang jalan pulang dari sekolah. Cariie sloane terus berkata
setiap beberapa menit : ” waktu untuk berpisah telah tiba” dan itu akan membuat
kita bersedih lagi kapanpun saat kami sedang bergembira. Aku sungguh merasa
sedih, marilla, tapi seseorang tidak terus merasakan kesedihan yang mendalam
setelah 2 bulan liburan . Bisakah mereka marilla? dan disamping itu. Kami
berjumpa dengan pendeta yang baru dan istrinya yang tiba di stasion. Karena
perasaan ku sangat sedih mengenai kepergian mr.philip aku tidak tertarik
kepada pendeta baru itu. Bisakah aku marilla? Istri nya sangat cantik. Tapi tidak
benar-benar menawan, tentu saja –tidak akan seperti itu, aku menduga, untuk
seorang pendeta memiliki istri yang menyenangkan dan anggun, karena itu
mungkin akan memberikan suatu contoh yang tidak baik.

Kata nyonya linde, istri Pendeta di Newbrigde memberikan suatu contoh yang
sangat jelek karena dia berpakaian sangat modern. Istri pendeta kita yang baru
memakai kain satin biru dengan lengan baju yang digembungkan yang indah
serta memakai sebuah topi yang dihiasi dengan bunga mawar. Jane Andrews
mengatakan dia pikir lengan yang digembungkan terlalu duniawi untuk seorang
istri pendeta, tapi aku tidak memberikan komentar pedas seperti itu marilla,
karena aku sudah lama mengetahui mengenai lengan yang digembungkan.
Selain itu, dia hanya menjadi istri pendeta untuk beberapa waktu. Jadi seseorang
harus memberikan kelonggaran padanya, benarkan marilla? Mereka akan
menyewa pada nyona lynde hingga rumah pendeta selesai

Jika Marilla, pergi menjumpai nyonya lynde sore itu, di gerakkan oleh alasan
mengatakan dengan terus terang bahwa dia telah mengembalikan selimut tidur
yagn telah dipinjamnya musim dingin lalu, itu merupakan kelemahan
memberikan sifat ramah tamah kepada kebanyakan orang avonlea. Banyak
benda yang telah dipinjamkan nyonya lynde, terkadang jangan pernah beharap
dapat melihat barang itu lagi. Malam itu datang kerumahnya seorang peminjam
yang bertanggung jawab terhadap barang-barang itu.

Seorang pendeta baru dan terlebih lagi seorang pendeta dengan seorang istri,
merupakan suatu objek kecurigaan yang wajar dalam sebuah perkampungan
pedalaman dimana sensasi jarang sekali.

Tuan Bentley tua, seorang pendeta yang sering ditemui anne tidak punya daya
khayal, ia sudah menjadi pastor di avonlea selama 18 tahun. Dia adalah duda
ketika dia datang, dan tetap menduda, meskipun kenyataannya bahwa gosip
secara teratur menghampirinya dan mengaikatkan dirinya dengan si- ini, si- itu,
atau hal lainnya pada setiap tahun persinggahan nya. Pebruari lalu dia
meletakkan tanggung jawabnya dan berangkat ditengah-tengah penyesalan
masyarakatnya yang kebanyakan telah mempunyai kasih sayang yang lahir dari
pergaulan yang lama dengan pendeta lama mereka yang baik, kendati memiliki
kekurangan sebagai seorang ahli pidato. Sejak saat itu gereja Avonlea
menikmati berbagai pengusiran keagamaan dalam mendengarkan banyak dan

136
beragam calon dan ”cadangan” yang datang dari Minggu ke Minggu untuk
mencoba berkotbah.
Mereka bertahan atau gugur berdasarkan penilaian ayah-ayah dan ibu-ibu di
israel. Tapi seorang gadis berambut merah dan kecil yang duduk taat di sudut
bangku gereja cuthbert tua juga mempunyai pendapat nya tentang mereka dan
membahas hal yang sama secara sungguh-sungguh dengan Matthew, Marilla
selalu menolak prinsip untuk mencela pendeta-pendeta dalam keadaan atau
bentuk apapun.

" Aku pikir tuan Smith tidak akan berhasil, mathew, merupakan kesimpulan akhir
anne, kata nyonya lynde cara berpidato nya buruk sekali. Tapi aku rasa
kesalahan terburuknya adalah sama seperti tuan bentles—dia tidak punya daya
khayal. Dan tuan Terry punya terlalu banyak imaginasi, dia membiarkan
imaginasinya hilang dari dirinya sama seperti yang apa yang aku lakukan
dengan imaginasiku yang berkenaan dengan hutan berhantu. Lagi pula kata
nona lynde ilmu agamanya tidak kelihatan. Tuan gresham adalah seorang yang
sangat baik dan lelaki yang sangat agamis, tapi dia terlalu banyak memberikan
cerita lucu dan membuat orang tertawa di dalam gereja, dia jadi kurang sopan,
lagipula seorang pendeta harus mempunyai harga diri, benarkan, matthew? Aku
kira tuan marshall jelas menarik, tapi kata nyonya linde dia tidak menikah, atau
bahkan bertunangan, karena nonya linde membuat penyelidikan khusus
mengenai dia, dan katanya avonlea tidak akan pernah memiliki pendeta muda
yang belum menikah. Karena dia mungkin akan mengawini kumpulan jemaah
dan itu akan membuat masalah.

Nyonya linde adalah seorang wanita yang sangat bijaksana, bukankah begitu,
mathew? Aku sangat senang karena kita menghubungi Mr. allan, aku
menyukainya karena khotbahnya menarik dan dia berdoa seolah-olah dia
memang bersungguh-sungguh dan bukan hanya seolah-olah melakukannya
karena dia telah terbiasa dengan itu. Nonya lynde mengatakan dia memang tidak
sempurna tapi dia mengatakan dia menduga kita tidak akan mengharapkan
seorang pendeta yang sempurna untuk bayaran 750 dolar tiap tahun, dan
lagipula ilmu agama nya telah teruji. Karena nyonya lynde menanyakan Mr.Allan
secara menyeluruh mengenai semua inti doktrin. Dan Nyonya Lynde
mengetahui masyarakat di daerah istrinya dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang terhormat dan wanita-wanita nya adalah pengurus rumah tangga
yang baik, nonya linde mengatakan doktrin teruji dari sisi pria dan ibu rumah
tangga yang baik dari sisi perempuan merupakan gabungan yang ideal untuk
sebuah keluarga pendeta.

Pendeta yang baru dan istrinya merupakan pasangan muda dengan wajah yang
menyenangkan, mereka masih dalam masa bulan, dan penuh dengan gairah
yang baik dan indah untuk pekerjaan seumur hidup yang merupakan pilihan
mereka. Avonlea membuka jantungnya kepada mereka sejak awal. Orang tua
dan muda menyukai lelaki muda yang riang, jujur dengan cita-cita yang tinggi,

137
dan cemerlang, seorang wanita lemah lembut yang dianggap sebagai nyonya
rumah dari rumah pastoran,

Anne merasa tepat dan seluruh hatinya penuh dengan cinta pada Nyonya. Allan.
Dia telah menemukan saudara roh yang lain. Nyonya Allan sungguh
menyenangkan, dia menyatakannya pada suatu sore di hari minggu. Dia
mengajarkan kita dan dia seorang guru yang sangat baik. Dia mengatakan
dengan segera dia pikir tidak adil bagi seorang guru untuk menanyakan semua
pertanyaan , dan kamu tahu marilla, itu persis sama seperti yang selalu aku
pikiran. Dia mengatakan kami boleh menanyakan pertanyaan apapun yang kami
sukai. Dan aku bertanya sangat banyak. Aku ahli dalam menanyakan pertanyaan
marilla.

" Aku percaya pada mu, komentar tegas marilla. Tidak ada anak lain lagi yang
bertanya kecuali rubby gillis, dan dia bertanya apakah akan ada tamasya
sekolah—minggu pada musim panas ini. Aku berpikir itu bukan pertanyaan yang
sangat pantas untuk ditanyakan karena tidak ada hubungannya dengan
pelajaran—pelajaran itu mengenai daniel di sarang singa—tapi Nyonya.allan
hanya tersenyum dan katanya dia pikir akan ada. Nyonya.allan memiliki senyum
yang sangat menawan; dia memiliki lesung pipi yang INDAH SEKALI di kedua
pipinya. Aku ingin seandainya aku punya lesung pipit di pipi ku, marilla.
Sekarang aku tidak sangat kurus seperti saat pertama kali aku datang kesini,
tapi aku masih belum mempunyai lesung pipit. Jika aku punya mungkin aku bisa
mempengaruhi orang-orang untuk berbuat baik. Nyonya. Allan bilang bahwa kita
harus selalu mencoba untuk mempengaruhi orang lain agar berbuat baik. Dia
berbicara sangat bagus mengenai segala hal . Aku tidak pernah tahu
sebelumnya bahwa agama merupakan hal yang begitu menyenangkan seperti
itu. Aku selalu berpikir agama itu menyedihkan, tapi Nyonya allan tidak, dan aku
senang menjadi seorang kristiani jika aku bisa menjadi seseorang seperti dirinya.
Aku tidak akan mau menjadi seseorang seperti Tuan Inspektur Bell.

Nakal sekali kamu mengatakan tentang Mr. Bell seperti itu, jawab marilla tajam.
Mr. Bell orang yang baik.

Oh tentu saja dia baik. Ujar anne setuju, tapi dia tidak kelihatan nyaman dengan
itu semua. Jika aku bisa menjadi baik aku dapat berdansa dan menyanyi
sepanjang hari karena aku senang melakukannya. Aku menduga nyonya allan
terlalu tua untuk menari dan bernyanyi dan tentu saja itu tidak akan menaikkan
derajatnya sebagai seorang istri pendeta. Tapi aku dapat merasakan dia senang
bahwa dia adalah seorang kristiani dan dia akan tetap menjadi kristiani bahkan
meskipun dia bisa masuk surga tanpa itu.

" Aku pikir kita harus mengundang Mr.dan Nyonya. Allan untuk minum teh
kapan-kapan dalam waktu dekat. Ucap Marilla termenung. " Mereka pasti
sudah kemana-mana tapi belum disini. Nanti lah aku pikir dulu. Rabu depan
merupakan waktu yang baik untuk mengundang mereka. Tapi jangan bilang

138
apapun pada mathew tentang ini, Sebab kalau dia tahu mereka akan datang
maka dia akan membuat alasan untuk pergi pada hari itu. Dia dulu sering
menjamu teh untuk Mr.Bentley dan dia tidak keberatan, tapi dia akan sulit untuk
berkenalan dengan pendeta baru, dan istri pendeta yang baru itu akan
membuatnya mati ketakutan.

Aku akan merahasiakannya sampai mati, yakin anne, Tapi marilla, akan kah
kamu mengizinkan aku untuk membuat kue untuk acara itu? Aku ingin sekali
/memberikan sesuatu untuk Nonya Allan, dan kamu tahu aku akan membuat kue
yang enak kali ini.

Kamu boleh buat kue lapis, Janji marilla.

Senin dan Selasa persiapan besar terjadi di Rumah Hijau/Green Gable.


Mengundang Pendeta dan istrinya untuk minum teh merupakan peristiwa penting
dan hebat, dan marilla memutuskan untuk tidak dilakukan oleh
pembantu/pengurus rumah tangga manapun di avonloe, anne gila dengan
kegembiraan dan kesenangan. Dia mengatakan semuanya pada diana pada
senja selasa malam, ketika mereka duduk diatas batu merah di dryad bubble
dan membuat pelangi-pelangi di dalam air dengan dengan mencelupkan ranting
kecil dari sejenis pohon cemara minyak balsem.

Semuanya sudah selesai diana, kecuali kue ku yang harus kubuat pagi hari,
biskuit ragi yang akan marilla buat tepat sebelum waktu minum teh. Aku
meyakinkan kamu diana, aku dan marilla pasti sangat sibuk dua hari itu. Ini
seperti tanggung jawab mengundang keluarga pendeta untuk minum teh. Aku
tidak pernah terlibat dalam hal seperti itu sebelumnya. Kamu seharusnya melihat
kamar penyimpanan barang kami, alangkah pemandangan bagus untuk dilihat.
Kita akan menyediakan ayam dan lidah yang dibekukan. Kami mempunyai 2
jenis selai, merah dan kuning, dan krem kocok dan pastel cherry. Dan 3 jenis
masakan, dan kue buah plum kuning marilla yang terkenal diawetkan bahwa dia
menjaganya terutama untuk pendeta-pendeta dan kue tumbuk dan kue lapis,
dan biskuit seperti yang tersebut tadi. Dan roti adonan baru dan roti adonan lama
kedua-duanya disediakan, untuk berjaga-jaga kalau pendeta punya ganguan
pencernaan dan tidak bisa makanan baru. Kata Nyonya lynde pendeta-pendeta
menderita gangguan pencernaan, tapi aku kira Mr.Allan belum begitu lama
menjadi pendeta hingga penyakit itu bisa memberikan pengaruh buruk padanya.
Aku jadi dingin pada saat aku memikirkan mengenai kue lapis ku. Aduh diana,
Bagaimana kalau hasilnya tidak baik! Aku semalam bermimpi dikejar-kejar oleh
setan yang menakutkan dengan kue lapis besar sebagai kepalanya.

" kue nya akan bagus, tenanglah," yakin diana, yang merupakan seorang
sahabat yang pintar menghibur. Aku yakin bahwa potongan kue buatan kamu
yang pernah kita makan pada waktu makan siang di Idlewild 2 minggu lalu akan
menjadi benar-benar bagus dan lezat sekali.

139
Ya, tapi kue mempunyai kebiasaan mengerikan untuk berubah menjadi buruk
disaat kamu terutama sekali menginginkan mereka menjadi baik. Keluh anne,
sembari mengumpulkan ranting ranting pohon balsem yang terserak.

Baigamanapun juga, aku menduga aku seharusnya hanya perlu mempercayai


Tuhan dan berhati-hati menambahkan tepung. Aduh, lihat diana, betapa pelangi
yang indah. Apakah kamu kira peri hutan akan muncul setelah kita pergi dan
mengambil selendang nya?

Kamu tahu peri hutan itu tidak ada, kata diana. Ibu diana sudah mengetahui
mengenai hutan berhantu dan marah sekali mengenai itu. Sebagai hasilnya
diana telah berpantang diri dari sifat suka meniru larut dalam imaginasi yang
terlalu jauh dan menganggap hal itu tidak bijaksana untuk memperkuat
semangat keyakinan bahkan imaginasi mengenai peri hutan yang tidak
berbahaya sekalipun.

Tapi sangat mudah untuk membayangkan bahwa memang ada. Kata anne,
setiap malam sebelum aku tidur, aku melihat keluar jendela ku dan ingin tahu
apakah perihutan benar-benar sedang duduk disini, menyisir ikatan rambutnya
dengan melepasakannya didepan cermin. Kadang-kadang aku mencari jejak
kakinya di dalam embun di pagi hari. Aduh diana, jangan menghentikan
keyakinan mu pada peri hutan.

Rabu pagi telah datang, anne bangun saat matahari sudah terbit karena dia
sangat bersemangat untuk tidur. Dia terserang flu berat di kepalanya karena dia
mencebur-ceburkan dirinya di dalam sumber mata air pada sore sebelumnya.
Tapi tidak ada pneumonia yang dapat memadamkan ketertarikannya terhadap
kegiatan memasak pagi itu. Setelah selesai sarapan dia memulai untuk membuat
kuenya. Ketika pada akhirnya dia meutup pintu oven dia menarik napas panjang.

Aku yakin aku tidak melupakan apapun kali ini, marilla, tapi menurut mu apakah
adonan itu akan mengembang ? Hanya menduga mungkin raginya tidak
bagus ? Aku menggunakan nya dengan loyang yang baru. Dan Nyonya. Lynde
mengatakan kamu tidak pernah bisa yakin bisa mendapatkan ragi yang baik
sekarang ini ketika segalanya begitu tercemar. Nyonya. Lynde mengatakan
pemerintah sebaiknya mengambil tindakan mengenai hal ini, tapi kata dia kita
tidak akan pernah meilhat hari dimana pemerintah Tory akan melakukannya.
Marilla, bagaimana jika kue itu tidak kembang?

Kita sudah punya banyak hidangan tanpa itu, cara marilla menjawab
menandakan dia tidak bersemangat pada topik pembicaraan itu.

Ternyata Kue nya mengembang, dan keluar dari oven ringan dan lembut seperti
busa keemasan, anne bergejolak senang, dia mengoleskan kue itu dengan
lapisan selai delima. dalam khayalannya, anne melihat Nyonya.Allan sedang
memakan kue itu dan mungkin meminta tambahan potongan kue yang lain.

140
Kamu akan memakai perlengkapana-tea-set terbaik, tentu kan, Marilla, Anne
berkata
Bolehkah aku menata meja dengan pakis dan bunga mawar liar?
Menurutku semua itu omong kosong, endus marilla, menurut pendapatku yang
terpenting adalah benda-benda yang dapat dimakan bukan dekorasi hiasan "

Nyonya. Barry membiarkan mejanya dihias, ujar anne , yang tidak sepenuhnya
bersalah. Dan pendeta membayarnya dengan suatu pujian yang bagus sekali.
Dia bilang ini merupakan pesta makan besar untuk mata sekaligus untuk langit-
langit mulut.

Baiklah, lakukan apa yang kamu suka, kata marilla, yang memutuskan untuk
tidak diungguli oleh Nyonya. Barry atau siapapun juga, Satu-satunya yang perlu
diingat adalah bahwa kamu harus meninggalkan ruangan yang cukup untuk
makanan dan peralatan makan.

Anne menyusun dekorasi dengan caranya sendiri dan hasilnya semestinya


mengalahkan dekorasi Nyonya. Barry. Mawar dan Pakis yang berlimpah dan
rasa artistic nya sendiri, dia menata meja teh itu menjadi cantik sehingga ketika
pendeta dan istrinya duduk mereka serentak berseru atas kecantikannya.

Ini hasil kerja anne, kata marilla, dengan agak cemberut dan anne merasa
bahwa senyum kekaguman dari Nyonya Allan merupakan kebahagiaan yang
terlalu besar di dunia ini.

Matthew ada di sana, dibujuk untuk ikut pesta hanya dewa dan anne yang tahu
bagaimana. Ia merasa malu dan gugup marilla telah membuat dia kehilangan
harapan, tapi anne berhasil menguasainya hingga sekarang dia duduk di meja
dengan memakai pakaian terbaiknya yaitu baju putih kemeja dan berbincang
dengan pendeta dengan penuh perhatian, dia tidak pernah berkata satu patah
katapun pada Nyonya. Allan, barangkali tidak perlu berharap dia akan.

Semua bersukaria seperti bel perkawinan hingga kue lapis anne disajikan.
Nyonya.Allan, yang sudah bingung dengan banyaknya selingan makanan,
menolak kue itu. Tapi marilla, melihat kekecewaan pada wajah anne, berkata
dengan tersenyum :

Oh, kamu harus mengambil sepotong kue ini, Nyonya.Allan. anne membuat nya
khusus untuk anda. Dalam kasus seperti itu, aku harus mencicipinya. Tawa
Nyonya.Allan, sembari mengambil sendiri segitiga plum, seperti juga yang akan
dilakukan oleh marilla dan pendeta. Nyonya.Allan memasukan sesuap miliknya
dan ekspresi yang ganjil terlihat di wajahnya; tidak ada sebuah katapun yang dia
katakan, namumpun demikian ia tetap menghabiskannya. Marilla melihat
ekspresi tersebut dan cepat-cepat mencicipi kue itu.

141
Anne Shirley! Seru nya, Apa yang kamu masukkan dalam kue itu ?

Tidak ada yang lain selain apa yang disebutkan dalam resep, marilla, tangis
anne dengan pandangan yang sangat sedih. Aduh apakah tidak enak?

Enak! Sangat mengerikan.Mr.Allan jangan mencoba memakannya. Anne, cicipi


sendiri.

Peengharum kue apa yang kamu gunakan?

Vanilla, kata anne, wajahnya berubah menjadi merah karena malu setelah dia
merasakan kue itu. Hanya vanili. Aduh Marilla, Aduh marilla, itu pasti karena
baking powder, aku curiga dengan bak—

" omong kosong dengan baking powder/ragi! Pergi dan bawakan padaku botol
vanilla yang kamu gunakan.

Anne berlari ke tempat penyimpanan dan kembali dengan membawa sebuah


botol kecil yang terisi setengah dengan cairan coklat dan diberi label warna
kuning,
Vanili terbaik.

Marilla mengambilnya, Membuka tutupnya, dan menciumnya.

Maafkan kami, anne, kamu memberikan pengharum rasa pada kue itu dengan
OBAT GOSOK ANODYNE. Aku memecahkan botol obat gosok seminggu yang
lalu dan menuangkan sisanya kedalam botol vanili tua yang kosong. Aku kira aku
ini salahku juga —aku seharusnya mengingatkan kamu—tapi sangat diherankan
mengapa kamu tidak bisa menciumnya?

Tangisan Anne pecah atas aib ganda ini.

Aku tidak bisa—aku flu atas aib ini anne wajar melarikan diri ke kamar loteng, dia
melemparkan dirinya keatas tempat tidur dan menangis seperti seorang yang
berkeberatan untuk di hibur.

Tak lama sebuah langkah ringan terdengar menaiki tangga dan seseorang
memasuki kamar.

Aduh marilla, tangis anne, tanpa melihat, aku akan malu selamanya. Aku tidak
akan pernah sanggup untuk tinggal di kota ini lagi. Berita ini akan tersebar—
setiap hal akan tersebar di avonlea. Diana akan bertanya padaku bagaimana kue
ku bisa mematikan dan aku harus menceritakan padanya kebenaran itu. Aku

142
akan selalu dicap sebagai gadis yang memberikan rasa obat gosok anodyne
pada kue.

Gil- anak laki-laki disekolah tidak akan pernah berhenti menertawakan hal itu.
Aduh Marilla, jika kamu mempunyai belas kasihan Kristiani tolong jangan
beritahu aku bahwa aku harus turun dan mencuci Piring setelah ini. Aku akan
mencuci nya pada saat pendeta dan isteri nya sudah pergi, tetapi aku tidak akan
pernah bisa melihat wajah Nyonya. Allan lagi. Barangkali dia akan berpikir
bahwa Aku mencoba untuk meracuni nya. Nyonya. Lynde bilang bahwa dia
mengenal seorang anak perempuan yatim piatu yang mencoba untuk meracuni
seorang dermawan. Tetapi obat gosok tidak beracun. Itu akan menjadi beracun
bila ditelan—bukan di dalam kue. Akankah kamu memberitahu Nyonya.Allan
sepererti itu marilla ?

Anggap saja kamu sudah bangun dan memberitahukannya—yang diucapkan


oleh suara gembira.

Anne bangun, dia menemukan Nyonya. Allan berdiri disamping tempat tidurnya,
memperhatikannya dengan mata ceria.

Aduh gadis kecilku, kamu tidak seharusnya menangis seperti ini, katanya.
Sungguh-sungguh terganggu dengan wajah tragis anne. Kenapa, itu semua
hanya kesalahan lucu yang mungkin saja dilakukan oleh setiap orang.

Oh, tidak, hanya aku yang berbuat kesalahan seperti itu, kata anne dengan
sedih.
Padalah aku ingin sekali memberikan kue yang sangat enak untuk kamu,
Nyonya Allan

Ya aku tahu, sayang. Dan aku meyakinkan kamu bahwa aku menghargai
kebaikan hatimu dan perhatian mu dan itu sudah membuat segala sesatunya
telah berubah menjadi baik.
Sekarang kamu tidak boleh menangis lagi, tapi pergi turun kebawah bersamaku
dan tunjukkan padaku kebun bunga, Miss curthbeth memberitahuku bahwa kau
memiliki sebidang tanah kecil milikmu. Aku ingin melihat itu, karena aku sangat
tertarik dengan bunga-bunga.

Anne membolehkan dirinya sendiri untuk turun kebawah dan dihibur,


mencerminkan bahwa Nyonya, Allan benar-benar sudah ditakdiirkan tuhan
sebagai roh satu keluarga. Dia tidak mengatakan apaun mengenai kue obat
gosok, dan ketika tamu-tamu sudah pulang anne menemukan dirinya
menyenangi sore itu lebih dari yang dia duga sebelumnya, mengingat insiden
yang sangat buruk itu. Meskipun demikian, dia mendesah panjang.

Marilla, bukankan menyenangkan untuk berpikir bahwa besok adalah suatu hari
baru tanpa kesalahan lagi?

143
Aku jamin kamu akan buat banyak kesalahan, kata marilla, aku tidak pernah
melihat kau bertindak tanpa kesalah, anne

Ya, baiklah aku tahu itu, aku anne dengan berduka, tapi pernahkah kamu
mengingatkan padaku sesuatu hal yang membesarkan hati ku, marilla?
Aku tidak pernah membuat kesalahan yang sama dua kali

Aku tidak tahu apakah itu akan banyak untungnya ketika kamu selalu membuat
kesalahan baru.

Oh, tidakkah kamu mengerti marilla? Selalu ada batas terhadap kesalahan-
kesalahan yang dapat dilakukan oleh seseorang, dan ketika aku mencapai
akhirnya, kemudian aku akan melewatinya, itu merupakan pikiran yang
menghibur.

Baiklah, kamu sebaiknya pergi dan berikan kue itu kepada babi-babi, kata marilla
Itu tidak cocok untuk dimakan manusia, bahkan tidak untuk Jerry Boute

Anne dari Green Gable- oleh Lucy Maud Montgomery

BAB XXII- Anne Diundang Untuk Jamuan Teh

" dan sekarang mengapa mata mu seolah akan melompat keluar sekarang?"

Tanya Marilla, ketika Anne baru saja masuk dengan berlari lari dari kantor pos.
Apakah kamu menemukan keluarga roh yang lain ?"

Kegembiraan menyelubungi anne, matanya bersinar, seakan terpantul dari


setiap benda. Dia datang dengan menari-nari , seperti bidadari angin yang
melewati sinar matahari dan bayang-bayang malas di suatu sore bulan Agustus.

" Bukan, Marilla, tetapi aduhai, coba terka ? Aku diundang untuk jamuan teh di
rumah pendeta besok sore. Nyonya Allan menitipkan surat untukku di kantor
pos. Lihatlah marilla, ”Nona Anne Shirley, Green Gables.’ Ini merupakan kali
pertama aku dipanggil ’Nona’ . Membuat aku bergetar ! aku akan menyimpannya
untuk selama-lamanya diantara harta benda ku yang paling berharga .

Mrs Allan memberitahuku bahwa dia berniat untuk mengundang semua anggota
kelas sekolah-minggu untuk minum the secara bergilir, kata marilla, menanggapi
peristiwa hebat itu dengan sangat dingin. Kamu tidak perlu demam hanya
karena itu. Belajarlah untuk menerima keadaan dengan tenang, Nak.

Bagi Anne menerima sesuatu dengan tenang akan berarti mengubah sifat
dasarnya. Penuh semangat dan berapi-api selanjutnya mereda dan dingin.
Memang Begitulah dia , kesenangan dan kepedihan hidup yang datang padanya

144
intensitasnya menjadi tiga kali lipat. Marilla merasakan hal itu dan sedikit
terganggu dengan hal itu, ia Menyadari bahwa untung dan malang akan sangat
susah dikuasi oleh jiwa yang bersifat selalu menurutkan kata hati dan tidak
sepenuhnya memahami bahwa daya tahan untuk menghadapi kesenangan
mungkin lebih besar dari pada daya tahan untuk menghadapi kesulitan. Maka
dari itu marilla bertugas untuk membuat anne menjadi lebih tenang dalam
menghadapi kebahagiaan dan kesedihan yang merupakan hal yang mustahil
dan asing bagi anne. Marilla tidak banyak membuat kemajuan pada anne, dia
mengakuinya pada dirinya sendiri dengan sedih.

Besarnya harapan indah serta rencana membuat anne merasakan penderitaan


yang mendalam. Sedangkan Pemenuhan harapan-harapan indahnya
menjadikan anne pusing tujuh keliling karena kegembiraan. Marilla hampir saja
putus asa dalam mendidik cara/kebiasaan anak terlantar dari dunia itu agar
dapat menjadi gadis kecil teladan yang bertatakrama dan bertingkah laku sopan.
Tidak ada seorang pun yang marilla yakini benar-benar menyukai anne sebesar
rasa sukanya.

Anne tidur malam itu dalam penderitaan tak bersuara sebab Mathew
mengatakan bahwa angin berputar di timur laut dan dia takut besok akan hujan.
gemerisik daun poplar di sekitar rumah menbuat anne cemas, kedengarannya
seperti derai tetesan air hujan. Dan benar-benar, gemuruh yang jauh dari teluk,
yang dia dengarkan dengan senang pada waktu lain, mencintai keanehannya,
nyaring lagi merdu, irama yang sering timbul, sekarang kelihatan seperti suatu
nubuatan angin topan dan bencana bagi seorang gadis kecil yang terutama
sekali ingin hari yang cerah. Anne pikir bahwa pagi tidak pernah akan datang.

Tetapi semua hal-hal mempunyai akhir, bahkan malam-malam sebelum hari


yang mana kamu diundang untuk minum teh di manse/rumah pastor. Pagi itu,
tidak sesuai dengan ramalan mathew, cerah dan semangat Anne membumbung
sangat tinggi.

" Aduh, Marilla, ada sesuatu pada aku hari ini yang membuat aku mencintai
semua orang yang aku lihat," dia berseru ketika dia mencuci piring sarapan.
Kamu tidak tahu betapa baiknya perasaaan ku hari ini, bukankan akan bagus
bila bertahan lama? Aku tahu aku bisa jadi anak teladan jika aku diundang untuk
jamuan teh setiap hari. Tapu aduh marilla, ini merupakan suatu kesempatan
khidmat juga .Aku merasa begitu cemas. Bagaimana jika aku bertingkah laku
tidak pantas? Kamu mengetahui aku tidak pernah menghadiri jamuan teh di
pastoran sebelumnya, dan Aku tidak yakin bahwa aku mengetahui semua
ketentuan-ketentuan tatacara, walaupun Aku telah belajar aturan yang diberikan
oleh departemen tatacara yang digembar-gemborkan keluarga sejak aku datang
kesini. Aku takut aku akan melakukan sesuatu yang bodoh atau lupa untuk
melakukan sesuatu yang seharusnya aku lakukan. Apakah termasuk tatakrama
yang baik bila minta tolong terlalu banyak??

145
" Masalah kamu, Anne, adalah kamu berpikir terlalu banyak mengenai diri kamu
sendiri, kamu seharusnya berpikir juga tentang Nyonya. Allan dan apa yang
paling baik dan paling dapat dia setujui. kata Marilla, membalas dalam sekali
dalam seumur hidupnya dengan sepotong nasihat yang ringkas.

Anne segera menyadari hal ini.

" Kamu betul, Marilla. Aku akan berusaha untuk tidak memikirkan diri ku sama
sekali."

Anne melewati kunjungan nya tanpa pelanggaran " tata krama," yang serius dia
pulang kerumah diwaktu senjakala, di bawah langit musim semi yang agung
dengan semarak awan yang berwarna merah dan jingga, dengan irama dalam
pikirannya dan memberitahu marilla mengenai segalanya dengan gembira.
Duduk diatas lemping batu pasir-merah di pintu dapur dengan kepala keritingnya
yang lelah dalam genggaman pangkuan marialla.

Angin dingin berhembus menuruni ladang tanaman dari sekeliling bukit-bukit


barat dan bersiul melalui pepohonan. Satu bintang terang bergantung diatas
kebun buah dan kunang-kunang sedang berputar-putar di atas jalan setapak
Pecinta, keluar masuk diantara pakis dan cabang-cabang pohon yang berdesir,
Anne melihat mereka pada saat dia berbicara dan merasa kunang-kunang
beserta bintang dan angin semuanya secara bersama-sama terjalin menjadi
kesatuan yang memikat dan menciptakan keindahan yang tidak dapat
diungkapkan.

" Aduh, Marilla, Aku telah memperoleh waktu yang paling MEMPESoNA. Aku
merasa bahwa hidupku sangat bermakna dan aku seharusnya selalu merasakan
seperti ini meskipun aku tidak akan pernah lagi di undang untuk jamuan teh di
pastoran. Ketika aku sampai disana Nyonya. Allan menjumpaiku didepan pintu.
Dia memakai pakaian yang sangat indah organdy merah muda pucat dengan
selusin jumbai-jumbai dengan lengan baju siku, dia terlihat seperti SERAPH. Aku
pikir aku ingin menjadi istri pendeta ketika aku dewasa nanti, marilla, Seorang
pendeta pasti tidak akan keberatan dengan rambut merahku karena dia tidak
akan berpikir mengenai hal yang bersifat duniawi seperti itu. Tapi tentu saja
seseorang yang ingin menjadi istri pendeta haruslah orang yang sifat dasarnya
baik dan aku tidak akan pernah menjadi seperti itu. Sebagian orang memang
memiliki sifat dasar yang baik, kamu tahu, sedangkan yang lainnya tidak. Aku
merupakan salah satu dari yang kelompok yang tidak itu.

Nona Lynde mengatakan kalau aku penuh dengan dosa bawaan. Bagaimana
pun kerasnya aku mencoba untuk menjadi baik aku tidak akan pernah berhasil
menjadi seperti mereka yang memang memiliki sifat dasar baik. Hampir sama
dengan ilmu geometri, aku kira. Tapi tidak kah kamu berpikir bahwa usaha yang
terlalu keras seharusnya memperoleh suatu balasan?

146
Nyonya. Allan adalah satu dari orang-orang yang memiliki sifat dasar baik. Aku
sangat mencintai nya. Seperti halnya mathew maka Nyonya.Allan bisa kamu
cintai segera tanpa masalah apapun. Sementara ada yang lain seperti Nyonya.
Lynde, kamu harus berusaha keras untuk mencintainya. Kamu tahu kamu
hendaknya mencintai mereka karena mereka mengetahui banyak hal serta
karena mereka merupakan pekerja aktif di gereja. Tapi kamu harus terus
mengingati diri kamu dengan hal itu setiap saat bila tidak, maka kamu akan
lupa.

Pada jamuan teh di pastoran itu ada juga anak gadis kecil lain dari sekolah
minggu Pantai pasir putih. Nama nya adalah Laurette Bradley, dan dia adalah
seorang gadis kecil yang baik. Tapi bukan roh keluarga, kamu tahu, tapi tetap
baik. Kami memperoleh teh yang enak, dan aku kira aku sudah bertindak sesuai
dengan semua ketentuan-ketentuan tatakrama. Setelah minum teh Nyonya.
Allan bermain dan bernyanyi dan dia mengajak Lauretta dan aku untuk menyanyi
juga.

Nyonya Allan bilang aku mempunyai suara yang bagus dan dia bilang aku harus
bernyanyi dalam paduan suara di sekolah minggu setelah ini. Kamu tidak bisa
menduga bagaimana aku dibuat gemetar semata-mata oleh ide itu. Aku sangat
merindukan dapat bernyanyi pada paduan suara di sekolah minggu. Seperti
yang Diana lakukan.tetapi aku takut itu merupakan suatu penghormatan yang
tidak pernah dapat aku wujudkan. Laureta harus pulang lebih awal sebab ada
konser besar di hotel pantai pasir putih malam ini dan saudara perempuannya
akan mendeklamasikan puisi pada konser itu. Laureta mengatakan bahwa
orang-orang amerika di hotel itu memngadakan konser setiap dua minggu untuk
membantu rumah sakit charlottetown. Dan banyak orang pasir putih yang
mereka undang untuk membacakan puisi. Laureta mengatakan bahwa dia
berharap suatu hari dirinya akan diundang. Aku hanya menatap dia dengan
persaan kagum. Setelah dia pergi Nyonya. Allan dan aku berbicara dari hati ke
hati. Aku menceritakan padanya semuanya—mengenai Nyonya. Thomas dan
kembarannya dan katie Maurice dan Violetta yang datang ke green gable dan
masalah ku dengan pelajaran geometry. Dan percayakah kamu,
Marilla? Nyonya. Allan memberitahuku bahwa dia juga bodoh mengenai
geometri. Kamu tidak tahu bagiamana itu menghiburku. Nyonya. Lynde datang
ke pastoran tepat sebelum aku pergi, dan apa pendapat mu, marilla? Dewan
pengurus sudah memperkejarkan seorang guru baru dan dia adalah seorang
wanita. Dan namanya adalah Nona Muriel Stacy. Bukankan itu suatu nama yang
romantis? Kata Nyonya. Lynde mereka tidak pernah mempunyai seorang guru
wanita di Avonlea sebelumnya dan dia berpikir ini merupakan suatu
pembaharuan yang berbahaya. Tapi menurutku baik sekali mempunyai guru
perempuan dan aku benar-benar tidak tahu bagaimana melewati 2 minggu
sebelum sekolah dimulai lagi. Aku sangat tidak sabar untuk melihat nya."

BAB XXIII-Anne Gagal dalam Perang Tanding

147
Anne harus menunggu hingga lebih dari dua minggu, sampai hal itu menjadi
kenyataan.

Hampir suatu bulan berlalu sejak peristiwa kue obat gosok, yang merupakan
waktu yang baik baginya untuk memulai masalah baru. Sedikit kekeliruan,
seperti lupa memasukkan sari susu ke dalam ember babi tapi memasukkannya
ke dalam keranjang bola rajutan di kamar penyimpanan barang, membersihkan
tepian jembatan kayu sampai ke anak sungai sambil mengkhayal. Tidak masuk
dalam perhitungan.

satu minggu setelah jamuan teh di pastoran . Diana Barry mengadakan pesta.
" kecil Dan terpilih," Anne meyakinkan Marilla. "hanya para anak perempuan di
kelas kami."

Mereka bersenang-senang dan tidak ada kekacauan apapun yang terjadi hingga
mereka selesai minum teh, mereka akhirnya sedikit bosan dengan permainan
mereka dan bersiap untuk bentuk permainan yang lebih nakal dan menimbulkan
kekacauan. Bentuk permainan itu adalah : “BERANI”

BERANI merupakan hiburan yang terkenal diantara anak-anak kecil avonlea


baru-baru itu. Permainan itu mulai dimainkan oleh anak laki-laki, tetapi segera
menyebar kepada para anak perempuan. dan semua hal-hal yang bodoh yang
telah dilakukan di avonlea pada musim panas itu adalah karena pelaku-pelaku
”Berani” yang melakukannnya dan mereka sendiri mencatatnya.

pertama sekali Carrie Sloane menantang ruby gilis untuk memanjat hingga pada
suatu ketinggoan tertentu pada pohon willow tua yang sangat besar yang terletak
sebelum di pintu halaman depan. Rubby Gillis, sekalipun merasa takut setengah
mati dengan ulat bulu hijau yang katanya mengerumuni pohon itu dan takut bila
ibunya melihatnya bagaimana dia membuat pakaian barunya robek,
melakukannya dengan gesit. karena Carrie Sloane terus mengganggunya.

Selanjutnya Josie Pye menantang Jane Andrews untuk meloncat dengan kaki
kirinya dan memutari kebun tanpa berhenti sama sekali ataupun meletakkan kaki
kanannya diatas tanah. Jane Andrew dengan gagah berani mencoba
melakukannnya, tapi menyerah di sudut ketiga dan harus mengakui bahwa
dirinya kalah.

Kemenangan Josie menjadi suatu yang sangat dibanggakan dan digembar-


gemborkan, Anne Shirley menantang dirinya untuk berjalan diatas puncak pagar
papan yang mengelilingi kebun hingga ke arah timur. Sekarang, Saatnya Untuk
“Berjalan” diatas papan pagar memerlukan suatu keahlian dan keseimbangan
badan dan tumit sepatu bagi seseorang yang belum pernah mencoba hal itu.
Tapi Josie Pye, yang terkenal memiliki sifat yang kurang baik dalam beberapa
hal, ternyata dihadiahi bakat alami yang dibawa sejak lahir, dengan terlatih ia
berjalan diatas pagar. Josie berjalan diatas pagar milik keluarga barry dengan

148
ketenangan yang dibuat-buat untuk mengisyaratkan bahwa hal sepele seperti itu
tidak cukup berharga untuk di jadikan “TANTANGAN”. Kebanggaan enggan
menyambut perbuatan berani nya. Hampir semua anak –anak perempuan yang
menghargai usaha itu adalah mereka yang memiliki masalah dengan berjalan
diatas pagar. Josie turun dari tenggerannya, dengan gejolak kemenangan,
dengan melemparkan kerlingan meremehkan pada Anne.

Anne mengibas-ngibaskan kepangan merahnya.

Aku pikir bukan lah hal yang luar biasa berjalan diatas pagar papan yang kecil
dan rendah, ujar dia. Aku mengenal seorang anak perempuan di Marysville yang
bisa berjalan di tiang rabong suatu atap.

Aku tidak percaya, kata josie datar, aku tidak percaya ada orang yang bisa
berjalan di tiang rabung. Toh KAMU tidak bisa.

"Tidak bisakah Aku?" Teriak anne cepat.

"kalau begitu aku tantang kamu untuk melakukannya," kata josie dengan penuh
tantangan. "Aku tantang kamu untuk memanjat dan berjalan di atas tiang rabung
atap dapur Tuan Barry."

Anne pucat, tetapi jelas sekali hanya ada satu hal yang harus dilakukan.

Dia berjalan ke arah rumah, menuju tempat dimana ada tangga bersandar pada
atap dapur itu. Semua anak-anak perempuan kelas lima berseru, ”OH” sebagian
gembira, sebagian yang lain diliputi kecemasan.

" Jangan lakukan itu, anne" pinta diana. ”kamu akan jatuh dan terbunuh. Jangan
hiraukan josie pye. Itu tidak adil menantang seseorang untuk melakukan hal
yang sangat berbahaya”.

Aku harus melakukan itu, Harga diriku menjadi taruhan nya,"Ucap anne dengan
sungguh-sungguh.

" Aku akan berjalan di tiang rabung itu, Diana, atau mati saat mencobanya.

Jika aku terbunuh kamu harus menjaga cincin mutiara ku.”

Anne memanjat tangga sambil menahan napas, sampai di atas tiang rabung, dia
menyeimbangkan dirinya agar bisa berdiri tegak pada pijakan nya, kemudian dia
mulai berjalan, selanjutnya dia merasa pusing dan tidak nyaman berada di
ketinggian, serta menyadari bahwa mengeluarkan banyak khayalan tidak bisa
membantu kamu pada saat berjalan diatas tiang rabung.

149
Meskipun demikian dia berhasil melakukan beberapa langkah sebelum bencana
itu terjadi. Selanjutnya dia berayun-ayun, kehilangan keseimbangannya,
tersandung, dan berjalan sempoyongan, akhirnya ia jatuh, meluncur kebawah
melewati atap yang terbakar matahari dan akhirnya jatuh terjerat di antara
tumbuhan-tumbuhan merambat di bawahnya—semua itu terjadi sebelum
kumpulan orang-orang di bawah mengeluarkan suatu pekikan menakutkan
secara bersamaan.

Jika Anne berguling dari sisi atap yang telah ia naiki tadi, diana mungkin sudah
menjadi ahli waris dari manik-manik mutiara saat itu juga. Untungnya dia jatuh di
sebelah lain, disisi atap yang sudah di perperpanjang kebawah hingga mencapai
serambi sehingga hampir menyentuh tanah sehingga jatuh dari tempat itu tidak
akan mengakibatkan kerusakan yang parah/serius.

Meskipun demikian, pada saat Diana dan anak-anak perempuan yang lain
berdesak-desakan dengan penuh kebingungan di sekitar rumah—kecuali Rubby
Gillis, yang seolah-oleh terpaku di tanah serta merta menjadi histeris—mereka
menemukan Anne terbaring lemah dan pucat diantara rongsokan dan potongan-
potongan tumbuhan yang menjalar.

" Anne, apakah kamu terbunuh?" jerit Diana, sembari menghempaskan dirinya
berlutut di samping temannya. "Aduh, Anne, Anne sayang, berbicaralah meski
hanya satu kata kepada aku dan katakan padaku jika kamu terbunuh."

Untuk memberikan kelegaan kepada semua anak perempuan, dan terutama


untuk Josie Pye, yang, kendati tiada memiliki maksud, telah dianggap dan
kemudian akan di cap sebagai seorang gadis dengan visi yang mengerikan yang
menyebabkan kematian dini dan tragis bagi seorang Anne Shirley, Anne duduk
dengan pusing dan menjawab sekenanya :

" Tidak , Diana, aku tidak terbunuh, tetapi aku pikir aku pingsan."

" Di mana?" Carrie Sloane menangis. "aduh, dimana, Anne?" Belum sempat
anne menjawab Nyonya. Barry nampak pada adegan itu. Anne melihat pada
pada kakinya dan mencoba untuk meraihnya, tapi ia kembali merosot lagi
dengan tangisan kesakitan.

" Apa yang terjadi? Dimana yang sakit/terluka ? tuntun Nyonya Barry.

" Pergelangan kakiku," jawab Anne dengan megap-megap. "Aduh, Diana, tolong
cari ayah mu dan minta ayah mu untuk membawa aku pulang kerumah. Aku
tidak bisa berjalan ke sana. Dan aku yakin sekarang aku tidak bisa meloncat
terlalu jauh dengan satu kaki bahkan jane tidak bisa meloncat mengelilingi
kebun. ”

150
Marilla sedang berada di dalam kebun buah buahan sambil memetik sepanci
penuh buah apel musim panas ketika dia melihat Tuan. Barry berjalan melewati
jembatan panjang dan mendaki lereng, dengan nyonya bari berada
disampingnya beserta arak-arakan anak-anak perempuan yang mengekori nya.
Di lengan nya ia menggendong Anne, yang kepalanya terkulai lemah pada
bahunya.

Pada saat itu Marilla mempunyai firasat buruk. Mendadak tikaman ketakutan
menyerbu seluruh hatinya dia menyadari betapa anne begitu berarti untuk
dirinya. Dia telah mengakui bahwa dia menyukai anne—Tidak setuju
menyebutnya Suka, tetapi bahwa dia sangat sayang pada Anne. Tapi sekarang
dia tahu dan terburu-buru menuruni lereng dengan heboh karena baginya Anne
sangat berharga lebih dari apapun diatas bumi ini.

" Tuan. Barry, apa yang telah terjadi pada nya?" dia terengah-engah, lebih pucat
dan terguncang dibandingkan dengan marilla aslinya, masuk akal telah selama
bertahun-tahun.

Anne menjawab sendiri, sambil mengangkat kepala nya.

"Jangan terlalu khawatir, Marilla. Aku sedang berjalan di atas tiang rabung lalu
aku terjatuh. Untung saja hanya mata kaki ku yang keseleo. Bila tidak, Marilla,
mungkin aku sudah mematahkan leherku. Sebaiknya kita melihat sisi yang lebih
baik.”

" Aku seharusnya telah menduga sebelumnya bahwa kamu akan pergi dan
melakukan hal seperti ini ketika aku mengijinkan mu pergi ke pesta itu,”Ucap
Marilla, tajam dan berang dalam kelegaannya. “Bawa dia ke mari, Tuan Barry,
dan baringkan dia di sofa. Ampuni aku, anak telah meninggal dan pingsan.!"

Benar sekali. Untuk mengatasi kesakitan dari lukanya, anne mempunyai satu
keinginan lagi untuk di kabulkan, dia ingin dia telah mati pingsan.

Matthew, yang dengan tergesa-gesa dipanggil dari ladang panen, segera


mengutus dokter, yang datang tepat pada waktunya, menemukan bahwa luka
yang terjadi ternyata lebih serius daripada yang mereka kira. Mata kaki anne
remuk/patah.

Malam itu, ketika Marilla naik keatas loteng timur, dimana seorang anak
perempuan pucat pasi terbaring lemah, sebuah suara penuh kesakitan dari
tempat tidur menyambutnya

" Tidak kah kamu sangat sedih melihat aku, Marilla?"

" Itu semua salah mu sendiri, " Ucap Marilla, yang gelagapan dalam gelap dan
mulai menyalakan lampu.

151
" Dan itulah mengapa kamu harus bersedih untuk ku,” ucar anne, karena pikiran
yang menyatakan bahwa semua ini merupakan kesalahan ku sendiri adalah
sangat berat. Jika saja aku bisa menyalahkan seseorang itu akan membuat aku
merasa jauh lebih baik, Tapi apa yang akan kamu lakukan marilla, Jika kamu
telah berani berjalan diatas tiang atap rabung?”

" Aku seharusnya sudah berada dalam kuburan dan membiarkan mereka
ketakutan.

Mustahil seperti itu !" Ucap Marilla.

Anne mengeluh .

" Namun kamu mempunyai mental yang kuat, Marilla. Sedangkan aku tidak.
Aku baru saja menyadari bahwa aku tidak bisa meremehkan/mengabaikan Josie
Pye. Dia Pye’s akan membanggakan dirinya dihadapan ku seumur hidupku. Dan
aku pikir aku sudah mendapat hukuman yang sangat banyak sehingga kamu
tidak perlu marah pada ku, marilla. Sama sekali tidak menyenangkan jatuh
pingsan, setelah semuanya. Dan dokter sangat menyakiti aku pada saat dia
memperbaiki mata kakiku. Aku tidak akan bisa berjalan-jalan selama enam atau
tujuh minggu dan aku akan merindukan guru perempuan baru. Dia tidak akan
menjadi guru baru lagi pada saat aku sudah mampu kembali pergi ke sekolah.
Dan Gil- setiap orang akan mendahuliui aku di kelas. Aduh, aku benar-benar
ditimpa keamatian yang besar. Tapi aku akan mencoba untuk menanggung
semuanya dengan berani jika saja kamu tidak marah padaku, marilla.”

" baik, baik, aku tidak marah, kata marilla. “kamu anak yang makang, tak
diragukan lagi; tapi seperti yang kamu katakan, kamu akan menderita atas hal
itu. Karena itu sekarang, cobalah untuk makan malam. “

" Bukankah baik karena aku memperoleh khayalan seperti itu?”Ucap anne.

" aku berharap hal itu bisa membantu aku melalui waktu-waktu yang berat ini
dengan baik sekali. Apa yang akan dilakukan oleh orang yang tidak memiliki
khayalan seperti itu bila tulang mereka patah, kira-kira, apa ya marilla?”

Seringkali Anne memiliki alasan yang baik untuk membenarkan khayalannya.


Dan selama tujuh minggu berikutnya merupakan hari-hari yang membosankan.
Tapi dia tidaklah semata-mata bergantung pada hal itu. Banyak sekali orang
yang mengunjungi nya dan tidak ada satu haripun yang terlewatkan tanpa satu
atau lebih teman- teman sekolahnya yang mampir menjenguknya dan
membawakan bunga –bunga dan buku untuknya dan menceritakan semua
kenakalan-kenakalan yang terjadi di dunia Avonlea.

152
" Semua orang telah begitu baik dan ramah, marilla, keluh anne dengan senang,
pada hari pertamanya ketika dia bisa berjalan tapi dengan terpincang-pincang di
atas lantai.

" Sangat tidak menyenangkan berada di tempat tidur terus menerus; tapi ada sisi
baiknya juga, Marilla. Kamu bisa mengetahui berapa banyak teman yang kamu
punya. Mengapa, bahkan inspektur Bell juga datang untuk menjenguk saya, dan
dia benar-benar seorang lelaki yang baik. Meski bukan satu keluarga roh, tentu
saja : tapi aku masih menyukai dia dan aku sangat menyesal karena aku pernah
mengkritik caranya berdoa. Aku percaya sekarang kalau dia sungguh-sungguh
dalam berdoa, hanya saja ia telah terbiasa mengatakan doa-doanya seakan-
akan dia tidak benar-benar bermaksud atas doa-doa itu. Dia bisa mengatasi nya
jika dia mendapat sedikit masalah. Aku memberinya sebuah papan petunjuk.
Aku mengatakan padanya bagaimana sulitnya aku mencoba untuk membuat doa
pribadi ku menjadi menarik

Ia menceritakan pada ku saat pergelangan kakinya patah sewaktu dia masih


kanak-kanak. Aneh sekali rasanya mengetahui bahwa inspektur Bell pernah
menjadi seorang anak-anak. Bahkan khayalanku memiliki batasan, karena aku
tidak bisa membayangkan HAL itu. Ketika aku mencoba membayangkan dirinya
sebagai anak laki-laki, aku melihatnya dengan kacamata dan janggut yang telah
beruban, sama seperti saat ia ada di pemujaan minggu, hanya saja ia kecil.
Sekarang, sangat mudah untuk membayangkan ibu alan saat ia masih kanak-
kanak, ibu alan sudah menjenguk aku sebanyak empat belas kali.

Bukankah itu suatu hal yang patut dibanggakan, Marilla ? pada saat istri seorang
pendeta sangat sibuk dan memiliki banyak kegiatan! Dia menjadi orang yang
sangat menghibur pada saat menjenguk kamu, dia tidak pernah mengatakan
padamu bahwa itu merupakan salah mu sendiri dan dia berharap kamu menjadi
anak yang perempuan yang lebih baik, lantaran hal itu.

Nyonya. Lynde selalu mengatakan padaku, pada saat dia menjenguk aku, dan
dia mengatakan padaku dengan cara yang membuat aku merasa bahwa dia
berharap aku bisa menjadi anak perempuan yang lebih baik tapi dia sungguh
tidak percaya bahwa aku akan menjadi anak perempuan yang lebih baik, Bahkan
josie pye datang menjenguk aku. Aku menerimanya se-sopan mungkin, karena
aku merasa dia menyesal karena menantang aku untuk berjalan diatas rabung
atap. Jika aku tebunuh dia akan menanggung beban penyesalan yang besar
selama hidupnya. Diana merupakan sahabat yang sangat setia. Dia mampir
setiap hari untuk menghibur kesedirian ku.Tapi aku akan sangat gembira ketika
aku sudah dapat pergi kesekolah lagi karena aku telah mendengar hal- hal
menarik mengenai guru baru itu. Semua anak-anak berpendapat bahwa guru itu
sangat manis.

153
Diana bilang dia memiliki rambut bergelombang yang sangat indah dan mata
yang sangat mempesona. Dia berpakaian dengan indahnya, dan gelmebung
lengan bajunya lebih besar dari siapapun di Avonlea. Setiap hari jumat siang dia
memberikan hafalan dan setiap orang harus mengatakan sepatah kata atau ikut
ambil bagian dalam sebuah dialog. Alangkah indahnya memikirkan hal itu.

Josie Pye mengatakan dia membencinya tapi itu hanya karena josis memiliki
sedikit khayalan. Diana adan Rubby Gillis dan Jane Andrew sedang
mempersiapkan sebuah dialog, yang berjudul ’Kunjungan Pagi’, untuk jumat
depan.

Dan pada jumat siang yang tidak ada hafalan nona stacy membawa mereka
semua ke hutan untuk hari ’Alam’ dan mereka mempelajari mengenai bunga,
pakis dan burung-burung. Dan setiap pagi dan sore anak-anak melakukan
senam kebugaran tubuh. Nonya Lynde mengatakan bahwa dia tidak pernah
mendengar hal seperti itu pernah dilakukan dan itu semua terjadi karena guru
perempuan tersebut. Tapi saya pikir itu sangat bagus dan aku percaya bahwa
nona stacy itu merupakan keluarga se-roh.

"There's one thing plain to be seen, Anne," said Marilla, "and that is that your fall
off the Barry roof hasn't injured your tongue at all."

" Ada satu hal sederhana yang patut diperhatikan, anne”ujar Marilla,” dan itu
adalah bahwa jatuhnya kamu dari atap milik keluarga barry tidak melukai lidah
mu sama sekali."

BAB XXIV - Nona Stacy Dan Para Murid nya Membuat Pertunjukan

Sudah bulan oktober lagi ketika anne telah siap untuk kembali ke sekolah—
Oktober yang agun, semuanya tampak kemerahan dan keemasan, dengan pagi-
pagi yang sendu disaat lembah-lembah dipenuhi dengan kabut tipis seolah-olah
roh musim gugur telah merasuki mereka sehingga matahari harus mengalirkan-
permata-permata, mutiara, perak, bunga mawar dan kabut-biru. Embun yang
begitu tebal menyelimuti sehingga bukit-bukit seolah memakai kain perak dan
setumpukan daun-daun didalam cekungan lembah berdesir-desir karena dilewati
oleh potongan kayu kecil. Bau tajam mengilhami hati seorang gadis kecil untuk
melakukan perjalanan, tidak mirip seperti siput, dengan cepat dan sepenuh hati
ingin pergi kesekolah. Dan merupakan hal yang sangat menggembirakan bisa
kembali lagi pada bangku kecil coklat disamping Diana, dengan ruby gillis yang
mengangguk keseberanga gang dianatara bangku dan carrie Sloane
melemparkan catatatan serta Julia Bell menemepelkan “kunyahan” permen
karetnya kebelakang tempat duduk. Anne menarik napas panjang kebahagiaan
selagi dia meraut pensil nya dan kemudian mengatur kartu-kartu gambarnya di
atas meja tulisnya. Hidup sangat menyenangkan.

154
Dalam diri Guru yang baru dia menemukan teman yang sesungguhnya dan yang
sangat menolong.

Nona Stacy merupakan seorang wanita muda yang simpatik dengan hadiah
kemenangan yang menggembirakan dan memperoleh kasih sayang dari murid-
muridnya serta menggali hal-hal tebaik dari murid-muridnya baik secara mental
maupun moral.
Anne berkembang seperti sebuah bunga dibawah pengaruh yang berfedah ini
dan membawanya kerumah untuk membuat matthew dan Marilla yang kritis
kagum dengan cerita-cerita bersemangatnya mengenai pekerjaan sekolah dan
angan-angan.

" Aku mencintai Nona Stacy sepenuh hatiku, marilla. Dia merupakan wanita
terhormat dan memiliki suara yang bagus. Pada saat dia melafalkan namaku aku
merasakan DENGAN SENDIRINYA bahwa dia melafalkannya dengan E.

Kami melakukan hafalan siang ini. Aku berpikir seandainya saja kamu berada
disana untuk mendengar puisi ku ’Mary, Ratu Rakyat Scotlandia’. Aku
melakukannya dengan sepenuh jiwaku. Ruby gillis mengatakan padaku pada
saat kami berjalan pulang, bahwa cara aku mengatakan bait,”Sekarang demi
kekuasaan ayahku, ’dia berkata,’selamat tinggal kekasihku,’membuat darahnya
beku.”

" baiklah kalau begitu, kamu mungkin perlu mendeklamasikannya pada ku suatu
waktu, di luar gudang,”usul mathew.

" Tentu saja aku akan melakukannya," ucap Anne dengan bersemedi, ” tapi aku
tidak akan bisa melakukan itu dengan sangat baik, aku tahu. Itu tidak akan
menjadi sangat menyenangkan seperti seharusnya pada saat seluruh sekolah
penuh sebelum kamu dihukum gantung dan mengucapkan kata-kata dengan
terengah-engah. Aku tahu aku tidak akan mampu membuat darah mu beku.

" Kata Nyonya. Lynde darahNya menjadi beku melihat anak laki-laki memanjat
hingga kepuncak pohon besar pada bukit Bell untuk mengambil sarang burung
gagak jumat lalu,” kata marilla. “ Aku ingin tahu apa alasan Nona Stacy
menyarankan hal itu.”

" Tetapi kami menginginkan sebuah sarang burung gagak untuk pelajaran alam,”
anne menerangkan.

" itu untuk kunjungan lapangan siang kami, lapangan siang merupakan hal yang
bagus, marilla. Dan Nona Stacy menjelaskan segalanya dengan sangat indah.
Kami harus menulis karangan-karangan pada kunjungan lapangan siang kamu
dan tulisan ku merupakan yang terbaik.

155
" Sombong bila kamu yang mengatakan seperti itu, kamu sebaiknya membiarkan
gurumu yang mengatakan hal itu.

" Tetapi BENAR itu yang dikatakannya, Marilla. Dan sungguh aku tidak
menyombongkan diri mengenai hal itu.

Bagaimana mungkin aku menyombongkan diri, sementara aku adalah orang


bodoh dalam pelajaran geometri? Meskipun aku benar-benar memuali untuk
mendalaminya sedikit, juga. Nona stacy menerangkannya dengan sangat jelas.
Tapi tetap saja, aku tidak akan pernah menjadi ahli dalam bidang itu dan aku
menyakinkan kamu bahwa itu merupakan pantulan dari rendah hati. Tapi aku
senang menulis karangan. Kebanyakan nona stacy membiarkan kami untuk
memilih pokok bahasan kami sendiri; tapi minggu depan kami harus menulis
sebuah karangan mengenai beberapa orang yang luar biasa. Sangat sukar
memilih diantara begitu banyak orang-orang luar biasa yang pernah hidup.
Bukankan sangat baik untuk menjadi luar biasa dan memiliki karangan mengenai
kamu setelah kamu meninggal? Aduhai, aku sangat senang menjadi luarbiasa.
Aku kira nanti setelah aku dewasa aku akan menjadi perawat yang terlatih dan
menemani Palang merah menuju lapangan pertempuran sebagai pembawa
pesan pengampunan. Itu, jika aku tidak pergi sebagai penginjil asing. Itu akan
menjadi sangat romantis, tapi seseorang haruslah sangat baik untuk menjadi
penginjil, dan itu akan menjadi sandungan. Kita juga harus berlatih kesopanan
jasmani setiap hari, juga. Mereka akan membuat kamu lemah gemulai dan
memperhatikan mengenai pencernaan.”

"Memajukan omongkosong!" ucap marilla, yang sejujurnya berpendapat itu


semua adalah omong kosong.

Tetapi semua hafalan jumat dan kunjungan lapangan siang serta peliukan
budaya jasmani dibatasi sebelum sebuah project yang nona stacy kemukakan di
bulan November. Hal itu adalah bahwa pelajar-pelajar di Avonlea harus
mengadakan sebuah pertunjukan dan melaksanakannya di Hall pada malam
Natal, untuk tujuan mulia membantu pembayaran gedung sekolah. Murid-murid
bersatu dan semuanya berseru senang terhadap rencana ini, persiapan untuk
acara dimulai dengan segera.

Dan dari semua pemain sandiwara yang terpilih tidak ada satupun yang begitu
bersemangat seperti Anne Shirley, yang melakukan pekerjaannya dengan
sepenuh hati dan jiwa, namun dia terhambat oleh ketidaksetujuan marilla.
Menurut Marilla itu semua hanyalah ketololan.

”tu hanya akan mengisi kepalamu dengan omong kosong dan membuang-buang
waktu yang seharusnya digunakan untuk pelajaran kalian., ”gerutu marilla. ”aku
tidak setuju bila anak-anak membuat pertunjukan dan latihan perlombaan. Itu
akan membuat mereka sombong dan lancang serta gemar keluyuran.”

156
” Tapi cobalah pikir manfaatnya,”bela anne. ”Sebuah bendera akan memperkuat
semangat patriotisme, Marilla.”

" Curang! Dengan mengatakan ada sedikit sifat patriotisme di dalam pikiran
kamu. yang kamu inginkan hanyalah waktu bersenag-senang. “

" Tapi baiklah, bukankah merupakan hal yang bagus jika kamu bisa
menggabungkan patriotisme dan kesenangan. Tentu saja sudah pasti
menyenangkan bisa membuat konser.

Kami akan mengadakan 6 paduan suara dan Diana akan menyanyi secara
solo(tunggal).

Aku akan berada di dalam 2 dialog—‘Masyarakat yang tertindas fitnah’ dan ”ratu
peri”. Anak laki-laki juga akan memiliki satu dialog, dan aku harus membawakan
2 deklamasi puisi, Marilla. Aku menggigil bila aku berpikir mengenai hal itu, tapi
itu sensasi getaran yang menyenangkan. Dan terakhir sekali kami akan
menampilkan Tablo—’kesetiaan, harapan dan kemurahan hati’.

Diana dan Rubby serta diriku harus akan berada dalam tablo itu, semuanya
mengenakan pakaian putih dengan rambut yang berjela-jela. Aku akan
bermohon, dengan kedua tanganku mendekap—begitu—dan kedua mataku
terangkat. Aku akan berlatih hafalan ku di loteng. Jangan gusar jika kamu
mendengar aku sedang merintih. Aku harus melakuan rintihan yang
menghancurkan hati dalam salah satu pertunjukan nanti. Dan sungguh sukar
untuk membuat suatu rintihan/erangan artistik yang bagus, marilla. Josie Pye
dongkol karena dia tidak mendapatkan peran dalam dialog yang diinginkannya.
Dia ingin menjadi RATU PERI. Itu sungguh menggelikan, siapakah yang pernah
mendengar ratu peri se-gemuk JOSIE? Ratu peri harus ramping/langsing. Jane
Andrews diharapkan untuk menjadi ratu peri dan aku menjadi salah satu palayan
kehormatannya. Josie bilang dia berpikir peri berambut merah sama
menggelikannya dengan peri yang gemuk, tapi aku tidak membiarkan diriku
ambil pusing dengan apa yang dikatakan josie. Aku harus memiliki rangkaian
bunga mawar putih pada rambutku dan rubby gillis akan meminjamkan aku
sandalnya karena aku tidak punya sandal sendiri. Seorang peri harus
mempunyai sandal, kamu tahu. Kamu tidak dapat membayangkan seorang peri
memakai sepatu boot, bisakah kamu??khusunya dengan sepatu tembaga? Kami
akan menghias aula dengan tumbuhan merambat dan slogan-slogan pada
pohon cemara dengan bunga mawar dari kertas tissue berwarna merah muda
didalamnya. Dan kami semua akan berbaris berdua-dua setelah penonton
duduk, sembari emma white memainkan sebuah mars dengan piano. Oh,
Marilla, aku tahu kamu tidak begitu antusias seperti aku. Tapi tidakkah kamu
berharap bahwa anne kecil mu ini akan membedakan dirinya sendiri dari yang
lainnya??

157
" Semua yang aku harapkan adalah agar kamu bertindak sebagaimana diri kamu
sendiri. Aku akan tulus gembira ketika semua hal-hal remeh yang membuat repot
ini selesai dan kamu telah bisa duduk dengan tenang. Kamu bagus untuk hal
yang sia-sia sekarang kepala kamu telah terisi penuh dengan berbagai macam
dialog, rintihan dan tablo, dan sepertinya suatu keajaiban bagi lidahmu itu bahwa
ia tidak pernah bersih setelah lelah berceloteh.”

Anne mendesah dan membawa dirinya kepelataran belakang, dimana suatu


bulan baru muda sedang besinar melewati dahan-dahan pohon poplar yang tak
berdaun dari langit barat yang berwarna hijau apel, dan disana ada Mathew yang
sedang membelah kayu.. anne bertengger di atas suatu kayu dan menceritakan
mengenai pertunjukan kepada mathew yang tentu saja setidaknya menjadi
pendengar yang simpatik dan menghargai dalam hal ini.

" baiklah sekarang, aku berpendapat itu akan menjadi pertunjukan yang bagus.
Dan aku berharap kamu akan memenuhi kewajiban kamu dengan baik, “
ucapnya, tersenyum pada wajah kecilnya yang riang dan penuh semangat.
Anne membalas senyumnya..

Mereka berdua bersahabat erat dan matthew sering sekali berterimakasih


berkali-kali pada perannya sebagai sahabat dan bahwa dia tidak bertanggung
jawab untuk mendidik anne. Itu semata-mata merupakan tugas marilla;jika itu
menjadi tugasnya dia akan sering merasa khawatir mengenai pertentangan
antara kecenderungan hati dan mengatakan kewajiban. Karena dia tidak harus
seperti itu, dia merasa bebas untuk, ”memanjakan Anne”—yang merupakan
ucapan marilla—sebanyak yang ia suka. Namunpun begitu hal itu bukanlah
merupatkan suatu tindakan yang sangat buruk betapapun; hanya sedikit
”penghargaan”.

Terkadang hal itu harus dikerjakan sekadarnya dengan hati-hati dalam dunia
”pendidikan”.

BAB XXV- Mathew Bersikeras dengan Lengan Gelembung

Matthew segera akan melewati waktu sepeluh menit yang buruk. Dia masuk ke
dapur, di senja sore pada bulan desember yang kelabu dan dingin. Lalu duduk di
sudut kotak kayu untuk melepas sepatu boot beratnya, tak sadar bahwa anne
dan rombongan teman-teman sekolahnya sedang mengadakan latihan ” RATU
PERI” di ruang tamu.

Segera mereka datang dengan bergerombolan melewati aula dan keluar menuju
dapur. Tertawa-tawa dan bercakap-cakap dengan gembira. Mereka tidak melihat
mathew, yang bersembunyi dengan malu dibelakang kotak kayu dengan satu

158
sepatu boot di tangannya dan bootjack ditangan lainnya, dan dia mengawasi
mereka dengan malu-malu untuk selama sepuluh menit yang tersebut diatas
selama mereka meletakkan topi dan jaket-jaket dan bebincang mengenai dialog
dan pertunjukan itu.

Anne berdiri diantara mereka, dengan mata berbinar dan bergelora seperti
mereka; tapi matthew tiba-tiba sadar bahwa ada sesuatu dari dirinya yang
membuatnya berbeda dari teman-temannya.. Dan apa yang membuat matthew
cemas adalah perbedaan itu mengesankan padanya sebagai hal yang
seharusnya tidak terjadi/ada. Anne mempunyai wajah yang lebih cerah, dan lebih
besar, kedua mata yang lebih berbinar, dan pernak-pernik yang lebih bagus
dibanding dengan yang lainnya, bahkan seorang matthew yang pemalu, tidak
perhatian telah belajar untuk memperhatikan hal-hal ini; namun perbedaan yang
mengganggu dirinya tidak mengandung kehormatan. Lalu mengandung apa?

Matthew masih dihantui oleh pertanyaan ini lama setelah para gadis-gadis itu
pergi, bergandengan tangan, sepanjang jalan, jalan setapak sukar yang dingin
dan anne telah menenggelamkan dirinya dengan buku-bukunya. Matthew tidak
bisa menyampaikan hal itu pada Marilla, yang, dia rasa, akan cukup yakin untuk
mengendus dan berkomentar dengan penuh cemoohan bahwa satu-satunya
perbedaan yang dia lihat antara anne dengan anak-anak perempuan lainnya
adalah bahwa mereka kadang-kadang menjaga lidah mereka agar diam sementa
anne tidak pernah melakukannya.

Hal ini, Matthew merasa, Tidak akan banyak menolong.

Dia meminta bantuan pada rokok pipa nya agar sore itu membantu dirinya untuk
mempelajari hal itu, lebih banyak pada kejijikan marilla. Setelah dua jam
merokok dan berefleksi keras Matthew sampai pada suatu penyelesaian dari
masalahnya.

Anne tidaklah berpakaian seperti anak-anak perempuan yang lain!

Semakin Matthew memikirkan perihal itu semakin yakin dia bahwa Anne itu
tidak pernah berpakaian seperti gadis-gadis yang lain—tidak pernah sejak dia
datang ke Rumah Berdinding Hijau. Marilla selalu membuatnya berpakaian
sederhana, pakaian-pakaian gelap, semuanya dibuat dengan pola yang sama
persis dan tidak bervariasi. Jika Matthew mengenal bahwa hal seperti itu dikenal
dalam dunia mode pakaian dia akan melakukan hal itu; Namun dia cukup yakin
bahwa lengan baju anne tidak sama seperti lengan baju yang dipakai oleh gadis-
gadis lainnya. Dia kembali mengingat sekelompok anak-anak gadis yang dia lihat
mengelilingi anne sore itu—semuanya gembira dengan ikat pinggang merah dan
biru dan merah muda dan putih.—dan dia heran kenapa marilla selalu membuat
gaunnya sederhana dan seadanya saja.

159
Tentu saja, Itu semua adalah benar. Marilla mengetahui yang terbaik dan Marilla
yang membesarkannya. Mungkin karena beberapa alasa bijaksana, alasan yang
tidak dapat diduga harus dilayanani dengan cara demikian juga. Tapi
sebenarnya pastilah tidak akan membahayakan membiarkan anak memiliki satu
baju yang cantik—sesuatu yang seperti yang selalu dikenakan oleh Diana Barry

Matthew memutuskan bahwa ia akan memberi anne satu ; yang tentu saja tidak
dapat ditolak sebagai tindakan yang tidak dibenarkan dalam mencampuri urusan
orang lain.

Natal hanya tinggal dua minggu lagi. Sebuah pakaian baru yang indah akan
segera menjadi benda untuk hadiah. Matthew, dengan nafas pebuh kepuasan,
meletakkan pipa rokoknya dan mulai tidur, sedangkan marilla membuka semua
pintu dan membiarkan udara masuk kerumah.

Segera pada sore berikutnya Matthew pergi sendirian ke carmody untuk membeli
pakaian, dengan tujuan untuk dapat melewati yang terburuk dan selesai dengan
hal itu.

Nah itu dia, dia merasa yakin, tidak ada siksaan berat dari beramah tamah. Ada
beberapa hal yang dapat Matthew beli dan membuktikan diri sebagai penawar
yang pandai sekali.; tapi ia tahu dia akan bergantung pada kemurahan hati si
penjaga toko bila dia datang untuk membeli pakaian anak perempuan.

Setelah banyak menimbang akhirnya Matthew memutuskan untuk pergi ke toko


milik Samuel Lawson daripada ke toko milik William Blair. Karena ia tahu bahwa
keluarga curthbert selalu pergi ke toko milik William blair; hal itu lebih karena
suara hati untuk mengikuti mereka sama seperti untuk menghadiri gereja
Presbyterian dan memilih kaum konservatif. Tapi putri William blair sering
melayani pelanggan disana dan matthew merasa sangat takut dengan mereka.
Dia dapat berbicara dengan mereka ketika dia mengetahui persis apa yang dia
inginkan dan bisa menunjuknya; tapi dalam perihal yang seperti sekarang,
membutuhkan penjelasan dan konsultasi, matthew merasa ia harus memastikan
bahwa orang yang dibelakang counter haruslah seorang laki-laki. Maka dari itu ia
akan pergi ke toko milik Lawson, dimana Samuel atau anak laki-lakinya akan
melayani dirinya.

Astaga! Matthew tidak mengetahui bahwa Samuel, dalam rangka


mengembangkan usahanya, juga telah memperkerjakan seorang pegawai
perempuan juga; yang merupakan keponakan dari istrinya dan sungguh anak
perempuan yang bergaya, tinggi, mata coklat bulat yang besar, dan dengan
senyum yang lebar. Dia berpakaian menor dan mengenakan beberapa gelang
rantai yang gemerlapan dan berbunyi gemerincing setiap tangannya bergerak.
Matthe sangat bingung melihat perempuan itu disana; dan gelang-gelang itu
benar-benar merusakkan akalnya.

160
" Apa yang bisa saya bantu sore ini, Tuan Curthbert?”tanya Nona Lucilla Harris,
cepat dan menyenangkan, mengetik mesin penghitung dengan kedua
tangannya.

" Apakah kamu punya satu—satu--satu--baiklah sekarang, katakan dimana


penggaruk kebun?”

Matthew gagap.

Nona Harris terlihat agak terkejut, mungkin juga sangat terkejut, mendengar
seorang laki-laki mencari penggaruk kebun di pertengahan bulan desember.

" Aku yakin kami masih punya satu atau dua lagi yang tersisa, ”jawab
dia,”penggaruk kebun itu ada di lantai atas di ruangan peralatan penebangan
kayu. Aku akan memeriksanya. ”Selama perempuan itu tidak ada matthew
mengumpulkan pikiran sehatnya untuk usaha yang lain.

Pada saat nona harris kembali dengan membawa penggaruk dan menanyakan
dengan gembira:

” apa ada butuh yang lain lagi malam ini, Tuan Curthbert?”matthew mencoba
mengumpulkan keberaniannya dan menjawab, ”well sekarang, karena kamu
menyarankannya, aku juga butuh —aku juga mengambil—itu—itu—membeli
beberapa-beberapa orang-orangan sawah .”

Nona Harris telah mendengar bahwa matthew Cuthbert disebut sebagai orang
aneh.

sekarang dia menyimpulkan bahwa tuan curthbert sangat gila.

" Kita hanya menjual orang-orangan sawah di musim semi,” terang dia dengan
angkuh.

" Kita tidak punya persediaan saat ini.”

" Oh, tentu-tentu saja—seperti yang anda katakana,”matthew tergagap tidak


senang, merampas penggaruk dan menuju pintu. Sesampainya di ambang pintu
ia teringat bahwa dia belum membayar dan ia memutar balik. Sembari Nona
haris sedang menghitung uang kembaliannya matthew mengerahkan kembali
kekuatannya untuk sebuah usaha akhir yang nekat.

" well sekarang—jika tidak terlalu banyak masalah—aku juga butuh—itu—aku


butuh -----gula.”

" warna putih Atau warna merah?”tanya nona harris dengan sabar.
yang disangsikan Nona Harris dengan sabar.

161
" Oh--Well sekarang--merah," ucap matthew dengan lemah

" Ada satu tong disana,” ucap nona harris, sambil menunjuk yang membuat
gelangnya bergoncang. Hanya jenis itu yang kami punya.”

" aku akan—aku akan membeli dua puluh pon, ” ucap matthew, dengan butir-
butir peluh yang memenuhi dahinya.

Sesudah mengemudi hingga separuh jalan menuju rumahnya Matthew akhirnya


kembali menjadi dirinya sendiri.

Itu tadi merupakan pengalaman yang sangat mengerikan, tapi menurutnya dia
pantas mendapatkannya karena dia sudah melakukan bid’ah perjalanan ke toko
asing.

Setelah sampai di rumah dia menyembunyikan penggaruk di gudang peralatan,


tapi dia memberikan gula itu kepada marilla.

" Gula merah!" seru Marilla. "Kenapa banyak sekali? Kamu tahu tidak pernah
menggunakannya kecuali untuk membuat bubur pesanan orang atau kue buah
coklat. Jerry sudah pergi dan aku sudah tidak membuat kue itu lama sekali. Ini
bukan gula yang bagus, dan juga—ini kasar dan gelap—William Blair tidak
biasanya menjual gula seperti itu. ”

" Aku—Aku pikir itu mungkin berguna suatu waktu,”ucap matthew,


membebaskan dirinya.

Ketika akhirnya matthew berpikir mengenai masalah yang harus dia selesaikan
dia memutuskan bahwa seorang wanita diperlukan untuk mengatasai situasi ini.
Dan marilla bukanlah orangnya. Matthew merasa yakin bahwa dia akan
menghalang-halangi proyek ini segera. Dia ingat hanya Nyonya Lynde; karena
tidak ada perempuan lain lagi di avonlea yang berani matthew tanyai sarannya.

Dia pergi menjumpai nyonya Lynde, dan perempuan baik itu dengan segera
mengambil alih masalah yang mengusik laki-laki itu.

" MeMilih satu pakaian untuk kamu berikan pada anne? Tentu saja aku akan.
Aku akan pergi ke Carmody besok dan aku akan memilihnya. Apakah kamu
punya sesuatu yang khusus dalam benak mu? Tidak ? well, aku akan
memberikan penilaian ku kemudian. Aku percaya campuran warna coklat cocok
buat anne, dan William blair memiliki beberapa gloria baru yang benar-benar
cantik.

162
Barangkali kamu menginginkan aku mengepaskannya juga untuk anne,
mengingat bahwa jika marilla yang melakukannya anne mungkin akan mereka-
reka sebelum waktunya dan merusakkan kejutan itu? Baiklah, biar aku yang
akan melakukannya. Tidak, itu bukan masalah besar. Aku suka menjahit. Aku
akan membuat baju itu pas buat keponakanku, Jenny gillis, karena dia dan anne
bentuk badan mereka sama seperti dua kacang polong kembar.”

" baiklah Sekarang, Aku menurut saja,” ucap matthew,” dan –dan – aku tidak
tahu---tapi aku ingin—aku pikir mereka membuat lengan yang berbeda saat ini
daripada lengan yang biasa mereka buat. Jika aku tidak meminta terlalu banyak
aku—aku ingin lengan nya dibuat dengan cara yang baru.”

" Gelembung? Tentu saja. Kamu tidak perlu cemas mengenai itu lagi, matthew.
Aku akan memperbaikinya hingga sesuai dengan mode terkini/terakhir.” ucap
Nyonya. Lynde.

Nyonya Lynde berkata pada dirinya sendiri setelah matthew pergi:

" akan benar-benar puas bila melihat anak miskin itu mengenakan sesuatu yang
pantas untuk sekali waktu. Cara marilla memakaikan baju nya sangat
menggelikan, itulah mengapa, aku seringkali mengatakan padanya selusin kali
bahwa dia terlalu sederhana. Meskipun demikian aku harus menutup mulutku,
karena aku bisa melihat marilla tidak ingin nasihat dan dia berpikir dia lebih
banyak tahu bagaimana cara mengurus anak-anak dibanding aku karena dia
perempuan tua.

Tetapi selalu ada jalan. Masyarakat yang sudah membesarkan anak-anak


mengetahui bahwa tidak ada metode yang kaku dan mutlak di dunia yang bisa
sesuai untuk setiap anak. Tetapi sepertinya mereka tidak pernah berpikir itu
semua semudah dan sesederhana Tiga Peraturan---hanya tetapkan tiga syarat
kamu yang mengikuti perkembangan jaman, dan selebihnya akan berjalan
dengan benar. Tetapi darah daging tidak datang seperti aritmatika dan disitulah
letak kesalahan marilla curthberth. Aku mengira dia mencoba untuk
menanamkan semangat kerendahan hati dalam diri anne dengan mewarisi anne
cara berpakaiannya; tapi itu lebih seperti menanamkan kecemburuan dan
ketidakpuasan. Aku yakin anak itu pasti merasakan perbedaan antara baju-
bajunya dengan baju-baju anak-anak lain.

Namun berpikir bahwa matthew memperhatikan hal itu! Laki-laki itu terbangun
setelah tertidur selama lebih dari enam puluh tahun.”
Marilla mengetahui bahwa selama dua minggu berikutnya ada sesuatu dalam
benak matthew, tapi apakah itu ia tidak dapat menerkanya, sampai malam hari
natal tiba, ketika nyonya Lynde membawa pakaian baru itu.

Marilla menanggapi semuanya dengan sangat baik, meskipun dia sangat tidak
percaya dengan penjelasan diplomastis Nyonya Lynde yang mengatakan bahwa

163
dia yang membuat baju itu karena matthew takut bahwa anne akan mengetahui
kejutan itu bila marilla yang membuatnya.

" Jadi inilah sebabnya mengapa matthew terlihat sangat misterius dan
tersenyum-senyum sendiri selama dua pekan, benarkan ?” katanya sedikit kaku
tapi toleran. “ aku tahu ia akan melakukan suatu ketololan.

Baiklah, harus ku katakan bahwa aku pikir anne tidak perlu pakaian apapun lagi.

Aku sudah membuatkan untuknya tiga pasang yang bagus, hangat, dan dapat
digunakan pada musim gugur ini, dan kalaupun ada yang lain itu hanya
pemborosan belaka. Bahan yang ada di lengan-lengan itu saja cukup untuk
membuat ikat pinggang, aku nyatakan itu memang cukup.

Kamu hanya akan membenarkan kesombongan anne, matthew, dan sekarang


dia sama sombongnya dengan seekor merak. Well, aku harap setidaknya dia
akan merasa puas, selama aku tahu dia ingin sekali memiliki lengan baju bodoh
itu sejak lengan baju itu menjadi mode, meskipun dia tidak pernah berkata satu
patahpun mengenai hal itu semenjak dulu.

Gelembung-gelembung itu terus saja menjadi lebih besar dan lebih menggelikan;
mereka sekarang sama besarnya dengan balon. Tahun depan sesiapapun yang
memakai mereka harus melewati pintu dengan cara menyamping.”

Pagi Natal membuat dunia menjadi indah dengan warna putih. Itu merupakan
bulan december yang paling lembut dan orang-orang sudah menanti-nanti natal
hijau; dimalam sebelumnya cukup banyak salju yang turun perlahan-lahan untuk
merubah avonlea. Anne mengintip dari jendela loteng yang membeku dengan
mata yang gembira. Pohon cemara di Hutan angker semuanya berselimut dan
menakjubkan; pohon birch dan pohon-pohon cherry liar membentuk garis
mutiara; tanah-tanah yang dibajak berundak-undak dengan dipenuhi salju;dan
ada bau segar diudara yang cerah.

Anne berlari menuju lantai bawah sambil bernyanyi hingga suaranya menggema
di seluruh rumah hijau.

" Selamat Hari Natal, Marilla! Selamat hari Natal, Matthew!

Bukankah ini natal yang indah? Aku senang sekali hari ini serba putih.

Ada natal jenis lain yang tidak terlihat sungguhan, adakah?

Macam lain Natal tidak nampak riil, mengerjakan itu?

164
Aku tidak suka natal hijau. Mereka tidaj hijau--- hanya tidak menyenangkan
coklat pudar dan kelabu. Apa yang membuat orang menyebutnya hijau? Kenapa
—kenapa—matthew, adakah itu untuk aku??

Aduh, Matthew!"

Matthew dengan malu membuka pakaian dari kertas pembungkusnya,


membentangkan pakaian itu dan memegangnya sembari melemparkan
kerlingan mencela pada marilla, yang berpura-pura meremehkan dengan
mengisi cangkir the, tapi meskipun demikian pandangan yang terlihat dari sudut
matanya terlihat agak tertarik.

Anne mengambil pakaian itu dan melihatnya dengan terpana. Wow, alangkah
indahnya—gloria berwarna coklat lembut dengan permukaan sutera yang halus;
rok dengan jumbai-jumbai; ikat pinggan yang terjahit rapi dengan cara yang
sangat modern, dengan sedikit renda tipis di lehernya. Dan kedua lengannya
sungguh anggun! Manset bersiku yang panjang, dan diatasnya ada dua
gelembung cantik yang dipisahkan oleh baris-baris pita sutra coklat yang
berjejer.

" Itu adalah hadiah natal untuk kamu Anne, ujar Matthew dengan malu-malu.

" mengapa—mengapa—anne, tidak kah kau menyukainya? Baiklah kalau begitu


—baiklah .

Karena tiba-tiba Anne berlinangan air mata.

" sangat suka! Aduh, Matthew!" Anne meletakkan pakaian itu diatas kursi dan
mendekap kedua tangannya. ”Matthew, itu sempurna sekali. Wow, aku tidak
pernah bisa berterimakasih kepada mu. Lihatlah lengan-lengan itu! Aduh, ini
semua seakan-akan mimpi bagi ku.”

"Baiklah, baiklah, mari kita sarapan dulu, “sela marilla.”Harus aku katakan, anne,
Aku pikir kamu tidak perlu baju lagi, tapi karena matthew sudah memberikannya
untuk kamu, jaga baik-baik pakaian itu.

Ini ada pita rambut Nyonya Lynde dia meninggalkannya untuk kamu. warnanya
coklat, agar sesuai dengan warna pakaian kamu, Ayo kesini, duduklah.”

" Aku tidak tahu bagaimana aku bisa sarapan, ” ujar anne dengan terpesona.

" Sarapan terlihat sangat biasa pada saat yang sangat menggairahkan seperti
itu. aku lebih suka menyenangkan mataku pada pakaian itu. Aku sangat senang
bahwa Lengan baju yang bergelembung masih menjadi mode. Sungguh telihat
jelas sekali bahwa aku tidak akan pernah bisa menilainya jika mereka sudah
tidak model lagi sebelum aku memakainya. Aku tidak akan pernah bisa merasa

165
cukup puas, kamu mengerti. Dan nyonya lynde juga sangat baik karena
memberikan aku pita juga. Aku merasa bahwa aku harus menjadi anak
perempuan yang benar- benar sangat baik.

Tapi pada saat seperti ini aku minta maaf karena tidak menjadi gadis
teladan;dan aku selalu bertekad bahwa aku akan menjadi gadis teladan di masa
mendatang. Tapi tekadang agak sulit untuk melakukan ketetapan hatimu bila
godaan yang sangat menarik datang.

Tapi meski pun demikian tetap saja, aku akan berusaha lebih keras setelah ini. ”

Pada saat sarapan yang biasa itu telah selesai Diana muncul, melewati jembatan
kayu putih di lembah, sosok gadis kecil yang gembira dalam balutan ulster
merah tuanya. Anne berlari cepat-cepat menuruni lereng untuk menjumpainya.

" Selamat Hari Natal, Diana! Dan aduh, ini merupakan natal yang sangat hebat.
Aku punya sesuatu yang sangat bagus untuk ku tunjukkan padamu. Matthew
memberikan padaku pakaian terindah, dengan lengan SEDEMIKIAN. Aku
bahkan tidak pernah bisa membayangkan yang lebih bagus dari pada itu.”

" Aku punya seseuatu yang lebih baik untuk kamu;”ucap diana dengan
terengah-engah.

" Di sini—kotak ini. Tante Josephine mengirimi kami satu kotak besar dengan
banyak sekali isi di dalamnya—dan ini untuk kamu. Aku ingin membawa nya tadi
malam, tapi barang itu datang sesudah hari gelap. Dan aku tidak pernah merasa
nyaman lagi melewati hutan angker sekarang-sekarang ini.”

Anne membuka kotak itu dan mengintip kedalam nya. Pertama sebuah kartu
dengan tulisan ”Untuk Anne-girl SELAMAT NATAL”;dan kemudian, sepasang
sendal anak kecil yang cantik, dengan jari-jarinya dihiasi manik-manik dan
gundukan sutra serta kait yang berkilauan.

" Oh," kata Anne , " Diana, ini terlalu banyak. Aku pasti sedang bermimpi. ”

" Aku sebut itu mujur,” Ucap diana. Kamu tidak perlu meminjam sandal Rubby
sekarang, dan itu suatu berkah, kerena ukuran sendalnya 2 kali lebih besar
untuk kamu, dan buruk sekali bila mendengar seorang peri berjalan terseok-
seok.

Josie Pye akan senang. Kamu ingat, semalam sehabis latihan Rob wright pulang
kerumah dengan gertie pye. Apakah kamu pernah mendengar hal yang seperti
itu?”

Semua pelajar Avonlea sedang dihinggapi deman kegembiraan akan hari itu,
Aula harus dihiasi dan latihan ulangan terakhir pun dilaksanakan.

166
Pertunjukan jatuh pada malam hari dan dinyatakan sukses.

Aula kecil itu penuh sesak; semua pemain sandiwara melakukan tugasnya
dengan sangat sempurna, tapi anne menjadi bintang istimewa pada acara itu,
meskipun cemburu, josie pye, tidak berani menyangkal.

" Oh, Bukankah ini suatu malam yang indah?”desah anne, ketika acara telah
selesai dan diana dan dirinya sedang bersama-sama berjalan pulang dibawah
langit yang gelap dan dipenuhi bintang.

" Segalanya berjalan dengan baik sekali, ucap diana praktis.” aku terka kita
sudah mengumpulkan sebanyak 10 dollar. Kamu ingat, tuan allan akan
megirimkan uang itu ke rekening charlottetown. ”

" oh ya, Diana, apakah kita akan benar-benar melihat nama –nama kita pada
print itu? Solo kamu sangat menawan,diana.”

Aku merasa lebih bangga daripada ketika kamu lakukan pada latihan ulangan.
Aku berkata pada diriku sendiri,’itu adalah teman karibku yang sangat dihormati.”

" well, Puisi-puisi mu membuat hadirin gembira, anne.

Puisi yang sedih itu sungguh bagus.”

" Aduh, Diana aku tadi sangat gugup, ketiak Tuan allan memanggil namaku aku
sunnguh tidak bisa mengatakan bagaimana aku bisa berdiri pada panggung. Aku
merasa seolah-olah satu juta mata sedang memperhatikan aku dan menembus
diriku, dan sejenak aku merasa aku yakin bahwa aku tidak mampu untuk
memulainya sama sekali. Tapi kemudian aku mengingat lengan baju gelembung
ku yang indah dan memberanikan diri.aku tahu bahwa aku harus berbuat sesuai
dengan lengan baju itu, Diana. Jadi aku memulainya, dan suaraku nampaknya
berasal dari tempat yang sangat jauh. Aku merasa seperti burung beo.
Untungnya aku sering sekali berlatih puisi itu diatas loteng, bila tidak aku tidak
akan bisa melakukannya. Apakah aku merintih dengan baik? "

" Ya, tentu saja, rintihan kamu bagus," diana meyakinkan.

" Aku melihat Nyonya. Sloane tua sedang menyeka air matanya ketika aku
duduk.

Rasanya senang sekali sudah menyentuh hati seseorang.


Ambil bagian di dalam pertunjukan itu sangat romantis, benar kan?

Aduh, tentu saja itu merupakan kesempatan yang sangat mengesankan.”

167
" Bukankah dialog anak laki-laki bagus?” ucap diana.Gilberth Blythe bagus.
Anne aku berpikir cara kamu memperlakukan Gil sangat buruk. Tunggu sampai
aku ceritakan padamu. Ketika kamu berlari dari podium setelah dialog peri salah
satu mawar jatuh dari rambutmu.

Aku melihat Gil memungutnya dan meletakkannya di katung dadanya. Benar


disana.

Kamu sangat romantis dan aku yakin kamu pastilah senang mengetahui hal itu.
Apa yang dilakukan oleh orang itu tidak berarti apa-apa untuk ku, “ ucap anne
dengan angkuh. Aku sederhananya tidak pernah memboroskan pikiran ku
padanya, diana”. Malam itu Marilla dan matthew yang untuk pertama sekalinya
selama dua puluh tahun pergi menghadiri pertunjukan, duduk sebentar di tungku
dapur setelah anne tidur.
” well sekarang, aku tebak Anne kita telah berhasil sebaik teman-
temannya,”Ucap matthew dengan bangga.

Yah,memang, Aku marilla. ”dia anak yang cerdas, Matthew, dan dia juga sangat
baik . Aku sudah begitu mempertentangkan rencana pertunjukan ini, tapi setelah
aku melihat aku tidak merasa ada hal yang membahayakan dalam kegiatan ini,
sama sekali. Meskipun, aku bangga dengan Anne malam ini, namun aku tidak
akan mengatakannya padanya seperti itu.”

" baiklah Sekarang, aku bangga padanya dan aku benar-benar mengatakan
padanya seperti itu’sebelum dia naik ke lotang,” ucap matthew. Kita harus
mempertimbangkan apa yang bisa kita lakukan untuk nya dimasa mendatang,
marilla. Aku pikir kelak dia akan memerlukan sesuatu yang lebih dari pada hanya
sekadar sekolah Avonlea.”

" Masih banyak waktu untuk memikirkan hal itu, ucap marilla, dia baru berusia
tiga belas tahun bulan maret nanti. Meskipun malam ini menyadarkan aku bahwa
dia sudah tumbuh menjadi remaja. Nyonya Lynde membuat pakaian itu sedikit
lebih panjang, dan itu membuat anne kelihatan sangat tinggi. Dia cepat belajar
dan menurutku hal terbaik yang bisa kita lakukan untuknya adalah
menyekolahkannya ke Queen’s suatu musim. Tapi belum ada yang perlu
dikatakan setelah satu atau dua tahun kedepan.”

" baiklah Sekarang, tapi tidak akan membahayakan untuk memikirkan kembali
hal itu berulang-ulang.”ucap matthew, ”hal-hal sepert itu akan lebih baik untuk
dipertimbangkan masak-masak.

Bab XXVI – Dibentuknya Klub Cerita

168
Avonlea junior merasa tak betah lagi hidup berdiam dalam keadaan yang
membosankan. Bagi Anne khususnya segala sesuatu tampak sungguh sangat
datar, basi, dan tak menguntungkan setelah dia menghirup segelas piala
kegembiraan selama berminggu-minggu. Bisakah dia kembali ke kegembiraan
dahulu yang menenangkan saat jauh-jauh hari sebelum konser itu? Pada
awalnya, dia bilang pada Diana, dia tak yakin bisa.

“Aku benar-benar yakin, Diana, bahwa hidup tak akan pernah persis sama
seperti zaman kuno itu,” katanya penuh kesedihan, seolah merujuk ke masa
setidaknya lima puluh tahun ke belakang. “Mungkin setelah beberapa saat aku
akan terbiasa dengannya, tapi aku takut konser-konser akan mengganggu orang
dalam kehidupannya sehari-hari. Kurasa karena itulah Marilla tak menyetujuinya.
Marilla adalah wanita yang sangat bijaksana. Pasti akan sangat lebih baik
menjadi bijaksana; tapi tetap saja, aku tak yakin benar-benar mau menjadi orang
yang bijaksana, karena mereka sangat tidak romantis. Nyonya. Lynde bilang tak
ada bahayanya aku menjadi salah seorang di antara mereka, tapi kau tak pernah
tahu. Baru saja aku merasa bahwa aku bisa saja tumbuh menjadi bijaksana. Tapi
mungkin itu hanya karena aku kelelahan. Aku benar-benar tak dapat tidur
semalam untuk waktu yang sangat lama. Aku hanya berbaring dalam keadaan
terbangun dan membayangkan konser itu berkali-kali. Keadaan seperti itu adalah
suatu hal yang bagus—sangat menyenangkan mengenangnya kembali.”

Bagaimana pun, pada akhirnya, sekolah Avonlea kembali ke kebiasaan lamanya


dan mencurahkan perhatian pada minat-minat lamanya. Pastinya, konser itu
meninggalkan bekas. Ruby Gillis dan Emma White, yang bertengkar karena ingin
lebih diutamakan di barisan tempat duduk, tak lagi duduk di meja yang sama,
dan putuslah sebuah persahabatan selama tiga tahun yang memberikan
harapan. Josie Pye dan Julia Bell tak “bicara” selama tiga bulan, karena Josie
Pye bilang pada Bessie Wright bahwa tundukan kepala Julia Bell ketika berdiri
untuk bercerita mengingatkannya pada ayam yang menyentakkan kepalanya,
lalu Bessie memberitahukannya pada Julia. Tak seorang pun dari keluarga
Sloane punya hubungan dengan keluarga Bell, karena keluarga Bell telah
menyatakan bahwa keluarga Sloane terlalu banyak ikut campur dalam acara itu,
dan keluarga Sloane menjawab dengan pedas bahwa keluarga Bell tak becus
mengerjakan hal kecil yang harus mereka kerjakan. Terakhir, Charlie Sloane
berkelahi dengan Moody Spurgeon MacPherson, karena Moody Spurgeon
mengatakan bahwa Anne Shirley bersikap angkuh pada bacaan ceritanya, dan
Moody Spurgeon merasa “terpukul”; akibatnya kakak Moody Spurgeon, Ella
May, tak sudi “bicara” dengan Anne selama sisa musim dingin. Dengan
pengecualian akan perselisihan-perselisihan remeh ini, pekerjaan di kerajaan
kecil Miss Stacy berjalan dengan lancar dan teratur.

Minggu-minggu musim dingin telah berlalu. Itu adalah musim mendingan yang
tak seperti biasanya, dengan salju yang sangat sedikit hingga Anne dan Diana
dapat pergi ke sekolah hampir setiap hari melalui Birch Path. Pada hari ulang
tahun Anne mereka berjalan dengan langkah ringan menyusurinya, dengan tetap

169
menjaga mata dan telinga dalam keadaan siap siaga di antara celotehan
mereka, karena Miss Stacy bilang bahwa mereka harus segera menulis
karangan untuk “A Winter’s Walk in Woods (Perjalanan Musim Dingin di Hutan),”
dan itu membuat mereka jadi patuh.

“Coba bayangkan, Diana, hari ini aku berumur tiga belas tahun,” kata Anne
dengan nada kagum. “Aku hampir tak menyadari bahwa aku sudah remaja.
Ketika aku bangun tadi pagi segala sesuatu tampak berbeda bagiku. Kau sudah
berumur tiga belas tahun selama sebulan, jadi kurasa itu bukanlah suatu hal
yang baru bagimu seperti aku merasakannya. Itu membuat hidup tampak jauh
lebih menarik. Dalam dua tahun lagi aku akan benar-benar menjadi dewasa.
Menyenangkan sekali membayangkan bahwa aku akan dapat membual
karenanya tanpa ditertawakan.”

“Ruby Gillis bilang dia bermaksud memiliki seorang pacar segera saat dia
berumur lima belas,” sahut Diana.

“Ruby Gillis tak memikirkan apa pun selain pacar,” sahut Anne mencemooh.
“Sebenarnya dia sangat senang ketika seseorang menuliskan namanya di
sebuah pengumuman tapi dia berpura-pura sangat marah. Tapi aku kuatir itu
cara bicara yang tak mengenal belas kasihan. Nyonya. Allan bilang kita tak
pernah boleh bicara seperti itu; tapi seringnya cara bicara seperti itu terjadi
begitu saja sebelum kita sempat berpikir, ya kan? Aku sangat tak bisa
membicarakan Josie Pye tanpa menggunakan kata-kata pedas, jadi aku tak
pernah membicarakannya sama sekali. Kau mungkin sudah tahu itu. Aku
mencoba untuk sebisa mungkin menjadi seperti Nyonya. Allan, karena
menurutku ia sempurna. Tuan. Allan juga berpikir demikian. Nyonya. Lynde
bilang Tuan. Allan menghormati tanah yang dipijak istrinya dan ia tak terlalu
yakin dibenarkan bagi seorang pendeta menunjukkan kecintaannya yang sangat
besar dengan cara yang manusiawi. Meskipun begitu, Diana, bahkan para
pendeta juga manusia dan punya dosa yang menimpa sama seperti manusia
lainnya. Minggu sore yang lalu aku mengalami pembicaraan yang menarik
dengan Nyonya. Allan tentang dosa yang menimpa. Ada beberapa hal yang
cocok untuk dibahas pada hari-hari Minggu dan itu salah satunya. Dosa yang
menimpaku adalah terlalu banyak berkhayal dan melupakan tugas-tugasku. Aku
berusaha mati-matian untuk mengatasinya dan sekarang aku sungguh sudah
berumur tiga belas tahun, mungkin aku akan bisa mengatasinya dengan lebih
baik.”

“Empat tahun lagi kita akan bisa mengatur rambut kita,” kata Diana. “Alice Bell
baru enam belas tahun dan dia yang mengatur rambutnya, tapi kupikir itu
menggelikan. Aku akan menunggu sampai aku tujuh belas tahun.”

“Kalau hidungku seperti hidungnya Alice Bell yang bengkok,” kata Anne penuh
tekad, “aku tak akan—tapi sudahlah! Aku tak akan mengatakan aku akan apa
karena itu sangat tak mengenal belas kasihan. Selain itu, aku akan

170
membandingkannya dengan hidungku sendiri dan itu sia-sia. Aku kuatir terlalu
banyak memikirkan hidungku sejak aku mendengar pujian itu dulu. Itu benar-
benar kesenangan besar bagiku. Oh, Diana, lihat, ada seekor kelinci. Itu sesuatu
yang harus diingat untuk gubahan musik hutan kita. Aku benar-benar berpikir
hutan di musim dingin seindah di musim panas. Hutan-hutan itu sangat putih dan
tenang, seolah mereka sedang tertidur dan bermimpi indah.”

“Aku tak akan keberatan menuliskan karangan itu ketika saatnya tiba,” Diana
menghela napas. “Aku bisa mengatur untuk mengarang tentang hutan, tapi yang
akan kita serahkan hari Senin sangat buruk. Ide dari Miss Stacy membuat kita
mengarang cerita gila!”

“Oh, itu semudah mengedipkan mata,”sahut Anne.

“Itu mudah bagimu karena kau punya imajinasi,” Diana menjawab tepat, “tapi
apa yang akan kau lakukan kalau kau dilahirkan tanpa memilikinya? Kurasa kau
sudah menyelesaikan semua karanganmu?”

Anne mengangguk, berusaha keras berbudi luhur untuk tak tampak puas dengan
diri sendiri tapi sayangnya gagal.

“Aku mengarangnya Senin malam yang lalu. Judulnya ‘The Jealous Rival; or In
Death Not Divided (Saingan yang Iri; atau Dalam Kematian tak Terpisahkan).’
Aku membacakannya di depan Marilla dan ia bilang itu omong kosong.
Kemudian aku membacakannya di depan Matthew dan ia bilang itu bagus. Kritik
semacam itu yang aku suka. Itu cerita sedih, dan manis. Aku menangis seperti
anak kecil ketika menuliskannya. Itu cerita tentang dua gadis cantik bernama
Cordelia Montmorency dan Geraldine Seymour yang tinggal di desa yang sama
dan telah saling terikat satu sama lain. Cordelia seorang gadis yang seperti raja,
berambut coklat dengan hiasan kepala dan matanya bersinar redup. Geraldine
adalah seorang gadis berambut pirang yang seperti ratu, dengan rambut seperti
emas yang digelung dan matanya ungu seperti beludru.”

“Aku tak pernah melihat orang bermata ungu,” kata Diana meragukan.

“Aku juga tak pernah lihat. Aku mengkhayalkannya. Aku mau sesuatu yang di
luar kelaziman. Geraldine juga punya dahi pualam. Aku sudah tahu apa itu dahi
pualam. Itulah salah satu keuntungan berumur tiga belas tahun. Kau jauh lebih
banyak tahu daripada berbuat saat kau baru berumur dua belas.”

“Well, apa yang terjadi dengan Cordelia dan Geraldine?” tanya Diana, yang
mulai agak tertarik dengan nasib mereka.

“Mereka tumbuh cantik dan hidup berdampingan sampai mereka enam belas
tahun, Kemudian Bertram De Vere datang ke desa asal mereka dan jatuh cinta
pada si pirang Geraldine. Dia menyelamatka nyawa Geraldine ketika kudanya

171
melarikan diri sementara dia di dalam kereta kuda, dan dia pingsan di lengan
Bertram lalu dia membawanya pulang ke rumah yang jaraknya tiga mil; karena,
kau tahulah, seluruh kereta kudanya hancur. Aku merasa agak kesulitan
mengkhayalkan lamarannya karena tak ada pengalaman yang bisa kujadikan
pedoman. Aku bertanya pada Ruby Gillis apa dia tahu bagaimana seorang pria
melamar karena kupikir mungkin dia ahli dalam masalah itu, mengingat dia
punya banyak kakak yang sudah menikah. Ruby bilang dia disembunyikan di
ruangan dapur ketika Malcolm Andres melamar kakaknya Susan. Katanya
Malcolm berkata pada Susan bahwa ayahnya telah memberikannya ladang atas
namanya sendiri dan kemudian berkata, ‘Bagaimana menurutmu, kekasihku
sayang, kalau kita kawin musim gugur ini?’ Dan kata Susan, ‘Ya—tidak—aku tak
tahu—biar kupikir dulu’—dan begitulah mereka, bertunangan secepat itu. Tapi
menurutku itu bukan contoh lamaran yang sangat romantis, jadi akhirnya aku
membayangkannya sebagus yang kubisa. Aku membuatnya sangat muluk-muluk
dan puitis dan Bertram berlutut, walaupun Ruby Gillis bilang itu tak dilakukan lagi
sekarang. Geraldine menerimanya dengan kata-kata yang panjangnya satu
halaman. Kuberitahu padamu aku mengalami banyak kesulitan dengan kata-kata
penerimaan itu. Aku menuliskannya kembali lima kali dan aku menganggapnya
sebagai karya besarku. Bertram memberinya cincin berlian dan kalung batu ruby
dan berkata padanya mereka akan pergi ke eropa dalam rangka perjalanan
perkawinan, karena dia benar-benar sangat kaya. Tapi kemudian, sayang,
kegelapan mulai membayangi jalan mereka. Cordelia sendiri diam-diam
mencintai Bertram dan ketika Geraldine bercerita padanya mengenai
pertunangan itu, dia benar-benar marah, terutama ketika dia melihat kalung dan
cincin berlian. Seluruh kasih sayangnya pada Geraldine berubah menjadi
kebencian yang menyedihkan dan dia bersumpah bahwa Geraldine tak akan
pernah bisa menikah dengan Bertram. Tapi dia berpura-pura tetap menjadi
teman Geraldine seperti dulu. Suatu malam mereka berdiri di jembatan yang
dibawahnya terdapat arus yang sangat deras dan Cordelia, menyangka hanya
ada mereka di sana, mendorong Geraldine ke tepi dengan ejekan, kasar, ‘Ha,
ha, ha.’ Tapi Bertram melihat semuanya dan dia saat itu juga terjun menembus
arus, sembari berseru, ‘Aku akan menyelamatkan engkau, Geraldine ku yang
tiada duanya.’ Tapi sayang, dia lupa dia tak bisa berenang, dan mereka berdua
tenggelam, saling menggenggam tangan. Tubuh mereka kemudian segera
terdampar ke darat. Mereka dimakamkan dalam satu kuburan dan pemakaman
mereka adalah yang paling mengesankan, Diana. Jauh lebih romantis
mengakhiri sebuah cerita dengan pemakaman daripada perkawinan. Mengenai
Cordelia, dia menjadi gila karena menyesal dan diungsikan ke tempat
pengasingan orang gila. Kupikir itu adalah balasan puitis atas kejahatannya.”

“Betapa sungguh indah!” Diana yang termasuk ke sekolah kritik Matthew


menghela napas. “Aku tak mengerti bagaimana kau bisa membuat hal gila yang
menggetarkan hati, Anne. Aku berharap imajinasiku sebagus imajinasimu.”

“Imajinasimu bisa bagus kalau kau melatihnya,” sahut Anne menghibur. “Aku
baru saja memikirkan sebuah rencana, Diana. Misalkan kau dan aku punya klub

172
cerita sendiri yang khas dan mengarang cerita untuk latihan. Aku akan
membantumu sampai kau bisa mengerjakannya sendiri. Kau tahu, kau harus
melatih imajinasimu. Miss Stacy juga bilang begitu. Hanya saja kita harus
menempuh jalan yang benar. Aku cerita padanya tentang The Haunted Wood
(Hutan yang Angker), tapi ia bilang kita telah menempuh jalan yang salah dalam
berimajinasi dalam cerita itu.”

Ini mengenai bagaimana awal terbentuknya klub cerita. Pada awalnya klub itu
terbatas untuk Diana dan Anne, tapi segera diperluas dengan memasukkan Jane
Andrews dan Ruby Gillis dan satu atau dua murid lain yang merasa perlu melatih
daya imajinasi mereka. Anak laki-laki tak dibolehkan bergabung dalam klub itu—
walaupun Ruby Gillis berpendapat bahwa penerimaan mereka akan membuat
klub lebih mengasyikkan—dan setiap anggota harus menghasilkan satu buah
cerita dalam seminggu.

“Kegiatan itu benar-benar sangat menarik,” cerita Anne pada Marilla. “Setiap
anak harus membacakan ceritanya keras-keras lalu kami membahasnya. Kami
akan menyimpannya semua dengan sakral dan membacakannya pada
keturunan kami. Masing-masing kami menulis menurut nom-de-plume. Punyaku
Rosamond Montmorency. Semua anak cukup bagus mengerjakannya. Ruby
Gillis agak sentimentil. Dia memasukkan terlalu banyak percintaan dalam
ceritanya dan kau tahu terlalu banyak lebih buruk daripada terlalu sedikit. Jane
tak pernah memasukkannya karena katanya itu membuatnya merasa sangat
tolol ketika dia harus membacakannya keras-keras. Cerita-cerita Jane benar-
benar sangat masuk akal. Kemudian Diana memasukkan terlalu banyak
pembunuh dalam ceritanya. Katanya dia sering tak tahu akan berbuat apa apa
dengan orang-orang itu jadi dia mematikan mereka untuk membuang mereka
dari cerita. Secara umum aku selalu memberitahu mereka ide untuk menulis, tapi
itu tak sulit karena aku punya jutaan ide.”

“Menurutku pekerjaan mengarang-cerita ini adalah hal paling tolol,” ejek Marilla.
“Kau akan memenuhi pikiranmu dengan omong kosong dan membuang waktu
yang seharusnya kau gunakan untuk belajar. Membaca cerita cukup buruk tapi
mengarangnya lebih buruk.”

“Tapi kami sangat berhati-hati memasukkan nilai moral ke dalam semua cerita
itu, Marilla,” terang Anne. “Aku yang mempertahankan hal itu. Semua orang yang
baik diberi penghargaan dan orang yang jahat diberi hukuman yang setimpal.
Aku yakin itu akan bermanfaat. Moral adalah hal terbesar. Tuan. Allan juga
bilang begitu. Aku membacakan salah satu ceritaku di depannya dan Nyonya.
Allan, dan mereka berdua setuju bahwa moralnya sangat bagus. Hanya saja
mereka tertawa tidak pada tempatnya. Aku lebih suka kalau orang menangis.
Jane dan Ruby hampir selalu menangis ketika aku sampai pada bagian yang
menyedihkan. Diana menuliskan surat untuk Aunt Josephine menceritakan
tentang klub kami dan Aunt Josephine nya membalas bahwa kami harus
mengirimkan beberapa dari cerita kami untuknya. Jadi kami menyalinkan empat

173
dari cerita terbaik kami dan mengirimkannya. Miss Josephine Barry membalas
bahwa ia tak pernah membaca apa pun yang sangat menghibur seumur
hidupnya. Hal itu membuat kami bingung karena semuanya adalah cerita yang
sangat menyedihkan dan hampir semua orangnya mati. Tapi aku senang Miss
Barry menyukainya. Itu menunjukkan klub kami berbuat kebajikan di dunia.
Nyonya. Allan bilang itu harus menjadi tujuan kami dalam hal apa pun. Aku
sungguh benar-benar mencoba menjadikannya sebagai tujuanku tapi aku sangat
sering melupakannya ketika aku sedang bersenang-senang. Aku berharap bisa
sedikit menjadi seperti Nyonya. Allan begitu aku dewasa. Apa menurutmu ada
kemungkinan berhasil untuk itu, Marilla?”

“Tak seharusnya aku berkata ada banyak kemungkinan” adalah jawaban Marilla
yang memberi harapan. “Aku yakin Nyonya. Allan tak pernah jadi gadis kecil
yang tolol, dan pelupa sepertimu.”

“Tidak; tapi ia juga tak selalu baik seperti sekarang,” sahut Anne serius. “Ia
sendiri bilang padaku begitu—bahwa, ia bilang ia sangat nakal ketika masih
gadis dan selalu terlibat perkelahian. Aku merasa sangat bersemangat ketika
mendengarnya. Apakah aku sangat jahat, Marilla, merasa bersemangat ketika
kudengar bahwa orang lain pernah jahat dan nakal? Nyonya. Lynde bilang
begitu. Nyonya. Lynde bilang ia selalu merasa terkejut ketika ia mendengar
seseorang pernah nakal, tak peduli seberapa kecilnya mereka saat itu. Nyonya.
Lynde bilang suatu kali ia mendengar seorang pendeta mengaku bahwa ketika
beliau kecil beliau mencuri tart strawberry dari dapur bibinya dan ia tak pernah
punya hormat lagi pada beliau. Sekarang, aku tak akan merasa seperti itu.
Menurutku beliau benar-benar mulia dengan mengakuinya, dan menurutku
betapa suatu harapan bagi anak-anak laki sekarang yang melakukan kenakalan
dan menyesalinya karena tahu bahwa mungkin mereka bisa tumbuh menjadi
pendeta karenanya. Itulah apa yang kurasakan, Marilla.”

“Yang kurasakan saat ini, Anne,” sahut Marilla, “adalah bahwa sekarang saatnya
kau sudah selesai mencuci piring-piring itu. Kau telah menghabiskan setengah
jam lebih lama daripada yang seharusnya karena celotehanmu. Belajarlah untuk
bekerja lebih dulu baru kemudian bicara.”

Bab XXVII – Kesombongan dan Kekesalan Jiwa

Marilla, berjalan pulang di suatu malam yang larut di Bulan April dari rapat Aid,
menyadari bahwa musim dingin telah usai dan pergi dengan kegembiraan yang
menggetarkan hati hingga musim semi tak pernah gagal menggetarkan hati yang
paling tua dan paling sedih seperti juga ke yang paling muda dan paling gembira.
Marilla tak biasa untuk menganalisa secara subyektif dengan pikiran dan
perasaannya. Mungkin ia membayangkan bahwa ia sedang berpikir tentang
anggota-anggota Aid dan misi mereka serta karpet baru di ruang kebaktian, tapi

174
di balik bayang-bayang ini terdapat kesadaran yang harmoni dengan asap merah
yang berubah menjadi kabut ungu pucat saat matahari sedang turun, dengan
bayangan pohon fir yang menjulang tinggi sampai ke padang rumput di seberang
anak sungai, dengan ketenangan pepohonan maple berpucuk merah tua di
sekitar kolam hutan yang seperti cermin, dengan kebangkitan di dunia dan
getaran tersembunyi yang bergerak di bawah lempeng rumput. Musim semi
menyebar ke tanah dan ketenangan Marilla, langkah orang yang sudah berumur
setengah baya lebih ringan dan cepat karena kegembiraannya yang mendalam.

Matanya memikirkan Green Gables dengan mesra, memandang melalaui jejeran


pepohonan dan sinar matahari yang memantul kembali dari jendelanya dalam
beberapa koruskasi kecil yang semarak. Marilla, begitu ia melangkah menyusuri
jalan yang lembab, berpikir bahwa pasti akan sangat puas mengetahui ia akan
pulang dan mendapati api unggun yang menyala-nyala dan meja yang
dipersiapkan dengan manis untuk jamuan minum teh, daripada kejadian yang tak
banyak membesarkan hati pada malam-malam rapat Aid yang lama sebelum
Anne datang ke Green Gables.

Akibatnya, ketika Marilla memasuki dapurnya dan mendapati api tak menyala,
tanpa tanda keberadaan Anne di mana pun, ia merasa pantas kecewa dan
jengkel. Ia sudah memberitahu Anne untuk berjaga-jaga dan telah menyediakan
teh pada jam lima,tapi sekarang ia harus buru-buru melepskan baju terbaiknya
yang kedua dan menyiapkan sendiri sarapan sebelum kembalinya Matthew dari
membajak.

“Aku akan membereskan Miss Anne ketika dia pulang,” tekadnya, saat ia
menyerut ranting-ranting kecil dengan sebuah pisau berukir dan dengan
kekuatan yang lebih dari yang seharusnya diperlukan. Matthew telah masuk dan
sedang menunggu minuman tehnya dengan sabar di sudut. “Dia keluyuran
dengan Diana, mengarang cerita atau mempraktekkan dialog atau kerjaan-
kerjaan bodoh seperti itu, dan tak pernah sekali pun berpikir tentang waktu atau
tugas-tugasnya. Dia begitu saja berhenti dengan tiba-tiba pada hal-hal semacam
ini. Aku tak peduli jika Nyonya. Allan sungguh-sungguh berkata dia anak yang
paling cerdas dan manis yang pernah dikenalnya. Mungkin dia memang cukup
cerdas dan manis, tapi pikirannya penuh dengan omong kosong dan tak pernah
dapat ditebak apa yang akan dilakukannya. Begitu dia meninggalkan satu
tingkahnya maka dengan segera dia akan membuat tingkah yang lain. Tapi
sudahlah! Di sinilah kukatakan hal yang membuatku sangat gusar dengan
Nyonya. Lynde karena bicara di Aid hari ini. Aku sangat senang ketika Nyonya.
Allan membela Anne, karena jika ia tak melakukannya aku tahu aku pasti sudah
mengatakan sesuatu yang terlalu menusuk Rachel di depan semua orang. Anne
telah melakukan banyak kesalahan, Tuhan tahu, dan aku tak bermaksud
menyangkalnya. Tapi aku yang mendidiknya dan bukan Rachel Lynde, yang
akan menemukan kesalahan pada Malaikat Jibril sendiri jika ia hidup di Avonlea.
Namun demikian, Anne tak berhak meninggalkan rumah seperti ini ketika aku
menyuruhnya tinggal di rumah tadi sore dan menjaga segala sesuatu. Kuakui,

175
dengan semua kesalahannya, sebelumnya aku tak pernah mendapatinya tak
patuh atau tak dapat dipercaya dan aku benar-benar menyesal mendapatinya
seperti itu sekarang.”

“Well, aku tak tahu,” sahut Matthew, yang, sabar dan bijaksana dan, terutama,
lapar, yang menganggap lebih baik membiarkan Marilla mengungkapkan
amarahnya tanpa diganggu, belajar dari pengalaman bahwa ia menyelesaikan
pekerjaan apa pun yang ada lebih cepat jika tak tertunda oleh bagian yang
terlalu cepat. “Mungkin kau terlalu terburu-buru menilainya, Marilla. Jangan
bilang dia tak dapat dipercaya sampai kau yakin dia sudah tak mematuhimu.
Mungkin semuanya bisa dijelaskan—Anne pintar dalam memberi penjelasan.”

“Dia tak ada di sini saat aku menyuruhnya untuk tinggal,” jawab Marilla tepat.
“Kurasa dia akan sulit menjelaskanNYA untuk memuaskanku. Tentu saja aku
tahu kau berada di pihaknya, Matthew. Tapi aku yang mendidiknya, bukan kau.”

Saat itu telah gelap ketika hidangan makan malam telah siap, dan masih tak ada
tanda keberadaan Anne, berjalan tergesa di atas jembatan kayu atau di Lover’s
Lane, terengah-engah dan menyesal karena merasa telah melalaikan tugas.
Marilla dan mencuci dan menyimpan piring-piring dengan wajah cemberut.
Kemudian, karena membutuhkan lilin untuk menerangi jalannya turun ke ruang
bawah tanah, ia naik ke atas ke loteng timur untuk mengambil yang ada di atas
meja Anne. Sembari menyalakannya, ia berpaling untuk melihat Anne sendiri
berbaring di atas tempat tidur, dengan wajah menelungkup ke bantal.

“Rahmat bagi kita,” kata Marilla yang terperanjat, “kau sudah tidur, Anne?”

“Tidak,” adalah jawaban tertahan.

“Kalau begitu apa kau sakit?” tanya Marilla cemas, menuju ke tempat tidur.

Anne yang gemetar ketakutan semakin masuk ke bawah bantal seolah benar-
benar ingin menyembunyikan dirinya selamanya dari mata yang mematikan.

“Tidak. Tapi please, Marilla, pergilah dan jangan melihat ke arahku. Aku sedang
dalam keadaan putus asa dan aku tak peduli lagi siapa yang menjadi juara di
kelas atau mengarang karangan terbagus atau bernyanyi di paduan suara
sekolah-Minggu. Hal kecil macam itu sekarang tak lagi penting karena kurasa
aku aku tak akan pernah pergi ke mana-mana lagi. Karirku sudah tamat. Please,
Marilla, pergilah dan jangan melihat ke arahku.”

“Apakah ada yang pernah mendengar yang semacam itu?” Marilla yang bingung
ingin tahu. “Anne Shirley, ada masalah apa denganmu? Apa yang telah kau
lakukan? Bangun sekarang juga dan ceritakan padaku. Saat ini juga, kubilang.
Cukup sekarang, apa masalahnya?”

176
Anne telah merosot ke lantai dalam kepatuhan karena putus asa.

“Lihatlah rambutku, Marilla,” bisiknya.

Karena itu, Marilla mengangkat lilinnya dan melihat rambut Anne dengan teliti,
terurai lebat ke punggungnya. Rambut itu benar-benar dalam bentuk yang
sangat aneh.

“Anne Shirley, apa yang telah kau lakukan dengan rambutmu? Ya ampun,
warnanya HIJAU!”

“Sebutannya mungkin hijau, kalau itu adalah satu warna duniawi—hijau


kemerahan, yang pudar, aneh, dengan garis-garis merah asli di sana sini untuk
semakin menampakkan efek menakutkan. Tak pernah seumur hidupnya Marilla
melihat sesuatu yang sangat fantastis seperti rambut Anne saat itu.

“Ya, warnanya hijau,” rintih Anne. “Kupikir tak ada yang bisa seburuk rambut
berwarna merah. Tapi sekarang aku tahu punya rambut hijau sepuluh kali lebih
buruk. Oh, Marilla, kau tak tahu betapa sungguh buruknya aku.”

“Aku tak tahu bagaimana kau terlibat dalam kesulitan ini, tapi aku bermaksud
mengetahuinya,” ujar Marilla. “Turunlah ke dapur—di sini terlalu dingin—dan
ceritakan padaku apa yang telah kau lakukan. Aku sudah menduga suatu waktu
akan ada sesuatu yang aneh. Kau tak sekalipun terlibat dalam perkelahian
selama lebih dua bulan, dan aku yakin sebentar lagi pasti akan terjadi. Lalu,
sekarang, apa yang telah kau lakukan pada rambutmu?”

“Aku mewarnainya.”

“Mewarnainya! Mewarnai rambutmu! Anne Shirley, apa kau tak tahu itu hal jahat
untuk dikerjakan?”

“Ya, aku tahu itu agak jahat,” aku Anne. “Tapi kupikir akan berguna menjadi agak
jahat untuk menyingkirkan rambut merah. Aku sudah memperhitungkan
kerugiannya, Marilla. Selain itu, aku bermaksud tampil ekstra cantik dengan cara
lain untuk mewujudkannya.”

“Well,” sahut Marilla sinis, “kalau aku memutuskan akan berguna untuk
mewarnai rambutku, setidaknya aku akan mewarnainya dengan warna yang
pantas. Aku tak akan memberinya warna hijau.”

“Tapi aku tak bermaksud memberinya warna hijau, Marilla,” protes Anne murung.
“Kalau pun aku jahat aku bermaksud jahat untuk suatu tujuan. Katanya warna
rambutku akan berubah menjadi warna hitam yang indah—dia benar-benar
meyakinkanku itu akan terjadi. Bagaimana aku bisa menyangsikan ucapannya,
Marilla? Aku tahu seperti apa rasanya bila ucapanmu diragukan. Dan Nyonya.

177
Allan bilang kita tak boleh mencurigai orang tak berkata yang sebenarnya pada
kita kecuali kita punya bukti mereka memang berbohong. Sekarang aku punya
bukti—rambut hijau cukup jadi bukti bagi siapa pun. Tapi saat itu aku tak punya
bukti dan aku percaya setiap ucapannya SECARA MUTLAK.”

“Siapa yang bilang? Siapa yang kau bicarakan?”

“Penjaja keliling yang ada di sini tadi sore. Aku membeli pewarna darinya.”

“Anne Shirley, sudah seberapa sering aku bilang padamu jangan pernah
membawa masuk seorang pun dari orang-orang Italia itu ke rumah! Aku sama
sekali tak yakin untuk memberi mereka harapan untuk mampir.”

“Oh, aku tak membiarkannya masuk ke dalam rumah. Aku ingat apa yang kau
bilang, dan aku keluar, menutup pintu dengan hati-hati, dan melihat benda ini di
anak tangga. Lagipula, dia bukan orang Italia—dia Yahudi Jerman. Dia punya
satu kotak penuh dengan benda-benda yang sangat menarik dan dia bilang
padaku dia bekerja keras memperoleh banyak uang untuk membawa istri dan
anaknya pergi dari Jerman. Dia bicara tentang mereka dengan penuh perasaan
hingga membuatku tersentuh. Aku mau membeli sesuatu darinya untuk
membantunya melaksanakan tujuan yang sungguh berguna itu. Kemudian tiba-
tiba aku melihat botol pewarna rambut itu. Penjual itu bilang pewarna rambut itu
dijamin dapat memberi warna hitam indah pada rambut dan tak akan luntur.
Dalam sekejap aku melihat diriku sendiri dengan rambut hitam indah dan godaan
itu tak tertahankan. Tapi harganya sebotol 75 sen dan aku hanya punya 50 sen
sisa dari uang ayamku. Kupikir penjual itu sangat baik hati, karena dia bilang
bahwa, untukku, dia akan menjualnya 50 sen dan dia akan memberikannya. Jadi
aku membeli pewarna itu, dan segera begitu dia pergi aku naik ke atas sini dan
memakainya dengan sikat rambut lama seperti yang tertulis pada petunjuk. Aku
memakai semua isi botol, dan oh, Marilla, ketika aku melihat warna yang
mengerikan mengubah warna rambutku aku tahu, aku menyesal menjadi nakal.
Dan sejak itu aku telah menyesal.”

“Well, kuharap kau menyesal untuk tujuan yang baik,” sahut Marilla pedas, “dan
matamu jadi terbuka kemana kesombongan membawamu, Anne. Tuhan tahu
apa yang harus dilakukan. Kurasa hal pertama adalah mencuci rambutmu
bersih-bersih dan kita lihat apa ada gunanya.”

Karena itu, Anne mencuci rambutnya, menggosoknya dengan kuat dengan air
dan sabun, tapi sepanjang perbedaan yang tampak dia mungkin juga malah
menggosok warna merah aslinya. Penjual itu pasti telah berkata benar ketika dia
bilang pewarna itu tak akan luntur, bagaimana pun juga kebenarannya patut
dicurigai dalam hal lain.

Oh, Marilla, apa yang harus kulakukan?” tanya Anne berurai air mata. “Aku tak
akan pernah bisa hidup seperti ini. Orang-orang telah cukup melupakan

178
kesalahanku yang lain—kue obat gosok itu, membuat Diana mabuk dan marah-
marahan dengan Nyonya. Lynde. Tapi mereka tak akan pernah melupakan ini.
Mereka akan berpikir aku tak pantas dihormati. Oh, Marilla, ‘betapa kusutnya
jaringan yang kita tenun saat pertama kali kita mencoba untuk berbohong.’ Itu
sebuah puisi, tapi itu benar. Dan oh, Josie Pye benar-benar akan tertawa!
Marilla, aku TAK BISA menghadapi Josie Pye. Aku anak perempuan yang paling
tidak bahagia di pulau Prince Edward.”

Ketidakbahagiaan Anne berlangsung selama seminggu. Selama waktu itu dia tak
pergi kemana-mana dan mencuci rambutnya dengan shampo setiap hari. Orang
luar yang tahu rahasia fatal itu hanya Diana sendiri, tapi dia berjanji dengan
sungguh-sungguh tak akan pernah cerita, dan bisa dikatakan sekarang ini dia
menepati janjinya. Di akhir minggu Marilla berkata pasti:

“Itu tak ada gunanya, Anne. Itu pewarna yang tak luntur yang tak ada obatnya.
Rambutmu harus dipangkas; tak ada cara lain. Kau tak bisa keluar dengan
rambut seperti itu.”

Bibir Anne gemetar, tapi dia menyadari kenyataan pahit dari perkataan Marilla.
Dengan desahan sedih dia pergi mengambil gunting.

“Tolong pangkas rambutku sekaligus, Marilla, dan selesaikanlah. Oh, aku


merasa hatiku hancur. Ini kemalangan yang sungguh tidak romantis. Gadis-gadis
di buku kehilangan rambut mereka karena demam atau menjualnya untuk
memperoleh uang untuk perbuatan yang baik, dan aku yakin aku akan sangat
tak keberatan kehilangan rambutku karena alasan mode. Tapi tak ada yang
menyenangkan jika rambutmu terpaksa dipangkas karena kau telah memberinya
warna yang mengerikan, ya kan? Aku akan menangis selama kau
memangkasnya, jika itu tak akan mengganggu. Ini tampak sungguh tragis.”

Lalu Anne menangis, tapi kemudian, ketika dia naik ke lantai atas dan melihat di
cermin, dia tenang dalam keputusasaan. Marilla telah menyelesaikan tugasnya
dan dia merasa perlu untuk mengatapi rambutnya dengan sirap sedekat
mungkin. Hasilnya tidaklah pantas, untuk sedikit mungkin menguraikan masalah
itu. Anne segera membalikkan cermin itu ke dinding.

“Aku tak akan, tak kan pernah melihat diriku lagi sampai rambutku tumbuh,”
serunya menggebu.

Kemudian tiba-tiba dia membetulkan cermin itu.

“Ya, aku akan, juga. Aku akan menebus dosa karena jadi nakal seperti itu. Aku
akan memandang diriku setiap saat aku masuk ke kamarku dan melihat betapa
jeleknya aku. Dan aku juga tak akan mencoba mengkhayalkannya. Aku tak
pernah menyangka aku berlagak dengan rambutku, dari semua hal, tapi
sekarang aku tahu aku memang berlagak, meskipun warnanya merah, karena

179
rambutku sangat panjang, lebat, dan keriting. Kuharap selanjutnya akan terjadi
sesuatu pada hidungku.”

Rambut Anne yang terpangkas membuat sensasi di sekolah pada Senin


berikutnya, tapi yang membuatnya lega tak seorang pun menebak penyebab
sebenarnya, bahkan tidak juga Josie Pye, yang, bagaimana pun juga, tak
berhenti mengatakan pada Anne bahwa dia tampak seperti orang-orangan
sawah.

“Aku tak berkata apa-apa ketika Josie mengatakan itu padaku,” curhat Anne
malam itu pada Marilla, yang sedang berbaring di sofa karena salah satu sakit
kepalanya, “karena kupikir itu bagian dari hukumanku dan aku harus
menanggungnya dengan sabar. Berat sekali rasanya dikatakan tampak seperti
orang-orangan sawah dan aku ingin mengatakan sesuatu untuk membalasnya.
Tapi aku tak melakukannya, aku hanya melihatnya sekilas dengan pandangan
menghina dan setelah itu aku memaafkannya. Kau akan merasa sangat berbudi
luhur saat kau memaafkan orang, ya kan? Aku bermaksud untuk mencurahkan
tenagaku untuk menjadi baik setelah ini dan aku takkan mencoba lagi untuk jadi
cantik. Tentu saja lebih bagus menjadi baik. Aku tahu itu, tapi terkadang sangat
sulit mempercayai sesuatu bahkan ketika kau mengetahuinya. Aku sungguh
ingin menjadi baik, Marilla, sepertimu, Nyonya. Allan dan Miss Stacy, dan
tumbuh dewasa menjadi kebanggaan bagimu. Diana bilang ketika rambutku
mulai tumbuh akan mengikatkan pita beludru hitam di kepalaku dengan simpul di
salah satu sisinya. Dia bilang menurutnya itu akan sangat pantas. Aku akan
menyebutnya jaringan rambut—kedengarannya sangat romantis. Tapi apa aku
terlalu banyak bicara, Marilla? Apa itu membuat kepalamu sakit?”

“Kepalaku sudah lebih baik sekarang. Walaupun, tadi sore sangat mengerikan.
Sakit-sakit di kepalaku ini semakin bertambah parah dan parah. Aku harus pergi
ke dokter karenanya. Mengenai celotehanmu, aku tak tahu aku keberatan—aku
sudah sangat terbiasa dengannya.”

Merupakan cara bicara Marilla yang suka didengarnya.

Bab XXVIII – Perawan Bunga Lily yang Malang

TENTU saja kau harus jadi Elaine, Anne,” ujar Diana. “Aku tak akan pernah
punya keberanian untuk mengapung di bawah sana.”

“Tidak juga aku,” sahut Ruby Gillis, dengan gemetar. “Aku tak keberatan
mengapung di bawah kalau ada dua atau tiga dari kita di darat sana dan kita bisa
berjaga-jaga. Dengan begitu akan menyenangkan. Tapi untuk merebahkan diri

180
dan berpura-pura mati—aku sungguh tak bisa. Aku benar-benar akan mati
karena ketakutan.”

“Tentu saja itu akan romantis,” Jane Andrews mengakui. “tapi aku tahu aku tak
bisa tetap tenang. Aku akan muncul setiap menit atau begitulah untuk melihat
aku ada dimana dan apa aku hanyut terlalu jauh. Dan kau tahu, Anne, itu akan
merusak efeknya.”

“Tapi akan sangat menggelikan bila Elaine nya berambut merah,” Anne bersedih.
“Aku tak takut untuk mengapung di bawah dan aku akan suka jadi Elaine.
Namun demikian itu menggelikan. Ruby harus jadi Elaine karena dia sangat
cantik dan punya rambut indah panjang keemasan—Elaine punya ‘semua
rambut indahnya yang terurai,’ kau tahu. Dan Elaine adalah perawan bunga lily .
Nah, orang yang berambut merah tak bisa jadi perawan bunga lily.”

“Wajahmu sungguh sama cantiknya dengan wajah Ruby,” kata Diana dengan
sungguh-sungguh, “dan rambutmu jauh lebih gelap daripada saat sebelum kau
memotongnya.”

“Oh, benarkah?” seru Anne, yang mudah tersipu karena gembira. “Aku sendiri
kadang-kadang berpikir begitu—tapi aku tak pernah berani bertanya pada
seseorang karena takut dia akan bilang yang sebaliknya. Apa menurutmu
warnanya sekarang bisa jadi adalah coklat kemerahan, Diana?”

“Ya, dan kupikir itu sangat cantik,” sahut Diana, melihat kagum pada keriting
pendek seperti sutra yang menumpuk di kepala Anne dan dihiasi dengan pita
beludru hitam dan simpul yang sangat bergaya.

Mereka berdiri di tepi kolam, di bawah Orchard Slope, dimana sebuah tanjung
kecil yang pinggirannya dilingkari dengan pepohonan birch yang menganjur dari
tepi; meskipun ujungnya adalah platform kecil dari kayu yang ditambah ke air
untuk kemudahan para pelayan dan pemburu bebek. Ruby dan Jane
menghabiskan sore pertengahan musim panas dengan Diana, dan Anne datang
untuk bermain bersama mereka.

Anne dan Diana telah menghabiskan sebagian besar waktu bermain mereka
musim panas itu di dan sekitar kolam. Idlewild adalah sesuatu dari masa lalu,
Tuan. Bell telah dengan kejam menebang lingkaran kecil pepohonan di padang
rumputnya di belakang pada musim semi. Anne telah duduk di antara tunggul-
tunggul dan menangis, bukannya tak mencari kawan untuk melamun karenanya;
tapi dia cepat terhibur, karena, bagaimana pun, seperti dia dan Diana bilang,
gadis dewasa berumur tiga belas tahun, yang akan beranjak empat belas, terlalu
tua untuk hiburan kekanakan semacam itu seperti rumah bermain, dan ada
hiburan yang lebih menarik untuk didapatkan di kolam. Menyenangkan
memancing ikan tawar dari atas jembatan dan kedua gadis itu belajar

181
mengayuhkan diri mereka sendiri dalam dory kecil berdasar-rata yang Tuan.
Barry rawat simpan untuk menembak bebek.

Mereka melakonkan Elaine adalah ide Anne. Mereka telah mempelajari sajak-
sajak Tennyson di sekolah musim dingin sebelumnya, Pengawas Pendidikan
telah memasukkannya dalam mata pelajaran Bahasa Inggris untuk sekolah di
Pulau Pangeran Edward. Mereka telah menganalisa, menguraikan kalimatnya
dan membahasnya secara umum sampai merupakan suatu keajaiban adanya
makna yang tertinggal di dalamnya bagi mereka, tapi setidaknya perawan bunga
lily, Lancelot, Guinevere dan King Arthur telah menjadi orang yang yang sangat
nyata bagi mereka, dan Anne diam-diam sangat menyesal dia tak dilahirkan di
Camelot. Masa-masa itu, katanya, jauh lebih romantis daripada saat sekarang.

Rencana Anne disambut dengan antusias. Anak-anak itu telah mengetahui


bahwa kalau ban kempes didorong dari tempat mendarat maka ban itu akan
berhanyut-hanyut dengan arus di bawah jembatan dan akhirnya kandas sendiri
di tanjung lain yang lebih rendah di bawah yang menganjur di sebuah tikungan di
kolam. Mereka telah sering turun ke bawah seperti ini dan tak ada yang bisa
lebih menyenangkan untuk memainkan Elaine.

“Well, aku akan jadi Elaine,” ujar Anne, menyerah dengan enggan, karena,
walaupun dia akan senang memainkan peran terpenting, namun jiwa seninya
menuntut kecocokan untuk itu dan ini, dia merasa, keterbatasannya membuat
tak mungkin. “Ruby, kau harus jadi King Arthur, Jane akan jadi Guinevere dan
Diana harus jadi Lancelot. Tapi pertama kalian harus jadi saudara dan ayah. Kita
tak bisa punya servitor bodoh tua karena tak ada ruangan untuk dua orang
dalam flat ketika satu orang merebahkan diri. Kita harus menyelubungi tongkang
seluruh panjangnya dengan samite paling hitam. Selendang hitam ibumu itu
akan jadi penutupnya, Diana.”

Selendang hitam telah didapat, Anne membentangnya di atas flat dan mereka
merebahkan diri di dasarnya, dengan mata terpejam dan tangan terlipat di dada.

“Oh, dia sungguh tampak benar-benar mati,” bisik Ruby Gillis gugup, melihat
wajah putih mungil yang diam di bawah kedipan bayangan pepohonan birch. “Itu
membuatku merasa ketakutan, kawan. Apa menurut kalian sungguh benar
berakting seperti ini? Nyonya. Lynde bilang semua akting-drama adalah
kejahatan yang buruk sekali.”

“Ruby, kau seharusnya tak bicara tentang Nyonya. Lynde,” ujar Anne pedas. “Itu
merusak efeknya karena ini ratusan tahun sebelum Nyonya. Lynde lahir. Jane,
kau urus ini. Tolol bagi Elaine untuk bicara ketika dia mati.”

Jane cocok untuk kesempatan itu. Tak ada kain keemasan untuk penutup, tapi
sehelai syal piano tua dari kain krep Jepang berwarna kuning adalah pengganti
yang sangat bagus. Kemudian setangkai lily putih juga tak dapat diperoleh, tapi

182
efek dari setangkai bunga iris biru tinggi yang diletakkan di salah satu tangan
Anne yang terlipat adalah apa yang bisa diharapkan.

“Nah, dia sudah siap,” ujar Jane. “Kita harus mencium keningnya yang tenang
dan, Diana, kau bilang, ‘Sister, selamat jalan untuk selamanya,’ da Ruby, kau
bilang, ‘Selamat jalan, sister yang manis,’ kalian berdua sebisa mungkin
menyedihkan. Anne, demi Tuhan senyumlah sedikit. Kau tahu Elaine ‘berbaring
seolah-olah dia tersenyum.’ Itu lebih baik. Sekarang tolak flat itu.”

Jadi flat itu didorong, dalam prosesnya flat itu menggores dengan kasar tiang
pancang yang tertanam. Diana, Jane dan Ruby hanya menunggu cukup lama
untuk melihtanya terjebak dalam arus dan menuju ke arah jembatan sebelum
mengambil langkah seribu ke hutan, menyeberangi jalan, dan menuju ke bawah
ke tanjung yang lebih rendah dimana, Lancelot, Guinevere dan King Arthur,
mereka akan dalam keadaan siap untuk menyambut perawan bunga lily.

Selama beberapa menit Anne, yang hanyut dengan perlahan, menikmati


keromantisan keadaannya itu sepenuhnya. Sesuatu yang terjadi kemudian sama
sekali tidak romantis. Flat itu mulai bocor. Sebentar-sebentar Anne harus
berjuang untuk berdiri, mengambil kain penutup keemasannya dan kain penutup
peti mati dari samite paling hitam dan memandang dengan tatapan kosong ke
celah besar di dasar tongkangnya dari mana air benar-benar mengalir. Tiang
pancang tajam di pendaratan itu telah menghancurkan kepingan pentungan yang
terpaku di flat. Anne tak mengetahui ini, tapi tak perlu waktu lama untuk dia
menyadari bahwa dia sedang dalam keadaan yang berbahaya. Dengan begitu
flat akan penuh dan tenggelam jauh sebelum sempat sampai ke tanjung yang
lebih rendah. Dimana kayuh-kayuh itu? Tertinggal di pendaratan!

Anne dengan terengah mengeluarkan jeritan kecil yang tak terdengar oleh siapa
pun; bibirnya pucat, tapi dia tak kehilangan penguasaan diri. Ada satu
kesempatan—hanya satu.

“Aku benar-benar sangat ketakutan,” katanya pada Nyonya. Allan keesokan


harinya, “dan terasa seperti bertahun-tahun sembari flat itu terhanyut menuju ke
jembatan dan air di dalamnya bertambah setiap saat. Aku berdoa, Nyonya. Allan,
dengan sangat sungguh-sungguh, tapi aku tak memejamkan untuk berdoa,
karena aku tahu satu-satunya cara Tuhan bisa menyelamatkanku adalah dengan
membiarkan flat itu mengapung cukup dekat dengan salah satu tiang pancang
jembatan untuk aku naiki. Aku benar-benar berkata, ‘Tuhan tercinta, tolong bawa
flat ini mendekat ke tiang pancang dan aku akan melakukan yang selebihnya,’
berulang-ulang. Dalam keadaan seperti itu kau tak akan terlalu berpikir untuk
mengarang doa yang muluk-muluk. Tapi doaku terjawab, karena flat itu terbentur
tepat ke satu tiang pancang selama semenit dan aku berjuang mengatasi
sandungan besar yang telah ditakdirkn Tuhan. Dan di sanalah aku, Nyonya.
Allan, berpegangan erat pada tiang pancang tua yang licin tanpa bisa bergerak
ke atas atau pun ke bawah. Itu posisi yang sangat tidak romantis, tapi saat itu

183
aku tak memikirkannya. Kau tak terlalu berpikir tentang keromantisan ketika kau
baru saja lepas dari ancaman terkubur dalam air. Aku langsung mengucapkan
doa penuh syukur dan kemudian aku memusatkan perhatian untuk berpegangan
dengan erat, karena aku tahu mungkin aku harus bergantung pada pertolongan
manusia untuk kembali ke tanah kering.”

Flat itu terhanyut ke bawah jembatan dan kemudian tenggelam dengan cepat di
tengah-tengah sungai. Ruby, Jane dan Diana, yang telah siap menanti flat itu di
tanjung yang lebih rendah, melihatnya lenyap benar-benar di depan mata
mereka dan tak ada kesangsian kecuali bahwa Anne ikut hilang bersamanya.
Sejenak mereka terpaku berdiri, seputih kertas, beku ketakutan karena tragedi
itu; kemudian, sembari menjerit dengan suara sekeras-kerasnya, mereka mulai
berlari dalam keadaan kalut menerobos hutan, tak pernah berhenti meskipun
mereka telah menyeberangi jalan utama untuk melihat sekilas ke arah jembatan.
Anne, yang berpegangan erat dengan pasrah pada tumpuannya yang
berbahaya, melihat mereka berlari dan mendengar jeritan mereka. Pertolongan
akan segera datang, tapi sementara itu posisinya sudah sangat tak nyaman.

Menit-menit berlalu sudah, setiap menit terasa sejam oleh perawan bunga lily
yang malang. Kenapa tak ada seorang pun yang datang? Kemana anak-anak itu
pergi? Andaikan mereka pingsan, saudara-saudara sekalian! Andaikan tak kan
pernah ada yang datang! Andaikan dia menjadi sangat kelelahan dan kejang
sampai-sampai tak sanggup bertahan lebih lama lagi! Anne melihat ke
kedalaman hijau mengerikan di bawahnya, bergoyang-goyang lama, bayangan
yang bergetar dan seperti berminyak. Imajinasinya mulai menunjukkan semua
jenis kemungkinan yang sangat mengerikan padanya.

Kemudian, baru saja dia berpikir tak akan sanggup menanggung rasa sakit di
lengan dan pinggangnya lebih lama lagi, Gilbert Blythe datang ke bawah
jembatan dengan mendayung dory Harmon Andrews!

Gilbert memandang sekilas ke atas dan, yang sangat membuatnya takjub,


terlihat wajah putih mungil yang mencemooh melihat ke arahnya dengan mata
abu-abu besar penuh ketakutan tapi juga penghinaan.

“Anne Shirley! Bagaimana kau bisa ada di situ?” dia berteriak.

Tanpa menunggu jawaban dia berusaha mendekat ke tiang pancang dan


mengulurkan tangannya. Tak bisa berbuat apa-apa lagi; Anne, berpegangan erat
pada tangan Gilbert Blythe, berjuang masuk ke dalam dory, dimana dia duduk,
bosan dan gusar, di buritan dengan tangan penuh dengan selendang yang
meneteskan air dan kain krep yang basah. Benar-benar sangat sulit untuk
berwibawa dalam keadaan seperti itu!

“Apa yang telah terjadi, Anne?” tanya Gilbert, menaikkan kayuhannya.

184
“Kami sedang bermain Elaine,” Anne menjelaskan dengan tak ramah, bahkan
tanpa melihat pada penyelamatnya, “dan aku harus berhanyut-hanyut ke
Camelot di dalam tongkang—maksudku flat. Flat itu mulai bocor dan aku keluar
naik ke tiang pancang. Gadis-gadis itu berlari mencari pertolongan. Apakah kau
akan cukup baik untuk mengantarkanku sampai ke pendaratan?”

Gilbert dengan menurut mengantarkan ke pendaratan dan Anne, dengan


meremehkan bantuan, meloncat dengan cekatan ke darat.

“Aku berhutang budi padamu,” katanya dengan angkuh begitu dia berbalik. Tapi
Gilbert juga telah melompat dari perahu dan sekarang memegang lengan Anne
untuk menahannya.

“Anne,” katanya tergesa, “lihatlah kemari. Tak bisakah kita jadi teman baik? Aku
benar-benar menyesal telah membuat lelucon dengan rambutmu saat itu. Aku
tak bermaksud untuk membuatmu marah dan maksudku itu hanya untuk lucu-
lucuan saja. Lagipula, itu sudah lama sekali. Kupikir rambutmu sekarang sudah
sangat bagus—sungguh aku jujur. Yuk kita berteman.”

Anne ragu sejenak. Dia baru saja merasakan sebuah kesadaran aneh muncul
dalam seluruh harga dirinya yang tersakiti bahwa ekspresi setengah malu,
setengah menggebu dalam mata hazel Gilbert adalah sesuatu yang enak untuk
dilihat. Jantungnya berdetak cepat, agak aneh. Tapi kegetiran dari penderitaan
lamanya dengan cepat membuat ketetapan hatinya yang goyah menjadi kaku.
Kejadian dua tahun lalu terbayang kembali sangat jelas dalam ingatannya seolah
itu terjadi kemarin. Gilbert memanggilnya “wortel” dan telah membuatnya malu di
depan seluruh sekolah. Kekesalannya, yang bagi murid lain dan orang yang
lebih dewasa mungkin sama menggelikannya dengan penyebabnya, tampaknya
tak sedikitpun hilang dan melunak oleh waktu. Dia benci Gilbert Blythe! Dia tak
akan pernah memaafkannya!

“Tidak,” katanya dingin, “Aku tak kan pernah menjadi temanmu, Gilbert Blythe;
dan aku tak mau jadi temanmu!”

“Baik!” Gilbert melompat ke dalam sampan kecilnya dengan rona kemarahan di


pipinya. “Aku tak kan pernah lagi memintamu untuk berteman, Anne Shirley. Dan
aku juga tak peduli!”

Dia bergerak pergi dengan cepat dan sikap menantang, dan Anne naik ke jalan
kecil yang ditumbuhi tanaman pakis di bawah pepohonan maple. Dia tetap
menegakkan kepalanya, tapi dia sadar akan rasa penyesalan yang aneh. Dia
hampir berharap telah menjawab Gilbert dengan cara yang berbeda. Tentu saja,
dia telah sangat menghinanya, tapi tetap saja--! Pada keseluruhannya, Anne
lebih suka berpikir akan melegakan dengan duduk dan menangis sepuasnya.
Dia benar-benar sungguh kacau, karena reaksi dari ketakutannya dan harus
terus menerus berpegangan erat membuatnya merasa begitu.

185
Di tengah jalan dia bertemu dengan Jane dan Diana yang cepat-cepat kembali
ke kolam dalam keadaan nyaris jauh dari hiruk-pikuk. Mereka tak menemukan
seorangpun di Orchard Slope, Tuan. dan Nyonya. Barry sedang pergi. Di sini
Ruby Gillis tak tahan untuk histeris, dan ditinggalkan agar sedapat mungkin pulih
dari kehisterisannya, sementara Jane dan Diana berlari menerobos Hutan
Angker dan menyeberangi anak sungai menuju ke Green Gables. Disana
mereka juga tak mendapati siapa pun, karena Marilla telah pergi ke Carmody
dan Matthew sedang menyiapkan jerami di ladang belakang.

“Oh, Anne,” Diana terengah-engah, hampir memeluknya dan menangis karena


lega dan gembira, “oh, Anne—kami pikir—kau sudah—tenggelam—dan kami
merasa seperti pembunuh—karena telah memaksa—kau jadi—Elaine. Dan Ruby
sedang histeris—oh, Anne, bagimana kau bisa selamat?”

“Aku naik ke salah satu tiang pancang,” jelas Anne dengan lelahnya, “lalu Gilbert
Blythe datang dengan mengayuh dory Tuan. Andrews dan membawaku ke
darat.”

“Oh, Anne, betapa tampannya dia! Oh, itu sangat romantis!” kata Jane,
akhirnya bisa cukup bernapas setelah ucapannya. “Tentu kau akan bicara
dengannya setelah kejadian ini.”

“Tentu saja aku tak kan bicara,” jawab Anne cepat, dengan semangat lamanya
yang kembali dalam sekejap. “Dan aku kan pernah mau mendengar kata-kata
‘romantis’ lagi, Jane Andrews. Aku benar-benar menyesal kalian sudah sangat
ketakutan, kawan. Itu semua salahku. Aku merasa yakin telah dilahirkan di
bawah bintang sial. Semua yang kulakukan membuatku atau kawan-kawan
tercintaku mendapat masalah. Kita telah hancur dan kehilangan flat ayahmu,
Diana, dan aku punya firasat kita tak akan diijinkan berdayung di kolam lagi.”

Firasat Anne terbukti lebih dapat dipercaya daripada firasat yang mungkin suka
dilakukan. Di keluarga Barry dan Cuthbert terjadi kegemparan besar ketika
peristiwa sore itu terungkap.

“Apakah kau akan punya kesadaran, Anne?” erang Marilla.

“Oh, ya, kurasa aku akan sadar, Marilla,” jawab Anne optimis. Sebuah tangisan
yang betul-betul, yang memperturutkan kesunyian yang menyenangkan di loteng
timur, telah menenangkan saraf-sarafnya dan mengembalikannya ke
kegembiraannya yang biasa. “Kurasa kemungkinanku untuk menjadi bijaksana
sekarang lebih cerah dari sebelumnya.”

“Aku tak mengerti,” ujar Marilla.

186
“Well,” jelas Anne, “hari ini aku telah belajar sebuah pelajaran baru dan
berharga. Sejak aku datang ke Green Gables aku telah membuat banyak
kesalahan, dan setiap kesalahan telah membantu menyembuhkanku dari
beberapa kelemahan besar. Masalah bros batu baiduri menyembuhkanku dari
turut campur dengan sesuatu yang bukan milikku. Kesalahan Hutan Angker
menyembuhkanku dari membiarkan angan-anganku melantur. Kesalahan kue
obat gosok menyembuhkanku dari kecerobohan dalam memasak. Pewarnaan
rambutku menyembuhkanku dari sifat suka berlagak. Sekarang aku tak pernah
memikirkan rambut dan hidungku—setidaknya, sangat jarang. Dan kesalahan
hari ini akan menyembuhkanku dari bersikap terlalu romantis. Aku sudah
menyimpulkan tak ada gunanya mencoba untuk romantis di Avonlea. Itu
mungkin cukup mudah di Camelot yang bermenara ratusan tahun yang lalu, tapi
sekarang keromantisan tidak dihargai. Aku merasa benar-benar yakin kau akan
segera melihat perbaikan besar dalam diriku dalam hal ini,Marilla.”

“Aku yakin aku sangat berharap,” ujar Marilla skeptis.

Tapi Matthew, yang sedang duduk diam di pojok, meletakkan sebelah tangan di
bahu Anne ketika Marilla keluar.

“Jangan buang semua keromantisanmu, Anne,” bisiknya malu-malu, “sedikit


romatis adalah hal yang baik—tidak terlalu banyak, tentu saja—simpanlah
sedikit, Anne, simpanlah sedikit keromantisan itu.”

Bab XXIX – Suatu Masa dalam Kehidupan Anne

Anne meggiring sapi-sapi itu pulang dari padang rumput belakang melewati jalan
Lover’s Lane. Itu suatu malam di Bulan September dan semua celah dan tanah
terbuka di hutan dipenuhi dengan cahaya merah delima matahari terbenam.
Disana-sini jalanan tersirami dengan cahaya itu, tapi untuk sebagian besar
tempat sudah teduh di bawah pepohonan maple, dan tempat di bawah
pepohonan fir telah terisi dengan senja terang berwarna lembayung laksana
wine yang halus. Angin berhembus sekencang-kencangnya, dan tak ada musik
di dunia yang lebih indah daripada yang dibuat oleh angin pada pepohonan fir
malam pada malam hari.

Sapi-sapi itu berjalan menyusuri jalan dengan tenang, dan Anne mengikuti
mereka dengan melamun, mengulang keras-keras pertentangan bagian syair
dari MARMION—yang juga menjadi bagian dari pelajaran Bahasa Inggris
mereka musim dingin sebelumnya dan yang Miss Stacy paksakan untuk mereka
pelajari luar kepala—dan bersuka ria pada baris-barisnya yang padat dan
ketidakserasian dalam perumpamaannya. Ketika dia sampai pada baris

Para penombak yang keras kepala itu masih berhasil

187
Hutan mereka yang gelap dan tak dapat ditembus,

dia berhenti dalam kegembiraan untuk memejamkan matanya bahwa mungkin


lebih baik dia mengkhayalkan dirinya salah seorang dari kumpulan yang heroik
itu. Ketika dia membukanya lagi terlihat Diana datang melalui pintu gerbang yang
menuju ke lapangan keluarga Barry dan tampak sangat penting sampai-sampai
Anne menebak dengan cepat ada kabar yang akan disampaikan. Tapi dia tak
mau memperlihatkan rasa penasarannya yang menggebu-gebu.

“Bukankah malam ini persis seperti mimpi berwarna ungu, Diana? Itu
membuatku sangat senang bisa hidup. Di waktu pagi aku selalu berpikir pagi hari
adalah yang terbaik; tetapi ketika malam tiba kupikir malam masih lebih indah.”

“Ini malam yang sangat bagus, Anne,” ujar Diana, “tapi oh, aku punya kabar
yang seperti itu, Anne. Tebak. Kau boleh punya tiga tebakan.”

“Akhirnya Charlotte Gillis akan menikah di gereja dan Nyonya. Allan mau kita
yang menghiasi gereja,” jerit Anne.

“Bukan. Pacar Charlotte tak akan menyetujuinya, karena belum ada seorang pun
yang menikah di gereja, dan menurutnya itu akan tampak jauh lebih mirip
dengan upacara pemakaman. Ini terlalu hebat, karena itu akan sangat
menyenangkan. Tebak lagi.”

“Ibu Jane akan mengijinkannya mengadakan pesta ulang tahunnya?”

Diana menggelengkan kepalanya, mata hitamnya menari-nari karena suka cita.

“Aku tak bisa mengira apa itu,” sahut Anne putus asa, “kalau tidak itu adalah
Moody Spurgeon MacPherson melihat kau pulang dari pertemuan doa semalam.
Ya kan?”

“Kupikir tidak,” seru Diana marah. “mungkin aku tak akan menyombongkan diri
karenanya kalau pun dia melakukannya, makhluk yang mengerikan! Sudah
kuduga kau tak bisa menebaknya. Hari ini ibu menerima sepucuk surat dari Aunt
Josephine, dan Aunt Josephine mau kau dan aku pergi ke kota Hari Selasa
depan dan berhenti dengannya untuk melihat Pameran. Nah!”

“Oh, Diana,” bisik Anne, merasa perlu bersandar di sebuah pohon maple untuk
menopang, “apa kau serius? Tapi aku takut Marilla tak kan mengijinkanku pergi.
Dia akan bilang bahwa dia tak bisa mendukung keluyuran. Itulah yang
dikatakannya minggu lalu ketika Jane mengajakku pergi bersama mereka
dengan kereta kuda bertempat duduk-ganda ke konser American di Hotel White
Sands. Aku ingin pergi, tapi Marilla bilang sebaiknya aku tinggal di rumah
mempelajari pelajaranku dan begitu juga dengan Jane. Aku kecewa sekali,
Diana. Aku merasa sangat sedih sampai-sampai aku tak ingin berdoa ketika

188
akan tidur. Tapi aku menyesal karenanya dan bangun di tengah malam dan
berdoa.”

“Kuberitahu,” sahut Diana, “kita akan membujuk Ibu untuk memintanya pada
Marilla. Mungkin dengan begitu dia akan mengijinkanmu pergi; dan kalau dia
mengijinkan kita akan merasa sangat bahagia, Anne. Aku belum pernah pergi ke
sebuah Pameran, dan sangat menjengkelkan mendengar anak-anak lain bicara
tentang perjalanan mereka. Jane dan Ruby sudah dua kali, dan tahun ini mereka
akan pergi lagi.”

“Aku tak akan berpikir tentang itu sama sekali sampai aku tahu apa aku boleh
pergi atau tidak,” ujar Anne tegas. “Kalau aku memikirkannya dan kemudian
kecewa, itu akan lebih dari yang sanggup kutanggung. Tapi jika seandainya aku
benar-benar pergi Aku akan sangat gembira jasku akan siap saat itu juga.
Menurut Marilla aku tak memerlukan jas baru. Katanya jas lamaku akan cocok
sekali untuk musim dingin sekali lagi dan bahwa aku harus puas dengan memiliki
satu baju baru. Baju itu sangat cantik, Diana—biru laut dan dibuat dengan sangat
modis. Sekarang Marilla selalu membuat baju-bajuku dengan modis, karena
katanya dia tak bermaksud membuat Matthew pergi ke Nyonya. Lynde untuk
membuatnya. Aku sangat senang. Jauh lebih mudah menjadi baik kalau
pakaian-pakaianmu modis. Setidaknya, itu lebih mudah bagiku. Kurasa itu tak
banyak berbeda dengan orang yang pada dasarnya memang baik. Tapi Matthew
bilang aku harus punya sebuah jas baru, jadi Marilla membeli sehelai kain
tenunan dari sutra berwarna biru yang indah, dan itu dibuat oleh seorang
penjahit sungguhan di Carmody. Jas itu akan selesai Sabtu malam, dan aku
mencoba tidak membayangkan diriku berjalan di jalur antara tempat duduk di
gereja pada Hari Minggu dengan setelan baruku dan topi, karena aku takut tak
dibenarkan untuk membayangkan hal semacam itu. Tapi meskipun demikian
bayangan itu masuk begitu saja ke dalam pikiranku. Topiku sangat cantik.
Matthew membelikannya untukku pada hari saat kami berada di Carmody. Topi
itu salah satu dari topi-topi beludru mungil berwarna biru yang menjadi
kegemaran, dengan tali dan rumbai-rumbai merah. Topi barumu elegan, Diana,
dan sangat serasi. Ketika aku melihatmu masuk ke gereja Hari Minggu lalu
hatiku membengkak karena bangga memikirkan bahwa kau adalah teman yang
paling kusayangi. Apa menurutmu kita salah terlalu banyak memikirkan pakaian?
Marilla bilang itu berdosa. Tapi itu topik yang sangat menarik, kan?”

Marilla setuju untuk mengijinkan Anne pergi ke kota, dan sudah diatur bahwa
Tuan. Barry harus mengijinkan anak-anak itu menginap pada Hari Selasa
berikutnya. Berhubung Charlottetown jauhnya sepanjang 30 mil dan Tuan. Barry
ingin pergi dan pulang pada hari yang sama, maka harus berangkat pagi-pagi
sekali. Tapi Anne menganggap itu semua kegembiraan, dan telah bangun
sebelum matahari terbit pada pagi Selasa. Pandangan sekilas dari jendelanya
membuatnya yakin bahwa hari itu akan cerah, karena langit sebelah timur di
belakang pepohonan fir dari Hutan Angker semuanya seperti perak dan tak

189
berawan. Melalui celah pepohonan selarik cahaya bersinar di loteng barat di
Orchard Slope, sebuah tanda bahwa Diana juga sudah bangun.

Anne telah berpakaian saat Matthew menyalakan api dan telah menyiapkan
sarapan ketika Marilla turun, tapi di pihaknya sendiri merasa terlalu gembira
untuk makan. Setelah sarapan topi baru yang bergaya dan jaket dikenakan, dan
Anne berjalan cepat melintasi anak sungai dan menyusuri jalan melalui
pepohonan fir menuju ke Orchard Slope. Tuan. Barry dan Diana sedang
menunggunya, dan segera mereka sudah berada di jalan.

Itu perjalanan yang panjang, tapi Anne dan Diana menikmati setiap menit
darinya. Sangat menyenangkan bicara terus menerus sepanjang jalanan yang
lembab di awal pagi sinar matahari merah yang bergerak pelan melintasi ladang
yang telah dipanen. Udaranya segara dan kering, dan kabut asap-biru tipis
bergulung melewati lembah-lembah dan hanyut dari bebukitan. Terkadang jalan
itu melalui hutan di mana pepohonan maple mulai menggantung panji-panji
berwarna merah tua; terkadang jalan itu menyeberangi sungai di atas jembatan
sampai membuat tubuh Anne ngeri karena takut setengah-gembira yang sudah
tak asing lagi; terkadang jalan itu memutar sepanjang pantai pelabuhan dan
dilewati oleh sekelompok kecil gubuk untuk memancing yang berwarna kelabu-
cuaca; lagi-lagi jalan itu menaiki bukit dari mana tampak sapuan jauh dari garis
lengkung dataran tinggi atau langit biru-berkabut; tapi kemana pun jalan itu pergi
ada banyak daya tarik untuk dibahas. Saat itu hampir tengah hari ketika mereka
tiba di kota dan mengetahui jalan ke “Beechwood.” Itu merupakan rumah besar
yang benar-benar tua dan bagus, dipindahkan ke belakang dari jalan dalam
pengasingan pepohonan elm yang hijau dan pepohonan beech yang bercabang.
Miss Barry menemui mereka di pintu dengan mata hitam tajamnya yang
bersinar-sinar.

“Jadi akhirnya kau datang untuk menemuiku, kau gadis-Anne,” ujarnya. “Ya
ampun, nak, betapa sudah dewasanya kau! Kukatakan, kau lebih tinggi dariku.
Dan kau juga tampak jauh lebih baik dari yang dulu. Tapi aku berani bilang kau
tahu itu tanpa harus diberitahu.”

“Sebenarnya aku tak tahu,” sahut Anne berseri-seri. “Aku tahu aku tak terlalu
berbintik-bintik seperti dulu, jadi aku harus banyak bersyukur karenanya, tapi aku
sungguh tak berani berharap ada peningkatan lainnya. Aku sangat senang
menurutmu ada, Miss Barry.” Rumah Miss Barry dilengkapi dengan “keindahan
yang hebat,” seperti yang kemudian Anne ceritakan pada Marilla. Kedua gadis
kecil desa itu agak malu dengan keindahan ruang tamu di mana Miss Barry
meninggalkan mereka ketika dia akan memeriksa persiapan makan malam.

“Bukankah ini persis seperti istana?” bisik Diana. “Aku tak pernah masuk ke
rumah Aunt Josephine sebelumnya, dan aku tak tahu rumahnya sangat mewah.
Aku sungguh berharap Julia Bell bisa melihat ini—dia sungguh angkuh dengan
ruang tamu ibunya.”

190
“Karpet beledu,” desah Anne menikmati, “dan gorden sutra! Aku telah
mengimpikan hal-hal seperti ini, Diana. Tapi apa kau tahu bagaimana pun aku
tak yakin aku merasa nyaman dengan semua ini. Ada banyak sekali benda di
ruangan ini dan semuanya sangat bagus sampai-sampai tak ada kesempatan
untuk berkhayal. Itu suatu hiburan ketika kau miskin—ada banyak sekali hal
yang bisa kau khayalkan.”

Persinggahan mereka di kota adalah sesuatu yang Anne dan Diana nanti-
nantikan selama bertahun-tahun. Dari awal hingga akhir persinggahan itu penuh
dengan kegembiraan.

Pada Hari Rabu Miss Barry membawa mereka ke daerah Pameran dan
menahan mereka di sana seharian.

“Pameran itu bagus sekali,” cerita Anne pada Marilla kemudian. “Aku tak pernah
membayangkan sesuatu yang sangat menarik. Aku benar-benar tak tahu bagian
yang mana yang paling menarik. Kupikir aku paling suka kuda-kuda, bunga-
bunga dan pekerjaan jahitan indah. Josie Pye menjadi juara pertama dalam
merajut renda. Aku benar-benar senang dia jadi juara. Dan aku senang bahwa
aku merasa senang, karena itu menunjukkan aku mengalami peningkatan, ya
kan, Marilla, ketika aku bisa senang untuk keberhasilan Josie? Tuan. Harmon
Andrews menjadi juara kedua untuk apel Gravenstein dan Tuan. Bell juara
pertama untuk babi. Diana bilang menurutnya menggelikan bagi seorang
pengawas sekolah-Minggu menjadi juara untuk babi, tapi aku tak tahu kenapa.
Apa kau tahu? Katanya dia akan selalu memikirkan itu setelah ini ketika dia
berdoa dengan sungguh-sungguh. Clara Louise MacPherson mendapat hadiah
dalam melukis, dan Nyonya. Lynde menjadi juara pertama untuk mentega dan
keju buatan sendiri. Jadi Avonlea diwakili dengan cukup bagus, kan? Nyonya.
Lynde ada di sana hari itu, dan aku tak pernah tahu seberapa besar aku benar-
benar menyukainya sampai aku melihat wajahnya yang akrab di antara orang-
orang asing itu. Ada ribuan orang di sana, Marilla. Itu membuatku merasa
sungguh amat tak penting. Dan Miss Barry membawa kami ke tribune untuk
melihat pacuan kuda. Nyonya. Lynde tak mau pergi; katanya pacuan kuda itu hal
yang dibenci dan, dia adalah anggota jemaat gereja, berpikir itu tugasnya untuk
melarang dengan memberikan contoh yang baik dengan tidak menghadiri. Tapi
ada banyak sekali orang di sana aku tak yakin akan ada yang memperhatikan
ketidakhadiran Nyonya. Lynde. Walaupun, kupikir, aku tak harus sering pergi ke
pacuan kuda, karena pacuan kuda ITU sangat menarik. Diana menjadi sangat
heboh sampai-sampai dia mengajakku bertaruh sepuluh sen bahwa kuda merah
yang akan menang. Aku tak yakin kuda itu yang akan menang, tapi aku menolak
untuk bertaruh, karena aku ingin menceritakan semua hal pada Nyonya. Allan,
dan aku merasa yakin tak ada guna menceritakan itu padanya. Selalu salah
melakukan sesuatu yang tak bisa kau ceritakan pada istri pendeta. Sebagus
kesadaran tambahan untuk menjadikan istri pendeta sebagai temanmu. Dan aku
senang sekali aku tak bertaruh, karena kuda merah itu BENAR-BENAR menang,

191
dan aku akan kehilangan sepuluh sen. Jadi kau lihat bahwa kebaikan itu adalah
ganjarannya sendiri. Kami melihat seorang pria naik ke atas dalam sebuah
balon. Aku akan suka naik ke atas dalam balon, Marilla; itu akan sangat
menggetarkan hati; dan kami melihat seorang pria menjual peruntungan. Kau
membayarnya sepuluh sen lalu seekor burung kecil memilihkan peruntungan
untukmu. Miss Barry memberi Diana dan aku masing-masing sepuluh sen untuk
mengetahui peruntungan kami. Peruntunganku adalah bahwa aku akan menikah
dengan seorang pria berparas-gelap yang sangat kaya, dan aku akan pergi
menyeberangi perairan untuk bertempat tinggal. Aku melihat dengan hati-hati
pada semua pria berkulit gelap yang kulihat setelah itu, tapi aku tak terlalu
mempedulikan seorang pun di antara mereka, dan bagaimana pun juga kurasa
saat ini masih terlalu dini untuk berhati-hati terhadapnya. Oh, itu hari yang tak
kan-pernah-terlupakan, Marilla. Aku sangat kelelahan sampai tak bisa tidur
malamnya. Miss Barry menempatkan kami di kamar tamu, sesuai janji. Itu
sebuah kamar yang elegan, Marilla, tapi bagaimana pun juga tidur di kamar tamu
tak seperti yang pernah kubayangkan. Itu hal terburuk karena tumbuh dewasa,
dan aku mulai menyadarinya. Sesuatu yang sangat kau inginkan ketika kau kecil
tampak tak separuh pun sangat menakjubkan ketika kau mendapatkannya.”

Hari Kamis gadis-gadis itu pergi ke taman, dan pada malam harinya Miss Barry
membawa mereka ke sebuah konser di Academy of Music (Musik Akademi),
dimana seorang primadona yang terkenal akan bernyanyi. Bagi Anne malam itu
merupakan impian kegembiraan yang megah.

“Oh, Marilla, itu terlalu sulit untuk dilukiskan, aku sangat gembira bahkan sampai
tak bisa bicara, jadi mungkin kau tahu seperti apa rasanya. Aku hanya duduk
membisu karena terpesona. Madame Selitsky benar-benar sangat cantik, dan
mengenakan satin putih dan berlian. Tapi ketika dia mulai bernyanyi aku tak
pernah memikirkan hal lain. Oh, aku tak bisa kuungkapkan padamu bagaimana
rasanya. Tapi kelihatannya tak kan pernah sulit lagi bagiku untuk menjadi baik.
Aku merasa seperti berlari ketika aku memandangi bintang-bintang. Air mata
merebak di mataku, tapi, oh, sepertinya itu air mata kebahagiaan. Aku sangat
menyesal ketika semuanya usai, dan bilang pada Miss Barry aku tak tahu
bagaimana akan kembali ke kehidupan biasa lagi. Ia bilang menurutnya kalau
kami pergi ke restoran di seberang jalan dan makan es krim mungkin itu akan
membantu. Itu kedengaran sangat menjemukan; tapi yang membuatku terkejut
itu memang benar membantu. Es krim itu memang lezat, Marilla, dan sangat
menyenangkan dan boros duduk di sana makan es krim pada jam sebelas
malam. Diana bilang dia yakin dia dilahirkan untuk kehidupan kota. Miss Barry
tanya apa pendapatku, tapi kubilang aku harus memikirkannya dengan sangat
serius sebelum aku bisa mengatakan padanya apa sebenarnya yang kupikirkan.
Jadi aku memikirkannya setelah berada di tempat tidur. Itu merupakan kegiatan
untuk merencanakan berbagai hal. Dan aku sampai pada kseimpulan, Marilla,
bahwa aku tidak dilahirkan untuk kehidupan kota dan bahwa aku senang
karenanya. Sangat menyenangkan sekali-kali makan es krim di sebuah restoran
keren pada jam sebelas malam; tapi sebagai kegiatan tetap aku lebih suka

192
berada di loteng timur pada jam sebelas, tertidur nyenyak, tapi semacam
kepastian bahkan dalam tidurku bahwa bintang-bintang bersinar di luar dan
bahwa angin bertiup di sela pepohonan fir melintasi anak sungai. Aku bilang
begitu pada Miss Barry saat sarapan keesokan paginya dan ia tertawa. Miss
Barry memang biasa tertawa pada apa pun yang kukatakan, bahkan ketika aku
mengatakan sesuatu yang paling sungguh-sungguh. Kupikir aku tak menyukai
itu, Marilla, karena aku tidak sedang mencoba untuk melucu. Tapi ia wanita yang
paling ramah dan memperlakukan kami dengan meriah.”

Hari Jumat menyebabkan tibanya saat-pulang, dan Tuan. Barry tiba untuk
menjemput gadis-gadis itu.

“Well, kuharap kalian telah bersenang-senang,” ujar Miss Barry, ketika ia


mengucapkan selamat tinggal.

“Tentu kami telah bersenang-senang,” sahut Diana.

“Dan kau, gadis-Anne?”

“Aku menikmati setiap menit dari saat-saat itu,” sahut Anne, yang dengan
menurutkan kata hati merangkulkan tangannya ke leher wanita tua itu dan
menciumi pipinya yang keriput. Diana tak kan pernah berani melakukan hal
seperti itu dan merasa agak terperanjat dengan kebebasan Anne. Tapi Miss
Barry senang, dan ia berdiri di berandanya dan mengawasi kereta kuda itu
sampai hilang dari pandangan. Kemudian ia masuk kembali ke dalam rumah
besarnya dengan mendesah. Tampaknya sangat kesepian, karena tak ada jiwa-
jiwa muda yang bersemangat itu. Miss Barry adalah seorang wanita tua yang
agak egois, kalau kenyataan harus diungkapkan, dan tak pernah terlalu peduli
pada orang lain kecuali dirinya sendiri. Ia menghargai orang hanya karena
mereka dapat membantu atau menghiburnya. Anne telah menghiburnya, dan
karenanya dia sangat disayangi oleh wanita tua itu. Tapi Miss Barry merasa
dirinya lebih sedikit memikirkan cara bicara Anne yang menarik perhatian
daripada semangat tingginya yang segar, emosinya yang blak-blakan, caranya
memikat hati, dan manisnya mata dan bibirnya.

“Kupikir Marilla Cuthbert sangat tolol ketika kudengar dia mengadopsi seorang
anak perempuan dari sebuah panti asuhan,” katanya pada diri sendiri, “tapi
bagaimana pun juga kurasa dia tak terlalu keliru. Kalau aku punya seorang anak
seperti Anne di rumah setiap saat aku akan jadi wanita yang lebih baik dan lebih
bahagia.”

Anne dan Diana merasa perjalanan pulang sama menyenangkannya dengan


perjalanan pergi—sebenarnya, lebih menyenangkan, karena ada kesadaran
menggembirakan akan adanya rumah yang menanti di akhir perjalanan. Saat itu
matahari telah terbenam ketika mereka melewati White Sands dan berubah
menjadi jalanan pantai. Di seberangnya, bebukitan Avonlea menjadi gelap

193
kontras dengan langit yang berwarna kuning-jingga. Di belakangnya bulan mulai
muncul dari laut yang membuat seluruh sinar menjelma menjadi cahayanya.
Setiap teluk kecil di sepanjang jalan yang berliku merupakan keajaiban riak yang
menari. Gelombang-gelombang pecah dengan gemerisik lembut di atas batu
karang di bawahnya, dan ketajaman bau laut sedang sangat segar dan kuat.

“Oh, tapi menyenangkan bisa bergembira lalu pulang ke rumah,” ujar Anne.

Ketika dia menyeberangi jembatan kayu di atas anak sungai lampu dapur di
Green Gables mengedip ramah padanya sebagai tanda selamat datang kembali,
dan melalui pintu yang terbuka memancar api di perapian, mengirimkan
kehangatan pijar merahnya ke luar memintasi dinginnya malam musim gugur.
Anne berlari dengan riang gembira menaiki bukit dan masuk ke dapur, di mana
hidangan makan malam yang panas telah menunggu di meja.

“Jadi kau sudah kembali?” ujar Marilla, melipat rajutannya.

“Ya, dan oh, sangat menyenangkan bisa kembali,” ujar Anne bersuka cita. “aku
bisa mencium segala sesuatu, bahkan ke jam dinding. Marilla, ayam panggang!
Kau tak bermaksud untuk bilang kau memasakkannya untukku!”

“Ya, aku memang memasakkannya untukmu,” sahut Marilla. “Kupikir kau akan
lapar setelah perjalanan seperti itu dan butuh sesuatu yang benar-benar enak.
Bergegaslah dan bukalah mantelmu, lalu kita akan segera makan begitu
Matthew masuk. Kuakui, aku senang kau telah kembali. Di sini sangat sunyi-
senyap tanpamu, dan aku tak pernah menghabiskan empat hari yang lebih
lama.”

Setelah makan malam Anne duduk di depan api di antara Matthew dan Marilla,
dan memberikan laporan lengkap dari kunjungannya pada mereka.

“Aku mengalami waktu yang menyenangkan,” dia mengakhiri dengan gembira,


“dan aku merasa bahwa itu melambangkan suatu masa dalam kehidupanku.
Tapi yang terbaik dari itu semua adalah pulang ke rumah.”

Bab XXX – Disusunnya Kelas Queen

Marilla meletakkan rajutan di pangkuannya dan bersandar di kursinya. Matanya


kelelahan, dan samar-samar ia berpikir bahwa ia harus berusaha mengganti
kaca matanya saat berikutnya ia pergi ke kota, karena matanya sudah sangat
sering kelelahan karena telah berumur.

194
Saat itu nyaris gelap, karena waktu senja yang sempurna di Bulan November
telah sampai di Green Gables, dan satu-satunya cahaya di dapur datang dari
kobaran api merah yang menari-nari di kompor.

Anne melekuk gaya-Turki di karpet perapian, memandang ke dalam pijaran yang


penuh kegirangan itu dimana sinar matahari dari seratus musim panas telah
disaring dari kayu bakar pohon maple. Dia sedang membaca, tapi bukunya telah
jatuh ke lantai, dan sekarang dia bermimpi, dengan senyuman di bibirnya yang
terbuka. Puri-puri yang gemerlapan di Spanyol memperoleh bentuknya sendiri
karena kabut dan pelangi dalam khayalannya yang hidup; petualangan yang
menakjubkan dan memikat terjadi padanya di negeri awan—petualangan yang
selalu berakhir dengan jaya dan tak pernah melibatkan dirinya dalam masalah
seperti dalam kehidupannya yang sebenarnya itu.

Marilla menatapnya dengan kelembutan yang tak kan pernah sanggup


menampakkan dirinya dalam cahaya yang lebih terang daripada campuran
lembut dari kilauan api dan bayangan itu. Pelajaran dari sebuah cinta yang akan
memperlihatkan dirinya dengan mudah dalam kata-kata yang diucapkan dan
pandangan yang terbuka adalah satu hal yang tak pernah mampu dipelajari oleh
Marilla. Tapi dia telah belajar untuk mencintai gadis ramping, bermata abu-abu
ini dengan kasih sayang benar-benar lebih dalam dan lebih kuat dari sifatnya
yang sangat tidak suka menunjukkan perasaannya. Sebenarnya, cintanya
membuatnya takut menjadi terlalu memanjakan. Ia merasakan kegelisahan
bahwa agak berdosa sangat membulatkan tekad terhadap seorang manusia
seperti ia telah membulatkan tekadnya terhadap Anne, dan mungkin dia
melakukan semacam penebusan dosa yang tak disengaja untuk hal ini dengan
menjadi lebih tegas dan lebih kritis daripada bila gadis itu kurang disayanginya.
Pastinya Anne sendiri tak tahu betapa Marilla mencintainya. Terkadang dia
berpikir dengan sedih bahwa Marilla sangat sulit untuk dapat disenangkan
hatinya dan jelas-jelas kurang simpati dan pengertian.

Tapi dia selalu mengendalikan pikirannya dengan penuh celaan, mengingat apa
yang telah diberikannya kepada Marilla.

“Anne,” ujar Marilla kasar, “Miss Stacy ke sini tadi sore ketika kau berada di luar
rumah dengan Diana.”

Anne kembali dari dunianya yang lain dengan terkejut dan helaan napas
panjang.

“Benarkah? Oh, aku sangat menyesal tak berada di rumah. Kenapa kau tak
memanggilku, Marilla? Diana dan aku hanya di sekitar Hutan Angker. Sekarang
sangat menyenangkan berada di hutan. Semua makhluk-makhluk hutan yang
mungil—pepohonan paku, dedaunan satin dan crackerberry—telah kesemutan,
persis seolah seseorang telah menyembunyikan mereka sampai musim semi di
bawah selimut daun. Kupikir itu adalah peri abu-abu dengan syal pelangi yang

195
datang dengan berjinjit sepanjang malam terang bulan yang lalu dan
melakukannya. Walaupun, Diana tak kan bicara banyak tentang itu. Diana tak
pernah melupakan omelan ibunya padanya karena mengkhayalkan hantu di
Hutan Angker. Itu berefek sangat buruk pada imajinasi Diana. Itu
membinasakannya. Nyonya. Lynde bilang Myrtle Bell adalah makhluk terkutuk.
Aku tanya pada Ruby Gillis kenapa Myrtle dikutuk, dan Ruby bilang dia tebak itu
karena pemudanya tak setia kepadanya. Ruby Gillis tak memikirkan apa pun
kecuali para pemuda, dan semakin dia dewasa maka semakin parah. Tak
masalah para pemuda itu di tempatnya, tapi bukan untuk diseret ke dalam
semua hal, ya kan? Diana dan aku sedang merencanakan dengan sungguh-
sungguh untuk saling berjanji bahwa kami tak kan pernah menikah melainkan
jadi perawan tua yang manis dan hidup bersama selamanya. Walaupun Diana
belum benar-benar membulatkan tekadnya, karena menurutnya mungkin akan
lebih mulia menikahi seorang pria jahat, gagah, dan biadab lalu mengubahnya
menjadi lebih baik. Kau tahu, sekarang Diana dan aku banyak membicarakan
tentang tema-tema yang serius. Kami merasa jauh lebih dewasa dari
sebelumnya sampai tak cocok membicarakan masalah-masalah yang
kekanakan. Hampir berumur empat belas tahun merupakan hal yang serius,
Marilla. Miss Stacy membawa kami semua gadis-gadis yang sedang dalam
masa remaja turun ke anak sungai Rabu yang lalu, dan mengatakan itu pada
kami. Katanya kami tak boleh terlalu hati-hati apa kebiasaan yang telah kami
bentuk dan cita-cita apa yang telah kami capai pada masa remaja kami, karena
saat kami berusia dua puluh tahun sifat-sifat kami akan berkembang dan pondasi
itu dipersiapkan untuk seluruh kehidupan kami di masa yang akan datang. Dan
ia bilang kalau pondasinya rapuh kami tak kan pernah bisa membangun apa pun
yang benar-benar bermanfaat di atasnya. Diana dan aku membicarakan masalah
itu sepanjang jalan pulang dari sekolah. Kami merasa sangat sungguh-sungguh,
Marilla. Dan kami telah memutuskan akan mencoba untuk benar-benar sangat
berhati-hati, membentuk kebiasaan yang pantas dihormati, mempelajari semua
yang kami mampu dan menjadi sebijaksana mungkin, dengan begitu saat kami
berumur dua puluh tahun sifat-sifat kami akan berkembang dengan sepantasnya.
Sungguh sangat mengerikan membayangkan berusia dua puluh tahun, Marilla.
Kedengarannya sangat tua dan dewasa. Tapi kenapa Miss Stacy ke sini tadi
sore?”

“Itu yang mau kukatakan padamu, Anne, kalau saja kau memberiku kesempatan
untuk menyela. Dia membicarakanmu.”

“Tentangku?” Anne tampak agak takut. Kemudian wajahnya bersemu dan dia
berteriak:

“Oh, aku tahu apa yang dikatakannya. Aku bermaksud untuk memberitahumu,
Marilla, jujur aku sungguh-sungguh, tapi aku lupa. Miss Stacy memergokiku
sedang membaca Ben Hur di sekolah kemarin sore ketika seharusnya aku
sedang belajar sejarah Kanada. Jane Andrews yang meminjamkannya padaku.
Aku sedang membacanya pada jam makan malam, dan baru saja sampai pada

196
perlombaan kereta kuda perang ketika sekolah masuk. Aku benar-benar heboh
ingin mengetahui bagaimana akhirnya—meskipun aku merasa yakin Ben Hur
pasti menang, karena keadilannya akan tak puitis jika dia tak menang—jadi aku
membentangkan sejarah itu dalam keadaan terbuka di atas penutup mejaku dan
kemudian menyelipkan Ben Hur di antara meja dan lututku. Kau tahu, aku benar-
benar terlihat seolah sedang belajar sejarah Kanada, sementara selama ini aku
bersuka ria dengan Ben Hur. Aku sangat asyik dengan buku itu sampai aku tak
pernah tahu Miss Stacy datang berjalan di jalur tempat duduk sampai tiba-tiba
aku mendongak ke atas dan di sana Miss Stacy sedang menunduk menatapku,
sangat seperti-penuh celaan. Tak bisa kuungkapkan padamu betapa malunya
aku, Marilla, terutama ketika kudengar Josie Pye terkikik-kikik. Miss Stacy
membawa Ben Hur, tapi kemudian ia tak pernah berkata sepatah kata pun. Ia
menahanku pada waktu istirahat dan bicara denganku. Ia bilang aku sudah
sangat bersalah dalam dua hal. Pertama, aku sudah menghabiskan waktu yang
seharusnya kugunakan untuk belajar; dan kedua, aku telah memperdayai guruku
untuk mencoba terlihat sedang membaca sejarah ketika sebenarnya aku
membaca buku cerita. Aku tak pernah sadar sampai saat itu, Marilla, bahwa apa
yang telah kulakukan adalah suatu kebohongan. Aku shock. Aku menangis
sejadi-jadinya, dan minta Miss Stacy untuk memaafkanku dan aku tak kan
pernah melakukan hal seperti itu lagi; lalu aku berusaha melakukan penebusan
dosa dengan tak terlalu melihat Ben Hur selama seminggu penuh, bahkan tidak
untuk melihat bagaimana akhir dari perlombaan kereta kuda perang. Tapi Miss
Stacy bilang ia tak kan mewajibkannya, dan ia telah memaafkanku tanpa syarat.
Jadi bagaimana pun kupikir ia sangat tak baik pergi ke sini bertemu denganmu
untuk masalah itu.”

“Miss Stacy tak pernah menyinggung hal seperti itu padaku, Anne, dan hanya
rasa bersalahmu lah yang menjadi masalahmu. Kau tak berhak membawa buku
cerita ke sekolah. Bagaimana pun juga kau membaca terlalu banyak novel
sekarang. Ketika aku gadis aku tak diperbolehkan banyak melihat sebuah novel.”

“Oh, bagaimana bisa kau sebut Ben Hur sebuah novel sementara itu adalah
sebuah buku yang benar-benar sangat religi?” sanggah Anne. “Tentu saja buku
itu agak terlalu mengasyikkan sebagai bacaan yang tepat untuk Hari Minggu,
dan aku membacanya hanya pada hari-hari kerja. Dan sekarang aku tak pernah
membaca SATU buku PUN kalau tidak Miss Stacy atau Nyonya. Allan
berpendapat itu adalah buku yang tepat untuk dibaca seorang gadis berusia tiga
belas tiga per empat tahun. Miss Stacy menyuruhku berjanji begitu. Suatu hari ia
memergokiku sedang membaca sebuah buku berjudul, The Lurid Mystery of the
Haunted Hall (Misteri Menakutkan Sebuah Gedung Berhantu). Itu buku yang
dipinjamkan oleh Ruby Gillis untukku, dan, oh, Marilla, buku itu sangat menarik
dan menyeramkan. Buku itu membuat darah di pembuluh darahku membeku.
Tapi Miss Stacy bilang itu buku yang tolol sekali, tidak berfaedah, dan ia
memintaku untuk tidak lagi membaca buku itu atau yang sejenisnya. Aku tak
keberatan berjanji untuk tak lagi membaca buku yang seperti itu, tapi
MENDERITA SEKALI mengembalikan buku itu tanpa mengetahui bagaimana

197
akhirnya. Tapi rasa sayangku pada Miss Stacy menahan ujian itu dan aku
melakukannya. Itu sangat menakjubkan, Marilla, apa yang kau bisa lakukan
ketika kau benar-benar ingin sekali menyenangkan seseorang yang tertentu.”

“Well, kurasa aku akan menyalakan lampu dan mulai bekerja,” ujar Marilla.
“Kulihat kau sama sekali tak mau mendengar apa yang telah dikatakan Miss
Stacy. Kau lebih tertarik pada suara dari lidahmu sendiri daripada yang lain.”

“Oh, tentu saja, Marilla, aku sungguh mau mendengarnya,” jerit Anne menyesal.
“Aku tak kan bicara lagi—tak sepatah pun. Aku tahu aku bicara terlalu banyak,
tapi aku benar-benar sedang mencoba untuk mengatasinya, dan meskipun aku
bicara jauh terlalu banyak, namun kalau saja kau tahu berapa banyak hal yang
ingin kukatakan dan tidak, kau pasti akan mempercayainya. Please beritahu aku,
Marilla.”

“Well, Miss Stacy mau mengorganisir sebuah kelas di antara murid-muridnya


yang seudah lebih maju yang bermaksud belajar untuk ujian masuk ke kelas
Queen. Ia berniat memberi mereka pelajaran tambahan selama satu jam
sepulang sekolah. Dan ia datang untuk bertanya pada Matthew dan aku apa
kami akan mengijinkanmu bergabung di dalamnya. Pendapatmu sendiri
bagaimana, Anne? Apa kau mau ke kelas Queen dan dipandang sebagai
seorang guru?”

“Oh, Marilla!” Anne menegakkan lututnya dan menggenggam tangannya. “Telah


jadi impian hidupku—itu, selama enam bulan terakhir, sejak saat Ruby dan Jane
mulai membicarakan belajar untuk Penerimaan. Tapi aku tak mengatakan apa
pun tentang itu, karena kurasa itu akan percuma sama sekali. Aku akan suka
menjadi seorang guru. Tapi tidakkah itu akan sangat mahal? Tuan. Andrews
bilang ia menghabiskan biaya sebesar 150 dolar untuk menyelesaikan Prissy,
dan Prissy bukan orang bodoh dalam geometri.”

“Kurasa kau tak perlu mengkhawatirkan bagian dari masalah itu. Saat Matthew
dan aku mengambilmu untuk dididik kami telah memutuskan untuk melakukan
yang terbaik yang kami bisa untukmu dan memberimu pendidikan yang bagus.
Aku percaya pada gadis yang terbiasa mencari nafkahnya sendiri apakah
sesungguhnya dia perlu melakukannya atau tidak. Kau akan selalu punya rumah
di Green Gables selasa Matthew dan aku ada di sini, tapi tak ada yang tahu apa
yang akan terjadi di dunia yang tak pasti ini, dan memang sebaiknya itu
dipersiapkan. Jadi kau boleh bergabung dalam kelas Queen kalau kau mau,
Anne.”

“Oh, Marilla, terima kasih.” Anne melingkarkan tangannya di pinggang Marilla


dan memandangi wajahnya dengan sungguh-sungguh. “Aku amat sangat
berterima kasih padamu dan Matthew. Dan aku akan belajar sekeras yang aku
bisa dan melakukan yang paling terbaik untuk menjadi kebanggaanmu. Aku

198
memperingatkanmu untuk tak berharap banyak mengenai geometri, tapi kupikir
aku bisa bertahan dalam hal yang lain kalau aku bekerja keras.”

“Aku berani bilang kau akan maju dengan cukup baik. Miss Stacy bilang kau
cerdas dan rajin.” Tak pernah-pernah Marilla bilang pada Anne persis seperti apa
yang dikatakan oleh Miss Stacy tentangnya; hal itu pasti akan memanjakan sifat
berlagak. Kau tak perlu repot membunuh dirimu dengan keterlaluan dengan
buku-bukumu. Tak perlu terges-gesa. Kau belum akan siap untuk mencoba
Penerimaan selama satu setengah tahun. Tapi baik untuk mulai pada waktunya
dan mengerti dasar-dasar sepenuhnya, kata Miss Stacy.”

“Sekarang aku akan lebih mencurahkan perhatian pada pendidikanku,” ujar Anne
bahagia, “karena aku punya satu tujuan dalam hidup. Tuan. Allan bilang setiap
orang harus punya tujuan dalam hidup dan mengejarnya dengan sungguh-
sungguh. Hanya saja ia bilang pertama kita harus meyakinkan bahwa itu adalah
tujuan yang bermanfaat. Aku akan menyebutnya sebuah tujuan yang bermanfaat
untuk keinginan menjadi seorang guru seperti Miss Stacy, kau juga kan, Marilla?
Menurutku itu adalah profesi yang mulia sekali.”

Kelas Queen itu diorganisir pada waktu yang semestinya. Gilbert Blythe, Anne
Shirley, Ruby Gillis, Jane Andrews, Josie Pye, Charlie Sloane, dan Moody
Spurgeon MacPherson bergabung di dalamnya. Diana Barry tidak, karena orang
tuanya tak berniat mengirimnya ke kelas Queen. Kelihatannya ini benar-benar
merupakan malapetaka bagi Anne. Tak pernah, sejak malam di saat Minnie May
sakit batuk disertai asma, dia dan Diana terpisah dalam apa pun. Pada malam
ketika pertama kalinya kelas Queen tinggal di sekolah untuk pelajaran tambahan
dan Anne melihat Diana keluar perlahan dengan yang lain, untuk berjalan pulang
sendirian melewati Birch Path dan Violet Vale, itu semua kenangan yang bisa
menahannya tetap duduk dan tidak menuruti kata hati untuk berlari mengejar
sahabat karibnya. Sebuah gumpalan muncul di tenggorokannya, dan dia cepat-
cepat menarik diri ke belakang halaman grammar Latinnya yang terangkat untuk
menyembunyikan air mata di matana. Anne tak kan membiarkan Gilbert Blythe
atau Josie Pye melihat air mata itu.

“Tapi, oh, Marilla, aku benar-benar merasa bahwa aku telah merasakan getitnya
kematian, seperti yang dikatakan Tuan. Allan dalam khotbahnya hari Minggu
lalu, saat kulihat Diana keluar sendirian,” ujarnya malam itu dengan penuh
kesedihan. “Kupikir betapa menyenangkan jadinya kalau saja Diana ikut belajar
untuk Penerimaan juga. Tapi kita tak bisa membuat sesuatu sempurna di dunia
yang tak sempurna ini, seperti kata Nyonya. Lynde. Terkadang Nyonya. Lynde
bukanlah orang yang persis menyenangkan, tapi tak disangsikan ia mengatakan
sangat banyak hal yang benar sekali. Dan kupikir kelas Queen akan amat sangat
menarik. Jane dan Ruby baru akan belajar untuk jadi guru. Itulah puncak cita-cita
mereka. Ruby bilang dia hanya akan mengajar selama dua tahun setelah dia
selesai, dan kemudian dia berniat untuk menikah. Jane bilang dia akan
mengabdikan seluruh hidupnya untuk mengajar, dan tak kan pernah, tak kan

199
pernah menikah, karena kau digaji untuk mengajar, tapi seorang suami tak kan
membayar apa pun untukmu, dan berkata dengan marah jika kau minta bagian
dari telur dan uang mentega. Aku menduga Jane bicara berdasarkan
pengalaman yang menyedihkan, karena Nyonya. Lynde bilang ayahnya adalah
orang tua yang benar-benar aneh, dan lebih jahat daripada skimming kedua.
Josie Pye bilang dia baru akan pergi ke perguruan tinggi bidang pendidikan,
karena dia tak kan harus mendapat penghasilan sendiri; katanya tentu saja itu
berbeda dengan anak yatim yang hidup dengan derma—MEREKA harus
semangat. Moody Spurgeon akan menjadi seorang pendeta. Nyonya. Lynde
bilang dia tak bisa jadi sesuatu yang lain dengan nama seperti itu untuk
perbuatan yang sesuai. Kuharap ini bukan kenakalanku, Marilla, tapi sungguh
bayangan Moody Spurgeon menjadi seorang pendeta membuatku tertawa. Dia
anak laki-laki yang benar-benar tampak-lucu dengan wajah gemuk besar itu, dan
mata birunya yang kecil, dan telinganya yang menonjol seperti kepakan. Tapi
mungkin dia akan tampak lebih cerdik pandai ketika tumbuh dewasa. Charlie
Sloane bilang dia akan terjun ke politik dan menjadi anggota Parlemen, tapi kata
Nyonya. Lynde dia tak kan pernah sukses di bidang itu, karena keluarga Sloane
semuanya adalah orang-orang yang jujur, dan hanya bangsat yang berhasil
dalam politik sekarang ini.”

“Gilbert Blythe akan jadi apa?” tanya Marilla, melihat Anne sedang membuka
Caesar-nya.

“Kebetulan saja aku tak tahu apa cita-citanya dalam hidup—kalau pun dia
punya,” sahut Anne dengan menghina.

Ada persaingan terang-terangan di antara Gilbert dan Anne sekarang.


Sebelumnya persaingan itu lebih ke sebelah pihak, tapi tak diragukan lagi bahwa
Gilbert ditetapkan sebagai juara di kelas sebagaimana juga Anne. Dia adalah
musuh yang berjasa untuk diri Anne yang seperti baja. Anggota lain di kelas
diam-diam mengakui keunggulan mereka, dan tak pernah bermimpi untuk
bersaing dengan mereka.

Sejak hari di dekat kolam saat dia menolak mendengarkan permohonan


maafnya, Gilbert, menyediakan untuk yang tersebut tadi persaingan yang telah
ditetapkan, tak menunjukkan pengakuan apa pun akan adanya Anne Shirley. Dia
bicara dan bersenda gurau dengan gadis-gadis lain, saling bertukar buku dan
puzzle dengan mereka, membahas pelajaran dan rencana, terkadang berjalan
pulang dengan seseorang atau yang lain dari pertemuan doa atau Debating
Klub. Tapi Anne Shirley benar-benar dianggapnya tak ada, dan Anne tahu
bahwa tak menyenangkan dianggap tak ada. Sia-sia dia berkata pada dirinya
sendiri dengan menegakkan kepala bahwa dia tak peduli. Jauh di dalam hatinya
yang keras, hati kecil yang feminin dia tahu bahwa dia sungguh peduli, dan
bahwa jika dia punya kesempatan saat di Lake of Shining Waters lagi dia akan
menjawab dengan sangat berbeda. Tiba-tiba, seperti yang tampak, dan yang
diam-diam membuatnya cemas, dia menyadari bahwa kekesalannya dulu pada

200
Gilbert telah lenyap—lenyap tepat saat dia sangat membutuhkan tenaga yang
tak ada habisnya. Sia-sia dia mengingat kembali setiap kejadian dan emosi dari
peristiwa yang patut menjadi kenang-kenangan itu dan mencoba untuk
merasakan kemarahan dulu yang menyenangkan itu. Hari di dekat kolam itu
telah menjadi saksi kedipan terakhirnya yang tak tetap. Anne sadar bahwa dia
telah memaafkan dan melupakan tanpa menyadarinya. Tapi itu sudah terlambat.

Dan setidaknya tidak Gilbert atau pun yang lain, bahkan tidak juga Diana, akan
curiga betapa menyesalnya dia dan betapa dia sangat berharap dia tak begitu
sombong dan mengerikan! Dia memutuskan untuk “menyelubungi perasaannya
dalam kelupaan yang paling dalam,” dan boleh dibilang sekarang ini dia telah
melakukannya, dengan sangat sukses sampai Gilbert, yang boleh jadi tidak
begitu acuh-tak-acuh sama sekali seperti yang tampak, tak bisa menghibur
dirinya sendiri dengan keyakinan bahwa Anne merasakan cemoohannya yang
dimaksudkan untuk balas dendam. Satu-satunya hiburan jelek yang
dirasakannya adalah bahwa Anne mengejek Charlie Sloane, dengan tanpa belas
kasihan, terus menerus, dan tak sepantasnya.

Sebaliknya musim dingin berlalu dalam serentetan tugas yang menyenangkan


dan belajar. Bagi Anne hari-hari berlalu bagaikan manik-manik keemasan pada
kalung tahun. Dia bahagia, bergairah, tertarik; di sana ada pelajaran untuk
dipelajari dan penghargaan untuk diraih; buku yang menyenangkan untuk
dibaca, lagu-lagu baru untuk dilatih untuk paduan suara sekolah-Minggu; sore
Sabtu yang menyenangkan di rumah pendeta dengan Nyonya. Allan; dan
kemudian, nyaris sebelum Anne menyadarinya, musim semi telah tiba lagi di
Green Gables dan seluruh dunia berbunga sekali lagi.

Kemudian belajar menjadi agak sedikit menjemukan; kelas Queen, yang


tertinggal di sekolah sementara yang lain berpencar ke jalanan hijau, jalan pintas
hutan yang rindang dan jalanan kecil padang rumput, melihat keluar dari jendela
dengan murung dan mengetahui bahwa kata kerja Bahasa Latin dan latihan-
latihan Bahasa Prancis telah kehilangan semangat keras yang mereka miliki
pada bulan-bulan musim dingin yang segar dan kering. Bahkan Anne dan Gilbert
ketinggalan dan bertambah acuh tak acuh. Pengajar dan yang diajar sama saja
gembira ketika masa belajar telah usai dan hari-hari liburan yang menyenangkan
terbentang penuh harapan di depan mereka.

“Tapi kalian telah belajar dengan baik tahun yang lalu ini,” kata Miss Stacy pada
mereka pada malam terakhir, “dan kalian berhak mendapatkan liburan yang
menyenangkan, riang gembira. Milikilah waktu terbaik yang kalian bisa di dunia
luar-ruangan dan simpanlah kesehatan, kekuatan dan cita-cita dalam persediaan
yang memadai untuk membantu kalian di tahun berikutnya. Itu akan menjadi
pertarungan sengit, kalian tahu—tahun terakhir sebelum Penerimaan.”

“Apakah anda akan kembali tahun depan, Miss Stacy?” tanya Josie Pye.

201
Josie Pye tak pernah keberatan untuk bertanya; dalam hal ini semua murid lain
di kelas merasa berterima kasih padanya; tak seorang pun dari mereka akan
berani menanyakan itu pada Miss Stacy, tapi semuanya ingin, karena suatu
waktu ada rumor mengejutkan yang beredar bebas di sekolah bahwa Miss Stacy
tak akan kembali tahun depan—bahwa ia telah ditawarkan sebuah jabatan di
sekolah dasar daerahnya sendiri dan bermaksud untuk menerimanya. Kelas
Queen merasa tegang sekali menyimak jawaban darinya dengan menahan
napas.

“Ya, kurasa aku akan kembali,” sahut Miss Stacy. “aku berencana untuk beralih
ke sekolah lain, tapi aku telah memutuskan untuk kembali ke Avonlea. Terus
terang, aku bertambah semakin tertarik dengan murid-muridku di sini sampai aku
merasa tak dapat meninggalkan mereka. Jadi aku akan tetap di sini dan
membantu kalian.”

“Hore!” sahut Moody Spurgeon. Sebelumnya Moody Spurgeon tak pernah


terpengaruh oleh perasaannya, dan selama seminggu wajahnya bersemu
dengan tak enak setiap saat dia membayangkan hal itu.

“Oh, aku sangat senang,” ujar Anne, dengan mata berbinar. “Stacy sayang, akan
benar-benar mengerikan bila kau tak kembali. Aku tak yakin bisa sampai hati
melanjutkan pendidikanku sama sekali kalau guru lain yang datang ke sini.”

Ketika Anne sampai di rumah malam itu dia mengatur semua buku pelajarannya
dalam sebuah peti tua di loteng, menguncinya, dan melempar kunci itu ke dalam
kotak selimut.

“Aku bahkan tak akan melihat ke buku-buku pelajaranku saat liburan,” kata pada
Marilla. “Aku sudah belajar sekeras mungkin sepanjang masa belajar dan sudah
mempelajari geometri dengan rajin sampai aku tahu luar kepala setiap rumus
dalam buku pertama, bahkan ketika huruf-huruf NYA diganti. Aku benar-benar
jemu dengan semua hal yang masuk akal dan aku akan membiarkan imajinasiku
merajalela selama musim panas, Oh, kau tak perlu terkejut, Marilla. Aku hanya
akan membiarkannya merajalela dalam batasan yang logis. Tapi aku ingin
melewati waktu yang benar-benar menyenangkan dan gembira musim panas ini,
karena mungkin ini musim panas terakhir aku akan jadi seorang gadis kecil.
Nyonya. Lynde bilang bahwa kalau tahun depan aku tetap bertambah tinggi
seperti di tahun ini maka aku harus memakai rok yang lebih panjang. Katanya
aku benar-benar terus memanjang ke kaki dan mata. Dan saat aku memakai rok
yang lebih panjang aku akan merasa bahwa aku harus berbuat sesusai dengan
rok itu dan menjadi berwibawa sekali. Aku takut, kemudian itu tak kan cocok
untuk mempercayai peri-peri; jadi aku akan mempercayai mereka dengan
sepenuh hatiku musim panas ini. Kupikir kami akan mengalami liburan yang
sangat meriah. Ruby Gillis akan segera mengadakan pesta ulang tahun dan
bulan depan ada piknik sekolah-Minggu dan konser penginjil. Dan Nyonya. Barry
bilang bahwa suatu malam ia akan membawa Diana dan aku ke Hotel White

202
Sands dan makan malam di sana. Kau tahu, mereka makan malam di sana pada
malam hari. Jane Andrews berada di sana sekali musim panas yang lalu dan
katanya itu merupakan pemandangan yang mempesona melihat lampu-lampu
listrik, bunga-bunga dan semua tamu wanita dalam busana yang sangat cantik.
Jane bilang itu adalah pandangan sekilasnya yang pertama dalam kehidupan
golongan atas dan dia tak kan pernah melupakannya sampai hari kematiannya.”

Nyonya. Lynde datang keesokan sorenya untuk mengetahui kenapa Marilla tak
hadir di pertemuan The Aid pada Hari Kamis. Ketika Marilla tak hadir di
pertemuan The Aid orang-orang tahu ada sesuatu yang tidak beres di Green
Gables.

“Matthew mengalami rasa sakit pada jantungnya Hari Kamis,” jelas Marilla, “dan
aku merasa tak ingin meninggalkannya. Oh, ya, dia sudah sehat lagi sekarang,
tapi dia lebih sering sakit dari pada sebelumnya dan aku mencemaskannya.
Dokter bilang dia harus berhati-hati untuk menghindari kehebohan. Itu cukup
mudah, karena Matthew tak berusaha mencari kehebohan dengan cara apa pun
dan tak pernah berusaha melakukannya, tapi dia juga tak boleh melakukan
pekerjaan yang sangat berat dan sebaiknya kau beritahu Matthew untuk tidak
bernapas seperti untuk tidak bekerja. Kemari dan bukalah mantelmu, Rachel.
Kau akan tinggal sampai saatnya minum teh?”

“Well, melihatmu begitu mendesak, mungkin sebaiknya aku, tinggal,” ujar


Nyonya. Rachel, yang tak berniat sedikit pun untuk melakukan hal yang lain.

Nyonya. Rachel dan Marilla duduk dengan nyaman di ruang tamu sementara
Anne mengambilkan teh dan membuat biskuit panas yang cukup ringan dan
putih untuk tahan menghadapi bahkan kritikan Nyonya. Rachel.

“Kuakui Anne telah berubah menjadi seorang gadis yang benar-benar cerdas,”
aku Nyonya. Rachel, begitu Marilla menemaninya sampai ke ujung jalan saat
matahari terbenam. “Pasti dia merupakan bantuan besar bagimu.”

“Memang,” sahut Marilla, “dan sekarang dia benar-benar stabil dan dapat
diandalkan. Aku pernah takut dia tak kan dapat mengatasi ketololannya, tapi dia
telah mengatasinya dan sekarang aku tak akan takut mempercayainya dalam hal
apa pun.”

“Tak pernah terpikir olehku dia akan berubah dengan sangat baik hari pertama
aku di sini tiga tahun yang lalu itu,” ujar Nyonya. Rachel. “Tuhan, akankah aku
lupa kemarahannya itu! Ketika aku pulang malam itu aku bilang pada Thomas,
kubilang, ‘Catat kata-kataku, Thomas, Marilla Cuthbert akan hidup untuk
menyesali langkah yang diambilnya.’ Tapi aku salah dan aku benar-benar
senang karenanya. Aku tak termasuk orang-orang yang seperti itu, Marilla, yang
tak pernah bisa digerakkan hatinya untuk mengakui sepenuhnya bahwa mereka
telah membuat kesalahan. Tidak, aku tak pernah seperti itu, syukur pada Tuhan.

203
Aku sungguh telah salah menilai Anne, tapi itu bukannya tak mengherankan,
karena seorang penyihir anak-anak yang tak diharapkan, aneh, itulah, yang tak
pernah ada di dunia ini. Tak ada yang membuatnya tak berarti dengan peraturan
yang berhasil dengan anak-anak yang lain. Benar-benar menakjubkan
bagaimana dia berkembang lebih baik selama tiga tahun ini, kecuali khususnya
dalam penampilan. Dia akan jadi seorang gadis yang benar-benar cantik,
meskipun aku tak bisa bilang aku sangat suka pada gayaku sendiri yang pucat
dan bermata-besar itu. Aku suka lebih semangat dan berwarna, seperti Diana
Barry dan Ruby Gillis. Penampilan Ruby Gillis benar-benar mengesankan. Tapi
bagaimana pun juga—aku tak mengerti bagaimana tapi saat Anne bersama-
sama mereka, meskipun dia tak separuhnya cantik, dia membuat mereka
tampak agak biasa dan berlebihan—sesuatu seperti mereka bunga lily June
berwarna putih dia sebut bunga bakung berdampingan dengan peony merah dan
besar, itulah dia.”

Bab XXXI – Tempat Anak Sungai dan Sungai Bertemu

Anne melewati musim panasnya yang “bagus” dan menikmatinya dengan


sepenuh hati. Dia dan Diana hampir tinggal di luar rumah, bersuka ria dengan
semua kegembiraan yang ada di Lover’s Lane, Dryad’s Bubble, Willowmere dan
Victoria Island. Marilla tak keberatan dengan tingkah Anne yang seperti gipsi.
Dokter dari Spencervale yang datang pada malam Minnie May menderita batuk
disertai asma bertemu dengan Anne di rumah seorang pasien pada suatu sore di
awal liburan, memandanginya dengan tajam, merubah bentuk mulutnya,
menggelengkan kepalanya, dan mengirimkan sebuah pesan untuk Marilla
Cuthbert melalui orang lain. Isinya adalah:

“Biarkan gadis berambut-merah mu itu tetap di ruangan terbuka sepanjang


musim panas dan jangan biarkan dia membaca buku sampai dia mendapat
loncatan yang lebih dalam tindakannya.”

Pesan ini membuat Marilla sangat takut. Ia membaca jaminan kematian Anne
dengan melihat surat itu dan kalau surat itu tak dituruti dengan cermat. Hasilnya,
Anne mengalami musim panas yang sangat menyenangkan dalam hidupnya
selama adanya kebebasan dan kegembiraan. Dia berjalan, berdayung, memetik
berry, dan berkhayal sepuas-puasnya; dan ketika Bulan September tiba matanya
menjadi cemerlang dan siap siaga, dengan sebuah langkah yang akan bisa
memuaskan dokter dari Spencervale dan hati yang penuh dengan cita-cita dan
semangat sekali lagi.

“Aku benar-benar merasa seperti belajar dengan kekuatan penuh,” ujarnya


begitu dia membawa turun buku-bukunya dari loteng. “Oh, kau teman lama yang
baik, aku senang melihat mukamu yang jujur sekali lagi—ya, kau pun, geometri.

204
Aku mengalami musim panas yang benar-benar indah, Marilla, dan sekarang
aku gembira laksana pria kuat yang akan mengikuti perlombaan, seperti kata
Tuan. Allan Hari Minggu yang lalu. Tidakkah Tuan. Allan memberikan khotbah
yang luar biasa bagus? Nyonya. Lynde bilang setiap hari kemampuannya
semakin meningkat dan hal pertama yang kami ketahui satu gereja kota akan
langsung mempekerjakannya dan kemudian kita akan ditinggalkan dan harus
mulai bekerja untuk melatih pengkhotbah yang belum berpengalaman. Tapi aku
tak melihat gunanya menemui kesulitan di tengah jalan, apa kau melihatnya,
Marilla? Kupikir lebih baik kita nikmati saja Tuan. Allan selagi kita masih
memilikinya. Kalau aku seorang pria kupikir aku akan jadi pendeta. Mereka bisa
punya pengaruh untuk kebajikan, kalau ilmu keagamaan mereka masuk akal;
dan pasti menggetarkan hati saat memberikan khotbah yang bagus dan
menggerakkan hati para pendengarmu. Kenapa wanita tak boleh jadi pendeta,
Marilla? Aku menanyakan itu pada Nyonya. Lynde lalu ia shock dan bilang itu
akan jadi hal yang keji. Katanya mungkin di States ada pendeta perempuan dan
ia yakin ada, tapi syukur pada Tuhan kita tak sampai pada tahap itu di Canada
dan ia berharap kita tak pernah akan. Tapi aku tak mengerti kenapa. Kupikir
wanita bisa jadi pendeta yang bagus. Ketika harus mempersiapkan pertemuan
ramah tamah atau jamuan teh di gereja atau apa pun yang lain untuk
mengumpulkan uang wanita harus mulai bekerja dan melakukan pekerjaan itu.
Aku yakin Nyonya. Lynde bisa berdoa benar-benar sebagus Pengawas Bell dan
aku tak ragu ia juga bisa berkhotbah dengan sedikit latihan.”

“Ya, aku yakin ia mampu,” ujar Marilla acuh tak acuh. “Ia banyak memberikan
khotbah tak resmi sebagaimana adanya. Tak ada seorang punya banyak
kesempatan berbuat salah di Avonlea dengan adanya Rachel yang mengawasi
mereka.”

“Marilla,” ujar Anne dengan ledakan kepercayaan diri, “aku mau memberitahu
sesuatu padamu dan bertanya apa pendapatmu. Itu telah membuatku sangat
khawatir—pada sore Sabtu, itulah, ketika aku khusus memikirkan masalah
tertentu. Aku sungguh ingin menjadi baik; dan saat aku bersamamu atau
Nyonya. Allan atau Miss Stacy aku menginginkannya lebih dari sebelumnya dan
aku ingin melakukan persis apa yang bisa membuat kalian senang dan apa yang
akan kalian setujui. Tapi seringnya saat aku dengan Nyonya. Lynde aku merasa
benar-benar sangat jahat dan seolah aku ingin pergi dan melakukan hal yang
memang dikatakannya tak seharusnya kulakukan. Aku merasakan godaan yang
tak tertahankan untuk melakukannya. Nah, menurutmu apa sebabnya aku
merasa seperti itu? Apa menurutmu itu karena aku benar-benar buruk dan tak
mungkin berubah?”

Marilla tampak ragu sejenak. Kemudian ia tertawa.

“Kalau kau memang seperti itu kurasa aku juga, Anne, karena Rachel sering
sangat berpengaruh seperti itu atasku. Terkadang kupikir dia akan punya
pengaruh lebih untuk kebajikan, seperti katamu sendiri, kalau dia tak tak melulu

205
mengomeli orang untuk melakukan hal yang benar. Seharusnya ada firman
khusus yang melarang omelan. Tapi sudahlah, aku seharusnya tak bicara seperti
itu. Rachel adalah seorang wanita Kristen yang baik dan dia bermaksud baik.
Tak ada orang yang lebih baik di Avonlea dan dia tak pernah melalaikan bagian
dari pekerjaanya.”

“Aku sangat senang kau merasakan hal yang sama,” ujar Anne dengan jelas. “Itu
sangat membesarkan hati. Aku tak akan terlalu mengkhawatirkannya setelah ini.
Tapi aku berani katakan akan ada hal-hal lain yang membuatku cemas. Mereka
timbul baru setiap saat—kau tahu, hal-hal yang membingungkanmu. Kau
menjawab satu pertanyaan lalu muncul pertanyaan lain langsung setelahnya.
Ada banyak hal yang harus dipikirkan dan diputuskan saat kau mulai tumbuh
dewasa. Itu membuatku selalu sibuk karena memikirkannya setiap saat dan
memutuskan mana yang benar. Tumbuh dewasa merupakan hal yang serius, ya
kan, Marilla? Tapi ketika aku punya teman yang benar-benar baik sepertimu,
Matthew, Nyonya. Allan, dan Miss Stacy aku harus berhasil tumbuh dewasa, dan
aku yakin kalau tidak berhasil maka itu salah ku sendiri. Aku merasa itu sebuah
tanggung jawab besar karena aku hanya punya satu-satunya kesempatan. Kalau
aku tak bisa tumbuh dewasa dengan benar aku tak bisa kembali dan
memulainya lagi. Musim panas ini aku sudah tumbuh dua inci, Marilla. Aku
sangat senang kau membuat baju-baju baruku lebih panjang. Baju yang
berwarna hijau-gelap sangat bagus dan kau sungguh baik hati dengan
menambah lipatan pada baju itu. Tentu saja aku tahu itu tak benar-benar perlu,
tapi lipatan sangat bergaya musim gugur ini dan Josie Pye punya lipatan pada
semua bajunya. Aku tahu aku akan dapat belajar dengan lebih baik karena baju-
bajuku. Jauh di dalam pikiranku aku akan merasa benar-benar nyaman
mengenai lipatan itu.”

“Perlu sesuatu untuk mendapatkan itu,” aku Marilla.

Miss Stacy kembali ke sekolah Avonlea dan mendapati semua muridnya


bergairah untuk berusaha sekali lagi. Terutama kelas Queen benar-benar
bersiap sedia untuk kehebohan itu, karena di akhir tahun yang akan datang,
telah membayangi dengan suram jalan kecil mereka, mengancam hal yang
menentukan itu yang dikenal dengan “Penerimaan,” pada pikiran yang
semuanya merasa hilanglah semangat mereka masuk ke dalam sepatu.
Andaikata mereka tak lulus! Pikiran itu pasti menghantui Anne melewati waktu-
waktu bangunnya pada musim dingin itu, sampai dengan sore-sore Minggu,
hingga hampir semua mengenyampingkan masalah-masalah moral dan
ketuhanan. Ketika Anne mengalami mimpi buruk dia mendapati dirinya menatap
dengan sedih pada daftar kelulusan ujian Penerimaan, dimana nama Gilbert
Blythe disanjung di tempat teratas dan di dalamnya namanya tak nampak sama
sekali.

Tapi itu adalah musim dingin cepat-berlalu yang menyenangkan, ramai,


membahagiakan. Tugas sekolah sama menariknya, persaingan kelas sama

206
mengasyikkannya, seperti dahulu kala. Dunia baru pemikiran, perasaan, dan
cita-cita, bidang baru dan sangat menarik dari pengetahuan yang belum
terselidiki tampak terbuka di depan mata Anne yang bergairah.

“Bebukitan tampak melalui bukit dan Pegunungan Alpen demi


Pengunungan Alpen muncul.”

Kebanyakan dari ini semua karena bimbingan Miss Stacy yang arif, teliti, dan
berwawasan luas. Ia memimpin murid-muridnya untuk berpikir, meneliti,
menemukan diri mereka sendiri dan mendorong untuk menyimpang dari jalan
lama yang banyak ditempuh sampai pada tingkat yang membuat Nyonya. Lynde
dan para pengawas sekolah benar-benar shock, yang memandang dengan
agak ragu semua inovasi pada metode yang telah ditetapkan.

Selain daripada pendidikannya Anne berkembang secara sosial, karena Marilla,


yang sadar akan ucapan dokter dari Spencervale, tak lagi memveto tamasya
yang sekali-sekali. Debating Club berkembang dengan baik dan mengadakan
beberapa konser; di sana ada satu atau dua kelompok hampir di ambang
kedewasaan; di sana ada perjalanan dengan pengeretan dan senda gurau
permainan skats yang berlimpah.

Sekali-sekalinya Anne tumbuh, tumbuh dengan sangat cepat sampai-sampai


suatu hari Marilla terheran-heran, saat mereka berdiri bersisian, mendapati gadis
itu lebih tinggi daripada dirinya sendiri.

“Ya ampun, Anne, kau sudah sangat besar!” ujarnya, hampir tak percaya.
Sebuah desahan mengikuti ucapan itu. Marilla merasakan penyesalan aneh
karena Anne bertambah tinggi. Anak yang ia belajar cintai bagaimana pun juga
telah hilang dan yang ada seorang gadis tinggi lima belasan tahun bermata-
serius, dengan dahi mencerminkan kebijaksanaan dan kepala kecil yang dengan
bangga bersikap tenang, di tempatnya. Marilla mencintai gadis itu sebesar ia
telah mencintai anak itu, tapi ia sadar akan rasa kehilangan yang aneh dan
menyedihkan. Dan malam itu, saat Anne telah pergi ke pertemuan doa dengan
Diana, Marilla duduk sendirian di waktu senja musim dingin dan memperturutkan
hatinya dalam kelemahan sebuah tangisan. Matthew, yang masuk dengan
sebuah lentera, memergokinya seperti itu dan menatapnya dengan ketakutan
yang luar biasa sampai-sampai Marilla harus tertawa di sela tangisannya.

“Tadi aku sedang memikirkan Anne,” terangnya. “Dia sudah jadi seorang gadis
dewasa—dan mungkin dia akan pergi dari kita musim dingin yang akan datang.
Aku akan sangat merindukannya.”

“Dia akan bisa sering pulang,” hibur Matthew, yang baginya Anne masih dan
selalu jadi gadis kecil bersemangat yang telah dibawanya pulang dari Bright

207
River pada malam Bulan Juni itu empat tahun yang lalu. “Pada saat itu jalan
kereta api akan dibuat bercabang ke Carmody.”

“Itu tak sama halnya seperti ada dia di sini setiap saat,” desah Marilla murung,
bertekad menikmati kemewahan dukacitanya yang tak terhibur. “Tapi sudahlah—
pria tak bisa pahami situasi ini!”

Ada perubahan lain dalam diri Anne yang tak kurang nyata daripada perubahan
fisik. Karena satu hal, dia jadi jauh lebih diam. Mungkin dia makin banyak
berpikir dan berkhayal sebanyak sebelumnya, tapi pastinya dia tak banyak
bicara. Marilla juga mengetahui dan mengomentarinya.

“Kau tak berceloteh separuh banyak dari yang biasanya, Anne, tak juga
menggunakan separuh banyak kata-kata bualan. Apa yang telah terjadi
padamu?”

Anne tersipu dan tertawa sedikit, begitu dia meletakkan bukunya dan termenung
melihat keluar jendela, dimana kuncup-kuncup merah besar berisi keluar tumbuh
menjalar sebagai reaksi terhadap bujukan sinar matahari musim semi.

“Aku tak tahu—aku tak ingin bicara sebanyak itu,” sahutnya, sembari
melekukkan dagunya penuh pikiran dengan jari telunjuknya. “Lebih enak
memikirkan gagasan cantik dan berharga lalu menyimpannya dalam hati
seseorang, seperti barang berharga. Aku tak suka gagasan-gagasan itu
ditertawakan atau pun dikhawatirkan. Dan bagaimana pun juga aku tak mau lagi
membual. Nyaris disayangkan, kan, sesudah aku benar-benar cukup dewasa
untuk mengatakannya kalau aku sungguh ingin mengatakannya. Dalam
beberapa hal menyenangkan menjadi hampir dewasa, tapi itu bukan jenis
kesenangan yang kuharapkan, Marilla. Banyak sekali yang harus dipelajari,
dilakukan dan dipikirkan sampai-sampai tak ada waktu untuk membual. Lagipula,
Miss Stacy bilang kata-kata singkat lebih baik dan kuat. Ia menyuruh kami
menulis semua essai kami sesederhana mungkin. Awalnya itu sulit. Aku telah
terbiasa menggunakan sangat banyak kata-kata besar bagus yang terpikir
olehku—dan aku memikirkan sangat banyak kata-kata besar. Tapi sekarang aku
telah terbiasa dengan itu dan kulihat itu jauh lebih baik.”

“Apa yang terjadi dengan klub cerita kalian? Sudah lama aku tak mendengar kau
membicarakannya.”

“Klub cerita tak ada lagi. Kami tak punya waktu untuk itu—dan bagaimana pun
juga menurutku kami sudah jemu dengan itu.Tindakan bodoh mengarang
tentang percintaan, pembunuhan, pelarian dan misteri. Terkadang Miss Stacy
menyuruh kami menulis sebuah cerita sebagai latihan dalam mengarang, tapi ia
tak akan membiarkan kami menulis apa pun selain apa yang mungkin terjadi di
Avonlea dalam kehidupan kami, dan ia membahasnya dengan tajam dan
menyuruh kami juga membahas punya kami. Aku tak pernah menyangka

208
karanganku punya banyak sekali kesalahan sampai aku sendiri yang mulai
mencarinya. Aku merasa sangat malu dan ingin menyerah sama sekali, tapi Miss
Stacy bilang aku bisa belajar untuk mengarang dengan bagus kalau saja aku
melatih diriku menjadi pengeritik paling pedas bagi diri sendiri. Jadi aku
mencobanya.”

“Kau hanya punya waktu dua bulan sebelum Penerimaan,” ujar Marilla. “Apa
menurutmu kau akan mampu untuk lulus?”

Anne gemetar.

“Aku tak tahu. Terkadang kupikir aku akan baik-baik saja—dan kemudian aku
jadi amat sangat takut. Kami sudah belajar susah payah dan Miss Stacy sudah
melatih kami dengan cermat, tapi bisa jadi kami tak lulus karena itu semua.
Masing-masing kami punya penghalang. Penghalangku tentu saja geometri,
penghalang Jane Bahasa Latin, penghalang Ruby dan Charlie aljabar, dan
penghalang Josie adalah ilmu hitung. Moody Spurgeon bilang dia merasa yakin
akan gagal dalam sejarah Inggris. Miss Stacy akan mengadakan ujian untuk
kami di Bulan Juni persis sesulit yang akan kami dapatkan pada Penerimaan dan
menilai kami dengan sangat keras, jadi kami akan punya suatu gambaran. Aku
berharap itu semua sudah berakhir, Marilla. Hal itu menghantuiku. Terkadang
aku bangun pada malam hari dan bertanya-tanya dalam hati apa yang akan
kulakukan jika aku tak lulus.”

“Ah, pergi ke sekolah tahun depan dan coba lagi,” ujar Marilla tak ambil pusing.

“Oh, aku tak yakin akan sampai hati untuk itu. Tak lulus akan sangat memalukan,
terutama kalau Gil—kalau yang lainnya lulus. Dan aku menjadi sangat gugup
dalam sebuah ujian sampai-sampai mungkin aku akan mengacaukannya. Aku
berharap punya saraf seperti Jane Andrews. Tak ada yang membuatnya
bingung.”

Anne mendesah dan, sembari mengalihkan pandangannya dari keterpesonaan


akan dunia musim semi, hari yang mengisyaratkan dengan warna biru dan angin
sepoi-sepoi, tumbuhan-tumbuhan hijau di kebun yang sedang bersemi,
menenggelamkan diri dalam bukunya dengan tabah. Akan ada musim semi yang
lain, tapi kalau dia tak berhasil lulus Penerimaan, Anne merasa yakin bahwa dia
tak akan pernah cukup pulih untuk menikmatinya.

Bab XXXII – Daftar Kelulusan Keluar

Dengan berakhirnya Bulan Juni tibalah masa belajar dan peraturan Miss Stacy
yang sudah begitu dekat di sekolah Avonlea. Malam itu Anne dan Diana berjalan
pulang dengan merasa sungguh sangat tenang. Mata merah dan saputangan

209
lembab memberi kesaksian yang meyakinkan terhadap kenyataan bahwa kata-
kata perpisahan Miss Stacy pastilah benar-benar menyentuh perasaan seperti
juga kata-kata Tuan. Phillips pada situasi yang sama tiga tahun yang lalu. Diana
menoleh ke belakang ke gedung sekolah dari kaki bukit pohon spruce lalu
mendesah dalam.

“Tak tampak kalau itu adalah akhir dari segalanya, kan?” ujarnya dengan sedih.

“Seharusnya kau tak merasa separuh buruk dari yang kurasakan,” sahut Anne,
yang sia-sia mencari bagian kering di saputangannya. “Kau akan kembali lagi
musim dingin yang akan datang, tapi kurasa aku telah meninggalkan sekolah
lama tersayang selamanya—itulah, kalau aku beruntung.”

“Itu sedikitpun tak akan sama. Miss Stacy tak akan ada di sana, mungkin tidak
juga kau atau Jane atau Ruby. Aku harus duduk sendirian saja, karena aku tak
kan sanggup punya teman sebangku lain setelahmu. Oh, kita telah mengalami
waktu-waktu yang menggembirakan, ya kan, Anne? Sangat mengerikan
membayangkan itu akan berakhir.”

Dua airmata besar mengalir melalui hidung Diana.

“Kalau kau mau berhenti menangis aku bisa,” ujar Anne dengan memohon.
“Segera setelah aku menyimpan saputanganku aku melihatmu bersimbah
airmata dan itu akan membuatku mulai menangis lagi. Seperti kata Nyonya.
Lynde, ‘Kalau kau tak bisa gembira, maka gembiralah semampumu.’ Bagaimana
pun juga, aku berani katakan aku akan kembali tahun depan. Ini salah satu
waktu AKU SADAR aku tak akan lulus. Saat-saat itu semakin sering
menggelisahkan.”

“Ah, kau berakhir dengan baik pada ujian yang diberikan Miss Stacy.”

“Ya, tapi ujian-ujian itu tak membuatku gugup. Saat aku memikirkan ujian yang
sebenarnya tak bisa kau bayangkan bagaimana mengerikannya aku merasakan
debaran jantungku. Dan kemudian nomorku adalah tiga belas dan Josie Pye
bilang angka itu sangat sial. Aku TAK percaya takhyul dan aku tahu itu tak bisa
membuat perubahan. Tapi tetap saja aku berharap nomorku bukan tiga belas.”

“Aku sungguh berharap masuk denganmu,” sahut Diana. “Tidakkah kita akan
mengalami saat yang benar-benar elegan? Tapi kurasa malam-malam kau akan
harus belajar dengan tergesa.”

“Tidak; Miss Stacy telah menyuruh kami berjanji untuk tidak membuka buku
sama sekali. Katanya itu hanya akan melelahkan dan membingungkan kami dan
kami akan berjalan-jalan keluar dan tak memikirkan ujian sama sekali lalu tidur di
awal waktu. Itu nasehat yang bagus, tapi kuduga itu akan sulit untuk diikuti;
menurutku, mungkin nasehat yang bagus. Prissy Andrews bilang padaku dia

210
berjaga separuh malam setiap malam pada minggu Penerimaannya dan belajar
tergesa untuk jiwa tercinta; dan aku telah memutuskan untuk berjaga
SETIDAKNYA selama yang dilakukannya. Aunt Josephine mu sangat baik
mengajakku tinggal di Beechwood selama aku di kota.”

“Kau akan menulis surat untukku surat selama kau berada di sana, kan?”

“Aku akan menulis surat pada Selasa malam dan memberitahumu bagaimana
hari pertama berjalan,” janji Anne.

“Aku akan mendatangi kantor pos Hari Rabu,” janji Diana.

Senin berikutnya Anne pergi ke kota dan pada Hari Rabu Diana mendatangi
kantor pos, seperti yang telah disepakati, dan mengambil suratnya.

“Diana tersayang” [tulis Anne],

“Ini Selasa malam dan aku menulis ini di pustaka di Beechwood. Tadi malam aku
benar-benar sangat kesepian sendirian saja di kamarku dan sangat berharap
banyak kau ada bersamaku. Aku tak bisa “belajar dengan tergesa” karena aku
telah berjanji pada Miss Stacy untuk tak melakukannya, tapi sama sulitnya
menahan diri untuk tak membuka pelajaran sejarahku dengan yang pernah
terjadi menahan diri untuk tak membaca cerita sebelum pelajaran dimulai.

“Tadi pagi Miss Stacy menghampiriku dan kami pergi ke Akademi, mengajak
serta Jane, Ruby, dan Josie. Ruby memintaku meraba tangannya dan tangan itu
sedingin es. Josie bilang aku tampak seolah aku tak tidur sekejap pun dan dia
tak yakin aku cukup kuat untuk bertahan mendengarkan pelajaran berat dan
membosankan yang ajarkan oleh guru sekalipun aku benar-benar lulus. Bahkan
masih ada waktu-waktu dan masa-masa saat aku tak merasa bahwa aku telah
membuat kemajuan besar untuk belajar menyukai Josie Pye!

“Ketika kami tiba di Akademi sudah ada nilai para siswa di sana dari seluruh
pelosok pulau. Orang pertama yang kami lihat adalah Moody Spurgeon yang
sedang duduk di tangga dan komat-kamit sendirian. Jane bertanya padanya apa
yang sedang dilakukannya dan dia bilang dia sedang mengulang tabel perkalian
berkali-kali untuk menstabilkan saraf-sarafnya dan demi Tuhan untuk tak
menyelanya, karena kalau dia berhenti sejenak dia akan ketakutan dan lupa
akan semua yang diketahuinya, tapi tabel perkalian itu benar-benar
menunjukkan kenyataan ini pada bagian yang tepat!

“Ketika kami disuruh ke ruangan kami Miss Stacy harus meninggalkan kami.
Jane dan aku duduk bersama dan Jane sangat tenang sampai-sampai aku iri
padanya. Tak perlu tabel perkalian untuk Jane yang sehat, stabil, bijaksana! Aku
bertanya-tanya apa aku terlihat seperti yang kurasa dan apa mereka bisa
mendengar jantungku berdebar keras dan jelas di seluruh ruangan. Kemudian

211
seorang pria masuk dan mulai membagikan lembaran ujian Bahasa Inggris.
Tanganku bertambah dingin dan kepalaku hampir pusing begitu aku
mengambilnya. Benar-benar satu momen yang mengerikan—Diana, aku merasa
persis seperti empat tahun yang lalu saat aku bertanya pada Marilla apa aku
boleh tinggal di Green Gables—dan kemudian semuanya hilang dari pikiranku
dan jantungku mulai berdetak lagi—aku lupa bilang bahwa jantungku telah
berhenti sama sekali!—karena bagaimana pun aku tahu aku bisa melakukan
sesuatu dengan kertas ujian ITU.

“Pada tengah hari kami pulang untuk makan siang dan kemudian kembali lagi
untuk ujian sejarah di sore hari. Sejarah adalah ujian yang cukup sukar dan aku
benar-benar sangat bingung dengan tanggal-tanggalnya. Tetap saja, kupikir aku
telah mengerjakannya dengan cukup baik hari ini. Tapi oh, Diana, besok saatnya
ujian geometri dan ketika aku memikirkannya hal itu benar-benar menguras
tekadku untuk menahan diri dari membuka Euclid-ku. Kalau kupikir tabel
perkalian itu akan sedikit membantuku aku akan menghafalnya dari sekarang
sampai besok pagi.

“Malam ini aku pergi ke sana untuk melihat gadis-gadis lain. Di jalan aku bertemu
Moody Spurgeon keluyuran dalam keadaan bingung. Katanya dia tahu telah
gagal dalam ujian sejarah dan dia lahir menjadi kekecewaan bagi orang tuanya
dan dia akan pulang dengan kereta api pagi; dan bagaimana pun, akan lebih
mudah menjadi seorang tukang kayu daripada pendeta. Aku menghiburnya dan
membujuknya untuk tetap tinggal sampai akhir karena akan tak adil bagi Miss
Stacy kalau dia pulang. Terkadang aku pernah berharap dilahirkan sebagai anak
laki-laki, tapi ketika kulihat Moody Surgeon aku selalu senang aku adalah
seorang anak perempuan dan bukan saudara perempuannya.

“Ruby sedang histeris saat aku tiba di asrama mereka; dia baru saja mengetahui
sebuah kesalahan mengerikan yang dibuatnya dalam ujian Bahasa Inggris.
Ketika dia sudah pulih kami pergi ke kota dan makan es krim. Betapa kami
sangat berharap kau ada bersama kami.

“Oh, Diana, kalau saja ujian geometri telah usai! Tapi sudahlah, seperti yang
akan dikatakan Nyonya. Lynde, matahari akan tetap terbit dan menentukan
apakah aku akan gagal dalam geometri atau tidak. Itu benar tapi tak khusus
menghibur. Kupikir aku lebih suka matahari tak terbit kalau aku gagal!

Salam sayang sahabatmu,


Anne”

Ujian geometri dan semua yang lainnya selesai pada waktunya dan Anne tiba di
rumah pada Jumat malam, agak lelah tapi dengan suasana keberhasilan berhati-
hati padanya. Diana ada di Green Gables saat dia sampai dan mereka bertemu
seolah mereka telah berpisah selama bertahun-tahun.

212
“Kau kekasih lama, benar-benar sangat menyenangkan melihatmu kembali lagi.
Rasanya seperti seabad sejak kau pergi ke kota dan oh, Anne, bagaimana
keadaanmu?”

“Cukup baik, kupikir, dalam semua hal kecuali geometri. Aku tak tahu apa aku
lulus dalam ujian geometri atau tidak dan aku punya firasat yang mengerikan dan
menyeramkan yang tak pernah kurasa sebelumnya. Oh, betapa menyenangkan
bisa kembali! Green Gables adalah bagian yang tercinta dan terindah di dunia.”

“Bagaimana keadaan yang lain?”

“Yang gadis-gadis bilang mereka tahu mereka tak lulus, tapi menuruku mereka
mengerjakan ujian dengan cukup baik. Josie bilang geometri sangat mudah
bahkan seorang anak berumur sepuluh tahun bisa mengerjakannya! Moody
Spurgeon masih berpikir dia ak lulus dalam ujian sejarah dan Charlie bilang dia
gagal dalam ujian aljabar. Tapi kami tak benar-benar tahu apa pun tentang itu
dan tak akan sampai daftar kelulusan keluar. Daftar itu tak akan keluar selama
dua minggu. Bayangkan hidup selama dua minggu dalam ketegangan seperti itu!
Aku berharap bisa tidur dan tak pernah bangun sampai ketegangan itu berakhir.”

Diana tahu akan percuma menanyakan bagaimana keadaan Gilbert Blythe, jadi
dia hanya bilang:

“Oh, kau akan lulus. Jangan kuatir.”

“Aku lebih suka tak lulus sama sekali daripada tak berakhir cukup baik dalam
daftar kelulusan,” sela Anne, yang maksudnya—dan Diana tahu apa yang
dimaksudkannya—keberhasilan itu tak akan lengkap dan getir kalau dia tak
berakhir dengan mengungguli Gilbert Blythe.

Untuk pendapat yang terakhir ini Anne telah memaksakan setiap urat sarafnya
selama ujian. Begitu juga dengan Gilbert. Mereka telah sering kali saling bertemu
dan berpapasan satu sama lain di jalan tanpa ada tanda-tanda mereka saling
mengenal dan setiap saat Anne agak menegakkan kepalanya dan berharap
dengan sedikit lebih sungguh-sungguh bahwa dia telah berteman dengan Gilbert
saat Gilbert memintanya, dan bersumpah dengan sedikit lebih bertekad untuk
mengunggulinya di ujian. Dia tahu semua murid junior di Avonlea ingin tahu
siapa yang akan duluan unggul; dia bahkan tahu bahwa Jimmy Glover dan Ned
Wright bertaruh untuk pertanyaan itu dan bahwa Josie Pye bilang tak diragukan
lagi bahwa Gilbert lah yang akan jadi juara pertama; dan dia merasa bahwa rasa
malunya tak akan tertanggungkan kalau dia gagal.

Tapi dia punya satu alasan lain yang lebih mulia untuk berharap bisa berhasil
dengan baik. Dia ingin bisa “lulus tinggi” demi Matthew dan Marilla—terutama
Matthew. Matthew telah mengatakan padanya keyakinannya bahwa dia “akan
menaklukkan seluruh pulau.” Yang, Anne rasa, adalah sesuatu yang tolol untuk

213
berharap bahkan dalam mimpi yang paling gila. Tapi dia sungguh bersemangat
berharap bahwa setidaknya dia akan ada di antara sepuluh besar, jadi dia bisa
melihat mata coklat Matthew yang baik bersinar bangga karena prestasinya.
Yang, dia rasa, sungguh akan jadi hadiah manis untuk semua usaha keras dan
kesabarannya mengutak-atik rumus-rumus matematika dan konjugasi yang
tanpa fantasi.

Di akhir masa dua minggu itu Anne suka “menghantui” kantor pos juga, bersama
dengan teman-teman yang kebingungan yaitu Jane, Ruby, dan Josie, membuka
harian Charlottetown dengan tangan gemetar dan kedinginan, dengan perasaan
yang jauh lebih buruk dari pada yang telah dialami selama minggu Penerimaan.
Charlie dan Gilbert tak segan melakukan ini juga, tapi Moody Spurgen bersikeras
tak melakukannya.

“Aku belum punya keberanian pergi ke sana dan melihat pengumuman dengan
tenang,” katanya pada Anne. “aku hanya akan menunggu sampai seseorang
datang dengan tiba-tiba dan memberitahuku apa aku lulus atau tidak.”

Ketika tiga minggu telah berlalu tanpa ada daftar kelulusan yang terbit Anne
mulai merasa bahwa dia benar-benar tak mampu menanggung ketegangan itu
lebih lama lagi. Hasratnya hilang dan minatnya terhadap kegiatan di Avonlea
sudah mengendur. Nyonya. Lynde mau tahu apa lagi yang bisa kauharapkan
dengan Pengawas pendidikan Tory sebagai ketua urusan, dan Matthew, yang
melihat kepucatan, ketakacuhan dan langkah lunglai Anne ketika dia pulang dari
kantor pos setiap sore, mulai berpikir serius apa ia tak lebih baik memilih Grit
pada pemilihan yang akan datang.

Tapi suatu malam berita itu tiba. Anne sedang duduk di jendelanya yang terbuka,
untuk melupakan kesengsaraan ujian dan kesusahan dunia, karena dia minum
dalam keindahan petang musim panas, harum-mewangi dengan desiran angin
beraroma bunga dari kebun di bawah serta bunyi desis dan gemerisik dari
gerakan pepohonan poplar. Langit timur di atas pepohonan fir berwarna agak
pink karena pantulan dari langit barat, dan Anne sedang membayangkan dalam
lamunannya kalau warnanya tampak seperti itu, saat dia melihat Diana berlari-
lari menerobos pepohonan fir, melintasi jembatan kayu, dan menaiki lereng,
dengan koran yang berkibar-kibar di tangannya.

Anne meloncat berdiri, yang tahu saat itu juga apa isi koran itu. Daftar kelulusan
sudah keluar! Kepalanya pusing dan hatinya berdebar-debar sampai
membuatnya sakit. Dia tak mampu bergerak selangkahpun. Terasa sejam
baginya sebelum Diana tiba dan bergegas di sepanjang ruang tamu lalu
mendadak masuk ke dalam kamar bahkan tanpa mengetuk pintu, saking
besarnya kehebohannya.

“Anne, kau lulus,” jeritnya, “lulus YANG PERTAMA SEKALI—kau berdua dengan
Gilbert—kalian seri—tapi namamu yang pertama. Oh, aku bangga sekali!”

214
Diana melemparkan koran itu ke meja dan dirinya sendiri ke tempat tidur Anne,
benar-benar kehabisan napas dan tak mampu bicara lagi. Anne menyalakan
lampu, terlalu berhati-hati menggunakan korek api dan menghabiskan lebih dari
setengah lusin korek api sebelum tangannya yang gemetar mampu
menyelesaikan tugas itu. Kemudian dia cepat-cepat mengambil koran itu. Ya, dia
lulus—namanya di bagian paling atas dari dua ratus yang ada di list! Momen itu
sangat berharga.

“Kau melakukannya dengan sangat bagus, Anne,” Diana terengah-engah, cukup


pulih untuk duduk tegak dan bicara, karena Anne, dengan mata berbinar
gembira, tak mengucapkan sepatah kata pun. “Ayah membawa pulang koran
dari Bright River tak sampai sepuluh menit yang lalu—koran itu terbit pada kereta
api sore, kau tahu, dan tak akan sampai di sini sampai besok melalui pos—dan
saat kulihat daftar kelulusan itu aku benar-benar menyerbu seperti anak liar.
Kalian semua lulus, semuanya, Moody Spurgeon dan semuanya, meskipun dia
bersyarat dalam pelajaran sejarah. Jane dan Ruby berhasil dengan cukup baik—
posisi mereka setengah lebih tinggi—begitu juga dengan Charlie. Josie berhasil
dengan susah payah dengan kelebihan tiga angka, tapi kau akan lihat dia
berlagak seolah dia yang memimpin. Tidakkah Miss Stacy akan gembira? Oh,
Anne, bagaimana rasa senangnya melihat namamu di nomor pertama daftar
kelulusan seperti itu? Kalau itu aku, aku yakin akan gila karena kesenangan.
Begini saja aku sudah hampir gila, tapi kau setenang dan sedingin malam musim
semi.”

“Dalam hatiku aku benar-benar terpesona,” sahut Anne. “Aku ingin mengatakan
seratus hal, dan aku tak mampu mengungkapkannya dengan kata-kata. Aku tak
pernah memimpikan hal ini—ya, pernah juga, hanya sekali! Aku membiarkan
diriku berpikir SEKALI, ‘Bagaimana kalau aku yang jadi juara pertama?’ dengan
gemetar, kau tahu, karena rasanya sangat tak berguna dan terlalu angkuh untuk
membayangkan aku mampu memimpin pulau. Aku permisi sebentar, Diana. Aku
harus segera lari keluar ke lapangan untuk memberitahu Matthew. Lalu kita akan
pergi dan memberitahukan kabar gembira ini pada yang lain.”

Mereka pergi tergesa-gesa ke padang rumput di bawah gudang tempat Matthew


sedang menggulung jerami, dan, sudah nasib, Nyonya. Lynde sedang bicara
dengan Marilla di pagar.

“Oh, Matthew,” seru Anne, “aku lulus dan aku juara pertama—atau salah satu
juara pertama! Aku tak sombong, melainkan sangat berterima kasih.”

“Well, aku selalu mengatakannya,” ujar Matthew, memandangi daftar kelulusan


dengan gembira. “Aku tahu kau bisa mengalahkan mereka semua dengan
mudah.”

215
“Harus kuakui, kau telah berhasil dengan cukup baik, Anne,” ujar Marilla,
berusaha menyembunyikan rasa bangganya yang sangat akan Anne dari
pandangan mencela Nyonya. Lynde. Tapi orang baik itu berkata dengan
sungguh-sungguh:

“Aku benar-benar memperkirakan dia berhasil dengan baik, dan aku tak
bermaksud untuk mengatakannya di belakang. Kau adalah kebanggaan bagi
teman-temanmu, Anne, itulah, kami semua bangga padamu.”

Malam itu Anne, yang telah mengakhiri malam penuh kegembiraan itu dengan
pembicaraan serius dengan Nyonya. Allan di rumah pendeta, berlutut dengan
manis di dekat jendela yang terbuka dalam kemilau indah sinar bulan dan
menggumamkan sebuah doa terima kasih dan cita-cita dari hatinya yang benar-
benar muncul dari hatinya. Didalamnya ada rasa syukur untuk yang telah berlalu
dan pengrapan takzim untuk masa depan; dan saat dia tidur di bantal putihnya,
mimpinya seterang, segembira dan seindah yang bisa diinginkan pada masa
gadis.”

Bab XXXIII – Konser Hotel

Pakailah organdy putihmu, dengan semua aksesorinya, Anne,” saran Diana


dengan mantap.

Mereka sedang bersama di kamar loteng timur; diluar benar-benar temaram—


waktu senja hijau-kekuningan yang indah dengan langit biru-terang tanpa awan.
Bulan purnama besar, yang perlahan mendalam dari kilaunya yang pucat
menjadi perak mengkilap, berada di atas Hutan Angker; suasana penuh dengan
bunyi-bunyian manis musim panas—kicauan burung-burung yang mengantuk,
angin sepoi-sepoi yang ganjil, suara dan gelak tawa dari jauh. Tapi di kamar
Anne kerai telah ditutup dan lampu dinyalakan, karena sebuah riasan penting
sedang dalam proses.

Loteng timur adalah tempat yang sangat berbeda dari malam empat tahun lalu
itu, saat Anne merasakan kepolosannya menembus sumsum jiwanya dengan
hawa dinginnya yang tak ramah. Perubahan telah muncul perlahan, Marilla
menyerah untuk membiarkan mereka, sampai kamar itu menjadi hunian yang
semanis dan secantik yang bisa diharapkan seorang gadis muda.

Karpet beludu dengan mawar pink dan gorden sutra pink dalam khayalan Anne
dulu tentu saja tak pernah terwujud; tapi impiannya mengikuti pertumbuhannya,
dan tak mungkin dia menyesalinya. Lantainya ditutupi dengan tikar cantik, dan
gorden yang melembutkan jendela yang tinggi dan berkibar karena angin sepoi
yang bertiup adalah dari kain tipis seni berwarna hijau-pucat. Dindingnya,

216
digantungi bukan dengan permadani hiasan dinding dari kain brokat emas dan
perak, tapi dengan kertas bunga-apel yang cantik, yang diperindah dengan
beberapa gambar bagus yang diberikan Nyonya. Allan untuk Anne. Foto Miss
Stacy menempati tempat kehormatan, dan Anne membuat sebuah titik yang
menyentuh perasaan dengan bunga yang tetap segar pada tanda kurung di
bawahnya. Malam ini sepaku besar lili putih sedikit mengharumkan kamar seperti
keharuman impian. Di sana tak ada “perabotan mahoni”, tapi ada lemari buku
bercat-putih terisi dengan buku-buku, sebuah kursi goyang dari rotan yang
dilengkapi dengan bantal, sebuah meja rias dipercantik dengan kain kasa putih,
sebuah cermin berbingkai-lapisan mengkilap yang menarik perhatian dengan
lukisan Dewi Asmara pink yang montok dan anggur ungu di atas bagian atasnya
yang melengkung, yang pernah menempel di kamar tamu, dan sebuah tempat
tidur rendah berwarna putih.

Anne sedang berpakaian untuk menghadiri sebuah konser di Hotel White Sands.
Para tamu telah mempersiapkannya dengan bantuan rumah sakit Charlottetown,
dan telah mencari orang berbakat amatiran di daerah sekitar yang dapat ikut
membantu. Bertha Sampson dan Pearl Clay dari paduan suara Jemaat Gereja
White Sands telah diminta untuk bernyanyi duet; Milton Clark dari Newbridge
akan menampilkan permainan biola solo; Winnie Adella Blair dari Crmody akan
menyanyikan balada Skotlandia; serta Laura Spencer dari Spencervale dan
Anne Shirley dari Avonlea akan membacakan cerita.

Seperti yang pernah dikatakan oleh Anne suatu waktu, itu adalah “suatu masa
dalam kehidupannya,” dan dia merasakan getar kegembiraan yang
menyenangkan karenanya. Matthew berada di puncak kegembiraan karena
senang dan bangga akan kehormatan yang dianugrahkan pada Anne-nya dan
Marilla tak jauh ketinggalan, meskipun ia lebih memilih mati daripada
mengakuinya, dan berkata bahwa menurutnya tak pantas bagi kebanyakan
anak-anak muda untuk keluyuran ke hotel tanpa adanya orang yag bertanggung
jawab pada mereka.

Anne dan Diana akan pergi dengan Jane Andrews dan abangnya Billy
mengendarai kereta beroda empat mereka yang bertempat duduk-ganda; dan
beberapa gadis serta anak laki-laki Avonlea lainnya juga akan pergi.
Diperkirakan ada sekelompok pengunjung yang datang dari luar kota, dan
setelah konser hidangan makan malam akan diberikan untuk orang-orang yang
menampilkan pertunjukan.

“Apa menurutmu organdy ini yang terbagus?” tanya Anne cemas. “Menurutku ini
tak sebagus bajuku dari kain tipis berbunga-biru—dan ini jelas tidak modern.”

“Tapi itu jauh lebih cocok untukmu,” sahut Diana. “Baju itu begitu lembut,
berjumbai-jumbai dan melekat. Baju dari kain tipis itu kaku, dan membuatmu
tampak terlalu berdandan. Tapi organdy tampak seolah mempengaruhimu.”

217
Anne mendesah dan menyerah. Diana mulai punya reputasi untuk selera yang
menarik perhatian dalam hal busana, dan sarannya dalam hal seperti itu banyak
dicari orang. Dia sendiri nampak sangat cantik pada malam istimewa ini dalam
busana bermotif mawar-liar warna pink yang indah, yang selalu dihalangi Anne;
tapi dia tak akan ikut ambil bagian dalam konser, jadi penampilannya tak terlalu
penting. Seluruh usaha dikerahkannya untuk Anne, yang, dia telah bersumpah,
harus, untuk kebanggaan Avonlea, didandani disisir dan dipercantik sesuai
dengan selera Queen.

“Tarik jumbai-jumbai itu sedikit lagi—begini; sini, biar kukencangkan


selempangmu; sekarang untuk sandalmu. Aku akan mengepang rambutmu jadi
dua kepangan tebal, dan mengikatkankannya di tengah dengan simpul putih
besar—tidak, jangan keluarkan sehelai pun rambut keritingmu di dahi—bagian
yang lembut saja. Tak mungkin kau menata rambutmu jadi begitu serasi
denganmu, Anne, dan Nyonya. Allan bilang kau nampak seperti Madonna saat
kau membelah rambutmu begitu. Aku akan melekatkan mawar rumah putih
mungil ini tepat dibelakang telingamu. Hanya ada satu tangkai di semak-
semakku, dan aku menyimpannya untukmu.”

“Apa aku harus memakai manik-manik mutiaraku?” tanya Anne. “Matthew


membelikanku seuntai kalung dari kota minggu lalu, dan aku tahu ia mau
melihatku memakainya.”

Diana mengerutkan bibirnya, memiringkan kepala hitamnya ke satu sisi dengan


kritis, dan akhirnya setuju dengan manik-manik itu, yang dikalungkan di leher
putih-susu jenjang Anne.

“Ada sesuatu yang sangat bergaya pada dirimu, Anne,” ujar Diana, dengan
kekaguman tanpa rasa iri. “Kau menegakkan kepalamu dengan gaya sekali.
Kurasa itu memang figurmu. Aku hanyalah kue bola. Aku selalu takut akan hal
itu, dan sekarang aku sadar memang begitu. Well, kurasa sebaiknya aku
menerima nasibku untuk itu.”

“Tapi kau punya lesung pipi begitu,” ujar Anne, sembari tersenyum penuh
sayang pada wajah cantik dan gembira yang begitu dekat dengannya itu.
“Lesung pipi yang bagus, seperti lekuk kecil dalam krim. Aku sudah berhenti
berharap untuk memiliki lesung pipi. Lesung pipi-impianku tak kan pernah jadi
nyata; tapi begitu banyak impianku yang telah terwujud jadi aku tak boleh
mengeluh. Apa sekarang aku sudah siap?”

“Sudah siap,” Diana meyakinkan, begitu Marilla muncul di pintu keluar masuk,
sosok kurus dengan rambut yang lebih kelabu dibandingkan dahulu kala dan tak
lebih sedikit pandang, melainkan dengan wajah yang jauh lebih lembut.
“Masuklah langsung dan lihatlah ahli deklamasi kita, Marilla. Bukankah dia
nampak cantik?”

218
Marilla mengeluarkan suara antara dengusan dan gerutuan.

“Dia nampak rapi dan pantas. Aku suka cara menata rambutnya itu. Tapi kukira
dia akan merusak baju itu karena melakukan perjalanan ke sana yang berdebu
dan berembun, dan itu nampak terlalu tipis untuk malam yang lembab ini.
Bagaimana pun juga organdy adalah bahan yang paling tak berguna di dunia,
dan aku bilang begitu pada Matthew saat ia membelinya. Tapi sekarang ini tak
ada gunanya bilang apa pun pada Matthew. Saat ketika ia akan mengikuti
saranku, tapi sekarang ia membeli sesuatu untuk Anne tanpa peduli sama sekali,
dan para pramuniaga di Carmody tahu mereka bisa menjual apa pun padanya
dengan jalan menipu. Hanya dengan membiarkan mereka bilang padanya suatu
benda bagus dan modern, lalu Matthew akan membayarnya. Ingat jaga rokmu
jangan sampai menyentuh roda, Anne, dan pakailah jaket hangatmu.”

Kemudian Marilla berjalan turun dengan angkuh, membayangkan dengan


bangga betapa manisnya Anne, dengan

“Selarik sinar bulan dari dahinya sampai ke mahkota”

itu dan menyesal bahwa dia sendiri tak bisa pergi ke konser untuk
mendengarkan gadisnya membacakan cerita.

“Aku bertanya-tanya apa saat INI terlalu lembab untuk bajuku,” ujar Anne cemas.

“Tidak sama sekali,” sahut Diana, sembari menaikkan kerai jendela. “Ini malam
yang sempurna, dan tak akan ada embun. Lihatlah sinar bulan itu.”

“Aku senang jendelaku menghadap ke timur ke matahari terbit,” ujar Anne,


sembari menyeberang ke Diana. “Senang sekali melihat pagi datang dari atas
bebukitan tinggi itu dan bersinar melalui puncak pepohonan fir yang runcing itu.
Sinar itu baru setiap pagi, dan aku merasa seolah aku benar-benar membasuh
jiwaku dalam pemandian dari sinar mentari di awal pagi itu. Oh, Diana, aku
sangat menyukai ruangan mungil ini. Aku tak tahu bagaimana jadinya aku
tanpanya saat aku pergi ke kota bulan depan.”

“Jangan bicarakan tentang kepergianmu malam ini,” Diana memohon. “aku tak
mau memikirkannya, itu membuatku sangat sedih, dan aku sungguh ingin
mengalami saat-saat menyenangkan malam ini. Apa yang akan kau bacakan,
Anne? Dan apa kau gugup?”

“Tak sedikit pun. Aku sudah begitu sering membacakan cerita di muka umum
dan sekarang aku tak kepikiran sama sekali. Aku sudah memutuskan untuk
menceritakan ‘The Maiden’s Vow (Sumpah Perawan)’. Ceritanya sangat

219
menyedihkan. Laura Spencer akan menceritakan cerita komik, tapi aku lebih
suka membuat orang menangis daripada tertawa.”

“Apa yang akan kau ceritakan kalau mereka memintamu lagi?”

“Mereka tak akan terpikir untuk memintaku lagi,” olok Anne, yang diam-diam
berharap mereka akan memintanya, dan telah membayangkan dirinya
memberitahu Matthew tentang itu semua di meja sarapan keesokan paginya.
“Billy dan Jane sudah sampai—aku mendengar putaran rodanya. Ayo.”

Billy Andrews mendesak Anne untuk duduk di tempat duduk depan dengannya,
jadi dia naik dengan segan. Dia jauh lebih suka duduk di belakang dengan gadis-
gadis itu, dimana dia bisa tertawa dan berceloteh sesuka hati. Billy tak banyak
tertawa atau pun berceloteh. Dia pemuda dua puluhan yang besar, gendut dan
pendiam dengan wajah bulat tanpa ekspresi, dan yang menyiksa hati tak punya
kemampuan dalam percakapan. Tapi dia amat sangat mengagumi Anne, dan
congkak karena bangga akan harapan melakukan perjalanan ke White Sands
dengan figur langsing dan tulus di sebelahnya.

Anne, berkat bicara dengan gadis-gadis itu dari atas bahunya dan terkadang
memberikan sesuap kesopanan untuk Billy—yang menyeringai dan ketawa-
ketawa kecil dan tak pernah bisa memikirkan balasan apa pun sampai sudah
terlalu terlambat—berusaha menikmati perjalanan dengan itu semua. Itu malam
untuk kegembiraan. Jalanan penuh dengan kereta kuda, semuanya menuju ke
hotel, dan gelak tawa, perak terang, gema dan gema-ulang di sepanjang jalan.
Ketika mereka tiba di hotel lampu bersinar dari atas sampai bawah. Mereka
ditemui oleh para lady panitia konser, salah seorang yang mengantarkan Anne
ke ruang ganti untuk orang yang menampilkan pertunjukan yang telah dipenuhi
para anggota Klub Simfoni Charlottetown, yang di antara mereka tiba-tiba Anne
merasa malu, takut dan udik. Bajunya, yang, di loteng timur, telah nampak begitu
cantik dan manis, sekarang nampak sederhana dan biasa saja—terlalu
sederhana dan biasa saja, menurutnya, diantara semua baju sutra dan renda
yang berkilau dan bergerisik di sekitarnya. Apalah artinya manik-manik
mutiaranya dibandingkan dengan berlian seorang lady besar dan cantik di
dekatnya? Dan pasti terlihat betapa malang mawar putih kecilnya di samping
semua mawar rumah-segar yang mereka pakai itu! Anne menyimpan topi dan
jaketnya, dan menjauhkan diri dengan sedih ke pojok. Dia berharap dirinya
kembali berada di kamar putih di Green Gables.

Masih lebih buruk di atas platform gedung konser besar hotel itu, dimana
sekarang dia menemukan dirinya. Lampu-lampu listrik membuat matanya
terpana, parfum dan dengungan membuatnya bingung. Dia berharap sedang
duduk di antara penonton bersama Diana dan Jane, yang nampaknya sedang
mengalami saat-saat menyenangkan di belakang. Dia terjepit di antara seorang
wanita gemuk berbaju sutra pink dan seorang gadis bertampang-menghina
dalam balutan baju berenda-putih. Terkadang wanita gemuk itu berpaling

220
dengan tepat dan memandangi Anne melalui kaca matanya sampai Anne, yang
benar-benar peka sedang diperhatikan dengan cermat, merasa harus berteriak
keras-keras; dan gadis berenda-putih terus berbicara dengan suara yang dapat
didengar dengan orang di sampingnya mengenai “bumpkin pedesaan” dan
“wanita cantik dusun” di antara penonton, tak bersemangat mengantisipasi
“kegembiraan semacam itu” dari pertunjukan bakat setempat pada acara itu.
Anne yakin dia akan membenci gadis berenda-putih itu sampai akhir hayatnya.
Sial bagi Anne, seorang ahli deklamasi profesional sedang menginap di hotel
dan telah setuju untuk membacakan cerita. Ia adalah seorang wanita bermata-
gelap yang luwes dan menggunakan gaun yang luar biasa indah dari bahan abu-
abu yang berkilauan seperti cahaya bulan yang ditenun, dengan permata di leher
dan di rambutnya yang gelap. Ia punya suara yang bagus sekali dan mudah
diubah-ubah dan kekuatan ekspresi yang mengagumkan; para penonton menjadi
heboh saat penampilannya. Anne, yang lupa pada dirinya sendiri dan kesulitan-
kesulitannya untuk sementara, mendengarkan dengan mata berbinar gembira;
tapi ketika pembacaan cerita itu usai tiba-tiba dia menutup wajahnya dengan
tangan. Dia tak kan mampu bangkit dan membacakan cerita setelah itu—tak kan
pernah. Pernahkah dia membayangkan mampu membacakan cerita? Oh, kalau
saja dia kembali berada di Green Gables!

Pada saat yang tak tepat ini namanya dipanggil. Bagaimana pun juga Anne—
yang tak menyadari keterkejutan kecil dan sedikit perasaan bersalah yang
dialami si gadis berenda-putih, dan tak kan mengerti pujian halus yang tersirat di
dalamnya kalau pun dia menyadari—bangkit berdiri, dan bergerak maju ke
depan dengan kepala pusing. Wajahnya sangat pucat sampai-sampai Diana dan
Jane, di deretan penonton, saling bergenggaman tangan karena ikut merasa
gugup.

Anne adalah korban serangan demam panggung yang luar biasa. Sesering-
seringnya dia membacakan cerita di depan umum, tak pernah dia menghadapi
penonton yang seperti ini sebelumnya, dan pandangan mereka benar-benar
melumpuhkan kekuatannya. Semuanya begitu asing, begitu brilian, begitu
mengagumkan—barisan para lady dalam gaun malam, wajah-wajah kritis,
seluruh atmosfer kekayaan dan terpelajar di sekitarnya. Ini sangat beda dengan
bangku-bangku panjang sederhana di Debating Club, yang dipenuhi dengan
wajah teman-teman dan para tetangga yang simpatik dan bersahaja. Orang-
orang ini, menurutnya, akan jadi pengeritik kejam. Mungkin, seperti si gadis
berenda-putih, mereka menghalangi hiburan dari usahanya yang “udik”. Dia
merasa putus asa, tak berdaya, malu dan menderita. Lututnya gemetar, hatinya
berdebar-debar, rasa pusing menyerangnya; tak sepatah kata pun mampu
diucapkannya, dan momen berikutnya dia pasti sudah melarikan diri dari platform
meskipun penghinaan yang, dirasakannya, pasti akan dirasakannya selamanya
kalau dia berbuat begitu.

Tapi tiba-tiba, begitu matanya yang membesar ketakutan memandang ke arah


penonton, dia melihat Gilbert Blythe jauh di bagian belakang ruangan,

221
menganggukkan kepala dengan senyuman di wajahnya—senyuman yang
dirasakan Anne adalah senyum kemenangan sekaligus penghinaan. Pada
kenyataanya itu bukanlah senyuman yang seperti itu. Gilbert hanya tersenyum
karena secara umum menghargai seluruh pertunjukan dan khususnya karena
pengaruh dari tubuh putih Anne yang ramping dan wajah spiritualnya yang
membelakangi background pohon palem. Josie Pye, yang ditumpangi mobilnya,
duduk di sebelahnya, dan wajahnya jelas penuh kemenangan dan penghinaan.
Tapi Anne tak melihat Josie, dan tak akan peduli kalau pun dia melihatnya. Dia
menarik napas panjang lalu mengangkat kepalanya dengan bangga, keberanian
dan kebulatan tekad menyetrumnya seperti getaran listrik. Dia TAK AKAN gagal
di depan Gilbert Blythe—dia tak kan pernah dapat menertawakannya, tak kan,
tak kan pernah! Ketakutan dan kegugupannya lenyap; lalu dia memulai
ceritanya, suaranya yang merdu dan jelas terdengar sampai ke sudut terjauh
ruangan tanpa ada getaran atau pun jeda. Penguasaan-diri benar-benar
membuatnya pulih, dan sebagai reaksi dari keadaan tak berdayanya yang
mengerikan itu dia membacakan cerita seperti belum pernah melakukannya
sebelumnya. Ketika dia selesai terdengar ledakan tepuk tangan yang sebenar-
benarnya. Anne, yang melangkah mundur ke tempat duduknya, merona karena
malu dan bahagia, mendapati tangannya dijabat dan digenggam dengan penuh
semangat oleh wanita gendut berbaju sutra pink itu.

“Sayangku, kau berhasil dengan baik sekali,” ujarnya terengah-engah. “Aku


menangis seperti bayi, aku benar-benar menangis. Lihatlah, mereka memintamu
bercerita lagi—mereka melompat untuk memintamu kembali!”

“Oh, aku tak bisa pergi,” ujar Anne kebingungan. “Tapi tetap saja—aku harus—
atau Matthew akan kecewa. Ia bilang mereka akan memintaku bercerita lagi.”

“Mereka tak mengecewakan Matthew,” kata sang lady pink, sambil tertawa.

Dengan tersenyum, wajah merona, mata yang jernih, Anne kembali dan
menceritakan pilihan kecil lucu dan menarik perhatian yang semakin memikat
penontonnya. Sisa malam itu benar-benar merupakan kemenangan kecil
baginya.

Saat konser telah usai, sang lady pink, gendut—yang merupakan istri seorang
jutawan Amerika—memberinya perlindungan dan memperkenalkannya pada
semua orang, dan semuanya sangat baik padanya. Sang ahli deklamasi
profesional Nyonya. Evans datang dan ngobrol dengannya, mengatakan
padanya bahwa dia punya suara yang mempesona dan “menafsirkan” pilihan
ceritanya dengan indah. Bahkan si gadis berenda-putih memberikannya pujian
kecil yang tak bersemangat. Mereka makan malam di ruangan makan besar
yang dihias dengan indah; Diana dan Jane juga diajak serta, karena mereka
datang bersama Anne, tapi Billy tak terlihat di manapun, yang pergi diam-diam
karena sangat takut mendapat undangan seperti itu. Bagaimana pun juga, dia
ada di dalam menunggu mereka, dengan tim, saat semuanya telah usai, dan

222
ketiga gadis itu keluar dengan gembira dalam kilauan cahaya sinar bulan yang
putih dan cerah. Anne bernapas dalam-dalam, dan memandang ke langit cerah
di seberang dahan-dahan besar pohon fir.

Oh, menyenangkan berada di luar lagi dalam kemurnian dan kesunyian malam!
Betapa hebat, tenang dan mengagumkan segala sesuatunya, dengan desir laut
yang berbunyi di sela-sela itu dan tebing curam di seberang bagaikan raksasa
kejam yang menjaga pantai yang mempesona.

“Tadi saat yang benar-benar menyenangkan, kan?” desah Anne, begitu mereka
pergi. “Aku sangat berharap aku adalah orang Amerika kaya dan bisa
menghabiskan musim panas di sebuah hotel, memakai permata dan baju
berleher-rendah, makan es krim dan salad ayam setiap hari yang
menyenangkan. Aku yakin itu akan jauh lebih menyenangkan daripada mengajar
di sekolah. Anne, caramu bercerita benar-benar hebat, meskipun kupikir pada
awalnya kau tak akan pernah memulai. Kupikir itu lebih bagus daripada cara
bercerita Nyonya. Evans.”

“Oh, tidak, jangan katakan hal seperti itu, Jane,” ujar Anne cepat, “karena
kedengarannya konyol. Tak mungkin itu lebih baik dari cara Nyonya. Evans, kau
tahu, karena ia seorang profesional, dan aku hanya murid sekolah, dengan
sedikit keterampilan bercerita. Aku sungguh puas kalau orang-orang cukup suka
akan caraku bercerita.”

“Aku punya sebuah pujian untukmu, Anne,” ujar Diana. “Setidaknya menurutku
ini adalah sebuah pujian karena nadanya saat mengucapkannya. Bagaimana
pun, sebagiannya. Ada seorang Amerika duduk di belakang Jane dan aku—pria
yang nampak sungguh romantis, dengan rambut dan mata sehitam batu bara.
Josie Pye bilang ia seorang seniman ternama, dan bahwa sepupu ibunya di
Boston menikah dengan seorang pria yang pernah ke sekolah bersamanya.
Well, kami dengar dia bilang—ya kan, Jane?—‘Siapa gadis di platform dengan
rambut indah Titian itu? Dia punya wajah yang sebaiknya kulukis.’ Sekian, Anne.
Tapi apa maksud dari rambut Titian?”

“Kurasa dengan ditafsirkan itu berarti merah biasa,” Anne tertawa. “Titian adalah
seorang seniman yang sangat terkenal yang suka melukis wanita-wanita
berambut-merah.”

“APA kalian lihat berlian-berlian yang dipakai para lady itu?” desah Anne.
“Berlian-berlian itu sungguh menyilaukan. Tidakkah kalian suka untuk jadi kaya,
kawan?”

“Kita SUDAH kaya,” sahut Anne meyakinkan. “Sebab, kita punya enam belas
tahun untuk dibanggakan, kita bahagia sebagai ratu, dan kita semua punya
imanjinasi, lebih kurang. Lihatlah laut itu, kawan—semua perak, bayangan dan
impian akan benda tak terlihat. Kita tak bisa lagi menikmati keindahannya kalau

223
kita punya uang jutaan dolar dan beruntai-untai berlian. Kalian tak akan mau
menjadi salah seorang dari wanita-wanita itu meskipun kalian bisa. Apa kalian
mau jadi gadis berenda-putih itu dan bertampang masam seumur hidupmu,
seolah-olah kalian dilahirkan untuk menolak orang dengan hinaan? Atau lady
pink itu, baik dan manis seperti yang terlihat, begitu gemuk dan pendek sampai-
sampai kau benar-benar tak berbentuk sama sekali? Atau bahkan Nyonya.
Evans, dengan kesedihan, pandangan sedih itu di matanya? Sewaktu-waktu
pasti ia merasa amat sangat tidak bahagia dengan tampang seperti itu. Kau
TAHU kau tak akan rela, Jane Andrews!”

“Aku TAK mengerti—sebenarnya,” sahut Jane tak yakin. “Kupikir berlian akan
sangat menghibur seseorang.”

“Well, aku tak mau jadi siapa pun selain diriku sendiri, meskipun aku tak dihibur
dengan berlian seumur hidupku,” Anne membuat pernyataan. “Aku benar-benar
puas menjadi Anne dari Green Gables, dengan kalung manik-manik mutiaraku.
Aku tahu Matthew memberikannya untukku dengan kesungguhan cinta seperti
juga permata Madame lady pink itu.”

BAB XXXIV-Anak Perempuan Dari Queen

Tiga minggu berikutnya merupakan minggu-minggu yang sibuk di rumah atap


hijau, karena Anne sedang mempersiapkan diri untuk pergi ke Queen, dan ada
begitu banyak jahitan yang harus dikerjakan, dan banyak hal yang haarus
dibicarakan dan diatur. Perlengkapan anne banyak dan cantik-cantik, karena
matthew yang mengurusnya, dan Marilla sama sekali tidak keberatan terhadap
apapun yang matthew beli atau sarankan. Terlebih lagi—suatu sore dia naik ke
loteng timur dengan lengan yang penuh dengan kain hijau pucat yang indah.

" Anne, ini ada pakaian tipis untuk mu.

Aku tidak mengira kamu memerlukannya;kamu sudah punya banyak ikat


pinggang;tapi aku pikir kamu barangkali perlu pakaian yang gaya jika kamu
diajak ke jalan-jalan ke kota di sore hari, ke pesta atau ke acara-acara lain
seperti itu. Aku dengan Jane dan Ruby dan Josie memiliki ’pakaian sore’, begitu
mereka menyebutnya. Aku meminta bantuan
Nyonya allan untuk memilihkannya untuk kamu di kota minggu lalu, dan emily
gillis akan membantu kita. Emily punya selera yang bagus, dan keserasian nya
tidak untuk disaingi.

" Aduh, Marilla, menyenangkan sekali,” kata anne. ”terimakasih banyak . aku
tidak percaya kamu bergitu baik kepadaku—itu membuatku semakin hari
semakin sulit untuk pergi.”

224
pakaian hijau itu dibuat dengan banyak kedutan dan jumbai-jumbai dan renda-
renda seperti selera emily. Anne menggunakannya pada suatu sore untuk
menghargai matthew dan marilla, dan medeklamasikan ”janji seorang perawan’
untuk mereka di dapur. Pada saat marilla memandang kewajah yang bergelora
dan cerah serta gerakan yang lemah gemulai, pikirannya melayang kembali ke
suatu sore disaat anne tiba di rumah hijau,dan mengingat pada seorang anak
yang bersemangat, aneh, ketakutan dengan pakaian wincey yang coklat-
kekuningan, kesedihan terpancar dalam kedua mata sedihnya. Ingatan itu
membuat air mata marilla jatuh. ”bisa ku simpulkan, puisi ku membuat kamu
menangis, marilla,”ucap anne dengan gembira membungkuk di kursi marilla dan
mencium pipi wanita itu. ” sekarang, Aku menyebutnya sebagai suatu
kemenangan mutlak.”Tidak, aku bukan menangis karena puisimu,”ucap marilla,
yang merasa direndahkan karena menampakkan kelemahannya oleh karena
puisi semacam itu. ”aku hanya tidak tahan memikirkan kamu waktu kecil dulu,
anne. Dan aku ingin kamu tetap kecil, meskipun dengan semua tingkah aneh
mu.Sekarang kamu sudah dewasa dan kamu akan pergi;dan kamu terlihat begitu
tinggi dan bergaya dan begitu—begitu—berbeda dengan semua pakaian itu—
seakan-akan kamu sama sekali bukan berasal dari avonlea, dan aku merasa
kesepian bila memikirkan hal itu.

" Marilla!" Anne duduk pada pangukuan marilla, meraih wajah marilla dengan
kedua tangannya, dan melihat dengan sedih dan penuh kelembutan kedalam
mata marilla. Aku sedikitpun tidak berubah—tidak benar-benar. Aku hanya
tumbuh. AKU yang sesungguhnya—didalam sini—masih sama. Itu tidak akan
berubah sedikitpun kemanapun aku pergi dan seberapa banyak pun lahiriah ku
berubah; dalam hatiku aku selalu menjadi anne kecilmu, yang akan mencintai
kamu dan matthew dan lebih menyayangi rumah hijau dan lebih baik setiap hari
dalam kehidupannya.”

Anne meletakkan pipi mudanya yang segar pada pipi marilla yang layu, dan
sebelah tangannya meraih bahu matthew. Marilla seharusnya sudah
mengutarakan persaannya lewat kata-kata seperti yang anne lakukan; tapi sifat
dan kebiasaannya adalah bukan seperti itu, dan dia hanya mampu meletakkan
lengannya merangkul erat gadisnya, dan mendekapnya ke dadanya dengan
lembut, dan ingin untuk tidak pernah membiarkan anne pergi.
Matthew, yang matanya mulai berembun, bangkit dan keluar dari pintu. Dibawah
bintang-bintang pada malam musim panas dia berjalan dengan gelisah melintasi
kebun menuju gerbang dibawah pohon poplar.
“Baiklah sekarang, aku pikir dia bukannya manja,”dia berkomat-kamit, dengan
bangga.”Aku kira turut campur ku tidak pernah membahayakan sama sekali. Dia
pintar dan cantik, dan penyayang juga, yang merupakan lebih baik dari apapun.
Dia merupakan berkah buat kami, dan tidak pernah ada kekeliruan yang lebih
beruntung daripada yang dibuat oleh Nyonya Spencer—Jika itu merupakan
Keberuntungan. Aku tidak percaya ada hal seperti itu. Itu sudah merupakan

225
kehendak tuhan. karena Tuhan mengetahui bahwa kami membutuhkannya, itu
perhitunganku.”

Akhirnya hari dimana anne harus pergi ke kota pun tiba.Dia dan Matthew
mengadakan perjalanan di suatu pagi bulan September yang cerah, setelah
perpisahan yang menyedihkan dengan diana dan perpisahan hampir-hampir
tanpa air mata –paling tidak dari pihak marilla—dengan marilla. Tapi ketika anne
sudah pergi diana mengahpus air matanya dan bertamasya ke pantai pasir putih
bersama-sama sepupu-sepupunya dari Carmody, disana dia mengibur dirinya
dengan lumayan baik; sementara marilla menyibukkan dirinya dengan
perkerjaan-pekerjaan yang tidak perlu dan terus melakukan hal itu sepanjang
hari dengan luka hati yang sangat pahit—sakit yang membakar dan
mengganggu serta tidak dapat terbasuh oleh butir-butir air mata. Namun malam
itu, pada saat marilla akan tidur, dia benar-benar sadar dan sedih bahwa kamar
loteng diujung aula sudah tidak dihuni oleh jiwa yang bersemangat dan tidak
digerakkan lagi oleh hembusan nafas yang lembut, dia membenamkan wajahnya
kedalam bantalnya, dan menangis dengan sedu sedan karena kerinduan
terhadap anak gadisnya, yang mengejutkan dirinya ketika dia sudah dapat
tenang untuk memikirkan betapa sangat jahat nya mengambil seorang anak.

Anne dan pelajar-pelajar avonlea lainnya tiba di kota tepat padawaktunya dan
bergegas menuju Academy. Hari pertama itu terlewatkan dengan perasaan
cukup menggembirakan bercampur kebingungan, bertemu dengan semua murid
baru, mengenal professor, saling bergaul dan mengatur kelas. Anne bermaksud
mengambil kelas dua seperti yang disarankan oleh nona Stacy; Begitu juga
dengan gilbert Blythe. Itu berarti harus memperoleh izin kelulusan dari guru kelas
pertama dalam satu tahun bukan dua tahun, jika mereka berhasil, tapi itu juga
berarti lebih banyak pekerjaan dan harus bekerja lebih keras. Jane,
Ruby,Josie,Charlie dan moody spurgeon, yang tidak mau mempersulit diri
mereka dengan cita-cita seperti itu,mengambil kelas dua tahun. Anne sadar akan
rasa terasing yang datang ketika dia menemukan dirinya berada dalam satu
kelas yang terdiri dari lima puluh orang siswa lain, yang tidak satupun dia kenal,
kecuali seorang anak laki-laki yang jangkung,berambut- coklat diseberang
kelas;dan mengetahui dirinya juga melakukan hal yang sama seperti dirinya
sendiri, tidak banyak membantunya, karena itu dia nampak pesimis. Namun tidak
dapat disangkal anne merasa gembira juga bahwa mereka sekelas;persaingan
lama masih bisa dilanjutkan, dan anne tahu sekali apa yang harus dilakukan jika
tidak cukup kerjaan.

" Tanpa hal itu Aku tidak akan merasa nyaman," pikir nya.

" Gilbert terlihat sangat tekun. Aku semestinya membuat dirinya merubah
pikirannya untuk memenangkan medali, saat ini juga, Dagunya ternyata bagus!
Aku tidak pernah memperhatikannya sebelumnya. Aku sangat ingin Jane dan
Ruby mengikuti kelas pertama juga, aku kira aku tidak akan merasa seperti
seekor kucing di dalam loteng yang asing pada saat aku mengenalkan diri, lebih

226
dulu. Aku penasaran gadis yang mana disni yang akan menjadi teman-temanku.
Benar-benar suatu spekualasi yang menarik. Tentu saja aku berjanji pada diana
tidak akan ada gadis dari Queen, tak peduli betapa pun aku menyukainya. Tidak
pernah akan bisa menjadi kesayangan ku seperti dirinya; tapi aku memiliki
banyak rasa sayang nomor dua untuk dilimpahkan. Aku suka rupa anak itu
dengan mata coklat dan ikat pinggang merah tua. Dia terlihat bersemangat dan
sepertinya menyenangkan;ada satu lagi yang putih, cantik sedang memandang
keluar jendela. Dia memiliki rambut yang indah, dan seolah-olah dia mengetahui
satu atau dua hal mengenai mimpi. Aku ingin mengenal mereka berdua—
mengenal mereka dengan baik—cukup akrab untuk bisa berjalan dengan
tanganku merangkul pinggang mereka, dan bisa memanggil nama kecil mereka.
Tapi saat ini aku tidak mengenal mereka dan mereka tidak mengenal aku, dan
mungkin tidak ingin mengenal aku tepatnya, aduh, kesepian sekali.!”

Anne merasa lebih sunyi lagi ketika dia menemukan dirinya sendirian di aula
kamar tidurnya pada senja malam itu. Dia tidak kos seperti anak perempuan
lainnya yang semuanya memiliki saudara di kota yang berbelas kasihan kepada
mereka. Nona Josephine Barry akan sangat senang bila dia menumpang
dirumahnya, Tetapi Beechwood sangat jauh dari Akademi itulah mengapa hal itu
tidak mungkin dilakukan; jadi Nona Barry mencari rumah kos, kemudian
meyakinkan marilla dan matthew bahwa tempat itu sangat baik untuk anne.

" Nyonya yang menjaga rumah itu berasal dari keluarga baik-baik,”jelas Nona
Barry. ”Suaminya merupakan pegawai di pemerintahan inggris, dan dia sangat
hati-hati mengambil penyewa. Anne tidak akan menjumpai orang yang tidak
menyenangkan dibawah atap rumahnya. Mejanya bagus,dan rumahnya dekat
dengan academy, dan lingkungan yang tenang.”

Semua itu agaknya benar, dan memang, terbukti seperti itu, dan hal itu tidak
membantu anne melawan kerinduan pertama yang dirasakan sangat menyiksa
dirinya pada kampung halamannya. Memandang kesekeliling kamar kecilnya
dengan muram dan sedih, dengan lapisan kertas yang membosankan dan
dinding-dinding tanpa gambar, dengan tempat tidur kecil yang berangka besi
serta lemari buku yang kosong; kerongkongannya tiba-tiba terasa tercekik
karena dia ingat pada kamarnya yang putih di atap rumah hijau, diamana dia
merasa senang akan ketenangan dari banyaknya tumbuhan-tumbuhan hijau
diluar, pohon-pohon pae yang a akan tumbuh di kebun, dan sinar bulan yang
menyinari kebun buah-buahan, dari anak sungai dibawah lereng dan cabang-
cabang pohon cemara bergoyang-goyang dihembuskan oleh angin malam yang
berhembus diantaranya, langit luas yang dipenuhi oleh binta-bintang, dan lampu
dari jendela diana memancar keluar melewati sela-sela pepohonan. Disini semua
itu tidak ada, anne tahu bahwa diluar jendelanya hanya ada jalan besar, dengan
jaringan kabel-kabel telepon yang menutupi langit, derap langkah kaki orang-
orang asing, dan beribu cahaya lampu yang menyinari wajah-wajah orang asing.
Dia tahu bahwa dia akan menangis, dan berjuang melawannya.

227
" aku tidak akan menangis---ini bodoh—dan lemah—ini air mata ketiga yang
terpercik melalui hidungku. Dan banyak lagi yang keluar! Aku harus berpikir
mengenai hal-hal yang lucu untuk menghentikan mereka. Tapi tidak ada hal lucu
kecuali hal-hal yang berhubungan dengan avonlea. Dan itu hanya akan
membuat suasana menjadi tambah buruk—empat—lima—aku akan pulang
kerumah jumat depan, tapi rasanya seperti seratus tahun lamanya. Oh, matthew
hampir sampai dirumah sekarang—dan marilla sedang menunggu di pintu
gerbang, dan menyediakan jalan setapak untuk matthew—enam—tujuh—
delapan---oh, tidak ada gunanya menghitung mereka! Karena sekarang mereka
sudah banjir. Aku tidak bisa menghibur diri—aku tidak INGIN menghibur diri—
Lebih baik menderita!”

tidak diragukan lagi, bahwa Banjir air mata akan datang, jika saja Josie Pye tidak
muncul pada saat itu. Karena senangnya melihat sebuah wajah yang dikenalinya
anne lupa bahwa antara dia dan josie tidak pernah ada banyak cinta. Asal
merupakan bagian dari kehidupan avonlea bahkan seorang Pye pun disambut
dengan gembira.

" Aku sangat senang kamu datang, kata anne dengan tulus.

Kamu sedang menangis,”kata josie, dengan rasa belas kasihan yang


menjengkelkan. ”Aku kira kamu sedang rindu kampung halaman—beberapa
orang memiliki pengendalian diri yang sangat sedikit dalam hal itu. Aku tidak
punya keinginnan untuk mengalami homesick, bisa ku bilang begitu. Kota begitu
menyenangkan daripada poky avonlea tua itu. Aku heran bagaimana aku bisa
tahan berada disana begitu lama. Kamu seharusnya tidak perlu menangis,
anne,itu seharusnya tidak terjadi, karena hidung dan matamu menjadi merah,
dan sekarang kamu kelihatan merah semuanya. Aku menikmati waktu yang
indah di academy hari ini. Professor Bahasa Prancis kami benar-benar seperti
bebek. Kumisnya akan membuat hati kamu kerwollowps. Apakah kamu punya
seseuatu yang dapat dimakan anne? Aku kelaparan. Ah, aku mengira mungkin
marilla membekali kamu kue. Itulah mengapa aku kemari. Jika tidak aku sudah
pergi ke taman untuk mendengar pertunjukan band dengan frank stockley. Dia
menyewa ditempat yang sama dengan aku. Dan dia dibagian olah raga. Dia
melihat kamu dikelas hari ini, dan bertanya padaku siapa gadis yang berkepala
merah itu. Aku bilang kamu yatim piatu yang diadopsi oleh pasangan curthbert,
dan tidak ada seorangpun yang tahu banyak mengenai masalalu mu
sebelumnya.”

Anne merasa ragu, betapapun, kesunyian dan air mata tidak lebih memuaskan
dibandingkan bersahabat dengan Josie pye ketika kemudian jane dan ruby
muncul, masing-masing dengan satu inchi pita berwana ungu campur merah
muda—pertanda Queen—yang tertancap gagah di jas mereka. Karena Josie
tidak ”bebicara” kepada Jane maka dia harus terdiam dan terhitung tidak
berbahaya.

228
" baiklah," desah jane, aku pikir aku sejak pagi ini aku akan tinggal berbulan-
bulan disini. Aku harus mengerjakan tuga rumah ”virgil”—professor tua yang
mengerikan itu memberikan kita tugas dua puluh baris untuk dikerjakan besok.
Tapi aku sama sekali tidak bisa belajar malam ini. Anne, menurutku aku melihat
bekas airmata .Jika kamu mau melanjutkan menangis. Itu akan memulihkan
diriku, karena aku sedang asyik menangis sebelum akhirnya rubby datang. Aku
tidak keberatan menjadi angsa jika ada orang lain yang menjadi angsa juga,
Kue??kamu akan memberikan potongan yang paling kecil untuk ku, benarkan?
terimakasih. Ini benar-benar cita rasa dari avonlea.”

Ruby, memperhatikan kelender Queen yang berada di atas meja, ingin tahu jika
anne bermaksud untuk meraih medali emas.

Wajah anne bersemu merah dan mengakui bahwa dia memang sedang
memikirkan hal itu.

”Oh, itu mengingatkan aku, Kata josie,”pelajar-pelajar queen akan


memperbutkan satu beasiswa avery sesudah ini nanti, aku tahu hari ini. Frank
stockley yang memberitahuku—pamannya merupakan anggota dewan
gubernur, kamu tahu. Hal itu akan diumumkan di academy besok.”

Beasiswa Avery! Anne merasa jantungnya berdetak lebih cepat, dan horizon
ambisinya berpindah menjadi luas seolah-olah oleh kekuatan magis. Sebelum
Josie mengatakan padanya berita itu puncak cita-cita anne tadinya adalah
memperoleh izin provinsi dari guru,kelas pertama, pada akhir tahun, dan
mungkin meraih medali! Tapi sekarang sejenak anne membayangkan dirinya
memenangkan beasiswa avery, mengambil kursus seni di perguruan tinggi
Redmond, dan mengenakan baju wisuda dan berada dipanggung, sebelum
gema dari suara josie membuyarkan lamunannya. Karena Beasiswa Avery
dalam bahasa inggris, dan anne merasa bahwa kakinya kini adalah orang
pribumi.??

Seorang pengusaha dari New Brunswick yang kaya raya sudah meninggal dunia
dan meninggalkan sebagian dari keayaannya untuk memberikan sejumlah besar
bantuan beasiswa untuk dibagikan kepada bermacam-macam sekolah tinggi dan
akademi di Profinsi maritim, sesuai dengan bidang pelajaran mereka. Ada
banyak perdebantan apakah hanya akan dibagikan kepada penduduk queen,
tapi perihal itu pun akhirnya diputuskan bahwa, pada akhir tahun pelajar yang
lulus dengan dinilai bahasa inggris yang terbaik dan literatur bahasa inggris akan
memenangkan beasiswa—dua ratus lima puluh dollar per tahun selama empat
tahun di institute Redmond. Tidak mengherankan bila malam itu anne tidur
dengan pipi yang geli.!

”Aku akan memenangkan beasiswa itu jika aku bekerja keras,” ujarnya. ”Tidak
kah matthew akan merasa bangga jika aku memperoleh gelar Sarjana Seni
(Bachelor of Art)? Oh, indah sekali rasanya memiliki cita-cita dan ambisi.Aku

229
senang karena aku memiliki banyak cita-cita dan keinginan.Dan seperti nya tidak
pernah ada habisnnya—itulah hal terbaiknya. Hanya segera setelah kamu
mencapai satu ambisi kamu masih akan melihat satu lagi yang berkilauan diatas
sana. Itu membuat hidup jadi menarik.”

BAB XXXV- Musim dingin di Queen

Kerinduan anne akan kampung halaman sudah menghilang, sangat terbantu


dengan kunjungan akhir pekannya ke kampung halaman. Selama musim liburan
belum berakhir pelajar-pelajar avonlea pergi ke cabang baru Carmody di jalan
kereta api setiap malam jumat. Diana dan beberapa anak muda avonlea yang
lain pada umumnya berkumpul untuk menemui mereka dan setelah itu mereka
semua berjalan berkeliling avonlea dalam pesta gembira. Anne berpikir hari
jumat sore itu menyenangkan untuk dihabiskan diatas bukit yang berudara segar
keemasan. Dengan lampu-lampu dari rumah-rumah di avonlea berkelipan
dibawahnya, meupakan jam-jam terbaik dan terindah dari seluruh minggu.

Gilbert Blythe hampir selalu berjalan bersama dengan Rubby Gillis serta
membawakan tasnya. Rubby merupakan seorang gadis yang sangat menawan,
sekarang berpikir bahwa dirinya sudah cukup dewasa;dia memakai rok selama
orang tuanya mengijinkannya dan dia menggulung rambutnya hingga kelihatan
pendek di kota, meskipun dia harus menurunkannya ketika pulang kampung. Dia
memiliki mata biru cerah yang besar, kulit yang indah dan bentuk tubuh yang
indah, serta menikmati hal –hal yang menyenangkan dengan bebas.

” Tapi pikir dia bukan jenis perempuan yang disukai oleh Gilbert,”Bisik Jane
kepada anne. Anne juga berpikir demikian, tapi dia tidak akan mengatakan hal
itu demi beasiswa avery, tapi dia tidak mampu juga untuk tidak berpikir, akan
sangat menyenangkan memiliki teman berolok-olok dan teman berbincang
seperti gilbert dan bertukar pikiran mengenai buku-buku dan perlajaran-pelajaran
serta cita-cita. Gilbert memiliki ambisi, dia tahu itu, dan ruby Gillis sepertinya
bukan orang yang cocok untuk membahas masalah seperti itu.

Tidak ada sentimen bodoh yang muncul pada gambaran anne mengenai Gilbert.
Seperti anak laki-laki lain pada saat dia berpikir mengenai mereka, mungkin
sebatas teman belaka. Jika dia dan gilbert berteman dia tidak akan peduli
seberapa banyak teman lain yang dimiliki oleh gilbert dan juga dengan siapa dia
berjalan. Anne pandai membina persahabatan; dia punya banyak teman
perempuan, tapi dia tidak sepenuhnya sadar bahwa persahabatan dengan anak
lelaki juga mungkin meupakan hal yang baik untuk dilakukan untuk melengkapi
pershabatan seseorang dan melengkapi sudut pandangan yang lebih luas
mengenai penilaian dan perbandingan. Anne belum dapat meletakkan
perasaannya pada hal itu sehingga membuat suatu definisi yang jelas.

Dia hanya berpikir bahwa jika gilbert dan dirinya berjalan pulang bersama
dengan kereta api, melewati ladang yang indah dan melalui pakis yang

230
bertumbuhan disepanjang jalan setapak, mereka mungkin sudah berbincang
mengenai banyak hal menarik dan menggembirakan mengenai dunia baru yang
luas di sekitar mereka dan meletakkan harapan-harapan dan cita-cita mereka
padanya. Gilbert merupakan seorang teman muda yang panadi, dengan
pemikirannya sendiri mengenai peristiwa-peristiwa dan bertekat untuk meraih
yang terbaik di dalam hidup dengan memberikan yang terbaik pada hidup. Ruby
gillis mengatakan pada jane andrew bahwa dia tidak mengerti sedikitpun apa
yang gilberth bylthe katakan: dia berbicara sama seperti anne shirley pada saat
dia setuju dengan suatu hal dan rubby pikir tidak menyenangkan sama sekali
untuk terlalu peduli pada buku-buku dan hal-hal seperti itu pada saat kamu tidak
harus melakukannya. Frank Stockley memiliki banyak aksi dan pesona, tapi dia
tidak se ganteng Gilbert dan dia sungguh tidak dapat memutuskan yang mana
yang paling disukainya.!

Di academy anne secara berangsur-angsur mendapatkan lingkaran kecil teman-


temannya disekitar nya, bijaksana, imajinatif, pelajar yang ambisi seperti dirinya.
Dengan gadis “mawar-merah”, Stella Maynard, dan “gadis impian,” Priscilla
Grant, dia segera menjadi teman karib, menemukan gadis putih yang terlihat
alim yang diercoki oleh kenakalan serta olok-olok dan keisengan, sementara itu
mata hitam bersemangat milik stella terlihat sayu/muram oleh khayalan dan
mimpi-mimpi, seperti pelangi di udara sama seperti mata anne.Setelah liburan
natal pelajar avonlea berhenti pulang kampung setiap jumat dan belajar keras.
Pada saat ini semua pelajar-pelajar Queen cenderung berada di barisannya
masing-masing dan beragam kelas telah menetapkan tempat berteduh masing-
masing yang berbeda dan mulai bekerja.

Kenyataan ini merupakan hal yang lumrah. Dan sudah akui bahwa calon
penerima medali secara praktis telah disempitkan menjadi tiga orang---Gilbert
Blythe, Anne Shirley, dan Lewis Wilson; pemenang beasiswa Avery masih
diragukan, satu orang dari enam orang yang dijagokan berkemungkinan menjadi
pemenangnya. Medali perunggu untuk matematika diduga akan dimenangkan
olah seorang anak laki-laki gemuk, lucu, berasal dari desa dengan dahi yang
maju dan Jas tambalan.

Rubby gillis mendapat predikat gadis tercantik tahun ini di academy, pada kelas
tahun kedua stella Maynard memenangkan telapak tangan terindah, dengan
sedikit sokongan kritis dari anne shirley. Ethel marr nobatkan oleh seluruh juri
penilai sebagai seorang yang memiliki mode rambut- pakaian yang paling
bergaya, dan jane andrew—Jane yang sederhana, lambat, bersungguh-sungguh
—memenagkan penghargaan pengetahuan rumah tangga. Bahkan Josie Pye
mencapai keunggulan tertentu sebagai Gadis Berlidah paling tajam yang ada di
Queen. Jadi mungkin saja wajar dinyatakan bahwa murid-murid lama nona stacy
memainkan peran mereka sendiri di gelanggang academi.
Anne bekerja keras dan tekun. Persaingan nya dengan gilbert sama ketatnya
seperti waktu masih di sekolah avonlea dulu, meskipun hal itu tidak banyak yang
mengetahui dikelas, tapi bagaimanapun juga kegetiran itu sudah mulai terasa,

231
anne sudah tidak ingin lagi menang dengan alasan untuk mengalahkan gilbert,
tapi lebih karena kesadaran akan kebanggaan atas kemenangan dari lawan-
lawan laki-laki yang bernilai. Itu lebih bernilai untuk dimenangkan, tapi dia tidak
memikirkan bahwa hidup menjadi tidak sangat membantu seandainya dia tidak
menang.

Selain belajar siswa-siswa mendapatkan kesempatan untuk bersenang-senang.


Anne meghabiskan waktu luangnya di beechwood dan biasanya di
memanfaatkan hari minggunya dengan makan malam disana dan pergi ke gereja
dengan nona barry yang Belakangan , seperti pengakuannya, telah bertambah
tua, tapi mata hitamnya tidak suram namun setidaknya tenaga lidahnya semakin
mereda. Tapi dia tidak pernah bicara kasar pada anne, yang terus menerus
menjadi kesayangan dari wanita tua yang kritis itu.

" Anne-Girl bertambah baik setiap saat, ” ucapnya. ”aku lelah dengan gadis-
gadis lain—ada seperti kesamaan yang abadi dan menggusarkan pada mereka.
Anne memiliki banyak perbedaan seperti pelangi dan setiap hal- hal baru itu
selalu lebih bagus dari hal sebelumnya. Aku tidak tahu bahwa dia sama
menghiburnya seperti dia masih kanak-kanak dahulu, dan dia membuat aku
jatuh cinta padanya dan aku suka pada orang yang telah membuat aku
mencintai mereka. Itu menyelamatkan aku dari banyak masalah pada diriku
dengan mencintai mereka.

Kemudian, hampir sebelum semua orang menyadarinya musim semi telah


datang; di Avonlea mayflower sedang mengintip sebelum merekah merah muda
pada tanah yang gundul diamana rangkaian bunga-salju melekat; dan ”kabut
hijau” berada di pepohonan dan lembah-lembah.

Tapi di kota charlotte hal yang mengganggu pikiran dan dibicarakan oleh pelajar-
pelajar hanyalah mengenai Ujian-ujian.

”rasanya tidak mungkin bahwa satu semester hampir usai”,ucap


anne.”kenapa,musim gugur yang lalu terlihat sangat panjang—sepanjang musim
digin ini banyak kelas dan pelajaran. Dan disinilah kita sekarang, dengan ujian-
ujian yang minggu depan yang sudah terbayang. Kawan-kawan, kadang aku
merasa seolah-olah ujian itu adalah segalanya, tapi ketika aku melihat pada
tunas besar yang sedang berkembang dengan susah payah pada pohon itu
serta udara biru yang berkabut si ujung jalan, ujian-ujian itu terlihat tidaklah
begitu penting. ”

Jane dan rubby serta josie, yang singgah, tidak menanggapi hal itu. Bagi mereka
ujian-ujian yang akan datang merupakan hal yang sangat-sangat penting—jauh
lebih penting dibanding tunas buah chest atau hari perpeloncoan. Semua itu
tidak masalah bagi anne, yang yakin setidaknya lulus, memiliki waktu untuk bagi
dirinya untuk meremehkan ujian itu, tapi ketika semua masa depanmu

232
tergantung pada ujian-ujian itu---seperti yang dipikir oleh gadis-gadis itu—kamu
tidak dapat mengabaikan mereka dengan berfilsafat.

" Beart badanku telah turun sebanyak tujuh pond dalam dua minggu terakhir ”,
keluh jane.”tidak ada gunanya mengatakan jangan khawatir.Aku AKAN khawatir.
Khawatir terkadang sedikit membantu mu—itu akan terlihat seolah-olah kamu
sedang melakukan suatu hal pada saat kamu sedang khawatir. Akan
mengerikan jika aku gagal memperoleh sertifikat setelah melewati musim dingin
di Queens dan menghabiskan banyak uang.”

”_Aku_ tidak peduli, ” ucap josie Pye.”jika aku tidak lewat tahun ini aku akan
kembali lagi tahun depan. Ayahku mampu mengirim aku kesini, Anne, Frank
stockley bilang bahwa profesor Tremaine mengatakan bahwa Gilbert blythe
dipastikan memperoleh medali itu dan Emily Clay sepertinya yang akan
memenangkan beasiswa Avery itu.”

”itu akan membuat aku sangat kecewa besok, Josie”.”tawa anne,”tapi sekarang
aku jujur merasakan bahwa selama aku tahu bahwa bunga violet akan mekar
dan membuat lembah di bawah rumah atap hijau menjadi ungu dan pakis-pakis
kecil menyembulkan kepala mereka di jalan setapak LOVER, tidak akan
memberikan banyak perbedaan apakah aku akan meraih avery ataupun tidak.
Aku sudah melakukan usaha terbaik ku dan sekarang aku memahami apa yang
dimaksud dengan ”kesenangan dari perdebatan”

Disamping usaha dan kemenangan, ada hal terbaik yaitu usaha dan kegagalan.
Kawan-kawan, jangan bicarakan mengenai ujian!lihatlah pada lengkungan dari
hijau pudar diatas langit rumah-rumah itu dan bayangkan dirimu sendiri seperti
apa itu terlihat bila melewati hutan-hutan –pohon beerch yang lembayung di
avonlea. ”

" jane, apa yang akan kamu kenakan untuk pada hari pertama ujian? Tanya
Rubby praktis.

Jane dan josie keduanya menjawab dengan segera dan pembicaraan berubah
arah menjadi menganai mode. Tapi anne, dengan sikunya menyandar pada
ambang jendela, pipi lembutnya bertumpu pada kedua tangannya, dan matanya
terisi oleh pandangan-pandangan, menembus keluar menyeberangi atap kota
dan menuju kepuncak menara kubah agung dari langit matahari terbenam dan
merajut mimpi-mimpinya akan kemungkinan masa depan dengan benang-
benang emas dari optimisme masa muda. Semua mimpi-mimpi itu adalah
miliknya dengan kemungkinan-kemungkinan tersembunyi pada tahun-tahun
mendatang.—setiap tahun setangkai mawar akan sampai janjinya untuk ditenun
menjadi chaplet abadi.

233
Bab XXXVI
Keagungan dan Mimpi

Pada suatu pagi ketika semua hasil ujian di pasang pada papan bulletin di
Queens, Anne dan jane berjalan menyusuri jalan bersama. Jane tersenyum dan
bahagia, ujian telah berakhir (selesai) dan dia yakin bahwa paling tidak dia
berhasil melewati ujian, Pertimbangan/selanjutnya/ yang lebih lanjut tidak
mengganggu jane sama sekali. Dia tidak punya ambisi yang membumbung tinggi
dan sebagai konsekuensi (akibatnya) dia tidak dihinggapi penyakit
kegelisahan/tidak tenang sesudahnya.
Karena kita membayar sebuah harga untuk setiap hal yang kita dapatkan di
dunia ini. Dan meskipun ambisi sangat bernilai untuk dimiliki, mereka tidak
dimenangkan dengan mudah(mereka tidak diraih dengan mudah). Tapi
membutuhkan kerja keras dan pengorbanan dirisendiri, kegelisahan dan
kesempitan hati. Anne pucat dan diam. Dalam waktu 10 menit lagi dia akan
mengetahui siapa yang akan memenangkan medali dan siapa yang
memenangkan avery. Melewati waktu 10 menit itu sebanrnya tidak terasa.
Hanya saja bagi dirinya, waktu menjadi suatu hal yang paling penting di dunia ini.

Tentu saja kamu akan memenangkan salah satu penghargaan itu, ucap
jane,kalau tidak siapa yagn tidak bisa memahami betapa/bagaimanakah
fakultas/staf pengajar bisa begitu tidak adil seperti terhadap medali itu kalau
tidak.

Aku tidak berharap avery, ucap anne, semua orang mengatakan bahwa Emily
clay yang akan memenangkan itu. Dan aku tidak akan berdesakan di papan
bulletin itu dan melihatnya sebelum semua orang selesai. Aku tidak memiliki
keberanian jiwa. Aku akan tetap berada diruang ganti baju anak perempuan.
Kamu harus membaca pengumuman-pengumuman itu dan kemudian
memberitahu pada ku, jane. Dan aku mohon dengan sangat kepadamu atas
nama/demi persahabatan lama kita untuk melakukannya secepat mungkin. Jika
aku gagal katakan langung, tanpa mencoba untuk berhenti dengan lemah
lembut. Dan apapun yang kamu lakukan JANGAN
berbelasungkawa/menyatakan simpati dengan ku. Berjanjilah padaku akan hal
ini, Jane.

Jane berjanji dengan sungguh-sungguh, tapi, pada saat itu terjadi, tidak ada
gunanya janji seperti itu. Pada saat mereka memasuki tangga Queen, mereka
mendapati aula dipenuhi oleh anak laki-laki yang mengangkat Gilbert Blythe
diatas bahu mereka dan meneriakkan pada puncak dari suara mereka : Hore
Blythe, pemenang Medali

234
Untuk sejenak anne merasa perutnya mual tiba-tiba akibat kekalahan dan
kekecewaan. Jadi dia gagal dan Gilber menang! Baiklah, Mathew akan menyesal
—dia sangat yakin bahwa anne akan menang.

Tapi kemudian

Seseorang berteriak :
Mari bersorak-sorak dengan semangat untuk Nona Shirley, pemenang Avery!

Wah anne, Jane megap-megap, kemudian segera mereka melarikan diri menuju
kamar ganti pakaian perempuan diantara sorak-sorai gemuruh. Aduh anne, aku
sangat bangga, bukankah itu bagus??

Dan kemudian anak-anak perempuan mengelilingi mereka dan anne menjadi


pusat kegembiraan, kelompok ucapan selamat datang menyerbu. Bahunya di
gebuk dan tangannya bergoncang dengan semangat. Dia ditolak dan ditarik dan
dirangkul dan diantara itu semua, dia mencoba untuk berbisik kepada Jane :

Aduh, Mathew dan marilla akan puas, aku harus menulis berita/surat kerumah
sekarang juga.

Upacara pemberian Ijazah merupakan peristiwa penting berikutnya. Acara


dilaksanakan di Aula pertemuan besar di Akademi. Pidato diberikan, karangan
dibacakan, lagu-lagu dinyanyikan, Ijazah penghargaan untuk pelajar, hadiah-
hadiah dan medali-medali diberikan.

Mathew dan Marilla ada disana, dengan mata dan telinga hanya untuk seorang
pelajar diatas podium—seorang gadis janggkung dalam balutan pakaian hijau
muda, dengan kedua pipi yang agak kemerah-merahan dan kedua mata yang
penuh dengan sinar gemintang, yang membaca karangan terbaik dan ditunjuk
dan dibisiki sebagai pemenang Avery.

Memperhitungkan bahwa kita senang telah membesarkan dia, marilla? Bisik


Mathew. Berbicara untuk pertama kalinya sejak dia memasuki aula, ketika anne
menyelesaikan karangannya.

Ini bukan pertama kalinya aku bahagia/senang, Ulang marilla, Kamu sungguh
senang menggoda orang, Mathew curthbert.

Nona Barry yang duduk di belakang mereka, condong kedepan dan


menyodok/mencongkel punggung marilla dengan gagang payungnya.

Tidak kah kamu bangga dengan gadis- Anne?Aku bangga, kata nya.

Anne pulang ke rumah Avonlea dengan Mathew dan marilla sore itu, dia tidak
pernah pulang sejak bulan april lalu dan dia merasa dia tidak dapat menuggu

235
hingga besok. Bunga appel merekah dan dunia tampak segar dan muda. Diana
ada di Rumah hijau untuk mengunjunginya. Di dalam kamar putih nya sendiri,
dimana marilla telah mengumpulkan mawar-mawar yang sedang berbunga pada
ambang jendela, anne melihat kesekitar dan menarik napas panjang
kebahagiaan.

Oh Diana, Sungguh baik bisa kembali lagi. Sangat baik melihat pucuk cemara itu
menantang langit merah muda—dan kebun buah putih dan salju queens yang
tua. Bukankah nafas mint lezat ?dan mawar itu—kenapa, semuanya merupakan
sebuah nyanyian dan sebuah harapan dan doa semua menjadi satu. Dan
alangkah baiknya melihat kamu lagi, Diana.

Aku pikir stella Maynard lebih baik dari aku, ucap Diana penuh celaan. Josie Pye
memberitahuku kamu melakukannya. Josie bilang kamu JATUH HATI pada nya.

Anne tertawa dan menghujani Diana dengan bunga lili bulan juni yang layu dari
buket miliknya.

Stella Maynard merupakan seorang gadis yang paling mahal didunia kecuali satu
orang dan orang itu adalah kamu, Diana, kata dia. Aku mencintai kamu lebih dari
siapapun—dan aku punya banyak hal untuk diceritakan padamu, Tapi saat
ini/sekarang aku merasa seolah-olah cukup menyenangkan duduk disini dan
memperhatikan kamu. Aku lelah, aku pikir lelah karena rajin belajar dan lelah
karena berambisi. Aku bermaksud untuk menghabiskan waktu paling sedikit 2
jam besok berleha-leha (berbaring) di rumput kebun buah-buahan, dan tidak
berpikir apa-apa.

Kamu sudah melakukan pekerjaan dengan baik sekali anne, aku mengira kau
tidak akan sedang mengajar sekarang bahwa kamu telah memenangkan Avery?

Tidak, Aku akan pergi ke Remond September nanti, tidak kah itu kedengaran
hebat??aku akan memiliki pesediaan nyanian ambisi yang baru sekali untuk
diberikan pada waktu itu nanti setelah tiga bulan yang agung, bulan-bulan
keemasan dari liburan. Jane dan Ruby akan mengajar. Tidakkah itu baik sekali
untuk dipikirkan kami semua dapat melampaui bahkan moodi Spurgeon dan
Josie Pye?

Dewan SEkolah Newbridge sudah menawarkan Jane sekolah mereka. Kata


Diana, Gilbert bythe akan mengajar juga. Dia harus, Ayah nya tidak sanggup
membiayai kuliahnya tahun depan, setelah semuanya, jadi ia bermaksud untuk
mendapatkan penghasilannya sendiri. Aku berharap dia akan memperoleh
sekolah disini jika Miss Ames memutuskan untuk pergi/berhenti.

Anne merasakan sedikit perasaan ganjil dari kekagetan kecemasan dalam


hatinya. Dia tidak mengatahui hal itu. Dia berharap Gilbert akan pergi ke
Redmond juga. Apa yang akan anne lakukan tanpa persaingan yang

236
membangkitkan semangat mereka ?tidak akan berhasil, meskipun pada fakultas
perguruan tinggi dengan murid pria dan wanita dan harapan gelar yang nyata,
menjadi agak hambar tanpa teman bermusuhannya?

Pagi berikutnya saat sarapan anne tiba-tiba menyadari/menemukan bahwa


Mathew kelihatan tidak sehat, tentu saja dia kelihatan lebih gelap/abu-abu
daripada satu tahun sebelumnya.

Marilla, panggil anne dengan ragu-ragu ketika Mathew telah pergi keluar, apakah
Mathew sehat ?

Tidak,jawab marilla dalam nada susah.dalam musim semi ini sudah Beberapa
kali dia mendapat serangan jantung yang sungguh berat dan dia tidak akan
meluangkan waktu untuk dirinya sendiri sedikit saja. Aku benar-benar cemas
tentang dia, tapi dia akan jauh lebih baik untuk sementara waktu dan kita harus
menggaji seorang lelaki yang baik. Sehingga aku berharap dia dapat beristirahat
dan kembali segar. Mungkin dia akan mau sekarang karena kamu ada dirumah.
Kamu selalu membuatnya gembira.

Anne mencondongkan badannya ke meja dan mengambil wajah marilla di


tangannya.

Kamu juga tidak terlihat sehat seperti yang biasa aku lihat, marilla, kamu
kelihatan lelah. Aku takut kamu bekerja terlalu keras. Kamu harus beristirahat,
sekarang karena aku ada dirumah. Aku akan menggunakan satu hari libur ini
untuk mengunjungi semua tempat-tempat keakungan lama dan memburu mimpi-
mimpi lama ku, dan selanjutnya giliran kamu untuk bermalas-malasan
saat/sedangkan aku mengerjakan pekerjaan.

Marilla tersenyum dengan mesra pada gadisnya.

Bukan karena pekerjaan—hanya karena kepalaku, aku sering sekali sakit kepala
sekarang—selain mata aku. Doctor spenser banyak cincong/membuat aku repot
dengan kacamata, tapi mereka tidak memberikan kebaikan untuk ku. Ada ahli
mata yang hebat/terkenal yang datang ke PULAU ini juni lalu dan doctor bilang
aku harus menjumpainya. Aku kira aku harus. Aku tidak bisa membaca atau
menjahit dengan nyaman sekarang. Baiklah, Anne, Harus kukatakan kamu
sudah melakukan pekerjaan dengan sangat baik di Queens. Mengambil Kelas
puisi Pertama satu tahun dan memenangkan beasiswa Avery.—Baiklah—
baiklah, Nyonya.Lynde mengatakan sebelumnya kebanggaaan surut dan dia
tidak percaya terhadap sekolah tinggi untuk wanita sama sekali. Dia bilang itu
tidak cocok untuk mereka untuk lingkungan wanita yang sebenarnya/lingkungan
sejati wanita. Aku tidak percaya akan kata itu, berbicara mengenai Rachel
mengingatkan aku—Apakah kamu sudah mendengar berita apapun mengenai
Bank Abbey, akhir-akhir ini, Anne ?

237
Aku dengar bank itu agak goyah, jawab anne, kenapa??

Itu apa yang dikatakan Rachel : dia mampir kesisni suatu hari pada minggu
kemaren dan dia bilang banyak perbincangan mengenai itu. Mathew merasa
sangat cemas/khawatir. Semuanya kita tabung di bank itu—setiap sen. Awalnya
aku ingin Mathew meletakan uang itu di Bank Saving, tapi Mr. Abbey tua adalah
teman baik Ayah Mathew dan ia selalu menyimpan uang pada nya. Mathew
bilang setiap bank dibawah pimpinannya cukup bagus untuk setiap orang.
Aku rasa dia mempunyai jumlah nominal yang besar selama bertahun-tahun.
Ucap anne, dia benar-benar sudah tua, ponakannya sungguh kepala
lembaga/institusi.

Baiklah, ketika Rachel memberitahukan pada kami hal itu, aku ingin Mathew
untuk menarik uang kita segera, dan dia bilang dia akan mempertimbangkan hal
itu. Tapi Mr. Russel mengatakan padanya kemaren bahwa bank itu bail-baik
saja.
Anne bersenang-senang hari itu dengan persahabtan dengan dunia luar. Dia
tidak akan pernah melupakan hari itu, hari itu sangat cerah dan bagus dan
terang, begitu bebas dari bayang-bayang dan begitu begitu banyak bunga. Anne
menghabiskan beberapa waktu berharganya di kebun buah, dia pergi ke
gelembung Dryad dan hanyapohon belaka dan lembah bunga violet/lembayung.
Dia menghampiri rumah pendeta dan mempunyai perbincangan dengan Nyonya.
Allan. Dan akhirnya di sore hari dia pergi dengan Mathew untuk melihat kerbau-
kerbau, melewati jalan/pedesaan penggemar untuk menggembalakan dari
belakang. Hutan/kayu-kayu seluruhnya bercahaya terlewati oleh matahari
terbenam dan semarak kehangatan dari air panas menurun melintasi lembah-
lembah bukit di bagian barat.
Mathew berjalan pelan-pelan dengan kepala tertunduk, anne tinggi dan tegak,
menyesuaikan langkah per nya dengan langkah Mathew.

Kamu bekerja terlalu kerasa hari ini, Mathew, kata dia penuh omelan. Kenapa
kamu tidak mengambil hal yang lebih mudah?

Baiklah sekarang, aku sepertinya tidak bisa seperti itu, kata Mathew, saat dia
membuka pintu gerbang halaman agar kerbau-kerbau bisa lewat, hanya saja aku
sudah menjadi lebih tua sekarang, anne, dan lupakanlah. Oke, oke, aku selalu
bekerja keras dan aku lebih suka jatuh dalam pakaian kuda.

Jika saja aku adalah anak laki-laki yang kamu kirim, kata anne dengan prihatin.
Aku akan bisa banyak membantu kamu sekarang dan meluangkan kamu dengan
100 cara. Aku dapat menemukan hal itu dalam hatiku untuk hasrat yang kumiliki.
Hanya untuk itu

Baiklah sekarangm aku lebih memilih kamu daripada selusin anak laki-laki, anne.
Ucap Mathew menepuk tangan nya. Hanya mengingatkan kamu—lebih baik
daripada selusin anak laki-laki. Baiklah sekarang, aku menduga bukanlah anak

238
laki-laki yang mendapatkan beasiswa avery, benarkan??itu bukan anak gadis—
gadis ku yang aku bangga padanya.

Dia tersenyum senyum malu padanya ketika di memasuki ke perkarangan . anne


mesih memngingat kenangan itu pada saat dia memasuki kamarnya pada
malam itu dan duduk agak lama pada jendela nya yang terbuka,
mengingat/berpikir tentang mas lalu/lampau dan menghayalkan/memimpikan
masa depan/mendatang. Diluar salju Queen/Queen salju halimun/berkabut putih
dalam sinar dengan berkabut putih dalam kilauan bulan/cahaya bulan; kodok-
kodok sedang menyanyi di rawa di lerang kebun buah. Anne selalu ingat akan
perak, penuh ketenangan/kedamaian dan ketenangan yang semerbak dari
malam itu. Itu merupakan malam terakhir sebelum penderitaan menghampiri
hidupnya. Dan kehidupan selanjutnya tidak akan pernah sama lagi ketika
sentuhan dingin, suci telah diletakkan diatasnya.

Bab XXXVII- malaikat maut yang bernama Kematian

Mathew—Mathew—ada apa ? Apa kamu sakit, Mathew??

Ucapan marilla yang penuh dengan nada kegelisahan disetiap sentakan kata.
Anne datang ke ruangan, tangannya penuh dengan bunga bakung putih,-- sudah
lama sekali sebelum akhirnya anne bisa menyukai bau dari bunga bakung putih
lagi,-- dia melihat sewaktu Mathew berdiri di pintu keluar beranda, ada selembar
kertas terlipat di tangannya, dan wajah Mathew terlihat ganjil dan abu-abu. Anne
menjatuhkan bunga-bunganya dan berlari melintasi dapur menuju kearah
matthew bersamaan dengan marilla. Mereka berdua sangat terlambat, sebelum
mereka dapat menggapai dirinya, Mathew telah jatuh melewati ambang pintu.

Dia pingsan, marilla terengah-engah, Anne, panggil martin—cepat, cepat! Dia di


gudang.

Martin, lelaki pekerja, yagn baru saja sampai dirumah dari kantor pos, bergerak
terkejut memanggil dokter, pada saat dia pergi memanggil dokter dia melewati
lereng Kebun buah-buahan disitu ada tuan dan Nyonya. Barry mereka berdua
segera pergi kerumah marilla.Nyonya. Lynde, yang berada disana atas suruhan,
datang juga. Mereka mendapati Anne dan Marilla yang sedang kebingungan
mencoba untuk memulihkan Mathew agar siuman kembali .

Nyonya. Lynde mendorong mereka kesamping dengan lembut, memeriksa


denyut nadinya, dan menempelkan telinganya diatas jantung nya. Dia
memandang wajah cemas mereka dengan sedih dan airmata mengalir dari
kedua matanya.

Aduh marilla, Kata dia dengan sedih, aku kira—kita tidak bisa melakukan apapun
untuknya menolongnya.

239
Nyonya. Lynde, kamu jangan berpikir—kamu tidak boleh berpikir Mathew—telah
—anne tidak dapat mengatakan kata yang mengerikan itu; dia berubah redup
dan pucat pasi.

Nak, iya, aku takut seperti itu, lihat wajahnya. Pada saat kamu telah melihat
sesering aku melihatnya maka kamu akan tahu apa artinya.

Anne melihat ke wajah tenang/hening yang tidak terlihat ada tanda kehidupan
yang agung.

Pada saat dokter datang dia berkata bahwa kematian yang mendadak dan
kemungkinan tanpa rasa sakit, mungkin sekali disebabkan oleh kejutan yang
tiba-tiba.
Rahasia keterkujutan/goncangan itu ditemukan berada pada kertas yang
dipengang Mathew yang dibawa martin dari kantor pagi itu. Kertas Itu berisi
tunggakan rekening dari bank Abbey.

Berita menyebar cepat di Avonlea, dan setiap hari teman dan tetangga
berbondong-bondong/memenuhi nok atap rumah hijau dan datang dan pergi
atas suruhan orang yang mati dan yang masih hidup. Untuk pertama kalinya
Mathew yang pendiam, pemalu menjadi pusat perhatian; Keagungan suci
kematian telah datang padanya dan mengumpulkannya sebagai seseorang yang
bermahkota.

Ketika malam yang tenang datang perlahan diatas nok atap rumah hijau rumah
tua itu hening dan tenang. Di kamar salon terbaring Mathew curthbert di dalam
petimati, rambut panjang abu-abunya menghiasi wajahnya yang tenang yang
terdapat sedikit senyum ramah seolah-olah dia tertidur, sedang bermimpi mimpi
yang menyenangkan. Banyak bunga disekitar dia—bunga kuno yang indah—
bunga-bunga modern yang ditanam oleh ibunya di kebun perkarangan pada
hari-hari pengantinnya dan yang selalu dirahasiakan oleh matthew, cinta tanpa
kata-kata. Anne mengumpulkan/mengambil mereka dan memebrikannya pada
dia. Kesedihannya yang mendalam, mata tanpa air mata menyala di wajahnya
yang putih. Itu merupakan hal terakhir yagn dapat dilakukan untuk nya.

Keluarga Barry dan Nyonya Lynde tinggal menemani mereka malam itu.
Diana, pergi ke loteng timur rumah, dimana anne berdiri di jendelanya, berkata
dengan lemah lembut.

Anne sayang, Maukah kamu tidur dengan ku malam ini ?

Terimakasih Diana, Anne melihat ke wajah temannya itu dengan bersungguh-


sungguh. Aku kira kamu tidak akan salahpaham pada ku saat aku mengatakan
bahwa aku ingin sendiri. Aku tidak takut. Aku sudah sendiri satu menit sejak itu
terjadi—dan aku ingin, aku sungguh ingin kesunyian dan keheningan dan

240
mencoba untuk menerimanya. Aku tidak dapat menerimanya. Setengah nampak
jelas bagiku bahwa Mathew tidak bisa mati, dan setengah yang lainnya
kelihatan seakan-akan dia sudah meninggal sejak lama dan aku telah
mengahadapi sakit yagn mengerikan ini sejak lama.

Diana tidak begitu mengerti. Kesedihan marilla sangat mendalam, memecahkan


semua batasan kemampuannya untuk mengindari masalah dengan cara
menyibukkan diri dengan pekerjaan dan kesibukan diri, diana dapat memahami
lebih baik daripada anne kesakitan/penderitaan yang mendalam tanpa butir air
mata. Tapi dia pergi menjauh dengan baik hati, meninggalkan anne sendirian
untuk tetap berjaga-jaga atas dukacitanya yang pertama.

Anne berharap bahwa airmata akan muncul didalam kesunyian. Itu nampak bagi
anne hal yang buruk sekali bahwa dia tidak bisa menumpahkan/mengeluarkan
air mata untuk Mathew, yang merupakan orang yang sangat dicintainya dan
yang telah begitu baik padanya, Mathew yang berjalan dengannya kemaren sore
disaat matahari terbenam dan sekarang sedang terbaring di ruang suram yang
dipenuhi kedamaian yang dahsyat. Namun mulanya tidak ada air mata yang
keluar, bahkan pada saat dia berlutut pada jendelanya di tengah kegelapan dan
berdoa, melihat bintang-bintang bertaburan diantara bukit-bukit—tidak ada air
mata, hanya rasa sakit kelam yang mengerikan

Kesengsaraan itu tetap ada hingga dia jatuh tertidur, dalam bauran hari gembira
sekaligus menyedihkan.

Ditengah malam dia terbangun, dengan keheningan dan kegelapan disekitarnya,


dan ingatan tentang hari-hari yang lalu datang menghampirinya seperti
gelombang kesedihan. Dia bisa melihat wajah Mathew yang sedang tersenyum
pada nya seperti dia tersenyum ketika mereka berpisah di gerbang sore lalu—dia
bisa mendengar suara yang berkata, Gadisku—gadisku yang aku banggakan.
Kemudian airmata jatuh dan anne menangis bercucuran air mata. Marilla
mendengar nya dan menyelinap untuk menghiburnya.

Sudah-sudah—jangan menangis seperti itu, saying itu tidak akan bisa


mengembalikan dirinya. Itu—itu—tidak benar untuk menangis seperti itu. Aku
tahu, tapi aku tidak tahan. Ia selalu baik, ayah yang baik untuk ku—tapi Tuhan
tahu yang terbaik.

Aduh, biarkan lah aku menangis, marilla. Tangis anne. Airmata tidak melukai
seperti rasa sakit ini. Tinggallah disini untuk beberapa saat dan biarkan
lenganmu merangkul ku—begitu. Aku tidak membiarkan Diana tinggal, dia baik
dan ramah dan manis—tapi ini bukan kesedihannya—dia diluar ini dan dia tidak
bisa datang lebih dekat kedalam hatiku untuk menolongku. Ini penderitaan kita—
kamu dan aku. Aduh Marilla, apa yang akan kita lakukan tanpa dirinya??

241
Kita harus saling membantu/kita harus selalu bersama, anne. Aku tidak tahu apa
yang akan lakukan jika kamu tidak ada disini---jika kamu tidak pernah datang
kemari. Aduh, Anne, aku tahu telah keras dan kasar kepada mu mungkin—tapi
kamu tidak boleh berpikir bahwa aku tidak mencintai kamu seperti Mathew
mencintai kamu. Untuk semua itu. Aku ingin mengatakan padamu sekarang
selagi aku masih bisa. Tidak mudah bagi ku untuk mengungkapkan perasaan ku,
tapi saat ini sepertinya jadi lebih mudah. Aku mencintai kamu seperti seolah olah
kamu adalah darah dagingku sendiri dan kamu telah menjadi kebahgiaan dan
kesenangan ku sejak kamu datang ke Rumah Hijau.

Dua hari setelah itu mereka membawa Matthew Cuthbert melawati ambang pintu
rumahnya dan menjauh dari ladang yang di kelolanya dan kebun buah yang
dicintainya dan pophon-pohon yang telah ditamannya. Dan kemudian Avonlea
kembali tenang seperti biasanya dan bahkan pada rumah dinding hijau
pekerjaan/urusan kembali masuk ke pekerjaan sehari-hari mereka yang lama
dan pekerjaan dilakukan dan tugas-tugas diselesaikan dengan keteraturan
seperti sebelumnya/biasanya, meskipun dengan perasaan sakit karena
kehilangan hal-hal yang akrab. Anne, baru berduka cita, pikiran sangat sedih
bahwa itu bisa menjadi seperti itu---bahwa mereka dapat melanjutkan cara lama
tanpa Mathew. Dia merasa seperti memalukan dan penyesalan yang mendalam
saat dia menemukan bahwa matahari terbit dibalik pohon cemara. Dan tunas
pucat merah muda merekah di kebun membrikan aliran kebahagiaan bagi dirinya
ketika dia melihat mereka—kunjungan Diana menyenangkan dia dan bahwa
kata-kata dan gaya sukaria Diana membuatnya tertawa dan tersenyum—yang
pendek kata, dunia bunga indah dari cinta dan persahabatan telah kehilangan
satupun dari kekuatannya untuk menyenangkan khayalannya/kesenangannya
dan menggetarkan jiwanya, hidupnya masih menghampiri dia dengan banyak
suara yang berutbi-tubi (terus-menerus).

Itu nampaknya seperti ketidaksetiaan kepada Matthew, entah bagaimana,


menemukan kebahagiaan dari berbagai hal sekarang padahal dia telah
meninggal, katanya dengan prihatin pada Nyonya Allan suatu sore ketika mereka
sedang bersama-sama di kebun rumah pendeta. Aku sangat tindu padanya.—
setiap saat—namunpun begitu, Nyonya. Allan, dunia dan kehidupan terlihat
sangat indah dan menarik untuk ku semuanya. Hari ini Diana mengatakan
sesuatu yang lucu dan membuat aku tertawa. Aku pikir pada saat itu terjadi aku
tidak pernah bisa tertawa lagi. Bagaimanapun juga terlihat seakan-akan aku
tidak perlu untuk tertawa.

Pada saat Mathew masih berada disini dia senang mendengar kamu tertawa dan
dia senang mengetahui bahwa kamu menemukan kebahagiaan dari hal –hal
yang menggembirakan disekitar mu, ucap Nyonya allan lemah lembut.
Dia baru saja lewat sekarang, dan dia senang untuk mengetahui hal yang sama.
Aku yakin kita seharusnya tidak menutup hati kita terhadap pengaruh
penyembuhan yang ditawarkan lingkungan pada kita. Tapi aku dapat memahami
perasaan mu. Aku rasa kita semua mengalami hal yang sama.

242
Kita benci/marah/merasa tersinggung pada hal apapun yang menyenangkan kita
ketika orang yang kita cintai sudah tidak lagi berada disini untuk membagi
kesenangan dengan kita, dan kita hampir merasa seolah-olah kita tidak setia
kepada penderitaan kita ketika kita menemukan/mengetahui bahwa ketertarikan
hidup kembali pada kita.

Aku pergi ke kuburan untuk menanam suatu rumpun mawar di kuburan Mathew
sore ini. Ucap anne melamun. Aku membawa sejamban bunga mawar putih
rumpun belanda yang ibunya bawa dari skotlandia dahulu kala. Mathew selalu
paling menyukai mawar—mereka begitu kecil dan manis pada tangkainya yang
berduri. Aku merasa gembira karena aku bisa menanamnya diatas kuburannya
—seolah-olah aku melakukan sesuatu yang mungkin bisa menyenangkan dia
karena itu berada di dekatnya. Aku berharap dia mempunyai mawar seperti itu
di surga. Mungkin arwah-arwah dari seluruh bunga mawar kecil putih yang
sangat dicintainya pada musim-musim panas semuanya disana untuk
menjumpainya. Aku harus pulang kerumah sekarang. Marilla soerang diri dan dia
kesepian di senjakala."

" Dia akan terus kesepian, aku takut, pada saat kamu pergi lagi ke sekolah, ucap
Nyonya. Allan.

Anne tidak menjawab; dia mengucapkan selamat malam dan pergi pelan-pelan
kembali ke nok atap rumah hijau. Marilla sedang duduk di depan pintu anak
tangga dan anne duduk disampingnya. Pintu dibelakang mereka terbuka, ditahan
oleh sebuah kulit kerang besar berwarna pink dengan bayang-bayang dari
matahari terbenam di sebelah tenggara dalam lilitan-lilitan bagian dalam yang
halus.

Anne mengumpulkan percikan madu pucat kuning menyusui dan meletakkannya


di rambutnya.
Dia menyukai petunjuk kelezatan dari keharuman, seperti ucapan syukur dari
udara, diatas dia setiap saat dia bergerak.

Doctor Spencer ada disini saat kamu pergi, kata marilla, kata dia spesialis itu
akan ada di kota besok. Dan dia bersikeras bahwa aku harus masuk dan
memeriksa mataku. aku mengira aku sebaiknya pergi dan selesai. Aku akan
lebih berterimakasih jika lelaki itu memberikan aku semacam kacamata yang
benar dengan mata aku. Kamu tidak keberatan tinggal disini sendirian sementara
aku pergi, kamu mau kan ? Martin akan mengantar aku dan tidak ada setrikaan
dan memasak yang harus dilakukan.

" aku akan baik-baik saja.. Diana akan singgah untuk menemaniku. Aku akan
menyetrika dan memasak dengan lezat—kamu tidak perlu takut bahwa aku akan
memberika kanji pada saputangan atau membumbui kue dengan obat gosok.

243
MARILLA tertawa.

Alangkah seorang gadis perempuan yang membuat kekeliruan pada hal itu
berhari-hari.Anne Kamu selalu terlibat dalam pertikaian. Aku terbiasa berpikir
bahwa kamu kerasukan/kemasukan setan. Apakah kamu ingat waktu kamu
mengeringkan rambut mu??

Ya, sunnguh, Aku tidak akan pernah melupakannya, senyum anne. Sembari
menyentuh pita rambut yang berat pada rambut yang terluka di disekitar kepala
indahnya. Aku terkadang tertawa sedikit sekarang pada saat aku berpikir betapa
cemasnya rambut aku pada ku—tapi aku tidak bisa tertawa banyak, karena
kemudian itu sungguh menjadi masalah. Aku benar/sungguh-sungguh menderita
karena rambut ku dan bintik-bintik diwajahku.

Bintik-bintik dipipi ku benar-benar sudah hilang, dan orang-orang cukup senang


memberitahuku bahwa rambutku pirang sekarang—semua kecuali Pye. Dia
bilang padaku kemaren bahwa menurutnya itu lebih merah dari sebelumnya,
atau setidaknya pakaian hitam ku membuatnya kelihatan lebih merah, dan dia
bertanya padaku apakah orang-orang yang memiliki rambut merah terbiasa
memiliki rambut seperti itu. Marilla, aku hampir memutuskan untuk berhenti
mencoba untuk menyukai Josi Pye. Aku sudah berusaha apa yang aku sebut
usaha yang gagah berani untuk menyukai dia,tapi josi Pye tidak akan bisa
disukai.

Josi Pye, ujar marilla tajam, jadi dia tidak tahan untuk bersikap tidak
menyenangkan (untuk tidak marah-marah). Aku kira orang semacam itu sedikit
tujuan berguna dimasyarakat, tapi aku harus mengatakan bahwa aku tidak tahu
apakah adalah lebih banyak lagi daripada manfaat tumbuhan berduri (semacam
widuri). Apakah Josie akan mengajar ?

Tidak, dia akan pulang ke Queens tahun depan. Begitu juga dengan Moody
Spurgeon dan Charlie Sloane. Jane dan Ruby akan mengajar dan mereka
berdua mendapatkan sekolah—jane di NewBridge dan ruby disuatu tempat di
sebelah barat.

Gilbert Blythe akan pergi mengajar juga, bukan??


Ya- singkatnya.
Alngkah –seorang teman yang enak dilihat dia, ujar marilla menerawang.
Aku melihat dia di gereja minggu lalu dan dia keliatan begitu tinggi dan gagah
Dia mirip sekali dengan ayahnya pada usia yang sama. John Blythe merupakan
anak laki-laki yang baik. Kami dulunya adalah teman baik, dia dan aku, orang-
orang menyebutnya kekasihku.

Anne memandang dengan minat cepat


Aduh marilla—dan kemudian apa yang terjadi ??—kenapa kamu tidak—

244
Kami bertengkar, aku tidak akan memafkan dia pada saat dia minta maaf
padaku. Aku sungguh-sungguh, hanya sebentar—tapi aku kesal/merajuk dan
marah dan ingin menghukum dia duluan/terdahulu. Dia tidak pernah kembali—
Keturunan blithe sangat mandiri. Tapi aku selalu merasa—agak menyesal. Aku
selalu berharap aku telah memaafkan dia pada saat aku punya kesempatan.

Sehingga kamu bisa memiliki sedikit percintaan dalam hidup kamu, juga, ucap
anne lembut. (gumam anne)

Ya, aku kira kamu mungkin bisa memanggil nya itu, kamu tidak akan berpikiran
begitu kamu melihat aku, bukan?? Kamu tidak pernah dapat menilai orang dari
luanya saja. Setiap orang sudah melupakan mengenai aku dan john. Dan aku
melupakan diri aku sendiri. Tapi semuanya kembali lagi ketika aku melihat
Gilbert kemaren minggu.

BAB XXXVIII- Persimpangan Jalan

Marilla pergi ke kota besoknya dan kembali pada malam hari. Anne telah pergi
ke lereng kebun buah-buahan dengan Diana dan kembali menemui marilla di
dapur, yang sedang duduk di meja dengan kepala nya bersandar di tangan nya.
Sesuatu dalam sikap kesal/sedih nya membuat hati anne dingin/sedih. Dia tidak
pernah melihat Marilla duduk lemah tanpa daya seperti itu.

Apakah kamu sangat letih, marilla?

Ya—tidak—aku tidak tahu, jawab marilla lesu/letih. Sambil menerawang,


“seharusnya aku letih tapi aku tidak memikirkannya. Bukan karena itu.

Apakah kamu bertemu dengan dokter mata?apa kata dia ? Tanya anne
penasaran? .

Ya aku bertemu dengan nya. Dia memeriksa mata ku, dia bilang bahwa bila aku
berhenti total dari membaca dan menjahit dan segala macam pekerjaan yang
bisa menyebabkan ketegangan pada mata, dan jika aku tidak menangis, dan jika
aku menggunakan kacamata yang telah diberikannya pada ku, dia kira/berpikir
bahwa mata ku tidak akan tambah parah dan sakit kepalaku dapat disembuhkan,
Tapi jika tidak katanya aku pasti akan menjadi buta-samasekali dalam 6 bulan.
Buta, Anne, bayangkan!

Anne diam Untuk beberapa saat, setelah lebih dulu berseru cemas dan kaget,
kelihatan baginya bahwa ia tidak mampu berkata-kata. Tapi kemudian dia
berkata dengan berani/lantang, tapi dengan suara terjepit

Marrila, Jangan pikirkan hal itu. Kamu tahu bahwa dia membrerikan harapan
padamu, jika kamu berhati-hati kamu tidak akan kelihatan penglihatanmu sama

245
sekali. Dan jika kacamata dari nya bisa menyembuhkan sakit kepalamu itu akan
menjadi hal yang luar biasa.

Aku tidak banyak berharap, untuk apa aku hidup jika aku tidak dapat membaca
atau menjahit/menyulam atau melakukan hal lainnya seperti itu ? aku mungkin
menjadi buta total—atau mati, Dan begitu juga dengan menangis, aku tidak
dapat menahannya bila aku kesepian. Tapi sudahlah/sekian. Tidak ada gunanya
untuk membicarakan hal itu. Jika kamu mengambilkan secangkir the untuk ku
aku akan sangat berterimakasih. Aku pasrah. Jangan katakan apapun mengenai
hal ini kepada seorangpun untuk pesona/sihir, apapun, aku tidak sanggup/ tahan
bila masyarakat/orang datang kemari untuk bertanya dan bersimpati serta
membicarakan hal tersebut.

Setelah menyelesaikan makan siang nya anne membujuk marilla agar


beristirahat ke tempat tidur. Kemudian anne sendiri pergi menuju ke loteng timur
dan duduk di bawah jendela ditengah gelap sendirian dengan airmata dan beban
dalam hatinya. Betapa hal-hal menyedihkan telah berubah semenjak semalam
dia duduk disana setelah marilla pulang kerumah. Kemudian dia telah penuh
harapan dan kesenangan untuk mengahadapi masa depan yang menyenangkan
dan menjanjikan. Anne merasa seakan-akan ia telah hidup bertahun-tahun sejak
kemudian. Tapi sebelum ia tidur ada sebuah senyuman dibibir nya dan damai
dihatinya. Dia telah mengerti kewajibannya dengan nyali yang berani di
wajahnya untuk menjadi seorang teman—karena kewajiban adalah pada saat
kita menemukannya secara nyata.

Suatu siang beberapa hari kemudian marila masuk dengan pelan dari kebun
depan dimana dia sedang berbicara dengan seorang tamu laki-laki yang anne
kenali wajahnya sebagai SADLER dari Carmody. Anne ingin tahu apa yang telah
dia katakana hingga wajah marilla terlihat seperti itu.

Apa yang diinginkan Mr.Sadler, marilla ?

Marila duduk di bawah jendela dan memandang anne . ada butiran air dimatanya
hal itu bertentangan dengan larangan ahli mata dan suaranya pecah karena dia
berkata :

Dia mendengar bahwa aku akan menjual nok-nok atap hijau dan dia ingin
membelinya.

Membeli! Membeli rumah atap hijau (green gable) ? anne ingin tahu apakah ia
pendengarannya tidak keliru.
Aduh marilla kamu tidak sungguh-sungguh ingin menjual nok atap hijau kan ?

Anne aku tidak tahu apa lagi yang harus dilakukan. Aku sudah
memikirkannya/mempertimbangkannya semuanya masak-masak, jika mata ku
kuat/sehat aku akan tinggal disini dan mampu untuk menjaga dan mengurus

246
semua hal, dengan seorang laki-laki upah/pekerja. Tapi aku tidak bisa. Aku akan
kehilangan kedua penglihatanku sekaligus, dan bagimanapun juga aku tidak
akan sanggup untuk melakukan semuanya. Aduh aku tidak pernah berpikir
bahwa aku akan hidup untuk melihat hari dimana aku telah/harus menjual
rumahku. Tapi hal-hal/semuanya/barang-barang hanya akan menjadi
buruk/jelek dan lebih buruk setiap waktu, hingga tidak ada seorang pun yang
akan mau membelinya.

Setiap sen uang kita adalah untuk bank, dan ada beberapa surat hutang yang
diberikan matthew sudah harus dibayar (sudah jatuh tempo). Nyonya. Lynde
menasehati ku untuk menjual perkebunan dan menyewa disuatu tempat---
dugaan ku dengan dia. Itu tidak menghabiskan banyak dana—kecil dan
bangunan tua. Tapi perihitunganku, itu akan cukup buat ku untuk tinggal. Aku
sangat bersyukur/berterimakasih bahwa beasiswa mu menyediakan tempat
tinggal, Anne. Aku minta maaf kamu tidak akan punya rumah untuk kamu
kunjungi di hari liburmu, hanya itu saja. Tapi aku kira kamu akan bisa
mengurus/mengatur nya entah bagaimana.

Marilla terduduk dan menangis sejadi-jadinya

Kamu tidak boleh menjual didinig rumah Hijau, Kata anne dengan tegas.

Oh anne, aku berharap aku tidak harus. Tapi kamu bisa melihat sendiri. Aku
tidak bisa tinggal sendirian disini. Aku bisa gila karena kesusahan dan
kesendirian. Dan penglihatanku akan hilang---aku tahu itu akan…

Kamu tidak akan tinggal disini sendirian marilla, aku akan berssama mu,
Aku tidak akan pergi ke REMOND

Tidak pergi ke REDMOND! Marilla mengangkat wajah ratanya dari tangannya


dan melihat pada anne. Kenapa, apa maksud mu?

Seperti yang aku katakan, aku tidak akan mengambil beasiswa itu, aku
memutuskan begitu pada malam setelah kamu pulang dari kota, kamu
seharusnya tidak berpikir bahwa aku dapat meninggalkanmu sendirian dalam
kesusahan, marilla setelah apa yang engkau lakukan untuk ku, aku telah berpikir
dan berencana. Biarkan aku katakan rencana ku. Tuan barry ingin menyewa
perkebunan untuk tahun depan. Jadi kamu tidak akan bersusah-susah mengenai
hal itu. Dan aku akan mengajar. Aku sudah melamar disekolah sini—tapi aku
tidak mengira akan mendapatkan itu sepengetahuanku dewan pengawas telah
menjanjikannya pada Gilbert Blythe, tapi aku mendapatkan sekolah carmody—
Mr.blair memberitahuku begitu kemaren malam di toko. Tentu saja itu tidak akan
seindah atau senyaman bila aku berada di sekolah Avonlea. Tapi aku dapat
menyewa rumah dan menyetir sendiri ke carmody dan kembali, pada musim
hangat paling kurang. Dan bahkan di musim dingin aku bisa pulang kerumah
setaip jumat. Kita akan menjaga seekor kuda untuk itu. Aduh marilla aku sudah

247
merencanakannya semua. Dan aku akan membaca untuk mud an menjaga
kamu tetap gembira. Kamu tidak seharusnya bosan atau kesepian. Dan kita
akan benar-benar senang dan bahagia disini bersama, kamu dan aku.

Marilla mendengar seperti seorang perempuan dalam sebuah mimpi.


Oh Anne, aku tahu aku bisa sehat sungguhan jika kamu ada disini, aku tahu.
Tapi aku tidak bisa membiarkan kamu mengorbankan dirimu sendiri seperti itu
untuk ku. Itu buruk sekali.

Omong kosong, Anne tertawa dengan gembira . Tidak ada pengorbanan.


Tidak ada yang lebih buruk daripada mengorbankan nok atap hijau---tidak ada
yang lebih menyakiti/melukai aku. Kita harus menjaga kekasih/barang yang
paling berharga di tempatnya lamanya. Tekad ku sudah bulat (my mind is quite
made up), marilla, aku tidak akan pergi ke Redmond, dan aku akan tetap tinggal
disini dan mengajar, Jnagan kau merisaukan aku sedikitpun.

Tapi cita-cita(ambisi) mu –dan—

cita-cita aku masih sama seperti sebelumnya—hanya saja, aku mengubah objek
dari ambisi (cita-cita) aku. Aku akan menjadi seorang guru yang baik—dan aku
akan menyelamatkan penglihatan kamu. Selain itu, aku bermaksud untuk belajar
dirumah ini dan mengambil kursus kuliah sedikit dengan semuanya dengan diri
aku sendiri,
Oh marilla aku punya selusin rencana, aku sudah memikirkannya selama
seminggu, aku harus memberikan yang terbaik untuk hidup disini, dan aku yakin
kehidupan akan mengembalikan/membrikan kembali yang terbaik untuk aku.
Ketika aku meninggalkan Queen.s masa depan aku terlihat bidang out
(membentang) sebelum aku seperti sebuah jalan lurus. Aku piker aku dapat
sepanjang nya karena banyak tonggak bersejarah (kejadian penting/batu
peringatan). Sekarang ada sebuah persimpangan diatasnya. Aku tidak tahu apa
yang ada disekitar tikungan, tapi aku percaya bahwa itu adalah pekerjaan yang
terbaik. TIKUNGAN ITU, memiliki pesona dan daya tariknya sendiri, marilla, aku
ingin tahu/penasaran bagaimanakah jalan dibawah itu ---apakah ada cahaya
kemuliaan hijau dan lembut, cahaya yang bermacam warna dan bayang-bayang
—apakah pemandangan alam yagn baru/taman,--apakah keindahan yang baru
—apakah berliku dan menanjak atau berbukit setelahnya.

Aku tidak merasa seakan-akan aku harus membiarkan kamu untuk melepaskan
beasiswa itu, kata marilla.

Tapi kamu tidak dapat mencegah aku marilla, aku 16, 5 tahun, keras kepala dan
nekat sebagai bagal. Seperti yang pernah Nona lynde katakana kepadaku. Tawa
anne.Aduh marilla jangan kamu berbelas kasihan padaku. Aku tidak suka di
kasihani, dan tidak perlu, aku senag hati membayangkan/memikirkan tinggal di
nok atap hijau tersayang. Tidak ada seorangpun yang dapat mencintainya
seperti yang aku dan kamu lakukan.—jadi kita harus tetap mempertahankannya.

248
Kamu perempuan yang menyenangkan dan gila, ucap marilla, menyerah. Aku
merasa seakan-akan kamu akan memberikan kehidupan yang baru untuk ku.
Aku kira aku seharusnya tegas dan memaksa mu untuk pergi kuliah---tapi aku
tahu aku tidak akan bisa. Jadi aku tidak akan mencoba. Aku akan membuat itu
terserah pada pikiranmu anne.

Pada saat tersiar/tersebar ribut-ribut di avanloe bahwa anne Shirley telah


memutuskan untuk tidak kuliah dan berniat tinggal dirumah dan mengajar ada
pembicaraan yang hangat tentang itu. Bagi kebanyakan masyarakat yang tidak
mengathui mengenai mata marilla, mereka berpikir anne bodoh.

Tidak begitu halnya dengan Nona allan . Dia mengatakan pada anne demikian
dalam kata-kata yang menyetujuinya yagn membuat/menyebabkan airmata
kebahagiaan pada mata gadis itu. Tidak ada seorangpung yang melakukan hal
baik seperi Nyonya. Lynde.

Dia datang/muncul di suatu sore dan mendapati anne dan Marilla sedang duduk
di denpan pintu di dalam panas/hangat, bebau debu musim panas. Mereka
senang duduk disana ketika senja menjelang dan ngegat-ngengat putih terbang
disekitar kebun dan bau mint memenuhi udara berembun.

Nona Rachel menyimpan orang kuat diatas bangku batu dekat pintu, dibelakang
yang tumbuh sebaris tumbuhan hiasan yang tinggi merah jambu dan kuning,
dengan sebuah napas panjang dari bergaul dengan/bercampur
keletihan/kelelahan dan keringanan, kelegaan.

Aku menyatakan aku senag untuk duduk, aku sudah berada diatas kaki aku
sepanjang hari, dan 200 pound cukup baik untuk diangkat oleh 2 kaki
berkeliling. Merupakan sebuah karunia yang besar untuk tidak gemuk, marilla.

Aku harap kamu menghargai itu. Baiklah anne, aku dengar kamu menghentikan
maksudmu untuk ke kuliah/kampus. Aku sungguh sengan mendengarnya.
Kamu telah mendapatkan pendidikan setinggi/sebanyak mungkin sekarang
seperti seseorang wanita akan nyaman/senang dengannya. Aku tidak percaya
pada perempuan/gadis yang pergi kuliah dengan laki-laki dan menjejalkan
kepala mereka penuh dengan bahasa latin dan romawi kuna dan semua hal
omong kosong itu.

Tapi aku akan belajar Latin dan romawi yang sama, nona lynde, kata anne
tertawa. Aku akan mengambil kursus kesenian aku disini di nok atap hijau, dan
belajar tentang segala hal/sesuatu/semuanya yang akan aku pelajari di kuliah.

Nona Lynde mengangkat tangan nya kengerian.


Anne kamu akan membunuh dirimu sendiri.

249
Tidak sedikitpun dari itu , aku seharusnya maju dengan pesat atas itu. Aduh aku
tidak akan melakukan sesuatu berlebihan. Seperti Istri Josiah allen berkata : aku
seharusnya menjadi “mejum” tapi aku akan punya banyak waktu luang di sore-
sore musim dingin, dan aku tidak punya liburan untuk kerja khayalan. Aku akan
mengajar di carmody kamu tahu.

Aku tidak tahu, aku piker kamu akan mengajar disini di Avonlea, dewan
pengawas sudah memutuskan akan memberikan sekolah untuk kamu.

Nona Lynde, tangis anne. Melonjak kaget dari kakinya.


Kenapa, aku kira mereka menjanjikan itu kepada Gilbert Blythe

Ya mereka memberikannya kepada Gilbert , tapi segera setelah gilbert


mendengar bahwa kamu telah melamar itu dia pergi menjumpai mereka—
mereka mengadakan rapat perusahaan di sekolah semalam, kamu tahu—dan
memberitahu mereka bahwa dia menarik kembali lamarannya, dan menyarankan
agar mereka menerima lamaran mu. Dia bilang bahwa dia akan mengajar di
pasir putih. Tentu saja dia tahu betapa inginnya kamu tinggal bersama marilla,
dan aku harus mengatakan aku kira dia sungguh baik sejati dan bijaksana ,
itulah

Sungguh pengorbanan- diri sendiri, juga. Karena dia akan membayar.menyewa


di white sand, dan semua orang tahu bahwa dia harus membiayai perjalanannya
sendiri ke kampus. Sehingga dewan memutuskan untuk menerima kamu.
Aku mati tergelitik ketika Thomas datang keruma (pulang) dan memberitahuku.

Aku kira aku tidak harus mengambil itu, desis anne


Maksud ku, aku kira aku seharusnya tidak membiarkan giblet melakukan
pengorbannan semacam itu untuk—untuk aku.

Aku rasa kamu tidak bisa mencegah dia sekarang. Dia telah menandatangani
surat/kontrak dengan dewan pengurus White sands. Jadi tidak akan memberikan
kebaikan apapun untuk nya jika kamu menolak, tentu saja kamu akan
mengambil sekolah itu.

Kamu akan segera sejalan, sekarang tidak ada pyes yang akan pergi, josie
yang terakhir dari mereka, dan hal baik dirinya. Itulah
Ada beberapa pyes atau yang lainnya pergi ke sekolah Avonlea selama 20 tahun
terakhir. Aku rasa misi hidup mereka adalah menjaga guru sekolah mengingat
bahwa bumi bukan rumah mereka.
Berkahi hati ku, apakah arti kedipan dan kelipan pada nok atap rumah Barry ?

Diana memebri isyarat pada ku untuk pergi, tawa anne


Kamu tahu bahwa kami tetap menjaga tradisi kuno/lama. Maafkan aku ketika aku
berlari dan melihat apa yang dia inginkan.

250
Anne berlari menuruni lereng semanggi seperti seorang rusa, dan menghilang di
bayang-banyang pohon cemara dari kayu angker/berhantu. Nona Lynde
menjaga nya dengan sangat ramah/sabar.

Masih ada kelakuan anak-anak dari dirinya dalam beberapa hal (salah deh)

Ada kelakuan yang lebih dewasa (perempuan dewasa) dalam dirinya yang lain.
Jawab marilla, yang mengembalikan kesegaran/kegaringan lamanya sebentar.

Tetapi kesegaran/kegaringan tidak lagi menjadi sifat marilla yang istimewa.


Seperti yang nona lynde katakana pada Thomas kemaren malam.

Marilla cuthbaert sudah menjadi jinak. Begitulah

Sore berikutnya/sore esoknya Anne pergi ke perkuburan kecil di Avonlea untuk


meletakkan bunga segar di atas kuburan matthew dan menyirami rumpun mawar
skotlandia. Dia tetap disana hingga menjelang malam/petang, menikmati
kedamaian dan ketenangan dari tempat kecil itu, dengan pohon-pohonnya yang
memiliki desis seperti udara dingin, pidato yang ramah, dan rumput-rumputnya
yang berbisik diantara kuburan,
Ketika dia pada akhirnya meninggalkan tempat itu dan berjalan sepanjang bukit
yang menurun menuju danau dengan air yang berkilau matahari sudah terbenam
dan seluruh Avonlea sudah mulai bersiap-siap untuk bermimpi,—“hantu dari
tempat kuno/angker”. ( kesegaran angin berhembus melewati lapangan madu
yang manis).
Lampu-lampu rumah bersinar disana - sini diantara pohon-pohon di perkarangan
rumah. Melewati nyanyian laut, berkabut dan merah lembayung. Dengan
keangkerannya, bisikan yang terus menerus. Barat merupakan sebuah
keagungan dari kelembutan campuran warna., dan kolam memantulkan mereka
semua dalam bayang-bayang gambar fragmen yang lebih lembut. Kecantikan itu
semua membuat sensasi/getaran di hati dan jiwa anne, dan dia sangat
berterimakasih atas terbukanya gerbang jiwanya untuk itu.

Dunia tua ku yang terakung, bisiknya, kamu sangat indah, dan aku senang hidup
didalam mu.

Di separuh jalan menuruni bukit seorang anak laki-laki yang tinggi datang sambil
bersiul digerbang sebelum prekarangan Blythe. Dia adalah gilbert, dan siulnya
berhenti dari bibirnya seketika dia melihat anne. Dia mengangkat topinya dengan
sopan, namun dia akan lewat diam-diam, jika anne tidak menghentikan dan
menghadang tangan nya.

Gilbert, ucapnya, dengan pipi merah padam, aku ingin mengucapkan terimakasih
padamu karena mengundurkan diri dari sekolah demi aku. Kamu sangat baik—
dan aku ingin kamu tahu bahwa aku sangat menghargai itu.

251
Gilbert menyambut tawaran tangan anne dengan tak sabar.

Itu bukan kebaikan istimewa aku sama sekali anne. Aku senang bisa
memberikan sedikit jasa untuk mu. Apakah kita akan menjadi teman setelah
ini?? Apakah kamu sungguh sudah memaafkan kesalahan ku yang telah lampau
?

Anne tertawa dan tidak berhasil untuk menarik tangannya.

Aku sudah memaafkan kamu pada hari kejadian itu, meskipun aku tidak
menyadarinya. Alangkah angsa kecil yang keras kepala aku ini. Aku sudah—aku
seharusnya sudah memberikan pengakuan yang lengkap—meminta maaf sejak
dahulu kala.

Kita akan menjadi teman baik, kata gilbert besorak gembira. Kita dilahirkan untuk
menjadi sahabat , anne. Kamu sudah cukup merintangi takdir. Aku tahu kita bisa
menolong satu sama lain dalam banyak hal. Kamu akan tetap melanjutkan
sekolah mu, bukan?Begitu juga dengan aku. Ayo, aku akan berjalan pulang
bersama mu.

Marilla terlihat ingin tahu/heran pada anne ketika dia kemudian memasuki dapur.

Siapa yang jalan bersamamu, anne??

Gilbert blithe, jawab anne, jengkel karena menyadari mukanya merah kemalu-
maluan. Aku bertemu dengannya di bukit Barry.

Aku tidak menyangka kamu dan gilbert blithe merupakan teman yang baik
bahwa kamu mau berdiri selama satu setengah jam di pintu gerbang sambil
berbicara dengan dia, ucap marilla dengan senyum kering.

Kami tidak pernah—kami pernah menjadi musuh. Tapi kami sudah memutuskan
bahwa akan lebih bijaksana (pantas) menjadi sahabat dimasa mendatang.
Apakah kami benar-benar berada disana selama satu setengah jam??
Sepertinya hanya beberapa menit saja. Tapi kamu mengerti, kami sudah 5 tahun
tidak saling berbicara/berbincang, marilla.

Lama Anne duduk pada jendelanya malam itu ditemani dengan hati yang
senang. angin mendengung dengan lembut di pohon-pohon cemara, dan tiupan
mint menghampirinya. BIntang-bintang berkelip diatas pucuk pohon cemara di
dalam lembah dan lampu milik Diana bersinar melewati lembah tua.

masa depan anne telah berakhir sejak malam dia duduk di situ setelah pulang
kembali ke rumah dari Queen. Namun jika jalan ternyata telah ditentukan bahwa
jalan untuknya diperkecil maka dia tahu bahwa bunga-bunga kebahagiaan akan
merekah disepanjang jalan itu. Kebahagiaan dari kesungguhan kerja dan cita-

252
cita agung dan persahabatan yang menyenangkan akan menjadi miliknya. Tidak
ada apapun yang dapat merampas miliknya dari hak asasi nya berangan-angan
atau mimpi-mimpi dari dunia idaman nya. Dan selalu ada persimpangan di jalan.

Tuhan ada di Surga Nya, Dunia akan baik-baik saja.


Bisik Anne lembut.

Edisi Anne dari Atap Rumah Hijau


Oleh Lucy Maud Montgomery

253
254

You might also like