You are on page 1of 8

DIAGNOSIS RHINITIS ALERGIKA DAN SINUSITIS

Diagnosis didapatkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan diikuti pemeriksaan


penunjang.

a. Rhinitis Alergika
1. Anamnesis
Pasien umumnya datang dengan mengeluh sering bersin berulang terutama setelah
terpapar alergen tertentu, diikuti ingus encer dan bening, hidung tersumbat yang
hilang timbul, hidung dan mata yang gatal, sampai dapat terjadi lakrimasi saat
serangan. 1

2. Pemeriksaan Fisik
Dari inspeksi dapat kita temukan beberapa tanda yang dapat mengarahkan ke adanya
alergi:
- Allergic shinner: warna kebiruan di bawah mata yang diakibatkan oleh statis vena
akibat obstuksi hidung
- Allergic salute: aktivitas menggosok hidung dengan punggung tangan ke arah atas
- Allergic crease: garis melintang di dorsum nasi 1/3 bawah akibat kebiasaan
menggosok hidung.
- Facies adenoid: bentuk wajah yang khas, bercirikan mulut yang selalu terbuka,
langit-langit mulu tumbuh cekung ke atas, dan gigi rahang atas maju ke depan.
Sedangkan dari rhinoskopi anterior ditemukan mukosa udem-hipertrofi, livid, sekret
serous & banyak. 1,2

3. Pemeriksaan Penunjang

Untuk mengetahui jenis alergen sehingga pasien dapat menghindarinya, dibutuhkan


tes alergi. Tes alergi dapat dilakukan dengan 2 macam cara; in vitro (material diambil
dari darah, untuk mengetahui IgE dan IgG) dan in vivo (material dapat dari kulit atau
melalui tes provokasi)

• In vitro:

- Hitung eosinofil à ditemukan jumlah eosinofil yang meningkat


- Pemeriksaan IgE total

- Pemeriksaan IgE spesifik

• In vivo:

- Skin Prick test

- Diet eliminasi & Challenge Test

Pada klinis, pemeriksaan yang sering dan praktis untuk dilakukan adalah Skin
Prick Test, yang bertujuan untuk membuktikan adanya IgE spesifik yang terikat pada
sel mastosit kulit dan menentukan macam alergen sehingga pasien bisa menghindari
alergen tersebut, dan sebagai dasar pemberian imunoterapi jika medikamentosa gagal
mengatasi gejala.

Diet eliminasi adalah untuk mengetahui alergen makanan, di mana pasien akan
menghentikan konsumsi makanan yang dicurigai sebagai penyebab alergi .

Challenge Test dilakukan untuk pasien yang telah melakukan diet eliminasi namun
tidak berhasil menemukan makanan penyebab alergi. Dalam diet ini, pasien akan
diberikan menu makanan tinggi protein secara satu per satu dan jika timbul gejala
laeri maka dapat diduga makanan tersebut adalah penyebabnya. 2

Skin Prick Test

Indikasi: 3

1. Jika ada kecurigaan rhinitis alergika terutama jika gejala tidak dapat dikontrol
dengan medikamentosa
2. Ada riwayat asma persisten pada penderita yang terpapar alergen
3. Kecurigaan alergi terhadap makanan
4. Kecurigaan alergi terhadap sengatan serangga

Persiapan sebelum dilakukannya Skin Prict Test:

• Persiapan bahan/material ekstrak alergen.

– gunakan material yang belum kedaluwarsa

– gunakan ekstrak alergen yang terstandarisasi


• Persiapan Penderita :

– Hentikan obat (antihistamin/KS) 5-7 hari sebelum tes.

– Hati2 pada imunodefisien

• Persiapan pemeriksa :

– Teknik dan ketrampilan

– Emergency kit

Teknik Pemeriksaan: 3

• Desinfeksi area volar dengan alkohol 70%

• Tandai area

• Teteskan satu tetes larutan alergen (Kontrol positif ) dan larutan kontrol
( Buffer/ Kontrol negatif)

• Cukitkan (jarum ukuran 26 ½ G atau 27 G / blood lancet), sudut kemiringan 45


0
menembus lapisan epidermis tanpa menimbulkan perdarahan.

• Tes dibaca setelah 15-20 menit dengan menilai bentol yang timbul.

Interpretasi Tes Cukit ( Skin Prick Test ): 3

Untuk menilai ukuran bentol berdasarkan The Standardization Committee of


Northern (Scandinavian) Society of Allergology dengan membandingkan bentol
yang timbul akibat alergen dengan bentol positif histamin dan bentol negatif
larutan kontrol. Adapun penilaiannya sebagai berikut :

- Bentol histamin dinilai sebagai +++ (+3)


- Bentol larutan kontrol dinilai negatif (-)
- Derajat bentol + (+1) dan ++(+2) digunakan bila bentol yang timbul besarnya
antara bentol histamin dan larutan kontrol.
- Untuk bentol yang ukurannya 2 kali lebih besar dari diameter bento histamin
dinilai ++++ (+4).

b. Sinusitis
1. Anamnesis

Umumnya pasien mengeluh hidung tersumbat, dapat pada satu sisi maupun keduanya.
Adanya nyeri pada muka (sesuai anatomi sinus) yakni nyeri pipi, dahi dan pangkal
hidung, sampai nyeri alih (misal nyeri kepala, nyeri gigi, nyeri orbita, nyeri telinga).
Adanya ingus kental sampai berwarna purulen jika telah terjadi infeksi sekunder oleh
bakteri. Dan adanya post nasal drip, yakni pasien merasakan ada yang mengalir dari
hidung bagian belakang menuju tenggorok. 1

2. Pemeriksaan Fisik

Dari inspeksi dapat kita lihat daerah sinus yang merah dan bengkak akibat reaksi
inflamasi yang terjadi. Palpasi didapatkan nyeri tekan/ketuk daerah sinus (pipi,
pangkal hidung, dan dahi). Sedangkan dari rhinoskopi anterior terlihat edema dan
hiperemis mukosa, adanya sekret (mukoid, purulen) yang keluar dari meatus media.
Rhinoskopi posterior dapat ditemukan post nasal discharge. 1

3. Pemeriksaan Penunjang

Transiluminasi merupakan pemeriksaan penunjang sinusitis yang praktis namun tidak


terlalu efektif. Prinsip pemeriksaan ini adalah menilai terang/gelap di kedua sisi.
Transiluminasi ini memiliki manfaat terbatas, karena hanya mampu menilai secara
kasar keadaan sinus frontalis & maksillaris. Hasil pemeriksaan transiluminasi yang
suram tidak selalu berarti sinusitis, namun dapat pula massa dan kista. Pemeriksaan
ini juga dipengaruhi ketebalan tulang (di mana pada wanita, tulang lebih tipis
sehingga menghasilkan bayangan terang. Namun pada pria, tulangnya lebih tebal
sehingga hasil lebih gelap). 4

Foto polos merupakan cara efektif untuk menilai keadaan sinus. Untuk mendapatkan
gambaran anatomi sinus, beberapa posisi foto yang diperlukan adalah sebagai berikut:
5

- Posisi Waters: arah sinar adalah suboccipito-frontal yang mampu menilai sinus
maksila, frontal, dan ethmoid

- Posisi Caldwell: menilai sinus frontal

- Posisi lateral: menilai sinus frontal, sfenoid, dan ethmoid


CT-Scan merupakan gold standar pemeriksaan penunjang sinusitis karena mampu
menilai anatomi hidung & sinus paranasal. Namun karena biaya yang relatif lebih
mahal, maka CT-Scan diindikasikan terutama untuk pasien dengan sinusitis kronik
dan untuk diagnosis pra-operatif. 1

Mikrobiologi, diindikasikan jika terdapat ingus purulen yang merupakan akibat dari
infeksi sekunder oleh bakteri. Bahan diambil dari sekret terutama yang berasal dari
meatus superior/medius. Hasil pengambilan sekret akan lebih baik jika dilakukan
pungsi sinus. Tujuan pemeriksaan mikrobiologi dari sinusitis adalah untuk
mengetahui jenis kuman & sebagai bahan untuk tes resistensi antibiotik. 1

Sinuskopi adalah pungsi menembus dinding medial sinus maksilaris melalui meatus
inferior. Dari sinuskopi kita dapat melihat keadaan dalam rongga sinus maksilaris.
Sinuskopi yang dilakukan dengan irigasi sinus dapat bermanfaat sekaligus sebagai
terapi. 1
PROGNOSIS RHINITIS ALERGIKA DAN SINUSITIS

Quo ad vitam: ad bonam. Rhinitis alergika dan atau sinusitis tidak mengancam nyawa
penderita.

Quo ad sanam: dubia ad malam. Penderita rhinitis alergika dan atau sinusitis memiliki risiko
rekurensi jika alergen tidak dapat dihindari atau jika penyebab sinusitis adalah kelainan
kompleks osteomeatal.

Quo ad fungsionam: dubia ad bonam. Fungsi hidung pada penderita rhinitis alergika dapat
terganggu apabila terus terjadi serangan. 2

Komplikasi yang dapat terjadi melalui alur: Direk/langsung  (melalui dehisensi konginetal


ataupun adanya erosi pada tulang barier terutama lamina papirasea) dan retrograde
tromboplebitis (melalui anyaman pembuluh darah yang berhubungan langsung antara wajah,
rongga hidung, sinus dan orbita).1,2

1. Rhinitis alergika
a. Polip hidung: akibat proses inflamasi kronis dari rhinitis alergika
b. Otitis media: akibat dekatnya anatomi hidung-telinga dan adanya infeksi sekunder
yang menyertainya
c. Sinusitis paranasal: proses sinusitis yang mengenai seluruh lokasi sinus
2. Sinusitis

a. Kelainan orbita

Klasifikasi komplikasi intraorbita (Chandler at al) :

1. Selilitis periorbita : gejala yang tampak adanya odem dan hiperemis daerah  
periorbita.

2. Selulitis orbita : tampak adanya proptosis, kemosis, penurunan gerak ekstra


okuler.

3. Abses subperiosteal : tertimbunnya pus diantara periorbita dan dinding tulang


orbita. Gejala proptosis lebih jelas dan penurunan gerak.

4. Abses orbita : pus tertimbun di dalam orbita, gejalnya optalmoplegi, proptosis


dan kebutaan.
5. Trombosis sinus kavernosus : sama dengan gejala nomor 4 disertai tanda-tanda
meningitis.

b. Kelainan intrakranial

Tahap komplikasi intrakranial :

1.      Osteomielitis : penyebaran infeksi melalui anyaman pembuluh darah ke


tulang kranium mengakibatkan erosi tulang.

2.      Epidural abses : timbunan pus diantara duramater dan ruang kranium. Gejala
sangat ringan, tanpa ada gangguan neurologi, ada nyeri kepala yang makin lama
dirasakan makin berat dan sedikit demam.

3.      Subdural empiema: terjadi karena retrograde tromboplebitis ataupun


penyebaran langsung dari abses epidural. Gejala nyeri kepala hebat, ada tanda-
tanda iskemik/infark kortek seperti hemiparesis, hemiplegi,  paralisis n.Facialis,
kejang, peningkatan tekanan intrakranial, demam tinggi, lekositosis dan
akhirnya kesadaran menurun.

4.      Abses otak. Lokasi di daerah frontal paling sering disebabkan sinusitis frontal
dengan penyebaran retrograde, septik emboli dari anyaman pembuluh darah.
Bila odem terjadi di sekitar otak, tekanan intrakranial akan meningkat, gejala-
gejala neurologi jelas tampak, ancaman kematian segera terjadi bila abses
ruptur.

5.      Meningitis: karena infeksi sekunder dari sinus etmoid dan sfenoid. Gejala-
gejala tampak jelas : adanya demam, sakit kepala, kejang, diikuti kesadaran
menurun sampai koma.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Ed.6.
soepardi Effiaty Arsyad, Iskandar Nurbaiti, Bachruddin Jenny, Restuti Ratna Dwi.
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007.
2. Children Allergy Center. Rhinitis Alergika. Diunduh dari
http://childrenallergyclinic.wordpress.com/2009/05/17/rinitis-alergika/. Data diakses 15
November 2010.
3. Henny Kartikawati. Tes Cukit (Skin Prick Test) pada Diagnosis Penyakit Alergi.
Diunduh dari: http://www.hennykartika.files.wordpress.com/2007/03/skin-test-
tinjauan-baru.doc. data diakses 15 November 2010.
4. Henny Kartikawati. Cara Pemeriksaan Hidung dan Paranasal. Diunduh dari:
http://hennykartika.wordpress.com/2007/12/29/cara-pemeriksaan-hidung-dan-sinus-
paranasal/. Data diakses 15 November 2010.
5. Baylor College of Medicine. Core Curriculum Syllabus: Nose and Paranasal
Sinuses, Olfaction and Taste. Diunduh dari http://www.bcm.edu/oto/index.cfm?
pmid=15481. Data diakses 15 November 2010.

You might also like