Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
Disusun Oleh:
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
i
Klasifikasi Barang
DAFTAR ISI
Halaman
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
ii
Klasifikasi Barang
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
iii
Klasifikasi Barang
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
iv
Klasifikasi Barang
Untuk dapat memahami modul ini secara benar, maka peserta diklat
diharapkan mempelajari modul ini secara urut mulai dari Kegiatan Belajar 1
sampai dengan Kegiatan Belajar 3.
Cara mempelajari setiap kegiatan belajar adalah mengikuti tahap-tahap
berikut ini:
1. Lihat apa yang menjadi target indikator dari kegiatan belajar tersebut;
2. Pelajari materi yang menjadi isi dari setiap kegiatan belajar (dengan cara
membaca materi minimal 3 kali membaca isi materi kegiatan belajar
tersebut);
3. Lakukan review materi secara umum, dengan cara membaca kembali
ringkasan materi untuk mendapatkan hal-hal penting yang menjadi fokus
perhatian pada kegiatan belajar ini;
4. Kerjakanlah Tes Formatif pada kegiatan belajar yang sedang dipelajari;
5. Lihat kunci jawaban Tes Formatif dari kegiatan belajar tersebut yang terletak
pada bagian akhir modul ini.
6. Cocokkan hasil tes formatif dengan kunci jawaban tersebut, apabila ternyata
hasil Tes Formatif peserta diklat memperoleh nilai minimal 67 (jumlah yang
benar x 100/15), maka kegiatan belajar dapat dilanjutkan pada kegiatan
belajar berikutnya, namun apabila diperoleh angka di bawah 67, maka
peserta diklat diharuskan mempelajari kembali kegiatan belajar tersebut agar
selanjutnya dapat diperoleh angka minimal 67.
7. Kerjakan Tes Sumatif apabila semua Tes Formatif dari seluruh kegiatan
belajar telah dilakukan.
8. Lihat kunci jawaban Tes Sumatif yang terletak pada bagian akhir modul ini
9. Cocokkan hasil tes sumatif dengan kunci jawaban tes sumatif, apabila
ternyata hasil tes sumatif peserta diklat memperoleh nilai minimal 67 (jumlah
yang benar x 100/25), maka peserta diklat dapat dinyatakan lulus dari
kegiatan belajar
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
v
Klasifikasi Barang
PETA KONSEP
Dalam mempelajari modul ini, agar lebih mudah dipahami maka disarankan
kepada peserta diklat untuk mempelajari peta konsep modul. Dengan demikian
pola pikir yang sistematik dalam mempelajari modul dapat terjaga secara
berkesinambungan selama mempelajari modul.
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
vi
Klasifikasi Barang
A
PENDAHULUAN
MODUL
KLASIFIKASI BARANG
1. Diskripsi singkat
Seorang Pegawai Ditjen Bea dan Cukai harus menjadi seorang klasifikator
dibidang kepabeanan Oleh karena itu, seorang klasifikator harus terlebih dahulu
memahami pengetahuan barang dan pengetahuan mengenai klasifikasi barang.
Seorang klasifikator harus memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi dan
mengklasifikasi barang karena akan menentukan ketepatan dalam klasifikasi
dalam Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang pada akhirnya menentukan
ketepatan jumlah bea masuk dan pungutan impor lainnya yang harus dibayar.
2. Prasyarat Kompetensi
Peserta yang akan ditunjuk untuk mengikuti Diklat Teknis Substantif Dasar
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
1
Klasifikasi Barang
adalah pegawai lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan pernah bertugas
sebagai pelaksana pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai ketentuan
Kepegawaian Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Persyaratan tersebut penting
karena pengalaman kerja sangat perlu bagi kelancaran pelaksanaan tugas
sebagai pemeriksa dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Diklat Teknis Substantif Dasar merupakan Diklat yang bertujuan mencetak
pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai pelaksana pemeriksa yang
mempunyai kemampuan melaksanakan tugas dalam pemeriksaan barang dan
tugas pemeriksaan lainnya untuk menjamin dipenuhinya visi, misi dan tujuan
organisasi pada organisasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Dengan pengalaman dan dasar pendidikan tersebut diharapkan peserta
diklat akan mempunyai gambaran awal tentang klasifikasi barang impor / ekspor
pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sehingga diharapkan lebih mudah
mencerna dan memahami modul Klasifikasi Barang.
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
2
Klasifikasi Barang
2. Harmonized System (HS)
3. Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI ) 2007.
4. Ketentuan umum untuk menginterpretasi Harmonized System
5. Tahapan dalam engklasifikasi barang
6. Nota penelitian klasifikasi barang
7. Jenis catatan pada BTBMI
8. Struktur pengelompokan barang
9. Catatan penting dalam BTBMI
4. Relevansi Modul
Relevansi modul terhadap tugas pekerjaan yang akan dijalankan peserta
diklat adalah sebagai berikut :
a. Setelah mempelajari materi modul ini diharapkan peserta mendapat
pemahaman yang benar tentang klasifikasi barang, Harmonize System,
Buku Tarif Bea Masuk Indonesia, Ketentuan Umum untuk
Menginterpretasikan Harmonized System, Tahapan Mengklasifikai Barang,
Nota Penelitian, serta Catatan Penting dalam Buku Tarif Bea Masuk
Indonesia (BTBMI).
b. Materi modul ini terkait pada mata pelajaran lain, dan diharapkan dapat
memberikan gambaran secara utuh tugas pegawai Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai dalam pengklasifikasian barang.
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
3
Klasifikasi Barang
B
KEGIATAN
BELAJAR
KLASIFIKASI BARANG
Indikator Keberhasilan :
Setelah mempelajari materi diharapkan siswa mampu menjelaskan: :
1. Identifikasi dan klasifikasi barang
2. Harmonized System (HS)
3. Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI ) 2007
Seorang Pegawai Ditjen Bea dan Cukai harus menjadi seorang klasifikator
dibidang kepabeanan Oleh karena itu, seorang klasifikator harus terlebih dahulu
memahami pengetahuan barang dan pengetahuan mengenai klasifikasi barang.
Seorang klasifikator harus memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi dan
mengklasifikasi barang karena akan menentukan ketepatan dalam klasifikasi
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
4
Klasifikasi Barang
dalam Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang pada akhirnya menentukan
ketepatan jumlah bea masuk dan pungutan impor lainnya yang harus dibayar.
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
6
Klasifikasi Barang
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
7
Klasifikasi Barang
tepat. Dengan kata lain, setelah 3W + 1H ⇒ What are the classifiable codes?
Mengapa “What are classifiable codes?” (pos-pos, bukan satu pos
tertentu?). Kita dapat menemukan satu pos tertentu bila pos dimaksud dengan
spesifik menguraikan jenis barangnya. Namun pada umumnya suatu pos
mencakup atau menguraikan satu kelompok barang sehingga sepintas lalu
seakan-akan ada satu barang yang dicakup oleh dua atau lebih pos. Untuk itu kita
perlu mengantisipasi semua pos tarif yang mungkin untuk dipilih satu pos yang
paling sesuai.
Keterangan pabrik atau produsen barang perlu diperhatikan, dari jenis pabrik
apa, misalnya apakah pabrik farmasi atau pabrik produksi pipa plastik. Hal ini untuk
mengetahui grade atau kemurnian dari bahan tersebut. Kalau dari pabrik farmasi
kecenderungannya grade farmasi atau kemurnian mendekati 100 %. Keterangan
kemurnian barang akan berkaitan dengan harga barang tersebut, Demikian juga
negara asal barang akan berpengaruh terhadap mutu atau harga barang.
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
8
Klasifikasi Barang
Dalam penjelasan ini disajikan tahapan mengklasifikasi barang secara garis
besar. Tahapan lebih rinci akan dijelaskan kemudian setelah memahami apa itu
Harmonized System, Buku Tarif Bea Masuk Indonesia, Ketentuan Umum Untuk
Menginterpretasi Harmonized System dan teori pendukung lainnya.
1. Kita identifikasi dulu barang yang akan kita klasifikasi. Dengan mengetahui
spesifikasi barang, misalnya barang tersebut produk pertanian, barang kimia,
atau mesin, kita bisa memilih bab-bab yang lebih spesifik. Identitas barang
meliputi : nama, guna, fungsi, bauatan, berat, kemasan dan informasi lain yang
bergunauntuk mengklasifikasi barang.
2. Pilih bab atau bab-bab yang berkaitan dengan spesifikasi barang tersebut. Bila
sudah kita tentukan, baca dan perhatikan baik-baik catatan Bagian dan catatan
Bab yang berkaitan dengan pilihan bab atau bab-bab pada butir 1.
3. Perhatikan penjelasan-penjelasan dalam catatan Bagian maupun catatan Bab
yang berkaitan dengan barang yang akan kita klasifikasi. Apabila ada catatan
yang mengeluarkan barang tersebut dari Bab atau Bagian yang kita pilih,
perhatikan pada Bagian, Bab, atau pos mana barang tersebut diklasifikasikan.
Pada tahap ini, biasanya kita sudah mempunyai gambaran umum apakah
barang tersebut diklasifikasikan di bab tersebut atau di bab lainnya.
4. Setelah menemukan satu bab yang paling sesuai berdasarkan kajian di atas,
maka kita mulai menelusuri pos-pos yang mungkin mencakup barang yang
akan kita klasifikasikan dalam bab tersebut. Pada tahap ini kadang-kadang kita
sudah dapat menemukan pos yang mencakup barang tersebut dengan rinci.
Bila sudah kita temukan satu pos yang tepat, maka langkah selanjutnya tinggal
menentukan sub-pos (6-digit) dan pos tarif (9-digit) yang sesuai. Ingat, dalam
penentuan sub-pos dan pos tarif pun kadang timbul permasalahan klasifikasi
yang sama dengan penentuan pos (4-digit). Dalam tahap ini tentunya
menggunakan kaidah-kaidah seperti yang ada dalam nomor 1 sampai dengan
10 Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System
5. Apabila sudah dipilih satu pos tarif yang benar-benar sesuai dengan uraian
barang, langkah selanjutnya adalah melihat pembebanannya (BM, PPN,
PPnBM, atau cukai) dan ada atau tidak peraturan tata niaganya (IT, IP,
Pertamina, dan lain-lain.). Karena pembebanan tersebut sering berubah,
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
9
Klasifikasi Barang
jangan lupa selalu menggunakan pembebanan yang up to date berdasarkan
ketentuan yang terbaru.
B. HARMONIZED SYSTEM
1) Pengantar
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
10
Klasifikasi Barang
Sebelum diberlakukannya Harmonized System, Indonesia telah
menggunakan beberapa sistem klasifikasi untuk barang impor, yaitu :
a. Sistem Jenewa (Geneve Nomenclature), yang berlaku sejak kemerdekaan
Republik Indonesia sampai dengan 31 Desember 1972.
b. Sistem Brussel (Brussel Tariff Nomenclature atau BTN), mulai berlaku sejak
tanggal 1 Januari 1973 sampai dengan 30 Juni 1975.
c. Sistem Brussel Edisi 1975 (BTN 1975). Penetapan tarif ini merupakan
penyempurnaan dari penetapan tarif sebelumnya dan mulai diberlakukan pada
tanggal 1 Juli 1975 sampai dengan 30 september 1980.
d. Sistem Customs Cooperation Council (CCCN). Pada dasarnya sistem
pentarifan ini sama dengan sistem sebelumnya, hanya pada sistem CCCN ini
terdapat penyempurnaan sistem penomoran pada sub-pos dari dua digit
menjadi tiga digit atau semula 6 digit menjadi 7 digit. Sistem CCCN ini mulai
diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1980 sampai dengan 31 Maret 1985.
e. Sistem CCCN Edisi 1985 (CCCN 1985). Sistem ini merupakan
penyempurnaan dari sistem CCCN sebelumnya dan mulai diberlakukan pada
tanggal 1 April 1987 sampai dengan 31 desember 1988.
f. Sistem Harmonisasi (Harmonized System). Sistem ini diterapkan di Indonesia
berdasarkan PP No. 26 tahun 1988 dan diwujudkan dalam bentuk Buku Tarif
Bea Masuk Indonesia 1989 dan dinyatakan berlaku mulai tanggal 1 Januari
1989.
b. Mengapa HS ?
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
11
Klasifikasi Barang
nomenklatur (daftar klasifikasi barang berdasarkan kelompok-kelompok) yang
dinamakan Harmonized Commodity Description and Coding System atau
lebih dikenal dengan sebutan Harmonized System (HS). Untuk memberikan
kekuatan hukum yang pasti, nomenklatur tersebut disahkan dalam suatu konvensi
yang dikenal dengan nama Konvensi HS.
Pada awalnya, konvensi HS ditandatangani oleh 70 negara yang sebagian
besar adalah negara Eropa. Namun sekarang hampir seluruh negara di dunia
telah meratifikasi konvensi ini, termasuk Indonesia yang telah meratifikasi konvensi
HS dengan Keppres Nomor 35 tahun 1993. Meskipun baru meratifikasi pada
tahun 1993, sebenarnya Indonesia telah menggunakan BTBMI berdasarkan HS
sejak tanggal 1 Januari 1989.
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
12
Klasifikasi Barang
keuntungan yang didapat setiap negara yang mengadopsi HS sebagai pedoman
klasifikasi barang, yaitu:
1. HS adalah pedoman klasifikasi yang sistematik untuk seluruh barang yang
diperdagangkan secara internasional.
2. HS menggunakan dasar yang seragam untuk keperluan pentarifan secara
internasional.
3. Menggunakan “bahasa pabean” sehingga dapat dengan mudah dimengerti
oleh importir, eksportir, produsen, pengangkut, dan aparat bea dan cukai.
4. Sederhana dan memberikan kepastian dalam hal aplikasi dan interpretasi
yang benar dan sama untuk keperluan negosiasi.
5. Merupakan kumpulan data yang seragam secara internasional sehingga
dapat digunakan untuk mendukung analisis dan statistik perdagangan
internasional.
HS telah dibuat sedemikian rupa sehingga standard klasifikasi barang dan
sistem kode penomoran barang dapat dijadikan acuan untuk berbagai kebutuhan
oleh berbagai lembaga internasional yang berkaitan dengan perdagangan,
misalnya:
a. World Customs Organization (WCO).
b. The International Chamber or Shipping (ICS).
c. The International Air Transport Association (IATA).
d. The International Union Railway (IUR).
e. The Standard International Trade Classificatioan (SITC)
3) Publikasi Pelengkap HS
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
13
Klasifikasi Barang
Explanatory Notes bukan merupakan bagian yang integral dari HS, namun
sebagaimana disetujui WCO, explanatory notes merupakan interpretasi resmi
(official interpretation) dari HS pada level internasional dan merupakan pelengkap
yang sangat penting dari HS.
Explanatory Notes adalah referensi yang sangat diperlukan untuk
mendapatkan interpretasi yang benar dari HS. Karena pentingnya Explanatory
Notes ini, sebagian negara anggota WCO mensahkannya sebagai dokumen yang
berkekuatan hukum
Seiring perkembangan teknologi, Explanatory Notes juga mengalami
perubahan (amandemen) untuk menyesuaikan isinya dengan struktur HS. Untuk
itu membaca Explanatory Notes harus selalu disesuaikan dengan konteksnya
dalam HS.
Explanatory Notes yang digunakan saat ini adalah edisi kedua (tahun 1996)
yang terdiri dari empat volume, yaitu Vol. 1 (Bab 1 - 29), Volume 2 (Bab 30- 63),
Volume 3 (Bab 64 - 84), dan Volume 4 (Bab 85 - 97).
4) Sistem Pengkodean
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
14
Klasifikasi Barang
Harmonized System mempunyai dua karakteristik yang sangat mendasar,
yaitu:
a. Multipurpose nomenclature
b. Structured nomenclature
HS adalah nomenklatur yang terdiri dari 21 Bagian, 96 Bab (+ Bab 77), dan
1.241 pos. HS yang tersusun dari pos dan sub-pos, bersama dengan Ketentuan
Umum Menginterpretasi, Catatan Bagian, Catatan Bab, dan Catatan Sub-Pos,
merupakan pedoman mengklasifikasi barang yang sistematik dan seragam.
Ada tiga Bab yang belum digunakan dalam HS yang ada saat ini, yaitu Bab
77, 98, dan 99. Bab 77 dipersiapkan untuk keperluan di masa mendatang,
sedangkan Bab 98 dan 99 digunakan untuk keperluan khusus bagi masing-masing
contracting party, misalnya untuk barang pos atau peralatan pelayaran. Indonesia
juga menggunakan Bab 98 untuk keperluan ekspor barang tertentu yang pada
bulan April 1999 dicabut kembali.
Seperti telah disinggung sebelumnya, Harmonized System mempunyai tiga
bagian utama atau integral, yaitu:
1. Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System (General Rules
for the Interpretation of the HS). Ketentuan Umum Menginterpretasi
Harmonized System (KUM HS) merupakan bagian terpenting yang harus
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
15
Klasifikasi Barang
dipahami sebelum melangkah lebih jauh untuk meng klasifikasikan barang
menggunakan HS. KUM HS berisi enam prinsip dasar yang harus dipatuhi
dalam mengklasifikasi barang. Mengingat pentingnya memahami KUM HS,
bagian ini akan dibahas tersendiri.
2. Catatan Bagian, Catatan Bab, dan Catatan Sub-Pos.
3. Pos (4-digit) dan Sub-pos (6-digit) yang disusun dengan sistematik.
HS menggunakan kode nomor dalam mengklasifikasikan barang. Kode-kode
nomor tersebut mencakup uraian barang yang tersusun secara sistematis. Sistem
penomoran dalam HS terbagi menjadi Bab (2-digit), pos (4-digit), dan sub-pos (6-
digit) dengan penjelasan sebagai berikut:
01 01 11
__ Bab (Chapter) 1
_______ Pos (Heading) 01. 01
______________ Sub-pos (Sub-heading) 0101. 11
• Dua angka pertama untuk menunjukkan pada bab mana barang itu
diklasifikasikan. Pada contoh di atas, barang dimaksud diklasifikasikan pada
Bab 1.
• Empat angka pertama menunjukkan Pos atau Heading dalam setiap bab. Pada
contoh di atas, barang dimaksud diklasifikasikan pada pos 01.01.
• Enam angka pertama menunjukkan Sub Pos dalam setiap Pos. Pada contoh di
atas, barang dimaksud diklasifikasikan pada sub-pos 0101.11.
Untuk keperluan nasional, Indonesia menggunakan sistem penomoran 10
digit dalam BTBMI yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari sub-sub pos dalam
HS. Penjelasan mengenai hal ini akan dibahas lebih rinci pada penjelasan
berikutnya.
1) Dasar Hukum
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
16
Klasifikasi Barang
Pada akhir tahun 1995, Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat
telah berhasil membahas dan menyetujui Rancangan Undang-Undang
Kepabeanan, yang kemudian dikenal dengan nama Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1995 tentang Kepabeanan saat ini telah diamandemend dengan UU no. 17
tahun 2006 . Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang ini menyebutkan bahwa “Untuk
penetapan tarif Bea Masuk, barang dikelompokkan berdasarkan sistem
klasifikasi barang”. Selanjutnya berdasarkan pasal 14 ayat 2 Undang-undang
tersebut, penetapan klasifikasi barang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Pengaturan lebih lanjut penentuan klasifikasi barang dilakukan dengan
memperhatikan:
a) Upaya peningkatan daya saing produk Indonesia dipasar Internasional.
b) Perlindungan terhadap konsumen dalam negeri.
c) Pengurangan hambatan dalam perdagangan Internasional guna mendukung
terciptanya perdagangan bebas.
d) Pemenuhan perjanjian serta kesepakatan Internasional.
Atas dasar pertimbangan di atas, Pemerintah menerbitkan Keputusan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 440/KMK.05/1996 tanggal 21 Juni
1996 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Besarnya Tarif Bea
Masuk Atas Barang Impor. Dalam Pasal 1 Keputusan ini disebutkan “Untuk
penetapan tarif Bea Masuk, barang barang dikelompokkan berdasarkan sistem
klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 35 Tahun 1993 tentang Pengesahan International Convention
The Harmonized Commodity Description and Coding System beserta protocol-
nya”.
Indonesia telah menjadi anggota World Customs Organization, yang
sebelumnya dikenal dengan nama Customs Cooperation Council sejak tanggal 30
April 1957. Sebagai anggota WCO, Indonesia telah menunjukkan peran serta yang
aktif dalam kegiatan WCO dan telah banyak menarik manfaat dari organisasi ini.
Berbagai bantuan teknis dalam rangka menunjang kelancaran pelaksanaan sistem
dan prosedur kepabeanan Internasional, telah diterima oleh Indonesia.
Berdasarkan keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 35 tahun 1993,
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
17
Klasifikasi Barang
Indonesia telah menjadi Contracting Party dari “International Convention on the
Harmonized Commodity Description and Coding Sistem”. Sebagai tindak lanjutnya
, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 81/KMK.05/1994 tanggal 16
Maret 1994 telah ditetapkan bahwa terhitung sejak 1 April 1994 , struktur
Klasifikasi barang dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) mengacu
kepada sistem klasifikasi dari HS Convention.
Berdasarkan Artikel XVI HS Convention, World Customs Organization telah
mengesahkan amandemen lampiran konvensi, yang semula mempergunakan HS
versi 1992, menjadi “HS versi 1996”.
Menindaklanjuti adanya amandemen HS 1996 tersebut, Pemerintah pada
tanggal 29 Desember 1995 telah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 639/KMK. 01/1995 yang merupakan:
1. Dasar penggunaan sistem klasifikasi barang berdasarkan HS versi 1996.
2. Dasar penetapan besarnya tarif bea masuk (bea masuk tambahan dilebur
bersama bea masuk) untuk barang bersangkutan.
3. Penyempurnan Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 26 Tahun 1988 tentang Perubahan dan Tambahan atas
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1969 tentang
Pembebasan atas Impor dan Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 47 Tahun 1986 tentang Bea Masuk Tambahan Atas Barang
Impor.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 639/KMK.01/1995 di atas selanjutnya
dijabarkan dalam bentuk penerbitan BTBMI edisi tahun 1996. Hingga saat ini
BTBMI 1996 dimaksud telah beberapa kali diubah atau direvisi sesuai dengan
perkembangan kebijaksanaan nasional. BTBMI terakhir dengan BTBMI tahun 2007
menggunakan HS ver 2007 berdasarkan AHTN.
2) Struktur BTBMI
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
18
Klasifikasi Barang
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
19
Klasifikasi Barang
♦ yang 2 digit terakhirnya 00 ( misalnya 8709.10.21.00 ) berasal dari
teks AHTN;
♦ yang 4 digit terakhirnya 00.00 ( misalnya 8709.11.00.00 ) berasal dari
teks HS – WCO.
4) Khusus uraian barang dalam bab 98 merupakan teks berasal dari uraian
barang dalam bahasa Indonesia.
c. Kolom ketiga adalah kolom “Description of Goods” dalam bahasa Inggris
yang disusun dengan pola sebagai berikut :
1) Uraian barang pos (4 digit) dan subpos (6 digit) merupakan teks HS-
WCO dalam bahasa Inggris;
2) Uraian barang pada subpos ASEAN (8 digit) merupakan teks AHTN
dalam bahasa Inggris;
3) Uraian barang pada pos tarif nasional (10 digit) merupakan terjemahan
dari teks bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris, kecuali :
♦ yang 2 digit terakhirnya 00 ( misalnya 8709.10.21.00 ) merupakan teks
AHTN;
♦ yang 4 digit terakhirnya 00.00 ( misalnya 8709.11.00.00 ) merupakan
teks asli HS – WCO.
4) Khusus uraian barang dalam bab 98 merupakan teks berasal dari uraian
barang dalam bahasa Indonesia.
d. Kolom keempat adalah kolom “Bea Masuk Umum” yang mencantumkan
pembebanan tarif bea masuk atas barang impor berlaku umum berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 547/KMK.01/2003
tanggal 18 Desember 2003;
e. Kolom kelima adalah kolom “Bea Masuk CEPT” yang mencantumkan
pembebanan tarif bea masuk yang berlaku untuk impor barang dari negara-
negara ASEAN dalam rangka Skema CEPT berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 546/KMK.01/2003 tanggal 18
Desember 2003;
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
20
Klasifikasi Barang
f. Kolom keenam adalah kolom “PPN” yang mencantumkan pembebanan tarif
PPN berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000;
g. Kolom ketujuh adalah kolom “PPnBM” yang mencantumkan pembebanan
tarif PPnBM yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 569/KMK.04/2000 dan Nomor 570/KMK.04/2000
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 39/KMK.03/2003 tanggal 28 Januari
2003 dan Nomor 355/KMK.03/2003 tanggal 11 Agustus 2003;
h. Kolom kedelapan adalah kolom “Larangan/Pembatasan” yang
mencantumkan ketentuan larangan atau pembatasan barang impor
berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor
230/MPP/KEP/7/1997 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 62/MPP/KEP/02/2001 dan
tata niaga impor dan peredaran bahan berbahaya tertentu ditetapkan
berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor
254/MPP/KEP/7/2000, serta ketentuan instansi teknis lainnya;
i. Kolom kesembilan adalah kolom “Keterangan” yang disediakan untuk
mencantumkan keterangan tambahan yang dianggap perlu dan ketentuan
lain yang belum ditampung pada kolom-kolom sebelumnya.
2. Pencantuman tanda strip (-) pada kolom pembebanan tarif ditujukan untuk
hal-hal sebagai berikut :
a. Tanda strip (-) pada kolom Bea Masuk CEPT berarti komoditi pada pos tarif
bersangkutan tidak termasuk dalam skema CEPT;
b. Tanda strip (-) pada kolom PPN atau PPnBM berarti komoditi pada pos tariff
bersangkutan tidak dikenakan pembebanan PPN atau PPnBM.
3. Pencantuman tanda asterisk (*) pada kolom pembebanan tarif ditujukan
untuk hal-hal sebagai berikut :
a. Pencantuman tanda satu asterisk (*) pada kolom “Bea Masuk Umum” berarti
pembebanan impornya mengikuti tarif pada pos tarif 87.01 sampai dengan
87.05;
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
21
Klasifikasi Barang
b. Pencantuman tanda satu asterisk (*) pada kolom “PPN”, “PPnBM” dan
“Larangan/Pembatasan” berarti pengenaan PPN, PPnBM dan pemberlakuan
ketentuan larangan/pembatasan berlaku hanya terhadap sebagian jenis
barang atau sebagian kelompok barang dalam pos tarif bersangkutan;
4 Catatan Penjelasan Tambahan (SEN) merupakan pedoman dalam
menginterpretasikan pengertian maupun istilah teknis barang yang tercantum
dalam Subpos pos tarif tertentu. Apabila terdapat keraguan dalam
menginterpretasikan teks yang tercantum dalam Catatan Penjelasan Tambahan
(SEN), maka yang mengikat secara hukum adalah teks asli SEN dalam bahasa
Inggris.
Nomor Pos tarif (10-digit) dan uraiannya, besarnya BM, PPN, dan PPnBM
ditetapkan oleh Menteri Keuangan. PTNI (Peraturan Tata Niaga Impor) ditetapkan
oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Perlu diingat bahwa selain BM yang
tercantum dalam BTBMI, terdapat juga BM Anti Dumping yang ditetapkan tersendiri
oleh Menteri Keuangan. Bea Masuk Anti Dumping berlaku di Indonesia sejak
tanggal 1 April 1996 berlandaskan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995
tentang Kepabeanan sesuai pasal 18, 19 dan 20.
a. Sistem Penomoran
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
22
Klasifikasi Barang
dingin.
(3) Enam digit pertama (0705.10) menunjukkan Sub-pos yaitu selada.
Sub-pos 0705.10 dipecah menjadi 0705.11 dan 0705.19:
0705.10: - Selada
(4) Sepuluh digit pertama (0705.11.00.00) menunjukkan Pos Tarif
0705.19.00.00 : - - Lain-lain)
b. Sistem Takik
Di bawah ini disajikan contoh sistem takik dengan menggunakan contoh yang
sudah ada (pos tarif 0705.11.000):
07.05 Selada (Lactuca sativa) dan chicory (Chicorium spp.), segar atau dingin).
0705.10 - Selada
* Ingat, dalam HS/BTBMI sub-pos 0705.10 tidak dicantumkan karena sub-pos
tersebut dipecah lagi menjadi sub-pos 0705.11 dan 0705 19.
0705.11.00.10 - - - Segar
0705.11.00.20 - - - Dingin
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
23
Klasifikasi Barang
Namun apabila ASEAN misalnya akan membagi dari subpos 0705.11. maka :
0705.11.10.00 - - - Segar
0705.11.20.00 - - - Dingin
Perlu diperhatikan bahwa kadang-kadang nomor sub-pos atau pos tarif yang
dipecah lebih lanjut tidak dicantumkan secara eksplisit dalam BTBMI, contoh :
1) sub-pos 0705.10, dalam BTBMI tidak dicantumkan (hanya dicantumkan uraian
barangnya yaitu: - selada) karena sub-pos tersebut dipecah lebih lanjut menjadi
0705.11 dan 0705.19.
2) Dalam HS/BTBMI hanya ada dua jenis barang, yaitu barang tertentu dan lain-
lain. Kedua jenis barang tersebut dapat dipecah kembali lagi menjadi dua
kelompok di atas (barang tertentu dan lain-lain) yang lebih spesifik.
3) Setiap kelompok barang di atas (baik dalam pos, sub-pos, maupun pos tarif)
dibagi atau dirinci dengan dua cara, yaitu barang tertentu A - barang tertentu
B atau barang tertentu A - barang lainnya (lain-lain).
Contoh:
Barang tertentu A - barang tertentu B :
Pos 07.07 (Ketimun dan ketimun acar, segar atau dingin) dibagi menjadi
ketimun dan ketimun acar saja. Barang tertentu A - barang lainnya (lain-lain).
Pos 07.01 (Kentang, segar atau dingin) dibagi menjadi bibit dan lain-lain.
4) Bila pos dipecah menjadi sub-sub pos, perhatikan digit kelima dan keenam.
Barang tertentu mempunyai kode 10, 20, 30, ..., 80.
5) Pemecahan pos tarif (10-digit) juga mengikuti pola di atas. Mari kita lihat
contoh berikut:
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
24
Klasifikasi Barang
3901.10.22.00 --- Mutu kabel
3901.10.23.00 --- Lain-lain, digunakan dalam pembuatan kabel telepon
atau kabel listrik
3901.10.29.00 --- Lain-lain
3901.10.30.00 -- Cair atau pasta
-- Bentuk lain :
3901.10.91.00 --- Digunakan dalam pembuatan kabel telepon atau kabel
listrik
3901.10.99.00 --- Lain-lain
Untuk pemecahan pos tarif,perhatikan dua digit terakhir.
• Bila kode 10 dipecah lagi menjadi lebih rinci, digunakan digit kesembilan,
yaitu menjadi 11, 12, ..., 19.
• Demikian juga kode 900 bila dipecah menjadi 91, 92, ..., 99.
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
25
Klasifikasi Barang
e) apabila kata “lain-lain” dimaksud terdapat pada pos tarif, bandingkan dengan
uraian barang pada pos-pos tarif terdahulu, pada sub-pos yang sama.
Metode di atas dapat difahami dengan lebih mudah apabila kita dapat
menggambarkannya dalam bentuk diagram pohon, sehingga akan jelas kelompok
barang mana yang akan dibandingkan dengan barang lain-lain barang lain-lain
yang ingin kita ketahui.
Di bawah ini disajikan mengetahui kelompok barang yang termasuk lain-lain
dengan menggunakan metode diagram pohon dengan contoh sebagai berikut:
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
26
Klasifikasi Barang
tersebut akan dapat dengan mudah dimengerti. Dalam diktat ini pengertian lain-
lain dibatasi pemahamannya sebatas berkaitan dengan uraian jenis barang pada
judul Bab, Pos, Sub-pos maupun Pos tarif nasional, tanpa dikaitkan dengan
catatan Bagian, catatan Bab, maupun catatan Sub-pos.
Di bawah ini disajikan beberapa contoh pengertian kata lain-lain yang terdapat
dalam BTBMI:
a) Judul Bab.
Bab 63: Barang tekstil sudah jadi lainnya ....
Secara singkat makna kata lainnya berfungsi untuk menampung barang tekstil
sudah jadi yang belum disebutkan pada bab-bab sebelumnya dalam Bagian XI.
Secara lebih rinci judul bab tersebut dapat diuraikan menjadi “Tekstil dan
barang tekstil, selain yang telah disebutkan pada Bab 50 sampai
dengan Bab 62”.
b) Judul Pos.
Pos 01.06: Binatang hidup lainnya.
Kata lainnya dalam pos ini berfungsi untuk menampung binatang hidup yang
belum disebutkan pada pos-pos sebelumnya. Secara lebih rinci uraian pos
tersebut dapat diuraikan menjadi:
Binatang hidup,
6) selain kuda, keledai, bagal dan hinnies, selain binatang sejenis
lembu, selain babi
7) selain biri-biri dan kambing
8) selain unggas dari jenis : ayam spesies Gallus domesticus, bebek,
kalkun dan ayam mutiara
c) Judul Sub Pos
Sub-pos 0102.90 : - Lain-lain
Kata lain-lain dalam sub-pos ini berfungsi untuk menampung binatang sejenis
lembu, hidup yang belum disebutkan pada sub-sub pos sebelumnya. Secara
lebih rinci uraian dalam sub-po stersebut dapat diuraikan menjadi:
Binatang hidup,
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
27
Klasifikasi Barang
9) selain kuda, keledai, bagal dan hinnies,
10) termasuk binatang sejenis lembu, namun bukan untuk bibit
1.2. Latihan 1
1.3. Rangkuman
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
30
Klasifikasi Barang
memberikan ketidak seragaman secara internasional
penggolongan barang dalam tarif pabean.
4. ( B - S ) Apabila terdapat perbedaan sistem klasifikasi pada setiap negara
akan memperpanjang waktu untuk penetapan bea masuk dan
pengeluaran barang impor di pelabuhan. Fungsi dasar HS adalah
untuk memberikan keseragaman dalam mengklasifikasi barang
guna memberikan kemudahan pada perdagangan internasional.
5. ( B - S ) Ditinjau dari fungsi pengklasifikasian, struktur HS terdiri dari : KUM
HS ; Catatan Bagian, Bab dan Subheading ; Heading, sub-heading
dan penomoran hingga ke Pos tarif (10 digit). Demikian dalam
kekuatan hukumnya sama, karena yang utama adalah uraian
barangnya.
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
32
Klasifikasi Barang
Bandingkanlah hasil jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif yang ada
di belakang modul ini. Hitunglah jumlah jawaban Anda yang benar atau sejauh
mana Anda menguasai mata pelajaran tersebut. Kemudian gunakan rumus di
bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap terhadap materi
kegiatan belajar
Untuk kelompok C :
Apabila benar seluruhnya nilai menjadi 100
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
33
Klasifikasi Barang
Untuk nilai keseluruhan maka dibagi rata-rata dari (A+B) dan C
Arti tingkat penguasaan :
* 90 % - 100 % = Baik sekali
* 80 % - 89 % = Baik
* 70 % - 79 % = Cukup
* 69 % = Kurang
Kalau Anda mencapai tingkat penguasaan 80% keatas Anda dapat meneruskan
kepada modul atau bagian pelajaran lain. Hasilnya Baik ! akan tetapi, bila tingkat
penguasaan Anda masih dibawah 80 %, Anda harus mengulangi membaca Modul
kembali, terutama bagian yang belum Anda kuasai
TEKNIK KLASIFIKASI
BARANG
Indikator Keberhasilan :
Setelah mempelajari materi diharapkan siswa mampu menjelaskan
1. Ketentuan umum untuk menginterpretasikan Harmonized System
2. Tahapan dalam mengklasifikasi barang
3. Nota Penelitian Klasifikasi Barang
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
34
Klasifikasi Barang
2.1. Uraian dan Contoh
KUM HS 1 :
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
35
Klasifikasi Barang
Penjelasan:
Spesifikasi keledai :
- jenis keledai
- umur 2 tahun
- dapat mendemontrasikan
beberapa permainan dalam
pertunjukan sirkus
Pengklasifikasian apakah
pada bab 1 atau bab 95
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
36
Klasifikasi Barang
Bagaimana pengklasifikasiannya bila keledai tersebut diimpor oleh grup
sirkus dari jerman ?
KUM HS 2 a :
Setiap referensi untuk suatu barang dalam suatu pos harus dianggap meliputi
juga referensi barang tersebut dalam keadaan tidak lengkap atau belum rampung,
asalkan pada saat diajukan, barang yang tidak lengkap atau belum rampung
tersebut memiliki karakter utama dari barang itu dalam keadaan lengkap atau
rampung. Referensi ini harus dianggap juga meliputi refensi untuk barang tersebut
dalam keadaan lengkap atau rampung (atau yang berdasarkan ketentuan ini dapat
digolongkan sebagai lengkap atau rampung) yang diajukan dalam keadaan belum
dirakit atau terbongkar.
Penjelasan:
Barang tidak lengkap atau tidak rampung dianggap sebagai barang lengkap
atau rampung, asalkan pada saat diimpor sudah mempunyai sifat utama sebagai
barang lengkap atau rampung Sebagai contoh beberapa set sepeda yang
diimpor dalam keadaan terurai, dan tiap setnya tidak ada sadel dan ban
dalamnya. Namun tetap dianggap set sepeda karena sifat utamanya sebagai
sepeda telah dimiliki.
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
37
Klasifikasi Barang
Spesifikasi :
- Sepeda merk
:”Bamby”
- Ada alat
perubah
kecepatan
- memiliki laher
dalam as ban
- bisa
dikendarai
oleh orang tua
maupun anak-
anak
:
Perhatikan gambar sepeda diatas. Bagaimana pengklasifikasiannya bila
sepeda tersebut : a) tidak dicat ,b) tidak ada sadelnya c) dalam keadaan
terurai
KUM HS 2 b :
Setiap referensi untuk suatu bahan atau zat dalam pos, harus dianggap juga
meliputi referensi untuk campuran atau kombinasi dari bahan atau zat itu dengan
bahan atau zat lain. Setiap referensi untuk barang dari bahan atau zat tertentu
harus dianggap juga meliputi referensi untuk barang yang sebagian atau
seluruhnya terdiri dari bahan atau zat tersebut. Barang yang terdiri lebih dari satu
jenis bahan atau zat harus diklasifikasikan sesuai prinsip dari Ketentuan 3.
Penjelasan:
Campuran atau kombinasi dua atau lebih bahan atau zat diklasifikasikan
berdasarkan KUM HS 1. Sebagai contoh suatu susu yang telah ditambah sedikit
vitamin, maka pengklasifikasiannya tetap sebagai susu. Mengapa demikian ?
karena sifat sebagai susunya tidak berubah. Ingat, ketentuan ini hanya berlaku
apabila pos atau catatan bagian atau catatan bab tidak menentukan lain. Contoh,
pos 15.03 (-lard oil, ...tidak diemulsi atau dicampur...); karena uraian posnya sudah
menyebutkan bahwa produk dalam pos tersebut tidak dicampur, maka KUM HS
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
38
Klasifikasi Barang
2(b) tidak berlaku.
Apabila tambahan atau campuran bahan atau zat menghilangkan sifat
barang seperti diuraikan pada pos, KUM HS 2(b) tidak dapat digunakan (harus
digunakan KUM HS 3).
Perhatikan sumbat botol diatas, bagaimana bila sumbat botol bagian atas
dilapis plastik ?
KUM HS 3 :
Apabila dengan menerapkan Ketentuan 2 (b) atau untuk berbgaia alasan lain,
barang yang dengan pertimbangan awal dapat diklasifikasikan dalam dua pos atau
lebih, maka klasifikasiannya harus diberlakukan sebagai berikut :
Penjelasan:
KUM HS 3 hanya dipergunakan bila KUM HS 2 tidak bisa dipergunakan.
Penggunaan KUM HS 3 harus urut dari KUM HS 3(a), KUM HS 3(b), baru
kemudian KUM HS 3(c). Sekali lagi diingatkan, KUM HS 3 baru dipergunakan
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
39
Klasifikasi Barang
apabila uraian pos, catatan bagian, atau catatan bab tidak menentukan lain.
Contoh, catatan 4(b) bab 97 menentukan bahwa barang yang dirinci pada pos
97.01 sampai dengan 97.05 dan juga dirinci pada pos 97.06, harus diklasifikasikan
pada pos terdahulu awal (berarti bertentangan dengan KUM HS 3c ). Dalam hal ini
KUM HS 3(c) tidak berlaku.
KUM HS 3 a :
Pos yang memberikan uraian yang paling spesifik, harus lebih diutamakan
dari pos yang memberikan uraian yang lebih umum. Namun demikian, apabila dua
pos atau lebih yang masing-masing pos hanya merujuk kepada bagian dari bahan
atau zat yang terkandung dalam barang campuran atau barang komposisi,atau
hanya merujuk kepada bagian dari bahan atau zat terkandung dalam campuran
atau barang komposisi atau hanya merujuk kepada bagian dari barang dalam set
yang disiapkan untuk penjualan eceran, maka pos-pos tersebut harus dianggap
setara sepanjang berkaitan dengan barang tersebut, walaupun salah satu dari pos
tersebut memberikan uraian yang lebih lengkap atau lebih tepat.
Penjelasan:
Pos dengan uraian lebih spesifik lebih diutamakan dari pos dengan uraian
yang lebih umum. Pos yang menyebutkan nama barang lebih diutamakan dari pos
yang menyebutkan kelompok barang. Contoh shavers/hair clippers diklasifikasikan
pada pos 85.10, bukan pada pos 85.09 (self-contained motor). Saringan oli walau
sebagai bagian dari mesin pada pos 8409, namun pos 8421 uraian barangnya
lebih rinci.
Pos yang menyebutkan barang yang disebutkan secara rinci lebih
diutamakan dari pos yang menyebutkan bagian suatu barang. Contoh, tufted
textile for motor cars diklasifikasikan pada pos 57.03, bukan pada pos 87.08.
Apabila dua atau lebih pos menguraikan hanya bagian dari bahan atau zat
yang terkandung dalam suatu barang campuran atau komposit, atau bagian dari
item dalam satu set barang untuk penjualan eceran, maka KUM HS 3(a) tidak
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
40
Klasifikasi Barang
berlaku dan digunakan KUM HS 3(b) atau 3(c), meskipun salah satu pos lebih
rinci dari pos lainnya.
KUM HS 3 b :
Barang campuran dan barang komposisi yang terdiri dari bahan yang
berbeda atau yang dibuat dari komponen yang berbeda, serta barang yang
disiapkan dalam set untuk penjualan eceran, yang tidak dapat diklasifikasikan
berdasarkan referensi 3 (a), harus diklasifikasikan berdasarkan bahan atau
komponen yang memberikan karakter utama barang tersebut, sepanjang kriteria ini
dapat diterapkan.
Penjelasan:
KUM HS 3(b) hanya berlaku untuk campuran, barang komposit yang terdiri
dari bahan yang berbeda, barang komposit yang terdiri dari komponen yang
berbeda, dan barang yang dikemas dalam bentuk set untuk penjualan eceran, dan
bila KUM HS 3(a) tidak bisa digunakan.
Yang dimaksud dengan karakter utama (Essential character) pada KUM
HS ini mengacu pada bahan atau komponen, kemasan, jumlah, berat atau nilai,
dan bahan utama yang berkaitan dengan penggunaan barang.
KUM HS 3(b) berlaku juga untuk komponen yang terpisah, asalkan satu
sama lain adapted to the other, mutually complementary, dan bersama-sama
membentuk barang jadi yang secara normal tidak diperdagangkan terpisah.
Contoh, rak bumbu dengan beberapa botol tempat bumbu kosong.
Yang dimaksud dengan barang dikemas dalam bentuk set untuk penjualan
eceran yaitu:
• Paling sedikit dua produk yang berbeda pos (sembilan sendok bukan set).
• Beberapa produk/barang bersama-sama untuk keperluan/kegiatan tertentu.
• Bisa langsung dijual tanpa perlu dibungkus/dikemas kembali (contoh, ready-to-
eat-meal).
Contoh set: hairdressing set yang terdiri dari electric hair clipper (85.10), sisir
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
41
Klasifikasi Barang
(96.15), gunting (82.13), sikat (96.03), dan handuk dari tekstil (63.02), dikemas
dalam tas kulit (42.02) diklasifikasikan pada pos 85.10 (berdasarkan
komponen yang memberikan sifat utama).
KUM HS 3(b) tidak berlaku untuk barang yang terdiri dari beberapa bagian
yang dikemas terpisah (baik kemasan yang biasa digunakan maupun tidak), dalam
proporsi tertentu untuk keperluan industri (contoh, minuman).
Spesifikasi Mie
:Instan :
- Supermi instan
bungkus
- merk :”Mi Enak”
- Mengandung
mie, bumbu,
saus, bawang
dan cabe
Perhatikan mie instan yang sudah mask diatas. Tahukah Saudara ketika
belum dimasak yang bungkusannya terdiri dari : mie, saus, kecap,
bumbudan bahan lainnya. Bagaimana Saudara mengklasifikasi bila dalam
keadaan mentah atau dalam bungkusan ?
KUM HS 3 c:
Penjelasan:
Bila KUM HS 3(a) dan 3(b) tidak dapat digunakan, barang diklasifikasikan
pada pos terakhir. Contohnya, suatu bingkai berbentuk bujur sangkar yang 2 sisi
terbuat dari kayu dan dua sisi lainnya terbuat dari logam. Bingkai ini ditinjau dari
bahan baku memiliki bahan yang sama dan seimbang antara pos 44.14 dan pos
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
42
Klasifikasi Barang
83.06, namun karena menurut KUM HS 3c, maka bingkai tersebut harus
diklasifikasikan pada pos terakhir, yaitu pos 83.06.
Spesifikasi barang :
- Van belt merk :
:”Ando”
- mengandung
bahan plastik dan
karet yang sama
tebal
- memiliki kekuatan
sama pada lapisan
karet dan plastikas
ban
KUM HS 4:
Penjelasan:
a) KUM HS 4 baru digunakan apabila KUM HS 1 sampai dengan KUM HS 3 tidak
dapat digunakan. Berdasarkan KUM HS 4, klasifikasi berdasarkan barang
yang sifatnya paling sesuai (misalnya uraian barangnya, sifatnya, tujuannya).
b) Ketentuan ini mengenai barang-barang yang tidak dapat diklasifikasikan ke
dalam salah satu pos dalam HS, karena tidak ada uraian yang sesuai
(misalnya yang baru muncul di pasaran dunia). Ketentuan ini menetapkan
bahwa barang-barang tersebut harus digolongkan kedalam pos atas barang
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
43
Klasifikasi Barang
yang memiliki persamaan terbanyak.
c) Pada waktu menerapkan ketentuan No.4, barang yang akan diklasifikasikan
harus diperbandingkan dengan uraian barang dalam beberapa pos HS yang
memiliki kesamaan jenis atau karakternya. Hal tersebut dilakukan untuk
meneliti pada pos mana yang memiliki unsur kesamaan terbanyak.
d) Persamaan dapat tergantung dari beberapa faktor seperti nama, sifat,
penggunaan, dan seterusnya.
Perlu diingatkan, KUM HS 4 baru digunakan apabila benar-benar tidak ada
lagi data atau informasi yang dapat diperoleh untuk mengidentifikasi barang
dimaksud. Untuk itu, sebelum memutuskan menggunakan KUM HS 4, sangat
disarankan untuk mencari lebih dulu informasi tentang barang dimaksud dari
berbagai sumber yang ada, seperti literatur, data teknis, internet, dan sebagainya.
KUM HS 5 :
Penjelasan:
KUM HS 5(a) berlaku untuk Peti (cases), kotak (boxes), dan tempat
semacam itu yang:
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
44
Klasifikasi Barang
• khusus dibuat untuk barang tertentu.
• digunakan untuk jangka waktu lama.
• dimasukkan bersama barangnya (bila dimasukkan terpisah diklasifikasikan
pada pos tersendiri).
• biasa dijual bersama dengan barangnya.
• tidak memberikan sifat utama.
Contoh: tempat perhiasan, tempat teleskop, tempat alat musik, tempat senjata, dan
sebagainya.
Spesifikasi barang :
- gitar dengan
kemasannya
- merk :”Refly”
- Terbuat dari karet
yang dilapisi tekstil
tebal
KUM HS 5 b :
Penjelasan:
Mengacu pada KUM HS 5(a), pembungkus/tempat simpan diklasifikasikan
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
45
Klasifikasi Barang
dengan barangnya bila biasa dipakai untuk barang tersebut.
Ketentuan ini tidak berlaku untuk pembungkus/tempat simpan yang
digunakan berulang-ulang (repetitive use), contohnya gas yang diimpor bersama
pengemasnya (tabung gas di bawah tekanan), maka gasnya diklasifikasikan pada
pos tarif gas, sedangkan pengemasnya diklasifikasikan pada pos tarif tabung gas.
Ketentuan ini tidak berlaku untuk tempat simpan yang nilainya jauh lebih tinggi
dari barang yang disimpan di dalamnya. Tempat semacam itu harus
diklasifikasikan tersendiri Sebagai contoh, tempat teh dari perak dan tempat
permen dari porselin berdekorasi China
Spesifikasi barang :
- tabung gas berisi
gas
- merk :”Reflon”
- Terbuat baja tahan
karat
Bagaimana pengklasifikasian suatu gas beserta tabungnya yang dapat diisi ulang ?
Tabung gas LPG dengan isinya LPG pada pos berapa dalam Harmonized System
?
KUM HS 6 :
Untuk tujuan hukum klasifikasi barang dalam sub pos dari suatu pos harus
ditentukan berdasarkan uraian dari subpos tersebut dan catatan subpos
bersangkutan, serta ketentuan ini di atas dengan penyesuaian seperlunya, dengan
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
46
Klasifikasi Barang
pengertian bahwa hanya subpos yang setara yang dapat diperbandingkan. Kecuali
apabila konteksnya menentukan lain, untuk keperluan ketentuan ini diberlakukan
juga catatan Bagian dan catatan Bab.
Penjelasan:
KUM HS 1 sampai dengan KUM HS 5 berlaku mutatis mutandis (secara
langsung) untuk subsub pos pada satu pos yang sama (perbandingan pada takik
yang sama).
KUM HS 6 berlaku sepanjang konteksnya tidak menentukan lain. Artinya,
catatan bagian, catatan bab, atau catatan subpos harus tetap menjadi
pertimbangan utama. Contohnya, Platinum pada catatan 4(b) Bab 71 tidak
sama dengan Platinum pada catatan subpos 2 (khusus untuk sub-pos 7110.11
dan 7110.19).
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
47
Klasifikasi Barang
di bab lainnya.
5. Setelah menemukan satu bab yang paling sesuai berdasarkan kajian di atas,
maka kita mulai menelusuri pos-pos yang mungkin mencakup barang yang
akan kita klasifikasikan dalam bab tersebut. Pada tahap ini kadang-kadang kita
sudah dapat menemukan pos yang mencakup barang tersebut dengan rinci.
Bila sudah kita temukan satu pos yang tepat, maka langkah selanjutnya tinggal
menentukan sub-pos (6-digit) dan pos tarif (9-digit) yang sesuai. Ingat, dalam
penentuan sub-pos dan pos tarif pun kadang timbul permasalahan klasifikasi
yang sama dengan penentuan pos (4-digit). Sampai tahap ini sebenarnya kita
sedang menggunakan KUM HS 1.
6. Apabila sepintas lalu ada beberapa pos yang sesuai dengan spesifikasi
barang, kita mulai menggunakan KUM HS 2. Ingat, kita baru dapat
menggunakan KUM HS 2 apabila KUM HS 1 benar-benasr tidak dapat
digunakan. Cara untuk meyakinkan bahwa KUM HS 1 gugur adalah dengan
berusaha membuktikan bahwa hanya ada satu pos yang sesuai untuk barang
tersebut. Dalam hal KUM HS 1 tidak bisa diterapkan karena informasi atau
data spesifikasi barang kurang lengkap, maka yang harus dikerjakan adalah
mencari informasi atau data tersebut lebih dulu. Jangan terburu-buru
menggunakan KUM HS 2 sebelum kita benar-benar yakin KUM HS 1 tidak
dapat digunakan.
7. Dalam hal menggunakan KUM HS 3 (b), perlu diperhatikan bahwa yang
dimaksud dengan sifat utama (essential character) meliputi berbagai aspek.
Beberapa aspek yang dapat digunakan sebagai dasar penentuan sifat utama
adalah fungsi/kegunaan, nilai (value), dan bentuk fisik (appearance).
Usahakan paling tidak selalu mempertimbangkan ketiga aspek tersebut
sebelum menentukan sifat utama suatu barang campuran.
8. Dalam membandingkan pos-pos, sub-sub pos, atau pos-pos tarif, harus selalu
diingat bahwa yang dibandingkan adalah pos-pos , sub-sub pos, atau pos-
pos tarif yang setara (perhatikan takiknya). Ingat, dalam mengklasifikasi,
perbandingan dimaksud tidak berdasarkan pembebanan impornya!.
Apabila sudah dipilih satu pos tarif yang benar-benar sesuai dengan uraian
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
48
Klasifikasi Barang
barang, langkah selanjutnya adalah melihat pembebanannya (BM, PPN, PPnBM,
atau cukai) dan ada atau tidak peraturan tata niaganya (IT, IP, Pertamina, dan lain-
lain.). Karena pembebanan tersebut sering berubah, jangan lupa selalu
menggunakan pembebanan yang up to date berdasarkan ketentuan yang terbaru.
1) Pengantar
Pada bagian akhir diktat ini disajikan juga contoh soal klasifikasi barang
menggunakan nota penelitian klasifikasi barang. Soal tersebut dapat dijawab
dengan menggunakan contoh nota penelitian di bawah ini:
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
49
Klasifikasi Barang
Contoh 1.
Contoh 2.
(Contoh ini umumnya diterapkan pada penelitian klasifikasi di Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai):
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
50
Klasifikasi Barang
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
51
Klasifikasi Barang
- Subpos 3004.90.90 Lain-lain
- Pos tarif 3004.90.99.00 Lain-lain
Kesimpulan :
Norit diklasifikasikan pada pos tarif 3004.90.99.00
BM …. % .PPN … % PPh %.
Kesimpulan :
Shampo mengandung obat anti kerontokan diklasifikasikan pada pos tarif
3305.10.90.00 BM …. % .PPN … % P
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
52
Klasifikasi Barang
Uraian klasifikasi :
- Bab 16 ...Olahan dari daging
- Pos 1601 ...sosis
- Subpos 1601.00.10. sosis
- Pos tarif 1601.00.12.00…mengandung daging sapi
Kesimpulan :
Sosis daging sapi tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 1601.00.12.00 BM
…. % .PPN … % PPh %.
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
53
Klasifikasi Barang
- Lihat Bagian XV catatan 2 “kawat dipilin masuk bagian untuk pemakaian
umum pos 7312 ….Mobil derek masuk bab 87
- Lihat Bagian XVII catatan 2(B) bagian untuk pemakaian umum tidak boleh
masuk Bab 87
- Barang dari logam tidak mulia masuk Bab 73, (walau bagian untuk mobil
derek)
Uraian klasifikasi :
- Bab 73..barang dari baja
- Pos 7312 ..kawat
- Subpos 7312.10. kawat dipilin
- Pos tarif 7312.10.90.00 ukuran 25 mm
Kesimpulan :
Kawat tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 7312.10.90.00
BM ….% PPN …% PPh….%.
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
54
Klasifikasi Barang
Radiaotor tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 8708.91.30.00
BM …. % .PPN … % PPh %.
2.2. Latihan 2
1. Dalam mengklasifikasi barang gantungan kunci yang terdiri dari ring baja,
rantai baja dan hiasan dari plastik, harus menggunakan KUM HS nomor
berapa ?
2. Sebutkan contoh barang yang dalam mengklasifikasinya menerapkan KUM
HS nomor 3a (selain yang telah disebutkan contoh diatas)
3. Bagaimana menurut pendapat Saudara mengenai penggunaan KUM HS
nomor 4 dalam prakteknya ?
4. Mengapa sebelum mengklasifikasi barang, diperlukan data mengenai
barangnya ? Sebutkan contoh kasus !
5. Bagaimana tahapan dalam mengklasifikasi barang agar menghasilkan pos
tarif yang akurat ?
6. Mengapa dalam mengklsifikasi barang harus memperhatiakan bagian dan
bab serta catatan bagian dan catatan babnya yang terkait dengan barang
tersebut ?
7. Sebutkab tahapan dalam membuat nota penelitian klasifikasi barang ?
8. Nota penelitian klasifikasi barang seyogyanya memuat hal-hal apa saja ?
9. Mengapa dalam mengklasifikasi barang tidak hanya menyebutkan 9
digitnya atau kesimpulannya saja ?
2.3. Rangkuman
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
55
Klasifikasi Barang
beberapa diantaranya menjadi surat keputusan Dirjen Bea dan Cukai
2. Dalam proses mengklasifikasi barang diperlukan tahapan yang sesuai,
agar menghasilkan keputusan yang tepat sesuai aturan yang benar. Pada
prinsipnya meliputi identifikasi barang, mendeskripsikan jenis barang,
kemudian melihat uraian barang dalam BTBMI sesuai dengan yang akan
diklasifikasi. Pengamatan uraian barang dalam BTBMI dengan melihat
bagaian, bab dan catatan yang berkaitan dengan barang yang akan
diklasifikasi. Berdasarkan pertimbangan tersebut baru ditentukan pos tarif
yang tepat.
3. Proses dalam mengklasifikasi barang harus seuai dengan aturan, demikian
juga hasil penelitian klasifikasi barang harus disajikan dalam bentuk format
yang benar. Pada umumnya hsil penelitian dituangkan dalam suatu format
yang berisikan komponen : nama dan jenis barang, alas an klasifikasi,
uraian klasifikasi dan kesimpulan. Dalam membuat nota penelitian
klasifikasi barang ada yang sederhana dengan hanya menggunakan
BTBMI, namun dilapangan nama barang berdasarkan hasil pemeriksaan,
ditambah informasi barang dari brosur, hasil analisa laboratorium atau
sumber informasi lainnya
1. ( B - S ) Judul Bagian, Bab dan Sub-bab pada Buku tarif Bea Masuk
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
56
Klasifikasi Barang
Indonesia hanya dimaksudkan untuk memudahkan
penyebutan saja. Tidak mengikat secara hukum dalam
mengklasifikasi
2. ( B - S ) Pernyataan 2b pada KUM HS adalah Barang tidak lengkap
atau tidak rampung dianggap sebagai barang lengkap atau
rampung, asalkan pada saat diimpor sudah mempunyai sifat
utama sebagai barang lengkap atau rampung
3. ( B - S) Pernyataan 3a pada KUM HS adalah Pos yang memuat
uraian yang paling terinci harus lebih diutamakan daripada
pos yang memuat uraian yang lebih umum sifatnya
4. ( B - S ) Pernyataan 5b pada KUM HS adalah Peti kamera, peti
instrumen dan tempat simpan yang semacam, dengan bentuk
atau kelengkapan khusus untuk menyimpan barang tertentu
atau seperangkat barang tertentu, cocok untuk pemakaian
jangka panjang dan diimpor lengkap dengan isinya, harus
diklasifikasikan dengan barang tersebut jika biasa dijual
dengan barang itu
5. ( B - S ) Sebelum mengklasifikasi barang, sebaiknya kita identifikasi
dulu barang yang akan kita klasifikasi. Dengan mengetahui
spesifikasi barang maka akan lebih mendekati keakuratan
dalam mengklasifikasi barang
1. Mengapa olahan makanan yang terbuat dari daging sapi yang dikukus tidak
diklasifikasikan pada bab 2
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
58
Klasifikasi Barang
2. Mengapa sabun mandi mengandung obat pembasmi kuman walaupun
mengandung obat tidak diklasifikasikan pada bab 30 sebagai produk farmasi.
3. Mengapa tutup kepala (topi) pengaman untuk pengendara sepeda motor yang
terbuat dari bahan plastik tidak diklasifikasikan pada bab 39 ?
4. Automatic voltage regulator yang digunakan sebagai stabilizer otomatis untuk
komputer harus diklasifikasikan pada pos 85.04 atau 90.32 . Sebutkan
alasannya
5. Benang tenun terbuat dari campuran 70 % kapas (cotton) dan 30 % nilon,
merupakan benang tunggal, dari serat disisir dengan nomor benang 150
decitex, tidak dikelantang dan tidak dimerserisasi.Ketentuan dan catatan apa
yang digunakan dalam mengklasifikasi barang tersebut
Bandingkanlah hasil jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif yang ada
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
59
Klasifikasi Barang
di belakang modul ini. Hitunglah jumlah jawaban Anda yang benar atau sejauh
mana Anda menguasai mata pelajaran tersebut. Kemudian gunakan rumus di
bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap terhadap materi
kegiatan belajar
Kalau Anda mencapai tingkat penguasaan 80% keatas Anda dapat meneruskan
kepada modul atau bagian pelajaran lain. Hasilnya Baik ! akan tetapi, bila tingkat
penguasaan Anda masih dibawah 80 %, Anda harus mengulangi membaca Modul
kembali, terutama bagian yang belum Anda kuasai
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
60
Klasifikasi Barang
Indikator Keberhasilan :
Setelah mempelajari materi diharapkan siswa mampu menjelaskan:
1. Jenis catatan pada BTBMI
2. Struktur pengelompokkan barang
3. Catatan penting dalam BTBMI
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
61
Klasifikasi Barang
1) Catatan Definitif
2) Catatan Eksklusif
Catatan yang mengeluarkan barang tertentu dari suatu pos atau sub-pos dan
memasukkannya dalam pos atau sub-pos tertentu lainnya.
Contoh: Catatan 1 Bab 2:
Bab ini tidak meliputi:
(a) Produk dari jenis yang diuraikan dalam pos No. 02.01 sampai dengan
02.08, atau 02.10, yang tidak layak atau tidak sesuai untuk konsumsi
manusia;
(b) Usus, kandung kemih atau perut dari binatang (pos No. 05.04) atau
darah binatang (pos No. 05.11 atau 30.02); atau
(c) Lemak hewani, selain produk dari pos No. 02.09 (Bab 15).
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
62
Klasifikasi Barang
3) Catatan Ilustratif
4) Catatan Lain-lain
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
64
Klasifikasi Barang
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
65
Klasifikasi Barang
mencakup produk sayuran, baik yang bisa dimakan atau tidak (tanaman, biji-bijian,
sayuran, buah, sereal, tepung, dsb.), kecuali beberapa jenis minyak dan lemak
tertentu (bab 15) dan kayu (bab 44). Produk-produk yang termasuk bagian I dan II
belum mengalami proses pengerjaan kecuali sampai tahap tertentu (dengan
beberapa pengecualian). Terhadap produk yang telah mengalami proses lebih
lanjut diklasifikasikan pada bab 19, bab 20 atau bab 21. Contohnya, produk
makanan siap saji yang diawetkan diklasifikasikan pada Bagian IV.
Bagian III
hanya terdiri dari bab 15 yang mencakup lemak dan minyak hewani dan nabati dan
produk terbuat daripadanya (misalnya malam/wax).
Minyak pada Bab II baik dalam keadaan mentah, telah diproses, misalnya minyak
goreng atau margarine yang siap dikonsumsi. Umumnya minyak tidak menguap,
karena minyak nabati yang mudah menguap masuk Bab 33 sebagai minyak atsiri.
Bagian IV
mencakup produk minuman, minuman keras, cuka,dan tembakau, bersama-sama
dengan produk industri makanan yang tidak dicakup bab-bab sebelumnya. Bab 16
meliputi daging atau ikan yang telah mengalami proses lebih lanjut, diantaranya
digoreng, dikukus atau diawetkan secara permanen. Bab 17 meliputi gula dan
bahan lainnya seperti sirop, madu tiruan dan karamel. Berbagai jenis gula yang
murni secara kimiawi diklasifikasikan pada Bab 29. Demikian juga bahan pemanis
tiruan masuk Bab 29, seperti saccharin dan dulcin.
BAGIAN BAGIAN
I & II IV
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
DIPROSES
66 LEBIH
LANJUT
Klasifikasi Barang
*BAB 4 (SUSU)
BAB 10 (GANDUM- GANDUMAN) *BAB 19
BAB 11 (PRODUK-GILINGAN)
*BAB 7 (SAYURAN)
BAB 8 (BUAH-BUAHAN) *BAB 20
BAB 11 (PRODUK GILINGAN,
KENTANG)
Bagian V
Mencakup produk mineral, baik sumber mineral anorganik seperti tanah, batuan
pada Bab 25 atau bijih logam pada Bab 26, dan sumber bahan organik pada Bab
27 seperti batu bara, dan minyak bumi.
Kecuali kalau susunannya mensyaratkan lain, maka Bab 25 meliputi produk
tambang, seperti garam, belerang dan batuan lainnya hanya dalam keadaan
mentah (crude), telah dicuci, hancur, hasil tumbuk, hasil gilingan atau saringan.
Hasil pertambangan yang telah diolah secara lain, misalnya dimurnikan sebagai
bahan kimia anorganik masuk Bab 28, sedangkan apabila merupakan hasil
bentukan atau pahatan masuk Bab 68 dan kalau bahan tersebut merupakan hasil
pembakaran maka masuk Bab 69. Batu-batuan setengah permata atau batu
permata digolongkan pada Bab 71.
Bagian VI
Mencakup produk-produk kimia, baik yang berbentuk asal (primary form) maupun
produk-produk industri kimia seperti produk farmasi, pupuk, sabun, kosmetik, cat,
bahan peledak, dan lain-lain.
Bagian VII
Mencakup plastik dan produk dari plastik (bab 39) dan karet dan produk dari karet
(bab 40). Komoditi plastik, karet buatan serta barang dari plastik dan karet buatan
banyak diimpor Indonesia. Sesuai dengan kemajuan teknologi, maka produk
barang-barang tersebut semakin bervariasi dan bertambah jenisnya. Karena
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
67
Klasifikasi Barang
kemajuan teknologi pembuatan barang, maka pengenalan dan proses
pengidentifikasi barang tersebut semakin sulit, khususnya dalam rangka klasifikasi
barang.
Bagian VII
Mencakup plastik/barang dari plastik serta karet/barang dari karet. Bagian ini terdiri
dari 2 bab, yaitu bab 39 (Plastik dan Barang Dari Plastik) dan bab 40 (Karet dan
Barang Dari Karet).
Struktur dalam Bab 39 secara garis besar adalah :
BAB 39 BAB 40
PLASTIK DAN BARANG DARI PLASTIK KARET DAN BARANG DARI
KARET
SUB-BAB 1
3901-3911 : POLIMER BUATAN 4001-4002 : BAHAN KARET
3912-3913 : POLIMER ALAMI 4003 : KARET PUGARAN
3914 : PENUKAR ION 4004 : SISA, REJA
4005 : COUMPOND
SUB-BAB II
3915 : SISA, REJA.... 4006 :TIDAK DIVULKANISASI
3916-3921 : BARANG SETENGAH JADI 4007-40016 : BARANG SETENGAH JADI
3922-3924 : BARANG JADI 4017 : KARET KERAS
Bagian VIII
Mencakup produk-produk tertentu yang berasal dari binatang seperti jangat dan
kulit (bab 41), barang dari kulit atau usus binatang (bab 42), kulit berbulu, termasuk
kulit berbulu imitasi (bab 43). Perlu dicatat bahwa pos 42.01 dan 42.02 juga
mencakup produk-produk tertentu terbuat bukan dari kulit.
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
68
Klasifikasi Barang
Bagian IX
Mencakup produk yang berasal dari tumbuhan, seperti kayu dan barang dari kayu
(bab 44), gabus dan barang dari gabus (bab 45), dan barang kerajinan tangan (bab
46). Namun, beberapa produk seperti furniture diklasifikasikan di bab lain (bab
94).
Bagian X
Juga masih mencakup produk yang berasal dari tumbuhan, yaitu pulp (bab 47),
kertas, kertas karton dan barang terbuat daripadanya (bab 48), dan produk industri
percetakan (bab 49).
Bagian XI
Mencakup produk tekstil mulai dari sutera (bab 50) sampai dengan pakaian dan
permadani (bab 63). Bahan dasar tekstil adalah serat. Serat bila diproses akan
menjadi benang, kemudian dari benang menjadi kain atau produk tekstil lainnya.
Serat dapat berasal dari tumbuhan, hewani, mineral dan buatan manusia. Serat
dari tumbuhan atau disebut serat nabati, misalnya serat kapas, flaks, rami,
henneps, goni dan sisal. Serat yang berasal dari hewan misalnya bulu domba atau
bulu anak domba, bulu unta, bulu kelinci, bulu kambing Angora (Mohair) dan sutera.
Serat buatan manusia atau man made fiber terbagi dua, yaitu serat sintetik dan
serat artificial (tiruan). Serat buatan adalah serat hasil industri kimia. Untuk
memahami ini lihat Catatan 1 Bab 54. Istilah sintetik digunakan dalam hubungan
bahan polimer seperti poliamida, poliester, poliurethan dan lainnya, sedangkan
serat tiruan digunakan dalam hubungan untuk bahan dari rayon viskosa, asetat
sellulosa, dan semacam itu.
Melalui data nomor benang, bisa dilihat besar atau kecilnya suatu benang. Ada dua
sistem yang dipakai dalam penomoran benang, yaitu :
1. Sistem penomoran benang langsung (Direct Yarn Number)
2. Sistem penomoran benang tidak langsung (Indirect Yarn Number)
Kain yang terbuat dari benang dengan cara tenun, dibuat dengan mesin tenun
melalui cara menyilangkan kelompok benang satu terhadap yang lain. Benang
tersebut biasa disebut sebagai lusi dan pakan, benang pakan kalau dalam mesin
rajut adalah yang bergerak menyilang benang lusi atau sesuai arah lebar kain. Kain
rajut dibuat dengan jalan menjeratkan benang satu dengan yang lain atau pada
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
69
Klasifikasi Barang
benang itu sendiri, contohnya kaos, T shirt dan kain katun (lihat Bab 60 tentang
jenis kain ini).
Bagian XII
Mencakup produk alas kaki (bab 64), tutup kepala (bab 65), payung, tongkat jalan,
dll. (bab 66), juga produk-produk tertentu dari bulu, bunga buatan, dan barang dari
rambut manusia (bab 67).
Bagian XIII
Mencakup produk-produk yang diperoleh dari batu, gips, plaster, semen, dll. (bab
68), keramik (bab 69), dan kaca/barang dari kaca (bab 70).
Bagian XIV
Mencakup hanya bab 71 yaitu mencakup mutiara dan batu mulia, logam mulia,
perhiasan, dan uang logam.
Bagian XV
Mencakup logam tidak mulia dan barang terbuat daripadanya. Namun demikian
bagian ini tidak mencakup barang dari logam dasar yang termasuk dalam bab-bab
di belakangnya (seperti mesin dan kendaraan).
Bagian XVI
Mencakup mesin, peralatan mekanik, dan peralatan listrik. Bagian ini mempunyai
pos dan sub-pos yang sangat besar dibandingkan dengan bagian lainnya.
Bagian XVII
Mencakup kendaraan, pesawat terbang, dan alat transportasi lainnya (kereta api,
kapal laut, pesawat ruang angkasa, dll.).
Bagian XVIII
Mencakup perlatan optik, fotografi, sinematografi, ukuran, kontrol, medis, atau
bedah (bab 90), jam (bab 91), dan perlatan musik (bab 92).
Bagian XIX
Hanya terdiri dari bab 93 yang mencakup senjata dan amunisi.
Bagian XX
Mencakup furniture, lampu, perlengkapan penerangan, papan nama iluminasi, dan
bangunan prefabrikasi (bab 94), mainan, peralatan permainan, dan peralatan
olahraga (bab 95), dan bermacam-macam barang hasil pabrik (bab 96).
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
70
Klasifikasi Barang
Bagian XXI
Hanya terdiri dari bab 97 yang mencakup hasil karya seni, barang kegemaran
kaum pengumpul, dan barang antik.
Apabila kita mempelajari Bab demi Bab Harmonized System, akan kita dapati
bahwa terdapat keterkaitan antara bab tertentu dengan bab atau beberapa bab
lainnya. Hal ini dapat difahami mengingat antara bab satu dengan bab lainnya
kadang-kadang mencakup barang yang mengandung bahan yang sama atau
merupakan proses lebih lanjut dari barang dalam bab sebelumnya.
Selain itu, judul bab dalam HS sebagian besar bersifat umum. Perlu diingat
bahwa judul bab bukan merupakan uraian yang bersifat mengikat secara hukum.
Dengan demikian dapat dimengerti apabila suatu barang yang sepintas termasuk
dalam suatu bab ternyata diklasifikasikan pada bab lain.
Sebagai contoh, di bawah ini disajikan gambaran keterkaitan antar bab
dalam HS:
• Bab 1 mencakup antara lain binatang hidup. Namun kuda hidup yang digunakan
dalam sirkus tidak klasifikasikan pada bab 1, melainkan pada bab 95 (pos
95.08).
• Daging pada Bab 2 hanya terhadap pengolahan terbatas seperti : segar,
dingin, diasap dan dipanggang. Produk yang dikemas dalam kedap udara dan
mengalami pengolahan lebih jauh selain pengolahan dari Bab 2 maka
diklasifikasikan pada bab 16.
• Bab 6 meliputi semua tanaman hidup yang umumnya dimaksud untuk dijual oleh
tukang bibit atau yang bergerak dibidang hortikultura yang serasi untuk
ditanam atau dijadikan pajangan. Pada Bab 6 tidak termasuk benih, buah atau
buah berbonggol dan umbi-umbian tertentu. Sayuran atau buah yang diawetkan
dengan cuka atau dengan cara lain misalnya masuk Bab 20.
• Kembang gula (sugar confectionery) diklasifikasikan pada bab 17. Tetapi
apabila kembang gula tersebut mengandung kokoa, maka harus
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
71
Klasifikasi Barang
diklasifikasikan olahan makanan mengandung kokoa pada bab 18 (pos 18.06).
• Bahan kimia etilena diklasifikasikan pada Bab 29 (bahan kimia organik).
Namun apabila etilene terpolimerisasi menjadi polietilena dengan jumlah unit
monomer (n) 5 atau lebih, maka harus diklasifikasikan pada Bab 39 (plastik).
Barang dari plastik diklasifikasikan pada Bab 39. Bila sudah berbentuk barang
yang khusus dibuat untuk keperluan tertentu, barang tersebut diklasifikasikan di
bab-bab lain. Sebagai contoh, frame kacamata dari plastik (bab 90), kotak jam
dari plastik (bab 91), furniture dari plastik (bab 94), dan sebagainya.
BAGIAN I
BINATANG HIDUP;
PRODUK HEWANI
1. Binatang hidup
2. Daging & sisanya yang dapat dimakan
3. Ikan dan udang-udangan, binatang lunak dan binatang air lainnya
yang tidak bertulang belakang
4. Produk pabrik susu; telur unggas; madu alam; produk hewani yang
dapat dimakan, tidak dirinci atau termasuk dalam pos lain.
5. Produk hewani, tidak dirinci atau termasuk dalam pos lainnya
BAGIAN II
PRODUK NABATI
BAB
6. Pohon hidup dan tanaman lainnya; umbi akar dan yang semacam itu; bunga potong dan
daun untuk hiasan
7. Sayuran, akar dan bonggol tertentu yang dapat dimakan
8. Buah & buah berbatok yang dapat dimakan; kulit dari buah jeruk dan melon
9. Kopi, teh, mate dan rempah-rempah
10. Gandum-ganduman
11. Produk industri penggilingan ; malti ; pati; inulin ; gluten gandum.
12. Biji mengandung minyak dan buah mengandung minyak ; bermacam-macam butir, biji
dan buah; tanaman industri atau obat ; jerami dan makanan ternak.
13. Lak, getah, damar dan air, ekstrak nabati lainnya
14
DTSD
DTS D Kepabeanan
. Bahan dan
nabati untuk Cukai
anyam-anyaman; produk nabati tidak dirinci atau termasuk
73lainnya
pos
Klasifikasi Barang
BAGIAN III
MINYAK DAN LEMAK HEWANI ATAU NABATI DAN
PRODUK DISOSIASINYA; LEMAK OLAHAN YANG
DAPAT DIMAKAN;
MALAM HEWANI ATAU NABATI
BAB
BAGIAN IV
BAHAN MAKANAN OLAHAN; MINUMAN, MINUMAN KERAS
DAN CUKA, TEMBAKAU DAN TEMBA KAU PENGGANTI BUATAN
BAB
16. Olahan dari daging, dari ikan atau dari udang-udangan, binatang lunak atau
dari binatang air yang tidak bertulang belakang
17. Gula dan kembang gula
18. Kakao & olahan kakao
19. Olahan dari gandum-ganduman, tepung, pati atau susu; produk industri
kue.
20. Olahan dari sayuran, buah, kacang atau bagian lain dari tanaman.
21.
DTSD
DTS D Kepabeanan dan Cukai
Bermacam-macam olahan yang dapat dimakan
74
22. Minuman, minuman keras dan cuka
23. Ampas, dan sisa dari industri makanan; olahan makanan hewan
24. Tembakau dan tembakau pengganti buatan.
Klasifikasi Barang
BAGIAN V
PRODUK MINERAL
BAB
25. Garam; belerang; tanah dan batu; bahan plester; kapur dan semen.
26. Bijih logam, terak dan abu
27. Bahan bakar mineral, minyak mineral dan produk sulingannya;
bahan mengandung bitumen; malam mineral
BAGIAN VI
PRODUK INDUSTRI KIMIA DAN INDUSTRI YANG ADA
HUBUNGANNYA DENGAN INDUSTRI KIMIA
BAB
28. Bahan kimia anorganik; senyawa organik atau organik dari logam
mulia, dari logam tanah langka, dari unsur radio aktif dan dari isotop
29. Bahan kimia organik
30. Produk farmasi
31. Pupuk
DTSD32.
DTSD Ekstrak bahan
Kepabeanan samak atau bahan celup; bahan samak dan
dan Cukai
75 turunannya; bahan celup, pigmen dan bahan pewarna lainnya; cat dan
vernis; dempul dan damar lainnya; tinta
33. Minyak atsiri dan resinoida; wangi-wangian, kosmetika atau preparat
pewangi
34. Sabun bahan organik penggiat permukaan, preparat pencuci, preparat
Klasifikasi Barang
BAGIAN VII
PLASTIK DAN BARANG DARI PLASTIK; KARET DAN
BARANG DARI KARET
BAB
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
76
Klasifikasi Barang
BAGIAN VIII
JANGAT DAN KULIT MENTAH, KULIT SAMAK, KULIT BERBULU
DAN BARANGNYA; PELANA TERMASUK PERLENGKAPANNYA DAN
PAKAINAN KUDA; BARANG UNTUK BERPERGIAN, TAS TANGAN
DAN TEMPAT SIMPAN SEMACAMNYA; BARANG DARI USUS
(LAIN DARI USUS ULAT SUTERA)
BAB
41. Jangat dan kulit mentah (lain dari kulit berbulu) dan kulit samak
42. Barang dari kulit samak; pelana termasuk perlengkapan dan pakaian
kuda; barang untuk bepergian, tas tangan dan wadah yang semacam itu; barang
dari usus hewan (lain dari pada usus ulat sutera)
43. Kulit berbulu dan kulit berbulu tiruan
BAGIAN IX
KAYU DAN BARANG DARI KAYU; ARANG KAYU; GABUS
DAN BARANG DARI GABUS; BARANG DARI JERAMI, RUMPUT
ESPARTO ATAU DARI BAHAN ANYAMAN LAINNYA; KERANJANG
DAN BARANG ANYAMAN
BAB
BAGIAN X
PULP DARI KAYU ATAU DARI BAHAN SELLULOSA BERSERAT LAINNYA; KERTAS ATAU
KERTAS KARTON (BEKAS DAN SISA) YANG DIPEROLEH KEMBALI; KERTAS DAN
KERTAS KARTON DAN BARANGNYA
BAB
47. Pulp dari kayu atau dari bahan sellulosa berserat lainnya, kertas atau
kertas karton (bekas dan sisa) yang diperoleh
48. Kertas dan kertas karton; barang dari pulp kertas, dari kertas atau kertas
karton
49. Barang cetakan, surat kabar, gambar dan produk lainnya dari industri
percetakan; naskah tulisan tangan, naskah ketikan dan rencana
BAGIAN XI
TEKSTIL DAN BARANG TEKSTIL
BAB
BAGIAN XII
ALAS KAKI, TUTUP KEPALA, PAYUNG, PAYUNG PANAS, TONGKAT JALAN,
TONGKAT DUDUK, CAMBUK, PECUT DAN BAGIANNYA; BULU UNGGAS; OLAHAN
DAN BARANGNYA; BUNGA TIRUAN; BARANG DARI RAMBUT MANUSIA
BAB
64. Alas kaki, pelindung kaki dan yang semacam itu ; bagian dari barang
semacam
DTSD
DTSD65.
Kepabeanan dan Cukai
Tutup kepala dan bagiannya
79
66. Payung, payung panas, tongkat jalan, tongkat duduk, cambuk, pecut dan
bagiannya
67. Bulu unggas dan bulu unggas olahan serta barang terbuat dari bulu
unggas atau bullu unggas tiruan; bunga tiruan; barang dari rambut manusia
Klasifikasi Barang
BAGIAN XIII
BARANG DARI BATU, GIPS, SEMEN, ASBES, MIKA ATAU DARI BAHAN
SEMACAM ITU; PRODUK KERAMIK; KACA DAN BARANG DARI KACA
BAB
BAGIAN XIV
MUTIARA ALAM DAN MUTIARA BUDIDAYA, BATU PERMATA
ATAU SEMI PERMATA, LOGAM MULIA, LOGAM MULIA
KERAJANG DAN BARANGNYA; PERHIASAN IMITASI; MATA
UANG LOGAM
BAB
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
80
Klasifikasi Barang
BAGIAN XV
LOGAM TIDAK MULIA DAN
BARANG DARI LOGAM TIDAK MULIA
BAB
72. Besi dan baja 78. Timah hitam dan barang terbuat
73. Barang dari besi dan baja dari timah hitam
74. Tembaga dan barang terbuat dari 79. Seng dan barang terbuat dari seng
tembaga 80. Timah dan barang terbuat dari
75. Nikel dan barang terbuat dari timah
nikel 81. Logam tidak mulia lainnya;
76. Aluminium dan barang terbuat sermet; barangnya
dari aluminium
BAGIAN XVI
MESIN DAN PESAWAT MEKANIK; PERLENGKAPAN LISTRIK; BAGIANNYA
PESAWAT PEREKAM DAN PESAWAT REPRODUKSI SUARA, PESAWAT
PEREKAM ATAU REPRODUKSI SUARA DAN GAMBAR UNTUK TELEVISI, DAN
BAGIAN SERTA PERLENGKAPAN DARI BARANG YANG SEMACAM ITU
DTSD BAB
DTSD Kepabeanan dan Cukai
81
Klasifikasi Barang
84. Reaktor nuklir, ketel uap, mesin dan pesawat mekanik; bagiannya
85. Mesin dan alat listrik serta bagiannya; pesawat perekam dan
pesawat reproduksi suara, pesawat perekam dan reproduksi gambar dan
suara untuk televisi, dan bagian serta perlengkapan dari barang yang
semacam itu
BAGIAN XVII
KENDARAAN, PESAWAT TERBANG, KENDARAAN AIR
DAN PERLENG KAPAN PENGANGKUTAN YANG BERKAITAN
BAB
86. Lokomotif kereta api atau trem, kendaran yang bergerak diatas rel dan
bagiannya; alat pemasang dan perlengkapan rel kereta api atau trem dan
bagiannya; perlengkapan isyarat lalu lintas mekanik dari segala jenis (termasuk
elektronik)
87. Kendaraan selain yang begerak diatas rel kereta api atau trem, dan bagian
serta perlengkapannya
88. Kapal udara, pesawat ruang angkasa, serta bagiannya
89.
BAGIAN XVIII
ALAT DAN APARAT OPTIK, POTOGRAFI, SINEMATOGRAFI, UKUR, PENELITI,
PRESISI, KEDOKTERAN DAN BEDAH; LONCENG DAN ARLOJI; INSTRUMEN
MUSIK; BAGIAN DAN PERLENGKAPANNYA
DTSD
BAB
DTSD Kepabeanan dan Cukai
82
Klasifikasi Barang
90. Alat dan aparat optik, fotografi, sinematografi, ukur, peneliti, presisi,
kedokteran dan bedah; bagian dan perlengkapannya
91. Lonceng dan arloji dan bagiannya
92. Instrumen musik ; bagian dan perlengkapan dari barang seperti itu
BAGIAN XIX
SENJATA DAN
AMUNISI; BAGIAN
DAN
KELENGKAPANNYA
BAB
BAGIAN XX
BERMACAM-MACAM BARANG
HASIL PABRIK
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
83
BAB
Klasifikasi Barang
94. Perabot rumah; kasur tempat tidur, kasur, lapik kasur, bantal dan
kelengkapannya; lampu dan perlengkapan penerangan, tidak dirinci atau
termasuk dalam pos manapun; isyarat iluminasi, papan nama iluminasi
dan semacam itu; bangunan prefabrikasi
95. Mainan, keperluan permainan dan keperluan olah raga; bagian dan
kelengkapannya
96. Bermacam-macam barang hasil pabrik lain
BAGIANXXI
HASIL KARYA SENI,
BARANG
KEGEMARAN
KAUM PENGUMPUL
DAN BARANG ANTIK
BAB
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
84
Klasifikasi Barang
harus diperhatikan benar-benar. Catatan-catatan tersebut mempunyai kekuatan
hukum sama seperti uraian pos atau sub-pos. HS mempunyai Catatan Bagian,
Catatan Bab, dan Catatan Sub-pos. Catatan-catatan penting tersebut adalah :
1) Bagian II
Bab 7 Catatan 2
2.- Dalam pos 07.09, 07.10, 07.11 dan 07.12 kata "sayuran" meliputi
jamur, cendawan tanah, buah zaitun, kaper, labu sumsum, labu kuning,
terong, jagung manis (Zea mays var. saccharata), buah dari genus
Capsicum atau dari genus Pimenta, adas pedas, parsley, chervil,
tarragon, cress dan marjoram manis (Majorana hortensis atau
Origanum majorana) yang dapat dimakan.
2) Bagian II
Bab 16 Catatan 2
2.- Olahan makanan digolongkan dalam Bab ini asalkan mengandung sosis,
daging, sisa daging, darah, ikan atau krustasea, moluska atau
invertebrata air lainnya, atau berbagai kombinasinya, lebih dari 20%
menurut beratnya. Dalam hal apabila olahan mengandung dua atau lebih
produk yang disebut di atas, diklasifikasikan dalam pos pada Bab 16
yang sesuai dengan komponen atau komponen-komponen yang
mendominasi menurut beratnya. Ketentuan ini tidak berlaku untuk produk
diisi dari pos 19.02 atau olahan dari pos 21.03 atau 21.04.
3) Bagian IV
Bab 19 Cacatan 1
4) Bagian IV
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
85
Klasifikasi Barang
Bab 20 catatan subpos 2
5) Bagian VI
Bagian VI catatan 3
3.- Barang yang disiapkan dalam set yang terdiri dari dua atau lebih
unsur yang terpisah, beberapa atau seluruhnya yang digolongkan
dalam Bagian ini dan dimaksudkan untuk dicampur bersama untuk
memperoleh produk dari Bagian VI atau VII, harus diklasifikasikan
dalam pos yang sesuai dengan produk tersebut, asalkan unsur
tersebut :
(c) pada saat diajukan, dapat dikenali sebagai unsur yang saling
melengkapi satu sama lain, baik berdasarkan sifat atau
perbandingan relatifnya.
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
86
Klasifikasi Barang
6) Bagian VII
Bab 39 catatan 4
7) Bagian VII
Bab 40 catatan 4 (a)
4.- Dalam Catatan 1 Bab ini dan dalam pos 40.02, istilah "karet sintetik"
berlaku untuk :
(a) Zat sintetik tidak jenuh yang dapat diubah dengan tidak kembali
ke sifat semula melalui vulkanisasi menggunakan belerang
menjadi zat non termoplastik, yang pada suhu antara 18 C dan
29 C tidak akan putus bila di rentang hingga tiga kali panjang
aslinya, dan setelah direntang hingga dua kali panjang aslinya
selama lima menit, panjangnya akan kembali menjadi tidak lebih
dari satu setengah kali panjang aslinya. Untuk keperluan
pengujian ini, dapat ditambahkan zat yang diperlukan untuk
ikatan silang, seperti pengaktif dan akselerator vulkanisasi;
keberadaan zat yang dimaksud oleh Catatan 5 (b) (ii) dan (iii)
juga diperkenankan. Namun demikian, keberadaan berbagai zat
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
yang tidak diperlukan untuk ikatan silang, seperti perentang,
87 peliat dan pengisi, tidak diperkenankan;
Klasifikasi Barang
8) Bagian XI
Bagian XI catatan 2 (A-B)
2.- (A) Barang yang dapat diklasifikasikan dalam Bab 50 sampai dengan 55 atau
dalam pos 58.09 atau 59.02 dan dari campuran dua bahan tekstil atau
lebih harus diklasifikasikan seolah-olah seluruhnya terdiri dari satu
bahan tekstil yang beratnya mendominasi berat setiap bahan tekstil
lainnya.
Apabila tidak satupun bahan tekstil yang mendominasi menurut
beratnya, barang tersebut harus diklasifikasikan seolah-olah
seluruhnya terdiri dari satu bahan tekstil yang termasuk dalam pos
terakhir berdasarkan urutan penomoran di antara pos-pos dengan
pertimbangan yang setara.
(B) Untuk keperluan ketentuan di atas :
(a) Benang lilit dari bulu kuda (pos 51.10) dan benang berlogam (pos
56.05) harus diperlakukan sebagai bahan tekstil tunggal yang
beratnya dianggap seperti berat keseluruhan komponennya;
untuk pengklasifikasian kain tenunan, benang berlogam harus
dianggap sebagai bahan tekstil;
(b) Pilihan pos yang sesuai harus dilakukan, pertama, dengan
menentukan Babnya, dan kemudian pos yang tepat dalam Bab
tersebut, tanpa memperhatikan berbagai bahan yang tidak
diklasifikasikan dalam Bab tersebut;
(c) Apabila Bab 54 dan 55 berkaitan dengan berbagai Bab lainnya,
maka Bab 54 dan 55 harus diperlakukan sebagai Bab tunggal;
(d) Apabila Bab atau pos merujuk pada barang dari bahan tekstil yang
berbeda , maka bahan tersebut harus diperlakukan sebagai bahan
9) Bagian XV
Bagian XV catatan 2
5.- Untuk keperluan Catatan ini, istilah " mesin " berarti berbagai mesin,
permesinan, instalasi, perlengkapan, aparatus atau peralatan yang
disebut dalam pos pada Bab 84 atau 85.
5.- (A) Untuk keperluan pos 84.71, istilah "mesin pengolah data otomatis"
berarti mesin yang dapat :
(i) Menyimpan program atau programprogram pengolahan dan
sekurang-kurangnya data yang diperlukan segera untuk
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
pelaksanaan program tersebut;
89 (ii) Diprogram secara bebas menurut kebutuhan pemakai;
(iii) Mengerjakan perhitungan aritmatika yang ditentukan oleh
pemakai; dan,
(iv) Tanpa intervensi manusia, melaksanakan program pengolahan
yang memerlukan modifikasi pelaksanaannya, dengan keputusan
Klasifikasi Barang
7.- Untuk keperluan klasifikasi, mesin yang digunakan untuk lebih dari satu
kegunaan, harus diperlakukan seolah-olah kegunaan utamanya adalah
kegunaan satu-satunya.
Berdasarkan Catatan 2 pada Bab ini dan Catatan 3 pada Bagian XVI,
suatu mesin yang kegunaan utamanya tidak diuraikan dalam pos
manapun atau yang tidak ada satupun kegunaannya merupakan
kegunaan utama, kecuali apabila konteksnya menentukan lain, harus
diklasifikasikan dalam pos 84.79. Pos 84.79 juga meliputi mesin untuk
membuat tali atau kabel (misalnya, mesin penjalin, mesin pemilin atau
mesin pembuat kabel) dari kawat logam, benang tekstil atau berbagai
bahan lainnya atau dari kombinasi bahan bahan tersebut.
5.- Untuk keperluan pos 85.34 "sirkit tercetak" adalah sirkit yang
diperoleh dengan pembentukan di atas dasar pengisolasi, melalui
berbagai proses pencetakan (misalnya, pencetakan timbul,
penyepuhan, pengetsaan) atau melalui teknik "sirkit film" berupa
elemen konduktor, kontak atau komponen tercetak lainnya (misalnya,
induktansi, resistor, kapasitor), tersendiri atau saling berhubungan
menurut pola yang ditetapkan sebelumnya, selain elemen yang dapat
memproduksi, menyearahkan, memodulasi atau memperkuat sinyal
DTSD elektris (misalnya,
DTSD Kepabeanan elemen semi konduktor).
dan Cukai
90 Istilah " sirkit tercetak " tidak meliputi sirkit yang dikombinasi
dengan elemen selain yang diperoleh selama proses pencetakan, juga
tidak meliputi resistor, kapasitor, atau induktansi khusus. Namun
demikian, sirkit tercetak dapat dilengkapi dengan elemen
penghubung tidak dicetak. Sirkit film tipis atau tebal yang terdiri dari
elemen pasif dan aktif yang diperoleh selama proses teknologis yang
Klasifikasi Barang
2.- Istilah "bagian" serta "bagian dan aksesori" tidak berlaku untuk
barang berikut, dapat diidentifikasi sebagai barang dari Bagian ini
maupun tidak :
(a) Sambungan, cincin pipih atau sejenisnya dari berbagai bahan
(diklasifikasikan menurut bahan utamanya atau dalam pos
84.84) atau barang lainnya dari karet divulkanisasi selain karet
keras (pos 40.16);
(b) Bagian untuk pemakaian umum, sebagaimana dirinci dalam
Catatan 2 Bagian XV, dari logam tidak mulia (Bagian XV), atau
barang semacam itu dari plastik (Bab 39);
(c) Barang dari Bab 82 (perkakas);
(d) Barang dari pos 83.06;
(e) Mesin atau aparatus dari pos 84.01 sampai dengan 84.79,
atau bagiannya; barang dari pos 84.81 atau 84.82 atau barang
dari pos 84.83, asalkan barang tersebut merupakan bagian
integral dari mesin atau motor;
(f) Mesin atau perlengkapan elektris (Bab 85);
(g) Barang dari Bab 90;
(h) Barang dari Bab 91;
(ij) Senjata (Bab 93);
(k) Lampu atau alat kelengkapan penerangan dari pos 94.05; atau
(l) Sikat dari jenis yang digunakan sebagai bagian dari kendaraan
(pos 96.03).
DTSD
DTSD3.-Kepabeanan dan Cukai
Referensi untuk "bagian" atau "aksesori" dalam Bab 86 sampai
91 dengan 88 tidak berlaku untuk bagian atau aksesori yang tidak
cocok untuk digunakan sematamata atau terutama dengan barang
dari Bab-bab tersebut. Bagian atau aksesori yang memenuhi
uraian dalam dua pos atau lebih dari pos pada Bab-bab tersebut,
harus diklasifikasikan menurut pos yang sesuai dengan
Klasifikasi Barang
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
92
Klasifikasi Barang
Bab 97 catatan 5
5.- Bingkai yang terpasang pada lukisan, gambar, gambar pastel, kolase atau
plakat hiasan semacam itu, ukiran, barang cetakan atau litograf harus
diklasifikasikan dengan barang tersebut, asalkan dari jenis dan nilai yang
wajar untuk barang tersebut. Merujuk pada Catatan ini, bingkai yang
bukan merupakan jenis atau nilai yang wajar untuk barang tersebut, harus
diklasifikasikan terpisah.
3.2. Latihan 3
3.3. Rangkuman
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
93
Klasifikasi Barang
1. Catatan merupakan pintu gerbang dalam memasuk bagian dan bab dalam
BTBMI. Secara garis besarnya pintu gerbang tersebut akan mengatur
tentang suatu barang yang boleh dimasukan, dikeluarkan, atau dikeluarkan
sebagian serta penjelasan lainyya. Hal ini diperlukan agar jangan sampai
salah dalam menempatkan pengelompokan barang sesuai Harmonized
system. Secara singkat jenis catatan tersebut meliputi, catatan definitive,
eksklusive, illustratif, dan penjelasan.
2. BTBMI terdiri dari 21 Bagian, Bab 1 sampai dengan 77 dan bab 78 sampai
dengan bab 98. Urutan pengelompokan barang umumnya didasarkan atas
bahan dasar, proses setengah jadi dan barang jadi. Pengelompokan
barang ini berawal dari binatang, hewani, nabati mineral dan selanjutnya
kepada bahan kimia dan produknya. Terakhir dengan mesin, kendaraan,
barang presisi, barang untuk kemanan dan barang kelontong. Pemahaman
pengelompokan barang akan mempermudah dan mempercepat dalam
mengklasifikasi.Sebaiknya seorang klasifikator yang bak akan memahami
pengelompokan jenis barang dalam BTBMI
3. Salah satu syarat menjadi seorang klasifikator yang baik adalah harus
dapat memahami catatan penting. Catatan merupakan salah satu syarat
penting dalam mengklasifikasi barang. Bahkan dalam KUM HS nomor satu
dinyatakan bahwa hal yang mengikat dalam mengklasifikasi barang adalah
catatan, baik catatan bagian, bab maupun subpos. Berbagai jenis barang
akan dijelaskan dengan catatan dalam bagian, bab maupun subpos yang
bersifat mengikat.
1. ( B - S ) Judul Bagian, Bab dan Sub-bab pada Buku tarif Bea Masuk
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
94
Klasifikasi Barang
Indonesia hanya dimaksudkan untuk memudahkan
penyebutan saja. Tidak mengikat secara hukum dalam
mengklasifikasi
2. ( B - S ) Pernyataan 2b pada KUM HS adalah Barang tidak lengkap
atau tidak rampung dianggap sebagai barang lengkap atau
rampung, asalkan pada saat diimpor sudah mempunyai sifat
utama sebagai barang lengkap atau rampung
3. ( B - S) Pernyataan 3a pada KUM HS adalah Pos yang memuat
uraian yang paling terinci harus lebih diutamakan daripada
pos yang memuat uraian yang lebih umum sifatnya
4. ( B - S ) Pernyataan 5b pada KUM HS adalah Peti kamera, peti
instrumen dan tempat simpan yang semacam, dengan bentuk
atau kelengkapan khusus untuk menyimpan barang tertentu
atau seperangkat barang tertentu, cocok untuk pemakaian
jangka panjang dan diimpor lengkap dengan isinya, harus
diklasifikasikan dengan barang tersebut jika biasa dijual
dengan barang itu
5. ( B - S ) Sebelum mengklasifikasi barang, sebaiknya kita identifikasi
dulu barang yang akan kita klasifikasi. Dengan mengetahui
spesifikasi barang maka akan lebih mendekati keakuratan
dalam mengklasifikasi barang
1. Mengapa olahan makanan yang terbuat dari daging sapi yang dikukus tidak
diklasifikasikan pada bab 2
2. Mengapa sabun mandi mengandung obat pembasmi kuman walaupun
mengandung obat tidak diklasifikasikan pada bab 30 sebagai produk farmasi.
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
96
Klasifikasi Barang
3. Mengapa tutup kepala (topi) pengaman untuk pengendara sepeda motor yang
terbuat dari bahan plastik tidak diklasifikasikan pada bab 39 ?
4. Automatic voltage regulator yang digunakan sebagai stabilizer otomatis untuk
komputer harus diklasifikasikan pada pos 85.04 atau 90.32 . Sebutkan
alasannya
5. Benang tenun terbuat dari campuran 70 % kapas (cotton) dan 30 % nilon,
merupakan benang tunggal, dari serat disisir dengan nomor benang 150
decitex, tidak dikelantang dan tidak dimerserisasi.Ketentuan dan catatan apa
yang digunakan dalam mengklasifikasi barang tersebut
Bandingkanlah hasil jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif yang ada
di belakang modul ini. Hitunglah jumlah jawaban Anda yang benar atau sejauh
mana Anda menguasai mata pelajaran tersebut. Kemudian gunakan rumus di
bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap terhadap materi
kegiatan belajar
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
97
Klasifikasi Barang
* 80 % - 89 % = Baik
* 70 % - 79 % = Cukup
* 69 % = Kurang
Kalau Anda mencapai tingkat penguasaan 80% keatas Anda dapat meneruskan
kepada modul atau bagian pelajaran lain. Hasilnya Baik ! akan tetapi, bila tingkat
penguasaan Anda masih dibawah 80 %, Anda harus mengulangi membaca Modul
kembali, terutama bagian yang belum Anda kuasai
PENUTUP
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
98
Klasifikasi Barang
Mutiara, Intan dan Logam Mulia; dan Logam Mulia dan mengidentifikasi mesin –
mesin serta barang – barang dari elektronika
Dengan kemampuan Saudara mengidentifikasi barang-barang tersebut
diharapkan Saudara nantinya dapat mengklasifikasikannya kedalam Buku Tarif
Bea Masuk Indonesia.
Modul ini merupakan dasar dari pengetahuan dan identifikasi barang yang
minimal harus Saudara ketahui. Untuk hal yang lebih “complicated” Saudara harus
mencari tambahan pengetahuan sendiri melalui informasi di media masa, baik buku
pengetahuan, koran, majalah serta media internet.
TES SUMATIF
Pilihlah jawaban yang Saudara anggap benar dengan cara melingkari
huruf yang terdapat di depan jawaban tersebut a, b, c, atau d )
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
99
Klasifikasi Barang
b. pasal 115
c. pasal 14
d. pasal 116
2. The Harmonized Commodity Description and Coding System (HS) mulai
berlaku secara internasional sejak :
a. tanggal 1 Januari 1989
b. tanggal 1 Agustus 1988
c. tanggal 31 Januari 1988
d. tanggal 11 Januari 1989
3. Untuk mengklasifikasi barang, dikenal prosedur umum untuk mengklasifikasi
barang. Prosedur tersebut secara umum ialah .........
a. mengidentifikasi barang dengan mempelajari jenis dan spesifikasinya
b. merumuskan identitas atau deskripsi barang tersebut
c. melihat Buku Tarif Bea Masuk Indonesia dan menentukan
klasifikasinya
d. pernyataan a, b dan c benar
4. Dalam pengamatan sementara untuk mengklasifikasi barang, maka sebutkan
pernyataan dibawah ini yang tidak benar
a. Jenis suatu jenis barang dimungkinkan tidak ada dalam HS
b. Dapat terkait dengan beberapa bab
c. Mengklasifikasi barang seluruhnya harus tepat secara eksak
d. Barang tidak dapat diklasifikasikan, karena uraian jenis barangnya
tidak ada dalam BTBMI
5. Pencantuman besarnya Bea Masuk pada Buku tarif Bea Masuk Indonesia :
a. hanyalah sementara (mengikuti surat Keputusan Menteri Keuangan
RI)
b. harus mengacu kepada perkembangan terakhir besarnya penetapan
Bea Masuk
c. selalu berubah
d. pernyataan a, b dan c benar
6. Dalam membuat Nota Penelitian Klasifikasi Barang maka diperlukan kerangka
yang singkat atau memerlukan uraian yang cukup panjang tergantung pada
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
100
Klasifikasi Barang
permasalahan yang dihadapi. Namun demikian nota tersebut setidak-tidaknya
memuat tentang :
a. nama barang dan uraian jenis barang
b. alasan atau catatan yang digunakan
c. Uraian klasifikasi mulai 2 digit sampai dengan 9 digit
d. pernyataan a, b dan c benar
7. Suatu kemasan mengandung mie, bumbu, saos dan bawang, diklasifikasikan
sebagai mie pada bab 19, berdasarkan KUM HS nomor :
a. 2b
b. 3a
c. 3b
d. 5a
8. Larutan dengan kandungan asam cuka (acetic acid) lebih dari 10 %
dikeluarkan dari bab 22 berdasarkan catatan :
a. Definitif
b. esklusif
c. ilustrasi
d. pengertian
9. Walalupun etil alkohol merupakan bahan kimia organik, namun diklasifikasikan
pada bab 22 dikarenakan KUM HS nomor :
a. 1
b. 2a
c. 2b
d. 3a
10. Tabung gas LPG yang berisi gas LPG tidak dapat diklasifikasikan menjadi stu
pos tarif karena ketentuan menurut KUM HS nomor :
a. 3b
b. 3c
c. 5a
d. 5b
11. Dalam membuat Nota Penelitian Klasifikasi Barang maka diperlukan kerangka
yang singkat atau memerlukan uraian yang cukup panjang tergantung pada
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
101
Klasifikasi Barang
permasalahan yang dihadapi. Namun demikian nota tersebut setidak-tidaknya
memuat tentang :
a. nama barang dan uraian jenis barang
b. alasan atau catatan yang digunakan
c. Uraian klasifikasi mulai 2 digit sampai dengan 9 digit
d. pernyataan a, b dan c benar
12. Suatu kemasan mengandung mie, bumbu, saos dan bawang, diklasifikasikan
sebagai mie pada bab 19, berdasarkan KUM HS nomor :
a. 2b
b. 3a
c. 3b
d. 5a
13. Larutan dengan kandungan asam cuka (acetic acid) lebih dari 10 %
dikeluarkan dari bab 22 berdasarkan catatan :
a. definitif
b. esklusif
c. ilustrasi
d. pengertian
14. Walalupun etil alkohol merupakan bahan kimia organik, namun diklasifikasikan
pada bab 22 dikarenakan KUM HS nomor :
a. 1
b. 2a
c. 2b
d. 3a
15. Tabung gas LPG yang berisi gas LPG tidak dapat diklasifikasikan menjadi stu
pos tarif karena ketentuan menurut KUM HS nomor :
a. 3b
b. 3c
c. 5a
d. 5b
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
102
Klasifikasi Barang
KUNCI JAWABAN
I. KUNCI JAWABAN TEST FORMATIF 1, 2, 3
1. TEST FORMATIF 1
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
103
Klasifikasi Barang
C. Kelompok Essay
Nomor 1
a) Sistem Brussel Edisi 1975 (BTN 1975). Penetapan tarif ini
merupakan penyempurnaan dari penetapan tarif sebelumnya dan
mulai diberlakukan pada tanggal 1 Juli 1975 sampai dengan 30
september 1980.
b) Sistem Customs Cooperation Council (CCCN). Pada dasarnya
sistem pentarifan ini sama dengan sistem sebelumnya, hanya pada
sistem CCCN ini terdapat penyempurnaan sistem penomoran pada
sub-pos dari dua digit menjadi tiga digit atau semula 6 digit menjadi 7
digit. Sistem CCCN ini mulai diberlakukan pada tanggal 1 Oktober
1980 sampai dengan 31 Maret 1985.
c) Sistem CCCN Edisi 1985 (CCCN 1985). Sistem ini merupakan
penyempurnaan dari sistem CCCN sebelumnya dan mulai
diberlakukan pada tanggal 1 April 1987 sampai dengan 31 desember
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
104
Klasifikasi Barang
1988.
Nomor 2
Pada akhir tahun 1986, kelompok studi tersebut berhasil menyusun suatu
nomenklatur (daftar klasifikasi barang berdasarkan kelompok-kelompok)
yang dinamakan Harmonized Commodity Description and Coding
System atau lebih dikenal dengan sebutan Harmonized System (HS).
Untuk memberikan kekuatan hukum yang pasti, nomenklatur disahkan
dalam Konvensi HS
Nomor 3
a) HS adalah pedoman klasifikasi yang sistematik untuk seluruh barang
yang diperdagangkan secara internasional.
b) HS adalah pedoman klasifikasi yang sistematik untuk seluruh barang
yang diperdagangkan secara internasional.
c) HS menggunakan dasar yang seragam untuk keperluan pentarifan
secara internasional.
d) Menggunakan “bahasa pabean” sehingga dapat dengan mudah
dimengerti oleh importir, eksportir, produsen, pengangkut, dan aparat
bea dan cukai.
e) Sederhana dan memberikan kepastian dalam hal aplikasi dan
interpretasi yang benar dan sama untuk keperluan negosiasi.
f) Merupakan kumpulan data yang seragam secara internasional
sehingga dapat digunakan untuk mendukung analisis dan statistik
perdagangan internasional.
Nomor 4
a) Memberikan keseragaman dalam daftar penggolongan barang yang
dibuat secara sistematis, untuk penetapan Tarif Pabean secara
mendunia.
b) Memudahkan pengumpulan, pembuatan dan analisis Statistik
perdagangan dunia, dan ;
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
105
Klasifikasi Barang
c) Memberikan Sistem Internasional yang resmi untuk pemberian
Kode, Pen jelasan dan penggolongan barang untuk tujuan
perdagangan seperti tarif pengangkutan, keperluan pengangkutan,
dokumentasi dan sebagainya.
d) Memperbaharui sistem klasifikasi barang sebelumnya, untuk
memberikan perhatian kepada perkembangan teknologi dan
masyarakat industri serta pola perdagangan Internasional.
Nomor 5
Buku tarif Bea Masuk Indonesia hanyalah suatu referensi praktis agar
dapat secara optimal digunakan di lapangan. Ketentuan hukum yang legal
adalah sesuai Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang perubahan
Tarif Bea Masuk Indonesia
(lihat Kata Pengantar pada BBTBMI)
2. TEST FORMATIF 2
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
106
Klasifikasi Barang
C. Kelompok Essay
3. TES FORMATIF 3
C. Kelompok Essay
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
107
Klasifikasi Barang
Diberitahukan hanya 6 digitnya (sub posnya)
1. Daging sapi hasil olahan sesuai bab 2 (pengolahan sementara/terbatas)
diklasifikasikan pada bab 2. Bentuk pengolahan bukan sederhana,
seperti di panggang, dikukus dan pengolahan selain pada bab 2
diklasifikasikan pada bab 16. Lihat catatan 1 bab 16. Perhatikan pos
tarif 1602.50.000
2. Lihat catatan 1(e) Bab 30
3. Lihat catatan 1(n) Bab 39
4. Lihat catatan 2(A) Bagian XI
5. Lihat catatan 6(b) Bab 90
Perhatikan sub-pos 5206.24.
1. a
2. b
3. d
4. c
2. d
3. d
4. c
5. b
6. a
7. d
8. d
9. c
10. b
11. a
12. d
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
108
Klasifikasi Barang
DAFTAR PUSTAKA
***
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
109