You are on page 1of 117

DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF DASAR

KEPABEANAN DAN CUKAI

Disusun Oleh:

Adang Karyana Syahbana, S.ST.


(Widyaiswara Madya)

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI
2011
DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF DASAR
KEPABEANAN DAN CUKAI

Disusun Oleh:

Adang Karyana Syahbana, S.ST.


(Widyaiswara Madya)

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI
2011
Klasifikasi Barang

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
i
Klasifikasi Barang

DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL …………………………………………... v
PETA KONSEP MODUL …………………………………………………………. vi
MODUL
KLASIFIKASI BARANG
A. Pendahuluan ………………………………………………………………… 1
1. Deskripsi Singkat ……………………...................................................... 1
2. Prasyarat Kompetensi ………………...................................................... 1
3. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) ........................ 2
4. Relevansi Modul ...........……………………………………..……………. 3
B. KEGIATAN BELAJAR …........................................................................... 4
1. Kegiatan Belajar (KB) 1 ……………...................................................... 4
KLASIFIKASI BARANG
Indikator Keberhasilan ..…………………………………………………… 4
1.1. Uraian dan contoh .......................................................................... 4
A. Identifikasi dan Klasifikasi Barang ............…………………....... 5
1) Identifikasi dan Klasifikasi Barang ………………………...... 5
2) Langkah-Langkah Dalam Mengklasifikasi Barang ………… 8
B. Harmonized System ……………………………………………… 10
1) Pengantar ……………………………………………………… 10
2) Tujuan Harmonized System ………………………………... 11
3) Publikasi Pelengkap HS ……………………………………… 13
4) Sistem Pengkodean …………………………………………. 14
C. Buku Tarif Bea Masuk Indonesia …………………………………. 16
1) Dasar Hukum ………………………………………………….. 16
2) Struktur BTBMI ………………………………………………… 18
3) Kode Penomoran dan Pentakikan …………………………… 21
4) Arti kata “lain-lain” …………………………………………….. 24
1.2. Latihan 1 …………………………………………………………........ 27

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
ii
Klasifikasi Barang

1.3. Rangkuman …………………………………………………………... 27


1.4. Tes Formatif 1 ……………………………………………………….... 29
1.5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ……………………........................ 32
2. Kegiatan Belajar (KB) 2 ……………....................................................... 33
TEKNIK KLASIFIKASI BARANG
Indikator Keberhasilan ..………………………………………………… 33
2.1. Uraian dan contoh ........................................................................... 33
A. Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized
System .................................................................................... 33
1) ketentuan umum untuk menginterpretasi harmonized
system nomor 1 ……………………………………………….. 33
2) Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System
nomor 2a dan 2b ……………………………………………… 35
3) Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System
nomor 3a, b dan c …………………………………………….. 37
4) Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System
nomor 4 ………………………………………………………… 41
5) Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System
nomor 5 ………………………………………………………… 42
6) Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System
nomor 6 ………………………………………………………… 44
B. Tahapan Mengklasifikasi Barang .............................................. 45
C. Nota Penelitian ……………………………………………………. 47
1) Pengantar ……………………………………………………… 47
2) Nota Penelitian Klasifikasi Barang ………………………….. 47
3) Praktek Pembuatan Nota Penelitian Klasifikasi Barang…… 49
2.2. Latihan 2 …….……………………………………………………........ 52
2.3. Rangkuman ………………………………………………………….... 53
2.4. Tes Formatif 2 ……………………………………………………….... 54
2.5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ……………………........................ 57

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
iii
Klasifikasi Barang

3. Kegiatan Belajar (KB) 3 ……………....................................................... 58


CATATAN PENTING DALAM
BUKU TARIF BEA MASUK INDONESIA
(BTBMI)
Indikator Keberhasilan …..………………………………………………… 58
3.1. Uraian dan contoh ........................................................................... 58
A. Jenis Catatan pada BTBMI ........................................................ 58
1) Catatan definitive ……………………………………………… 59
2) Catatan Eksklusif …………………………………………….. 59
3) Catatan Ilustratif ………………………………………………. 60
4) Catatan lain-lain ………………………………………………. 60
B. Struktur Pengelompokan Barang Pada BTBMI ......................... 62
1) Gambaran per bagian ………………………………………… 62
2) Hubungan antar BAB …………………………………………. 67
3) BAB pada BTBMI ………………………………………………. 69
C. Catatan Penting Pada BTBMI …………………………………... 81
3.2. Latihan 3 …….……………………………………………………........ 89
3.3. Rangkuman ………………………………………………………….... 89
3.4. Tes Formatif 3 ……………………………………………………….... 90
3.5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ……………………........................ 93
PENUTUP …………………………………………………………………………….. 94
TES SUMATIF …………………………................................................................ 95
KUNCI JAWABAN ( TES FORMATIF DAN TES SUMATIF ) …………………… 99
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………. 104

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
iv
Klasifikasi Barang

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

Untuk dapat memahami modul ini secara benar, maka peserta diklat
diharapkan mempelajari modul ini secara urut mulai dari Kegiatan Belajar 1
sampai dengan Kegiatan Belajar 3.
Cara mempelajari setiap kegiatan belajar adalah mengikuti tahap-tahap
berikut ini:
1. Lihat apa yang menjadi target indikator dari kegiatan belajar tersebut;
2. Pelajari materi yang menjadi isi dari setiap kegiatan belajar (dengan cara
membaca materi minimal 3 kali membaca isi materi kegiatan belajar
tersebut);
3. Lakukan review materi secara umum, dengan cara membaca kembali
ringkasan materi untuk mendapatkan hal-hal penting yang menjadi fokus
perhatian pada kegiatan belajar ini;
4. Kerjakanlah Tes Formatif pada kegiatan belajar yang sedang dipelajari;
5. Lihat kunci jawaban Tes Formatif dari kegiatan belajar tersebut yang terletak
pada bagian akhir modul ini.
6. Cocokkan hasil tes formatif dengan kunci jawaban tersebut, apabila ternyata
hasil Tes Formatif peserta diklat memperoleh nilai minimal 67 (jumlah yang
benar x 100/15), maka kegiatan belajar dapat dilanjutkan pada kegiatan
belajar berikutnya, namun apabila diperoleh angka di bawah 67, maka
peserta diklat diharuskan mempelajari kembali kegiatan belajar tersebut agar
selanjutnya dapat diperoleh angka minimal 67.
7. Kerjakan Tes Sumatif apabila semua Tes Formatif dari seluruh kegiatan
belajar telah dilakukan.
8. Lihat kunci jawaban Tes Sumatif yang terletak pada bagian akhir modul ini
9. Cocokkan hasil tes sumatif dengan kunci jawaban tes sumatif, apabila
ternyata hasil tes sumatif peserta diklat memperoleh nilai minimal 67 (jumlah
yang benar x 100/25), maka peserta diklat dapat dinyatakan lulus dari
kegiatan belajar

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
v
Klasifikasi Barang

PETA KONSEP
Dalam mempelajari modul ini, agar lebih mudah dipahami maka disarankan
kepada peserta diklat untuk mempelajari peta konsep modul. Dengan demikian
pola pikir yang sistematik dalam mempelajari modul dapat terjaga secara
berkesinambungan selama mempelajari modul.

Kegiatan Belajar 1 – KLASIFIKASI BARANG


Materi : Identifikasi dan Klasifikasi Barang: Identifikasi dan Klasifikasi
Barang, Langkah-Langkah Dalam Mengklasifikasi Barang; Harmonized
System : Pengantar, Tujuan Harmonized System, Publikasi Pelengkap
HS, Sistem Pengkodean; Buku Tarif Bea Masuk Indonesia : Dasar
Hukum, Struktur BTBMI, Kode Penomoran dan Pentakikan, Arti kata
“lain-lain”

Kegiatan Belajar 2 – TEKNIK KLASIFIKASI BARANG


Materi : Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System
: ketentuan umum untuk menginterpretasi harmonized system nomor
1, 2a, 2b, 3a, 3b, 3c, 4, 5, 6; Tahapan Mengklasifikasi Barang; Nota
Penelitian : Pengantar; Nota Penelitian Klasifikasi Barang; Praktek
Pembuatan Nota Penelitian Klasifikasi Barang

Kegiatan Belajar 3 – CATATAN PENTING DALAM BUKU


TARIF BEA MASUK INDONESIA (BTBMI)
Materi : Jenis Catatan pada BTBMI : Catatan definitive, Catatan
Eksklusif, Catatan Ilustratif, Catatan lain-lain; Struktur
Pengelompokan Barang Pada BTBMI : Gambaran per bagian,
Hubungan antar BAB, BAB pada BTBMI; Catatan Penting Pada
BTBMI

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
vi
Klasifikasi Barang

A
PENDAHULUAN

MODUL
KLASIFIKASI BARANG

1. Diskripsi singkat

Seorang Pegawai Ditjen Bea dan Cukai harus menjadi seorang klasifikator
dibidang kepabeanan Oleh karena itu, seorang klasifikator harus terlebih dahulu
memahami pengetahuan barang dan pengetahuan mengenai klasifikasi barang.
Seorang klasifikator harus memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi dan
mengklasifikasi barang karena akan menentukan ketepatan dalam klasifikasi
dalam Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang pada akhirnya menentukan
ketepatan jumlah bea masuk dan pungutan impor lainnya yang harus dibayar.

2. Prasyarat Kompetensi

Peserta yang akan ditunjuk untuk mengikuti Diklat Teknis Substantif Dasar

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
1
Klasifikasi Barang
adalah pegawai lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan pernah bertugas
sebagai pelaksana pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai ketentuan
Kepegawaian Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Persyaratan tersebut penting
karena pengalaman kerja sangat perlu bagi kelancaran pelaksanaan tugas
sebagai pemeriksa dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Diklat Teknis Substantif Dasar merupakan Diklat yang bertujuan mencetak
pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai pelaksana pemeriksa yang
mempunyai kemampuan melaksanakan tugas dalam pemeriksaan barang dan
tugas pemeriksaan lainnya untuk menjamin dipenuhinya visi, misi dan tujuan
organisasi pada organisasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Dengan pengalaman dan dasar pendidikan tersebut diharapkan peserta
diklat akan mempunyai gambaran awal tentang klasifikasi barang impor / ekspor
pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sehingga diharapkan lebih mudah
mencerna dan memahami modul Klasifikasi Barang.

3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Standar Kompetensi

Setelah mempelajari modul ini, para Siswa diharapkan mampu memahami


landasan dalam mengidentifikasi dan mengklasifikasi barang berdasarkan Buku
Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI); para siswa diharapakan mampu menerapkan
ketentuan umum untuk menginterpretasi Harmonized System, tahapan dalam
engklasifikasi barang dan membuat nota penelitian klasifikasi barang berdasarkan
BTMBI; para siswa mampu menjelaskan pengelompokkan barang dan jenis catatan
berdasarkan BTBMI.

Kompetensi Dasar

Setelah mempelajari Modul ini para siswa diharapkan dapat menjelaskan :


1. Identifikasi dan klasifikasi barang

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
2
Klasifikasi Barang
2. Harmonized System (HS)
3. Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI ) 2007.
4. Ketentuan umum untuk menginterpretasi Harmonized System
5. Tahapan dalam engklasifikasi barang
6. Nota penelitian klasifikasi barang
7. Jenis catatan pada BTBMI
8. Struktur pengelompokan barang
9. Catatan penting dalam BTBMI

4. Relevansi Modul
Relevansi modul terhadap tugas pekerjaan yang akan dijalankan peserta
diklat adalah sebagai berikut :
a. Setelah mempelajari materi modul ini diharapkan peserta mendapat
pemahaman yang benar tentang klasifikasi barang, Harmonize System,
Buku Tarif Bea Masuk Indonesia, Ketentuan Umum untuk
Menginterpretasikan Harmonized System, Tahapan Mengklasifikai Barang,
Nota Penelitian, serta Catatan Penting dalam Buku Tarif Bea Masuk
Indonesia (BTBMI).
b. Materi modul ini terkait pada mata pelajaran lain, dan diharapkan dapat
memberikan gambaran secara utuh tugas pegawai Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai dalam pengklasifikasian barang.

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
3
Klasifikasi Barang

B
KEGIATAN
BELAJAR

1. Kegiatan Belajar (KB) 1

KLASIFIKASI BARANG
Indikator Keberhasilan :
Setelah mempelajari materi diharapkan siswa mampu menjelaskan: :
1. Identifikasi dan klasifikasi barang
2. Harmonized System (HS)
3. Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI ) 2007

1.1. Uraian dan Contoh

Seorang Pegawai Ditjen Bea dan Cukai harus menjadi seorang klasifikator
dibidang kepabeanan Oleh karena itu, seorang klasifikator harus terlebih dahulu
memahami pengetahuan barang dan pengetahuan mengenai klasifikasi barang.
Seorang klasifikator harus memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi dan
mengklasifikasi barang karena akan menentukan ketepatan dalam klasifikasi

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
4
Klasifikasi Barang
dalam Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang pada akhirnya menentukan
ketepatan jumlah bea masuk dan pungutan impor lainnya yang harus dibayar.

A. IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI BARANG

1) Identifikasi dan Klasifikasi Barang

Langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk dapat mengklasifikasi


suatu barang dengan benar? Biasanya klasifikasi tersebut dilakukan dengan
mencari langsung pos tarif yang dianggap sesuai. Cara seperti ini tidak akurat dan
sering menyebabkan terjadinya kesalahan klasifikasi yang mengakibatkan negara
dirugikan.
Dalam buku ini akan dijelaskan dengan singkat langkah-langkah praktis
dalam mengklasifikasi barang. Diharapkan dengan menggunakan metode ini para
siswa dapat dengan mudah mengklasifikasi barang. Namun sekali lagi perlu
diingat, klasifikasi yang benar hanya dapat dilakukan apabila mengetahui jenis
barang dan memahami aturan-aturan mengklasifikasi dengan benar.
Langkah pertama dalam mengklasifikasi adalah apa yang akan
diklasifikasikan. Sebelum mengklasifikasi suatu barang, kita harus tahu lebih dulu
spesifikasi barang itu. Langkah ini dinamakan Identifikasi barang. Keakuratan
mengklasifikasi tergantung dari keakuratan dalam mengidentifikasi barang.
Seorang klasifikaotr tidak mungkin dapat mengklasifikasikan suatu barang dengan
benar bila ia tidak tahu spesifikasi barang tersebut.
Setelah kita mendapatkan seluruh informasi yang dibutuhkan melalui
identifikasi barang, barulah kita dapat melakukan langkah kedua yaitu Klasifikasi
barang. Perlu diingat bahwa setelah melakukan tahap klasifikasi, baru diketahui
bahwa informasi yang ada belum lengkap sehingga kita harus kembali melakukan
identifikasi barang untuk memperoleh informasi yang diperlukan tersebut.
Informasi apa yang diperlukan untuk mengidentifikasi suatu barang dan
darimana informasi tersebut diperoleh? Informasi yang diperlukan sebenarnya
tergantung dari uraian yang ada pada BTBMI yang berkaitan dengan barang
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
5
Klasifikasi Barang
bersangkutan. Semakin sederhana dan rinci uraian barang pada BTBMI, semakin
mudah bagi kita untuk mengklasifikasikan barang karena tidak dibutuhkan informasi
yang terlalu rumit (misalnya, informasi yang diperlukan untuk mengklasifikasikan
kuda hidup, hanyalah kuda bibit, untuk tujuan olah raga, atau kuda untuk sirkus).
Bagaimana seandainya yang akan kita klasifikasikan adalah suatu bahan
kimia? Barangkali sebelum mengklasifikasi kita memerlukan berbagai informasi
mengenai barang kimia tersebut: apakah organik atau anorganik, apakah bentuk
asal atau preparat, apa komposisinya, apa kegunaannya, bagaimana bentuknya,
dan sebagainya. Informasi yang diperlukan tentunya semakin banyak dan rumit.
Demikian juga apabila barang tersebut berupa barang elektronik. Berapa watt dan
voltage tenaga listrik yang dibutuhkan, kegunaan, buatan, dan keterangan lainnya.
Darimana kita dapat memperoleh informasi yang kita perlukan untuk
mengklasifikasi suatu barang? Mari menjawab pertanyaan tesebut dengan
memperhatikan bagan di bawah ini:
Untuk mengetahui spesifikasi barang yang akan kita klasifikasikan, banyak
sumber informasi yang dapat kita gunakan. Fisik barang itu sendiri sudah
memberikan beberapa informasi yang kita butuhkan, misalnya apakah bentuknya
cair atau padat, butiran atau bongkahan, bagaimana pengemasnya, dan
sebagainya. Informasi lain dapat kita peroleh dari berbagai sumber di atas.
Semakin banyak informasi yang kita miliki tentang barang tersebut, semakin akurat
kita mengklasifikasikannya.

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
6
Klasifikasi Barang

Identifikasi barang diperlukan untuk menjawab setidak-tidaknya empat


pertanyaan dasar di bawah ini:
• What is it?
Barang apa yang diimpor? ⇒ bahan baku, setengah jadi, atau barang jadi?
produk pertanian, kimia, elektronik, mesin?
• What is it made of?
Dibuat dari apa barang tersebut? ⇒ komposisi, campuran, bahan yang
dominan?
• What for?
Digunakan untuk apa? ⇒ kegunaan tertentu, bagian dari barang lain,
aksesoris, lebh dari satu macam kegunaan?
• How is it imported?
Bagaimana saat diimpor? ⇒ kemasan? belum lengkap? terurai? dalam bentuk
set?

Pertanyaan di atas harus dijawab sebelum kita memulai tahap klasifikasi.


Apabila kita sudah mempunyai jawaban, barulah kita berusaha mencari pos yang

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
7
Klasifikasi Barang
tepat. Dengan kata lain, setelah 3W + 1H ⇒ What are the classifiable codes?
Mengapa “What are classifiable codes?” (pos-pos, bukan satu pos
tertentu?). Kita dapat menemukan satu pos tertentu bila pos dimaksud dengan
spesifik menguraikan jenis barangnya. Namun pada umumnya suatu pos
mencakup atau menguraikan satu kelompok barang sehingga sepintas lalu
seakan-akan ada satu barang yang dicakup oleh dua atau lebih pos. Untuk itu kita
perlu mengantisipasi semua pos tarif yang mungkin untuk dipilih satu pos yang
paling sesuai.
Keterangan pabrik atau produsen barang perlu diperhatikan, dari jenis pabrik
apa, misalnya apakah pabrik farmasi atau pabrik produksi pipa plastik. Hal ini untuk
mengetahui grade atau kemurnian dari bahan tersebut. Kalau dari pabrik farmasi
kecenderungannya grade farmasi atau kemurnian mendekati 100 %. Keterangan
kemurnian barang akan berkaitan dengan harga barang tersebut, Demikian juga
negara asal barang akan berpengaruh terhadap mutu atau harga barang.

2) Langkah-Langkah Dalam Mengklasifikasi Barang

a. Prosedur Umum Klasifikasi

Dalam mengklasifikasi barang menggunakan BTBMI, prosedur yang


digunakan adalah sebagai berikut :
i. identifikasi barang yang akan diklasifikasikan;
ii. mempelajari jenis, fungsi, bahan baku dan semua informasi mengenai barang;
iii. merumuskan identitas atau deskripsi barang tersebut;
iv. melihat buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI);
v. menentukan klasifikasi barang ke dalam BTBMI (dapat dimulai baik dari segi
bahan baku menjadi barang jadi, proses sederhana dan proses
canggih/kompleks, pertanian, mineral, kimia, mesin, dan seterusnya).

b. Tahapan Mengklasifikasi Barang

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
8
Klasifikasi Barang
Dalam penjelasan ini disajikan tahapan mengklasifikasi barang secara garis
besar. Tahapan lebih rinci akan dijelaskan kemudian setelah memahami apa itu
Harmonized System, Buku Tarif Bea Masuk Indonesia, Ketentuan Umum Untuk
Menginterpretasi Harmonized System dan teori pendukung lainnya.
1. Kita identifikasi dulu barang yang akan kita klasifikasi. Dengan mengetahui
spesifikasi barang, misalnya barang tersebut produk pertanian, barang kimia,
atau mesin, kita bisa memilih bab-bab yang lebih spesifik. Identitas barang
meliputi : nama, guna, fungsi, bauatan, berat, kemasan dan informasi lain yang
bergunauntuk mengklasifikasi barang.
2. Pilih bab atau bab-bab yang berkaitan dengan spesifikasi barang tersebut. Bila
sudah kita tentukan, baca dan perhatikan baik-baik catatan Bagian dan catatan
Bab yang berkaitan dengan pilihan bab atau bab-bab pada butir 1.
3. Perhatikan penjelasan-penjelasan dalam catatan Bagian maupun catatan Bab
yang berkaitan dengan barang yang akan kita klasifikasi. Apabila ada catatan
yang mengeluarkan barang tersebut dari Bab atau Bagian yang kita pilih,
perhatikan pada Bagian, Bab, atau pos mana barang tersebut diklasifikasikan.
Pada tahap ini, biasanya kita sudah mempunyai gambaran umum apakah
barang tersebut diklasifikasikan di bab tersebut atau di bab lainnya.
4. Setelah menemukan satu bab yang paling sesuai berdasarkan kajian di atas,
maka kita mulai menelusuri pos-pos yang mungkin mencakup barang yang
akan kita klasifikasikan dalam bab tersebut. Pada tahap ini kadang-kadang kita
sudah dapat menemukan pos yang mencakup barang tersebut dengan rinci.
Bila sudah kita temukan satu pos yang tepat, maka langkah selanjutnya tinggal
menentukan sub-pos (6-digit) dan pos tarif (9-digit) yang sesuai. Ingat, dalam
penentuan sub-pos dan pos tarif pun kadang timbul permasalahan klasifikasi
yang sama dengan penentuan pos (4-digit). Dalam tahap ini tentunya
menggunakan kaidah-kaidah seperti yang ada dalam nomor 1 sampai dengan
10 Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System
5. Apabila sudah dipilih satu pos tarif yang benar-benar sesuai dengan uraian
barang, langkah selanjutnya adalah melihat pembebanannya (BM, PPN,
PPnBM, atau cukai) dan ada atau tidak peraturan tata niaganya (IT, IP,
Pertamina, dan lain-lain.). Karena pembebanan tersebut sering berubah,
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
9
Klasifikasi Barang
jangan lupa selalu menggunakan pembebanan yang up to date berdasarkan
ketentuan yang terbaru.

B. HARMONIZED SYSTEM

1) Pengantar

Klasifikasi barang adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat


secara sistematis dengan tujuan untuk mempermudah pentarifan transaksi
perdagangan, pengangkutan dan statistik. Berdasarkan pasal 14 ayat 2 Undang-
undang Kepabenan Indonesia Nomor 10 tahun 1995, penetapan klasifikasi
barang diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. Pada saat ini sistem
pengklasifikasian barang di Indonesia didasarkan pada Harmonized System dan
dituangkan dalam bentuk suatu daftar tarif yang kita kenal dengan sebutan Buku
Tarif Bea Masuk Indonesia.

a. Sejarah Sistem Klasifikasi di Indonesia

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
10
Klasifikasi Barang
Sebelum diberlakukannya Harmonized System, Indonesia telah
menggunakan beberapa sistem klasifikasi untuk barang impor, yaitu :
a. Sistem Jenewa (Geneve Nomenclature), yang berlaku sejak kemerdekaan
Republik Indonesia sampai dengan 31 Desember 1972.
b. Sistem Brussel (Brussel Tariff Nomenclature atau BTN), mulai berlaku sejak
tanggal 1 Januari 1973 sampai dengan 30 Juni 1975.
c. Sistem Brussel Edisi 1975 (BTN 1975). Penetapan tarif ini merupakan
penyempurnaan dari penetapan tarif sebelumnya dan mulai diberlakukan pada
tanggal 1 Juli 1975 sampai dengan 30 september 1980.
d. Sistem Customs Cooperation Council (CCCN). Pada dasarnya sistem
pentarifan ini sama dengan sistem sebelumnya, hanya pada sistem CCCN ini
terdapat penyempurnaan sistem penomoran pada sub-pos dari dua digit
menjadi tiga digit atau semula 6 digit menjadi 7 digit. Sistem CCCN ini mulai
diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1980 sampai dengan 31 Maret 1985.
e. Sistem CCCN Edisi 1985 (CCCN 1985). Sistem ini merupakan
penyempurnaan dari sistem CCCN sebelumnya dan mulai diberlakukan pada
tanggal 1 April 1987 sampai dengan 31 desember 1988.
f. Sistem Harmonisasi (Harmonized System). Sistem ini diterapkan di Indonesia
berdasarkan PP No. 26 tahun 1988 dan diwujudkan dalam bentuk Buku Tarif
Bea Masuk Indonesia 1989 dan dinyatakan berlaku mulai tanggal 1 Januari
1989.

b. Mengapa HS ?

Sejak tahun 1970, Customs Cooperation Council (CCC) yang sekarang


dikenal dengan nama World Customs Organisation (Organisasi Pabean Dunia)
telah membentuk suatu kelompok studi yang berusaha untuk menciptakan suatu
nomenklatur klasifikasi barang yang tidak semata-mata untuk keperluan pabean,
tetapi juga digunakan untuk kepentingan lain seperti statistik, pengangkutan, dan
negosiasi perdagangan.
Pada akhir tahun 1986, kelompok studi tersebut berhasil menyusun suatu

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
11
Klasifikasi Barang
nomenklatur (daftar klasifikasi barang berdasarkan kelompok-kelompok) yang
dinamakan Harmonized Commodity Description and Coding System atau
lebih dikenal dengan sebutan Harmonized System (HS). Untuk memberikan
kekuatan hukum yang pasti, nomenklatur tersebut disahkan dalam suatu konvensi
yang dikenal dengan nama Konvensi HS.
Pada awalnya, konvensi HS ditandatangani oleh 70 negara yang sebagian
besar adalah negara Eropa. Namun sekarang hampir seluruh negara di dunia
telah meratifikasi konvensi ini, termasuk Indonesia yang telah meratifikasi konvensi
HS dengan Keppres Nomor 35 tahun 1993. Meskipun baru meratifikasi pada
tahun 1993, sebenarnya Indonesia telah menggunakan BTBMI berdasarkan HS
sejak tanggal 1 Januari 1989.

2) Tujuan Harmonized System

Adanya perbedaan sistem klasifikasi tarif antara negara di dunia,


mengakibatkan timbulnya kesulitan dalam mengantisipasi kemajuan teknologi,
perkembangan masyarakat industri dan pola perdagangan Internasional.
Menyadari hal yang demikian WCO pada tanggal 14 Juni 1983 meluncurkan HS
yang mulai berlaku secara internasional pada tanggal 1 Januari 1988, dengan
tujuan :
i. Memberikan keseragaman dalam daftar penggolongan barang yang dibuat
secara sistematis, untuk penetapan Tarif Pabean secara mendunia.
ii. Memudahkan pengumpulan, pembuatan dan analisis Statistik perdagangan
dunia.
iii. Memberikan Sistem Internasional yang resmi untuk pemberian Kode, Pen
jelasan dan penggolongan barang untuk tujuan perdagangan seperti tarif
pengangkutan, keperluan pengangkutan, dokumentasi dan sebagainya.
iv. Memperbaharui sistem klasifikasi barang sebelumnya, untuk memberikan
perhatian kepada perkembangan teknologi dan masyarakat industri serta
pola perdagangan Internasional.
Mengapa HS dijadikan dasar klasifikasi secara internasional? Ada beberapa

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
12
Klasifikasi Barang
keuntungan yang didapat setiap negara yang mengadopsi HS sebagai pedoman
klasifikasi barang, yaitu:
1. HS adalah pedoman klasifikasi yang sistematik untuk seluruh barang yang
diperdagangkan secara internasional.
2. HS menggunakan dasar yang seragam untuk keperluan pentarifan secara
internasional.
3. Menggunakan “bahasa pabean” sehingga dapat dengan mudah dimengerti
oleh importir, eksportir, produsen, pengangkut, dan aparat bea dan cukai.
4. Sederhana dan memberikan kepastian dalam hal aplikasi dan interpretasi
yang benar dan sama untuk keperluan negosiasi.
5. Merupakan kumpulan data yang seragam secara internasional sehingga
dapat digunakan untuk mendukung analisis dan statistik perdagangan
internasional.
HS telah dibuat sedemikian rupa sehingga standard klasifikasi barang dan
sistem kode penomoran barang dapat dijadikan acuan untuk berbagai kebutuhan
oleh berbagai lembaga internasional yang berkaitan dengan perdagangan,
misalnya:
a. World Customs Organization (WCO).
b. The International Chamber or Shipping (ICS).
c. The International Air Transport Association (IATA).
d. The International Union Railway (IUR).
e. The Standard International Trade Classificatioan (SITC)

3) Publikasi Pelengkap HS

Harmonized System mempunyai beberapa publikasi pelengkap yang


digunakan untuk lebih mempermudah klasifikasi barang. Publikasi-publikasi
tersebut juga diterbitkan oleh WCO. Publikasi dimaksud adalah:

a. The Explanatory Notes to the Harmonized System (EN)

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
13
Klasifikasi Barang
Explanatory Notes bukan merupakan bagian yang integral dari HS, namun
sebagaimana disetujui WCO, explanatory notes merupakan interpretasi resmi
(official interpretation) dari HS pada level internasional dan merupakan pelengkap
yang sangat penting dari HS.
Explanatory Notes adalah referensi yang sangat diperlukan untuk
mendapatkan interpretasi yang benar dari HS. Karena pentingnya Explanatory
Notes ini, sebagian negara anggota WCO mensahkannya sebagai dokumen yang
berkekuatan hukum
Seiring perkembangan teknologi, Explanatory Notes juga mengalami
perubahan (amandemen) untuk menyesuaikan isinya dengan struktur HS. Untuk
itu membaca Explanatory Notes harus selalu disesuaikan dengan konteksnya
dalam HS.
Explanatory Notes yang digunakan saat ini adalah edisi kedua (tahun 1996)
yang terdiri dari empat volume, yaitu Vol. 1 (Bab 1 - 29), Volume 2 (Bab 30- 63),
Volume 3 (Bab 64 - 84), dan Volume 4 (Bab 85 - 97).

b. The Alphabetical Index

Untuk mempermudah mengklasifikasikan suatu barang pada pos-pos atau


sub-sub pos dalam nomenklatur HS atau Explanatory Notes, WCO juga
menerbitkan buku indeks yang dikenal dengan nama the Alphabetical Index.
Alphabetical Index terdiri dari dua volume, yaitu Volume I (A - L) dan Volume II (M -
Z).
c. Publikasi lain
Publikasi lain yang merupakan pelengkap HS adalah the Compendium of
Classification Opinions, the Harmonized System Commodity Data Base (dalam
bentuk CD-ROM), Dispute Settled Classification Opinion, the Training Modules,
dan Correlation Tables.

4) Sistem Pengkodean

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
14
Klasifikasi Barang
Harmonized System mempunyai dua karakteristik yang sangat mendasar,
yaitu:

a. Multipurpose nomenclature

HS yang mempunyai 6 digit penggolongan, dirancang tidak hanya untuk


keperluan kepabeanan, namun juga dipergunakan secara internasional dalam
bidang lain seperti negosiasi perdagangan, pengangkutan, statistik, dan
sebagainya. Masing-masing negara penandatangan konvensi (contracting party)
dapat mengembangkan penggolongan 6-digit tersebut menjadi kelompok yang lebih
spesifik sesuai dengan kebijaksanaan ekonomi dan industrinya. Dengan tetap
berdasar kepada HS 6-digit, semua negara mempunyai kesatuan persepsi tentang
pengklasifikasian suatu barang.

b. Structured nomenclature

HS adalah nomenklatur yang terdiri dari 21 Bagian, 96 Bab (+ Bab 77), dan
1.241 pos. HS yang tersusun dari pos dan sub-pos, bersama dengan Ketentuan
Umum Menginterpretasi, Catatan Bagian, Catatan Bab, dan Catatan Sub-Pos,
merupakan pedoman mengklasifikasi barang yang sistematik dan seragam.
Ada tiga Bab yang belum digunakan dalam HS yang ada saat ini, yaitu Bab
77, 98, dan 99. Bab 77 dipersiapkan untuk keperluan di masa mendatang,
sedangkan Bab 98 dan 99 digunakan untuk keperluan khusus bagi masing-masing
contracting party, misalnya untuk barang pos atau peralatan pelayaran. Indonesia
juga menggunakan Bab 98 untuk keperluan ekspor barang tertentu yang pada
bulan April 1999 dicabut kembali.
Seperti telah disinggung sebelumnya, Harmonized System mempunyai tiga
bagian utama atau integral, yaitu:
1. Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System (General Rules
for the Interpretation of the HS). Ketentuan Umum Menginterpretasi
Harmonized System (KUM HS) merupakan bagian terpenting yang harus

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
15
Klasifikasi Barang
dipahami sebelum melangkah lebih jauh untuk meng klasifikasikan barang
menggunakan HS. KUM HS berisi enam prinsip dasar yang harus dipatuhi
dalam mengklasifikasi barang. Mengingat pentingnya memahami KUM HS,
bagian ini akan dibahas tersendiri.
2. Catatan Bagian, Catatan Bab, dan Catatan Sub-Pos.
3. Pos (4-digit) dan Sub-pos (6-digit) yang disusun dengan sistematik.
HS menggunakan kode nomor dalam mengklasifikasikan barang. Kode-kode
nomor tersebut mencakup uraian barang yang tersusun secara sistematis. Sistem
penomoran dalam HS terbagi menjadi Bab (2-digit), pos (4-digit), dan sub-pos (6-
digit) dengan penjelasan sebagai berikut:

01 01 11
__ Bab (Chapter) 1
_______ Pos (Heading) 01. 01
______________ Sub-pos (Sub-heading) 0101. 11

• Dua angka pertama untuk menunjukkan pada bab mana barang itu
diklasifikasikan. Pada contoh di atas, barang dimaksud diklasifikasikan pada
Bab 1.
• Empat angka pertama menunjukkan Pos atau Heading dalam setiap bab. Pada
contoh di atas, barang dimaksud diklasifikasikan pada pos 01.01.
• Enam angka pertama menunjukkan Sub Pos dalam setiap Pos. Pada contoh di
atas, barang dimaksud diklasifikasikan pada sub-pos 0101.11.
Untuk keperluan nasional, Indonesia menggunakan sistem penomoran 10
digit dalam BTBMI yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari sub-sub pos dalam
HS. Penjelasan mengenai hal ini akan dibahas lebih rinci pada penjelasan
berikutnya.

C. BUKU TARIF BEA MASUK INDONESIA

1) Dasar Hukum

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
16
Klasifikasi Barang
Pada akhir tahun 1995, Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat
telah berhasil membahas dan menyetujui Rancangan Undang-Undang
Kepabeanan, yang kemudian dikenal dengan nama Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1995 tentang Kepabeanan saat ini telah diamandemend dengan UU no. 17
tahun 2006 . Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang ini menyebutkan bahwa “Untuk
penetapan tarif Bea Masuk, barang dikelompokkan berdasarkan sistem
klasifikasi barang”. Selanjutnya berdasarkan pasal 14 ayat 2 Undang-undang
tersebut, penetapan klasifikasi barang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Pengaturan lebih lanjut penentuan klasifikasi barang dilakukan dengan
memperhatikan:
a) Upaya peningkatan daya saing produk Indonesia dipasar Internasional.
b) Perlindungan terhadap konsumen dalam negeri.
c) Pengurangan hambatan dalam perdagangan Internasional guna mendukung
terciptanya perdagangan bebas.
d) Pemenuhan perjanjian serta kesepakatan Internasional.
Atas dasar pertimbangan di atas, Pemerintah menerbitkan Keputusan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 440/KMK.05/1996 tanggal 21 Juni
1996 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Besarnya Tarif Bea
Masuk Atas Barang Impor. Dalam Pasal 1 Keputusan ini disebutkan “Untuk
penetapan tarif Bea Masuk, barang barang dikelompokkan berdasarkan sistem
klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 35 Tahun 1993 tentang Pengesahan International Convention
The Harmonized Commodity Description and Coding System beserta protocol-
nya”.
Indonesia telah menjadi anggota World Customs Organization, yang
sebelumnya dikenal dengan nama Customs Cooperation Council sejak tanggal 30
April 1957. Sebagai anggota WCO, Indonesia telah menunjukkan peran serta yang
aktif dalam kegiatan WCO dan telah banyak menarik manfaat dari organisasi ini.
Berbagai bantuan teknis dalam rangka menunjang kelancaran pelaksanaan sistem
dan prosedur kepabeanan Internasional, telah diterima oleh Indonesia.
Berdasarkan keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 35 tahun 1993,

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
17
Klasifikasi Barang
Indonesia telah menjadi Contracting Party dari “International Convention on the
Harmonized Commodity Description and Coding Sistem”. Sebagai tindak lanjutnya
, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 81/KMK.05/1994 tanggal 16
Maret 1994 telah ditetapkan bahwa terhitung sejak 1 April 1994 , struktur
Klasifikasi barang dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) mengacu
kepada sistem klasifikasi dari HS Convention.
Berdasarkan Artikel XVI HS Convention, World Customs Organization telah
mengesahkan amandemen lampiran konvensi, yang semula mempergunakan HS
versi 1992, menjadi “HS versi 1996”.
Menindaklanjuti adanya amandemen HS 1996 tersebut, Pemerintah pada
tanggal 29 Desember 1995 telah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 639/KMK. 01/1995 yang merupakan:
1. Dasar penggunaan sistem klasifikasi barang berdasarkan HS versi 1996.
2. Dasar penetapan besarnya tarif bea masuk (bea masuk tambahan dilebur
bersama bea masuk) untuk barang bersangkutan.
3. Penyempurnan Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 26 Tahun 1988 tentang Perubahan dan Tambahan atas
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1969 tentang
Pembebasan atas Impor dan Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 47 Tahun 1986 tentang Bea Masuk Tambahan Atas Barang
Impor.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 639/KMK.01/1995 di atas selanjutnya
dijabarkan dalam bentuk penerbitan BTBMI edisi tahun 1996. Hingga saat ini
BTBMI 1996 dimaksud telah beberapa kali diubah atau direvisi sesuai dengan
perkembangan kebijaksanaan nasional. BTBMI terakhir dengan BTBMI tahun 2007
menggunakan HS ver 2007 berdasarkan AHTN.

2) Struktur BTBMI

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
18
Klasifikasi Barang

Pada bab terdahulu kita telah mempelajari gambaran umum tentang


Harmonized System. Sekarang kta akan mempelajari tentang BTBMI. BTBMI
adalah buku tarif bea masuk yang digunakan di Indonesia semenjak 1989 yaitu,
beberapa tahun sebelum Indonesia meratifikasi HS Convention dan saat ini yang
berlaku adalah BTBMI 2007 berdasarkan AHTN.
BTBMI tidak lain adalah HS yang dimodifikasi atau dijabarkan lebih lanjut
untuk digunakan dalam pentarifan dan penanganan barang impor ke Indonesia.
BTBMI mempunyai struktur sebagai berikut:
1. Kolom :
a. Kolom pertama adalah kolom “Pos/Subpos/Pos Tarif” yang mencantumkan
nomor pos/subpos sebagai berikut :
1) 4 (empat) dan 6 (enam) digit pertama berasal dari teks Harmonized
System-World Customs Organization (HS-WCO);
2) 8 (delapan) digit berasal dari teks AHTN;
3) 10 (sepuluh) digit merupakan teks berasal dari uraian barang dalam
bahasa Indonesia, kecuali:
♦ yang 2 digit terakhirnya 00 ( misalnya 8709.10.21.00 ) berasal dari
teks AHTN;
♦ yang 4 digit terakhirnya 00.00 ( misalnya 8709.11.00.00 ) berasal dari
teks HS – WCO.
4) 4 (empat), 6 (enam) dan 10 (sepuluh) digit pada bab 98 merupakan teks
berasal dari uraian barang dalam bahasa Indonesia.
b. Kolom kedua adalah kolom “Uraian Barang” dalam bahasa Indonesia yang
disusun dengan pola sebagai berikut:
1) Uraian barang pada pos (4 digit) dan subpos (6 digit) merupakan
terjemahan dari teks HS-WCO;
2) Uraian barang pada subpos ASEAN (8 digit) merupakan terjemahan dari
teks AHTN;
3) Uraian barang pada pos tarif nasional (10 digit) merupakan teks berasal
dari uraian barang dalam bahasa Indonesia, kecuali:

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
19
Klasifikasi Barang
♦ yang 2 digit terakhirnya 00 ( misalnya 8709.10.21.00 ) berasal dari
teks AHTN;
♦ yang 4 digit terakhirnya 00.00 ( misalnya 8709.11.00.00 ) berasal dari
teks HS – WCO.
4) Khusus uraian barang dalam bab 98 merupakan teks berasal dari uraian
barang dalam bahasa Indonesia.
c. Kolom ketiga adalah kolom “Description of Goods” dalam bahasa Inggris
yang disusun dengan pola sebagai berikut :
1) Uraian barang pos (4 digit) dan subpos (6 digit) merupakan teks HS-
WCO dalam bahasa Inggris;
2) Uraian barang pada subpos ASEAN (8 digit) merupakan teks AHTN
dalam bahasa Inggris;
3) Uraian barang pada pos tarif nasional (10 digit) merupakan terjemahan
dari teks bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris, kecuali :
♦ yang 2 digit terakhirnya 00 ( misalnya 8709.10.21.00 ) merupakan teks
AHTN;
♦ yang 4 digit terakhirnya 00.00 ( misalnya 8709.11.00.00 ) merupakan
teks asli HS – WCO.
4) Khusus uraian barang dalam bab 98 merupakan teks berasal dari uraian
barang dalam bahasa Indonesia.
d. Kolom keempat adalah kolom “Bea Masuk Umum” yang mencantumkan
pembebanan tarif bea masuk atas barang impor berlaku umum berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 547/KMK.01/2003
tanggal 18 Desember 2003;
e. Kolom kelima adalah kolom “Bea Masuk CEPT” yang mencantumkan
pembebanan tarif bea masuk yang berlaku untuk impor barang dari negara-
negara ASEAN dalam rangka Skema CEPT berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 546/KMK.01/2003 tanggal 18
Desember 2003;

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
20
Klasifikasi Barang
f. Kolom keenam adalah kolom “PPN” yang mencantumkan pembebanan tarif
PPN berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000;
g. Kolom ketujuh adalah kolom “PPnBM” yang mencantumkan pembebanan
tarif PPnBM yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 569/KMK.04/2000 dan Nomor 570/KMK.04/2000
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 39/KMK.03/2003 tanggal 28 Januari
2003 dan Nomor 355/KMK.03/2003 tanggal 11 Agustus 2003;
h. Kolom kedelapan adalah kolom “Larangan/Pembatasan” yang
mencantumkan ketentuan larangan atau pembatasan barang impor
berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor
230/MPP/KEP/7/1997 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 62/MPP/KEP/02/2001 dan
tata niaga impor dan peredaran bahan berbahaya tertentu ditetapkan
berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor
254/MPP/KEP/7/2000, serta ketentuan instansi teknis lainnya;
i. Kolom kesembilan adalah kolom “Keterangan” yang disediakan untuk
mencantumkan keterangan tambahan yang dianggap perlu dan ketentuan
lain yang belum ditampung pada kolom-kolom sebelumnya.
2. Pencantuman tanda strip (-) pada kolom pembebanan tarif ditujukan untuk
hal-hal sebagai berikut :
a. Tanda strip (-) pada kolom Bea Masuk CEPT berarti komoditi pada pos tarif
bersangkutan tidak termasuk dalam skema CEPT;
b. Tanda strip (-) pada kolom PPN atau PPnBM berarti komoditi pada pos tariff
bersangkutan tidak dikenakan pembebanan PPN atau PPnBM.
3. Pencantuman tanda asterisk (*) pada kolom pembebanan tarif ditujukan
untuk hal-hal sebagai berikut :
a. Pencantuman tanda satu asterisk (*) pada kolom “Bea Masuk Umum” berarti
pembebanan impornya mengikuti tarif pada pos tarif 87.01 sampai dengan
87.05;

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
21
Klasifikasi Barang
b. Pencantuman tanda satu asterisk (*) pada kolom “PPN”, “PPnBM” dan
“Larangan/Pembatasan” berarti pengenaan PPN, PPnBM dan pemberlakuan
ketentuan larangan/pembatasan berlaku hanya terhadap sebagian jenis
barang atau sebagian kelompok barang dalam pos tarif bersangkutan;
4 Catatan Penjelasan Tambahan (SEN) merupakan pedoman dalam
menginterpretasikan pengertian maupun istilah teknis barang yang tercantum
dalam Subpos pos tarif tertentu. Apabila terdapat keraguan dalam
menginterpretasikan teks yang tercantum dalam Catatan Penjelasan Tambahan
(SEN), maka yang mengikat secara hukum adalah teks asli SEN dalam bahasa
Inggris.
Nomor Pos tarif (10-digit) dan uraiannya, besarnya BM, PPN, dan PPnBM
ditetapkan oleh Menteri Keuangan. PTNI (Peraturan Tata Niaga Impor) ditetapkan
oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Perlu diingat bahwa selain BM yang
tercantum dalam BTBMI, terdapat juga BM Anti Dumping yang ditetapkan tersendiri
oleh Menteri Keuangan. Bea Masuk Anti Dumping berlaku di Indonesia sejak
tanggal 1 April 1996 berlandaskan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995
tentang Kepabeanan sesuai pasal 18, 19 dan 20.

3) Kode Penomoran dan Pentakikan

a. Sistem Penomoran

Sistem penomoran klasifikasi dalam BTBMI menggunakan 10-digit dengan


susunan 6 digit pertama mengacu pada konvensi HS, 2 digit selanjutnya mengacu
kepada AHTN dan 2 digit terakhir adalah pecahan pos tarif nasional. Untuk
memahami sistem penomoran tersebut, perhatikan contoh berikut:
0705.11.00.00 Selada kubis (selada bongkahan)
(1) Dua digit pertama (07) menunjukkan Bab.
Bab 07 : Sayuran, akar dan bonggol tertentu yang dapat dimakan.
(2) Empat digit pertama (0705) menunjukkan Pos.
Pos 07.05: Selada (Lactuca sativa) dan chicory (Chicorium spp.), segar atau

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
22
Klasifikasi Barang
dingin.
(3) Enam digit pertama (0705.10) menunjukkan Sub-pos yaitu selada.
Sub-pos 0705.10 dipecah menjadi 0705.11 dan 0705.19:
0705.10: - Selada
(4) Sepuluh digit pertama (0705.11.00.00) menunjukkan Pos Tarif
0705.19.00.00 : - - Lain-lain)
b. Sistem Takik

Selain menggunakan sistem nomor, HS/BTBMI juga menggunakan sistem


takik (dash, -) untuk mengklasifikasi barang, dengan penjelasan sebagai berikut:
(1) Pos (4-digit) tidak diberi takik.
(2) Penggunaan satu takik (-) dimulai pada uraian Sub-pos (6-digit).
(3) Bila uraian pada butir b dipecah, digunakan dua takik (- -).
(4) Bila uraian pada butir c dipecah lagi, digunakan tiga takik (- - -), demikian
seterusnya sehingga diperoleh pengelompokan barang yang lebih rinci.

Di bawah ini disajikan contoh sistem takik dengan menggunakan contoh yang
sudah ada (pos tarif 0705.11.000):

07.05 Selada (Lactuca sativa) dan chicory (Chicorium spp.), segar atau dingin).
0705.10 - Selada
* Ingat, dalam HS/BTBMI sub-pos 0705.10 tidak dicantumkan karena sub-pos
tersebut dipecah lagi menjadi sub-pos 0705.11 dan 0705 19.

0705.11.00.00 -- Selada kubis (selada bongkolan).


Apabila pos tarif 0705.11 dipecah lagi menjadi pos tarif yang lebih rinci, khusus
untuk negara Indonesia, maka digunakan pemecahan menggunakan tiga takik
pada digit 9 dan 10, misalnya :

0705.11.00.10 - - - Segar
0705.11.00.20 - - - Dingin

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
23
Klasifikasi Barang

Namun apabila ASEAN misalnya akan membagi dari subpos 0705.11. maka :
0705.11.10.00 - - - Segar
0705.11.20.00 - - - Dingin

Perlu diperhatikan bahwa kadang-kadang nomor sub-pos atau pos tarif yang
dipecah lebih lanjut tidak dicantumkan secara eksplisit dalam BTBMI, contoh :
1) sub-pos 0705.10, dalam BTBMI tidak dicantumkan (hanya dicantumkan uraian
barangnya yaitu: - selada) karena sub-pos tersebut dipecah lebih lanjut menjadi
0705.11 dan 0705.19.
2) Dalam HS/BTBMI hanya ada dua jenis barang, yaitu barang tertentu dan lain-
lain. Kedua jenis barang tersebut dapat dipecah kembali lagi menjadi dua
kelompok di atas (barang tertentu dan lain-lain) yang lebih spesifik.
3) Setiap kelompok barang di atas (baik dalam pos, sub-pos, maupun pos tarif)
dibagi atau dirinci dengan dua cara, yaitu barang tertentu A - barang tertentu
B atau barang tertentu A - barang lainnya (lain-lain).
Contoh:
Barang tertentu A - barang tertentu B :
Pos 07.07 (Ketimun dan ketimun acar, segar atau dingin) dibagi menjadi
ketimun dan ketimun acar saja. Barang tertentu A - barang lainnya (lain-lain).
Pos 07.01 (Kentang, segar atau dingin) dibagi menjadi bibit dan lain-lain.
4) Bila pos dipecah menjadi sub-sub pos, perhatikan digit kelima dan keenam.
Barang tertentu mempunyai kode 10, 20, 30, ..., 80.
5) Pemecahan pos tarif (10-digit) juga mengikuti pola di atas. Mari kita lihat
contoh berikut:

39.01 -- Polimer dari etilena, dalam bentuk asal.


3901.10 -- Polietilena berat jenis kurang dari 0,94:
3901.10.10.00 -- Dalam bentuk padat
-- Butiran
3901.10.21.00 --- Mutu farmasi

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
24
Klasifikasi Barang
3901.10.22.00 --- Mutu kabel
3901.10.23.00 --- Lain-lain, digunakan dalam pembuatan kabel telepon
atau kabel listrik
3901.10.29.00 --- Lain-lain
3901.10.30.00 -- Cair atau pasta
-- Bentuk lain :
3901.10.91.00 --- Digunakan dalam pembuatan kabel telepon atau kabel
listrik
3901.10.99.00 --- Lain-lain
Untuk pemecahan pos tarif,perhatikan dua digit terakhir.

• Barang tertentu mempunyai kode 10, 20, ..., 30;

• Barang lainnya (lain-lain) diberi kode 90.

• Bila kode 10 dipecah lagi menjadi lebih rinci, digunakan digit kesembilan,
yaitu menjadi 11, 12, ..., 19.

• Demikian juga kode 900 bila dipecah menjadi 91, 92, ..., 99.

4) Arti kata “lain-lain”

Dalam klasifikasi BTBMI dengan sistem HS kata “Lain-lain”, berfungsi untuk


menampung barang yang belum disebut pada uraian jenis barang sebelumnya.
Kata “lain-lain” terdapat pada Bab, Pos, Sub-Pos dan Pos Tarif Nasional
Untuk dapat memahami arti kata “Lain-lain” , perhatikan hal-hal berikut ini:
a) bandingkan kelompok barang “lain-lain” dimaksud dengan kelompok barang
yang setara.
b) apabila kata “lain-lain” dimaksud terdapat pada bab, bandingkan dengan uraian
barang pada bab-bab terdahulu.
c) apabila kata “lain-lain” dimaksud terdapat pada pos, bandingkan dengan uraian
barang pada pos-pos terdahulu dalam bab yang sama.
d) apabila kata “lain-lain” dimaksud terdapat pada sub-pos, bandingkan dengan
uraian barang pada sub-sub pos terdahulu, dalam pos yang sama.

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
25
Klasifikasi Barang
e) apabila kata “lain-lain” dimaksud terdapat pada pos tarif, bandingkan dengan
uraian barang pada pos-pos tarif terdahulu, pada sub-pos yang sama.
Metode di atas dapat difahami dengan lebih mudah apabila kita dapat
menggambarkannya dalam bentuk diagram pohon, sehingga akan jelas kelompok
barang mana yang akan dibandingkan dengan barang lain-lain barang lain-lain
yang ingin kita ketahui.
Di bawah ini disajikan mengetahui kelompok barang yang termasuk lain-lain
dengan menggunakan metode diagram pohon dengan contoh sebagai berikut:

• Barang A dibagi menjadi barang A1, A2, dan Lain-lain (1);


• Barang Lain-lain (1) dibagi menjadi barang B1, B2, dan Lain-lain (2).
• Barang Lain-lain (2) dibagi menjadi barang C1, C2, dan Lain-lain (3).
Cara membaca:
• Lain-lain (3): barang selain C1 dan C2, yang termasuk dalam Lain-lain (2).
• Lain-lain (2): barang selain B1 dan B2, yang termasuk dalam Lain-lain (1).
• Lain-lain (1): barang selain A1 dan A2, yang termasuk dalam barang A.
Jadi, Lain-lain (3) adalah termasuk kelompok barang A selain A1 dan A2, selain
B1 dan B2, selain C1 dan C2. Lain-lain (2) adalah termasuk kelompok barang A
selain A1 dan A2, selain B1 dan B2. Lain-lain (3) adalah termasuk kelompok
barang A selain A1 dan A2.
Dengan sedikit latihan menggunakan BTBMI, pengertian kata lain-lain

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
26
Klasifikasi Barang
tersebut akan dapat dengan mudah dimengerti. Dalam diktat ini pengertian lain-
lain dibatasi pemahamannya sebatas berkaitan dengan uraian jenis barang pada
judul Bab, Pos, Sub-pos maupun Pos tarif nasional, tanpa dikaitkan dengan
catatan Bagian, catatan Bab, maupun catatan Sub-pos.

Di bawah ini disajikan beberapa contoh pengertian kata lain-lain yang terdapat
dalam BTBMI:
a) Judul Bab.
Bab 63: Barang tekstil sudah jadi lainnya ....
Secara singkat makna kata lainnya berfungsi untuk menampung barang tekstil
sudah jadi yang belum disebutkan pada bab-bab sebelumnya dalam Bagian XI.
Secara lebih rinci judul bab tersebut dapat diuraikan menjadi “Tekstil dan
barang tekstil, selain yang telah disebutkan pada Bab 50 sampai
dengan Bab 62”.
b) Judul Pos.
Pos 01.06: Binatang hidup lainnya.
Kata lainnya dalam pos ini berfungsi untuk menampung binatang hidup yang
belum disebutkan pada pos-pos sebelumnya. Secara lebih rinci uraian pos
tersebut dapat diuraikan menjadi:
Binatang hidup,
6) selain kuda, keledai, bagal dan hinnies, selain binatang sejenis
lembu, selain babi
7) selain biri-biri dan kambing
8) selain unggas dari jenis : ayam spesies Gallus domesticus, bebek,
kalkun dan ayam mutiara
c) Judul Sub Pos
Sub-pos 0102.90 : - Lain-lain
Kata lain-lain dalam sub-pos ini berfungsi untuk menampung binatang sejenis
lembu, hidup yang belum disebutkan pada sub-sub pos sebelumnya. Secara
lebih rinci uraian dalam sub-po stersebut dapat diuraikan menjadi:
Binatang hidup,

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
27
Klasifikasi Barang
9) selain kuda, keledai, bagal dan hinnies,
10) termasuk binatang sejenis lembu, namun bukan untuk bibit

1.2. Latihan 1

1. Mengapa kita harus mengidentifikasi barang sebelum mengklasifikasinya


?
2. Bila akan diimpor sebuah pompa air yang menggunakan tenaga listrk,
data apa yang diperlukan mengenai pompa tersebut ?
3. Bagaimana langkah-langkah dalam meng klasifi kasi barang ?
4. Apa yang dimaksud dengan Harmonized System ?
5. Apa tujuan Harmnized System
6. Bagaimana sistem penomoran Harmonized System ?
7. Pasal berapa dalam Undang-undang no. 10 tahun 1995 yang berkaitan
dengan klasifikasi barang ?
8. Apa isi Buku Tarif Bea Masuk Indonesia ?
9. Apa yang dimaksud dengan sistem pentakikan dalam penomoran HS?
10. Bagaimana cara membaca pengertian kata “Lain-lain” dalam BTBMI ?

1.3. Rangkuman

1. Dalam kegiatan belajar ini telah dijelaskan dengan singkat langkah-langkah


DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
28
Klasifikasi Barang
praktis dalam mengklasifikasi barang. Bagaimana seandainya yang akan
kita klasifikasikan adalah suatu bahan kimia? Sebelum mengklasifikasi kita
memerlukan identifikasi untuk mendapatkan informasi mengenai: : organik
atau anorganik, bentuk asal atau preparat, komposisinya, kegunaannya,
bentuknya, dan sebagainya.
2. Dalam mengklasifikasi barang menggunakan BTBMI, prosedur yang
digunakan adalah sebagai berikut :
a. identifikasi barang,
b. mempelajari jenis, fungsi, bahan baku dan semua informasi
mengenai barang;
c. merumuskan identitas;
d. melihat BTBMI ;
e. menentukan klasifikasi barang.
3. Klasifikasi barang adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat
secara sistematis dengan tujuan untuk mempermudah pentarifan transaksi
perdagangan, pengangkutan dan statistik. Berdasarkan pasal 14 ayat 2
Undang-undang Kepabenan Indonesia Nomor 10 tahun 1995. Pada saat
ini sistem pengklasifikasian barang di Indonesia didasarkan pada
Harmonized System dan dituangkan dalam bentuk suatu daftar tarif yang
kita kenal dengan sebutan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia.
4. Perbedaan sistem klasifikasi tarif antara negara di dunia, mengakibatkan
timbulnya kesulitan dalam mengantisipasi kemajuan teknologi,
perkembangan masyarakat industri dan pola perdagangan Internasional.
WCO meluncurkan HS yang mulai berlaku secara internasional pada
tanggal 1 Januari 1988. HS menggunakan kode nomor dalam
mengklasifikasikan barang. Kode-kode nomor tersebut mencakup uraian
barang yang tersusun secara sistematis. Untuk keperluan nasional,
Indonesia menggunakan sistem penomoran 10 digit dalam BTBMI yang
merupakan penjabaran lebih lanjut dari sub-sub pos dalam HS.
5. Indonesia telah menjadi Contracting Party dari “International Convention on
the Harmonized Commodity Description and Coding Sistem”. berdasarkan
keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 35 tahun 1993. Sebagai
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
29
Klasifikasi Barang
tindak lanjutnya struktur Klasifikasi barang dalam Buku Tarif Bea Masuk
Indonesia (BTBMI) mengacu kepada sistem klasifikasi dari HS Convention
6. Sistem penomoran klasifikasi dalam BTBMI menggunakan 10-digit dengan
susunan 6 digit pertama mengacu pada konvensi HS dan 2 digit terakhir
adalah pecahan pos tarif nasional. Selain menggunakan sistem nomor,
HS/BTBMI juga menggunakan sistem takik (dash, -) untuk mengklasifikasi
barang
7. Dalam klasifikasi BTBMI dengan sistem HS kata “Lain-lain”, berfungsi
untuk menampung barang yang belum disebut pada uraian jenis barang
sebelumnya. Kata “lain-lain” terdapat pada Bab, Pos, Sub-Pos dan Pos
Tarif Nasional. Dengan sedikit latihan menggunakan BTBMI, pengertian
kata lain-lain tersebut akan dapat dengan mudah dimengerti

1.4. Test Formatif 1

A. Lingkarilah huruf B apabila pernyataan ini Saudara anggap benar dan


huruf S apabila pernyataan Saudara anggap salah.

1. ( B - S ) Untuk mengklasifikasi barang diperlukan data mengenai nama,


jenis dan spesifikasi lainnya secara akurat. Informasi mengenai
barang tersebut dapat kita peroleh melalui : kondisi fisik, brosur,
sertificate of analysis, label kemasan dan data lainnya.
2. ( B - S ) Customs Cooperation Council di Brussels pada tanggal 14 Juni
1983 menghasilkan Konvensi Internasional tentang The
Harmonized Commodity Description and Coding System (HS) dan
mulai berlaku di Indonesi sejak tanggal 1 Januari 1988.
3. ( B - S ) HS bersifat harmonis karena standard klasifikasi dan sistem kode
penomoran barang digunakan untuk berbagai kepentingan, seperti
Pabean, statistik, perdagangan internasional dan pengangkutan
laut, udara dan kereta api. Salah satu tujuan HS adalah untuk

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
30
Klasifikasi Barang
memberikan ketidak seragaman secara internasional
penggolongan barang dalam tarif pabean.
4. ( B - S ) Apabila terdapat perbedaan sistem klasifikasi pada setiap negara
akan memperpanjang waktu untuk penetapan bea masuk dan
pengeluaran barang impor di pelabuhan. Fungsi dasar HS adalah
untuk memberikan keseragaman dalam mengklasifikasi barang
guna memberikan kemudahan pada perdagangan internasional.
5. ( B - S ) Ditinjau dari fungsi pengklasifikasian, struktur HS terdiri dari : KUM
HS ; Catatan Bagian, Bab dan Subheading ; Heading, sub-heading
dan penomoran hingga ke Pos tarif (10 digit). Demikian dalam
kekuatan hukumnya sama, karena yang utama adalah uraian
barangnya.

B. Pilihlah jawaban yang Saudara anggap benar dengan cara melingkari


huruf yang terdapat di depan jawaban tersebut a, b, c, atau d )

1. Untuk penetapan tarif bea masuk, barang dikelompokkan berdasarkan sistem


klasifikasi barang. Bunyi kalimat diatas sesuai dengan bunyi UU no. 10 tahun
1995 tentang Kepabeanan pada :
a. pasal 16
b. pasal 115
c. pasal 14
d. pasal 116
2. The Harmonized Commodity Description and Coding System (HS) mulai
berlaku secara internasional sejak :
a. tanggal 1 Januari 1989
b. tanggal 1 Agustus 1988
c. tanggal 31 Januari 1988
d. tanggal 11 Januari 1989
3. Untuk mengklasifikasi barang, dikenal prosedur umum untuk mengklasifikasi
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
31
Klasifikasi Barang
barang. Prosedur tersebut secara umum ialah .........
a. mengidentifikasi barang dengan mempelajari jenis dan spesifikasinya
b. merumuskan identitas atau deskripsi barang tersebut
c. melihat Buku Tarif Bea Masuk Indonesia dan menentukan
klasifikasinya
d. pernyataan a, b dan c benar
4. Dalam pengamatan sementara untuk mengklasifikasi barang, maka sebutkan
pernyataan dibawah ini yang tidak benar
a. Jenis suatu jenis barang dimungkinkan tidak ada dalam HS
b. Dapat terkait dengan beberapa bab
c. Mengklasifikasi barang seluruhnya harus tepat secara eksak
d. Barang tidak dapat diklasifikasikan, karena uraian jenis barangnya
tidak ada dalam BTBMI
5. Pencantuman besarnya Bea Masuk pada Buku tarif Bea Masuk Indonesia :
a. hanyalah sementara (mengikuti surat Keputusan Menteri Keuangan
RI)
b. harus mengacu kepada perkembangan terakhir besarnya penetapan
Bea Masuk
c. selalu berubah
d. pernyataan a, b dan c benar

C. Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan singkat dan benar

1. Sebutkan 3 Sistem dalam mengklasifikasi barang yang pernah digunakan


Pemerintahan Republik Indonesia, sebelum HS !
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan konvensi HS ?
3. Mengapa kita memilih suatu system seperti HS dalam menentukan
klasifikasi barang ?
4. Sebutkan tujuan Harmonized System ?
5. Apakah besarnya tarif bea masuk Indonesia secara hukum sesuai seperti
apa yang tertulis dalam BTBMI tersebut ?

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
32
Klasifikasi Barang

1.5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Bandingkanlah hasil jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif yang ada
di belakang modul ini. Hitunglah jumlah jawaban Anda yang benar atau sejauh
mana Anda menguasai mata pelajaran tersebut. Kemudian gunakan rumus di
bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap terhadap materi
kegiatan belajar

Rumus Tingkat Penguasaan


Untuk kelompok A dan B :
Jumlah Jawaban yang benar dibagi 10 kemudian dikali 100 % = ............

Untuk kelompok C :
Apabila benar seluruhnya nilai menjadi 100

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
33
Klasifikasi Barang
Untuk nilai keseluruhan maka dibagi rata-rata dari (A+B) dan C
Arti tingkat penguasaan :
* 90 % - 100 % = Baik sekali
* 80 % - 89 % = Baik
* 70 % - 79 % = Cukup
* 69 % = Kurang

Kalau Anda mencapai tingkat penguasaan 80% keatas Anda dapat meneruskan
kepada modul atau bagian pelajaran lain. Hasilnya Baik ! akan tetapi, bila tingkat
penguasaan Anda masih dibawah 80 %, Anda harus mengulangi membaca Modul
kembali, terutama bagian yang belum Anda kuasai

2. Kegiatan Belajar (KB) 2

TEKNIK KLASIFIKASI
BARANG
Indikator Keberhasilan :
Setelah mempelajari materi diharapkan siswa mampu menjelaskan
1. Ketentuan umum untuk menginterpretasikan Harmonized System
2. Tahapan dalam mengklasifikasi barang
3. Nota Penelitian Klasifikasi Barang

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
34
Klasifikasi Barang
2.1. Uraian dan Contoh

Seorang klasifikator dibidang kepabeanan harus dapat mengidentifikasi dan


mengklasifikasi barang dengan terampil. Oleh karena itu, seorang klasifikator
harus terlebih dahulu memahami pengetahuan barang dan pengetahuan mengenai
klasifikasi barang. Seorang klasifikator harus memiliki kemampuan dalam
mengidentifikasi dan mengklasifikasi barang karena akan menentukan ketepatan
pengisian Pemberitahuan Impor Barang yang pada akhirnya menentukan
ketepatan jumlah bea masuk dan pungutan impor lainnya yang harus dibayar.

A. KETENTUAN UMUM UNTUK MENGINTERPRETASI


HARMONIZED SYSTEM

1) Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System


nomor 1

Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System (KUM HS)


merupakan pintu gerbang untuk memasuki klasifikasi barang. Mengingat begitu
kompleksnya teknik klasifikasi barang, KUM HS mutlak diperlukan sebagai
pedoman dasar yang tidak boleh ditinggalkan. Setiap kali melakukan kegiatan
klasifikasi barang, sadar atau tidak, salah satu ketentuan dalam KUM HS harus
dipergunakan. Untuk itu, marilah kita pelajari satu-persatu enam butir KUM HS
tersebut.

KUM HS 1 :

Judul Bagian, Bab dan Sub-bab hanya dimaksudkan untuk memudahkan


referensi saja; untuk tujuan hukum, klasifikasi harus ditentukan menurut uraian
yang terdapat dalam pos dan berbagai Catatan Bagian atau Bab yang berkaitan
serta menurut ketentuan-ketentuan berikut ini, asalkan pos atau Catatan tersebut
tidak menentukan lain;

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
35
Klasifikasi Barang
Penjelasan:

HS adalah nomenklatur yang bersifat sistematik. Namun mengingat


banyaknya jenis barang, tidak mungkin semua jenis barang dapat dicakup dengan
persis pada setiap bab. Contohnya, sutera adalah produk hewani, tetapi karena
sifatnya yang khusus dalam HS tidak diklasifikasikan pada bab 5 (produk hewani
tidak dirinci atau termasuk dalam pos lainnya), tetapi diklasifikasikan khusus pada
bab 50.
Uraian pada bab hanya untuk referensi saja, tidak mempunyai kekuatan
hukum. Karena itu perlu diingat agar selalu mempertimbangkan semua bab atau
pos yang mungkin mencakup suatu barang. Yang mempunyai kekuatan hukum
adalah pos (heading), catatan bagian, catatan bab, dan catatan sub-pos. Uraian
pos dan catatan-catatan tersebut merupakan pertimbangan utama. Apabila pos
dan catatan-catatan tersebut tidak menentukan lain, dalam hal KUM HS 1 tidak
bisa digunakan barulah digunakan KUM HS 2, 3, 4, dan 5. Contohnya, catatan 2
Bab 31 menjelaskan pos 31.02 hanya untuk produk tertentu. Batasan ini tidak
boleh diperluas dengan menggunakan KUM HS 2(b).

Spesifikasi keledai :
- jenis keledai
- umur 2 tahun
- dapat mendemontrasikan
beberapa permainan dalam
pertunjukan sirkus

Pengklasifikasian apakah
pada bab 1 atau bab 95

Perhatikan gambar keledai yang biasa digunakan untuk sirkus.

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
36
Klasifikasi Barang
Bagaimana pengklasifikasiannya bila keledai tersebut diimpor oleh grup
sirkus dari jerman ?

2) Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System


nomor 2a dan 2 b

KUM HS 2 a :

Setiap referensi untuk suatu barang dalam suatu pos harus dianggap meliputi
juga referensi barang tersebut dalam keadaan tidak lengkap atau belum rampung,
asalkan pada saat diajukan, barang yang tidak lengkap atau belum rampung
tersebut memiliki karakter utama dari barang itu dalam keadaan lengkap atau
rampung. Referensi ini harus dianggap juga meliputi refensi untuk barang tersebut
dalam keadaan lengkap atau rampung (atau yang berdasarkan ketentuan ini dapat
digolongkan sebagai lengkap atau rampung) yang diajukan dalam keadaan belum
dirakit atau terbongkar.

Penjelasan:
Barang tidak lengkap atau tidak rampung dianggap sebagai barang lengkap
atau rampung, asalkan pada saat diimpor sudah mempunyai sifat utama sebagai
barang lengkap atau rampung Sebagai contoh beberapa set sepeda yang
diimpor dalam keadaan terurai, dan tiap setnya tidak ada sadel dan ban
dalamnya. Namun tetap dianggap set sepeda karena sifat utamanya sebagai
sepeda telah dimiliki.

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
37
Klasifikasi Barang

Spesifikasi :
- Sepeda merk
:”Bamby”
- Ada alat
perubah
kecepatan
- memiliki laher
dalam as ban
- bisa
dikendarai
oleh orang tua
maupun anak-
anak
:
Perhatikan gambar sepeda diatas. Bagaimana pengklasifikasiannya bila
sepeda tersebut : a) tidak dicat ,b) tidak ada sadelnya c) dalam keadaan
terurai

KUM HS 2 b :

Setiap referensi untuk suatu bahan atau zat dalam pos, harus dianggap juga
meliputi referensi untuk campuran atau kombinasi dari bahan atau zat itu dengan
bahan atau zat lain. Setiap referensi untuk barang dari bahan atau zat tertentu
harus dianggap juga meliputi referensi untuk barang yang sebagian atau
seluruhnya terdiri dari bahan atau zat tersebut. Barang yang terdiri lebih dari satu
jenis bahan atau zat harus diklasifikasikan sesuai prinsip dari Ketentuan 3.

Penjelasan:
Campuran atau kombinasi dua atau lebih bahan atau zat diklasifikasikan
berdasarkan KUM HS 1. Sebagai contoh suatu susu yang telah ditambah sedikit
vitamin, maka pengklasifikasiannya tetap sebagai susu. Mengapa demikian ?
karena sifat sebagai susunya tidak berubah. Ingat, ketentuan ini hanya berlaku
apabila pos atau catatan bagian atau catatan bab tidak menentukan lain. Contoh,
pos 15.03 (-lard oil, ...tidak diemulsi atau dicampur...); karena uraian posnya sudah
menyebutkan bahwa produk dalam pos tersebut tidak dicampur, maka KUM HS

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
38
Klasifikasi Barang
2(b) tidak berlaku.
Apabila tambahan atau campuran bahan atau zat menghilangkan sifat
barang seperti diuraikan pada pos, KUM HS 2(b) tidak dapat digunakan (harus
digunakan KUM HS 3).

Spesifikasi tutup botol :


- Terbuat dari gabus
- bagian luarnya dilapisi plastik.
Bagaimana pengklasifikasian
tutup botol tersebut, apakah
pada bab 45 atau bab 39

Perhatikan sumbat botol diatas, bagaimana bila sumbat botol bagian atas
dilapis plastik ?

3) Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System


nomor 3a, b dan c

KUM HS 3 :

Apabila dengan menerapkan Ketentuan 2 (b) atau untuk berbgaia alasan lain,
barang yang dengan pertimbangan awal dapat diklasifikasikan dalam dua pos atau
lebih, maka klasifikasiannya harus diberlakukan sebagai berikut :

Penjelasan:
KUM HS 3 hanya dipergunakan bila KUM HS 2 tidak bisa dipergunakan.
Penggunaan KUM HS 3 harus urut dari KUM HS 3(a), KUM HS 3(b), baru
kemudian KUM HS 3(c). Sekali lagi diingatkan, KUM HS 3 baru dipergunakan
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
39
Klasifikasi Barang
apabila uraian pos, catatan bagian, atau catatan bab tidak menentukan lain.
Contoh, catatan 4(b) bab 97 menentukan bahwa barang yang dirinci pada pos
97.01 sampai dengan 97.05 dan juga dirinci pada pos 97.06, harus diklasifikasikan
pada pos terdahulu awal (berarti bertentangan dengan KUM HS 3c ). Dalam hal ini
KUM HS 3(c) tidak berlaku.

KUM HS 3 a :

Pos yang memberikan uraian yang paling spesifik, harus lebih diutamakan
dari pos yang memberikan uraian yang lebih umum. Namun demikian, apabila dua
pos atau lebih yang masing-masing pos hanya merujuk kepada bagian dari bahan
atau zat yang terkandung dalam barang campuran atau barang komposisi,atau
hanya merujuk kepada bagian dari bahan atau zat terkandung dalam campuran
atau barang komposisi atau hanya merujuk kepada bagian dari barang dalam set
yang disiapkan untuk penjualan eceran, maka pos-pos tersebut harus dianggap
setara sepanjang berkaitan dengan barang tersebut, walaupun salah satu dari pos
tersebut memberikan uraian yang lebih lengkap atau lebih tepat.

Penjelasan:
Pos dengan uraian lebih spesifik lebih diutamakan dari pos dengan uraian
yang lebih umum. Pos yang menyebutkan nama barang lebih diutamakan dari pos
yang menyebutkan kelompok barang. Contoh shavers/hair clippers diklasifikasikan
pada pos 85.10, bukan pada pos 85.09 (self-contained motor). Saringan oli walau
sebagai bagian dari mesin pada pos 8409, namun pos 8421 uraian barangnya
lebih rinci.
Pos yang menyebutkan barang yang disebutkan secara rinci lebih
diutamakan dari pos yang menyebutkan bagian suatu barang. Contoh, tufted
textile for motor cars diklasifikasikan pada pos 57.03, bukan pada pos 87.08.
Apabila dua atau lebih pos menguraikan hanya bagian dari bahan atau zat
yang terkandung dalam suatu barang campuran atau komposit, atau bagian dari
item dalam satu set barang untuk penjualan eceran, maka KUM HS 3(a) tidak

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
40
Klasifikasi Barang
berlaku dan digunakan KUM HS 3(b) atau 3(c), meskipun salah satu pos lebih
rinci dari pos lainnya.

KUM HS 3 b :

Barang campuran dan barang komposisi yang terdiri dari bahan yang
berbeda atau yang dibuat dari komponen yang berbeda, serta barang yang
disiapkan dalam set untuk penjualan eceran, yang tidak dapat diklasifikasikan
berdasarkan referensi 3 (a), harus diklasifikasikan berdasarkan bahan atau
komponen yang memberikan karakter utama barang tersebut, sepanjang kriteria ini
dapat diterapkan.

Penjelasan:
KUM HS 3(b) hanya berlaku untuk campuran, barang komposit yang terdiri
dari bahan yang berbeda, barang komposit yang terdiri dari komponen yang
berbeda, dan barang yang dikemas dalam bentuk set untuk penjualan eceran, dan
bila KUM HS 3(a) tidak bisa digunakan.
Yang dimaksud dengan karakter utama (Essential character) pada KUM
HS ini mengacu pada bahan atau komponen, kemasan, jumlah, berat atau nilai,
dan bahan utama yang berkaitan dengan penggunaan barang.
KUM HS 3(b) berlaku juga untuk komponen yang terpisah, asalkan satu
sama lain adapted to the other, mutually complementary, dan bersama-sama
membentuk barang jadi yang secara normal tidak diperdagangkan terpisah.
Contoh, rak bumbu dengan beberapa botol tempat bumbu kosong.
Yang dimaksud dengan barang dikemas dalam bentuk set untuk penjualan
eceran yaitu:
• Paling sedikit dua produk yang berbeda pos (sembilan sendok bukan set).
• Beberapa produk/barang bersama-sama untuk keperluan/kegiatan tertentu.
• Bisa langsung dijual tanpa perlu dibungkus/dikemas kembali (contoh, ready-to-
eat-meal).
Contoh set: hairdressing set yang terdiri dari electric hair clipper (85.10), sisir
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
41
Klasifikasi Barang
(96.15), gunting (82.13), sikat (96.03), dan handuk dari tekstil (63.02), dikemas
dalam tas kulit (42.02)  diklasifikasikan pada pos 85.10 (berdasarkan
komponen yang memberikan sifat utama).
KUM HS 3(b) tidak berlaku untuk barang yang terdiri dari beberapa bagian
yang dikemas terpisah (baik kemasan yang biasa digunakan maupun tidak), dalam
proporsi tertentu untuk keperluan industri (contoh, minuman).

Spesifikasi Mie
:Instan :
- Supermi instan
bungkus
- merk :”Mi Enak”
- Mengandung
mie, bumbu,
saus, bawang
dan cabe

Perhatikan mie instan yang sudah mask diatas. Tahukah Saudara ketika
belum dimasak yang bungkusannya terdiri dari : mie, saus, kecap,
bumbudan bahan lainnya. Bagaimana Saudara mengklasifikasi bila dalam
keadaan mentah atau dalam bungkusan ?

KUM HS 3 c:

Apabila barang tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan referensi 3 (a) atau


3(b), maka barang tersebut harus diklasifikasikan dalam pos tarif terakhir
berdasarkan urutan penomorannya di antara pos tarif yang mempunyai
pertimbangan yang setara.

Penjelasan:
Bila KUM HS 3(a) dan 3(b) tidak dapat digunakan, barang diklasifikasikan
pada pos terakhir. Contohnya, suatu bingkai berbentuk bujur sangkar yang 2 sisi
terbuat dari kayu dan dua sisi lainnya terbuat dari logam. Bingkai ini ditinjau dari
bahan baku memiliki bahan yang sama dan seimbang antara pos 44.14 dan pos
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
42
Klasifikasi Barang
83.06, namun karena menurut KUM HS 3c, maka bingkai tersebut harus
diklasifikasikan pada pos terakhir, yaitu pos 83.06.

Spesifikasi barang :
- Van belt merk :
:”Ando”
- mengandung
bahan plastik dan
karet yang sama
tebal
- memiliki kekuatan
sama pada lapisan
karet dan plastikas
ban

Perhatikan vanbelt ini, bagaimana pengklasifikasiannya bila terbuat dari


bahan plastik dan karet yang sama tebalnya ?

4) Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System


nomor 4

KUM HS 4:

Barang yang tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan referensi diatas,


harus diklasifikasikan ke dalam pos yang sesuai untuk barang yang paling
menyerupai.

Penjelasan:
a) KUM HS 4 baru digunakan apabila KUM HS 1 sampai dengan KUM HS 3 tidak
dapat digunakan. Berdasarkan KUM HS 4, klasifikasi berdasarkan barang
yang sifatnya paling sesuai (misalnya uraian barangnya, sifatnya, tujuannya).
b) Ketentuan ini mengenai barang-barang yang tidak dapat diklasifikasikan ke
dalam salah satu pos dalam HS, karena tidak ada uraian yang sesuai
(misalnya yang baru muncul di pasaran dunia). Ketentuan ini menetapkan
bahwa barang-barang tersebut harus digolongkan kedalam pos atas barang
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
43
Klasifikasi Barang
yang memiliki persamaan terbanyak.
c) Pada waktu menerapkan ketentuan No.4, barang yang akan diklasifikasikan
harus diperbandingkan dengan uraian barang dalam beberapa pos HS yang
memiliki kesamaan jenis atau karakternya. Hal tersebut dilakukan untuk
meneliti pada pos mana yang memiliki unsur kesamaan terbanyak.
d) Persamaan dapat tergantung dari beberapa faktor seperti nama, sifat,
penggunaan, dan seterusnya.
Perlu diingatkan, KUM HS 4 baru digunakan apabila benar-benar tidak ada
lagi data atau informasi yang dapat diperoleh untuk mengidentifikasi barang
dimaksud. Untuk itu, sebelum memutuskan menggunakan KUM HS 4, sangat
disarankan untuk mencari lebih dulu informasi tentang barang dimaksud dari
berbagai sumber yang ada, seperti literatur, data teknis, internet, dan sebagainya.

5) Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System


nomor 5

KUM HS 5 :

Sebagai tambahan dari aturan di atas, Ketentuan berikut ini harus


diberlakukan terhadap barang tersebut di bawah ini :
Tas kamera, tas instrumen musik, koper senapan, tas instrumen gambar,
kotak kalung dan kemasan semacam itu, dibentuk secara khusus atau pas untuk
menyimpan barang atau perangkat barang tertentu, cocok untuk penggunaan
jangka panjang dan diajukan bersama barangnya, harus diklasifikasikan menurut
barangnya, apabila kemasan tersebut memang biasa dijual dengan barang
tersebut. Namun demikian, ketentuan ini tidak berlaku untuk kemasan yang
memberikan seluruh karakter utamanya;

Penjelasan:
KUM HS 5(a) berlaku untuk Peti (cases), kotak (boxes), dan tempat
semacam itu yang:

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
44
Klasifikasi Barang
• khusus dibuat untuk barang tertentu.
• digunakan untuk jangka waktu lama.
• dimasukkan bersama barangnya (bila dimasukkan terpisah diklasifikasikan
pada pos tersendiri).
• biasa dijual bersama dengan barangnya.
• tidak memberikan sifat utama.
Contoh: tempat perhiasan, tempat teleskop, tempat alat musik, tempat senjata, dan
sebagainya.

Spesifikasi barang :
- gitar dengan
kemasannya
- merk :”Refly”
- Terbuat dari karet
yang dilapisi tekstil
tebal

Perhatikan gambar guitar dan kemasannya diatas. Bagaimana Saudara


mengklasifikasiguitar beserta kemasan diatas ?

KUM HS 5 b :

Berdasarkan aturan dari ketentuan nomor 5 (a) di atas, bahan pembungkus


dan kemasan pembungkus yang diajukan bersama dengan barangnya harus
diklasifikasikan menurut barangnya, apabila bahan atau kemasan pembungkus
tersebut memang biasa untuk membungkus barang tersebut. Namun demikian
ketentuan ini tidak mengikat apabila bahan atau kemasan pembungkus tersebut
secara nyata cocok untuk dipakai berulangulang.

Penjelasan:
Mengacu pada KUM HS 5(a), pembungkus/tempat simpan diklasifikasikan
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
45
Klasifikasi Barang
dengan barangnya bila biasa dipakai untuk barang tersebut.
Ketentuan ini tidak berlaku untuk pembungkus/tempat simpan yang
digunakan berulang-ulang (repetitive use), contohnya gas yang diimpor bersama
pengemasnya (tabung gas di bawah tekanan), maka gasnya diklasifikasikan pada
pos tarif gas, sedangkan pengemasnya diklasifikasikan pada pos tarif tabung gas.
Ketentuan ini tidak berlaku untuk tempat simpan yang nilainya jauh lebih tinggi
dari barang yang disimpan di dalamnya. Tempat semacam itu harus
diklasifikasikan tersendiri Sebagai contoh, tempat teh dari perak dan tempat
permen dari porselin berdekorasi China

Spesifikasi barang :
- tabung gas berisi
gas
- merk :”Reflon”
- Terbuat baja tahan
karat

Bagaimana pengklasifikasian suatu gas beserta tabungnya yang dapat diisi ulang ?
Tabung gas LPG dengan isinya LPG pada pos berapa dalam Harmonized System
?

6) Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System


nomor 6

KUM HS 6 :

Untuk tujuan hukum klasifikasi barang dalam sub pos dari suatu pos harus
ditentukan berdasarkan uraian dari subpos tersebut dan catatan subpos
bersangkutan, serta ketentuan ini di atas dengan penyesuaian seperlunya, dengan

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
46
Klasifikasi Barang
pengertian bahwa hanya subpos yang setara yang dapat diperbandingkan. Kecuali
apabila konteksnya menentukan lain, untuk keperluan ketentuan ini diberlakukan
juga catatan Bagian dan catatan Bab.
Penjelasan:
KUM HS 1 sampai dengan KUM HS 5 berlaku mutatis mutandis (secara
langsung) untuk subsub pos pada satu pos yang sama (perbandingan pada takik
yang sama).
KUM HS 6 berlaku sepanjang konteksnya tidak menentukan lain. Artinya,
catatan bagian, catatan bab, atau catatan subpos harus tetap menjadi
pertimbangan utama. Contohnya, Platinum pada catatan 4(b) Bab 71 tidak
sama dengan Platinum pada catatan subpos 2 (khusus untuk sub-pos 7110.11
dan 7110.19).

B. TAHAPAN MENGKLASIFIKASI BARANG

Secara lebih rinci, langkah-langkah berikut ini dapat digunakan untuk


mengklasifikasi barang:
1. Kita identifikasi dulu barang yang akan kita klasifikasi. Dengan mengetahui
spesifikasi barang, misalnya barang tersebut produk pertanian, barang kimia,
atau mesin, kita bisa memilih bab-bab yang lebih spesifik.
2. Pilih bab atau bab-bab yang berkaitan dengan spesifikasi barang tersebut. Bila
sudah kita tentukan, baca dan perhatikan baik-baik catatan Bagian dan catatan
Bab yang berkaitan dengan pilihan bab atau bab-bab pada butir 1.
3. Perhatikan penjelasan-penjelasan dalam catatan Bagian maupun catatan Bab
yang berkaitan dengan barang yang akan kita klasifikasi. Apabila ada catatan
yang mengeluarkan barang tersebut dari Bab atau Bagian yang kita pilih,
perhatikan pada Bagian, Bab, atau pos mana barang tersebut diklasifikasikan.
4. Baca dan cermati catatan Bagian atau Bab (atau catatan Sub-pos dalam hal
tertentu) yang ditunjuk oleh penjelasan pada butir 3. Kita ulangi proses
pengklasifikasian pada butir 3. Pada tahap ini, biasanya kita sudah mempunyai
gambaran umum apakah barang tersebut diklasifikasikan di bab tersebut atau

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
47
Klasifikasi Barang
di bab lainnya.
5. Setelah menemukan satu bab yang paling sesuai berdasarkan kajian di atas,
maka kita mulai menelusuri pos-pos yang mungkin mencakup barang yang
akan kita klasifikasikan dalam bab tersebut. Pada tahap ini kadang-kadang kita
sudah dapat menemukan pos yang mencakup barang tersebut dengan rinci.
Bila sudah kita temukan satu pos yang tepat, maka langkah selanjutnya tinggal
menentukan sub-pos (6-digit) dan pos tarif (9-digit) yang sesuai. Ingat, dalam
penentuan sub-pos dan pos tarif pun kadang timbul permasalahan klasifikasi
yang sama dengan penentuan pos (4-digit). Sampai tahap ini sebenarnya kita
sedang menggunakan KUM HS 1.
6. Apabila sepintas lalu ada beberapa pos yang sesuai dengan spesifikasi
barang, kita mulai menggunakan KUM HS 2. Ingat, kita baru dapat
menggunakan KUM HS 2 apabila KUM HS 1 benar-benasr tidak dapat
digunakan. Cara untuk meyakinkan bahwa KUM HS 1 gugur adalah dengan
berusaha membuktikan bahwa hanya ada satu pos yang sesuai untuk barang
tersebut. Dalam hal KUM HS 1 tidak bisa diterapkan karena informasi atau
data spesifikasi barang kurang lengkap, maka yang harus dikerjakan adalah
mencari informasi atau data tersebut lebih dulu. Jangan terburu-buru
menggunakan KUM HS 2 sebelum kita benar-benar yakin KUM HS 1 tidak
dapat digunakan.
7. Dalam hal menggunakan KUM HS 3 (b), perlu diperhatikan bahwa yang
dimaksud dengan sifat utama (essential character) meliputi berbagai aspek.
Beberapa aspek yang dapat digunakan sebagai dasar penentuan sifat utama
adalah fungsi/kegunaan, nilai (value), dan bentuk fisik (appearance).
Usahakan paling tidak selalu mempertimbangkan ketiga aspek tersebut
sebelum menentukan sifat utama suatu barang campuran.
8. Dalam membandingkan pos-pos, sub-sub pos, atau pos-pos tarif, harus selalu
diingat bahwa yang dibandingkan adalah pos-pos , sub-sub pos, atau pos-
pos tarif yang setara (perhatikan takiknya). Ingat, dalam mengklasifikasi,
perbandingan dimaksud tidak berdasarkan pembebanan impornya!.
Apabila sudah dipilih satu pos tarif yang benar-benar sesuai dengan uraian

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
48
Klasifikasi Barang
barang, langkah selanjutnya adalah melihat pembebanannya (BM, PPN, PPnBM,
atau cukai) dan ada atau tidak peraturan tata niaganya (IT, IP, Pertamina, dan lain-
lain.). Karena pembebanan tersebut sering berubah, jangan lupa selalu
menggunakan pembebanan yang up to date berdasarkan ketentuan yang terbaru.

C. NOTA PENELITIAN KLASIFIKASI BARANG

1) Pengantar

Berkaitan dengan klasifikasi barang, setidaknya ada dua fihak yang


berkepentingan yaitu aparat DJBC dan importir/PPJK. Sebagaimana selama ini
telah berjalan, dalam rangka pengimporan importir/PPJK memberitahukan sendiri
jenis barang, klasifikasi, dan pembebanan impornya. Selanjutnya DJBC akan
meneliti dan menetapkan klasifikasi barang tersebut.
Dalam mekanisme ini tidak jarang timbul perbedaan pendapat mengenai
klasifikasi barang antara importir/PPJK dan aparat DJBC. Dalam mempertahankan
pendapatnya, aparat DJBC diharuskan membuat uraian rinci yang menjelaskan
dasar klasifikasi barang dimaksud. Dalam diktat ini disajikan cara membuat uraian
rinci klasifikasi barang tersebut.
Untuk memudahkan, uraian rinci klasifikasi barang dimaksud kita sebut saja
Nota Penelitian Klasifikasi Barang. Kerangka nota penelitian klasifikasi barang
sebenarnya tidak baku, bisa singkat atau memerlukan uraian yang cukup panjang
tergantung pada permasalahan yang dihadapi. Namun dalam diktat ini pembuatan
nota penelitian klasifikasi barang tersebut diarahkan untuk mengikuti ketentuan-
ketentuan dasar mengklasifikasi barang sesuai HS/BTBMI.

2) Nota Penelitian Klasifikasi Barang

Pada bagian akhir diktat ini disajikan juga contoh soal klasifikasi barang
menggunakan nota penelitian klasifikasi barang. Soal tersebut dapat dijawab
dengan menggunakan contoh nota penelitian di bawah ini:

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
49
Klasifikasi Barang

Contoh 1.

Contoh 2.
(Contoh ini umumnya diterapkan pada penelitian klasifikasi di Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai):

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
50
Klasifikasi Barang

3) Praktek Pembuatan Nota Penelitian Klasifikasi Barang

1. Nama dan Jenis barang :


Norit mengandung arang aktif dari arang kayu dalam bentuk tablet 5 gram
dipergunakan untuk mengatasi keracunan atau perut kembung. Bahan tersebut
telah terdaftar dalam Farmakope Indonesia
Alasan Klasifikasi :
- Arang kayu masuk Bab 44.
- Menurut catatan 1 (d) Bab 44 tidak meliputi arang aktif masuk pos 3802
- Bab 38 catatan 1 (d) tidak meliputi barang untuk obat …masuk Bab 30
Uraian klasifikasi :
- Bab 30..Produk farmasi
- Pos 3004. Obat dalam dosis tertentu..
- Subpos 3004.90 Lain-lain

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
51
Klasifikasi Barang
- Subpos 3004.90.90 Lain-lain
- Pos tarif 3004.90.99.00 Lain-lain
Kesimpulan :
Norit diklasifikasikan pada pos tarif 3004.90.99.00
BM …. % .PPN … % PPh %.

2. Nama dan Jenis barang :


Shampo merk : KAO dalam tube 100 ml mengandung obat anti ketombe dan anti
jamur atau kerontokan rambut
Alasan Klasifikasi :
- Shampo termasuk kosmetik Bab 33, shampo Pos 3305. ;
- Bila mengandung obat Bab 30 Lihat Bab 30 catatan 1(d) :Bab ini tidak
meliputi pos 3303-3307 walau mengandung obat
Uraian klasifikasi :
- Bab 33..kosmetika…
- Pos 3305 preparat digunakan pada rambut..
- Subpos 3305.10 shampo
- Pos tarif 3305.10.90.00..shampo

Kesimpulan :
Shampo mengandung obat anti kerontokan diklasifikasikan pada pos tarif
3305.10.90.00 BM …. % .PPN … % P

3. Nama dan Jenis barang :


Sosis daging sapi yang dimasak
Alasan Klasifikasi :
- Makanan olahan masuk Bagian IV
- Olahan dari ikan masuk Bab 16, lihat cat 1 “..diolah selain dari bab 2 dan 3
masuk Bab 16…”
- Lihat Bab 16 catatan 2 “Bab 16 meliputi olahan makanan mengandung
daging lebih dari 20 %

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
52
Klasifikasi Barang
Uraian klasifikasi :
- Bab 16 ...Olahan dari daging
- Pos 1601 ...sosis
- Subpos 1601.00.10. sosis
- Pos tarif 1601.00.12.00…mengandung daging sapi
Kesimpulan :
Sosis daging sapi tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 1601.00.12.00 BM
…. % .PPN … % PPh %.

4. Nama dan Jenis barang :


Bahan untuk membuat cat besi mengandung bahan alkyd resin (poliester resin)
55 %, bahan pelarut yang mudah manguap 28 % dan bahan lainnya 13%.
Alasan Klasifikasi :
- Bahan cat termasuk produk kimia bagian VI, cat masuk bab 32
- Lihat catatan 4 bab 32 ....... pos 3208 meliputi bahan yang mengandung
bahan pelarut mudah menguap lebih dari 50 %
- pelarut kurang dr 50 % ke pos 3907..
Uraian klasifikasi :
- Bab 39..polimer
- Pos 3907 poliester (alkid resin)
- Subpos 3907.50 alkid (poliester) dari poliester
- Pos tarif 3907.50.10.00 cair
Kesimpulan :
Bahan cat tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 3907.50.10.00
BM …. % PPN … % PPh %.

5. Nama dan Jenis barang :


Kawat pilinan dari baja terdiri dari 5 buah yang dipilin tidak diisolasi ukuran
diameter 2,5 cm digunakan untuk penarik mobil derek
Alasan Klasifikasi :
- Barang dari logam tidak mulia masuk Bagian XV.

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
53
Klasifikasi Barang
- Lihat Bagian XV catatan 2 “kawat dipilin masuk bagian untuk pemakaian
umum pos 7312 ….Mobil derek masuk bab 87
- Lihat Bagian XVII catatan 2(B) bagian untuk pemakaian umum tidak boleh
masuk Bab 87
- Barang dari logam tidak mulia masuk Bab 73, (walau bagian untuk mobil
derek)
Uraian klasifikasi :
- Bab 73..barang dari baja
- Pos 7312 ..kawat
- Subpos 7312.10. kawat dipilin
- Pos tarif 7312.10.90.00 ukuran 25 mm
Kesimpulan :
Kawat tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 7312.10.90.00
BM ….% PPN …% PPh….%.

6. Nama dan Jenis barang :


Bagian dari kendaraan bermotor berupa : Radiator untuk mobil bus mini untuk
pengangkutan 15 orang dengan mesin diesel dalam keadaan CKD masa total
10 ton
Alasan Klasifikasi :
- Kendaraan yang bergerak selain diatas rel… masuk Bagian XVII,
Kendaraan Bab 87
- Radiator bagian dari kendaraan bermotor berjalan bukan di rel. Bagiannya
masuk pos 8708.
Uraian klasifikasi :
- Bab 87 Kendaraan yang bergerak selain diatas rel …
- Pos 8708 bagian untuk kendaraan bermotor..
- Sub pos 8708.90 bagian dan aksesori lainnya ….
- Sub pos 8708.91. radiator
- Pos tarif 8708.91.30.00 untuk bus mini
Kesimpulan :

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
54
Klasifikasi Barang
Radiaotor tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 8708.91.30.00
BM …. % .PPN … % PPh %.

2.2. Latihan 2

1. Dalam mengklasifikasi barang gantungan kunci yang terdiri dari ring baja,
rantai baja dan hiasan dari plastik, harus menggunakan KUM HS nomor
berapa ?
2. Sebutkan contoh barang yang dalam mengklasifikasinya menerapkan KUM
HS nomor 3a (selain yang telah disebutkan contoh diatas)
3. Bagaimana menurut pendapat Saudara mengenai penggunaan KUM HS
nomor 4 dalam prakteknya ?
4. Mengapa sebelum mengklasifikasi barang, diperlukan data mengenai
barangnya ? Sebutkan contoh kasus !
5. Bagaimana tahapan dalam mengklasifikasi barang agar menghasilkan pos
tarif yang akurat ?
6. Mengapa dalam mengklsifikasi barang harus memperhatiakan bagian dan
bab serta catatan bagian dan catatan babnya yang terkait dengan barang
tersebut ?
7. Sebutkab tahapan dalam membuat nota penelitian klasifikasi barang ?
8. Nota penelitian klasifikasi barang seyogyanya memuat hal-hal apa saja ?
9. Mengapa dalam mengklasifikasi barang tidak hanya menyebutkan 9
digitnya atau kesimpulannya saja ?

2.3. Rangkuman

1. Dalam mengklasifikasi barang dalam BTBMI diperlukan suatu pedoman.


Pedoman tersebut adalah Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized
System (KUM HS) merupakan ketentuan untuk memasuki klasifikasi
barang. Saat ini KUM HS hanya terdiri dari nomor 1 sampai dengan nomor
6. Dahulu sampai dengan 10, nomor 7 sampai 10 dihilangkan dan

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
55
Klasifikasi Barang
beberapa diantaranya menjadi surat keputusan Dirjen Bea dan Cukai
2. Dalam proses mengklasifikasi barang diperlukan tahapan yang sesuai,
agar menghasilkan keputusan yang tepat sesuai aturan yang benar. Pada
prinsipnya meliputi identifikasi barang, mendeskripsikan jenis barang,
kemudian melihat uraian barang dalam BTBMI sesuai dengan yang akan
diklasifikasi. Pengamatan uraian barang dalam BTBMI dengan melihat
bagaian, bab dan catatan yang berkaitan dengan barang yang akan
diklasifikasi. Berdasarkan pertimbangan tersebut baru ditentukan pos tarif
yang tepat.
3. Proses dalam mengklasifikasi barang harus seuai dengan aturan, demikian
juga hasil penelitian klasifikasi barang harus disajikan dalam bentuk format
yang benar. Pada umumnya hsil penelitian dituangkan dalam suatu format
yang berisikan komponen : nama dan jenis barang, alas an klasifikasi,
uraian klasifikasi dan kesimpulan. Dalam membuat nota penelitian
klasifikasi barang ada yang sederhana dengan hanya menggunakan
BTBMI, namun dilapangan nama barang berdasarkan hasil pemeriksaan,
ditambah informasi barang dari brosur, hasil analisa laboratorium atau
sumber informasi lainnya

2.4. Test Formatif 2

A. Lingkarilah huruf B apabila pernyataan ini Saudara anggap benar dan


huruf S apabila pernyataan Saudara anggap salah.

1. ( B - S ) Judul Bagian, Bab dan Sub-bab pada Buku tarif Bea Masuk

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
56
Klasifikasi Barang
Indonesia hanya dimaksudkan untuk memudahkan
penyebutan saja. Tidak mengikat secara hukum dalam
mengklasifikasi
2. ( B - S ) Pernyataan 2b pada KUM HS adalah Barang tidak lengkap
atau tidak rampung dianggap sebagai barang lengkap atau
rampung, asalkan pada saat diimpor sudah mempunyai sifat
utama sebagai barang lengkap atau rampung
3. ( B - S) Pernyataan 3a pada KUM HS adalah Pos yang memuat
uraian yang paling terinci harus lebih diutamakan daripada
pos yang memuat uraian yang lebih umum sifatnya
4. ( B - S ) Pernyataan 5b pada KUM HS adalah Peti kamera, peti
instrumen dan tempat simpan yang semacam, dengan bentuk
atau kelengkapan khusus untuk menyimpan barang tertentu
atau seperangkat barang tertentu, cocok untuk pemakaian
jangka panjang dan diimpor lengkap dengan isinya, harus
diklasifikasikan dengan barang tersebut jika biasa dijual
dengan barang itu
5. ( B - S ) Sebelum mengklasifikasi barang, sebaiknya kita identifikasi
dulu barang yang akan kita klasifikasi. Dengan mengetahui
spesifikasi barang maka akan lebih mendekati keakuratan
dalam mengklasifikasi barang

B. Pililihlah jawaban yang Saudara anggap benar dengan cara melingkari


huruf yang terdapat di depan jawaban tersebut

1. Dalam membuat Nota Penelitian Klasifikasi Barang maka diperlukan kerangka


yang singkat atau memerlukan uraian yang cukup panjang tergantung pada
permasalahan yang dihadapi. Namun demikian nota tersebut setidak-tidaknya
memuat tentang :
a. nama barang dan uraian jenis barang
b. alasan atau catatan yang digunakan
c. Uraian klasifikasi mulai 2 digit sampai dengan 9 digit
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
57
Klasifikasi Barang
d. pernyataan a, b dan c benar
2. Suatu kemasan mengandung mie, bumbu, saos dan bawang, diklasifikasikan
sebagai mie pada bab 19, berdasarkan KUM HS nomor :
a. 2b
b. 3a
c. 3b
d. 5a
3. Larutan dengan kandungan asam cuka (acetic acid) lebih dari 10 %
dikeluarkan dari bab 22 berdasarkan catatan :
a. Definitif
b. esklusif
c. ilustrasi
d. pengertian
4. Walalupun etil alkohol merupakan bahan kimia organik, namun diklasifikasikan
pada bab 22 dikarenakan KUM HS nomor :
a. 1
b. 2a
c. 2b
d. 3a
5. Tabung gas LPG yang berisi gas LPG tidak dapat diklasifikasikan menjadi stu
pos tarif karena ketentuan menurut KUM HS nomor :
a. 3b
b. 3c
c. 5a
d. 5b

C. Jawablah dengan benar dan lengkap

1. Mengapa olahan makanan yang terbuat dari daging sapi yang dikukus tidak
diklasifikasikan pada bab 2
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
58
Klasifikasi Barang
2. Mengapa sabun mandi mengandung obat pembasmi kuman walaupun
mengandung obat tidak diklasifikasikan pada bab 30 sebagai produk farmasi.
3. Mengapa tutup kepala (topi) pengaman untuk pengendara sepeda motor yang
terbuat dari bahan plastik tidak diklasifikasikan pada bab 39 ?
4. Automatic voltage regulator yang digunakan sebagai stabilizer otomatis untuk
komputer harus diklasifikasikan pada pos 85.04 atau 90.32 . Sebutkan
alasannya
5. Benang tenun terbuat dari campuran 70 % kapas (cotton) dan 30 % nilon,
merupakan benang tunggal, dari serat disisir dengan nomor benang 150
decitex, tidak dikelantang dan tidak dimerserisasi.Ketentuan dan catatan apa
yang digunakan dalam mengklasifikasi barang tersebut

2.5. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT

Bandingkanlah hasil jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif yang ada

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
59
Klasifikasi Barang
di belakang modul ini. Hitunglah jumlah jawaban Anda yang benar atau sejauh
mana Anda menguasai mata pelajaran tersebut. Kemudian gunakan rumus di
bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap terhadap materi
kegiatan belajar

Rumus Tingkat Penguasaan


Jumlah Jawaban Anda yang benar dibagi 15 kemudian dikali 100 % = ............
Arti tingkat penguasaan :
* 90 % - 100 % = Baik sekali
* 80 % - 89 % = Baik
* 70 % - 79 % = Cukup
* 69 % = Kurang

Kalau Anda mencapai tingkat penguasaan 80% keatas Anda dapat meneruskan
kepada modul atau bagian pelajaran lain. Hasilnya Baik ! akan tetapi, bila tingkat
penguasaan Anda masih dibawah 80 %, Anda harus mengulangi membaca Modul
kembali, terutama bagian yang belum Anda kuasai

3. Kegiatan Belajar (KB) 3

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
60
Klasifikasi Barang

CATATAN PENTING DALAM BUKU TARIF


BEA MASUK INDONESIA
(BTBMI)

Indikator Keberhasilan :
Setelah mempelajari materi diharapkan siswa mampu menjelaskan:
1. Jenis catatan pada BTBMI
2. Struktur pengelompokkan barang
3. Catatan penting dalam BTBMI

3.1. Uraian dan Contoh

Untuk menjadi menjadi seorang klasifikator dibidang kepabeanan yang


handal harus dapat mengidentifikasi dan mengklasifikasi barang dengan terampil.
Oleh karena itu, seorang klasifikator harus terlebih dahulu memahami pengetahuan
barang dan pengetahuan mengenai klasifikasi barang. Seorang klasifikator harus
memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi dan mengklasifikasi barang karena
akan menentukan ketepatan pengisian Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang
pada akhirnya menentukan ketepatan jumlah bea masuk dan pungutan impor
lainnya yang harus dibayar.

A. JENIS CATATAN PADA BTBMI

Disamping KUM HS, catatan-catatan dalam HS merupakan bagian integral


yang harus diperhatikan benar-benar. Catatan-catatan tersebut mempunyai
kekuatan hukum sama seperti uraian pos atau sub-pos. HS mempunyai Catatan
Bagian, Catatan Bab, dan Catatan Sub-pos. Catatan-catatan tersebut dapat dibagi
berdasarkan jenisnya, yaitu:

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
61
Klasifikasi Barang
1) Catatan Definitif

Catatan yang menjelaskan pengklasifikasian suatu barang pada pos atau


sekumpulan pos tertentu.
Contoh: Catatan 4 Bab 30:
Pos no. 30.04 hanya berlaku untuk hal berikut ini, yang harus diklasifikasikan
dalam pos tersebut dan tidak dalam pos lainnya dari Nomenklatur ini:
(a) Catgut bedah steril, bahan jahit bedah steril yang semacam itu dan
perekat kertas steril untuk penutup luka bedah;
(b) Laminaria steril dan laminaria steril yang dapat menggembung;
(c) Hemostatik bedah atau gigi steril yang dapat menyerap;
(d) …
(e) …
(f) …
(g) …
(h) Preparat kontrasepsi kimia dengan bahan dasar hormon atau pembunuh
sperma.

2) Catatan Eksklusif

Catatan yang mengeluarkan barang tertentu dari suatu pos atau sub-pos dan
memasukkannya dalam pos atau sub-pos tertentu lainnya.
Contoh: Catatan 1 Bab 2:
Bab ini tidak meliputi:
(a) Produk dari jenis yang diuraikan dalam pos No. 02.01 sampai dengan
02.08, atau 02.10, yang tidak layak atau tidak sesuai untuk konsumsi
manusia;
(b) Usus, kandung kemih atau perut dari binatang (pos No. 05.04) atau
darah binatang (pos No. 05.11 atau 30.02); atau
(c) Lemak hewani, selain produk dari pos No. 02.09 (Bab 15).
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
62
Klasifikasi Barang

3) Catatan Ilustratif

Catatan yang memberikan gambaran terhadap pengertian atau istilah yang


perlu dijabarkan lebih lanjut.
Contoh : Catatan 3 Bab 42:
Untuk keperluan pos no. 42.03, istilah “barang pakaian dan perlengkapan
pakaian” berlaku, antara lain, untuk sarung tangan (termasuk sarung tangan
olah raga), apron dan pakaian pelindung lainnya, tali penahan celana, ikat
pinggang, tali sandang dan semua jenis gelang, tetapi tidak termasuk arloji
tangan (pos no. 91.13).

4) Catatan Lain-lain

Catatan yang menguraikan pengertian-pengertian yang bersifat


teknis.Contoh:
i. Catatan 2 Bab 3:
Dalam Bab ini pengertian “pellet” adalah produk-produk yang telah
diaglomerasi baik secara langsung dengan cara dikompresi atau dengan
penambahan sejumlah kecil bahan pengikat.
ii. Catatan 1 Bab 9:
Campuran dari produk dimaksud dalam pos no. 09.04 sampai dengan
09.10 harus diklasifikasikan sebagai berikut:
(a) Campuran dua produk atau lebih dari pos yang sama harus
digolongkan dalam pos itu;
(b) Campuran dua produk atau lebih dari pos yang berlainan harus
digolongkan dalam pos no. 09.10.
Tambahan dari bahan lainnya ke dalam produk dari pos no. 09.04 sampai
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
63
Klasifikasi Barang
dengan 09.10 (atau campuran seperti yang dimaksud dalam (a) atau (b) di
atas) tidak mempengaruhi penggolongannya asalkan…..
iii. Catatan 2 Bagian XV:
Dalam seluruh Nomenklatur, istilah “bagian untuk pemakaian umum”
berarti:
(a) Barang dari pos no. 73.07, 73.12, 73.15, 73.17 atau 73.18 dan barang
semacam itu dari logam tidak mulia lainnya;
(b) Pegas dan lembaran untuk pegas, dari logam tidak mulia, selain
pegas untuk lonceng atau arloji (pos no. 91.14); dan
(c) Barang dari pos no. 83.01, 83.02, 83.08, 83.10 dan bingkai serta kaca
dari logam tidak mulia, dari pos no. 83.06.
Dalam Bab 73 sampai dengan 76 dan 78 sampai dengan 82 (tetapi bukan
dalam pos no. 73.15) apa yang disebut bagian dari barang tidaklah
termasuk uraian tentang bagian untuk pemakaian umum seperti diuraikan
di atas.
Dengan memperhatikan ketentuan dalam ayat di atas dan Catatan 1 Bab
83, barang dari Bab 82 atau 83 tidak termasuk dari Bab 72 sampai dengan
76 Bab 78 sampai dengan 81.

Membaca dengan teliti dan memahami catatan-catatan di atas, termasuk


KUM HS, Explanatory Notes, dan uraian pada pos, sub-pos, dan pos tarif yang
berkaitan dengan barang yang akan diklasifikasikan merupakan syarat mutlak yang
harus dilakukan agar klasifikasi yang dilakukan benar-benar akurat.
Mengklasifikasi barang tidak dapat dilakukan dengan hanya sekedar mencari satu
pos tertentu saja. Untuk beberapa hal cara seperti ini mungkin berhasil namun
labih banyak risiko kegagalannya. Tatacara mengklasifikasi harus diikuti dengan
urut agar benar-benar diperoleh hasil yang akurat.

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
64
Klasifikasi Barang

B. Struktur Pengelompokan Barang Pada BTBMI

1) Gambaran Per Bagian

Dalam Harmonized System (HS), barang dikelompokkan dalam 96 bab (dan


bab 77 sebagai persiapan masa mendatang) yang dikelompokkan dalam 21
bagian. Pengelompokan tersebut berdasarkan urutan tingkat pengerjaannya, yaitu
bahan baku (raw material), bahan yang tidak/belum dikerjakan (unworked
products), barang setengah jadi (semi-finished products), dan barang jadi (finished
products). Sebagai contoh, binatang hidup diklasifikasikan pada Bab 1, jangat dan
kulit binatang pada Bab 41, sepatu dari kulit binatang pada Bab 64. Urutan
pengelompokan ini juga berlaku untuk bab dan pos.
Di bawah ini disajikan urutan pengelompokan barang dalam HS/BTBMI:
Bagian I
mencakup binatang hidup dan produk dari binatang (daging, ikan, produk susu,
telur, madu, produk yang dapat dimakan lainnya, dan produk yang tidak dapat
dimakan). Namun beberapa jenis minyak dan lemak dikeluarkan dari bagian I dan
diklasifikasikan pada bab 15, demikian juga halnya dengan jangat, kulit, bulu dan
barang terbuat daripadanya (diklasifikasikan pada bagian VIII). Bab 1 sampai
dengan bab 24 (Bagian I sampai dengan Bagian IV) mencakup produk-produk
pertanian dalam arti luas.
Bagian II

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
65
Klasifikasi Barang
mencakup produk sayuran, baik yang bisa dimakan atau tidak (tanaman, biji-bijian,
sayuran, buah, sereal, tepung, dsb.), kecuali beberapa jenis minyak dan lemak
tertentu (bab 15) dan kayu (bab 44). Produk-produk yang termasuk bagian I dan II
belum mengalami proses pengerjaan kecuali sampai tahap tertentu (dengan
beberapa pengecualian). Terhadap produk yang telah mengalami proses lebih
lanjut diklasifikasikan pada bab 19, bab 20 atau bab 21. Contohnya, produk
makanan siap saji yang diawetkan diklasifikasikan pada Bagian IV.
Bagian III
hanya terdiri dari bab 15 yang mencakup lemak dan minyak hewani dan nabati dan
produk terbuat daripadanya (misalnya malam/wax).
Minyak pada Bab II baik dalam keadaan mentah, telah diproses, misalnya minyak
goreng atau margarine yang siap dikonsumsi. Umumnya minyak tidak menguap,
karena minyak nabati yang mudah menguap masuk Bab 33 sebagai minyak atsiri.
Bagian IV
mencakup produk minuman, minuman keras, cuka,dan tembakau, bersama-sama
dengan produk industri makanan yang tidak dicakup bab-bab sebelumnya. Bab 16
meliputi daging atau ikan yang telah mengalami proses lebih lanjut, diantaranya
digoreng, dikukus atau diawetkan secara permanen. Bab 17 meliputi gula dan
bahan lainnya seperti sirop, madu tiruan dan karamel. Berbagai jenis gula yang
murni secara kimiawi diklasifikasikan pada Bab 29. Demikian juga bahan pemanis
tiruan masuk Bab 29, seperti saccharin dan dulcin.

HUBUNGAN BAGIAN I DAN II DENGAN BAGIAN IV

BAGIAN BAGIAN
I & II IV

*BAB 2 (DAGING) *BAB 16


BAB 3 (IKAN)

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
DIPROSES
66 LEBIH
LANJUT
Klasifikasi Barang

*BAB 4 (SUSU)
BAB 10 (GANDUM- GANDUMAN) *BAB 19
BAB 11 (PRODUK-GILINGAN)

*BAB 7 (SAYURAN)
BAB 8 (BUAH-BUAHAN) *BAB 20
BAB 11 (PRODUK GILINGAN,
KENTANG)

Bagian V
Mencakup produk mineral, baik sumber mineral anorganik seperti tanah, batuan
pada Bab 25 atau bijih logam pada Bab 26, dan sumber bahan organik pada Bab
27 seperti batu bara, dan minyak bumi.
Kecuali kalau susunannya mensyaratkan lain, maka Bab 25 meliputi produk
tambang, seperti garam, belerang dan batuan lainnya hanya dalam keadaan
mentah (crude), telah dicuci, hancur, hasil tumbuk, hasil gilingan atau saringan.
Hasil pertambangan yang telah diolah secara lain, misalnya dimurnikan sebagai
bahan kimia anorganik masuk Bab 28, sedangkan apabila merupakan hasil
bentukan atau pahatan masuk Bab 68 dan kalau bahan tersebut merupakan hasil
pembakaran maka masuk Bab 69. Batu-batuan setengah permata atau batu
permata digolongkan pada Bab 71.
Bagian VI
Mencakup produk-produk kimia, baik yang berbentuk asal (primary form) maupun
produk-produk industri kimia seperti produk farmasi, pupuk, sabun, kosmetik, cat,
bahan peledak, dan lain-lain.
Bagian VII
Mencakup plastik dan produk dari plastik (bab 39) dan karet dan produk dari karet
(bab 40). Komoditi plastik, karet buatan serta barang dari plastik dan karet buatan
banyak diimpor Indonesia. Sesuai dengan kemajuan teknologi, maka produk
barang-barang tersebut semakin bervariasi dan bertambah jenisnya. Karena

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
67
Klasifikasi Barang
kemajuan teknologi pembuatan barang, maka pengenalan dan proses
pengidentifikasi barang tersebut semakin sulit, khususnya dalam rangka klasifikasi
barang.
Bagian VII
Mencakup plastik/barang dari plastik serta karet/barang dari karet. Bagian ini terdiri
dari 2 bab, yaitu bab 39 (Plastik dan Barang Dari Plastik) dan bab 40 (Karet dan
Barang Dari Karet).
Struktur dalam Bab 39 secara garis besar adalah :

BAB 39 BAB 40
PLASTIK DAN BARANG DARI PLASTIK KARET DAN BARANG DARI
KARET

SUB-BAB 1
3901-3911 : POLIMER BUATAN 4001-4002 : BAHAN KARET
3912-3913 : POLIMER ALAMI 4003 : KARET PUGARAN
3914 : PENUKAR ION 4004 : SISA, REJA
4005 : COUMPOND
SUB-BAB II
3915 : SISA, REJA.... 4006 :TIDAK DIVULKANISASI
3916-3921 : BARANG SETENGAH JADI 4007-40016 : BARANG SETENGAH JADI
3922-3924 : BARANG JADI 4017 : KARET KERAS

Bagian VIII
Mencakup produk-produk tertentu yang berasal dari binatang seperti jangat dan
kulit (bab 41), barang dari kulit atau usus binatang (bab 42), kulit berbulu, termasuk
kulit berbulu imitasi (bab 43). Perlu dicatat bahwa pos 42.01 dan 42.02 juga
mencakup produk-produk tertentu terbuat bukan dari kulit.

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
68
Klasifikasi Barang
Bagian IX
Mencakup produk yang berasal dari tumbuhan, seperti kayu dan barang dari kayu
(bab 44), gabus dan barang dari gabus (bab 45), dan barang kerajinan tangan (bab
46). Namun, beberapa produk seperti furniture diklasifikasikan di bab lain (bab
94).
Bagian X
Juga masih mencakup produk yang berasal dari tumbuhan, yaitu pulp (bab 47),
kertas, kertas karton dan barang terbuat daripadanya (bab 48), dan produk industri
percetakan (bab 49).
Bagian XI
Mencakup produk tekstil mulai dari sutera (bab 50) sampai dengan pakaian dan
permadani (bab 63). Bahan dasar tekstil adalah serat. Serat bila diproses akan
menjadi benang, kemudian dari benang menjadi kain atau produk tekstil lainnya.
Serat dapat berasal dari tumbuhan, hewani, mineral dan buatan manusia. Serat
dari tumbuhan atau disebut serat nabati, misalnya serat kapas, flaks, rami,
henneps, goni dan sisal. Serat yang berasal dari hewan misalnya bulu domba atau
bulu anak domba, bulu unta, bulu kelinci, bulu kambing Angora (Mohair) dan sutera.
Serat buatan manusia atau man made fiber terbagi dua, yaitu serat sintetik dan
serat artificial (tiruan). Serat buatan adalah serat hasil industri kimia. Untuk
memahami ini lihat Catatan 1 Bab 54. Istilah sintetik digunakan dalam hubungan
bahan polimer seperti poliamida, poliester, poliurethan dan lainnya, sedangkan
serat tiruan digunakan dalam hubungan untuk bahan dari rayon viskosa, asetat
sellulosa, dan semacam itu.
Melalui data nomor benang, bisa dilihat besar atau kecilnya suatu benang. Ada dua
sistem yang dipakai dalam penomoran benang, yaitu :
1. Sistem penomoran benang langsung (Direct Yarn Number)
2. Sistem penomoran benang tidak langsung (Indirect Yarn Number)
Kain yang terbuat dari benang dengan cara tenun, dibuat dengan mesin tenun
melalui cara menyilangkan kelompok benang satu terhadap yang lain. Benang
tersebut biasa disebut sebagai lusi dan pakan, benang pakan kalau dalam mesin
rajut adalah yang bergerak menyilang benang lusi atau sesuai arah lebar kain. Kain
rajut dibuat dengan jalan menjeratkan benang satu dengan yang lain atau pada
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
69
Klasifikasi Barang
benang itu sendiri, contohnya kaos, T shirt dan kain katun (lihat Bab 60 tentang
jenis kain ini).
Bagian XII
Mencakup produk alas kaki (bab 64), tutup kepala (bab 65), payung, tongkat jalan,
dll. (bab 66), juga produk-produk tertentu dari bulu, bunga buatan, dan barang dari
rambut manusia (bab 67).
Bagian XIII
Mencakup produk-produk yang diperoleh dari batu, gips, plaster, semen, dll. (bab
68), keramik (bab 69), dan kaca/barang dari kaca (bab 70).
Bagian XIV
Mencakup hanya bab 71 yaitu mencakup mutiara dan batu mulia, logam mulia,
perhiasan, dan uang logam.
Bagian XV
Mencakup logam tidak mulia dan barang terbuat daripadanya. Namun demikian
bagian ini tidak mencakup barang dari logam dasar yang termasuk dalam bab-bab
di belakangnya (seperti mesin dan kendaraan).
Bagian XVI
Mencakup mesin, peralatan mekanik, dan peralatan listrik. Bagian ini mempunyai
pos dan sub-pos yang sangat besar dibandingkan dengan bagian lainnya.
Bagian XVII
Mencakup kendaraan, pesawat terbang, dan alat transportasi lainnya (kereta api,
kapal laut, pesawat ruang angkasa, dll.).
Bagian XVIII
Mencakup perlatan optik, fotografi, sinematografi, ukuran, kontrol, medis, atau
bedah (bab 90), jam (bab 91), dan perlatan musik (bab 92).
Bagian XIX
Hanya terdiri dari bab 93 yang mencakup senjata dan amunisi.
Bagian XX
Mencakup furniture, lampu, perlengkapan penerangan, papan nama iluminasi, dan
bangunan prefabrikasi (bab 94), mainan, peralatan permainan, dan peralatan
olahraga (bab 95), dan bermacam-macam barang hasil pabrik (bab 96).

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
70
Klasifikasi Barang
Bagian XXI
Hanya terdiri dari bab 97 yang mencakup hasil karya seni, barang kegemaran
kaum pengumpul, dan barang antik.

2) Hubungan Antar Bab

Apabila kita mempelajari Bab demi Bab Harmonized System, akan kita dapati
bahwa terdapat keterkaitan antara bab tertentu dengan bab atau beberapa bab
lainnya. Hal ini dapat difahami mengingat antara bab satu dengan bab lainnya
kadang-kadang mencakup barang yang mengandung bahan yang sama atau
merupakan proses lebih lanjut dari barang dalam bab sebelumnya.
Selain itu, judul bab dalam HS sebagian besar bersifat umum. Perlu diingat
bahwa judul bab bukan merupakan uraian yang bersifat mengikat secara hukum.
Dengan demikian dapat dimengerti apabila suatu barang yang sepintas termasuk
dalam suatu bab ternyata diklasifikasikan pada bab lain.
Sebagai contoh, di bawah ini disajikan gambaran keterkaitan antar bab
dalam HS:
• Bab 1 mencakup antara lain binatang hidup. Namun kuda hidup yang digunakan
dalam sirkus tidak klasifikasikan pada bab 1, melainkan pada bab 95 (pos
95.08).
• Daging pada Bab 2 hanya terhadap pengolahan terbatas seperti : segar,
dingin, diasap dan dipanggang. Produk yang dikemas dalam kedap udara dan
mengalami pengolahan lebih jauh selain pengolahan dari Bab 2 maka
diklasifikasikan pada bab 16.
• Bab 6 meliputi semua tanaman hidup yang umumnya dimaksud untuk dijual oleh
tukang bibit atau yang bergerak dibidang hortikultura yang serasi untuk
ditanam atau dijadikan pajangan. Pada Bab 6 tidak termasuk benih, buah atau
buah berbonggol dan umbi-umbian tertentu. Sayuran atau buah yang diawetkan
dengan cuka atau dengan cara lain misalnya masuk Bab 20.
• Kembang gula (sugar confectionery) diklasifikasikan pada bab 17. Tetapi
apabila kembang gula tersebut mengandung kokoa, maka harus

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
71
Klasifikasi Barang
diklasifikasikan olahan makanan mengandung kokoa pada bab 18 (pos 18.06).
• Bahan kimia etilena diklasifikasikan pada Bab 29 (bahan kimia organik).
Namun apabila etilene terpolimerisasi menjadi polietilena dengan jumlah unit
monomer (n) 5 atau lebih, maka harus diklasifikasikan pada Bab 39 (plastik).

Barang dari plastik diklasifikasikan pada Bab 39. Bila sudah berbentuk barang
yang khusus dibuat untuk keperluan tertentu, barang tersebut diklasifikasikan di
bab-bab lain. Sebagai contoh, frame kacamata dari plastik (bab 90), kotak jam
dari plastik (bab 91), furniture dari plastik (bab 94), dan sebagainya.

• Mesin dan peralatan mekanis diklasifikasikan pada bab 84 sedangkan mesin


dan peralatan listrik diklasifikasikan pada bab 85. Namun demikian, beberapa
mesin dan peralatan tertentu tetap diklasifikasikan pada bab 84 meskipun
elektrik, seperti mesin dengan motor listrik, mesin pada pos 84.03 (electric
central heating boiler) dan pos 84.19 (wood dryer), dan beberapa mesin
lainnya.
Contoh-contoh di atas adalah sebagian kecil contoh keterkaitan antar bab
dalam HS. Adalah tidak mungkin untuk menggambarkan dengan rinci keterkaitan
antas bab dalam diktat ini. Untuk mengetahui keterkaitan antara bab satu dengan
bab lainnya, kita dapat melihat di catatan bab maupun catatan bagian. Untuk itu
membaca catatan bab maupun catatan bagian merupakan kewajiban sebelum kita
mengklasifikasikan suatu barang pada pos tertentu.

3) Bab Pada BTBMI

BAGIAN I
BINATANG HIDUP;
PRODUK HEWANI

DTSD BABdan Cukai


DTSD Kepabeanan
72
Klasifikasi Barang

1. Binatang hidup
2. Daging & sisanya yang dapat dimakan
3. Ikan dan udang-udangan, binatang lunak dan binatang air lainnya
yang tidak bertulang belakang
4. Produk pabrik susu; telur unggas; madu alam; produk hewani yang
dapat dimakan, tidak dirinci atau termasuk dalam pos lain.
5. Produk hewani, tidak dirinci atau termasuk dalam pos lainnya

BAGIAN II
PRODUK NABATI

BAB

6. Pohon hidup dan tanaman lainnya; umbi akar dan yang semacam itu; bunga potong dan
daun untuk hiasan
7. Sayuran, akar dan bonggol tertentu yang dapat dimakan
8. Buah & buah berbatok yang dapat dimakan; kulit dari buah jeruk dan melon
9. Kopi, teh, mate dan rempah-rempah
10. Gandum-ganduman
11. Produk industri penggilingan ; malti ; pati; inulin ; gluten gandum.
12. Biji mengandung minyak dan buah mengandung minyak ; bermacam-macam butir, biji
dan buah; tanaman industri atau obat ; jerami dan makanan ternak.
13. Lak, getah, damar dan air, ekstrak nabati lainnya
14
DTSD
DTS D Kepabeanan
. Bahan dan
nabati untuk Cukai
anyam-anyaman; produk nabati tidak dirinci atau termasuk
73lainnya
pos
Klasifikasi Barang

BAGIAN III
MINYAK DAN LEMAK HEWANI ATAU NABATI DAN
PRODUK DISOSIASINYA; LEMAK OLAHAN YANG
DAPAT DIMAKAN;
MALAM HEWANI ATAU NABATI

BAB

15. (Judul Bab sama dengan Bagian)

BAGIAN IV
BAHAN MAKANAN OLAHAN; MINUMAN, MINUMAN KERAS
DAN CUKA, TEMBAKAU DAN TEMBA KAU PENGGANTI BUATAN

BAB

16. Olahan dari daging, dari ikan atau dari udang-udangan, binatang lunak atau
dari binatang air yang tidak bertulang belakang
17. Gula dan kembang gula
18. Kakao & olahan kakao
19. Olahan dari gandum-ganduman, tepung, pati atau susu; produk industri
kue.
20. Olahan dari sayuran, buah, kacang atau bagian lain dari tanaman.
21.
DTSD
DTS D Kepabeanan dan Cukai
Bermacam-macam olahan yang dapat dimakan
74
22. Minuman, minuman keras dan cuka
23. Ampas, dan sisa dari industri makanan; olahan makanan hewan
24. Tembakau dan tembakau pengganti buatan.
Klasifikasi Barang

BAGIAN V
PRODUK MINERAL

BAB

25. Garam; belerang; tanah dan batu; bahan plester; kapur dan semen.
26. Bijih logam, terak dan abu
27. Bahan bakar mineral, minyak mineral dan produk sulingannya;
bahan mengandung bitumen; malam mineral

BAGIAN VI
PRODUK INDUSTRI KIMIA DAN INDUSTRI YANG ADA
HUBUNGANNYA DENGAN INDUSTRI KIMIA

BAB

28. Bahan kimia anorganik; senyawa organik atau organik dari logam
mulia, dari logam tanah langka, dari unsur radio aktif dan dari isotop
29. Bahan kimia organik
30. Produk farmasi
31. Pupuk
DTSD32.
DTSD Ekstrak bahan
Kepabeanan samak atau bahan celup; bahan samak dan
dan Cukai
75 turunannya; bahan celup, pigmen dan bahan pewarna lainnya; cat dan
vernis; dempul dan damar lainnya; tinta
33. Minyak atsiri dan resinoida; wangi-wangian, kosmetika atau preparat
pewangi
34. Sabun bahan organik penggiat permukaan, preparat pencuci, preparat
Klasifikasi Barang

BAGIAN VII
PLASTIK DAN BARANG DARI PLASTIK; KARET DAN
BARANG DARI KARET

BAB

39. Plastik dan Barang dari plastik


40. Kulit dan Barang dari Kulit

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
76
Klasifikasi Barang

BAGIAN VIII
JANGAT DAN KULIT MENTAH, KULIT SAMAK, KULIT BERBULU
DAN BARANGNYA; PELANA TERMASUK PERLENGKAPANNYA DAN
PAKAINAN KUDA; BARANG UNTUK BERPERGIAN, TAS TANGAN
DAN TEMPAT SIMPAN SEMACAMNYA; BARANG DARI USUS
(LAIN DARI USUS ULAT SUTERA)

BAB

41. Jangat dan kulit mentah (lain dari kulit berbulu) dan kulit samak
42. Barang dari kulit samak; pelana termasuk perlengkapan dan pakaian
kuda; barang untuk bepergian, tas tangan dan wadah yang semacam itu; barang
dari usus hewan (lain dari pada usus ulat sutera)
43. Kulit berbulu dan kulit berbulu tiruan

BAGIAN IX
KAYU DAN BARANG DARI KAYU; ARANG KAYU; GABUS
DAN BARANG DARI GABUS; BARANG DARI JERAMI, RUMPUT
ESPARTO ATAU DARI BAHAN ANYAMAN LAINNYA; KERANJANG
DAN BARANG ANYAMAN

BAB

44. Kayu dan barang dari kayu; arang kayu


DTSD45.
DTSD Gabus dan
Kepabeanan barang
dan Cukaidari gabus
77 46. Barang dari jerami, dari rumput esparto atau dari bahan anyaman
lainnya; keranjang dan barang anyaman
Klasifikasi Barang

BAGIAN X
PULP DARI KAYU ATAU DARI BAHAN SELLULOSA BERSERAT LAINNYA; KERTAS ATAU
KERTAS KARTON (BEKAS DAN SISA) YANG DIPEROLEH KEMBALI; KERTAS DAN
KERTAS KARTON DAN BARANGNYA

BAB

47. Pulp dari kayu atau dari bahan sellulosa berserat lainnya, kertas atau
kertas karton (bekas dan sisa) yang diperoleh
48. Kertas dan kertas karton; barang dari pulp kertas, dari kertas atau kertas
karton
49. Barang cetakan, surat kabar, gambar dan produk lainnya dari industri
percetakan; naskah tulisan tangan, naskah ketikan dan rencana

BAGIAN XI
TEKSTIL DAN BARANG TEKSTIL

BAB

50. Sutera 56. Gumpalan, kain kempa dan bukan


tenunan; benang khsusu; benang pintal,
DTSD
51. Wool, bulu hewan halus
DTSD Kepabeanan dan Cukai tali tambang dan kabel dan barang-
atau kasar; benang bulu kuda
78 barangnya
dan kain tenunan
57. Permadani dan tekstil penutup lantai
52. Kapas lainnya
53. Serat tekstil dari nabati 58. Kain tenunan khusus; kain tekstil
lainnya ; benang kertas dan berjumbai; renda; permadani; hiasan;
Klasifikasi Barang

61. Barang dan perlengkapan pakaian, rajutan atau kaitan


62. Barang dan perlengkapan pakaian, tidak dirajut atau dikait
63. Barang tekstil sudah jadi lainnya, setelan; pakaian bekas dan
barang tekstil bekas; gombal

BAGIAN XII
ALAS KAKI, TUTUP KEPALA, PAYUNG, PAYUNG PANAS, TONGKAT JALAN,
TONGKAT DUDUK, CAMBUK, PECUT DAN BAGIANNYA; BULU UNGGAS; OLAHAN
DAN BARANGNYA; BUNGA TIRUAN; BARANG DARI RAMBUT MANUSIA

BAB

64. Alas kaki, pelindung kaki dan yang semacam itu ; bagian dari barang
semacam
DTSD
DTSD65.
Kepabeanan dan Cukai
Tutup kepala dan bagiannya
79
66. Payung, payung panas, tongkat jalan, tongkat duduk, cambuk, pecut dan
bagiannya
67. Bulu unggas dan bulu unggas olahan serta barang terbuat dari bulu
unggas atau bullu unggas tiruan; bunga tiruan; barang dari rambut manusia
Klasifikasi Barang

BAGIAN XIII
BARANG DARI BATU, GIPS, SEMEN, ASBES, MIKA ATAU DARI BAHAN
SEMACAM ITU; PRODUK KERAMIK; KACA DAN BARANG DARI KACA

BAB

68. Barang dari batu, gips, semen, asbes, mika atau


bahan semacam itu
69. Produk keramik
70. Kaca dan barang dari kaca

BAGIAN XIV
MUTIARA ALAM DAN MUTIARA BUDIDAYA, BATU PERMATA
ATAU SEMI PERMATA, LOGAM MULIA, LOGAM MULIA
KERAJANG DAN BARANGNYA; PERHIASAN IMITASI; MATA
UANG LOGAM

BAB
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
80
Klasifikasi Barang

71. (Judul Bab sama dengan Bagian)

BAGIAN XV
LOGAM TIDAK MULIA DAN
BARANG DARI LOGAM TIDAK MULIA

BAB

72. Besi dan baja 78. Timah hitam dan barang terbuat
73. Barang dari besi dan baja dari timah hitam
74. Tembaga dan barang terbuat dari 79. Seng dan barang terbuat dari seng
tembaga 80. Timah dan barang terbuat dari
75. Nikel dan barang terbuat dari timah
nikel 81. Logam tidak mulia lainnya;
76. Aluminium dan barang terbuat sermet; barangnya
dari aluminium

82. Perkakas, peralatan, barang 83. Bermacam-macam barang dari


tajam,sendok dan garpu, dari logam logam tidak mulia
tidak mulia;bagian bagiannya dari
logam tidak mulia

BAGIAN XVI
MESIN DAN PESAWAT MEKANIK; PERLENGKAPAN LISTRIK; BAGIANNYA
PESAWAT PEREKAM DAN PESAWAT REPRODUKSI SUARA, PESAWAT
PEREKAM ATAU REPRODUKSI SUARA DAN GAMBAR UNTUK TELEVISI, DAN
BAGIAN SERTA PERLENGKAPAN DARI BARANG YANG SEMACAM ITU

DTSD BAB
DTSD Kepabeanan dan Cukai
81
Klasifikasi Barang

84. Reaktor nuklir, ketel uap, mesin dan pesawat mekanik; bagiannya
85. Mesin dan alat listrik serta bagiannya; pesawat perekam dan
pesawat reproduksi suara, pesawat perekam dan reproduksi gambar dan
suara untuk televisi, dan bagian serta perlengkapan dari barang yang
semacam itu

BAGIAN XVII
KENDARAAN, PESAWAT TERBANG, KENDARAAN AIR
DAN PERLENG KAPAN PENGANGKUTAN YANG BERKAITAN

BAB

86. Lokomotif kereta api atau trem, kendaran yang bergerak diatas rel dan
bagiannya; alat pemasang dan perlengkapan rel kereta api atau trem dan
bagiannya; perlengkapan isyarat lalu lintas mekanik dari segala jenis (termasuk
elektronik)
87. Kendaraan selain yang begerak diatas rel kereta api atau trem, dan bagian
serta perlengkapannya
88. Kapal udara, pesawat ruang angkasa, serta bagiannya
89.

BAGIAN XVIII
ALAT DAN APARAT OPTIK, POTOGRAFI, SINEMATOGRAFI, UKUR, PENELITI,
PRESISI, KEDOKTERAN DAN BEDAH; LONCENG DAN ARLOJI; INSTRUMEN
MUSIK; BAGIAN DAN PERLENGKAPANNYA

DTSD
BAB
DTSD Kepabeanan dan Cukai
82
Klasifikasi Barang

90. Alat dan aparat optik, fotografi, sinematografi, ukur, peneliti, presisi,
kedokteran dan bedah; bagian dan perlengkapannya
91. Lonceng dan arloji dan bagiannya
92. Instrumen musik ; bagian dan perlengkapan dari barang seperti itu

BAGIAN XIX
SENJATA DAN
AMUNISI; BAGIAN
DAN
KELENGKAPANNYA

BAB

93. (Judul Bab sama dengan Bagian)

BAGIAN XX
BERMACAM-MACAM BARANG
HASIL PABRIK
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
83
BAB
Klasifikasi Barang

94. Perabot rumah; kasur tempat tidur, kasur, lapik kasur, bantal dan
kelengkapannya; lampu dan perlengkapan penerangan, tidak dirinci atau
termasuk dalam pos manapun; isyarat iluminasi, papan nama iluminasi
dan semacam itu; bangunan prefabrikasi
95. Mainan, keperluan permainan dan keperluan olah raga; bagian dan
kelengkapannya
96. Bermacam-macam barang hasil pabrik lain

BAGIANXXI
HASIL KARYA SENI,
BARANG
KEGEMARAN
KAUM PENGUMPUL
DAN BARANG ANTIK

BAB

97. (Judul Bab sama dengan Bagian)

C. Catatan Penting Pada BTBMI

Disamping KUM HS, catatan-catatan dalam HS merupakan bagian integral yang

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
84
Klasifikasi Barang
harus diperhatikan benar-benar. Catatan-catatan tersebut mempunyai kekuatan
hukum sama seperti uraian pos atau sub-pos. HS mempunyai Catatan Bagian,
Catatan Bab, dan Catatan Sub-pos. Catatan-catatan penting tersebut adalah :
1) Bagian II
Bab 7 Catatan 2

2.- Dalam pos 07.09, 07.10, 07.11 dan 07.12 kata "sayuran" meliputi
jamur, cendawan tanah, buah zaitun, kaper, labu sumsum, labu kuning,
terong, jagung manis (Zea mays var. saccharata), buah dari genus
Capsicum atau dari genus Pimenta, adas pedas, parsley, chervil,
tarragon, cress dan marjoram manis (Majorana hortensis atau
Origanum majorana) yang dapat dimakan.

2) Bagian II
Bab 16 Catatan 2

2.- Olahan makanan digolongkan dalam Bab ini asalkan mengandung sosis,
daging, sisa daging, darah, ikan atau krustasea, moluska atau
invertebrata air lainnya, atau berbagai kombinasinya, lebih dari 20%
menurut beratnya. Dalam hal apabila olahan mengandung dua atau lebih
produk yang disebut di atas, diklasifikasikan dalam pos pada Bab 16
yang sesuai dengan komponen atau komponen-komponen yang
mendominasi menurut beratnya. Ketentuan ini tidak berlaku untuk produk
diisi dari pos 19.02 atau olahan dari pos 21.03 atau 21.04.

3) Bagian IV
Bab 19 Cacatan 1

1.- Bab ini tidak meliputi :


(a) Kecuali dalam hal produk diisi dari pos 19.02, olahan makanan mengandung
sosis, daging, sisa daging, darah, ikan atau krustasea, moluska atau
invertebrata air lainnya, atau berbagai kombinasinya, lebih dari 20%
menurut beratnya (Bab 16);
(b) Biskuit atau barang lain yang dibuat dari tepung atau dari pati, diolah
secara khusus untuk makanan hewan (pos 23.09); atau
(c) Obat-obatan dan produk lain dari Bab 30.

4) Bagian IV

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
85
Klasifikasi Barang
Bab 20 catatan subpos 2

2.- Untuk keperluan subpos 2007.10, istilah "olahan homogen" berarti


olahan buah, dihomogenisasi secara halus, disiapkan untuk penjualan
eceran sebagai makanan bayi atau untuk keperluan diet, dalam
kemasan dengan berat bersih tidak melebihi 250 g. Untuk penerapan
definisi ini tidak memperhitungkan sejumlah kecil berbagai bahan yang
ditambahkan pada olahan tersebut sebagai penyedap, pengawet atau
keperluan lain. Olahan ini dapat mengandung sejumlah kecil buah yang
dapat dilihat. Subpos 2007.10 harus dipertimbangkan lebih dahulu
daripada subpos lain dari pos 20.07.

5) Bagian VI
Bagian VI catatan 3

3.- Barang yang disiapkan dalam set yang terdiri dari dua atau lebih
unsur yang terpisah, beberapa atau seluruhnya yang digolongkan
dalam Bagian ini dan dimaksudkan untuk dicampur bersama untuk
memperoleh produk dari Bagian VI atau VII, harus diklasifikasikan
dalam pos yang sesuai dengan produk tersebut, asalkan unsur
tersebut :

(a) berdasarkan penyiapannya jelas dapat dikenal untuk digunakan


bersamasama tanpa dibungkus ulang sebelumnya;

(b) diajukan bersama; dan

(c) pada saat diajukan, dapat dikenali sebagai unsur yang saling
melengkapi satu sama lain, baik berdasarkan sifat atau
perbandingan relatifnya.

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
86
Klasifikasi Barang

6) Bagian VII
Bab 39 catatan 4

4.- Istilah "kopolimer" meliputi semua polimer yang unit monomer


tunggalnya tidak ada yang beratnya 95% atau lebih menurut berat
total kandungan polimer tersebut.

Untuk keperluan Bab ini, kecuali apabila konteksnya menentukan


lain, kopolimer (termasuk kopolikondensasi, produk kopoliadisi,
block copolymer dan graft copolymer) dan campuran polimer harus
diklasifikasikan dalam pos yang mencakup polimer dari unit
komonomer tersebut yang beratnya mendominasi berat unit
komonomer tunggal lainnya. Untuk keperluan Catatan ini, bagian
unit komonomer dari polimer yang termasuk dalam pos yang sama
harus digolongkan bersama.

Dalam hal tidak terdapat unit komonomer tunggal yang


mendominasi, maka kopolimer atau campuran polimer harus
diklasifikasikan dalam pos terakhir berdasarkan urutan penomoran
di antara pos yang mempunyai pertimbangan yang setara.

7) Bagian VII
Bab 40 catatan 4 (a)

4.- Dalam Catatan 1 Bab ini dan dalam pos 40.02, istilah "karet sintetik"
berlaku untuk :

(a) Zat sintetik tidak jenuh yang dapat diubah dengan tidak kembali
ke sifat semula melalui vulkanisasi menggunakan belerang
menjadi zat non termoplastik, yang pada suhu antara 18 C dan
29 C tidak akan putus bila di rentang hingga tiga kali panjang
aslinya, dan setelah direntang hingga dua kali panjang aslinya
selama lima menit, panjangnya akan kembali menjadi tidak lebih
dari satu setengah kali panjang aslinya. Untuk keperluan
pengujian ini, dapat ditambahkan zat yang diperlukan untuk
ikatan silang, seperti pengaktif dan akselerator vulkanisasi;
keberadaan zat yang dimaksud oleh Catatan 5 (b) (ii) dan (iii)
juga diperkenankan. Namun demikian, keberadaan berbagai zat
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
yang tidak diperlukan untuk ikatan silang, seperti perentang,
87 peliat dan pengisi, tidak diperkenankan;
Klasifikasi Barang

8) Bagian XI
Bagian XI catatan 2 (A-B)

2.- (A) Barang yang dapat diklasifikasikan dalam Bab 50 sampai dengan 55 atau
dalam pos 58.09 atau 59.02 dan dari campuran dua bahan tekstil atau
lebih harus diklasifikasikan seolah-olah seluruhnya terdiri dari satu
bahan tekstil yang beratnya mendominasi berat setiap bahan tekstil
lainnya.
Apabila tidak satupun bahan tekstil yang mendominasi menurut
beratnya, barang tersebut harus diklasifikasikan seolah-olah
seluruhnya terdiri dari satu bahan tekstil yang termasuk dalam pos
terakhir berdasarkan urutan penomoran di antara pos-pos dengan
pertimbangan yang setara.
(B) Untuk keperluan ketentuan di atas :
(a) Benang lilit dari bulu kuda (pos 51.10) dan benang berlogam (pos
56.05) harus diperlakukan sebagai bahan tekstil tunggal yang
beratnya dianggap seperti berat keseluruhan komponennya;
untuk pengklasifikasian kain tenunan, benang berlogam harus
dianggap sebagai bahan tekstil;
(b) Pilihan pos yang sesuai harus dilakukan, pertama, dengan
menentukan Babnya, dan kemudian pos yang tepat dalam Bab
tersebut, tanpa memperhatikan berbagai bahan yang tidak
diklasifikasikan dalam Bab tersebut;
(c) Apabila Bab 54 dan 55 berkaitan dengan berbagai Bab lainnya,
maka Bab 54 dan 55 harus diperlakukan sebagai Bab tunggal;
(d) Apabila Bab atau pos merujuk pada barang dari bahan tekstil yang
berbeda , maka bahan tersebut harus diperlakukan sebagai bahan

9) Bagian XV
Bagian XV catatan 2

2. Dalam Nomenklatur ini, istilah "bagian untuk pemakaian umum" berarti:


(a) Barang dari pos 73.07, 73.12, 73.15, 73.17 atau 73.18 dan barang
semacam itu dari logam tidak mulia lainnya;
(b) Pegas dan lembaran untuk pegas, dari logam tidak mulia, selain
pegas jam atau arloji (pos 91.14); dan
DTSD
DTSD(c)Kepabeanan
Barang daridan
posCukai
83.01, 83.02, 83.08, 83.10 dan bingkai serta cermin
88 dari logam tidak mulia, dari pos 83.06.
Dalam Bab 73 sampai dengan 76 dan Bab 78 sampai dengan 82 (tetapi
tidak dalam pos 73.15) referensi untuk bagian barang tidak meliputi
referensi untuk bagian pemakaian umum sebagaimana dirinci di atas.
Klasifikasi Barang

10) Bagian XVI


Bagaian XVI catatan 3, 4 dan 5

3.- Kecuali apabila konteksnya menentukan lain, mesin gabungan yang


terdiri dari dua atau lebih mesin yang dipasang bersama untuk
membentuk satu kesatuan dan mesin lainnya yang dirancang untuk
keperluan melakukan dua fungsi atau lebih yang saling melengkapi
atau fungsi alternatif, harus diklasifikasikan seolah-olah terdiri
hanya dari komponen tersebut atau sebagai mesin tersebut yang
melakukan fungsi utama.

4.- Apabila mesin (termasuk kombinasi mesin) terdiri dari komponen


tersendiri (terpisah atau saling dihubungkan dengan pipa, dengan
peralatan penggerak, dengan kabel listrik atau dengan peralatan
lainnya) yang dimaksudkan untuk digunakan bersama untuk
melakukan fungsi tertentu secara jelas, yang termasuk dalam salah
satu pos dalam Bab 84 atau 85, seluruhnya harus diklasifikasikan
dalam pos yang sesuai dengan fungsi tersebut.

5.- Untuk keperluan Catatan ini, istilah " mesin " berarti berbagai mesin,
permesinan, instalasi, perlengkapan, aparatus atau peralatan yang
disebut dalam pos pada Bab 84 atau 85.

11) Bagian XVI


Bab 84 catatan 5

5.- (A) Untuk keperluan pos 84.71, istilah "mesin pengolah data otomatis"
berarti mesin yang dapat :
(i) Menyimpan program atau programprogram pengolahan dan
sekurang-kurangnya data yang diperlukan segera untuk
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
pelaksanaan program tersebut;
89 (ii) Diprogram secara bebas menurut kebutuhan pemakai;
(iii) Mengerjakan perhitungan aritmatika yang ditentukan oleh
pemakai; dan,
(iv) Tanpa intervensi manusia, melaksanakan program pengolahan
yang memerlukan modifikasi pelaksanaannya, dengan keputusan
Klasifikasi Barang

12) Bagian XVI


Bab 84 catatan 7

7.- Untuk keperluan klasifikasi, mesin yang digunakan untuk lebih dari satu
kegunaan, harus diperlakukan seolah-olah kegunaan utamanya adalah
kegunaan satu-satunya.

Berdasarkan Catatan 2 pada Bab ini dan Catatan 3 pada Bagian XVI,
suatu mesin yang kegunaan utamanya tidak diuraikan dalam pos
manapun atau yang tidak ada satupun kegunaannya merupakan
kegunaan utama, kecuali apabila konteksnya menentukan lain, harus
diklasifikasikan dalam pos 84.79. Pos 84.79 juga meliputi mesin untuk
membuat tali atau kabel (misalnya, mesin penjalin, mesin pemilin atau
mesin pembuat kabel) dari kawat logam, benang tekstil atau berbagai
bahan lainnya atau dari kombinasi bahan bahan tersebut.

13) Bagian XVI


Bab 85 catatan 5

5.- Untuk keperluan pos 85.34 "sirkit tercetak" adalah sirkit yang
diperoleh dengan pembentukan di atas dasar pengisolasi, melalui
berbagai proses pencetakan (misalnya, pencetakan timbul,
penyepuhan, pengetsaan) atau melalui teknik "sirkit film" berupa
elemen konduktor, kontak atau komponen tercetak lainnya (misalnya,
induktansi, resistor, kapasitor), tersendiri atau saling berhubungan
menurut pola yang ditetapkan sebelumnya, selain elemen yang dapat
memproduksi, menyearahkan, memodulasi atau memperkuat sinyal
DTSD elektris (misalnya,
DTSD Kepabeanan elemen semi konduktor).
dan Cukai
90 Istilah " sirkit tercetak " tidak meliputi sirkit yang dikombinasi
dengan elemen selain yang diperoleh selama proses pencetakan, juga
tidak meliputi resistor, kapasitor, atau induktansi khusus. Namun
demikian, sirkit tercetak dapat dilengkapi dengan elemen
penghubung tidak dicetak. Sirkit film tipis atau tebal yang terdiri dari
elemen pasif dan aktif yang diperoleh selama proses teknologis yang
Klasifikasi Barang

14) Bagaian XVII


Bagian XVII catatan 2 dan 3

2.- Istilah "bagian" serta "bagian dan aksesori" tidak berlaku untuk
barang berikut, dapat diidentifikasi sebagai barang dari Bagian ini
maupun tidak :
(a) Sambungan, cincin pipih atau sejenisnya dari berbagai bahan
(diklasifikasikan menurut bahan utamanya atau dalam pos
84.84) atau barang lainnya dari karet divulkanisasi selain karet
keras (pos 40.16);
(b) Bagian untuk pemakaian umum, sebagaimana dirinci dalam
Catatan 2 Bagian XV, dari logam tidak mulia (Bagian XV), atau
barang semacam itu dari plastik (Bab 39);
(c) Barang dari Bab 82 (perkakas);
(d) Barang dari pos 83.06;
(e) Mesin atau aparatus dari pos 84.01 sampai dengan 84.79,
atau bagiannya; barang dari pos 84.81 atau 84.82 atau barang
dari pos 84.83, asalkan barang tersebut merupakan bagian
integral dari mesin atau motor;
(f) Mesin atau perlengkapan elektris (Bab 85);
(g) Barang dari Bab 90;
(h) Barang dari Bab 91;
(ij) Senjata (Bab 93);
(k) Lampu atau alat kelengkapan penerangan dari pos 94.05; atau
(l) Sikat dari jenis yang digunakan sebagai bagian dari kendaraan
(pos 96.03).

DTSD
DTSD3.-Kepabeanan dan Cukai
Referensi untuk "bagian" atau "aksesori" dalam Bab 86 sampai
91 dengan 88 tidak berlaku untuk bagian atau aksesori yang tidak
cocok untuk digunakan sematamata atau terutama dengan barang
dari Bab-bab tersebut. Bagian atau aksesori yang memenuhi
uraian dalam dua pos atau lebih dari pos pada Bab-bab tersebut,
harus diklasifikasikan menurut pos yang sesuai dengan
Klasifikasi Barang

15) Bagian XVIII


Bab 90 catatan 7

7.- Pos 90.32 berlaku hanya untuk :


(a) Instrumen dan aparatus untuk mengontrol arus, tinggi
permukaan, tekanan atau variabel lainnya dari cairan atau gas
secara otomatis, atau untuk mengontrol suhu secara otomatis,
yang penggunaannya tergantung maupun tidak pada fenomena
elektris yang berubah-ubah menurut faktor yang harus dikontrol
secara otomatis, yang dirancang untuk memberi faktor tersebut
untuk, dan mempertahankannya pada nilai yang dikehendaki,
distabilkan terhadap gangguan, dengan pengukuran nilai aktual
secara konstan atau periodik; dan
(b) Regulator besaran listrik otomatis dan instrumen atau aparatus
untuk mengontrol besaran bukan listrik secara otomatis, yang
pengoperasiannya tergantung pada fenomena listrik yang
berubah-ubah menurut faktor yang dikontrol, yang dirancang
untuk memberi faktor ini untuk, dan mempertahankannya pada
nilai yang dikehendaki, distabilkan terhadap gangguan, dengan
pengukuran nilai aktual secara konstan atau periodik.

16) Bagian XXI

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
92
Klasifikasi Barang
Bab 97 catatan 5

5.- Bingkai yang terpasang pada lukisan, gambar, gambar pastel, kolase atau
plakat hiasan semacam itu, ukiran, barang cetakan atau litograf harus
diklasifikasikan dengan barang tersebut, asalkan dari jenis dan nilai yang
wajar untuk barang tersebut. Merujuk pada Catatan ini, bingkai yang
bukan merupakan jenis atau nilai yang wajar untuk barang tersebut, harus
diklasifikasikan terpisah.

3.2. Latihan 3

1. Sebutkan contoh catatan definitif pada Bab 39 ?


2. Sebutkan contoh catatan ekslusif pada Bab 71 ?
3. Sebutkan catatan ilustratif pada pada Bagian ?
4. Sebutkan pos saja untuk barang mentega dan margarin ?
5. Daging sapi yang diolah sederhana masuk pos berapa ? Bagaimana bila
telah dikukus masuk Bab berapa ?
6. Sebutkan posnya saja batu pualam yang masih bongkahan dan yang telah
jadi ubin ?
7. Sebutkan 3 contoh barang termasuk bagian untuk pemakaian umum ?
8. Bagaimana syarat komputer menurut Harmonized system pada Bab 84 ?
9. Bagaimana pengklasifikasian motor untuk mobil mainan ?
10. Saringan udara untuk mesin diklasifikasikan pada pos berapa ?
11. Apakah bingkai dan gambar yang sama mahal harganya diklasifikasikan dalam
satu pos tarif ?

3.3. Rangkuman
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
93
Klasifikasi Barang

1. Catatan merupakan pintu gerbang dalam memasuk bagian dan bab dalam
BTBMI. Secara garis besarnya pintu gerbang tersebut akan mengatur
tentang suatu barang yang boleh dimasukan, dikeluarkan, atau dikeluarkan
sebagian serta penjelasan lainyya. Hal ini diperlukan agar jangan sampai
salah dalam menempatkan pengelompokan barang sesuai Harmonized
system. Secara singkat jenis catatan tersebut meliputi, catatan definitive,
eksklusive, illustratif, dan penjelasan.
2. BTBMI terdiri dari 21 Bagian, Bab 1 sampai dengan 77 dan bab 78 sampai
dengan bab 98. Urutan pengelompokan barang umumnya didasarkan atas
bahan dasar, proses setengah jadi dan barang jadi. Pengelompokan
barang ini berawal dari binatang, hewani, nabati mineral dan selanjutnya
kepada bahan kimia dan produknya. Terakhir dengan mesin, kendaraan,
barang presisi, barang untuk kemanan dan barang kelontong. Pemahaman
pengelompokan barang akan mempermudah dan mempercepat dalam
mengklasifikasi.Sebaiknya seorang klasifikator yang bak akan memahami
pengelompokan jenis barang dalam BTBMI
3. Salah satu syarat menjadi seorang klasifikator yang baik adalah harus
dapat memahami catatan penting. Catatan merupakan salah satu syarat
penting dalam mengklasifikasi barang. Bahkan dalam KUM HS nomor satu
dinyatakan bahwa hal yang mengikat dalam mengklasifikasi barang adalah
catatan, baik catatan bagian, bab maupun subpos. Berbagai jenis barang
akan dijelaskan dengan catatan dalam bagian, bab maupun subpos yang
bersifat mengikat.

3.4. Test Formatif 3

A. Lingkarilah huruf B apabila pernyataan ini Saudara anggap benar dan


huruf S apabila pernyataan Saudara anggap salah.

1. ( B - S ) Judul Bagian, Bab dan Sub-bab pada Buku tarif Bea Masuk

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
94
Klasifikasi Barang
Indonesia hanya dimaksudkan untuk memudahkan
penyebutan saja. Tidak mengikat secara hukum dalam
mengklasifikasi
2. ( B - S ) Pernyataan 2b pada KUM HS adalah Barang tidak lengkap
atau tidak rampung dianggap sebagai barang lengkap atau
rampung, asalkan pada saat diimpor sudah mempunyai sifat
utama sebagai barang lengkap atau rampung
3. ( B - S) Pernyataan 3a pada KUM HS adalah Pos yang memuat
uraian yang paling terinci harus lebih diutamakan daripada
pos yang memuat uraian yang lebih umum sifatnya
4. ( B - S ) Pernyataan 5b pada KUM HS adalah Peti kamera, peti
instrumen dan tempat simpan yang semacam, dengan bentuk
atau kelengkapan khusus untuk menyimpan barang tertentu
atau seperangkat barang tertentu, cocok untuk pemakaian
jangka panjang dan diimpor lengkap dengan isinya, harus
diklasifikasikan dengan barang tersebut jika biasa dijual
dengan barang itu
5. ( B - S ) Sebelum mengklasifikasi barang, sebaiknya kita identifikasi
dulu barang yang akan kita klasifikasi. Dengan mengetahui
spesifikasi barang maka akan lebih mendekati keakuratan
dalam mengklasifikasi barang

B. Pilihlah jawaban yang Saudara anggap benar dengan cara melingkari


huruf yang terdapat di depan jawaban tersebut

1. Dalam membuat Nota Penelitian Klasifikasi Barang maka diperlukan kerangka


yang singkat atau memerlukan uraian yang cukup panjang tergantung pada
permasalahan yang dihadapi. Namun demikian nota tersebut setidak-tidaknya
memuat tentang :
a. nama barang dan uraian jenis barang
b. alasan atau catatan yang digunakan
c. Uraian klasifikasi mulai 2 digit sampai dengan 9 digit
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
95
Klasifikasi Barang
d. pernyataan a, b dan c benar
2. Suatu kemasan mengandung mie, bumbu, saos dan bawang, diklasifikasikan
sebagai mie pada bab 19, berdasarkan KUM HS nomor :
a. 2b
b. 3a
c. 3b
d. 5a
3. Larutan dengan kandungan asam cuka (acetic acid) lebih dari 10 %
dikeluarkan dari bab 22 berdasarkan catatan :
a. definitif
b. esklusif
c. ilustrasi
d. pengertian
4. Walalupun etil alkohol merupakan bahan kimia organik, namun diklasifikasikan
pada bab 22 dikarenakan KUM HS nomor :
a. 1
b. 2a
c. 2b
d. 3a
5. Tabung gas LPG yang berisi gas LPG tidak dapat diklasifikasikan menjadi stu
pos tarif karena ketentuan menurut KUM HS nomor :
a. 3b
b. 3c
c. 5a
d. 5b

C. Jawablah pertanyaan soal dibawah ini dengan ringkas

1. Mengapa olahan makanan yang terbuat dari daging sapi yang dikukus tidak
diklasifikasikan pada bab 2
2. Mengapa sabun mandi mengandung obat pembasmi kuman walaupun
mengandung obat tidak diklasifikasikan pada bab 30 sebagai produk farmasi.
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
96
Klasifikasi Barang
3. Mengapa tutup kepala (topi) pengaman untuk pengendara sepeda motor yang
terbuat dari bahan plastik tidak diklasifikasikan pada bab 39 ?
4. Automatic voltage regulator yang digunakan sebagai stabilizer otomatis untuk
komputer harus diklasifikasikan pada pos 85.04 atau 90.32 . Sebutkan
alasannya
5. Benang tenun terbuat dari campuran 70 % kapas (cotton) dan 30 % nilon,
merupakan benang tunggal, dari serat disisir dengan nomor benang 150
decitex, tidak dikelantang dan tidak dimerserisasi.Ketentuan dan catatan apa
yang digunakan dalam mengklasifikasi barang tersebut

3.5. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT

Bandingkanlah hasil jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif yang ada
di belakang modul ini. Hitunglah jumlah jawaban Anda yang benar atau sejauh
mana Anda menguasai mata pelajaran tersebut. Kemudian gunakan rumus di
bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap terhadap materi
kegiatan belajar

Rumus Tingkat Penguasaan


Jumlah Jawaban Anda yang benar dibagi 15 kemudian dikali 100 % = ............
Arti tingkat penguasaan :
* 90 % - 100 % = Baik sekali

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
97
Klasifikasi Barang
* 80 % - 89 % = Baik
* 70 % - 79 % = Cukup
* 69 % = Kurang

Kalau Anda mencapai tingkat penguasaan 80% keatas Anda dapat meneruskan
kepada modul atau bagian pelajaran lain. Hasilnya Baik ! akan tetapi, bila tingkat
penguasaan Anda masih dibawah 80 %, Anda harus mengulangi membaca Modul
kembali, terutama bagian yang belum Anda kuasai

PENUTUP

Setelah Saudara selesai mempelajari Modul ini (membaca serta


mengerjakan latihan soal, maupun tes formatif yang tersedia) diharapkan Saudara
telah memahami bagaimana cara bahan / barang kimia anorganik – organic
maupun produk yang terbuat daripadanya; mengidentifikasi Plastik dan Barang dari
Plastik; Karet dan Barang dari Karet; dan Jangat, Kulit dan Barang dari Kulit;
mengidentifikasi Serat, Benang dan Kain; Penomoran Benang; dan Identifikasi
Serat; mengidentifikasi Barang dari Batu, Produk Keramik dan Barang dari Kaca;

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
98
Klasifikasi Barang
Mutiara, Intan dan Logam Mulia; dan Logam Mulia dan mengidentifikasi mesin –
mesin serta barang – barang dari elektronika
Dengan kemampuan Saudara mengidentifikasi barang-barang tersebut
diharapkan Saudara nantinya dapat mengklasifikasikannya kedalam Buku Tarif
Bea Masuk Indonesia.
Modul ini merupakan dasar dari pengetahuan dan identifikasi barang yang
minimal harus Saudara ketahui. Untuk hal yang lebih “complicated” Saudara harus
mencari tambahan pengetahuan sendiri melalui informasi di media masa, baik buku
pengetahuan, koran, majalah serta media internet.

TES SUMATIF
Pilihlah jawaban yang Saudara anggap benar dengan cara melingkari
huruf yang terdapat di depan jawaban tersebut a, b, c, atau d )

1. Untuk penetapan tarif bea masuk, barang dikelompokkan berdasarkan sistem


klasifikasi barang. Bunyi kalimat diatas sesuai dengan bunyi UU no. 10 tahun
1995 tentang Kepabeanan pada :
a. pasal 16

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
99
Klasifikasi Barang
b. pasal 115
c. pasal 14
d. pasal 116
2. The Harmonized Commodity Description and Coding System (HS) mulai
berlaku secara internasional sejak :
a. tanggal 1 Januari 1989
b. tanggal 1 Agustus 1988
c. tanggal 31 Januari 1988
d. tanggal 11 Januari 1989
3. Untuk mengklasifikasi barang, dikenal prosedur umum untuk mengklasifikasi
barang. Prosedur tersebut secara umum ialah .........
a. mengidentifikasi barang dengan mempelajari jenis dan spesifikasinya
b. merumuskan identitas atau deskripsi barang tersebut
c. melihat Buku Tarif Bea Masuk Indonesia dan menentukan
klasifikasinya
d. pernyataan a, b dan c benar
4. Dalam pengamatan sementara untuk mengklasifikasi barang, maka sebutkan
pernyataan dibawah ini yang tidak benar
a. Jenis suatu jenis barang dimungkinkan tidak ada dalam HS
b. Dapat terkait dengan beberapa bab
c. Mengklasifikasi barang seluruhnya harus tepat secara eksak
d. Barang tidak dapat diklasifikasikan, karena uraian jenis barangnya
tidak ada dalam BTBMI
5. Pencantuman besarnya Bea Masuk pada Buku tarif Bea Masuk Indonesia :
a. hanyalah sementara (mengikuti surat Keputusan Menteri Keuangan
RI)
b. harus mengacu kepada perkembangan terakhir besarnya penetapan
Bea Masuk
c. selalu berubah
d. pernyataan a, b dan c benar
6. Dalam membuat Nota Penelitian Klasifikasi Barang maka diperlukan kerangka
yang singkat atau memerlukan uraian yang cukup panjang tergantung pada
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
100
Klasifikasi Barang
permasalahan yang dihadapi. Namun demikian nota tersebut setidak-tidaknya
memuat tentang :
a. nama barang dan uraian jenis barang
b. alasan atau catatan yang digunakan
c. Uraian klasifikasi mulai 2 digit sampai dengan 9 digit
d. pernyataan a, b dan c benar
7. Suatu kemasan mengandung mie, bumbu, saos dan bawang, diklasifikasikan
sebagai mie pada bab 19, berdasarkan KUM HS nomor :
a. 2b
b. 3a
c. 3b
d. 5a
8. Larutan dengan kandungan asam cuka (acetic acid) lebih dari 10 %
dikeluarkan dari bab 22 berdasarkan catatan :
a. Definitif
b. esklusif
c. ilustrasi
d. pengertian
9. Walalupun etil alkohol merupakan bahan kimia organik, namun diklasifikasikan
pada bab 22 dikarenakan KUM HS nomor :
a. 1
b. 2a
c. 2b
d. 3a
10. Tabung gas LPG yang berisi gas LPG tidak dapat diklasifikasikan menjadi stu
pos tarif karena ketentuan menurut KUM HS nomor :
a. 3b
b. 3c
c. 5a
d. 5b
11. Dalam membuat Nota Penelitian Klasifikasi Barang maka diperlukan kerangka
yang singkat atau memerlukan uraian yang cukup panjang tergantung pada
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
101
Klasifikasi Barang
permasalahan yang dihadapi. Namun demikian nota tersebut setidak-tidaknya
memuat tentang :
a. nama barang dan uraian jenis barang
b. alasan atau catatan yang digunakan
c. Uraian klasifikasi mulai 2 digit sampai dengan 9 digit
d. pernyataan a, b dan c benar
12. Suatu kemasan mengandung mie, bumbu, saos dan bawang, diklasifikasikan
sebagai mie pada bab 19, berdasarkan KUM HS nomor :
a. 2b
b. 3a
c. 3b
d. 5a
13. Larutan dengan kandungan asam cuka (acetic acid) lebih dari 10 %
dikeluarkan dari bab 22 berdasarkan catatan :
a. definitif
b. esklusif
c. ilustrasi
d. pengertian
14. Walalupun etil alkohol merupakan bahan kimia organik, namun diklasifikasikan
pada bab 22 dikarenakan KUM HS nomor :
a. 1
b. 2a
c. 2b
d. 3a
15. Tabung gas LPG yang berisi gas LPG tidak dapat diklasifikasikan menjadi stu
pos tarif karena ketentuan menurut KUM HS nomor :
a. 3b
b. 3c
c. 5a
d. 5b

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
102
Klasifikasi Barang

KUNCI JAWABAN
I. KUNCI JAWABAN TEST FORMATIF 1, 2, 3

1. TEST FORMATIF 1

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
103
Klasifikasi Barang

A. Kelompok Pernyataan Benar (B) atau Salah (S)


1 B.
2. S
3. B.
4. B
5. S

B. Kelompok Pilihan Ganda


1. a
2. b
3. d
4. c
5. d

C. Kelompok Essay

Nomor 1
a) Sistem Brussel Edisi 1975 (BTN 1975). Penetapan tarif ini
merupakan penyempurnaan dari penetapan tarif sebelumnya dan
mulai diberlakukan pada tanggal 1 Juli 1975 sampai dengan 30
september 1980.
b) Sistem Customs Cooperation Council (CCCN). Pada dasarnya
sistem pentarifan ini sama dengan sistem sebelumnya, hanya pada
sistem CCCN ini terdapat penyempurnaan sistem penomoran pada
sub-pos dari dua digit menjadi tiga digit atau semula 6 digit menjadi 7
digit. Sistem CCCN ini mulai diberlakukan pada tanggal 1 Oktober
1980 sampai dengan 31 Maret 1985.
c) Sistem CCCN Edisi 1985 (CCCN 1985). Sistem ini merupakan
penyempurnaan dari sistem CCCN sebelumnya dan mulai
diberlakukan pada tanggal 1 April 1987 sampai dengan 31 desember

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
104
Klasifikasi Barang
1988.

Nomor 2
Pada akhir tahun 1986, kelompok studi tersebut berhasil menyusun suatu
nomenklatur (daftar klasifikasi barang berdasarkan kelompok-kelompok)
yang dinamakan Harmonized Commodity Description and Coding
System atau lebih dikenal dengan sebutan Harmonized System (HS).
Untuk memberikan kekuatan hukum yang pasti, nomenklatur disahkan
dalam Konvensi HS

Nomor 3
a) HS adalah pedoman klasifikasi yang sistematik untuk seluruh barang
yang diperdagangkan secara internasional.
b) HS adalah pedoman klasifikasi yang sistematik untuk seluruh barang
yang diperdagangkan secara internasional.
c) HS menggunakan dasar yang seragam untuk keperluan pentarifan
secara internasional.
d) Menggunakan “bahasa pabean” sehingga dapat dengan mudah
dimengerti oleh importir, eksportir, produsen, pengangkut, dan aparat
bea dan cukai.
e) Sederhana dan memberikan kepastian dalam hal aplikasi dan
interpretasi yang benar dan sama untuk keperluan negosiasi.
f) Merupakan kumpulan data yang seragam secara internasional
sehingga dapat digunakan untuk mendukung analisis dan statistik
perdagangan internasional.

Nomor 4
a) Memberikan keseragaman dalam daftar penggolongan barang yang
dibuat secara sistematis, untuk penetapan Tarif Pabean secara
mendunia.
b) Memudahkan pengumpulan, pembuatan dan analisis Statistik
perdagangan dunia, dan ;
DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
105
Klasifikasi Barang
c) Memberikan Sistem Internasional yang resmi untuk pemberian
Kode, Pen jelasan dan penggolongan barang untuk tujuan
perdagangan seperti tarif pengangkutan, keperluan pengangkutan,
dokumentasi dan sebagainya.
d) Memperbaharui sistem klasifikasi barang sebelumnya, untuk
memberikan perhatian kepada perkembangan teknologi dan
masyarakat industri serta pola perdagangan Internasional.

Nomor 5
Buku tarif Bea Masuk Indonesia hanyalah suatu referensi praktis agar
dapat secara optimal digunakan di lapangan. Ketentuan hukum yang legal
adalah sesuai Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang perubahan
Tarif Bea Masuk Indonesia
(lihat Kata Pengantar pada BBTBMI)

2. TEST FORMATIF 2

A. Kelompok Pernyataan Benar (B) atau Salah (S)


1. B
2. S
3. B
4. S
5. B

B. Kelompok Pilihan Ganda


1. d
2. c
3. b
4. a
5. d

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
106
Klasifikasi Barang
C. Kelompok Essay

Diberitahukan hanya 6 digitnya (sub posnya)


1. Daging sapi hasil olahan sesuai bab 2 (pengolahan sementara/terbatas)
diklasifikasikan pada bab 2. Bentuk pengolahan bukan sederhana, seperti
dipanggang, dikukus dan pengolahan selain pada bab 2 diklasifikasikan
pada bab 16. Lihat catatan 1 bab 16. Perhatikan pos tarif 1602.50.000.
2. Lihat catatan 1(e) Bab 30
3. Lihat catatan 1(n) Bab 39
4. Lihat catatan 2(A) Bagian XI
5. Lihat catatan 6(b) Bab 90
Perhatikan sub-pos 5206.24.

3. TES FORMATIF 3

A. Kelompok Pernyataan Benar (B) atau Salah (S)


1. B
2. S
3. B
4. S
5. B

B. Kelompok Pilihan Ganda


1. d
2. c
3. b
4. a
5. d

C. Kelompok Essay

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
107
Klasifikasi Barang
Diberitahukan hanya 6 digitnya (sub posnya)
1. Daging sapi hasil olahan sesuai bab 2 (pengolahan sementara/terbatas)
diklasifikasikan pada bab 2. Bentuk pengolahan bukan sederhana,
seperti di panggang, dikukus dan pengolahan selain pada bab 2
diklasifikasikan pada bab 16. Lihat catatan 1 bab 16. Perhatikan pos
tarif 1602.50.000
2. Lihat catatan 1(e) Bab 30
3. Lihat catatan 1(n) Bab 39
4. Lihat catatan 2(A) Bagian XI
5. Lihat catatan 6(b) Bab 90
Perhatikan sub-pos 5206.24.

II. KUNCI JAWABAN TES SUMATIF

1. a
2. b
3. d
4. c
2. d
3. d
4. c
5. b
6. a
7. d
8. d
9. c
10. b
11. a
12. d

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
108
Klasifikasi Barang

DAFTAR PUSTAKA

Harmonized System, Wordl Customs Organization, 2007 version


Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (2007) Departemen Keuangan RI, Jakarta
Explanatory Notes, World Customs Organization, 2007
Pengantar Klasifikasi Barang. (1995) Pusdiklat Bea dan Cukai. Jakarta
Classification Disputes Settled by The Harmonized System Committee. World
Organization (1994)

***

DTSD
DTSD Kepabeanan dan Cukai
109

You might also like