You are on page 1of 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Evaluasi

2.1.1 Pengertian Evaluasi

Menurut kamus besar Indonesia, evaluasi adalah suatu penilaian dimana

penilaian itu ditujukan pada orang yang lebih tinggi atau yang lebih tahu kepada

orang yang lebih rendah, baik itu dari jabatan strukturnya atau orang yang lebih

rendah keahliannya. Evaluasi adalah suatu proses penelitian positif dan negatif atau

juga gabungan dari keduanya (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978: 45).

Pada umumnya evaluasi adalah suatu pemeriksaan terhadap pelaksanaan

suatu program yang telah dilakukan dan yang akan digunakan untuk meramalkan,

memperhitungkan, dan mengendalikan pelaksanaan program ke depannya agar jauh

lebih baik. Evaluasi lebih bersifat melihat ke depan dari pada melihat kesalahan-

kesalahan dimasa lalu, dan ditujukan pada upaya peningkatan kesempatan demi

keberhasilan program. Dengan demikian misi dari evaluasi itu adalah perbaikan atau

penyempurnaan di masa mendatang atas suatu program.

Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan sumber nilai secara objektif

dari pencapaian hasil-hasil yang direncanakan sebelumnya, dimana hasil evaluasi

tersebut dimaksudkan menjadi umpan balik untuk perencanaan yang akan dilakukan

di depan (Yusuf, 2000: 3). Dalam hal ini Yunus menitikberatkan kajian evaluasi dari

segi manajemen, dimana evaluasi itu merupakan salah satu fungsi atau unsur

manajemen, yang misinya adalah untuk perbaikan fungsi atau sosial manajemen

lainnya, yaitu perencanaan.

23

Universitas Sumatera Utara


Selain itu menurut Jones evaluasi adalah suatu aktivitas yang dirancang untuk

menimbang manfaat program dalam spesifikasi 24riteria, teknik pengukuran, metode

analisis dan bentuk rekomendasi (Jones, 1994 : 357). Selanjutnya Weiss (dalam

Jones, 1994: 355) mengemukakan bahwa evaluasi adalah kata 24riteri yang meliputi

segala macam pertimbangan, penggunaan kata tersebut dalam arti umum adalah

suatu istilah untuk menimbang manfaat. Seseorang meneliti atau mengamati suatu

fenomena berdasarkan ukuran yang eksplisit dan 24riteria. Evaluasi dilakukan untuk

dapat mengetahui dengan pasti pencapaian hasil, kemajuan dan kendala yang

dijumpai dalam pelaksanaan rencana strategi yang dapat dinilai dan dipelajari untuk

menjadi acuan perbaikan di masa mendatang.

Dalam kajiannya tentang pelayanan sosial, Boyle (dalam Suharto, 2005:120).

Sosial utama dari evaluasi adalah diarahkan kepada keluaran (output), hasil

(outcomes), dan dampak (impacts) dari pelaksanaan rencana stategis. Oleh karena

itu, dalam pelaksanaan yang transparan dan akuntabel dan harus disertai dengan

penyusunan sosial kinerja pelaksanaan rencana yang sekurang-kurangnya meliputi:

1. Sosial masukan

2. Sosial keluaran

3. Sosial hasil

Lebih jauh lagi, evaluasi berusaha mengidentifikasikan mengenai apa yang

sebenarnya yang terjadi pada pelaksanaan atau penerapan program. Dengan demikian

evaluasi bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasikan tingkat pencapaian tujuan

2. Mengukur dampak langsung yang terjadi pada kelompok sasaran

3. Mengetahui dan menganalisa konsekuensi-konsekuensi lain yang

mungkin terjadi diluar sosial.

24

Universitas Sumatera Utara


Dalam konteks ini dapat diartikan, sebagai proses penilaian terhadap

pentingnya suatu pelayanan sosial. Penilaian ini dibuat dengan cara membandingkan

berbagai bukti yang berkaitan dengan program yang telah sesuai dengan 25riteria

yang ditetapkan dan bagaimana seharusnya program tersebut harus dibuat dan

diimplementasikan.

2.1.2 Jenis-jenis Evaluasi

Jika dilihat dari pentahapannya, secara umum evaluasi dapat dibagi menjadi

tiga jenis, yaitu:

1. Evaluasi tahap perencanaan

Yaitu evaluasi yang digunakan dalam tahap perencanaan untuk mencoba

memilih dan menentukan skala prioritas terhadap berbagai alternatif dan

kemungkinan terhadap cara pencapaian tujuan yang ditetapkan

sebelumnya.

2. Evaluasi pada tahap pelaksanaan

Pada tahap ini evaluasi adalah suatu kegiatan yang melakukan analisa

untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan dibanding dengan

rencana. Terdapat perbedaan antara konsep menurut penelitian ini dengan

monitoring. Evaluasi bertujuan terutama untuk mengetahui apakah yang

ingin dicapai sudah tepat dan bahwa program tersebut direncanakan untuk

dapat mencapai tujuan tersebut. Sedangkan monitoring bertujuan melihat

pelaksanaan proyek sudah sesuai dengan rencana dan bahwa rencana

tersebut sudah tepat untuk mencapai tujuan, sedangkan evaluasi melihat

sejauh mana proyek masih tetap dapat mencapai tujuan, apakah tujuan

25

Universitas Sumatera Utara


tersebut sudah berubah dan apakah pencapaian program tersebut akan

memecahkan masalah yang akan dipecahkan.

3. Evaluasi pada tahap pasca pelaksanaan

Dalam hal ini konsep pada tahap pelaksanaan, yang membedakannya

terletak pada objek yang dinilai dengan yang dianalisa, dimana tingkat

kemajuan pelaksanaan dibanding rencana tetapi hasil pelaksanaan

dibanding dengan rencana yakni apakah dampak yang dihasilkan oleh

pelaksanaan kegiatan tersebut sesuai dengan tujuan yang akan atau ingin

dicapai (Suharto, 2006: 12).

2.1.3 Fungsi Evaluasi

Evaluasi memiliki tiga fungsi utama dalam analisis kebijakan, yaitu:

1. Evaluasi memberi informasi yang salah dan dapat dipercaya mengenai

kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan

yang telah dapat dicapai melalui tindakan publik. Dalam hal ini evaluasi

mengungkapkan seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu dan target tertentu

telah dicapai.

2. Evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-

nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan

mendefenisikan dan mengoperasikan tujuan dan target.

3. Evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis

kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi.

Informasi tentang tidak memadai kinerja kebijakan yang dapat memberi

sumbangan pada perumusan ulang masalah kebijakan (Wahab, 2002: 51).

26

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan fungsi-fungsi evaluasi yang telah dikemukakan di atas, maka

dapatlah kita simpulkan tentang nilai evaluasi merupakan suatu proses yang

dilakukan oleh seseorang untuk melihat sejauh mana keberhasilan sebuah program.

Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai

oleh program tersebut.

Beberapa istilah yang serupa dengan evaluasi dan intinya masih berhubungan

erat atau masih mencakup evaluasi itu sendiri yaitu:

1. Measurement, pengukuran yang diartikan sebagai suatu proses kegiatan untuk

menentukan luas atau kuantitas untuk mendapatkan informasi atau data berupa

skor mengenai prestasi yang telah dicapai pada periode tertentu dengan

menggunakan berbagai teknik dan alat ukur yang relevan.

2. Test, secara harfiah diartikan suatu alat ukur berupa sederetan pertanyaan atau

latihan yang digunakan untuk mengukur kemampuan, tingkah laku, potensi-

potensi sebagai hasil pembelajaran.

3. Assessment, Suatu proses pengumpulan data atau pengolahan data tersebut

menjadi suatu bentuk yang dapat dijelaskan (Dunn, dalam Suharto 2008:8).

2.1.4 Proses Evaluasi

Suatu proses dalam program harus dimulai dari suatu perencanaan. Oleh

karena itu proses pelaksanaan suatu evaluasi harus didasarkan atas rencana evaluasi

program tersebut. Namun demikian, dalam sebuah praktek tidak jarang ditemukan

suatu evaluasi terhadap suatu program justru memunculkan ketidakjelasan fungsi

evaluasi, institusi, personal yang sebaiknya melakukan evaluasi dan biaya untuk

evaluasi.

27

Universitas Sumatera Utara


Dalam melakukan proses evaluasi ada beberapa etika birokrasi yang perlu

diperhatikan oleh pihak-pihak yang erat hubungannya dengan tugas-tugas evaluasi,

antara lain:

1. Suatu tugas atau tanggung jawab, maka pemberi tugas atau yang

menerima tugas harus jelas

2. Pengertian dan konotasi yang sering tersirat dalam evaluasi adalah

mencari kesalahan harus dihindari.

3. Pengertian evaluasi adalah untuk membandingkan rencana dalam

pelaksanaan dengan melakukan pengukuran-pengukuran kuantitatif totalis

program secara teknik, maka dari itu hendaknya ukuran-ukuran kualitas

dan kuantitas tentang apa yang dimaksud dengan berhasil telah

dicantumkan sebelumnya dalam rencana program secara eksplisit.

4. Tim yang melakukan evaluasi adalah pemberi saran atau nasehat kepada

manajemen, sedangkan pendayagunaan saran atau nasehat serta pembuat

keputusan atas dasar saran atau nasehat tersebut berada di tangan

manajemen program.

5. Dalam pengambilan keputusan yang telah dilakukan atas data-data atau

penemuan teknis perlu dikonsultasikan secermat mungkin karena

menyangkut banyak hal tentang masa depan proyek dalam kaitan dengan

program.

6. Hendaknya hubungan dengan proses harus didasari oleh suasana

konstruktif dan objektif serta menghindari analisa-analisa subjektif.

Dengan demikian evaluasi dapat ditetapkan sebagai salah satu program

yang sangat penting dalam siklus manejemen program.

28

Universitas Sumatera Utara


2.2 Program

2.2.1 Pengertian Program

Program adalah cara yang dipisahkan untuk mencapai tujuan. Dengan adanya

program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk

dioperasionalkan. Hal ini mudah dipahami, karena program itu sendiri menjadi

pedoman dalam rangka pelaksanaan program tersebut.

Program merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan

pelaksanaan karena dalam program tersebut telah dimuat berbagai aspek, yang antara

lain adalah:

1. Adanya tujuan yang ingin dicapai

2. Adanya kebijakan-kebijakan yang harus diambil dalam pencapaian tujuan

itu

3. Adanya aturan-aturan yang dipegang dengan prosedur yang harus dilalui

4. Adanya perkiraan anggaran yang perlu atau dibutuhkan

5. Adanya strategi dalam pelaksanaan

Unsur keduanya yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan program adalah

adanya kelompok orang yang menguji sasaran program sehingga kelompok orang

tersebut merasa ikut dilibatkan dan membawa hasil program yang dijalankan dan

adanya perubahan dan peningkatan dalam kehidupannya. Bila tidak memberikan

manfaat pada kelompok orang maka boleh dikatakan program tersebut telah gagal

dilaksanakan.

29

Universitas Sumatera Utara


2.2.2 Pelaksanaan Program

Untuk dapat memahami pengertian dari pelaksanaan, Wahab (1991:51),

merumuskan pengertian pelaksanaan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh

individu-individu atau pejabat-pejabat kelompok-kelompok pemerintahan atau

swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan yang telah ditetapkan dalam

kebijakan.

Berhasiltidaknya suatu program dilaksanakan tergantung dari unsur

pelaksananya. Unsur pelaksana itu merupakan unsur ketiga. Pelaksana penting

artinya karena pelaksanaan suatu program, baik itu organisasi ataupun perseorangan

bertanggung jawab dalam pengelola maupun pengawasan dalam pelaksanaan.

2.2. 3 Tolak Ukur Evaluasi Program

Suatu program dapat dievaluasi apabila ada tolak ukur yang bisa dijadikan

penilaian terhadap program yang telah berlangsung, berhasilnya atau tidak

berhasilnya suatu program berdasarkan tujuan yang sudah tentu memiliki tolak ukur

yang nantinya harus dicapai dengan baik oleh sumber daya yang mengelolanya.

Adapun yang menjadi tolak ukur dalam evaluasi suatu program adalah:

1. Apakah hasil suatu proyek sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai

2. Kesediaan sarana untuk mencapai tujuan tersebut

3. Apakah sarana atau kegiatan benar-benar dapat dicapai atau dimanfaatkan

oleh orang-orang yang benar-benar membutuhkan

4. Apakah sarana yang disediakan benar-benar dilakukan untuk tujuan

semula

30

Universitas Sumatera Utara


5. Berapa persen jumlah atau luas sasaran sebenarnya yang dapat dijangkau

oleh program

6. Bagaimana mutu pekerjaan atau sasaran yang dihasilkan oleh program

(kualitas hidup, kualitas barang)

7. Berapa banyak sumber daya dan kegiatan yang dilakukan benar-benar

dimanfaatkan secara maksimal

8. Apakah kegiatan yang dilakukan benar-benar memberikan masukan

terhadap perubahan yang diinginkan.

2.3 Program BLT

2.3.1 Pengenalan Program BLT dan Mekanisme Pelaksanaannya

Program BLT adalah program kompensasi jangka pendek yang dikeluarkan

oleh pemerintah dan mempunyai tujuan yang utamanya adalah untuk membantu

masyarakat yang tergolong miskin, lebih tepatnya membantu rumah tangga yang

tergolong miskin, karena dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak dalam negeri.

BLT adalah program kompensasi jangka pendek dengan maksud, agar tingkat

konsumsi Rumah Tangga Sasaran, yaitu rumah tangga yang tergolong sangat miskin,

miskin dan dekat dengan miskin (near poor), tidak menurun pada saat terjadinya

kenaikan harga bahan bakar minyak dalam negeri. Dengan demikian walaupun

program BLT bukan satu-satunya program yang berkenaan dengan pemecahan

masalah kemiskinan, diharapkan dapat mendorong penanggulangan tingkat

kemiskinan, khususnya saat terjadi kenaikkan harga-harga kebutuhan pokok menuju

keseimbangan yang baru.

Program BLT pertama kali dilaksanakan pada tanggal 10 September 2005,

dimana pembahasan ini dilanjutkan pada taraf pelaksanaan melalui rapat koordinasi

31

Universitas Sumatera Utara


tingkat menteri pada tanggal 16 September 2005, yang memandang bahwa

pelaksanaan BLT sudah siap dilaksanakan, maka berlangsunglah program ini pada

bulan Oktober (http://www.antara.co.id/arc.2008/5/22/trauma-btl-2005-sejumlah-

ketua-rt-mundur-di-bayumas-dan-purbalingga) diakses pada tanggal 03 Oktober

2009 pukul 17.45.

BLT disalurkan tahun 2008 berdasarkan Inpres No. 3 Tahun 2008 tentang

Pelaksanaan BLT untuk Rumah Tangga Sasaran (RTS). Program BLT ini

dilaksanakan melalui beberapa tahap, yaitu:

1. Proses pembagian kartu dan vertifikasi awal rumah tangga sasaran oleh

PT POS, BPS dan aparat desa/kelurahan.

2. Proses vertifikasi menyeluruh

3. Penetapan direktori baru rumah tangga sasaran oleh BPS

4. Proses sosialisasi

5. Proses penyaluran dana

BLT adalah sejumlah uang tunai yang diberikan pemerintah kepada rumah

tangga yang termasuk dalam kategori miskin, BLT dibagikan kepada Rumah Tangga

Sasaran dalam kurun waktu pertiga bulan sebesar Rp 300.000. Adapun tujuan dari

BLT adalah untuk membantu masyarakat miskin agar tetap dapat memenuhi

kebutuhan dasarnya, serta mencegah penurunan taraf hidup atau kesejahteraan

masyarakat miskin akibat kesulitan ekonomi dan juga meningkatkan tanggung jawab

sosial bersama (http://www.antara.co.id/arc.2008/5/22/trauma-btl-2005-sejumlah-

ketua-rt-mundur-di-bayumas-dan-purbalingga). Harapan pemerintah pada

masyarakat penerima BLT adalah dapat dan mampu memanfaatkan dengan sebaik-

baiknya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

32

Universitas Sumatera Utara


Kebijakan pengalihan subsidi Bahan Bakar Minyak ini juga dilanjutkan

dengan kebijakan lain, seperti pemberdayaan melalui Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, sehingga skema perlindungan sosial

bagi masyarakat miskin tetap mendorong keberdayaan masyarakat sesuai dengan

potensi yang dimiliki. Pada tahun 2005-2006 pemerintah melaksanakan skema

Program Kompensasi Penghapusan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM)

meliputi:

1. Bidang pendidikan, untuk menyukseskan program wajib belajar 9 tahun

melalui pemberian Bantuan Oprasional Sekolah (BOS) dan Bantuan

Khusus Murid (KBM)

2. Bidang kesehatan, diarahkan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan

melalui sistem jaminan kesehatan bagi penduduk miskin, yang meliputi

layanan kesehatan dasar, layanan kesehatan rujukan dan pelayanan

penunjang lainnya. Bidang infrastruktur di desa tertinggal (jalan,

jembatan, air bersih, sanitasi, tambatan perahu, irigasi desa sederhana dan

penyediaan listrik bagi daerah yang betul-betul memerlukan).

Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara R.E Nainggolan mengemukakan

sesuai dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia No 3 Tahun 2008 tanggal 14

Mei 2008 tentang Pelaksanaan BLT kepada rumah tangga miskin, maka terdapat

beberapa hal penting yang perlu dipahami dan dipedomani, yaitu :

1. Badan Pusat Statistik Provinsi agar memperhatikan petunjuk Pelaksanaan

Penetapan Rumah Tangga Sasaran Tahun 2008 yang diterbitkan oleh

BPS, agar tetap berkoordinasi dengan aparat pemerintah daerah dalam hal

ini Lurah/Kepal Desa dan Camat.

33

Universitas Sumatera Utara


2. PT Pos Indonesia Cabang Medan agar memperhatikan petunjuk

Pendistribusian Kompensasi Bahan Bakar Minyak Tahun 2008 yang

diterbitkan oleh PT Pos Indonesia, yang dalam pendistribusian ini

diharapkan dapat bekerja sama dengan aparat Desa/Kelurahan dan

melibatkan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat, yaitu Karang Taruna

Siaga Bencana dan tokoh masyarakat.

3. Pemerintah Kota Medan, diharapkan melakukan koordinasi dengan

Musyawarah Pimpinan Daerah Kota Medan dan para Camat serta Lurah

agar mendukung kelancaran pelaksanaan program BLT.

4. Kepada Bapak Kapolda Sumut, diminta untuk menghimbau seluruh

jajarannya melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap sasaran

penerima BLT atau Rumah Tangga Sasaran dan Badan Infokom Provinsi

Sumatra Utara, agar mesosialisasikan program BLT Rumah Tangga

Sasaran kepada seluruh masyarakat Sumatra Utara melalui media massa

dan media elektronika.

5. Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, diharapkan melaksanakan

monitoring dan evaluasi guna mengidentifikasi berbagai hal yang muncul

dalam pelaksanaan BLT sehingga memberi kesempatan kepada

pelaksanaan program untuk melakukan perbaikan yang diperlukan .

6. Guna mengetahui kesiapan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam

Peluncuran Program BLT bagi rumah tangga sasaran, diminta kepada

BPS Sumut, PT Pos Indonesia (Persero) Cabang Medan dan Kepala Dinas

Sosial Provinsi Sumatera Utara memaparkan persiapan pelaksanaan

peluncuran BLT Rumah Tangga Sasaran

34

Universitas Sumatera Utara


(http://wwwbainfokomsumut.go.id/open.php?id=391&db=artikel) diakses

10 oktober 2009, pukul 17.30 Wib).

Kepala Dinas SU mengatakan bahwa jumlah dana yang harus disalurkan

adalah Rp. 26.142.600,- ke 21 Kecamatan dengan Rumah Tangga Sasaran (RTS)

87.142 KK. Penyaluran BLT ini juga akan dilanjutkan setelah 3 bulan tahap I selesai.

Apapun Panduan Operasional Pelaksanaan Bantuan Langsung Tunai Rumah Tangga

Sasaran adalah sebagai berikut :

1. Petunjuk Pelaksanaan Pendapatan RTS tahun 2008 yang diterbitkan oleh

Badan Pusat Statistik (BPS).

2. Petunjuk Pendistribusian Kartu Konpensasi diterbitkan oleh PT Pos

Indonesia.

3. Petunjuk teknis tentang Pelaksanaan Penyaluran BLT Kepada Rumah

Tangga Sasaran dalam rangka kompensasi pengurangan subsidi Bahan

Bakar Minyak yang diterbitkan oleh Departemen sosial.

4. Petunjuk teknis pengendalian BLT di daerah kepada Rumah Tangga

Sasaran yang diterbitkan oleh Departemen Dalam Negeri.

Sedangkan tahapan penyaluran dana BLT kepada Rumah Tangga Sasaran

adalah sebagai berikut :

1. Penyiapan Data Rumah Tangga Sasaran Oleh BPS Pusat

2. Daftar nama dan alamat diolah dan disimpan oleh databesed

3. Nama dan alamat Rumah Tangga Sasaran diberikan ke PT. Pos Indonesia

4. PT. Pos Indonesia tidak diperkenankan melakukan perubahan data

5. PT. Pos Indonesia mencetak Kartu Kompensasi Bahan Bakar Minyak (KKB)

sesuai data

6. KKB ditandatangani oleh Menteri Keuangan RI

35

Universitas Sumatera Utara


7. Departemen sosial menempatkan dana BLT di Rekening Giro Departemen

Sosial di Kantor Cabang BRI dan memerintahkan BRI memindahbukukan

dana BLT ke Rekening Giro Kantor Pos di Kantor Cabang BRI seluruh

Indonesia

8. Kartu yang dicetak didistribusikan langsung kepada Rumah Tangga Sasaran

9. Pemegang kartu mendatangi lokasi kantor bayar/kantor pos yang ditunjuk

sesuai informasi dalam kartu yang ditentukan kantor pos

10. Pembayaran dilakukan atas dasar kepemilikan kartu

11. PT. Pos Indonesia menyampaikan laporan bulanan ke Departemen Sosial

Kepala BPS Bapak Drs Alimuddin Sidabalok MBA, mengemukakan

bahwa Pemerintah saat ini akan berupaya menurunkan jumlah penduduk miskindari

16,7% pada tehun 2004 menjadi 8,2% pada tahun 2009. Strategi utama yang

ditempuh pemerintah adalah dengan cara meningkatkan pendapatan penduduk, dan

menurunkan beban hidup penduduk miskin. Bapak Drs Alimuddin Sidabalok MBA

mengemukakan, bahwa penerimaan BLT dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa

kriteria, yaitu :

1. Secara konseptual, RTS adalah rumah tangga yang memenuhi minimal 9

kriteria dari 14 kriteria miskin yang telah disepakati dan ditetapkan.

2. RTS terdiri dari tiga kelompok, yaitu RTS sangat miskin (memenuhi 13-14

kriteria), RTS miskin (memenuhi 11-12 kriteria), dan RTS mendekati

miskin (memenuhi 9-10 kriteria).

3. Pemenuhan kriteria/variable Rumah Tangga Sasaran pada batas kebutuhan

dasar minimal yang dinyatakan dalam ukuran garis kemiskinan yaitu

sejumlah rupiah yang diperlukan oleh seseorang untuk dapat memenuhi

kebutuhan dasar makanan dan non-makanan

36

Universitas Sumatera Utara


Pengelompokan rumah tangga sasaran berdasarkan pendapatan menurut

beliau dapat dikelompokkan menjadi Rumah Tangga Tidak Miskin Rp. 120.000/

jiwa / bulan (http://www.binfokomsumut.go.id/open.php?=391&db=artikel) diakses

10 oktober 2009, pukul 18.00.

Dalam penanggulangan masalah kemiskinan melalui program BLT, BPS pun

telah menetapkan 14 kriteria keluarga miskin seperti yang telah disosialisasikan oleh

Departemen Komunikasi dan Informasi 2005, rumah tangga yang memiliki cirri

rumah tangga miskin yang berhak adalah rumah tangga yang memiliki cirri-ciri

seperti disajikan pada tabel 2.1 berikut :

37

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1

Kriteria Rumah Tangga Miskin Menurut Badan Pusat Statistik

No Variabel Kriteria Rumah Miskin

1 Luas lantai bangunan tempat Kurang dari 8 meter per orang


tinggal
2 Jenis lantai bangunan tempat Bambu/kayu bekualitas rendah atau kayu
tinggal murahan
3 Jenis dinding tempat tinggal Bambu/rumbiah, kayu berkualitas rendah,
tembok tanpa diplester
4 Fasilitas tempat buang air besar Tidak memiliki WC sendiri atau WC
umum digunakan secara bersama-sama
5 Sumber penerangan rumah tangga Tidak menggunakan listrik
6 Sumber air minum Air sungai, air hujan
7 Bahan bakar untuk memasal Kayu bakar, arang, minyak tanah
sehari-hari
8 Konsumsi daging/susu ayam Satu kali dalam satu minggu
perminggu
9 Pembelian baju baru untuk setiap Satu kali dalam satu tahun
ART dalam setahun
10 Makanan untuk sehari dalam Satu atau dua kali dalam satu hari
setiap ART
11 Kemampuan untuk membayar ke Tidak mampu menanggulangi sendiri
puskesmas/poliklinik biaya berobat ke dokter, klinik atau
puskesmas
12 Sumber penghasilan kepala rumah Petani dengan luas lahan 0,5 ha buruh
tangga tani perkebunan atau pekerja lainnya
dengan pendapatan di bawah Rp
600.000/bulan
13 Pendidikan tertinggi kepala rumah Tidak sekolah, tidak tamat SD, hanya
tangga keluarga tamat SD
14 Kepemilikan aset tabungan Tidak mempunyai tabungan atau barang
yang mudah dijual dengan nilai minimal
Rp 500.000, seperti sepeda motor

38

Universitas Sumatera Utara


2.3.2 Organisasi Pelaksanaan Penyaluran Dana BLT

Pelaksanaan program BLT adalah Departemen Sosial selaku Kuasa

Penggunaan Anggaran dibantu oleh pihak-pihak terkait yang telah ditetapkan dengan

Instruksi Presiden RI Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Program Bantuan

Tunai untuk Rumah Tangga Sasaran. Penyaluran BLT kepada Rumah Tangga

Sasaran merupakan suatu bentuk kerja sama yang didasarkan pada fungsi dan tugas

pokok masing-masing, sehingga lembaga bertanggung jawab terhadap kelancaran

bidang tugas masing-masing. Bentuk kerja sama ini dimaksudkan untuk

mempercepat proses penyaluran dana BLT kepada Rumah Tangga Sasaran atau

kelompok sasaran sehingga pemanfaatannya menjadi lebih optimal.

Untuk meningkatkan sinergi pelayanan yang maksimal, maka masing-masing

lembaga saling berkoordinasi dan dalam program BLT difasilitasi penyediaan Unit

Pelaksanaan Program BLT. Tugas pokok dan tanggung jawab dari masing-masing

instansi dapat dilihat dari Instruksi Presiden RI Nomor 3 Tahun 2006 tentang

pelaksanaan program BLT untuk Rumah Tangga Sasaran yang dapat dijabarkan

sebagai berikut :

1. Departemen Sosial

Departemen sosial memiliki kewajiban untuk menyiapkan dana

berdasarkan daftar nominatif dan menyampaikan Surat Perintah kepada

Pos Indonesia untuk membayar dana BLT untuk Rumah TAngga Sasaran.

Setelah itu kerja sama dengan PT Pos Indonesia (Persero) Tbk untuk

menyalurkan dana tersebut sesuai dengan daftar nominatif penerima BLT

yang disampaikan oleh Pusat Biro Statistik (BPS). Untuk kejelasan

bagaimana proses penyalurannya, Departemen sosial berkewajiban untuk

membuat dan menyusun petunjuk teknis penyaluran BLT bersama dengan

39

Universitas Sumatera Utara


Bappenas, Menko Kesra, Depdagri, BPS, PT. Pos Indonesia (Persero) dan

PT. BRI (Persero) Tbk. Sebagai penanggungjawab kepada pemerintah,

Departeman Sosial berkewajiban membuat laporan pelaksanaan kepada

Presiden RI tentang Pelaksanaan Penyaluran dana BLT kepada Presiden

RI.

2. Kewajiban PT Pos Indonesia (Persero)

Adapun kewajiban dari PT. Pos Indonesia untuk program BLT dalam

rangka kompensasi pengurangan subsidi Bahan Bakar Minyak adalah

penyimpanan rekening giro utama di Bank Cabang Indonesia Veteran.

Berdasarkan anggaran dari Departemen Sosial yang akan disalurkan

kepada rekening Giro. Kantor Pos mencetak dan menyalurkan Kartu

Kompensasi BBM (KKB) ke KRPK (Kantor Pos Pemerintah) seluruh

Indonesia berdasarkan daftar nominatif, selanjutnya KPRK menyalurkan

KKB kepada rumah tangga sasaran bekerjasama dengan aparat desa

setempat, TKSM (tenaga kesejahteraan sosial masyarakat) dan aparat

keamanan dan aparat keamanan bila diperlukan. Dalam hal ini PT. Pos

Indonesia juga harus melaporkan realissasi penyaluran KKB kepada

Departemen Sosial dan selanjutnya menyampaikan rencana penyaluran

Dana BLT.

3. Kewajiban Bank Rakyat Indonesia

Bank Rakyat Indonesia memiliki peran untuk menyiapkan dana BLT. PT

Pos Indonesia dan BRI juga membebaskan dana administrasi pembukaan

rekening dan membedakan atas kewajiban setoran pertama dalam

pembukuan giro di Kantor Cabang BRI Jakarta Veteran dan Kantor

Cabang BRI seluruh Indonesia. Demi kelancaran dalam proses

40

Universitas Sumatera Utara


penyaluran dan segala administrasi BLT, BRI memberikan kemudahan

kepada PT Pos Indonesia untuk untuk memindahbukukan dana dari

rekening Giro Kantor Pos seluruh Indonesia. Sebagai bentuk kewajiban

dan tanggung jawab, BRI juga menyampaikan laporan keuangan mutasi

rekening Giro utama dari Giro kantor Pos melalui layanan tunai

manajemen BRI.

4. Kewajiban Badan Pusat Statistik

Lembaga ini memiliki peranan dan kewajiban untuk menyediakan data

rumah tangga sasaran penerima BLT yang dikategorikan rumah tangga

sangat miskin, dan rumah tangga miskin. Untuk menyediakan data

tersebut dilakukan data terakhir (up dating) di lapangan, verivikasi dan

evaluasi Rumah Tangga Sasaran oleh petugas. BPS juga memiliki

kewajiban untuk membuat laporan pelaksanaan program BLT sesuai

dengan tugas dan kewenangan yang dimiliki.

5. Kewajiban Dinas Sosial/Instansi Pemerintah Provinsi

Pada tataran dinas /Instansi sosial Provinsi untuk proses program BLT

tersebut, berkewajiban mengelola unit pelaksanaan BLT pada tingkat

provinsi dan struktur pelaksanaannya, ketua Pengelola Unit Pelaksana

Program (UUP) BLT adalah kepala dinas sosial, yang bertugas secara

intensif selama pelaksanaan program BLT. Melakukan pembinaan,

supervisor dan pengawasan terhadap pelaksanaan BLT termasuk unit

pelaksanaan program BLT di tingkat kabupaten/kota dan kecamatan. Juga

mengkoordinasikan dinas/instansi sosial kabupaten/kota dalam

pelaksanaan pendampingan terhadap kantor pos pada saat pembagian

BLT dengan melibatkan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat.

41

Universitas Sumatera Utara


6. Kewajiban Dinas/Instansi Kabupaten Kota

Pada tingkat jajaran dinas atau instansi sosial Kabupaten/Kota, pada

proses penyaluran BLT memiliki peran dan kewajiban untuk mengelola

unit pelaksanaan program BLT dan sebagai jabatan yang menduduk i

struktur organisasi pengelola penyaluran BLT, sebagai ketua pengelola

UUP BLT adalah kepala dinas /instansi social, sekretaris dan anggota

ditetapkan pejabat di lingkungan dinas social yang bertugas secara

intensif selama proses pelaksanaan program bantuan langsung tunai.

7. Kewajiban Kecamatan (Camat) :

1. Mengelola UUP BLT pada tingkat kecamatan.

2. Memantau mitra kerja pada tingkat kecamatan/desa/kelurahan yang

akan terlibat secara efektif dalam pendistribusian kartu BLT dan

penyaluran dana BLT serta pengendalian dan pengamanan di

lapangan.

3. Menyelenggarakan pelaksanaan pertemuan koordinasi dengan seluruh

mitra pada tingkat kecamatan.

4. Menginformasikan program BLT kepada RTS dan mendukung

sosialisasi kepada masyarakat umum.

5. Memantau petugas pos pada saat distribusi kartu BLT untuk sampai

pada sasaran yaitu RTS.

6. Melakukan pendampingan dan membantu petugas Pos pada saat

pembagian kartu BLT dan pembayaran BLT dengan melibatkan

tenaga kesejahteraan sosial masyarakat.

42

Universitas Sumatera Utara


7. Memantau penyelesaian masalah oleh desa/kelurahan sesuai dengan

jenis pengaduan dan tingkat kewenangan melalui instansi terkait,

termasuk kepada dinas pada tingkat kecamatan.

8. Membuat laporan pelaksanaan program BLT sesuai dengan tugas dan

kewenangan yang dimiliki secara berjenjang kepada pihak terkait,

termasuk kepada dinas sosial kabupaten/kota.

8. Kewajiban Desa/Kelurahan

9. Memantau petugas pos pada pencairan atau penerimaan BLT dan

pendistribusian kartu kepada Rumah Tangga Sasaran

10. Bersama-sama dengan petugas Pos menentukan pengganti RTS yang

pindah/meninggal (tanpa ahli waris) atau tidak berhak, melalui

rembug desa/kelurahan yang dihadiri kepala desa/kelurahan, RT/RW

tempat tinggal RTS yang diganti, tokoh agama, tokoh masyarakat dan

Karang Taruna.

11. Melakukan pendampingan pada petugas pos pada saat pembagian

kartu BLT dan penyebaran BLT dengan melibatkan tenaga kerja

kesejahteraan sosial masyarakat.

12. Mengupayakan penyelesaian yang terjadi (antara lain pada saat

penetapan RTS, distribusi kartu dan penyaluran BLT) sesuai dengan

jenis dan tingkat kewenangan.

2.4 Kemiskinan

2.4.1 Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan merupakan konsep dan fenomena bermatra multidimensional.

Kemiskinan pada umumnya didefenisikan berdasarkan segi ekonomi, khususnya

43

Universitas Sumatera Utara


pendapatan, berupa uang ditambah dengan keuntungan-keuntungan non-meterial

yang diterima seseorang. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di

bawah nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makan dan non makan, yang

disebut dengan garis kemiskinan (Poverty Line) atau batas kemiskinan (Poverty

Threshold) (BPS dan Depsos 2002, dalam Suharto, 2005).

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa

untuk dipunyai, seperti makanan, pakaian, tempat perlindungan, air minum dan hal-

hal yang berhubungan dengan kualitas hidup. Kemiskinan juga berarti tidak ada

akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah

kemiskinan dan kehormatan yang layak sebagai warga negara, sekaligus juga

memutus akses terhadap pemenuhan hak dasar atas pangan, kesehatan, pendidikan,

kesempatan kerja, perumahan, air bersih, pemanfaatan sumber daya alam dan

lingkungan hidup, perlindungan atas tanah, rasa aman, serta kesempatan masyarakat

untuk berpartisipasi dalam program pembangunan. Selain itu pemenuhan hak dasar

penduduk dimaksud juga erat kaitannya dengan pengembangan wilayah, yaitu untuk

percepatan pembangunan perdesaan, revitalisasi pembangunan perkotaan,

pengembangan kawasan pesisir serta percepatan pembangunan daerah tertinggal.

(http://www.menkokesra.co.id/view/163/118/pukul 20.17 tanggal 15 oktober 2009)

Ada tiga tipe orang miskin berdasarkan pada pendapatan yang diperoleh

setiap orang dalam setiap tahun, yaitu :

1. Miskin

Orang miskin yang berpenghasilan jika diwujudkan dalam bentuk beras

adalah 320 kg/orang/tahun.

2. Sangat miskin

44

Universitas Sumatera Utara


Orang yang dikatakan sangat miskin adalah orang yang berpenghasilan

jika diwujudkan dalam beras adalah 240 kg/orang/tahun.

1. Termiskin

Orang miskin yang berpenghasilan jika diwujudkan dalam bentuk beras

adalah 180 kg/orang/tahun (Sayogyo, dalam Suharto, 2006: 11).

2.4.2 Dimensi Kemiskinan

Kemiskinan memiliki beberapa cirri, yaitu:

1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang,

dan papan).

2. Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan,

pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).

3. Ketiadaan jaminan masa depan (karena tiada inventasi untuk pendidikan dan

keluarga).

4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal.

5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan keterbatasan sumber daya

alam.

6. Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat.

7. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang

berkesinambungan.

8. Ketidak mampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.

9. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar, wanita

korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal,

dan terpencil) (Suharto, 2006: 14).

45

Universitas Sumatera Utara


Menurut David Cox, kemiskinan dapat dibagi ke dalam beberapa dimensi,

yaitu:

1. Kemiskinan yang diakibatkan oleh globalisasi

Globalisasi menghasilkan pemenang dan yang kalah. Pemenang adalah

negara yang maju, dan negara yang sedang berkembang jadi

terpinggirkan oleh persaingan pasar bebas yang merupakan pasar

globalisasi.

2. Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan

Kemiskinan substansi (kemiskinan akibat rendahnya pembangunan),

kemiskinan perdesaan (kemiskinan akibat peminggiran perdesaan dalam

proses pembangunan), kemiskinan perkotaan (kemiskinan akibat hakekat

dan percepatan pertumbuhan perkotaan).

3. Kemiskinan sosial

Kemiskinan yang dialami oleh perempuan, anak dan kelompok minoritas

4. Kemiskinan konsekuensional

Kemiskinan yang terjadi akibat kejadian-kejadian lain atau faktor-faktor

eksternal

Adapun yang menjadi karakteristik penduduk miskin itu adalah :

1. Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri

2. Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh asset produksi

dengan kekuatan sendiri

3. Tingkat pendidikan umumnya rendah

4. Banyak di antara mereka yang tidak mempunyai fasilitas

5. Di antara mereka berusia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan

atau pendidikan yang memadai

46

Universitas Sumatera Utara


6. Makan dus atau sehari sekali tetapi jarang makan telur atau makan daging

(makanan yang bergizi)

7. Tidak bisa berobat karena sakit

8. Memiliki banyak anak atau satu rumah dihuni banyak keluarga atau

dipimpin kepala keluarga perempuan (Suyanto, 1995:25).

2.4.3 Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan

Adapun yang menjadi penyebab kemiskinan adalah :

1. Kemiskinan karena kolonialisme

Kemiskinan ini terjadi karena penjajahan yang dilakukan oleh suatu

bangsa lain, sehingga bangsa yang dijajah menjadi tertindas, baik di

bidang ekonomi, politik dan sebagainya.

2. Kemiskinan karena tradisi sosio-kultural

Hal ini berkaitan dengan suku bangsa tertentu yang kental

kebudayaannya, seperti suku kubu di Sumatera, suku Dayak di pedalaman

Kalimantan.

3. Miskin karena terisolir

Seorang menjadi miskin karena tempat tinggalnya jauh dari keramaian

sehingga sulit berkembang.

d. Miskin strutural

Adalah kemiskinan yang ditenggarai karena kondisi struktural atau

tatanan kehidupan yang menguntungan. Kemiskinan ini disebabkan juga

oleh persaingan yang tidak seimbang antar negara atau daerah yang

mempunyai keunggulan komparatif (Suyanto, 1995:23).

47

Universitas Sumatera Utara


Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyebab kemiskinan

adalah :

1. Sikap dan pola pikir yang rendah dan malas untuk bekerja

2. Kurang keterampilan

3. Adanya diskriminasi antara orang kaya dengan orang miskin

4. Pendidikan yang rendah

5. Fakto alam/lahan sempit

6. Tidak dapat memanfaatkan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya

Manusia setempat

7. Populasi penduduk yang tinggi

8. Belenggu adat dan kebiasaan

2.5 Peranan Pekerja Sosial dalam Pelaksanaan Program

Seperti kita ketahui bahwa salah satu tujuan nasional adalah memajukan

kesejahteraan umum. Disamping itu Pasal 34 UUD 1945 menegaskan bahwa fakir

miskin dan anak terlantar dipelihara oleh 48egara. Kedua pernyataan ini merupakan

bukti keberadaan Indonesia sebagai 48egara kesejahteraan (welfare state). Dengan

demikian memenuhi kebutuhan hidup selain merupakan kewajiban masyarakat juga

merupakan haknya, dimana 48egara di dalamnya memiliki kewajiban untuk itu.

Program BLT adalah hak warga 48egara, khususnya RTS. Oleh karena itu,

jika negara telah menetapkan BLT sebagai kebijakan, maka wajib diterima oleh

warga negara yang berhak. Agar hak tersebut sampai kepada masyaratak sasaran,

maka pekerja sosial mestinya menjalankan peran sebagai berikut :

1. Edukator

48

Universitas Sumatera Utara


Dalam menjalankan peranan sebgai pendidik (educator),pekerja publik di

harapkan mempunyai keterampilan sebagai pembicara dan pendidik.

Pekerja publik harus mampu berbicara di depan publik untuk

menyampaikna informasi mengenai beberapa hal tertentu sesuai bidang

yang ditanganinya.

2. Broker

Seorang broker berperan dalam menghubungkan individu ataupun

kelompok dalam masyarakat yang membutuhkan bantuan ataupun

layanan masyarakat (community service), tetapi tidak tahu dimana dan

bagaimana mendapatkan bantuan tersebut. Broker dapat dikatakan

menjalankan peran sebagai mediator yang menghubungkan pihak yang

satu (klien) dengan pihak pemilik sumber daya.

3. Social Planner

Seseorang perencanaan sosial mengumpulkan data mengenai masalah

sosial yang terdapat dalam masyarakat tersebut, menganalisanya dan

menyajikan data alternatif tindkan yang rasional untuk menangani

masalah tersebut setelah itu perencana sosial mengembangkan program,

mencoba mencari alternatif sumber pendanaan, dan mengembangkan

konsensus dalam kelompok yang mempunyai berbagai minat ataupun

kepentingan.

4. Expert

Dalam kaitannya dengan peranan seorang community worker sebgai

tenaga ahli (expert), ia lebih banyak memberikan saran dan dukungan

informasinya dalam berbagai bidang. Seorang expert harus sadar bahwa

usulan dan saran yang ia berikan bukanlah mutlak atau harus mutlak

49

Universitas Sumatera Utara


dijalankan masyarakat tetapi usulan dan saran tersebut lebih merupakan

masukan gagasan untuk bahan pertimbangan masyarakat ataupun

organisasi dalam masyarakat tersebut.

5. Aktivis

Seorang aktivis adalah seorang community worker yang melakukan

perubahan institusional yang lebih mendasar dan sering kali tujuannya

adalah mengalihkan sumber daya ataupun kekuasaan (power) pada

kelompok yangn kurang mendapatkan keuntungan (disadvantage group),

dari yang kurang menguntungkan kurang berdaya menjadi lebih mampu

dan kemudian menjadi kelompok penekan negoisasi (Suharto, 2004: 26)..

2.6 Kerangka Pemikiran

Kenaikan harga bahan bakar minyak mengakibatkan kenaikan harga dari

berbagai barang dan jasa, termasuk berbagai kebutuhan pokok. Akibatnya terjadi

penurunan daya beli masyarakat, yang sekaligus mengakibatkan penurunan

kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kondisi ini

mengakibatkan peningkatan jumlah masyarakat miskin.

Salah satu kebijakan sosial yang ditetapkan dan diberlakukan pemerintah

adalah Pemberian BLT. Dalam rangka implementasi kebijakan sosial tersebut,

Pemerintah telah menetapkan mekanisme pelaksanaan, termasuk di dalamnya syarat-

syarat bagi penerima.

Dalam berbagai media sering diberitakan tentang polemik di antara berbagai

pihak atas kebijakan Pemberian BLT.. Selain itu, tidak jarang diberitakan tentang

protes masyarakat yang merasa diperlakukan tidak adil atas implementasi kebijakan

itu.

50

Universitas Sumatera Utara


Sementara polemik atas kebijakan tersebut di antaranya berkenaan dengan

efektivitas program Pemberian BLT. dalam meningkatkan sosial ekonomi dan

pemecahan masalah kemiskinan. Ada pihak yang berpendapat bahwa kebijakan

Pemberian BLT. tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sosial

ekonomi dan ada pula pendapat yang sebaliknya sebaliknya.

Selanjutnya kerangka pemikiran dalam penelitian ini disketsakan dalam

bentuk bagan alir pikir berikut ini :

Gambar 1

Bagan Alir Pikir

51

Universitas Sumatera Utara


Kenaikan Kenaikan Daya Beli Masya-
Harga Harga Masya- rakat Pemberian Bantuan
BBM Barang/ rakat Turun Miskin Langsung Tunai
Jasa Bertam-
bah

1. Luas lantai bangunan < 8


Meter/orang
2. Jenis lantai bangunan dari
kayu kualitas rendah
3. Dinding kayu, tembok tanpa
plester
Check Data
4. Tidak memiliki fasilitas
Lapangan kukus
5. Tidak menggunakan listrik
6. Sumber air minum non PAM
7. Memasak kayu bakar, arang,
minyak tanah
8. Konsumsi daging 1
kali/minggu
9. Beli baju baru 1 kali 1 /
tahun
10.Makan 1-2 kali perhari

11.Tidak mampu membayar


biaya berobat di Puskesmas

12.Pendapatan
<Rp.600.000/bulan

12.Pendidikan kepala rumah


tangga maksimum SD

13.Tidak memiliki tabungan

52

Universitas Sumatera Utara


2.7 Defenisi Konsep dan Defenisi Oprasional

2.7.1 Defenisi Konsep

Konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar

generalisasi sejumlah karakteristik kejadian, keadaan kelompok atau individu

tertentu (Singarimbun, 1987 : 34).

Dalam hal ini defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan dan mendefenisikan

istilah-istilah yang digunakan secara mendasar agar tercipta suatu persamaan

persepsi dan menghindari salah pengertian yang dapat menghamburkan tujuan

penelitian, maka disusun defenisi konsep sebagai berikut :

1. Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan member nilai secara objektif

pencapaian hasil yang direncanakan sebelumnya dimana hasil evaluasi tersebut

dimaksudkan menjadi umpan balik untuk perencanaan yang dilakukan di depan.

2. Program adalah suatu cara yang dipisahkan untuk mencapai tujuan. Dengan

adanya program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih

mudah untuk dioprasionalkan.

3. BLT adalah program kompensasi jangka pendek yang dikeluarkan Pemerintah

yang tujuann utaman yaitu untuk membantu masyarakat yang tergolong miskin,

karena dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak dalam negeri.

2.8.2 Defenisi Oprasional

Defenisi oprasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana

caranya mengukur suatu variable (Singarimbun, 1987 : 46). Dalam hal ini maka

harus ditentukan terlebih dahulu variabel penelitian. Penelitian ini mengkaji satu

variabel, yaitu pelaksanaan program BLT. Untuk lebih memudahkan penulis

53

Universitas Sumatera Utara


melakukan penelitian tentang variabel penelitian, maka penulis melakukan

penjabaran atau perincian lebih lanjut tentang pelaksanaan program BLT sesuai

dengan Buku Pedoman Pelaksanaan Program BLT, yaitu:

rinci., maka yang menjadi indikator sosial ekonomi dalam penelitian ini adalah :

1. Sosialisasi program BLT, dengan ukuran :

a. Pelaksanaan peran pemerintah kelurahan/kecamatan sebagai sumber

pertama program BLT.

b. Pemahaman RTS tentang program BLT

2. Penerapan syarat menjadi RTS atau penerima BLT, meliputi :

1. Luas lantai bangunan < 8 Meter/orang

2. Jenis lantai bangunan dari tanah, bamboo, kayu kualitas rendah

3. Dinding kayu, tembok tanpa plester

4. Tidak memiliki fasilitas kakus sendiri

5. Tidak menggunakan listrik sebagai sumber penerangan

6. Sumber air minum non PAM

7. Memasak dengan menggunakan kayu bakar, arang, minyak tanah

8. Konsumsi daging maksimum 1 kali perminggu

9. Beli baju baru maksimum 1 kali 1 pertahun

10. Makan 1-2 kali perhari

11. Tidak mampu membayar biaya berobat di Puskesmas/klinik

12. Pendapatan < Rp.600.000/bulan

m. Pendidikan kepala rumah tangga maksimum SD

n. Tidak memiliki tabungan atau barang yang mudah dijual dengan nilai

minimal Rp. 500.000,-

3. Pencairan dana, meliputi :

54

Universitas Sumatera Utara


a. Ketepatan waktu

b. Jumlah dana yang diterima utuh

55

Universitas Sumatera Utara

You might also like