You are on page 1of 23

1

Oleh CICI HERLINA

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pendidikan pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan setiap manusia karena dengan
pendidikan manusia dapat berdaya guna dan mandiri. Selain itu pula pendidikan sangat penting dalam
pembangunan maka tidak salah jika pemerintah senantiasa mengusahakan untuk meningkatkan mutu
pendidikan baik dari tingkat yang paling rendah maupun sampai ketingkat perguruan tinggi.
Sekolah dasar sebagai jenjang pendidikan terutama dalam sistem sekolah di Indonesia mempunyai tujuan
memberikan kemampuan dasar baca, tulis, hitung, pengetahuan dan keterampilan dasar lainnya. Selain
itu pula, di sekolah dasar banyak diperkenalkan dengan benda-benda konkrit yang sering dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari yang terdesain dalam suatu mata pelajaran pendidikan matematika.
Mata pelajaran matematika adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang
pendidikan dan merupakan bagian integral dari pendidikan nasional dan tidak kalah pentingnya bila
dibandingkan dengan ilmu pengetahuan lain. Matematika juga merupakan ilmu dasar atau “basic
science”, yang penerapannya sangat dibutuhkan oleh ilmu pengetahuan dan
1

teknologi. Ironisnya matematika dikalangan para pelajar merupakan mata pelajaran yang kurang disukai,
minat mereka terhadap pelajaran ini rendah sehingga penguasaan siswa terhadap mata pelajaran
matematika menjadi sangat kurang. Masalah ini cukup mengglobal dan tidak hanya terjadi di Indonesia
sebagaimana hasil survey “Education Testing Service” pada Universitas Princeton, Amerika Serikat
(dalam Ann Cutler dan Rudolph Mc Shane 1995:X) bahwa matematika merupakan salah satu mata
pelajaran yang kurang dikuasai oleh pelajar.
Dalam pembelajaran matematika, terutama di kelas rendah banyak hal atau faktor yang mempengaruhi
keberhasilan belajar siswa dan hal-hal yang sering menghambat untuk tercapainya tujuan belajar. Karena
pada dasarnya setiap anak tidak sama cara belajarnya, demikian pula dalam memahami konsep-konsep
abstrak. Melalui tingkat belajar yang berbeda antara satu dengan yang lainnya maka guru yang baik
adalah guru yang mampu mengajar dengan baik, khususnya ada saat menanamkan konsep baru. Salah
satu metode pembelajaran yang diharapkan mampu memberikan bantuan pemecahan masalah dalam
upaya meningkatkan prestasi belajar siswa adalah dengan menerapkan sistem pembelajaran yang
menggunakan alat peraga khususnya pada bidang studi matematika.
Menurut Wijaya dan Rusyan (1994 : 137) media berperan sebagai perangsang belajar dan dapat
menumbuhkan motivasi belajar sehingga siswa tidak menjadi bosan dalam meraih tujuan-tujuan belajar.
Hal ini sesuai dengan pendapat seorang psikolog, Hamzah (1981 : 12) bahwa “seseorang akan
memperoleh pengertian yang lebih baik dari sesuatu yang dilihat dari pada sesuatu yang didengar atau
dibaca”.
Penerapan metode pembelajaran dengan menggunakan alat peraga khususnya bidang studi matematika
didasari kenyataan bahwa pada bidang studi matematika terdapat banyak pokok bahasan yang
memerlukan alat bantu untuk menjabarkannya, diantaranya pada materi operasi bilangan bulat dengan
pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan. Oleh sebab itu, pembelajaran dengan menggunakan alat
peraga dalam pokok bahasan tersebut dianggap sangat tepat untuk membantu mempermudah siswa
memahami materinya. Disisi lain suasana belajar akan lebih hidup, dan komunikasi antara guru dan siswa
dapat terjalin dengan baik. Hal ini diduga pula dapat membantu siswa dalam upaya meningkatkan
prestasi belajarnya pada bidang studi matematika.
Kenyataan yang ada, penggunaan alat peraga di sekolah belum membudaya, dalam arti tidak semua guru
matematika menggunakan alat peraga dalam mengajar. Hal ini disebabkan belum timbul kesadaran akan
pentingnya penggunaan alat peraga serta pengaruhnya dalam kegiatan proses belajar mengajar terutama
pada pengajaran bilangan bulat.
Berdasarkan hasil observasi di Sekolah Dasar Negeri 3 Katobu, diperoleh informasi tentang masih
kurangnya perhatian dan dorongan dalam penggunaan alat peraga walaupun alat peraga sebagian sudah
tersedia akan tetapi tidak semua guru menggunakannya. Berkenaan hal tersebut maka penelitian ini
merupakan suatu upaya untuk menguji efektivitas pengajaran dengan menggunakan alat peraga yang
akan dibandingkan denga pengajaran tanpa menggunakan alat peraga, khususnya pada pengajaran operasi
bilangan bulat.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana deskripsi nilai Matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan alat peraga
pada Operasi Bilangan Bulat di kelas IV SD Negeri 3 Katobu ?
2. Bagaimana deskripsi nilai Matematika siswa yang diajarkan tanpa menggunakan alat peraga
pada Operasi Bilangan Bulat di kelas IV SD Negeri 3 Katobu ?
3. Apakah pengajaran dengan menggunakan alat peraga lebih efektif jika dibandingkan dengan
tanpa menggunakan alat peraga pada Operasi Bilangan Bulat di kelas IV SD Negeri 3
Katobu ?

3. Tujuan Penelitian
1

Sejalan dengan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian adalah :


1. Untuk mengetahui deskripsi nilai matematika dari siswa-siswa yang diajar dengan
menggunakan alat peraga pada Operasi Bilangan Bulat di kelas IV SD Negeri 3 Katobu.
2. Untuk mengetahui deskripsi nilai matematika dari siswa yang diajar tanpa menggunakan alat
peraga pada Operasi Bilangan Bulat di kelas IV SD Negeri 3 Katobu.
3. Untuk mengetahui apakah pengajaran matematika dengan menggunakan alat peraga lebih
efektif jika dibandingkan dengan tanpa menggunakan alat peraga pada Operasi Bilangan Bulat
di kelas IV SD Negeri 3 Katobu.

3. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai bahan informasi bagi guru matematika di SD pada umumnya dan khususnya guru
matematika di SD Negeri 3 Katobu tentang efektivitas penggunaan alat peraga pada
pengajaran matematika di SD.
2. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang akan meneliti hal-hal yang relevan dengan
penelitian ini.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

1. Kajian Teori
1. Pengertian Matematika

Matematika adalah ilmu pengetahuan struktur dan hubungan-hubungannya, simbol-simbol


diperlukan, matematika berkenaan dengan ide-ide abstrak yang tersusun secara hirarkis dan
penalarannya deduktif (Hudoyo, 1988: 3).
Menurut Nasution dalam (Sugiarto, 1990: 8), bahwa matematika dapat dipandang sebagai suatu ide
yang dihasilkan oleh ahli-ahli matematika dan objek penalarannya dapat berupa benda-benda atau
makhluk, atau dapat dibayangkan dalam alam pikiran kita.
Pengertian lain yang dikemukakan oleh Sutrisman dan Tambuan (1987: 2-3) bahwa matematika
adalah pengetahuan tentang kuantitas ruang, salah satu dari sekian banyak cabang ilmu yang
sistematis, terstruktur dan eksak.
Berdasarkan uraian-uraian di atas tentang pengertian matematika dapat disimpulkan bahwa
matematika adalah merupakan kumpulan ide-ide yang bersifat abstrak, dengan struktur-struktur
deduktif, mempunyai peran yang penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
1

Proses Belajar Mengajar Matematika


Beberapa ahli dalam dunia pendidikan memberikan definisi belajar secara berbeda, namun pada
prinsipnya mempunyai maksud yang sama, seperti yang dinyatakan oleh Hamalik (1993 : 40)
mengemukakan bahwa belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan dan perubahan dalam diri siswa
yang nyata serta latihan yang kontinu, perubahan dari tidak tahu menjadi tahu.
Pendapat serupa dikemukakan Hudoyo (1988 : 107) mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu
proses aktif dalam memperoleh pengalaman atau pengetahuan baru sehingga timbul perubahan
tingkah laku, misalnya setelah belajar, seorang mampu mendemonstrasikan dan keterampilan dimana
sebelumnya siswa tidak dapat melakukannya.
Selanjutnya Anwar (1990 : 98) mengemukakan bahwa belajar adalah setiap perubahan dari setiap
tingkah laku yang merupakan pendewasaaan/pematangan atau yang disebabkan oleh suatu kondisi
dari organisme.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses individu
siswa dalam interaksinya dengan lingkungan, sehingga menyebabkan terjadinya proses tingkah laku
sebagai akibat dari pengalaman dan hasil interaksi dengan lingkungan tersebut.
Dalam proses belajar mengajar matematika, seorang siswa tidak dapat mengetahui jenjang yang lebih
tinggi tanpa melalui dasar atau hal-hal yang merupakan prasyarat dalam kelanjutan program
pengajaran selanjutnya. Untuk mempelajari matematika dituntut kesiapan siswa dalam menerima
pelajaran, kesiapan yang dimaksud adalah kematangan intelektual dan pengalaman belajar yang telah
dimiliki oleh anak, sehingga hasil belajar lebih bermakna bagi siswa.
Hudoyo (1988 : 4) berpendapat bahwa “belajar matematika yang terputus-putus akan mengganggu
proses belajar “. Pendapat serupa dikemukakan Russeffendi (1988 : 25) bahwa belajar matematika
bagi seorang anak merupakan proses yang kontinu sehingga diperlukan pengetahuan dan pengertian
dasar matematika yang baik pada permukaan belajar untuk belajar selanjutnya.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa proses belajar matematika haruslah diawali dengan
mempelajari konsep-konsep yang lebih mendalam dengan menggunakan konsep-konsep sebelumnya
atau dengan kata lain bahwa proses belajar matematika adalah suatu rangkaian kegiatan belajar
mengajar dalam interaksi hubungan timbal balik antara siswa dengan guru yang berlangsung dalam
lingkungan yang ada disekitarnya untuk mencapai tujuan tertentu.
Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru yang
berlangsung dalam situasi edukatif dalam mencapai tujuan tertentu. Dalam proses mengajar
matematika terdapat adanya suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan antara guru yang mengajar
dan siswa yang belajar. Seperti diungkapkan Usman (1995 : 5) bahwa proses mengajar dikatakan
sukses apabila anak-anak dapat mengemukakan apa yang dipelajarinya dengan bebas serta penuh
kepercayaan berbagai situasi dalam hidupnya.
Nasution (1985 : 54) berpendapat bahwa proses mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasi atau
mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses
belajar.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa proses mengajar merupakan suatu
usaha mengorganisasikan lingkungan dalam lingkungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran
sehingga menimbulkan terjadinya proses belajar yang menyenangkan pada diri siswa jadi yang akan
menentukan keberhasilan suatu pross mengajar adalah pengajar itu sendiri.
1

Pengertian Alat Peraga


Menurut Nasution (1985: 100) “alat peraga adalah alat pembantu dalam mengajar agar efektif”.
Pendapat lain dari pengertian alat peraga atau Audio-Visual Aids (AVA) adalah media yang
pengajarannya berhubungan dengan indera pendengaran (Suhardi, 1978: 11). Sejalan dengan itu
Sumadi (1972: 4) mengemukakan bahwa alat peraga atau AVA adalah alat untuk memberikan
pelajaran atau yang dapat diamati melalui panca indera.
Alat peraga merupakan salah satu dari media pendidikan adalah alat untuk membantu proses belajar
mengajar agar proses komunikasi dapat berhasil dengan baik dan efektif. Hal ini sesuai dengan
pendapat Amir Hamzah (1981: 11) bahwa “media pendidikan adalah alat-alat yang dapat dilihat dan
didengar untuk membuat cara berkomunikasi menjadi efektif”. Sedangkan yang dimaksud dengan
alat peraga menurut Nasution (1985: 95) adalah “alat bantu dalam mengajar lebih efektif”.
Dari uraian-uraian di atas jelaslah bahwa media atau alat bantu mengajar adalah merupakan segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa.
1

Peranan Alat Peraga Untuk Pendidikan Sekolah


Menurut kurikulum (Anonim, 1991: 26) peranan alat peraga disebutkan sebagai berikut: (a) alat
peraga dapat membuat pendidikan lebih efektif dengan jalan meningkatkan semangat belajar siswa,
(b) alat peraga memungkinkan lebih sesuai dengan perorangan, dimana para siswa belajar dengan
banyak kemungkinan sehingga belajar berlangsung sangat menyenangkan bagi masing-masing
individu, (c) alat peraga memungkinkan belajar lebih cepat segera bersesuaian antara kelas dan diluar
kelas, (d) alat peraga memungkinkan mengajar lebih sistematis dan teratur.
Teori lain yang mengatakan bahwa alat peraga dalam pengajaran dapat bermanfaat sebagai berikut:
Meletakkan dasar-dasar yang kuat untuk berpikir sehingga mengurangi verbalisme, Dapat
memperbesar perhatian siswa, meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar,
sehingga belajar akan lebih mantap (Hamalik, 1997: 40).
Dengan melihat peranan alat peraga dalam pengajaran maka pelajaran matematika pelajaran
matematika merupakan pelajaran yang paling membutuhkan alat peraga, karena pada pelajaran ini
siswa berangkat dari yang abstrak yang akan diterjemahkan kesesuatu yang konkrit.
1

Penggunaan Alat Peraga Manik-Manik Pada Operasi Bilangan Bulat


Dalam Ensiklopedia Matematika, Operasi diartikan suatu pengerjaan (Negoro, 2000: 218). Operasi
yang dimaksud adalah operasi hitung atau pengerjaan hitung. Lebih lanjut Russeffendi (1979: 21)
mengatakan bahwa “apabila ada kata operasi hitung atau pengerjaan hitung, maksudnya sama yaitu
salah satu beberapa atau semua dari penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian serta
operasi hitung lainnya”.
Himpunan bilangan bulat disimbolkan dengan Z (Zahlan) yaitu himpunan bilangan yang dapat
dituliskan sebagai berikut:
Z = {…, -4, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, 4, …}. Jadi bilangan bulat adalah semua bilangan cacah dengan
semua lawan bilangan asli atau bilangan bulat terdiri dari bilangan bulat positif, nol dan bilangan
bulat negatif.
Dalam matematika dikenal empat operasi hitung dasar yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian
dan pembagian. Operasi bilangan bulat adalah operasi yang dilakukan terhadap bilangan bulat.
Ada beberapa alat peraga yang dapat digunakan untuk menggambarkan secara konkret proses
perhitungan pada bilangan bulat, diantaranya manik-manik.
1

Alat peraga manik-manik digunakan untuk memberikan pemahaman tentang pengerjaan bilangan
dengan menggunakan pendekatan konsep himpunan. Sesuai konsep pada himpunan, kita dapat
“Menggabungkan” atau “memisahkan” dua himpunan yang dalam hal ini anggotanya berbentuk
manik-manik. Bentuk manik-naik ini dapat berupa bangun setengah lingkaran yang apabila sisi
diameternya dihimpitkan atau digabungkan akan membentuk lingkaran penuh. Bentuk alat ini juga
dapat dimodifikasi ke dalam bentuk-bentuk lain asal sesuai dengan prinsip kerjanya. Alat ini
biasanya terdiri atas dua warna, misalnya kuning untuk menandakan bilangan negatif dan hijau untuk
menandakan bilangan positif. Dalam alat ini, bilangan nol diperlihatkan oleh dua buah manik-manik
dengan berbeda warna yang dihimpitkan pada sisi diameternya, sehingga terbentuk lingkaran penuh.
Bentuk netral ini digunakan pada saat melakukan operasi pengurangan a – b dengan b lebih besar
dan a atau b merupakan bilangan negatif.
Dalam konsep himpunan, “Operasi gabung” atau proses penggabungan dapat diartikan sebagai
penjumlahan, dan “Proses pemisahan” atau “Pengambilan” dapat diartikan sebagai pengurangan.
Berarti kalau kita menggabungkan sejumlah manik-manik ke dalam kelompok manik-manik lain,
maka sama halnya dengan melakukan penjumlahan.

Sebaliknya kalau kita melakukan proses pemisahan sejumlah manik-manik keluar dari kelompok
manik-manik, maka sama halnya dengan melakukan “pengurangan” (Muhsetyo, 2002: 7).

Beberapa hal yang harus dijalankan dalam melakukan proses penjumlahan adalah:
1. Jika a dan b kedua-duanya merupakan bilangan positif atau bilangan negatif, maka gabungan
sejumlah manik-manik ke dalam kelompok manik-manik lain yang berwarna sama.
Contoh: (-3) + (-5) = …?
 Tempatkan 3 buah manik-manik yang berwarna kuning (bertanda negatif) ke papan
1

 Gabungkan atau tambahkan ke dalam papan 5 buah manik-manik yang juga berwarna kuning
atau bertanda negatif.

 Setelah proses penggabungan, maka terlihat ada 8 buah manik-manik berwarna kuning. Jadi (-
3) + (-5) = -8
2. Jika a bilangan positif dan b bilangan negatif atau sebaliknya, maka gabungkan sejumlah manik-
manik yang mewakili positif ke dalam kelompok manik-manik yang mewakili bilangan negatif.
Selanjutnya, lakukan proses pemetaan (penghimpitan) antara dua kelompok tersebut. Agar ada ang
menjadi lingkaran penuh tujuannya adalah untuk mencapai sebanyak-banyaknya kelompok manik-
manik yang bernilai nol. Biasanya setelah proses pemetaan dilakukan akan menyisakan manik-manik
dengan warna tertentu yang merupakan hasil dari penjumlahannya.
Contoh:
3 + (-5) = …
 Tempatkan 3 buah manik-manik yang berwarna biru atau bertanda positif ke papan

 Gabungkan atau tambahkan ke dalam papan manik-manik yang berwarna kuning 5 buah.

 Lakukan pemetaan antara manik-manik yang berwarna kuning dan hijau atau yang bertanda
negatif dan positif sehingga bernilai netral lalu keluarkan

 Dari hasil pemetaan terlihat adanya 3 buah lingkaran penuh dan menyisakan 2 buah manik-
1

manik yang berwarna kuning.


Jadi: 3 + (-5) = -2

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan proses pengurangan adalah:
1. Jika a dan b merupakan bilangan positif dan a lebih besar dari b maka “pisahkan” secara langsung
sejumlah b manik-manik keluar dari kelompok manik-manik yang berjumlah a.
Contoh:
5 – 3 = …?
 Tempatkan 5 buah manik-manik yang berwarna biru atau bertanda positif ke papan.

 Ambil atau pisahkan 3 buah manik-manik keluar dari papan

 Setelah dikeluarkan maka tersisa 2 buah manik-manik jadi 5 – 3 = 2

2. Jika a dan b merupakan bilangan positif dan a lebih kecil dari b maka sebelum memisahkan sejumlah
b manik-manik yang bilangannya lebih besar dari a, terlebih dahulu gabungkan sejumlah manik-
manik yang bersifat netral ke dalam himpunan manik-manik a, dan banyaknya tergantung pada
seberapa kurangnya manik-manik yang akan dipisahkan.
Contoh:
3 – 5 = …?
 Tempatkan 3 buah manik-manik yang berwarna hijau ke papan
1

 Akan diambil sebanyak 8 buah manik-manik tetapi hanya ada 3 buah karena itu kita
menambahkan 2 buah manik-manik yang bernilai netral

Selanjutnya kita dapat mengambil 5 buah manik-manik yang berwarna hijau sebanyak 5 buah.

 Dari hasil pengamatan tersebut maka tersisa 2 buah manik-manik yang berwarna kuning
(bernilai negatif) jadi 3 – 5 = -2

3. Jika a bilangan positif dan b bilangan negatif maka sebelum memisahkan sejumlah b manik-manik
yang bernilai negatif terlebih dahulu harus menggabungkan sejumlah manik-manik yang bersifat
netral dan banyaknya tergantung pada besarnya bilangan b.
Contoh:
3 – (-5) =…?
 Tempatkan 3 buah manik-manik yang berwarna hijau ke papan

 Seharusnya kita mengambil 5 buah manik-manik berwarna kuning (bertanda negatif) tetapi
sejumlah manik-manik berwarna kuning belum ada, maka kita menambahkan 5 buah manik-
manik yang bernilai netral sebanyak 5 buah.
1

 Selanjutnya kita dapat mengambil 5 buah manik-manik yang berwarna kuning tersebut keluar
dari papan

 Dari hasil pengambilan terlihat bahwa tersisa 8 buah manik-manik yang berwarna hijau
(bertanda positif) jadi 3 – (-5) = 8
2. Jika a bilangan negatif dan b bilangan positif maka sebelum melakukan proses pemisahan sejumlah b
manik-manik yang bernilai positif dari kumpulan manik-manik yang bernilai negatif terlebih dahulu
harus menambahkan sejumlah manik-manik yang bersifat netral ke dalam kumpulan yang banyaknya
tergantung pada besarnya nilai b.
Contoh:
(-3) – 5 = …?
 Tempatkan 3 buah manik-manik yang berwarna kuning (bertanda negatif) ke papan

 Seharusnya kita mengambil 5 buah manik-manik berwarna hijau (bertanda positif) tetapi
sejumlah manik-manik yang berwarna hijau belum ada maka kita menambahkan 5 buah
manik-manik bernilai netral sebanyak 5 buah.

 Selanjutnya kita dapat mengambil 5 buah manik-manik yang bertanda positif dari papan
1

 Dari hasil pengambilan tersebut di dalam papan sekarang tersisa 8 buah manik-manik yang
berwarna kuning (bertanda negatif)
Jadi (-3) – 5 = -8

5. Jika a dan b merupakan bilangan negatif dan a lebih besar dari b maka sebelum melakukan proses
pemisahan sejumlah b manik-manik yang bilangannya lebih kecil dari a terlebih dahulu harus
dilakukan proses penggabungan sejumlah manik-manik yang bersifat netral ke dalam kumpulan
manik-manik a dan banyaknya tergantung pada seberapa kurangnya manik-manik yang akan
dipisahkan.
Contoh:
(-3) – (-5) = …?
 Tempatkan 3 buah manik-manik yang berwarna kuning (bertanda negatif di papan

 Seharusnya kita mengambil di papan sebanyak 5 buah manik-manik berwarna kuning tetapi
hanya ada 3 buah maka kita menambahkan 2 buah manik-manik yang bersifat netral

 Selanjutnya kita dapat mengambil 5 buah manik-manik yang berwarna kuning keluar dari
papan
1

 Dari hasil pengambilan tersebut, di papan sekarang tersisa 2 buah manik-manik berwarna hijau
(bertanda positif) jadi (-3) – (-5) = 2
2. Jika a dan b merupakan bilangan negatif dan a lebih kecil dari b maka pisahkan secara langsung
sejumlah b manik-manik keluar dari kelompok manik-manik berjumlah a.
Contoh:
(-5) – (-3) = …?
 Tempatkan 5 buah manik-manik yang berwarna kuning (bertanda negatif) ke dalam papan

 Ambil atau pisahkan 3 buah manik-manik keluar dari papan

Setelah proses pemisahan sekarang sisa manik-manik berjumlah 2 buah (bertanda negatif) jadi
(-5) – (-3) = -2

6. Pengertian Efektivitas

Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan sejauh mana apa yang telah direncanakan dapat
tercapai. Semakin banyak rencana yang dapat tercapai semakin efektif pula kegiatan tersebut. Dengan
kata lain, efektivitas berarti tingkat keberhasilan untuk menyatakan suatu proses belajar mengajar
dapat dikatakan berhasil, setiap guru memiliki pandangan masing-masing sejalan dengan filosofinya.
Namun untuk menyamakan persepsi menurut Usman (1995: 7) sebaiknya berpedoman pada
kurikulum yang berlaku dan telah disempurnakan antara lain bahwa pengajaran dikatakan berhasil
apabila tujuan instruksional khusus (TIK) tercapai.
Untuk mengetahui tercapainya TIK guru perlu mengadakan tes formatif setiap selesai menyajikan
satu satuan bahasan kepada siswa yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah
menguasai TIK yang ingin dicapai. Keberhasilan suatu proses belajar dipengaruhi oleh beberapa
faktor salah satunya adalah penggunaan metode mengajar sehingga dapat dikatakan bahwa
peningkatan orientasi belajar siswa yang ditentukan oleh keefektivan belajar penggunaan suatu
1

pembelajaran.
1

Kerangka Berpikir
Proses pembelajaran matematika memerlukan media yang penggunaannya diintegrasikan dengan tujuan
dan isi atau materi pelajaran yang dimaksudkan untuk mengoptimalkan pencapaian suatu tujuan
pengajaran yang telah ditetapkan. Fungsi media pengajaran atau alat peraga dalam pembelajaran
matematika dimaksudkan agar komunikasi antara guru dan siswa dalam hal penyampaian pesan, siswa
lebih memahami dan mengerti tentang konsep abstrak matematika yang diinformasikan kepadanya.
Dengan demikian siswa yang diajar lebih mudah memahami materi pelajaran yang diajarkan.
Penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika khususnya pada pokok bahasan penjumlahan
dan pengurangan bilangan bulat merupakan suatu metode yang membantu mempermudah siswa
memahami materi yang diajarkan. Dengan menggunakan alat peraga siswa dapat mempraktekkan secara
langsung menghitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Cara ini dapat membantu
mempermudah siswa memahami konsep lebih baik sehingga akan mendorong peningkatan prestasi
belajarnya secara optimal. Sedangkan pembelajaran tanpa menggunakan alat peraga pada materi yang
sama akan menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam memahaminya. Hal ini disebabkan karena
guru hanya memberikan contoh-contoh yang bersifat abstrak yang ada pada buku atau sekedar
menggambarkan di papan tulis saja sebagai contohnya.

3. Hasil Penelitian yang Relevan


Pada bagian ini ditemukan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan penelitian diantaranya:
1. Tutik Harmini (2002) mengemukakan pengajaran dengan menggunakan alat peraga lebih
efektif jika dibandingkan dengan pengajaran tanpa menggunakan alat peraga pada pengajaran
Geometri di Kelas III SLTP Negeri. 2 Katobu.
2. Halia P. R (1997) mengemukakan hasil belajar siswa SLTP Negeri I Sampara pada pokok
bahasan bangun ruang yang diajar dengan menggunakan alat peraga lebih baik dari pada yang
diajar tanpa menggunakan alat peraga.

2. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang akan di uji kebenarannya dalam penelitian ini: “Pengajaran Matematika dengan
menggunakan alat peraga lebih efektif bila dibandingkan dengan tidak menggunakan alat peraga pada
Operasi Bilangan Bulat di Kelas IV SD Negeri 3 Katobu”. Secara statistik dapat dirumuskan sebagai
berikut:
H0 : µ1 = µ2 lawan H1 : µ1 > µ2
Keterangan: µ1 = Pengajaran dengan menggunakan alat peraga
µ2 = Pengajaran tanpa menggunakan alat peraga
BAB III
METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian adalah penelitian eksperimen dengan menggunakan alat peraga pada pengajaran
operasi bilangan bulat pada pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan pada siswa kelas IV SD
Negeri 3 Katobu.

2. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada SD Negeri 3 Katobu yang pelaksanaannya dimulai 1 Mei sampai dengan
1 Juni 2006 tahun ajaran 2005/2006

3. Populasi dan Sampel


Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SD Negeri 3 Katobu tahun ajaran 2005/2006
1

yang terdiri dari 2 kelas yaitu IV A = 41 orang dan IV B = 47 orang. Karena 2 kelas maka keseluruhan
populasi diambil sampel penelitian. Kedua kelompok siswa ini juga mempunyai rata-rata kemampuan
matematika yang hampir sama. sehingga penentuan kelas mana yang diajar dengan menggunakan alat
peraga dan tidak menggunakan alat peraga dilakukan secara acak (random sampling). Hasilnya adalah
kelas IV A sebagai kelas eksperimen dengan skor rata-rata 6,14 dan kelas IV B sebagai kelas kontrol
dengan skor rata-rata 6,17.

4. Variabel dan Desain Penelitian


Variabel yang digunakan dalam penelitian ini hanya satu jenis variabel saja, yaitu variabel X. Variabel ini
dibagi menjadi dua sub variabel yaitu:
X1 = Hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan alat peraga (kelompok eksperimen)
X2 = Hasil belajar siswa yang diajar tanpa menggunakan alat peraga (kelompok kontrol)
Adapun desain dalam penelitian ini menggunakan Randomzed Control Grup Design. Pemilihan desain
tersebut karena penelitian ini menetapkan dua kelompok yang ditempatkan secara random kemudian
diberikan perlakuan yang berbeda, model dasarnya sebagai berikut:
A E X O1

 OHajar,
K(Ibnu 2 1996: 332)

Keterangan:
A = Acak Penempatan
E = Kelompok Eksperimen
K = Kelompok Kontrol
X = Perlakuan untuk kelompok eksperimen
 = Tanpa Perlakuan
O1 = Prestasi belajar siswa untuk kelas eksperimen
O2 = Prestasi belajar siswa untuk kelas kontrol

5. Definisi Operasional
Untuk tidak menimbulkan penafsiran dalam penelitian ini maka penulis merasa perlu untuk menjelaskan
istilah-istilah sebagai berikut:
1. Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan sejauhmana apa yang telah direncanakan
dapat tercapai. Sedangkan metode mengajar lebih efektif apabila rata-rata prestasi belajar
siswa setelah diajar dengan menggunakan alat peraga yang lebih baik secara signifikan
dibanding dengan tanpa alat peraga.
2. Alat peraga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah alat bantu pengajaran yang digunakan
oleh guru berupa manik-manik.
3. Operasi bilangan bulat yang dimaksud adalah penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.

2. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes dalam bentuk essay. Tes terdiri 10 item soal tes
pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Sebelum tes disusun terlebih dahulu dibuat
kisi – kisi tesnya.
Untuk diuji validitasnya instrumen tes tersebut tidak diuji cobakan secara empirik tetapi hanya dilihat
pengukuran dari segi validitas logik berdasarkan pertimbangan yaitu dengan melihat validitas isinya.
Pemeriksaan keabsahan instrumen selanjutnya diberikan kepada guru bidang studi untuk ditelaah. Dari ke
10 butir pertanyaan tersebut telah memenuhi prasyarat sebagai butir – butir yang berkualitas.

7. Teknik Pengumpulan Data


1

Untuk memperoleh data prestasi belajar siswa kelas IV SD Negeri 3 Katobu yang dilakukan adalah
dengan cara pemberian tes prestasi belajar tentang materi penjumlahan dan pengurangan pada kedua
kelompok setelah perlakuan untuk kedua kelas penelitian.

8. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam pengolahan data penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Analisis deskriptif yaitu untuk mendeskripsikan data penelitian berupa perolehan skor
rata-rata, nilai maksimal, nilai minimum dan standar deviasi masing-masing kelompok
perlakuan.
2. Analisis Inferensial dimaksudkan untuk menguji hipotesis penelitian yaitu dengan
menggunakan uji-t dengan proses sebagai berikut:

1. Uji Normalitas
Dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang diteliti berasal dari populasi yang berdistribusi
normal atau tidak, untuk keperluan ini, maka statistik yang digunakan adalah statistik chi kuadrat
dengan rumus:

(Sudjana, 1996: 273)


Dimana:
X2hit = Nilai Chi-Kuadrat
Oi = Frekuensi hasil pengamatan ke-i
Ei = Frekuensi harapan ke-i
Kriteria pengujian:
Jika X2hit ≤ X2tab (1- ) (k-3) maka terima H0 berarti data normal

Jika X2hit > X2tab (1- ) (k-3) maka tolak H0 berarti data tidak normal
2. Homogenitas Varians
Untuk mengetahui apakah data yang diperoleh mempunyai variansi populasi yang sama atau
tidak. Maka dilakukan uji homogenitas dengan menggunakan rumus:

(Sudjana, 1996: 250) Kriteria pengujian :


Jika Fhit < dari Ftab ( 1- )(n1-1; n2-1) maka variansinya homogen
Jika Fhit < dari Ftab ( 1- )(n1-1; n2-1) maka variansinya heterogen
3. Pengujian Hipotesis
Dari hasil analisis data diperoleh bahwa data tersebut homogen maka digunakan rumus sebagai
berikut:

Dengan kriteria pengujiannya terima H0 jika thitung ≤ t(1 - ), tolak H0 jika thitung > t(1 - )
dengan dk = (n1 + n2 – 2) pada  = 0,05.
Keterangan:
1 = Rata-rata skor responden kelompok siswa yang diajar dengan menggunakan alat
1

peraga
2 = Rata-rata skor responden kelompok siswa yang diajar tanpa menggunakan alat
peraga.
n1 = Jumlah siswa yang diajar dengan menggunakan alat peraga
n2 = Jumlah siswa yang diajar tanpa menggunakan alat peraga
S = Standar Deviasi gabungan

(Sudjana, 1992: 239)


Keterangan
S12 = Kuadrat Standar Deviasi pada kelas eksperimen

S22 = Kuadrat Standar Deviasi pada kelas kontrol


n1 = Jumlah siswa pada kelas eksperimen
n2 = Jumlah siswa pada kelas kontrol
Jika thit ≤ ttab maka terima H0 jika thit > ttab maka tolak H0 dengan dk = (n1 + n2 – 2) pada  =
0,05.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian
1. Hasil Analisis Deskriptif

Penelitian yang dilaksanakan dalam rangka pengumpulan data dari dua kelompok yaitu kelompok
Eksperimen (X) dan Kontrol (X') dengan jumlah siswa untuk masing-masing kelompok eksperimen
41 orang dan kelompok kontrol 47 orang. Hasilnya dapat dideskripsikan sebagai berikut:
1. Deskripsi Prestasi Belajar Matematika Kelompok Eksperimen
Prestasi belajar matematika siswa yang diberi perlakuan memiliki nilai rata-rata sebesar 6,69
dengan perolehan skor minimum yakni 3,5 yang dicapai oleh 2 orang siswa dan skor maksimum
yakni 9 yang dicapai oleh 5 orang siswa dan standar deviasi 1,57.
2. Deskripsi Prestasi Belajar Matematika Kelompok Kontrol
Prestasi belajar matematika siswa yang tidak diberi perlakuan memiliki nilai rata-rata sebesar 5,49
dengan perolehan skor minimum yakni 2,5 yang dicapai oleh 3 orang siswa dan skor maksimum
yakni 8 yang dicapai oleh 4 orang dan standar deviasi 1,62.
1

Analisis Inferensial
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengujian hipotesis adalah sebagai berikut:
1. Uji Normalitas
Pengujian normalitas data hasil belajar matematika siswa diajar dengan menggunakan alat peraga
diperoleh nilai X2hit = 7,218 < X2tab = 7,81; maka berdasarkan kriteria pengujian berarti hasil
belajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan alat peraga berdistribusi normal.
Sedangkan pengujian normalitas data hasil belajar matematika siswa yang diajar tanpa
menggunakan alat peraga diperoleh nilai X2hit = 5,178 < X2tab = 7,81; maka berdasarkan kriteria
pengujian berarti hasil belajar matematika siswa yang diajar tanpa menggunakan alat peraga
berdistribusi normal. Jika X2hit < X2tab pada taraf signifikan  = 0,05 dan dk = k – 3, maka H 0
diterima dan H1 ditolak. Berarti data berdistribusi normal.

2. Uji Homogenitas Varians


Dari olahan data hasil penelitian di lapangan diperoleh Fhit = 1,069 dan Ftab = F0,05 = 2,11
karena Fhit < Ftab atau 1,069 < 2,11 maka H0 diterima artinya kedua sampel yang diselidiki
adalah homogen.
1

Pengujian Hipotesis
Untuk menguji efektivitas kedua perlakuan yaitu pengajaran dengan menggunakan alat peraga dan
pengajaran tanpa menggunakan alat peraga digunakan uji-t dengan taraf signifikan  = 0,05 dan
derajat kebebasan (dk) = 86 diperoleh t hit = 6,79 dari ttab = 1,66. Hal ini menunjukkan bahwa t hit =
6,79 > ttab = 1,66 sehingga hipotesis nol (H 0) ditolak dari hipotesis penelitian (H 1) diterima. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan
alat peraga lebih baik dari pada siswa yang diajar tanpa menggunakan alat peraga.

2. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika pada materi
penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat siswa kelas IV SD Negeri 3 Katobu yang diajar dengan
menggunakan alat peraga dengan yang diajar tanpa menggunakan alat peraga memiliki perbedaan yang
nyata. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan nilai rata-rata untuk kelompok eksperimen sebesar 6,69 dengan
skor minimum 3,5 dan skor maksimum 29. Sedangkan untuk kelompok kontrol sebesar 5,48 dengan skor
minimum 2,5 dan skor maksimum 8. Namun demikian perbedaan tersebut dikatakan berarti atau tidak
setelah melalui pengujian hipotesis.
Dari hasil analisis statistik dengan menggunakan uji-t diperoleh gambaran tentang hasil prestasi belajar
matematika dari kedua kelompok yang diajar dengan menggunakan alat peraga dan yang diajar tanpa
menggunakan alat peraga bahwa nilai t hitung = 6,79 lebih besar dari t tabel = 1,66 pada taraf signifikan
 = 0,05 dengan derajat kebebasan (dk) = 86. Ini berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan nilai
rata-rata prestasi belajar matematika yang diajar dengan menggunakan alat peraga dan yang diajar tanpa
menggunakan alat peraga pada materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat SD Negeri 3 Katobu.
Dari hasil proses belajar mengajar nampak jelas, bahwa prestasi belajar matematika khususnya pada
materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat di kelas IV SD Negeri 3 Katobu yang diajar dengan
menggunakan alat peraga lebih tinggi nilai hasil belajarnya dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang
diajar tanpa menggunakan alat peraga. Hal ini disebabkan karena penggunaan alat peraga dalam proses
pembelajaran matematika khususnya pada materi-materi tertentu oleh guru penting terutama dalam
membantu mempermudah siswa memahami materi pelajaran yang diajarkan, siswa lebih mudah mengerti
dan memahami materi secara sistematik dan terarah.
Sedangkan dalam proses belajar mengajar kepada siswa khususnya pada materi penjumlahan dan
pengurangan bilangan bulat yang diajar tanpa menggunakan alat peraga akan kurang efektif karena siswa
mengalami berbagai masalah dalam belajarnya. Hal ini disebabkan karena materi ini merupakan salah
satu materi yang sukar dipahami karena materinya abstrak dan tidak menarik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat peraga dalam pembelajaran materi
penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat sangat efektif dalam upaya guru membantu memudahkan
pemahaman materi pelajaran sehingga memberikan implikasi terhadap meningkatnya prestasi belajar
siswa yang lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari tingkat prestasi belajar siswa yang diajar dengan
menggunakan alat peraga lebih tinggi jika dibandingkan dengan prestasi belajar siswa yang diajar tanpa
menggunakan alat peraga pada siswa kelas IV SD Negeri 3 Katobu.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan analisis deskriptif dan inferensial yang dilakukan terhadap dua kelompok sampel yaitu
kelompok eksperimen yang diajar dengan menggunakan alat peraga dan kelompok kontrol diajar tanpa
menggunakan alat peraga pada pengajaran operasi bilangan bulat di kelas IV SD Negeri 3 Katobu Tahun
pelajaran 2005/2006 dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Siswa-siswa yang diajar dengan menggunakan alat peraga mempunyai nilai rata-rata 6,69; dan
1

standar deviasi 1,57 dengan skor minimum 3,5 dan skor maksimum 9.
2. Siswa-siswa yang diajar dengan menggunakan alat peraga mempunyai rata-rata 5,48 dan
standar deviasi 1,62 dengan skor minimum 2,5 dan skor maksimum 8.
3. Pengajaran dengan menggunakan alat peraga lebih efektif jika dibandingkan dengan
pengajaran tanpa menggunakan alat peraga, hal ini ditunjukkan dengan besar thit = 6,79 > ttab
= 1,66.
1

4. Saran
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengajaran dengan menggunakan alat peraga lebih efektif jika
dibandingkan dengan pengajaran tanpa menggunakan alat peraga. Oleh karena itu penulis menyarankan
bagi guru-guru matematika SD Negeri 3 Katobu khususnya, serta guru-guru dan calon guru matematika
pada umumnya dalam pengajaran operasi bilangan bulat sebaiknya menggunakan alat peraga agar guru
dapat mengajar lebih terarah dan sistematis sehingga siswa dapat lebih cepat memahami materi yang
diajarkan.

You might also like