Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Agung Yuriandi
Medan
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam dunia usaha, suatu perusahaan tidak selalu berjalan dengan baik, dan
tidak lagi sanggup membayar utang-utangnya. Hal demikian dapat pula terjadi
dapat saja dalam kondisi untung atau keadaan rugi. Kalau keadaan untung,
hidupnya menurun. Jadi, garis hidup suatu perusahaan pada suatu saat naik dan pada
saat lain menurun, begitu seterusnya, sehingga garis hidup perusahaan itu merupakan
garis yang menaik dan menurun seperti grafik. Sebagian perusahaan dapat
1
Victor M. Situmorang dan Hendri Soekarso, Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia,
(Jakarta : Rineka Cipta, 1994), hal. 1., sebagaimana dikutip Elvira Dewi Ginting, ”Analisis Hukum
Mengenai Pengaturan Reorganisasi Perusahaan Dalam Kaitannya Dengan Hukum Kepalitan”, (Tesis :
Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2005), hal. 1.
2
memenuhi kewajibannya kepada pihak lain, dapat disebabkan oleh kondisi internal
dan eksternal. Kondisi internal biasanya diakibatkan mismanagement dan fraud yang
perusahaan secara tidak langsung.2 Kondisi eksternal adalah kondisi di luar jangkauan
pihak perusahaan yang berdampak kepada kinerja perusahaan, antara lain kebijakan
pemerintah atau publik dan kondisi makro ekonomi di suatu negara maupun global.
mempunyai hutang. Bagi suatu perusahaan, hutang bukanlah merupakan sesuatu yang
buruk, asal perusahaan itu masih dapat membayar kembali. Perusahaan yang seperti
ini disebut perusahaan yang solvable artinya perusahaan yang mampu membayar
yang mengatur hubungan debitor (yang berada dalam kesulitan pembayaran akibat
Cash flow adalah arus kas yang masuk dan keluar dari rekening perusahaan. Apakah
pemasukan lebih sedikit dari pengeluaran ataukah pemasukan lebih besar dari
2
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta : Kencana Prenada Media
Group 2007), hal 149.
3
J. B. Huizink, Insolventie, Alih Bahasa Linus Doludjawa, (Jakarta : Pusat Studi Hukum dan
Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004), hal. 21., sebagaimana dikutip Elvira Dewi
Ginting, Loc.cit., hal. 1-2.
3
begitu juga dengan pengeluaran perusahaan yang harus ditekan (cut spending). Dalam
merupakan dunia yang paling menderita dan merasakan dampak krisis yang tengah
melanda. Hal ini juga dirasakan oleh Indonesia, yang mengakibatkan Indonesia telah
krisis ekonomi yang diawali oleh krisis nilai tukar. Krisis tersebut telah menyebabkan
ragam. Setiap perusahaan pastinya menghadapi masalah, jika ada masalah berarti
perusahaan bukan hanya diukur dengan besar kecil perusahaan melainkan seberapa
4
Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah : Suatu Gagasan Tentang Pendirian
Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia, (Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002),
hal. 2., sebagaimana dikutip Ibid., hal. 2.
4
baik perusahaan itu keluar dari masalah tersebut.5 Adapun masalah yang sering
terbatas dalam likuidasi. Pada umumnya dalam transaksi jual beli untuk penyerahan
dan pembayaran atas barang yang dibeli terjadi pada waktu yang sama. Hal ini berarti
modal kerja atau modal usaha si penjual cepat diperolehnya kembali dan langsung
dipakai untuk perputaran bisnis selanjutnya. Namun, dalam hal ini tidak jarang
kesepakatan di antara mereka dalam tenggang waktu tertentu, misalnya sekitar dua
timbulnya hak tagih dari pihak penjual sehingga keadaan ini disebut masa penagihan
(collection period). Hak tagih atas piutang ini dalam dunia ekonomi dikenal sebagai
Namun, oleh karena perseroan merupakan badan hukum yang lahir dan diciptakan
juga harus melalui proses hukum pula. Pembubaran perseroan tidak mempunyai arti
5
Bismar Nasution, “Catatan Perkuliahan : Hukum Perusahaan”, (Medan : Program Studi
Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009).
6
Rinus Pantouw, Hak Tagih Factor Atas Piutang Dagang, (Jakarta : Kencana, 2006), hal. 1.
5
ada dengan dengan catatan bahwa posisinya itu dalam stadium likuidasi
(pemberesan). Hak yang dimilikinya harus direalisasikan dan kewajiban yang dipikul
wajib dipenuhi. Perusahaan tidak boleh lagi melakukan hak dan kewajibannya itu.
ayat (1) Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mempunyai
arti :
hilang; dan
Berdasarkan Pasal 142 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang
7
Mariam Darus Badrulzaman dalam Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di
Indonesia, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2001), hal. 168.
8
Pasal 142 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4756.
6
penyelesaian dan pengakhiran urusan Perseroan setelah adanya keputusan, apakah itu
berjalan, Perseroan itu berstatus “Perseroan dalam Penyelesaian” yang oleh pasal 143
ayat (2) disebut Perseroan “Dalam Likuidasi”. Kata tersebut harus dicantumkan
Pengertian likuidasi yang disebutkan di atas, tidak jauh berbeda dengan apa
Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran, dan Likuidasi Bank. 10 Disebutkan dalam Pasal
1 angka 4, bahwa yang dimaksud dengan likuidasi bank adalah tindakan penyelesaian
seluruh hak dan kewajiban bank sebagai akibat pencabutan izin usaha dan
pembubaran badan hukum bank. Ini berarti, likuidasi bank merupakan kelanjutan dari
tindakan pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank, begitu juga
dengan Perseroan Terbatas. Pada akhirnya akan ditunjuk suatu tim yang bertugas
9
Pasal 143 ayat (2) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Ibid.
10
Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran, dan
Likuidasi Bank, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 52, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3831.
7
melakukan pemberesan Perseroan Terbatas yang telah dicabut izin usahanya oleh
karena jangka waktu berdiri yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir
telah berkekuatan hukum tetap, maka pembubaran itu wajib diikuti dengan likuidasi.
Salah satu tugas terberat dari likuidator dalam proses likuidasi perusahaan ini adalah
perusahaan diatur dalam Bab X, dalam pasal-pasal tersebut sama sekali tidak
piutang ini mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dalam proses
pembayaran hutang dan penagihan piutang inilah sering timbul konflik, yang
Pengadilan. Dalam proses pembayaran utang dan penagihan piutang ini sering timbul
membayar pokok pinjaman pada bank atau kreditor lainnya. Restrukturisasi utang
dapat menjadi solusi untuk kondisi ini. Pihak perusahaan dapat melakukan negosiasi
dengan para kreditor untuk memberikan kemudahan dengan cara menurunkan suku
disibukkan untuk mencari cara agar pinjaman yang telah diberikan nantinya tetap
Dalam literatur dari Amerika Serikat terkenal dengan istilah Chapter 11.12 berbeda
dengan literatur dari Inggris, istilah bangkrut hanya diterapkan untuk individu, bukan
11
Candra Dermawan, “Kesulitan Kuangan, Kebangkrutan, dan Likuidasi”,
http://candra.us/blog/?p=91., diakses pada 14 Maret 2011.
12
Chapter 11 adalah Undang-Undang Kepailitan Amerika Serikat atau populer dengan
sebutan Chapter 11 adalah satu peraturan tentang Reorganisasi sesuai dengan hukum kepailitan
Amerika Serikat. Bidang usaha berbentuk apapun bisa meminta perlindungan Chapter 11 Undang-
Undang Kepailitan termasuk perseroan, perusahaan perseorangan, atau perorangan yang memiliki
utang tanpa jaminan paling sedikit US$. 336.900,- atau utang beragun paling sedikit US$. 1.010.650,-.
Walaupun demikian, perlindungan Chapter 11 ini sebagian besar hanya diajukan oleh badan
perseroan. Dalam Wikipedia, ”Chapter 11 Undang-Undang Kepailitan Amerika Serikat”,
http://id.wikipedia.org/wiki/Bab_11_Undang-Undang_Kepailitan_Amerika_Serikat., diakses pada 14
Maret 2011.
13
Candra Dermawan, Loc.cit.
9
perusahaan akan membaik. Perusahaan dapat melewati krisis keuangan dan keluar
turn around. Kedua, perusahaan harus dilikuidasi atau perusahaan mengalami kondisi
upside down. Istilah likuidasi (Chapter 7)14 berarti proses penjualan harta dibawah
hal. Pertama, memang karena perusahaan dalam kesulitan keuangan. Kedua, likuidasi
dalam keadaan sehat, tetapi jika nilai jual harta sekarang melebihi going concern-nya,
Pada tulisan ini, penulis mengambil contoh kasus pada proses likuidasi
Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas16 dan dalam proses likuidasi PT. Schutter
14
Chapter 7 adalah suatu proses kebangkrutan dimana perusahaan memberhentikan semua
operasi dan keluar dari bisnis atau bidang usaha tersebut. Seorang likuidator ditunjuk untuk
melikuidasi (menjual) aset perusahaan, dan uang tersebut digunakan untuk melunasi utang perusahaan.
Dalam Investopedia, “Chapter 7”, http://www.investopedia.com/terms/c/chapter7.asp., diakses pada 14
Maret 2011.
15
Ibid.
16
Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3587.
10
piutang perusahaan, seperti adanya utang perusahaan kepada pemegang saham dan
(formal) atau penyelesaian melalui jalur di luar pengadilan (informal). Sebagian besar
perusahaan mencoba untuk mencari investor baru atau melakukan debt to equity
swap. Pilihan yang terakhir menyebabkan pemberi hutang berubah status menjadi
pemilik perusahaan.18
Masalah utama pada penjualan harta adalah pasar yang tidak likuid.
Perusahaan menghadapi kesulitan menjual harta pada harga yang layak. Pembeli
industri yang sama. Jika perusahaan pesaing juga terkena dampak penurunan industri
sehingga mereka juga dalam kesulitan likuiditas, maka harga jual harta bisa
tertekan. 19
Pengadilan mencoba untuk membagi wewenang dan tanggung jawab setiap kreditor
17
Iskandar, Aziarni Hasibuan & Partners, “Laporan Pertanggungjawaban Likuidator PT.
Schutter Indonesia (Dalam Likuidasi)”, Medan, 18 Feburari 2008.
18
Candra Dermawan, Op.cit.
19
Ibid.
11
dengan tujuan tercapainya penyelesaian yang cepat dan terbaik. Negara-negara yang
mengadopsi hukum (common law) seperti, Amerika Serikat, Inggris dan negara-
umumnya negara yang menganut common law lebih memberikan kepastian hukum
sehingga penyelesaian lewat hukum mampu memberi resolusi yang efisien. Alasan
yang sebaliknya terjadi mengapa negara-negara yang akar hukumnya berasal dari
penyelesaian informal. 20
dilakukan oleh Bank Dunia (1999). Dibanding 5 negara di Asia (Indonesia, Korea,
keuangan yang menjadi subjek observasi yang dilakukan oleh Bank Dunia, hanya 2
Thailand (22.6%) memiliki angka yang lebih tinggi. Sekali lagi, alasan utama yang
mendasari pemilihan itu adalah sistem hukum yang tidak berjalan dengan baik,
20
Ibid.
12
diharapkan tidak terdistorsi percuma. Untuk itu, pemerintah perlu terus memperbaiki
Likuidasi mungkin tampak seperti proses yang ideal bagi direksi perusahaan
mempengaruhi masa depan semua yang terlibat terutama jika perusahaan mengalami
masalah selama dalam masa likuidasi. Jika dapat ditemukan prosedur yang salah
selama masa likuidasi maka dapat memiliki efek negatif bagi masa depan untuk
Dalam Pasal 142 ayat (2) huruf a.,23 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Jo.
Pasal 114 ayat (4) Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas,
tidak ada ditentukan kapan likuidator tersebut harus ditunjuk sehingga yang terjadi
adalah Perseroan Terbatas sudah dibubarkan namun likuidator belum diangkat tapi
ketentuan hukum ini harus ditunjuk likuidator untuk melakukan likuidasi. Inilah yang
sering terjadi di dunia usaha. Setelah ditunjuk Pelaksana Tugas Direktur maka
beberapa bulan kemudian barulah diangkat likuidator. Sementara itu, pada saat
21
Ibid.
22
“Perusahaan – Company Profil – Setelah sebuah Perusahaan Likuidasi Sukarela”,
http://www.companyprofil.com/perusahaan-company-profil-setelah-sebuah-perusahaan-likuidasi-
sukarela.html., diakses pada 14 Maret 2011.
23
Pasal 142 ayat (2) huruf a., Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, Op.cit., menyatakan bahwa : ”Dalam hal terjadi pembubaran Perseroan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) : a. Wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau
kurator”.
13
penggelapan aset perusahaan. Penggelapan aset itu menjadi hambatan bagi likuidator
Kesulitan selanjutnya adalah dalam Pasal 147 ayat (3) Undang-Undang No.
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas24 telah ditentukan menenai jangka waktu
pengajuan tagihan oleh kreditor, namun sering terjadi kreditor baru melakukan
penagihan setelah jangka waktu tersebut berlalu. Hal ini adalah problem dalam
tetapi hal ini dapat sulit dicapai. Hal tersebut sulit dicapai karena likuidasi memiliki
dalam posisi yang nyaman untuk memulai bisnis lagi terutama jika sebelumnya
24
Pasal 147 ayat (3), Ibid., menyatakan bahwa : “Jangka waktu pengajuan tagihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d., adalah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal
pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”.
25
Ibid.
14
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka pada tulisan ini didapat
Terbatas?
C. Tujuan Penelitian
piutang perseoan terbatas dalam likuidasi. Dari rumusan masalah yang disebutkan di
D. Manfaat Penelitian
Praktisi Hukum, akademisi, dan dapat memperkaya literatur di perpustakaan. Ada dua
1. Secara Teoritis
2. Secara Praktis
dalam hal melakukan likuidasi suatu perusahaan agar sistem hukum dapat
E. Keaslian Penelitian
Hutang Piutang Perseroan Terbatas dalam Likuidasi” tidak pernah dilakukan. Namun,
Penulisan penelitian ini memiliki rumusan masalah dan tujuan penelitian yang
ilmiah. Pertanggungjawaban tersebut dapat berupa isi dan contoh kasus yang
1. Kerangka Teori
selalu dipengaruhi oleh penemuan baru dalam hal metodologi, kontinuitas penelitian
dan kesinambungan eksistensi ilmu itu sendiri. Untuk itu diperlukan adanya suatu
teori yang menjelaskan hubungan di antara data dan fakta walaupun tidak begitu
sempurna tetapi memberi pedoman tentang cara penelitian, tujuan penelitian serta
pengumpulan data.26
timbul dalam penelitian. Teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang
meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan
mengadakan pengujian dan hasilnya menyangkut ruang lingkup faktor yang sangat
luas. Kadang-kadang dikatakan orang, bahwa teori itu sebenarnya merupakan ”an
elaborate hypothesis”, suatu hukum akan terbentuk apabila suatu teori telah diuji dan
diterima oleh ilmuwan, sebagai suatu keadaan yang benar dalam keadaan-keadaan
26
Manahan M. P. Sitompul, “Penyelesaian Sengketa Utang-Piutang Perusahaan Dengan
Perdamaian Di Dalam Atau Di Luar Proses Kepailitan (Studi Mengenai Lembaga Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang)”, (Disertasi : Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara,
2009), hal. 42.
27
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal. 27.,
sebagaimana dikutip Ibid.
18
tertentu.28 Seperti yang dikemukakan oleh James E. Mauch, Jack W. Birch, sebagai
berikut 29 :
”Theory explains the relations among facts, though not completely. In turn,
they guide research procedures, objectives and data collection. In (this)
general sense, every thesis or disertation proposal should be based on
theory”.
Kerangka teori dan kerangka konsep dalam penelitian ini akan dikemukakan
beberapa teori yang dapat memberikan pedoman dan arahan untuk tercapainya tujuan
penelitian ini yang berasal dari pendapat para ilmuwan dan selanjutnya disusun
yang menunjang tercapainya tujuan penelitian ini. Teori hukum dimaksud adalah
Kepastian hukum (rule of law) secara normatif adalah ketika suatu peraturan
dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas
dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi-tafsir) dan logis dalam artian
kepastian hukum menjadi sistem norma dengan norma lain sehingga tidak
berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Konflik norma yang ditimbulkan dari
ketidakpastian aturan dapat berbentuk konstelasi norma, reduksi norma atau distorsi
”hal penting bagi pertumbuhan ekonomi dan membawa dampak yang luas
bagi reformasi sistem ekonomi di seluruh dunia yang berdasarkan pada teori
28
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia Press.,
1996), hal. 126-127.
29
James E. Maruch, Jack W. Birch, Guide To The Succesful Thesis and Disertation, Books in
Library and Information Science, (New York : Marcel Dekker Inc., 1993), hal. 102., sebagaimana
dikutip Ibid.
30
Bismar Nasution, “Modul Perkuliahan : Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi”,
(Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 7.
19
adalah untuk melindungi dari kerugian (”the end of justice is to secure from
injury”).31 Setiap perusahaan yang akan dilikuidasi sudah pasti ingin menghindari
kerugian yang akan dialaminya di kemudian hari. Jadi, dengan begitu akan tercapai
Penyelesaian hutang piutang juga tidak luput dari teori hukum ini, bahwa hutang yang
harus dibayar tercapai kesepakatan yang bersifat win-win solution. Piutang yang
ditagih juga harus berkeadilan bagi debitor dan kreditornya. Tata cara penagihan
piutang dan pembayaran hutang tersebut dilakukan agar terhindar dari kerugian
(potential losses).
Salah satu unsur rule of law yang dapat mendorong tingkat pertumbuhan
ekonomi adalah kepastian hukum yaitu kepastian berusaha. Lamanya prosedur dalam
tumpang tindih mengakibatkan prosedur yang lama, berbelit-belit dan ekonomi biaya
tinggi. Data yang terkait dengan korupsi, belum berjalan, e-governement dan
melalui proses keterbukaan dan terutama tidak berlaku surut tanpa alasan yang jelas
31
Ibid.
20
serta tidak diubah dari waktu ke waktu (predictable), sehingga pengusaha dapat
menyesuaikan kegiatan usahanya berdasarkan aturan dan kebijakan yang sudah ada.32
dilikuidasi, selanjutnya akan tercipta kemanfaatan hukum bagi pihak yang terkait di
dalamnya. Adapun teori manfaat hukum disebut juga dengan teori utilitarian yang
dikemukakan oleh Jeremy Bentham (”greatest amount of happiness for the greatest
number of people”). Baik buruknya hukum harus diukur dari baik buruknya akibat
yang dihasilkan oleh penerapan hukum itu. Suatu ketentuan hukum baru dapat dinilai
baik, jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan. 33 Dalam
menderita kerugian, demi kelancaran proses likuidasi dan orang-orang yang terkait di
dalamnya.
berlangsung secara normal, damai, tetapi dapat juga terjadi berbagai pelanggaran
terhadap hukum. Dalam hal ini hukum harus ditegakkan. Penegakan hukum atau yang
32
Ibid.
33
Bryan Magee, The Story Of Philosophy : Kisah Tentang Filsafat, (Yogyakarta : Kanisius,
2008), hal. 182.
21
suatu perlindungan dan kepastian hukum. Melalui penegakan hukum itu menjadi
likuidasi adalah untuk menegakkan hukum yaitu ketentuan Pasal 142 ayat (2) huruf
a., bahwa setiap terjadi pembubaran Perseroan harus diikuti dengan likuidasi yang
dilakukan oleh likuidator atau kurator. Walaupun sudah ditentukan hal tersebut oleh
penunjukan Pelaksana Tugas Direksi. Hal ini terjadi karena tidak adanya bagian
hukum, atau orang yang mengerti hukum yang bekerja di perusahaan tersebut. Jadi,
karena kebiasaan memberikan tugas kepada karyawan dengan cara membuat surat
manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat
34
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum : Suatu Pengantar, (Yogjakarta : Liberty, 1995),
hal. 14., sebagaimana dikutip Budi Satrio, “Penegakan Hukum Pidana di Bidang Pasar Modal”, (Tesis:
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009).
35
Ibid.
22
atau kegunaan bagi masyarakat. Jangan sampai justru karena hukumnya dilaksanakan
Jika kepastian hukum sudah tercapai maka kemanfaatan hukum, dan keadilan
hukum juga akan tercapai. Kaitannya dengan penyelesaian hutang piutang perseroan
terbatas yang dilikuidasi adalah apabila ketentuan Pasal 142 ayat (2) huruf a., sudah
ditegakkan dari awal pembubaran perseroan maka akan tidak ada masalah
penggelapan aset perusahaan. Hal ini akan meminimalisir kerugian yang diderita oleh
Perseroan. Oleh karena perseroan tidak menegakkannya maka akibat hukum yang
terbatas.
dan penegakan hukum di masyarakat. Jangan ada keberpihakan hukum terhadap salah
menerapkan perangkat sarana hukum tertentu untuk memaksakan sanksi hukum guna
konsepsional, inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan
36
Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, (Bandung : Sinar Baru, 1988), hal. 24.,
sebagaimana dikutip Budi Satrio, Op.cit.
23
sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan
penegakan hukum mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempunyai arti
netral, sehingga dampak negatif atau positifnya terletak pada isi faktor-faktor
tersebut. Faktor-faktor saling berkaitan dengan eratnya, merupakan esensi serta tolok
1. ”Hukum (undang-undang);
2. Penegakan Hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum;
3. Semua atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
4. Masyarakat, yakni dimana hukum tersebut diterapkan;
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup”.
pada perseroan terbatas yang dilikuidasi selanjutnya apa yang tertulis (das sollen)38
akan dipelajari untuk dilakukan pendekatan dengan contoh kasus yang dibahas pada
37
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 1983), hal. 5.
38
Das Sollen adalah sesuatu yang mengharuskan kita untuk berfikir dan bersikap. Contoh :
norma, kaidah, dan sebagainya. Dapat diartikan bahwa das sollen merupakan kaidah dan norma serta
kenyataan normatif seperti apa yang seharusnya dilakukan.
39
Das Sein adalah sesuatu yang merupakan implementasi dari segala hal yang kejadiannya
diatur oleh das sollen dan mogen. Dapat dipahami bahwa das sein merupakan peristiwa konkrit yang
terjadi.
24
2. Kerangka Konsep
yang digunakan dalam penelitian ini, maka berikut akan diberikan definisi
dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
pelaksanaannya.40
dilakukan.
3. Piutang adalah hak-hak dari perseroan terbatas yang dibuat oleh perusahaan
karena adanya wanprestasi atau melanggar ketentuan dari kontrak kerja yang
sudah diperbuat.
yang memiliki tagihan kepada pihak lain (pihak kedua) atas properti atau
layanan jasa yang diberikan (biasanya dalam bentuk kontrak atau perjanjian)
properti yang nilainya sama atau jasa. Pihak kedua ini disebut sebagai
40
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Op.cit.
25
peminjam atau yang berhutang. Secara singkat dapat dikatakan pihak yang
menerima sesuatu dari kreditor yang dijanjikan debitor untuk dibayar kembali
pada masa yang akan datang. Pemberian pinjaman kadang memerlukan juga
jaminan atau agunan dari pihak debitor. Jika seorang debitor gagal membayar
pada tenggat waktu yang dijanjikan, suatu proses koleksi formal dapat
memaksa pembayaran.42
6. Aktiva adalah sarana atau sumber daya ekonomik yang dimiliki oleh suatu
kesatuan usaha atau perusahaan yang harga perolehannya atau nilai wajarnya
perusahaan pada masa yang akan datang, pengorbanan untuk masa yang akan
datang ini terjadi akibat kegiatan usaha kewajiban ini dibedakan menjadi
pembayaran kewajiban kepada para kreditor dan pembagian harta yang tersisa
41
Wikipedia, “Kreditor”, http://id.wikipedia.org/wiki/Kreditur., diakses pada 22 Maret 2011.
42
Wikipedia, “Debitor”, http://id.wikipedia.org/wiki/Debitur., diakses pada 22 Maret 2011.
43
Jopie Jusuf, Analisis Kredit Untuk Account Officer, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,
1995).
44
“Definisi Aktiva & Pasiva”, http://rahasiaakuntansi.blogspot.com/2010/03/definisi-aktiva-
pasiva.html., diakses pada 22 Maret 2011.
26
badan hukum.45
(RUPS).46
dalam dalam likuidasi oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau oleh
yang akan diteliti. Penyelesaian hutang-piutang misalnya, adalah suatu konsep yang
dipakai untuk menggambarkan cidera janji atau ”wanprestasi”. Dengan kata lain,
dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama. Atau dapat pula
dikatakan bahwa konsep adalah suatu kata atau lambang yang menggambarkan
45
Likuidasi, menurut Black’s Law Dictionary 6th Edition, yaitu : “with respect with winding
up of affairs of corporation, is process of reducing assets to cash, discharging liabilities and dividing
surplus or loss. Occurs when a corporation distributes its net assets to its shareholders and ceases its
legal existence”.
46
Pasal 152 ayat (1), Loc.cit.
47
Pasal 143 ayat (2), Ibid.
48
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta : Granit, 2004), hal. 27.
27
G. Metode Penelitian
Pengetahuan dan teknologi diperoleh saat ini dipastikan melalui kegiatan penelitian
Penelitian mengandung metode atau cara yang harus dilalui sebagai syarat
penelitian, akan tetapi terdapat prinsip-prinsip umum yang harus dipahami oleh
semua peneliti seperti pemahaman yang sama terhadap validitas dari hasil capaian
49
Muhamad Muhdar, “Bahan Kuliah Metode Penelitian Hukum : Sub Pokok Bahasan
Penulisan Hukum”, (Balikpapan : Universitas Balikpapan, 2010), hal. 2.
50
Ibid.
28
perseroan terbatas dalam likuidasi, yang menjadi contoh untuk penelitian ini adalah
dijadikan masalah dalam penelitian. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini
haruslah mengandung issu hukum yaitu masalah likuidasi PT. Schutter Indonesia.
Jadi, jenis penelitian yang digunakan adalah menggunakan pendekatan kasus (case
mengelompokkan mana yang merupakan kaidah hukum dan mana yang bukan kaidah
hukum.
Sedangkan sifat penelitian dari penulisan tesis ini adalah deskriptif yang
ditujukan untuk menggambarkan secara tepat, akurat, dan sistematis mengenai gejala-
51
Etika Penulisan Ilmiah, (DITJEN DIKTI : Lokakarya Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah
yang diselenggarakan DP2M), hal. 2-6., seperti yang diringkas/disarikan oleh M. A. Rifai., dalam
Munandir., “Kode Etik Menulis : Butir-Butir”, www.unissula.ac.id
/perpustakaan/.../Munandir%20(kode%20etik).ppt., 2007, diakses pada 25 Mei 2010.
52
Adapun tahap-tahap dalam analisis yuridis normatif adalah : merumuskan azas-azas hukum
dari data hukum positif tertulis; merumuskan pengertian-pengertian hukum; pembentukan standar-
standar hukum; dan perumusan kaidah-kaidah hukum. Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode
Penelitian Hukum, (Jakarta : Rajawali Press, 2010), hal. 166-167.
53
Pendekatan Kasus (case approach) adalah dimaksudkan untuk mempelajari secara intensif
tentang latar belakang masalah keadaan dan posisi suatu peristiwa.
29
gejala hukum terkait dengan peranan hukum dalam pembangunan ekonomi studi
Pada penelitian hukum dengan studi kasus yang dilakukan ini maka maka
sumber bahan hukum yang digunakan dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok,
yaitu :
konsep hukum dalam bahan hukum primer, analisis bahan hukum primer
dibantu oleh bahan hukum sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber baik
3. Bahan hukum tertier diperlukan dipergunakan untuk berbagai hal dalam hal
penjelasan makna-makna kata dari bahan hukum sekunder dan bahan hukum
kepustakaan54 (library research) dan studi dokumen dari berbagai sumber yang
dipandang relevan, antara lain mengenai hutang piutang dalam hukum keperdataan
Universitas Sumatera Utara. Kasus yang digunakan diambil dari likuidator langsung
54
Menurut Bambang Sunggono, studi kepustakaan dapat membantu peneliti dalam berbagai
keperluan, misalnya : a) Mendapatkan gambaran atau informasi tentang penelitian yang sejenis dan
berkaitan dengan permasalahan yang diteliti; b) Mendapatkan metode, teknik, atau cara pendekatan
pemecahan permasalahan yang digunakan; c) Sebagai sumber data sekunder; d) Mengetahui historis
dan perspektif dari permasalahan penelitiannya; e) Mendapatkan informasi tentang cara evaluasi atau
analisis data yang dapat digunakan; f) Memperkaya ide-ide baru; dan g) Mengetahui siapa saja peneliti
lain di bidang yang sama dan siapa pemakai hasil penelitian tersebut, seperti yang dikemukakan
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Rajawali Press, 2010), hal. 112-113.
31
4. Analisis Data
deduktif – induktif yaitu dilakukan dengan teori yang digunakan dijadikan sebagai
titik tolak untuk melakukan penelitian. Deduktif artinya menggunakan teori sebagai
alat, ukuran dan bahkan instrumen untuk membangun hipotesis, sehingga secara tidak
langsung akan menggunakan teori sebagai pisau analisis dalam melihat masalah
dalam penyelesaian hutang piutang dan proses likuidasi perseroan terbatas. Teorisasi
bahkan dalam format induktif tidak mengenal teorisasi sama sekali artinya teori dan
teorisasi bukan hal yang penting untuk dilakukan. Maka deduktif – induktif adalah
penarikan kesimpulan didasarkan pada teori yang digunakan pada awal penelitian dan
55
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Rosda, 2006), hal. 248,
dalam Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu
Sosial Lainnya, Ed. 1, Cet. 3, (Jakarta : Kencana, 2009), hal. 144-145.
56
Ibid., hal. 26-29.
32
BAB II
variabel terhadap bab ini, yang terdiri dari : Penyelesaian Hutang, Hak Tagih Factor
atas Piutang Dagang dan Perseroan Terbatas yang dilikuidasi. Pada penyelesaian
dijalankan dengan baik. Jika perjalanan bisnis tidak baik dalam hal ini merugi dan
tidak bisa ditutupi dengan daya apapun lagi maka perusahaan tersebut dapat
piutangnya terhadap pihak lain. Untuk pertama sekali yang akan dibahas adalah
57
Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World
Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3564.
33
Cipta, Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentag Perbankan, dan lain sebagainya.58
Serikat. 59 Pada bulan April 2005, Kongres Amerika Serikat mengeluarkan sebuah
Pada bulan Mei 2003, kurang dari 2 (dua) tahun setelah dikeluarkannya
undang-undang tersebut. Strouds, suatu rantai usaha toko seprai dan peralatan rumah
58
Mahmul Siregar, Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal Studi Kesiapan dalam
Perjanjian Investasi Multilateral, Cetakan Kedua : Revisi, (Medan : Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara, 2008), hal. 487.
59
Investopedia, “Chapter 7”, Op.cit.
60
Robert D. Hisrich, Michael P. Peters, dan Dean A. Shepherd, Enterpreneurship
Kewirausahaan, Edisi 7, (Jakarta : Salemba Empat, Tanpa Tahun), hal. 738.
34
Los Angeles itu tidak mampu menghadapi kompetisi dari Bed, Bath, & Beyond dan
Linens ’n Things, dalam perekonomian yang lemah. Rantai usaha itu didirikan lebih
dari 70 toko dengan lebih dari 1.500 pekerja di seluruh Amerika Serikat. Keputusan
untuk menutup perusahaan dibuat setelah perusahaan itu mengalami kerugian sebesar
Pada tahun 1995, Edison Brothers Shoe Stores, dahulu salah satu rantai usaha
generasi ketiga dari dinasti Edison dengan gelar MBA dari Harvard University, pada
tahun 1999 Peter Edison mampu membeli produk terpenting yaitu rantai sepatu
Edison, Bakers Shoe, senilai US$. 8 juta. Dengan persediaan yang hanya cukup untuk
musim yang sedang berjalan dan sebuah citra label sepatu murah, ia memulai sebuah
strategi untuk merevitalisasi citra label tersebut. Ia menutup lusinan toko kurang
menguntungkan dan mengubah model toko-toko yang tersisa secara satu per satu agar
tampak seperti butik-butik kelas atas. Penjualan di toko-toko yang telah direnovasi
kembali untuk bangkit dari keterpurukan. Namun, yang akan dibahas dalam riset
61
Ibid.
62
Ibid.
35
1. Alternatives to Chapter 7
Sebagai contoh, debitur yang terlibat dalam bisnis, termasuk perusahaan, kemitraan,
dan perseorangan, mungkin lebih suka untuk tetap dalam bisnis dan menghindari
Chapter 11 dari Bankcruptcy Code. Dalam Chapter 11, debitur dapat meminta
Selain itu, debitur individu yang memiliki penghasilan tetap dapat meminta
kesempatan bagi debitur individu untuk menyelamatkan rumah debitur dari penyitaan
yang diajukan oleh individu yang memiliki hutang terutama konsumen daripada
hutang bisnis jika pengadilan menemukan bahwa pemberian bantuan akan menjadi
63
United States Courts, “Chapter 7 : Liquidation Under the Bankruptcy Code”,
http://www.uscourts.gov/FederalCourts/Bankruptcy/BankruptcyBasics/Chapter7.aspx., diakses pada
08 Mei 2011.
64
Ibid.
36
debitur saat ini selama 5 (lima) tahun, setelah dikurangi biaya statutorily
tertentu diperbolehkan, adalah lebih dari : (i) US$. 11.725,- atau (ii) 25% dari
US$. 7.025,-;
diberhentikan menurut Title 11, United State Code § 707 (b) (1);
kebangkrutan selanjutnya.66
65
Ibid.
66
Ibid.
37
penjualan tersebut untuk membayar hutang atas klaim kreditur sesuai dengan
ketentuan Bankruptcy Code. Bagian aset debitur dapat mengganggu hak gadai dan
hipotek yang diperjanjikan kepada kreditur lainnya. Selain itu, Bankruptcy Code akan
memungkinkan debitur untuk menjaga sisa aset tertentu, tetapi likuidator akan
melikuidasi aset debitur yang tersisa. Dengan demikian calon debitur harus
di Indonesia, maka Chapter 7 adalah Likuidasi dan Tata Caranya, Chapter 13 adalah
3. Chapter 7 Eligibility
Bankruptcy Code, debitur mungkin seorang individu, kemitraan, atau korporasi atau
badan usaha lain sesuai dengan 11 United State Code § § 101 (41), 109 b. Tunduk
pada tes-tes yang diajukan berarti yang dijelaskan di atas untuk debitur perorangan,
bantuan tersedia untuk Chapter 7 terlepas dari jumlah hutang debitur atau apakah
67
Ibid.
38
Chapter 7 atau Chapter lainnya, namun, jika selama 180 hari sebelum permohonan
depan pengadilan atau mematuhi perintah pengadilan, atau debitur secara sukarela
(11 United State Code § § 109 g., 362 d., dan e.). Selain itu, individu tidak mungkin
menjadi debitur pada Chapter 7 atau Chapter pada Bankruptcy Code kecuali atas
permohonannya sendiri dan dalam waktu 180 hari sebelum pengajuan likuidasi,
menerima konseling kredit dari lembaga kredit yang disetujui konseling baik dalam
individual ataupun grup konseling (11 United State Code. § § 109, 111). Ada
pengecualian dalam situasi darurat atau dimana U.S. Trustee (atau administrator
kepailitan) telah menetapkan bahwa ada lembaga yang cukup menyediakan konseling
Salah satu tujuan utama dari kebangkrutan adalah untuk kejujuran terhadap
hutang debitur tertentu adalah sebuah “fresh start”. Debitur tidak memiliki kewajiban
untuk debitur individual, bukan untuk kemitraan atau perusahaan (11 United State
Code § 727 a., 1). Meskipun Chapter 7 individu biasanya menghasilkan debit hutang,
hak untuk melepaskan adalah tidak mutlak, dan beberapa jenis hutang yang tidak
68
Ibid.
39
habis dibayarkan. Selain itu, debit kepailitan tidak memadamkan hak pada properti
pemohon (debitur) terhadap aset yang dimiliki. Biasanya aset yang dimiliki lebih
sedikit dari pada hutang yang ada. Dengan demikian studi kelayakan dipandang perlu
Amerika Serikat, pemerintah bertanggung jawab penuh kepada setiap subjek hukum
yang melakukan suatu usaha perdagangan, salah satu contohnya dapat dilihat pada
Campur tangan pemerintah kental sekali jika dilihat dalam peraturan likuidasi
yang diatur dalam Chapter 7 tersebut. Hal ini diupayakan agar tercipta kepastian
hukum yang baik. Terkait dengan teori yang digunakan dalam penulisan riset ini,
David M. Trubek, rule of law yang dapat mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi
69
Ibid.
40
tersebut terletak di wilayah tempat tinggal debitur ataupun usaha dan aset yang paling
besar dimiliki. Ada 3 (tiga) persyaratan permohonan debitur yang harus diajukan,
antara lain 70 :
Perjanjian yang dibuat dan belum berakhir). Poin ini adalah tambahan.
salinan pengembalian pajak atau transkrip untuk tahun pajak yang terbaru serta pajak
pada saat pengajuan likuidasi (termasuk pengembalian pajak untuk tahun sebelumnya
yang belum mengajukan saat permohonan diajukan) (11 United State Code § 521).
tambahan. Debitur dan konsumen yang memiliki hutang harus memeriksa kebenaran
dokumen yang diajukan berdasarkan konseling kredit, bukti pembayaran dari debitor
jika ada, diterima 60 hari sebelum pengajuan. Sebuah laporan laba bersih per bulan
dan setiap peningkatan dalam pendapatan atau biaya yang timbul akibat pengajuan,
pendidikan negara bagian. Contoh : seorang suami dan istri dapat mengajukan
permohonan petisi bersama atau perorangan (11 United State Code § 302 a.). bahkan
70
Ibid.
41
jika pengajuan bersama, suami dan istri tunduk pada semua persyaratan dokumen
pengajuan debitur individu (formulir pengajuan dapat dibeli di toko buku, atau di
yaitu US$. 245,- biaya US$. 39,- administrasi lainnya, dan biaya tambahan trustee
US$. 15,-. Biasanya, biaya yang harus dibayarkan kepada panitera pengadilan atas
dapat membayar biaya tersebut secara mengangsur (28 United State Code § 1930 a.).
Angsuran tersebut dapat dilakukan sebanyak 4 (empat) kali selama 120 hari setelah
atas biaya tersebut selama 180 hari setelah pengajuan permohonan. Debitur juga
dapat membayar biaya administrasi US$. 39,- dan surcharge trustee US$. 15,-
dengan angsuran. Jika permohonan bersama yang diajukan maka hanya 1 (satu) biaya
yang akan dibayarkan. Debitur harus menyadari bahwa kegagalan untuk membayar
biaya perkara tersebut dapat mengakibatkan pemberhentian kasus tersebut (11 United
71
Ibid.
72
Ibid.
42
§ 1930 f.). 73
sebagai berikut74 :
4. Sebuah daftar rinci dari biaya bulanan debitur, seperti : biaya pengeluaran
sewa bangunan tempat usaha; rekening air, listrik, dan telepon; pajak-pajak;
informasi apakah mengajukan petisi bersama, petisi individu yang terpisah, atau
bahkan jika hanya satu yang mengajukan. Dalam situasi dimana berkas-berkas
debitur hanya satu, pendapatan dan beban dari debitur lain yang dibutuhkan agar
pengadilan, trustee dan kreditur dapat mengevaluasi posisi keuangan usaha tersebut.75
perorangan untuk melindungi beberapa kekayaan dari klaim kreditor yang bebas
pajak menurut Federal Bankruptcy Law atau berdasarkan Laws of the Debtor’s Home
73
Ibid.
74
Ibid.
75
Ibid.
43
State (11 United State Code § 522 b.). Banyak negara bagian telah mengambil
pengecualian federal. Dalam yurisdiksi lain, debitur individual memiliki pilihan untuk
hukum negara. Jadi, apakah properti tertentu yang dikecualikan dan dapat disimpan
oleh debitur sering merupakan masalah hukum negara. Debitur harus berkonsultasi
berdasarkan tindakan pengumpulan data-data aset yang tidak termasuk dalam aset
likuidasi (11 United State Code § 362). Pengajuan permohonan aset yang tidak
termasuk dalam aset likuidasi tersebut adalah tindakan yang terdaftar berdasarkan (11
United State Code § 362 b.) dan tinggal menunggu waktu efektif terhadap putusan
hanya untuk waktu yang singkat dalam beberapa situasi. Tinggal menunggu putusan
penetapan dan tidak memerlukan tindakan hukum lain. Selama tetap berlaku, kreditur
76
Ibid.
77
Ibid.
44
pertemuan dapat diadakan tidak lebihd ari 60 hari setelah perintah untuk itu. Selama
pertemuan ini, trustee menempatkan debitur di bawah sumpah, dan keduanya trustee
tersebut dan menjawab seluruh pertanyaan yang diajukan tentang urusan keuangan
debitur dan properti (11 United State Code § 343). Jika pemohon telah mengajukan
trustee Amerika Serikat akan melaporkan ke pengadilan apakah kasus tersebut harus
Hal ini penting bagi debitur untuk bekerja sama dengan trustee dan untuk
konsekuensi mencari aset pada kebangkrutan seperti efek pada sejarah kredit,
menerima debit, dan efek untuk menegaskan kembali utang. Beberapa trustee
memberikan informasi tertulis tentang topik ini pada atau sebelum pertemuan untuk
78
Ibid.
45
Chapter 11, 12, atau 13 sepanjang debitur yang memenuhi syarat untuk menjadi
debitur di bawah Chapter yang baru. Namun, kondisi konversi sukarela debitur
adalah bahwa kasus tersebut belum pernah dikonversi ke Chapter 7 dari Chapter lain
(11 United State Code § 706 a). Dengan demikian, debitur tidak akan diizinkan
untuk mengkonversi kasus tersebut berulang kali dari satu Chapter ke Chapter yang
lain. 80
Kelihatan disini bahwa pemerintah tidak lepas tangan dari perannya terhadap
penegakan hukum. Pemohon sudah membayar biaya administrasi, maka saat likuidasi
diajukan inilah Pemerintah bekerja untuk memprosesnya. Tidak lepas tangan begitu
administrasi tetapi tidak ada pelayanan yang diberikan kepada pemohon likuidasi.
79
Ibid.
80
Ibid.
46
suatu perseroan terbatas itu layak atau tidak untuk dilikuidasi. Dengan demikian
menunjuk trustee pada kasus yang diterima untuk mengelola kasus tersebut dan
melikuidasi aset pemohon/debitur (11 United State Code § § 701, 704). Jika semua
aset debitur dibebaskan atau tunduk pada hak gadai yang berlaku, maka trustee
biasanya akan menetapkan “tidak ada aset” di dalam laporan kepada pengadilan, dan
tidak akan ada distribusi kepada kreditur tanpa jaminan. Kebanyakan kasus Chapter 7
melibatkan debitur individu yang tidak memiliki aset dalam pembayaran hutang.
Tetapi jika kasus tersebut tampaknya memiliki aset, pada awal kasus, kreditur tanpa
jaminan harus mengajukan gugatan mereka kepada pengadilan dalam jangka waktu
Bagaimanapun setelah 180 hari terlewati sejak tanggal perkara ini diajukan untuk
mengajukan klaim (11United State Code § 502 b). Dalam kasus Chapter 7 ada aset
yang khas, tidak perlu bagi kreditur untuk mengajukan bukti klaim karena tidak akan
ada distribusi. Jika trustee kemudian memiliki aset yang akan dibagikan kepada
mengajukan bukti klaim. Meskipun kreditur dijamin tidak perlu mengajukan bukti
klaim dalam kasus Chapter 7 untuk menjaga kepentingan keamanan atau gadai,
47
mungkin ada alasan lain untuk mengajukan klaim. Seorang kreditur dalam kasus
Chapter 7 yang memiliki hak gadai atas properti, debitur harus berkonsultasi dengan
menjadi milik sah dari semua harta debitur. Ini terdiri dari semua kepentingan hukum
atau adil dari debitur dalam properti pada saat dimulainya kasus ini, termasuk properti
yang dimiliki atau dipegang oleh orang lain jika debitur memiliki kepentingan
properti. secara umum, kreditur debitur dibayar dari properti yang dikecualikan dari
Peran utama dari trustee dalam kasus Chapter 7 pada kasus aset adalah untuk
kreditur konkuren debitur. Trustee yang menyelesaikan hal ini adalah dengan cara
menjual properti debitur jika bersih dari hak gadai (selama properti tidak dibebaskan).
Trustee juga mungkin mencoba untuk memulihkan keuangan atau properti di bawah
kuasa untuk menyisihkan transfer khusus dibuat untuk kreditur dalam waktu 90 hari
lain dari kekayaan yang tidak benar disempurnakan berdasarkan hukum Non-
Bankruptcy Law pada saat permohonan; dan mengejar klaim untuk tidak dinyatakan
pailit. Selain itu, jika debitur adalah sebuah bisnis, Pengadilan Kebangkrutan
81
Ibid.
82
Ibid.
48
bisniss tersebut untuk jangka waktu yang terbatas, jika operasi tersebut akan
menguntungkan kreditur dan meningkatkan nilai likuidasi debitur (11 United State
Code § 721). 83
Pada §. 726 dari Bankruptcy Code mengatur tentang pembagian harta warisan.
Pasal ini mengatur ada enam kelas klaim dan masing-masing kelas harus dibayar
secara penuh sebelum kelas yang lebih rendah berikutnya dibayar. Debitur hanya
dibayarkan jika semua kelas lain klaim telah dibayar lunas. Oleh karena itu, debitur
tidak tertarik disposisikan hal ini kepda trustee tentang aktiva sebenarnya, kecuali
memperoleh keuntungan hal tersebut dapat menjadi nilai tambah pada aset debitur.
untuk membahas ruang lingkup debitur tersebut. Secara umum, termasuk kasus-kasus
83
Ibid.
84
Ibid.
49
yang diberhentikan atau dikonversi, debitur individu menerima debit lebih dari 99%
dari kasus Chapter 7. Dalam kebanyakan kasus, kecuali sebuah pihak yang
akan mengeluarkan perintah debit yang relatif awal dalam kasus umumnya. Waktu 60
sampai dengan 90 hari setelah tanggal pertama ditetapkan untuk pertemuan kreditur.85
Dasar-dasar untuk menolak suatu debitur individual debit pada kasus Chapter
menolak debitur yang tidak menyertakan laporan keuangan, tidak menjelaskan laba
rugi terhadap aset yang dimiliki, melakukan kejahatan pailit seperti sumpah palsu,
gagal mematuhi perintah yang sah dari Pengadilan Kebangkrutan (Pengadilan Niaga),
atau menghancurkan properti yang akan menjadi milik warisan, atau gagal untuk
properti yang dimiliki debitur walaupun sebuah penetapan discharged ini telah
untuk menjaga properti yang dijamin (seperti mobil), debitur mungkin memutuskan
untuk “reaffirm” hutang. Penegasan kembali adalah suatu perjanjian antara debitur
dan kreditur bahwa debitur akan tetap bertangung jawab dan akan membayar seluruh
atau sebagian dari uang yang terutang, meskipun hutang sebaliknya akan habis dalam
85
Ibid.
86
Ibid.
50
proses kepailitan. Sebagai gantinya, kreditur tidak akan mengambil mobil tersebut
perjanjian tertulis dan penegasan kembali melalui pengadilan (11 United State Code
§ 524 c). Bankruptcy Code mensyaratkan bahwa perjanjian penegasan kembali harus
berisi serangkaian luas pengungkapan yang dijelaskan dalam (11 United State Code §
524 k). Antara lain, pengungkapan yang harus diberitahu kepada debitur dari jumlah
hutang yang akan ditegaskan kembali dan bagaimana hal tersebut dihitung dan
ditegaskan kembali itu berarti bahwa kewajiban pribadi debitur untuk hutang yang
tidak akan habis dalam kepailitan. Pengungkapan juga mengharuskan debitur untuk
menandatangani dan melampirkan laporan laba rugi tahun berjalan dan biaya yang
membayar penegasan kembali hutang tersebut. Jika saldo tidak cukup untuk
membayar hutang yang akan ditegaskan kembali tersebut, ada dugaan dari kesulitan
yang tidak semestinya, dan pengadilan dapat memutuskan untuk tidak menyetujui
menyarankan debitur dari efek hukum dan konsekuensi dari perjanjian yang akan
87
Ibid.
88
Ibid.
51
dibuat, termasuk hal-hal yang sudah ada dalam perjanjian itu. Pengacara itu juga
kesulitan yang tidak semestinya untuk debitur atau keluarga debitur (11 United State
Code § 524 k). Bankruptcy Code membutuhkan pendengaran penegasan kembali jika
debitur belum diwakili oleh pengacara selama negosiasi perjanjian, atau jika
§ 524 d dan m). Debitur dapat membayar seluruh hutang secara sukarela,
(Penagdilan Niaga) atau dengan kata lain Chapter 7 terpenuhi maka kreditur tidak
dimungkinkan lagi untuk melanjutkan tindakan hukum lainnya terhadap debitur. Tapi
tidak semua hutang dari Pemohon/Debitur dihapus dengan Chapter 7. Hutang tidak
habis termasuk hutang untuk tunjangan dan tunjangan anak, pajak tertentu, hutang
dengan pasti kelebihan pembayaran manfaat pendidikan atau pinjaman dibuat atau
dijamin oleh unit Pemerintah, hutang asuransi kematian, hutang asuransi jaminan
dana kecelakaan, dan hutang untuk perintah restitusi kriminal (11 United State Code
§ 523 a). Debitur akan terus bertanggung jawab untuk jenis hutang sejauh mereka
tidak dibayar dalam hal Chapter 7. Hutang untuk uang atau harta yang diperoleh
dalam kapasitas fidusia, dan hutang untuk asuransi kesehatan disengaja atau
89
Ibid.
52
berbahaya oleh debitur untuk entitas lain atau milik entitas lain akan dibuang kecuali
kreditur tepat waktu melampirkan bukti hutang dan berlaku dalam sebuah tindakan
untuk memiliki hutang tersebut dinyatakan non-dischargeable (11 United State Code
§ 523 c).90
trustee, kreditur, jika aset tersebut berasal dari penipuan oleh debitur. Jika debitur
membeli properti yang dengan sengaja dan curang dalam laporan pembeliannya maka
properti tersebut diserahkan kepada trustee, atau jika debitur (tanpa penjelasan
untuk menyediakan dokumen atau informasi lainnya sehubungan dengan audit kasus
pengacara atau konsultan hukum. Bagi debitur yang ingin melikuidasi perusahaannya
maka pemohon harus mengikuti segala tata cara yang berlaku. Tata cara tersebut juga
harus dibarengi dengan kejujuran dari debitur mengenai asal-muasal aset yang
agar dapat dibayarkan kepada kreditur. Dalam peraturan kepailitan Amerika Serikat
kelihatan adanya perlindungan kepada debitur. Namun, apabila debitur tersebut tidak
perlindungan tersebut akan berkurang dan lebih mengutamakan kreditur. Jadi, ada
90
Ibid.
91
Ibid.
53
hutang-piutang.
Serikat, selanjutnya akan dibahas mengenai likuidasi Perseroan Terbatas yang ada di
diatur dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
1. Pengertian Likuidasi
Tidak ditemukan satu pasalpun di dalam KUHD ataupun KUH Perdata yang
menggunakan istilah likuidasi. Dari beberapa kepustakaan yang ada, banyak yang
membahas dalam bab yang diberi judul berakhirnya perseroan terbatas. Pemecahan
atau bubarnya perseroan terbatas untuk menjelaskan tentang likuidasi. Secara umum,
penyebutan likuidasi sudah menjadi suatu istilah yang dapat dimengerti di dalam
masyarakat.92
Jika ditinjau dari asal katanya, yang dimaksud dengan bubarnya atau
92
Murni, “Analisis Terhadap Likuidasi Persekutuan Komanditer (CV), Untuk Menjadi
Perseroan Terbatas (PT) dalam Perspektif Hukum Ekonomi”, (Tesis : Universitas Diponegoro
Semarang, 1998), hal. 79.
54
pecahnya para Pemegang Saham bukan berarti langsung perseroan terbatas menjadi
bubar, akan tetapi para Pemegang Saham masih harus melakukan beberapa urusan
yang sifatnya pemberesan terhadap perseroan terbatas yang masih berjalan beberapa
perseroan terbatas kepada pihak ketiga, pembagian keuntungan atau saldo kepada
para Pemegang Saham jika masih ada, dan sebagainya. Setelah urusan pemberesan
selesai barulah Perseroan Terbatas tersebut dinyatakan bubar (einde). Segala proses
yang terjadi dari mulai pemecahan sampai urusan pemberesan itu disebut dalam
hukum banyak yang menggunakan istilah likuidasi, dan peraturan yang dikeluarkan
digunakan pula sebagai judul peraturan, yaitu peraturan yang berkaitan dengan
Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, pada Pasal 37
93
Ibid., hal. 79-80.
94
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun
1992 tentang Perbankan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790.
55
melihat likuidasi dalam pengertian luas, yaitu sebagai suatu proses, yang diawali
dengan pembubaran dan diikuti dengan pemberesan. Jadi istilah likuidasi ini mecakup
pasalnya.
Agar lebih jelas, kiranya perlu diketahui pula pengertian likuidasi dari
95
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung : Alumni, 1994), hal. 124,
sebagaimana dikutip Murni, Op.cit.
96
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, ”Likuidasi”,
http://kamusbahasaindonesia.org/likuidasi., diakses pada 08 Mei 2011.
97
ELIPS, Kamus Hukum Ekonomi Elips, (Jakarta : Proyek Elips, 1997).
98
Institut Bankir Indonesia, Kamus Perbankan Indonesia, (Jakarta : Institut Bankir Indonesia,
1980).
56
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas merupakan salah satu produk hukum yang
likuidasi.
99
Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, Fifth Edition, h. 639, sebagaimana dikutip
Murni, Op.cit.
100
Andi Hakim, Kamus Hukum, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1986), hal. 354, sebagaimana
dikutip Murni, Op.cit., hal. 82.
101
Sebagaimana dikutip Mariam Darus Badrulzaman dalam Rachmadi Usman, Op.cit., hal.
168.
57
pengertian likuidasi dibedakan dengan pembubaran, dikatakan dalam Pasal 142 ayat
(1), bahwa pembubaran merupakan proses menuju ke arah likuidasi yang selanjutnya
akan diikuti dengan likuidasi oleh likuidator. Walaupun ketentuan ini tidak dijelaskan
pembubaran dan pemberesannya diatur cukup rinci mulai dari Pasal 142 sampai
Sebenarnya ada suatu keadaan yang sangat mirip dengan likuidasi yaitu yang
kreditur memohon kepada hakim agar dinyatakan pailit. 103 Kadang kala kepailitan
dapat menjadikan suatu badan usaha dapat dilikuidasi, namun likuidasi tidak selalu
perusahaan lain (merger) atau ingin merubah bentuk badan usaha. Demikian juga
mengenai akibat hukum dari likuidasi adalah berbeda dengan akibat hukum dari
terjadinya kepailitan. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa pada terminologi
likuidasi dan kepailitan terdapat perbedaan yang cukup prinsipil. Yang pertama,
hutang-piutang. Sebab pada saat terjadinya likuidasi kadang kala aset/harta kekayaan
102
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Op.cit.
103
Sunarmi, Hukum Kepailitan, Terbitan Pertana, (Medan : USU Press, 2009), hal. 20.
104
Murni, Op.cit., hal. 83.
58
perseroan masih ada (tidak habis). Namun kepailitan terjadi oleh karena
kekayaan perseroan.105
bubarnya perseroan, oleh karena dapat diambil alih oleh pemilik yang baru, seorang
kreditur atau pihak ketiga lainnya. Ketiga, likuidasi dapat terjadi tanpa putusan
bersama berakhir dalam arti bahwa lantas tidak dapat diterimanya pekerjaan-
pekerjaan baru, dan disitu masih ada sesuatu yang harus diselesaikan, hutang-piutang
yang ada masih harus dilunasi, harus ada perhitungan keuntungan dan kerugian. 107
Menelusuri beberapa pengertian dari para ahli dan sumber kepustakaan yang
ada, maka dapat membantu penegasan bahwa likuidasi merupakan suatu proses
berangkai yang diawali dari tahap pemberesan, keseluruhan proses tersebut yang
105
Ibid., hal. 83-84.
106
Ibid., hal. 84-85.
107
F.H.F.A. Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Jilid II, Cetakan I, Terjemahan I.S.
Adiwimarto, (Jakarta : Rajawali Press, 1984), hal. 372-372, sebagaimana dikutip Murni, Op.cit., hal.
85.
59
disebut dengan likuidasi. Proses likuidasi itu selesai barulah suatu badan hukum itu
usaha dapat terjadi dengan berbagai sebab. Kompleksitas persoalan bubarnya suatu
usaha juga tidak dibatasi hanya dengan apa yang dikatakan peraturan saja melainkan
ketentuan mengenai bubarnya perseroan bukanlah suatu ketetapan yang bersifat harga
mati. 109
Pembubaran dan likuidasi perseroan terbatas berpedoman pada Pasal 142 ayat
(1), Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dapat terjadi
karena 110 :
108
Murni, Op.cit., hal. 85.
109
Ibid., hal. 90.
110
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Op.cit.
60
Dengan demikian, jika perseroan telah bubar maka perseroan tidak dapat
likuidasi. Sementara itu, dalam proses pemberesan (likuidasi) yang dilakukan oleh
RUPS. Namun, jika keanggotaan likuidator dapat diangkat oleh pengadilan, sehingga
pembubaran perseroan telah diputuskan dua lembaga, dalam hal ini tidak disertai
penunjukan likuidator maka direksi secara ex officio bertindak sebagai likuidator. 111
permohonan satu orang atau lebih yang berkepentingan atau atas permohonan
tugas sebagaimana mestinya atau dalam hal hutang perseroan melebihi kekayaan
perseroan.112
Dalam pada itu, kewajiban likuidator dari perseroan terbatas menurut Pasal
147 ayat (1), Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang
menyatakan bahwa113 :
“Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
tanggal pembubaran Perseroan, likuidator wajib memberitahukan :
111
Elsi Kartika Sari dan Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, (Jakarta :
Grasindo, Tanpa Tahun), hal. 65-66.
112
Ibid., hal. 66.
113
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Op.cit.
61
likuidator dari perseroan yang telah bubar wajib memberitahukan kepada semua
tersebut memuat nama dan alamat likuidator, tata cara pengajuan tagihan, dan jangka
waktu mengajukan tagihan yang tidak boleh lebih dari 60 hari terhitung sejak surat
Negeri, paling lambat 60 hari terhitung sejak tanggal penolakan.115 Likuidator wajib
mendaftarkan dan mengumumkan hasil akhir proses likuidasi sesuai ketentuan yang
berlaku. 116
kata “Dalam Likuidasi” di belakang nama perseroan di setiap surat keluar. Likuidator
perseroan dengan surat tercatat.117 Likuidator bertanggung jawab kepada RUPS untuk
melakukan likuidasi yang dilakukannya atas kekayaan perseroan. Sisa kekayaan hasil
114
Pasal 147 ayat (2) dan (3), Ibid.
115
Pasal 150 ayat (1), Ibid.
116
Pengumuman tersebut seperti yang tercantum dalam Pasal 149 ayat (1) huruf b., yang
menyatakan bahwa “Kewajiban likuidator dalam melakukan pemberesan harta kekayaan Perseroan
dalam proses likuidasi meliputi pelaksanaan : b. Pengumuman dalam surat kabar dan Berita Negara
Republik Indonesia mengenai rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi”, Ibid.
117
Pasal 143 ayat (2), Ibid.
62
pengumuman wajib disebutkan nama dan alamat likuidator. Jika hal itu tidak
dilakukan, akibat bubarnya perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga. Jika likuidator
kekayaan.
118
Pasal 149 ayat (1) huruf d., Ibid.
119
Pasal 147 ayat (4) huruf b., Ibid.
120
Frans Satrio Wicaksono, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi, & Komisaris
Perseroan Terbatas, Cetakan Pertama, (Jakarta : Visimedia, Oktober 2009), hal. 38. Lihat Pasal 149
ayat (1) huruf b., Ibid.
121
Ibid., hal. 38-39. Lihat Pasal 149 ayat (1). Ibid.
63
kesimpulan mengenai tanggung jawab likuidator. Mengenai tanggung jawab ini dapat
dilihat melalui hak dan tanggung jawab Pemegang Saham maupun Likuidator. Jika
ada hak pemegang saham maka disitu ada kewajiban likuidator. Begitu juga
sebaliknya, jika ada hak Likuidator maka ada tanggung jawab Pemegang Saham.
dengan kata lain atas kehendak dari RUPS. Seluruh tanggung jawab likuidator dapat
dilihat berdasarkan Pasal 149 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang
menyelesaikan perjanjian kerja sama ataupun perjanjian bisnis yang masih berjalan
tetapi dengan persyaratan seluruh hasil kekayaan hasil hubungan kerja tersebut harus
dimasukkan ke dalam harta likuidasi sebagai aset yang akan dibagikan nantinya
kepada Kreditur ataupun Pemegang Saham. Begitu juga dengan di Indonesia, bahwa
Likuidator juga berperan sampai pada tahap seperti di Amerika Serikat. Dapat
dikatakan peran Likuidator Perseroan Terbatas adalah sebagai fasilitator dalam hal
Tujuan pemberesan harta kekayaan ini adalah agar tercapailah makna dari
hukum itu, yaitu keadilan. Pemegang Saham sudah pasti tidak terdiri dari satu orang
64
mengizinkan untuk itu. Jadi, oleh karena itu pembagian sisa hasil kekayaan setelah
pembayaran hutang dan penagihan piutang yang ada barulah dibagikan kepada
Pemegang Saham. Disinilah peran dari Likuidator dalam memfasilitasi hal tersebut
secara adil dan merata. Likuidator harus berlaku adil terhadap besaran saham yang
memberitahukan kepada Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia
(Menkumham)123 dan mengumumkan hasil akhir proses likuidasi dalam surat kabar
setelah RUPS memberikan pelunasan dan pembebasan kepada likuidator atau setelah
Likuidator dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang. Likuidator dapat
dipilih dari para karyawan ataupun pengurus perusahaan bertindak langsung secara
mandiri, ataupun juga orang di luar persekutuan (dalam hal ini Konsultan Hukum
atau Pengacara). Bila tidak terdapat kesepakatan, maka dapat dimintakan kepada
Pengadilan Negeri setempat untuk menunjuk likuidatornya. Untuk itu sebaiknya sejak
saat perseroan didirikan telah diadakan pengaturan dalam anggaran dasar perseroan
122
Pasal 146 ayat (2) jo. Pasal 152 ayat (1), Ibid.
123
Pasal 152 ayat (8), Ibid.
124
Memberikan “pelunasan dan pembebasan kepada Likuidator” artinya adalah bahwa
Pemegang Saham perseroan terbatas tersebut melaksanakan kewajibannya dalam hal pembayaran
berupa uang tunai sesuai dengan yang diperjanjikan pada saat RUPS penunjukan likuidator.
125
Murni, Op.cit., hal. 97.
65
“Jika tidak ditentukan dalam anggaran dasar mengenai siapa yang dapat
bertindak sebagai likuidator dan berapa jumlah yang dikehendaki, maka
disinilah mereka secara bersama-sama dapat bertindak sebagai likuidator”.
pada surat kabar sesungguhnya untuk menunjukkan iktikad baik dari pembubaran
perseroan terbatas tersebut agar diketahui oleh pihak ketiga (kreditur). 127
a. Internal
sudah dilunasi semuanya (seluruh kreditur). Setelah itu barulah honorarium para
likuidator, dan bila masih ada sisa, maka dapat diadakan pembagian antara para
sekutu, sedangkan jika tidak terdapat sisa, maka pembagian beban kerugian
dasar) dan bilamana tidak diperjanjikan maka akan dibagi sesuai dengan imbangan
nilai pemasukannya. Akan tetapi, apabila beberapa waktu kemudian masuh muncul
kreditur baru yang mendalilkan bahwa dirinya mempunyai beberapa tagihan yang
masih belum terbayar, maka perkara tersebut harus diserahkan kepada hakim. Hakim
dapat membuka kembali arsip pemberesannya, sepanjang ada bukti yang menguatkan
126
F.H.F.A. Vollmar, Op.cit., hal. 376, sebagaimana dikutip Murni, Op.cit., hal. 98.
127
Ibid.
66
untuk itu, bahkan dimungkinkan hakim mengangkat seorang likuidator baru bila
diperlukan. 128
maka likuidator harus memberikan laporan hasil penghitungannya itu secara internal
tersebut pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Laporan disampaikan
para perseroan meneliti semua laporan, apakah semua kreditur sudah dilunasi
b. Eksternal
ataupun Pengadilan tapi juga likuidator harus bertanggung jawab secara eksternal
yang berkaitan dengan pihak luar. Pada azasnya, dalam setiap bentuk badan usaha,
adalah berkaitan dengan pihak luar. Pihak luar disini maksudnya adalah para kreditur
atau masyarakat luas, namun pada beberapa bentuk badan usaha tertentu. Tanggung
128
Ibid., hal. 98-99.
129
Ibid., hal. 99.
67
jawab eksternal itu tidak hanya berkaitan dengan para kreditur perseroan saja tetapi
yang berwenang, dalam hal ini adalah Menteri Keuangan. Jika perseroan tersebut
jawaban tugasnya kepada menteri tekhnis yang membawahi bidang usaha perseroan
hakim juga harus memberikan laporan pertanggung jawaban itu kepada hakim.
Sedangkan bagi perseroan terbatas, tanggung jawab likuidator secara eksternal adalah
130
Ibid., hal. 101.
131
Ibid.
132
Sebagai contoh Perusahaan Daerah adalah dapat dilihat pada PT.Bank Sumut dan
PT.Pembangunan Prasarana Sumatera Utara, disini Pemegang Sahamnya adalah Pemerintah Daerah
yaitu Kepala Daerah.
133
Murni, Loc.cit.
68
Pada dasarnya likuidasi dapat dipahami sebagai arti dari pembubaran, dan
prosedur likuidasi dalam arti luas mengandung suatu proses, dimana tahap awal dari
proses tersebut adalah pecah/bubarnya para perseroan dan diikuti dengan tahap
semakin ketatnya persaingan di dalam dunia usaha. Tampaknya masalah umum yang
sering menjadi persoalan dunia usaha adalah kesedian sumber dana atau modal yang
tidak cukup bagi perseroan agar tetap eksis di dalam menjalankan kegiatan usaha.135
Likuidasi untuk merger ataupun likuidasi untuk menutup badan hukum atau
menyudahi badan usaha. Hal ini menunjukkan bahwa dunia usaha itu menuntut
beberapa tahun terakhir, upaya merger dan likuidasi juga telah dilakukan oleh
kesulitan keuangan serta tidak dapat mengembangkan usaha atau yang sering kali
134
Gunawan Widjaja, Seri Pemahaman Perseroan Terbatas : 150 Tanya Jawab Tentang
Perseroan Terbatas, Cetakan Pertama, (Jakarta : Forum Sahabat, Agustus 2008), hal. 122.
135
Murni, Loc.cit., hal. 102.
136
Ibid.
69
Menteri Keuangan No. 749/1989 yang menyebutkan bahwa kriteria penilaian BUMN,
yaitu : rentabilitas, likuiditas, dan solvabilitas. Sebagai contoh : pada tahun 1990, PT.
Pusat Perkayuan Marunda dilikuidasi dan hasil aset likuidasinya disertakan ke PT.
Kawasan Berikat Nusantara,137 PT. Tirta Raya, dan PT. Batu Bara dilikuidasi
sebagai suatu proses yang diawali dengan pembubaran dan diikuti dengan
pemberesan, dimana akibat dari likuidasi itu menjadikan bubarnya eksistensi badan
usaha. Terlepas dari apa yang menjadi sebab dan tujuan diadakan likuidasi, kedua
tahap pembubaran dan pemberesan itu perlu dilalui dalam setiap proses likuidasi.
Dalam struktur hukum merger, pengertian merger dipahami sebagai bentuk kerja
sama yang ada di antara perusahaan, yakni adanya sebuah perusahaan yang
mengambil alih satu atau lebih perusahaan yang lain. Setelah terjadi pengambilalihan,
badan hukum lenyap dan kegiatan usahanya dilanjutkan oleh perusahaan yang
137
Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1990 tentang Pembubaran Perusahaan Perseroan
(Persero) PT. Pusat Perkayuan Marunda dan Penambahan Penyertaan Modal Negara yang Berasal dari
Kekayaan Negara Hasil Likuidasi Perusahaan Perseroan (Persero) Tersebut ke Dalam Modal Saham
Perseroan (Persero) PT.Kawasan Berikat Nusantara, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1990 Nomor 39.
138
Pasal 1 angka 9, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Op.cit.,
menyatakan bahwa : “Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau
lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan
pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang
menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri
berakhir karena hukum”.
70
harus berada dalam stadium likuidasi, dimana pada umumnya perusahaan dalam
pemberesan itu tidak dilakukan sesuai dengan maksud pemberesan. Jika terdapat
perhitungan dalam pemberesan, hal itu dimaksudkan dalam rangka untuk mengetahui
posisi akhir (sebelum diadakan likuidasi) dari aktiva dan pasiva perusahaan yang
perusahaan cabang dan pemilik perusahaan yang di-merger dapat bergabung dengan
sebagai upaya pembubaran suatu institusi/badan hukum saja namun juga dapat
digunakan sebagai cara pengembangan perusahaan.141 Oleh sebab itu selain likuidasi
itu untuk tujuan merger, diketahui pula adanya likuidasi yang bertujuan untuk
merubah bentuk badan usaha. Hal ini biasanya dilakukan terhadap badan-badan usaha
terbatas hal yang paling mendasar alasan dilikuidasinya perseroan terbatas adalah
ketidaksanggupan untuk tetap bertahan dalam dunia bisnis. Pemerintah sendiri juga
139
Pasal 143 ayat (2), Ibid.
140
Murni, Op.cit., hal. 106.
141
Dalam likuidasi dilakukan untuk pengembangan usaha adalah apabila perusahaan awalnya
berbentuk Comanditaire Venootschap kemudian dilikuidasi untuk didirikan kembali menjadi
Perseroan Terbatas. Lihat : Robert D. Hisrich, Op.cit., Lihat juga Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam
Teori dan Praktik, Buku Kesatu, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 28., sebagaimana dikutip
Ibid., hal. 107.
71
merasakan hal itu dengan melikuidasinya BUMN yang tidak bisa memberikan
Bila ditinjau dari sudut penyebutannya saja, yaitu Perseroan Terbatas (PT),
maka yang terbayang adalah suatu perusahaan besar dengan modal yang cukup kuat.
Terbatas, yang tersimpul dari kata “Perseroan” dan “Terbatas”. Dari kedua kata
perseroan dan terbatas itu dapat diartikan bahwa Perseroan Terbatas, seluruh modal
makna pada tanggung jawab para pemegang saham adalah terbatas pada nilai jumlah
penjelasan asal-muasal terjadinya penyebutan itu, namun penggunaan istilah itu telah
lazim digunakan dan bahkan kini telah menjadi judul resmi undang-undang, yaitu
tersebut di dalam Pasal 142, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas sudah pasti setiap perseroan terbatas memiliki alasan-alasan dalam hal
pembubaran perseroan. Latar belakang tersebut dapat dilihat pada Akte Risalah Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) pada saat pembubaran perseroan. Latar belakang
142
Murni, Op.cit., hal. 110-111.
72
perseroan.143
Seluruh tindakan direksi dalam Perseroan Terbatas juga harus dicatat melalui
Menteri Hukum dan HAM (SK MENKUMHAM). 144 Hal ini ditempuh agar dapat
masyarakat luas. Dalam hal likuidasi juga harus diumumkan di Berita Negara
Republik Indonesia.145
Hukum Penyelesaian Hutang Piutang Perseroan Terbatas Dalam Likuidasi” ini tidak
143
RUPS adalah organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada
Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas, dan RUPS mengangkat Direksi dan Komisaris. Kemudian
keputusan-keputusan yang menyangkut struktur organisasi Perseroan, yaitu perubahan anggaran dasar,
penggabungan, peleburan, pemisahan, pembubaran dan likuidasi Perseroan, hak dan kewajiban para
pemegangg saham, pengeluaran saham baru dan pembagian/penggunaan keuntungan yang dibuat
Perseroan sepenuhnya menjadi wewenang RUPS. Lihat : Laura Ginting, “Analisis Hukum Kedudukan
Rapat Umum Pemegang Saham pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar”, (Tesis :
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2008), hal. 107.
144
Veronica Tampubolon, “Pertanggungjawaban Perbuatan Hukum Perseroan yang Dimuat
Dalam Akta Notaris (Ditinjau Dari Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)”, (Tesis : Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, 2010).
145
Pasal 149 ayat (1) huruf b., Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, Op.cit.
73
Oleh sebab itu, para pemegang saham harus turut bertanggung jawab secara
penuh sampai harta kekayaan pribadi atas perbuatan yang dilakukan oleh salah satu
persero, maka akan banyak kendala dalam melacak harta kekayaan pribadi dari tiap-
tiap pemegang saham dan karenanya sulit untuk dapat dilaksanakan. Atas dasar inilah
bentuk Perseroan Terbatas. 146 Dengan melekatnya tanggung jawab terbatas pada
Perseroan Terbatas, hal ini dapat menjadi pertimbangan tersendiri bagi seseorang
yang akan melakukan investasi modalnya ke dalam suatu Perseroan Terbatas, bahwa
harta kekayaan pribadi akan terhindar dari tuntutan para kreditur Perseroan Terbatas,
dalam riset ini adalah Laporan Keuangan yang terdiri dari Laporan Laba Rugi
perseroan terbatas dan Neraca Keuangan didapat bahwa tidak seimbangnya antara
menunjukkan hasil yang maksimal. Hal ini terkait juga dengan hukum persaingan
146
Murni, Op.cit., hal. 112.
147
Dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
maka prinsip pertanggungjawaban kini dapat diterobos dalam hal jika terjadi keadaan-keadaan khusus,
sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 3 ayat (2) yang menyatakan bahwa : “ketentuan-ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila : a. Persyaratan Perseroan sebagai badan
hukum belum atau tidak terpenuhi; b. Pemegang Saham yang bersangutan baik langsung maupun tidak
langsung dengan iktikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi; c. Pemegang
Saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan;
atau d. Pemegang Saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan
hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak
cukup untuk melunasi utang Perseroan”, Loc.cit.
74
yang semakin ketat. Studi kelayakan (feasibility study) juga dilakukan dalam hal
memperoleh keadaan pasar saat ini, namun didapat bahwa perseroan terbatas (yang
menjadi subjek penelitian ini PT. Schutter Indonesia). Ada juga mengenai
dalam pengurusan perusahaan baik internal maupun eksternal, dan lain sebagainya.
Jadi, berdasarkan itu pula Pemegang Saham dapat mengambil keputusan untuk
dilakukan oleh Likuidator. 148 Jika aset cukup maka tidak perlu ditempuh jalur
kepailitan namun sebaliknya apabila aset tidak cukup maka akan ditempuh jalur
tersebut. Dalam hal tidak perseroan memiliki aset yang cukup, maka tidak ada
masalah dalam proses likuidasinya. Sebaliknya jika aset tidak cukup likuidasi akan
terganggu karena proses yang pertama ditempuh adalah melakukan permohonan pailit
148
Pasal 149 ayat (1) huruf c., Ibid.
149
Pasal 104 ayat (1), Ibid.
75
apakah cukup atau tidak dalam hal pembayaran hutang. Selain hutang ada juga
piutang usaha yang harus ditagih oleh likuidator. Hal ini juga bermanfaat agar aset
perseroan terbatas cukup untuk membayar seluruh hutang dan kewajiban perseroan
terbatas.
dari perseroan terbatas adalah berasal dari hubungan-hubungan bisnis dengan pihak
lain. Namun, dalam hal ini banyak sekali perjanjian kerja sama yang tidak diberikan
Penyelesaian sengketa utang piutang melalui jalur pengadilan, antara lain : a. Gugatan
penyelesaian utang piutang melalui luar pengadilan antara lain dapat menggunakan :
Mahkamah Agung tanggal 11 Maret 1970 No. 93 K/Kr/1969 yang secara jelas dan
Jadi, penjelasan penyelesaian sengketa hutang piutang harus menempuh jalur perdata.
150
Pasal 149 ayat (1) huruf a., Ibid.
151
Manahan M. P. Sitompul, Op.cit.
76
Dalam perusahaan terbatas yang sedang dalam tahap likuidasi, jika ingin menuntut
haknya berupa pembayaran hutang dapat ditempuh jalur pengadilan. Dasar hukumnya
wanprestasi.152
suatu subjek hukum telah wanprestasi, harus ada lebih dahulu perjanjian antara kedua
belah pihak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata 153 :
ini sebagaimana dimaksud Pasal 1243 KUH Perdata yang menyatakan “Perikatan
ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat
152
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23.
153
Ibid.
77
sesuatu” atau jika ternyata dalam perjanjian tersebut terdapat klausul yang
atau peringatan. Hal ini diperkuat yurisprudensi Mahkamah Agung No. 186
Pada wanprestasi, perhitungan ganti rugi dihitung sejak saat terjadi kelalaian.
Hal ini sebagaimana diatur Pasal 1237 KUH Perdata yang menyatakan bahwa154 :
“Pada suatu perikatan untuk memberikan barang tertentu, barang itu menjadi
tanggungan kreditur sejak perikatan lahir. Jika debitur lalai untuk
menyerahkan barang yang bersangkutan, maka barang itu, semenjak perikatan
dilakukan, menjadi tanggungannya”.
Pasal 1246 KUH Perdata menyatakan bahwa : “biaya, ganti rugi dan bunga,
yang boleh dituntut kreditur, terdiri atas kerugian yang telah dideritanya dan
Perdata tersebut, dalam wanprestasi, penghitungan ganti rugi harus dapat diatur
berdasarkan jenis dan jumlahnya secara rinci seperti kerugian kreditur, keuntungan
yang akan diperoleh sekiranya perjanjian tersebut dipenuhi dan ganti rugi bunga
(interest).
Dengan demikian kiranya dapat dipahami bahwa ganti rugi dalam wanprestasi
(injury damage) yang dapat dituntut haruslah terinci dan jelas. Meskipun tuntutan
ganti rugi tidak diperlukan secara terinci, beberapa yurisprudensi Mahkamah Agung
154
Ibid.
155
Ibid.
78
a. Putusan Mahkamah Agung No. 196 K/ Sip/ 1974 tanggal 7 Oktober 1976
dipegangi prinsip Pasal 1372 KUH Perdata yakni didasarkan pada penilaian
b. Putusan Mahkamah Agung No. 1226 K/Sip/ 1977 tanggal 13 April 1978,
menyatakan, “soal besarnya ganti rugi pada hakekatnya lebih merupakan soal
kelayakan dan kepatutan yang tidak dapat didekati dengan suatu ukuran”.
pihak-pihak yang ada yang dengan sengaja memperlambat proses ini untuk maksud-
maksud tertentu sehingga penyelesaian perkara terkesan lambat dan makan biaya
yang banyak. Terhadap proses litigasi melalui pengadilan ini muncul berbagai kritik
yang dilontarkan oleh masyarakat pencari keadilan terutama dari pelaku usaha, wujud
kritik tersebut menurut Suyud Margono dapat diuraikan sebagai berikut 156 :
156
Suyud Margono, ADR dan Arbitrase, Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, (Jakarta :
Raja Grafindo Persada, 1994), hal. 65-66., sebagaimana dikutip Manahan M. P. Sitompul, Op.cit.
79
Selain kritik di atas yang paling menonjol adalah kritik terhadap sistem
perkara yang tidak sistematis dan tidak didisain untuk menyelesaikan sengketa secara
efisien karena hanya memberi putusan yang abstrak melalui proses banding, kasasi,
dan peninjauan kembali yang kemudian sulit dieksekusi. Kaitannya dengan likuidator
memakan waktu yang lama dalam hal likuidasi. Waktu yang lama akan
membutuhkan biaya yang tidak sedikit, dengan begitu perseroan terbatas yang sedang
dalam likuidasi akan sulit untuk menghemat pengeluaran (cut spending) perseroan.
Untuk menyelesaikan sengketa agar lebih efektif dan efisien perlu dilakukan
Lembaga dading yang diatur dalam Pasal 130 HIR/154 RBG mewajibkan hakim
untuk mendamaikan kedua belah pihak yang bersengketa sebelum memeriksa pokok
dibuat dan disetujui kedua belah pihak yang bersengketa dan selanjutnya diajukan
kepada hakim yang memeriksa lalu hakim membuat suatu keputusan perdamaian
yang memuat akta perdamaian itu sendiri ditambah perintah untuk melaksanakan isi
perdamaian. Putusan perdamaian ini bersifat final and binding artinya terhadap
80
putusan itu tidak dapat dilakukan upaya hukum lagi dan hal ini mengikat kedua belah
untuk menuntut hak/hutang dari kreditor maka Likuidator membutuhkan waktu yang
dengan gugatan biasa saja yang akan dibahas. Untuk pembahasan jalur pengadilan
lainnya tidak termasuk dalam substansi penulisan penelitian ini. Pada jalur luar
(PSA).158
mediasi, konsiliasi dan arbitrase. ADR dapat diartikan dalam 2 (dua) hal, yaitu :
157
Manahan M. P. Sitompul, Op.cit.
158
Ibid.
81
Alternative to Adjudication, hal ini dapat dilihat dari judul Undang-Undang No. 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. 159 Jadi jelas,
yang dimaksud dengan ADR itu dalam ketentuan tersebut adalah penyelesaian di luar
penyelesaian sengketa atau bedan pendapat melalui prosedur yang disepakati para
dilakukan di luar penagdilan (out of court), sedang saat ini sudah diterapkan mediasi
159
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 138, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3872.
160
Manahan M. P. Sitompul, Loc.cit.
82
yakni konsultasi dan koordinasi, sedang fasilitasi adalah bantuan pihak ketiga untuk
a. Negosiasi
dimana par apihak yang bersengketa melakukan perundingan secara langsung (ada
yang sedang mereka hadapi ke arah kesepakatan bersama (konsensus) atas dasar win-
win solution. Negosiasi dapat diwujudkan dalam bentuk komunikasi dua arah yang
dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki
sengketa para pihak tanpa melalui proses peradilan dengan tujuan tercapai
kesepakatan bersama atas dasar kerja sama yang lebih harmonis dan kreatif.163
mitra kerja, majikan, karyawan, teman bahkan dengan lawan sengketa. Bila seorang
kegiatan besar, sehingga perlu mempersiapkan diri tentang apa yang harus
Ada 7 (tujuh) prinsip umum negosiasi yang harus dilaksanakan, yaitu 165 :
2. Pihak-pihak yang bersengketa harus menjunjung tinggi ketertiban satu sama lain
5. Setiap pihak harus mempunyai harapan akan sebuah hasil akhir yang mereka
terima dan suatu konsep tentang seperti apa hasil akhir itu;
7. Proses negosiasi itu sendiri pada dasarnya merupakan salah satu interaksi di
164
Manahan M. P. Sitompul, Op.cit.
165
Alan Fowler dalam Runtung Sitepu, Modul Penyelesaian Sengketa Alternatif, (Medan :
Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2003), hal. 5., sebagaimana dikutip oleh Ibid.
84
b. Mediasi
ketiga yang netral. Peranan pihak netral tersebut adalah untuk membantu para pihak
tidak berwenang untuk memutus sengketa yang ditanganinya, hanya dapat mengikuti
Dari rumusan atau definisi yang dikemukakan oleh beberapa sarjana, dapat
berikut 167 :
Peran mediator ini sangat tergantung kepada kebutuhan para pihak untuk
menyelesaikan sengketa, peran itu bisa dari yang paling ringan hingga yang paling
berat sesuai kebutuhan dari sengketa itu dengan kemauan para pihak. Peran dan
kegiatan mediator dapat dilihat sebagai jenis terapis negosiasi. Terapis artinya
menganalisis dan mendiagnosis suatu sengketa dan kemudian menyusun acara yang
166
Manahan M. P. Sitompul, Loc.cit.
167
Suyud Margono, Op.cit., hal. 253., sebagaimana dikutip Ibid.
85
antara mediator dengan salah satu pihak, dimana mediator memanggil para pihak satu
ini juga perlu dimaklumi oleh mediator agar dalam melakukan caucusing bila
menemukan situasi yang tidak menguntungkan bagi salah satu pihak dapat
bersengketa. 171
168
Loc.cit.
169
Gary Goodpaster dalam Ibid.
170
Runtung Sitepu, Bahan Kuliah ADR, (Medan : PPS S3 Universitas Sumatera Utara,
Tanggal 12 September 2003), sebagaimana dikutip Ibid.
171
Manahan M. P. Sitompul, Op.cit.
86
b. Konsiliasi
untuk menyelesaikan permasalahan antara kedua belah pihak secara negosiasi. Dalam
atau mejelaskan fakta-fakta dan setelah mendengar para pihak dan mengupayakan
diatur dalam perjanjian antara Swedia dan Chili pada tahun 1920. kemudian pada
sengketa dalam suatu perjanjian yang dibuat antara Jerman dan Swiss. Konsiliasi di
Amerika Serikat merupakan tahap awal dari proses mediasi, dengan acuan penerapan
apabila terhadap seseorang diajukan proses mediasi, dan tuntutan yang diajukan
pihak responden dengan kemauan baik (goodwill) bersedia menerima apa yang
172
Oppenheim, dalam Huala Adolf, et.al., Masalah-Masalah Hukum dan Perdagangan
Internasional, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1994), hal. 186., sebagaimana dikutip Ibid.
87
dikemukakan oleh climant. Cara penyelesaian dengan goodwill demikian ini disebut
adalah karena : a. responden sendiri mengerti dan menyadari sejauh mana seriusnya
permintaan; dan b. tidak ingin permasalahan ini dicampuri pihak ketiga, dengan
pengharapan penyelesaian akan lebih baik tercapai antara kedua belah pihak. 174
perseroan terbatas dalam likuidasi tidak ada pengaturan pasti untuk itu. Tugas
perseroan terbatas dalam likuidasi. Semua pilihan yang tersedia adalah sepenuhnya
khususnya mengenai wanprestasi (cidera janji). Cidera janji tersebut terkait dengan
tetapi perseroan terbatas lain tersebut belum membayar ongkos atas pekerjaan yang
sudah dilakukan. Kejadian seperti ini sering terjadi di Indonesia dan sering
menimbulkan kerugian yang besar bagi pihak yang dikhianati. Untuk mengatasi
173
Joni Emirzon, Hukum Bisnis Indonesia, (Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan
Tinggi, Dirjendikti, Depennas, 2002)., sebagaimana dikutip Ibid.
174
M. Yahya Harahap, et.al., Laporan Akhir Penelitian Hukum Tentang ADR, (BPHN :
Depkeh RI, 1995/1996), hal. 52., sebagaimana dikutip Ibid.
88
masalah seperti ni maka harus dicermati surat perjanjian kerja sama yang dibuat. Di
dalam surat perjanjian kerja sama biasanya memuat objek yang harus dikerjakan oleh
sesuai dengan isi perjanjian kerja sama tersebut dan hingga batas waktu pembayaran,
dilayangkan surat tagihan dengan cara persuasif. Bila melakukan somasi terhadap
kreditur tersebut maka isi somasi itu antara lain peringatan terhadap kelalain kreditur
dan tuntutan sanksi yang diinginkan. Jika somasi tidak juga digubris, maka dapat
yang timbul dalam penelitian ini yaitu teori keadilan (Adam Smith) yang mengatakan
bahwa tujuan keadilan adalah untuk melindungi dari kerugian. Untuk menyelesaikan
hutang piutang oleh likuidator dibutuhkan likuidator yang dapat melihat keadilan itu
pengadilan. Maka dari itu, peran likuidator adalah penting guna terciptanya keadilan
bagi kreditur maupun debitur. Jika keadilan tercipta dalam mengambil jalan tengah
yaitu perdamaian penyelesaian hutang piutang maka akan terhindar dari kerugian
yang besar.
175
Eka An Aqimuddin dan Marya Agung Kusmagi, Solusi Bila Terjerat Kasus Bisnis,
Cetakan Pertama, (Jakarta : Raih Asa Sukses, 2010), hal. 198.
176
Ibid.
89
BAB III
Perseroan Terbatas adalah berdasarkan Pasal 142 ayat (2) huruf a., yang menyatakan
bahwa “Dalam hal terjadi pembubaran Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) : a. Wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau kurator”.
Pada ketentuan ini jelas bahwa penunjukan likuidator dilakukan setelah adanya
pernyataan melalui RUPS, karena jangka waktu berdirinya telah habis, berdasarkan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup
membayar biaya kepailitan karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit
berada dalam keadaan insolvensi, karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga
mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi. 177 Tidak ada diatur di dalam ketentuan
likuidatornya.
penentuan siapa yang menjadi likuidator terhadap perseroan terbatas yang dilikuidasi
177
Pasal 142 ayat (1), Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
Op.cit.
90
adalah dapat dilihat dalam Pasal 142 ayat (3), Undang-Undang No. 40 Tahun 2007
Likuidator. Sudah pasti penegakan hukum dalam ketentuan likuidasi ini tidak berjalan
dimiliki. Disinilah peran dari bagian hukum perusahaan untuk membantu Direksi
umumnya memiliki karyawan untuk mengurusi persoalan hukum yang dihadapi oleh
perusahaan.
meminta advice (nasihat) hukum dari Konsultan Hukum atau Pengacara. Tujuannya
agar Direksi dapat bertindak dengan baik tidak lari dari code of conduct yang sudah
maka penegakan hukum akan sulit dilakukan (dalam hal Direksi tidak memiliki
pendidikan hukum yang cukup). Penegakan hukum tidak tercapai maka tujuannya
juga tidak tercapai yaitu kepastian hukum, kemanfaatan hukum, dan keadilan hukum.
Perseroan Terbatas adalah berhubungan dengan Pasal 142 ayat (2) a., Undang-
Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Jadi disini ditentukan bahwa
yang melakukan likuidasi adalah likuidator atau kurator. Namun, karena undang-
undang juga menentukan likuidator juga dapat dilaksanakan oleh Direksi maka
adalah penyalahgunaan wewenang oleh pelaksana tugas tadi. Jadi, sebaiknya apabila
tepatnya Pasal 142 ayat (2) huruf a., maka likuidator harus ditunjuk setelah RUPS
maka diharapkan akan tercapai penegakan hukum. Tergantung dari kompeten atau
tidak likuidator dalam melakukan tugasnya. Sudah pasti terkait mengenai pendidikan
1. “Undang-Undang;
2. Penegakan hukum, orang-orang yang melakukan itu;
3. Fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
4. Masyarakat, tempat hukum itu ditegakkan;
5. Faktor kebudayaan, kebiasaan hukum”.
Lalu orang-orang yang melakukan likuidasi tersebut apakah mengerti atau tidak
Masyarakat tempat hukum itu ditegakkan adalah ketentuan hukum perusahaan yang
berlaku bagi dunia usaha/pelaku usaha. Faktor kebudayaan atau kebiasaan hukum
adalah mengenai kebudayaan hukum pelaku usaha tersebut apakah patuh dan taat
179
Loc.cit.
180
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Op.cit.
93
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas akibat keputusan RUPS ternyata terdapat
berakhirnya status badan hukum Perseroan dan menghapus nama Perseroan dalam
diatur dalam Pasal 142 sampai dengan Pasal 152, dimana yang berbeda dengan
(Pasal 114 sampai dengan 124) adalah mengenai berakhirnya status badan hukum
Persroan.181
ditegaskan bahwa Menteri akan mencatat berakhirnya status badan hukum Perseroan
yaitu setelah mendapatkan pemberitahuan dari Likuidator tentang hasil akhir proses
181
Jusuf Patrianto Tjahjono, “Praktek Pelaksanaan Pembubaran PT”,
http://notarissby.blogspot.com/2008/07/praktek-pelaksanaan-pembubaran-pt.html., diakses pada 11
Mei 2011.
94
Republik Indonesia serta memberitahukan kepada Menteri; 183 (dalam tahap ini
(mengenai pembubaran, rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi, dan hasil akhir
proses likuidasi) dan 1 (satu) kali dalam Berita Negara Republik Indonesia (mengenai
182
Pasal 142 ayat (1) dan (2), Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, Op.cit.
183
Pasal 147 ayat (1), Ibid.
184
Pasal 149, Ibid.
185
Pasal 152 ayat (3), Ibid.
186
Pasal 152 ayat (5) jo., ayat (8), Ibid.
95
Dalam praktek ketika memasukkan data untuk memenuhi ketentuan Pasal 152
ayat (3), Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (proses
Badan Hukum (Sisminbakum) telah dihapus. Rupanya pada waktu pertama kali
Jadi dalam praktek Berita Acara RUPS ”terakhir” yang berisi hasil akhir
proses likuidasi dan pelunasan serta pembebasan likuidator tidak dapat diberitahukan
kepada Menteri melalui Sisminbakum, oleh karena data Perseroan telah dihapus. Hal
ini menimbulkan pertanyaan apakah implikasinya bagi likuidator bila prosedur Pasal
152 ayat (3) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak
ini. 189
Dari uraian di atas dapat disimpulkan status badan hukum suatu Perseroan
berakhir yaitu bukan oleh karena pencatatan yang dilakukan oleh Menteri namun
oleh RUPS demikian sesuai dengan Pasal 143 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun
187
Jusuf Patrianto Tjahjono, Op.cit.
188
Ibid.
189
Ibid.
96
ketentuan dalam Pasal 152 ayat (5) dan (6) yang mengesankan bahwa
pencatatan oleh Menteri. Tindakan pencatatan oleh Menteri adalah suatu tindakan
190
Ibid.
97
BAB IV
likuidator, antara lain : a. Tidak ada ditentukan kapan seharusnya likuidator tersebut
likuidasi perseroan; c. Pungutan liar dalam laporan pencabutan izin usaha pada
menagih hutang, ternyata kreditor sudah tidak beroperasi lagi; dan lain sebagainya.
Dalam praktek likuidasi perseroan terbatas, salah satu tahap yang harus
dilakukan adalah tahap pemberesan oleh likuidator. Dalam tahap pemberesan ini ada
satu masalah yang cukup krusial untuk dibahas secara mendalam, karena dalam
masalah ini menyangkut beberapa bidang hukum yaitu hukum perusahaan, hukum
pertanahan, dan hukum perpajakan. Masalah yang terjadi adalah dalam tahap
pemberesan ternyata terdapat sisa aset perseroan berupa hak atas tanah (Hak Guna
98
Bangunan) atas nama perseroan. Bagaimana cara membagikan aset tersebut kepada
pemegang saham.191
terpisahkan, karenaa setiap pembubaran wajib diikuti oleh tindakan likuidasi. 192 Jika
dilakukan tindakan likuidasi, status badan hukum dari Perseroan Terbatas tetap ada.
Oleh karena itu, pasti ada implikasinya apabila tindakan pembubaran tidak diikuti
pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham yang dilakukan
waktu” waktu yang berbeda dalam Pasal 147 ayat (3) dan Pasal 149 ayat (3). Jika
diamati seolah-olah ketentuan mengenai tenggang waktu tersebut mengatur hal yang
berbeda, dalam Pasal 147 ayat (3) mengatur jangka waktu pengajuan tagihan,
sedangkan dalam Pasal 149 ayat (3) adalah mengenai jangka waktu untuk
yang menjadi masalah adalah acuan penghitungan jangka waktu 60 hari dimulai dari
mana.
191
Jusuf Patrianto Tjahjono, “Pembagian Sisa Hasil Likuidasi Perseroan”,
http://notarissby.blogspot.com/2008/08/pembagian-sisa-hasil-likuidasi.html., diakses pada 12 Mei
2011.
192
Pasal 142 ayat (2), Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
Op.cit.
193
Pasal 149 ayat (1), huruf d., Ibid.
99
Dalam Pasal 147 ayat (3) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang
paling akhir yaitu tanggal pengumuman dalam Berita Negara Republik Indonesia
(bukan tanggal pengumuman di Surat Kabar); sedangkan dalam Pasal 149 ayat (3)
kekayaan hasil likuidasi jadi bukan dari pengumuman pembubaran seperti yang
Pengumuman pembubaran sesuai dengan Pasal 147 ayat (1) Undang-Undang No. 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, bahkan jarang sekali menyarankan kepada
likuidasi. Padahal akibat tidak dilaksanakannya tindakan ini adalah fatal. Karena
keberatan telah ditiadakan, oleh karena itu setiap tindakan hukum berikutnya yang
dilakukan oleh likuidator terhadap sisa hasil kekayaan perseroan dapat dinyatakan
“batal demi hukum”. Ketentuan Pasal 150 tidak dapat dipakai sebagai alasan untuk
Jadi, solusi mengenai kapan dapat dibagikan sisa kekayaan hasil likuidasi
194
Dalam hal ini harus juga ditafsirkan tanggal pengumuman yang paling akhir yaitu tanggal
pengumuman dalam Berita Negara Republik Indonesia, walaupun dalam penjelasan resmi Pasal 149
ayat (3) cukup jelas, Ibid.
195
Jusuf Patrianto Tjahjono, “Pembagian Sisa Hasil Likuidasi Perseroan”, Op.cit.
196
Ibid.
100
tersebut;197
pembagian.
Khusus mengenai point ketiga di atas, karena tidak ada aturannya dalam
diadakan penegasan dalam suatu RUPS bahwa setelah jangka waktu yang ditetapkan
dalam Pasal 147 ayat (3) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, benar-benar tidak terdapat tagihan dari kreditor manapun dan oleh karena
197
Pasal 149 ayat 4, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Op.cit.
101
ketentuan dalam Pasal 150 ayat (2) bahwa “kreditor dapat mengajukan tagihan
Perseroan”.198
tidak dilakukan sesuai prosedur maka perbuatan hukum tersebut dapat dinyatakan
batal demi hukum. Peringatan kepada para calon pembeli aset yang berasal dari sisa
hasil likuidasi perseroan yang dibubarkan agar lebih berhati-hati, lebih aman jika
perseroan.199
aset perseroan jika masih ada sebidang tanah dengan Hak Guna Bangunan atas nama
perseroan. Persoalan ini dapat diselesaikan dengan mudah apabila para pemegang
saham sepakat untuk menjual aset tersebut, namun jka pemegang saham tidak sepakat
maka masalah yang akan timbul. Pertanyaan yang mendasar adalah mengenai
pemegang saham adalah pemilik perseroan yang merupakan satu kesatuan dengan
198
Jusuf Patrianto Tjahjono, “Pembagian Sisa Hasil Likuidasi Perseroan”, Loc.cit.
199
Ibid.
102
mandiri terdiri dari para pemegang saham (karena Perseroan didirikan berdasarkan
dengan penentuan apakah aset perseroan tersebut merupakan barang milik bersama
secara bebas atau milik bersama secara terikat. Penentuan ini berdampak pada
pengenaan pajak bagi para pemegang saham yang memperoleh aset/kekayaan hasil
praktek, penentuan kepemilikan bersama bersifat terikat atau bebas bergantung pada
200
Ibid.
201
Ibid.
202
Ibid.
103
Persamaan dari pemilikan bebas dan terikat di atas adalah bahwa pemiliknya
memiliki bagian yang tidak terbagi atas keseluruhan benda yang dimiliki bersam.
perdata (maatschap) atau perkumpulan yang tidak berbadan hukum, para persero
bersama memiliki harta perseroan; karena meninggalnya pewaris, para ahli waris
atau tidaknya para pemilik untuk setiap saat mengalihkan bagian yang tidak terbagi
yang dimiliki atas harta bersama. Pada pemilikan bersama yang terikat, para
pemiliknya tidak bebas untuk mengalihkan bagian tidak terbaginya semua tindakan
bebas, para pemilik bebas untuk mengalihkan bagian tidak terbagi aset tersebut.205
203
Herlien Budiono, “Pemilikan Bersama Menurut Teori dan Praktek”, Seminar di Surabaya,
08 Februari 2008., sebagaimana dikutip Ibid.
204
Pasal 833 ayat (1) jo. Pasal 955, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Op.cit.
205
Jusuf Patrianto Tjahjono, “Pembagian Sisa Hasil Likuidasi Perseroan”, Op.cit.
104
Pemisahan dan pembagian pemilikan bersama yang bebas diatur dalam Pasal
573 KUH Perdata yang menyatakan bahwa : “membagi sesuatu kebandaan yang
menjadi milik lebih dari satu orang harus dilakukan menurut aturan-aturan yang
ditentukan tentang pemisahan dan pembagian harta pembagian”. Pada pemisahan dan
pembagian persekutuan perdata (maatschap) diatur dalam Pasal 1652 KUH Perdata
antara orang-orang yang turut mewaris, berlaku juga untuk pembagian di antara para
persero”.206
Pemisahan dan pembagian bersifat pengalihan hak, pada Pasal 1083 KUH
Jika kepada ahli waris A dibagikan sebuah rumah, maka ahli waris B sebuah
pabrik, yang terjadi adalah : A tidak pernah memiliki pabrik dan B tidak pernah
deklaratif, berlaku surut sejak terjadinya pemilikan bersama yaitu sejak bubarnya
206
Ibid.
207
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Op.cit.
208
Jusuf Patrianto Tjahjono, “Pembagian Sisa Hasil Likuidasi Perseroan”, Loc.cit.
105
adalah mengakhiri pemilikan bersama dan kepada pihak yang dipisahkan dan
dibagikan suatu benda mempunyai hak pengurusan dan pemilikan atas bendanya.209
Aset sisa hasil likuidasi perseroan merupakan harta pemilikan bersama bebas
atau terikat dari pemegang saham, patokannya bergantung pada sebab (oorzaak) yang
mengakibatkan para pemilik memiliki suatu benda. Dalam hal inilah penting sekali
terbuka, maka keberadaan Perseroan Terbatas sebagai alat (fungsi) membawa akibat
pemilikan suatu benda adalah untuk memenuhi suatu tujuan yang hendak dicapai
dalam hal ini dapat dikatakan hakekat pemilikan benda oleh Perseroan merupakan
pemilikan bersama yang bebas. Konsekuensinya pembagian aset tersebut kepada para
pemegang saham merupakan peralihan hak yang translatif. Contoh : Perseroan yang
berusaha di bidang developer/real estate, bubar dan dilikuidasi, maka sisa asetnya
perseroan terbatas sebagai alat, aset yang dimiliki untuk mencapai tujuan bersama).
209
Ibid.
106
Terhadap perbuatan hukum ini pemegang saham dikenai pajak khususnya Bea
perseroan. Dalam hal ini kepemilikan aset merupakan kepemilikan bersama yang
terikat. Konsekuensinya pembagian aset hasil likuidasi kepada para pemegang saham
peristiwa hukum dalam hal ini likuidasi) dan oleh karena itu terhadap tindakan
tersebut tidak dapat dikenai pajak, karena tidak terjadi peralihan hak secara translatif.
Contoh : Perseroan yang berusaha di bidang industri, memiliki aset pabrik berikut
hak atas tanahnya, bubar dan dilikuiasi, sisa asetnya berupa bangunan dan tanah
bidang kepemilikan bersama, pembelian dan kepemilikan atas aset untuk menunjang
Sisa hasil likuidasi harta Perseroan yang dibubarkan tidak harus dalam bentuk
uang tunai, namun dapat saja berupa aset. Barang tidak bergerak (khususnya hak atas
tanah dan/atau bangunan) dan/atau barang bergerak baik berwujud maupun tidak
berwujud. Khusus mengenai sisa hasil likuidasi yang berupa aset dalam bentuk
barang tidak bergerak khususnya hak atas tanah dan/atau bangunan, apabila aset
dapat dikategorikan sebagai barang milik bersama secara terikat dari para pemegang
210
Ibid.
211
Ibid.
107
saham, sedangkan jika aset tersebut diperoleh dan dipergunakan untuk memenuhi
tujuan Perseroan maka sisa hasil likuidasi tersebut adalah merupakan barang milik
Dalam Pasal 142 ayat (2) huruf a., Undang-Undang No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas tidak ada ditentukan kapan saat yang tepat likuidator
tersebut harus ditunjuk. Hal ini menyebabkan Perseroan Terbatas sudah dibubarkan
Tugas Direktur, padahal jika Perseroan Terbatas sudah dibubarkan tidaklah mungkin
adalagi Pelaksana Tugas Direktur. Inilah yang sering terjadi sehingga menyebabkan
Perseroan Terbatas.
Hal ini mengakibatkan tidak adanya dasar hukum mengenai kapan saatnya likuidator
tersebut diangkat. Terkait dengan teori penegakan hukum bahwa setiap proses
diangkat pada saat RUPS tentang pembubaran perseroan, disinilah langsung diangkat
likuidator tersebut. Jika melihat undang-undang itu dari satu sisi saja maka, akan sulit
212
Ibid.
108
hukum yaitu Pasal 149 ayat (2) huruf a., Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas. Jika hukum sudah tegak maka akan diperoleh kepastian hukum,
dalam hal likuidasi, kepastian hukum tersebut adalah Perseroan Terbatas akan segera
terbatas tersebut pada Berita Negara Republik Indonesia. Jika kepastian hukum
tercapai, kemanfaatan hukum juga ikut tercapai dalam hal likuidasi perseroan terbatas
ini manfaat hukumnya adalah bahwa likuidator tidak dihadapkan dengan kasus-kasus
dan pemegang saham dalam hal pembagian sisa hasil likuidasi perseroan terbatas.
Maka untuk kedepannya terkait dengan teori rule of law (David M. Trubek)
stability, dan fairness.213 Dalam hal ini, di dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007
likuidator. Penetapan jangka waktu tersebut akan membuat ketentuan ini bisa
diprediksi. Jika tidak ditentukan kapan jangka waktu penunjukan likuidator tersebut,
Pengurus perusahaan dalam hal ini Direksi akan mengacu pada Pasal 142 ayat (3),
213
Bismar Nasution, “Modul Perkuliahan : Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi”,
Op.cit., hal. 7.
214
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Op.cit.
109
Jika hal itu terjadi maka Direksi akan kebingungan dalam melakukan tindakan
dalam hal likuidasi perseroan terbatas. Hal ini dikarenakan bidang keilmuan yang
No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan pada Pasal 25 ayat (3),
menyatakan bahwa215 :
dilaporkan pada lembaga terkait yaitu Dinas Pendatan Daerah (dahulu Departemen
kenyataannya tetap saja harus menghadapi dari meja satu ke meja lainnya. Hal ini
membutuhkan biaya yang banyak. Pada saat pendaftaran pertama sudah dilakukan,
begitu juga pada perpanjangan, dan selanjutnya pada saat pembubaran juga harus
215
Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3214.
110
melaporkan. Padahal tidak ada suatu apapun yang dilakukan oleh instansi pemerintah
yang berwenang untuk itu dalam hal pengawasan perusahaan. Seharusnya instansi
untuk membina, mengarahkan, mengawasi, dan menciptakan iklim dunia usaha yang
undang ini hanya melegalisasikan kutipan-kutipan liar (pungli) bagi Pemerintah untuk
tidak didaftarkan atau diberitahukan bahwa perseroan sudah dibubarkan maka akan
(1) ”Barang siapa yang menurut Undang-undang ini dan atau peraturan
pelaksanaannya diwajibkan mendaftarkan perusahaannya dalam Daftar
Perusahaan yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya tidak memenuhi
kewajibannya diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) bulan
atau pidana denda setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini merupakan
kejahatan”.
216
Transaction Cost timbul akibat dari keperluan untuk mengurusi Tanda Daftar Perusahaan.
Pada saat pembubaran juga, likuidator wajib untuk melaporkannya. Hal ini dikutip biaya administrasi
yang besarannya ditetapkan oleh Menteri (Pasal 30, Ibid.).
217
Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, Loc.cit.
111
Apabila peraturan ini dijalankan dengan baik maka pelaku usaha tidak
ada juga pembayaran yang dilakukan kepada oknum-oknum tertentu. Hal ini dapat
melalui pungutan liar di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Medan
”Praktik pungutan liar (pungli) ini terbilang sangat halus dan rapi sehingga
sangat sulit untuk pembuktiannya. Biasanya, praktik pungli ini dilakukan saat
masyarakat, pelaku usaha dan Usaha Kecil Menengah (UKM) akan
mengambil izin kepada petugas juru bayar di loket depan seperti Surat Izin
Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Surat Usaha
Jasa Konstruksi (SIUJK) dan beberapa izin lainnya.
Saat mengambil izin itu, petugas loket tanpa malu-malu meminta kepada
masyarakat uang terima kasih yang jumlahnya bervariasi. Sementara tanda
bukti setoran tertulis tarif sesuai retribusi yang tertuang di Perda No. 22 Tahun
218
Mandailing Online, “Usut Kasus Dugaan Korupsi di Dispenda Sumut Rp. 9,3 M”,
http://www.mandailingonline.com/2011/03/usut-kasus-dugaan-korupsi-di-dispenda-sumut-rp93-m/.,
diakses pada 11 Mei 2011.
219
Jurnal Medan, “Pungli Menggurita di BPPT Medan”,
http://medan.jurnas.com/index.php?option=com_content&task=view&id=57953&Itemid=53., diakses
pada 11 Mei 2011.
112
Demikian juga untuk tarif TDP untuk golongan perorangan atau CV kecil
Rp.150.000,- menjadi Rp.250.000,-, usaha besar berbentuk PT dari
Rp.300.000,- menjadi Rp.400.000,-. Demikian juga tarif izin gangguan
industri (HO) dari Rp.680.400,- menjadi Rp.900.000,-. Sedangkan tarif SIUJK
dari Rp.150.000,- menjadi Rp.250.000,-.
Ironisnya lagi, tarif izin daftar ulang HO industri membengkak naik sampai
100% dengan alasan uang perubahan dan ditambah dengan uang badan
hukum. Contohnya : seperti izin CV. Aur Indah kalau dihitung-hitung
retribusinya hanya sekitar Rp.900.000,- saja. Tetapi di BPPT tarif
membengkak menjadi Rp.2.250.144,- dengan perincian retribusi
Rp.1.102.571,-, uang perubahan tambah 100% dan ditambah uang usaha
berbadan hukum Rp.25.000,- jadi total yang dibayar adalah Rp.2.230.144,-”.
belum mudah, transparan, tepat waktu, dan prima. Para pejabat tersebut kebanyakan
Inilah salah satu faktor dari tidak tegaknya hukum dengan baik yaitu budaya suap.
mempengaruhi penegakan hukum yaitu salah satunya adalah faktor budaya atau
kebiasaan hukum.
dikarenakan tidak adanya ditentukan waktu dalam hal penunjukan likuidator. Dengan
113
begitu maka Direksi bertindak sebagai likuidator. 220 Bertindaknya Direksi sebagai
likuidator dikarenakan tidak adanya perintah dari RUPS untuk menunjuk likuidator.
Sehingga Direksi menunjuk lagi Pelaksana Tugas Direksi dalam hal melikuidasi
perusahaan. Namun, yang terjadi malah sebaliknya Pelaksana Tugas Direksi dengan
rekening perusahaan.
Dengan penggelapan yang dilakukan oleh Pelaksana Tugas Direksi ini maka
Pelaksana Tugas Direksi tersebut dan menunjuk likuidator yang berkompeten dalam
begitu, pelaku penggelapan akan menjalani proses hukum. Proses hukum tersebut
adalah proses hukum pidana dimana pelaku akan diganjar dengan hukuman penjara
Penggelapan (verduistering) diatur dalam Bab XXIV (Buku II) KUHP Pasal
372-377. Pengertian yuridis mengenai penggelapan itu sendiri diatur dalam ketentuan
Pasal 372 KUHP. Pengertian dari penggelapan itu sendiri tidak dirumuskan secara
khusus dalam KUHP. Penggelapan bukan berarti membuat sesuatu menjadi gelap
atau tidak terang, namun memiliki pengertian yang lebih luas. Ada beberapa bentuk
220
Pasal 142 ayat (3), Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
Op.cit.
221
Pasal 372, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, menyebutkan bahwa : ”Barangsiapa
dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah
kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena
penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak sembilan ratus
rupiah”.
114
tindak pidana penggelapan, baik dalam penggelapan dalam bentuk pokok yang diatur
dalam Pasal 372 KUHP yang merupakan ketentuan yuridis dari tindak pidana
penggelapan itu sendiri, penggelapan ringan yang diatur dalam Pasal 372 KUHP,
menyebabkan tindak pidananya dijadikan alasan pemberatan yang diatur dalam Pasal
374 dan 375 KUHP dan tindak pidana penggelapan dalam keluarga yang diatur dalam
Tindak pidana penggelapan dalam jabatan likuidator itu sendiri terdiri dari
sebagian atau seluruhnya milik orang lain dan dimana benda berada dalam
dan melawan hukum. Selain itu ada beberapa unsur khusus yang digunakan terhadap
tindak pidana penggelapan dalam jabatan yaitu karena adanya hubungan kerja,
jabatan, dan mendapat upah khusus. Dalam kasus ini, penjatuhan sanksi pidana yang
harus dilakukan hakim terhadap Pelaksana Tugas Direksi yang melakukan tindak
kejahatan tersebut adalah Pasal 374 yaitu penggelapan dengan pemberatan. Unsur-
unsur yang terdapat dalam Pasal 372 KUHP sudah terpenuhi, baik unsur objektif
maupun subjektifnya. Selain itu ketentuan khusus yang memberatkan dalam hal ini
sudah terpenuhi.
penggelapan aset likuidasi oleh Pelaksana Tugas Direksi selesai maka selanjutnya
Likuidator yang sudah ditunjuk oleh RUPS dapat melanjutkan pekerjaannya untuk
115
Namun, proses berperkara di pengadilan ini lama dan memakan waktu yang
mengadakan perdamaian bisa melalui Negosiasi, Mediasi, ataupun Konsiliasi. Hal ini
BAB V
A. Kesimpulan
terbatas dalam likuidasi dilakukan oleh likuidator melalui 2 (dua) cara yaitu :
diatur. Maka hal ini dapat diinterpretasikan dengan melihat ketentuan Pasal
142 ayat (2) huruf a., penunjukan likuidator dilakukan setelah RUPS
likuidator dilakukan pada saat itu juga. Hal ini dilakukan demi menegakkan
B. Saran
cara luar pengadilan karena cara ini tidak memakan waktu yang lama dan
2. Pada kesimpulan kedua didapat bahwa tidak ada penetapan jangka waktu
Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, maka sebaiknya hal
perusahaan ini. Hal ini dilakukan demi menegakkan hukum agar pelaku usaha
hal yang tidak diinginkan akan terhindari. Jika, revisi tidak memungkinkan
sebaiknya para penegak hukum khususnya para Konsultan Hukum baik itu
119
tutup atau tidak beroperasi lagi (sudah likuidasi duluan), dapat dilakukan
berdasarkan Pasal 150 ayat (2) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang
pembubaran Perseroan.
likuidasi.
120
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Adi, Rianto., Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta : Granit, 2004.
Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Rajawali
Press, 2010.
Aqimuddin, Eka An., dan Marya Agung Kusmagi, Solusi Bila Terjerat Kasus Bisnis,
Cetakan Pertama, Jakarta : Raih Asa Sukses, 2010.
Ginting, Laura., “Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham pada
Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar”, Tesis : Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2008.
Jusuf, Jopie., Analisis Kredit Untuk Account Officer, Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama, 1995.
Muhdar, Muhamad., “Bahan Kuliah Metode Penelitian Hukum : Sub Pokok Bahasan
Penulisan Hukum”, Balikpapan : Universitas Balikpapan, 2010.
Pantouw, Rinus., Hak Tagih Factor Atas Piutang Dagang, Jakarta : Kencana, 2006.
Sari, Elsi Kartika., dan Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, Jakarta :
Grasindo, Tanpa Tahun.
122
Satrio, Budi., “Penegakan Hukum Pidana di Bidang Pasar Modal”, Tesis: Sekolah
Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009.
Wicaksono, Frans Satrio., Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi, & Komisaris Perseroan
Terbatas, Cetakan Pertama, Jakarta : Visimedia, Oktober 2009.
ARTIKEL INTERNET
Mandailing Online, “Usut Kasus Dugaan Korupsi di Dispenda Sumut Rp. 9,3 M”,
http://www.mandailingonline.com/2011/03/usut-kasus-dugaan-korupsi-di-
dispenda-sumut-rp93-m/., diakses pada 11 Mei 2011.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN