You are on page 1of 6

Pengaruh Persepsi (1) : Apa Itu

Placebo?

Ditulis oleh Epoch Times Senin, 07 Desember 2009

Sejak 1801 kami telah mempelajari efek placebo dan apa yang telah kami temukan menunjukkan bahwa kekuatan pikiran
sering lebih kuat daripada penyakit kita. (PHOTOS.COM)
Studi mengenai efek placebo yang tak terhitung jumlahnya telah menunjukkan bila pikiran mungkin faktor terpenting dalam
fungsi tubuh manusia. Dengan kemampuan untuk menciptakan atau menghapuskan gejala dengan seketika, koneksi menuju
‘kekuatan penyembuhan’ hanya memerlukan suatu keyakinan.

Banyak sekali contoh yang ditemukan di sepanjang sejarah hingga saat ini yang mendokumentasikan kekuatan pikiran untuk
penyembuhan. Percobaan placebo kali pertama dilakukan pada 1801, menurut Placebo dan Efek Placebo dalam Pengobatan:
Ikhtisar Historis, oleh Journal of the Royal Society of Medicine (JRSM). John Haygarth, seorang dokter abad ke-18 asal
Inggris, menyatakan bahwa eksperimen tersebut “dengan jelas membuktikan efek yang amat luar biasa dari suatu harapan dan
keyakinan, antusiasme hanya berdasarkan imajinasi, dapat dilakukan pada suatu penyakit.”

Di penghujung 1950-an, saat itu ada keyakinan bila pembedahan untuk mengikat arteri kelenjar susu dapat meredakan
penyakit jantung. Untuk menguji Placebo, beberapa pasien mengalami pembedahan lengkap sedang lainnya hanya menerima
irisan di kulit, namun tidak ada pembedahan lebih lanjut. Menurut JRSM, “Di kedua percobaan, tingkat penyembuhannya
sama.” Perawatan lantas ditinggalkan.

Studi pada 1968 di Pengobatan Psikosomatik menguraikan bagaimana suatu kesan dapat mempengaruhi serangan asma.
Peneliti meminta pasien untuk menghisap substansi tanpa label yang diberitahukan pada mereka jika substansi tersebut akan
mengganggu asma mereka untuk sementara.

Ketika pasien menghisapnya, “Banyak yang mengalami serangan asma,” jelas Dr. Herbert Benson di Beyond the Relaxation
Response. “Mereka mulai mendesah, kesulitan bernafas, dan terengah-engah” meskipun substansi yang mereka hisap adalah
larutan garam yang tidak berbahaya. Kemudian, peneliti memberi pasien “penawar racun’ yang dibuat dari larutan garam yang
sama persis, dan menyaksikan bila nafas yang mendesah dan berat telah berhenti.

Di 1983 wawancara dengan KCRW-FM, Bapak Terapi Tertawa, Normandia Cousins, membahas artikel di halaman depan LA
Times tentang permainan football SMU di mana empat orang menerima makanan yang mengandung racun. Dokter yang
menangani kasus ini tidak pasti tentang penyebabnya, sehingga mengeluarkan pernyataan umum untuk menghindari mesin
soft drink mandiri. “Saat pengumuman ini dibuat, 191 orang menjadi sangat sakit,” dan pergi ke rumah sakit, cerita Cousins.
“Sangat jelas, bahwa otak telah memberi isyarat tertentu pada tubuh, dan tubuh telah memproduksi racun yang menimbulkan
penyakit.”

Seorang ahli biologi sel dan peneliti Stanford, Bruce Lipton, Ph.D., menunjukkan beberapa contoh terbaru lainnya mengenai
kuatnya pemikiran seseorang. Di dalam bukunya, Biology of Belief tertulis:

Suatu studi di Sekolah Kedokteran Baylor, yang diterbitkan pada 2002 di Jurnal Kedokteran Inggris mengevaluasi tindakan
pembedahan pada pasien penderita sakit lutut yang parah. Ketua tim penulis Dr. Bruce Moseley, mengetahui bila pembedahan
lutut akan dapat membantu pasiennya: “Semua ahli bedah mengetahui tidak ada efek placebo pada pembedahan.”

Tetapi Moseley mencoba untuk memahami bagian mana dari tindakan pembedahan yang meringankan pasiennya. Para pasien
dibagi menjadi tiga kelompok. Pada kelompok pertama, Moseley meng-angkat tulang rawan yang rusak di lutut. Pada
kelompok lain, dia membersihkan sendi lutut, menyingkirkan material yang dianggap menyebabkan efek peradangan. Kedua
perawatan standar ini biasanya diberikan pada penderita encok lutut. Kelompok ketiga menjalani bedah pura-pura. Ketiga
kelompok mendapatkan perawatan paska operasi yang sama, termasuk program pelatihan.

Hasilnya sungguh mengejutkan. Ya, kelompok yang menjalani tindakan pembedahan, seperti yang diharapkan, membaik.
Tetapi kelompok yang mendapatkan Placebo juga membaik seperti dua kelompok lain! Terlepas dari fakta ada 650.000
penderita bedah encok lutut setiap tahunnya yang masing-masing menghabiskan biaya sekitar $5.000, hasilnya jelas bagi
Moseley, “Keahlian saya sebagai ahli bedah tidak berguna bagi pasien-pasien ini. Tindakan yang membantu hasil pembedahan
untuk osteoartritis lutut ini justru efek Placebo.”

Program acara televisi secara nyata menggambarkan hasil yang mengundang perhatian. Acara tersebut menunjukkan anggota
kelompok placebo sedang berjalan dan bermain basket, ketika melakukan hal-hal tersebut mereka menyampaikan tidak dapat
melakukannya sebelum dilakukan tindakan pembedahan.

Pasien dalam kelompok Placebo tidak mengetahui bila selama dua tahun mereka telah mendapat pembedahan pura-pura. Satu
anggota kelompok Placebo, Tim Perez, yang berjalan dengan bantuan rotan sebelum pembedahan, kini mampu bermain
basket dengan cucunya. Dia meringkas tema buku ini ketika dia menyampaikannya pada Discovery Health Channel, “Di
Efek Placebo : Pandangan umum rasionalis terhadap
Pengobatan Alternatiif
Posted: February 20, 2011 by virkology in Uncategorized
0

Efek Placebo
Rekan rekan IRiS memiliki banyak artikel dan hasil penelitian mengenai banyak Pengobatan Alternatif. Tulisan ini
merupakan pengantar dasar berisi pengetahuan umum dan alasan kenapa kita banyak mengkritisi pengobatan
alternatif.
Ada alasan kenapa IRiS sangat mengkritisi berbagai jenis obat dan Pengobatan Alternatif yang banyak beredar di
masyarakat. Mulai dari obat obat MLM yang banyak melibatkan istilah istilah ilmiah, praktek praktek pengobatan
kuno semacam akupuntur, hingga pengobatan supranatural seperti batu Ponari. Kami menghadirkan informasi
sebagai pembanding dari segi ilmiah. Kami mengingatkan bahwa ada alasan kenapa pengobatan pengobatan itu
disebut sebagai pengobatan alternatif, yang sesuai namanya, seharusnya berfungsi sebagai alternatif bukan sebagai
pengobatan utama yang diandalkan ketika sakit terjadi.
Bahaya Pengobatan Alternatif
Pengobatan alternatif dinamakan sebagai alternatif karena tidak didasarkan oleh hasil penelitian medis yang valid
dan teruji. Oleh karena itu hasilnya sering tidak konsisten, tidak terukur serta tidak bisa dipertanggungjawabkan
karena tidak memiliki standar. Jika seseorang mengalami sakit perut karena iritasi lambung dan tidak sembuh
setelah meminum air ponari, maka hasil ini tidak bisa diklaim kembali ke ponari.
Pengobatan alternatif menjadi berbahaya jika kemudian ada sebagian masyarakat yang menjadikannya sebagai
pengobatan prioritas saat mengalami penyakit, dan menjadikannya sebagai satu-satunya acuan oleh pasien dan
mengabaikan pengobatan klinis. Banyak penyakit seperti gagal ginjal, kangker, atau patah tulang yang jelas sangat
berbahaya jika tidak mendapatkan perawatan medis dan hanya bersandar pada pengobatan alternatif.
Bagaimana dengan ribuan/jutaan pasien yang mengaku sembuh atau lebih baik jika pengobatan tersebut memang
tidak memiliki manfaat? Kami menjelaskan hal tersebut dalam dua yakni fluktuasi penyakit dan efek placebo.
Efek Fluktuasi rasa sakit
Seperti kita ketahui rasa sakit bisa kadang hilang dan muncul mengikuti jangka waktu tertentu. Saat kita migren,
kadang rasa sakit bisa menjadi sangat hebat, berlangsung sekian lama, dan berkurang/menghilang dengan
sendirinya untuk kemudian suatu saat kembali lagi. Sering juga rasa sakit kita sudah jauh berkurang saat kita
sampai di rumah sakit sebelum mendapatkan pengobatan apapun. Ini murni merupakan efek fluktuasi rasa sakit.
Fluktuasi ini sangat tergantung pada tingkat penyakit, daya tahan tubuh, faktor psikologis dan faktor faktor yang
lain. Dalam kondisi seperti ini, bisa kita bayangkan apa yang terjadi ketika kita mendapatkan treatment tertentu dan
secara kebetulan rasa sakitnya berkurang? Sifat superstisi manusia yang gemar menebak sebab akibat akan
mengasosiasikan kesembuhan (sementara) itu sebagai efek dari sebuah ‘obat’ atau treatment yang baru saja
dilakukan. Jika dalam masa itu kita minum teh hijau, misalnya, maka kita akan berasumsi teh hijau dapat
meredakan migren. Ini juga berlaku dengan banyak sekali hal hal yang sering dianggap sebagai obat.
Efek Placebo
Efek placebo lebih dikenal sebagai ‘efek sugesti’ yang dalam kedokteran disebut sebagai pengobatan placebo.
Efek placebo didefinisikan sebagai perubahan kesehatan yang terukur, atau perasaan lebih baik pasien yang tidak
diatributkan ke pengobatan atau perlakuan medis. Dalam penjabarannya, terapi ‘palsu’ atau ‘operasi palsu’ dapat
dikategorikan sebagai placebo.
Dalam pengobatan ilmiah modern sering ditemukan pasien yang memiliki jenis penyakit yang seharusnya tidak
perlu mendapatkan perawatan apapun. Ada beberapa kasus termasuk patah tulang ringan yang akan sembuh
dengan istirahat yang cukup tanpa perlu operasi. Namun, pasien yang secara psikologis mempercayai dirinya tidak
akan sembuh sebelum mendapatkan treatment khusus seperi operasi, obat atau suntikan tertentu, hal ini memaksa
dokter memberikan operasi ‘palsu’ atau obat palsu (yang sesungguhnya hanya antibiotik, vitamin, atau bahkan
permen) untuk memberikan ketenangan psikologis pada pasien.
H.K Beecher dalam bukunya berjudul The Power of Placebo (1955), mengungkap studinya yang mengevaluasi 15
kasus klinis dengan jenis dan tingkat penyakit yang berbeda melibatkan 1.082 pasien, sebanyak 35% mengaku
mengalami kesembuhan atau perbaikan kondisi drastis sementara mereka hanya mendapatkan treatment placebo.
Treatment placebo ini sering dilakukan dokter untuk menghindari dan mengurangi masuknya zat zat kimia obat
yang tidak diperlukan oleh tubuh pasien. Dalam banyak kasus cedera lutut J. Bruce Moseley beranggapan bahwa
operasi tidak diperlukan dalam kasus kasus tersebut namun semua pasien beranggapan bahwa mereka tidak akan
sembuh sebelum operasi. J. Bruce Moseley menjalankan operasi palsu atau operasi placebo dalam setiap 6 dari 8
kasus cedera lutut dan hampir semuanya menyatakan diri sembuh.
Ini menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus penyakit sebenarnya memang dapat disembuhkan oleh ‘sugesti’
agar pasien menganggap penyakit tersebut sudah hilang atau berada dalam proses penyembuhan. Keberadaan efek
placebo dan efek fluktuasi penyakit menjelaskan bahwa dalam beberapa kasus penyakit yang sembuh oleh
pengobatan alternatif, tidak terbukti disebabkan oleh pengobatan tersebut, namun ada alternatif penjelasan.
Dalam banyak kasus pengobatan alternatif yang dibahas oleh IRiS disebutkan bahwa pengobatan tersebut telah
terbukti secara klinis tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam pengujian yang terkendali dan terukur. Ini
didapatkan dari penelitian literatur dari jurnal jurnal penelitian ilmiah yang telah banyak dilakukan oleh para
ilmuwan yang berkompeten di bidangnya.
Akhirnya, kami mencoba menawarkan informasi sebagai pembanding dari klaim klaim kesehatan Bombasstis yang
sering disampaikan secara masiv oleh para ‘pengusaha’ pengobatan alternatif atau obat obatan alternatif.
VirKill
On behalf of
Indonesian Rationalist Society (IRiS)
Referensi:
Caroll, Robert Todd, 2003 “The Skeptic Dictionary”, John Wiley & Son, New Jersey.
Bausell, R. Barker. (2007). Snake Oil Science: The Truth about Complementary and Alternative Medicine
Oxford.
Dodes, John E. (1997). The Mysterious Placebo. Skeptical Inquirer.
Etika dan Hukum Kedokteran
Tulisan di dalam blog ini adalah mengenai hasil pemikiran terhadap isu-isu dalam etika kedokteran. Beberapa
tulisan dalam blog ini dapat Saudara baca di surat kabar di Indonesia.

HINDARI PLACEBO DEMI PENGOBATAN MURAH


Keputusan Menteri Kesehatan untuk tidak menaikkan harga obat dan menindak tegas apotik yang tidak mau
menjual obat generik telah memberikan sedikit harapan bagi masyarakat untuk berobat murah. Akan tetapi,
keputusan ini tidak berarti apapun, jika dokter tidak memberikan obat dengan tepat dan efektif. Pengobatan yang
murah tidak hanya tergantung pada harga obat yang murah, tetapi juga peresepan yang berhasil guna dan cost
efective. Peresepan yang berhasil guna dilakukan dengan cara pemberian obat yang sesuai dengan prosedur medis
(evident base) dan cost efective dicapai dengan penggunaan obat generik. Jika dokter melakukan kedua hal ini
maka diharapkan akan dapat meringankan beban masyarakat saat berobat.
Apakah kedua hal ini cukup untuk membantu masyarakat berobat dengan lebih murah? Adakah cara lain yang bisa
dilakukan oleh dokter untuk membantu masyarakat mendapatkan pengobatan yang lebih murah?
Jawabannya adalah dengan menghindari pengobatan dengan obat placebo bagi pasien. Yang dimaksud dengan
placebo adalah terapi (dalam bentuk obat ataupun prosedur-prosedur medis) yang tidak memiliki bukti kegunaan
bagi kesembuhan pasien. Dalam hal ini tidak termasuk obat palsu ataupun oplosan, tetapi obat atau tindakan medis
yang “dipalsukan” oleh dokter yang diyakini memiliki dampak positif bagi pasien. Sebagai contoh yang paling
sering adalah pemberian obat antibiotik untuk infeksi virus, dan pemberian vitamin untuk keluhan kelelahan.
Menurut survei di Amerika Serikat, lebih dari separuh dokter di negara tersebut memberikan obat-obat placebo
kepada pasien. Di Eropa (Denmark) sebanyak 5 dari 10 dokter yang praktik memberikan placebo kepada pasien
lebih dari 10 kali dalam setahun. Di Israel, sebagian besar dokter menggunakan placebo untuk memberikan terapi
demi ketenangan batin pasien. Meskipun tidak terdapat angka pasti, di Indonesia praktik pemberian placebo
diyakini banyak dilakukan oleh para dokter. Obat-obatan yang paling sering diberikan untuk tujuan placebo adalah
antibiotika, vitamin, painkillers (anti-nyeri), obat tidur, obat suntikan cairan isotonis, dan pil/kapsul gula.
Peresepan obat-obat tersebut dengan tujuan untuk menimbulkan efek placebo jelas berpengaruh pada besarnya
biaya obat bagi pasien.
Mungkin beberapa dokter berpendapat bahwa pemberian obat-obatan dengan tujuan menimbulkan efek placebo
akan bermanfaat bagi pasien. Hal ini tidaklah sepenuhnya salah. Beberapa penelitian membuktikan bahwa 3 dari
10 orang pasien dengan kondisi penyakit tertentu sembuh dari penyakit hanya dengan diberikan obat placebo.
Pasien luka bakar yang membutuhkan obat antinyeri ternyata dapat hilang rasa nyerinya hanya dengan diberi
cairan infus jika saat diberikan mereka sadar dan diberi tahu bahwa yang diberikan kepada mereka adalah obat
antinyeri dengan dosis tinggi. Cara ini sering dilakukan karena pemberian obat anti-nyeri golongan morfin akan
dapat menekan system pernafasan pasien yang dapat berakibat buruk. Dampak positif lain dari obat placebo adalah
bahwa obat-obatan ini dapat meningkatkan rasa percaya diri pasien sehingga mereka cepat merasa sembuh. Hal ini
sering dilakukan dengan cara memberikan suntikan “vitamin otot” bagi pasien-pasien yang sering merasa lelah.
Pandangan seperti di atas seharusnya tidak lagi digunakan oleh para dokter. Terlebih lagi jika hal ini dilakukan
dengan motif lain, misalnya ekonomi. Sering kali dokter memberikan obat placebo -misal menyuntik dengan cairan
isotonis, tetapi menarik biaya semahal obat antibiotik. Hal ini dilakukan semata-mata demi menjaga kepercayaan
pasien bahwa dokter telah memberikan obat yang sebenarnya. Hal ini jelas merugikan pasien, baik secara
keuangan maupun kondisi kesehatan. Jika pasien tidak sembuh dan berobat kepada dokter lain, pasien akan
memberitahukan terapi yang dia ketahui kepada dokter lain padahal mereka sebenarnya tidak menerima
pengobatan tersebut. Hal ini jelas akan membahayakan pasien dan merugikan profesi dokter secara umum. Jika
dokter melakukan hal ini, maka dia telah melakukan pelanggaran terhadap etika profesinya.
Salah satu kode etik kedokteran adalah dilakukannya pengobatan atau terapi secara informed consent, dimana
seorang pasien harus mengetahui segala hal yang berkaitan dengan pengobatan atau terapi yang akan diberikan
oleh dokter. Pemberian obat placebo dengan cara seperti di atas adalah jelas melanggar etika. Jika seorang dokter
meyakini bahwa suatu terapi placebo terbukti dapat membantu pasien, maka alangkah lebih baik jika dokter
memberitahukannya kepada pasien secara terbuka.
Menghindari penggunaan obat-obatan placebo tidak hanya dapat menghindarkan dokter dari pelanggaran etika
yang dapat berujung pada tuntutan hokum, tetapi juga dapat membantu masyarakat untuk mendapatkan pengobatan
yang lebih murah. Gantikanlah pengobatan placebo dengan pendidikan kepada pasien demi kesembuhan dan
kesejahteraan mereka.
Penulis:
Dr. Nur Azid Mahardinata
Staff di Pusat Kajian Bioetika dan Humaniora Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada - Yogyakarta

Efek placebo
Posted on November 7, 2010 by Artikel Kedokteran
Diskusi temang efek placebo dalam pengujian sebuah terapi selulu tampak difokuskan pada efek placebo yang
positif. Adakah efek placebo yang negatif?
Peter Grant
Australia Selatan
Placebo adalah bahan-bahan tanpa sifat-sifat farmakologis, misalnya gula atau pil palsu. Mereka digunakan secara
luas sebagai kontrol dalam eksperimen untuk menguji efek sebuah obat. Placebo ini dibuat sedemikian sehingga
tampak dan berbau sama seperti obat yang sedang diuji. Cara kerja placebo masih kontroversial, tetapi secara
umum orang percaya bahwa fisiologis pengaruhnya lebih psikologis: manfaat terjadi karena orang percaya bahwa
pil yang mereka minum akan mendatangkan pengaruh positif. Pengaruh itu juga muncul karena kondisioning:
pasien yang mengharapkan khasiat sebuah obat cenderung akan mendapatkan khasiat tersebut.

Kita ambil contoh placebo yang digunakan dalam pengujian obat pereda nyeri (analgesik). Salah situ penjelasan
untuk mekanisme placebo dalam kasus ini adalah bahwa obat yang asli di harapkan merangsang pelepasan bahan
kimia mirip opium dari otak yang berfungsi meredakan nyeri. Sebuah studi menemukan bahwa rasa nyeri
berkurang kendati yang diminum sebetulnya placebo karena pasien percaya bahwa obat itu obat yang
sesungguhnya, akan tetapi efek itu menghilang begitu pasien diberi obat yang berfungsi menetralkan pengaruh
bahan kimia mirip opium tadi.
Efek negatif placebo disebut efek nocebo, dari kata bahasa Latin nocebo yang berarti “saya ingin mencelakai.”
Pasien yang diberi pil palsu kadang-kadang mengalami efek samping seperti cemas dan depresi. Ini diduga terkait
dengan harapan orang atas efek-efek merugikan pada sebuah terapi. Dalam sebuah uji orang melaporkan bahwa
perempuan yang percaya mereka berpeluang menderita penyakit jantung hampir empat kali lebih berpeluang
meninggal karena penyakit jantung dibanding perempuan dengan faktor risiko sama yang tidal memiliki
kepercayaan itu.
Placebo menghadirkan sebuah dilema etik. Di sini seorang dokter membohongi pasien dengan meminta mereka
percaya bahwa yang diberikan adalah obat aktif, padahal sesungguhnya mereka tidak menerima obat seperti itu.
Andai mereka juga menderita efek samping yang buruk dari efek nocebo, keadaan dapat menjadi lebih buruk.
Ian Smith
London,
Ya, efek placebo negatif, atau efek nocebo, sungguh ada. Nocebo, seperti placebo, menimbulkan efek fisik,
walaupun tidak harus melalui mekanisme fisik. Tidak mustahil efek tersebut berasal dari keyakinan pasien. Ketika
orang berpikir tentang jatuh sakit, maka sakitlah ia. Ini efek nocebo, yang berlawanan dengan efek placebo: ketika
orang berpikir tentang sembuh, maka sembuhlah ia.
Tipe pasien yang paling cenderung mengalami efek nocebo ketika diberi suatu obat biasanya memiliki sejarah
pengobatan dengan diagnosis yang sulit sehingga yakin bahwa terapi apa pun tidak akan mengatasi masalah.
Pengharapan yang rendah tadi mau tidak mau berakibat buruk, efek nocebo juga berpengaruh terhadap hasil
operasi. Dokter bedah enggan menangani pasien yang yakin bahwa mereka akan mati. Penelitian telah dilakukan
terhadap pasien-pasien operasi yang mengatakan bahwa mereka ingin mati agar dipersatukan kembali dengan yang
mereka cintai. Hampir semua orang ini sungguh meninggal.
Penelitian tentang nocebo sedikit sekali, kebanyakan untuk alasan etika bahwa Dokter seharusnya tidak
membohongi orang sehat dengan mengatakan bahwa mereka sakit. Standar etika yang berubah pun menyulitkan
upaya mengulang beberapa eksperimen nocebo klasik. Artikel kedokteran terbaru tentang efek nocebo diterbitkan
dalam tahun 2002 oleh Arthur Barsky dan kawan-kawan (The journal of the American Medical Association,
volume 287, halaman 622).
Ross Firestone
Winnetka, Illinois, AS
Efek placebo negatif memang ada. Manifestasinya yang terkenal adalah voodoo, dan macam-macam klenik yang
dikaitkan dengan kutukan. Praktik-praktik tersebut hampir selalu meliputi mekanisme yang membuat korban tabu
bahwa ia telah dikutuk, dan ini satu-satunya yang memungkinkan maksud jahat mereka tercapai.
Steven Reitci
West Allis, Wisconsin, AS

You might also like