You are on page 1of 22

Kepentingan Dinar Emas dalam Ekonomi Islam

 Oleh kerana Dinar adalah emas, maka nilainya begitu kukuh dan tahan inflasi.
Zaman Rasulullah SAW, 1 Dinar bersamaan nilai seekor kambing dan sekarang pun
nilai 1 Dinar (lebih kurang RM650) masih boleh membeli seekor kambing. Dah lebih
1400 tahun pun masih tak berubah, malah makin meningkat nilainya. Berbanding
matawang biasa, jika waktu kita sekolah dulu cukup hanya 50sen sehari berbelanja di
kantin, sekarang tidak lagi. Anak-anak kita perlu diberi paling kurang 2 ringgit sehari
supaya tidak hanya dapat minum segelas air saja pada waktu rehat. Inilah yang
dimaksudkan inflasi dan penyusutan nilai matawang sekarang. Bukan sebab harga
barangan naik, tapi sebenarnya duit kita dah susut nilai tanpa disedari. Ingat, purata
kadar inflasi tahunan Malaysia adalah 4%. Bermakna, simpan duit kertas bernilai
RM10,000 pada awal tahun maka jumlah yang sama pada akhir tahun sebenarnya
hanya bernilai RM9,600. Fikir-fikirkanlah..
 Justeru nilai Dinar tidak berkurang, malah meningkat dari tahun ke tahun, maka
tindakan spekulatif di pasaran wang antarabangsa tidak akan terjadi. Di samping tidak
dipengaruhi oleh kadar inflasi, Dinar juga tidak dipengaruhi oleh kadar bunga. Dengan
lain perkataan, Dinar adalah wang bebas riba'. Kestabilan Dinar juga akan
mempromosikan perdagangan dan menstabilkan sistem kewangan antarabangsa.
 Melihat pentingnya peranan Dinar dan Dirham dalam menstabilkan sekaligus
memulihkan ekonomi umat, maka fiat money (wang kertas) dianggap sebagai musuh
utama ekonomi Islam. Tanpa menggantikan fiat money dengan Dinar dan Dirham,
institusi-institusi kewangan Islam seperti bank Islam, insurans Islam (takaful), bond
Islam (sukuk), dan pajak gadai Islam (ar-Rahn) tidak akan dapat dioperasikan 100%
murni berteraskan al-Qur'an. Operasi institusi kewangan Islam tanpa kehadiran Dinar
dan Dirham sangat sukar dibebaskan dari praktik-praktik riba', gharar, dan maysir.
(Shabri, M., 2006)
 Bagaimanapun, semua pakar ekonomi Islam kontemporari yang mengkaji
tentang usaha pendaulatan Dinar dan Dirham sebagai matawang tunggal dunia Islam
bersetuju agar ianya didaulatkan secara berperingkat-peringkat. (Meera, A.K.M dan
Aziz, H., 2002)
V
maksud dinar emas
Ekonomi Islam dalam Pandangan Adam Smith
Filed under Ekonomi Islam by Choir on 6 September 2010 at 09:03 no comments

Adam Smith mulai menulis buku The Wealth of Nation ketika berada di Perancis dan
menyelesaikannya pada 1776 di Kirkcaldy, yang akhirnya diterbitkan pada 1776. Pada masa ini,
di Eropa telah beredar buku-buku terjemahan karya ekonomi muslim. Bahkan, di Perancis
Selatan,banyak warga Perancis lulusan Pusat Kuliyah Islam menjadi guru besar dengan
menerapkan pola pengajaran yang mereka dapatkan dari negara-negara Islam.
(more…)

Pencarian yang terkait :

Sistem Ekonomi Internasional, ekonomi menurut islam, adam smith, ekonomi dalam pandangan islam,
pengertian excess demand, buku adam smith, ekonomi internasional menurut adam smith, sistem
ekonomi menurut adam smith, contoh ekonomi islam, sistem ekonomi adam smith

Sejarah Uang (Dinar dan Dirham)


Filed under Ekonomi Islam by Choir on 18 August 2010 at 02:11 no comments
Para ahli ekonomi modern setuju bahwa penciptaan mata uang merupakan peristiwa sangat
signifikan dalam sejaarah ekonomi umat manusia. Itu berpijak pada landasan kepentingan
pengembangan ekonomi; memfasilitasi pembagian tenaga kerja, pendirian industri, pemasaran
barang dan jasa dan lain sebagainya. Pada sisi komersial dan eksistensi social masyarakat, uang
merupakan hasil ciptaan yang esensial, di mana segala sesuatunya berpijak pada dasar itu.
(more…)

Pencarian yang terkait :

SEJARAH uang, sejarah uang dinar, fungsi uang dalam perekonomian, SEJARAH mata uang mesir,
pengertian uang dinar, pengertian uang dalam islam, sejarah mata uang dinar, sejarah adanya uang,
sejarah uang dinar dan dirham, FUNGSI UANG DALAM ISLAM

Ekonomi Moneter Islam: Inflasi


Filed under Ekonomi Islam by Choir on 12 May 2010 at 00:21 no comments

Menurut Ackley (1978) bahwa yang dimaksud dengan inflasi adalah suatu kenaikan harga yang
terus-menerus dari barang-barang dan jasa-jasa secara umum –bukan satu macam barang saja
dan sesaat-.Sejarah menunjukkan bahwa salah satu negara yang ditandai dengan kenaikan harga
secara cepat adalah Mesir di sekitar tahun 330 sebelum Masehi pada waktu pemerintah
Alexander Agung menyerbu Persia dengan membawa emas (hasil rampasan tentunya) ke Mesir.
(more…)

Pencarian yang terkait :

artikel ekonomi moneter, ekonomi moneter islam, artikel tentang ekonomi moneter, MAKALAH
EKONOMI MONETER, inflasi dalam ekonomi islam, pengertian sistem moneter islam, inflasi menurut
islam, Al Maqrizi, makalah inflasi, paper ekonomi islam

Ekonomi Moneter Islam: Mata Uang


Filed under Ekonomi Islam by Choir on 12 May 2010 at 00:20 no comments

Perkembangan ekonomi memerlukan suatu alat tukar yang penggunaannya kekal sepanjang
zaman. Alat tukar yang paling tahan itu ialah barang-barang dari logam, seperti : emas, perak,
dan tembaga. Adanya perdagangan menimbulkan kebutuhan akan adanya mata uang. (more…)
Pencarian yang terkait :

kebijakan ekonomi moneter, ekonomi moneter, KEBIJAKAN MONETER DALAM EKONOMI ISLAM,
moneter islam, konsep moneter islam, konsep moneter dalam negara islam, mata uang khalifah, konsep
uang menurut ibnu taimiyah, ekonomi moneter tentang uang, alat Tukar menurut al-ghazali

Hukum Ekonomi Islam Dalam Al-Qur’an, As-Sunnah dan Kitab-Kitab Fiqh


Filed under Fiqih by Choir on 27 March 2010 at 20:01 no comments

Indikator lain tentang kepedulian Islam terhadap persoalan ekonomi dan keuangan, ialah
kenyataan yang menunjukkan bahwa di dalam al-Qur’an, yang menjadi sumber utama dan
pertama hukum Islam, terdapat sejumlah ayat yang mengatur persoalan-persoalan hukum
ekonomi dan keuangan (ayat al-iqtishadiyyah wa-al-maliyyah ). Menurut kesimupulan Abdul
Wahhab Khallaf, paling sedikit ada 10 ayat hukum dalam al-Qur’an yang berisikan norma-norma
dasar hukum ekonomi dan keuangan.
(more…)
Menyambut Dinar-Dirham
Sesungguhnya, ide untuk menjadikan dinar emas sebagai mata uang bersama negara Islam yang
digunakan sebagai alternatif alat pembayaran dalam transaksi perdagangan, telah diajukan dalam
persidangan Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Kuala Lumpur, Malaysia, 10 Oktober 2003
lalu. Ide tersebut dilontarkan Perdana Menteri Malaysia saat itu, Dr Mahathir Mohamad. Usulan
tersebut kembali menggema pada Konferensi ke-12 mata uang ASEAN di Jakarta pada 19
September 2005. Kali ini penggagasnya adalah Menteri Negara BUMN, Sugiharto. Beliau
menilai bahwa dengan kondisi keuangan yang diliputi oleh ancaman inflasi setiap saat dan
serangan spekulan yang unpredicted, maka penggunaan dinar-dirham perlu menjadi
pertimbangan kita semua (Republika, 21 September 2005).

Sejarah emas
Emas, dalam sejarah perkembangan sistem ekonomi dunia, sudah dikenal sejak 40 ribu tahun
sebelum Masehi. Hal itu ditandai penemuan emas dalam bentuk kepingan di Spanyol, yang saat
itu digunakan oleh paleiothic man. Dalam sejarah lain disebutkan bahwa emas ditemukan oleh
masyarakat Mesir kuno (circa) 3000 tahun sebelum masehi. Sedangkan sebagai mata uang, emas
mulai digunakan pada zaman Raja Lydia (Turki) sejak 700 tahun sebelum Masehi. Sejarah
penemuan emas sebagai alat transaksi dan perhiasan tersebut kemudian dikenal sebagai
barbarous relic (JM Keynes).

Lahirnya Islam sebagai sebuah peradaban dunia yang dibawa dan disebarkan Rasulullah
Muhammad SAW telah memberikan perubahan yang cukup signifikan terhadap penggunaan
emas sebagai mata uang (dinar) yang digunakan dalam aktivitas ekonomi dan perdagangan. Pada
masa Rasulullah, ditetapkan berat standar dinar diukur dengan 22 karat emas, atau setara dengan
4,25 gram (diameter 23 milimeter). Standar ini kemudian dibakukan oleh World Islamic Trading
Organization (WITO), dan berlaku hingga sekarang.

Saat ini, fakta menunjukkan bahwa ada ketidakseimbangan aktivitas perdagangan internasional,
yang terjadi akibat tidak berimbangnya penguasaan mata uang dunia, dan ditandai semakin
merajalelanya dolar AS. Kondisi tersebut kemudian diperparah dengan kemunculan Euro sebagai
mata uang bersama negara-negara Eropa. Fakta pun menunjukkan bahwa negara-negara Islam
memiliki ketergantungan sangat tinggi terhadap kedua mata uang tersebut, terutama dolar AS.
Bahkan, dalam transaksi perdagangan international saat ini, dolar AS menguasai hampir 70
persen sebagai alat transaksi dunia (AZM Zahid, 2003).

Dengan didirikannya World Trade Organization (WTO) pada 1 January 1995 sebagai
implementasi dari pelaksanaan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan putaran
Uruguay, maka liberalisasi perdagangan menjadi konsekuensi yang tidak dapat dielakkan. Tentu
saja, semua negara harus siap terlibat dalam skenario global ini, termasuk negara berkembang
yang notabene mayoritas Muslim. Pertanyaan besar yang kemudian harus dijawab adalah
seberapa besar dampak dan keuntungan yang akan diraih negara-negara Islam dalam pasar
internasional.

Penulis berpendapat bahwa ide pemunculan emas sebagi alat transaksi dalam perdagangan
internasional ini sesungguhnya merupakan jawaban untuk mengurangi ketergantungan negara-
negara Islam terhadap dominasi dua mata uang dunia tersebut (dolar AS dan Euro). Selain itu,
ide ini juga dapat digunakan sebagai alat untuk meminimalisasi praktik-praktik spekulasi,
ketidakpastian, hutang, dan riba. Terutama yang selama ini terjadi pada aktivitas di pasar uang,
di mana hal tersebut terjadi sebagai akibat dari penggunaan uang kertas (fiat money), sehingga
menjadi dilema tersendiri bagi negara-negara Islam. Penulis percaya, komitmen untuk
menggunakan mata uang bersama dengan memulainya dari transaksi perdagangan, akan banyak
memberikan manfaat signifikan.

Mekanisme
Penggunaan emas sebagai alat transaksi perdagangan internasional dapat dilakukan melalui
perjanjian pembayaran bilateral (bilateral payment arrangement) maupun perjanjian pembayaran
multilateral (multilateral payment arrangement). Perjanjian pembayaran produk yang
diperdagangkan akan melalui tahapan dan mekanisme yang melibatkan bank umum, bank
sentral, dan custodian emas (penyimpan emas).

Ada empat tahapan yang dilalui dalam mekanisme transaksi perdagangan tersebut. Pertama,
adanya perjanjian dagang antara importir dan eksportir yang berada di dua negara yang berbeda,
dengan kejelasan kondisi barang dan jumlah barang yang akan ditransaksikan. Tentu saja, sesuai
dengan syariat Islam, akad yang terjadi harus bebas dari unsur-unsur gharar, maysir, dan riba.

Kedua, setelah melakukan perjanjian dagang, kemudian pihak importir akan mengeluarkan letter
of credit (LC) untuk melakukan pembayaran melalui bank yang sudah ditunjuknya. Selanjutnya,
pihak eksportir akan menerima letter of credit (LC) dari bank tersebut. Ketiga, pihak bank yang
ditunjuk oleh importir akan segera melakukan pembayaran kepada bank sentral dengan
menggunakan mata uang lokal yang kemudian akan mengakumulasikan transaksi kedua negara
dengan standar emas hingga masa kliring.

Keempat, setelah masa kliring selesai, bank sentral negara importir akan mentransfer emas
senilai dengan transaksi perdagangan kedua negara kepada pihak custodian emas yang telah
ditunjuk, untuk selanjutya diserahkan kepada bank sentral negara eksportir. Bank sentral negara
eksportir ini selanjutnya akan melakukan pembayaran dalam mata uang lokal kepada bank yang
telah ditunjuk oleh eksportir. Kemudian bank tersebut akan menyerahkannya kepada pihak
eksportir.

Mekanisme di atas jelas memiliki kelebihan dibandingkan dengan menggunakan mata uang
asing lainnya. Kedua negara tidak akan mengalami fluktuasi nilai mata uang, yang seringkali
menjadi hambatan dalam transaksi perdagangan. Bahkan, telah banyak fakta yang menunjukkan
bahwa fluktuasi mata uang dapat mengakibatkan kehancuran perekonomian sebuah negara.
Dengan mekanisme tersebut pula, stabilitas perekonomian akan lebih mudah dicapai, mengingat
nilai emas yang relatif lebih stabil. Sehingga diharapkan, volume perdagangan antarnegara Islam
dapat berkembang. Di sinilah dituntut peran OKI dan Islamic Development Bank (IDB) untuk
dapat merumuskan konsep yang lebih matang terhadap gagasan ini. Keuntungan secara politis
akan dirasakan oleh negara-negara Islam, karena nilai tawar yang dimilikinya terhadap Barat dan
kekuatan lainnya menjadi semakin tinggi. Meskipun demikian, harus diakui bahwa mekanisme
tersebut juga memiliki kelemahan-kelemahan. Kelemahan pertama, ketersedian emas yang tidak
merata di antara negara-negara Islam, sehingga dapat menimbulkan ketimpangan dan
kesenjangan.
Kelemahan kedua, masih tingginya ketergantungan dunia Islam terhadap produk yang dihasilkan
oleh negara-negara non-Muslim (baca: Barat), terutama terhadap produk-produk industri dengan
teknologi tinggi. Kelemahan ketiga, nilai transaksi perdagangan yang masih sangat kecil sesama
anggota OKI, yang menyebabkan signifikansi emas menjadi tidak terlalu substantif. Untuk itu,
komitmen dan kesungguhan para pemimpin dunia Islam beserta pemerintahannya sangat
dibutuhkan. Sebagai negara Muslim terbesar di dunia, sudah sepantasnya jika Indonesia
diharapkan dapat memainkan peran yang lebih aktif, konstruktif, dan produktif. Indonesia
memiliki peluang untuk mendorong terealisasinya blok perdagangan OKI, meskipun tantangan
dan hambatannya tidak sedikit, terutama dari negara-negara Barat melalui kaki tangan mereka
(IMF dan Bank Dunia).

Jika saja blok perdagangan ini dapat terwujud, maka bisa dibayangkan bahwa dunia Islam akan
menjadi salah satu center of power yang strategis dan diperhitungkan, sehingga kondisi unipolar
akan kembali berganti menjadi multipolar. Namun demikian, hal tersebut kembali berpulang
pada Presiden SBY beserta tim ekonominya, maukah mereka menjadi inisiator proses tersebut?
Wallahu a'lam.

Irfan Syauqi Beik, Dosen FEM IPB dan Mahasiswa Program Doktor Ekonomi Syariah IIU
Malaysia
Handi Risza Idris, Dosen STIE SEBI
Republika Online

http://ekisopini.blogspot.com/2009/09/menyambut-dinar-dirham.ht
Dinar Emas dan Dirham Perak – Solusi Islam Mengatasi Riba
dan Inflasi/Kemiskinan
 

Rate This

Satu penyebab kemiskinan adalah


inflasi. Yaitu turunnya nilai mata uang dibanding dengan harga barang-barang yang jadi
kebutuhan rakyat. Sebagai contoh, tahun 2004 harga nasi+telor di warung Tegal paling Cuma Rp
4.000. Di tahun 2010 ini nilainya jadi Rp 6.000. Padahal banyak orang yang gajinya tidak naik
selama kurun waktu tersebut. Kalau pun ada yang naik, tidak sebesar kenaikan harga barang.

Artinya jika dengan uang Rp 360 ribu orang bisa makan 90x (3x sehari) pada tahun 2004, maka
pada tahun 2010 dia hanya bisa makan 60x (2x sehari) saja!

Akibat berbagai kenaikan harga barang yang sudah jadi “Kebijakan” Pemerintah, maka nilai
rupiah terus menurun. Jika sebelum Krisis Moneter tahun 1997-1998 nilai rupiah adalah sekitar
Rp 2.200 per 1 US$, sekarang nilainya turun jadi Rp 9.500 per 1 US$. Ini adalah “Kebijakan
Pemiskinan Massal” melalui kebijakan kenaikan harga yang mendorong turunnya nilai rupiah
atau inflasi.

Tahun 1970 kita bisa naik haji dengan biaya Rp 182 ribu. Saat itu orang yang gajinya Rp 182
ribu/bulan adalah para direktur. Sekarang di tahun 2010 ini jangankan digaji Rp 182 ribu. Digaji
Rp 400 ribu/bulan pun banyak pembantu yang ogah! Ini karena nilai rupiah yang terus turun.
Bukan hanya uang kertas rupiah yang turun, tapi juga Dollar yang merupakan Fiat Money (tidak
dijamin emas/perak) juga mengalami inflasi. Nilai 1 US$ pada tahun 1900, di tahun 2000 ini
cuma jadi US$ 0,04 saja atau susut sampai 96%!

Agar nilai uang kertas yang secara riel/intrinsik nyaris tidak berharga itu (cuma senilai
kertas+tinta), maka Bank Sentral mengeluarkan bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia) atau
kalau di AS namanya The Fed’s rate (The Federal Reserve Bank’s Interest Rate) untuk
mengontrol jumlah uang yang beredar. Namun pada akhirnya karena bunga harus dibayar beserta
pokoknya, maka jumlah uang beredar pun bertambah dan berakibat inflasi.

Sebaliknya, Islam biasa menggunakan emas dan perak sebagai mata uang Dinar dan Dirham.
Pada zakat yang jadi patokan juga emas dan perak. Misalnya nisab emas untuk zakat adalah 85
gram emas. Bukan uang kertas. Akibatnya nilainya selalu relevan. Tidak terlalu kecil, tidak pula
terlalu besar.

Emas dan Perak karena punya nilai riel dibanding kertas, lebih stabil dan lebih tahan terhadap
inflasi. Contohnya, 1 dinar (4,25 gram emas 22 karat) pada zaman Nabi bisa dipakai untuk
membeli 1-2 ekor kambing. Ada satu hadits yang merupakan bukti sejarah stabilitas uang dinar
di Hadits Riwayat Bukhari sebagai berikut:

”Ali bin Abdullah menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, Syahib
bin Gharqadah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Saya mendengar penduduk
bercerita tentang ’Urwah, bahwa Nabi saw. memberikan uang satu Dinar kepadanya agar
dibelikan seekor kambing untuk beliau, lalu dengan uang tersebut ia membeli dua ekor
kambing, kemudian ia jual satu ekor dengan harga satu Dinar. Ia pulang membawa satu
Dinar dan satu ekor kambing. Nabi saw. mendoakannya dengan keberkatan dalam jual
belinya. Seandainya ‘Urwah membeli tanahpun, ia pasti beruntung.” (H.R.Bukhari)

Saat ini pun dengan kurs 1 dinar=Rp 1,7 juta, kita bisa mendapat 1 kambing besar atau 2 ekor
kambing kecil. Stabil bukan?

Begitu pula stabilitas uang perak Dirham bisa kita buktikan pada surat Al Kahfi ayat 19:

“…Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa
uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka
hendaklah ia membawa makanan itu untukmu…” [Al Kahfi 19]

Nah dengan asumsi pemuda tersebut membawa 3 uang perak/dirham yang saat ini nilainya Rp
40.000 dan jumlah pemudanya 5 orang, maka harga makanan per porsinya sekitar Rp 24.000
saja. Tidak jauh beda dengan makanan sekarang untuk kurun waktu ribuan tahun.

Ini jauh beda dengan dollar di mana dalam kurun waktu 100 tahun saja nilainya tinggal 0,04 dari
sebelumnya. Jadi jika kita di tahun 1900 bisa beli 1 porsi makanan dengan nilai US$ 0,25 (1/4
dollar), tahun 2000 harus US$ 10!
Jadi jika kita menjual barang dengan uang dinar dan dirham, kita tidak perlu repot menaikkan
harga lagi. Sebab nilai uang kita otomatis mengikuti nilai-nilai barang lainnya karena sama-sama
barang/commodity money.

Para buruh juga tidak perlu lagi demo minta kenaikan gaji karena dengan gaji dinar/dirham, gaji
mereka tidak digerus inflasi sebagaimana yang terjadi pada uang kertas/Fiat Money.

Sebetulnya emas dan perak sudah biasa digunakan di berbagai negara baik di Eropa dan Amerika
dari sebelum kekaisaran Romawi hingga abad 19:

http://en.wikipedia.org/wiki/Gold_standard

Penggunaan uang kertas yang tidak dijamin emas/perak biasanya karena perang seperti pada
Perang Saudara di AS mau pun pada Perang Dunia. Mereka membutuhkan banyak uang lebih
daripada emas dan perak yang mereka miliki. Akibatnya inflasi hebat dan depresi ekonomi
melanda negara-negara tersebut.

Beberapa kontroversi tentang penggunaan uang emas dan perak.


Jumlah Emas Kurang?
Ada yang menyatakan bahwa jumlah emas yang pernah ditambang dan diproduksi hanya 142
metrik ton atau senilai US$ 4,5 trilyun (jika harga emas per kg = US$ 32.500). Menurut mereka
jumlah itu kurang.
Padahal jika dibagi untuk 7 milyar manusia, maka tiap manusia mendapat  sekitar Rp 5,85 juta
atau 20 gram emas. Tiap keluarga (suami-istri+2 anak) berarti punya Rp 23,5 juta.

Itu baru dari emas. Belum dari uang perak dan tembaga. Karena Islam tidak hanya memakai
emas. Tapi juga perak (dirham) dan tembaga (fulus) untuk mata uangnya. Jika digabung dengan
uang perak dan tembaga, tiap keluarga bisa memiliki uang senilai Rp 70 juta. Itu sudah jauh dari
mencukupi mengingat dalam Islam uang itu berfungsi sebagai alat tukar/jual-beli. Bukan untuk
disimpan.

Stabilitas uang dinar dan perak sebagaimana ditunjukkan di atas, berdasarkan hukum Supply and
Demand menunjukkan bahwa jumlahnya stabil/sesuai pertumbuhan jumlah penduduk. Tidak
kurang. Tidak juga berlebih.

Bagi yang ingin membeli atau menjual Dinar Emas atau Dirham Perak bisa klik ini:

http://media-islam.or.id/jual-beli-dinar-emas

http://abinaraihan.wordpress.com/2010/11/15/bukti-stabilitas-nilai-dinar-dan-dirham/

ml
Dinar Emas dalam shariat Islam

Feb 08

adminDinar, Renungan, business beli, Dinar, dinar emas, dinar restu, duit, emas, jual, wang No
Comments

Dinar Restu

Imam Malik radiallahu’anhu telah menjelaskan kepada kita bahawa wang ialah apa-apa barangan
yang lazimnya diterima pakai sebagai bahan tukaran. Menurut sejarah Islam, tiada barangan
yang boleh dipaksa menjadi wang kerana manusia bebas menggunakan apa sahaja barangan
sebagai tukaran. Wang kertas seperti dolar Amerika Syarikat tidak ada sifat ‘ayn (barangan lazim
yang ketara) malahan nilainya dipaksa oleh kuasa pasaran. Jika kertas dianggap sebagai
barangan pun nilainya hanyalah mengikut berat kertas dan bukan menurut nilai nombor yang
tertera di atasnya.
Wang kertas mungkin hanya boleh dianggap sebagai ‘dayn’ kerana ianya bukan barangan ketara
atau sebagai resit hutang untuk pemilikan emas atau perak (itu pun jika ada sandaran antara
kertas dengan emas). Tetapi hukum Islam tidak membenarkan hutang dijadikan suatu bahan
tukaran. Penggunaannya pun mestilah terhad sebagai kontrak peribadi. Di dalam Kitab Al-
Muwatta (31.19.44) ada diriwayatkan tentang resit-resit yang dijual beli di Pasar Al-Jar sebelum
barangan sampai. Marwan ibn al-Hakam telah menghantar pengawalnya untuk mengambil
semula resit tadi dan mengembalikan kepada tuan asalnya.
Sejarah Islam telah menunjukkan kepada kita bahawa wang emas (Dinar) dan wang perak
(Dirham) telah digunakan sehinggalah berakhirnya Kerajaan Islam Turki. Piawaian menurut
berat yang dikenali sebagai Piawaian Khalifah Umar Al-Khattab radiallahu’anhu menentukan
iaitu 10 dirham bersamaan dengan 7 dinar. Setiap Dinar mestilah ada 4.25 gram emas dan setiap
Dirham ada 3 gram perak. Dinar dan Dirham telah digunakan untuk urusan perniagaan,
menabung dan juga untuk membayar zakat (Umar Vadillo 1996).
Umar Vadillo juga menyatakan dalam buku yang sama bahawa Shaykh Muhammad ‘Illish
(1802-1881), seorang pakar pengajian fikah di Universiti Al-Azhar telah menyebut di dalam
fatwa beliau bahawa wang kertas tidak dizakatkan sebagaimana wang emas dan wang perak
kerana ia dianggap sebagai fulus (wang syiling tembaga) atau loose change. Ia hanya mewakili
wang dan tiada nilai barangan. (Lihat fatwa beliau dalam terjemahan Al-Fath Al-’Ali Al- Maliki
ms 164-165).
Wang kertas bukan barangan. Jika hendak dizakat pun mestilah diukur menurut berat bukan
menurut nilai tertulis yang boleh pula berubah nilai tukarannya dengan wang kertas lain.
Dalam Islam mata wang sememangnya berkait rapat dengan kerajaan. Kajian Umar Vadillo juga
menunjukkan bahawa Al-Qurtubi dalam Tafsir beliau telah memberi tafsiran tentang ayat al-
Quran yang bermaksud:
“Wahai orang yang beriman! Patuhlah kepada Allah dan patuhlah kepada Pesuruh Allah dan
mereka yang memerintah kamu…..” (ayat 59 dari surah An-Nisa)
Ayat tersebut merupakan satu perintah supaya umat Islam taat kepada pemerintah dalam 7
perkara. Hal pertamanya ialah penempaan Dinar dan Dirham dan yang lainnya ialah menetapkan
berat dan ukuran, keputusan mahkamah, haji, Jumu’ah, Hari Raya (Puasa dan Korban) dan Jihad.
Wang sejati yang bebas dari spekulasi menandakan bahawa kerajaan juga merdeka dan bebas
dari spekulasi. Tiada kemerdekaan tulen selagi tiada mata wang tulen. Tidak hairanlah Al-
Qurtubi meletakkan perkara Dinar dan Dirham sebagai perkara utama tentang patuh dan taat
kepada pemerintah.

Wang Kertas : Penipuan terbesar dalam sejarah manusia

Hari ini kalau ada yang berazam untuk tidak mahu menggunakan wang kertas ,orang berkenaan
‘wajib’ berpindah ke dalam hutan. Begitu sekali sekeping wang kertas bergelar ‘not’ menguasai
seluruh kehidupan manusia.

“ Apa itu wang kertas?” wacana tentang riba dan wang emas tidak mungkin lengkap kalau tidak
menyentuh soal wang kertas kerana kedua-dua matawang ini dan riba ada hubung kaitnya dari
segi sejarah.

Sejarah mencatatkan bahawa antara wang yang paling awal muncul di dunia ini adalah wang
emas yang digunakan pada empayar Rom di Eropah, berkurun lama sebelum kedatangan Islam
di bumi Arab. Wang emas terus digunakan oleh dunia Islam dan bahagian-bahagian dunia yang
lain setelah keadatangan Nabi Muhammad s.a.w. Kearajaan Melayu Melaka pada kurun ke-14
Masehi juga menggunakan wang emas.

Namun, penggunaannya berakhir pada 1924 berikut runtuhnya kerajaan Khilafah Islamiah
terakhir iaitu Khalifah Uthmaniah yang berpusat di Istanbul, Turki. Selepas itu, dunia beralih
kepada wang kertas yang bersandarkan emas.

Namun, sejarah wang kertas diwarnai misteri, tipu daya dan pembelitan yang dahsyat. Warga
Amerika Syarikat, G Edward Griffin dalam buku The Creature From Jekyll Island berkata
bahawa titik bermulanya penipuan wang kertas adalah pada 1910. Mesyuarat misteri di pulau
Jekyll pada tahun itu membawa kepada penubuhan the Federal Reserve Department (FRD) pada
tahun 1913 yang keahliannya bukan di kalangan rakyat atau institusi kerajaan Amerika Syarikat .
Sebaliknya dianggotai oleh syarikat milik persendirian asing. Penggunaan perkataan ‘federal’
(persekutuan) ke atas sesuatu yang berbentuk persendirian adalah pembohongan yang nyata.
Kongres Amerika Syarikat pula terpaksa meluluskannya secara curi-curi.

Jabatan ini kemudiannya mentadbir segala urusan kewangan Negara Amerika Syarikat.,
antaranya mencetak wang kertas Dolar Amerika dan memperkenalkan Fractional Reserve
Bangking (FRB) atau Fractional Reserve Requirement (FRR) yang menjadi asas perjalanan
sesebuah bank. Sehingga hari ini, FRB digunakakn oleh industri perbankan di seluruh dunia
termasuk Malaysia untuk mencipta wangsesuka hati dalam jumlah yang berlipat kali ganda
melebihi kekayaan sebenar.

Berikutan penubuhan FRD, banyak peristiwa besar berlaku sehingga membolehkan British
mengusai Bandar Jerusalem pada 1919. Penguasaan itu menandakan berakhirnya era Perang
Salib yang berlangsung selama 250 tahun antara umat Islam dan Kristian. Dinia pun berubah
dengan mendadak. Kemuncaknya ialah kejatuhan Kerajaan Khalifah Uthmaniah.

Peristiwa demi peristiwa terus mengejutkan dunia, antaranya Perang Dunia Pertama dan krisis
ekonomi dunia besar-besaran pada 1929. Pada 1944, muncul pula perjanjian Bretton Woods
yang melibatkan 44 buah Negara dunia yang bersetuju untuk menyandarkan mata wang kertas
masing-masing kepada Dolar Amerika dengan jaminan bahawa USD35 bersamaan dengan satu
auns emas.

Negara-negara dunia tidak lagi menyandarkan mata wang kertas kepada rizab emas masing-
masing seperti sebelum ini. Setahun selepas Dolar Amerika mendapat ‘daulat’ berkenaan,
International Monetory Fund (IMF) pun ditubuhkan. Pada 1948, Negara Israel mendapat
pengiktirafan sebagai sebuah Negara berdaulat di tengah-tengah Negara Palestin yang sah.

Seterusnya pada 1971, kerajaan Amerika Syarikat pimpinan Ricard Nixon hampir bankrap gara-
gara Perang Vietnam dan masalah deficit imbangan pembayaran yang berterusan. Tuntutan rasmi
terhadap rizab emas Amerika Syarikat melambung kepada USD32 bilion sedangkan rizab emas
yang ada hanya satu pertiga. Keyakinan terhadap Dolar Amerika punah. Berduyun-duyun bank
pusat negara lain memeras ugut Amerika Syarikat dengan cara menebus pegangan Dolar
Amerika masing-masing. Emas mengalir keluar dari Amerika Syarikat lalu dengan sendirinya
meruntuhkan nilai Dolar Amerika.

Namun Amerika licik bertindak dengan memutuskan ikatan antara Dolar Amerika dan emas. Ini
bermakna Amerika Syarikat memungkiri perjanjian Bretton Woods dan bertindak secara
unilateral untuk menguburkan system piawaian emas.

Selepas 15 ogos 1971, doalr tidak lagi bersandarkan kepada emas. Sejak itu, nilai dolar
ditentukan oleh kuasa permintaan dan penawaran pasaran tukaran wang asing. Kesannya, semua
matawang dunia berubah menjadi matawang fiat iaitu matawang yang bernilai sifar. Ini
bermakna setiap Negara bebas mencetak wang kertas tana perlu bersandarkan kepada apa-apa
rizab. Kalau ada pun, ia dalam jumlah yang kecil seperti yang ditetapkan oleh Special Drawing
Rights IMF. Bayangkan betapa liciknya permainan ini.
Pun begitu apa jua tipu daya tetap ada kelemahannya seperti mana yang disebut oleh Allah
dalam al-Quran,Firmannya :

ِ ‫يل هَّللا ِ َوالَّ ِذينَ َكفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي َسبِي ِل الطَّا ُغو‬
‫ت‬ ِ ِ‫الَّ ِذينَ آ َمنُوا يُقَاتِلُونَ فِي َسب‬

ِ َ‫فَقَاتِلُوا أَوْ لِيَا َء ال َّش ْيط‬


َ َ‫ان إِ َّن َك ْي َ{د ال َّش ْيطَا ِن َكان‬
ً‫ض ِعيف‬

Maksudnya :

“Orang-orang yang beriman dan berperang di jalan Allah dan orang-orang yang kafir berjalan di
jalan thaghut, sebab itu perangi lah kawan-kawan syaitan itu kerana tipu daya syaitan itu adalah
lemah.” [surah an-Nisa’, ayat 76]

Sekarang, ‘tabir’ yang melindungi wajah sebenar wang kertas semakin terungkai. Dunia mula
mengetahui apa ada di sebalik wang kertas. Wang kertas tidak mempunyai nilai intrinsik seperti
mana wang sebenar (contohnya emas, perak, sebakul barangan dan lain-lain).

Nilai yang dicetak di atas wang kertas kini ditentukan oleh kerajaan yang mengeluarkannya dan
kuasa pasaran (market forces). Ini bermakna nilainya bergantung kepada permintaan dan
manipulasi pihak yang mengeluarkannya. Ia hanya lah ‘janji’ untuk membayar dan pihak yang
mengeluarkannya tidak semesti menunaikan ‘janji’ itu. Atas inilah, sebagai contoh, pada wang
kertas Ringgit Malaysia yang kita gunakan sekarang, tercetak ayat, “wang kertas ini sah
diperlakukan dengan nilai….”.

Wang kertas digelar fiat kerana ia bukan berbentuk komoditi tetapi dikeluarkan oleh pihak
tertentu dan dijamin nilainya oleh pihak yang mengeluarkan. Pengertian sebenar disebalik wang
kertas ialah sekadar ‘sekeping kertas’ yang diterima pakai untuk semua urusan jual beli. Asas
penerimaan kertas ini hanya atas dasar kepercayaan terhadapnya.Kepercayaan semata-mata! Itu
sahaja! Sekiranya di suatu masa kelak, semua orang hilang kepercayaan terhadap ‘kertas ini’ lalu
ia tidak lagi berguna, sekalipun jumlahnya berguni.

Sejarah membuktikan bahawa dalam peperangan mata wang sesebuah Negara dilanda krisis akan
hancur lalu wang kertas dilambakkan seperti bukit di satu tempat dan dimansuhkan dengan cara
membakarnya hingga hangus. Di Malaysia, sebahagian besar generasi sebelum merdeka masih
lagi mengingati istilah ‘duit pisang’ atau ‘duit Jepun’ yang menyaksikan berguni duit kertas tidak
mampu untuk membeli secawan beras. Ungkapan ‘duit tak laku’ bukan lah sesuatu yang asing
buat orang lama yang pernah melalui pengalamn buruk itu.

Selain wang kertas, wang fiat juga merujuk kepada wang dalam bentuk angka dalam akaun,
hutang-hutang yang dikeluarkan oleh bank atau institusi kewangan dan kad plastic digital. Wang
ini tidak disokong oleh apa-apa aset yang nyata. Nilainya mudah dimainkan oleh speculator
matawang yang berniat jahat, tamak dan tidak berperikemanusian.

Krisis ekonomi Asia pada 1997 adalah contoh yang paling dekat dengan kita. Spekulasi dan
manipulasi menyebabkan berlaku susut nilai matawang atau lebih buruk, matawang itu langsung
tidak bernilai. Keadaan yang dinamakan ‘money meltdown’ ini sudah pun berlaku dalam tahun-
tahun kebelakangan (kejatuhan Dolar Amerika pada 1973 dan 1980). Keadaan ini pasti akan
berulang. Krisis ekonomi dunia diramal menjadi lebih teruk berbanding pada tahun 1929.

Sistem ekonomi kapitalis, bank dan institusi kewangan dengan cara tidak bertanggungjawab
telah mencipta wang fiat dengan banyak di pasaran sehingga menyebabkan inflasi. Wang itu
dicipta melalui kepelbagaian deposit, memberi hutang dan mengenakan faedah. Setiap wang fiat
yang didepositkan ke dalam bank akan mencambahkan tiga wang fiat lagi yang boleh diberikan
kepada individu dan syarikat perniagaan. Ekonomi ini adalah ekonomi palsu yang tidak
berasaskan kepada pengeluaran sebenar.

Sesetengah kerajaan mencetak wang sewenang-wenang tanpa bersandarkan kepada pengeluaran


sebenar dalam Negara bagi kepentingan pemerintah dan pengekalan kuasa.

Apabila semakin banyak wang dicetak, nilai wang fiat akan berkurangan dan menyebabkan
inflasi. Kuasa beli rakyat pula akan berkurangan. Satu wang fiat tidak memungkinkan kita
membeli barangan yang sama kita beli seperti sepuluh tahun yang lalu. Ini menjadikan nilai
wang kertas fiat hanya terletak pada barangan yang kita beli hari ini. Sebagai contoh, tiga puluh
tahun lalu, seseorang yang bergaji RM 1000 sebulan mampu memiliki kereta import berjenama
dan sebuah banglo. Hari ini, gaji sebanyak RM 20 000 sebulan belum tentu menjanjikan kereta
import dan banglo. Harga barangan menjadi terlalu tinggi iaitu meningkat berkali ganda
berbanding peningkatan dalam pendapatan.

Orang sekarang berkerja siang dan malam serta melakukan bermacam-macam jenis pekerjaan,
tetapi masih berada di dalam keadaan kekurangan. Harta pada hakikatnya dimiliki oleh bank atau
institusi kewangan. Hampir semua orang berhutang dengan bank atau institusi keewangan dan
pada bila-bila masa boleh menjadi papa kedana kerana hutang itu. Malah hutang bank juga boleh
diwarisi sehingga ke anak cucu.

Kadar pengangguran dan kegagalan syarikat perniagaan pula semakin meningkat dari hari ke
hari. Semua ini angkara sistem kewangan fiat yang menyebabkan ekonomi berkembang secara
tidak stabil serta mewujudkan jurang besar antara golongan berada dengan golongan tidak
berada.

Jelas wang kertas adalah wang yang tidak adil dan tidak jujur. Apabila Amerika Syarikat
meluluskan penubuhan FRD dan Amerika Syarikat mengadakan perjanjian Bretton Woods pada
1944, seluruh ummah sebenarnya sudah ditipu ‘hidup-hidup’. Inilah penipuan terbesar dalam
sejarah manusia.

Sumber : Milenia Muslim, Julai.

Pemendek URL daripada Google

Leave a Reply
Bkak laman web nihtt

Perkembangan Dinar Emas di


Malaysia

Dalam usaha mengembalikan dinar emas, isu kepimpinan amat penting sekali.  Dinar Emas
perlukan sokongan para sultan di Malaysia kerana merekalah penjaga agama Islam.  Kita tidak
mahu kembalinya dinar emas ini bergantung kepada demokrasi atau kepada persetujuan ramai
diundi sama ada untuk menggunakan dinar atau tidak.  Penggunaan dinar emas sebenarnya adalah
hak umat Islam untuk melaksanakan tanggungjawab keagamaannya.  Sebab itu kita tidak boleh
pilih untuk tidak menggunakannya.  Zakat harus digalakkan dibayar menggunakan dinar emas
dan langah yang diambil oleh kerajaan Negeri Melaka harus dijejaki oleh semua kerajaan negeri
yang lain di Malaysia.  Kekayaan umat Islam mesti dilindungi dengan ukuran kekayaan
disandarkan kepada dinar emas.

Perkembangan dinar emas di rantau ini sungguh menggalakkan.  Di Indonesia, rakyatnya sangat
mengharapkan dinar emas ini dikembalikan sebagai wang bagi menggantikan Dolar Amerika,
kerana nilai Ruppiah terlalu volatile atau tidak stabil.  Keberkesanan usaha agak kurang berkesan
kerana tidak ada pemimpin yang tampil menyuarakan hasrat ini.  Di Malaysia, pemimpin negara
yang kehadapan menyuarakan hasrat untuk mencari alternatif kepada dolar Amerika dan
seterusnya membebaskan kebergantungan kepada wang kertas.  Inilah kuasa yang ada pada
pemimpin.

Mengembalikan penggunaan dinar emas memerlukan kepimpinan yang berbeza daripada


kepimpinan yang ada dalam sistem kufar.   Amir atau Sultan bertanggungjawab ke atas atas tujuh
perkara dalam agama kita iaitu menentukan tarikh dua raya (iaitu Ramahan, shawal dan Haji),
menentukan timbangan berat dinar emas dan dirham perak, memastikan betul timbangan di pasar,
pengutan dan pengedaran zakat dan menentukan Jihad.   Aktiviti kemasyarakatan yang lain
adalah ditangan masyarakat itu sendiri dengan perundangan yang telah ditetapkan.  Penggunaan
dinar emas adalah aktiviti masyarakat dan mereka seharusnya diberi kebebasan untuk
menggunakan dinar untuk membayar zakat.  Dalam temubuah yang dikendalikan bersama Tan
Sri Syed Mokhtar, seorang ahli perniagaan yang berjaya, beliau membangkitkan isu bahawa
orang Melayu kurang berpesatuan jika dibandingkan dengan kaum lain.  Ini satu pemerhatian
yang tepat.  Sedangkan kita tahu, umat Islam dahulu, memang banyak menjalankan aktiviti
perdagangan mereka melalui persatuan (guild).  Pembuat kasut ada persatuan pembuat kasut,
pembuat pasu ada persatuan pembuat pasu dan sebagainya.  Walau bagaimanapun terdapat juga
beberapa persatuan di negara kita yang berjaya seperti Persatuan Peladang Malaysia, Persatuan
Anggota Polis dan sebagainya.  Mereka menjalankan aktiviti untuk kebajikan ahli mereka.

Dalam usaha menggunakan dinar emas, ianya tidak terikat kepada penggunaan diperingkat
antarabangsa sahaja.  Masyarakat dari negara OIC memerhatikan apa yang kita lakukan terhadap
penggunaan dinar emas ini.  Umat Islam di Malaysia seharusya membangunkan ekonomi baru ini
dan menjualnya ke negara-negara OIC yang lain untuk turut dilaksanakan.  Dinar emas bukan
bertujuan menggantikan matawang kertas negara tertentu tetapi sebagai pilihan untuk umat Islam
menjalankan aktiviti perdagangan, simpanan dan perlaburan tanpa riba.  Ini sekurang-kurangnya
membebaskan umat Islam daripada bahana riba yang diperangi Allah dan RasulNya.  Langkah
pertama yang boleh dilakukan adalah usahasama antara dua persatuan untuk membuat pertukaran
perkhidamatan dalam dinar emas.  Penggunaan ini terhad kepada dua persatuan sahaja.

Elemen pertama dalam mekanisma ini telahpun wujud di Malaysia iaitu watawang IGD itu
sendiri yang kini dikeluarkan oleh Royal Mint Malaysia dan juga Islamic Mint Malaysia. 
Persoalan yang sering diterima bagaimana boleh kita mendapatkan dinar ini.  Pihak pengusaha
seharusnya menyediakan segala kemudahan bagi membolehkan masyarakat mendapatkan
matawang ini.  Kini, IGDExchange Sdn Bhd telah membangunkan IGDExchange.com sebuah
laman web yang ada menyediakan kemudahan pertukaran dan perolehan dinar emas melalui
internet.  Infrastruktur pengeluaran dan pengedaran juga nampaknya telah mula berjalan di
Malaysia.  Tugas seterusnya adalah untuk menggalakan masyarakat Malaysia memiliki IGD ini
supaya menggunakannya sebagai simpanan, mas kawin dan sebagainya.  Jadi kita boleh katakan
bahawa matlamat utama sekarang ini adalah supaya lebih ramai masyarakat Malaysia memiliki
IGD.  Satu usaha murni yang di cadangkan oleh Datuk Shaykh Hj Nuh Gadot, mufti negeri Johor
Darul Takzim dalam satu seminar di UTM pada 24 September, 2003 adalah supaya seisi rumah
memiliki simpanan sebanyak 20 dinar emas supaya setelah cukup nisabnya, setengah dinar perlu
dikeluarkan zakat.  Ini satu usaha yang harus di sokong kerana usaha ini telah melaksanakan dua
tanggungkawab iaitu menunaikan zakat dan pada waktu yang sama memerangi riba.

Elemen kedua dalam meknisma utama ini adalah mewujudkan pasar di mana matawang IGD ini
boleh di gunakan.  Sebaiknya ada pihak yang membangunkan pasar dan memperbanyakan wakala
di mana wang ringgit boleh ditukar kepada IGD dan disebaliknya.  Pembayaran zakat dalam IGD
amatlah baik, tetapi setelah penerima menerima bayaran dalam IGD dimana boleh ia digunakan
atau boleh ditukar kepada wang ringgit.  Sekiranya tidak ada tempat pertukaran ini atau wakala
maka amat sukar untuk dilaksanakan pembauaran zakat menggunakan matawang IGD. 
Seterusnya perlulah juga ada kedai atau pasar di mana IGD ini boleh digunakan.

Menyebut tentang pasar, ada orang mengkelaskan pasar kepada ‘pasar Islam’ dan pasar
konvensional.  Apa bezanya?  Sebenarnya tak ada ‘pasar Islam’, yang ada adalah pasar yang
peraturan perjalanan urusniaganya mengikut sunnah Rasul s.a.w. dan apa yang telah diamalkan
oleh komuniti umat Islam di Madinah.  Atau kita katakan perbezaan ketara antara pasar bebas
Islam dengan pasar biasa yang ada sekarang adalah satu dibangunkan berteraskan konsep yang di
bawa oleh Rasulullah s.a.w. yang perlu memenuhi empat syarat penting iaitu  pasar ini tidak
dimiliki oleh sesiapa, tiada sewa dikenakan terhadap peniaga, tiada cukai dan tiada
penyelewengan atau penipuan.  Prinsip asas ini mudah difahami tetapi perlukan prosedur yang
tersusun rapi.  Sabda Rasulullah s.a.w bahawa,”Pasar mestilah mengikut sunnah seperti sebuah
masjid – barang siapa yang mendapat tempat dahulu di pasar mempunyai hak terhadapnya
sehingga dia meninggalkan pasar dan pulang setelah menyelesaikan perniagaan pada hari itu”. 
(Al-Hindi, kanz al-‘Ummal, V, 488, n0 2688).

Keistimewaan yang sama antara pasar dan masjid adalah kebebasan untuk memilih tapak untuk
berniaga.  Jika di masjid mereka yang datang awal akan mendapat tempat terbaik di dalam masjid
sama ada di hadapan sekali atau pilihannya adalah untuk duduk di bawah kipas yang dingin. 
Kebebasan hak inilah yang dimaksudkan.

Keduanya, tidak ada sesiapa yang boleh menempah ruang dan menguasaai ruang perniagaan itu
sama seperti keadaan di masjid dengan tidak ada sesiapa yang boleh menempah saf pertama atau
saf kedua atau hendak duduk betul-betul dibelakang imam.   Pasar tidak dimiliki sesiapa,

Ketiganya, tidak ada bayaran dikenakan sama seperti tidak perlu membayar untuk menunaikan
sembahyang di masjid.  Bayaran disekitar pasar biasanya dikenakan bagi tujuan menyimpan
barang atau menyewa stor barang.  Ini tidak termasuk kawasan pasar dan dilarang melakukan
sebarang perdagangan dari tempat simpanan barang.

Keempatnya adalah tidak ada cukai.  Ini seiring dengan sebuah hadis,”Ini adalah pasar kamu,
jangan dibenarkan apa juga bentuk cukai dikenakan ke atasnya”.

Pasar Islam menjamin peluang yang sama diberikan kepada semua peniaga, kegiatan perniagaan
tidak dikaitkan dengan satu puak atau satu kaum, tiada ketua atau puak istimewa dalam pasar,
tiada konsep majikan atau pemilik besar.  Ini memberikan takrifan apa yang dikatakan ‘pasar
bebas’ yang sebenarnya, yang perlu dibentuk bagi kemajuan dan kesejahteraan umat Islam
khasnya dan masyarakat umum amnya.  Ianya mestilah terbuka kepada semua masyarakat tidak
kira agama tetapi mestilah mematuhi syarat yang ditetapkan.

Sistem mata wang hari ini terhasil daripada peristiwa pada akhir tahun 60-an apabila perjanjian
Bretton Woods dibatalkan kerana AS mengalami muflis. AS telah mencetak terlalu banyak dolar
dan mengeksport wang kertas mereka ke luar negara.

Pada 1968, Presiden Charles De Gaulle memberitahu Menteri Kewangannya bahawa Perancis
tidak boleh lagi menerima inflasi yang dieksport dari AS, membenarkan dolar AS membanjiri
Paris dan beberapa negara Eropah lain.

Pemimpin Perancis itu mengarahkan supaya semua dolar yang ada dalam negara itu dipulangkan
balik kepada AS dan menukarkannya dengan emas. Maka berlakulah suatu keadaan di mana
ramai berebut-rebut untuk mendapatkan emas dengan menukarkan wang kertas dolar AS.

Jika ini berlaku, patutkah kita masih mahu berpegang kepada wang kertas tanpa sandaran ini dan
sudah pasti tidak ada siapa yang mahu ketinggalan, sebaliknya semua berebut untuk mendapatkan
emas mereka. Dalam masa dua bulan, 60 peratus daripada emas dalam simpanan di Fort Knox AS
lesap.

Seperti biasa AS mengambil jalan melanggar undang-undang kontrak iaitu menghukum mereka
yang menukar dolar AS kepada emas. Mereka didakwa melanggar hak asasi manusia untuk
memiliki emas atau komoditi yang berharga.

Selepas itu, bank pusat di seluruh dunia dilarang menukar dolar AS dengan emas. Seperti yang
kita ketahui, pada 1969 De Gaulle dilucutkan jawatan dan diganti oleh Georges Pompidou dan
dengan kerjasama Willi Brandt telah membentuk dasar pertama ke arah mewujudkan mata wang
bagi Eropah iaitu euro.

Apa yang dilakukan oleh De Gaulle membawa kepada terhapusnya ikatan wang kertas dolar AS
kepada emas pada 1971.

Selepas itu, dunia memasuki era mata wang apungan. Ini membuka ruang ekploitasi oleh negara
besar dengan ekonomi yang besar terhadap negara kecil. Mereka mencetak kertas tanpa sandaran
emas ditukar dengan kekayaan sebenar seperti minyak, rempah, kayu jati, gas dan sebagainya.

Tetapi jika kita ke negara mereka, ringgit kita dikatakan hanya sekeping kertas dan seringgit kita
tidak boleh membeli setin Coca Cola di New York.

De Gaulle menyatakan bahawa keistimewaan dolar dan AS dalam mencetak wang kertas adalah
sesuatu yang melampau. Robert Mundell, seorang pemenang Anugerah Nobel menyuarakan
keperluan diwujudkan mata wang komoditi.

Profesor Deutche dari Jerman juga menyatakan bahawa ekonomi dunia kini memerlukan mata
wang komoditi untuk mewujudkan suatu sistem ekonomi yang stabil dan mangsa yang terbaru
yang kita tahu adalah Argentina.

Negara itu yang kaya dengan bahan mentah, tetapi telah mengikuti telunjuk Tabung Mata Wang
Antarabangsa (IMF) dan mengikat wangnya dengan dolar AS. Perhatikan bahawa ikatan kepada
dolar AS pun tidak selamat walaupun dinasihati oleh IMF.

Emas adalah komoditi yang mempunyai makna yang jelas dan tetap. Ia sama seperti kita
menetapkan ukuran timbangan berat kilogram. Satu kilogram tetap satu kilogram.

Jika ukuran timbangan kilogram ini berbeza di London, Bangkok dan Jakarta, sudah pasti kita
akan menghadapi situasi yang kelam kabut.

Sudah pasti urusan perdagangan akan menjadi kucar kacir. Sekarang ini ada beratus-ratus mata
wang dunia tetapi mengapa dunia membenarkan dolar AS mendominasi mata wang lain.

Urusan perhubungan dan perdagangan boleh dilakukan dalam masa 30 saat, tetapi jika kita
menggunakan berpuluh-puluh jenis mata wang sudah pasti pertukaran pembayaran menjadi
kelam kabut dan tidak praktikal.

Dunia memang mengharapkan satu mata wang dan pada hari ini mata wang itu adalah dolar AS.
Walaupun banyak negara mahukan perubahan, sudah pasti AS dan konconya tidak mahu
sebarang perubahan.

Namun, kita harus ingat dolar AS sebenarnya tidak akan mampu bertahan kerana ia tidak adil dan
adalah wang janji hutang dan tidak boleh diterima.

Wang kertas bukan ayn (ada nilai intrinsik) tetapi dyn iaitu tidak mempunyai nilai intrinsik.
Ingat! yang berkuasa tidak akan sentiasa berkuasa dan suatu hari kelak dolar AS akan menerima
nasib sama dengan mata wang yang pernah dimanipulasi mereka.

Kekuatan sistem ekonomi dan kewangan mereka hanyalah ibarat kekuatan sarang labah-labah
iaitu kekuatan yang hanya berasaskan kepada penggunaannya.

Mengikut hukum Islam, tidak ada barangan yang boleh dipaksa sebagai ‘satu-satunya mata
wang’. Kita tidak boleh menetapkan satu komoditi saja sebagai mata wang.

Jadi manusia mempunyai kebebasan untuk memilih sebarang komoditi yang bernilai sebagai
mata wang dan bukan mata wang yang dipaksa nilai ke atasnya.

Oleh itu apa yang diamalkan sekarang ini tidak mengikut hukum Islam dan umat Islam
seharusnya memikirkan alternatif kepada penggunaan dolar AS dalam urusan perdagangan
khasnya pada peringkat antarabangsa.

Dinar emas dan dirham perak bukan suatu ejen sistem kewangan, ia satu komoditi, iaitu emas dan
perak. Malah, kita boleh katakan dinar adalah suatu komoditi sama seperti sekilo beras. Ia ada
harga yang ditentukan oleh pasaran dan bukanlah suatu janji pembayaran seperti wang kertas.

Kita tidak seterusnya membenarkan kekayaan negara kita dimanipulasi dan dieksploit dengan
pembayaran menggunakan mata wang kertas yang sentiasa susut nilai dan sentiasa kerugian
dalam pertukaran wang asing.

Kita mesti beri keyakinan bahawa umat Islam akan bersatu menggunakan mata wang komoditi
dinar emas dan dirham perak. Umat Islam di negara ini seharusnya berusaha untuk memiliki dinar
emas – suatu kekayaan yang dipegang dan ada nilai sebenar.

Malaysia sedia kembalikan kegemilangan dinar emas

SEJAK tiga tahun kebelakangan ini banyak diwar-warkan melalui berita mengenai dinar emas.
Mungkin tidak ramai tahu bahawa dinar emas dan dirham perak adalah mata wang yang dikenali
dan digunakan orang Islam sebagai mata wang syariat umat Islam. Dinar emas digunakan
sebelum Islam, di Eropah, seterusnya digunakan pada zaman Rasulullah saw dan dimantapkan
penggunaannya pada zaman pemerintahan Saidina Umar. Sejak itu, kedua-dua dinar dan dirham
telah menjadi mata wang umat Islam di seluruh dunia.

Dinar emas dan dirham perak digunakan di gugusan Tanah Melayu iaitu sejak abad ke-14 dengan
penggunaan kijang emas, kupang Kelantan dan Pattani antara abad ke-15 dan 16, Dinar Matahari
Kelantan pada abad ke-18 seterusnya Dinar emas Sultan Abdul Jalil Shah III dan Dinar emas
Kedah dalam abad ke-17 dan 18.

Pada 1850 Kijang Mas dicetak, sekeping duit emas daripada Kesultanan Kelantan ketika
pemerintahan permaisuri Melayu, Che Siti Wan Kembang. Kepingan sampel dinar emas itu
masih tersimpan dalam Muzium di Malaysia sebagai bukti bahawa bumi kita pernah
menggunakan dinar emas dan dirham perak.

Penggunaan dinar emas juga banyak tercatat dalam kitab Kanun Melaka, terutama
penggunaannya dalam perdagangan. Jadi, tepat sekali kalau kita katakan usaha mengembalikan
dinar emas ini di Malaysia memanglah tepat kerana bumi ini mengikut sejarahnya pernah
menggunakan dinar emas.

Malangnya penggunaan dinar emas berakhir dengan kejatuhan pemerintahan Khalifah


Uthmaniyah di Turki dan melalui tipu helah dan dakyah barat, sistem kewangan berteraskan
dinar-emas digantikan dengan sistem kewangan berteraskan wang kertas yang dicetak.

Perlu ditekankan dinar emas diperbuat mengikut timbangan berat 4.25 gram daripada emas 22
karat atau emas 916. Emas ini mengandungi 91.66 peratus emas tulen dan mengandungi bahan
selain emas sebanyak 8.34 peratus. Emas tulen disebut emas 24 karat atau emas 99.9 atau
mengandungi hampir 100 peratus ketulenan.

Manakala dirham perak dibuat mengikut timbangan berat bersamaan 3 gram perak sterling.
Semua ukuran ini mengikut piawaian Khalifah Umar ibn Al-Khatab yang menetapkan nisbah
perbezaan antara dinar dan dirham berdasarkan berat relatif kedua mata wang emas dan perak
iaitu ‘7 dinar mestilah bersamaan dengan 10 dirham dalam ukuran berat’.

Apa yang membanggakan adalah hakikat di Tanah Melayu ini kita pernah menjalankan
perdagangan dengan negara luar menggunakan dinar emas. Tamatnya penggunaan mata wang ini
sebenarnya berpunca daripada proses manipulasi dan penjajahan.

Kita dapat lihat, apabila Jepun menjajah Tanah Melayu, mereka membawa bersama-sama wang
Jepun atau juga dinamakan banana money.

British yang kembali ke Tanah Melayu selepas itu juga melakukan perkara yang sama.
Masyarakat kita didedahkan dengan wang kertas pound sterling iaitu wang kertas British. Namun
apabila Malaysia mencapai kemerdekaan pada 1957 Bank Negara ditubuhkan pada 26 Januari
1959, maka bermulalah era mata wang baru iaitu dolar Malaysia sebelum ditukar menjadi ringgit
Malaysia.

Mata wang kita diserang pada 1997 melalui pasaran saham dan perdagangan mata wang
antarabangsa. George Soros seorang spekulator mata wang antarabangsa melalui konco-konconya
dari dalam mahupun luar telah memperniaga dan memanipulasikan ringgit Malaysia sehinggakan
ia susut nilai sebanyak 65 peratus dan pada waktu yang sama rupiah Indonesia susut nilai
sebanyak 620 peratus.

Langkah tegas bekas Perdana Menteri Tun Dr Mahathir Mohammad agar ringgit Malaysia
ditambat kepada dolar Amerika Syarikat pada kadar RM3.8 bagi setiap dolar AS bagi melindungi
mata wang kita terus dimanipulasi. Serentak itu juga semua mata wang RM500 dan RM1,000 di
luar negara dikembalikan.

Perdagangan antarabangsa sangat memerlukan ketetapan kadar pertukaran wang. Dalam situasi
sekarang kita dapati salah satu negara atau kedua-dua negara yang berdagang akan mengalami
kerugian melalui pertukaran mata wang dan sekarang ini hampir 80 peratus perdagangan
menggunakan mata wang dolar Amerika.

Kebergantungan kita kepada satu mata wang saja akan menguatkan lagi mata wang itu dan akan
dengan sendirinya tidak menguntungkan sesiapa. Kebergantungan hanya kepada dolar Amerika
sudah tentu membuka pintu manipulasi yang boleh membawa kepada banyak keburukan.

Kemelut ekonomi mungkin juga satu rahmat kepada umat Islam di Malaysia khasnya dan seluruh
dunia amnya. Dr Mahathir menyarankan supaya masyarakat dunia amnya dan Asean khasnya
mencari jalan untuk melepaskan kebergantungan kepada mata wang dolar Amerika dalam urus
niaga.

Dinar emas diketengahkan dan diterima dengan baik oleh masyarakat dunia yang inginkan sistem
perdagangan yang adil. Penerimaan dinar emas sebagai mata wang untuk perdagangan
antarabangsa khasnya di kalangan negara Islam bukan sekadar omong kosong tetapi beliau
sendiri mahukan supaya masyarakat memahami apa itu dinar emas.

Untuk itu masyarakat negara ini perlu jelas apa itu dinar emas dan dirham perak, tahu dari segi
sejarahnya, tahu dari segi amalan keagamaannya seperti zakat, mas kahwin, simpanan,
perdagangan cara Islam, pasaran bebas Islam yang membolehkan dinar emas digunakan.

Mereka juga perlu tahu mekanisme yang perlu diwujudkan bagi menjadikan kembalinya zaman
penggunaan dinar emas ini suatu realiti di negara ini.

Apakah mekanisme yang perlu ada bagi melaksanakan sistem perdagangan antarabangsa,
bagaimana memindahkan emas yang banyak dari satu tempat ke satu tempat dan sebagainya?

Sejauh manakah penyelidikan yang telah dijalankan di institusi pengajian tinggi tempatan? Kita
yakin malah Dr Mahathir pernah menyatakan bahawa “Malaysia sudah menyediakan mekanisme
berhubung dengan cadangannya supaya dinar emas dijadikan mata wang bagi perdagangan
antarabangsa.” Malaysia telah diterima sebagai negara Islam contoh di kalangan dunia Islam yang
menanti apa bakal kita lakukan berkaitan dinar emas.

Malaysia adalah negara yang mempopularkan usaha untuk mengembalikan dinar emas dan kita
harus bersedia untuk menjadi pemimpin kepada masyarakat Islam dunia.
p://www.dinaremas2u.com/index.php

You might also like