You are on page 1of 10

Peran HRD dalam Perusahaan

Halo, pertama saya ucapkan selamat atas dibukanya PortalHR.com.

Ada yg ingin saya tanyakan.

Saya baru tahu kalo departemen HRD itu ternyata, seharusnya menjadi departemen yang
powerful di sebuah perusahaan. Selama 5 tahun lebih bekerja di bidang periklanan, saya kok
taunya HRD itu hanya seperti sebuah departemen yang nyatet2 data seluruh karyawan, yang
nyatet2 nomer jamsostek, kalo nego harga pas pertama masuk ya ke hrd itu lah. Sebatas itu saja
yang saya tau, dan memang selama bekerja itu manfaat departemen hrd yang saya rasakan.
Mereka gak pernah ngapa2in lebih dari itu.

Nah, belakangan saya tau dari seorang teman kalo hrd itu sebetulnya, dan seharusnya juga ikut
mengatur orang2 di dalam perusahaan, misalnya ada yang tidak cocok di posisi tertentu karena
kepribadiannya, HRD ternyata bisa turun tangan. Sewaktu di periklanan dulu sering sekali terjadi
konflik ketidakcocokan yang hubungannya dengan pribadi / sifat seseorang; misal, anak buah
yang tidak cocok dengan boss krn boss mau menang sendiri dan tidak bisa mengembangkan
potensi anak buah, tidak cocok dengan rekan kerja karena tidak kompeten.

Saya baru tahu ternyata HRD harusnya bisa ikutan menanggulangi masalah ini, jadi masalah-
masalah ke-personilan tidak terhambat karena kendala politik kantor dan mungkin masalah
'kasta' di kantor.Kalo HRD indonesia memang bisa begini, hebat dong....banyak orang yang tidak
usah keluar dari kantor hanya gara2 gak cocok sama si ini ato si inu. Kecuali kalo hrd nya juga
termasuk dari politik kantor juga?

Gimana tuh pak portal hr?

Adhitia Sofyan , Apartemen Taman Rasuna, JakSel

Jawaban

Saya setuju dengan apa yang dilihat oleh Pak Adhitia, walau sebenarnya tugas HR jauh lebih
besar dibandingkan apa yang telah diamati oleh Pak Adhitia.

Tugas HR secara umum adalah membangun kapabilitas SDM di dalam organisasi serta
meningkatkan motivasi dan produktivitas mereka, sehingga pada akhirnya visi, misi organisasi
dapat tercapai. Aktivitas besar fungsi HR adalah me-rekrut, mempertahankan, membangun dan
memotivasi orang-orang di dalam organisasi agar tujuan organisasi dapat tercapai. Semua itu
dicapai antara lain dengan membangun berbagai sistem dan program HR yang mendukung,
mulai dari sistem rekrutmen, staffing, performance management, compensation, training dan
career development, employee separation dan lain-lain.

Peran HR (seharusnya) demikian penting, karena investasi di bidang SDM, setidaknya melalui
biaya kepegawaian, tidak kecil nilainya. Dengan 30-70% biaya operasi masuk ke biaya
kepegawaian, perusahaan perlu memberikan perhatian sangat serius untuk mendapatkan hasil
(return) yang baik dari investasi yang telah dilakukan.

Apakah PWKTT Dapat Diperpanjang?

Apakah PWKTT yang telah menjalani masa percobaan tiga bulan, dapat diperpanjang? Karena
user dari PWKTT merasa cara kerjanya tidak memuaskan, tapi menginginkan untuk memberikan
kesempatan kedua kepada PWKTT. JIka dapat diperpanjang - bisa kah perpanjangannya selama
3 bulan? Jika tidak solusi apa yang harus dilakukan?

Budi , Jakarta

Jawaban

Jawaban: 1.Ketentuan tentang masa percobaan dalam hubungan kerja bersifat limitatif yaitu
maksimal 3 (tiga) bulan. Lihat UU No 13 tahun 2003, Pasal 60 ayat (1).2.Masa percobaan tidak
dapat diperpanjang dengan cara dan alasan apapun, meskipun pekerja bersedia secara tertulis
untuk perpanjangan tersebut. 3.Jika yang dimaksud solusi adalah agar kepentingan perusahaan
untuk memastikan agar pekerja baru tersebut mempunyai kemampuan yang memenuhi syarat
yang ditetapkan oleh perusahaan padahal masa percobaan sudah 3 bulan, saya tidak melihat
solusi lain. 4.Langkah yang dapat dilakukan dengan tidak melanggar hukum adalah, setelah masa
3 bulan habis, tetapkan saja pekerja menjadi pekerja PKWTT. Berikan ia target atau goal yang
terukur, lihat kinerjanya dalam masa 9 bulan kemudian.Bila kinerjanya kurang baik, berikan
Surat Peringatan (SP) 1. Sebelum masa berakhirnya SP 1 lakukan evaluasi, bila kinerjanya masih
belum baik berikan SP2. Lakukan hal tersebut hingga SP3. Bila kinerjanya masih tetap tidak
membaik, silakan diproses PHK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5.Pada periode berlakunya SP1, SP2, atau SP 3 apabila tidak nampak tanda-tanda bahwa dia
akan berhasil, bisa saja perusahaan membicarakan dengan pekerja yang bersangkutan dengan
memberikan opsi: dia mengundurkan diri, pemutusan hubungan kerja dengan kesapakatan
bersama, atau PHK diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. PHK berdasarkan penguduran diri atau kesepakatan bersama tidak harus menempuh
proses PHK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Luluasan SMU Ditempatkan di HRD, Mampukah?

Saya lulusan SMU, melamar pada sebuah perusahaan yang bergerak di bidang distribusi dan
pemasaran. Produk perusahaan kami antara lain Shampo Pentine, Nivea body lotion, Gillete dll.
Awalnya saya melamar sebagai Admin/operator input data. Tapi, justru saya diberi kepercayaan
sebagai HRD. Dan saya terima, meskipun penuh pertanyaan apakah saya "mampu"? Sebagai
lulusan SMU saya bingung apa yang harus saya perbuat sebagai seorang HRD. Yang paling
berat buat saya adalah saya dituntut untuk memberi program-program kerja yang mampu
meningkatkan SDM maupun perusahaan. So, tolong berikan saya sesuatu yang mampu membuat
saya yakin dan pandai dalam menjalankan tugas saya sebagai HRD. Terima kasih banyak.

Muhamad Arif

Jawaban

Untuk seseorang bekerja/bertugas menangani urusan sumber daya manusia (HR), harus terlebih
dahulu belajar tentang teknik pengelolaannya. Tingkat kerumitan atau kecanggihan teknik
pengelolaan HR antara lain tergantung oleh besar atau kecilnya perusahaan, jumlah karyawan,
perusahaan dalam negeri/domestik atau multinasional.

Sebagai orang yang awam atau belum punya pengalaman dalam pengelolaan HR, ada dua
kemungkinan yang dapat Anda lakukan: belajar dengan dibimbing langsung oleh satu/beberapa
orang yang sudah "matang" di bidang pengelolaan HR, atau kombinasi antara dibimbing
langsung ditambah dengan Anda ikut pelatihan-pelatihan tentang pengelolaan HR. Tanpa
bimbingan langsung di tempat kerja (dan hanya mengikuti pelatihan saja) hasilnya kurang
optimal. Apalagi bila pelatihan tersebut hanya berisikan teori-teori saja. Anda memerlukan Teori
dan Praktek pengelolaan HR.

HR berbeda dengan Urusan Personalia. HR, secara mudahnya, adalah bagaimana mengelola
SDM di perusahaan menjadi berdaya guna secara optimal dan dapat mendukung perusahaan
untuk mencapai sukses. Sedangkan Personalia hanya sebatas mengurus administrasi seperti
pembayaran upah, administrasi data pekerja, mengurus upah lembur, cuti, biaya kesehatan dll.

Bila mungkin, disarankan Anda dapat sambil kuliah mengambil S-1. Dengan latar belakang
pendidikan S-1, daya nalar dan pemikiran Anda akan semakin meningkat. Semoga sukses
--sukses hanya dapat dicapai dengan kesungguhan dan kerja keras.

Pesangon dan Masa Kontrak Kerja

Saya staff HRD di sebuah perusahaan di Riau. Perusahaan kami mendapatkan kontrak kerja di
Migas dengan masa waktu 2 tahun. Kemudian pemberi kerja memperpanjang kontrak kerja
selama maksimal 3 bulan. Kontrak kerja dengan karyawan dibuat 2 tahun sesuai dengan masa
kontrak pemberi kerja. Kontrak kerja dimulai tahun Oktober 2008 dan berakhir di Oktober 2010
ini.

Pertanyaan dari saya adalah apakah untuk masa yang maksimal 3 bulan tersebut saya harus
mengeluarkan uang pesangon kembali sementara yang 2 tahun akan saya bayarkan sebesar 3 kali
upah. Benarkah untuk PKWT di bawah 1 tahun katakanlah 3 bulan ada peraturan yang
menyebutkan tidak ada pesangon.

Jawaban dari bapak sangat saya harapkan terima kasih.�


Munandar

Jawaban

Jawaban:

1.Hubungan kerja antara perusahaan outsourcing dengan pekerja outsourcing tidak diatur oleh
peraturan perundang-undangan apakah harus dengan PKWT atau PKWTT.
2.Perusahaan anda (perusahaan outsourcing) nampaknya telah mengadakan hubungan kerja
berdasarkan PKWTT karena ketika masa kontrak 2 tahun berakhir perusahaan anda membayar
pesangon 3 kali upah.
3.Tidak jelas bagi saya mengapa untuk kontrak yang 2 tahun anda membayar pesangon 3 kali
upah. Berdasarkan UU 13 tahun 2003, bila anda memposisikan hubungan kerja adalah PKWTT,
untuk masa kerja 2 tahun kemungkinan besarnya pesangon hanya ada dua yaitu : 3 kali upah
(satu kali Pasal 156 ayat 2) atau
6 kali upah (dua kali Pasal 156 ayat 2).
4.Meskipun perpanjangan hubungan kerja selebihnya 2 tahun dilaksanakan dalam status PKWT,
karena perpanjangan yang dilakukan adalah langsung menyambung dan perpanjangan tersebut
hanya 3 bulan, maka perpanjangan tersebut dianggap sebagai dibuat untuk waktu tidak tertentu.
Lihat KUH Perdata, Pasal 1603.i.bis.
5.Oleh karena itu, hubungan kerja tersebut pada hakekatnya menjadi total 2 tahun 3 bulan dalam
status PKWTT. Kewajiban perusahaan outsourcing adalah membayar Pesangon untuk masa
kerja 2 tahun tetapi kurang dari 3 tahun sebesar 3 kali upah atau 6 kali upah.
6.Sebagai tambahan referensi, Kepmenakertrans No 27/MEN/2000 tentang Program Santunan
Pekerja Perusahaan Jasa Penunjang Pertambangan Migas, Pasal 2 ayat
(4) antara lain mengatur bahwa Pemborong yang diwajibkan mengikutsertakan pekerjanya dalam
program Santunan Pekerja Migas adalah Pemborong Yng memperoleh kontrak pemborongan
pekerjaan dari perusahaan paling sedikit 1
(satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan.� Maksud dari ketentuan ini adalah bila
pekerja outsourcing bekerja selama 12 bulan penuh (kontrak
12 bulan), maka pekerja tersebut kerena tidak lagi bekerja akan memperoleh "santunan" 1 bulan
upah karena perusahaan Pemborong telah membayar iuran sebesar 8,33% dari upah per bulan,
selama 12 bulan. Bila pekerja hanya bekerja 3 bulan, maka "santunan" yang diperoleh hanya 3 X
8,33% X upah per bulan.
7.Untuk kasus di perusahaan anda secara hukum berlaku ketentuan sebagimana diuraikan dalam
butir 4 dan 5 di atas.

Pesangon dan Masa Kontrak Kerja

Saya staff HRD di sebuah� perusahaan di Riau. Perusahaan kami mendapatkan kontrak kerja di
Migas dengan masa waktu 2 tahun. Kemudian pemberi kerja memperpanjang kontrak kerja
selama maksimal 3 bulan. Kontrak kerja dengan karyawan dibuat 2 tahun sesuai dengan masa
kontrak pemberi kerja. Kontrak kerja dimulai tahun Oktober 2008 dan berakhir di Oktober 2010
ini.
Pertanyaan dari saya adalah apakah untuk masa yang maksimal 3 bulan tersebut saya harus
mengeluarkan uang pesangon kembali sementara yang 2 tahun akan saya bayarkan sebesar 3 kali
upah. Benarkah untuk PKWT di bawah 1 tahun katakanlah 3 bulan ada peraturan yang
menyebutkan tidak ada pesangon.

Jawaban dari bapak sangat saya harapkan terima kasih.�

Munandar

Jawaban

Jawaban:

1.Hubungan kerja antara perusahaan outsourcing dengan pekerja outsourcing tidak diatur oleh
peraturan perundang-undangan apakah harus dengan PKWT atau PKWTT.
2.Perusahaan anda (perusahaan outsourcing) nampaknya telah mengadakan hubungan kerja
berdasarkan PKWTT karena ketika masa kontrak 2 tahun berakhir perusahaan anda membayar
pesangon 3 kali upah.
3.Tidak jelas bagi saya mengapa untuk kontrak yang 2 tahun anda membayar pesangon 3 kali
upah. Berdasarkan UU 13 tahun 2003, bila anda memposisikan hubungan kerja adalah PKWTT,
untuk masa kerja 2 tahun kemungkinan besarnya pesangon hanya ada dua yaitu : 3 kali upah
(satu kali Pasal 156 ayat 2) atau
6 kali upah (dua kali Pasal 156 ayat 2).
4.Meskipun perpanjangan hubungan kerja selebihnya 2 tahun dilaksanakan dalam status PKWT,
karena perpanjangan yang dilakukan adalah langsung menyambung dan perpanjangan tersebut
hanya 3 bulan, maka perpanjangan tersebut dianggap sebagai dibuat untuk waktu tidak tertentu.
Lihat KUH Perdata, Pasal 1603.i.bis.
5.Oleh karena itu, hubungan kerja tersebut pada hakekatnya menjadi total 2 tahun 3 bulan dalam
status PKWTT. Kewajiban perusahaan outsourcing adalah membayar Pesangon untuk masa
kerja 2 tahun tetapi kurang dari 3 tahun sebesar 3 kali upah atau 6 kali upah.
6.Sebagai tambahan referensi, Kepmenakertrans No 27/MEN/2000 tentang Program Santunan
Pekerja Perusahaan Jasa Penunjang Pertambangan Migas, Pasal 2 ayat
(4) antara lain mengatur bahwa Pemborong yang diwajibkan mengikutsertakan pekerjanya dalam
program Santunan Pekerja Migas adalah Pemborong Yng memperoleh kontrak pemborongan
pekerjaan dari perusahaan paling sedikit 1
(satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan.� Maksud dari ketentuan ini adalah bila
pekerja outsourcing bekerja selama 12 bulan penuh (kontrak
12 bulan), maka pekerja tersebut kerena tidak lagi bekerja akan memperoleh "santunan" 1 bulan
upah karena perusahaan Pemborong telah membayar iuran sebesar 8,33% dari upah per bulan,
selama 12 bulan. Bila pekerja hanya bekerja 3 bulan, maka "santunan" yang diperoleh hanya 3 X
8,33% X upah per bulan.
7.Untuk kasus di perusahaan anda secara hukum berlaku ketentuan sebagimana diuraikan dalam
butir 4 dan 5 di atas.
Penghitungan Pesangon dan Masa Kerja

Pak Bambang, saya bekerja mulai 1/4/2002, Peraturan perusahaan (PP) yang lama dalam
penghitungan pesangon di kali 2, namun karena pergantian direksi dan jumlah pekerja semakin
banyak maka PP akan diubah. Hal yang berkurang adalah penghitungan pesangon sesuai UU
13/2003, DPLK yang sebelumnya ada, dihilangkan. Pertanyaan saya:

1. Apakah PP boleh berubah dengan kondisi seperti itu?

2. Jika boleh berubah apa persyaratannya?

3. Bagaimanakah penghitungan pesangon saya (manajer SDM menetapkan masa kerja mulai
dihitung saat saya diangkat pegawai tetap th 2005)

4. Kami tidak punya SPI, jika ada beberapa karyawan tetap (saat ini jumlahnya 23 orang) tidak
setuj, apakah PP bisa diubah?

5. Kami tanyakan ke depnaker bagian pesangon, mereka bilang dihitung dari diangkat pegawai
tetap. Tapi pernah kami ikut seminar dan menanyakan hal ini dimana instrukturnya bekas orang
depnaker katanya dihitung dari mulai kerja (tidak dilihat dia kontrak atau Pekerja tetap) mana
yang benar

Demikian mohon penjelasannya, dimana PP harus segera dirubah karena kami akan menerima
pekerja 1000 orang yang akan diangkat sebagai pegawai tetap sehingga kami yang 23 orang
harus mengalah dan harus bisa menerima aturan baru.

Terima kasih

Yuli

Jawaban

Jawaban:
1. Perubahan apapun dalam PP yang sudah berlaku, wajib mendapatkan persetujuan pekerja
(melalui perwakilan), tidak dapat dilakukan sepihak.
Ref: Kepmenakertrans No 48 tahun 2004, Pasal 10 ayat (1), (2), dan (3).

2.Anda� bekerja (dengan status PKWT mulai 1 April 2002, kemudian dirubah status hubungan
kerja menjadi pekerja Tetap/ PKWTT pada tahun 2005).
Penghitungan masa kerja untuk menghitung pembayaran terkait dengan PHK (Pesangon dan
Uang Penghargaan Masa Kerja) harus dihitung sejak hubungan kerja mulai terjadi/sejak awal
yaitu 1 April 2002. Dasar hukum adalah jurisprudensi Putusan Kasasi Mahkamah Agung No 373
K/Pdt.Sus/2009 atas perkara PT Belgindo Raya, Semarang melawan Ali Mashadi,
Grobogan/Jawa Tengah tentang kasus PHK. Masa kerja Ali Mashadi putus sambung beberapa
kali, sejak Mei 2004 s/d Juli 2008. Putusan Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi PT
Belgindo Raya. Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah Agung antara lain menguatkan
putusan Pengadilan Hubungan Industrial Semarang yang menyatakan bahwa masa kerja pekerja
harus dihitung selama 4 tahun lebih.

3. PP dapat dirubah menjadi PKB, dengan syarat harus diajukan oleh SP yang sudah terdaftar di
Disnaker setempat dan mempunyai nomor pendaftaran. Usulan SP untuk merubah PP menjadi
PKB harus mendapat dukungan pekerja 50% plus 1, dari semua pekerja di perusahaan. Bila
syarat-syarat tersebut terpenuhi, perusahaan wajib merespon dan melaksanakan perubahan PP
menjadi PKB.

4. Pembicara di seminar yang mengatakan bahwa dalam kasus PKWT tersebut penghitungan
pekerja mesti dihitung sejak saat pekerja berstatus menjadi pekerja tetap/PKWTT nampaknya
belum melihat/mengetahui adanya jurisprudensi MA tersebut. Pembicara seminar hanya
menggunakan logikanya sendiri.

Perusahaan Dijual, Bisakah Masa Kerja Karyawan Dinolkan?

Perusahaan tempat saya bekerja sudah dijual, dan kami minta kepada pemilik baru supaya masa
kerja kami di-reset nol. Apakah ada UU yang mengatur mengenai permintaan me-reset masa
kerja? Kalau tidak ada, apa yang harus kami perbuat untuk permintaan tersebut supaya berhasil
karena pemilik baru tidak mau memberikan sebuah kompensasi sebesar 2 PMTK seperti yang
kami minta sesuai pen-zero-an masa kerja kami itu.

Hilbi Salim

Jawaban

Dalam suatu keadaan di mana perusahaan dijual ke perusahaan lain, UU Ketenagakerjaan tidak
mengatur atau pun mewajibkan perusahaan baik yang mengakuisisi maupun yang terakuisisi
untuk membayar pesangon dan me-reset masa kerja mulai dari nol di perusahaan baru.

Membayar pesangon jelas menyangkut penyediaan dana yang tidak sedikit bagi perusahaan.
Penyediaan dana dalam jumlah besar secara sekaligus berpengaruh pada cash flow perusahaan.
Dalam hal perusahaan mempunyai dana, tentu perusahaan cenderung menggunakan dana untuk
investasi yang lebih produktif. Berangkat dari keadaan yang demikian, akan sulit untuk
"mendesak" perusahaan untuk me-reset masa kerja.

Beda Antara Habis Kontrak, Mengundurkan Diri, dan PHK

Perkenalkan nama saya Yogi, ada yang ingin saya tanyakan, yaitu apakah bedanya antara
karyawan yang habis kontrak dan karyawan yang mengundurkan diri serta karyawan di PHK?�
Apakah hak-hak dan kewajiban antara perusahaan dan karyawan sama atau ada bedanya untuk
karyawan tersebut diatas ...terima kasih
yogi , sunter, jakarta utara

Jawaban

Jawaban:

1. Pekerja yang habis kontrak pengertiannya adalah bahwa pekerja tersebut hubungan kerjanya
selesai karena berakhirnya masa hubungan kerja sebagaimana dinyatakan dalam perjanjian kerja
waktu tertentu (PKWT). Dengan asumsi bahwa tidak ada pelanggaran dalam pelaksanaan PKWT
maka PHK yang terjadi adalah termasuk kategori "putus demi hukum". PHK semacam ini tidak
menimbulkan kewajiban bagi pengusaha untuk memberikan "pembayaran akhir" (Uang
Pesangon/UP, Uang Penghargaan Masa Kerja/UPMK, Uang Penggantian Hak/UPH).
2. Pekerja mengundurkan diri, berdasarkan penegasan Menakertrans melalui Surat Edaran No
B.600/MEN/Sj-Hk/VIII/2005 tanggal 31 Agustus 2005, tidak berhak atas UP, UPMK, dan
konsekuensinya tidak mendapatkan UPH.
3. Bagi Pekerja yang PHK, apakah dia berhak atau tidak berhak atas 'pembayaran akhir"
tergantung kepada alasan PHKnya. Tentang faktor-faktor untuk menghitung perkalian untuk
mendapatkan besaran/jumlah "pembayaran akhir" dan PHK karena alasan apa yang pekerja
berhak atau tidak berhak atau "pembayaran akhir";� silakan pelajari Pasal 156, Pasal 160 s/d
Pasal 169, Undang-Undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Terlalu luas/rumit untuk
dapat dijelaskan di sini.

Bagaimana HRD Membenahi Perusahaan Keluarga?

Saya banyak mendengar dari beberapa HRD mengenai perusahaan yang berangkat dari
perusahaan keluarga. Begitu banyak intrik yang akan ditemui pada perusaan semacam itu. Tapi,
di sisi lain banyak juga perusahaan semacam itu yang berhasil dan berkembang hingga saat ini.

1. Apa komentar Bapak mengenai hal ini?

2. Apa yang harus dilakukan seorang HRD bila dia ingin membenahi managemen perusahaan
semacam ini?

Mohammad Ridwantoro

Jawaban

1. Perusahaan keluarga memang mempunyai karakteristik yang cukup unik. Seharusnya


suatu perusahaan apa pun dikelola berdasarkan cara profesional dengan menerapkan
prinsip-prinsip GCG (good corporate governance) yaitu: transparency, accountability,
responsibility, independency, dan fairness.

2. HRD sebaiknya meminta konfirmasi kepada pemilik dan/atau pimpinan perusahaan


mengenai visi dan misi perusahaan (akan dibawa dan diarahkan ke mana perusahaan?).
Tanyakan kepada mereka apakah setuju bahwa dalam pengelolaan perusahaan mereka
setuju dengan kelima prinsip GCG. Bila setuju dan bersedia berkomitmen, selajutnya
perlu dilakukan perbaikan/pembenahan praktek-praktek pengelolaan perusahaan yang
kurang/belum sesuai dengan GCG (Tata Kelola Perusahaan Yang Baik).

3. Untuk belajar tentang apa dan bagaimana GCG dapat dipelajari dari berbagai literatur
dan/atau mencari pelatihan/workshop yang mengajarkan tentang GCG.

Bagaimana Menghadapi Karyawan yang Melakukan "Side Job"?

Saya adalah HRD di perusahaan garmen. Salah seorang karyawan dari bagian desain motif
sering menjual karya-karya desainnya ke pihak lain. Bolehkah saya melarangnya? Masalahnya,
desain yang dia jual keluar itu mirip dengan yang dia buat untuk kantor. Bagaimana menghadapi
karyawan yang seperti ini?

Rahmawan W - PT CBI, Bekasi

Jawaban

Perbuatan pekerja tersebut termasuk dalam katagori perbuatan conflict of interest (pertentangan
kepentingan). Namun, perusahaan tidak dapat melarang pekerja melakukan perbuatan yang ia
lakukan (apalagi menjatuhkan sanksi) bila memang tidak ada larangan tertulis untuk itu.
Larangan dapat dicantumkan dalam Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama, atau
pedoman yang lazim disebut Code of Conduct (Peraturan Perilaku). Perusahaan-perusahaan
besar hampir dipastikan mempunyai Code of Conduct.

Intinya, melarang pekerja melakukan sesuatu tidak dapat dilakukan bila tidak ada dasar
hukum/peraturan yang tertulis.

Orang Asing Dilarang Tanda Tangan PKWT/PKWTT?

Dear PortalHR.com,

Ada pertanyaan yang sedikit mengganggu kami berkenaan dengan PKWT/PKWTT. Yaitu,
apakah ada ketentuan dalam undang undang yang mengatur bahwa Perjanjian kerja tidak boleh
ditanda tangani oleh Orang Asing yang menjabat sebagai Presiden Direktur. Mohon bantuannya,
karena hal ini dipermasalahkan oleh petugas pengawas dari disnaker yang berpatokan pada UU
no. 13 2003 yang melarang Orang Asing menduduki jabatan personalia dalam perusahaan. Kami
sudah mencari, dan belum menemukan undang undang/peraturan yang secara tegas dan jelas
yang melarang hal tersebut. Dan sikap apa yang harus kami lakukan terhadap hal ini.

Terima kasih

salam,

Agus Candra , Karawang


Jawaban

Jawaban:

1. Memang benar ada ketentuan dalam peraturan per-UU-an yang mengatur tentang TKA
(Tenaga Kerja Asing), bahwa posisi yang berkaitan dengan pengelolaan SDM/ HR termasuk
posisi tertutup utk TKA.
2. Untuk solusi terhadap hal tersebut, President Director yang orang asing/expatriate tersebut
membuat surat kuasa kepada siapapun (orang Indonesia), lebih baik bila orang yang diberi kuasa
tersebut menduduki posisi di HR, misalnya HR Manager, atau HR Manager & GA. Bila perlu,
Legal Manager juga tidak masalah. Atau seorang Direktur yang orang Indonesia (Direktur
apapun tidak masalah).
3. Isi surat kuasa antara lain bahwa President Director memberikan kuasa kepada penerima kuasa
untuk menandatangani perjanjian-perjanjian yang terkait dengan urusan hubungan kerja
(perjanjian kerja, pemutusan hubungan kerja, dll). Surat kuasa bisa dibuat secara di bawah
tangan (tidak melalui notaris), atau notariil (melalui/oleh notaris).
4. Practices sebagaimana di atas, lazim dan sesuai dengan hukum yang berlaku.

You might also like