You are on page 1of 28

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN ANEMIA

OLEH :

Ida Bagus Putu Surya Wedatama

(0902105046)

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana

2011
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. PENGERTIAN
a. Anemia berarti kekurangan sel darah merah dapat disebabkan oleh
hilangnya darah terlalu cepatatau kerena terlalu lambatnya produksi sel
darah merah (Guyton, 1997:538)
b. Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti
kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya
nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yang
mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah
(Doenges, 1999:569 ).
c. Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel
darah merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells
(hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006:256).
d. Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan
kadar HB atau hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan
penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan sutu penyakit
atau gangguan fungsi tubuh. (Smeltzer, 2002:935 ) .
e. Anemia ialah keadaan dimana massa eritrosit dan/atau massa
hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. (Bakta, 2003:12)
f. Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel
darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal
(Smeltzer, 2002 : 935).

2. Epidemiologi
Prevalensi anemia aplastik yang tinggi terdapat di bagian tropik yang
dapat mencapai hingga 40 % di daerah tertentu. Prevalensi anemia aplastik
lebih rendah di dapat juga di daerah Mediteranian, Saudi Arabia dan
beberapa bagian di India. Anemia aplastik adalah anemia yang terjadi
akibat rusaknya sumsum tulang belakang yang paling banyak didapat.
Pembawa sifat diturunkan secara dominan. Insiden diantara orang
Amerika berkulit hitam adalah sekitar 8 % sedangkan status homozigot
yang diturunkan secara resesif berkisar antara 0,3 – 1,5 %. (Noer
Sjaifullah H.M, 1999, hal 535).

3. PENYEBAB
Penyebab dari anemia antara lain :
a. Gangguan produksi sel darah merah, yang dapat terjadi karena;
• Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemia
• Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrient
• Fungsi sel induk (stem sel ) terganggu
• Inflitrasi sum-sum tulang
b. Kehilangan darah
• Akut karena perdarahan
• Kronis karena perdarahan
• Hemofilia (defisiensi faktor pembekuan darah)
c. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis) yang dapat terjadi
karena;
• Faktor bawaan misalnya kekurangan enzim G6PD
• Faktor yang didapat, yaitu bahan yang dapat merusak eritrosit
d. Bahan baku untuk membentuk eritrosit tidak ada
Ini merupakan penyebab tersering dari anemia dimana terjadi
kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk sintesis eritrosit, antara lain
besi, vitamin B12 dan asam folat.

4. TANDA dan GEJALA


Tanda dan Gejala yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari
berbagai sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan
neurologik (syaraf) yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku,
anorexia (badan kurus), pica, serta perkembangan kognitif yang abnormal
pada anak. Sering pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi
epitel, dan berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia
dengan 5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini,
bisa dipastikan seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya
sklera (warna pucat pada bagian kelopak mata bawah).
Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala
terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke
atau serangan jantung.(Price ,2000:256-264)
Manifestasi klinis
Area Manifestasi klinis
Keadaan umum Pucat , penurunan kesadaran, keletihan
berat , kelemahan, nyeri kepala, demam,
dipsnea, vertigo, sensitive terhadap dingin,
BB turun.
Kulit Jaundice (anemia hemolitik), warna kulit
pucat, sianosis, kulit kering, kuku rapuh,
koylonychia, clubbing finger, CRT > 2
detik, elastisitas kulit munurun, perdarahan
kulit atau mukosa (anemia aplastik)
Mata Penglihatan kabur, jaundice sclera,
konjungtiva pucat.
Telinga Vertigo, tinnitus
Mulut Mukosa licin dan mengkilat, stomatitis,
perdarahan gusi, atrofi papil lidah,
glossitis, lidah merah (anemia deficiency
asam folat)
Paru – paru Dipsneu, takipnea, dan orthopnea
Kardiovaskuler Takikardia, lesu, cepat lelah, palpitasi,
sesak waktu kerja, angina pectoris dan
bunyi jantung murmur, hipotensi,
kardiomegali, gagal jantung
Gastrointestinal Anoreksia, mual-muntah,
hepatospleenomegali (pada anemia
hemolitik)
Muskuloskletal Nyeri pinggang, sendi
System persyarafan Sakit kepala, pusing, tinnitus, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot,
irritable, lesu perasaan dingin pada
ekstremitas.

(Bakta, 2003:15)

5. PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum
tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor,
atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah
dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang
disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak
sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa faktor
diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sistem fagositik atau
dalam sistem retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai
hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan
masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah
(hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma
(konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl
mengakibatkan ikterik pada sclera.
(Smeltzer & Bare. 2002 : 935 ).

PATHWAY
Kegagalan
Defisiensi B12, produksi SDM o/ Destruksi SDM
asam folat, besi sum-sum tulang berlebih Perdarahan/hemofilia

Perubahan
Makanan nutrisi Energy untuk
Kerja
susah
PeristaltikPenurunankurang
As.
Anoreksia
Lambung
dari Intoleransi membentuk antibodi
lambung aktivitas
Konstipasi
dicernaGastro
menurun mual
meningkat
kebutuhan
intestinal Kelelahan
Mekanisme
ATPHipoksia
berkurang
an aerob berkurang
Resiko infeksi
Asam laktat Pusing
kerja GI menurun
Penurunan SDM

Hb berkurang

Anemia PK Anemia

Suplai O2 dan nutrisi ke


Pola nafas
jaringan berkurang sesak tidak efektif

Gg.
SSP perfusi
jaringan
serebral
Reaksi antar
saraf berkurang

Nyeri

6. KLASIFIKASI
Klasifikasi anemia menurut faktor morfologi :
a. Anemia hipokromik mikrositer : MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg
Sel darah merah memiliki ukuran sel yang kecil dan pewarnaan yang
berkurang atau kadar hemoglobin yang kurang (penurunan MCV dan
penurunan MCH)
1) Anemia defisiensi besi

2) Thalasemia major

3) Anemia akibat penyakit kronik

4) Anemia sideroblastik

b. Anemia normokromik normositer : MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg

Sel darah merah memiliki ukuran dan bentuk normal serta


mengandung jumlah hemoglobin dalam batas normal.
1) Anemia pasca perdarahan akut

2) Anemia aplastik

3) Anemia hemolitik didapat

4) Anemia akibat penyakit kronik

5) Anemia pada gagal ginjal kronik

6) Anemia pada sindrom mielodisplastik

7) Anemia leukemia akut

c. Anemia normokromik makrositer : MCV > 95 fl

Sel darah merah memiliki ukuran yang ukuran yang lebih besar dari
pada normal tetapi tetapi kandungan hemoglobin dalam batas normal
(MCH meningkat dan MCV normal).
1) Bentuk megaloblastik

1. Anemia defisiensi asam folat

2. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa

2) Bentuk non-megaloblastik
1. Anemia pada penyakit hati kronik

2. Anemia pada hipotiroidisme

3. Anemia pada sindrom mielodisplastik

Klasifikasi anemia menurut faktor etiologi :


a. Anemia karena produksi eritrosit menurun
1. kekurangan bahan unuk eritrosit (anemia defisiensi besi,
dan anemia deisiensi asam folat/ anemia megaloblastik)
2. gangguan utilisasi besi (anemia akibat penyakit kronik,
anemia sideroblastik)
3. kerusakan jaringan sumsum tulang (atrofi dengan
penggantian oleh jaringan lemak:anemia aplastik/hiplastik,
penggantian oleh jaringan fibrotic/tumor:anemia
leukoeritoblastik/mielopstik)
4. Fungsi sumsum tulang kurang baik karena tidak diketahui.
(anemia diserotropoetik, anemia pada sindrom mielodiplastik)

b. Kehilangan eritrosit dari tubuh.


1. Anemia pasca perdarahan akut.
2. Anemia pasca perdarahan kronik

c. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh (hemolisis)


1. Faktor ekstrakorpuskuler
- Antibody terhadap eritrosit: (Autoantibodi-AIHA,
isoantibodi-HDN)
- Hipersplenisme
- Pemaparan terhadap bahan kimia
- Akibat infeksi
- Kerusakan mekanik
2. Factor intrakorpuskuler
- Gangguan membrane (hereditary spherocytosis, hereditary
elliptocytosis)
- Gangguan enzim (defisiensi piruvat kinase, defisiensi
G6PD)
- Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati structural,
thalasemia)
(Bakta, 2003:15,16)
Anemia yang terjadi akibat menurunnya produksi SDM antara lain :
• Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi merupakan gejala kronis dengan keadaan
hipokromik (konsentrasi Hb kurang), mikrositik yang disebabkan oleh
suplai besi kurang dalam tubuh. kurangnya besi berpengaruh dalam
pembentukan Hb sehingga konsentrasinya dalam SDM berkurang, hal
ini akan mengakibatkan tidak adekuatnya pengangkutan oksigen
keseluruh jaringan tubuh. Pada keadaan normal kebutuhan besi orang
dewasa adalah 2- 4 gm. Pada laki-laki kebutuhan besi adalah 50
mg/kgBB dan pada wanita 35 mg/kgBB ( Lawrence M Tierney, 2003)
dan hamper 2/3 terdapat dalam Hb. Absorbsi besi terjadi dilambung,
duodenum dan jejunum bagian atas adanya erosi esofagitis, gaster,
ulser duodenum, kanker dan adenoma kolon akan mempengaruhi
absobsi besi.
• Anemia megaloblastik
Anemia yang disebabkan karena rusaknya sintesis DNA yang
mengakibatkan tidak sempurnanya SDM. Keadaan ini disebabkan
karena defisiensi vitamin B12 dan asam folat.karakteristik SDM ini
adalah adanya megaloblas abnormal, Prematur dengan fungsi yang
tidak normal dan dihancurkan semasa dalam sumsum tulang sehingga
terjadinya eritropoeisis dengan masa hidup eritrosit yang lebih
pendek.yang akan mengakibatkan leucopenia, trombositopenia .
• Anemia defisiensi vitamin B12
Merupakan gangguan autoimun karena tidak adanya faktor intrinsik
yang diproduksi di sel parietal lambung sehingga terjadi gangguan
absobsi vitamin B12 .
• Anemia defisiesi asam folat
Kebutuhan folat sangat kecil biasanya terjadi pada orang yang kurang
makan sayuran dan buah-buahan, gangguan pada pencernaan, alkolik
dapat meningkatkan kebutuhan folat, wanita hamil, masa
pertumbuhan. Defisiensi asam folat juga dapat mengakibatkan
sindrom malabsobsi
• Anemia aplastik
Terjadi akibat ketidak sanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel
– sel darah. Kegagalan tersebut disebabkan oleh kerusakan primer
atau zat yang dapat merusak sumsum tulang (Mielotoksin).

Anemia karena meningkatnya destruksi atau kerusakan SDM dapat


terjadi karena hiperaktifnya RES.
Meningkatnya destruksi SDM dan tidak adekuatnya produksi SDM
biasanya karena faktor-faktor :
• Kemampuan respon sumsum tulang terhadap penurunan SDM kurang
karena meningkatnya jumlah retikulosit dalam sirkulasi darah
• Meningkatnya SDM yang masih muda dalam sumsum tulang
dibandingkan yang matur atau matang .
• Ada atau tidaknya hasil destruksi SDM dalam sirkulasi (peningkatan
kadar bilirubin)

Anemia yang terjadi akibat meningkatnya destruksi/kerusakan SDM


antara lain:
• Anemia hemolitik
anemia hemolitik terjadi akibat peningkatan hemolisis dari eritrosit
sehingga usia SDM lebih pendek yang disebabkan oleh : 5% dari jenis
anemia, herediter, Hb abnormal, membran eritrosit rusak, thalasemia,
anemia sel sabit, reaksi autoimun, toksik, kimia, pengobatan, infeksi,
kerusakan fisik .
• Anemia sel sabit
anemia sel sabit adalah anemia hemolitk berat yang ditandai dengan
SDM kecil sabit, dan pembesaran limfa akibat kerusakan molekul Hb

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium pada pasien anemia menurut (Doenges, 1999 :
572)
• Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV
(volume korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular
rerata) menurun dan mikrositik dengan eritrosit hipokronik (DB),
peningkatan (AP). Pansitopenia (aplastik).
Nilai normal eritrosit (juta/mikro lt) : 3,9 juta per mikro liter pada
wanita dan 4,1 -6 juta per mikro liter pada pria
• Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit menurun.
• Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP), meningkat
(respons sumsum tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis).
• Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk
(dapat mengindikasikan tipe khusus anemia).
• LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal :
peningkatan kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi.
• Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa
anemia, misal : pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai
waktu hidup lebih pendek.
• Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
• SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial)
mungkin meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik)
Nilai normal Leokosit (per mikro lt) : 6000 – 10.000 permokro liter
• Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau
tinggi (hemolitik)
Nilai normal Trombosit (per mikro lt) : 200.000 – 400.000 per mikro
liter darah
Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur
hemoglobin.
Nilai normal Hb (gr/dl) : Bilirubin serum (tak terkonjugasi):
meningkat (AP, hemolitik).
• Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia
sehubungan dengan defisiensi masukan/absorpsi
• Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik)
• TBC serum : meningkat (DB)
• Feritin serum : meningkat (DB)
• Masa perdarahan : memanjang (aplastik)
• LDH serum : menurun (DB)
• Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP)
• Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster,
menunjukkan perdarahan akut / kronis (DB).
• Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi
perdarahan : perdarahan GI
• Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak
adanya asam hidroklorik bebas (AP).
• Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak
berubah dalam jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan
tipe anemia, misal: peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum
dengan penurunan sel darah (aplastik).

8. KOMPLIKASI
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya,
penderita anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek,
gampang flu, atau gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga
menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat. Pada
kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan
dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir
dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu
perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak. Anemia berat, gagal
jantung kongesti dapat terjadi karena otot jantung yang anoksik tidak
dapat beradaptasi terhadap beban kerja jantung yang meningkat. Selain
itu dispnea, nafas pendek dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas
jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengurangan oksigen
(Price &Wilson, 2006)

9. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari terapi anemia adalah untuk identifikasi dan perawatan
karena penyebab kehilangan darah,dekstruksi sel darah atau penurunan
produksi sel darah merah.pada pasien yang hipovelemik:

• pemberian tambahan oksigen, pemberian cairan intravena,

• resusitasi pemberian cairan kristaloid dengan normal salin.

• tranfusi kompenen darah sesuai indikasi

(Catherino,2003:416)

Evaluasi Airway, Breathing, Circulation dan segera perlakukan setiap


kondisi yang mengancam jiwa. Kristaloid adalah cairan awal pilihan.

(Daniel, direvisi tanggal 22 Oktober 2009)

Acute anemia akibat kehilangan darah:

1. Pantau pulse oksimetri, pemantau jantung, dan Sphygmomanometer.


2. Berikan glukokortikoid serta agen antiplatelet (aspirin) sesuai
indikasi.

3. Berikan 2 botol besar cairan intravena dan berikan 1-2 liter cairan
kristaloid dan juga pantau tanda-tanda dan gejala gagal jantung
kongestif iatrogenik pada pasien..

4. Berikan plasma beku segar (FFP), faktor-faktor koagulasi dan platelet,


jika diindikasikan.

5. Pasien dengan hemofilia harus memiliki sampel terhadap faktor


deficiency yang dikirim untuk pengukuran.

6. Pasien hamil dengan trauma yang ada kecurigaan terhadap adanya


Feto-transfer darah ibu harus diberikan imunoglobulin Rh-(Rhogam)
jika mereka Rh negatif.

7. Setelah pasien stabil, mulailah langkah-langkah spesifik untuk


mengobati penyebab pendarahan.

(Daniel, direvisi tanggal 22 Oktober 2009)

Terapi yang diberikan pada pasien dengan anemia dapat berbeda-beda


tergantung dari jenis anemia yang diderita oleh pasien. Berikut ini
beberapa terapi yang diberikan pada pasien sesuai dengan jenis anemia
yang diderita:
a. Anemia Deficiensi Besi
Setelah diagnosa ditegakkan maka dibuat rencana pemberian
terapi berupa:
• Terapi kausal: tergantung pada penyebab anemia itu
sendiri, misalnya pengobatan menoragi, pengobatan hemoroid
bila tidak dilakukan terapi kausal anemia akan kambuh
kembali.
• Pemberiian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi
di dalam tubuh. Besi per oral (ferrous sulphat dosis 3x200 mg,
ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, ferrous
suuccinate). Besi parentral, efek sampingnya lebih berbahaya
besi parentral diindikasikan untuk intoleransi oral berat,
kepatuhan berobat kurang, kolitis ulseratif, dan perlu
peningkatan Hb secara cepat seperti pada ibu hamil dan
preoperasi. (preparat yang tersedia antara iron dextran
complex, iron sorbitol citric acid complex)Pengobatan
diberikan sampai 6 bulan setelah kadar hemoglobin normal
untuk cadangan besi tubuh.
• Pengobatan lain misalnya: diet, vitamin C dan transfusi
darah. Indikasi pemberian transfusi darah pada anemia
kekurangan besi adalah pada pasien penyakit jantung anermik
dengan ancaman payah jantung, anemia yang sangat
simtomatik, dan pada penderita yang memerlukan peningkatan
kadar hemoglobin yang cepat.dan jenis darah yang diberikan
adalah PRC untuk mengurangi bahaya overload. Sebagai
premediasi dapat dipertimbangkan pemberian furosemid
intravena. (Bakta, 2003:36)
b. Anemia Akibat Penyakit Kronis
Dalam terapi anemia akibat penyakit kronik, beberapa hal yang
perlu mendapat perhatian adalah:
• Jika penyakit dasar daat diobati dengan baik, anemia akan
sembuh dengan sendirinya.
• Anemia tidak memberi respon pada pemberian besi, asam
folat, atau vitamin B12.
• Transfusi jarang diperlukan karena derajaat anemia ringan.
• Sekarang pemberian eritropoetin terbukti dapat menaikkan
hemoglobin, tetapi harus diberikan terus menerus.
• Jika anemia akibat penyakit kronik disertai defisiiensi besi
pemberian preparat besi akan meningkatkan hemoglobin, tetapi
kenaikan akan berhenti setelah hemoglobin mencapai kadar 9-
10 g/dl. (Bakta, 2003:41)
c. Anemia Sideroblastik
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan anemia
sideroblastik adalah:
• Terapi untuk anemia sideroblastik herediter bersifat
simtomatik dengan transfusi darah.
• Pemberian vittamin B6 dapat dicoba karena sebagian kecil
penderita responsif terhadap piridoxin. (Bakta, 2003:44)
d. Anemia Megaloblastik
Terapi utama anemia defisiensi vitamin B12 dan deficiensi asam
folat adalah terapi ganti dengan vitamin B12 atau asam folat
meskipun demikian terapi kausal dengan perbaikan gizi dan lain-
lain tetap harus dilakukan:
• Respon terhadap terapi: retikulosit mulai naik hari 2-3
dengan puncak pada hari 7-8. Hb harus naik 2-3 g/dl tiap 2
minggu. Neuropati biasanya dapat membaik tetapi kerusakan
medula spinalis biasanya irreverrsible. (Bakta, 2003:48)
• Untuk deficiensi asam folat, berikan asam folat 5 mg/hari
selama 4 bulan.
• Untuk deficiensi vitamin B12: hydroxycobalamin
intramuskuler 200 mg/hari, atau 1000 mg diberikan tiap
minggu selama 7 minggu. Dosis pemeliharaan 200 mg tiap
bulan atau 1000 mg tiap 3 bulan.
e. Anemia Perniciosa
Sama dengan terapi anemia megaloblastik pada umumnya maka
terapi utama untuk anemia pernisiosa adalah:
• Terapi ganti (replacement) dengan vitamin B12
• Terapi pemeliharaan
• Monitor kemungkinan karsinoma gaster. (Bakta, 2003: 49)
f. Anemia Hemolitik
Pengibatan anemia hemolitik sangat tergantung keadaan klinik
kasus tersebut serta penyebab hemolisisnya karena itu sangat
bervariasi dari kasus per kasus. Akan tetapi pada dasarnya terapi
anemia hemolitik dapat dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu:
• Terapi gawat darurat
Pada hemolisis intravaskuler, dimana terjadi syok dan gagal ginjal
akut maka harus diambil tindakan darurat untuk mengatasi syok,
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, sertaa
memperbaiki fungsi ginjal. Jika terjadi anemia berat,
pertimbangan transfusi darah harus dilakukan secara sangat hati-
hati, meskipun dilakukan cross matchng, hemolisis tetap dapat
terjadi sehingga memberatkan fungsi organ lebih lanjut. Akan
tetapi jika syok berat telah teerjadi maka tidak ada pilihan lain
selain transfusi.
• Terapi Kausal
Terapi kausal tentunya menjadi harapan untuk dapat memberikan
kesembuhan total. Tetapi sebagian kasus bersifat idiopatik, atau
disebabkan oleh penyebab herediter-familier yang belum dapat
dikoreksi. Tetapi bagi kasus yang penyebabnya telah jelas maka
terapi kausal dapt dilaksanakan. (Bakta, 2003:69)
• Terapi Suportif-Simtomatik
Terapi ini diberikan untuk menek proses hemolisis terutama di
limpa. Pada anemia hemolitik kronik familier-herediter sering
diperlukan transfusi darah teratur untuk mempertahankan kadar
hemoglobin. Bahkan pada thalasemia mayor dipakai teknik
supertransfusi atau hipertransfusi untuk mempertahankan keadaan
umum dan pertumbuhan pasien.
Pada anemia hemolitik kronik dianjurkan pemberian asam folat
0,15-0,3 mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a) Primer Assesment
1) Data subjektif
• Riwayat penyakit saat ini: pingsan secara tiba-tiba atau penurunan
kesadaran, kelemahan, keletihan berat disertai nyeri kepala,
demam, penglihatan kabur, dan vertigo.
• Riwayat sebelumnya : gagal jantung, dan/atau perdarahan massif.
2) Data objektif
• Airway
Tidak ada sumbatan jalan napas (obstruksi)
• Breathing
Sesak sewaktu bekerja, dipsnea, takipnea, dan orthopnea
• Circulation
CRT > 2 detik, takikardi, bunyi jantung murmur, pucat pada kulit
dan membrane mukosa (konjunctiva, mulut, faring, bibir) dan
dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak
sebagai keabu-abuan), kuku mudah patah, berbentuk seperti
sendok (clubbing finger), rambut kering, mudah putus, menipis,
perasaan dingin pada ekstremitas.
• Disability (status neurologi)
Sakit/nyeri kepala, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan
berkonsentrasi, insomnia, penglihatan kabur, kelemahan,
keletihan berat, sensitif terhadap dingin.
b) Sekunder Assessment
1) Eksposure
Tidak ada jejas atau kontusio pada dada, punggung, dan abdomen.
2) Five intervention
Hipotensi, takikardia, dispnea, ortopnea, takipnea, demam,
hemoglobin dan hemalokrit menurun, hasil lab pada setiap jenis
anemia dapat berbeda. Biasnya hasil lab menunjukkan jumlah
eritrosit menurun, jumlah retikulosit bervariasi, misal : menurun
pada anemia aplastik (AP) dan meningkat pada respons sumsum
tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis.
3) Give comfort
Adanya nyeri kepala hebat yang bersifat akut dan dirasakan secara
tiba-tiba, nyeri yang dialami tersebut hilang timbul.
4) Head to toe
• Daerah kepala : konjunctiva pucat, sclera jaundice.
• Daerah dada : tidak ada jejas akibat trauma, bunyi jantung
murmur, bunyi napas wheezing.
• Daerah abdomen : splenomegali
• Daerah ekstremitas : penurunan kekuatan otot karena kelemahan,
clubbing finger (kuku sendok), perasaan dingin pada ekstremitas.
5) Inspect the posterior surface
Tidak ada jejas pada daerah punggung.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan anemia meliputi :
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai
dengan dipsneu, takikardia
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan
O2 ke otak ditandai dengan penurunan kesadaran, nyeri kepala
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna
makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel
darah merah ditandai dengan mual-muntah, anoreksia, penurunan BB
4. Konstipasi berhubungan dengan perubahan proses pencernaan
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (asam laktat)
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
7. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau
penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)
8. PK Anemia

3. Rencana Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi ditandai dengan
dispnea, takikardia
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam, diharapkan pola
nafas pasien kembali efektif dengan kriteria hasil :
- pasien melaporkan sesak napas berkurang
- pernafasan teratur
- takipneu atau dispneu tidak ada
- tanda vital dalam batas normal (TD 120-90/90-60 mmHg, nadi 80-
100 x/menit, RR : 18-24 x/menit, suhu 36,5 – 37,5 C)
Intervensi :
Mandiri :
1) Pantau tanda-tanda vital
Untuk mengetahui keadaan umum pasien
2) Monitor usaha pernapasan, pengembangan dada, keteraturan
pernapasan, napas bibir dan penggunaan otot bantu pernapasan
Untuk mengetahui derajat gangguan yang terjadi, dan menentukan
intervensi yang tepat
3) Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi
Untuk meningkatkan ekspansi dinding dada
4) Ajarkan klien napas dalam
Untuk meningkatkan kenyaman
5) Tanyakan mengenai kondisi pasien setelah diberi intervensi
Mengetahui intervensi dapat bermanfaat untuk pasien dan mengkaji
apakah keluhan sesak pasien sudah berkurang.
Kolaborasi
1. Berikan O2 sesuai indikasi
Untuk memenuhi kebutuhan O2
2. Bantu intubasi jika pernapasan semakin memburuk dan
siapkan pemasangan ventilator sesuai indikasi
Untuk membantu pernapasan adekuat

2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan


penurunan O2 ke otak ditandai dengan penurunan kesadaran,
nyeri kepala
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan terjadi
peningkatan perfusi jaringan dengan kriteria hasil:
- menunjukkan perfusi adekuat
- pasien mengatakan nyeri kepala berkurang
- TTV dalam batas normal (TD(140/90-90/60mmHg), Nadi (60-
100x/menit), RR (18-22x/menit), Suhu (36,5-37,50C))
- Membrane mukosa warna merah muda
- GCS > 13
Intervensi :
Mandiri :
1. Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa,
dasar kuku.
memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi
jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi.

2. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.


meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk
kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi bila ada hipotensi.
3. Selidiki keluhan nyeri kepala
iskemia serebral mempengaruhi status kesadaran pasien
kolaborasi :
1. Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan
sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.
mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons
terhadap terapi.
2. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan
mencerna makanan/absorpsi nutrient yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah ditandai dengan mual-muntah,
anoreksia, penurunan BB
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan intake
nutrisi pasien adekuat dengan kriteria hasil:
- mual muntah (-)
- makan habis 1 porsi
Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai.
mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi
2. Observasi dan catat masukkan makanan pasien.
mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi
makanan.
3. Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan
diantara waktu makan.
menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah
distensi gaster.
4. Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain
yang berhubungan.
gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
5. Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah
makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut.
Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka.
meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan
pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik
perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan
rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.
membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan
individual.
2. Pantau hasil pemeriksaan laboraturium.
meningkatakan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber
diet nutrisi yang dibutuhkan.
3. Berikan obat sesuai indikasi.
kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau
adanyan masukkan oral yang buruk dan defisiensi yang
diidentifikasi.

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (asam


laktat) ditandai dengan perilaku distraksi (gelisah), pasien
mengeluh nyeri kepala, pasien Nampak meringis,
dispneu/takipneu
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x24 jam diharapkan nyeri
pasien terkontrol dengan kriteria hasil:
- klien melaporkan nyeri berkurang,
- klien tidak meringis,
- RR dalam batas normal (18-22x/menit)
Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0-10),
karakteristiknya, lokasi, lamanya.
mempermudah melakukan intervensi dan melihat ketepatan
intervensi.
2. Observasi adanya tanda-tanda nyeri non-verbal seperti
ekspresi wajah, posisi tubuh, gelisah, menangis atau meringis,
perubahan frekuensi jantung, pernapasan, tekanan darah.
merupakan indicator/derajat nyeri yang tidaklangsung dialami.
3. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
mengurangi rasa nyeri yang bersifat akut
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi seperti analgetik
untuk mengurangi rasa sakit/nyeri

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan


antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan ditandai
dengan kelemahan, kelelahan, keletihan, lesu, dan lunglai
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan dapat
mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas dengan kriteria hasil:
- melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas
sehari-hari)
120-100/
- TTV dalam batas normal (TD 70-80 mmHg), nadi (60-100
x
/menit), napas (18-22 x/menit), suhu (36,5-37,50 C))

Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji kemampuan ADL pasien.
mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.
2. Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan
kelemahan otot.
menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12
mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera.
3. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk
membawajumlah oksigen adekuat ke jaringan.
4. Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara
bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan.
meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh
dan menurunkan regangan jantung dan paru.
5. Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila
terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan
aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri).
meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan
memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan
harga diri dan rasa terkontrol.

6. PK Anemia
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam, diharapkan perawat
dapat menangani dan meminimalisir komplikasi dari anemia dengan
kriteria hasil:
- Hb 12-16 g%
- Konjungtiva tidak pucat

- Pasien melaporkan kelelahan berkurang

- Perdarahan tidak terjadi

Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji konjungtiva pasien dan keluhan letih. Laporkan jika kondisi yang
letih berlebihan dan sangat pucat pada konjungtiva.

Untuk menentukan intervensi yang tepat. Mencegah terjadinya


komplikasi lebih lanjut dengan mengetahui tanda dan gejala awal.
2. Observasi ketat tanda perdarahan ; ptekie, purpura, perdarahan gusi,
epistaksis, hematemesis, melena

Mencegah terjadinya perdarahan lanjut untuk menentukan intervensi


yang sesuai.
3. Pertahankan tirah baring

Tirah baring untuk mempercepat pemulihan kondisi dan mendukung


pengobatan sesuai indikasi
Kolaborasi :
1. Berikan transfusi sesuai indikasi

Untuk meningkatkan jumlah sel darah merah


2. Periksa lab darah

Untuk mengetahui jumlah sel darah merah sehingga memungkinkan


intervensi sesuai indikasi
3. Ahli gizi menetapkan diet sesuai indikasi

Diet yang sesuai dapat mempercepat pemulihan dan membantu proses


penyembuhan

4.Evaluasi
Setelah dilakukan implementasi sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan dan
situasi kondisi klien, maka diharapkan klien:
1. Pola nafas pasien kembali efektif dengan kriteria hasil :
• pasien melaporkan sesak napas berkurang
• pernafasan teratur
• takipneu atau dispneu tidak ada
• tanda vital dalam batas normal (TD 120-90/90-60 mmHg, nadi 80-
100 x/menit, RR : 18-24 x/menit, suhu 36,5 – 37,5 C)
2. Perubahan perfusi jaringan cerebral teratasi dengan kriteria hasil:
• menunjukkan perfusi adekuat
• pasien mengatakan nyeri kepala berkurang
• TTV dalam batas normal (TD(140/90-90/60mmHg), Nadi (60-
100x/menit), RR (18-22x/menit), Suhu (36,5-37,50C))
• Membrane mukosa warna merah muda
• GCS > 13
3. Intake nutrisi pasien adekuat dengan kriteria hasil:
• mual muntah (-)
• makan habis 1 porsi
4. Nyeri pasien terkontrol dengan kriteria hasil:
• klien melaporkan nyeri berkurang,
• klien tidak meringis,
• RR dalam batas normal (18-22x/menit)
5. Intoleransi aktivitas teratasi dengan kriteria hasil:
• melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas
sehari-hari)
• TTV dalam batas normal (TD 120-100/
70-80 mmHg), nadi (60-100
x
/menit), napas (18-22 x/menit), suhu (36,5-37,50 C))
6. Dapat menangani dan meminimalisir komplikasi dari anemia dengan
kriteria hasil:
• Hb 12-16 g%
• Konjungtiva tidak pucat

• Pasien melaporkan kelelahan berkurang

• Perdarahan tidak terjadi


DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I Made.2003.Hematologi Klinik Dasar.Jakarta:EGC


Catherino jeffrey M.2003.Emergency medicine handbook USA:Lipipincott
Williams
Doenges, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed. 3, EGC:
Jakarta.
Kahsasi, Daniel. 2009. Anemia Acute.
http://emedicine.medscape.com/article/159803-media,
emergency_medicine. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2011
Nanda.2005.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda definisi dan Klasifikasi
2005-2006.Editor : Budi Sentosa.Jakarta:Prima Medika
Price, S.A, 2000, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta :
EGC
Smeltzer, C.S.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC

You might also like