You are on page 1of 36

NYERI

A. PENDAHULUAN
Nyeri merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari bantuan
perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama proses penyakit, pemeriksaan
diagnostik dan proses pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan
menyulitkan banyak orang. Perawat tidak bisa melihat dan merasakan
nyeri yang dialami oleh klien, karena nyeri bersifat subyektif (antara satu
individu dengan individu lainnya berbeda dalam menyikapi nyeri).
Perawat memberi asuhan keperawatan kepada klien di berbagai situasi dan
keadaan, yang memberikan intervensi untuk meningkatkan kenyamanan.
Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar
klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan
tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan bahwa kenyamanan
adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia.

B. DEFINISI
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah
sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat
terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan
Teori Specificity “suggest” menyatakan bahwa nyeri adalah sensori
spesifik yang muncul karena adanya injury dan informasi ini didapat
melalui sistem saraf perifer dan sentral melalui reseptor nyeri di saraf nyeri
perifer dan spesifik di spinal cord
Secara umum keperawatan mendefinisikan nyeri sebagai apapun yg
menyakitkan tubuh yg dikatakan individu yg mengalaminya, yg ada
kapanpun individu mengatakannya

C. ISTILAH DALAM NYERI


Nosiseptor : serabut syaraf yang mentransmisikan nyeri
Non-nosiseptor : serabut syaraf yang biasanya tidak mentransmisikan
nyeri
System nosiseptif : system yang teribat dalam transmisi dan persepsi
terhadap nyeri
Ambang nyeri : stimulus yg paling kecil yg akan menimbulkan nyeri
Toleransi nyeri : intensitas maksimum/durasi nyeri yg individu ingin
untuk dpt ditahan

D. SIFAT-SIFAT NYERI
Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi
Nyeri bersifat subyektif dan individual
Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah
Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan
fisiologis tingkah laku dan dari pernyataan klien
Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa
rasanya
Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis
Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan
Nyeri mengawali ketidakmampuan
Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri jadi
tidak optimal
Secara ringkas, Mahon mengemukakan atribut nyeri sebagai berikut:
Nyeri bersifat individu
Nyeri tidak menyenangkan
Merupakan suatu kekuatan yg mendominasi
Bersifat tidak berkesudahan

E. FISIOLOGI NYERI
Banyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri,
meskipun tidak ada satu teori yang menjelaskan secara sempurna
bagaimana nyeri ditransmisikan atau diserap. Untuk memudahkan
memahami fisiologi nyeri, maka perlu mempelajari 3 (tiga) komponen
fisiologis berikut ini:
Resepsi : proses perjalanan nyeri
Persepsi : kesadaran seseorang terhadap nyeri
Reaksi : respon fisiologis & perilaku setelah mempersepsikan nyeri

RESEPSI
Adanya stimulus yang mengenai tubuh (mekanik, termal, kimia) akan
menyebabkan pelepasan substansi kimia seperti histamin, bradikinin,
kalium. Substansi tersebut menyebabkan nosiseptor bereaksi, apabila
nosiseptor mencapai ambang nyeri, maka akan timbul impuls syaraf yang
akan dibawa oleh serabut saraf perifer. Serabut syaraf perifer yang akan
membawa impuls syaraf ada dua jenis, yaitu serabut A-delta dan serabut
C. impuls syaraf akan di bawa sepanjang serabut syaraf sampai ke kornu
dorsalis medulla spinalis. Impuls syaraf tersebut akan menyebabkan kornu
dorsalis melepaskan neurotrasmiter (substansi P). Substansi P ini
menyebabkan transmisi sinapis dari saraf perifer ke saraf traktus
spinotalamus. Hal ini memungkinkan impuls syaraf ditransmisikan lebih
jauh ke dalam system saraf pusat. Setelah impuls syaraf sampai di otak,
otak mengolah impuls syaraf kemudian akan timbul respon reflek
protektif.
Contoh:
Apabila tangan terkena setrika, maka akan merasakan sensasi terbakar,
tangan juga melakukan reflek dengan menarik tangan dari permukaan
setrika.
Proses ini akan berjalan jika system saraf perifer dan medulla spinalis utuh
atau berfungsi normal. Ada beberapa factor yang menggangu proses
resepsi nyeri, diantaranya sebagai berikut:
Trauma
Obat-obatan
Pertumbuhan tumor
Gangguan metabolic (penyakit diabetes mellitus)
Tipe serabut saraf perifer
Serabut saraf A-delta :
Merupakan serabut bermyelin
Mengirimkan pesan secara cepat
Menghantarkan sensasi yang tajam, jelas sumber dan lokasi nyerinya
Reseptor berupa ujung-ujung saraf bebas di kulit dan struktur dalam
seperti , otot tendon dll
Biasanya sering ada pada injury akut
Diameternya besar
Serabut saraf C
Tidak bermyelin
Diameternya sangat kecil
Lambat dalam menghantarkan impuls
Lokasinya jarang, biasanya dipermukaan dan impulsnya bersifat
persisten
Menghantarkan sensasi berupa sentuhan, getaran, suhu hangat, dan
tekanan halus
Reseptor terletak distruktur permukaan.

NEUROREGULATOR
Substansi yang memberikan efek pada transmisi stimulus saraf, berperan
penting pada pengalaman nyeri
 Substansi ini titemukan pada nocicepåtor yaitu pada akhir saraf dalam
kornu dorsalis medula spinalis dan pada tempat reseptor dalam saluran
spinotalamik
Neuroregulator ada dua macam yaitu neurotransmitter dan
neuromodulator
Neurotransmitter mengirimkan impuls elektrik melewati celah synaptik
antara dua serabut saraf
contoh: substansi P, serotonin, prostaglandin
 Neuromodulator memodifikasi aktivitas saraf dan mengatur transmisi
stimulus saraf tanpa mentrasfer secara langsung sinyal saraf yang melalui
synaps.
Contoh: endorphin, bradikinin
Neuromodulator diyakini aktifitasnya secara tidak langsung bisa
meningkatkan atau menurunkan efek sebagian neurotransmitter

Teori gate control


Dikemukanan oleh Melzack dan wall pada tahun 1965
 Teori ini mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan
dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat.
 Dalam teori ini dijelaskan bahwa Substansi gelatinosa (SG) yg ada pada
bagian ujung dorsal serabut saraf spinal cord mempunyai peran sebagai
pintu gerbang (gating Mechanism), mekanisme gate control ini dapat
memodifikasi dan merubah sensasi nyeri yang datang sebelum mereka
sampai di korteks serebri dan menimbulkan nyeri.
Impuls nyeri bisa lewat jika pintu gerbang terbuka dan impuls akan di
blok ketika pintu gerbang tertutup
Menutupnya pintu gerbang merupakan dasar terapi mengatasi nyeri
Berdasarkan teori ini perawat bisa menggunakannya untuk memanage
nyeri pasien
Neuromodulator bisa menutup pintu gerbang dengan cara menghambat
pembentukan substansi P.
Menurut teori ini, tindakan massase diyakini bisa menutup gerbang
nyeri.

PERSEPSI
 Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat
individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang komplek.
Persepsi menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga
kemudian individu dapat bereaksi
Stimulus nyeri ditransmisikan ke medula spinalis, naik ke talamus,
selanjutnya serabut mentrasmisikan nyeri ke seluruh bagian otak, termasuk
area limbik. Area ini mengandung sel-sel yang yang bisa mengontrol
emosi (khususnya ansietas). Area limbik yang akan berperan dalam
memproses reaksi emosi terhadap nyeri. Setelah transmisi syaraf berakhir
di pusat otak, maka individu akan mempersepsikan nyeri.

REAKSI
Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisioligis dan perilaku yang
terjadi setelah mempersepsikan nyeri.
 Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial
menimbulkan reaksi ”flight atau fight”, yang merupakan sindrom adaptasi
umum
Stimulasi pada cabang simpatis pada saraf otonom menghasilkan respon
fisiologis, apabila nyeri berlangsung terus menerus, maka sistem
parasimpatis akan bereaksi
Impuls nyeri ditransmisikan ke medula spinalis menutju ke batang otak
dan talamus. Sistem saraf otonom menjadi terstimulasi, saraf simpatis dan
parasimpatis bereaksi, maka akan timbul respon fisiologis dan akan
muncul perilaku.

F. RESPON FISIOLOGIS TERHADAP NYERI


A. Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial)
Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
Peningkatan heart rate
Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
Peningkatan nilai gula darah
Diaphoresis
Peningkatan kekuatan otot
Dilatasi pupil
Penurunan motilitas GI
B. Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
Muka pucat
Otot mengeras
Penurunan HR dan BP
Nafas cepat dan irreguler
Nausea dan vomitus
Kelelahan dan keletihan

RESPON TINGKAH LAKU TERHADAP NYERI


Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan
gerakan jari & tangan
 Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan,
Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd
aktivitas menghilangkan nyeri)
Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi
sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit
atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat
individu terlalu letih untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur,
bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam
aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap
nyeri.
Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:
Fase antisipasi-----terjadi sebelum nyeri diterima.
Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini
bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinnkan seseorang
belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran
perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan
informasi pada klien.
Contoh: sebelum dilakukan tindakan bedah, perawat menjelaskan tentang
nyeri yang nantinya akan dialami oleh klien pasca pembedahan, dengan
begitu klien akan menjadi lebih siap dengan nyeri yang nanti akan
dihadapi.
 Fase sensasi-----terjadi saat nyeri terasa.
Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat
subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda.
Toleraransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan
orang lain. orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri
tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang
toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan
stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri
mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi
terhadap nyerinya rendah sudah mencari upay pencegah nyeri, sebelum
nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana
orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama.
Kadar endorfin berbeda tiap individu, individu dengan endorfin tinggi
sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorfin merasakan
nyeri lebih besar.
Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari
ekspresi wajah, vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan
klien itulah yang digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang
menunjukkan nyeri. Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti
apabila klien sedikit mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang
yang tidak mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus
seperti itu tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien
mengkomunikasikan nyeri secara efektif.

Fase akibat (aftermath)------terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti


Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien
masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis,
sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila
klien mengalami episode nyeri berulang, maka respon akibat ((aftermath)
dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam
membantu memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa takut akan
kemungkinan nyeri berulang.

G. KLASIFIKASI NYERI
A. Berdasarkan sumbernya
Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan.
Biasanya bersifat burning (seperti terbakar)
ex: terkena ujung pisau atau gunting
 Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament,
pemb. Darah, tendon dan syaraf, nyeri menyebar & lbh lama daripada
cutaneus
ex: sprain sendi
Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga
abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot,
iskemia, regangan jaringan
B. Berdasarkan penyebab:
Fisik
Bisa terjadi karena stimulus fisik (Ex: fraktur femur)
Psycogenic
Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi, bersumber
dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari. (Ex: orang yang marah-
marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya)
Biasanya nyeri terjadi karena perpaduan 2 sebab tersebut

C. Berdasarkan lama/durasinya
Nyeri akut
Nyeri yang terjadi segera setelah tubuh terkena cidera, atau intervensi
bedah dan memiliki awitan yan cepat, dengan intensitas bervariasi dari
berat sampai ringan . Fungsi nyeri ini adalah sebagai pemberi peringatan
akan adanya cidera atau penyakit yang akan datang. Nyeri ini terkadang
bisa hilang sendiri tanpa adanya intervensi medis, setelah keadaan pulih
pada area yang rusak. Apabila nyeri akut ini muncul, biasanya tenaga
kesehatan sangat agresif untuk segera menghilangkan nyeri. Nyeri akut
secara serius mengancam proses penyembuhan klien, untuk itu harus
menjadi prioritas perawatan. Rehabilitasi bisa tertunda dan hospitalisasi
bisa memanjang dengan adanya nyeri akut yang tidak terkontrol.

Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang
suatu periode tertentu, berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan
biasanya berlangsung lebih dari enam bulan. Nyeri ini disebabkan oleh
kanker yang tidak terkontrol, karena pengobatan kanker tersebut atau
karena gangguan progresif lain. Nyeri ini bisa berlangsung terus sampai
kematian. Pada nyeri kronik, tenaga kesehatan tidak seagresif pada nyeri
akut. Klien yang mengalami nyeri kronik akan mengalami periode remisi
(gejala hilang sebagian atau keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan
meningkat). Nyeri ini biasanya tidak memberikan respon terhadap
pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri ini merupakan
penyebab utama ketidakmampunan fisik dan psikologis. Sifat nyeri kronik
yang tidak dapat diprediksi membuat klien menjadi frustasi dan seringkali
mengarah pada depresi psikologis. Individu yang mengalami nyeri kronik
akan timbul perasaan yan gtidak aman, karena ia tidak pernah tahu apa
yang akan dirasakannya dari hari ke hari.

D. Berdasarkan lokasi/letak
Radiating pain
Nyeri menyebar dr sumber nyeri ke jaringan di dekatnya (ex: cardiac pain)
Referred pain
Nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu yg diperkirakan berasal dari
jaringan penyebab
Intractable pain
Nyeri yg sangat susah dihilangkan (ex: nyeri kanker maligna)
Phantom pain
Sensasi nyeri dirasakan pada bagian.Tubuh yg hilang (ex: bagian tubuh
yang diamputasi) atau bagian tubuh yang lumpuh karena injuri medulla
spinalis

H. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON NYERI


Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji
respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika
sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung
memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri
adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami
penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara
signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya
(ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh
nyeri)
Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon
terhadap nyeri. (ex: suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri
adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan,
jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri)
Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan
dan bagaimana mengatasinya.
Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang
meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya
distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik
relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan
seseorang cemas.
Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat
ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya.
Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di
masa lalu dalam mengatasi nyeri.

Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan
sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang
mengatasi nyeri.
Support keluarga dan social
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota
keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan
perlindungan.

I. PROSES KEPERAWATAN
Pengkajian
Pengkajian nyeri yang factual dan akurat dibutuhkan untuk:
Menetapkan data dasar
Menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat
Menyeleksi terapi yang cocok
Mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang diberikan
Perawat harus menggali pengalaman nyeri dari sudut pandang klien.
Keuntungan pengkajian nyeri bagi klien adalah bahwa nyeri diidentifikasi,
dikenali sebagai sesuatu yang nyata, dapat diukur, dapat djelaskan, serta
digunakan untuk mengevaluasi perawatan.
Hal-hal yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:
1.Ekspresi klien terhadap nyeri
Banyak klien tidak melaporkan/mendiskusikan kondisi ketidaknyamanan.
Untuk itulah perawat harus mempelajari cara verbal dan nonverbal klien
dalam mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan. Klien yang tidak
mampu berkomunikasi efektif seringkali membutuhkan perhatian khusus
ketika pengkajian.
2.Klasifikasi pengalaman nyeri
Perawat mengkaji apakah nyeri yang dirasakan klien akut atau kronik.
Apabila akut, maka dibutuhkan pengkajian yang rinci tentang karakteristik
nyeri dan apabila nyeri bersifat kronik, maka perawat menentukan apakah
nyeri berlangsung intermiten, persisten atau terbatas.
3.Karakteristik nyeri
Onset dan durasi
Perawat mengkaji sudah berapa lama nyeri dirasakan, seberapa sering
nyeri kambuh, dan apakah munculnya nyeri itu pada waktu yang sama.
Lokasi
Perawat meminta klien untuk menunjukkan dimana nyeri terasa, menetap
atau terasa pada menyebar
Keparahan
Perawat meminta klien menggambarkan seberapa parah nyeri yang
dirasakan. Untuk memperoleh data ini perawt bias menggunakan alat
Bantu, skala ukur. Klien ditunjukkan skala ukur, kemudian disuruh
memilih yang sesuai dengan kondisinya saat ini yang mana. Skala ukur bis
berupa skala numeric, deskriptif, analog visual. Untuk anak-anak skala yan
digunakan adalah skala oucher yang dikembangkan oleh Beyer dan skala
wajah yang diembangkan oleh Wong & Baker. Pada skala oucher terdiri
dari skala dengan nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri untuk anak-anak yang
lebih besar dan skala fotografik enam gambar pada sisi kanan untuk anak
yang lebih kecil. Foto wajah seorang anak dengan peningkatan rasa
ketidaknyamanan dirancang sebagai petunjuk untuk memberi anak-anak
pengertian sehingga dapat memahami makna dan keparahan nyeri. Anak
bisa diminta untuk mendiskripsikan nyeri yang dirasakan dengan memilih
gambar yang ada. Skala wajah terdiri dari enam wajah dengan profil
kartun yang menggambarkan wajah dari wajah yang sedang tersenyum
(tidak merasa nyeri), kemudian secara bertahap meningkat sampai wajah
yang sangat ketakutan (nyeri yang sangat).

Kualitas
Minta klien menggambarkan nyeri yang dirasakan, biarkan klien
mendiskripsikan apa yang dirasakan sesuai dengan kata-katanya sendiri.
Perawat boleh memberikan deskripsi pada klien, bila klien tidak mampu
menggambarkan nyeri yang dirasakan.
Pola nyeri
Perawat meminta klien untuk mendiskripsikan ativitas yang menyebabkan
nyeri dan meminta lien untuk mendemontrasikan aktivitas yang bisa
menimbulkan nyeri.
Cara mengatasi
Tanyakan pada klien tindakan yang dilakukan apabila nyerinya muncul
dan kaji juga apakah tindakan yang dilakukan klien itu bisa efektif untuk
mengurangi nyeri.
Tanda lain yang menyertai
Kaji adanya penyerta nyeri, seperti mual, muntah, konstipasi, gelisah,
keinginan untuk miksi dll. Gejala penyerta memerlukan prioritas
penanganan yang sama dengan nyeri itu sendiri.

4. Efek nyeri pada klien


Nyeri merupakan kejadian yang menekan atau stress dan dapat mengubah
gaya hidup dan kesejahteraan psikologis individu. Perawat harus mengkaji
hal-hal berikut ini untuk mengetahui efek nyeri pada klien:

a. Tanda dan gejala fisik


Perawat mengkaji tanda-tanda fisiologis, karena adanya nyeri yang
dirasakan klien bisa berpengaruh pada fungsi normal tubuh.
b. Efek tingkah laku
Perawat mengkaji respon verbal, gerakan tubuh, ekspresi wajah, dan
interaksi sosial. Laporan verbal tentang nyeri merupakan bagian vital dari
pengkajian, perawat harus bersedia mendengarkan dan berusaha
memahami klien. Tidak semua klien mampu mengungkapkan nyeri yang
dirasakan, untuk hal yang seperti itu perawat harus mewaspadai perilaku
klien yang mengindikasikan nyeri.
c. Efek pada ADL
Klien yang mengalami nyeri kurang mampu berpartisipasi secara rutin
dalam aktivitas sehari-hari. Pengkajian ini menunjukkan sejauh mana
kemampuan dan proses penyesuaian klien berpartisipasi dalam perawatan
diri. Penting juga untuk mengkaji efek nyeri pada aktivitas sosial klien.
5. Status neurologis
Fungsi neurologis lebih mudah mempengaruhi pengalaman nyeri. Setiap
faktor yang mengganggu atau mempengaruhi resepsi dan persepsi nyeri
yang normal akan mempengaruhi respon dan kesadaran klien tentang
nyeri. Penting bagi perawat untuk mengkaji status neurologis klien, karena
klien yang mengalami gangguan neurologis tidak sensitif terhadap nyeri.
Tindakan preventif perlu dilakukan pada klien dengan kelainan neurologis
yang mudah mengalami cidera.

o Diagnosa
Nyeri akut b.d injuri fisik, pengurangan suplai darah, proses melahirkan
Nyeri kronik b.d proses keganasan
Cemas b.d nyeri yang dirasakan
Koping individu tidak efektif b.d nyeri kronik
Kerusakan mobilitas fisik b.d nyeri muskuloskeletal
Resiko injuri b.d kekurangan persepsi terhadap nyeri
Perubahan pola tidur b.d low back pain

o Perencanaan
Perawat mengembangkan perencanaan keperawatan dario diagnosa yang
telah dibuat. Perawat dan klien secara bersama-sama mendiskusikan
harapan yang realistis dari tindakan mengatasi nyeri, derajat pemulihan
nyeri yang diharapkan, dan efek-efek yang harus diantisipasi pada gaya
hidup dan fungsi klien. Hasil akhir yang diharapkan dan tujuan
keperawatan diseleksi berdasarkan diagnosa keperawatan dan kondisi
klien. Secara umum tujuan asuhan keperawatan klien dengan nyeri adalah
sebagai berikut:
Klien merasakan sehat dan nyaman
Klien mempertahankan kemampuan untuk melakukan perawatan diri
Klien mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki saat ini
Klien menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan nyeri
Klien menggunakan terapi yang diberikan dengan aman di rumah

Manajemen nyeri terdiri dari:


a.Farmakologis (kolaborasi)-------penggunaan analgetik
Mengganggu penerimaan/stimuli nyeri dan interpretasinya dengan
menekan fungsi talamus & kortek serebri.
b. Non farmakologi (mandiri)
Sentuhan terapeutik
Teori ini mengatakan bahwa individu yang sehat mempunyai
keseimbangan energi antara tubuh dengan lingku;ngan luar. Orang sakit
berarti ada ketidakseimbangan energi, dengan memberikan sentuhan pada
klien, diharapkan ada transfer energi dari perawat ke klien.
Akupresur
Pemberian penekanan pada pusat-pusat nyeri
Guided imagery
Meminta klien berimajinasi membayangkan hal-hal yang menyenangkan,
tindakan ini memerlukan suasana dan ruangan yang tenang serta
konsentrasi dari klien. Apabila klien mengalami kegelisahan, tindakan
harus dihentikan. Tindakan ini dilakukan pada saat klien merasa nyaman
dan tidak sedang nyeri akut.
Distraksi
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan sampai
sedang. Distraksi visual (melihat TV atau pertandingan bola), distraksi
audio (mendengar musik), distraksi sentuhan (massase, memegang
mainan), distraksi intelektual (merangkai puzzle, main catur)
Anticipatory guidence
Memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan dengan nyeri.
Contoh tindakan: sebelum klien menjalani prosedur pembedahan, perawat
memberikan penjelasan/informasi pada klien tentang pembedahan, dengan
begitu klien sudah punya gambaran dan akan lebih siap menghadapi nyeri.
Hipnotis
Membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif.
Biofeedback
Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu informasi
tentang respon nyeri fisiologis dan cara untuk melatih kontrol volunter
terhadap respon tersebut. Terapi ini efektif untuk mengatasi ketegangan
otot dan migren, dengan cara memasang elektroda pada pelipis.
Stimulasi kutaneus
Cara kerja dari sistem ini masih belum jelas, salah satu pemikiran adalah
cara ini bisa melepaskan endorfin, sehingga bisa memblok stimulasi nyeri.
Bisa dilakukan dengan massase, mandi air hangat, kompres dengan
kantong es dan stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS/ transcutaneus
electrical nerve stimulation). TENS merupakan stimulasi pada kulit
dengan menggunakan arus listrik ringan yang dihantarkan melalui
elektroda luar.

J. Peran perawat dalam mengatasi nyeri:


Mengidentifikasi penyebab nyeri
Kolaborasi dengan tim kes lain untuk pengobatan nyeri
Memberikan intervensi pereda nyeri
Mengevaluasi efektivitas pereda nyeri
Bertindak sebagai advokat jika pereda nyeri tidak efektif
Sebagai pendidik keluarga & pasien tentang manajemen nyeri
Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Vol : 1. Jakarta:


EGC
Kozier. . Fundamental Of Nursing.
Potter & Perry . 2006. Fundamental Keperawatan. Vol: 2. Jakarta : EGC

Web nyeri yang bawah:


http://www.blogger.com/feeds/5225540932024911138/posts/default

web nyeri yang atas :


http://www.elearning.unej.ac.id
Apa itu Nyeri ??
Posted on 21 Maret 2010 by Ghandi| Tinggalkan komentar

NYERI

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS:

Mahasiswa akan dapat:

Menjelaskan definisi nyeri

Menjelaskan sifat-sifat nyeri

Menjelaskan fisiologi nyeri

Menjelaskan respon terhadap nyeri

Menjelaskan klasifikasi nyeri

Menjelaskan faktor yg mempengaruhi nyeri

Menjelaskan manajemen nyeri

Menjelaskan perawatan klien dengan nyeri

1. PENDAHULUAN

Nyeri merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari bantuan perawatan
kesehatan. Nyeri terjadi bersama proses penyakit, pemeriksaan diagnostik dan
proses pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak orang.
Perawat tidak bisa melihat dan merasakan nyeri yang dialami oleh klien, karena
nyeri bersifat subyektif (antara satu individu dengan individu lainnya berbeda
dalam menyikapi nyeri). Perawat memberi asuhan keperawatan kepada klien di
berbagai situasi dan keadaan, yang memberikan intervensi untuk meningkatkan
kenyamanan. Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan
dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan
tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan bahwa kenyamanan adalah
suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia.

1. DEFINISI

Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori
subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan
kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan

Teori Specificity “suggest” menyatakan bahwa nyeri adalah sensori spesifik yang
muncul karena adanya injury dan informasi ini didapat melalui sistem saraf perifer
dan sentral melalui reseptor nyeri di saraf nyeri perifer dan spesifik di spinal cord

Secara umum keperawatan mendefinisikan nyeri sebagai apapun yg menyakitkan


tubuh yg dikatakan individu yg mengalaminya, yg ada kapanpun individu
mengatakannya

1. ISTILAH DALAM NYERI

 Nosiseptor             : serabut syaraf yang mentransmisikan nyeri

 Non-nosiseptor      : serabut syaraf yang biasanya tidak mentransmisikan


nyeri
 Toleransi nyeri      : intensitas maksimum/durasi nyeri yg individu ingin
untuk dpt ditahan

 System nosiseptif   : system yang teribat dalam transmisi dan persepsi


terhadap nyeri
 Ambang nyeri        : stimulus yg paling kecil yg akan menimbulkan nyeri

1. SIFAT-SIFAT NYERI

 Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi


 Nyeri bersifat subyektif dan individual
 Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah
 Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan
fisiologis tingkah laku dan dari pernyataan klien
 Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya
 Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis
 Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan
 Nyeri mengawali ketidakmampuan
 Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri jadi
tidak optimal

Secara ringkas, Mahon  mengemukakan atribut nyeri sebagai berikut:

 Nyeri bersifat individu


 Nyeri tidak menyenangkan
 Merupakan suatu kekuatan yg mendominasi
 Bersifat tidak berkesudahan

1. FISIOLOGI NYERI
Banyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri, meskipun
tidak ada satu teori yang menjelaskan secara sempurna bagaimana nyeri
ditransmisikan atau diserap. Untuk memudahkan memahami fisiologi nyeri, maka
perlu mempelajari 3 (tiga) komponen fisiologis berikut ini:

 Resepsi        : proses perjalanan nyeri

 Persepsi       : kesadaran seseorang terhadap nyeri

 Reaksi    :  respon fisiologis & perilaku setelah mempersepsikan nyeri

RESEPSI
Stimulus (mekanik, termal, kimia)

Pengeluaran histamin bradikinin, kalium

Nosiseptor
Impuls syaraf

Serabut syaraf perifer         Kornu dorsalis medula spinalis       


Neurotransmiter (substansi P)          Pusat syaraf di otak          
Respon reflek protektif

Adanya stimulus yang mengenai tubuh (mekanik, termal, kimia) akan


menyebabkan pelepasan substansi kimia seperti histamin, bradikinin, kalium.
Substansi tersebut menyebabkan nosiseptor bereaksi, apabila nosiseptor mencapai
ambang nyeri, maka akan timbul impuls syaraf yang akan dibawa oleh serabut
saraf perifer. Serabut syaraf  perifer yang akan membawa impuls syaraf ada dua
jenis, yaitu serabut A-delta dan serabut C. impuls syaraf akan di bawa
sepanjang serabut syaraf sampai ke kornu dorsalis medulla spinalis. Impuls syaraf
tersebut akan menyebabkan kornu dorsalis melepaskan neurotrasmiter (substansi
P). Substansi P  ini menyebabkan transmisi  sinapis dari saraf perifer ke saraf
traktus spinotalamus. Hal ini memungkinkan impuls syaraf ditransmisikan lebih
jauh ke dalam system saraf pusat. Setelah impuls syaraf sampai di otak, otak
mengolah impuls syaraf kemudian akan timbul respon reflek protektif.

Contoh:

Apabila tangan terkena setrika, maka akan merasakan sensasi terbakar, tangan
juga melakukan reflek dengan menarik tangan dari permukaan setrika.

Proses ini akan berjalan jika system saraf perifer dan medulla spinalis utuh atau
berfungsi normal. Ada beberapa factor yang menggangu proses resepsi nyeri,
diantaranya sebagai berikut:
 Trauma
 Obat-obatan
 Pertumbuhan tumor
 Gangguan metabolic (penyakit diabetes mellitus)

Tipe serabut saraf perifer

Serabut saraf A-delta :

 Merupakan serabut bermyelin


 Mengirimkan pesan secara cepat
 Menghantarkan sensasi yang tajam, jelas sumber dan lokasi nyerinya
 Reseptor berupa ujung-ujung saraf bebas di kulit dan struktur dalam
seperti , otot tendon dll
 Biasanya sering ada pada injury akut
 Diameternya besar
 Tidak bermyelin
 Diameternya sangat kecil
 Lambat dalam menghantarkan impuls
 Lokasinya jarang, biasanya dipermukaan dan impulsnya bersifat persisten
 Menghantarkan sensasi berupa sentuhan, getaran, suhu hangat, dan
tekanan halus
 Reseptor terletak distruktur permukaan.

Serabut saraf C

NEUROREGULATOR

 Substansi yang memberikan efek pada transmisi stimulus saraf, berperan


penting pada pengalaman nyeri
 Substansi ini titemukan pada nocicepåtor yaitu pada akhir saraf dalam
kornu dorsalis medula spinalis dan pada tempat reseptor dalam saluran
spinotalamik
 Neuroregulator ada dua macam yaitu neurotransmitter dan
neuromodulator

 Neurotransmitter mengirimkan impuls elektrik melewati celah synaptik


antara dua serabut saraf

contoh: substansi P, serotonin, prostaglandin

 Neuromodulator memodifikasi aktivitas saraf dan mengatur transmisi


stimulus saraf tanpa mentrasfer secara langsung sinyal saraf yang melalui
synaps.

Contoh: endorphin, bradikinin


 Neuromodulator diyakini aktifitasnya secara tidak langsung bisa
meningkatkan atau menurunkan efek sebagian neurotransmitter

Teori gate control

n       Dikemukanan oleh Melzack dan wall pada tahun 1965

n       Teori ini mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan
dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat.

n       Dalam teori ini dijelaskan bahwa Substansi gelatinosa (SG) yg ada pada
bagian ujung dorsal serabut saraf spinal cord mempunyai peran sebagai pintu
gerbang (gating Mechanism), mekanisme gate control ini dapat memodifikasi dan
merubah sensasi nyeri yang datang sebelum mereka sampai di korteks serebri dan
menimbulkan nyeri.

n       Impuls nyeri bisa lewat jika pintu gerbang terbuka dan impuls akan di blok
ketika pintu gerbang tertutup

n       Menutupnya pintu gerbang merupakan dasar terapi mengatasi nyeri

n       Berdasarkan teori ini perawat bisa menggunakannya untuk memanage nyeri
pasien

n       Neuromodulator bisa menutup pintu gerbang dengan cara menghambat


pembentukan substansi P.

n       Menurut teori ini, tindakan massase diyakini  bisa menutup gerbang nyeri.

PERSEPSI

 Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat
individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang komplek.
 Persepsi menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga
kemudian individu dapat bereaksi
 Proses persepsi secara ringkas adalah sebagai berikut:

Stimulus nyeri         Medula spinalis         Talamus          Otak (area limbik) 


Reaksi emosi         Pusat otak          Persepsi

Stimulus nyeri ditransmisikan ke medula spinalis, naik ke talamus, selanjutnya


serabut mentrasmisikan nyeri ke seluruh bagian otak, termasuk area limbik. Area
ini mengandung sel-sel yang  yang bisa mengontrol emosi (khususnya ansietas).
Area limbik yang akan berperan dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri.
Setelah transmisi syaraf berakhir di pusat otak, maka individu akan
mempersepsikan nyeri.

REAKSI
 Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisioligis dan perilaku yang
terjadi setelah mempersepsikan nyeri.
 Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial
menimbulkan reaksi ”flight atau fight”, yang merupakan sindrom adaptasi
umum
 Stimulasi pada cabang simpatis pada saraf otonom menghasilkan respon
fisiologis,  apabila nyeri berlangsung terus menerus, maka sistem
parasimpatis akan bereaksi
 Secara ringkas proses reaksi adalah sebagai berikut:

Impuls nyeri         medula spinalis               batang otak & talamus      Sistem
syaraf otonom          Respon fisiologis & perilaku

Impuls nyeri ditransmisikan ke medula spinalis menutju ke batang otak dan


talamus. Sistem saraf otonom menjadi terstimulasi, saraf simpatis dan
parasimpatis bereaksi, maka akan timbul respon fisiologis dan akan muncul
perilaku.

1. F. RESPON FISIOLOGIS TERHADAP NYERI

A. Stimulasi Simpatik nyeri ringan, moderat, dan superficial)

ü      Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate

ü      Peningkatan heart rate

ü      Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP

ü      Peningkatan nilai gula darah

ü      Diaphoresis

ü      Peningkatan kekuatan otot

ü      Dilatasi pupil

ü      Penurunan motilitas GI

B. Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)

ü      Muka pucat

ü      Otot mengeras

ü      Penurunan HR dan BP

ü      Nafas cepat dan irreguler


ü      Nausea dan vomitus

ü      Kelelahan dan keletihan

RESPON TINGKAH LAKU TERHADAP NYERI

Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:

 Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)


 Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
o Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan
gerakan jari & tangan
o Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari
percakapan, Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang
perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)

Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat
berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi
kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih
untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat.
Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir
dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.

Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:

n       Fase antisipasi—–terjadi sebelum nyeri diterima.

Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena  fase ini bisa
mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinnkan seseorang belajar
tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat
dalam fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.

Contoh: sebelum dilakukan tindakan bedah, perawat menjelaskan tentang nyeri


yang nantinya akan dialami oleh klien pasca pembedahan, dengan begitu klien
akan menjadi lebih siap dengan nyeri yang nanti akan dihadapi.

n        Fase sensasi—–terjadi saat nyeri terasa.

Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif,
maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap
nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang
mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri
dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah
akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat
toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya
orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upay pencegah
nyeri, sebelum nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang
yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin
berbeda tiap individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri
dan individu dengan sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar.

Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi
wajah, vokalisasi dan  gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang
digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri.
Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit
mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak mengekspresikan
nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan
bantuan perawat untuk membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara efektif.

n       Fase akibat (aftermath)——terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti

Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih
membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga
dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami
episode nyeri berulang, maka respon akibat ((aftermath) dapat menjadi masalah
kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri
untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.

1. G. KLASIFIKASI  NYERI

A. Berdasarkan sumbernya

 Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan


subkutan. Biasanya bersifat burning (seperti terbakar)

ex: terkena ujung pisau atau gunting

 Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament,
pemb. Darah, tendon dan syaraf, nyeri menyebar & lbh lama daripada
cutaneus

ex: sprain sendi

 Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga


abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot,
iskemia, regangan jaringan

B. Berdasarkan penyebab:

n Fisik

Bisa terjadi karena stimulus fisik (Ex: fraktur femur)

Psycogenic
Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi, bersumber dari
emosi/psikis dan biasanya tidak disadari. (Ex: orang yang marah-marah, tiba-
tiba merasa nyeri pada dadanya)

Biasanya nyeri terjadi karena perpaduan 2 sebab tersebut

C. Berdasarkan lama/durasinya

 Nyeri akut

Nyeri yang terjadi segera setelah tubuh terkena cidera,  atau intervensi bedah dan
memiliki awitan yan cepat, dengan intensitas bervariasi dari berat sampai ringan .
Fungsi nyeri ini adalah sebagai pemberi peringatan akan adanya cidera atau
penyakit yang akan datang.  Nyeri ini terkadang bisa hilang sendiri tanpa adanya
intervensi medis, setelah keadaan pulih pada area yang rusak.  Apabila nyeri akut
ini muncul, biasanya tenaga kesehatan sangat agresif untuk segera menghilangkan
nyeri. Nyeri akut secara serius mengancam proses penyembuhan klien, untuk itu
harus menjadi prioritas perawatan. Rehabilitasi bisa tertunda dan hospitalisasi bisa
memanjang dengan adanya nyeri akut yang tidak terkontrol.

 Nyeri kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu
periode tertentu, berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan biasanya
berlangsung lebih dari enam bulan. Nyeri ini disebabkan oleh kanker yang tidak
terkontrol, karena pengobatan kanker tersebut atau karena gangguan progresif
lain. Nyeri ini bisa berlangsung terus sampai kematian. Pada nyeri kronik, tenaga
kesehatan tidak seagresif pada nyeri akut. Klien yang mengalami nyeri kronik
akan mengalami periode remisi (gejala hilang sebagian atau keseluruhan) dan
eksaserbasi (keparahan meningkat).  Nyeri ini biasanya tidak memberikan respon
terhadap pengobatan yang  diarahkan pada penyebabnya. Nyeri ini merupakan
penyebab utama ketidakmampunan fisik dan psikologis. Sifat nyeri kronik yang
tidak dapat diprediksi membuat klien menjadi frustasi dan seringkali mengarah
pada depresi psikologis. Individu yang mengalami nyeri kronik akan timbul
perasaan yan gtidak aman, karena ia tidak pernah tahu apa yang akan
dirasakannya dari hari ke hari.

Perbedaan karakteristik nyeri akut dan kronik

Nyeri akut Nyeri kronik


nLamanya dalam hitungan menit nLamanyna sampai hitungan bulan, >
6bln
nDitandai  peningkatan BP, nadi, dan
respirasi
nFungsi fisiologi bersifat normal
nRespon pasien:Fokus pada nyeri,
nTidak ada keluhan nyeri
menyetakan nyeri menangis dan
mengerang nTidak ada aktifitas fisik sebagai respon
terhadap nyeri
nTingkah laku menggosok bagian yang
nyeri

D. Berdasarkan lokasi/letak

 Radiating pain

Nyeri menyebar dr sumber nyeri ke jaringan di dekatnya (ex: cardiac pain)

 Referred pain

Nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu yg diperkirakan berasal dari  jaringan
penyebab

 Intractable pain

Nyeri yg sangat susah dihilangkan (ex: nyeri kanker maligna)

 Phantom pain

Sensasi nyeri dirasakan pada bagian.Tubuh yg hilang (ex: bagian tubuh yang
diamputasi) atau bagian tubuh yang lumpuh karena injuri medulla spinalis

1. H. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON NYERI

 Usia

Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon
nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah
patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam
nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang
harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal 
jika nyeri diperiksakan.

 Jenis kelamin

Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan
dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas
kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri)

 Kultur

Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap


nyeri. (ex: suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang
harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh
jika ada nyeri)

 Makna nyeri

Berhubungan dengan  bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan


bagaimana mengatasinya.

 Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat


mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat
dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi
dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided
imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.

 Ansietas

Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan


seseorang cemas.

 Pengalaman masa lalu

Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri
yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah
tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam
mengatasi nyeri.

 Pola koping

Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan


sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi
nyeri.

 Support keluarga dan social

Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga


atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan perlindungan.

1. I. PROSES KEPERAWATAN

 Pengkajian

Pengkajian nyeri yang factual dan akurat dibutuhkan untuk:

v      Menetapkan data dasar

v      Menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat


v      Menyeleksi terapi yang cocok

v      Mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang diberikan

Perawat harus menggali pengalaman nyeri dari sudut pandang klien. Keuntungan
pengkajian nyeri bagi klien adalah bahwa nyeri diidentifikasi, dikenali sebagai
sesuatu yang nyata, dapat diukur, dapat djelaskan, serta digunakan untuk
mengevaluasi perawatan.

Hal-hal yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:

1.Ekspresi klien terhadap nyeri

Banyak klien tidak melaporkan/mendiskusikan kondisi  ketidaknyamanan. Untuk


itulah perawat harus mempelajari cara verbal dan nonverbal klien dalam
mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan. Klien yang tidak mampu
berkomunikasi efektif seringkali membutuhkan perhatian khusus ketika
pengkajian.

2.Klasifikasi pengalaman nyeri

Perawat mengkaji apakah nyeri  yang dirasakan klien akut atau kronik. Apabila
akut, maka dibutuhkan pengkajian yang rinci tentang karakteristik nyeri dan
apabila nyeri bersifat kronik, maka perawat menentukan apakah nyeri berlangsung
intermiten, persisten atau terbatas.

3.Karakteristik nyeri

Onset dan durasi

Perawat mengkaji sudah berapa lama nyeri dirasakan, seberapa sering nyeri
kambuh, dan apakah munculnya nyeri itu pada waktu yang sama.

Lokasi

Perawat meminta klien untuk menunjukkan dimana nyeri terasa, menetap atau
terasa pada menyebar

Keparahan

Perawat meminta klien menggambarkan seberapa parah nyeri yang dirasakan.


Untuk memperoleh data ini perawt bias menggunakan alat Bantu, skala ukur.
Klien ditunjukkan skala ukur, kemudian disuruh memilih yang sesuai dengan
kondisinya saat ini yang mana.  Skala ukur bis berupa skala numeric, deskriptif,
analog visual. Untuk anak-anak skala yan digunakan adalah skala oucher yang
dikembangkan oleh Beyer dan skala wajah yang diembangkan oleh Wong &
Baker. Pada skala oucher terdiri dari skala dengan nilai 0-100 pada sisi sebelah
kiri untuk anak-anak yang lebih besar dan skala fotografik enam gambar pada sisi
kanan untuk anak yang lebih kecil. Foto wajah seorang anak dengan peningkatan
rasa ketidaknyamanan dirancang sebagai petunjuk untuk memberi anak-anak
pengertian sehingga dapat memahami makna dan keparahan nyeri. Anak bisa 
diminta untuk mendiskripsikan nyeri yang dirasakan dengan memilih gambar 
yang ada. Skala wajah terdiri dari enam wajah dengan profil kartun yang
menggambarkan wajah dari wajah yang sedang tersenyum (tidak merasa nyeri),
kemudian secara bertahap meningkat sampai wajah yang sangat ketakutan (nyeri
yang sangat).

Contoh gambar skala nyeri:

Skala wajah wong

Skala nyeri                                                                                                              
skala ocher

Kualitas

Minta  klien menggambarkan nyeri yang dirasakan, biarkan klien mendiskripsikan


apa yang dirasakan sesuai dengan kata-katanya sendiri. Perawat boleh
memberikan deskripsi pada klien, bila klien tidak mampu menggambarkan nyeri
yang dirasakan.

Pola nyeri

Perawat meminta klien untuk mendiskripsikan ativitas yang menyebabkan nyeri


dan meminta lien untuk mendemontrasikan aktivitas yang bisa menimbulkan
nyeri.

Cara mengatasi

Tanyakan pada klien tindakan yang dilakukan apabila nyerinya muncul dan kaji
juga apakah tindakan yang dilakukan klien itu bisa efektif untuk mengurangi
nyeri.

Tanda lain yang menyertai

Kaji adanya penyerta nyeri, seperti mual, muntah, konstipasi, gelisah, keinginan
untuk miksi dll.

Gejala penyerta memerlukan prioritas penanganan yang sama dengan nyeri itu
sendiri.

1. 4. Efek nyeri pada klien

Nyeri merupakan kejadian yang menekan atau stress dan dapat mengubah gaya
hidup dan kesejahteraan psikologis individu. Perawat harus mengkaji hal-hal
berikut ini untuk mengetahui efek  nyeri pada klien:
a. Tanda dan gejala fisik

Perawat mengkaji tanda-tanda fisiologis, karena adanya nyeri yang dirasakan


klien bisa berpengaruh pada fungsi normal tubuh.

b. Efek tingkah laku

Perawat mengkaji respon verbal, gerakan tubuh, ekspresi wajah, dan interaksi
sosial. Laporan verbal tentang nyeri merupakan bagian vital dari pengkajian,
perawat harus bersedia mendengarkan dan berusaha memahami klien. Tidak
semua klien mampu mengungkapkan nyeri yang dirasakan,  untuk hal yang
seperti itu perawat harus mewaspadai perilaku klien yang mengindikasikan nyeri.

c. Efek pada ADL

Klien yang mengalami nyeri kurang mampu berpartisipasi secara rutin dalam
aktivitas sehari-hari. Pengkajian ini menunjukkan sejauh mana kemampuan dan
proses penyesuaian klien berpartisipasi dalam perawatan diri. Penting juga untuk
mengkaji efek nyeri pada aktivitas sosial klien.

1. 5. Status neurologis

Fungsi neurologis lebih mudah mempengaruhi pengalaman nyeri. Setiap faktor


yang mengganggu atau mempengaruhi resepsi dan persepsi nyeri yang normal
akan mempengaruhi respon dan kesadaran klien tentang nyeri.  Penting bagi
perawat untuk mengkaji status neurologis klien, karena klien yang mengalami
gangguan neurologis tidak sensitif terhadap nyeri. Tindakan preventif perlu
dilakukan pada klien dengan kelainan neurologis yang mudah mengalami cidera.

 Diagnosa
o Nyeri akut b.d injuri fisik, pengurangan suplai darah, proses
melahirkan
o Nyeri kronik b.d proses keganasan
o Cemas b.d nyeri yang dirasakan
o Koping individu tidak efektif b.d nyeri kronik
o Kerusakan mobilitas fisik b.d nyeri muskuloskeletal
o Resiko injuri b.d kekurangan persepsi terhadap nyeri
o Perubahan pola tidur b.d low back pain

 Perencanaan

Perawat mengembangkan perencanaan keperawatan dario diagnosa yang telah


dibuat. Perawat dan klien secara bersama-sama mendiskusikan harapan yang
realistis dari tindakan mengatasi nyeri, derajat pemulihan nyeri yang diharapkan,
dan efek-efek yang harus diantisipasi pada gaya hidup dan fungsi klien. Hasil
akhir yang diharapkan dan tujuan keperawatan diseleksi berdasarkan diagnosa
keperawatan dan kondisi klien. Secara umum tujuan asuhan keperawatan klien
dengan nyeri adalah sebagai berikut:
 Klien merasakan sehat dan nyaman
 Klien mempertahankan kemampuan untuk melakukan perawatan diri
 Klien mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki saat ini
 Klien menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan nyeri
 Klien menggunakan terapi yang diberikan dengan aman di rumah

Contoh rencana perawatan (Renpra):

No Diagnosa Kriteria hasil Rencana tindakan


1 Nyeri akut b.d Pain level, pain control dan Manajemen nyeri:
injuri fisik comfort level dengan
 Kaji nyeri yang
(pembedahan) kriteria hasil:
dialami klien
(meliputi PQRST)
 Menggunakan skala  Observasi
nyeri untuk ketidaknyamanan
mengidentifikasi nonverbal terhadap
nyeri yang dirasakan nyeri
 Mendiskripsikan  Kaji pengalaman
cara memanajemen masa lalu klien
nyeri terhadap nyeri
 Mengungkapkan  Ciptakan lingkungan
kemampuan tidur yang nyaman untuk
dan istirahat klien
 Mendiskripsikan  Kolaborasi
terapi pemberian analgetik
nonfarmakologi  Ajarkan tehnik
untuk mengontrol nonfarmakologi
nyeri untuk mengatasi
 TTV dalam batas nyeri
normal  Dst (lihat lebih
lengkap di NIC)

 Intervensi

Manajemen nyeri terdiri dari:

a.Farmakologis (kolaborasi)——-penggunaan analgetik

Mengganggu penerimaan/stimuli nyeri dan interpretasinya dengan menekan


fungsi talamus & kortek serebri.

1. Non farmakologi (mandiri)

 Sentuhan terapeutik
Teori ini mengatakan bahwa individu yang sehat mempunyai keseimbangan
energi antara tubuh dengan lingku;ngan luar. Orang sakit berarti ada
ketidakseimbangan energi, dengan memberikan sentuhan pada klien, diharapkan
ada transfer energi dari perawat ke klien.

 Akupresur

Pemberian penekanan pada pusat-pusat nyeri

 Guided imagery

Meminta klien berimajinasi membayangkan hal-hal yang menyenangkan,


tindakan ini memerlukan suasana dan ruangan yang tenang serta konsentrasi dari
klien. Apabila klien mengalami kegelisahan, tindakan harus dihentikan. Tindakan
ini dilakukan pada saat klien merasa nyaman dan tidak sedang nyeri akut.

 Distraksi

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan sampai sedang.
Distraksi visual (melihat TV atau pertandingan bola), distraksi audio (mendengar
musik), distraksi sentuhan (massase, memegang mainan), distraksi intelektual
(merangkai puzzle, main catur)

 Anticipatory guidence

Memodifikasi  secara langsung cemas yang berhubungan dengan nyeri. Contoh


tindakan: sebelum klien menjalani prosedur pembedahan, perawat memberikan
penjelasan/informasi pada klien tentang pembedahan, dengan begitu klien sudah
punya gambaran dan akan lebih siap menghadapi nyeri.

 Hipnotis

Membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif.

 Biofeedback

Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu informasi tentang


respon nyeri fisiologis dan cara untuk melatih kontrol volunter terhadap respon
tersebut. Terapi ini efektif untuk mengatasi ketegangan otot dan migren, dengan
cara memasang elektroda pada pelipis.

 Stimulasi kutaneus

Cara kerja dari sistem ini masih belum jelas, salah satu pemikiran adalah cara ini
bisa melepaskan endorfin, sehingga bisa memblok stimulasi nyeri. Bisa dilakukan
dengan massase, mandi air hangat, kompres dengan kantong es dan stimulasi saraf
elektrik transkutan (TENS/ transcutaneus electrical nerve stimulation). TENS
merupakan stimulasi pada kulit dengan menggunakan arus listrik ringan yang
dihantarkan melalui elektroda luar.

Contoh implementasi:

Diagnosa Implementasi Evaluasi


Nyeri akut b.d Sabtu, 10 desemder 2006-12-2006 S  : klien mengatakan
injuri fisik nyeri saat ini pada skala 7
07.30
O  : TD 110/70, N 90
 Mengkaji tingkat nyeri klien
X/menit, R  18 x/menit,
 Mengkaji pengalaman masa
klien tampak meringis saat
lalu dalam mengatasi nyeri
berubah posisi
 Mengukur tekanan darah,
nadi, pernafasan
A  : nyeri akut teratasi
sebagian
09.00
P      : lanjutkan intervensi
 Memberikan injeksi kaltrofen
manajemen nyeri
1 ampul
 Mengobservasi respon
nonverbal terhadap nyeri

12.00

 Memonitor istirahat klien

1. Peran perawat dalam mengatasi nyeri:

 Mengidentifikasi penyebab nyeri


 Kolaborasi dengan tim kes lain untuk pengobatan nyeri
 Memberikan intervensi pereda nyeri
 Mengevaluasi efektivitas pereda nyeri
 Bertindak sebagai advokat jika pereda nyeri tidak efektif
 Sebagai pendidik keluarga & pasien tentang manajemen nyeri

Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Vol : 1. Jakarta: EGC

Kozier.       . Fundamental Of Nursing.


SKALA INTENSITAS NYERI DAN TIPE NYERI

SKALA KETERANGAN
10 Sangat dan tidak dapat dikontrol oleh klien.
9, 8, 7 Sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol oleh klien dengan aktifitas
yang bisa dilakukan.
6 Nyeri seperti terbakar atau ditusuk-tusuk
5 Nyeri seperti tertekan atau bergerak.
4 Nyeri seperti kram atau kaku.
3 Nyeri seperti perih atau mules.
2 Nyeri seperti meliiti atau terpukul.
1 Nyeri seperti gatal, tersetrum atau nyut-nyutan
0 Tidak ada nyeri.

Tipe Nyeri
SKALA KETERANGAN
10 Tipe nyeri sangat berat.
7-9 Tipe nyeri berat.
4-6 Tipe nyeri sedang.
1-3 Tipe nyeri ringan.

(Sumber: Saduran dari Fundamental Of Nursing, Sudiharto, Asuhan


Keperawatan pada Pasien Nyeri, 1996 ; 23).

DAFTAR NILAI KEKUATAN OTOT

Kekuatan otot dinilai dengan angka 0 (nol) sampai 5 (lima) :


SKALA KETERANGAN
0..............Otot sama sekali tidak mampu bergerak, tampak berkontraksi,
bila lengan/ tungaki dilepaskan, akan jatuh 100% pasif.
1..............Tampak kontraksi atau ada sedikit gerakan dan ada tahanan
sewaktu jatuh.
2..............Mampu menahan tegak yang berarti mampu menahan gaya
gravitasi (saja), tapi dengan sentuhan akan jatuh.
3.............Mampu menahan tegak walaupun sedikit didorong tetapi tidak
mampu melawan tekan/ dorongan dari pemeriksa.
4............Kekuatan kurang dibandingkan sisi lain.
5............Kekuatan utuh.

You might also like