You are on page 1of 8

Potret Sanitasi Pondok Pesantren Kita ?

Pondok pesantren, selain dikenal sebagai wahana tempat belajar santri dan santriwati dalam
mendalami ilmu agama Islam, namun ponpes selama ini juga dikenal bermasalah dari aspek
sanitasi. Berbagai penyakit berbasis lingkungan yang umum sering menjadi masalah di Ponpes
seperti kudis, diare, ISPA, disebabkan oleh lingkungan yang kurang sehat di Pondok Pesantren
(Ponpes). Bahkan ada gurauan dikalangan santri dan kyai bahwa belum belum sah jika seorang
santri yang mondok disebuah ponpes jika belum terserang penyakit kudis (scabies).

Sebagamana sanitasi rumah, sanitasi Ponpes pada dasarnya adalah usaha kesehatan masyarakat
yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap struktur fisik, dimana orang menggunakannya
sebagai tempat berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Sarana sanitasi
tersebut antara lain ventilasi, suhu, kelembaban, kepadatan hunian, penerangan alami, konstruksi
bangunan, sarana pembuangan sampah, sarana pembuangan kotoran man usia, dan penyediaan
air bersih (Azwar, 1990). Kondisi sanitasi pada Ponpes akan sangat berkaitan dengan angka
kesakitan berbasis lingkungan yang menular.

Beberapa masalah sanitasi sangat umum di ponpes dapat kita sebut antara lain keterbatasan
sarana sanitasi dan perilaku santri yang belum ber PHBS. Berikut observasi umum yang (saya
kira, dan saya percaya), dapat dipercaya berlaku umum di Ponpes kita (lokasi observasi untuk
sementara tidak disebutkan). Observasi ini menggunakan alat ukur checklist inspeksi sanitasi
Ponpes, pengamatan secara visual serta melakukan wawancara terhadap santri.

Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan didapatkan gambaran antara lain banyak
ditemukan Sanitasi Ponpes yang kurang memadai, higiene perorangan pada santri yang buruk,
pengetahuan, sikap, dan perilaku para santri yang kurang mendukung pola hidup sehat, serta
pihak penghelola ponpes yang kurang tertarik (?) dengan masalah sanitasi lingkungan Ponpes.

Beberapa komponen yang diamati adalah sanitasi lingkungan Ponpes yang terdiri dari lokasi dan
konstruksi Ponpes, penyediaan air bersih, ketersediaan jamban, pengelolaan sampah, sistem
pembuangan air limbah, sanitasi dan kepadatan pemondokan, sanitasi ruang belajar santri, dan
sanitasi masjid Ponpes.

Lingkungan Ponpes
Berdasarkan alat ukur checklist inspeksi sanitasi pada Ponpes, dapat dilihat bahwa secara umum
lingkungan dan bangunan pondok pesantren harus selalu dalam keadaan bersih dan tersedia
sarana sanitasi yang memadai. Selain itu Lingkungan dan bangunan ponpes tidak memungkinkan
sebagai tempat bersarang dan berkembang biaknya serangga, binatang mengerat, dan binatang
mengganggu lainnya. Bangunan Ponpes juga harus kuat, utuh, terpelihara, mudah dibersihkan
dan dapat mencegah penularan penyakit dan kecelakaan.

Secara umum lingkungan Ponpes pada lokasi observasi telah memenuhi syarat, dengan berbagai
komponen persyaratan tersebut telah terpenuhi, baik dari aspek sarana, kebersihan, maupun
konstruksi bangunan.

Konstruksi Bangunan

Syarat sebuah pondok pesantren berdasarkan aspek konstruksi mempersyaratkan adanya kondisi
pada lantai, dinding, lubang penghawaan, kelembaban, ventilasi, atap, langit-langit, serta
jaringan instalasi. Pada lantai bangunan Ponpes harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air,
permukaan rata, tidak licin dan mudah dibersihkan. Juga Lantai yang selalu kontak dengan air
mempunyai kemiringan yang cukup (2%-3%) kearah saluran pembuangan air limbah. Pada
Dinding Ponpes, dipersyaratkan adanya permukaan dinding yang harus rata, berwarna terang,
dan mudah dibersihkan. Permukaan dinding yang selalu terkena percikan air terbuat dari bahan
yang kuat dan kedap air. Persyaratan konstruksi a t a p, selain kuat juga tidak bocor dan tidak
menjadi tempat perindukan serangga dan tikus. Sedangkan Persyaratan langit-langit, selain kuat,
berwarna terang serta mudah dibersihkan, dengan tinggi minimal 2.50 meter dari lantai.
Sementara konstruksi pintu harus kuat, serta dapat mencegah masuknya serangga, tikus dan
binatang pengganggu lainnya.

Ventilasi dan Kelembaban Udara

Lubang Penghawaan pada bangunan ponpes harus dapat menjamin pergantian udara didalam
kamar/ruang dengan baik. Luas lubang penghawaan yang dipersyaratkan antara 5% - 15% dari
luas lantai dan berada pada ketringgian minimal 2.10 meter dari lantai. Bila lubang penghawaan
tidak menjamin adanya pergantian udara dengan baik harus dilengkapi dengan penghawaan
mekanis. Dari aspek kelembaban udara ruang, dipersyaratkan ruangan mempunyai tingkat
kelembaban udara dengan kriteria buruk jika tingkat kelembaban > 90%, kelembaban Baik (65-
90%). Kelembaban sangat berkaitan dengan ventilasi. Tingkat kelembaban yang tidak memenuhi
syarat ditambah dengan perilaku tidak sehat, misalnya dengan penempatan yang tidak tepat pada
berbagai barang dan baju, handuk, sarung yang tidak tertata rapi, serta kepadatan hunian ruangan
ikut berperan dalam penularan penyakit berbasis lingkungan seperti Scabies (memudahkan
tungau penyebab/Sarcoptes scabiei, berpindah dari reservoir ke barang sekitarnya hingga
mencapai pejamu baru.
Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar ke dalam dan pengeluaran udara kotor dari suatu
ruangan tertutup secara alamiah maupun mekanis. Dengan adanya ventilasi yang baik maka
udara segar dapat dengan mudah masuk ke dalam ruangan. Ventilasi yang memungkinkan sinar
matahari pagi dapat masuk dan proses pertukaran udara juga tidak lancar.

Persyaratan sanitasi dari aspek pencahayaan, bahwa lingkunga Ponpes baik di dalam maupun
diluar ruangan harus mendapat pencahayaan yang memadai. Mutu udara harus memenuhi
persyaratan, seperti tidak berbau (terutama H2S dan Amoniak), serta kadar debu tidak
melampaui konsentrasi maksimum.

Jaringan instalasi, pemasangan jaringan instalasi air minum, air limbah, gas, listrik, sistem sarana
komunikasi dan lain-lain harus rapi, aman, dan terlindung

Dapur dan Fasilitas Pengelolaan makanan.

Persyaratan sanitasi ruang tidur pada pondok pesantren meliputi antara lain, ruangan selalu
dalam keadaan bersih dan mudah dibersihkan, tersedia tempat sampah sesuai dengan jenis
sampahnya serta tersedia fasilitas sanitasi sesuai kebutuhan. Syarat bangunan dapur berdasarkan
aspek sanitasi, ruang dapur harus menggunakan pintu yang dapat membuka dan menutup sendiri
atau harus dilengkapi dengan pegangan yang mudah dibersihkan.

Dapaur pada ponpes mempergunakan minyak tanah


sebabagai bahan bakar, dengan kondisi dapur kotor
dan didominasi warna hitam oleh karena asap. Namun
dari aspek pencahayaan dan ventilasi telah memenuhi
syarat, dengan sebagian sisi dapur merupakan ruang
terbuka.

Kepadatan Penghuni.

Variabel kepadatan penghuni memberikan hasil yang signifikan untuk kejadian ISPA. Kepadatan
penghuni rumah dihubungkan dengan transmisi penyakit tuberculosis dan infeksi saluran
pernafasan. Hal ini karena kepadatan penghuni kamar tidur yang tidak memenuhi syarat akan
menghalangi proses pertukaran udara bersih sehingga kebutuhan udara bersih tidak terpenuhi
dan akibatnya menjadi penyebab terjadinya ISPA.

Kepadatan penghuni rumah yang terlalu tinggi dan tidak cukupnya ventilasi menyebabkan
kelembaban dalam rumah juga meningkat (Krieger dan Higgins, 2002). Syarat kepadatan hunian
pada Ponpes dipersyaratkan kepadatan yang termasuk dalam kriteria hunian tinggi jika ruangan
<8 m2/ dihuni untuk 2 orang, sedangkan kepadatan hunian rendah (> 8 m2 untuk 2 orang).
Tingkat kepadatan penghuni di Ponpes lokasi observasi
cenderung padat namun masih dalam batas toleransi
persyaratan. Perbandingan jumlah tempat tidur dengan luas
lantai minimal 3 m2/tempat tidur (1.5 m x 2 m). Namun
struktur tempat tidur santri tidak berada dalam bed tersendiri,
namun berada di lantai dengan menggunakan alas berbentuk
tikar. Kepadatan hunian merupakan syarat mutlak untuk
kesehatan rumah pemondokan termasuk ponpes, karena dengan
kepadatan hunian yang tinggi terutama pada kamar tidur
memudahkan penularan berbagai penyakit secara kontak dari
satu santri kepada santri lainnya.

Fasilitas Sanitasi

Termasuk dalam aspek kesehatan fasilitas sanitasi, sebauah pondok pesantren harus memenuhi
persyaratan antara lain meliputi Penyediaan air minum serta toilet dan kamar mandi.

Fasilitas sanitasi mempunyai kriteria persyaratan sebagai berikut :

- Kualitas : Tersedia air bersih yang memenuhi syarat kesehatan (fisik, kimia, dan
bakteriologis)
- Kuantitas :
Tersedia air bersih minimal 60 lt/tt/hr
- Kontinuitas :
Air minum dan air bersih tersedia pada setiap tempat kegiatan yang
membutuhkan secara berkesinambungan

Sedangkan aspek kesehatan sanitasi Toilet dan kamar mandi, selain harus selalu dalam keadaan
bersih, juga lantai kamar mandi terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, berwarna
terang, dan mudah dibersihkan. Toilet dan kamar mandi harus juga dilengkapi dengan
pembuangan air limbah yang dilengkapi dengan penahan bau (water seal). Sedangkan letak toilet
dan kamar mandi tidak boleh berhubungan langsung dengan tempat pengelolaan makanan
(dapur, ruang makan). Lubang penghawaan harus berhubungan
langsung dengan udara luar.

Toilet dan kamar mandi karyawan/pengurus harus terpisah dengan


toilet santri, serta tidak terdapat tempat penampungan atau genangan
air yang dapat menjadi tempat perindukan serangga dan binatang
pengerat. Sedangkan perbandingan jumlah santri dengan jumlah jamban dan kamar mandi adalah
untuk jumlah santri 15 harus tersedia satu jamban dan kamar mandi, selanjutnya setiap
penambahan 25 tempat tidur harus ditambah 1 jamban dan 1 kamar mandi.

Kondisi di Ponpes lokasi observasi, jumlah jamban yang tersedia sebanyak 4 unit dengan kamar
mandi 10 unit, dengan sebagaian besar santri masih mempergunakan sungai sebagai tempat
buang air besar dan mandi. Alur sungai yang kebetulan melalui area ponpes diberi sekat dan
dimanfaatkan untuk sarana MCK. Ketika ditanyakan pada santri, penggunaan sungai ini
dikarenakan jumlah sarana jamban dan kamar mandi ponpes masih jauh dari cukup, sehingga
untuk menggunakannya harus antri.. Jika melihat tandard proporsi jamban maka masih
diperlukan penambahan kamar mandi dan jamban. Teknis penambahan dapat dilakukan dengan
membangun jamban dan kamar mandi baru sejumlah 12 unit . Selain penambahan baru juga
penambahan jamban pada kamar mandi yang sudah ada (kamar mandi ini belum dilengkapi
sarana jamban), yaitu sejumlah 8 unit.

Pengelolaan sampah.

Tersedia tempat sampah yang dilengkapi dengan


penutup. Tempat sampah terbuat dari bahan yang kuat,
tahan karat, permukaan bagian dalam rta/licin. Tempat
sampah dikosongkan setiap 1 x 24 jam atau apabila 2/3
bagian telah terisi penuh. Jumlah dan volume tempat
sampah disesuaikan dengan perkiraan volume sampah
yang dihasilkan oleh setiap kegiatan. Tempat sampah
harus disediakan minimal 1 buah untuk setiap radius 10
meter dan setiap jarak 20 meter pada ruang tunggu dan ruang terbuka. Tersedia tempat
pembuangan sampah sementara yang mudah dikosongkan, tidak terbuat dari beton permanen,
terletak di lokasi yang mudah dijangkau kendaraan pengangkut sampah dan harus dikosongkan
sekurang-kurangnya 3 x 24 jam.

Pengelolaan sampah di ponpes ini cukup baik dengan memanfaatkan ruang terbuka pondok
untuk menimbun sampah, sementra tempat sampah/container tersedia berbagai sudut Pondok.

Pengelolaan Air Limbah.

Ponpes harus memiliki sistem pengelolaan air limbah sendiri yang memenuhi persyaratan teknis
apabila belum ada atau tidak terjangkau oleh sistem pengolahan air limbah perkotaan.
Saluran pembuangan air limbah (SPAL) di Ponpes tidak mengalir lancar, dengan bentuk SPAL
tidak tertutup di banyak tempat, sehingga air limbah menggenang di tempat terbuka. Keadaan ini
berpotensi sebagai tempat berkembang biak vektor dan bernilai negatif dari aspek estetika.

Pengelolaan makanan/minuman

Persyaratan pengelolaan makanan/minuman antara lain menyangkut komponen dapur, ruang


makan dan gudang. Luas dapur minimal 40% dari ruang makan. Sedangkan untuk syarat
penghawaan harus dilengkapi dengan pengeluaran udara panas maupun bau-bauan (exhauser)
yang dipasang setinggi 2 meter dari lantai. Pada tungku dapur dilengkapi dengan sungkup atap
(hood). Sementara pertukaran udara diusahakan dengan ventilasi yang dapat menjamin
kenyamanan, menghilangkan debu dan asap.

Untuk bahan dan peralatan dipersyaratkan antara lain,


pada bahan makanan/minuman yang diolah harus
dalam keadaan baik, tidak rusak, atau berubah bentuk
warna dan rasa. Bahan terolah harus dikemas dan
bahan tambahan harus memenuhi persyaratan
kesehatan. Sedangkan peralatan memasak dan
peralatan makan/minum, dipersyaratkan permukaan
harus mudah dibersihkan, tidak terbuat dari bahan
yang mengandung timah hitam, tembaga, seng,
kadmium, arsenikum, dan antimon. Sementara ruang tempat penyimpanan alat-alat terlindung
dan tidak lembab.

Di Ponpes lokasi observasi, terutama pada ruang penyimpanan bahan baku makanan / ruang
pengelolaan, kondisi ruangan sudah memenuhi syarat baik pada aspek kebersihan, pencahayaan,
serta ventilasi.

Kesimpulan dan Saran.

Berdasarkan observasi terhadap Ponpes disimpulkan bahwa dari aspek sanitasi lingkungan,
masih banyak ditemukan komponen sanitasi yang tidak memenuhi syarat, terutama pada
komponen sarana air bersih, ventilasi, pencahayaan, kelembaban, kepadatan penghuni, serta
aspek kontruksi ruang. Keadaan ini dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit berbasis
lingkungan seperti kudis, ISPA, dan diare.

Berdasarkan observasi tersebut dapat disarankan kepada fihak manajemen Ponpes untuk
memperbaiki kondisi sanitasi lingkungan Ponpes dengan menambah jumlah kamar mandi dan
jamban. Juga perlu perbaikan dalam penyediaan sumber air bersih dengan mempergunakan
sumber air bersih yang memenuhi syarat serta mengolah secara sederhana yaitu penambahan
tawas untuk menjernihkan air dan penambahan kaporit sebagai disinfektan. Untuk mendukung
lingkungan yang sehat, harus didukung dengan perilaku sehat santri. Untuk tujuan tersebut
penting dibuat peraturan dan komitmen bersama untuk mengelolanya.

Ponpes sebagai lokasi observasi diatas sebetulnya sudah cukup baik dari aspek sanitasi, karena
saya percaya masih banyak Ponpes yang jauh lebih buruk kondisi sanitasinya. Sebagaimana
disebutkan pada hasil penelitian Faktor Sanitasi Lingkungan Yang Berperan Terhadap Prevalensi
Penyakit Scabies Studi Pada Santri Di Pondok Pesantren Kabupaten Lamongan (Isa
M.,Soedjajadi K., Hari B.N).

Dengan mempergunakan besar sampel sebanyak 12 Ponpes dengan 338 orang santri yang
dihitung berdasarkan formula Lemeshow (1997), penelitian ini menghasilkan beberapa
kesimpulan yang menarik sebagai bahan referensi rekan-rekan Sanitarian petugas Promkes kita.

1. Pemeriksaan fisik kulit terhadap 338 orang santri Ponpes di Kabupaten Lamongan
menunjukkan bahwa prevalensi penyakit Scabies adalah 64,20%. Prevalensi Scabies ini
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi penyakit Scabies di neg ara sedang
berkembang yang hanya 6-27% saja (Sungkar, 1997) ataupun prevalensi penyakit
Scabies di Indonesia sebesar 4,60 -12,95% saja (Dinkes Prop Jatim, 1997). Sedangkan
prevalensi penyakit Scabies diantara para santri di Kabupaten Lamongan lebih sedikit
rendah kalau dibandingkan dengan prevalensi penyakit Scabies di sebuah Ponpes di
Jakarta yang mencapai 78,70% atau di Ponpes Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, sebesar
66,70% (Kuspriyanto, 2002).
2. Santri yang tinggal di pemondokan dengan kepadatan hunian tinggi (<8 m2 untuk 2
orang) sebanyak 245 orang mempunyai prevalensi penyakit Scabies 71,40%, sedangkan
santri yang tinggal di pemondokan dengan kepadatan hunian rendah (> 8 m2 untuk 2
orang) sebanyak 93 orang mempunyai prevalensi penyakit Scabies 45,20%. Dengan
demikian tampak peran kepadatan hunian terhadap penularan penyakit Scabies pada
santri di Ponpes Lamongan (Chi kuadrat, p <0,01).
3. Sebanyak 232 orang santri tinggal di ruangan dengan kelembaban udara yang buruk (>
90%) dengan prevalensi penyakit Scabies 67,70%, sedangkan 106 santri tinggal di
ruangan dengan kelembaban Baik (65-90%) memiliki prevalensi penyakit Scabies
56,60%. Kelembaban ruangan pemondokan kebanyakan para santri nampak kurang
memadai, sebagai akibat buruknya ventilasi, sanitasi karena berbagai barang dan baju,
handuk, sarung tidak tertata rapi, dan kepadatan hunian ruangan ikut berperan dalam
penularan penyakit Scabies (Chi kuadrat, p <0,05). Hal ini memudahkan tungau
penyebab (Sarcoptes scabiei) berpindah dari reservoir ke barang sekitarnya hingga
mencapai pejamu baru.
4. Sebagian besar santri (213 orang) mempunyai higiene perorangan yang jelek dengan
prevalensi penyakit Scabies 73,70%. Sedangkan santri dengan higiene perorangan baik
(121 orang) mempunyai prevalensi penyakit Scabies 48,00%. Tampak sekali peran
higiene perorangan dalam penularan penyakit Scabies (Chi kuadrat, p <0,01).

You might also like