You are on page 1of 15

PENGERTIAN HUKUM DAN MANFAAT HAJI, ZAKAT, WAKAF

DISUSUN OLEH:

1. IRWAN

2. ISMAIL.

3. WAWAN

GURU : AK Fitrio

M.A     : PAI

KELAS: 1 OTOMOTIF 2

SEKOLAH : SMK GANESA METRO

Zakat adalah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan
diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya) menurut
ketentuan yang telah ditetapkan oleh syarak.[1] Zakat merupakan rukun ketiga dari Rukun Islam.

Daftar isi
[sembunyikan]

 1 Etimologi
 2 Sejarah zakat
 3 Hukum zakat
 4 Jenis zakat
 5 Yang berhak menerima
 6 Yang tidak berhak menerima zakat[6]

 7 Beberapa Faedah Zakat[7]


o 7.1 Faedah Diniyah (segi agama)
o 7.2 Faedah Khuluqiyah (Segi Akhlak)
o 7.3 Faedah Ijtimaiyyah (Segi Sosial Kemasyarakatan)
 8 Hikmah Zakat
 9 Zakat dalam Al Qur'an
o 9.1 Lainnya
 10 Catatan dan referensi

Etimologi
Secara harfiah zakat berarti "tumbuh", "berkembang", "menyucikan", atau "membersihkan".
Sedangkan secara terminologi syari'ah, zakat merujuk pada aktivitas memberikan sebagian
kekayaan dalam jumlah dan perhitungan tertentu untuk orang-orang tertentu sebagaimana
ditentukan.

Sejarah zakat
Setiap muslim diwajibkan memberikan sedekah dari rezeki yang dikaruniakan Allah. Kewajiban
ini tertulis di dalam Al-Qur’an. Pada awalnya, Al-Qur’an hanya memerintahkan untuk
memberikan sedekah (pemberian yang sifatnya bebas, tidak wajib). Namun, pada kemudian hari,
umat Islam diperintahkan untuk membayar zakat. Zakat menjadi wajib hukumnya sejak tahun
662 M. Nabi Muhammad melembagakan perintah zakat ini dengan menetapkan pajak bertingkat
bagi mereka yang kaya untuk meringankan beban kehidupan mereka yang miskin.[2]. Sejak saat
ini, zakat diterapkan dalam negara-negara Islam. Hal ini menunjukan bahwa pada kemudian hari
ada pengaturan pemberian zakat, khususnya mengenai jumlah zakat tersebut.[3].

Pada zaman khalifah, zakat dikumpulkan oleh pegawai sipil dan didistribusikan kepada
kelompok tertentu dari masyarakat. Kelompok itu adalah orang miskin, janda, budak yang ingin
membeli kebebasan mereka, orang yang terlilit hutang dan tidak mampu membayar.[4]. Syari'ah
mengatur dengan lebih detail mengenai zakat dan bagaimana zakat itu harus dibayarkan.
Kejatuhan para khalifah dan negara-negara Islam menyebabkan zakat tidak dapat
diselenggarakan dengan berdasarkan hukum lagi. [5]

Hukum zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya
syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah
memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah seperti salat, haji, dan
puasa yang telah diatur secara rinci berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah. Zakat juga
merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan
perkembangan ummat manusia.

Jenis zakat
Zakat terbagi atas dua jenis yakni:

 Zakat fitrah
Zakat yang wajib dikeluarkan muslim menjelang Idul Fitri pada bulan Ramadan. Besar
zakat ini setara dengan 3,5 liter (2,5 kilogram) makanan pokok yang ada di daerah
bersangkutan.
 Zakat maal (harta)
Mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta
temuan, emas dan perak. Masing-masing jenis memiliki perhitungannya sendiri-sendiri.

Yang berhak menerima


Ada delapan pihak yang berhak menerima zakat, yakni:

1. Fakir - Mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi
kebutuhan pokok hidup.
2. Miskin - Mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
dasar untuk hidup.
3. Amil - Mereka yang mengumpulkan dan membagikan zakat.
4. Mu'allaf - Mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan barunya
5. Hamba sahaya yang ingin memerdekakan dirinya
6. Gharimin - Mereka yang berhutang untuk kebutuhan yang halal dan tidak sanggup untuk
memenuhinya
7. Fisabilillah - Mereka yang berjuang di jalan Allah (misal: dakwah, perang dsb)
8. Ibnus Sabil - Mereka yang kehabisan biaya di perjalanan.

Yang tidak berhak menerima zakat[6]


 Orang kaya. Rasulullah bersabda, "Tidak halal mengambil sedekah (zakat) bagi orang
yang kaya dan orang yang mempunyai kekuatan tenaga." (HR Bukhari).
 Hamba sahaya, karena masih mendapat nafkah atau tanggungan dari tuannya.
 Keturunan Rasulullah. Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya tidak halal bagi kami (ahlul
bait) mengambil sedekah (zakat)." (HR Muslim).
 Orang yang dalam tanggungan yang berzakat, misalnya anak dan istri.
 Orang kafir.

Beberapa Faedah Zakat[7]


Faedah Diniyah (segi agama)

1. Dengan berzakat berarti telah menjalankan salah satu dari Rukun Islam yang
mengantarkan seorang hamba kepada kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
2. Merupakan sarana bagi hamba untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Rabb-nya,
akan menambah keimanan karena keberadaannya yang memuat beberapa macam
ketaatan.
3. Pembayar zakat akan mendapatkan pahala besar yang berlipat ganda, sebagaimana
firman Allah, yang artinya: "Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah" (QS:
Al Baqarah: 276). Dalam sebuah hadits yang muttafaq "alaih Nabi Shallallaahu 'alaihi
wa Sallam" juga menjelaskan bahwa sedekah dari harta yang baik akan ditumbuhkan
kembangkan oleh Allah berlipat ganda.
4. Zakat merupakan sarana penghapus dosa, seperti yang pernah disabdakan Rasulullah
Muhammad SAW.

Faedah Khuluqiyah (Segi Akhlak)

1. Menanamkan sifat kemuliaan, rasa toleran dan kelapangan dada kepada pribadi pembayar
zakat.
2. Pembayar zakat biasanya identik dengan sifat rahmah (belas kasih) dan lembut kepada
saudaranya yang tidak punya.
3. Merupakan realita bahwa menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat baik berupa harta
maupun raga bagi kaum Muslimin akan melapangkan dada dan meluaskan jiwa. Sebab
sudah pasti ia akan menjadi orang yang dicintai dan dihormati sesuai tingkat
pengorbanannya.
4. Di dalam zakat terdapat penyucian terhadap akhlak.

Faedah Ijtimaiyyah (Segi Sosial Kemasyarakatan)

1. Zakat merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi hajat hidup para fakir miskin
yang merupakan kelompok mayoritas sebagian besar negara di dunia.
2. Memberikan dukungan kekuatan bagi kaum Muslimin dan mengangkat eksistensi
mereka. Ini bisa dilihat dalam kelompok penerima zakat, salah satunya adalah mujahidin
fi sabilillah.
3. Zakat bisa mengurangi kecemburuan sosial, dendam dan rasa dongkol yang ada dalam
dada fakir miskin. Karena masyarakat bawah biasanya jika melihat mereka yang berkelas
ekonomi tinggi menghambur-hamburkan harta untuk sesuatu yang tidak bermanfaaat bisa
tersulut rasa benci dan permusuhan mereka. Jikalau harta yang demikian melimpah itu
dimanfaatkan untuk mengentaskan kemiskinan tentu akan terjalin keharmonisan dan
cinta kasih antara si kaya dan si miskin.
4. Zakat akan memacu pertumbuhan ekonomi pelakunya dan yang jelas berkahnya akan
melimpah.
5. Membayar zakat berarti memperluas peredaran harta benda atau uang, karena ketika harta
dibelanjakan maka perputarannya akan meluas dan lebih banyak pihak yang mengambil
manfaat.

Hikmah Zakat
Hikmah dari zakat antara lain:
1. Mengurangi kesenjangan sosial antara mereka yang berada dengan mereka yang miskin.
2. Pilar amal jama'i antara mereka yang berada dengan para mujahid dan da'i yang berjuang
dan berda'wah dalam rangka meninggikan kalimat Allah SWT.
3. Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk
4. Alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang jahat.
5. Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah SWT berikan
6. Untuk pengembangan potensi ummat
7. Dukungan moral kepada orang yang baru masuk Islam
8. Menambah pendapatan negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi ummat.

Zakat dalam Al Qur'an


 QS (2:43) ("Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang
yang ruku'".)
 QS (9:35) (Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar
dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka:
"Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah
sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.")
 QS (6: 141) (Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan
delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari
buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari
memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan).

Lainnya

DEFINISI ZAKAT

Zakat menurut etimologi


Zakat menurut etimologi berarti, berkah, bersih, berkembang dan baik. Dinamakan zakat karena,
dapat mengembangkan dan menjauhkan harta yang telah diambil zakatnya dari bahaya. Menurut
Ibnu Taimiah hati dan harta orang yang membayar zakat tersebut menjadi suci dan bersih serta
berkembang secara maknawi.

Zakat menurut terminologi


Zakat menurut terminologi berarti, sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah
subhanahu wata'ala. untuk diberikan kepada para mustahik yang disebutkan dalam Al-quran.
Atau bisa juga berarti sejumlah tertentu dari harta tertentu yang diberikan untuk orang tertentu.
Lafal zakat dapat juga berarti sejumlah harta yang diambil dari harta orang yang berzakat.
Zakat dalam Alquran dan hadis kadang-kadang disebut dengan sedekah, seperti firman Allah
subhanahu wata'ala. yang berarti, "Ambillah zakat (sedekah) dari harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah buat mereka, karena doamu itu
akan menjadi ketenteraman buat mereka." (Q.S. At Taubah, 103). Dalam sebuah hadis sahih,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. ketika memberangkatkan Muaz bin Jabal ke Yaman,
beliau bersabda, "Beritahulah mereka, bahwa Allah mewajibkan membayar zakat (sedekah) dari
harta orang kaya yang akan diberikan kepada fakir miskin di kalangan mereka." (Hadis ini
diketengahkan oleh banyak perawi.

Rukun Zakat
Zakat adalah rukun ketiga dari rukun Islam yang lima yang merupakan pilar agama yang tidak
dapat berdiri tanpa pilar ini, orang yang enggan membayarnya boleh diperangi, orang yang
menolak kewajibannya dianggap kafir. Zakat ini diwajibkan pada tahun kedua hijrah.
Legitimasinya diperoleh lewat beberapa ayat dalam Alquran, antara lain firman Allah subhanahu
wata'ala. yang berarti, "Dirikanlah salat, bayarlah zakat dan rukuklah bersama orang yang
rukuk." (Q.S. Al-Baqarah, 43) Juga dalam firman Allah subhanahu wata'ala. yang berarti, "dan
orang-orang yang dalam hartanya tersedia hak tertentu buat orang yang meminta-minta dan
orang yang tidak bernasib baik." (Q.S. Al Ma'arij, 24-25)

Waktu Pembayaran Zakat


Zakat harus segera dibayar bila telah memenuhi semua syarat wajibnya, tidak boleh ditunda
apalagi telah memiliki kemampuan melaksanakannya. Jika hartanya masih berada di pihak lain
(gaib) maka pembayarannya dapat ditunda sampai harta itu sampai di tangan pemiliknya. Para
amil yang mengurus pemungutan dan penyaluran zakat juga dilarang menundanya. Jika amil
telah mengetahui orang-orang yang mustahik zakat dan dapat membagikan secara merata kepada
mereka namun tidak juga dibayar hingga harta zakat itu rusak, maka amil tersebut bertanggung
jawab menggantinya.
Kewajiban zakat tidak gugur dengan kematian pemilik harta, tetapi tetap menjadi utang yang
harus dilunasi dari harta peninggalan baik diwasiatkan ataupun tidak.
Kewajiban zakat juga tidak gugur dengan lewat masa waktunya (kedaluarsa). Jika seorang
pembayar zakat terlambat membayar zakat hartanya di akhir haul dan telah memasuki tahun baru
(haul baru), maka ketika menghitung zakat tahun kedua harus dikurangi sebesar kewajiban zakat
yang harus dibayar untuk tahun pertama dan sisanyalah yang harus dizakati pada tahun
berikutnya. Orang itu tetap berkewajiban membayar zakat tahun pertama karena dianggap utang
yang harus dilunasi.
Bila harta yang akan dizakati itu rusak setelah mencukupi haul, maka kewajiban zakat akan
gugur dengan dua syarat:
a. Harta itu rusak sebelum mampu membayar zakatnya.
b. Tidak karena kelalaian pemilik harta.
Apabila hasil pertanian atau buah-buahan rusak sebelum dipetik karena suatu sebab (hama,
musibah), maka kewajiban zakatnya gugur, kecuali jika masih tersisa kuantitas yang mencapai
nisab, dari sisa itulah harus dibayar zakat.
Wajib bagi seorang amil yang bertugas memungut dan mendistribusikan zakat untuk menjaga
harta zakat itu sebaik-baiknya, tetapi bila rusak tidak karena kelalaiannya maka ia tidak
berkewajiban menjamin (mengganti)

Cara Membayar Zakat


Kewajiban muzakki dalam membayar zakat adalah:
1. Berniat untuk membayar zakat.
2. Menghitung semua kekayaan yang wajib dizakati
3. Membayarkan zakat kepada Badan Amil Zakat
4. Meminta doa dari petugas penerima zakat di Badan Amil Zakat

Haji
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari

Untuk gelar, lihat Haji (gelar).

Untuk Surah, lihat Surah Al-Hajj.

Haji (Bahasa Arab: ‫حج‬, Hajj) adalah rukun (tiang agama) Islam yang kelima setelah syahadat,
salat, zakat dan puasa. Menunaikan ibadah haji adalah bentuk ritual tahunan yang dilaksanakan
kaum muslim sedunia yang mampu (material, fisik, dan keilmuan) dengan berkunjung dan
melaksanakan beberapa kegiatan di beberapa tempat di Arab Saudi pada suatu waktu yang
dikenal sebagai musim haji (bulan Dzulhijjah). Hal ini berbeda dengan ibadah umrah yang bisa
dilaksanakan sewaktu-waktu.

Kegiatan inti ibadah haji dimulai pada tanggal 8 Dzulhijjah ketika umat Islam bermalam di
Mina, wukuf (berdiam diri) di Padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, dan berakhir setelah
melempar jumrah (melempar batu simbolisasi setan) pada tanggal 10 Dzulhijjah. Masyarakat
Indonesia lazim juga menyebut hari raya Idul Adha sebagai Hari Raya Haji karena bersamaan
dengan perayaan ibadah haji ini.

Daftar isi
[sembunyikan]

 1 Definisi
 2 Latar belakang ibadah haji
 3 Jenis ibadah haji
 4 Kegiatan ibadah haji
 5 Lokasi utama dalam ibadah haji
o 5.1 Makkah Al Mukaromah
o 5.2 Arafah
o 5.3 Muzdalifah
o 5.4 Mina
o 5.5 Madinah
 6 Haji Arbain
 7 Tempat bersejarah
o 7.1 Jabal Nur dan Gua Hira
o 7.2 Jabal Tsur
o 7.3 Jabal Rahmah
o 7.4 Jabal Uhud
o 7.5 Makam Baqi'
o 7.6 Masjid Qiblatain
 8 Rekaman tragedi ibadah haji
 9 Trivia
 10 Referensi
 11 Lihat pula
 12 Pranala luar

[sunting] Definisi
Secara lughawi, haji berarti menyengaja atau menuju dan mengunjungi. [1] Menurut etimologi
bahasa Arab, kata haji mempunyai arti qashd, yakni tujuan, maksud, dan menyengaja. Menurut
istilah syara', haji ialah menuju ke Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan
amalan-amalan ibadah tertentu pula. Yang dimaksud dengan temat-tempat tertentu dalam
definisi diatas, selain Ka'bah dan Mas'a(tempat sa'i), juga Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Yang
dimaksud dengan waktu tertentu ialah bulan-bulan haji yang dimulai dari Syawal sampai sepuluh
hari pertama bulan Dzulhijjah. Adapun amal ibadah tertentu ialah thawaf, sa'i, wukuf, mazbit di
Muzdalifah, melontar jumrah, mabit di Mina, dan lain-lain. [2]

[sunting] Latar belakang ibadah haji


Orang-orang Arab pada zaman jahiliah telah mengenal ibadah haji ini yang mereka warisi dari
nenek moyang terdahulu dengan melakukan perubahan disana-sini. Akan tetapi, bentuk umum
pelaksanaannya masih tetap ada, seperti thawaf, sa'i, wukuf, dan melontar jumrah. Hanya saja
pelaksanaannya banyak yang tidak sesuai lagi dengan syariat yang sebenarnya. Untuk itu, Islam
datang dan memperbaiki segi-segi yang salah dan tetap menjalankan apa-apa yang telah sesuai
dengan petunjuk syara' (syariat), sebagaimana yang diatur dalam al-Qur'an dan sunnah rasul. [2]
Latar belakang ibadah haji ini juga didasarkan pada ibadah serupa yang dilaksanakan oleh nabi-
nabi dalam agama Islam, terutama nabi Ibrahim (nabinya agama Tauhid). Ritual thawaf
didasarkan pada ibadah serupa yang dilaksanakan oleh umat-umat sebelum nabi Ibarahim. Ritual
sa'i, yakni berlari antara bukit Shafa dan Marwah (daerah agak tinggi di sekitar Ka'bah yang
sudah menjadi satu kesatuan Masjid Al Haram, Makkah), juga didasarkan untuk mengenang
ritual istri kedua nabi Ibrahim ketika mencari susu untuk anaknya nabi Ismail. Sementara wukuf
di Arafah adalah ritual untuk mengenang tempat bertemunya nabi Adam dan Siti Hawa di muka
bumi, yaitu asal mula dari kelahiran seluruh umat manusia.

[sunting] Jenis ibadah haji


Setiap jamaah bebas untuk memilih jenis ibadah haji yang ingin dilaksanakannya. Rasulullah
SAW memberi kebebasan dalam hal itu, sebagaimana terlihat dalam hadis berikut.
Aisyah RA berkata: Kami berangkat beribadah bersama Rasulullah SAW dalam tahun
hajjatul wada. Diantara kami ada yang berihram, untuk haji dan umrah dan ada pula
yang berihram untuk haji. Orang yang berihram untuk umrah ber-tahallul ketika telah
berada di Baitullah. Sedang orang yang berihram untuk haji jika ia mengumpulkan haji
dan umrah. Maka ia tidak melakukan tahallul sampai dengan selesai dari nahar.[3][1]

Berikut adalah jenis dan pengertian haji yang dimaksud.[1]

 Haji ifrad, berarti menyendiri. Pelaksanaan ibadah haji disebut ifrad bila sesorang
bermaksud menyendirikan, baik menyendirikan haji maupun menyendirikan umrah.
Dalam hal ini, yang didahulukan adalah ibadah haji. Artinya, ketika mengenakan pakaian
ihram di miqat-nya, orang tersebut berniat melaksanakan ibadah haji dahulu. Apabila
ibadah haji sudah selesai, maka orang tersebut mengenakan ihram kembali untuk
melaksanakan umrah.
 Haji tamattu', mempunyai arti bersenang-senang atau bersantai-santai dengan melakukan
umrah terlebih dahulu di bulan-bulah haji, lain bertahallul. Kemudian mengenakan
pakaian ihram lagi untuk melaksanakan ibadah haji, ditahun yang sama. Tamattu' dapat
juga berarti melaksanakan ibadah di dalam bulan-bulan serta di dalam tahun yang sama,
tanpa terlebih dahulu pulang ke negeri asal.
 Haji qiran, mengandung arti menggabungkan, menyatukan atau menyekaliguskan. Yang
dimaksud disini adalah menyatukan atau menyekaliguskan berihram untuk melaksanakan
ibadah haji dan umrah. Haji qiran dilakukan dengan tetap berpakaian ihram sejak miqat
makani dan melaksanakan semua rukun dan wajib haji sampai selesai, meskipun
mungkin akan memakan waktu lama. Menurut Abu Hanifah, melaksanakan haji qiran,
berarti melakukan dua thawaf dan dua sa'i.

[sunting] Kegiatan ibadah haji


Seorang haji di masa Hindia Belanda (litografi berdasarkan gambar oleh Auguste van Pers,
1854)

Berikut adalah kegiatan utama dalam ibadah haji berdasarkan urutan waktu:

 Sebelum 8 Dzulhijjah, umat Islam dari seluruh dunia mulai berbondong untuk
melaksanakan Tawaf Haji di Masjid Al Haram, Makkah.
 8 Dzulhijjah, jamaah haji bermalam di Mina. Pada pagi 8 Dzulhijjah, semua umat Islam
memakai pakaian Ihram (dua lembar kain tanpa jahitan sebagai pakaian haji), kemudian
berniat haji, dan membaca bacaan Talbiyah. Jamaah kemudian berangkat menuju Mina,
sehingga malam harinya semua jamaah haji harus bermalam di Mina.
 9 Dzulhijjah, pagi harinya semua jamaah haji pergi ke Arafah. Kemudian jamaah
melaksanakan ibadah Wukuf, yaitu berdiam diri dan berdoa di padang luas ini hingga
Maghrib datang. Ketika malam datang, jamaah segera menuju dan bermalam Muzdalifah.
 10 Dzulhijjah, setelah pagi di Muzdalifah, jamaah segera menuju Mina untuk
melaksanakan ibadah Jumrah Aqabah, yaitu melempar batu sebanyak tujuh kali ke tugu
pertama sebagai simbolisasi mengusir setan. Setelah mencukur rambut atau sebagian
rambut, jamaah bisa Tawaf Haji (menyelesaikan Haji), atau bermalam di Mina dan
melaksanakan jumrah sambungan (Ula dan Wustha).
 11 Dzulhijjah, melempar jumrah sambungan (Ula) di tugu pertama, tugu kedua, dan tugu
ketiga.
 12 Dzulhijjah, melempar jumrah sambungan (Ula) di tugu pertama, tugu kedua, dan tugu
ketiga.
 Sebelum pulang ke negara masing-masing, jamaah melaksanakan Thawaf Wada' (thawaf
perpisahan).

[sunting] Lokasi utama dalam ibadah haji


[sunting] Makkah Al Mukaromah

Di kota inilah berdiri pusat ibadah umat Islam sedunia, Ka'bah, yang berada di pusat Masjidil
Haram. Dalam ritual haji, Makkah menjadi tempat pembuka dan penutup ibadah ini ketika
jamaah diwajibkan melaksanakan niat dan thawaf haji.

[sunting] Arafah

Kota di sebelah timur Makkah ini juga dikenal sebagai tempat pusatnya haji, yiatu tempat wukuf
dilaksanakan, yakni pada tanggal 9 Dzulhijjah tiap tahunnya. Daerah berbentuk padang luas ini
adalah tempat berkumpulnya sekitar dua juta jamaah haji dari seluruh dunia. Di luar musim haji,
daerah ini tidak dipakai.

[sunting] Muzdalifah

Tempat di dekat Mina dan Arafah, dikenal sebagai tempat jamaah haji melakukan Mabit
(Bermalam) dan mengumpulkan bebatuan untuk melaksanakan ibadah jumrah di Mina.
Rute yang dilalui oleh jamaah dalam ibadah haji

[sunting] Mina

Tempat berdirinya tugu jumrah, yaitu tempat pelaksanaan kegiatan melontarkan batu ke tugu
jumrah sebagai simbolisasi tindakan nabi Ibrahim ketika mengusir setan. Dimasing-maising
tempat itu berdiri tugu yang digunakan untuk pelaksanaan: Jumrah Aqabah, Jumrah Ula, dan
Jumrah Wustha. Di tempat ini jamaah juga diwajibkan untuk menginap satu malam.

[sunting] Madinah

Adalah kota suci kedua umat Islam. Di tempat inilah panutan umat Islam, Nabi Muhammad
SAW dimakamkan di Masjid Nabawi. Tempat ini sebenarnya tidak masuk ke dalam ritual ibadah
haji, namun jamaah haji dari seluruh dunia biasanya menyempatkan diri berkunjung ke kota yang
letaknya kurang lebih 330 km (450 km melalui transportasi darat) utara Makkah ini untuk
berziarah dan melaksanakan salat di masjidnya Nabi. Lihat foto-foto keadaan dan kegiatan dalam
masjid ini.

[sunting] Haji Arbain


Haji Arbain (bahasa Arab: ‫ اربعين‬arba'in, artinya "empat puluh") adalah ibadah haji yang disertai
dengan shalat fardhu sebanyak 40 kali di Masjid An-Nabawi Madinah tanpa terputus. Ibadah ini
seringkali dikerjakan oleh jamaah haji dari Indonesia. Dalam pelaksanaannya, mereka setidak-
tidaknya tinggal di Madinah saat haji selama 8 atau 9 hari, dan dengan perhitungan sehari akan
shalat wajib sebanyak 5 kali dan selama 8 atau 9 hari maka akan tercukupi jumlah 40 kali shalat
wajib tanpa terputus.

[sunting] Tempat bersejarah


Berikut ini adalah tempat-tempat bersejarah, yang meskipun bukan rukun haji, namum biasa
dikunjungi oleh para jemaah haji atau peziarah lainnya[4]:

[sunting] Jabal Nur dan Gua Hira


Jabal Nur terletak kurang lebih 6 km di sebelah utara Masjidil Haram. Di puncaknya terdapat
sebuah gua yang dikenal dengan nama Gua Hira. Di gua inilah Nabi Muhammad saw menerima
wahyu yang pertama, yaitu surat Al-'Alaq ayat 1-5.

[sunting] Jabal Tsur

Jabal Tsur terletak kurang lebih 6 km di sebelah selatan Masjidil Haram. Untuk mencapai Gua
Tsur ini memerlukan perjalanan mendaki selama 1.5 jam. Di gunung inilah Nabi Muhammad
saw dan Abu Bakar As-Siddiq bersembunyi dari kepungan orang Quraisy ketika hendak hijrah
ke Madinah.

Bagian dari serial dalam keyakinan Islam:

Aqidah
 

Rukun Islam (Sunni)


Syahādah - Pernyataan keyakinan
Ṣalāt - Sembahyang
Zakāh - Membayar sedekah wajib
Ṣaum - Berpuasa selama bulan Ramadan
Haji - Melakukan serangkaian ibadah di
Mekkah
Rukun Iman (Sunni)
Allāh - Tawhīd
Malaikat - Keberadaan dan tugasnya
Kitab Allāh - Shuhuf dan kitab
Nabi dan Rasul - Syariat agama
Hari Akhir - Hari Pembalasan
Qada dan Qadar - Ketentuan dan takdir
Lainnya
Eskatologi Islam.

Kotak ini: lihat • bicara • sunting

[sunting] Jabal Rahmah

Yaitu tempat bertemunya Nabi Adam as dan Hawa setelah keduanya terpisah saat turun dari
surga. Peristiwa pentingnya adalah tempat turunnya wahyu yang terakhir pada Nabi Muhammad
saw, yaitu surat Al-Maidah ayat 3.

[sunting] Jabal Uhud


Letaknya kurang lebih 5 km dari pusat kota Madinah. Di bukit inilah terjadi perang dahsyat
antara kaum muslimin melawan kaum musyrikin Mekah. Dalam pertempuran tersebut gugur 70
orang syuhada di antaranya Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Nabi Muhammad saw.
Kecintaan Rasulullah saw pada para syuhada Uhud, membuat beliau selalu menziarahinya
hampir setiap tahun. Untuk itu, Jabal Uhud menjadi salah satu tempat penting untuk diziarahi.

[sunting] Makam Baqi'

Baqi' adalah tanah kuburan untuk penduduk sejak zaman jahiliyah sampai sekarang. Jamaah haji
yang meninggal di Madinah dimakamkan di Baqi', letaknya di sebelah timur dari Masjid
Nabawi. Di sinilah makam Utsman bin Affan ra, para istri Nabi, putra dan putrinya, dan para
sahabat dimakamkan. Ada banyak perbedaan makam seperti di tanah suci ini dengan makam
yang ada di Indonesia, terutama dalam hal peletakan batu nisan.

[sunting] Masjid Qiblatain

Pada masa permulaan Islam, kaum muslimin melakukan salat dengan menghadap kiblat ke arah
Baitul Maqdis di Yerusalem, Palestina. Pada tahun ke-2 H bulan Rajab pada saat Nabi
Muhammad saw melakukan salat Zuhur di masjid ini, tiba-tiba turun wahyu surat Al-Baqarah
ayat 144 yang memerintahkan agar kiblat salat diubah ke arah Kabah Masjidil Haram, Mekah.
Dengan terjadinya peristiwa tersebut maka akhirnya masjid ini diberi nama Masjid Qiblatain
yang berarti masjid berkiblat dua.

[sunting]

Secara etimologi, wakaf berasal dari perkataan Arab “Waqf” yang berarti “al-Habs”. Ia
merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang pada dasarnya berarti menahan,
berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan
yang lain, ia berarti pembekuan hak milik untuk faedah tertentu (Ibnu Manzhur: 9/359).

Sebagai satu istilah dalam syariah Islam, wakaf diartikan sebagai penahanan hak milik atas
materi benda (al-‘ain) untuk tujuan menyedekahkan manfaat atau faedahnya (al-manfa‘ah) (al-
Jurjani: 328). Sedangkan dalam buku-buku fiqh, para ulama berbeda pendapat dalam memberi
pengertian wakaf. Perbedaan tersebut membawa akibat yang berbeda pada hukum yang
ditimbulkan. Definisi wakaf menurut ahli fiqh adalah sebagai berikut.

Pertama, Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda (al-‘ain) milik Wakif
dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan untuk
tujuan kebajikan (Ibnu al-Humam: 6/203). Definisi wakaf tersebut menjelaskan bahawa
kedudukan harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti di tangan Wakif itu sendiri. Dengan
artian, Wakif masih menjadi pemilik harta yang diwakafkannya, manakala perwakafan hanya
terjadi ke atas manfaat harta tersebut, bukan termasuk asset hartanya.

Kedua, Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta yang dimiliki
(walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada orang yang berhak dengan
satu akad (shighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan Wakif (al-Dasuqi:
2/187). Definisi wakaf tersebut hanya menentukan pemberian wakaf kepada orang atau tempat
yang berhak saja.

Ketiga, Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa memberi manfaat serta
kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh
Wakif untuk diserahkan kepada Nazhir yang dibolehkan oleh syariah (al-Syarbini: 2/376).
Golongan ini mensyaratkan harta yang diwakafkan harus harta yang kekal materi bendanya
(al-‘ain) dengan artian harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta dapat diambil
manfaatnya secara berterusan (al-Syairazi: 1/575).

Keempat, Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang sederhana, yaitu menahan asal
harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan (Ibnu Qudamah: 6/185). Itu menurut
para ulama ahli fiqih. Bagaimana menurut undang-undang di Indonesia? Dalam Undang-undang
nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan dengan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan
dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk
jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syariah.

Dari beberapa definisi wakaf tersebut, dapat disimpulkan bahwa wakaf bertujuan untuk
memberikan manfaat atau faedah harta yang diwakafkan kepada orang yang berhak dan
dipergunakan sesuai dengan ajaran syariah Islam. Hal ini sesuai dengan fungsi wakaf yang
disebutkan pasal 5 UU no. 41 tahun 2004 yang menyatakan wakaf berfungsi untuk mewujudkan
potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk
memajukan kesejahteraan umum.

Rukun Wakaf

Rukun Wakaf Ada empat rukun yang mesti dipenuhi dalam berwakaf. Pertama, orang yang
berwakaf (al-waqif). Kedua, benda yang diwakafkan (al-mauquf). Ketiga, orang yang menerima
manfaat wakaf (al-mauquf ‘alaihi). Keempat, lafadz atau ikrar wakaf (sighah).

Syarat-Syarat Wakaf

1. Syarat-syarat orang yang berwakaf (al-waqif)Syarat-syarat al-waqif ada empat, pertama


orang yang berwakaf ini mestilah memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka
untuk mewakafkan harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki. Kedua dia mestilah orang
yang berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk.
Ketiga dia mestilah baligh. Dan keempat dia mestilah orang yang mampu bertindak
secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang yang sedang muflis dan orang
lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.
2. Syarat-syarat harta yang diwakafkan (al-mauquf)Harta yang diwakafkan itu tidak sah
dipindahmilikkan, kecuali apabila ia memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan
oleh ah; pertama barang yang diwakafkan itu mestilah barang yang berharga Kedua, harta
yang diwakafkan itu mestilah diketahui kadarnya. Jadi apabila harta itu tidak diketahui
jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak sah. Ketiga, harta yang
diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif). Keempat, harta itu
mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga
dengan istilah (ghaira shai’).
3. Syarat-syarat orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf alaih) Dari segi
klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua macam, pertama tertentu
(mu’ayyan) dan tidak tertentu (ghaira mu’ayyan). Yang dimasudkan dengan tertentu
ialah, jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang atau satu
kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah. Sedangkan yang tidak tentu
maksudnya tempat berwakaf itu tidak ditentukan secara terperinci, umpamanya seseorang
sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat ibadah, dll. Persyaratan bagi orang yang
menerima wakaf tertentu i

You might also like