Professional Documents
Culture Documents
2. Fase operasi kongkrit, pada taraf ke-2 ini operasi itu “internalized”,
artinya dalam menghadapi suatu masalah ia tidak perlu memecahkannya dengan
percobaan dan perbuatan yang nyata; ia telah dapat melakukannya dalam pikirannya.
Namun pada taraf operai kongkrit ini ia hanya dapat memecahkan masalah yang
langsung dihadapinya secara nyata. Ia belum mampu memecahkan masalah yang
tidak dihadapinya secara nyata atau kongkrit atau yang belum pernah dialami
sebelumnya.
3. Fase operasi formal, pada taraf ini anak itu telah sanggup beroperasi
berdasarkan kemungkinan hipotesis dan tidak lagi dibatasi oleh apa yang berlangsung
dihadapinya sebelumnya.
b. Tahap-tahap dalam proses belajar mengajar
Menurut Bruner, dalam prosses belajar siswa menempuh tiga tahap, yaitu:
1. Tahap informasi (tahap penerimaan materi)
Dalam tahap ini, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan
mengenai materi yang sedang dipelajari.
2. Tahap transformasi (tahap pengubahan materi)
Dalam tahap ini, informasi yang telah diperoleh itu dianalisis, diubah atau
ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrakatau konseptual.
3. Tahap evaluasi
Dalam tahap evaluasi, seorang siswa menilai sendiri sampai sejauh mana informasi
yang telah ditransformasikan tadi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau
masalah yang dihadapi.
c. Kurikulum spiral
J. S. Bruner dalam belajar matematika menekankan pendekatan dengan bentuk spiral.
Pendekatan spiral dalam belajar mengajar matematika adalah menanamkan konsep
dan dimulai dengan benda kongkrit secara intuitif, kemudian pada tahap-tahap yang
lebih tinggi (sesuai dengan kemampuan siswa) konsep ini diajarkan dalam bentuk
yang abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih umum dipakai dalam
matematika. Penggunaan konsep Bruner dimulai dari cara intuitif keanalisis dari
eksplorasi kepenguasaan. Misalnya, jika ingin menunjukkan angka 3 (tiga) supaya
menunjukkan sebuah himpunan dengan tiga anggotanya.
B. Alat-Alat Mengajar
Jerome Bruner membagi alat instruksional dalam 4 macam menurut fungsinya.
a. alat untuk menyampaikan pengalaman “vicarious”. Yaitu menyajikan bahan-
bahan kepada murid-murid yang sedianya tidak dapat mereka peroleh dengan
pengalaman langsung yang lazim di sekolah. Ini dapat dilakukan melalui film, TV,
rekaman suara dll.
b. Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip suatu
gejala, misalnya model molekul atau alat pernafasan, tetapi juga eksperimen atau
demonstrasi, juga program yang memberikan langkah-langkah untuk memahami
suatu prinsip atau struktur pokok.
c. Alat dramatisasi, yakni yang mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa atau
tokoh, film tentang alam yang memperlihatkan perjuangan untuk hidup, untuk
memberi pengertian tentang suatu ide atau gejala.
d. Alat automatisasi seperti “teaching machine” atau pelajaran berprograma, yang
menyajikan suatu masalah dalam urutan yang teratur dan memberi ballikan atau
feedback tentang responds murid.
Dalam teori mengajar menurut Ausubel ini sering juga disebutkan bahwa mengajar
adalah memberikan bahan verbal yang bermakna bagi siswa.
Inti utama dalam mengajar ialah mengindentifikasi apa yang telah diketahui siswa
dan menerangkan apa yang perlu diketahuinya lebih lanjut serta bagaimana
menstrukturkannya sehingga apa yang dipelajarinya tersebut mudah untuk dipahami
sebagai sesuatu kebulatan pengetahuan yang utuh.
Berupa bahan atau materi pelajaran lain akan tetapi sangat mendukung dan berkaitan
dengan materi yang akan atau sedang diajarkan, sehingga guru dituntut untuk tahu
dan dapat mempelajari bahan-bahan lain yang berkaitan dengan materi yang
disaksikan. Seperti jika seorang guru menerangkan gerhana materi total maka bahan
pengaitannya adalah perdasaran planet.
1. Belajar bermakna
Mempelajari bahan pelajaran dengan berusaha menghayati makna logis
makna psikologis dari materi yang disajikan.
• Makna logis, yaitu makna yang terdapat dalam kamus atau dengan perkataan lain
adalh makna yang tidak terbantahkebenarannya.
• Makna psikologis, yaitu makna menurut persepsi seseorang terhadap yang
diterimanya, sehingga bisa saja makna psikologis ini akan berbeda-beda masing-
masing orang.
Sembilan peristiwa belajar Gagne dalam bukunya yang berjudul ”The Conditions of
Learning” (1965), Gagne mengidentifikasikan mengenai kondisi mental seseorang
agar siap untuk belajar. Ia mengemukakan apa yang dinamakan dengan ”nine events
of nstruction” atau sembilan langkah/peristiwa belajar. Sembilan langkah/ peristiwa
ini merupakan tahapan-tahapan yang berurutan di dalam sebuah proses pembelajaran.
Tujuannya adalah memberikan kondisi yang sedemikian rupa, sehingga proses
pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien. Agar kesembilan
langkah/peristiwa itu berarti dan memberi makna yang dalam bagi siswa, maka guru
harus melakukan apa yang memang harus dilakukan. Dengan kata lain menyediakan
suatu pengalaman belajar atau apapun namanya agar kondisi mental siswa itu terus
terjaga untuk kepentingan proses pembelajaran. Apa yang dikemukan oleh Gagne itu
akan berarti jika kita (guru) mampu menyediakan sesuatu (materi, sumber belajar,
pengalaman belajar, aktivitas, dll.) yang memang dibutuhkan. Tabel berikut ini
memperjelas bagaimana kesembilan peristiwa belajar dan pembelajaran itu menjadi
berarti karena proses mental yang seharusnya ada pada diri siswa telah difasilitasi
oleh guru dengan angkah/tindakan kongrit.