You are on page 1of 4

PEMBAHASAN II

Pengertian Ijtihad dan Ruang Lingkupnya


Secara etimologi, kata ijtihad terbentuk dari kata dasar “jahada” yang berarti
seseorang telah mencurahkan segala kemampuannya untuk memperoleh hakikat
sesuatu. Sedangkan menurut istilah dalam ilmu fiqih, ijtihad berarti mengarahkan
tenaga dan fikiran dengan sungguh-sungguh untuk menyelidiki dan mengeluarkan
(mengistimbatkan) hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an dan hadits
dengan syarat-syarat tertentu.
 Sebagian ulama mendefinisikan ijtihad dalam pengertian umum, bahwa ijtihad
adalah menghasilkan (memaksimalkan) kesungguhannya dalam mencari
sesuatu yang ingin dicapai, sehingga dapat diharapkan tercapainya atau diyakini
sampai kepada tujuannya.
 Menurut praktek sahabat, ijtihad adalah penelitian dan pemikiran untuk
mendapatkan sesuatu yang terdekat dengan kitab Allah Swt. dan sunnah
Rasulullah Saw., baik melalui suatu nasakh yang disebut qiyas maupun melalui
suatu maksud dan tujuan umum.
 Menurut mayoritas ulama, ushul ijtihad adalah pengerahan segenap
kesanggupan seorang fuqaha atau mujtahid untuk memperoleh pengertian
ijtihad dhann (pendugaan kuat) mengenai hukum syara’.

Dari definisi ijtihad secara terminologi di atas mengandung pengertian bahwa


mujtahid mengerahkan kemampuannya. Artinya mencurahkan kemampuan
seoptimal mungkin sehingga ia merasakan bahwa dirinya tidak sanggup lagi
melebihi dari tingkat itu.
Adapun syarat-syarat menjadi mujtahid adalah:

a. Memahami al-Qur’an dan asbab an-nuzulnya serta ayat-ayat nasikh dan


mansukh.
b. Memahami hadits dan sebab-sebab wurudnya serta memahami hadits nasikh dan
mansukh.
c. Mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang bahasa Arab.
d. Mengetahui tempat-tempat ijtihad.
e. Mengetahui ushul fiqih.
f. Memahami masyarakat dan adat istiadat dan bersifat adil dan taqwa.
Ijtihad Sebagai Sumber Dinamika dan Pembentukan Budaya Islam
Ijtihad perlu dilakukan oleh umat Islam dalam perjuangannya untuk mencapai
suatu tujuan kebaikan dan kebenaran, mengingat pentingnya ijtihad sebagai sarana
mengelola dinamika masyarakat.
Berikut ini adalah penjelasan tentang Allah Swt. menurunkan AL-Qur’an
sebagai petunjuk kehidupan bagi orang-orang yang bertaqwa (QS. Al-Baqarah: 2),
kemudian Allah Swt. memfungsikan rasul-Nya Muhammad Saw., selain untuk
membaca Al-Qur’an juga menuangkan pengertiannya yang memberikan contoh
pengalamannya di dalam kehidupan sehari-hari. Yang beliau katakan dan
contohkan dengan petunjuk Allah itu disebut As-Sunnah dan Al-Hadits. Dua
petunjuk telah diturunkan penjabaran yang lebih rinci dalam Al-Qur’an dan Al-
Hadits. Sebenarnya Ijtihad ini dilakukan dalam segala bidang, tetapi kemudian
orang lebih banyak menyoroti ijtihad di bidang fiqih atau hukum Islam.
Tradisi ijtihad terus berkembang, dan mengalami masa keemasannya pada
abad ke-2 sampai abad ke-4 H. Yang paling banyak dilakukan pada masa tersebut
muncullah nama-nama mujtahid besar, yang kemudian dikenal dengan iman-imam
madzhab seperti imam hanafi, imam syafi’i, imam hambali dan lain-lain.
Aktifitas ijtihad di satu pihak mengembangkan ilmu pengetahuan yang luas
dan membuka ruang bagi dinamika masyarakat yang sepi, tetapi dipihak lain ijtihad
itu menimbulkan perbedaan pendapat yang tajam.
Maka sesudah abad ke-4 H munculah wacana untuk menutup ijtihad dengan
anggapan bahwa hasil-hasil kajian ilmu yang dilakukan sampai masa itu sudah
cukup untuk menjawab berbagai masalah yang timbul kemudian. Apalagi pada
masa itu tidak ada lagi mujahid besar selain keempat imam yang mampu menjadi
lokomotif untuk menggerakkan gerbang pembawa gerakan ijtihad. Ada ulama
terkemuka yaitu Ibnu Taimiyah (611-728 H) yang mendobrak kebekuan dengan
suaranya yang keras untuk membuka kembali pintu ijtihad.
Seruan ini kemudian didukung penuh oleh ulama-ulama yang hadir sesudah
beliau, seperti Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1787 M), Jamaluddin Al-
Afghani (1838-1897 M), Muhammad Abduh (1849-1905 M), dan lain-lain. Pada
hakikatnya ijtihad memang tidak dapat dihambat dan dihalangi. Menutup pintu
ijtihad berarti menghentikan dinamika dan kreatifitas yang merupakan ciri
kemajuan.
Salah satu wujud pengaruh Islam yang secara budaya lebih sistematik adalah
pesantren. Fenomena pesantren sesungguhnya telah berkembang sebelum Islam
masuk. Pesantren pada saat itu menjadi tempat pendidikan dan pengajaran agama
Hindu. Setelah Islam masuk, materi dan proses pendidikan di pesantren diambil
alih oleh Islam.
Pesantren pada dasarnya sebuah asrama pendidikan Islam tradisional. Siswa
tinggal bersama dan belajar ilmu-ilmu keagamaan yang di bawah bimbingan
seorang guru yang dikenal dengan sebutan kyai. Dengan kata lain, pesantren dapat
diidentifikasikan dengan adanya lima elemen pokok yaitu: pondok, masjid, santri,
kyai dan kitab-kitab klasik. Melalui pesantren ini, budaya Islam berkembang dan
beradaptasi terhadap budaya lokal yang berkembang disekitarnya.
Kedudukan Ijtihad sebagai Sumber Hukum Islam
Ijtihad di kalangan ulama Islam merupakan salah satu metode istimbat atau
penggalian sumber hukum syara’ melalui pengarahan seluruh kemampuan dan
kekuatan nalar dalam memahami nash-nash syar’i atas sesuatu peristiwa yang
dihadapi dan belum tercantum atau belum ditentukan oleh hukumnya.
Adapun hukum melakukan ijtihad antara lain:
 Orang tersebut dihukumi fardhu ‘ain untuk berijtihad apabila ada permasalahan
yang menimpa dirinya.
 Juga dihukumi fardhu ‘ain ketika ditanya tentang suatu permasalahan yang
belum ada hukumnya.

 Dihukumi fardhu kifayah jika permasalahan yang diajukan kepadanya tidak


dikhawatirkan akan habis waktunya.
 Dihukumi sunnah apabila berijtihad terhadap permasalahan yang baru, baik
ditanya maupun tidak.

 Dihukumi haram apabila berijtihad terhadap permasalah yang sudah ditetapkan


secara qath’i sehingga hasil ijtihad itu bertentangan dengan dalil syara’.

You might also like