You are on page 1of 5

ANTROPOLOGI: METODE DAN POKOK SOAL DALAM PENYUSUNAN TEORI

Pada bab ini, Kaplan dan Manners menyatakan bahwa Antropologi adalah ilmu
yang sangat luas lingkup jangkauannya. Bidang antropologi meliputi budaya manusia di
segala waktu dan tempat. Antropologi menjelajahi masalah-masalah yang meliputi
kekerabatan dan organisasi social, politik, teknologi, ekonomi, agama, bahasa,
kesenian, dan mitologi. Antropologi adalah ilmu pengetahuan yang membahas sifat
hakikat manusia dari sisi biologis dan sisi kultural.

Sejak munculnya antropologi sebagai suatu bidang pengetahuan sistematis pada


akhir abad ke-19, pokok-pokok soal yang diperhatikan antropolog dapat diringkas
menjadi dua pertanyaan besar: (1) Bagaimanakah bekerjanya berbagai system budaya
yang berbeda-beda?, dan (2) Bagaimanakah system-sistem budaya yang beraneka
ragam itu manjadi seperti keadaannya kini? Kita perhatikan bahwa pertanyaan itu
mengenai perbedaan antara budaya-budaya. Andaikata semua budaya sama, identik,
mungkin disiplin antropologi tidak perlu ada, namun bukan berarti bahwa antropologi
tidak memperhatikan kesamaan antar budaya.

Di dalam antropologi, semua manusia berasal dari satu jenis, yaitu homo
sapiens. Dalam beberapa hal, memang ada kesamaan yang terdapat pada diri manusia
satu sama lain, dari manapun ia berasal. Kesamaan kebudayaan dapat dipandang
sebagai akibat dari “kesatuan” psikobiologis manusia. Akan tetapi, ada kesamaan lain
yang tidak terjelaskan dengan “kesatuan” tersebut.

Masalah utama dalam antropologi ialah menjelaskan kesamaan dan perbedaan


budaya, pemeliharaan budaya maupun perubahannya dari masa ke masa. Perubahan
dapat diamati dengan latar belakang stabilitas pemeliharaan budaya. Sebaliknya,
stabilitas pun hanya dapat dipahami dengan latar belakang perubahan. Seandainya
budaya-budaya tidak saling berbeda dan berubah-ubah, maka tudak akan muncul
masalah mengenai mekanisme stabilitas dan mekanisme perubahan.

Antropologi berupaya untuk menghasilkan pengetahuan yang handal dan


terbuka. Untuk umum, mengenai bahan kajiannya. Hasil menonjol yang telah dicapai
antropologi sejauh ini adalah kepustakaan yang melimpah dan beragam yang
menggambarkan cara hidup masyarakat-masyarakat manusia yang mencakup lingkup
yang sangat luas, baik pada masa lalu maupun sekarang.

ORIENTASI TEORITIK
Dalam Bab ini Kaplan dan Manners mencoba untuk membahas empat
‘pendekatan’ atau orientasi teoritik, yaitu evolusionisme, fungsionalisme, sejarah, dan
ekologi budaya. Keempat pendekatan ini dianggap memberi ciri utama pada masa awal
pertumbuhan antropologi sebagai suatu bidang studi sendiri. Di sini kedua penulis ini
menyebutnya sebagai ‘orientasi teoritik’, bukan metodologi atau teori. Dalam ilmu-ilmu
sosial, metodologi menyangkut lebih dari sekedar prosedur formal untuk mengkaji
sesuatu.

Selama abad ke-19 sebagian besar bidang-bidang telaah sosial didominasi oleh
orientasi evolusioner dan orientasi perkembangan. Tokoh-tokoh seperti Edward B.
Taylor, Lewis henry Morgan dan Sir Henry adalah yang berpandangan evolusioner.
Menjelang abad ke-20 terjadi penolakan pandangan evolusioner ini. Data-data yang
digunakan para tokoh yang menganut pandangan ini dianggap tidak tepat, karena pada
saat pengumpulannya, mereka tidak terjun langsung ke lapangan, melainkan hanya
melalui “spekulasi dari belakang meja”.

Setelah pandangan evolusionisme dianggap tidak relevan untuk mengkaji


fenomena-fenomena secara antropologis, muncullah pandangan baru yang disebut
dengan fungsionalisme. Fungsionalisme mengumpamakan sistem sosial-budaya
sebagai semacam organisme, Fungsionalisme memiliki kaidah yang mendasar bagi
suatu antropologi yang berorientasi pada teori, yaitu bagaimana perkaitan antara
institusi-institusi atau struktur-struktur suatu masyarakat sehingga membentuk suatu
sistem yang bulat.

TIPE-TIPE TEORI BUDAYA


Tujuan antropolog ialah memberikan penjelasan dan merumuskan teori, akan
tetapi ternyata bahwa tiap orientasi tersebut secara logis mengandung orientasi-
orientasi lainnya, dan bahwa semuanya cenderung menuju pada satu titik temu ketika
diterapkan pada seperangkat persoalan yang sama. Walaupun orientasi teoritik
merupakan hal yang perlu untuk menciptakan teori, orientasi teoritik sendiri bukanlah
teori.
Selama ini, hasil yang tercapai oleh antropologi adalah menunjukkan hubungan
tertentu yang signifikan antara lembaga-lembaga dan variabel-variebel kelembagaan.
Penyusunan teori antropologi adalah soal mana yang diberi penekanan. Suatu teori atau
penjelasan yang menekankan signifikansi dari suatu subsistem cenderung mengacu
pada dampak kontributif dari subsistem lainnya. Subsistem yang dimaksud adalah
seperangkat variabel atau aspek perilaku yang terlembagakan dan secara analitis dapat
dipilahkan, untuk memberikan penjelasan mengenai cara masyarakat memelihara
dirinya sendiri dan juga melaksanakan perubahan. Subsistem-subsistem tersebut yaitu
ideologi, kepribadian, struktur sosial dan teknoekonomi.

Istilah ideologi mengacu kepada kawasan ideasional dalam suatu budaya.


Dengan demikian dalam hal ini, istilah ideologi meliputi nilai, norma, falsafah, dan
kepercayaan religius, sentimen, kaidah etis, pengetahuan atau wawasan tentang dunia,
etos, dan semacamnya. Kepribadian (kadang disebut ‘budaya dan kepribadian’,
‘kepribadian dalam budaya’, ‘antropologi psikologi, dll) juga merupakan bidang yang
amat luas dan rumit. Struktur sosial mengacu pada hubungan antar bagian yang kurang-
lebih tetap bertahan. Kata teknoekonomi tidak hanya mengacu pada mesin dan alat
yang digunakan budaya tertentu, melainkan juga cara benda-benda itu diorganisasikan
dalam penggunaannya, dan bahkan juga pengetahuan ilmiah yang memungkinkan
hadirnya benda-benda itu.setiap komponen teknologi (teknoekonomi) itu penting; tetapi
dalam keadaan kultural dan historis tertentu, seperangkat faktor (misalnya: alat-alat)
mungkin lebih menentukan daripada faktor-faktor lainnya. Penetapan akhir apakah
suatu budaya “memutuskan” untuk membiarkan “teknologi” memegang kendali atau
“memutuskan” untuk mengendalikan “teknologi” demi perbaikan sosial, adalah produk
sejarah dan pengaturan sosioekonomis beserta ideologi yang mengiringinya. Pada
kedua kasus itu efektivitas ideologi dibatasi atau ditentukan oleh berbagai jenis
kekuasaan yang mampu atau tidak mampu dilaksanakannya.

Subsistem dari teori antropologi dapat diidentifikasikan dengan suatu aliran.


Dalam praktiknya, para antropolog budaya dari aliran apapun cenderung menggunakan
variable-variabel dari dua subsistem atau lebih, ketikamenganalisis atau menjelaskan.
Singkatnya, walaupun antropolog memiliki minat berbeda-beda, pada teknoekonomi
atau struktur social, atau kepribadian, ketika tiba pada penjelasan soal fungsi,
pemeliharaan dan perubahan budaya, mereka umumnya menyadari ketidakmampuan
untuk mengajukanpenjelasan monokausal, yaitu peragaan bahwa secara kategoris,
kausalitas ditentukan oleh variable-variabel dari suatu subsistem tertentu saja.

ANALISIS FORMAL
Model berperan sebagai pembanding dan pengumpamaan. Model digunakan
untuk memberikan arahan secara konseptual untuk melakukan analisis dan
menjelaskan dalam bidang antropologi. Semua disiplin keilmuan selalu menggunakan
model. Kaplan berpendapat bahwa manfaat suatu model adalah pada kemungkinan
heuristik-nya bukan presisinya. Suatu model dapat digunakan untuk menunjukkan cara
agar pengetahuan yang diperoleh di suatu bidang pengetahuan dapat membantu bidang
pengetahuan lain. Model yang paling banyak digunakan adalah model formal. Model
formal ialah seperangkat unsur yang didefinisikan secara efektif.

BEBERAPA TEMA LAMA DAN ARAH BARU

Antropologi, oleh Kaplan dan Manners dikatakan sedang mengalami krisis yang
disebabkan oleh semakin banyaknya kehidupan primitif yang telah berakhir. Tidak
dipungkiri memang, bahwa kehidupan primitif telah banyak memberikan sumbangan
data bagi para antropolog. Diantaranya adalah bagi kesinambungan perkembangan
antropologi sendiri. Oleh karena itu diharapkan agar antropologi dapat menjadi lebih
relevan dan lebih aktif. Antropologi harus dapat menjadi pelopor dalam perubahan
sosial.

Kehidupan primitif memang menjadi seolah-olah sebuah lumbung besar yang


dapat memungkinkan orang akan mendapatkan banyak hal tentang sifat dan hakikat
manusia, potensinya dan kelemahannya, pengalaman hidupnya, dan perkiraan masa
depan. Berkaitan dengan hal itu ialah adanya keyakinan bahwa kajian tentang
masyarakat primitif akan mampu memperlihatkan proses sosial tertentu secara jelas.
Alasannya, budaya-budaya “savage” itu belum terkontaminasi oleh segala macam
bentuk peradaban.
PENDAPAT SAYA TENTANG BUKU INI

Beberapa teori yang muncul dalam buku ini oleh Manners dan Kaplan dijelaskan
sangat terperinci, sehingga menurut saya, pembaca buku ini akan dengan mudah untuk
memahami semua isi buku ini. Akan tetapi keterperincian buku ini justru dapat
merupakan suatu kelemahan, yaitu akan menimbulkan kejenuhan, karena terlalu
banyaknya tulisan yang sifatnya menerangkan panjang lebar, sehingga tidak segera
menuju ke fokus pembahasan. Selain itu, pada buku ini terlalu banyak kutipan yang
terdiri dari banyak baris, sehingga dapat sedikit ‘membebani’ pembaca untuk terus
membacanya.

Terlepas dari kelebihan dan kelemahan tersebut, buku ini adalah buku yang
sangat penting untuk dipelajari, bahkan mungkin buku ini adalah buku yang wajib
dipelajari oleh para peneliti yang sasarannya tertuju pada fenomena-fenomena budaya
yang terjadi di masyarakat tradisional.

Secara fisik, buku ini tersusun sangat rapi, pembagian antar bab dan sub bab-
nya juga terlihat cukup jelas. Pemilihan tipe huruf dan ukuran huruf untuk tulisan di
dalam buku ini pun sangat tepat, sehingga memudahkan orang untuk dapat membaca
dengan baik. Yang terakhir, ilustrasi pada sampul buku ini menampilkan gambar dan
tipografi huruf pada judul yang menarik dilihat.

You might also like