You are on page 1of 19

Pencegahan logam berat

E. PENCEGAHAN 
             Berbagai metode sudah banyak yang ditemukan untuk melakukan pencegahan
pencemaran logam merkuri, salah satu metode yang sangat murah dan efisein adalah
fitoremidiasi. Fitoremidiasi yaitu tekhnologi pencegahan pencemaran polutan berbahaya
seperti logam berat, senyawa organik dan lain lain dalam tanah atau air dengan
menggunakan bantuan tanaman (hiperkomulator plant). Proses fitoremediasi yaitu: 
1. Phytoacumulation : tumbuhan menarik zat kontaminan sehingga berakumulasi
disekitar akar tumbuhan
2. Rhizofiltration : proses adsorpsi / pengendapan zat kontaminan oleh akar untuk
menempel pada akar. 
3. Phytostabilization : penempelan zat-zat contaminan tertentu pada akar yang tidak
mungkin terserap kedalam batang tumbuhan
4. Rhyzodegradetion : penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas microba
5. Phytodegradation : penguraian zat kontamin 
6. Phytovolatization : transpirasi zat contaminan oleh tumbuhan dalam bentuk yang telah
menjadi larutan terurai sebagai bahan yang tidak berbahaya 

Fitoremediasi logam hg dapat menggunakan tumbuhan

     Pteris vittata             Liriodendron tulipifera            Nicotiana tabacum

             Limbah atau bahan buangan yang dihasilkan dari semua aktifitas kehidupan
manusia, baik dari setiap rumah tangga, kegiatan pertanian, industri serta pertambangan
tidak bisa kita hindari. Namun kita masih bisa mencegah atau paling tidak mengurangi
dampak dari limbah tersebut, agar tidak merusak lingkungan yang pada akhirnya juga
akan merugikan manusia. 
Untuk mencegah atau paling tidak mengurangi segala akibat yang ditimbulkan oleh
limbah berbahaya dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut; setiap rumah tangga sebaiknya
menggunakan deterjen secukupnya dan memilah sampah organik dari sampah anorganik.
Sampah organik bisa dijadikan kompos, sedangkan sampah anorganik bisa didaur ulang.
Pemerintah bekerjasama dengan World Bank, pada saat ini tengah mempersiapkan
pemberian insentif berupa subsidi bagi masyarakat yang melakukan pengomposan
sampah kota. 

Beberapa manfaat pengomposan sampah antara lain :

• Mengurangi sampah di sumbernya 


• Mengurangi beban volume di TPA 
• Mengurangi biaya pengelolaan 
• Menciptakan peluang kerja 
• Memperbaiki kondisi lingkungan 
• Mengurangi emisi gas rumah kaca 

Penggunaan pupuk dan pestisida secukupnya atau memilih pupuk dan pestisida yang
mengandung bahan-bahan yang lebih cepat terurai, yang tidak terakumulasi pada rantai

makanan, juga dapat mengurangi dampak pencemaran air.  

             Setiap pabrik / kegiatan industri sebaiknya memiliki Instalasi Pengolahan Air


Limbah (IPAL), untuk mengolah limbah yang dihasilkannya sebelum dibuang ke
lingkungan sekitar. Dengan demikian diharapkan dapat meminimalisasi limbah yang
dihasilkan atau mengubahnya menjadi limbah yang lebih ramah lingkungan. Mengurangi
penggunaan bahan-bahan berbahaya dalam kegiatan pertambangan atau menggantinya
dengan bahan-bahan yang lebih ramah lingkungan. Atau diharuskan membangun instalasi
pengolahan air limbah pertambangan, sehingga limbah bisa diolah terlebih dahulu
menjadi limbah yang lebih ramah lingkungan, sebelum dibuang keluar daerah
pertambangan.

F. PENANGGULANGAN 
             Penanggulangan logam Hg dapat digunakankpenetralan logam berat yang aktif
menjadi senyawa yang kurang aktif dengan menambahkan senyawa-senyawa tertentu,
kemudian dilepas ke lingkungan perairan, namun pembuangan logam berat non-aktif juga
menjadi masalah karena dapat dengan mudah mengalami degradasi oleh lingkungan
menjadi senyawa yang dapat mencemari lingkungan. Cara lain adalah pengerukan
sedimen yang terkontaminasi, reverse osmosis, elektrodialisis, ultrafiltrasi dan resin
penukar ion.
           Reverse osmosis adalah proses pemisahan logam berat oleh membran
semipermeabel dengan menggunakan perbedaan tekanan luar dengan tekanan osmotik
dari limbah, kerugian sistem ini adalah biaya yang mahal sehingga sulit terjangkau oleh
industri di Indonesia. Teknik elektrodialisis menggunakan membran ion selektif
permeabel berdasarkan perbedaan potensial antara 2 elektroda yang menyebabkan
perpindahan kation dan anion, juga menimbulkan kerugian yakni terbentuknya senyawa
logam-hidroksi yang menutupi membran, sedangkan melalui ultrafiltrasi yaitu
penyaringan dengan tekanan tinggi melalui membran berpori, juga merugikan karena
menimbulkan banyak sludge (lumpur). Resin penukar ion berprinsip pada gaya
elektrostatik di mana ion yang terdapat pada resin ditukar oleh ion logam dari limbah,
kerugian metode ini adalah biaya yang besar dan menimbulkan ion yang ter-remove
sebagian.  
Menilik pada berbagai kelemahan metode di atas, maka dewasa ini para peneliti sedang
menggalakkan pencarian metode alternatif lain. Salah satunya adalah pengunaan
mikroorganisme untuk mengabsorpsi logam berat atau biasa disebut dengan bioremoval.
Keuntungan penggunaan mikroorganisme sebagai bioremoval menurut Kratochvil dan
Voleski (1998) adalah biaya yang rendah, efisiensi yang tinggi, biosorbennya dapat
diregenerasi, tidak perlu nutrisi tambahan, kemampuannya dalam me-recovery logam dan
sludge yang dihasilkan sangat minim. Dilihat dari keuntungannya itu, maka bioremoval
lebih efektif dibanding dengan pertukaran ion dan reverse osmosis dalam kaitannya
dengan sensitifitas kehadiran padatan terlarut (suspended solid).
             Istilah bioabsorpsi tidak dapat dilepaskan dari istilah bioremoval karena
bioabsorpsi merupakan bagian dari bioremoval. Bioremoval dapat diartikan sebagai
terkonsentrasi dan terakumulasinya bahan penyebab polusi atau polutan dalam suatu
perairan oleh material biologi, material biologi tersebut dapat me-recovery polutan
sehingga dapat dibuang dan ramah terhadap lingkungan. Sedangkan berdasarkan
kemampuannya untuk membentuk ikatan antara logam berat dengan mikroorganisme
maka bioabsorpsi merupakan kemampuan material biologi untuk mengakumulasikan
logam berat melalui media metabolisme atau jalur psiko-kimia. Proses bioabsorpsi ini
dapat terjadi karena adanya material biologi yang disebut biosorben dan adanya larutan
yang mengandung logam berat (dengan afinitas yang tinggi) sehingga mudah terikat pada
biosorben. Jenis mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bioabsorpsi Hg
terutama adalah (Pseudomonas syring).
             Sebagian besar mekanisme pembersihan logam berat oleh mikrooganisme adalah
proses pertukaran ion yang mirip pertukaran ion pada resin. Mekanisme pertukaran ion
ini dapat dirumuskan sebagai:

                                            A2+ + (B-biomassa) -> B2+ + (A-biomassa)


Mekanisme ini dapat dibagi atas 3 cara yakni berdasarkan metabolisme sel (dibagi atas;
proses yang bergantung pada metabolisme dan proses yang tidak bergantung pada
metabolisme sel). 
Sedangkan jika berdasarkan posisi logam berat di-remove, dapat dibagi atas; akumulasi
ekstraseluler (presipitasi), akumulasi intraseluler dan penyerapan oleh permukaan sel.
Dan untuk mekanisme yang terakhir adalah berdasarkan cara pengambilan (absorbsi)
logam berat.

Cara pengambilan (absorbsi) logam berat dapat dibagi dua yakni :


1. Passive uptake. 
             Proses ini terjadi ketika ion logam berat terikat pada dinding sel biosorben.
Mekanisme passive uptake dapat dilakukan dengan dua cara, pertama dengan cara
pertukaran ion di mana ion pada dinding sel digantikan oleh ion-ion logam berat; dan
kedua adalah pembentukan senyawa kompleks antara ion-ion logam berat dengan gugus
fungsional seperti karbonil, amino, thiol, hidroksi, fosfat, dan hidroksi-karboksil secara
bolak balik dan cepat. Sebagai contoh adalah pada Sargassum sp. dan Eklonia sp. di
mana Cr(6) mengalami reaksi reduksi pada pH rendah menjadi Cr(3) dan Cr(3) di-
remove melalui proses pertukaran kation.

 
                      Gambar.1.6. Proses pasisive uptake Cr pada permukaan membran sel
                                                         Sumber : Cossich., et.al (2002)

2. Aktif uptake. 
             Mekanisme masuknya logam berat melewati membran sel sama dengan proses
masuknya logam esensial melalui sistem transpor membran, hal ini disebabkan adanya
kemiripan sifat antara logam berat dengan logam esensial dalam hal sifat fisika-kimia
secara keseluruhan. Proses aktif uptake pada mikroorganisme dapat terjadi sejalan
dengan konsumsi ion logam untuk pertumbuhan dan akumulasi intraselular ion logam.
Menghitung Jumlah Logam berat yang Teradsorpsi
Untuk mengetahui jumlah logam berat yang mengalami proses bioabsorpsi oleh
mikroorganisme dapat dihitung dengan pendekatan konstanta Langmuir yaitu :

Q = miligram logam yang diakumulasi per gram


Ceq = besar konsentrasi logam pada larutan
Qmax = maksimum serapan spesifik dari biosorben
b = rasio bioabsorpsi
Perhitungan di atas berlaku pada pH konstan dan untuk bioabsorpsi 1 jenis logam saja. 

G. ANALISIS (Control of Polutan)


             Dunia industri berperan besar dalam mengakibatkan pencemaran lingkungan
terutama yang diakibatkan oleh logam berat. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk
mengurangi bahaya pencemaran ini, namun proses biaya yang sangat mahal membuat
para pelaku industri berpikir seribu kali untuk menerapakannya. Sehingga sebagian
industri lebih memilih membuang limbahnya kelingkungan sekitarnya. Hal inilah yang
mendorong penulis untuk menawarkan salah satu solusi yang murah dan sangat efisien,
yaitu penanggulangan logam berat dengan mikrooranisme atau mikroba (dalam istilah
Biologi dikenal dengan bioakumulasi, atau bioremediasi).
             Beberapa hasil studi melaporkan, penggunaan mikroorganisme untuk menangani
pencemaran logam berat lebih efektif dibandingkan dengan ion exchange dan reverse
osmosis dalam kaitannya dengan sensitivitas kehadiran padatan terlarut (suspended
solid), zat organik dan logam berat lainnya. Serta, lebih baik dari proses pengendapan
(presipitation) kalau dikaitkan dengan kemampuan menstimulasikan perubahan pH dan
konsentrasi logam beratnya. Dengan kata lain, penanganan logam berat dengan
mikroorganisme relatif mudah dilakukan, murah dan cenderung tidak berbahaya bagi
lingkungan.
             Sianobakteria merupakan organisme selular yang termasuk kelompok mikroalga
atau ganggang mikro. Di alam, organisme ini tersebar luas baik di perairan tawar maupun
lautan. Sampai saat ini diketahui sekitar 2.000 jenis sianobakteria tersebar di berbagai
habitat. Berdasarkan penelitian terbaru, sianobakteria merupakan salah satu organisme
yang diketahui mampu mengakumulasi (menyerap) logam berat tertentu seperti Hg, Cd
dan Pb. Suhendrayatna (2001) dalam makalahnya, menjelaskan lebih rinci tentang proses
penyerapan ion logam berat oleh sianobakteria dan mikroorganisme secara umum.
Umumnya, penyerapan ion logam berat oleh sianobakteria dan mikroorganisme terdiri
atas dua mekanisme yang melibatkan proses active uptake (biosorpsi) dan passive uptake
(bioakumulasi).
             Proses active uptake dapat terjadi pada berbagai tipe sel hidup. Mekanisme ini
secara simultan terjadi sejalan dengan konsumsi ion logam untuk pertumbuhan
sianobakteria, dan atau akumulasi intraselular ion logam tersebut. Logam berat dapat juga
diendapkan pada proses metabolisme dan ekresi sel pada tingkat kedua. Proses ini
tergantung dari energi yang terkandung dan sensitivitasnya terhadap parameter yang
berbeda seperti pH, suhu, kekuatan ikatan ionik, cahaya dan lainnya.
             Namun demikian, proses ini dapat pula dihambat oleh suhu rendah, tidak
tersedianya sumber energi dan penghambat metabolisme sel. Peristiwa ini seperti
ditunjukkan oleh akumulasi kadmium pada dinding sel Ankistrodesmus dan Chlorella
vulgaris yang mencapai sekitar 80 derajat dari total akumulasinya di dalam sel,
sedangkan arsenik yang berikatan dengan dinding sel Chlorella vulgaris rata-rata 26
persen.
Suhendrayatna (2001) menambahkan, untuk mendesain suatu proses pengolahan limbah
yang mengandung ion logam berat dengan melibatkan sianobakteria relatif mudah
dilakukan. Proses pertama, sianobakteria pilihan dimasukkan, ditumbuhkan dan
selanjutnya dikontakkan dengan air yang tercemar ion logam berat tersebut. Proses
pengontakkan dilakukan dalam jangka waktu tertentu yang ditujukan agar sianobakteria
berinteraksi dengan ion logam berat, selanjutnya biomassa sianobakteria ini dipisahkan
dari cairan. Proses terakhir, biomassa sianobakteria yang terikat dengan ion logam berat
diregenerasi untuk digunakan kembali atau kemudian dibuang ke lingkungan.
             Pemanfaatan sianobakteria untuk menanggulangi pencemaran logam berat
merupakan hal yang sangat menarik dilakukan, baik oleh masyarakat, pemerintah
maupun industri. Karena, sianobakteria merupakan organisme selular yang mudah
dijumpai, mempunyai spektrum habitat sangat luas, dapat tumbuh dengan cepat dan tidak
membutuhkan persyaratan tertentu untuk hidup, mudah dibudidayakan dalam sistem
akuakultur. Pada akhirnya dengan memanfaatkan sianobakteria dalam system
pembuangan limbah industri diharapkan dapat mengurangi dampak negatif pencemaran
logam berat terutama merkuri.

Eceng Gondok Pemersih Polutan Logam Berat

Harian Kompas memberitakan, Sungai Citarum serta Waduk Saguling dan Cirata di
Kabupaten Bandung tercemar logam berat. Dalam daging ikan mas dan nila yang hidup
di waduk tersebut ditemukan kandungan merkuri (Hg), tembaga (Cu), dan seng (Zn)
dengan kadar yang cukup membahayakan. Logam berat itu diketahui terkonsentrasi di
perut, lemak, dan daging ikan.

Temuan ini diikuti dengan imbauan agar masyarakat berhati-hati mengonsumsi ikan air
tawar. Maklumlah, akumulasi logam berat di tubuh manusia, dalam jangka panjang,
dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, seperti penyakit minamata, bibir
sumbing, kerusakan susunan saraf, dan cacat pada bayi.

Aparat terkait mengaku bahwa mereka telah berupaya untuk mencegah pencemaran
tersebut dengan berbagai cara. Secara garis besar sebenarnya ada dua cara yang bisa
dilakukan untuk mencegah dan mengatasi pencemaran perairan oleh logam berat, yaitu
cara kimia dan biologi.

Cara kimia, antara lain dengan reaksi chelating, yaitu memberikan senyawa asam
yang bisa mengikat logam berat sehingga terbentuk garam dan mengendap. Namun, cara
ini mahal dan logam berat masih tetap berada di waduk meski dalam keadaan terikat.

UNTUNGLAH ada penanggulangan secara biologi yang bisa menjadi alternatif terhadap
mahalnya penanggulangan dengan cara kimia. Salah satunya adalah dengan
memanfaatkan eceng gondok (Eichornia crassipes).

Eceng gondok selama ini lebih dikenal sebagai tanaman gulma alias hama. Padahal,
eceng gondok sebenarnya punya kemampuan menyerap logam berat. Kemampuan ini
telah diteliti di laboratorium Biokimia, Institut Pertanian Bogor, dengan hasil yang sangat
luar biasa.
Penelitian daya serap eceng gondok dilakukan terhadap besi (Fe) tahun 1999 dan timbal
(Pb) pada tahun 2000.

Untuk mengukur daya serap eceng gondok terhadap Fe, satu, dua, dan tiga rumpun eceng
gondok ditempatkan dalam ember plastik berisi air sumur dengan tambahan 5 ppm
FeSO>jmp 2008m<>kern 199m<>h 6024m,0<>w 6024m<4>jmp 0m<>kern 200m<>h
8333m,0<>w 8333m< dan HNO>jmp 2008m<>kern 199m<>h 6024m,0<>w
6024m<3>jmp 0m<>kern 200m<>h 8333m,0<>w 8333m< untuk menjaga keasaman.

Konsentrasi Fe diukur pada hari ke-0, 7, 14, dan 21 dengan menggunakan


spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 248,3 nm. Hasilnya terlihat pada
Tabel 1.

Dalam tabel itu bisa dilihat adanya penurunan kadar logam Fe secara signifikan pada hari
ke-7. Kadar logam Fe menurun 3,177 ppm (65,45 persen) untuk 1 rumpun eceng gondok,
3,511 ppm (71,93 persen) untuk dua rumpun eceng gondok dan 3,686 ppm (74,47 persen)
untuk tiga rumpun eceng gondok.

Selanjutnya terlihat, semakin lama semakin banyak logam besi yang diserap. Pada hari
ke-28, konsentrasi Fe hampir mendekati 0 untuk perlakuan dua rumpun eceng gondok
dan tiga rumpun eceng gondok.

Berdasarkan analisis statistik diketahui bahwa pada hari ke-7, 14, dan 21, eceng gondok
memberikan respon nyata dalam menurunkan logam Fe untuk ketiga perlakuan. Namun,
pada hari ke-28 eceng gondok yang berjumlah 2-3 rumpun memberikan respon yang
tidak berbeda nyata dalam menurunkan logam besi.

PENELITIAN untuk melihat kemampuan eceng gondok menyerap timbal (Pb) dilakukan
sebagai berikut. Satu, tiga, lima rumpun eceng gondok ditempatkan di dalam ember
plastik berisi air sumur dan larutan Pb(NO3) sebesar 5 ppm. Konsentrasi Pb diukur ketika
hari ke-0, 7, 14, 21, dan 28 dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang
gelombang 217 nm. Hasilnya sebagaimana tertera dalam Tabel 2.

Dari tabel tersebut terlihat, ada penurunan kadar logam Pb secara signifikan pada hari ke-
7. Kadar logam Pb menurun 5,167 ppm (96,4 persen) pada perlakuan satu rumpun eceng
gondok, menurun 5,204 ppm (98,7 persen) pada perlakuan tiga rumpun, dan menurun
6,019 ppm (99,7 persen) pada perlakuan lima rumpun dari konsentrasi hari ke-0.

Analisis pada hari-hari selanjutnya (hari ke-14, 21, dan 28) menunjukkan perubahan
kadar Pb tidak terlalu jauh dengan kadar logam Pb pada hari ke-7.

Eceng gondok terbukti mampu menurunkan kadar polutan Pb dan Fe. Oleh karena itu,
diyakini eceng gondok juga mampu menurunkan kadar polutan Hg, Zn, dan Cu yang
mencemari Waduk Saguling dan Cirata. Sebab, secara struktur kimia, atom Hg, Zn, dan
Cu termasuk dalam golongan logam berat bersama Pb dan Fe.
Rangkaian penelitian seputar kemampuan eceng gondok dalam menyerap logam berat
juga telah dilakukan oleh para pakar. Widyanto dan Susilo (1977) melaporkan, dalam
waktu 24 jam eceng gondok mampu menyerap logam kadmium (Cd), merkuri (Hg), dan
nikel (Ni), masing- masing sebesar 1,35 mg/g, 1,77 mg/g, dan 1,16 mg/g bila logam itu
tak bercampur. Eceng gondok juga menyerap Cd 1,23 mg/g, Hg 1,88 mg/g dan Ni 0,35
mg/g berat kering apabila logam-logam itu berada dalam keadaan tercampur dengan
logam lain.

Lubis dan Sofyan (1986) menyimpulkan logam chrom (Cr) dapat diserap oleh eceng
gondok secara maksimal pada pH 7. Dalam penelitiannya, logam Cr semula berkadar 15
ppm turun hingga 51,85 persen.

SELAIN dapat menyerap logam berat, eceng gondok dilaporkan juga mampu menyerap
residu pestisida, contohnya residu 2.4-D dan paraquat.

Pada percobaan Chossi dan Husin (1977) diketahui eceng gondok mampu menyerap
residu dari larutan yang mengandung 0,50 ppm 2.4-D sebanyak 0,296 ppm dan 2,00 ppm
2.4-D sebanyak 0,830 ppm dalam waktu 96 jam.

Adapun paraquat yang diserap oleh eceng gondok dari dua kadar, yaitu 0,05 ppm dan
0,10 ppm masing-masing adalah 0,02 ppm dan 0,024 ppm.

Dari hasil penelitian-penelitian itu dapat disimpulkan ternyata eceng gondok tidaklah sia-
sia dicipta oleh Tuhan Yang Maha Esa, apalagi sebagai pengganggu manusia. Eceng
gondok dapat dinyatakan sebagai pembersih alami perairan waduk atau danau terhadap
polutan, baik logam berat maupun pestisida atau yang lain.

MEMANG dilaporkan eceng gondok dapat tumbuh sangat cepat pada danau maupun
waduk sehingga dalam waktu yang singkat dapat mengurangi oksigen perairan,
mengurangi fitoplankton dan zooplankton serta menyerap air sehingga terjadi proses
pendangkalan, bahkan dapat menghambat kapal yang berlayar pada waduk.

Namun, apa arti sebuah danau yang bersih dari eceng gondok jika ternyata air dan ikan
yang ada di dalamnya tercemari polutan?

Bahkan, bila suatu danau polutan sangat tinggi dan tidak ada tanaman yang menyerapnya,
pencemaran dapat merembes ke air sumur dan air tanah di sekitar danau.

Agar danau bebas polusi namun pertumbuhan eceng gondoknya terkendali, tentu saja
diperlukan pengelolaan danau secara benar.

Untuk mengeliminasi gangguan eceng gondok, misalnya, caranya bisa dengan membatasi
populasinya. Pembatasan dapat dilakukan dengan membatasi penutupan permukaan
waduk oleh eceng gondok tidak lebih dari 50 persen permukaannya.
Akan jauh lebih baik lagi bila pembatasan populasi ini dilakukan dengan melibatkan
masyarakat sekitar. Sebab, dahan eceng gondok adalah serat selulosa yang dapat diolah
untuk berbagai keperluan, seperti barang kerajinan maupun bahan bakar pembangkit
tenaga listrik.

Namun, masyarakat tidak disarankan untuk memberikan eceng gondok sebagai pakan
pada ternak karena polutan yang diserapnya bisa terakumulasi dalam dagingnya.

Masyarakat sekitar bisa diberi pelatihan mengenai pengolahan eceng gondok menjadi
produk-produk yang bernilai ekonomi, mulai dari anyaman dompet, tas sekolah, topi,
bahkan juga mebel.

Pengendalian populasi eceng gondok yang melibatkan masyarakat akan memberikan


keuntungan bagi pengelola waduk sekaligus masyarakat di sekitarnya. Pengelola waduk
tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga untuk “memanen” eceng gondok karena
tumbuhan air tersebut akan “dipanen” sendiri oleh masyarakat.

Pengelola cukup membantu masyarakat untuk memasarkan hasil kerajinannya. Adapun


masyarakat jelas tidak hanya meningkat pendapatannya, tetapi juga hidup sehat karena
terbebas dari ancaman bahan makanan yang tercemar.

Penulis : Dr Hasim DEA Dosen Biokimia dan Toxikologi FMIPA dan Pascasarjana IPB
Sumber : Kompas

(http://petanidesa.wordpress.com/2007/03/11/eceng-gondok-pemersih-polutan-logam-
berat/

Menanggulangi Pencemaran
Logam Berat
Written by webadmin   
Saturday, 09 September 2006
Oleh:
Dindin H Mursyidin SSi
Dosen Biologi FMIPA Unlam Banjarbaru

Banjarmasin merupakan salah satu kota di Kalsel yang potensial terkena dampak
pencemaran logam berat. Ini dapat dipahami, karena Banjarmasin sebagai kota seribu
sungai dengan berbagai aktivitas di dalamnya baik rumah tangga maupun industri.
Sungai merupakan satu-satunya prasarana paling mudah bagi masyarakat untuk
melakukan berbagai aktivitas, seperti mandi cuci kakus (MCK), transportasi dan lainnya
termasuk membuang sampah rumah tangga dan limbah industri. Dua aktivitas terakhir
(membuang sampah rumah tangga dan limbah industri) merupakan faktor utama
terjadinya pencemaran logam berat.

Pencemaran logam berat merupakan permasalahan yang sangat serius untuk ditangani,
karena merugikan lingkungan dan ekosistem secara umum. Sejak kasus merkuri di
Minamata Jepang pada 1953, pencemaran logam berat semakin sering terjadi dan
semakin banyak dilaporkan. Agen Lingkungan Amerika Serikat (EPA) melaporkan,
terdapat 13 elemen logam berat yang diketahui berbahaya bagi lingkungan. Di antaranya
arsenik (As), timbal (Pb), merkuri (Hg), dan kadmium (Cd). Logam berat sendiri
sebenarnya merupakan unsur esensial yang sangat dibutuhkan setiap makhluk hidup,
namun beberapa di antaranya (dalam kadar tertentu) bersifat racun. Di alam, unsur ini
biasanya terdapat dalam bentuk terlarut atau tersuspensi (terikat dengan zat padat) serta
terdapat sebagai bentuk ionik.

Dampak dari pencemaran logam berat ini sering dilaporkan. Kadmium misalnya,
merupakan salah satu jenis logam berat berbahaya karena berisiko tinggi terhadap
pembuluh darah. Elemen ini berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu panjang
dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal. Secara prinsipil pada
konsentrasi rendah berpengaruh terhadap gangguan paru-paru, emphysema dan renal
turbular disease kronis. Jumlah normal kadmium di tanah di bawah 1 ppm, tetapi angka
tertinggi (1.700 ppm) dijumpai di permukaan sampel tanah yang diambil di dekat
pertambangan biji seng (Zn).
Oleh:
Dindin H Mursyidin SSi
Dosen Biologi FMIPA Unlam Banjarbaru

Banjarmasin merupakan salah satu kota di Kalsel yang potensial terkena dampak
pencemaran logam berat. Ini dapat dipahami, karena Banjarmasin sebagai kota seribu
sungai dengan berbagai aktivitas di dalamnya baik rumah tangga maupun industri.
Sungai merupakan satu-satunya prasarana paling mudah bagi masyarakat untuk
melakukan berbagai aktivitas, seperti mandi cuci kakus (MCK), transportasi dan lainnya
termasuk membuang sampah rumah tangga dan limbah industri. Dua aktivitas terakhir
(membuang sampah rumah tangga dan limbah industri) merupakan faktor utama
terjadinya pencemaran logam berat.

Pencemaran logam berat merupakan permasalahan yang sangat serius untuk ditangani,
karena merugikan lingkungan dan ekosistem secara umum. Sejak kasus merkuri di
Minamata Jepang pada 1953, pencemaran logam berat semakin sering terjadi dan
semakin banyak dilaporkan. Agen Lingkungan Amerika Serikat (EPA) melaporkan,
terdapat 13 elemen logam berat yang diketahui berbahaya bagi lingkungan. Di antaranya
arsenik (As), timbal (Pb), merkuri (Hg), dan kadmium (Cd). Logam berat sendiri
sebenarnya merupakan unsur esensial yang sangat dibutuhkan setiap makhluk hidup,
namun beberapa di antaranya (dalam kadar tertentu) bersifat racun. Di alam, unsur ini
biasanya terdapat dalam bentuk terlarut atau tersuspensi (terikat dengan zat padat) serta
terdapat sebagai bentuk ionik.

Dampak dari pencemaran logam berat ini sering dilaporkan. Kadmium misalnya,
merupakan salah satu jenis logam berat berbahaya karena berisiko tinggi terhadap
pembuluh darah. Elemen ini berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu panjang
dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal. Secara prinsipil pada
konsentrasi rendah berpengaruh terhadap gangguan paru-paru, emphysema dan renal
turbular disease kronis. Jumlah normal kadmium di tanah di bawah 1 ppm, tetapi angka
tertinggi (1.700 ppm) dijumpai di permukaan sampel tanah yang diambil di dekat
pertambangan biji seng (Zn).
Upaya penanganan pencemaran logam berat sebenarnya dapat dilakukan dengan
menggunakan proses kimiawi. Seperti penambahan senyawa kimia tertentu untuk proses
pemisahan ion logam berat atau dengan resin penukar ion (exchange resins), serta
beberapa metode lainnya seperti penyerapan menggunakan karbon aktif, electrodialysis
dan reverse osmosis. Namun proses ini relatif mahal dan cenderung menimbulkan
permasalahan baru, yaitu akumulasi senyawa tersebut dalam sedimen dan organisme
akuatik (perairan).

Penanganan logam berat dengan mikroorganisme atau mikrobia (dalam istilah


Biologi dikenal dengan bioakumulasi, bioremediasi, atau bioremoval), menjadi
alternatif yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat keracunan elemen logam berat
di lingkungan perairan tersebut. Metode atau teknologi ini sangat menarik untuk
dikembangkan dan diterapkan, karena memiliki kelebihan dibandingkan dengan proses
kimiawi.

Beberapa hasil studi melaporkan, penggunaan mikroorganisme untuk menangani


pencemaran logam berat lebih efektif dibandingkan dengan ion exchange dan reverse
osmosis dalam kaitannya dengan sensitivitas kehadiran padatan terlarut (suspended
solid), zat organik dan logam berat lainnya. Serta, lebih baik dari proses pengendapan
(presipitation) kalau dikaitkan dengan kemampuan menstimulasikan perubahan pH dan
konsentrasi logam beratnya. Dengan kata lain, penanganan logam berat dengan
mikroorganisme relatif mudah dilakukan, murah dan cenderung tidak berbahaya bagi
lingkungan.

Organisme Selular

Sianobakteria merupakan organisme selular yang termasuk kelompok mikroalga atau


ganggang mikro. Di alam, organisme ini tersebar luas baik di perairan tawar maupun
lautan. Sampai saat ini diketahui sekitar 2.000 jenis sianobakteria tersebar di berbagai
habitat. Berdasarkan penelitian terbaru, sianobakteria merupakan salah satu organisme
yang diketahui mampu mengakumulasi (menyerap) logam berat tertentu seperti Hg, Cd
dan Pb.

Suhendrayatna (2001) dalam makalahnya, menjelaskan lebih rinci tentang proses


penyerapan ion logam berat oleh sianobakteria dan mikroorganisme secara umum.
Umumnya, penyerapan ion logam berat oleh sianobakteria dan mikroorganisme terdiri
atas dua mekanisme yang melibatkan proses active uptake (biosorpsi) dan passive uptake
(bioakumulasi).

Proses active uptake dapat terjadi pada berbagai tipe sel hidup. Mekanisme ini secara
simultan terjadi sejalan dengan konsumsi ion logam untuk pertumbuhan sianobakteria,
dan/atau akumulasi intraselular ion logam tersebut. Logam berat dapat juga diendapkan
pada proses metabolisme dan ekresi sel pada tingkat kedua. Proses ini tergantung dari
energi yang terkandung dan sensitivitasnya terhadap parameter yang berbeda seperti pH,
suhu, kekuatan ikatan ionik, cahaya dan lainnya.

Namun demikian, proses ini dapat pula dihambat oleh suhu rendah, tidak tersedianya
sumber energi dan penghambat metabolisme sel. Peristiwa ini seperti ditunjukkan oleh
akumulasi kadmium pada dinding sel Ankistrodesmus dan Chlorella vulgaris yang
mencapai sekitar 80 derajat dari total akumulasinya di dalam sel, sedangkan arsenik yang
berikatan dengan dinding sel Chlorella vulgaris rata-rata 26 persen.

Suhendrayatna (2001) menambahkan, untuk mendesain suatu proses pengolahan limbah


yang mengandung ion logam berat dengan melibatkan sianobakteria relatif mudah
dilakukan. Proses pertama, sianobakteria pilihan dimasukkan, ditumbuhkan dan
selanjutnya dikontakkan dengan air yang tercemar ion logam berat tersebut. Proses
pengontakkan dilakukan dalam jangka waktu tertentu yang ditujukan agar sianobakteria
berinteraksi dengan ion logam berat, selanjutnya biomassa sianobakteria ini dipisahkan
dari cairan. Proses terakhir, biomassa sianobakteria yang terikat dengan ion logam berat
diregenerasi untuk digunakan kembali atau kemudian dibuang ke lingkungan.

Pemanfaatan sianobakteria untuk menanggulangi pencemaran logam berat merupakan


hal yang sangat menarik dilakukan, baik oleh masyarakat, pemerintah maupun industri.
Karena, sianobakteria merupakan organisme selular yang mudah dijumpai, mempunyai
spektrum habitat sangat luas, dapat tumbuh dengan cepat dan tidak membutuhkan
persyaratan tertentu untuk hidup, mudah dibudidayakan dalam sistem akuakultur.

http://www.ychi.org/index.php?option=com_content&task=view&id=73&Itemid=39

Bioremoval, Metode Alternatif Untuk Menanggulangi Pencemaran


Logam Berat
Kata Kunci: polusi
Ditulis oleh Johan Angga Putra pada 18-04-2006
Mungkin istilah logam berat sudah tak asing bagi para kimiawan.
Dari nomor atom sampai efek fisiologis telah secara rinci dibahas dalam buku-buku
kimia terutama kimia anorganik dan kimia lingkungan. Tapi tak demikian dengan orang
awam. Mungkin istilah logam berat masih terasa asing di telinga mereka dan
didefinisikan secara sederhana saja yaitu logam yang berat (dalam artian ditimbang)
seperti besi, baja, aluminium dan tembaga. Terlepas dari definisi di atas, biasanya dalam
literatur kimia istilah “logam berat” digunakan untuk memerikan logam-logam yang
memiliki sifat toksisitas (racun) pada makhluk hidup.

Menurut Vouk (1986) terdapat 80 jenis dari 109 unsur kimia di muka bumi ini yang telah
teridentifikasi sebagai jenis logam berat. Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam
berat ini dapat dibagi dalam dua jenis. Jenis pertama adalah logam berat esensial, di mana
keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun
dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini
adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya. Sedangkan jenis kedua adalah logam
berat tidak esensial atau beracun, di mana keberadaannya dalam tubuh masih belum
diketahui manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-
lain. Logam berat ini dapat menimbulkan efek kesehatan bagi manusia tergantung pada
bagian mana logam berat tersebut terikat dalam tubuh. Daya racun yang dimiliki akan
bekerja sebagai penghalang kerja enzim, sehingga proses metabolisme tubuh terputus.
Lebih jauh lagi, logam berat ini akan bertindak sebagai penyebab alergi, mutagen,
teratogen atau karsinogen bagi manusia. Jalur masuknya adalah melalui kulit, pernapasan
dan pencernaan.

Menurut Nordberg., et.al (1986) logam berat jika sudah terserap ke dalam tubuh maka
tidak dapat dihancurkan tetapi akan tetap tinggal di dalamnya hingga nantinya dibuang
melalui proses ekskresi. Hal serupa juga terjadi apabila suatu lingkungan terutama di
perairan telah terkontaminasi (tercemar) logam berat maka proses pembersihannya akan
sulit sekali dilakukan. Kontaminasi logam berat ini dapat berasal dari faktor alam seperti
kegiatan gunung berapi dan kebakaran hutan atau faktor manusia seperti pembakaran
minyak bumi, pertambangan, peleburan, proses industri, kegiatan pertanian, peternakan
dan kehutanan, serta limbah buangan termasuk sampah rumah tangga.

Menyadari ancaman yang begitu besar dari pencemaran logam berat, maka berbagai
metode alternatif telah banyak digunakan seperti dengan cara mengurangi konsentrasi
logam berat yang akan dibuang ke perairan, tetapi dalam jangka waktu yang lama,
perlakuan tersebut dapat merusak lingkungan akibat dari akumulasi logam berat yang
tidak sebanding dengan masa “recovery (perbaikan)” dari lingkungan itu sendiri. Teknik
yang lebih baik dari teknik di atas adalah penetralan logam berat yang aktif menjadi
senyawa yang kurang aktif dengan menambahkan senyawa-senyawa tertentu, kemudian
dilepas ke lingkungan perairan, namun pembuangan logam berat non-aktif juga menjadi
masalah karena dapat dengan mudah mengalami degradasi oleh lingkungan menjadi
senyawa yang dapat mencemari lingkungan. Cara lain adalah reverse osmosis,
elektrodialisis, ultrafiltrasi dan resin penukar ion.

Reverse osmosis adalah proses pemisahan logam berat oleh membran semipermeabel
dengan menggunakan perbedaan tekanan luar dengan tekanan osmotik dari limbah,
kerugian sistem ini adalah biaya yang mahal sehingga sulit terjangkau oleh industri di
Indonesia. Teknik elektrodialisis menggunakan membran ion selektif permeabel
berdasarkan perbedaan potensial antara 2 elektroda yang menyebabkan perpindahan
kation dan anion, juga menimbulkan kerugian yakni terbentuknya senyawa logam-
hidroksi yang menutupi membran, sedangkan melalui ultrafiltrasi yaitu penyaringan
dengan tekanan tinggi melalui membran berpori, juga merugikan karena menimbulkan
banyak sludge (lumpur). Resin penukar ion berprinsip pada gaya elektrostatik di mana
ion yang terdapat pada resin ditukar oleh ion logam dari limbah, kerugian metode ini
adalah biaya yang besar dan menimbulkan ion yang ter-remove sebagian.

Menilik pada berbagai kelemahan metode di atas, maka dewasa ini para peneliti sedang
menggalakkan pencarian metode alternatif lain. Salah satunya adalah pengunaan
mikroorganisme untuk mengabsorpsi logam berat atau biasa disebut dengan bioremoval.
Keuntungan penggunaan mikroorganisme sebagai bioremoval menurut Kratochvil dan
Voleski (1998) adalah biaya yang rendah, efisiensi yang tinggi, biosorbennya dapat
diregenerasi, tidak perlu nutrisi tambahan, kemampuannya dalam me-recovery logam dan
sludge yang dihasilkan sangat minim. Dilihat dari keuntungannya itu, maka bioremoval
lebih efektif dibanding dengan pertukaran ion dan reverse osmosis dalam kaitannya
dengan sensitifitas kehadiran padatan terlarut (suspended solid), zat organik dan logam
berat lainnya serta lebih baik dari proses pengendapan (precipitation) bila dikaitkan
dengan kemampuan menstimulasikan perubahan pH dan konsentrasi logam beratnya.

Bioremoval dan Bioabsorpsi

Istilah bioabsorpsi tidak dapat dilepaskan dari istilah bioremoval karena bioabsorpsi
merupakan bagian dari bioremoval. Bioremoval dapat diartikan sebagai terkonsentrasi
dan terakumulasinya bahan penyebab polusi atau polutan dalam suatu perairan oleh
material biologi, yang mana material biologi tersebut dapat me-recovery polutan
sehingga dapat dibuang dan ramah terhadap lingkungan. Sedangkan berdasarkan
kemampuannya untuk membentuk ikatan antara logam berat dengan mikroorganisme
maka bioabsorpsi merupakan kemampuan material biologi untuk mengakumulasikan
logam berat melalui media metabolisme atau jalur psiko-kimia. Proses bioabsorpsi ini
dapat terjadi karena adanya material biologi yang disebut biosorben dan adanya larutan
yang mengandung logam berat (dengan afinitas yang tinggi) sehingga mudah terikat pada
biosorben.
Beberapa jenis mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bioabsorpsi
terutama adalah dari golongan alga yakni alga dari divisi Phaeophyta, Rhodophyta dan
Chlorophyta. Logam-logam yang dapat diabsorbsi/di-remove adalah logam berat
beracun, logam esensial dan radionuklida.

Tabel. Perbandingan selektifitas mikroorganisme terhadap logam berat

Logam berat yang di remove


Mikrooganisme berdasarkan beberapa
penelitian
Mucur mucedo Cu
Rhizopus stolonifer Cu,Cd,Zn,U,Pb
Aspergillus orizae Cu
Penecillium chrysogenum Cu
Ecklonia radiata Cu,Pb,Cd,Cr
Saccharomyces cerevisie Cu,Pb,Cd,Ni
Chlorella vulgaris Pb,As
Phellinus badius Pb,Cd
Pinus radiata Pb,Cd
Sargassum sp. Cu,Cr,Fe
Durvillea potatorum Zn
Myriophylium spicatum Pb,Zn,Cu
Chiarella vulgaris Cu
Ganoderma lucidum Cr,Cu
Aspergillus niger Cr,Cu
Pseudomonas syringae Hg,Zn,Cd
Solanum elaeagnifolium Cu,Cr,Pb,Ni,Zn
Phanerochaete chrysosporium Ni,Cu,Pb
Absidia sp. Pb,U,Cu

*) Dari pelbagai sumber

Mekanisme Proses Bioabsorpsi

Sebagian besar mekanisme pembersihan logam berat oleh mikrooganisme adalah proses
pertukaran ion yang mirip pertukaran ion pada resin. Mekanisme pertukaran ion ini dapat
dirumuskan sebagai:

A2+ + (B-biomassa) –> B2+ + (A-biomassa)

Mekanisme ini dapat dibagi atas 3 cara yakni berdasarkan metabolisme sel (dibagi atas;
proses yang bergantung pada metabolisme dan proses yang tidak bergantung pada
metabolisme sel). Sedangkan jika berdasarkan posisi logam berat di-remove, dapat dibagi
atas; akumulasi ekstraseluler (presipitasi), akumulasi intraseluler dan penyerapan oleh
permukaan sel. Dan untuk mekanisme yang terakhir adalah berdasarkan cara
pengambilan (absorbsi) logam berat.

Cara pengambilan (absorbsi) logam berat dapat dibagi dua yakni :

1. Passive uptake. Proses ini terjadi ketika ion logam berat terikat pada dinding sel
biosorben. Mekanisme passive uptake dapat dilakukan dengan dua cara, pertama dengan
cara pertukaran ion di mana ion pada dinding sel digantikan oleh ion-ion logam berat;
dan kedua adalah pembentukan senyawa kompleks antara ion-ion logam berat dengan
gugus fungsional seperti karbonil, amino, thiol, hidroksi, fosfat, dan hidroksi-karboksil
secara bolak balik dan cepat. Sebagai contoh adalah pada Sargassum sp. dan Eklonia sp.
di mana Cr(6) mengalami reaksi reduksi pada pH rendah menjadi Cr(3) dan Cr(3) di-
remove melalui proses pertukaran kation.

Gambar. Proses pasisive uptake Cr pada permukaan membran sel


Sumber : Cossich., et.al (2002)

2. Aktif uptake. Mekanisme masuknya logam berat melewati membran sel sama dengan
proses masuknya logam esensial melalui sistem transpor membran, hal ini disebabkan
adanya kemiripan sifat antara logam berat dengan logam esensial dalam hal sifat fisika-
kimia secara keseluruhan. Proses aktif uptake pada mikroorganisme dapat terjadi sejalan
dengan konsumsi ion logam untuk pertumbuhan dan akumulasi intraselular ion logam.

Menghitung Jumlah Logam berat yang Teradsorpsi

Untuk mengetahui jumlah logam berat yang mengalami proses bioabsorpsi oleh
mikroorganisme dapat dihitung dengan pendekatan konstanta Langmuir yaitu :

Q=

Q = miligram logam yang diakumulasi per gram


Ceq = besar konsentrasi logam pada larutan
Qmax = maksimum serapan spesifik dari biosorben
b = rasio bioabsorpsi

Perhitungan di atas berlaku pada pH konstan dan untuk bioabsorpsi 1 jenis logam saja.

Salah satu contoh penelitian yang mengunakan konstanta langmuir untuk menghitung
jumlah logam berat yang teradsorpsi oleh mikroorganisme adalah penelitian oleh Voleski
(2005), pada penelitiannya terhadap 3 jenis Sargassum untuk menyerap logam berat Cd,
Cu dan Uranium (U) diperoleh data bahwa penyerapan Cd pada pH 4,5 adalah 87 mg
Cd/g untuk Sargassum vulgare, 80 mg Cd/g untuk Sargassum fluitans dan 74 mg Cd/g
untuk Sargassum filipendula. Sedangkan untuk penyerapan Cu pada Sargassum vulgare
adalah 59 mg Cu/g, Sargassum filipendula 56 mg Cu/g, Sargassum fluitans 51 mg Cu/g
dan untuk penyerapan Uranium oleh sargassum adalah > 500 mg U/g.

Penutup

Ulasan tentang bioremoval sebagaimana telah disajikan dalam tulisan ini mungkin hanya
sebagian kecil dari cakupan penelitian dan bahasan ilmu tentang bioremoval. Tetapi
setidaknya penulis berharap dapat membuka wacana tentang pentingnya pemanfaatan
mikroorganisme di Indonesia.

Penggunaan mikroorganisme sebagai metode alternatif sangat baik diterapkan di


Indonesia karena metode ini tidak memerlukan biaya yang tinggi dan alat yang canggih
tetapi hanya memanfaatkan mikroorganisme selektif yang mampu me-recovery logam
berat menjadi logam yang aman bagi lingkungan. Walaupun ada beratus jenis spesies
mikroorganisme yang telah diidentifikasi, namun sangat sedikit diantaranya telah
teridentifikasi sebagai mikroorganisme yang mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap
pengaruh toksisitas suatu ion logam berat. Pada beberapa kasus juga, sangat terbatas riset
yang melakukan studi banding terhadap beberapa jenis mikroorganisme, di mana
hasilnya selalu memiliki banyak perbedaan dalam efisiensi ikatan antara logam berat
dengan spesies mikroorganisme. Bahkan perbedaan ini dapat terjadi pada strain dari
spesies tunggal dengan kondisi psiko-kimia yang sama.

Menyadari bahwa metode ini belum sepenuhnya sempurna, maka diperlukan berbagai
penelitian lebih lanjut untuk menunjang efektivitas metode bioremoval dalam
menanggulangi pencemaran logam berat. Dalam perspektif pelestarian lingkungan,
pencarian metode penanganan limbah yang efektif merupakan langkah awal yang
seyogianya dilakukan di Indonesia. Dalam konteks ini, pengembangan metode
bioremoval pantas diperhitungkan.

DAFTAR PUSTAKA

Cossich, E.S., C.R.G Tavares., T.M.K.Ravagnani., Biosorption of chromium(III) by


Sargassum sp. Biomass. Universidad Catolica de Valparaiso. Chile, Vol. 5 No. 2, Issue of
August 15, 2002.

Elankumaran R., Raj Mohan B., M. N. Madhyastha., Biosorption of Copper from


Contaminated Water by Hydrilla verticillata Casp. and Salvinia sp.. Karnataka Regional
Engineering College), 575 025 Surathkal. India, July 2003.

Gavrilescu, M., Removal of Heavy Metals from the Environment by Biosorption.


Technical Engineering in Life Sciences. Univ. of Iasi, Romania, Vol 4 No 3, p 219-232,
2004.

Kratochvil, David., Volesky, Bohumil., 2005. Biosorption of Cu From Ferruginous


Wastewater by Algal Biomass. Water Research journal. Mc Gill University, Canada.

Nakajama A., Sakaguchi T., Appl. Microbiol., 1986, 24, 59-64 Kratochvil, David. and
Volesky, Bohumil. Advances in biosorption of heavy metals. Trends in Biotechnology,
1998, vol. 16, p. 291-300.

N, Ahalya., T.V., Ramachandra., R.D., Kanamadi.., 2004. Biosorption of Heavy Metals.


Centre for Ecological Sciences, Indian Institute of Science, Bangalore, India.

Nordberg J. F., Parizek J., Pershagen G., and Gerhardsson L. 1986. Factor Influencing
Effect and Dose-Respons Relationships of Metals. In: Freiberg L., Nordberg G.F., and
Vouk V.B (Eds). Handbook on the Toxicology of Metals. Elsevier. New York

Putra, Johan Angga. 2005. Penanggulangan Pencemaran Logam Berat pada Perairan
dengan Pendekatan Konsep Bioremoval. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Lampung

St. Mihova., T.Godjevargova. 2001. Biosorption of Heavy Metals from Aqueous


Solutions. University ”Prof. Dr. A. Zlatarov”, Bourgas 8010. ISSN 1311-8978.

Volesky, Bohumil., 2004. Biosorption. Biological and Environmental System group. Mc


Gill University, Canada.

Volesky B, Holan ZR..,1995. Biosorption of Heavy Metals. Biotechnology Program.


May-Jun;11(3):235-50.

Vouk V. 1986. General Chemistry of Metals. In: Freiberg L., Nordberg G.F., and Vouk
V.B (Eds). Handbook on the Toxicology of Metals. Elsevier. New York

http://www.chem-is-
try.org/artikel_kimia/biokimia/bioremoval_metode_alternatif_untuk_menanggulangi_pen
cemaran_logam_berat/

You might also like