You are on page 1of 95

1

A. Sejarah Nusantara
Ancangan Sejarah manapun tidak akan mencapai tujuannya jika tidak
memperhatikan faktor geografis.1
Berdasarkan latar belakang historis bahwa tata ”Nusantara” adalah sebuah kata
majemuk yang diambil dari bahasa Jawa kuno. Kata ini terdiri dari kata-kata nusa
yang berarti ‘pulau’ dan antara berarti ‘lain’. Istilah ini digunakan dalam konsep
kenegaraan “Jawa” artinya daerah di luar pengaruh budaya Jawa. Dalam penggunaan
bahasa modern, istilah nusantara biasanya meliputi daerah kepulauan Asia Tenggara
atau wilayah Austronesia. Sehingga pada masa sekarang ini banyak orang
menggunakan istilah geografis ini untuk menunjukkan sebagai satu kesatuan pulau
di Nusantara termasuk wilayah-wilayah di Semenanjung Malaya (Malaysia,
Singapura) dan Filipina bahkan beberapa negara di wilayah Indochina seperti
Kamboja akan tetapi tidak termasuk wilayah Papua. Disisi lain, istilah geografis
Nusantara saat ini sering diartikan sebagai Indonesia yang merupakan satu entitas
politik. Fokus dari diskusi buku ajar ini adalah kepada istilah geografis Nusantara
sebagai wilayah Indonesia pada masa sekarang ini.

A.1. Sejarah Singkat Nusantara

Wilayah Nusantara terletak pada persilangan jalan, antara Samudera Hindia dan
Samudera Pasifik, atau lebih khusus, Benua Asia dan Australia. Persilangan ini telah
menjadikan wilayah Nusantara sebagai tempat persinggahan bagi pelayar dan
pedagang terutama dari China ke India atau sebaliknya. Persinggahan para pelayar
dan pedagang dari berbagai mancanegara telah menjadikan Nusantara sebagai
tempat kehadiran semua kebudayaan besar didunia. Bukti-bukti penemuan artefak-
artefak seperti prasasti, uang logam dan gerabah memberikan informasi kehadiran
bangsa-bangsa besar tersebut. Seperti prasasti berbahasa Tamil ditemukan di desa
Lobu Tua pesisir Barat Sumatra (Barus)1, porselin dan gerabah Cina ditemukan di
Palembang, nisan dan uang logam Arab ditemukan di Aceh. Dari penemuan-
penemuan tersebut, para arkeolog dan sejarahwan menyusun kronologis sejarah
Indonesia. Dapat dikatakan bahwa sekitar seribu tahun lamanya, dari abad ke-5
sampai ke-15, kebudayaan-kebudayaan India mempengaruhi Sumatra, Jawa dan Bali,
dan Kalimantan bersamaan dengan dataran-dataran rendah yang luas di
Semenanjung Indocina. Kebudayaan India ini awalnya pada penyebaran agama
Hindu dan Buddha dan Islam di Indonesia. Di Jawa Tengah, candi Borobudur dan
Prambanan adalah monumen yang sama nilainya dengan Angkor dan Pagan. Pada
abad ke-7 hingga ke-14, kerajaan Budha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra.
Penjelajah Tiongkok I Ching mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670.
Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Barat dan
Semenanjung Melayu. Pada abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah
kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga
1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian
besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan
dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dalam kebudayaan Jawa, seperti
yang terlihat dalam wiracarita Ramayana. Islam tiba di Indonesia sekitar abad ke-12,
menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir dekad ke-16 di Jawa
dan

SEJARAH PERKEMBANGAN ARSITEKTUR NUSANTARA


file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-1.htm (1 of 5)5/8/2007
3:32:52 PM
SEJARAH PERKEMBANGAN ARSITEKTUR NUSANTARA
Sumatra. Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoriti Hindu. Agama Islam ini
dibawa oleh pedagang Arab dari Parsi dan Gujarat melalui pembauran. Kesultanan
kecil Samudra Pasai disebelah utara Sumatra menjadi bandar yang ramai pada masa
itu. Berdasarkan catatan Gastaldi (1548), seorang ahli kosmografi dan enjineer dari
Italia, pelabuhan atau bandar kesultanan Samudra sebagai yang terbaik di pulau
tersebut, dan melalui proses evolusi nama, istilah Sumatra dikenalkan pertama kali
oleh orang Eropa Nicholò de’ Conti, sebelumnya Marcopolo menyebut dengan
“Samara”, kemudian Friar dan Odoric menyebut dengan “Sumoltra”, Ibnu Battuta
menyebut “Samudra”. 2 Melalui evolusi yang sama, nama Borneo pada mulanya
adalah nama sebuah pelabuhan Brunei, yang pada masa itu merupakan nama
kerajaan terpenting di Kalimantan Barat.3Di kepulauan-kepulauan di timur,
rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan
17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan
tersebut. Penyebaran Islam didorong hubungan perdagangan di luar Nusantara;
umumnya pedagang dan ahli kerajaan lah yang pertama mengadopsi agama baru
tersebut. Kerajaan penting termasuk Mataram di Jawa Tengah, dan Kesultanan
Ternate dan Kesultanan Tidore di Maluku di timur.
Peradaban Eropa, hadir sejak abad ke-16, mula-mula dalam bentuk peradaban Iberia
(Spanyol dan Portugis), kemudian Britania Raya, dan Belanda. Marcopolo menjadi
orang Eropa pertama yang bercerita tentang perjalanannya ke bandar-bandar pantai
utara “Samara” pada tahun 1291.
Mulai tahun 1602 Belanda secara perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah
Nusantara dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil yang
telah menggantikan Majapahit. Pada dekad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak
dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang
bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda ( Verenigde Oostindische Compagnie
atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas
kolonial di wilayah tersebut oleh parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya
berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta. VOC menjadi terlibat dalam politik
internal Jawa pada masa itu dan bertempur dalam beberapa peperangan yang
melibatkan pemimpin Mataram dan Banten. Setelah VOC jatuh bangkrut pada akhir
dekad ke-18 dan setelah kekuasaan Britania yang pendek di bawah Thomas
Stamford Raffles, pemerintah Belanda mengambil alih kepemilikan VOC pada tahun
1816. Pada 1901 pihak Belanda melancarkan Politik Etis ( Ethische Politiek), yang
termasuk investasi yang lebih besar dalam pendidikan bagi orang-orang pribumi, dan
sedikit perubahan politik. Di bawah gubernur-jendral J.B. van Heutsz pemerintah
Hindia-Belanda memperpanjang kekuasaan kolonial secara langsung di sepanjang
Hindia-Belanda, dan dengan itu mendirikan fondasi bagi negara Indonesia saat ini.
Pada saat ini,
Pemerintah Hindia Belanda mendirikan kota-kota dengan berbagai macam fasilitas
seperti bangunan perkantoran, rumah sakit, bangunan ibadah (masjid dan gereja)
dan lain sebagainya.
Penetrasi Jepang di Asia Tenggara pada tahun 1941 disambut pada bulan yang sama
dengan menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap
pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda terakhir dikalahkan Jepang pada Maret
1942.
A.2. Geografi dan Lingkungan
Nusantara beriklim tropis sesuai dengan letaknya yang melintang di sepanjang garis
khatulistiwa. Dataran Indonesia kurang lebih 1.904.000 kilometer persegi terletak
antara 60 garis lintang utara dan 110 garis lintang selatan serta 950 dan 1400 garis
bujur timur. Dataran ini dibagi menjadi empat satuan geografis yaitu kepulauan
Sunda Besar (Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi), Kepulauan Sunda Kecil
(Lombok, Sumba, Sumbawa, Komodo, Flores, Alor, Savu, dan Lembata), Kepulauan
Maluku (Halmahera, Ternate, Tidore, Seram dan Ambon), dan Irian Jaya beserta
kepulauan Aru. Seluruh pulau di Indonesia termasuk dalam zona iklim khatulistiwa
dengan suhu yang hampir konstan serta dipengaruhi oleh angin musim dan angin
pasat

file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-1.htm (2 of 5)5/8/2007 3:32:52 PM

SEJARAH PERKEMBANGAN ARSITEKTUR NUSANTAR

Secara geologis, Nusantara terdiri dari bentukan vulkanik dan nonvulkanik


yang saling berjalin, sehingga Indonesia merupakan wilayah seismik paling aktif di
dunia, tercatat kira-kira 500 gempa bumi setahun. Sejak akhir tahun 2004 hingga
2006 tercatat lebih dari 1000 kali gempa bumi. Selain gempa bumi, wilayah
Nusantara juga merupakan wilayah yang rawan tsunami, berdasarkan katalog gempa
(1629 - 2002) di Indonesia pernah terjadi Tsunami sebanyak 109 kali, terakhir kali
bencana tsunami yang paling besar terjadi akhir 2004 melanda wilayah Naggroe
Aceh Darussalam.

A.3. Keragaman Budaya


Indonesia memiliki 18,018 buah pulau yang tersebar di sekitar khatulistiwa
mulai dari 60 garis lintang utara dan 110 garis lintang selatan serta 950 dan 1400
garis bujur timur. Diantara puluhan ribu pulau tersebut terdapat lima pulau besar,
yaitu: Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya, dengan pulau terpadat
penduduknya adalah pulau Jawa, di mana lebih dari setengah (65%) populasi
Indonesia hidup dipulau ini. Flora dan fauna Indonesia sangatlah beragam jenisnya.
Setiap pulau memiliki kekhasan sendiri dan sering menjadi ikon dalam
perkembangan wilayah atau daerah tersebut. Selain itu, Indonesia juga kaya dengan
keberagaman etnis, terdapat kurang lebih 300 suku yang berbicara dalam 500
bahasa dan dialek.
Berdasarkan sosial linguistik, kebanyakan orang Indonesia berbahasa
Austronesia yang kelompok wilayahnya persebarannya meliputi banyak pulau di Asia
Tenggara, sebagian dari Vietnam Selatan, Taiwan Mikronesia, Polinesia dan
Madagaskar sehingga memiliki banyak kesamaan warisan budaya. Pengaruh budaya
Austronesia pada budaya Indoenesia terlihat dalam budaya materi, organisasi sosial,
kepercayaan, mitos, serta bahasa. Indonesia, selain kekayaan bahasa, masing-
masing etnis memiliki keunikan adat istiadat dan budaya yang sering direfleksikan
dalam keunikan arsitektur lokal atau vernakular. Apabila setiap etnik memiliki satu
karakteristik arsitektur vernakular, maka terdapat kurang lebih 500 arsitektur
vernakular di Indonesia yag merupakan kekayaan tiada tara bagi bangsa Indonesia.
B. Nusantara dan Jaringan Asia
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, wilayah Nusantara terletak pada
persilangan jalan, antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, atau lebih khusus,
Benua Asia dan Australia. Persilangan ini telah menjadikan wilayah Nusantara
sebagai tempat persinggahan bagi pelayar dan pedagang terutama dari China ke
India atau sebaliknya. Selain kedua bangsa Asia ini, terdapat juga pengaruh lain dari
berbagai budaya hebat di dunia seperti peradaban Iberia (Spanyol dan Portugis),
kemudian Britania Raya, dan Belanda. Dari luas dan letak wilayahnya, Indonesia
dikategorikan sebagai negara besar yang cukup berpengaruh di Asia. Jaringan ini
telah berlangsung beratus tahun lamanya, beberapa peninggalan budaya yang
nampak atas pengaruh yang pernah singgah masih ada seperti misalnya kebudayaan
India pengaruhnya mencakup terhadap penyebaran dan perkembangan Hindu
Buddha dan Islam di Indonesia yang bisa diketahui dari tinggalan budayanya yaitu
arsitektur candi dan arsitektur masjid bergaya Moghul di
Indonesia. Sama halnya dengan India, pengaruh kebudayaan China hingga sekarang
ini masih sangat besar dapat terlihat dalam berbagai sapek kehidupan; kepercayaan,
bahasa, makanan, sistem pertanian dan lain sebagainya.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-1.htm (3 of 5)5/8/2007 3:32:52 PM

SEJARAH PERKEMBANGAN ARSITEKTUR NUSANTARA


Kemajuan maritim di China pada masa Dinasti Ming telah membawa pelayar-
pelayar tangguh mengarungi wilayah Nusantara. Perdagangan silang antara China
dan India telah membuat Nusantara dan Asia Tenggara menjadi tempat
persinggahan setiap kali berlayar. Pertukaran budaya terjadi dengan adanya
interaksi perdagangan antara pedagang atau pelayar China dengan penduduk
setempat yang disinggahi. Terdapat banyak tinggalan sejarah yang mendapat
pengaruh peradaban Cina di Indonesia terutama pada klenteng dan bangunan
pertokoan yang tersebar pada kota-kota lama di seluruh wilayah Indonesia. Budaya
Jepang pertama kali masuk ke Nusantara pada sepertiga abad ke 20. Melalui
propaganda militer ”saudara tua” Jepang dengan leluasa masuk ke wilayah
Nusantara. Penetrasi politik Jepang selama 3,5 tahun tidak banyak meninggalkan
monumen atau tinggalan bangunan bersejarah di Indonesia seperti halnya India dan
Cina, akan tetapi kemiripan pada arsitektur vernakular yang sangat dipengaruhi oleh
budaya Austronesia menjadi pembahasan yang menarik dalam buku ajar ini. Sebagai
salah satu negara besar dengan konsep arsitektur timur yang kuat pernah
menduduki Nusantara maka sangat penting untuk diketahui bagaimana sejarah
perkembangan dan konsep arsitektur Jepang. Pembahasan buku ajar ini selain
menjabarkan sejarah perkembangan arsitektur di Indonesia yang mendapatkan
pengaruh dari peradaban Asia (India, Cina dan Jepang) di Indonesia juga membahas
konsep dan perkembangan arsitektur di ketiga negara tersebut. Arsitektur
Nusantara, dan Arsitektur Asia : India, Cina dan Jepang mewakili pemikiran tentang
arsitektur timur.
Gambar 1.1. Indonesia dan Jaringan Asia

C. Sejarah Perkembangan Arsitektur Indonesia


Perkembangan kebudayaan erat kaitannya dengan sejarah kebangsaan.
Secara umum periodisasi sejarah budaya Indonesia dibagi atas tiga bagian besar
yaitu Zaman Hindu-Budha, Zaman Islamisasi dan Zaman Modern, dengan proses
oksidentalisasi. Sebenarnya terdapat satu zaman lagi sebelum zaman Hindu Buddha
yaitu Zaman prasejarah akan tetapi pembahasan serta diskusi tentang zaman ini
tidak banyak contoh yang tersisa dalam bidang arsitektur terutama pada masa
prasejarah awal.1 Perkembangan arsitektur mulai dari masa Prasejarah Akhir yang
ditandai dengan ditemukannya kubur batu di Pasemah, Gunung Kidul dan
Bondowoso. Kemudian situs-situs megalitikum punden berundak di Leuwilang,
Matesih, Pasirangin.
Sebagaimana diketahui bahwa sejarah budaya yang melahirkan peninggalan
budaya termasuk arsitektur sejalan dengan periodisasi tersebut diatas, maka dapat
dikategorikan sebagai arsitektur percandian, arsitektur selama peradaban Islam (bisa
termasuk arsitektur lokal atau tradisional, dan pra modern) dan arsitektur modern
(termasuk arsitektur kolonial dan pasca kolonial).
Keberadaan arsitektur lokal yang identik dengan bangunan panggung berstruktur
kayu telah ada sebelum atau bersamaan dengan pembangunan candi-candi. Hal ini
ditunjukkan dari berbagai keterangan pada relief candi-candi dimana terdapat
informasi tentang arsitektur lokal/domestik atau tradisional atau vernakular
nusantara. Akan tetapi jikalau menilik usia dari bangunan vernakular yang ada di
Indonesia, tidak ada yang lebih dari 150 tahun.

file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-1.htm (4 of 5)5/8/2007 3:32:52 PM

SEJARAH PERKEMBANGAN ARSITEKTUR NUSANTARA


Pembahasan pada buku ajar ini tentang perkembangan arsitektur Indonesia
dapat diurutkan sebagai berikut :
− Arsitektur vernakular
− Arsitektur klasik atau candi
− Arsitektur pada masa perabadan atau kebudayaan Islam
− Arsitektur Kolonial
− Arsitektur Modern (pasca kemerdekaan)
File:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-1.htm (5 of 5)5/8/2007 3:32:52 PM

Arsitektur NUSANTARA PADA ERA


Hindu dan Buddha
A. Kerajaan Hindu dan Budha di Nusantara
Selama era kerajaan Hindu dan Buddha terdapat dua dinasti yang
berkuasa sekitar abad ke-8 hingga ke-10 yaitu dinasti Sanjaya dan
Syailendra. Dinasti Sanjaya beragama Hindu aliran Siwa, sementara
dinasti Syailendra menganut agama Buddha Mahayana atau
Vajrayana. Peninggalan dari ketdua dinasti ini berupa prasasti dan
candi. Keluarga Sanjaya memiliki kekuasaan di bagian utara Jawa
Tengah, dan keluarga Syailendra di bagian Selatan Jawa Tengah.
Sehingga dari abad ke-8 dan ke-9, candi yang ada di Jawa Tengah
Utara bersifat Hindu, dan yang ada di Jawa Tengah Selatan bersifat
Buddha
Pembangunan candi terkait dengan kerajaan di Nusantara pada
masa perkembangan agama Buddha dan Hindu di Indonesia. Terdapat
ratusan prasasti-prasasti yang ditanda tangani oleh raja-raja yang
berkuasa pada saat itu.
Keberadaan kerajaan-kerajaan Hindu Budha dimasa lampau
diketahui dari prasasti-prasasti. Prasasti dari kerajan tertua di
nusantara ditemukan di Kutei, Kalimantan Timur. Prasati ni berbentuk
‘yupa’. Yaitu tugu peringatan upacara kurban. Menurut bentuk dan
tulisan yang digunakan, prasasti ini diperkirakan dibuat pada tahun
400 Masehi, prasasti ini menceritakan sebuah kerajaan di Kalimantan
timur (Kutei) diperintah oleh seorang raja bernama Mulawarman.
Setelah prasasti Kutei ini, terdapat ratusan prasasti yang bercerita
tentang kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha di Nusantara sekaligus
juga bercerita tentang bangunan suci (candi), bahkan ada nama candi
di prasasti yang tidak bisa ditelusuri namanya dengan candi yang
dikenal. Umumnya prasasti tersebut dibuat pada abad ke-9. Selain
peninggalan prasasti, terdapat pula candi-candi yang didalamnya
terdapat arca yang menjadi bukti keberadaan kerajaan-kerajaan
tersebut di masa lampau. Ada juga berita tentang keberadaan
kerajaan tersebut berasal dari berita ekspedisi pada pendeta Buddha
Tiongkok (Cina) ke nusantara misalnya berita dari pendeta I-Tsing yang
menyebutkan keberadaan kerajaan Holing (Kaling), kerajaan-kerajaan
di Sumatera : Tulang Bawang (Sumatera Selatan), Melayu (Jambi), dan
Sriwijaya. Dari I-Tsing diketahui bahwa Sriwijaya merupakan pusat
kegiatan ilmiah agama Budha pada masa itu. Buku atau kitab kuno
juga merupakan sumber informasi keberadaan kerajaan-kerajaan di
masa lampau, seperti kitab Pararaton dan juga kitab
Negarakertagama.
2

2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (1 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
Berikut adalah rangkuman dari berbagai sumber terhadap
beberapa prasasti dan candi peninggalan kerajaankerajaan
pada era Hindu dan Buddha atau sebelumnya.
Tabel 2.1. Tinggalan Sejarah Kerajaan-kerajaan selama era
Hindu Budha
Nama
Kerajaan/
Dinasti
Prasasti Arca/Monumen Candi Agama
Kutei,
Kalimantan
Timur
7 buah prasasti
Mulawarman, 400 M
---
Taruma-negara,
Jawa Barat
7 buah prasasti
Purnawarman, 400-500 M
- Batu Jaya, Kerawang Budha
Kaling, Jawa
Tengah
Tuk Mas, 650 M - - Hindu-Budha
Sriwijaya 5 buah prasasti, 683 M
Arca Buddha, 600 M Muara Takus. Muara
jambi, 1064 M
Biara di Padang
Lawas, 1024 M
Budha
Budha
Budha
Mataram, Jawa
Tengah
Canggal, 732 M
Arjuna, 809 M
Lingga dan Yoni Gunung Wukir
Kelompok C.Dieng
Hindu
Hindu
Kanjuruhan,
Jawa Timur/
Dinasti Sanjaya
Kanjuruhan, Dinoyo, 760 M
3 prasasti (a,b,c),856 M
Raja Balitung, 907 M
Lingga Badut
Wihara Ratu Boko
Siwa, Hindu
Hindu-Budha
Dinasti
Syailendra
Kalasan, 778 M
Kelurak, 782 M
Karang Tengah, 824 M
Arca Tara
Arca Manjucri
Kalasan, Prambanan
Plaosan
Sewu, Lorojonggrang,
Borobudur, Pawon,
Mendut
Budha
Hindu-Budha
Hindu-Budha
Budha
Keluarga Isana,
Jawa Timur
Sindok, sekitar 929 M
Pucangan, dikenal dengan
Prasasati Calcutta
-
Arca Durga
Ngetos, Ngawi
Gunung gangsir,
gempol-Pasuruan
Hindu
Hindu
Keluarga
Warmadewa
Sanur, 914 M - Padas, Gunung Kawi,
Tampak Siring
Hindu
Airlangga Pucangan, dikenal dengan
Prasasati Calcutta
Arca Wisnu dan
garuda (garudamukha)
Belahan, Jawa TImur Hindu
Kerajaan Kadiri Sri Jayawarsa, 1104 - - Hindu
Singhasari
Wur are,1289 M
Pamalayu. 1292 M
Prajnaparamita (Ken
Dedes)
Joko Dolok
Amoghapaca
Kidal, 1427 M
Jago. 1268 M
Jawi
Singhasari
Hindu-Budha
Budha
Siwa-Budha
Siwa-Budha
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (2 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
Majapahit -
Batutulis, Bogor, 1333 M
Adityawarman,
Batusangkar
Harihara
Candi Sumberjati, Blitar
Candi Anta Antapura
Candi Rimbi, Mojokerto
Candi Panataran
Candi Jabung, 1354 M
Candi Surawana dan
Candi
Tigawangi,1365M
Siwa
Budha
Hindu
Hindu
Hindu
Hindu
Hindu
B. Arsitektur Candi
B.1. Fungsi Candi
Kata Candi pada umumnya dianggap berasal dari kata candikagrha,
nama tempat tinggal Candika, Dewi
Kematian dan Permaisuri Siwa. Maka, secara harfiah Candi bisa
ditafsirkan sebagai bangunan yang digunakan
untuk keperluan pemakaman, atau bahkan sebagai makam. 1.
Dahulukala, diduga abu dari jenazah seorang
raja dikubur dibawah bagian tengah candi (peripih). Sehingga
seringkali dulu candi digunakan sebagai tempat
pemujaan dan memuliakan raja yang sudah meninggal. Akan tetapi,
Candi dibangun bukan semata hanyalah
sebagai makam atau tempat pemujaan dan memuliakan raja yang
sudah meninggal, lebih dari candi itu,
candi juga difungsikan sebagai tempat pemujaan kepada para Dewa
yang dilambangkan sebagai arca. Arca
tersebut diletakan di ruang tengah candi dahulu kala hanya Pendeta
yang memimpin acara pemuajaan yang
diperkenankan masuk kedalam ruang tersebut. Candi lebih diyakini
sebagai kuil atau tempat pemujaan
daripada sebagai makam.
B.2. Tatanan, Bagian dan Konsep Arsitektural Candi
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (3 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (4 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
Secara
vertikal,
struktur
bangunan
candi terdiri
dari tiga
bagian yang
melambangkan
kosmologi atau
kepercayaan
terhadap
pembagian
dunia sebagai
satu kesatuan
alam semesta
yang sering
disebut
dengan
‘Triloka’ terdiri
dari dunia
manusia
(bhurloka),
dunia tengah
untuk orang-orang yang disucikan (bhuvarloka) kemudian dunia untuk
para dewa (svarloka). Ketiga tingkatan
ini, dalam struktur candi adalah digambarkan sebagai bagian kaki,
badan dan kepala. Arsitektur candi sering
juga diidentikan dengan makna perlambangan Gunung Meru. Dalam
mitologi Hindu-Buddha, Gunung Meru
adalah sebuah gunung di pusat jagat yang berfungsi sebagai pusat
bumi dan mencapai tingkat tertinggi
surga. Keyakinan seolah-olah mengatakan bahwa gunung sebagai
tempat tinggal para dewa.
Pada bangunan candi di Indonesia, selain berbagai macam arca Budha
dan para dewa yang terdapat di ruang
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (5 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
dalam candi, elemen atau bagian bangunan yang terdapat pada
arsitektur candi baik candi Hindu dan Buddha
yaitu kala-mekara, peripih, stupa, ratha (mahkota), lingga dan yoni.
 Kala merupakan makhluk legenda yang diciptakan Siwa untuk
membunuh seorang raksasa. Kala ini
diwujudkan dalam berbagai variasi bentuk seperti mahkluk aneh tanpa
rahang bawah atau hiasan dengan
satu mata. Sedangkan Mekara adalah binatang mitologi berbelalai
gajah, surai singa, paruh burung nuri,
dan ekor seperti ikan, yang semuanya merupakan lambang air dan
birahi.2 Hiasan mekara ini sering
ditemukan baik pada candi Hindu dan Buddha. Biasanya patung
makara ditemukan pada gapura sebagian
besar candi klasik awal, makara jarang ditemukan pada jaman klasik
akhir di Jawa, tetapi di Sumatra,
seperti di kompleks candi Padang Lawas, dimana didirikan perkiraan
pada abad 10 mekara ini masih terus
digunakan.
 Peripih adalah sebuah peti batu yang digunakan awalnya sebagai
tempat abu jenazah seorang raja,
kemudian pada kenyataan lain, peripih digunakan sebagai wadah
untuk menaruh unsur-unsur yang
melambangkan dunia materi : emas, perak, perunggu, batu akik dan
biji-bijian yang diduga sebagai
benda-benda upacara pemujaan. Di dalam peripih terdapat bagian-
bagian yang diatur dalam pola seperti
mandala, sembilan atau 25 titik. 3
 Stupa merupakan unsur perlambang Buddha dengan bentuk
setengah bulatan mempunyai pengertian
falsafah melambangkan “kubah syurga” (Dome og Heaven) atau
melambangkan struktur kosmik yang
menetap. Biasanya diletakkan di bagian atas candi.
 Lingga dan yoni adalah sepasang relief atau monumen yang
terdapat pada candi Hindu Siwa. Lingga
terdiri dari silinder terpadu atau berdiri diatas dasar yang disebut yoni.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (6 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
B.3. Teknik Konstruksi dan Pembangunan Candi
Bangunan candidi Indonesia umumnya dibangun dengan cara a joint
vif, yaitu bebatuan yang saling
ditumpuk diatasnya tanpa ada bahan pengikat. Pada awalnya teknik
penumpukan batu dilakukan dengan
cara membuat perkuatan dengan memotong bagian balok batu untuk
membuat semacam lidah dan tekukan
yang saling mengunci dengan balok-balok yang bersebelahan baik
secara mendatar maupun ke atas. Pada
awal abad ke-9, ahli bangunan Jawa menggunakan teknik India
mengenai dinding batu berdaun ganda. Jawa
merupakan satu-satunya wilayah di Asia Tenggara yang menggunakan
cara konstruksi seperti ini. Teknik ini
memerlukan pembuatan sepasang dinding sejajar dan pengisian
rongga diantaranya dari puing atau dari batu
dengan bentuk yang tidak beraturan direkatkan dengan lumpur,
kadang-kadang ditambah sedikit kapur
seperti di Loro Joggrang. Lapisan luar batu biasanya diarahkan ke
bagian luar dalam serangkaian bebatuan
menggantung berjarak tidak rata yang menghasilkan kesan bagian
luar bagikan dipahat atau di sesak.
Setelah abad ke 9, teknik kontruksi candi agak sedikit berubah sejalan
dengan peralihan pusat politik pada
masa itu ke Jawa Timur.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (7 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
Pembangunan candi memiliki tata cara dn upacara ritual. Upacara
yang dilaksanakan serigkali dicatat dalam
tulisan batu (piagem) atau lempengan perak atau tembaga. Yang
brinisiatif membangun candi pada pertama
kalinya adalah bangsawan (orang suci) dengan mengajak orang-orang
di kampungnya (sekelilingnya) untuk
bergotong royong membangun candi. Pertama sekali bangsawan yang
menyelenggarakan acara membagikan
hadiahpada semua orang yang datang. Kemudian peserta menghiasi
diri dengan bunga dan pewarna dan
batu suci diletakkan ditengah halaman candi yang yang akan
dibangun. Tata cara urutan pembangunan candi
seperti yang terlihat pada gambar berikut ini.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (8 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
B.4. Pembagian kelompok arsitektur candi
Melihat dari masa pembangunan candi-candi di Nusantara, maka
dibagi atas tiga periode1 yaitu masa Klasik
Awal (600 M-900 M), dimana candi Prambanan dan Borobudur
dibangun pada masa ini, kemudian masa
Klasik Madya (900 M- 1250 M) yaitu candi-candi yang terdapat di
Sumatera seperti candi-candi yang ada di
Padang Lawas, Muara Takus, dan Muara Jambi. Candi-candi yang
dibangun pada Masa Klasik Akhir (1250 M –
1500 M) umumnya terdiri dari konstruksi bata yang secara meluas
banyak terdapat di Jawa Timur dimana
candi berundak di lereng gunung popular pada akhir periode ini.
Jika dilihat dari sudut pengelompokkan langgam atau jenis serta
agama yang mewakili keberadaan candi
tersebut, Soekmono membagi menjadi tiga jenis yaitu jenis Jawa
tengah Utara mewakili agama Hindu (Siwa),
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (9 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
jenis Jawa Tengah Selatan mewakili agama Budha (Mahayana) dan
jenis Jawa Timur mewakili aliran
Tantrayana (baik Siwa maupun Budha). Dalam hal ini kellompok candi
Loro Jonggrang meruipakan
perkecualian, karena berasal dari jaman setelah berpadunya keluarga
Sanjaya dan keluarga Syailendra
sehingga susunannya terlihat sebagai kelompok candi di Jawa Tengah
Selatan akan tetapi keagamaannya
mewakili agama Hindu. Pengelompokkan ini sejalan dengan
pengelompokkan candi berdasarkan masa
pembangunannya.
Candi-candi di Jawa Tengah Utara merupakan candi pada masa klasik
awal. Candi di wilayah ini merupakan
pemujaan terhadap Siwa dengan bentuk mendekati tipe candi di India,
sebagai contoh yaitu candi Arjuna
yang merupakan kelompok candi Dieng. Dahulunya, diperkirakan di
candi tersebut pernah terdapat arca atau
lingga yang akan dimandikan dengan upacara khusus, dengan
pengaturan bilik dan saluran air suci
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (10 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
menembus tembok, upacara ini mirip dengan upacara Siwais dengan
cara yang sama seperti candi-candi
Palawa di India selatan. Begitu pula halnya dengan candi Bima dimana
pada awalnya sama dengan bentuk
candi dari provinsi Orissa di India, akan tetapi kemudian banyak
mengalami perubahan sekitar tahun 800 M
disesuaikan dengan penggunaannya oleh penganut Budha. Beberapa
candi yang terpenting lain pada masa
dan wilayah ini adalah Candi Gunung Wukir dekat Magelang (732 M),
Candi Badut, dekat Malang (760 M),
kelompok candi Gedong Songo di lereng gunung Ungaran.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (11 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
Candi-candi di Jawa Tengah Selatan merupakan candi-candi Budha
pertama di Jawa atau dikategorikan juga
sebagai candi pada masa Klasik awal. Candi yang termasuk adalah
candi Kalasan, dekat Yogyakarta (778 M),
candi Sari di dekat candi kalasan, candi Borobudur, candi Mendut di
sebelah timur Borobudur, kelompok
candi Sewu di dekat Prambanan, kelompok candi Plaosan disebelah
timur candi Sewu.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (12 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
Sebenarnya, terdapat perbedaaan yang cukup signifikan antara candi
Jawa Tengah Utara dengan candi Jawa
tengah Selatan karena perbedaan peruntukan bangunan
keagamaannya. Misalnya, kelompok candi Dieng dan
kelompok candi Gedung songo yang merupakan candi Hindu
didalamnya terdapat yoni dan lingga, dan
sebagian besar menghadap ke barat. Akan tetapi kemudian, dominasi
candi Budha di Jawa tengah Selatan
telah memberikan image bahwa candi di Jawa tengah adalah candi
budha, dan memang kemudian pengruh
Budha juga terdapat pada candi-candi di Jawa tengah Utara. Sehingga
akhirnya bisa dikatakan tidak ada
perbedaan yang mendasar antara candi di Jawa tengah Utara dengan
candi di Jawa tengah Selatan, hanya
candi di Jawa tengah Selatan lebih mewah dan lebih megah dari segi
bentuk dan hiasan daripada candi di
Jawa Tengah Utara. Oleh karena itu, sering tipe candi di kedua wilayah
ini disatukan, perbedaan yang
mendasar terlihat dengan candi di Jawa Timur.
Candi-candi terpenting di Jawa Timur adalah candi-candi di sekitar
Malang : candi Kidal (candi Anusapati),
candi Jago disebut juga candi Wisnuwardhana, candi Singosari (candi
Krtanagara). Kemudian candi Jawi
dekat Prigen, kelompok candi Panataran dekat Blitar, candi Jabung
dekat Kraksaan.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (13 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (14 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
Perbedaan dari kedua tipe candi antara dua wilayah ini dijelaskan pada
tabel 2.2.
Tabel 2.2. Perbedaan bentuk dan langgam candi Jawa tengah dan Jawa
Timur.
Bentuk dan Tipe candi Jawa Tengah Bentuk dan Tipe candi Jawa Timur
− Bentuk bangunan candi lebih
tambun/lebar
− Atapnya nyata berundak-undak
− Puncaknya berbentuk ratna atau
stupa
− Gawang pintu dan relung
berhiaskan kala mekara
− Reliefnya timbul agak tinggi dan
lukisannya naturalistik
− Letak candi di tengah halaman
− Kebanyakan menghadap ke Timur
− Bentuk bangunan candi lebih ramping
− Atapnya merupakan perpaduan tingkatan
− Puncaknya berbentuk kubus
− Makara tidak ada, dan pintu serta relung
hanya ambang atasnya saja diberi kepala Kala
− Reliefnya timbul sedikit saja dan
lukisannya simbolis menyerupai wayang kulit
− Letak candi di bagian belakang halaman
− Kebanyakan menghadap ke Barat
− Kebanyakan terbuat dari bata
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (15 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
− Kebanyakan terbuat dari batu
andesit
Sumber : Soekmono, 1973, vol.2, hal 86
Di pulau Sumatra seperti candi Muara takus, candi-candi di Padang
Lawas terdapat beberapa candi yang
digolongkan sebagai candi pada masa klasik madya. Candi ini
diperkirakan dibangun pada abad ke-11 dan ke-
13 merupakan tempat pemujaan dari batubata aliran Budha esoterik.
Diperkirakan bahwa keberadaan candicandi
ini berhubungan erat dengan kerajaan Adityawarman, seorang putra
Pangeran Jawa yang pindah dan
mendirikan kerajaan di pedalaman Sumatra. Bukti sejarah berupa
prsasasti Adityawarman mengungkapkan
beberapa fakta sejarah di pedalaman sumatra saat itu. Selain prasasti,
terdapat cerita sajarah Kerajaan
Pannei (di daerah sekitar sungai Panai, Padang Lawas) diserang oleh
kerajaan Cola (India Selatan) pada
tahun 1025. Salah satu Bangunan biaro (berasal dari kata vihara) di
Padang Lawas memiliki hiasan singa
yang mirip dengan ukiran di Polonaruva, ibukota Sriklanka abad ke-11.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (16 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
Selain kedua bentuk dan langgam diatas, terdapat tipe lain dari candi
yang berbeda yang sering disebut
dengan pertirtaan dan candi padas. Kelompok ini dimasukan kedalam
candi pada masa klasik akhir.
Pentirtaan dan Candi padas yang terkenal adalah candi belahan di
lereng gunung Penanggungan dekat
Mojokerto, dikenal dengan candi berundak, candi Tikus di bekas kota
Majapahit (abad ke-14), dan gunung
kawi di Tampaksiring (Bali). Kemudian ada lagi jenis bangunan candi
yang berupa gapura, terdapat dua jenis
gapura yaitu yang pertama, bagian pintu keluar masuk yang mana
bagian tubuhnya terdapat lobang pintu,
misalnya candi Jedong, candi Plumbangan, dan candi Bajang Ratu.
Jenis gapura kedua, rupanya seperti
bangunan candi yang dibelah dua atau disebut juga dengan candi
bentar yang biasanya identik dengan seni
bangunan pada masa Majapahit. Selain candi Waringin Lawang di
Majapahit, juga terdapat di Kapal, Bali.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (17 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (18 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
.

Arsitektur NUSANTARA pADa masa


perkembangan ISLAM
A. Kerajaan Islam di Nusantara
Islam masuk ke Indonesia kurang lebih abad ke-13 sangat terkait
dengan perkembangan perdagangan di
wilayah Nusantara. Pada awalnya kedatangan Islam ke nusantara
melalui pembauran para pedagang yang
berasal dari Gujarat, sebuah wilayah di bagian barat India. Pada masa
tersebut terdapat beberapa kota-kota
pelabuhan seperti Barus, Pasai, Banten, Demak, Madura yang menjadi
titik pertemuan dan penyebaran
Islam di nusantara.
Dalam ekspedisi Marco Polo dari Tiongkok ke Persia tahun 1292,
kemudian singgah di Peureula’, bagian
utara Sumatera (Aceh), pada waktu itu dijelaskan bahwa terdapat
penduduk yang beragama Islam dan juga
pedagang-pedagang dari India yang giat menyebarkan agama tersebut
walaupun disekitar kota masih
banyak yang belum memeluk Islam. Tak lama setelah
persinggahannya tersebut, pada tahun 1297 di
Samudra, sebuah kerajaan di Aceh, ditemukan makam raja Islam,
salah satunya makam Sultan Malik al-
Saleh. Dari bukti sejarah ini, disimpulkan bahwa Kerajaan Samudra
menjadi kerajaan Islam yang pertama di
Nusantara. Samudra menjadi pelabuhan niaga yang terpenting di
Nusantara hingga akhir abad ke-14. Pada
awal abad ke-15, Malaka timbul sebagai pusat perdagangan dan
pangkal penyebaran agama Islam.
Sementara di bagian Timur Nusantara timbul pula pusat kegiatan
Islam, yaitu Ternate (1430) yang
meluaskan ajaran Islam hingga ke pantai timur Sulawesi. Kejayaan
Malaka mencapai daerah Riau (Kampar,
Indragiri), akan tetapi tidak lama bertahan hingga Portugis
menakhlukan Malaka pada tahun 1511. Di pulau
Jawa, kerajaan Majapahit mendekati masa punjak kejayaannya
dibawah pemerintahan raja Hayam Wuruk
(1611). Demikian pula, Majapahit digantikan kedudukannya oleh
Kerajaan Demak yang kemudian meluaskan
agama Islam ke seluruh Jawa hingga bagian selatan Kalimantan
sehingga tersebut kerajaan Mataram dan
Banten menjadi kerajaan Islam yang besar setelah Demak. Pada abad
ke-16 juga timbul kerajaan Brunei
yang meluaskan ke Islaman hingga bagian barat Kalimantan, dan juga
Filipina. Atas kegiatan orang-orang
Bugis, maka Islam masuk ke Kalimantan Timur dan Sulawesi Tenggara
dan juga beberapa pulau di Nusa
2

3
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/bab%203.htm (1 of 14)5/8/2007 3:32:55
PM
2
Tenggara. Kerajaan Goa menjadi kerajaan besar Islam pada masa itu.
Dari Ternate (Kesultanan Ternate dan
Tidore), Islam meluas meliputi pulau-pulau di seluruh Maluku, dan di
daerah pantai Timur Sulawesi serta
Sulawesi Utara. Demikianlah, hingga akhir abad ke 16, boleh dikata
bahwa Islam telah tersebar dan mulai
mengakar di Nusantara. 1
Penyebaran Islam keseluruh Kepulauan Indonesia terbagi dalam tiga
tataolahsejarah berbeda (three
dintinct historical processes), yang mana masing-masing dikaitkan
dengan pola perkembangan. Pendirian
negara Islam di Sumatera utara mencerminkan pemunculan
pemerintah baru bukan melalui penakhlukan
atau peralihan kerajaan yang ada. Namun di Jawa, penguasa Islam
menggantikan kekuasaan politis raja
Hindu. Elit politik baru tidak sepenuhnya merombak ideologi ataupun
lambang penampilan luar penguasa
lama; melainkan mereka sangat mempertahankan kesinambungan
dengan masa sebelumnya seraya
memperkuat peralihan dan perluasan pemerintahan Hindu terdahulu.
Sementara di Indonesia timur
(Kalimantan, Sulawesi dan Maluku), raja-raja dengan mudah beralih ke
Islam, tidak ada perubahan berarti
dalam hukum dasar negara (kerajaan).2
B. Pertumbuhan Kota-Kota Islam Awal
Salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan kota pertama di
Indonesia adalah peningkatan
perdagangan kelautan Asia secara umum pada abad ke-13 dan ke-14.
Pada masa itu, perdagangan rempahrempah
dari nusantara ke beberapa negara Asia seperti India dan China
mengalami kemajuan yang pesat
sementara bangsa Eropa mulai menapak kakinya menguasai pusat
pemasok utama rempah-rempah saat itu
di Banda. Pusat kerajaan Hindu dan Budha yang sebelumnya menjadi
tempat tujuan dan persinggahan dari
pedagang dan biksu China maupun India seperti Sriwijaya/Palembang,
Mataram dan Trowulan telah tumbuh
menjadi pemukiman perkotaan. Disamping itu pusat kerajaan Islam
yang tumbuh setelah pudarnya
kejayaan kerajaan Hindu Budha menjadi bandar-bandar baru sebagai
titik pintu masuk menuju perairan
internasional bersamaan dengan perkembangan kota-kota pelabuhan
yang mulai dikuasai oleh Potugis dan
VOC.
Bukti kebahasaan sering dikaitkan dengan kemunculan tradisi
pemukiman perkotaan di Asia Tenggara.
Sebutan Bandar sering digunakan untuk kota-kota pelabuhan saat itu,
kata ini berasal dari bahasa Persia
yang berarti ”pelabuhan dagang resmi” diterjemahkan secara bebas
sebagai town dan city dalam bahasa
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/bab%203.htm (2 of 14)5/8/2007 3:32:55
PM
2
Inggris, cicade (Portugis), stad (Belanda). Sementara, istilah ”kota”
dalam babad tanah Jawi padanannya
khita, kuta, kuto dan negeri, istilah yang sering digunakan
sebelumnya pada masa Hindu. Sebutan kuto
dalam beberapa sastra Jawa Kuno dan Jawa Peralihan juga
dicantumkan seperti dalam Kitab Bomakywya,
Ramayana, Bharatayuddha, dan Pararaton. Sebutan kuto ini memiliki
persamaan dengan kata yang lazim
didapatkan dalam bahasa Belanda sebagai burcht, kaasteel, vesting,
vesterkte legerplaats. 3 Kemudian
dalam bahasa Hindi, ”kota” semula menggambarkan pemukiman
bertembok atau benteng, tetapi kemudian
menjadi pusat masyarakat, dan sekarang mencakup konsep kota
Metropolitan. Dari bukti kebahasaan
tersebut diketahui ada dua model kota yang dilihat dari pola modern
kehidupan kota yaitu pelabuhan dan
benteng.
Pada saat itu,
tampaknya
ada dua jenis
kota yang
muncul;
pertama, kota
sebagai
pelabuhan
dagang
dengan pintu
masuk
menuju jalur
perairan
internasional,
dan kedua,
kota sebagai pusat administratif dengan daerah pertanian yang
makmur. Kota yang terletak di pesisir dan
muara-muara sungai besar disebut sebagai pusat Kerajaan Maritim
berfungsi sebagai pelabuhan atau titik
masuk dan keluar pelayaran seperti Sriwijaya/Palembang, Aceh/Pasai,
Banten, Batavia, Banjarmasin,
Semarang, Demak, Jepara, Gersik, Tuban, Surabaya, Makassar, Ternate
dan Banda. Sedangkan kota jenis
kedua, kota yang berada di pedalaman (hinterland) seperti
Pagaruyung, Jambi dan Mataram. Perkembangan
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/bab%203.htm (3 of 14)5/8/2007 3:32:55
PM
2
perdagangan monopoli rempah oleh Persekutuan Dagang Hindia Timur
(VOC) juga mempengaruhi
perkembangan kota-kota tersebut di atas pada masa pendudukan
Belanda.
Pertumbuhan kota dan permukiman pada kedua kota memiliki
karakteristik dan pola sendiri. Kota pesisir di
utara pulau Jawa dalam sejarah sangat berbeda dengan daerah
pedalaman. Kota pedalaman dicirikan
dengan kota dengan istana yang memiliki upacara yang rumit dengan
arsitektur yang didasarkan pada
penduduk yang bermata pencaharian utama pertanian. Sementara
disepanjang pantai utara digambarkan
sebagai masyarakat kosmopolitan dengan sederet bandar
perdagangan yang lebih cenderung memandang
ke luar daripada ke dalam. Perkembangan kota-kota pesisir ini
mendapat dukungan dari Pemerintah Hindia
Belanda sehingga pada abad ke-17 berkembang pesat dapat dilihat
dari perwujudan arsitekturnya.
Kemajuan kota-kota tersebut selain didukung oleh faktor geografi,
politik dan ekonomi, juga tidak terlepas
dari faktor magis-religius atau unsur kosmologi. Seperti halnya pada
pendirian kota kerajaan di Indonesia
seperti Yogyakarta, Surakarta, Demak, Cirebon, Banten, dan lain-lain
biasanya dihubungkan simbol meru
dalam mitologi Hindu. Umumnya kota-kota di Jawa mengikuti poros
utara-selatan. Dari beberapa
keterangan, lukisan, map, terhadap beberapa kota tersebut diatas
dapat disimpulkan bahwa morpologi kotakota
pada masa pertumbuhan dan perkembangan Islam di Nusantara
mempunyai ciri antara lain : ada yang
berpagar keliling/benteng (Yogyakarta, Surakarta, Cirebon, Demak,
Banten) ada juga yang tidak berpagar
keliling (kota Majapahit, Aceh, Gersik, Tuban, Surabaya), pasar, tempat
peribadatan (mesjid),
perkampungan, kelompok bangunan keraton, tempat raja atau
penguasa yang biasanya terletak di bagian
selatan. Pembuatan pagar keliling masa itu ber fungsi sebagai benteng
pertahanan terhadap gangguan dari
luar kota. Selain itu, dari sudut ekonomi, pagar keliling diperlukan
sebagai tempat pemungutan bea-cukai
barang-barang dagangan yang keluar masuk kota. Biasanya
perkampungan pendatang atau pedagang baik
dari wilayah Indonesia yang lain, maupun dari Gujarat, Parsi, Arab, dan
Cina (perkampungan dan pasar
berada di luar pagar keliling. Pengelompokan perkampungan
pendatang ada yang berdasarkan etnis dan
ada juga yang berdasarkan pekerjaannya. Sehingga pada saat itu
terdapat sebutan Kampung Melayu,
Kampung Makasar, Bugis, Ternate, Banda, dan Banjar dan lain
sebagainya. Demikian pula kampung
pendatang dari luar wilayah Indonesia dikenal dengan nama kampung
Gujarat, Arab, Benggala dan Cina. Di
Aceh, kampung pendatang juga dikelompokkan berdasarkan
pekerjaannya seperti kampung Pande
( tukang), begitu pula halnya di kota Cirebon, ada yang disebut dengan
Panjunan, adalah sebutan untuk
kampung para pembuat periuk belanga (a jun). Elemen lain dalam kota
masa Islam awal adalah lebuh
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/bab%203.htm (4 of 14)5/8/2007 3:32:55
PM
2
agung atau alun-alun, lapangan yang terletak di tengah-tengah kota
dan berfungsi sebagai tempat
berkumpul atau upacara ritual kerajaan/kota dan kegiatan hiburan.
Perekembangan
pesat pada
kota-kota
pelabuhan
dagang Islam
membentuk
titik perhatian
utama
pembaharuan
arsitektur dan
pembangunan
kota saat itu,
masyarakat
pertanian melanjutkan penyesuaian susunan ruang sejenis ”mandala”
pada zaman Hindu-Budha. Sementara
itu, masjid menggantikan candi sebagai titik utama kehidupan
keagamaan. Islam datang ke Indonesia tidak
menyebabkan revolusi dalam gaya bangunan, sehingga peralihan dari
zaman Hindu-Budha ke era Islam
memberikan suatu warna eklektisme seperti halnya yang terlihat
peninggalan yang tersisa pemakaman
Imogiri di Yogyakarta, Masjid Kudus, Istana Keraton Yogyakarta,
Surakarta, Cirebon, Deli dan Ternate.
C. Makam dan Pekuburan Orang Islam
Masa Islam Awal ditandai dengan ditemukannya bentuk monumen
seperti makam, mesjid, kuburan dan
keraton. Beberapa makam berasas Islam yang ditemukan diperkirakan
dibangun pada masa sebelum
masyarakat Indonesia sepenuhnya beralih ke Islam. Batu nisan Islam
tertua di Indonesia adalah nisan
seorang wanita bernama Fatimah binti Maimun bin Habatallah
ditemukan di Leran Surabaya sebelah barat,
Jawa Timur. Akan tetapi tidak ada informasi yang detail mengenai
wanita tersebut.4 Makam yang lain
ditemukan di Aceh diyakini sebagai makam penguasa pelabuhan
Samudra di pantai utara Aceh. Makam yang
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/bab%203.htm (5 of 14)5/8/2007 3:32:55
PM
2
masih terawat hingga saat ini adalah makam Malik Ibrahim yang
meninggal tahun 1419 di Gresik, Jawa
Timur. Dari segi perletakan, makam kadang-kadang berada di dekat
mesjid, dan seringkali terletak di tanah
lapang di luar desa/kota bersangkutan. Makam tidak pernah ditemukan
dalam lingkungan istana setempat.
Tidak ada bentuk dan hiasan makam yang spesifik, salah satu ciri
utama bentuk makam yaitu balok batu
persegi panjang yang menyerupai bangunan, terukir dengan ayat-ayat
yang diambil dari Al Quran serta
dibubuhi ragam hias yang disebut sayap; sedangkan jenis yang satu
lagi lebih umum disebut sebagai bentuk
jada atau club. Jenis ini dipakai oleh orang-orang sepanjang Sumatera,
dekat kepulauan Riau, dan
Semenanjung Malaka pada abad ke-15 dan 17. 5 Bentuk dan makam di
Jawa dipengaruhi oleh budaya Hindu
yang berkembang pada masa sebelumnya. Beberapa makam para sufi
atau ulama sperti di Jawa dikenal
dengan 9 wali menjadi tempat berziarah hingga saat ini.
D. Mesjid sebagai tempat suci
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/bab%203.htm (6 of 14)5/8/2007 3:32:55
PM
2
Berdasarkan uraian tentang kota-kota pada masa pertumbuhan dan
perkembangan Islam awal dijelaskan
bahwa mesjid menjadi tempat peribadatan menggantikan fungsi candi
pada masa tersebut. Letak mesjid di
kota-kota pusat kerajaan di Jawa disebelah barat alun-alun dan tidak
terpisahkan dari komponen inti kota
yaitu keraton. Dahulu, pusat kota kerajaan terdiri dari bangunan
keraton/istana, alun-alun, masjid, dan
tempat tinggal para bangsawan. Dari keterangan dan data sejarah
disebutkan bahwa pada sebuah kota
pusat kerajaan terdapat beberapa buah mesjid disamping beberapa
langgar atau surau atau meunasah.
Biasanya inisitaif dari mendirikan mesjid mula-mula timbul dari sultan
atau wali, diperkuat dengan unsurunsur
tradisional yang memandang raja atau sultan dan wali sebagai orang-
orang magis. Menurut babad,
mesjid-mesjid kuno yang didirikan di bawah pimpinan Wali Sanga
secara gotong royong adlah mesjid Agung
Demak dan Mesjid Agung Cirebon. Di Sumatera, pendirian mesjid juga
di inisiasi oleh Sultan atua Raja,
begitu juga dari segi letak, seringkali dekat dengan istana. Pada
awalnya mesjid didirikan sebagai tempat
ibadaah, sejalan dengan perkembangan politik dan pemerintahan,
mesjid juga digunakan sebagai pusat
kehidupan masyarakat yang berhubungan urusan keagamaan seperti
wakaf, peradilan, hukum Islam, zakat.
D.1. Kronologis perkembangan arsitektur masjid
Mesjid-mesjid kuno di Indonesia menunjukkan kekhasan yang
membedakannya arsitektur mesjid-mesjid di
negeri Islam. Mesjid-mesjid kuno pada awal perkembangan Islam yang
mengadopsi konsep-konsep
arsitektur Candi (Hindu/Budha), arsitektur lokal serta arsitektur Cina.
Kekhasan gaya arsitektur mesjidmesjid
kuno ini dinyatakan oleh bentuk atap tumpang atau bertingkat 2,3,5,
dengan puncaknya dihiasi
mustaka atau memolo, denahnya persegiempat atau bujursangkar
dengan serambi di depan atau di
samping; fondasinya pejal dan tinggi, pada bagian depan atau
samping terdapat parit berair (kulah) serta
gerbang. Umumnya mesjid tua di Jawa berciri seperangkat empat tiang
yang dikenal dengan saka guru
seperti :
• Masjid Menara Kudus, di Kudus,Jawa Tengah
• Masjid Sendang Dawur di Lamongan, Cirebon
• Masjid Mantingan di Jepara, Jawa Tengah
• Masjid Lima Kaum, Tanah Datar di Sumatera Barat
• Surau Syeh Burhanuddin, di Ulakan, Padang Pariaman, Sumatera
Barat.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/bab%203.htm (7 of 14)5/8/2007 3:32:55
PM
2
• Masjid Sultan Abdul Rahman, Kalimantan
• Masjid Agung Anke di Jakarta
• Masjid Sumenep di Madura
• Mesjid Angke dan Marunda di Jakarta
• Mesjid Agung Demak
• Mesjid Agung Banten
• Mesjid Baiturrahman pada masa Sultan Iskandar Muda
• Mesjid di Ternate tahun abad ke 19 (sebelum perubahan)
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/bab%203.htm (8 of 14)5/8/2007 3:32:55
PM
2
Kemudian, sekitar awal abad ke-19, arsitektur mesjid-mesjid yang
mendapat pengaruh arsitektur India,
Timur Tengah dan Kolonial Belanda. Beberapa mesjid yang mendapat
pengaruh gaya ini adalah :
• Masjid Raya Baiturahman di Aceh
• Masjid Raya Al Osmani di Labuhan, Deli
• Masjid Azizi Tanjung Pura, Langkat
• Masjid Raya Al Maksum di Deli, Medan
• Masjid Agung di Palembang
• Masjid Al Azhar di Jakarta
• Masjid Agung Yogyakarta
• Masjid Syuhada Yogyakarta
• Masjid Agung di Banyuwangi
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/bab%203.htm (9 of 14)5/8/2007 3:32:55
PM
2
Perkembangan
mesjid sangat
pesat setelah
kemerdekaan
Negara Indonesia.
Pada masa ini
arsitektur mesjid
dipengaruhi oleh
gaya modern yang
berkembang pada
masa itu. Mesjidmesjid
pasca
kemerdekaan
Indonesia awal yang menonjol yaitu Masjid Agung Istiqlal Jakarta
dirancang oleh arsitek F.Silaban, kemudian
masjid Salman di Bandung, dan masjid Agung di Jember

D2. Tatanan, Bagian dan Konsep Arsitektural Mesjid

Arsitektur mesjid di Indonesia beragam, tidak ada suatu


rancangan atau pola tertentu yang mengikat.
Namun, pada umumnya arsitektur mesjid Indonesia mempunyai
konsep dan elemen sebagai berikut:
− Ruang Utama, ruang utama tempat sholat, terdapat didalamnya
mihrab dan mimbar
− Mihrab, ruang tempat berdiri imam ( pemimpin sholat berjamaah )
yang berbentuk ceruk atau
relung di dinding sisi Kiblat
− Mimbar, kursi atau singgahsana atau tahta tempat para pemimpin
memberikan atau
menyampaikan masalah-masalah kepada umat atau rakyat.
− Maksurah, bilik berbentuk kotak, berdindingkan pagar atau terali
sehingga tembus pandang yang
diperuntukan khusus untuk pemimpin pada waktu sholat
− Halaman Terbuka, bagian dari masjid yang berupa lapangan
terbuku biasanya dibangun tamana
dan sebuah kolam atau pancuran air sebagai tempat bersuci
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/bab%203.htm (10 of 14)5/8/2007
3:32:55 PM
2
− Serambi, selasar atau koridor yang mengelilingi ruang utama,
biasanya tidak berdinding penuh
atau hanya dibatasi tiang saja.
− Menara (minaret), bangunan tinggi tempat muazin
mengumandangkan azan.
− Tempat bersuci, tempat mengambil wudhu sebelum masuk ke
dalam Masjid berupa kolam,
pancuran dan kamar mandi
Dibagian belakang dan samping mesjid kuno di Indonesia biasanya
terdapat pula makam raja-raja atau
sultan-sultan, anggota keluarga raja dan orang-orang yang dianggap
keramat, H.A.R Gibb dan Kramer6
menjelaskan mengutip dari Masjid makam ini digolongkan sebagai
masyhad, contohnya mesjid Demak,
mesjid Kadilangu, mesjid Ampel, mesjeid Kuto Gede, Mesjid banten
dan sebagainya.
E. Istana Kerajaan Islam
Keraton atau istana selama masa Islam tumbuh subur di Indonesia
meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan,
Sumbawa, Sulawesi dan Maluku. Setiap raja, besar atau kecil,
membangun gugus bangunan lambang
kejayaan dan kekuasaan. Umumnya keraton atau istana berada di
dalam pagar keliling dan di pusat kota
kerajaan. Sehingga terdapat perbedaan di antara dunia ” dalam” dan
dunia ”luar” yang diwakili oleh istana
(di Jawa terkadng dikenal dengan Dalem) serta lingkungan alam
sekitar di luar istana. Pagar keliling tersebut
juga membedakan antara ruang yang sakral dan profan. Lingkungan di
dalam istana dikenal sebagai ruang
yang bersifat sakral, beradab dan halus, dan lingkungan di luar istana
sebagai sesuatu yang liar, kasar dan
profan. Tata letak istana/keraton diibaratkan berporos pada gunung
yang suci atau berada dalam satu garis
imajiner dengan gunung dan laut, seperti halnya yang terjadi di Jawa,
Sumatera, Sumbawa, dan ternate,
dibelakang keraton/istana terdapat gunung yang dianggap suci.
Didalam satu kompleks istana terdapat
beberapa bangunan yang mana orientasi atau penempatannya
mengekspresikan perumpamaan tingkatan
atau hierarki dalam masyarakat tersebut. Hal ini terlihat dalam
kompleks keraton Yogyakarta.
Di Sumatera, terdapat beberapa istana Kerajaan Islam yang berkuasa
pada masa lampau. Sekarang ini
masih terdapat beberapa peninggalan bangunannya meskipun
kekuasaan raja telah hilang karena
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/bab%203.htm (11 of 14)5/8/2007
3:32:55 PM
2
perubahan sistem pemerintahan di negara Indonesia, dengan
perkecualian Kesultanan Yogyakarta.
Seperti halnya dengan mesjid, hampir tidak ada suatu pola khusus
dalam rancangan istana. Unsur
arsitektur lokal dan kolonial mendominasi konsep arsitektural istana
pada abad ke-19 dan ke-20, seperti
yang terlihat bangunan istana di Sumatera dan Ternate.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/bab%203.htm (12 of 14)5/8/2007
3:32:55 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/bab%203.htm (13 of 14)5/8/2007
3:32:55 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/bab%203.htm (14 of 14)5/8/2007
3:32:55 PM

Arsitektur VERNAKULAR INDONESIA


A. Sejarah Perkembangan Arsitektur Vernakular
Indonesia
A.1. Hubungan Austronesia dan Indonesia
Berdasarkan linguistik, kebanyakan orang Indonesia berbahasa
Austronesia, suku bangsa ini memiliki
kekayaan 700 - 800 bahasa tersebar pada banyak pulau di Asia
Tenggara, termasuk pula Vietnam Selatan,
Taiwan, Mikronesia, Polinesia dan Madagaskar. Selain kekayaan
bahasa, juga memiliki kekayaan dari
budaya materi seperti arsitektur. Budaya Austronesia diperkirakan
berasal dari masyarakat yang hidup
disepanjang sungai di Cina Selatan dan Vietnam utara sekitar
pertengahan abad ke-4 SM. Persebaran
orang-orang ini dari tanah leluhur berlangsung sekitar 6.000 tahun
yang lalu, dan memuncak sekitar 500 M
dengan menyebarkan penggunan bahasa Austronesia ke sekeliling
dunia.1
Pengaruh
budaya
Austronesia
terlihat
dalam
budaya
materi,
organisasi
sosial,
kepercayaan,
mitos, dan
bahasa.
Pengaruh
yang tampak dalam budaya materi adalah pengetahuan bercocok
tanam padi, irigasi, beternak kerbau dan

4
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (1 of 20)5/8/2007 3:32:57
PM
2
kambing, penggunaan logam yang sederhana, dan pelayaran.
Termasuk pula budaya berburu, mendirikan
megalit, upacara ritual kematian, berlayar, menenun, membuat
gerabah juga peralatan kampak batu untuk
bertukang dan sebagai peralatan memotong. Kearifan nenek
moyang, mitos, animisme, penguburan mayat
dalam peti, tempat pemujaan yang terletak di tempat yang tinggi
merupakan pengaruh dalam
kepercayaan. Tradisi monumen-monumen dari batu besar masih
subur di beberapa tempat di Indonesia;
yang paling menonjol di pulau Nias (pantai barat Sumatra) dan
Sumba di kepulauan Nusa Tenggara.
Banyak kosa kata dalam bahasa Austronesia saat ini mempunyai
asal yang sama, misalnya kata rumah, di
Jawa disebut omah, toraja ”banua”, di Roti (Nusa tenggara) ”uma”,
minangkabau ” rumah”. Begitu pula
halnya pengaruh dalam konsep dan bentuk rumah Austronesia di
Indonesia, bagi orang Austronesia rumah
bukan sekedar tempat tinggal, melainkan merupakan bangunan
teratur berlambang yang menunjukkan
sejumlah ide penting perwujudan keramat para leluhur, perwujudan
fisik jatidiri kelompok, dunia kecil di
jagad raya, dan ungkapan tingkat dan kedudukan sosial. Seperti
halnya yang diungkapkan oleh Rapoport,
bahwa rumah pada masyarakat tradisional mengekspresikan
hierarki status masyarakat dan budaya lokal.1
Ciri dan karakteristik mendasar dari rumah austronesia yaitu terdiri
atas bangunan persegi empat, berdiri di
atas tiang-tiang, beratap ilalang. Pintu masuk berupa tangga yang
ditakik dan ada perapian dengan rak di
atasnya untuk kayu bakar dan penyimpanan. Bentuk dasar ini
mengalami pembaharuan di daerah
Austronesia dan ditemukan di rumah Batak, ”rumah gadang” di
Minangkabau, ”rumah Tongkonan” di
Toraja, dan ”rumah panjang” di dayak, Kalimantan.
Pengaturan perlambang rumah di dalam rumah yang merupakan
ciri lain dari rumah austronesia sering
menggunakan pasangan koordinasi ruang yang berlawanan
− ”dalam” dan ”luar”, ”depan” dan ”belakang”,
”kiri” dan ”kanan” , ”timur” dan ”barat” dipetakan dalam kelompok
sosial yang dikaitkan dengan hubungan
erat antar jenis kelamin, sanak dan saudara, generasi muda dan
tua, bahkan antara yang masih hidup dan
yang sudah meninggal, untuk membentuk opografi perlambang
yang mengatur dan mewakili hubungan
sosial ini.2
Perlambangan dalam rumah austronesia nampak pada struktur dan
bentuk atap menggambarkan berbagai
macam bentuk dan simbol dari benda seperti kipas, perahu, dan
tanduk kerbau yang mencerminkan
kekuasaan dan nilai kesakralan. Simbol tersebut umumnya juga
terdapat pada dinding penutup atap
(gable-end). Status sosial atau hierarki dari rumah sering
digambarkan dalam dekorasi yang ada di dinding
penutup atap.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (2 of 20)5/8/2007 3:32:57
PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (3 of 20)5/8/2007 3:32:57
PM
2
A.2. Pengertian Arsitektur Vernakular
Kata Vernakular berasal dari vernaculus (latin) berarti asli (native).
Maka vernakular arsiektur dapat
diartikan sebagai arsitektur asli yang dibangun oleh masyarakat
setempat. Paul Oliver dalam bukunya
Ensikolopedia Arsitektur Vernakular menjabarkan bahwa arsitektur
vernakular konteks dengan lingkungan
sumber daya setempat yang dibangun oleh suatu masyarakat
dengan menggunakan teknologi sederhana
untuk memenuhi kebutuhan karakteristik yang mengakomodasi
nilai ekonomi dan tantanan budaya
masyarakat dari masyarakat tersebut. Arsitektur vernakular ini
terdiri dari rumah dan bangunan lain seperti
lumbung, balai adat dan lain sebagainya.
Beberapa rangkuman pengertian vernakular arsitektur :
" Vernacular architecture owes its spectacular longevity to a
constant redistribution of hard-won knowledge,
channeled into quasi-instinctive reactions to the outer world. 3
" Vernacular architecture is the manual-artisan culture of building,
based on tectonic logic..."
"Building is a craft culture which consists in the repetition of a
limited number of types and in their
adaptation to local climate, materials and custom. 4
" Vernacular buildings are built by ordinary people who possess
principles, or patterns, that have
traditionally been handed over from generation to generation. A
living pattern language is essential to true
vernacular construction by those not trained in architecture.4
Dalam hal ini, pengertian vernakular arsitektur sering juga
disamakan dengan arsitektur tradisional. Josep
Prijotomo berpendapat bahwa secara konotatif kata tradisi dapat
diartikan sebagai pewarisan atau
penerusan norma-norma adat istiadat atau pewarisan budaya yang
turun temurun dari generasi ke
generasi. Kemudian, Ismunandar menjelaskan bahwa arsitektur
traditional, yang diturunkan dari generasi
ke generasi. Arsitektur dan bangunan tradisional merupakan hasil
seni budaya tradisional, yang merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari hidup manusia budaya tradisional,
yang mampu memberikan ikatan lahir
bathin. Di dunia global, kata tradisional sering digunakan untuk
membedakan dengan modern. Di
Indonesia, sebutan yang berasal dari kata Belanda “ traditionell
Architectuur”, pada waktu itu istilah ini
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (4 of 20)5/8/2007 3:32:57
PM
2
diberikan untuk karya-karya arsitektur asli daerah di Indonesia,
salah satu alasannya adalah untuk
membedakan jenis arsitektur yang timbul dan berkembang dan
merupakan karakteristik suku-suku bangsa
di Indonesia dari jenis arsitektur yang tumbuh dan berkembang atas
dasar pemikiran dan perkembangan
arsitektur di Eropa, khususnya arsitektur kolonial Belanda.
5
Kata tradisional berasal dari kata tradisi yang
di Indonesia sama artinya dengan adat (custom), kata adat ini di
adopsi dari bahasa Arab. Sehingga
seringkali bangunan tradisional disebut dengan “rumah adat.” Pada
prinsipnya, baik di dunia global dan
Indonesia, kata tradisional diartikan sebagai sesuatu yang dilakukan
secara turun temurun dari generasi ke
generasi.
Selain itu, istilah-istilah lain sering bersentuhan arti dan maknanya
dengan vernakular arsitektur yaitu
arsitektur rakyat (Folk Architecture), arsitektur lokal atau
kontekstual (indigenous architecture) bahkan ada
juga yang kemiripan dengan arsitektur alamiah (spontanous
architecture). Secara garis arsitektur rakyat
diartikan sebagai arsitektur yang menyimbolkan budaya suatu suku
bangsa dengan beberapa atribut yang
melekat dengannya. Sementara itu, arsitektur lokal atau
kontekstual, adalah arstektur yang beradaptasi
dengan kondisi budaya, geografi, iklim dan lingkungan dan
arsitektur alamiah adalah arsitektur yang
dibangun oleh satu masyarakat berdasarkan proses alamiah seperti
kebutuhan dasar manusia.
Terdapat beberapa perdebatan tentang sebutan yang tepat bagi
arsitektur Indonesia ini, akan tetapi karena
kemiripan makna dan arti satu dengan yang lainnya yang
semuanya terangkum dalam pengertian arsitektur
vernakular seperti yang di jelaskan oleh Paul Oliver dalam bukunya
Ensiklopedia Vernacular Architecture,
maka penggunaan istilah vernakular menjadi pilihan dalam buku
ajar ini.
B. Tipe Arsitektur Vernakular Indonesia: Keberagaman
dan
Kesamaannya
Indonesia adalah negara kaya dengan ratusan etnis yang mana
setiap etnis memiliki kekhususan budaya
tersendiri, sehingga terdapat pula ratusan tipe rumah vernakular di
Indonesia. Dari semua tipe tersebut,
terdapat beberapa tipe yang memiliki keunikan dan karakteristik
yang sangat kuat seperti yang terlihat
pada gambar berikut ini.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (5 of 20)5/8/2007 3:32:57
PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (6 of 20)5/8/2007 3:32:57
PM
2
Gambar 4.4. Macam ragam arsitektur vernakular Indonesia
Dari keberagaman arsitektur vernakular Indonesia, jika ditelusuri
terdapat kesamaan dari keberagaman
tersebut yang berasal dari akar yang sama yaitu budaya
Austronesia. Bahkan kesamaan dari keberagaman
itu juga nampak dari pada arsitektur non-austronesia seperti Papua.
Kesamaan ciri-ciri arsitektur vernakular
Nusantara yang juga merupakan ciri dari arsitektur austronesia :
− Tipe rumah panggung
Sebagian besar rumah vernakular Indonesia kecuali rumah Jawa,
Bali, Lombok dan Papua,
menggunakan struktur rangka tiang kayu atau tipe rumah
panggung sebagai upaya adaptasi dengan
iklim dan geografi, menggunakan sistem sambungan tarik dan
tekan (sistem pen) tanpa menggunakan
paku dan sistem cros-log foundation (balok kayu yang saling
tumpang tindih secara horizontal).
− Tiang bangunan mempunyai alas batu. Tiang tidak ditanam
didalam tanah, melainkan beralas batu
sehingga lebih fleksibel ketika ada guncangan atau gempa.
− Lantai bangunan didukung oleh tiang dan balok kayu yang saling
mengikat satu sama lain,
biasanya tanpa menggunakan paku.
− Pemanjangan bubungan atap sering dangan sopi-sopi
mencondong keluar. Seringklai pemanjangan
dibuat lekukan sehingga menimbulkan daya tarik estetis. Dominasi
atap tampak pada keseluruhan
bangunan. Proporsi atap lebih besar dari pada badan dan kaki
(bagian bawah) bangunan. Selain itu itu
atap pelana (saddle roof) lebih umum digunakan.
− Memiliki ornamen pada dinding penutup atap (gable end) yang
menyimbolkan status sosial,
kekuasaan dan karakteristik budaya.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (7 of 20)5/8/2007 3:32:57
PM
2
B.1. Pola Perkampungan
Tipikal perkampungan di Indonesia pada dasarnya menggambarkan
respon terhadap kondisi alam, tatanan
sosial, sistem bercocok tanam, dan kosmologi masyarakat yang
mendiaminya. Konsep ruang dalam tatanan
rumah dan kampung merupakan bagian penting dari tradisi
vernakular. Di Indonesia, terdapat dua tipe
tatanan permukiman dan rumah dari kampung-kampung tradisional
yaitu linear dan konsentris. Di masa
mendatang tatanan ini mengalami evolusi dalam perkembangannya
seperti bentuk radial pada kampung di
Sumba Barat dan Ruteng di Flores, begitu pula bentuk huruf T pada
kampung di Nias Selatan
(Bawomataluo) dan bentuk silang (cross type) pada kampung di
Bali.
Kampung-kampung dengan tantanan linear biasanya terdapat di
pesisir-pesisir pantai Indonesia, namun
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (8 of 20)5/8/2007 3:32:57
PM
2
juga terdapat di pedalaman Sumatra, Nias, Kalimantan, Sulawesi,
Bali, dan beberapa wilayah di Jawa.
Bangunan pada kampung bersifat linear letaknya berbaris dan
berhadapan satu sama lainnya, diantara
barisan bangunan tersebut terdapat ruang bersama yang digunakan
untuk berbagai macam kegiatan seperi
berkumpul, pemujaan atau ritual keagamaan, acara kesenian dan
lain sebagainya. Pada ruang terbuka ini
pula sering ditempatkan batu megalith, tugu dan tiang sakral
keagamaan seperti halnya yang nampak pada
kampung-kampung di Nias dan Sumba. Bangunan pemimpin (chief
house) atau raja ditempatkan dekat
dekat batu atau tugu tersebut atau di ujung pelataran yang
membelah barisan rumah dan menjadi akhir
dari deretan rumah dan kampung, tetapi ada juga yang
ditempatkan di tengah-tengah barisan seperti
halnya pada permukiman di Batak Toba.
Ditinjau dari fungsinya, bangunan vernakular Indonesia umumnya
terdiri dari tiga bagian ; rumah tinggal,
bale adat atau ruang pengadilan atau ruang musyawarah, dan
lumbung. Letak ketiga bangunan tersebut
bisa saling berhadapan seperti halnya yang terjadi di
perkampungan Batak Toba dan Bali Aga.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (9 of 20)5/8/2007 3:32:57
PM
2
Perkampungan dengan pola konsentris terdapat di Flores dan
Sumba dan Jawa Tengah. Tantanan
perkampungan seperti ini memiliki bagian tengah yang dianggap
sakral dan penting, misalnya ruang
terbuka (tempat berkumpul), batu megalith, tugu atau kuburan para
nenek moyang. Orientasi dari barisan
rumah menghadap ke titik tersebut yang terdiri dari beberapa layer
berdasarkan hierarki atau kedudukan
dari status sosial masyarakat. Secara evolusi beberapa kampung
memiliki pola gabungan dari linear dan
kosentris yang sering disebut dengan compound type.
Pola perkampungan dan perletakan rumah pimpinan menandakan
sistem sosial dan kekuatan masyarakat
yang mendiaminya. Kampung dengan pola kosentris menyimbolkan
penerapan sistem pemerintahan pada
kekuatan tunggal yang memusat. Terdapat strata sosial agak
kompleks dengan kekuatan terpusat pada
satu orang, grup atau kelompok. Semetara, kampung dengan pola
linear menggambarkan demokrasi dari
distribusi kekuasaan dengan strata sosial lebih sederhana.
Selain kedua tatanan tersebut, ada juga yang disebut dengan pola
menyebar ( scattered type) atau disperse
settlement pattern. Pola perkampungan ini seringkali
menggambarkan persamaan struktur sosial (less
stratified social struktur) dan kelompok masyarakat yang lebih kecil,
bahkan seringkali mencerminkan
kehidupan yang berpindah-pindah sebagai akibat dari pergantian
sistem bercocok tanam.
B.2. Rumah dan Tatanan Ruang
Konsep tatanan ruang dalam rumah umumnya sama dengan konsep
tantanan ruang dalam satu
perkampungan. Pembagian ruang dapat dikategorikan secara
vertikal dan horizontal, seperti yang telah
dibahas sebelumnya bahwa pembagian ruang ini sebagai respon
terhadap sistem sosial kekerabatan,
kosmologi dan kondisi alam sekitar.
Secara horizontal, terdapat bagian dari rumah yang dianggap paling
sakral atau suci adalah bagian yang
paling dalam atau belakang, sehingga menjadi tempat pemujaan
atau penyimpanan benda-benda keramat
atau warisan leluhur. Di dalam rumah Jawa, ruang yang paling suci
berada pada bagian inti rumah yang
disebut dengan ”dalem” tepatnya di senthong. Di rumah Batak
Toba, bagian yang paling inti atau penting
yaitu terletak pada sisi sebelah kanan belakang dari interior rumah
yang diebut dengan jabu bona,.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (10 of 20)5/8/2007
3:32:57 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (11 of 20)5/8/2007
3:32:57 PM
Secara vertikal, pembagiann ruang terdiri dari bagian atas, tengah
dan bawah, dengan bagian atas sebagai
ruang yang paling sakral sehingga barang-barang yang dianggap
keramat disimpan di dalam ruang atas ini.
Ruang tengah, adalah untuk kehidupan manusia dan ruang bawah
adalah untuk binatang ternak atau
2
gudang. Pembagian atas tiga bagian ini (tripatite) dipengaruhi oleh
kondisi alam dan kosmologi dari
masyarakatnya. Umumnya masyarakat primitif memiliki
kepercayaan terhadap pembagian dunia atau alam
ke dalam tiga bagian yaitu dunia atas sebagai tempat para dewa,
dunia tengah bagi kehidupan manusia,
dan dunia bawah bagi roh-roh jahat.
Dari segi bentuk dan morphologi ruang, umumnya rumah
vernakular di Indonesia terdiri dari persegi
panjang dan bujur sangkar seperti halnya rumah Aceh, Melayu,
Batak, Nias Selatan, Mentawai, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Sumba. Namun ada juga yang
menggunakan bentuk lingkaran dan ellips
seperti rumah di Nias Utara, Lombok dan Papua. Bentuk dan
organisasi ruang bergantung kepada
kebiasaan dan adat istiadat setempat. Beberapa rumah vernakular
Indonesia merupakan tipe rumah
komunal artinya terdapat beberapa keluarga yang memiliki
kekerabatan dengan beberapa generasi yang
berbeda, tinggal dalam satu rumah besar seperti rumah Batak Toba,
Karo, Mingkabau, Mentawai,
Kalimantan, Lio (Flores), Sumba. Keluarga tersebut menempati
masing-masing ruang dengan masingmasing
letak yang telah disepakati, ada yang hanya dibatasi oleh dinding
ada pula yang dibatasi oleh
perbedaan tinggi lantai, alas (tikar) saja. Ruang-ruang tersebut
dihubungkan oleh ruang bersama.
Umumnya dalam satu rumah terdapat pemimpin sebagai kepala
suku mendiami salah satu ruang yang
dianggap paling utama.
B.3. Teknologi Bangunan : Bahan Bangunan dan Teknik
Konstruksi
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (12 of 20)5/8/2007
3:32:57 PM
2
Salah satu ciri arsitektur vernakular adalah menggunakan bahan
yang alami dan teknik konstruksi yang
sederhana dengan cara menyusun tiang dan balok. Penyatuan
semua bagian bangunan dilakukan dengan
cara membentuk dan menyambung bagian kayu dengan beberapa
alat khusus sederhana seperti kampak,
gergaji, pahat, golok (parang). Untuk kemudahan pemasangan,
seringkali tiang dan balok disambung di
tanah sebelum diletakkan di atas batu pondasi.
Penyusunan tiang dan balok pada prinsipnya tidak menggunakan
paku, tapi menggunakan sambungan
lubang dengan pasak, sambungan pangku dan sambungan takik.
Susunan tiang-tiang tersebut bersandar
di atas batu pondasi dengan stabilitas didapat dari rel-rel melintang
yang masuk ke lubang yang dibuat di
dalam tiang.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (13 of 20)5/8/2007
3:32:57 PM
2
Perkuatan sistem konstruksi rumah untuk mengantisipasi kondisi
alam yang arawan gempa terlihat pada
rumah Nias, dengan menambahkan penopang atau batang silang
menbentuk huruf X dan V.
Pada bangunan lumbung di Indonesia memiliki kekhususan dari
teknik konstruksi yaitu pemasangan
piringan kayu besar disusun di atas puncak tiang dasar untuk
mencegah hewan pengerat mencapai tempat
penyimpanan padi.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (14 of 20)5/8/2007
3:32:57 PM
2
B.4. Upacara Pendirian Bangunan
Bagi orang Indonesia rumah lebih dari sekedar tempat tinggal,
tempat berteduh dari panas dan hujan
melainkan merupakan bangunan yang ditata secara perlambang
yang konteks dengan sosial budaya
masyarakat yang tinggal didalamnya. Dengan kata lain, rumah
menjadi perlambang status kedudukan
seseorang dalam masyarakat, sehingga diperlukan tata cara dalam
pendirian rumah. Dalam hal ini,
mendirikan rumah dapat dilihat sebagai penerapan hidup dalam
lingkungan sosial yang diwakilinya.
Upacara dilakukan mulai dari pembersihan lahan rumah, penentuan
titik pembangunan rumah, pendirian
tiang utama/seri/tengah, pemasangan bubungan atau atap rumah,
sampai upacara masuk/penghunian
rumah. Hal ini dilakukan secara bertahap dan melibatkan pemilik
rumah dan pemuka kampung atau ahli
tukang (chief carpenter) atau orang yang dianggap keramat atau
sakti. Misalnya, proses pembersihan dan
pendirian tanda rumah dilakukan pemilik rumah dalam hal ini
ibu/perempuan pemilik rumah dengan orang
sakti yang dipanggil bomoh yang tahapannya dapat dilihat pada
gambar berikut ini.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (15 of 20)5/8/2007
3:32:57 PM
2
Upacara pembersihan dan meminta izin kepada roh di dunia dan
dewa-dewa yang memiliki tanah dilakukan
oleh hampir semua etnis atau masyarakat tradisional Indonesia.
Ritual ini bertujuan untuk memberikan
spirit atau jiwa bagi kehidupan yang berlangsung didalam
rumah/bangunan yang didirikan. Spirit atau jiwa
dari rumah yang didirikan sering disimbolkan dalam benda keramat
yang diletakkan di dalam rumah,
seringkali di letakkan pada bagian tengah atau atas (atap) rumah.
Misalnya raga-raga6 yang digantung
dibawah atap rumah Batak Toba. Selain menjadi jiwa atau nyawa
dari rumah, berfungsi juga mengusir rohroh
atau gangguan dari luar terhadap keselamatan penghuni rumah.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (16 of 20)5/8/2007
3:32:57 PM
2
Selain itu, rumah juga dianggap sebagai perwujudan jagad kecil dari
jagat raya. Rumah adalah tempat
kelahiran, perkawinan dan kematian. Seringkali upacara yang
berhubungan dengan ketiga hal tersebut
dikaitkan dengan arah mata angin dan pergerakan matahari.
Sehingga unsur kejagadan ini menciptakan
tatanan upacara yang mengatur kegiatan di dalam rumah. Sebagai
contoh timur dianggap serupa dengan
hal-hal memberi kehidupan dan barat identik dengan kematian;
maka wanita melahirkan ditempatkan di
bagian timur rumah dan orang meninggal ditempatkan dibaringkan
di bagian barat. Dalam sisi tegak,
pembagian ruang dalam rumah sebagai jagad kecil merefleksikan
pembagian ruang dalam alam semesta.
Sebagian besar masyarakat tradisional Indonesia membagi alam
kedalam tiga bagian; dunia atas, dunia
tengah dan dunia bawah. Kosmologi ini juga mempengaruhi
pembagian ruang dalam rumah ; ruang
dibawah atap disamakan dengan alam dewa dan leluhur, lantai
mewakili dunia biasa pengalaman seharihari
dan ruang kosong dibawah rumah dihubungkan dengan alam baka
yang dihuni oleh roh jahat, jiwa
orang mati dan hal-hal gaib lainnya. Pembagian ini sangat jelas
terlihat pada rumah-rumah di Sumatra
khususnya Batak Toba7, rumah di Kalimantan, Tongkonan di Toraja,
Sulawesi dan beberapa rumah Sumba
di Nusa Tenggara.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (17 of 20)5/8/2007
3:32:57 PM
2
Dalam
masyarakat
tradisional,
selain
pembagian
rumah yang
dikaitkan
dengan simbol
sebagai jagad
kecil, arah
kejagadan
rumah sesuai
dengan
penataan
ruang
perlambang
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (18 of 20)5/8/2007
3:32:57 PM
2
lain, seperti pembagian dengan konsep berdasar gender serta
gagasan mengatur perilaku pria dan wanita.
Seringkali wanita dikaitkan dengan bagian dalam atau belakang
rumah, dan pria serupa dengan bagian
depan atau luar rumah. Pengaturan ruangan keluarga di dalam
rumah suku Minangkabau di Sumatera
Barat sangat dipengaruhi oleh konsep gender tersebut.
C. Arsitektur Vernakular Indonesia
C.1. Sumatra
C.2. Jawa
C.3. Kalimantan
C.4. Bali dan Nusat Tenggara
C.5. Sulawesi
C.6. Papua
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (19 of 20)5/8/2007
3:32:57 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (20 of 20)5/8/2007
3:32:57 PM
.
Arsitektur kolonial indonesia
A. Sejarah Kolonialisasi di Indonesia
Kolonialisasi wilayah Indonesia didahului oleh kemunduran dari
pengaruh Majapahit yang berhasil
mempersatukan Nusantara. Diawali dengan perdagangan bilateral
yang dilakukan oleh Persekutuan Dagang
Hindia Timur atau lebih dikenal dengan sebutan Vereenigde Oost-
Indische Compagnie (VOC) kemudian
ekspansi ke penguasaan perdagangan dan wilayah. Sebelumnya
ekspansi Portugis yang dipimpin oleh
Alfonso De Albuquerque masuk melalui pendudukan yang dimulai di
Malaka pada tahun 1511, setelah
Malaka ditaklukan oleh Portugis, sasaran berikutnya adalah
kepulauan Maluku yang berpusat di Pulau
Banda dan Ternate dengan maksud menguasai perdagangan
rempah yang sangat menguntungkan di Asia.
Dimulai dengan perhubungan dagang dengan masyarakat
setempat, Portugis dan Perusahaan Belanda
yang dikenal dengan VOC lalu kemudian meluas pada hubungan
kerjasama dengan raja-raja karena pada
masa itu umumnya pemerintahan di Indonesia berbentuk Kerajaan.
Sehingga pada akhirnya banyak rajaraja
yang takhluk dan tunduk dengan pemerintahan kolonial yang
disebut dengan Pemerintah Hindia
Belanda.
Untuk mengukuhkan penguasaan perdagangan rempah di
Nusantara, VOC mendirikan pos-pos dagang
yang terdiri dari gudang, penginapan bagi pedagang utama
( opperkoopsman) dan pegawainya di berbagai
kota di wilayah Nusantara seperti Maluku, Banda, Batavia, dan
Makassar. Namun hubungan yang
bergejolak dengan penduduk asli dan saingan Eropa, memerlukan
pertahanan dan tingkat kelengkapan bagi
pos dagang tersebut, sehingga akhirnya VOC mendirikan benteng-
benteng pertahanan di beberapa kota
dagang tersebut, benteng tertua di pulau Banda didirikan ± tahun
1550. Kemudian setelah itu didirikan
juga beberapa benteng-benteng lain seperti benteng di Ternate
tahun 1576, benteng Victoria di Ambon
pada tahun 1580, benteng di Banten tahun 1603, benteng di
Batavia pada tahun 1619, dan benteng (Fort)
Rotterdam di Makasar.1
Setelah VOC memindahkan pusat perdagangannya di Batavia (pulau
Jawa) maka batu pertama dimulainya
Arsitektur Kolonial menjadi kenyataan dengan didirikannya “Fort
Batavia” yang kemudian berkembang pula
kota Batavia sebagai merupakan cikal kota Jakarta sekarang ini.
2

5
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (1 of 17)5/8/2007 3:32:58
PM
2
B. Pembentukan Kota-kota kolonial di Indonesia
Setelah dilanda perang politik yang timbul dari perang Napoleon,
administrasi VOC Hindia Belanda diganti
oleh pemerintahan jajahan yang dipertanggungjawabkan ke
Belanda tahun 1800. Pemerintahan jajahan
baru ini meluaskan kekuasaannya ke kota dan pedalaman
Nusantara.
Kota-kota di Nusantara pada masa prakolonial dapat dikelompokkan
menjadi dua tipe kota, yaitu :
1. Kota-kota perdagangan di daerah pesisir yang bersifat heterogen
dan profan
2. Pusat-pusat kerajaan yang bersifat homogen dan sakral yang
berada di tengah-tengah daerah
pedalaman yang agraris.
Menurut Santoso (1984, Bab IV)2, konsepsi yang menghubungkan
elemen-elemen pembentuk ruang pada
kota tradisional Jawa, antara satu dengan yang lain digunakan 2
prinsip yaitu :
− Mikrokosmos-dualitis maksudnya setiap kota di Jawa dibagi atas
dua bagian yaitu bagian profan
disebelah utara dan bagian sakral disebelah selatan. Perwujudan
konsep ini tampak dari penempatan
benda secara simetris yang dimaksudkan sebagai lambang
harmonis kehidupan, seperti penataan
keraton dan elemen-elemen di sekelilingnya diupayakan simetris.
− Mikrokosmos-hierarkis maksudnya sebagai pengadaan ruang suci
dengan tembok sebagai batas
antara ruang dalam dan luar. Tembok pembatas ini bukan sekedar
batas yang berfungsi sebagai
penunjang keamanan atau batas teritorial, tetapi lebih merupakan
struktur hubungan antara elemenelemen
pembentuk ruang.
Awalnya kota Kolonial Belanda berada di daerah pesisir yang
dulunya merupakan kota-kota perdagangan
yang telah terjadi sejak masa Hindu dan Islam seperti kota Ambon,
Batavia (Jakarta), Banten, Cirebon,
Palembang, Surabaya, Semarang, Ujung Pandang. Kemudian
beberapa kota baru terbentuk selama masa
kolonial Belanda seperti kota Bandung, Medan, Balikpapan, Malang
dan lain sebagainya.
Kemudian Pemerintahan Hindia Belanda juga mengadopsi konsep
kota-kota asli dengan ciri budaya
Indonesia asli seperti kota Yogyakarta, Banten, Cirebon, Surakarta
dan Banda Aceh. Pada kota-kota
tersebut Pemerintah kolonial hanya menambah beberapa elemen
atau fasilitas yang menunjang kekuasaan
pemerintahan kolonial. Lodji, atau kantor residen biasanya terletak
di sisi timur alun-alun, berhadapan
dengan mesjid. Kemudian bangunan lain yang dibangun pemerintah
Hindia Belanda yaitu penjara kota juga
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (2 of 17)5/8/2007 3:32:58
PM
2
mengelilingi alun-alun. Pada masa itu Pemerintah kolonial
membangun berbagai macam fasilitas kota
bangunan pusat pemerintahan, perkantoran (kantor pos, bank,
pengadilan) stasiun, taman, rumah sakit,
gereja dan lain sebagainya di pusat kota-kota tersebut. Perpaduan
khas antara unsur Belanda dan
Indonesia merupakan ciri kha kota abad ke-19 teruatama di Jawa.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (3 of 17)5/8/2007 3:32:58
PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (4 of 17)5/8/2007 3:32:58
PM
2
C. Arsitektur Kolonial Indonesia
C.1. Perkembangan Arsitektur Kolonial Indonesia
Perkembangan Arsitektur kolonial Belanda di Indonesia dibagi atas
4 periode ( Helen Jessup:2, kutipan dari
Ir. Handinoto dalam bukunya Perkembangan Kota dan Arsitektur
Kolonial Belanda di Surabaya) :
1. Abad 16 sampai tahun 1800-an
Waktu itu Indonesia masih disebut sebagai Nederland Indische
(Hindia Belanda) di bawah kekuasaan
perusahaan dagang Belanda, VOC. Arsitektur Kolonial Belanda
selama periode ini cenderung kehilangan
orientasinya pada bangunan tradisional di Belanda. Bangunan
perkotaan orang Belanda pada periode ini
masih bergaya Belanda dimana bentuknya cenderung panjang dan
sempit, atap curam dan dinding
depan bertingkat bergaya Belanda di ujung teras.3 Bangunan ini
tidak mempunyai suatu orientasi
bentuk yang jelas, atau tidak beradaptasi dengan iklim dan
lingkungan setempat. Kediaman Reine de
Klerk (sebelumnya Gubernur Jenderal Belanda) di Batavia.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (5 of 17)5/8/2007 3:32:58
PM
2
2. Tahun 1800-an (awal abad ke 19) sampai dengan tahun 1902
Pemerintah Belanda mengambil alih Hindia Belanda dari VOC.
Setelah pemerintahan tahun 1811-1815
wilayah Hindia Belanda sepenuhnya dikuasai oleh Belanda.
Pada tahun 1865 oleh karena jarak yang jauh dan komunikasi yang
sulit dengan Pemerintah Belanda
sehingga perkembangan kemajuan arsitektur modern di Belanda
tidak sampai gemanya ke Indonesia.
Pada saat itu, di Hindia Belanda terbentuk gaya arsitektur tersendiri
yang dipelopori oleh
GubernurJenderal HW yang dikenal dengan the Empire Style, atau
The Ducth Colonial Villa: Gaya
arsitektur neo-klasik yang melanda Eropa (terutama Prancis) yang
diterjemahkan secara bebas. Hasilnya
berbentuk gaya Hindia Belanda yang bercitra Kolonial yang
disesuaikan dengan lingkungan lokal, iklim
dan material yang tersedia pada masa itu. Pada periode ini, gaya
neo-klasik merupakan gaya arsitektur
yang sangat cocok untuk mengungkapkan kemegahan
kemaharajaan.
Seperti Gereja Protestan di pusat kota tua Semarang, gereja
Williams di Batavia (sekarang gereja), Balai
Kota Medan dan beberapa bangunan di beberapa kota di Hindia
Belanda.
Bangunan-bangunan yang berkesan grandeur (megah) dengan gaya
arsitektur Neo Klasik dikenal
Indische Architectuur sebenarnya berlainan dengan gaya arsitektur
Nasional Belanda pada waktu itu.
Abad ke 19 perkembangan Indische Architectuur atau dikenal
dengan Rumah Landhuis yang merupakan
tipe rumah tinggal di seluruh Hindia Belanda pada masa itu memiliki
karakter arsitektur seperti :
− Denah simetris dengan satu lantai, terbuka, pilar di serambi depan
dan belakang (ruang makan)
dan didalamnya terdapat serambi tengah yang mejuju ke ruang
tidur dan kamar-kamar lainnya.
− Pilar menjulang ke atas ( gaya Yunani) dan terdapat gevel atau
mahkota di atas serambi depan
dan belakang.
− Menggunakan atap perisai.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (6 of 17)5/8/2007 3:32:58
PM
2
3.
Tahun
1902-
1920-
an
Kaum
Liberal
Belanda pada masa antara tahun 1902 mendesak politik etis
diterapkan di tanah jajahan. Sejak itu
pemukiman orang Belanda di Indonesia tumbuh dengan cepat.
Indishe Architectuur menjadi terdesak
dan sebagai gantinya muncul standar arsitektur modern yang
berorientasi ke Belanda.
4. Tahun 1920-an sampai tahun 1940-an
Gerakan pembaharuan dalam arsitektur baik di tingkat nasional
maupun internasional. Hal ini
mempengaruhi arsitektur kolonial Belanda di Indonesia. Pada awal
abad 20, arsitek-arsitek yang baru
datang dari negeri Belanda memunculkan pendekatan untuk
rancangan arsitektur di Hindia Belanda.
Aliran baru ini, semula masih memegang unsur-unsur mendasar
bentuk klasik, memasukkan unsurunsur
yang terutama dirancang untuk mengantisipasi matahari hujan
lebat tropik. Selain unsur-unsur
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (7 of 17)5/8/2007 3:32:58
PM
2
arsitektur tropis, juga memasukkan unsur-unsur arsitektur
tradisional (asli) Indonesia sehingga menjadi
konsep yang eklektis. Konsep ini nampak pada karya Maclaine Pont
seperti kampus Technische
Hogeschool (ITB), Gereja Poh sarang di Kediri.
Secara umum, ciri dan karakter arsitektur kolonial di Indonesia pada
tahun 1900-1920-an4:
− Menggunakan Gevel ( gable) pada tampak depan bangunan
Bentuk gable sangat bervariasi seperti curvilinear gable, stepped
gable, gambrel gable, pediment
( dengan entablure).
− Penggunaan Tower pada bangunan
Tower pada mulanya digunakan pada bangunan gereja kemudian
diambil alih oelh bangunan umum
dan menjadi mode pada arsitektur kolonial Belanda pada abad ke
20.
Bentuknya bermacam-macam, ada yang bulat, segiempat ramping,
dan ada yang dikombinasikan
dengan gevel depan.
− Penggunaaan Dormer pada bangunan
− Penyesuaian bangunan terhadap iklim tropis basah
o Ventilasi yang lebar dan tinggi.
o Membuat Galeri atau serambi sepanjang bangunan sebagai
antisipasi dari hujan dan sinar
matahari.
C.2. Arsitek dan biro arsitek yang berkarya di Indonesia
Pada masa pendudukan Belanda, banyak terdapat arsitek Belanda
yang berkarya di Hindia Belanda,
diantaranya yang ternama adalah sebagai berikut :
− W.Lemei
Seorang arsitek terkemuka di masa Belanda, salah satu karyanya
yang terkenal dan masih berdiri
hingga kini yaitu , rancangan bangunan dipengaruhi oleh gaya Art
deco untuk jendela dan ventilasi,
meskipun denah berbeda secara keseluruhan bangunan kantor
Gubernur ini mirip dengan bangunan
Balai Kota Hilversum di Netherland yang dirancang oleh Willem
Dudok. W.Lemei juga merancang
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (8 of 17)5/8/2007 3:32:58
PM
2
bangunan di luar Jawa yaitu Postpaarbank di Makasar, 1932.
− Herman Thomas Karsten
Seorang arsitek Belanda yang berpraktik di Batavia dan terakhir
menjadi professor perencanaan
perkotaan dan terakhir di Sekolah Teknik Bandung (ITB sekarang).
Salah satu karya terbaiknya
adalah kantor lama perusahaan pelayaran kapal uap Belanda
Stoomvart Maatschappij Netherland
(SMN) di pusat kota lama Semarang. Sepanjang tahun 20-an dan
30-an, Karsten merancang
sebagian pasar-pasar kotamadya yang meliputi Pasar Gede di
Surakarta (1929), Pasar Johar
Semarang 91938). Karya arsitektur Karsten menunjukkan
perhatiannya terhadap iklim tropik terlihat
pada tingginya jendela, kisi-kisi ventilasi yang menjulang tinggi dari
lantai ke langit-langit yang
berfungsi selain sebagai corong pergantian udara yang leluasa juga
memanfaatkan cahaya matahari.
Selain sebagai arsitek, Karsten juga berprofesi sebagai ahli
perencana kota (planologi). Beberapa
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (9 of 17)5/8/2007 3:32:58
PM
2
karya rancangan kota atau kawasan Karsten perencanaan
pengemnbagan kota Semarang, kawasan
candi Semarang. Bebeberapa karya arsitektur karsten yang lain
yaitu :
− Kantor Zuztermaatschapijen Semarang
− Museum Sonobudoyo, Yogyakarta
− Henri Maclaine Pont
Merupakan arsitek Belanda yang lahir dan besar di Netherlandsch
Indie (Hindia Belanda) kemudian
mendapatkan pendidikan arsitektur di Sekolah Teknik di Delf
(Belanda). Ia pernah berkarir dua tahun
setelah menamatkan studinya di Belanda dan termasuk salah satu
arsitek Belanda yang terkemuka
saat itu, kemudian pulang dan berkarir di tanah kelahirannya,
Hindia Belanda tahun 1911. Di Hindia
Belanda karyanya banyak terinspirasi oleh arsitektur vernakular
nusantara dan juga menekankan
pada adaptasi dengan iklim. Beberapa karyanya di Hindia Belanda :
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (10 of 17)5/8/2007
3:32:58 PM
2
 Kantor Pusat Perusahaan Tram-Uap Semarang-Cirebon di Tegal,
1911
 Gerbang masuk Pekan raya dan Pameran Perumahan Kolonial di
Semarang tahun 1914
 Kompleks kampus Technische Hoogescool tahun 1934, sekarang
ITB
 Pohsarang, Gereja Misi Katolik Roma di Kediri, 1938
 Museum Trowulan
− C.P. Wolf Schoemaker
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (11 of 17)5/8/2007
3:32:58 PM
2
Seorang arsitek terkemuka Belanda yang banyak berkarya di
Indonesia (Hindia Belanda). Selain
itu hasil karya berupa tulisan dari hasil penelitiannya mengenai
kebudayaan Indonesia termasuk
arsitektur candi-candi, seperti bukunya yang berjudul Aesthetiek en
oorsprong der Hindoe koenst
op Java (Estetika dan keaslian Hindu di Jawa) tahun 1924. Salah satu
karyanya yang terkenal
adalah vila Isola di Bandung. Beberapa karya yang lain yaitu
Societeit Concordia, gereja
Protestan, gereja Katolik, Jaarbeurs, beberapa rumah tinggal yang
semuanya berada di Bandung.
Kemudian karyanya yang di Surabaya yaitu gedung International
Credit (sekarang Kantor Aneka
Niaga), gedung Kolonial Bank Surabaya, kawasan beneden
(sekarang kota lama), bangunan Java
Store.
− C.Citroen
Salah seorang arsitek penting pada zaman Belanda, salah satu
karyanya yang terkenal adalah
Radhuis atau Balai Kota di Ketabang Surabaya yang hingga
sekarang ini masih difungsikan
sebagai Balai kota Surabaya. Arsitektur bangunan dapat dikatakan
perpaduan selaras antara tiga
unsur : tradisional, modern dan tropis.2 Karya Citroen yang lain
adalah sebuah gereja yang
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (12 of 17)5/8/2007
3:32:58 PM
2
berhadapan langsung dengan gedung Radhuis diresmikan pada
tahun 1931. Bangunan gereja ini
mencerminkan arsitektur modern berbeda dengan bangunan Balai
Kota didepan yang
memasukkan unsur tradisional. Kemudian, karya Citroen yang
menggunakan arsitektur modern
kubisme yaitu sebuah rumah sakit di Raya Darmo yang mirip
perancangannya dengan bangunan
gereja di depan Balai Kota dan gedung Borsumij di kawasan kota
lama Surabaya. Gedung
Bursumij ini yang merupakan milik sebuah perusahaan dagang
Belanda dinding-dindingnya
membentuk sebuah unit-unit blok tiga dimensional, dimana
perspektif keseluruhan mirip dengan
sebuah kubus.
− MJ. Hulswit & Peter JH. Cuypers, Edward Cuypers (Biro Arsitek
Ed.Cuypers&Hulswit)
Sebuah biro arsitek ternama di Indonesia pada Belanda yang
banyak karya di beberapa kota-kota
di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Surakarta,
Yogyakarta, Makassar (Ujung
Pandang, Medan dan lain-lain. Biro arsitek ini merupakan cabang
dari dari perusahaan yang
bernama Architecten Bureau Ed. Cuypers and Hulswit yang
berpusat di Amsterdam Belanda.
Beberapa karya Ed. Cuypers & Hulswit yaitu :
− Kantor pusat Javasche Bank di Batavia (Jakarta), Bandung, dan
Medan. Kesemua
bangunan tersebut satu dengan lainnya berbeda dalam denah dan
perletakannya,namun
masing-masing mempunyai ciri khas yang mirip yaitu arsitektur
renaissance dan beberapa
ornament dari arsitektur candi.
− Gedung Chartered Bank of India Australia dan China, sekarang
masih difungsikan sebagai
bank. Bangunan yang berarsitektur neo-klasik ini terletak di
belakang gedung kantor lama
Javaseche Bank Jakarta.
− Hongkong and Shanghai Banking Corporation, jl Kali Besar Timur
Batavia.
− Kantor NHM ( Netherlandsche Handel Maatschapij) di Pasar Baru ,
Jakarta, NHM
Bandung, NHM Makasar.
− Kantor Lindeteves Stokvis Surabaya
− Kantor Levensverz Weltrevreden, sekitar lapangan Banteng di
Jakarta
− Kantor Handelsvereeneging Amsterdam (HVA), jalan Merak
Surabaya
− Balai Kota Jakarta, sekarang museum Fatahillah, di kawasan kota
lama Jakarta.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (13 of 17)5/8/2007
3:32:58 PM
2
− Kantor WEHA ( West Java Handel Maatshappij), disebelah utara
dari museum Fatahillah.
Bangunan ini mewakili arsitektur transisi kalsik Eropa, modern
dengan tetap berciri tropis.
− Kantor lama NKPM, di jalan Merdeka Selatan, sekitar kawasan
Monas Jakarta
− Gereja Katolik darmo Surabaya.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (14 of 17)5/8/2007
3:32:58 PM
2
− AIA ( Algemeen Infineurs En Architecten)
AIA singkatan dari Algemeen Ingineurs en Architecten adalah
sebuah biro umum sipil dan
arsitektur sekaligus sebagai kontraktor didirikan pada tahun 1916
oleh tiga orang arsitek dan
engineer masing-masing F.J.L Ghysell, Hein avon Essen dan F. Stlitz.
Beberapa bangunan yang
dirancang dan dibangun AIA yaitu :
− Berbagai kantor di Kali Besar, Jakarta
− Gedung Firma Geo Wehry & Co. di Kota Lama
− Kantor KPM ( Koninklijke Paketvaart Maatschapij) di sekitar Monas
( Koningsplein)
− Statsiun Kota, Jakarta, bagian fasade depan mirip dengan stasiun
central Helsinki yang
dirancang oleh Eliel Saarinen
− Rumah sakit KPM
− Gereja Katolik di Jatinegara (Meester Cornelis), dan gereja Kristen
di kawasan Menteng
− Kantor NIJM Yogyakarta
Selain arsitek yang dijabarkan di atas, ada beberapa arsitek pada
masa Belanda sempat berkarya di
Indonesia khusunya pada awal abad ke-20 yaitu P.A.J. Munjen
(Gedung Lingkaran Seni Hindia Belanda/The
art society building, Jakarta, 1914), HP Berlage (Gedung Jawa
Maluku tahun 1900, de Algemenee/
Perusahaan Umum Asuransi Jiwa dan Cagak Hidup, 1900),
Klinkhamer dan Ouëndag (Kantor Pusat
Perusahaan Jawatan Kereta Api Hindia Belanda di Semarang, 1902-
1907), J. Gerber (Gedung Sate, 1920),
AF Aalbers (bangunan Bank DENIS, kini Bank Jabar tahun 1935,
Homann Hotel tahun 1939).
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (15 of 17)5/8/2007
3:32:58 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (16 of 17)5/8/2007
3:32:58 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (17 of 17)5/8/2007
3:32:58 PM
.

Arsitektur INDONESIA pasca


kemerdekaan)
A. Arsitektur Warisan Belanda
Arsitektur Indonesia awal kemerdekaan masih banyak dipengaruhi
oleh Modernisme Belanda, terutama
aliran perancangan arsitektur Delf dan De Stijl. Hal ini diebabkan
oleh kenyataan bahwa banyak arsitek
Indonesia pada saat itu belajar di Negeri Belanda atau bekerja untuk
perusahaan-perusahaan konstruksi
Belanda sebelum Perang Dunia II. Namun tak dapat dipungkiri
bahwa pilar arsitektur modern pasca
kemerdekaan Indonesia juga dipancangkan sejak didirikannya
Sekolah Teknik pertama ” Technische
Hogeschool” (TH) pada tanggal 3 Juli 1920 oleh Gubernur Hindia
Belanda yang sekarang lebih dikenal
dengan Institut Teknologi Bandung. Kemudian perkembangan mulai
pesat setelah Jurusan Arsitektur baru
dibuka pada tahun 1950. Tonggak pendidikan arsitektur di
Indonesia juga mulai bergema setelah
beberapa lulusan pertama berkarya dan lulusan dari luar negeri
kembali ke tanah air Indonesia. Mereka
yang berkarya setelah kemerdekaan merupakan arsitek generasi
pertama Indonesia; Susilo, Suhamir dan
Silaban. Karyakarya arsitektural mereka banyak terpengaruhi oleh
aliran Delf, yang menggabungkan
bangunan kotak dengan sistem kisi (grid) rasional yang
memungkinkan penggunaan unsur-unsur pracetak
untuk dinding luar. Sebagian besar arsitek Indonesia mengerjakan
rancangan sendiri pada akhir
dasawarsa 50-an, ketika menggantikan arsitek-arsitek Belanda yang
pulang ke negerinya menyusul
pemberlakuan program nasionalisasi oleh Pemerintah Indonesia.
Pada saat itu Presiden Soekarno
mengumumkan Dekrit Presiden yang disebut dengan Demokrasi
terpmpin, program nasionalisasi ini
menyebabkan kesinambungan sejarah antara arsitektur modern
Indonesia dan tradisi arsitektur Hindia
Belanda terhenti.
B. Kronologis Perkembangan Arsitektur Modern Indonesia
Kronologis perkembangan arsitektur Indonesia (modern) pasca
kemerdekaan dibagi atas lima periode
yaitu 1
2

6
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%206.htm (1 of 10)5/8/2007 3:32:59
PM
2
Periode Pertama
Periode ini ditandai dengan muncul kota satelit Kebayoran Baro di
Jakarta oleh R. Soesilo. Periode ini
berlangsung setelah kemerdekaan hingga tahun 1960. Arsitek
generasi pertama mendominasi periode ini
dengan pengaruh kuat dari aliran Delft. Beberapa arsitek yang
muncul dan berkarya pada periode ini
adalah :
− R.Soesilo dengan karyanya Perencanaan Kota Satelit Kebayoran
Baru ( 1948 )
− Lim Bwan Tjie (1932-1964)di Semarang
− Soehamir, akan tetapi sayang tidak didapatkan informasi tentang
karyanya
− Soedarsono, dengan karyanya Tugu Monumen Nasional (MONAS)
Jakarta
− F. Silaban dengan karyanya SPMA, Bogor (1951), Bank Indonesia,
Jakarta (1958), Markas Besar
AURI, Jakarta (1958) dan Masjid Istiqlal (1965)
Fokus arsitektur pada periode ini lebih kepada bagaimana
mengembangkan arsitektur tropis modern
Indonesia dengan tradisi berarsitektur modernis rasional sejati.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%206.htm (2 of 10)5/8/2007 3:32:59
PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%206.htm (3 of 10)5/8/2007 3:32:59
PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%206.htm (4 of 10)5/8/2007 3:32:59
PM
2
Periode kedua
Periode ini dipelopori oleh generasi Arsitek kedua Indonesia yaitu
Suhartono (anak Susilo), Hasan Purbo,
dan Achmad Noe’man. Periode ini berlangsung tahun 1960-1970,
secara makro merupakan periode
pembentukan pendidikan arsitektur di Indonesia, seperti (Prof. Ir.)
Hasan Purbo di Institut Teknologi
Bandung, (Prof. Ir.) Suhartono Susilo di Universitas Prahyangan
Bandung, (Prof. Ir.) Sidharta di
Universitas Diponegoro Semarang, (Prof. Ir.) Parmono Atmadi di
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta,
(Prof. Ir.) Johan Silas di Istitut Teknologi Surabaya.
Terdapat sesuatu yang penting terjadi pada periode kedua ini yaitu
kembalinya pada arsitek muda dari
pendidikan dan ITB menghasilkan lulusan pertama yang kemudian
menggerakkan arsitektur pada periode
ini. Arsitek muda ini kemudian bergabaung sebagai generasi kedua
Arsitek Indonesia. Beberapa dari
mereka yang tersebut dalam periode ini yaitu :
− Soejoedi ( karyanya Conefo/MPR/DPR Jakarta ) dan Han Awal dari
TU Berlin,1960
− Soewondo Bismo Sutedjo dari TH Hannover, 1961
− Djauhari Sumintardja ( dari sekolah arsitektur Stockholm, Swedia
1960 )
− Hasan Purbo, Suhartono Susilo, Sidharta, Parmono Atmadi,
Zaenuddin Kartadiwiria, Wastu
Pragantha, Johan Silas, Danisworo, Slamet Wirosanjaya dari ITB
Meletusnya gerakan G30 S PKI mengakibatkan tidak banyaknya
karya yang dihasilkan dalam periode ini.
Fokus arsitektur pada periode ini kecenderungan meninggalkan
pemikiran arsitektur tropis modern
Indonesia yang telah dirintis oleh generasi sebelumnya dan
ketertarikan pada arsitektur tradisional mulai
muncul serta menguatnya tradisi berarsitektur modernis rasional
sejati.
Periode Ketiga
Periode ini berlangsung antara tahun 1970-1980 ditandai dengan
munculnya orde baru dalam politik
Indonesia. Pencanangan pembangunan nasional berjangka (PELITA)
yang dibuat penguasa politik pada
saat itu membuat iklim rancang bangun bergairah kembali. Periode
ini merupakan puncak karya dari
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%206.htm (5 of 10)5/8/2007 3:32:59
PM
2
generas kedua seperti :
− Han Awal : Konsep Tower in Park pada kompleks Inversitas
Atmadjaya, Jakarta
− Soejoedi : Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Kedutaan Prancis
dan Sekretariat ASEAN.
− Slamet Wirosanjaya, dikenal sebagai landscape handal.
− Djauhari Sumintardja, menerbitkan buku Kompendium Sejarah
Indonesia.
Kemudian para lulusan pertama “pendidikan arsitektur dalam
negeri” yang lulus pada tahun 1970-an
seperti Robi Sularto, Adhi Moersid, Yuswadi Saliya, Dharmawan, Eko
Budiardjo, dan Gunawan Tjahyono
muncul sebagai generasi arsitek ketiga di Indonesia setelah dua
generasi sebelumnya mencapai puncak
karyanya pada periode ketiga ini. Yang menjadi fokus arsitektur
pada masa ini adalah pencarian identitas
Arsitektur Indonesia dan kebangkitan arsitektur tradisional. Tradisi
modernis rasional yang dibawa dua
periode sebelumnya mendapat kritikan keras sejalan dengan
derasnya arus pemikiran arsitektur dunia.
Periode Keempat
Periode ini berlangsung antara tahun 1980-1990, arsitek generasi
ketiga mencapai puncak karyanya.
Proyek-proyek yang ditangani adalah proyek-proyek yang berskala
besar (pemerintah). Periode ini
diramaikan juga oleh para arsitek yang juga merupakan produk
kedua pendidikan arsitektur dalam negeri,
yaitu Josep Prijotomo, Budi Sukada, Bagoes P.Wiryomartono,
Baskoro Tedjo, Zhou Fuyuan, Andi Siswanto
serta beberapa arsitek lulusan luar negeri yaitu Antonio Ismael,
Budiman H. Hendropurnomo, dan Budi
Lim. Kemudian beberapa biro-biro arsitek muncul seperti biro
arsitek: Atelier 6, Gubah Laras, Encona,
Tripanoto Sri, Team 4, Arkonin, dan Parama Loka.
Puncak dari karya arsitek pada periode ketiga yang beberapa
diselubungi oleh nama besar biro
arsiteknya, seperti :
− Atelier 6 dengan karyanya Executive Club Hilton Jakarta, serial
Hotel Santika, gedung STEKPI,
Hotel Nusa Dua dan Masjid Said Naum (karya terbaik Adhi Moersid).
− Tripanoto Sri, dengan serial arsitektur Keluarga Cendana,
kompleks TMII, RS. Kanker Indonesia.
− Y.B. Mangunwijaya dari TH Aachen Jerman, dengan karyanya
perumahan di Kali Code
Yogyakarta, tempat ziarah Sendang Sono, rumah tinggal Arief
Budiman di Salatiga
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%206.htm (6 of 10)5/8/2007 3:32:59
PM
2
− Gunawan Tjahyono, dengan karyanya Gedung Rektorat UI.
Yang menjadi fokus arsitektur pada periode ini yaitu keinginan
untuk mensenyawakan arsitektur modern
dan tradisional dengan penekanan lebih kepada simbol makna dan
budaya dibandingkan dengan
permasalahan kondisi tropis.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%206.htm (7 of 10)5/8/2007 3:32:59
PM
2
Periode Kelima
Periode ini berlangsung antara tahun 1990-2000, merupakan
kondisi kontemporer arsitektur Indonesia
dan percepatan peristiwa merupakan karakter yang menonjol pada
periode ini. Periode ini ditandai
dengan munculnya arsitek muda Indonesia (AMI) : Sonny Sutanto,
Marco Kusumawijaya dkk., dan
bergabungnya arsitek periode keempat (Josep Prijotomo dkk) dalam
periode ini.
Beberapa karya yang menonjol periode ini dan mendapat
penghargaan yaitu:
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%206.htm (8 of 10)5/8/2007 3:32:59
PM
2
− DCM (Budiman, Sonny, Dicky) : Tugu Park Hotel di Malang,
Gedung Ford Foundation untuk
ASEAN (bekerja sama dengan Gunawan Tjahyono).
− Budi Lim : Urban Infill di Bank Universal Hayam Wuruk dan
Konservasi Bank Universal Melawai.
− Thamrin dan Kelompok Kumuh : Gerbang Utara ITB.
− Arcadia (Gatot, Armand dan Tony) : The Condor, Dunia Fantasi
Ancol.
− Krish Suharnoko, Café Batavia
− Irianto : Kantor Bank Exim Kamayoran.
− Sardjono Sani : Rumah Tinggal Tusuk Sate di Pondok Indah
Jakarta.
− Fuyuan : Rumah Pabrik.
− Yori dan Marco K. : Rumah Murah Swadaya Plan International
Kupang
Fokus arsitektur pada periode ini lebih kepada pengungkapan tradisi
berarsitektur AMI yaitu peningkatan
profesionalisme, penjelajahan desain dan kejujuran berekspresi
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%206.htm (9 of 10)5/8/2007 3:32:59
PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%206.htm (10 of 10)5/8/2007
3:32:59 PM
.
sejarah perkembangan dan konsep
arsitektur india
A. Sejarah Perkembangan Arsitektur India
Arsitektur India menunjukkan keberagaman ditnjau dari sejarah,
budaya dan geografi. Keberagaman
arsitektur tersebut menyebabkan kesulitan untuk
mengidentifikasikan ke dalam satu karakterisktik style
yang mewakili keseluruhannya. Kesemuanya merupakan hasil dari
rangkaian tradisi masa kuno dan
berbagai ragam budaya setempat ke dalam tipe dan bentuk
bangunan, serta pengaruh teknologi dari
Barat, Asia tengah maupun Eropa.
Sejarah arsitektur India dimulai dari masa peradaban lembah Indus
( Indus Valley Civilisation), kemudian
arsitektur pada masa Vedik1, berlanjut hingga masa Maurya-Gupta
atau dikenal dengan era
perkembangan Buddha, arsitektur biara ( monastery) dan
batu/dinding pahat ( rock cut), kemudian diikuti
dengan kemegahan bangunan kuil pada masa pertengahan.
Sementara, penguasa Turki dan Afghannistan
di utara pada masa pertengahan telah membawa India kepada
tradisi arsitektur kubah ( dome dan vault).
Munculnya arsitektur Mughal pada abad ke-16 menggambarkan
penggabungan antara elemen arsitektur
regional India dengan elemen arsitektur Persia dan Asia Barat.
Pengaruh Barat terutama Eropa tak
terelakkan selama masa kolonisasi Eropa di India termasuk gaya
Manneris, Barok, Neo-klasik, dan Neogotik
mulai dari abad ke-16 hingga akhir abad ke-19, yang kemudian
dikenal dengan gaya Indo Saracenic.
Arsitektur India telah membawa pengaruh yang besar terutama ke
Asia Timur sejak kelahiran dan
penyebaran agama Budha. Sejumlah elemen arsitektur India seperti
stupa, sikhara, pagoda (meru),
torana (gerbang) telah menjadi simbol terkenal arsitektur Hindu
dan Budha yang berkembang dan
digunakan di Asia Timur dan Asia Tenggara seperti yang terdapat
pada bangunan candi Angkor Wat di
Kamboja dan Prambanan di Indonesia.
Peradaban awal India dimulai dari Lembah Indus, yang terdiri dari
permukiman perkotaan kuna termasuk
kota metropolitan; Mahenjo Daro dan Harappa dengan berbagai
macam karakteristik rumah, tempat
pemandian yang dihubungkan dengan sistem drainase umum yang
baik pada masa itu. Struktur kota
berbentuk grid diikuti jalur drainase disepanjang jalan umum
dikelilingi oleh benteng. Selain benteng, tipe
7

7
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (1 of 22)5/8/2007 3:33:01
PM
7
bangunan yang penting lainnya saat itu adalah lumbung, tempat
berdagang, pemandian umum, yang
terakhir ini diyakini sebagai tempat pemujaan untuk kesuburan.
Keseragaman tatanan kota, tipologi
bangunan, dan ukurannya yang terbuat dari batu bata bakar yang
menunjukkan koordinasi yang baik
antara sosial dan politik pada saat itu.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (2 of 22)5/8/2007 3:33:01
PM
7
B. Arsitektur Hindu
Seperti halnya diketahui dari sejarah perkembangan kebudayaan
Timur, bahwa agama Hindu lahir di
lembah sungai Indus ( kawasan Sind dan Punjab ). Agama ini lahir
dari perpaduan agama Tuhan Vedis
sebagai agama sukubangsa Aryan (Aria) dengan agama suku
bangsa Dravidians (percaya adanya
inkarnasi) yang merupakan daerah invasi dari sukubangsa Aryan
pada masa itu. Perpaduan itu tercetus
dalam buku Rig-Veda (kitab agama Veda) yang pada permulaan
tahun masehi disempurnakan dengan
terciptanya kedewaan Trimurti : Brahma, Wisnu dan Siwa.
Arsitektur hindu dikenal lewat rancangan kuil-kuil hingga sampai ke
Asia Tenggara mulai abad ke-5
hingga ke-13. Pada masa itu terdapat beberapa kerajaan yang
terbagi wilayahnya menjadi utara dan
selatan. Dua kutub kerajaan ini mempengaruhi bentuk dan
performansi dari kuil-kuil Hindu, seringkali
disebut dengan Kuil Dravida di India Selatan, dan kuil Nagara di
India Utara. Diantara kedua style
tersebut juga berkembang kuil dengan style yang berbeda seperti
yng terdapat di wilayah Bengal,
Kashmir dan Kerala. Umumnya kuil-kuil dengan rancangan terbaik
yang menjadi ikon bagi arsitektur
Hindu berada di wilayah Selatan. Arsitektur kuil di India Selatan
tidak menggunakan konsep arsitektur kuil
di India Utara yang dipengaruhi oleh Persia, Rajastan dan langgam
Jaina. Di India Selatan terdapat tujuh
kerajaan yang memberikan pengaruh besar dalam perkembangan
arsitektur kuil Hindu yaitu:
− Kerajaan Pallava, memerintah dari abad ke-6-9 Masehi. Kuil besar
yang dibangun pada masa
pemerintahannya yaitu kuil Mahabalipuram dan ibukotanya
Kanchipuram, sekarang berada di wilayah
Tamilnadu.
− Kerajan Chola, kerajaan ini berkuasa pada tahun 900-1150 M
diperintah oleh Rajaraja Chola I dan
putranya Rajendra Cholaruled dan membangun kuil Brihadeshvara
dan kuil Siwa Thanjavur.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (3 of 22)5/8/2007 3:33:01
PM
7
− Kerajaan Chalukya Badami yang disebut Chalukya awal yang
diperintah oleh, Badami pada tahun
543 - 753 M yang kemudian menghasilkan langgam Vesara disebut
juga Arsitektur Chalukya Badami.
Contoh yang paling bagus dari seni kuil ini nampak pada kuil
Pattadakal, Aihole dan Badami di
Karnataka utara. Leibh dari 150 kuil tertinggal di lembah
Malaprabha.
− Kerajaan Rashtrakuta yang memerintah wilayah Manyakheta,
Gulbarga tahun 753-973 M
membangun beberapa kuil Dravida di Ellora (kuil Kailasanatha). Kuil
lain yang menarik yaitu kuil Jaina
Narayana di Pattadakal dan kuil Navalinga, Kuknur di Karnataka.
− Chalukya Barat disebut juga Chalukya Akhir yang memerintah
Decca dari tahun 973-1180 M
menghasilkan kembali langgam chalukya dikenal dengan langgam
Gadag, yang artinya di dalam dan
antara (in-between). Terdapat lebih dari 50 kuil yang masih bediri di
sekitar sungai Krishna, di tengah
Kartanaka. Kuil Kasi Vishveshvara di Lakkundi, Mallikarjuna di
Kuruvatii, Kalleshwara di Bagali dan
Mahadeva di Itagi merupakan kuil-kuil yang indah dan menarik yang
dibangun oleh arsitek-arsitek
semasa kerajaan Chalukya akhir.
− Raja Hoysala memerintah India Selatn pada tahun 1100-1343M
dan mengembangkan sebuah
konsep arsitektur yang disebut Hoysala Arsitektur id negara
Karnataka. Karya arsitektur kuil yang
terbaik yaitu kuil Chennakesava di Belur, kuil Hoysaleswara di
Halebidu, dan kuil Kesava di
Somanathapura.
− Kerajaan Vijayanagar yang memerintah seluruh wilayah India
Selatan pada tahun 1343-1565 M
membangun sejumlah kuil di ibukota Vijayangar dengan
menggabungkan beberapa langgam yang
berkembang di India Selatan pada masa sebelumnya. Beberapa
elemen yang dihasilkan dari karya
tersebut yaitu pilar Yali (pillar yang bersimbol kuda), balustrade (
parapets) and pilar berhias
(manatapa). Beberapa raja yang memerintah Vijayanagar
membangun kuil-kuil terkenal dengan gaya
arsitektur Vijayanagar.
Menurut Fergusson2, Arsitektur hindu di India dibagi atas tiga
langgam:
− Langgam Hindu Selatan, dipraktekkan oleh bangsa ras Tamil dan
seluruh wilayah yang terletak
antara Cape Comorin dan Nerbuddha or wilayah Vidya.
− Langgam Utara atau Hindu Arya, ditemukan hanya di wilayah
Himalaya yang berbatasan
dengan ras Arya yang berbahasa Sancrit atau dikenal dengan ‘ the
Bengal Presidency’.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (4 of 22)5/8/2007 3:33:01
PM
7
− Langgam Kasmir atau Punjab, berbeda dari kedua diatas, akan
tetapi lebih mirip kepada
langgam yang di selatan.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (5 of 22)5/8/2007 3:33:01
PM
7
Selama abad pertengahan, banyak kuil Hindu dibuat dari pahatan
dinding tebing atau bukit. Hingga saat
ini konsep arsitektural Hindu mempengaruhi bangunan-bangunan
atau arsitektur Budha. Konsep
merancang kuil dibuat oleh seorang Brahmin. Brahmin juga
menentukan pemilihan tapak dan menguji
keadaan tanah, dan tebalnya sesuatu dinding atau tiang mengikut
segi “mithologykal adan astronomikal”
Hindu yang dikenal dengan Formula “ Vastupurshamandala”
(tatanan untuk bangunan sakral). Tantanan
ini dituangkan dalam tatanan ilmu arsitektur Hindu dinamakan
vastushastra. Tatanan inilah yang
mengatur konsistensi rancangan dari kuil-kuil di wilayah India.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (6 of 22)5/8/2007 3:33:01
PM
7
Kuil-kuil hindu menggunakan bentuk empat persegi daripada
bentuk lingkaran seperti yang digunakan
dalam arsitektur Budha. Bentuk empat persegi ini menyimbolkan
kestabilan dan kekekalan. Beberapa ciri
lain dari arsitektur hindu yaitu penggunaan sistem trabeate yaitu
massive block dari batu yang menjadi
material dasar dalam pembangunan kuil India. Sistem ini berupa
tiang tegak dengan alang melintang
sistem ini digunakan dengan begitu meluas sekali. Walaupun sistem
“ Arch Vault” lebih ekonomis dan
digunakan di seluruh dunia. Mandala empat segi atau charta firasat
arsitek Hindu, mengandung 64 atau
81 kotak. Brahma, Dewa utama, pemelihara dan pemusnah
menduduki empat segi tengah. Dewa-dewa
lain menduduki tempat-tempat di penjuru.
Kuil hindu memiliki empat ruang prinsip dalam perancangannya
yang menjadi konsep arsitektur Hindu
yaitu Garbha griha, Mantapa, Gopura dan Choultri dengan
penjelasan sebagai berikut.
B.1. Garbha griha
Merupakan bagian utama dan terpenting dari kuil dan merupakan
inti/induk bangunan yang disebut
vimana (di India Selatan) atau mulaprasada (di India Utara).
Denahnya berbentuk bujursangkar atau
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (7 of 22)5/8/2007 3:33:01
PM
7
persegi, untuk kuil yang kecil biasanya perbandingan antara tinggi
dan lebar bangunan 1:1 atau
berbentuk kubus, dan kuil yang besar biasanya tingginya jauh lebih
besar daripada lebarnya. Terdapat
bagian yang tegak lurus terbuat dari batu dan granit yang
didekorasi dengan pilaster dan ornamen.
Vimana beratap tingkat seperti pyramid umumnya terbuat dari bata
yang diplester dengan semen
kemudian diakhiri dengan ‘dome’ kecil (umumnya di india selatan).
Vimana yang terbesar di Tanjore yang
terdiri dari 14 tingkat dengan tinggi hampir 200 ft.
B.2. Pelataran depan atau Mandapa
Pelataran depan atau ‘ Mantapa’, ruang bagian luar yang sebagian
dilingkupi dinding dilingkupi oleh
dinding yang memiliki pintu, satu pintu merupakan penghubung
untuk ke vimana sedangkan pintu yang
lain merupakan akses dan masuknya cahaya ke ruang dalam.
Ruang mandapa berbentuk bujursangkar
atau persegi, biasanya sama bentuknya dengan bangunan kuil inti
(vimana). Beberapa kuil memilki
‘mandapa luar atau Maha Mandapa’ dan ‘mandapa dalam atau
Ardha Mandapas’. Ada juga kuil yang
memiliki gabungan dari kedua mandapa, biasanya yang mandapa
luar bersifat terbuka dan mandapa
dalam bersifat tertutup. Atapnya berbentuk piramid, tapi jauh lebih
rendah dari atap vimana, sering juga
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (8 of 22)5/8/2007 3:33:01
PM
7
berbentuk flat yang tidak berornamen. Atap ditopang oleh pilar,
akan tetapi sebisa mungkin dikurangi
jumlah pilar dengan membuat kotak-kotak pembalokan pada ceiling
( bracketing) dan ‘projecting cornices’.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (9 of 22)5/8/2007 3:33:01
PM
7
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (10 of 22)5/8/2007 3:33:01
PM
7
B.3. Gerbang Piramid ‘ Gopura’
Gerbang atau Gopura adalah jalan masuk ( entrance) untuk
memasuki kompleks halaman kuil yang
berbentuk persegi yang biasanya mengitari vimana. Jumlah
gerbang mengikuti jumlah dinding pagar,
kadang-kadang juga bisa melebihi jumlah dinding pagar. Bentuk
gapura indentik dengan vimana,
meskipun demikian terdapat satu sisi yang lebih besar dan lebih
panjang. Pada sisi yang panjang terdapat
bukaan yang biasanya 1/4-1/7 dari lebarnya.
Menurut Fergusson, gerbang piramid yang paling besar dimiliki oleh
kuil di Combaconum, yang
merupakan ibukota Kerajaan Chola setelah penolakan Tanjore.
Terdiri dari 12 tingkat termasuk basement
yang terbuat dari granit dan datar, sementara keseluruhan piramid
terbuat dari batu bata diplester
dengan sculpture dan ornamen.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (11 of 22)5/8/2007 3:33:01
PM
7
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (12 of 22)5/8/2007 3:33:01
PM
7
B.4. Hall
berpilar
atau
‘ Choultri’,
Choultri ini
berada
bangunan
extra di
sekitar
kompleks
kuil biasanya
digunakan
untuk
berbagai
macam
kegiatan
upacara dengan tarian dan nyanyian serta upacara perkawinan.
Pada awalnya sebagai beranda ( porches),
kemudian berkembang menjadi ruang untuk berbagai kegiatan
terutama untuk upacara yang
berhubungan dengan perkawinan. Hall berpilar yang besar yaitu
ada di Tinnevelly yang terdiri dari 100
kolom pada sisi yang panjang dan 10 pada sisi yang lebarnya.
Kemudian hall berpilar di Chillumbrum
terdiri dari 24 kolom pada sisi lebar dan 41 kolom pada sisi
panjangnya.
C. Arsitektur Budha
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (13 of 22)5/8/2007 3:33:01
PM
7
Arsitektur
batu (stone
architecture)
juga telah
tumbuh di
India
terbukti pada
tinggalan
sejarah
istana
Pataliputra
dan juga
Ashoka
Stambha
(prasasti
tugu
monolitik)
yang
bertuliskan
maklumat
dari raja
Ashoka. Pada ujung atas prasasti terdapat ukiran batu berkepala
empat singa yang menjadi simbol dari
kerajaan Ashoka. Pada masa Ashoka telah diperkenalkan arsitektur
batu pahat yang mentradisi hingga
lebih dari 100 tahun lamanya hingga masa arsitektur Budha, Jaina
dan Hindu, terdapat banyak ruangruang
pemujaan yang dipahat di dinding tebing atau gunung. Konon
katanya tradisi ini berasal dari Mesir
kuna dan Persia. Pada saat yang sama, Viharas (Buddhist
monasteries), mulai dibangun setelah kematian
Budha terutama pada masa Kerajaan Mauryan with karakteristik
monumen stupa, chaitya; ruang meditasi
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (14 of 22)5/8/2007 3:33:01
PM
7
yang terdapat stupa didalamnya.
Arsitektur Budha berkembang pada masa Pemerintahan Ashoka,
terdapat tiga bangunan yang penting
dalam arsitektur Budha yaitu chaitya (ruang meditasi para biksu),
vihara (asrama) dan stupa (monumen
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (15 of 22)5/8/2007 3:33:01
PM
7
budha). Dalam satu lahan paling sedikit terdapat satu chaitya dan
beberapa vihara.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (16 of 22)5/8/2007 3:33:01
PM
7
C.1. Stupa
Stupa adalah monument untuk memperingati Budha dan para
pengikutnya berbentuk setengah bulatan
mempunyai pengertian falsafah melambangkan “kubah syurga”
(Dome of Heaven) atau melambangkan
struktur kosmik yang menetap terbuat dari batu atau tanah atau
material lainnya dengan struktur dan
konsep arsitektural sebagai berikut:
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (17 of 22)5/8/2007 3:33:01
PM
7
Bangunan stupa terdiri dari beberapa bagian atau elemen yang
membentuk satu konsep arsitektur
sebagai berikut:
− Harmika yaitu pagar empat segi stupa memberi peringatan
“syurga 33 tahun lambang dari peti
suci Budha dan menjadi sentral dari meditasi
− Yashti berbentuk tiga Lapis payung yang melambangkan paksi
dunia.
− Stambha, tiang yang bertuliskan ukiran ayat-ayat suci dari kitab
Pali berfungsi sebagai alat
sebaran agama Budha
− Vedik, pagar yang mengelilingi stupa pada mulanya dibuat dari
bahan kayu, pada zaman syuga
digantikan dengan bahan batu.
− Torana, gerbang (jalan/pintu masuk) ke dalam stupa yang berasal
dari bahasa Sansekerta.
C.2. Chaitya Griha
Chaitya griha adalah tempat meditasi para sami Budha dalam
mempelajari ajaran Budha, kata ini berasal
dari bahasa Sansekerta yang artinya tempat suci. Chaitya terdiri
dari barisan tiang yang beratap, di
ujungnya yang membentuk membentuk garis keliling melingkari
stupa yang ada didalamnya. Pada
beberapa site dari tipikal chaitya ada yang berbentuk sekuen dari
bentuk persegi diakhiri dengan ruang
suci tempat stupa. Contoh Chaitya yang paling bagus terdapat
Ajanta and Ellora.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (18 of 22)5/8/2007 3:33:01
PM
7
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (19 of 22)5/8/2007 3:33:01
PM
7
Berbagai
macam
bentuk
dan
konsep
chaitya
dapat
dilihat
pada
gambar
berikut ini.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (20 of 22)5/8/2007 3:33:01
PM
7
C.3.Vihara (Monasteries)
Monasteries (Vihara) merupakan asrama atau tempat tinggal para
sami Buddha selama mereka
bermeditasi. Vihara terdiri dari ruang-ruang sel kecil yang terisolasi
dan ruang bersama berupa hall yang
dikelilingi oleh tiang-tiang ( portico) yang merefleksikan ruang
komunal dari asrama, sehingga vihara
dikenal sebagai hall dengan serambi. Orientasi dari vihara
bervariasi tidak ada arah tertentu sebagai
patokan. Berbagai macam tipikal dari vihara terdapat pada gambar
berikut ini.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (21 of 22)5/8/2007 3:33:01
PM
7
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (22 of 22)5/8/2007 3:33:01
PM

. sejarah perkembangan dan konsep


arsitektur china
A. Sejarah Perkembangan Budaya dan Pemerintahan di
China
Cina memiliki
sejarah yang
panjang dan
bergejolak sejak
masa primitif
hingga saat ini.
Peradaban Cina
mulai terbangun
sejak 4000 hingga
5000 tahun yang
lampau. Secara
umum Wilayah
China secara garis
besar terbagi atas
Huabei ( China
Utaradan Huanan
( China Selatan ).Pada abad ke 2 SM terdapat suatu pemerintah yang
bertsruktur di Cina yang memmasuki
masa ke kaisaran atau Dinasti. Dinasti Tang disebut sebagai masa
emas dari Sejarah Cina, dimana pada saat
itu seni lukisan, patung, sastra, dan kayu cetak dan produksi massal
buku mengalami perkembangan yang
pesat. Begitu pula, pada saat dinasti Tang ini pula, agama budha
disebarkan ke Jepang. Pengaruh rancangan
arsitektur kota dan Budha pada masa itu sangat besar pada
perancangan kota dan bangunan kuil Budha di
Jepang. Dinasti Ming, dinasti terakhir yang diperintah pribumi
berkembang hingga ke Mongol atau Yuan yang
merupakan dinasti yang didirikan oleh Kublai Khan.
2

8
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (1 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
Tabel. 7.1. Tata Urutan Dinasti di Cina dan Karakteristik Sejarahnya
Dinasti Karakteristik dan Sejarah
Hsia c.1994-c.1523 SM• Membangunan saluran irigasi, mereklamasi tanah,
senjata perunggu,
kendaraan tempur, penggunaan binatang domestik, bercocok tanam
padi dan gandum, penggunaan simbol dalam penulisan
Shang or Yin c.1523-c.1027
SM
Tonggak sejarah dinasti china pertama, masyarakat pertanian
dengan birokrasi, perumusan strata social, aksara dan penulisan
lebih baik, kalendar China, dan masa emas pencetakan perunggu
Chou c.1027-256 SM•
Masa Klasik (Konfusius, Lao Tzu, Mencius), kekisruhan dalam politik,
rancangan hukum tertulis, ekonomi mata uang, penggunaan besi,
kerbau dalam pembajakan sawah, masa peperangan 403-221 SM
Ch'in 221-206 SM•
Penyatuan Cina dibawah kekerasan Shih Huang-ti, feodalisme
digantikan oleh birokrasi pemerintah berjenjang, standadisasi
penulisan, pembangunan jalan, kanal dan Tembok raksasa
Han 202 SM- 220•M
Penyatuan lebih solid, kekerasan berkurang, konfusianisme menjadi
dasar pemerintahan birokrasi bertingkat, pengenalan terhadap
Budha, kompilasi sejarah dan kamus bahasa
Three Kingdoms 220-265•
Pembagian atas tiga pemerintahan: Wei, Shu, Wu. Wei menjadi
dominan, konfusianisme meredup, penguatan Taoism dan
Buddhisme, pengetahuan ilmiah diadopsi dari India
Tsin or Chin 265-420
Dikembangkan oleh Wei, ekspansi perlahan ke Asia Tenggara,
rangkaian barbarisme dari dinasti Cina utara, pertumbuhan dan
perkembangan Budha
Sui 581-618•
Reunifikasi, pendirikan kembali sentralisasi pemerintahan, Budhaisme
dan Taoisme menjadi favorit, tembok raksasa dibangun kembali,
sistem kanal didirikan
T'ang 618-907•
Ekspansi teritorial, budhaisme dibawah tekanan, pelayanan
masyarakat berdasarkan Konfusianisme, masa keemasan seni sastra
dan sajak ( Li Po , Po Chü-i , Tu Fu ), patung dan lukisan
Five Dynasties and Ten
Kingdoms 907-960•
Masa perang, korupsi pemerintahan, kesukaran, pengembangan luas
percetakan, pencetakan uang kertas pertama.
Sung 960-1279•
Masa perubahan sosial dan intelektual, neo-konfusianisme mencapai
keunggulan dari Taoisme dan Budhaisme, sentralisasi birokrasi,
pengembangan perkebunan the dan katun (tekstil), serbuk mesiu
pertama kali digunakan oleh militer.
Yüan 1271-1368•
Dinasti Mongol ditemukan oleh Kublai Khan, kontak dengan asing
(barat), ide konfusianisme mengecewakan, masa emas aksara Cina,
pemberontakan di Mongolia dan Cina Selatan mengakhiri dinasti
Ming 1368-1644•
Mongolia keluar, konfusianisme dan pelayanan masyarakat diterima
kembali, kontak dengan pedagang Eropa, misionari, pengembangan
arsitektur porselin, novel dan drama.
Ch'ing or Manchu 1644-
1912•
Pendirian Mancu, perluasan teritorial tetapi kekuasaan Cina melemah
secara perlahan, penurunan kekuasaan sentral, peningkatan
perdagangan eropa, kekuatan asing membagi Cina kedalam
lingkungan yang terpengaruh Perang Opium, Hongkong diserahkan,
pesilatan berkembang, kerajaan Cina terakhir
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (2 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
B. Sistem sosial budaya Cina
Cina memiliki wilayah yang luas dengan total area wilayah 9,596,960
kilometer persegi dihuni oleh beragam
etnis seperti suku Han, Zhuang, Uygur, Hui, Yi, Tibetan, Miao, Manchu,
dan Mongol. Sejak dahulu Cina
memiliki kepercayaan kepada pemujaan roh nenek moyang, kemudian
pada masa dinasti Chou sekitar tahun
1027-256 SM• muncul suatu ajaran Konfusianisme, ajaran Lao-tse, Mo
Ti, dan Mencius yang menjadi dasar
filosofi masyarkat Cina hingga kini. Budhisme yang berasal dari India.
Budhisme mencapai titik emas dalam
penyebaran agama di Cina yang masuk pada masa Dinasti Han.
Hierarki sosial dalam masyarakat diperkenalkan pada ketika mulai
terbentuk suatu organisasi masyarakat
yang sejalan dengan ditemukannya aksara dan penulisan. Strata sosial
pada masa itu masih terbagi atas
pekerjaan dan kemakmuran yang diperoleh misalnya Raja dan
bangsawan, petani, seniman, dan pedagang.
Pada masa dinasti Chou sistem pertanian dikelola dengan baik,
penerapan sistem pembajakan sawah meluas
hingga ke Asia Tenggara ketika terjadi ekspansi wilayah dan budaya ke
bagian selatan Cina.
Cina masih terisolasi dari dunia luar hingga abad ke-2 Masehi ketika
datang pengaruh Budha dari
India, pada masa itu Cina mengadopsi kemajuan ilmiah dari India.
Kemudian kontak dengan Barat terjadi
pada masa Dinasti Yuan sekitar abad ke-12. Portugis menduduki
Macao, dan Inggris di Hongkong. Pada abad
ke-19, Cina melepaskan Hongkong untuk menjadi satu negara sendiri
setelah pendudukan Inggris pada
pertengahan abad ke-19.
Seni Lukisan, kaligrafi dan keramik berkembang luas dan banyak
dikagumi oleh bangsa lain. Keramik dan
porselin Cina merupakan suat komoditas perdagangan Cina ke
beberapa negara pada masa itu.
C. Sejarah Perkembangan Arsitektur Cina
B.1. Konsep dan Filosofi Arsitektur Cina
Filosofi arsitektur Cina sangat dipengaruhi oleh filosofi dari
kepercayaan dan ajaran Konfusianisme, Taoisme
dan Budhisme. Terdapat simbol dan lambang-lambang dari bentuk
ideal dan keharmonisan dalam tatanan
masyarakat. Bentuk ideal dan keharmonisan dalam masyarakat
tersebut dapat dilihat dari filosofi Tien-Yuan Ti-
Fang yang berarti langit bundar dan bumi persegi, dimana persegi
melambangkan keteraturan, intelektualitas
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (3 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
manusia sebagai manifestasi penerapan keteraturan atas alam dan
bundar melambangkan ketidakteraturan
sifat alam. Kemudian filosofi Tien-Yen-Chih-Chi, artinya diantara langit
dan manusia yang menggambarkan
peralihan dua alam yang disimbolkan dalam bentuk bundar-segi
empat-bundar.
Konsep Keseimbangan dalam kehidupan diatur dalam dualitas Yin dan
Yang, hong Shui atau Feng Shui. Yang
adalah sebagai energi positif, jantan, terang, kuat, buatan manusia.
Sementara, yin digambarkan sebagai
energi negatif, betina, gelap, menyerap elemen.
Hong shui atau Feng Shui merupakan kompas kehidupan yang
mengaur keseimbangan yang memiliki elemen
alam seperti angin, air, tanah dan metal. Kompas merupakan adaptasi
metodis karya manusia terhadap
struktur alam raya sehingga menjadi pedoman dalam pendayagunaan
energi dan sumber alam untuk
penyelarasan nafas dunia. Selain itu juga membantu manusia
memanfaatkan gaya-gaya alam dari bumi dan
menyeimbangkan Yin dan Yang guna memperoleh Qi yang baik, yang
menggambarkan kesehatan dan
vitalitas.
Hal-hal yang mempengaruhi Hong Shui menyangkut keseimbangan 5
(Lima) Unsur yaitu waktu Kelahiran,
kondisi tanah pada lokasi ( tapak) , arah dan ukuran bangunan,
orientasi Ruang Dalam, pola Penempatan
ruang dalam
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (4 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (5 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (6 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
Dari filosofi arsitektur yang dijelaskan sebelumnya maka prinsip-prinsip
dasar dalam arsitektur Cina adalah
sebagai berikut:
1. Memfokuskan pada bumi bukan surga, mengutamakan ilmu
pengetahuan bukan kemuliaan, seperti
tidak ada pembedaan prinsip antara bangunan sakral/religius dengan
bangunan umum, hanya arah
kegiatan, susunan ruang yang memiliki penekanan berbeda, secara
umum bersifat sequensial
Horisontal, sakral Hirarkis Konsentris, mengutamakan posisi, gerak dan
orientasi manusia dalam ruang
Eksplorasi prinsip tersebut dalam Arsitektural yaitu
− Potensialitas Dinding
− Penonjolan individualitas bangunan
− Pengorganisasian susunan CourtYard
− Permainan tinggi lantai
− Bangunan dibatasi taman
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (7 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
− Rumah utama bersumbu Utara-Selatan dan selalu memilih tempat
yang lebih tinggi
− Interior dengan elemen utama perabot berukir dengan warna megah
sebagai lambang gengsi.
− Pintu dan jendela menjadi elemen penunjang yang penting dalam
tatanan permukaan
bangunan.
− Adanya privasi berdasarkan rasa hormat dan keintiman tata laku/
Etiket Bangsa Cina yang
diterapkan secara vertikal dengan langit-langit, atap dan secara
horisontal dengan Court Yard dan
Lantai
4. Hirarki dan Status, pada umumnya dicirikan oleh lokasi lahan
terhadap jalan Utama/Strategis, jumlah
Court Yard, warna tiang, bentuk dan kerumitan ornamen atap, serta
jumlah trave hall : 9 (kaisar ) 7
(putra mahkota) 5 (Mandarin) 3 ( rakyat biasa)
5. Koordinasi atau orientasi, sebagai sikap dan pandangan terhadap
rumah sebagai sel dasar arsitektur
dan keluarga merupakan mikrokosmos dari tatanan masyarakat umum
sehingga pengaturan dan
koordinasi sel dasar memiliki arti sebagai pengaturan dan koordinasi
dunia
6. Tata Ruang Rumah
7. Struktur dan Konstruksi, konsep yang diterapkan pada rangka atap
dengan sistem saling tumpang,
bukan kuda-kuda dengan penyangga miring, kolom sebagai
pendukung beban atap, dinding sebagai
pembatas non struktural dan sistem bracket ( Tou Kung).
8. Stilistika, seluruh permukaan bangunan penuh dengan dekorasi,
pola lantai : diagonal ( jen), hexagonal (Kou), Susunan Bata ( Ting),
bangunan menggunakan konstruksi kayu dan dengan kombinasi
warna yang menyolok seperti merah, kuning dan hitam.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (8 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
Hierarki pemerintahan administrasi perkotaan dan desa di Cina yang
diterapkan sejak masa dinasti Chin terdiri
dari empat tingkat yaitu :
− County town = kota ( xian )
− Township = sub kota ( xiang )
− Market Town = kota dagang ( zhen )
− Village = desa ( cun )
Dalam perencanaan kota-kota awal di Cina terdapat beberapa prinsip
sebagai berikut.
1. Kota Berdinding
Dinding sebagai unsur penting dalam formulasi bentuk/struktur kota
2. Konsep Keseimbangan
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (9 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
Kesan Stabil dengan Keseimbangan Dinamis
− Komposisi Arsitektural
− Konsepsi Confusius : Formal, Simetri, Garis Lurus, Beraturan,
Kejelasan
− Komposisi Lansekap
− Komposisi Taoisme : Informal, Asimetri, Misteri, Garis Lengkung, Tak
Beraturan, Romantis dan
Alam Liar
3. Prosedur Perancangan dan Perencanaan Kota
− Pemilihan Tapak berdasarakan pengamatan Aspek Alami : Topografi,
Geologi, Sumber Air,
Orientasi
− Hubungan Lahan dengan Bentuk/Struktur Kota dimana bentuk
ditentukan oleh hubungan Simbolik,
Estetik dan Fungsional antara Kota dan Lingkungan
− Berdasarkan Prinsip-prinsip Keseimbangan Yin dan Yang
B.2. Tipologi Arsitektur Cina
Dari perjalan
sejarah yang
panjang
terhadap
perkembangan
arsitektur di
Cina terdapat
beberapa
tipologi
arsitektur Cina
seperti Istana,
Kuil atau
Kelenteng,
Gerbang (Pai Lou), Pagoda ( 5 – 7 tingkat), Tembok Raksasa sekitar
3000 kilometer, Kuburan yang memiliki
fungsi dan karakteristik sendiri. Pada dasarnya arsitektur Budha Cina
terbagi atas arsitektur pagoda, kuil
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (10 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
budha, dan pahat dinding batu.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (11 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
Dari bangunan arsitektur religius yang beragam dan dipengaruhi oleh
Budha, Cina juga kaya dengan
arsitektur vernakular. Di wilayah bagian selatan, yang merupakan
induk dari rumpun Austronesia menjadi
konsep awal dari aristektur Austronesia. Beberapa tipologi rumah
vernakular Cina yang ada di Cina dibagi atas
beberapa tipe seperti :
− Rumah bata dengan ruang terbuka persegi di sebelah utara China
(siheyuan) (I)
− Arsitektur subterranean di wilayah loess seperti Shanxi, Shaanxi dan
provinsi Henan (II)
− Arsitektur dengan konstruksi kayu dan bata di sebelah barat dan
barat daya China(III)
− Konstruksi kayu di sebelah timur china (IV)
− Arsitektur tanah liat dan kayu di Hakka (Fujian), Guangdong dan
Jiangxi (V)
− Batu bata, kayu dan bangunan batu sepanjang selatan China (VI)
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (12 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
Tipikal rumah di China Bagian Utara ( Northern China)
− Tipe rumah yang memiliki halamn tengah atau dijenal dengan
sebutan siheyuan (Courtyard house)
− Adanya hutong (gang sempit sebagai frontage dari rumah )
− Gerbang yang berornamen menuju ke court yard yang disebut
dengan chuihuamen ( hanging flower
gate)
− Pada tipe dasar hanya terdapat satu ourt yard, sedangkan jumlah
court yard bergantung pada besar
rumah.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (13 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (14 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (15 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
Tipikal rumah dan desa di Loess Region
− Cave dwelling (troglodytic houses)
− Subterranean house (semi troglodytic house)
− Adanya kang (tempat tidur yang terbuat dari tanah liat)
− Desa gua
− Desa gua di Gansu yang menunjukkan masing-masing rumah
memiliki courtyard
Rumah Gua (cave dwelling) memiliki konsep arsitektur sebagai berikut:
Pintu masuk (Entriway) berbentuk vault
Adanya courtyard
Satu rumah biasanya terdiri atas dua atau tiga ruang
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (16 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (17 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
Tipe rumah Subterranean house (semitroglodytic houses)
− Frontage rumah berada pada sisi sebuah tebing
− Adanya close courtyard
− Entryway memiliki vault
− Keuntungannya, lebih banyak bukaan untuk sirkulasi udara dan
angina dan lebih sedikit resikonya
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (18 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
terhadap
gempa
China
Bagian
Timur
(Eastern
China)
Terbagi
atas dua
geografi :

dataran
landai
(Jiangsu
dan
sebelah
utara
Zhejiang)
dan

berbukit
(sebelah
selatan
Anhui dan Zhejiang)
• Sepanjang sungai Yangtze, sebagai area paling subur di china
• Courtyard brick gate
• Suzhou house (row houses)
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (19 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
China Bagian Barat dan Barat Daya
(Western and South-Western China)
• Brick house
• Bentuk atap berundak atau bertingkat-tingkat
• Small courtyard
Hakka Region
• Besar, berbentuk persegi dan lingkaran
• Terbuat dari bata (brick)
• Adanya enclose structure (weizi)
Dataran pantai sebelah selatan (The Southern Coast)
• Courtyard house
• Material bangunan granite block dan bata merah dan kayu
• Dekorasi biasanya pada bagian atap yang terbuat dari kayu
Material Bangunan dan Teknologi
Pit dwelling =Rumah bawah tanah (yaodong):
• Tanah kuning =tanah liat =huangtu ( clay brick)
• Endapan lumpur sungai yang dikeringkan (mud brick)
• Tanah lempung ( pounded earth)
Setelah tahun 1949 :
• Adobe brick = tanah liat dan jerami yang dipadatkan kemudian
dibakar
• Granite block dan Bata merah
• Konstruksi atap : kayu dan genteng
Bentuk dan Ruang
• Modul atau standar dimensi ruang adalah jian
• Jian adalah ruang yang berada pada interval kolom yang memiliki
ukuran tertentu (lebar dan
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (20 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
panjang) termasuk ukuran tingginya (volume ruang)
• Banyaknya jian mulai dari satu, tiga dan lima. Jumlah jian yang
genap dihindarkan karena mewakili
bentuk asimetri dan bentuk yang tidak tentu.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (21 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
.

sejarah perkembangan dan konsep


arsitektur JEPANG
A. Sejarah Perkembangan Budaya dan Pemerintahan di
Jepang
Jepang adalah sebuah negara kepulauan yang terdiri dari kira-kira
4000 pulau mulai dari Hokkaido di utara
hingga Okinawa di Selatan. Ada empat pulau besar yang memiliki
populasi cukup tinggi yaitu Honshu,
Hokkaido, Kyushu, dan Shikoku Jepang beriklim sejuk, cuaca dingin
berasal dari utara dan panas berasal dari
Selatan. Hampir seluruh wilayah memiliki empat musim; dingin, gugur,
semi dan panas, terutama di wilayah
utara. Area pegunungan meliputi hampir 75% dari seluruh luas
wilayahnya dan termasuk negara yang memiliki
gunung berapi yang banyak di dunia sehingga gempa sering terjadi
dan terdapat banyak titik sumber air panas
(hotspring). Perkembangan budaya, ekonomi, dan politik mengalami
proses yang panjang sejak dari masa
prasejarah hingga sekarang ini.
2

9
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (1 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
Tabel 9.1. Kronologi Perkembangan Sejarah dan Pemerintahan di
Jepang
Jaman/ Masa Periode Pemerintahan/
Kekaisaran
Karakteristik dan Sejarah
Jaman Prasejarah − Paleolithic age
(before 10.000 SM)
Budaya primitif : Gua sebagai habitat
hidup manusia, budaya berburu, kapak
batu
− Jomon Period
(10.000 SM-300SM)
Pit dwelling, barang tembikar, alat-alat
selain batu, berburu, menangkap ikan,
pertanian primitive dengan penebangan
dan pembakaran
− Yayoi Period (300
SM-300)
Teknik bercocok tanam padi,
masyarakat komunal, perlengkapan
mulai bervariasi dari kayu dan batu
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (2 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
− Kofun/Yamato
Period ( 300- 552)
Ekonomi pertanian berkembang,
bangunan panggung, rumah individu
berkembang, pembuatan tungku
pembakaran dari tanah liat,
perkembangan peralatan tembikar dan
perunggul, pembentukan komunitas
kecil ( kuni) dengan tata aturannya.
Jaman Klasik
− Asuka Period (552-
645)
Ekonomi pertanian berkembang pesat,
pembentuk birokrasi pemerintahan
dengan sentralisasi kekuasaan ( tenno),
ritsuryo sistem, agama budha
diperkenalkan, pengaruh budaya dan
teknologi dari Cina dan Korea,
pembangunan fisik ibukota Heijo (Nara)
dan Heian (Kyoto), munculnya strata
sosial dalam masyarakat
− Nara Period (645-
794)
Perdagangan berkembang,
pembentukan kota-kota, pembangunan
dua ibukota, strata sosial masyarakat
menguat, perubahan ritsuryo sistem,
pembangunan kuil-kuil Budha ( Pagoda)
− Heian Period (794-
1185)
Golongan aristokrat terbentuk,
akulturasi agama asli dengan budha,
adopsi arsitektur Budha dari Cina
( Pagoda), tumbuhnya rumah
bangsawan ( shinden style), townhouse,
dan farm house.
Jaman Pertengahan
Kamakura Period (1185-
1333)
Peralihan pemerintah dari istana ke
golongan militer ( shogun), pemindahan
ibukota ke Kamakura, kyoto sebagai
pusat ekonomi dan budaya, pengenalan
Zen-Budhism, tipe rumah samurai
Peningkatan craftsmenship berikut
organisasinya, pembangunan jalan
(highway) dari Kamakura ke Kyoto,
munculnya lebih dari 30 post-town
(shukuba machi), konsep tea house
mulai tumbuh.
Nambokucho (1333 –
1392)
Kekuasaan Shogunate makin menguat,
samurai dwelling, peralihan shogun
Kamakura ke shogun Muromachi
Muromachi Period (1392-
1568)
Shogun Muromachi menggantikan
shogun Kamakura, Kyoto sebagai
perwakilan pemerintahan, terdapat
bangunan Shoin style,samurai resident
masih berkembang, pengembangan
shinden style,munculnya konsep
ukuran ruang, kuil budha makin
berkembang dipengaruhi arsitektur Cina.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (3 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
Jaman Pre Modern Momoyama (1568-1615) Peningkatan keahlian dan
peralatan
pertukangan (craftsment), shoin style,
townhouse dan farm house makin
berkembang, perekonomian
berkembang dari skala kecil menjadi
provinsial estat, dan timbul konsep kota
baru : castel-town.
Edo (Tokugawa) Period
(1615-1867)
Shogun Tokugawa, pemindahan ibukota
ke Edo (Tokyo), istana dan kekaisaran
masih exist, perkembangan sosial
masyarakat biasa (commoners); petani
dan pedagang, townhouse ( machiya)
dan farm house ( minka) makin
bervariasi, pengembangan sistem
sankin-kotai dan muncul katsura
detached palace, alat pertukangan
makin maju, pembangunan highway
dan pertumbuhan kota-kota baru (post
town) sepanjang jalur kereta api.
Jaman Modern Meiji Period (1867-1912) Shogun Tokugawa jatuh, era
pemerintahan modern terbentuk, Kaisar
Meiji pindah ke Kyoto, restorasi Meiji,
Tokyo sebaga ibukota pemerintahan,
pembentukan kekaisaran dalam
pemerintahan, pembangunan jalur
kereta api, kontak dengan asing (barat),
promosi kaum kapitalis, pembangunan
pabrik modern, masyarakat menengah
tumbuh dan berkembang, pendirian
sekolah formal teknik, pengaruh
western style dalam rancangan
bangunan dan lingkungan
Taisho Period ( 1912-
1926)
Pemerintahan modern masih berlanjut,
perubahan lifestyle menjadi modern life
style, modernisasi meliputi segala aspek
termasuk arsitektur, pembangunan
apartemen, kota metropolitan dan
perkembangan industri modern.
Showa Period (1926-
1989)
Pemerintahan modern masih berlanjut,
penggunaan peralatan modern,
pembangunan pabrik, nasional housing,
industri booming, westernisasi dalam
banyak aspek termasuk tenik bangunan
Heisei Period (1989-
present)
Modernisasi dengan isu-isu sentral : back
to nature, kemanusiaan serta
pembangunan berkelanjutan
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (4 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
B. Kronologi Sejarah Perkembangan Arsitektur
Perkembangan arsitektur Jepang yang dimulai sejak masa pra-sejarah
yang pada saat itu sangat dipengaruhi
oleh budaya Austronesia hingga berbagai macam pengaruh dari
negara tetangga: Cina dan Korea serta
pengaruh barat yang pertama kali dibawa bangsa Eropa. Secara
singkat kronologi perkembangan arsitektur di
Jepang dapat dilihat dari skema dibawah ini.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (5 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
9.2. Kronologi
Perkembangan
Arsitektur
Jepang mulai
masa prasejarah
hingga
modern
Berbagai tipe
dan fungsi
bangunan
yang
berkembang
mulai masa prasejarah, medieval (Nara) hingga periode Edo dalam
arsitektur Jepang, antara lain rumah
primitif, bangunan religius: Kuil (Shinto dan Buddha), istana dan puri,
rumah toko (machiya), rumah tinggal
prajurit (rumah para samurai), vila atau paviliun bangsawan, gedung
teater kabuki, rumah tinggal petani
(minka), sekolah dan rumah tempat minum teh. Kesemuanya memiliki
karakteristik desain tersendiri.
B.1. Pertumbuhan Kota-kota Awal Jepang
Pertumbuhan kota-kota baru di Jepang dimulai sejak masa Nara.
Masuknya Budha pada abad ke-6 telah
2
membuka hubungan perdagangan internasional yang erat dengan Asia
khususnya Cina yang dikuasai oleh
Dinasti Tang pada masa itu dan Kerajaan yang menguasai jalan sutra.
Hubungan dagang tersebut telah
membawa pengaruh pada ekonomi, sosial politik dan hukum. Sehingga
tidak heran bahwa perencanaan kota
Heian (Kyoto) merupakan replika yang lebih kecil dari desain kota
Cangan, ibukota Dinasti Tang. Konsep itu
pula sebelumnya telah diadopsi dalam perencanaan kota Naniwa pada
tahun 645 (sekarang Osaka), kota
Fujiwara pada tahun 694 (sekarang sebelah selatan kota Nara), kota
Heijo pada tahun 710 (Nara), kota Kuni
pada tahun 740, kota Nagaoka, dan kota Otsu.
Perencanaan kota-kota tersebut umumnya menggunakan konsep grid.
Jalan menjadi pemisah setiap zona,
terdapat satu jalan raya utama menuju kompleks istana Kekaisaran
yang memerintah pada masa itu dan
membelah kota menjadi dua bagian disebut Kota sebelah kiri ( Sakyo)
dan kota sebelah kanan ( Ukyo). Rumah
kerabat atau bangsawan berada disekitar komplek istana. Besarnya
kota banyaknya zona ditentukan dari sosial
ekonomi dan politik dari pemerintahan pada masa tersebut. Kota Heian
lebih besar dari kota-kota awal Jepang
saat itu.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (6 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (7 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
B.2. Tipologi Bangunan Vernakular Jepang
Rumah Primitif
Ciri-ciri dan karakteristik rumah Austronesia tampak pada rumah
Jepang pada masa prasejarah. Pengaruh
budaya, iklim dan alam sangat menentukan konsep arsitektur rumah
awal Jepang. Bentuk rumah tenda berdiri
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (8 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
diatas tanah yang dilubangi (pit dwelling) merupakan perkembangan
dari rumah gua. Kemudian, sejalan
dengan perkembangan peradaban, telah mengakibatkan terjadinya
evolusi pada bentuk dan konsep rumah. Pit
dwelling berevolusi menjadi pit dwelling dengan dinding, kemudian
menjadi rumah panggung ( raised floor
dwelling) dengan struktur kayu dan atap alang-alang. Semua
perangkat dan peralatan yang digunakan
mengalami perubahan dan kemajuan. Pada saat itu rumah bukan lagi
semata sebagai tempat berlindung dari
panas dan hujan akan tetapi sudah menjadi penanda status sosial di
dalam masyarakat. Pada masa Jomon, pit
dwelling dengan dinding banyak didirikan, Kemudian pada masa Yayoi
dan Kofun, rumah panggung ( takayuka)
yang pada sebelumnya hanya dibangun sebagai tipikal lumbung
menjadi favorit.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (9 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
Pada masa Kofun, terdapat gap yang lebar antara kaum petani yang
maju dan kaum aristokrat. Antara
pertengahan abad ke-4 hingga abad ke-5 muncul satu sistem strata
sosial yang disebut uji-kabane.
Kemungkingan sistem strata sosial ini dipengaruhi oleh Kerajaan Silla
di semenanjung Korea. Kemudian agama
Budha masuk dari Cina dan Korea, akan tetapi pada masa itu
kepercayaan lokal ( Shinto) yang disimbolkan
dengan Amaraterasu o-mikami (dewa Matahari) telah mengakar dan
menjadi simbol pemerintahan pada masa
itu. Beberapa kuil Shinto yang megah telah dibangun baik di Ise, Izumo
dan Sumiyoshi. Konstruksi ketiga kuil
ini menggambarkan konsep bangunan Austronesia; bangunan yang
dinaikan, denah ruang persegi, lantai ruang
berada di atas tiang-tiang yang beralaskan batu, atap pelana, simbol
menyilang seperti tanduk kuda di ujung
atap. Pada saat yang bersamaan waktu itu pengaruh Budha datang
dari Cina dan Korea. Pengaruh teknik
bangunan kuil Budha sangat besar pada perkembangan kuil Shinto.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (10 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (11 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (12 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
Bangunan Religius
Setelah Budha masuk ke daratan Jepang dari Cina dan Korea,
pengaruh arsitektur Budha dari Cina sangat
besar. Pada masa itu, orang Cina datang bukan hanya membawa dan
menyebarkan agama Budha, akan tetapi
juga membawa atribut yang berhubungan dengan tempat peribadatan
agama Budha. Kuil Budha pertama yang
dibangun abad ke-7 yaitu kompleks kuil Horyu-ji, di dekat Nara.
Pembangunan kuil ini memakan waktu sekitar
8 tahun dan selama itu pula telah terjadi transfer teknologi arsitektur
Budha antara para tukang dari Cina yang
datang khusus mendirikan bangunan tersebut dengan tukang Jepang
sendiri. Konsep Pagoda bertingkat 5 yang
biasanya terdapat pada kuil Budha dari Cina diadopsi pada kuil ini.
Jumlah Pagoda hanya satu dan berada di
tengah kompleks kuil. Material bangunan yang digunakan seperti
halnya di Cina, kuil Budha ini terbuat
keseluruhan dari kayu, dengan konsep sambungan balok dan tiang
menggunakan pasak dan tekan, bagian
sambungan balok atas menggunakan teknik bracket yang merupakan
teknik konstruksi khas kuil Budha di Cina.
Setelah selesai pembangunan kuil Horyu-ji kemudian disambung
dengan pembangunan kuil Todai-ji di sebelah
Timur dari kuil Horyu-ji, Nara pada tahun 745 yang memiliki dua buah
pagoda tujuh tingkat didalamnya terdapat
patung Budha raksasa. Berikutnya, kuil Budha yang menerapkan konsep
arsitektur Jepang berkembang pada masa Heian.
Kuil Budha terkenal pada itu dan mewakili kuil Budha berarsitektur Jepang yaitu
Phoenix Hall di Uji, dekat Kyoto. Awalnya
bangunan ini adalah vila bangsawan, kemudian berubah menjadi kuil. Kuil ini
merepresentasikan puncak dari kuil budha
dengan arsitektur Jepang yang kemudian dikenal dengan Fujiwara Style dengan
penerapan konsep Pagoda yang baru
berbeda dari yang sebelumnya, disebut dengan hoto. Hoto menerapkan heaven
dome dari simbol Budha pada atap pagoda
kemudian digabungkan dengan pent-roof (mokoshi) pada keempat sisinya.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (13 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
Pada abad ke-13 muncul konsep arsitektur kuil Zen-Budhisme. Konsep denah kuil
Jepang melekat pada konsep simetris
pada kuil Cina. Penekanan pada hiasan patung dan eklektisme pada kuil Budha
terus berlangsung hingga pertengahan abad
ke-14. Hingga sekarang ini kuil budha memiliki berbagai macam langgam namun
konse pagoda bertingkat mulai
ditinggalkan, prototipe kuil Shinto diabadikan sebagai konsep awal kuil Shinto
yang sederhana. Lokasi kuil yang dianggap
baik yaitu di atas lahan berbukit dekat dengan hutan, danau kemudian penataan
tata ruang luar yang menunjang bagi
proses meditasi.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (14 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (15 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
Rumah Rakyat
Biasa
( Machiya dan
Minka)
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (16 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
Perkembangan
perdagangan mulai
tampak pada masa
Heian. Pembentukan
kota-kota awal Jepang
merupakan titik awal
perdagangan
internasional pada
masa itu dengan Asia
khususnya Cina. Dalam
perencanaan kota
Fujiwara, Heijo dan
Heian terdapat dua
lokasi pasar yang
menjadikan titik
tersebut lokasi
komersial dari kotakota
yang
direncanakan. Dari
perkembangan kota
tersebut muncul satu
tipe bangunan komersial yang disebut dengan Machiya (lebih mirip
artinya dengan rumah toko di Indonesia).
Machiya adalah sebuah konsep rumah perkotaan/toko (townhouse)
yang mulai berkembang sejak masa Heian
sejalan perkembangan perekonomian, konsep perdagangan dan politik
yang membentuk pertumbuhan kotakota
baru. Biasanya rumah tersebut tidak lebar, bagian depan untuk
berdagang dan bagian belakang untuk
tinggal, suasana interior dapat dilihat pada gambar berikut ini.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (17 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
Selain machiya, rumah untuk rakyat biasa (commoners house) yang
mengalami pertumbuhan pesat pada masa
Edo yaitu minka. Penekanan perekoknomian pada pertanian sejak
masa medieval hingga awal modern telah
menyebabkan tumbuh suburnya tipe rumah petani. Minka ini bukan
hanya sebagai rumah petani, tetapi
termasuk juga rumah para pedagang-pedagang kaya. Terdapat banyak
tipe minka yang tersebar di seluruh
wilayah Jepang seperti tipe Odachi, Sasu, Gassho, Takabei, Bunto,
Kudo dan lain sebagainya. Jika ditinjau dari
material dan teknologi bangunan, semua tipe minka menggunakan
struktur kayu, dengan dinding dari plesteran
tanah liat, kayu dan bambu, atapnya dari jerami dan alang-alang serta
genteng. Secara garis besar tatanan
ruang dalam minka dibagi atas tiga bagian yaitu Doma, ima dan
zashiki. Doma adalah ruang dengan lantai
tanah, digunakan sebagai entrance, ruang kerja, dapur dan kandang
ternak. Ima (hiroma/ itanoma) adalah
ruang keluarga (living room), dan zashiki adalah ruang tamu (guest
room). Biasanya didalam ruang tamu diberi
alas tikar yang disebut tatami, terdapat tokonoma: sebuah yang
ditinggikan lantainya, tempat hiasan lukisan
dan rangkaian bunga (ikebana).
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (18 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
Ditinjau dari segi bentuk dan ruangnya maka terdapat beberapa
bentuk yaitu persegi (sugoya), bentuk L
( magariya) dan Ch•mon (U-shape). Berdasarkan bentuk atap, terdapat
tiga bentuk dasar atap yaitu atap pelana
atau kampung dengan sopi-sopi ( kirizuma/gable roof), atap limasan
( yosemune/hip roof), gabungan atap
pelana dan limasan (irimoya/hipped and gabled roof). Atap pelana atau
kampung merupakan atap yang banyak
digunakan dalam rumah petani. Struktur bangunan bergantung kepda
tipe bangunan dan atap.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (19 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
Puri dan Kota Puri ( Castel and Casteltown)
Konsep kota Puri (casteltown) dimulai sejak masa shogun Momoyama.
Bangunan puri ( donjon) dan kota puri ini
dibangun sebagai benteng pertahanan atas serangan musuh. Pada
saat itu (medieval era) di Jepang juga
disebut dengan era perang. Peperangan terjadi pada dasarnya terjadi
antara dua kubu militer kuat Jepang
masa itu : Minamoto dan Taira, yang sering juga disebut dengan Genji
dan Heike. Penggunaan senjata api
yang diperkenalkan oleh Portugis pada masa sebelumnya telah
membawa wilayah Jepang kepada masa
peperangan yang hebat. Hampir setiap wilayah ibukota pemerintahan
Shogun memiliki puri dengan desain dan
ukuran sesuai dengan kedudukan penguasa pada saat tersebut. Kuil
Maruoka dan Matsumoto menjadi kuil
pertama yang dibangun pada akhir abad ke-16. Kuil yang terbesar dan
termegah dibangun tahun 1609 hingga
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (20 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
sekarang ini masih berdiri adalah puri Himeji, terletak di Hyogo
Prefecture, sebelah barat Tokyo. Puri ini
memiliki tinggi 45 meter, terdiri dari 5 tingkat dan 6 lantai (satu lantai
dibangun dalam pondasi batu yang
tingginya 15 meter). Ada tiga bangunan puri di sekitar puri utama ini
yang dinamakan puri barat, puri barat
laut, dan puri Timur. Keempat puri ini dihubungkan oleh koridor
( watariyagura) dan dikelilingi oleh pagar
tembok tinggi. Jalan masuk dari gerbang hingga ke puri utama dibuat
membingungkan dan menjebak sehingga
tidak mudah bagi musuh untuk masuk ke dalamnya. Pagar tembok
dikelilingi oleh parit/selokan yang cukup
dalam dan lebar, sebagai pertahanan pertama terhadap serangan
musuh. Tipikal tata ruang luar ini juga
diterapkan oleh puri-puri lain.
Secara keseluruhan struktur bangunan puri terdiri dari konstruksi kayu,
yang mudah terbakar sehingga menjadi
kelemahan ketika perang berlangsung. Akan tetapi pondasi bangunan
yang tinggi dan terbuat dari batu
menyulitkan bagi musuh naik keatas. Pada dasarnya terdiri bangunan
bertumpu pada dua tiang utama yang
besar menerus hingga ke bagian atas bangunan, tiang ini disebut
dengan tiang kehidupan. Puri ini dirancang
sebagai tempat tinggal temporer selama pengepungan oleh musuh,
bukan dirancang untuk didiami dalam
jangka waktu yang lama. Pada lantai atas, terdapat ruang pengintai
yang digunakan untuk melakukan
serangan. Atap bangunan bertingkat dan menunjukkan kestabilan
struktur bangunan. Lokasi puri ini berada di
are perbukitan, dari puri dapat dilihat pemandangan kota Himeji.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (21 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
Rumah Minum teh
Pembangunan rumah atau tempat minum teh dimulai sejak masa
Kamakura dan mulai menjadi tradisi sejak
masa Muromachi. Pada awalnya upacara teh ini ditujukan untuk
menjamu orang-orang yang dekat dengan
shogun yang berkuasa pada masa itu sambil santai dan menikmati
seni porselin Cina. Kemudian dalam
perkembangannya tujuan dari pendirian rumah minum teh ini adalah
untuk menjamu dan mengisi waktu
bersama teman, kerabat, kolega sambil menikmati seni rancangan
taman disekitarnya dan interior bangunan
untuk menyegarkan pikiran tas kegiatan rutinitas yang membosankan.
Upacara minum teh di dalam cangkir tak
bertangkai kecil memiliki seni dan aturan yang khas, rasanya teh yang
segar dan hangat dapat menghilangkan
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (22 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
kepenatan setelah selesai bekerja.
Desain rancangan rumah minum teh bervariasi di seluruh wilayah
Jepang dan menekankan pada material alami
seperti kayu, bambu, dinding tanah liat, anyaman jerami. Ada
beberapa tipe rumah minum teh seperti tipe
Taian, tipe Soan, tipe Konnichian, tipe Kebun (Tipe Fushin’an dan
Zangetsutei). Dari semua tipe tersebut dapat
dilihat bahwa tata ruang rumah minum teh adalah sederhana, pada
prinsipnya terdiri dari dua ruang, ruang
duduk untuk minum teh, dan ruang pantri atau ruang untuk
menyediakan teh atau ruang mencuci peralatan.
Ruang duduk biasanya beralas tikar atau tatami sedangkan ruang
persiapan dan cuci berlantai papan kayu.
Seringkali terdapat tungku ditengah-tengah ruang duduk yang
berfungsi untuk menghangatkan teh dan orang
yang duduk didalamnya dari cuaca dingin di luar bangunan. Ukuran
besar ruang minum teh juga bervariasi
mulai dari dua tatami hingga empat setengah tatami, akan tetapi ada
juga yang lebih dari empat setengah
tatami tergantung kebutuhan dan status sosial pemilik. Terkadang
rumah teh berdekatan dengan rumah induk,
tapi ada juga yang terisolasi, tipe rumah teh ini seringkali digunakan
untuk beristirahat melepaskan kepenatan
dan kelelahan setelah bekerja, misalnya tipe Fuhin’an dan Zangetsutei,
tipe ini terdapat di tengah kota Kyoto
Tipe Taian adalah tipe yang terdapat di kota yamasaki sebelah selatan
Kyoto. Tipe ini memiliki hiasan pada
interior baik pada tokonoma yang disebut dengan murodoko. Tipe
rumah teh dengan ukuran dua tatami
banyak terdapat di kepulauan Rikyu, sebelah selatan Jepang. Tipe Yuin
merupakan rancangan rumah tea yang
banyak terdapat di Kyoto berikut dengan tipe Konnichian yang sering
terdapat bersama-sama dengan tipe Yuin.
Tipe Joan banyak diterapkan di Inuyama, sebelah timur Kyoto (Jepang
tengah).
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (23 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
C. Sistem Ukuran dan Proporsi
Pada akhir abad pertengahan, para tukang menemukan satu sistem
ukuran dan proporsi yang diterapkan untuk
seluruh tipe bangunan mulai dari kuil, rumah, pagoda, gerbang, istana
dan lain sebagainya. Sistem tersebut
dinamakan Kiwari yang berarti pembagian kayu. Selain untuk
menentukan panjang kayu untuk ruangan, juga
menentukan tebal tiang kayu. Standar ukuran rumah yang disebut
dengan satu modul yaitu satu ken atau 6.5
syaku sama dengan 197 cm dan tebal kolom adalah 1/10 dari ken atau
19.7 cm. Sudut tiang kayu dipotong
450. Sistem ukuran ini masih berlangsung hingga sekarang ini, dan
banyak diterapkan pada pembuatan industri
di Jepang..
Dalam
perkembangannya,
sejak masa Edo
hingga saat ini,
standar ukuran
syaku mengalami
perubahan. Pada
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (24 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
saat itu satu syaku
sama dengan 6
ken (1 syaku sama
dengan 0.303 m,
dan 1 ken sama
dengan 1.818 m).
Kemudian akhirakhir
ini digunakan
satu standar
ukuran yang
dinamakan tsubo
yang sama
besarnya dengan 6
feet square atau 3.3. m2. Akan tetapi, sejak masa heian, untuk ukuran
ruang telah digunakan konsep tatami.
Berbagai macam model dan konfigurasi tatami menentukan bentuk
ruang. Hingga saat ini, konsep tatami ini
masih digunakan untuk menentukan besaran dan bentuk ruang
walaupun merupakan bangunan dengan
langgam barat (western style).
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (25 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
.
PENUTUP
Pemikiran dan konsep arsitektur Timur bisa diwakili dari melihat
konsep arsitektur di Nusantara, Cina dan
India. Terdapat perbedaan dan persamaan di antara arsitektur
tersebut dimana kebudayaan yang lebih
dahulu di daerah tertentu mempengaruhi kebudayaan di daerah
lain. Penyebaran abama menjadi satu
jalan untuk menyebarkan keilmuan baik dalam bidang kebudayaan,
politik, dan arsitektur. Satu contoh
seperti evolusi stupa dari India hingga pagoda di Cina dan Jepang,
kemudian di Indonesia menjadi meru
yang meyimbolkan kepada bangunan sakral untuk pencipta.
2

10
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%2010.htm (1 of 3)5/8/2007 3:33:04
PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%2010.htm (2 of 3)5/8/2007 3:33:04
PM
2
Pemikiran atas pembagian ruang sakral dan profan menjadi ciri
dalam konsep rumah dan tata ruang kota
timur. Perletakannya tergantung dari agama, tradisi, lingkungan
dan alam sekitar dari masyarakat yang
mendiami wilayah tersebut.
Strata sosial memberikan pengaruh dalam perletakan rumah dan
desa. Seringkali simbol status dan
kedudukan penghuni rumah diungkapkan dalam ornamen yang
menghiasi bangunan.
Pemikiran ketiga hal tersebut tidak kuat muncul dalam arsitektur
Barat. Kecenderungan akan pemikiran
rasio sangat terlihat sehingga menjadi salah satu perbedaan yang
mencolok dibandingkan dengan
arsitektur timur.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%2010.htm (3 of 3)5/8/2007 3:33:04
PM
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/coverbukuajar.htm
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/coverbukuajar.htm (1 of 2)5/8/2007 3:33:05 PM
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/coverbukuajar.htm
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/coverbukuajar.htm (2 of 2)5/8/2007 3:33:05 PM
Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang

D
aftar Gambar
hal.
Gambar 1.1. Indonesia dan Jaringan Asia 4
Gambar 2.1. Struktur Candi 11
Gambar 2.2. Berbagai macam elemen dan hiasan pada bangunan candi
13
Gambar 2.3. Teknik Konstruksi Dinding Berdaun Ganda 14
Gambar 2.4. Tata Urutan Pembangunan Candi 15
Gambar 2.5. Sebaran Arsitektur Klasik Indonesia 11
Gambar 2.6. Candi-candi di Jawa Tengah Utara 17
Gambar 2.7. Candi di Jawa Tengah Selatan 17
Gambar 2.8. Candi Panataran di Blitar 18
Gambar 2.9. Candi Jago (Wisnuwardhana) 18
Gambar 2.10. Candi Jabung, Jawa Timur 19
Gambar 2.11. Candi Biaro Bahal 1, Padang Lawas, Sumatera 20
Gambar 2.12. Candi Pada Masa Klasik Akhir 21
Gambar 3.1. Persebaran Kota-Kota Islam Awal di Nusantara 24
Gambar 3.2. Pelabuhan di lingkungan Banda Aceh 26
Gambar 3.3. Bentuk dan ragam hias batu nisan kuno 27
Gambar 3.4. Mesjid yang mendapat pengaruh arsitektur candi dan
arsitektur vernakular 29
Gambar 3.5. Mesjid yang mendapatkan pengaruh India (arsitektur
Moghul) 30
Gambar 3.6. Mesjid yangmendapat pengaruh arsitektur kolonial (modern
Eropa) 30
Gambar 3.7. Kompleks Keraton Yogyakarta 33
Gambar 3.8. Istana Pagaruyung Sumatera Barat 33
Gambar 3.9. Istana Maimoon Kesultanan Deli, Medan 34
Gambar 3.10. Bekas Istana Ternate (awal abad ke-18) 34
Gambar 4.1. Lokasi Persebaran Austronesia 35
Gambar 4.2. ArsitekturVernakular Indonesia yang menggunakan tanduk
kuda dan atap pelana 38
Gambar 4.3. Sebaran Lokasi arsitektur vernakular Indonesia 41
Gambar 4.4. Tipe Arsitektur Vernakular Indonesia 40
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/daftar%20gambar.htm (1 of 4)5/8/2007 3:33:05 PM
Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang
Gambar 4.5. Pola Perkampungan di Bawomataluo, Nias Selatan 42
Gambar 4.6. Perkampungan dengan pola Linear 43
Gambar 4.7. Pembagian ruang pada rumah Batak Toba dan Jawa 44
Gambar 4.8. Tata ruang rumah Kalimantan 45
Gambar 4.9. Proses Pendirian Tiang dan Balok pada rumah Batak Toba 46
Gambar 4.10. Teknik konstruksi rumah vernakular Indonesia 46
Gambar 4.11. Penopang batang silang pada rumah Nias Utara dan Selatan
47
Gambar 4.12. Pemasangan piringan kayu besar menjadi ciri khas
konstruksi lumbung Indonesia berasal
dari Austronesia
47
Gambar 4.13. Ritual permulaan pendirian rumah Melayu 48
Gambar 4.4. Raga-raga pada rumah Batak Toba 49
Gambar 4.15. Kosmologi rumah toraja sebagai jagad kecil 50
Gambar 4.16. Pembagian jagat kecil pada rumah Batak Toba 51
Gambar 5.1. Kota-kota Kolonial di Indonesia 54
Gambar 5.2. Siatuasi Pelabuhan Batavia 54
Gambar 5.3. Ibukota Kerajaan Banten abad ke-16, berdasarkan Willem
Lodewiyckz 55
Gambar 5.4. Kediaman Reine de Klerk di Batavia, sekarang kantor Arsip
Nasional 56
Gambar 5.5. Bangunan Kolonial Bergaya neo-Klasik 57
Gambar 5.6. Rumah Pedalaman gaya Hindia Belanda di pemukiman Arab,
Semarang 57
Gambar 5.7. Kantor Gubernur Pemerintah Hindia Belanda di Surabaya
dirancang arsitek W.Lemei 59
Gambar 5.8. Beberapa karya arsitektur Thomas Karsten 60
Gambar 5.9. Beberapa bangunan karya arsitek Henri Maclaine Pont 61
Gambar 5.10. Beberapa rancangan bangunan karya C.P. Wolf Schoemaker
62
Gambar 5.11. Kantor Pusat Bank Jawa, arsitek Hulswit Fermont dan
Cuypers,1909 63
Gambar 5.12. Gedung Lingkaran Seni Hindia-Belanda (1914), Batavia,
arsitek P.A.J.Mooijen 64
Gambar 5.13. Kantor Pusat Perusahaan Jawatan Kereta Api Hindia
Belanda, Semarang, 1902-1907 65
Gambar 5.14. Algemeene Maatschappij voor Levensverzekering en
Lijfrente (Perusahaan Umum
untuk Asuransi Jiwa dan Cagak Hidup), Surabaya, H.P. Berlage 1900
66
Gambar 5.15. Gedung Sate, karya J.Gerber, 1920 66
Gambar 6.1. Gedung Bank Indonesia, karya arsitek F. Silaban 66
Gambar 6.2. Tugu Monumen Nasional (MONAS), Jakarta 68
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/daftar%20gambar.htm (2 of 4)5/8/2007 3:33:05 PM
Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang
Gambar 6.3. Masjid Istiqlal karya F.Silaban Jakarta 69
Gambar 6.4. Kampus STEKPI Jakarta, karya grup arsitek Atelier 6 72
Gambar 6.5. Kantor Rektorat UI Depok Jakarta 72
Gambar 6.6. Tugu Park Hotel, karya trio arsitek DCM, B.Hendropurnomo,
S.Sutanto, dan D. Hendrasto 73
Gambar 7.1. Peta Wilayah India sejak 1780-1905 75
Gambar 7.2. Persebaran Wilayah Kerajaan Hindu di India abad ke-5
sampai dengan abad ke-13 78
Gambar 7.3. Mandala dan Vastuphursamandala 79
Gambar 7.4. Garbha griha, inti dari sebuah kuil Hindu dalam Vimana 80
Gambar 7.5. Mandapa pada Kuil Sunak, Nilakanta 81
Gambar 7.6. Mandapa pada kuil Mahabalipuram 81
Gambar 7.7. Pemandangan kompleks kuil Tiruvarur dengan beberapa
lapis gopura 82
Gambar 7.8. Gopura bagian dalam kuil Rajarajeshvara di Tanjavur 83
Gambar 7.9. Persebaran Tinggalan Sejarah pada masa awal Budha (abad
ke-4 SM - 5 M) 84
Gambar 7.10. Tugu Prasasti Maurya, bagian dari kebijakan kerajaaan
Ashoka 85
Gambar 7.11. Situs Kompleks Mahastupa Sanchi 86
Gambar 7.12. Struktur dan konsep arsitektur stupa 87
Gambar 7.13. Ajanta, salah satu lokasi chaitya 88
Gambar 7.14. Berbagai macam tipikal Chaitya dari persebarannya di
seluruh India 89
Gambar 7.15. Berbagai macam Tipikal Vihara (monasteries) 90
Gambar 8.1. Peta Wilayah Cina 91
Gambar 8.2. Kompas dari filosofi Feng Shui 94
Gambar 8.3. Diagram dari landscape elemen topografi yang baik 95
Gambar 8.4. Situs Kota Terlarang Cina 97
Gambar 8.5. Gerbang sebagai symbol sosial masyarakat yang berdiam 98
Gambar 8.6. Beberapa tipe pagoda dan spesifikasi material bangunannya
99
Gambar 8.7. Pembagian tipe rumah berdasarkan wilayah 100
Gambar 8.8. Tata ruang rumah tipe siheyuan 101
Gambar 8.9. Tipe rumah siheyuan yang tedapat di wilayah Cina utara 102
Gambar 8.10. Bentuk dan dimensi ruang dari rumah gua 103
Gambar 8.12. Desa gua di Loess region 103
Gambar 8.13. Tipe rumah semitroglodytic 104
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/daftar%20gambar.htm (3 of 4)5/8/2007 3:33:05 PM
Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang
Gambar 9.1. Peta wilayah Jepang 107
Gambar 9.2. Kronologi Perkembangan Arsitektur Jepang mulai masa pra-
sejarah hingga modern 111
Gambar 9.3. Kota-kota Awal Jepang pada abad pertengahan 112
Gambar 9.4. Konsep Perancangan Ibukota Heian, sekarang Kyoto 113
Gambar 9.5. Denah dan Ekterior Pit Dwelling Yayoi 114
Gambar 9.6. Bangunan primitive Jepang dan evolusinya 115
Gambar 9.7. Tipikal bangunan kuil Shinto 116
Gambar 9.8. Kompleks Kuil Budha Horyu-ji di Nara dengan satu pagoda
118
Gambar 9.9. Teknik konstruksi bangunan pagoda dan kuil Budha 119
Gambar 9.10. Kuil Budha yang mendapat pengaruh Arsitektur Budha dari
Cina 119
Gambar 9.11. Tipikal Rumah Perkotaan (Machiya) 120
Gambar 9.12. Berbagai macam variasi tipe rakyat biasa ( minka) 122
Gambar 9.13. Berbagai macam tipe puri digunakan sebagai benteng
pertahanan dalam masa
peperangan mulai Kamakura hingga Edo
124
Gambar 9.14. Berbagai macam variasi tipe rumah/tempat minum teh 126
Gambar 9.15. Tatami sabagai konsep ukuran dan bentuk ruang 127
Gambar 10.1. Evolusi Stupa ke Pagoda dan Meru 128
Gambar 10.2. Atap meru Indonesia 129
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/daftar%20gambar.htm (4 of 4)5/8/2007 3:33:05 PM
Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang

D
aftar Isi
Hal.
Kata Pengantar
i
Daftar Isi ii
Daftar Gambar v
Daftar Tabel viii
1 SEJARAH PERKEMBANGAN ARSITEKTUR INDONESIA 1
A.Sejarah Nusantara 1
A.1. Sejarah Singkat Nusantara 1
A.2. Geografi Dan Lingkungan 3
A.3. Keragaman Budaya 3
B.Nusantara dan Jaringan Asia 3
C.Sejaah Perkembangan Arsitektur Indonesia 5
2 Arsitektur INDONESIA PADA ERA Hindu dan Buddha 8
A.Kerajaan Hindu dan Budha di Nusantara 8
B.Arsitektur Candi 10
B.1. Fungsi 10
B.2. Tatanan, Bagian dan Konsep Arsitektural Candi 11
B.3. Teknik Konstruksi dan Pembangunan Candi 13
B.4. Pembagian kelompok arsitektur candi 15
3 Arsitektur INDONESIA pADa masa perkembangan ISLAM 22
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Daftar%20isi-fix.htm (1 of 4)5/8/2007
3:33:06 PM
Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang
A.Kerajaan Islam di Nusantara 22
B.Pertumbuhan Kota-Kota Islam Awal 23
C.Makam dan Pekuburan Orang Islam 26
D.Masjid sebagai Tempat Suci 28
C.1. Kronologis perkembangan arsitektur masjid 28
C.2. Tatanan , Bagian dan Konsep Arsitektural Mesjid 31
E.Istana Kerajaan Islam 32
4 Arsitektur VERNAKULAR INDONESIA 35
ASejarah Perkembangan Arsitektur Vernakular Indonesia 35
A.1. Hubungan Austronesia dan Indonesia 35
A.2. Pengertian Arsitektur Vernakular 38
B.Tipe Arsitektur Vernakular Indonesia: Keberagaman dan
Kesamaannya 39
B.1. Pola Perkampungan 41
B.2. Rumah dan Tantanan Ruang 44
B.3. Teknologi Bangunan : Bahan Bangunan dan Teknik Konstruksi
45
B.4. Upacara ritual Pendirian Bangunan 48
5 Arsitektur kolonial indonesia
A.Sejarah Kolonialisasi di Indonesia 52
B.Pembentukan Kota-kota kolonial di Indonesia 53
C.Arsitektur Kolonial Indonesia 55
C.1. Perkembangan Arsitektur Kolonial Indonesia 55
C.2. Arsitek dan biro arsitek yang berkarya di Indonesia 59
6 Arsitektur INDONESIA pasca kemerdekaan)
A.Arsitektur Warisan Belanda 67
B.Kronologis Perkembangan Arsitektur Modern Indonesia 67
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Daftar%20isi-fix.htm (2 of 4)5/8/2007
3:33:06 PM
Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang
7 sejarah perkembangan dan konsep arsitektur india
A.Sejarah Perkembangan Arsitektur India 74
B.Arsitektur Hindu 76
B.1. Garbha griha 79
B.2. Pelataran depan atau Mandapa 80
B.3. Gerbang Piramid ‘ Gopura’ 82
B.4. Hall Berpilar atau Choultri 83
C.Arsitektur Budha 84
C.1. Stupa 87
C.2. Chaitya Griha 88
C.3.Vihara (Monasteries) 90
8 sejarah perkembangan dan konsep arsitektur china
A. Sejarah Perkembangan Budaya dan Dinasti di China
B.Sistem sosial budaya Cina 93
C. Sejarah Perkembangan Arsitektur Cina 93
B.1. Konsep dan Filosofi Arsitektur Cina 93
B.2. Tipologi Arsitektur Cina 98
9 sejarah perkembangan dan konsep arsitektur JEPANG
A.Sejarah Perkembangan Budaya dan Pemerintahan di Jepang 107
B.Kronologi Sejarah Perkembangan Arsitektur 110
B.1. Pertumbuhan Kota-kota Awal Jepang 111
B.2. Tipologi Bangunan Vernakular Jepang 113
C.Sistem Ukuran dan Proporsi 126
10 PENUTUP 128
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Daftar%20isi-fix.htm (3 of 4)5/8/2007
3:33:06 PM
Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang
Kepustakaan dan Sumber Gambar 130
CATATAN 133
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Daftar%20isi-fix.htm (4 of 4)5/8/2007
3:33:06 PM
Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang

D
aftar Tabel
hal.
Table 2.1. Tinggalan Sejarah Kerajaan-kerajaan selama era Hindu Budha 9
Tabel 2.2. Perbedaan bentuk dan langgam candi Jawa tengah dan Jawa
Timur. 19
Tabel 8.1. Tata Urutan Dinasti di Cina dan Karakteristik Sejarahnya 92
Tabel 9.1. Kronologi Perkembangan Sejarah dan Pemerintahan di Jepang
106
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/daftar%20tabel.htm5/8/2007 3:33:06 PM
Kata Pengantar

K
ata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
berkat Karunia-Nyalah buku ajar ini
dapat tersusun. Buku ajar ini disusun merupakan salah satu hasil
pengembangan program E-learning
yang sedang dilakukan di Universitas Sumatera Utara yang
dimaksudkan untuk peningkatan proses
belajar mengajar yang dpat diakses dimana saja dan kapan saja.
Buku ini ditujukan sebagai salah satu bahan ajar untuk mata kuliah
untuk mata kuliah Sejarah Teori
Arsitektur 03, Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara. Secara garis besar,
buku ajar ini berisi dua bagian, pertama yaitu perkembangan
sejarah arsitektur Indonesia, dan kedua,
sejarah perkembangan atsitektur di Asia khususnya di India, China
dan Jepang. Selain itu buku ini juga
ditujukan untuk mengisi keterbatasan pustaka yang sangat
diperlukan oleh mahasiswa dalam mempelajari
sejarah perkembangan arsitektur di tanah air. Buku ini
menggambarkan secara singkat dan padat
tentang sejarah perkembangan arsitektur di India, China dan Jepang
khususnya arsitektur vernakular di
ketiga negara tersebut.
Mengingat waktu pengerjaan yang singkat sekitar 6 (enam) minggu,
tentu banyak terdapat
kekurangan pada buku ajar ini sehingga kami sebagai penulis
dengan segala kerendahan hati
mengharapkan kesediaan reviewer dan pembaca memberikan
kritikan dan saran bagi perbaikan buku ajar
ini di masa yang akan datang. Untuk itu kepada pengelola program
pengembangan E-learning, jajaran
pimpinan Universitas Sumatra Utara, rekan-rekan di departemen
Arsitektur, serta pembaca kami ucapkan
terima kasih yang tak terhingga, harapan kami agar buku ini dapat
mencapai sasaran dan dimanfaatkan
secara optimal.
Medan, Desember 2006
Penulis,
Isnen Fitri, ST, M.Eng.
NIP. 132 206 819
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Kata%20Pengantar.htm5/8/2007 3:33:06
PM
KEPUSTAKAAN DAN SUMBER GAMBAR

KEPUSTAKAAN DAN SUMBER GAMBAR


AlSayyad, Nezar/Bourdier, Jean-Paul (ed.) 1989. Traditional
Dwellings and Settlements Working
Paper Series, ca 40 vols.; Berkeley.
Ananda K. Coomaraswamy, 1965, History of Indian and Indonesian
Art, Dover Publication, Inc.,
New York,
Atmadi, Parmono, 1990, Arsitektur Candi Indoensia, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Budihardjo, Eko, 1991, Jatidiri Arsitektur Indonesia, Alumni,
Bandung.
Cribb, Robert, 2000, Historical Atlas of Indonesia, Curzon press,
New Azian Library.
Crouch, P. Dora et al, 2001, Tradition in Architecture, Oxford
University Press, New York,
Dawson, Barry & Gillow, John, 1994, The Traditional Architecture of
Indonesia, Thames and
Hudson, London.
Domenig, G. 1980, Tektonik im Primitiven Dachbau (Tectonics in
Primitive Roof Construction ),
Zurich;Institut Gaudenz/ETH.
Eryudhawan,Bambang dkk (ed), 1990, Karya Arsitektur Muda
Indonesia, , PT Subur, Jakarta.
Fergusson, James, 1859, Handbook of Architecture, John Murray –
Albemarble Street, London.
Fletcher, Sir Banister, 1975, A History of Architecture, Athlone
Press, London,
Frampton, Kenneth et al, 1997, Japanese Building Practice; From
Ancient Times to the Meiji Period,
Van Nostrand Reinhold, New York,
Hanafi, Zulkifli, 1985, Kompendium Sejarah: Seni Bina Timur, USM
Press, P.Pinang.
Inoue, Matsuo, (1985), Space in Japanese Architecture, Hiroshi
Watanabe trans. New York; John
Weatherhill Inc.
G. Knapp, Ronald, 2003, Asia’s Old Dwelling; Tradition, Resilience,
and Change, Oxford University
Press, Hongkong.
Guillot, Claude (ed), 2002, Lobu Tua Sejarah Awal Barus, Yayasan
Obor Indonesia, Jakarta.
G. Knapp, Ronald, 2003, Asia’s Old Dwelling; Tradition, Resilience,
and Change, Oxford University
Press, Hongkong.
Lombard Denys, 1996, Nusa Jawa: Silang Budaya, Buku 1, Batas-batas
Pembaratan, Gramedia
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20...xtbook/KEPUSTAKAAN%20DAN%20SUMBER
%20GAMBAR.htm (1 of 3)5/8/2007 3:33:06 PM
KEPUSTAKAAN DAN SUMBER GAMBAR
Pustaka Utama, Jakarta.
________, 1996, Nusa Jawa: Silang Budaya, Buku 2, Jaringan Asia,
Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
________, 1996, Nusa Jawa: Silang Budaya, Buku 3, Warisan
Kerajaan-kerajaan Konsentris,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Mangunwijaya, Y.B., 1992, Wastu Citra, Penerbit Gramedia, Jakarta.
Miksic, John (ed), 1993, Indonesian Heritage, vol.2 : Sejarah awal ,
Archipelago Press , Singapura,
1993.
Morse, Edward S., 1961, Japanese Homes and Their Surroundings,
Dover Publication Inc., New
York.
Nishi Kazuo et al, 1985, What is Japanese Architecture?, Kodansha
International Ltd, Tokyo,
Oliver, Paul (ed), 2003, Dwellings; The vernacular House world
wide, Phaidon Press Limited,
London,
______________, 1986, Dwellings; The house across the world,
University of Texas Press, Austin..
______________, 1997, Encyclopedia of Vernacular Architecture of
the world, volume 1,
Cambridge University Press, United Kingdom.
O. L. Tobing, 1963. The structure of the Toba-Batak belief in the
High God, South and South-East
Celebes Institute for Culture.
Prijotomo, Josef (1988), Pasang Surut Arsitektur di Indonesia,
Surabaya: Penerbit CV. Ardjun
Rapoport, Amos, , 1969, House form and Culture, Prentice Hall,
London.
Rudofsky, Bernard, 1964, Architecture without architects, Academy
Editions, London.
Sergeant,G., and.Saleh,R., 1973, Traditional Building of Indonesia,
vol.1:Batak Toba;Vol.2:Batak
Karo;Vol.3:Batak Simalungun/Mandailing, Bandung,Rehoce
(Regional Housing Centre).
Soekmono, 1973, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia,
volume 1, Kanisius, Yogyakarta.
_________, 1973, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia,
volume 2, Kanisius, Yogyakarta.
_________, 1973, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia,
volume 3, Kanisius, Yogyakarta.
________, 2005, Candi : Fungsi dan Pengertiannya, Jendela Pustaka.
S.P. Napitupulu, et al, 1986, Arsitektur Tradisional Sumatra Utara,
Jakarta, Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20...xtbook/KEPUSTAKAAN%20DAN%20SUMBER
%20GAMBAR.htm (2 of 3)5/8/2007 3:33:06 PM
KEPUSTAKAAN DAN SUMBER GAMBAR
Suáres, Thomas, 1999, Early Mapping of Southeast Asia, Periplus
Edition, Singapore.
Sumalyo, Yulianto, 1993, Arsitektur Masjid Kuno, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
_________________, 2000 , Arsitektur Masjid dan Monumen Sejarah
Muslim, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
_________________, 1993, Arsitektur Kolonial Belanda, Gadjah Mada
University Press,
Yogyakarta,
Sumintardja, D., 1978, Kompendium Sejarah Arsitektur Indonesia,
Yayasan LPMB
Tadgell, Christopher, 1990, The History of Architecture in India,
Phaidon Press Limited, Singapore.
Tjahyono, Gunawan (ed), 1993, Indonesian Heritage, vol.6 :
Arsitektur, Archipelago Press ,
Singapura.
Uka, Tjandrasasmita, 2000, Pertumbuhan dan Perkembangan
Kota-kota Muslim di Indonesia dari abad
XIII hingga abad ke XVIII, Menara Kudus, Kudus.
Viaro, M.Alain, 1980, Urbanisme et architecture tradisionnels du
sud de l’île de Nias, UNESCO.
Waterson, Roxane, 1991, “ The Living House”, Oxford Univ. Press,
Singapore.
Yuan, Lim Jee, 1987, The Malay House Rediscovering Malaysia’s
Indigenous Shelter System,
Malaysia: The Institut Masyarakat
------------------, Bulettin Koninklijke Nederlandse Oudheidkundige
Bond (KNOB), Jaargang 104,
2005, no. 6, Walburg Grafische Diensten, AL Zutphen
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20...xtbook/KEPUSTAKAAN%20DAN%20SUMBER
%20GAMBAR.htm (3 of 3)5/8/2007 3:33:06 PM
1

Catatan
Bab 1
1. Guillot, Claude, Lobu Tua, Sejarah Awal Barus, Yayasan Obor,
Jakarta, 2002, hal 51-53.
2. Suáres, Thomas, 1999, Early Mapping of Southeast Asia,
Periplus Edition, Singapore, hal.122, 147
3. Lombart, Nusa Jawa : Silang Budaya, 1996, hal 14.
Bab 2
1. Miksic, John, 1993, Indonesian Heritage, vol.2 : Sejarah awal,
hal.58, Archipelago Press ,
Singapura, 1993.
2. ibid
3. ibid
Bab 3
1. Soekmono, 1973, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia,
volume 3, hal.K 43-48, Kanisius,
Yogyakarta.
2. Miksic, John, 1993, Indonesian Heritage, vol.2 : Sejarah awal,
hal. 88, Archipelago Press ,
Singapura, 1993
3. Uka, Tjandrasasmita, 2000, Pertumbuhan dan Perkembangan
Kota-kota Muslim di Indonesia dari
abad XIII hingga abad ke XVIII, hal.45
4. Soekmono, 1973, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia,
volume 3, hal., Kanisius, Yogyakarta.
5. Miksic, John, 1993, Indonesian Heritage, vol.2 : Sejarah awal,
hal. 88, Archipelago Press ,
Singapura, 1993
6. Uka, Tjandrasasmita, 2000, Pertumbuhan dan Perkembangan
Kota-kota Muslim di Indonesia dari
abad XIII hingga abad ke XVIII, hal. 168
7. lihat Domenig 1981 hal. 162
Bab 4
1. Tjahyono, Gunawan (ed), 1993, Indonesian Heritage, vol.6 :
Architecture , Archipelago Press ,
Singapura hal. 9
2. Rapoport, Amos, , 1969, House form and Culture, Preentice Hall,
London
3. Bernard Rudofsky, dirangkum dari Architecture without
Architects, 1964, Academy Editions,
London.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Note.htm (1 of 2)5/8/2007 3:33:07 PM
1
4. o.p cit. Leon Krier
5. op. cit. Steve Mouzon
6. Tobing (1963:p.78), raga-raga adalah benda yang dikeramatkan
dari daun-daunan diletakan
dalam keranjang kemudian digantungkan ke struktur atap rumah.
Raga-raga ini dipercayai sebagai
spirit untuk mengusir roh jahat atau gangguan dari luar yang
mengancam keselamatan rumah.
Bab 5
1. Ir. Handinoto dalam bukunya Perkembangan Kota dan Arsitektur
Kolonial Belanda di Surabaya)
2. Ir. Handinoto dalam bukunya Perkembangan Kota dan Arsitektur
Kolonial Belanda di Surabaya)
3. Tjahyono, Gunawan (ed), 1993, Indonesian Heritage, vol.6 :
Architecture , Archipelago Press ,
Singapura hal. 9
4. Ir. Handinoto dalam bukunya Perkembangan Kota dan Arsitektur
Kolonial Belanda di Surabaya)
Bab 6.
1. Suryono Herlambang dalam tulisannya pada buku AMI,
Penjelajahan 1990-1995, sekaligus
merupakan generasi ketiga arsitek Indonesia?, hal.34-39):
Bab 7
1. Budaya dan arsitektur Veda memberi pengaruh yang besar dalam
arsitektur India, banyak
manuscript yang ditulis dalam bahasa Veda menceritakan tentang
benteng yang terbuat dari batu dan
metal. Suku veda memiliki sejumlah kata-kata yang
mengungkapkan berbagai jenis rumah termasuk
chhardis (rumah dengan atap alang-alang), harmyam (rumah dari
batu dengan court yard pada
tengah-tengah bangunan dan gotra (multi-dwelling complex dengan
kandang untuk binatang).
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Note.htm (2 of 2)5/8/2007 3:33:07 PM

You might also like