You are on page 1of 12

Sejarah Perkembangan Koperasi di Indonesia

Posted on 08. Oct, 2009 by admin in Artikel Bisnis

Sejak lama bangsa Indonesia telah mengenal kekeluargaan dan kegotongroyongan yang
dipraktekkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia. Kebiasaan yang bersifat nonprofit ini,
merupakan input untuk Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 yang dijadikan dasar/pedoman
pelaksanaan Koperasi. Kebiasaan-kebiasaan nenek moyang yang turun-temurun itu dapat
dijumpai di berbagai daerah di Indonesia di antaranya adalah Arisan untuk daerah Jawa
Tengah dan Jawa Timur, paketan, mitra cai dan ruing mungpulung daerah Jawa  Barat,
Mapalus di daerah Sulawesi Utara, kerja sama pengairan yang terkenal dengan Subak untuk
daerah Bali, dan Julo-julo untuk daerah Sumatra Barat merupakan sifat-sifat hubungan sosial,
nonprofit dan menunjukkan usaha atau kegiatan atasdasar kadar kesadaran berpribadi dan
kekeluargaan.

Bentuk-bentuk ini yang lebih bersifat kekeluargaan, kegotongroyongan, hubungan social,


nonprofit dan kerjasama disebut Pra Koperasi. Pelaksanaan yang bersifat pra-koperasi
terutama di pedesaan masih dijumpai, meskipun arus globlisasi terus merambat ke pedesaan.

Kemajuan ilmu oengetahuan dan teknologi pada pertengahan abad ke-18 telah mengubah
wajah dunia. Berbagai penemuan di bidang teknologi ( revolusi industri ) melahirkan tata
dunia ekonomi baru. Tatanan dunia ekonomi menjajdi terpusat pada keuntungan
perseorangan, yaitu kaum pemilik modal ( kapitalisme ). Kaum kapitalis atau pemilik modal
memanfaatkan penemuan baru tersebutdengan sebaik-baiknya untuk memperkaya dirinya dan
memperkuat kedudukan ekonominya. Hasrat serakah ini melahirkan persaingan bebas yang
tidak terbatas. Sistem ekonomi kapitalis / liberal memberikan keuntungan yang sebesar-
besarnya kepada pemilik modal dan melahirkan kemelaratan dan kemiskinan bagi masyarakat
ekonomi lemah.

Dalam kemiskinan dan kemelaratan ini, muncul kesadaran masyarakat untuk memperbaiki
nasibnya sendiri dengan mendirikan koperasi. Pada tahun 1844 lahirlah koperasi pertama di
Inggris yang terkenal dengan nama Koperasi Rochdale di bawah pimpinan Charles Howart.
Di Jerman, Frederich Willhelm Raiffeisen dan Hermann Schulze memelopori Koperasi
Simpan Pinjam. Di Perancis, muncul tokoh-tokoh kperasi seperti Charles Fourier, Louis
Blance, dan Ferdinand Lassalle. Demikian pula di Denmark. Denmark menjadi Negara yang
paling berhasil di dunia dalam mengembangkan ekonominya melalui koperasi.

Kemajuan industri di Eropa akhirnya meluas ke Negara-negara lain, termasuk Indonesia.


Bangsa Eropa mulai mengembangkan sayap untuk memasarkan hasil industri sekaligus
mencari bahan mentah untuk industri mereka. Pada permulaannya kedatangan mereka murni
untuk berdagang. Nafsu serakah kaum kapitalis ini akhirnyaberubah menjadi bentuk
penjajahan yang memelaratkan masyarakat.

Bangsa Indonesia, misalnya dijajah oleh Belanda selama 3,5 abad dan setelah itu dijajah
Jepang selama 3,5 tahun. Selama penjajahan, bangsa Indonesia berada dalam kemelaratan
dan kesengsaraan. Penjajah melakukan penindsan terhadap rakyat dan mengeruk hasil yang
sebanyak-banyaknya dari kekayaan alam Indonesia. Penjajahan menjadikan perekonomian
Indonesia terbelakang. Masyarakat diperbodoh sehingga dengan mudah menjadi mangsa
penipuan dan pemerasan kaum lintah darat, tengkulak, dan tukang ijon.
Koperasi memang lahir dari penderitaan sebagai mana terjadi di Eropa pertengahan abad ke-
18. Di Indonesia pun koperasi ini lahir sebagai usaha memperbaiki ekonomi masyarakat yang
ditindas oleh penjajah pada masa itu.

Untuk mengetahui perkembangan koperasi di Indonesia, sejarah perkembangan koperasi


Indonesia secara garis besar dapat dibagi dalam “ dua masa ”, yaitu masa penjajahan dan
masa kemerdekaan.

Masa Penjajahan

Di masa penjajahan Belanda, gerakan koperasi pertama di Indonesia lahir dari inisatif tokoh
R. A. Wiriaatmadja pada tahun 1986. Wiriaatmadja, patih Purwokerto ( Banyumas ) ini
berjasa menolong para pegawai, pedagang kecil dan petani dari hisapan lintah darat melalui
koperasi. Beliau dengan bantuan E. Sieberg, Asisten Residen Purwokerto, mendirikan Hulp-
enSpaar Bank. Cita-cita Wiriaatmadja ini juga mendapat dukungan dari Wolf van
Westerrode, pengganti Sieberg. Mereka mendirikan koperasi kredit sistem Raiffeisen.

Gerakan koperasi semakin meluas bersamaan dengan munculnya pergerakan nasional


menentang penjajahan. Berdirinya Boedi Oetomo, pada tahun 1908 mencoba memajukan
koperasi rumah tangga ( koperasi konsumsi ). Serikat Islam pada tahun 1913 membantu
memajukan koperasi dengan bantuan modal dan mendirikan Toko Koperasi. Pada tahun
1927, usaha koperasi dilanjutkan oleh Indonesische Studie Club yang kemudian menjadi
Persatuan Bangsa Indonesia ( PBI ) di Surabaya. Partaui Nasional Indonesia ( PNI ) di dalam
kongresnya di Jakarta berusah menggelorakan semangat kooperasi sehuingga kongres ini
sering juga disebut “ kongres koperasi ”.

Pergerakan koperasi selam penjajahan Belanda tidak dapat berjalan lancer. Pemerintah
Belanda selalu berusaha menghalanginya, baik secara langsug maupun tidak langsung. Selain
itu, kesadaran masyarakat atas koperasi sangat rendah akibat penderitaan yang dialaminya.
Untuk membatasi laju perkembangan koperasi, pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan
koperasi Besluit 7 April No. 431 tahun 1915. Berdasarkan peraturan ini rakyat tidak mungkin
mendirikan koperasi karena :

1. mendirikan koperasi harus mendapat izin dari gubernur jenderal


2. akta dibuat dengan perantaraan notaris dan dalam bahasa Belanda
3. ongkos materai sebesar 50 golden
4. hak tanah harus menurut hukum Eropa
5. harus diumumkan di Javasche Courant yang biayanya juga tinggi

Peraturan ini mengakibatkan munculnya reaksi dari kaum pergerakan nasional dan para
penganjurkoperasi. Oleh karena itu, pada tahun 1920 pemerintah Belanda membentuk “
Panitia Koperasi ” yang diketuai oleh J. H. Boeke. Panitia ini ditugasi untuk meneliti
mengenai perlunya koperasi. Setahun kemudian, panitia itu memberikan laporan bahwa
koperasi perlu dikembangkan. Pada tahun 1927 pemerintah mengeluarkan peraturan No. 91
yang lebih ringan dari perturan 1915. isi peraturan No. 91 antara lain :

1. akta tidak perlu dengan perantaraan notaries, tetapi cukup didaftarkan pada Penasehat
Urusan Kredit Rakyat dan Koperasi serta dapat ditulis dalam bahasa daerah
2. ongkos materai 3 golden
3. hak tanah dapat menurut hukum adat
4. berlaku untuk orang Indonesia asli, yang mempunyai hak badan hukum secara adat

Dengan keluarnya peraturan ini, gerakan koperasi mulai tumbuh kemabli. Pada tahun 1932,
Partai Nasional Indonesia mengadakan kongres koperasi di Jakarta. Pada tahun 1933,
pemerintah Belanda mengeluarkan lagi peraturan No. 108 sebagai pengganti peraturan yang
dikeluarkan pada tahun 1915. Peraturan ini merupakan salinan dari peraturan koperasi
Belanda tahun1925, sehingga tidak cocok dan sukar dilaksanakan oleh rakyat. Pada masa
penjajahan Jepang, koperasi mengalami nasib yang lebih buruk. Kamntor Pusat Jawatan
Koperasi diganti oleh pemerintah Jepang menjadi Syomin Kumiai Cou Jomusyo dan Kantor
Daerah diganti menjadi Syomin Kumiai Saodandyo. Kumiai yaitu koperasi model Jepang,
mula-mula bertugas untuk mendistribusikan barang-barang kebutuhan rakyat. Hal ini hanya
alat dari Jepang untuk mengumpulkan hasil bumi dan barang-barang kebutuhan untuk
Jepang. Walau hanya berlangsung selama 3,5 tahun tetapi rakyat Indonesia mengallami
penderitaan yang jauh lebih dahsyat. Jadi, dalam masa penjajahan Jepang koperasi Indonesia
dapat dikatakan mati.

Masa Kemerdekaan

Setelah bangsa Indonesia merdeka, pemerintah dan seluruh rakyat segera menata kembali
kehidupan ekonomi. Sesuai dengan tuntutan UUD 1945 pasal 33, perekonomian Indonesia
harus didasrkan pada asas kekeluargaan. Dengan demikian, kehadiran dan peranan koperasi
di dalam perekonomian nasional Indonesia telah mempunyai dasar konstitusi yang kuat. Di
masa kemerdekaan, koperasi bukan lagi sebagai reaksi atas penderitaan akibat penjajahan,
koperasi menjadi usaha bersama untuk memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup yang
didasarkan pada asas kekeluargaan. Hal ini sangat sesuai dengan cirri khas bangsa Indonesia,
yaitu gotong royong.

Pada awal kemerdekaan, koperasi berfungsi untuk mendistribusikan keperluan masyarakat


sehari-hari di bawah Jawatan Koperasi, Kementerian Kemakmuran. Pada tahun 1946,
berdasarkan hasil pendaftaran secara sukarela yang dilakukan Jawatan Koperasi terdapat
sebanyak 2.500 buah koperasi. Koperasi pada saat itu dapat berkembang secara pesat.

Namun karena sistem pemerintahan yang berubah-ubah maka terjadi titik kehancuran
koperasi Indonesia menjelang pemberontakan G30S / PKI. Partai-partai memenfaatkan
koperasi untuk kepentingan partainya, bahkan ada yang menjadikan koperasi sebagai alat
pemerasan rakyat untuk memperkaya diri sendiri, yang dapat merugikan koperasi sehingga
masyarakat kehilangan kepercayaannya dan takut menjadi anggota koperasi.

Pembangunan baru dapat dilaksanakan setelah pemerintah berhasil menumpas


pemberontakan G30S / PKI. Pemerintah bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD
1945 secara murni dan konsekuen. Kehadiran dan peranan koperasi dalam perekonomian
nasional merupakan pelaksanaan amanat penderitaan rakyat. Masa pasca kemerdekaan
memang dapat dikatakan berkembang tetapi pada masa itu membuat perkembangan koperasi
berjalan lambat. Namun keadaannya sperti itu, pemerintah pada atahun 1947 berhasil
melangsungkan Kongres Koperasi I di Tasikmalaya, Jawa Barat.

Kongres Koperasi I menghasilkan beberapa keputusan penting, antara lain :

1. mendirikan sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia ( SOKRI )


2. menetapkan gotong royong sebagai asas koperasi
3. menetapkan pada tanggal 12 Juli sebagai hari Koperasi

Akibat tekanan dari berbagai pihak misalnya Agresi Belanda, keputiuasab Kongres Koperasi
I belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Namun, pada tanggal 12 Juli 1953,
diadakanlah Kongres Koperasi II di Bandung, yang antara lain mengambil putusan sebagai
berikut :

1. Membentuk Dewan Koperasi Indonesia ( Dekopin ) sebagai pengganti SOKRI


2. Menetapkan pendidikan koperasi sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah
3. Mengangkat Moh. Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia
4. Segera akan dibuat undang-undang koperasi yang baru

Hambatan-hambatan bagi pertumbuhan koperasi antara lain disebabkan oleh hal-hal berikut :

1. kesadaran masyarakat terhadap koperasi yang masih sangat rendah


2. pengalaman masa lampau mengakibtakan masyarakat tetap merasa curiga terhadap
koperasi
3. pengetahuan masyarakat mengenai koperasi masih sangat rendah

Untuk melaksanakan program perkoperasian pemerintah mengadakan kebijakan antara lain :

1. menggiatkan pembangunan organisasi perekonomian rakyat terutama koperasi


2. memperluas pendidikan dan penerangan koperasi
3. memberikan kredit kepada kaum produsen, baik di lapangan industri maupun
pertanian yang bermodal kecil

Organisasi perekonomian rakyat terutama koperasi sangat perlu diperbaiki. Para pengusaha
dan petani ekononmi lemah sering kali menjadi hisapan kaum tengkulak dan lintah darat.
Cara membantu mereka adalah mendirikan koperasi di kalangan  mereka. Dengan demikian
pemerintah dapat menyalutrkan bantuan berupa kredit melalui koperasi tersebut. Untuk
menanamkan pengertian dan fubgsi koperasi di kalangan masyarakat diadakan penerangan
dan pendidikan kader-kader koperasi.

Artikel dikutip dari http://community.gunadarma.ac.id/blog/view/id_1893/title_sejarah-


koperasi-perkembangan-di-indonesia/
1. Pengertian Koperasi Menurut Beberapa Ahli (IRNI RISTIKA S –
2EA10)..
December 28th, 2009 • Related • Filed Under

1. Pengertian Koperasi Menurut Beberapa Ahli..


• Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian, dikatakan bahwa KOPERASI adalah badan usaha yang beranggotakan orang-
orang atau badan hukum Koperasi dengan berlandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
- Margaret Digby
Menulis tentang “ The World Cooperative Movement “ mengatakan bahwa koperasi adalah :
a. Kerjasama dan siap untuk menolong
b. Adalah suatu usaha swasta tetapi ada perbedaan dengan badan usaha swasta lain dalam hal
cara untuk mencapai tujuannya dan penggunaan alatnya.
- Dr. C.R Fay
…..suatu perserikatan dengan tujuan berusaha bersama yang terdiri atas mereka yang lemah
dan diusahakan selalu dengan semangan tidak memikirkan diri sendiri sedemikian rupa.
Sehingga masing masing sanggup menjalankan kewajibannya sebagai anggota dan mendapat
imbalan sebanding dengan tingkat hubungan mereka dengan perserikatan itu.
- Dr. G. Mladenata
Didalam bukunya “ Histoire des Doctrines Cooperative “ mengemukakan bahwa koperasi
terdiri atas produsen produsen kecil yang tergabung secara sukarela untuk mencapai tujuan
bersama ,dengan saling bertukar jasa secara kolektif dan menanggung resiko bersama dengan
mengerjakan sumber sumber yang disumbangkan oleh anggota.
Jika koperasi dipandang dari sudut organisasi ekonomi, pengertian koperasi dapat dinyatakan
dalam kriteria identitas yaitu anggota sebagai pemilik dan sekaligus sebagai pelanggan.
Ropke (1985,h.24) menjelaskan, ” koperasi adalah suatu organisasi bisnis yang para
pemilik/anggotanya adalah juga pelanggan utama perusahaan tersebut. Kriteria identitas suatu
koperasi akan merupakan dalil/prinsip identitas yang membedakan unit usaha koperasi dari
unit usaha yang lain”.
Sejalan dengan pendapat Ropke, Muenkner (1989, h.40) memberikan difinisi koperasi
sebagai organisasi ekonomi yang mempunyai ciri-ciri khusus sebagai berikut:
a. Adanya sekelompok orang yang menjalin hubungan antara sesamanya atas dasar sekurang-
kurangnya satu kepentingan yang sama (kelompok koperasi)
b. Adanya dorongan (motivasi)untuk mengorganisasikan diri dalam kelompok guna
memenuhi kebutuhan ekonomi melalui usaha bersama atas dasar swadaya dan saling tolong
menolong (motivasi swadaya)
c. Adanya perusahaan yang didirikan dan dikelola secara bersama-sama (perusahaan
koperasi) dan,
d. Tugas perusahaan tersebut adalah untuk memberikan pelayanan kepada anggota (promosi
anggota)
Keempat ciri tersebut menunjukkan bahwa, kegiatan koperasi (secara ekonomis), harus
mengacu pada prinsip identitas (hakikat ganda) yaitu anggota sebagai pemilik yang sekaligus
sebagai pelanggan. Organisasi koperasi dibentuk oleh sekelompok orang yang mengelola
perusahaan bersama yang diberi tugas untuk menunjang kegiatan ekonomi individu para
anggotanya. koperasi adalah organisasi otonom, yang berada dalam lingkungan sosial
ekonomi, yang memungkinkan setiap individu dan setiap kelompok orang merumuskan
tujuan-tujuannya secara otonom dan mewujudkan tujuan-tujuan itu melalui aktivitas-aktivitas
ekonomi yang dilaksanakan secara bersama-sama (Hanel, 1989, h.30).
2. Perkembangan Koperasi di Negara Berkembang.
Di barat koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu
tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Di negara berkembang koperasi
perlu dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara
dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena
itu kesadaran koperasi dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat
ditonjolkan di Negara berkembang, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan
bangsa sendiri setelah kemerdekaan. Berbagai peraturan perundangan yang mengatur
koperasi dilahirkan dengan maksud mempercepat pengenalan koperasi dan memberikan arah
bagi pengembangan koperasi serta dukungan/perlindungan yang diperlukan.
Kendala yang dihadapi masyarakat dalam mengembangkan koperasi di Negara berkembang
adalah sebagai berikut :
• Koperasi hanya dianggap sebagai organisasi swadaya yang otonom partisipatif dan
demokratis dari rakyat kecil (rakyat bawah) seperti petani, pengrajin , pedagang dan pekerja /
buruh.
• Disamping itu , ada beberapa pendapat yang berbeda dan diskusi-diskusi yang controversial
mengenai keberhasilan dan kegagalan serta dampak koperasi terhadap proses pembangunan
ekonomi social di Negara-negara dunia ketiga (sedang berkembang) merupakan alasan yang
mendesak untuk mengadakan perbaikan tata cara evaluasi atas organisasi swadaya koperasi.
• Criteria (tolak ukur) yang digunakan untuk mengevaluasi koperasi seperti perkembangan
anggota , dan hasil penjualan koperasi kepada anggota, pangsa pasar penjualan koperasi,
modal penyertaan para anggota, cadangan SHU, rabat dan sebagainya telah dan masih sering
digunakan sebagai indikator mengenai efisiensi koperasi.
• Di Negara-negara berkembang , indicator-indikator tersebut tidak dapat ditafsirkan sama
seperti yang terjadi selama pertumbuhan organisasi swadaya koperasi di Negara-negara
industry yang dewasa ini memiliki system ekonomi pasar.
3. Tahapan Pembangunan Koperasi Di Negara Berkembang Menurut A.Hanel , 1989.

Definisi koperasi menurut Hanel, 1989


• koperasi adalah organisasi otonom, yang berada dalam lingkungan sosial ekonomi, yang
memungkinkan setiap individu dan setiap kelompok orang merumuskan tujuan-tujuannya
secara otonom dan mewujudkan tujuan-tujuan itu melalui aktivitas-aktivitas ekonomi yang
dilaksanakan secara bersama-sama.

 Hanel membagi menjadi 3 tahapan koperasi.


• Tahap I : Pemerintah mendukung perintisan dan pembentukan organisasi koperasi.
• Tahap II : Melepaskan ketergantungan kepada sponsor dan pengawasan teknis, manajemen
dan keuangan secara langsung dari pemerintah dan atau organisasi yang dikendalikan oleh
pemerintah.
• Tahap III : Perkembangan koperasi sebagai organisasi koperasi yang mandiri.

4. Hak dan Kewajiban Koperasi


Anggota koperasi memiliki peran ganda, sebagai pemilik sekaligus pengguna pelayanan
koperasi. Sebagai pemilik, anggota berpartisipasi dalam memodali, mengambil keputusan,
mengawasi, dan menanggung resiko. Sebagai pengguna, anggota berpartisipasi dalam
memanfaatkan pelayanan koperasi. Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilaksanakan dan
bila dilanggar, maka akan dikenakan sanksi. Sedangkan hak adalah sesuatu yang seharusnya
diperoleh. Bila hak ini tidak terpenuhi, maka yang bersangkutan dapat menuntut. Tetapi bila
hak tersebut tidak digunakan, maka tidak ada sanksi untuk itu.
• Anggota koperasi berkewajiban :
1. mematuhi AD dan ART serta keputusan yang telah ditetapkan dalam Rapat Anggota.
2. menanda tangani perjanjian kontrak kebutuhan. Sehingga, anggota bemar benar sebagi
pasar tetap dan potensial bagi koperasi.
3. menjadi pelangan tetap
4. memodali koperasi
5. mengembangkan dan memelihara kebersamaan atas dasar kekeluargaan
6. menjaga rahasia perusahaan dan organisasi koperasi kepada pihak luar
7. menanggung kerugian yang diderita koperasi, proporsional dengan modal yang disetor.
• Anggota koperasi berhak :
1. Menghadiri, menyatakan pendapat dan memberikan suara dalam rapat anggota.
2. memilih pengurus dan pengawas
3. dipilih sebagai pengurus atau pengawas
4. meminta diadakan rapat anggota
5. mengemukakan pendapat kepada pengurus di luar rapat anggota, baik diminta atau tidak
6. memnfaatka pelayanan koerasi dan mendapat pelayanan yang samadengan anggota lain,
7. mendapat keterangan mengenai perkembangan koperasi
8. menyetujui atau mengubah AD / ART sera ketetapan lainya.

5. Masa Implementasi UU NO.12 Tahun 1967

a. Tahap Ofisialisasi.
• Tujuan utama tahap ini adalah merintis pembentukan koperasi dari perusahaan koperasi,
yang menurut ukuran , struktur, dan kemampuan manajemennya,cukup mampu melayani
kepentingan para anggotanya secara efisien dengan menawarkan barang dan jasa yang sesuai
dengan tujuan dan kebutuhannya dengan harapan agar dalam jangka panjang mampu
dipenuhi sendiri oleh organisasi koperasi yang otonom.
• Kegiatan-kegiatan dan jasa-jasa pelayanan koperasi yang efisien bagi anggotanya dapat
meningkatkan motivasi dan kemampuan anggota untuk berperan serta secara aktif dalam
perkembangan organisasi selanjutnya dan pada gilirannya mendukung perkembangan yang
mandiri atas dasar partisipasi anggota menuju tahap kemandirian dan otonomi.
b. Tahap De-offisialisasi
• Melepaskan koperasi dari ketergantungan pada sponsor dan pengawasan teknis, manajemen
dan keuangan secara langsung dari organisasi yang dikendalikan Negara.
• Tujuan utama dari tahap ini adalah mendukung perkembangan sendiri koperasi ketingkat
kemandirian dengan otonomi. Artinya, bantuan , bimbingan dan pengawasan atau
pengendalian langsung harus dikurangi.
c. Otonomisasi.
• Setelah berhasil mencapai tingkat swadaya dan otonom, koperasi-koperasi yang sebelumnya
disponsori oleh Negara(dan dikendaikan Negara) mengembangkan dirinya sebagai organisasi
swadaya koperasi (yang otonom) bekerjasama dengan dan didukung oleh lembaga-lembaga
koperasi yang tersier dan sekunder. Dengan demikian, organisasi-organisasi itu telah
mencapai tingkat perkembangan kelembagaan koperasi yang diciptakan menurut konsepsi,
biasanya tingkat tersebut dapat dicapai dalam kurun waktu yang lebih singkat.
Perkembangan selanjutnya dapat ditingkatkan secara tidak langsung dengan menciptakan
kondisi-kondisi pokok yang sesuai melalui kombinasi instrument kebijakan perkoperasian
yang tepat.
Pengertian

Koperasi tradisional atau Hanel (1985) menyebutnya dengan “Koperasi Historis”,


berkembang di Eropa di akhir abad 18 sampai 19. Pertumbuhannya berdasarkan naluri
solidaritas kelompok atau suku bangsa tertentu. Dengan menggunakan pendekatan
pengelolaan sederhana namun berhasil menanamkan prinsip pemanfaatan bersama atas
sumberdaya produksi yang tersedia.

Akan tetapi dalam perkembangan masyarakat memiliki karakteristik dinamis. Dinamika dan
ciri kompetitif ternyata kurang terwadahi dalam Koperasi tradisional. Koperasi tidak dapat
tumbuh dalam “kerangka dan suasana” tradisional seperti masa lalu. Persaingan telah
menuntut tersedianya rancangan strategi-strategi  dan kiat-kiat tertentu agar dapat eksis dan
turut terlibat dalam kancah persaingan yang semakin ketat. Untuk itu diperlukan pengetahuan
yang cukup  tentang faktor-faktor atau variabel-variabel yang terkait dengan keberhasilan dan
kegagalan koperasi. Strategi-strategi alternatif ini membutuhkan hipotesis-hipotesis, teori-
teori, dalil-dalil serta informasi lain yang teruji secara baik. Sumber utama pengetahuan yang
perlu digunakan dalam membangun sebuah institusi adalah pengetahuan “teoritikal” yang
dapat menerangkan berbagai realitas empirikal.

Reformasi dan reaktualisasi pemikiran tentang koperasi terletak pada nilai instrumental yang
operasional. Secara normatif perubahan itu hampir tidak mengusik eksistensi koperasi
sebagai institusi penghimpun kekuatan mandiri. Hal itu dapat ditelaah pada batasan koperasi
dari berbagai aliran yang ada. Para pakar dan peneliti serta ketentuan perundang-undangan
nasional telah menggariskan batasan berdasarkan cara pandang dan kepentingan yang
dihadapi, namun makna dasar koperasi tidak banyak berubah.

Pendapat mengenai definisi koperasi dikemukakan oleh para pendukung pendekatan


esensialis, institusional, maupun nominalis (Hanel, 1985,27). Pendekatan esensialis,
memandang koperasi atas dasar suatu daftar  prinsip yang membedakan  koperasi  dengan 
organisasi lainnya. Prinsip-prinsip ini di satu  pihak  memuat  sejumlah  nilai, norma, serta
tujuan nyata yang tidak harus sama ditemukan pada semua koperasi. Dari pendekatan
esensialis ini, International Cooperative Alliance (ICA) telah merumuskan pengertian
koperasi atas dasar enam prinsip pokok (Abrahamsen, 1976,3),  antara lain:

1. Voluntary membership without restrictions as  to race, political views,and religious


beliefs;
2. Democratic Control;
3. Limited interest or no interest on shares of stock; Earnings  to  belong  to  members, 
and  method   of  distribution to be decided by them;
4. Education of members, advisors, employees,  and  the public at large;
5. Cooperation among cooperatives on  local,  national,  and international levels.

Pendekatan institusional, dalam mendefinisikan koperasi berangkat dari kriteria formal


(legal). Menurut pendekatan ini: “Semua organisasi disebut koperasi jika secara  hukum
dinyatakan  sebagai  koperasi,  jika  dapat  diawasi  secara teratur dan jika dapat mengikuti
prinsip-prinsip koperasi”. (Munkner, 1985,18).
Pendekatan nominalis, dengan pelopornya para ahli ekonomi koperasi dari Universitas
Philipps-Marburg, merumuskan pengertian koperasi atas dasar sifat khusus dari   struktur
dasar tipe sosial-ekonominya. Menurut pendekatan nominalis,  koperasi dipandang sebagai
organisasi yang memiliki empat unsur utama (Hanel, 1985,29), yaitu:
1. Individual are united in a group by-at least one common interest or goal
(COOPERATIVE GROUP);
2. The individual members of the cooperative  group  intend to pursue through joint
actions and mutual support, among other, the goal  of  improving  their economic and
social situation (SELF-HELP OF  THE COOPERATIVE GROUP);
3. The use as an instrument for that purpose a jointly owned and   maintained enterprise
(COOPERATIVE ENTERPRISE);
4. The cooperative  enterprise  is charged with the perfomance of the (formal) goal or
task to promote the members of the cooperative   group through offering them directly
such goods and services,   which  the  members  need for their individual economics –
i.e. their houshold (CHARGE OR PRINCIPLE  OF MEMBER PROMOTION).

Penjelasan itu memberikan petunjuk bahwa dalam  organisasi koperasi melekat secara utuh
lima unsur, yaitu: (a) anggota-anggota  perseorangan, (b) kelompok koperasi,  yang  secara 
sadar bertekad  melakukan usaha bersama dan saling membantu demi perbaikan kondisi
ekonomi dan sosial mereka, melalui, (c)perusahaan koperasi, yang didirikan secara permanen
dimiliki  dan  dibina secara bersama sehingga tercipta suatu,  (d) hubungan  pemilikan antara 
kelompok koperasi dan perusahaan koperasi yang mengarahkan adanya promosi anggota atau
hubungan usaha yang saling menunjang antara kegiatan  ekonomi  anggota  individu dengan
perusahaan koperasi.

Berkaitan dengan keempat unsur tersebut, Hanel (1985,30) menjelaskan,” Thus, cooperative
are also characterized to be autonomous business organizations, which are owned  by the
members and charged with  the  promotion of their members in their role as customers of the 
cooperative enterprise.

Dalam organisasi  koperasi terdapat prinsip atau norma identitas ganda, anggota di samping
sebagai pemilik sah, juga adalah pemilik atau pelanggan jasa yang diusahakan oleh koperasi.
Di samping itu, dalam organisasi koperasi terdapat dua perusahaan  (double nature), yaitu
perusahaan, atau kegiatan ekonomi, anggota secara individu dan perusahaan koperasi yang
dimiliki anggota secara bersama-sama.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa koperasi dilihat dari substansinya
adalah suatu sistem sosial-ekonomi, hubungan dengan  lingkungannya bersifat terbuka, cara
kerjanya adalah suatu sistem yang berorientasi pada tujuan, dan pemanfaatan sumber dayanya
adalah  suatu organisasi ekonomi yang unsurnya mencakup: anggota-anggota perseorangan, 
perusahaan atau kegiatan ekonomi anggota secara individu, kelompok koperasi, perusahaan
koperasi, dan hubungan pemilikan serta hubungan usaha atau pelayanan perusahaan koperasi
kepada para anggotanya.

Dari penjelasan di atas memberikan gambaran bahwa koperasi memiliki ciri-ciri yang khas
sebagai sebuah organisasi. Koperasi lahir dengan memiliki tiga unsur pokok yakni, (a)
kerjasama dua orang atau lebih, (b) tujuan yang akan dicapai, (c) kegiatan yang dikoordinir
secara sadar.

Pendekatan nominalis dalam merumuskan pengertian koperasi, di  samping telah dapat
menunjukkan ciri-ciri esensial  koperasi  yang dapat  dikaji  secara  ilmiah,  tetapi  juga telah
dapat memberikan penjelasan yang cukup  rinci  mengenai  perbedaan koperasi dengan
organisasi ekonomi lain yang bukan koperasi. Maman (1989,19) membedakan koperasi
dengan organisasi usaha non-koperasi, dengan melihat lima (5) hal yakni: (a) sifat
keanggotaan, (b) pembagian keuntungan, (c) hubungan personal antara organisasi dan
manajer, (d) keterlibatan pemerintah dalam penciptaan stabilitas dan operasi, dan (e)
hubungan organisasi dan masyarakat.

Peran anggota merupakan indikator penting dalam mendefinisikan koperasi secara universal
dengan tidak dibatasi oleh visi politis maupun kondisi sosial ekonomi kelompok masyarakat
di mana koperasi itu hidup. Kedua  peran  tersebut  menjadi  kriteria   identitas (identity
criterion) bagi koperasi. Peran atau  identitas ganda (dual identity) koperasi menunjukkan
bahwa  yang melakukan kerja sama (cooperation) adalah manusia atau anggotanya. Baik
pada saat mengelola maupun  pada  saat memanfaatkan hasil usaha koperasi. Peran unik dari
anggota inilah yang dijadikan acuan dalam mengenali sistem koperasi  di berbagai negara.
Roy (1981,6) dalam definsinya meamasukan peran anggota dalam usaha koperasi adalah:“…
a business voluntarily organized, operating at cost, which is owned, capitalized and
controleed by member-patrons as ussers, sharing risk and benefits proportional to their
participation.”

Demikian pula, pendapat Packel, sebagaimana  dikutip  Abrahamsen (1976,5) yang


menyatakan koperasi adalah: “… a  democratic association of persons organized to  furnish 
themselves  an economic service under a plant that  eliminates  entrepreneur profit  and  that 
provides  for  subtantial  equality    in ownership and control”. Hal serupa juga secara implisit
dinyatakan oleh Munkner (1985),  Ropke (1989) dan Chukwu (1990).

Walaupun bentuk implementasi peran anggota menurut beberapa ahli koperasi cenderung
mengalami perubahan. Seperti dikemukakan oleh Herman (1995,66) setelah mengkaji artikel-
artikel, “Trends in Co-operative Theory” (Wilson), “Homo Oeconomicus and Homo
Cooperatives in Cooperative Research” (Weisel), “Basic Cooperatives Values” (Laurikari),
maupun “Cooperative Today” (Book), menyimpulkan bahwa belakangan ini telah terjadi
perubahan peran anggota seiring dengan tersisihnya demokrasi oleh ekonomi.

Perubahan peran sentral dari anggota ke manajemen tidaklah mengubah  pentingnya prinsip
ganda anggota dalam organisasi. Karena pada dasarnya perubahan itu terletak pada tataran
instrumental bukan pada taran substansi. Mengenai hal itu dapat dikaji pendapat Dulfer
(1985) mengenai perubahan struktur koperasi secara radikal. Dikatakan bahwa perubahan
struktur koperasi akan mengikuti pola hirarkis (a) koperasi tradisional, (b) koperasi
berorentasi pasar, dan (c) koperasi yang terintegrasi secara vertikal dan horizontal. Setiap
tingkat memiliki konsekwensi implementasi manajemen yang berbeda. Lebih khusus
perbedaan tersebut terletak pada posisi anggota dalam pengelolaan organisasi.

Koperasi Indonesia

Pada kasus Indonesia, koperasi sebagai badan usaha yang dimiliki dan dimanfaatkan oleh
anggota,  di tegaskan dalam Undang-undang nomor 25 tahun 1992. Batasan koperasi dalam
perundangan  ini memiliki makna yang lebih tegas dan jelas dibanding batasan lama, dalam
Undang-undang No.12 tahun 1967, yang memungkinkan terciptanya pemikiran ganda
tentang koperasi. Undang-undang nomor 25 tahun 1992 mengakomodasi perubahan tataran
instrumental seperti dengan diaturnya “Pengelola” atau manajer dalam pengelolaan
organisasi dan usaha koperasi.

Koperasi seperti badan usaha lainnya memiliki keleluasaan gerak dalam menjalankan usaha
selama tidak menyalahi ketentuan perundang-undangan dan idielogi normatif yang ada.
Usaha merupakan proses rasional yang akhirnya bermuara pada penciptaan keuntungan
(profit), akumulasi keuntungan tersebut digunakan untuk melayani kebutuhana anggota.
Dengan demikian, usaha koperasi dapat dilaksanakan selama memperhatikan dua hal pokok,
yakni:

(1)  Usaha yang dijalankan selaras dengan kebutuhan anggota dan sejauh mungkin
mengandung unsur pemberdayaan (empowering) bagi usaha anggota.

(2)  Keuntungan usaha dialokasikan untuk anggota selaras dengan jasa yang diberikan
anggota pada usaha koperasi.

Perhatian terhadap kesejahteraan masyarakat selain anggota sesuai dengan tujuan koperasi
Indonesia, seperti tertuang dalam pasal 3 Bab II Undang-undang nomor 25 tahun 1992, yakni,
memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut
membangun tatanan ekonomi nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju,
adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pelaksanaan
organisasi dan manajemen koperasi  didasari oleh prinsip koperasi, prinsip tersebut berisi, (a)
keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka, (b)  pengelolaan dilakukan secara demokratis, (c)
pembagian sisa hasil usaha (SHU) dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa
usaha masing-masing anggota, (d) pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal, (e)
Kemandirian. Di samping prinsip yang mengikat intern organisasi, koperasi memiliki prinsip
lain yang berkaitan dengan ekstern organisasi yakni, (a) pendidikan perkoperasian, (b)
kerjasama antar koperasi.

Pembahasan di atas menunjukkan koperasi dapat dilihat sebagai unit usaha (dimensi mikro)
dan sistem ekonomi (dimensi makro). Dalam dimensi mikro, koperasi memiliki kewajiban
dan hak yang sama dengan pelaku ekonomi lainnya. Dalam dimensi makro, koperasi adalah
faham atau idielogi yang harus menjadi panutan bagi pelaku ekonomi nasional.

Pemahaman tentang kedua hal itu dapat menghindarkan diri dari pemikiran yang keliru
terhadap konsep “Koperasi sebagai soko guru ekonomi”. Mengenai kedua dimensi itu dapat
di pisahkan dan dibedakan dengan menunjuk aspek-aspek seperti pada tabel 1.

Dimensi mikro mengandung konsekuensi, koperasi sebagai organisasi ekonomi yang


memiliki keharusan menangani usaha berdasarkan prinsip efisiensi, efektivitas dan
produktivitas. Hanya dengan itu koperasi tetap hidup dan mampu mengembangkan diri
melalui akumulasi kekayaan (asets) sebagai prasyarat untuk memberikan pelayanan lebih
baik bagi anggota. Khususnya dalam pemanfaatan faktor-faktor produksi yang persediannya
terbatas. Dalam konteks ini koperasi memiliki berbagai kesamaan dengan badan usaha
lainnya. Selaras dengan tujuan koperasi, maka prinsip efisiensi dan efektivitas untuk
mewujudkan produktivitas yang tinggi harus dipadukan dengan optimasi pelayanan kepada
usaha dan kesejahteraan anggota.

Kriteria Dimensi Mikro Dimensi Makro

Kriteria Dimensi Mikro Dimensi Makro

Arti Koperasi sebagai badan usaha. Koperasi sebagai sistem ekonomi.

Anggota berperan sebagai pemilik dan


Identitas pelangan. Demokrasi ekonomi.

Pelaku Anggota BUMN


Pengurus BUMS
Implikasi Pengawas BUMK

Efisien, efektip dengan produktivitas yang Sistem ekonomi yang bernuansa


tinggi, untuk pelayanan yang optimal bagi kemanfaatan bersama/ kerakyatan.
anggota.

Sistem ekonomi yang bernuansa kemanfaatan bersama/ kerakyatan. Koperasi sebagai sistem
sosial merupakan gerakan yang  tumbuh berdasarkan kepentingan bersama.  Ini mengandung
makna dinamika koperasi harus selaras dengan tujuan yang telah ditetapkan bersama.
Semangat kolegial perlu dipelihara melalui penerapan musyawarah dalam pengambilan
keputusan. Dalam konteks itu, koperasi merupakan organisasi swadaya (self-helf
organization) akan tetapi tidak seperti halnya organisasi swadaya lainnya, koperasi memiliki
karakteristik yang berbeda (Hanel,1985,36).

Mengkaji koperasi sebagai badan usaha dan organisasi swadaya adalah untuk memperoleh
gambaran yang jelas tentang posisi manusia dalam konstelasi sistem koperasi. Koperasi
menempatkan faktor “manusia” sebagai elemen penting dalam sistem keorganisasian.
Manusia anggota merupakan sentral pengembangan yang berposisi penting dalam proses
peningkatan kesejahteraan.

You might also like