You are on page 1of 30

TINJAUAN PUSTAKA

 2.1. PENGERTIAN

Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak


diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam
membrane sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas
lebih lanjut.

( Susan Martin Tucker.1998 )

Artritis Reumatoid ( AR ) adalah kelainan inflamasi yang terutama


mengenai mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai
dengan dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan.

( Diane C. Baughman. 2000 )

Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan


manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh.

( Arif Mansjour. 2001 )

 2.2. INSIDEN

AR terjadi antara usia 30 tahun dan 50 tahun dengan puncak insiden


antara usia 40 tahun dan 60 tahun. Wanita terkena dua sampai tiga kali lebih
sering dari pada pria.

 2.3. ETIOLOGI

AR adalah suatu penyakit otoimun yang timbul pada individu – individu


yang rentang setelah respon imun terhadap agen pencetus yang tidak diketahui.
Faktor pencetus mungkin adalah suatu bakteri, mikoplasma, virus yang
menginfeksi sendi atau mirip dengan sendi secara antigenis. Biasanya respon
antibodi awal terhadap mikro-organisme diperatarai oleh IgG. Walaupun respon
ini berhasil mengancurkan mikro-organisme, namun individu yang mengidap AR
mulai membentuk antibodi lain biasanya IgM atau IgG, terhadap antibodi Ig G
semula. Antibodi ynng ditujukan ke komponen tubuh sendiri ini disebut faktor
rematoid ( FR ). FR menetap di kapsul sendi, dan menimbulkan peradangan
kronik dan destruksi jaringan AR diperkirakan terjadi karena predisposisi genetik
terhadap penyakit autoimun.

 
2.4. PATOFISIOLOGI

Faktor genetik, infeksi

Sasaran primer Sinovium

Sinovitis Proliferatif

Pelepasan kolagenesa & produksi  lisozim o/ fagosit    Pembengkakan, kekakuan pergelangan tangan & sendi
jari tangan

                                                                                                    

Erosi sendi & periartikularis                     P’katan tekanan sendi distensi serta putusnya kapsula &
ligamentum

 
            Kista dan kolaps sendi                   Sublaksasi sendi MCP & p’kembangan penyimpangan ulna klasik
sering timbul                        

                                                             Hiperekstensi / deformitas fleksi bisa b’kembang dlm sendi IP


ibu jari tangan,       sendi PIP jr tgn, sendi MCP & IP jr tgn

                                                                          Tenosinovitis, jari tng pelatuk, rupture tendo & sindroma


terowongan kaspal lazim di temukan

2.5. MANIFESTASI KLINIS

1. Ditetapkan dengan tahapan dan keparahan penyakit.


2. Nyeri sendi, bengkak, hangat, eritema, dan kurang berfungsi adalah
gambaran klinis yang klasik.
3. Palpitasi persendian menunjukan jaringan spon atau boggi.
4. Seringkali dapat diaspirasi cairan dari sendi yang mengalami
pembengkakan.

 Pola karakteristik dari persendian yang terkena 

1. Mulai pada persendian kecil ditangan, pergelangan , dan kaki.


2. Secara progresif menenai persendian, lutut, bahu, pinggul, siku,
pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan temporomandibular.
3. Awitan biasnya akut, bilateral, dan simetris.
4. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, dan nyeri ; kaku pada pagi hari
berlangsung selama lebih dari 30 menit.
5. Deformitasi tangan dan kaki adalah hal yang umum.

 Gambaran Ekstra-artikular

1. Demam, penurunan berat badan, keletihan, anemia


2. Fenomena Raynaud.
3. Nodulus rheumatoid, tidak nyeri tekan dan dapat bergerak bebas, di
temukan pada jaringan subkutan di atas tonjolan tulang.

 2.6. EVALUASI DIAGNOSIS

1. Beberapa faktor yang menujang diagnosa AR: nodulus reumatoid,


inflamasi sendi, temuan laboraturium.
2. Faktor reumatoid ( FR ) terdapat lebih dari 80% pada darah pasien.
3. jumlah sel darah merah dan komponen komplemen C4 menurun.

 2.7. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan umum yang lengkap penting di lakukan. Disamping menilai


adanya sinovasi pada setiap sendi, perhatian juga hal –hal berikut ini :

1. Keadaan umum – komplikasi steroid, berat badan.


2. Tangan – meliputi vaskulitasi dan fungsi tangan.
3. Lengan – siku dan sendi bahu, nodul rematoid dan pembesaran kelenjar
limfe aksila.
4. Wajah. Periksa mata untuk sindroma Sjorgen, skleritis, episkleritis,
skleromalasia perforans, katarak, anemia dan tanda – tanda hiperviskositas
pada fundus. Kelenjar parotis membesar ( sinroma Sjogren ). Mulut
( kering, karies dentis, ulkus ), suara serak, sendi temporomandibula
( krepitus ). Catatan : artritis rematoid tidak menyebabkan iritasi.
5. Leher – adanya tanda – tanda terkenanya tulang servikal.
6. Toraks. Jantung ( adanya perikarditis, defek konduksi, inkompetensi katup
aorta dan mitral ). Paru – paru ( adanya efusi pleural, fibrosis, nodul
infark, sindroma Caplan ).
7. Abdomen – adanya splenomegali dan nyeri tekan apigastrik.
8. Panggul dan lutut.
9. Tungkai bawah – adanya ulkus, pembengkakan betis ( kista Baker yang
reptur ) neuropati, mononeuritis  multipleks dan tanda – tanda kompresi
medulla spinalis.
10. Kaki.
11. Urinalisis untuk protein dan darah, serta pemeriksaan rektum untuk
menentukan adanya darah.

 2.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk menyokong diagnosa (ingat bahwa ini terutama merupakan diagnosa


klinis)

1. Tes serologik

(a) faktor rematoid – 70% pasien bersifat seronegatif.

             Catatan: 100% dengan factor rematoid yang positif jika terdapat nodul
atasindroma                                       

             Sjogren

             (b) Antibodi antinukleus (AAN)- hasil yang positif terdapat pada kira-kira
20 kasus

       2.  Foto sinar X pada sendi-sendi yang terkena. Perubahan-perubahan yang
dapat di te 

            mukan adalah:

            (a) pembekakan jaringan lunak;        


            (b) penympitan rongga sendi;

            (c) erosi sendi;

            (d) osteoporosis juksta artikuler;

 
             Untuk menilai aktivitas penyakit:

1.      Erosi progresif pada foto sinar X serial.

2.      LED. Ingat bahwa diagnosis banding dari LED yang meningkat pada
artritis reumatoid meliputi :

(a)    penyakit aktif ;

(b)    amiloidosis ;

(c)    infeksi ;

(d)    sindroma Sjorgen ;

3.      Anemia – berat ringannya anemia normakromik biasanya berkaitan


dengan aktifitas.

4.      Titer factor rematoid – makin tinggi titernya makin mungkin terdapat
kelainan ekstra artikuler. Faktor ini terkait dengan aktifitas artritis.

 2.9. KOMPLIKASI

Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan


ulkus peptik yang merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti inflamasi
nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying
antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan
mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komlikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar
dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan
dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik
akibat vaskulitis.

 2.10. PENATALAKSANAAN

Tujuan dari penatalaksanaan termasuk penyuluhan, keseimbangan antara istirahat


dan latihan, dan rujukan lembaga di komunitas untuk mendapatkan dukungan.

1. AR dini : penatalaksanaan pengobatan termasuk dosis terapeutik salisilat


atau obat – obat antiinflamasi nonsteroid ( NSAIDS ); antimalaria emas,
pensilamin, atau sulfasalazin, methotreksat; analgetik selama periode nyeri
hebat.
2. AR sedang , erosit: program formal terapi okupasi dan terapi fisik.
3. AR persisten, erisif; pembedahan rekonstruksi dan kortikosteroid.
4. AR tahap lanjut yang tak pulih: preparat immunosupresif, seperti
metotreksat, siklosfosfamid, dan azatioprin.
5. Pasien AR sering mengalami anoreksia, penurunan berat badan, dan
anemia, sehingga membutuhkan pengkajian riwayat diit yang sangat
cermat untuk mengidntifikasi kebiasaan makan dan makanan yang disukai.
( kortikosteroid dapat menstimulasi napsu makan dan menyebabkan
penambahan berat badan ).       

 2.11. PROGNOSIS

Perjalanan penyakit artritis reumatoid sangat bervariasi, bergantung pada


ketaatan pasien untuk berobat dalam jangka waktu lama. Sekitar 50 – 70% pasien
artritis reumatoid akan mengalami prognosis yang lebih buruk. Golongan ini
umumya meninggi 10 – 15 tahun lebih cepat dari pada orang tanpa arthritis
rheumatoid. Penyebab kematiannya adalah infeksi, penyakit jantung, gagal
pernapasan, gagal ginjal, dan penyakit saluran cerna. Umumnya mereka memiliki
keadaan umum yang buruk, lebih dari 30 buah sendi yang mengalami peradangan,
dengan manifestasi ekstraartikuler, dan tingkat pendidikan yang rendah. Golongan
ini memerlukan terapi secara agresif dan dini karena kerusakan tulang yang luas
dapat terjadi dalam 2 tahun pertama.

 
BAB III

PROSES KEPERAWATAN

 3.1. PENGKAJIAN

1. Kaji citra diri pasien yang berhubungan dengan perubahan muskuloskletal


dan tetapkan apakah pasien mengalami keletihan yang tidak lazim,
kelemahan umum, nyeri, kaku pada pagi hari, demam, atau anoraksia.
2. Kaji sistem kardiovaskular, pulmonal, dan renal.
3. Kaji persendian dengan pengamatan, palpasi, penyelidikan adanya nyeri
tekan, bengkak , dan kemerahan pada sendi yang terkena.
4. Kaji mobilitas sendi, batasan gerak, dan kekuatan otot.
5. Fokuskan pada pengidentifikasi masalah dan faktor – faktor pasien.
6. Kaji kepatuhan terhadap pengobatan dan penatalaksanaan diri.
7. Kumpulan informasi mengenai pemahaman pasien, motivasi,
pengetahuan, kemampuan koping, penglaman masa lalu, persepsi dan
ketakutan yang tidak diketahui.

 3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi, kerusakan jaringan, dan


immobilitas sendi.
2. Kerusakan immobilitas fisik yang berhubungan dengan keterbatasan
gerakan sendi.
3. Gangguan konsep diri yang berhubungan dengan ketergantungan fisik dan
psikologis dari penyakit kronis dan kehilangan kebebasan.

  3.3. INTERVENSI
DX I :

1. Kaji tingkat nyeri


2. Ajarkan dan lakukan teknik – teknik penatalaksanan nyeri untuk
penatalaksanaan jangka pendek segera ( misal gunakan kompres panas dan
dingin, istirahat, dan analgesik ).
3. Ajarkan tentang penatalaksaan nyeri jangka panjang ( misal penggunaan
obat – obat antiinflamasi, menetapkan regimen latihan untuk
mempertahankan mobilitas sendi, dan teknik – teknik relaksasi ).
4. Berikan tindakan yang menghasilkan rasa nyaman ketika memberikan
perawatan.
5. Buat pengharapan yang realitis sehingga pasien dan orang terdekat
mengenali bahwa nyeri dapat dikontrol tergantung pada aktivitas penyakit.

 DX II :

1. Hilangkan nyeri menetap dan kekakuan pada pagi hari untuk


meningkatkan kemampuan mobilitas dan perawatan diri pasien.
2. Bantu dan ajarkan dan / atau latihan rentang gerak aktif setelah tindakan
kompres panas.
3. Kembangkan dan ajarkan rencana program latihan setiap hari
4. Observasi toleransi pasien terhadap program latihan.
5. Dorong aktivitas perawatan diri dan kemandirian.
6. Pertahankan periode istirahat terencana.
7. Pertahankan lingkungan yang aman.

DX III :

1. Coba untuk memahami reaksi emosional pasien terhadap penyakit.


2. Beri semangat untuk melakukan komunikasi sehingga pasien dan keluarga
dapat mengungkapkan perasaan, persepsi, dan ketakutannya yang
berhubungan dengan penyakit.
3. Beri dorongan pada pasien dan keluarga untuk patuh terhadap program
penatalaksanaan sehingga memungkinkan untuk mencapai hasil yang lebih
positif.
4. Anjurkan mengungkapkan rasa takut dan ansietes terhadap proses
penyakit.
5. Bantu pasien dalam memilih keterampilan.
6. Terima perubahan prilaku: menyangkal, ketidakberdayaan, ansietas,
ketergantungan.
7. Bersikap suportif tetapi tegas dalam menyusun tujuan.
8. Tingkatkan perawatan diri dan libatkan dalam perencanaan perawatan.
9. Dorong kemandirian dan berikan penghargaan trhadap penyelesaian tugas.
10. Modivikasi lingkungan dan sediakan waktu untuk pasien mencapai tujuan.
11. Diskusikan perlunya pembatasan dan perubahan gaya hidup ; berikan
empati dan pemahaman.
ASKEP ARTRITIS PIRAI (GOUT)
Label: Askep medikal bedah, Perkuliahan
I. KONSEP DASAR

A. Pengertian
Artritis pirai (Gout) adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena deposisi
kristal asam urat pada jaringan sekitar sendi. gout terjadi sebagai akibat dari
hyperuricemia yang berlangsung lama (asam urat serum meningkat) disebabkn
karena penumpukan purin atau ekresi asam urat yang kurang dari ginjal. Gout
mungkin primer atau sekunder.
- Gout primer
Merupkan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebih atau
akibat penurunan ekresi asam urat
- Gout sekunder
Disebabkan karena pembentukan asam urat yang berlebih atau ekresi asam urat
yang bekurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat tertentu.

C. Etiologi
Gout disebabkan oleh adanya kelainan metabolik dalam pembentukan purin atau
ekresi asam urat yang kurang dari ginjal yang menyebakan hyperuricemia.
Hyperuricemia pada penyakit ini disebabakan oleh :
Pembentukan asam urat yang berlebih.
• Gout primer metabolik disebabkan sistensi langsung yang bertambah.
• Gout sekunder metabolik disebabkan pembentukan asam urat berlebih karana
penyakit lain, seperti leukimia.

Kurang asam urat melalui ginjal.


• Gout primer renal terjadi karena ekresi asam urat di tubulus distal ginjal yang
sehat. Penyabab tidak diketahui
• Gout sekunder renal disebabkan oleh karena kerusakan ginjal, misalnya
glumeronefritis kronik atau gagal ginjal kronik.

D. Patofisiologi
Banyak faktor yng berperan dalam mekanisme serangan gout. Salah satunya yang
telah diketahui peranannya adalah kosentrasi asam urat dalam darah. Mekanisme
serangan gout akut berlangsung melalui beberapa fase secara berurutan.
1. Presipitasi kristal monosodium urat.
Presipitasi monosodium urat dapat terjadi di jaringan bila kosentrasi dalam plasma
lebih dari 9 mg/dl. Presipitasi ini terjadi di rawan, sonovium, jaringan para-
artikuler misalnya bursa, tendon, dan selaputnya. Kristal urat yang bermuatan
negatif akan dibungkus (coate) oleh berbagai macam protein. Pembungkusan
dengan IgG akan merangsang netrofil untuk berespon terhadap pembentukan
kristal.
2. Respon leukosit polimorfonukuler (PMN)
Pembentukan kristal menghasilkan faktor kemotaksis yang menimbulkan respon
leukosit PMN dan selanjutnya akan terjadi fagositosis kristal oleh leukosit.
3. Fagositosis
Kristal difagositosis olah leukosit membentuk fagolisosom dan akhirnya
membram vakuala disekeliling kristal bersatu dan membram leukositik lisosom.
4. Kerusakan lisosom
Terjadi kerusakn lisosom, sesudah selaput protein dirusak, terjadi ikatan hidrogen
antara permukan kristal membram lisosom, peristiwa ini menyebabkan robekan
membram dan pelepasan enzim-enzim dan oksidase radikal kedalam sitoplasma.
5. Kerusakan sel
Setelah terjadi kerusakan sel, enzim-enzim lisosom dilepaskan kedalam cairan
sinovial, yang menyebabkan kenaikan intensitas inflamasi dan kerusakan jaringan.

E. Gambaran klinis
Fase akut
Biasanya timbul tiba-tiba, tanda-tanda awitan serangan gout adalah rasa sakit yang
hebat dan peradangan lokal. Kulit diatasnya mengkilat dengan reaksi sistemik
berupa demam, menggigil, malaise dan sakit kepala. Yang paling sering terserang
mula-mula adalah ibu jari kaki (sendi metatarsofalangeal) tapi sendi lainnya juga
dapat terserang. Serangan ini cenderung sembuh spontan dalam waktu 10-14 hari
meskipun tanpa terapi.
Fase kronis
Timbul dalam jangka waktu beberapa tahun dan ditandai dengan rasa nyeri, kaku,
dan pegal. Akidat adanya kristal-kristal urat maka terjadi peradangan kronik.
Sendi yang bengkak akibai gout kronik sering besar dan berbentuk noduler. Tanda
yang mungkin muncul :
- Tampak deformitas dan tofus subkutan.
- Terjadi pemimbunan kristal urat pada sendi-sendi dan juga pada ginjal.
- Terjadi uremi akibat penimbunan urat pada ginjal
- Mikroskofik tanpak kristal-kristal urat disekitar daerah nekrosisi.

F. Faktor yang berperan


- Diet tinggi purin, karen asam urat dibentuk dari purin.
- Kelaparan dan intake etil alkohol yang berlebih.
- Penggunaan obat diuritik, anti hipertensi, salisilat dosis rendah.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan non medik.
a. Diet rendah purin.
Hindarkan alkohol dan makanan tinggi purin (hati, ginjal, ikan sarden, daging
kambing) serta banyak minum.
b. Tirah baring.
Merupakan suatu keharusan dan di teruskan sampai 24 jam setelah serangan
menghilang. Gout dapat kambuh bila terlalu cepat bergerak.
Penatalaksanaan medik.
a. Fase akut.
Obat yang digunakan :
1. Colchicine (0,6 mg)
2. Indometasin ( 50 mg 3 X sehari selama 4-7 hari)
3. Fenilbutazon.
b. Pengobatan jangka panjang terhadap hyperuricemia untuk mencegah
komplikasi.
1. Golongan urikosurik
- Probenasid, adalah jenis obat yang berfungsi menurunkan asam urat dalam
serum.
- Sulfinpirazon, merupakan dirivat pirazolon dosis 200-400 mg perhari.
- Azapropazon, dosisi sehari 4 X 300 mg.
- Benzbromaron.
2. Inhibitor xantin (alopurinol).
Adalah suatu inhibitor oksidase poten, bekerja mencegah konversi hipoxantin
menjadi xantin, dan konversi xantin menjadi asam urat.

II. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian.
a. Identitas pasien.
b. Keluhan utama.
Nyeri pada daerah persendian.
c. Riwayat kesehatan.
Riwayat adanya faktor resiko :
- Peningkatan kadar asam urat serum.
- Riwayat keluarga positif.

B. Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik berdasarkan pengkajin fungsi muskuluskletal dapat
menunjukan :
- Ukuran sendi normal dengan mobilitas penuh bila pada remisi.
- Tofu dengan gout kronis. Ini temuan paling bermakna.
- Laporan episode serangan gout.

C. Pemeriksaan diagnostik.
- Kadar asam urat serum meningkat.
- Laju sedimentasi eritrosit (LSE) meningkat.
- Kadar asam urat urine dapat normal atau meningkat.
- Analisis cairan sinovial dari sendi terinflamasi atau tofi menunjukan kristal urat
monosodium yang membuat diagnosis.
- Sinar X sendi menunjukan massa tofaseus dan destruksi tulang dan perubahan
sendi.

D. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri behubungan dengan kerusakan integritas jaringan sekunder tehadap gout
ditandai dengan pasien mengunkapkan ketidak nyamanan, merintih, melindungi
sisi yang sakit, meringis.

Kreteria evaluasi : nyeri berkurang


Intervensi :
1. Pantau kadar asam urat serum.
2. Berikan istirahat dengan kaki ditnggikan.
3. Berikan kantung es atau panas basah.
4. Berikan analgesik yang diprogramkan.
5. Berikan obat anti gout yang diresepkan dan evaluasi keefektifannya.
6. Instruksikan pasien untuk minim2-3 liter cairan setiap hari dan meningkatkan
masukn makanan pembuat alkalis seperti susu, buah sitrun dan daging.

2. Resiko tinggi terhadap perubahan penatalaksanaan pemeliharaan di rumah


berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, dan rencana tindakan,
koping tidak efektif pada kondisi kronis, ditandai dengan pasien mengungkapkan
ketidak pahaman dan meminta informasi.

Kreteria evaluasi : mengunkapakan pemahaman tentang instruksi perawatan diri


dan rencana perawatan dan pengobatan.
Intervensi :
1. Berikan informasi tentang kondisi, proses penyakit dan rencana pengobatan.
2. Ajarkan pasien apa yang harus dilakukan selama serangan, instruksi meliputi :
- Mengistirahatkan sendi yang nyeri.
- Tinggikan eksrtemitas dan berikan kantung es atau panas basah.
- Hindarkan aktivitas yang meningkatkan ketidak nyamanan.
3. Ajarkn pasien bagaimana mengontrol serangan gout, instruksi harus meliputi :
- Menghidarkan faktor pencetus.
- Mengunakan obat anti gout sesuai resep.

Diagnosa keperawatan lain yang mungkin muncul.


1. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan, sendi
benkok, deformitas.
2. Resiko cidera berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot, rasa nyeri.
3. Ganguan aktivitas sehari-hari berhubungandengan terbatasnya gerakan
sekunder akibat nyeri pada persendian.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & suddath. Buku Ajar Bedah Medikal Bedah. Vol 3. Penerbit Buku
Kedokteran. EGC. Jakarta. 2001
Engram, Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol.2. Penerbit
Buku Kedokteran. EGC. Jakarta. 1998
Long, Barbara C. Keperawatan Medikal Bedah 3. Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Padjajaran. Bandung. 1996
Price, Sylvia Anderson. Patologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 2.
Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta. EGC. 1990
Soeparman. Waspadji, Sarwono. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. 1998
Staf Pengajar Bagian Patologik Akademik. Patologi. Fakultas Kedokteran UI.
Jakarta. 1994
Askep Artritis Reumatoid

( Asuhan Keperawatan Klien  Artritis Reumatoid )


Nursing Care Plan on Clients Rheumatoid Arthritis

Pengertian Artritis Reumatoid

Artritis Reumatoid (Rheumatoid arthritis)  is a chronic inflammatory disease


with primary manifestation poliartritis progressive and involve all the organs, jadi
merupakan suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis
progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. (Arif Mansjour. 2001)

Artritis reumatoid adalah suatu


penyakit inflamasi sistemik kronik yang tidak diketahui penyebabnya,
dikarakteristikan oleh kerusakan dan proliferasi membran sinovial, yang
menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan deformitas. (Doenges,
E Marilynn, 2000 : hal 859)

Artritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan


manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh.
(Kapita Selekta Kedokteran, 2001 : hal 536)

Artritis Reumatoid adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses


inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248).

Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik,
progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara
simetris. ( Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165 )

Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui
penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial
yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut.(Susan
Martin Tucker.1998)

Penyebab / Etiologi Artritis Reumatoid


Penyebab utama penyakit reumatik masih belum diketahui secara pasti. Biasanya
merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor sistem
reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri,
mikoplasma dan virus (Lemone & Burke, 2001).

Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab artritis reumatoid, yaitu:
1. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.
2. Endokrin
3. Autoimmun
4. Metabolik
5. Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Pada saat ini artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan
infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin
disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma atau grup difterioid
yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.

Epidemiologi Artritis Reumatoid

Penyakit artritis rematoid merupakan suatu penyakit yang telah lama dikenal dan
tersebar diseluruh dunia serta melibatkan semua ras dan kelompok etnik. Artritis
rheumatoid sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan wanita denga pria
sebesar 3: 1. kecenderungan wanita untuk menderita artritis reumatoid dan sering
dijumpai remisi pada wanita yang sedang hamil, hal ini menimbulkan dugaan
terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang
berpengaruh pada penyakit ini.

Manifestasi Klinik Artritis Reumatoid

Ada beberapa gambaran / manifestasi klinik yang  ditemukan pada penderita


reumatik. Gambaran klinik ini tidak harus muncul sekaligus pada saat yang
bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinik yang sangat
bervariasi.
a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, kurang nafsu makan, berat badan
menurun dan demam.
b. Poliartritis simetris (peradangan sendi pada sisi kiri dan kanan) terutama pada
sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan
sendi-sendi antara jari-jari tangan dan kaki. Hampir semua sendi diartrodial (sendi
yang dapat digerakan dengan bebas) dapat terserang.
c. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat umum tetapi
terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi
pada osteoartritis (peradangan tulang dan sendi), yang biasanya hanya
berlangsung selama beberapa menit dan selama kurang dari 1 jam.
d. Artritis erosif merupakan merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran
radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan pengikisan ditepi tulang
.
e. Deformitas : kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan perjalanan
penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, pergeseran sendi pada tulang telapak
tangan dan jari, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa
deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. . Pada kaki terdapat
tonjolan kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-
sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan
bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi.
f. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar
sepertiga orang dewasa penderita rematik. Lokasi yang paling sering dari
deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau di sepanjang permukaan
ekstensor dari lengan, walaupun demikian tonjolan) ini dapat juga timbul pada
tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan petunjuk
suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
g. Manifestasi ekstra-artikular (diluar sendi): reumatik juga dapat menyerang
organ-organ lain diluar sendi. Seperti mata: Kerato konjungtivitis, sistem
cardiovaskuler dapat menyerupai perikarditis konstriktif yang berat, lesi inflamatif
yang menyerupai nodul rheumatoid dapat dijumpai pada myocardium dan katup
jantung, lesi ini dapat menyebabkan disfungsi katup, fenomena embolissasi,
gangguan konduksi dan kardiomiopati.

Patofisiologi Artritis Reumatoid

Membran syinovial pada pasien reumatoid artritis mengalami hiperplasia,


peningkatan vaskulariasi, dan ilfiltrasi sel-sel pencetus inflamasi, terutama sel T
CD4+. Sel T CD4+ ini sangat berperan dalam respon immun. Pada penelitian
terbaru di bidang genetik, reumatoid artritis sangat berhubungan dengan major-
histocompatibility-complex class II antigen HLA-DRB1*0404 dan DRB1*0401.
Fungsi utama dari molekul HLA class II adalah untuk mempresentasikan
antigenic peptide kepada CD4+ sel T yang menujukkan bahwa reumatoid artritis
disebabkan oleh arthritogenic yang belim teridentifikasi. Antigen ini bisa berupa
antigen eksogen, seperti protein virus atau protein antigen endogen. Baru-baru ini
sejumlah antigen endogen telah teridentifikasi, seperti citrullinated protein dan
human cartilage glycoprotein 39.
Patofisiologi Artritis Reumatoid

Antigen mengaktivasi CD4+ sel T yang menstimulasi monosit, makrofag dan


syinovial fibroblas untuk memproduksi interleukin-1, interleukin-6 dan TNF-α
untuk mensekresikan matrik metaloproteinase melalui hubungan antar sel dengan
bantuan CD69 dan CD11 melalui pelepasan mediator-mediator pelarut seperti
interferon-γ dan interleukin-17. Interleukin-1, interlukin-6 dan TNF-α merupakan
kunci terjadinya inflamasi pada rheumatoid arthritis.

Arktifasi CD4+ sel T juga menstimulasi sel B melalui kontak sel secara langsung
dan ikatan dengan α1β2 integrin, CD40 ligan dan CD28 untuk memproduksi
immunoglobulin meliputi rheumatoid faktor. Sebenarnya fungsi dari rhumetoid
faktor ini dalam proses patogenesis reumatoid artritis tidaklah diketahui secara
pasti, tapi kemungkinan besar reumatoid faktor mengaktiflkan berbagai
komplemen melalui pembentukan immun kompleks.aktifasi CD4+ sel T juga
mengekspresikan osteoclastogenesis yang secara keseluruhan ini menyebabkan
gangguan sendi. Aktifasi makrofag, limfosit dan fibroblas juga menstimulasi
angiogenesis sehingga terjadi peningkatan vaskularisasi yang ditemukan pada
synovial penderita reumatoid artritis.

Komplikasi Artritis Reumatoid

Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik
yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid
(OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying
antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan
mortalitas utama pada arthritis reumatoid.

Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar


dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan
dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik
akibat vaskulitis.

Diagnostik Artritis Reumatoid

Kriteria diagnostik artritis reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang simetris
yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap
sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau
gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen.
Kriteria artritis rematoid menurut American reumatism Association ( ARA )
adalah:
1. Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari ( Morning Stiffness ).
2. Nyeri pada pergerakan sendi atau nyeri tekan sekurang-kurangnya pada satu
sendi.
3. Pembengkakan ( oleh penebalan jaringan lunak atau oleh efusi cairan ) pada
salah satu sendi secara terus-menerus sekurang-kurangnya selama 6 minggu.
4. Pembengkakan pada sekurang-kurangnya salah satu sendi lain.
5. Pembengkakan sendi yanmg bersifat simetris.
6. Nodul subcutan pada daerah tonjolan tulang didaerah ekstensor.
7. Gambaran foto rontgen yang khas pada arthritis rheumatoid
8. Uji aglutinnasi faktor rheumatoid
9. Pengendapan cairan musin yang jelek
10. Perubahan karakteristik histologik lapisan sinovia
11. Gambaran histologik yang khas pada nodul.
Berdasarkan kriteria ini maka disebut :

 Klasik : bila terdapat 7 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya


selama 6 minggu
 Definitif : bila terdapat 5 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya
selama 6 minggu.
 Kemungkinan rheumatoid : bila terdapat 3 kriteria dan berlangsung
sekurang-kurangnya selama 4 minggu.
Penatalaksanaan / Perawatan Artritis Reumatoid

Oleh karena kausa pasti arthritis reumatoid tidak diketahui maka tidak ada
pengobatan kausatif yang dapat menyembuhkan penyakit ini. Hal ini harus benar-
benar dijelaskan kepada penderita sehingga tahu bahwa pengobatan yang
diberikan bertujuan mengurangi keluhan/ gejala memperlambat progresifvtas
penyakit.
Tujuan utama dari program penatalaksanaan/ perawatan adalah sebagai berikut :

 Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan


 Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari
penderita
 Untuk mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi
 Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung pada orang lain.

Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai


tujuan-tujuan tersebut di atas, yaitu :
a. Pendidikan
Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah memberikan
pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada penderita, keluarganya dan siapa
saja yang berhubungan dengan penderita. Pendidikan yang diberikan meliputi
pengertian, patofisiologi (perjalanan penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan
(prognosis) penyakit ini, semua komponen program penatalaksanaan termasuk
regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit
ini dan metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan.
Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus-menerus.
b. Istirahat
Merupakan hal penting karena reumatik biasanya disertai rasa lelah yang hebat.
Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap hari, tetapi ada masa dimana
penderita merasa lebih baik atau lebih berat. Penderita harus membagi waktu
seharinya menjadi beberapa kali waktu beraktivitas yang diikuti oleh masa
istirahat.
c. Latihan Fisik dan Termoterapi
Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan
ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, sedikitnya dua
kali sehari. Obat untuk menghilangkan nyeri perlu diberikan sebelum memulai
latihan. Kompres hangat pada sendi yang sakit dan bengkak mungkin dapat
mengurangi nyeri. Mandi parafin dengan suhu yang bisa diatur serta mandi
dengan suhu panas dan dingin dapat dilakukan di rumah. Latihan dan termoterapi
ini paling baik diatur oleh pekerja kesehatan yang sudah mendapatkan latihan
khusus, seperti ahli terapi fisik atau terapi kerja. Latihan yang berlebihan dapat
merusak struktur penunjang sendi yang memang sudah lemah oleh adanya
penyakit.
d. Diet/ Gizi
Penderita Reumatik tidak memerlukan diet khusus. Ada sejumlah cara pemberian
diet dengan variasi yang bermacam-macam, tetapi kesemuanya belum terbukti
kebenarannya. Prinsip umum untuk memperoleh diet seimbang adalah penting.
e. Obat-obatan
Pemberian obat adalah bagian yang penting dari seluruh program penatalaksanaan
penyakit reumatik. Obat-obatan yang dipakai untuk mengurangi nyeri, meredakan
peradangan dan untuk mencoba mengubah perjalanan penyakit.

Konsep Keperawatan Artritis Reumatoid

Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-
organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya
eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis
lainnya.

1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada
sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.
Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang,
pekerjaan, keletihan.
Tanda : Malaise
Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktur/ kelaianan pada sendi.

2. Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( pucat intermitten, sianosis,
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).

3. Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
Keputusan dan ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan )
Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya
ketergantungan pada orang lain).
4. Makanan/ cairan
Gejala ; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan
adekuat: mual, anoreksia
Kesulitan untuk mengunyah ( keterlibatan TMJ )
Tanda : Penurunan berat badan
Kekeringan pada membran mukosa.
5. Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi.
Ketergantungan

6. Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Gejala : Pembengkakan sendi simetris.
7. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan
lunak pada sendi ).
8. Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus.
Lesi kulit, ulkus kaki.
Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga.
Demam ringan menetap
Kekeringan pada meta dan membran mukosa.
9. Interaksi sosial
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran;
isolasi.
10. Penyuluhan/ pembelajaran
Gajala : Riwayat AR pada keluarga ( pada awitan remaja )
Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, ” penyembuhan ” arthritis tanpa
pengujian.
Riwayat perikarditis, lesi katup, fibrosis pulmonal, pleuritis.
Pertimbangan : DRG Menunjukkan rerata lama dirawat : 4,8 hari.
Rencana Pemulanagan: Mungkin membutuhkan bantuan pada transportasi,
aktivitas perawatan diri, dan tugas/ pemeliharaan rumah tangga.

Pemeriksaan Diagnostik Artritis Reumatoid

Faktor Reumatoid : positif pada 80-95% kasus.


Fiksasi lateks: Positif pada 75 % dari kasus-kasus khas.
Reaksi-reaksi aglutinasi : Positif pada lebih dari 50% kasus-kasus khas.
LED : Umumnya meningkat pesat ( 80-100 mm/h) mungkin kembali normal
sewaktu gejala-gejala meningkat
Protein C-reaktif: positif selama masa eksaserbasi.
SDP: Meningkat pada waktu timbul proses inflamasi.
JDL : umumnya menunjukkan anemia sedang.
Ig ( Ig M dan Ig G); peningkatan besar menunjukkan proses autoimun sebagai
penyebab AR.
Sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak,
erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan awal )
berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan
subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
Scan radionuklida : identifikasi peradangan sinovium
Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/
degenerasi tulang pada sendi
Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari
normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon inflamasi, produk-
produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas
dan komplemen ( C3 dan C4 ).
Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan
panas.
Prioritas Keperawatan
1. Menghilangkan nyeri
2. Meningkatkan mobilitas.
3. Meningkatkan monsep diri yang positif
4. mendukung kemandirian
5. Memberikan informasi mengenai proses penyakit/ prognosis dan keperluan
pengobatan.

Tujuan Pemulangan
1. Nyeri hilang/ terkontrol
2. Pasien menghadapi saat ini dengan realistis
3. Pasien dapat menangani AKS sendiri/ dengan bantuan sesuai kebutuhan.
4. Proses/ prognosis penyakit dan aturan terapeutik dipahami.

Pohon Masalah

Diagnosa Keperawatan Artritis Reumatoid

1. Nyeri Akut/ Kronis


Dapat dihubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi
cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
Dapat dibuktikan oleh : Keluhan nyeri,ketidaknyamanan, kelelahan.
Berfokus pada diri sendiri/ penyempitan fokus
Perilaku distraksi/ respons autonomic
Perilaku yang bersifart ahti-hati/ melindungi
Hasil yang diharapkan/ kriteria evaluasi pasien akan:
Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol
Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai
kemampuan.
Mengikuti program farmakologis yang diresepkan
Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program
kontrol nyeri.
Intervensi dan Rasional:
a. Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-
faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal (R/ Membantu
dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program)
b. Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen tempat tidur sesuai
kebutuhan (R/Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan mencegah
pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang
sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang
terinflamasi/nyeri)
c. Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat,
brace. (R/ Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi
netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi
kerusakan pada sendi)
d. Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di tempat tidur,
sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak. (R/
Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi,
mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi)
e. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu
bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk mengompres
sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi,
dan sebagainya. (R/ Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas,
menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada
panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan)
f. Berikan masase yang lembut (R/meningkatkan relaksasi/ mengurangi nyeri)
g. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi
progresif,sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman imajinasi,
hypnosis diri, dan pengendalian napas. (R/ Meningkatkan relaksasi, memberikan
rasa kontrol dan mungkin meningkatkan kemampuan koping)Libatkan dalam
aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu. (R/ Memfokuskan kembali
perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan
perasaan sehat)
h. Beri obat sebelum aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai petunjuk. (R/
Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk
ikut serta dalam terapi)
i. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil salisilat) (R/
sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan dan
meningkatkan mobilitas.)
j. Berikan es kompres dingin jika dibutuhkan (R/ Rasa dingin dapat
menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode akut)

2. Mobilitas Fisik,M Kerusakan


Dapat dihubungkan dengan : Deformitas skeletal
Nyeri, ketidaknyamanan
Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
Dapat dibuktikan oleh : Keengganan untuk mencoba bergerak/ ketidakmampuan
untuk dengan sendiri bergerak dalam lingkungan fisik.
Membatasi rentang gerak, ketidakseimbangan koordinasi, penurunan kekuatan
otot/ kontrol dan massa ( tahap lanjut ).
Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan kontraktur.
Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau
konpensasi bagian tubuh.
Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas
Intervensi dan Rasional:
a. Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi (R/
Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari peoses
inflamasi)
b. Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk
memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak
terganmggu.(R/ Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh
fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan)
c. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan resistif dan
isometris jika memungkinkan (R/ Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi,
kekuatan otot dan stamina umum. Catatan : latihan tidak adekuat menimbulkan
kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi)
d. Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup. Demonstrasikan/
bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas, mis, trapeze (R/
Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi.
Memepermudah perawatan diri dan kemandirian pasien. Tehnik pemindahan yang
tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit)
e. Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, bebat, brace (R/
Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera ) dan memerptahankan posisi
sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh, mengurangi kontraktor)
f. Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher. (R/ Mencegah fleksi leher)
g. Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan
berjalan (R/ Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas)
h. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi, menggunakan
pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda. (R/ Menghindari cidera
akibat kecelakaan/ jatuh)
i. Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi. (R/ Berguna dalam memformulasikan
program latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam
mengidentifikasikan alat)
j. Kolaborasi: Berikan matras busa/ pengubah tekanan. (R/ Menurunkan tekanan
pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilitas)
k. Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi (steroid). (R/ Mungkin
dibutuhkan untuk menekan sistem inflamasi akut)

3. Gangguan Citra Tubuh/ Perubahan Penampilan Peran


Dapat dihubungkan dengan : Perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-
tugas umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
Dapat dibuktikan oleh : Perubahan fungsi dari bagian-bagian yang sakit.
Bicara negatif tentang diri sendiri, fokus pada kekuatan masa lalu, dan
penampilan.
Perubahan pada gaya hidup/ kemapuan fisik untuk melanjutkan peran, kehilangan
pekerjaan, ketergantungan p[ada orang terdekat.
Perubahan pada keterlibatan sosial; rasa terisolasi.
Perasaan tidak berdaya, putus asa.
Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk
menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan kemungkinan
keterbatasan.
Menyusun rencana realistis untuk masa depan.
Intervensi dan Rasional:
a. Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan
masa depan. (R/Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/ kesalahan
konsep dan menghadapinya secara langsung)
b. Diskeusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada pasien/orang terdekat.
Memastikan bagaimana pandangaqn pribadi pasien dalam memfungsikan gaya
hidup sehari-hari, termasuk aspek-aspek seksual. (R/Mengidentifikasi bagaimana
penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan
menentukan kebutuhan terhadap intervensi/ konseling lebih lanjut)
c. Diskusikan persepsi pasienmengenai bagaimana orang terdekat menerima
keterbatasan. (R/ Isyarat verbal/non verbal orang terdekat dapat mempunyai
pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya sendiri)
d. Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan. (R/ Nyeri
konstan akan melelahkan, dan perasaan marah dan bermusuhan umum terjadi)
e. Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu
memperhatikan perubahan. (R/ Dapat menunjukkan emosional ataupun metode
koping maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut)
f. Susun batasan pada perilaku mal adaptif. Bantu pasien untuk mengidentifikasi
perilaku positif yang dapat membantu koping. (R/ Membantu pasien untuk
mempertahankan kontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri)
g. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal
aktivitas. (Meningkatkan perasaan harga diri, mendorong kemandirian, dan
mendorong berpartisipasi dalam terapi)
h. Bantu dalam kebutuhan perawatan yang diperlukan.(R/ Mempertahankan
penampilan yang dapat meningkatkan citra diri)
i. Berikan bantuan positif bila perlu. (R/ Memungkinkan pasien untuk merasa
senang terhadap dirinya sendiri. Menguatkan perilaku positif. Meningkatkan rasa
percaya diri)
j. Kolaborasi: Rujuk pada konseling psikiatri, mis: perawat spesialis psikiatri,
psikolog. (R/ Pasien/orang terdekat mungkin membutuhkan dukungan selama
berhadapan dengan proses jangka panjang/ ketidakmampuan)
k. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk, mis; anti ansietas dan obat-
obatan peningkat alam perasaan. (R/ Mungkin dibutuhkan pada sat munculnya
depresi hebat sampai pasien mengembangkan kemapuan koping yang lebih
efektif)

4. Kurang Perawatan Diri


Dapat dihubungkan dengan : Kerusakan muskuloskeletal; penurunan kekuatan,
daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
Dapat dibuktikan oleh : Ketidakmampuan untuk mengatur kegiatan sehari-hari.
Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan
kemampuan individual.
Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan
perawatan diri.
Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat memenuhi
kebutuhan perawatan diri.

Intervensi dan Rasional:


a. Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul awitan/ eksaserbasi
penyakit dan potensial perubahan yang sekarang diantisipasi. (R/ Mungkin dapat
melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada
keterbatasan saat ini).
b. Pertakhankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan. (R/
Mendukung kemandirian fisik/emosional)
c. Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi /rencana
untuk modifikasi lingkungan. (R/ Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian,
yang akan meningkatkan harga diri)
d. Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi okupasi. (R/ Berguna untuk menentukan
alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individual. Mis; memasang kancing,
menggunakan alat bantu memakai sepatu, menggantungkan pegangan untuk
mandi pancuran)
e. Kolaborasi: Atur evaluasi kesehatan di rumah sebelum pemulangan dengan
evaluasi setelahnya. (R/ Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin
dihadapi karena tingkat kemampuan aktual)
f. Kolaborasi : atur konsul dengan lembaga lainnya, mis: pelayanan perawatan
rumah, ahli nutrisi. (R/ Mungkin membutuhkan berbagai bantuan tambahan untuk
persiapan situasi di rumah)
5. Penatalaksanaan Pemeliharaan Rumah, Keruasakan, Resiko Tinggi
Terhadap
Faktor risiko meliputi : Proses penyakit degeneratif jangka panjang, sistem
pendukung tidak adekuat.
Dapat dibuktikan oleh : (Tidak dapat diterapkan; adanya tanda dan gejala
membuat diagnosa menjadi aktual)
Hasil yang dihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
Mempertahankan keamanan, lingkungan yang meningkatkan pertumbuhan.
Mendemonstrasikan penggunaan sumber-sumber yang efektif dan tepat.
Intervensi dan Rasional:
a. Kaji tingkat fungsi fisik (R/ Mengidentifikasi bantuan/ dukungan yang
diperlukan)
b. Evaluasi lingkungan untuk mengkaji kemampuan dalam perawatan untuk diri
sendiri. (R/ Menentukan kemungkinan susunan yang ada/ perubahan susunan
rumah untuk memenuhi kebutuhan individu)
c. Tentukan sumber-sumber finansial untuk memenuhi kebutuhan situasi
individual. Identifikasi sistem pendukung yang tersedia untuk pasien, mis:
membagi tugas-tugas rumah tangga antara anggota keluarga. (R/ Menjamin bahwa
kebutuhan akan dipenuhi secara terus-menerus)
d. Identifikasi untuk peralatan yang diperlukan, mis: lift, peninggian dudukan
toilet. (R/ Memberikan kesempatan untuk mendapatkan peralatan sebelum pulang)
e. Kolaborasi: Koordinasikan evaluasi di rumah dengan ahli terapi okupasi. (R/
Bermanfaat untuk mengidentifikasi peralatan, cara-cara untuk mengubah tugas-
tugas untuk mengubah tugas-tugas untuk mempertahankan kemandirian)
f. Kolaborasi: Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis: pelayanan pembantu
rumah tangga bila ada. (R/ Memberikan kemudahan berpindah pada/mendukung
kontinuitas dalam situasi rumah).
6. Kurang Pengetahuan ( Kebutuhan Belajar ), Mengenai Penyakit,
Prognosis, Dan Kebutuhan Pengobatan.
Dapat dihubungkan dengan : Kurangnya pemajanan/ mengingat.
Kesalahan interpretasi informasi.
Dapat dibuktikan oleh : Pertanyaan/ permintaan informasi, pernyataan kesalahan
konsep.
Tidak tepat mengikuti instruksi/ terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.
Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/ prognosis, perawatan.
Mengembangkan rencana untuk perawatan diri, termasuk modifikasi gaya hidup
yang konsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan aktivitas.

Intervensi dan Rasional:


a. Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan. (R/ Memberikan
pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi)
b. Diskusikan kebiasaan pasien dalam penatalaksanaan proses sakit melalui
diet,obat-obatan, dan program diet seimbang, l;atihan dan istirahat.(R/ Tujuan
kontrol penyakit adalah untuk menekan inflamasi sendiri/ jaringan lain untuk
mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas)
c. Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang realistis,istirahat,
perawatan pribadi, pemberian obat-obatan, terapi fisik, dan manajemen stres. (R/
Memberikan struktur dan mengurangi ansietas pada waktu menangani proses
penyakit kronis kompleks)
d. Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik. (R/
Keuntungan dari terapi obat-obatan tergantung pada ketepatan dosis)
e. Anjurkan mencerna obat-obatan dengan makanan, susu, atau antasida pada
waktu tidur. (R/ Membatasi irigasi gaster, pengurangan nyeri pada HS akan
meningkatkan tidur dan m,engurangi kekakuan di pagi hari)
f. Identifikasi efek samping obat-obatan yang merugikan, mis: tinitus, perdarahan
gastrointestinal, dan ruam purpuruik. (R/ Memperpanjang dan memaksimalkan
dosis aspirin dapat mengakibatkan takar lajak. Tinitus umumnya mengindikasikan
kadar terapeutik darah yang tinggi)
g. Tekankan pentingnya membaca label produk dan mengurangi penggunaan
obat-obat yang dijual bebas tanpa persetujuan dokter. (R/ Banyak produk
mengandung salisilat tersembunyi yang dapat meningkatkan risiko takar layak
obat/ efek samping yang berbahaya)
h. Tinjau pentingnya diet yang seimbang dengan makanan yang banyak
mengandung vitamin, protein dan zat besi. (R/ Meningkatkan perasaan sehat
umum dan perbaikan jaringan)
i. Dorong pasien obesitas untuk menurunkan berat badan dan berikan informasi
penurunan berat badan sesuai kebutuhan. (R/ Pengurangan berat badan akan
mengurangi tekanan pada sendi, terutama pinggul, lutut, pergelangan kaki, telapak
kaki)
j. Berikan informasi mengenai alat bantu (R/ Mengurangi paksaan untuk
menggunakan sendi dan memungkinkan individu untuk ikut serta secara lebih
nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan)
k. Diskusikan tekinik menghemat energi, mis: duduk daripada berdiri untuk
mempersiapkan makanan dan mandi (R/ Mencegah kepenatan, memberikan
kemudahan perawatan diri, dan kemandirian)
l. Dorong mempertahankan posisi tubuh yang benar baik pada sat istirahat
maupun pada waktu melakukan aktivitas, misalnya menjaga agar sendi tetap
meregang , tidak fleksi, menggunakan bebat untuk periode yang ditentukan,
menempatkan tangan dekat pada pusat tubuh selama menggunakan, dan bergeser
daripada mengangkat benda jika memungkinkan. ( R: mekanika tubuh yang baik
harus menjadi bagian dari gaya hidup pasien untuk mengurangi tekanan sendi dan
nyeri ).
m. Tinjau perlunya inspeksi sering pada kulit dan perawatan kulit lainnya dibawah
bebat, gips, alat penyokong. Tunjukkan pemberian bantalan yang tepat. ( R:
mengurangi resiko iritasi/ kerusakan kulit )
n. Diskusikan pentingnya obat obatan lanjutan/ pemeriksaan laboratorium, mis:
LED, Kadar salisilat, PT. ( R; Terapi obat obatan membutuhkan pengkajian/
perbaikan yang terus menerus untuk menjamin efek optimal dan mencegah takar
lajak, efek samping yang berbahaya.
o. Berikan konseling seksual sesuai kebutuhan ( R: Informasi mengenai posisi-
posisi yang berbeda dan tehnik atau pilihan lain untuk pemenuhan seksual
mungkin dapat meningkatkan hubungan pribadi dan perasaan harga diri/ percaya
diri.).
p. Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis: yayasan arthritis ( bila ada). (R:
bantuan/ dukungan dari oranmg lain untuk meningkatkan pemulihan maksimal).

Bibliography

Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta

Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. .Jakarta:


EGC.

Marilynn E. Doenges dkk. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta : EGC,


1999.

Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 jilik 2. Jakarta : Media


Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000.

Carpenito, Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan. Jakarata : EGC, 1999

You might also like