You are on page 1of 53

MAKALAH KERJA SAMA

A. Pendahuluan
Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna diantara makhluk
lain. Dengana akal budinya, manusia dapat berpikir dan menemukan cara-cara yang
paling tepat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan sebagai makhluk
individual maupun sebagai makhluk sosial. Salah satu cara yang ditemukan oleh
manusia dalam rangka memenuhi kebutuhannya tersebut adalah kerja sama. manusia
sadar bahwa tanpa kerja sama, mereka tidak mungkin memenuhi kebutuhannya
sendiri secara layak.
Arti kerjasama itu sendiri adalah interaksi sosial antar individu atau kelompok yang
secara bersama-sama mewujudkan kegiatan untuk mencapai tujuan bersama. Untuk
lebih jelasnya simaklah bahasan berikut ini.

B. Pengertian Tentang Arti, Norma dan Masalah Kerja Sama


1) Arti kerja sama dalam berbagia kehidupan
Pada hakikatnya, manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Sebagai
makhluk individu manusia ingin diperhatikan, dihormati dan didahulukan
kepentingannya.
Sebagai makhluk sosial, manusia selalu ingin berkumpul dengan manusia yang lain.
Aristoteles menamakan hal ini sebagai zoon politicon artinya makhluk yang selalu
ingin hidup berkelompok dan sesamanya. Berdasarkan konsep tersebut, lahirlah
hubungan dan kerja sama manusia satu dengan lainnya.
Manusia atau bangsa tidak dapat lepas dari hubungan kerja sama dengan manusia atau
bangsa lain. Hal ini membuktikan bahwa kerja sama benar-benar hal yang sangat
penting dalam kehidupan manusia. Beban suatu negara menjadi sangat berat bila
hubungan dengan bangsa lain dihambat atau diputus.

2) Norma kerja sama dalam berbagia kehidupan


Pada hakikatnya, manusia diciptakan Tuhan di muka bumi hanya untuk mengabdi
kepada-Nya. Selain itu manusia diciptakan Tuhan agar hidup berkelompok, tolong
menolong, dan bekerja sama atas dasar kebajikan. Manusia dilarang untuk saling
bermusuhan dan berbuat kerusakan.
Dalam kehidupannya, manusia mempunyai berbagai kepentingan, kepentingan setiap
manusia tentulah berbeda-beda, bahkan terkadang bertentangan. Jika setiap manusia
hanya mementingkan dirinya sendiri tanpa memperdulikan kepentingan orang lain,
maka akan timbul perselisihan, pertengkaran bahkan perkelahian, karena itu untuk
mengindari perselisihan dan pertengkaran maka ditentukanlah suatu suatu
kepentingan bersama. Kepentingan bersama ini dijadikan kepentingan semua orang
atau kepentingan umum. Kepentingan umum ini harus didahulukan atas kepentingan
pribadi. Dengan demikian perselisihan, pertengkaran dan perkelahian dapat
dihindarkan.
Atas dasar tuntutan tersebut bangsa Indonesia yang beraneka ragam suku, bahasa,
adat istiadat dan daerah ini harus salaing menghormati dan bekerja sama dalam
meningkatkan kesejahteraan hidup. Hanya saja perlu diperhatikan bahwa kerja sama
tersebut :
a) Tidak untuk melakukan kejahatan dan kerusakan.
b) Bersifat meninggikan derajat dan martabat kemanusiaan.
c) Tetap menghargai keberadaan dan keanekaragaman suku, agama, ras dan aliran
golongan dalam masyarakat.
d) Bersifat adil.
e) Tidak bertentangan dengan norma dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

3) Masalah kerja sama dalam berbagai kehidupan


Sejarah bangsa Indonesia telah membuktikan bahwa apabila tidak ada kerja
sama,maka gagallah semua perjuangan bangsa dalam meraih tujuan. Namun setelah
semua bekerja sama dan bersatu kita menjadi berhasil. Perjuangan Thomas Mattulessi
(Pattimura) dari Maluku (1817), Pangeran Diponegoro di Jawa (1825-1830) dan
Imam Bonjol di Sumatera Barat (1821-1837), dapat dijadikan sebagai contoh pada
waktu itu mereka tidak bekerja sama dan bersatu. Seandainya mereka dapat bekerja
sama dan bersatu, niscaya Belanda sudah dapat dikalahkan.
Kesalahan masa lampau segera disadari oleh para pemimpin bangsa. Mereka
kemudian mengambil langkah untuk memperbaikinya dengan membentuk organisasi
modern. Sejak tahun 1908 Organisasi Budi Utomo menerapkan perjuangan dengan
cara menggalang persatuan, kesatuan dan koordinasi. Budi Utomo membangkitkan
semangat nasional melalui usaha-usaha pendidikan dan kebudayaan. 20 tahun setelah
berdirinya Budi Utomo, kesadaran berbangsa mulai tumbuh. Organisasi-orgasnisasi
permuda yang semula berjuang sendiri-sendiri, akhirnya mempunyai keinginan untuk
bersatu. Organisasi-organisasi pemuda itu seperti Jong Java, Jong Sumatra, Jong
Celebes bersatu dan berkumpul di Jakarta. Mereka mengadakan kongres pemuda I
dan II, yang akhirnya menghasilkan sumpah pemuda.
Sumpah pemuda diikrarkan pada tahun 1928, sebagai bentuk kebulatan tekad
mewujudkan kerja sama dalam perjuangan bangsa. Perjuangan itu dilandasi dengan
semangat persatuan dan kesatuan. Perjuangan angkatan 28 ini kemudian dilanjutkan
oleh angkatan 45. dari angkatan inilah semangat kerja sama dan persatuan menjadi
kukuh. Semangat inilah menjadi modal utama bagi tercapainya tujuan, yakni
kemerdekaan.

C. Pola Kerja Sama Dalam Berbagai Kehidupan


1) Pola kerja sama antar pemeluk agama
Sebagaimana telah kita ketahui, masyarakat Indonesia terbentuk dari berbagai suku
yang memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda-beda. Keadaan yang demikian
merupakan hal yang membanggakan, karena selama ini di lingkungan bangsa
Indonesia tetap terjaga persatuan dan kesatuan. Kita bangsa Indonesia harus tetap
dapat menjaga dan melestarikan sikap toleransi dan kerja sama.
Usaha melestarikan kerukunan itu meliputi 3 macam, yang lebih dikenal dengan Tri
Kerukunan umat beragama, yaitu :

a) Kerukunan intern umat beragama.


b) Kerukunan antar umat beragama yang berbeda.
c) Kerukunan umat beragama dengan pemerintah.

Kerukunan yang menumbuhkan semangat kerja sama yang positif dan produktif
sangat diperlukan dalam masa pembangunan sekarang. Agama menuntun agar para
pemeluknya hidup bahagia di dunia dan di akhirat. Dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidupnya untuk mencapai kebahagiaan itu, maka diperlukan kerja sama
dengan orang lain termasuk yang berlainan agamanya.
Jadi, dalam kerja sama antar umat beragam atau kepercayaan terhadap Tuhan yang
Maha Esa, hendaknya jangan sampai mencampuri adukkan antara ajaran agama atau
kepercayaan yang satu dengan lainnya. Hal demikian untuk melindungi dan menjamin
kemurnian dan pelaksanaan, serta ketinggian dan keluhuran agama itu sendiri.

D. Penerapan Nilai Moral Kerja Sama Dengan Bangsa Lain Dalam Kehidupan Sehari-
hari
Bangsa Indonesia menganut prinsip saling menghormati dan berkerja sama antar
bangsa. Hal itu dimaksudkan dalam upaya mencapai dunia yang damai dan sejahtera.
Setiap bangsa harus menghormati kedaulatan negara lain dan tidak ikut campur
urusan dalam negri negara lain.
Kebijaksanaan hubungan luar negri Indonesia didasarkan atas prinsip saling
menghormati dan bekerja sama hal ini didasarkan pada nilai moral kerja sama sebagai
berikut.

1) Hubungan luar negri dilandasi prinsip politik luar negri bebas aktif.
2) Pengembangan hubungan luar negri ditujukan kepada peningkatan persahabatan
dan kerja sama internasional dan regional.
3) Sesuai dengan semangat Dasa Sila Bandung, Indonesia berperan dalam usaha
menyelesaikan berbagai masalah dunia khususnya masalah dunia yang mengancam
perdamaian dan bertentangan dengan rasa keadilan dan kemanusiaan.

Bentuk kerja sama Indonesia dengan negara lain, misalnya penyelenggaraan


Konferensi Asia Afrika (KAA) membentuk / memelopori persatuan negara Asia
Tenggara (ASEAN), masuk menjadi anggota OPEC, menyelenggarakan Muktamas
Dakwah Islam Internasional / dan lain-lain.
MAKALAH KOMPUTER
KATA PENGANTAR

Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena penyertaanNya
dalam penulisan karya tulis ini hingga akhir.
Karya tulis ini mencoba mengenalkan remaja untuk memilih / menggunakan internet.
Kita sadari banyak informasi yang tersedia di dalam internet. Namun ada juga rumor
atau selentingan yang membingungkan para remaja untuk mengetahui atau mengenal
internet secara spesifik. Untuk itu, beberapa hal informative juga disampaikan disini
sebagai bahan pengetahuan umum, misalnya biaya dalam internet, istilah dalam
internet, dan etiket dalam internet.

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ® i
Daftar isi ® ii
Pendahuluan ® iii
A. Latar Belakang * iii
B. Permasalahan * iii
C. Pembatasan Masalah * iv
Pengetahuan Remaja Tentang Internet ® v
A. Internet Remaja * v
B. Menggunakan E-mail Sebagai Jendela Internet * xii
Penutup ® xiii
Daftar Pustaka ® xv

BAB I
PENDAHULUAN
Internet merupakan jaringan computer yang sangat besar yang dirancang untuk
digunakan secara interaktif, yang berarti bahwa orang bekerja langsung pada
computer yang dikoneksikan langsung ke jaringan.
Seberapapun lama menggunakan internet, anda akan tetap tertarik mencari informasi
yang Anda perlukan. Sebagian besar pengguna pemula internet telah banyak membuat
sumber catalog dan bagan. Tugas mereka semakin kompleks seiring meningkatnya
jumlah pengguna dan resource (sumber informasi).

A. LATAR BELAKANG
Apa internet itu ?
Internet adalah jaringan net work internasional yang tersebar luas di tujuh benua dan
ratusan Negara.
Internet merupakan jaringan bebas dimana pengguna menggunakan protocol dan
ketentuan tertentu, bekerja sama, dan semua berjalan tanpa gejolak.

B. PERMASALAHAN
Dewasa ini banyak sarana komunikasi yang dapat digunakan untuk dapat
berhubungan dengan jarak yang jauh tanpa mengeluarkan biaya yang besar dan
memudahkan dalam pengiriman informasi. Salah satunya adalah internet. Namun
banyak pengguna pemula yang masih belum mengetahui unsure-unsur dan macam-
macam layanan dalam internet, antara lain :
? Apa yang diperlukan ?
? Bagaimana masuk ke internet ?
? Berapa biaya internet ?
? Apa bahasa khas internet ?
? Etiket dalam internet ?
? Sarana apasaja yang ada di internet ?
? Bagaimana cara kerjanya ?
? Apa manfaat internet bagi remaja ?
? Dan lain sebagainya

C. PEMBATASAN MASALAH
Dalam hal ini, kami membatasi masalah pada penggunaan internet di dalam dunia
remaja dan pengetahuan mereka dalam hal internet.
Internet bagaikan kota yang terus dibangun. Sumber informasi makin berganti-ganti.
Samua informasi tersebut dapat dimuat di dalam internet.
Dewasa ini, banyak hal-hal yang diperlukan remaja untuk diri mereka, kemajuan di
masa depan mereka, dan kepentingan bersama yang berhubungan dengan diri para
remaja, baik secara fisik maupun biologis

BAB II
PENGETAHUAN REMAJA TENTANG INTERNET

A. INTERNET REMAJA
Internet merupakan salah satu sarana komunikasi yang populer dan banyak digunakan
oleh kalangan remaja. Mereka menggunakan internet untuk menemukan hal-hal baru
dan masih hangat dibicarakan oleh masyarakat.

Apa Yang Diperlukan Dalam Internet ?


Internet menggunakan beberapa alat yang sering digunakan dalam komunikasi. Salah
satunya yaitu saluran telepon. Selain saluran telepon, internet juga memerlukan
computer, modem, dan program komunikasi.
Modem, singkatan dari Modulator Demodulator; yaitu alat yang mampu mengubah
data digital dalam bentuk bilangan biner menjadi sinyal elektrik (modulasi) dan
mengirim sinyal elektrik ini melalui saluran telepon, gelombang radio, serat optic,
belomnbang mikro (microwave) bahkan melalui kabel listrik biasa.

Bagaimana Masuk Ke Internet ?


Ada beberapa cara untuk dapat masuk ke internet, antara lain:
1. Akses Langsung
2. Akses SLIP/PPP
3. Dial-up Account
4. Layanan on-line commercial

? Akses Langsung
Akses langsung merupakan cara tercepat masuk internet. Di perusahaan-perusahaan,
biasanya mengakses internet secara full-fledged dan full-time serta dilengkapi dengan
program Client yang memudahkan menggunakan semua resource.
? Account SLIP/PPP
SLIP ( Serial Line Interface Protocol ) dan PPP ( Point of Point Protocol ) langsung
mengakses internet dan mengizinkan Anda mengakses semua program client.
? Account Dial-up
a) Account Dial-up sederhana
Cara ini memungkinkan modem mengakses system berbasis Unix, nomor account dan
password. Sarana internet yang ada antara lain : e-mail, news, telnet, dan gopher.
Telnet adalah fasilitas yang memungkinkan seseorang melakukan log in, masuk dan
mengakses sebuah server di tempat yang jauh melalui internet.
Gopher merupaka tool cari-dan-ambil yang berbasis menu yang terstruktur seperti
catalog kartu perpustakaan, dari topic luas kemidian mempersempit sehingga
menemukan sesuatu yang menarik minat.
b) Account Dial-up kompleks
Cara ini diberikan oleh perusahaan besar, seperti Netco, PSI, dan InterCon System,
yang mempunyai proprietary client software dan jaringan nomor akses local di
berbagai kota atau layanan nomor 800.
? Layana On-line Komersial
Sebagian layanan on-line komersial, seperti Amerika On-line, Compo Serve, dan
Prodigy, menambah layanan di internet hamper setiap hari. Namun tariff juga berubah
sangat cepat sehingga sulit dibukukan.

Berapa Biaya Internet ?


Biaya internet tergantung di mana dan apa path akses. Program yang terdapat di
internet bermacam-macam sehingga biaya yang harus dikeluarkan oleh pengguna
sarana internet berbeda-beda, sesuai dengan program apa yang digunakan. Tariff
berkisar $5 sebulan hingga $10000 atau lebih setahun.

Apa Bahasa Khas Internet ?


Ada beberapa bahasa yang digunakan dalam pengiriman surat melalui internet, antara
lain :
1. Singkatan alfabetis ( FAQ. WAIS )
2. Permainan kata (Gopher, archie)
3. Simbol (smiley dan emoticons)
4. Alamat sumber informasi (URL)
5. Tanda Baca (dot)
? Dot ; digunakan untuk memisahkan nama user dan nama domain.
? Symbol ; menunjukkan media berbasis teks, tanpa infleksi suara.
? FAQ ; yaitu dokumen yang dikompilasi dari berbagai pertanyaan di newsgroup,
mailing list, dan sebagainya.

Etiket Dalam Internet ?


Dalam internet, ada beberapa etiket yang digunakan antara lain :
1. Menggunakan bersama.
Prinsip “Conserve bandwidth” berlaku untuk semua aktifitas Net. Artinya jangan
mengirin pesan panjang ketika pesan pendek sudah cukup, atau cukup mengirim
program yang dikompres.
2. Perhatian terhadap sumber informasi.
“Netiquette”, artinya kerjakan bagian Anda dengan tidak menggunakan sumber
informasi pada jam sibuk (memperlamban system ketika pemilik sumbar informasi
memerlukan), atau jangan terlalu berlebihan menggunakan sumber informasi.
3. Bersikaplah mulia.
Budaya internet berlandaskan sikap luhur. Internet juga tak luput dari orang yang
jahat dan baik. Ketentuan net dalam perilaku umum berkaitan dengan sikap hormat
dan sopan kepada orang lain.
Misalnya jangan melakukan hal-hal berikut :
? Mengirim surat pribadi tanpa peduli, tanpa identitas penulis.
? Mengirim banyak surat. Artinya mengirim pesan yang sama ka banyak
newsgroup/mailing list. Mengirim banyak informasi bisnis/komersial merupakan
pemborosan.
? Menimbulkan keresahan di tempat umum.
? Mengirim surat berantai yang akan berputar terus di intenet.

Sarana Apasaja Yang Ada Di Internet ?


Salah satu sarana dalam internet yang sering digunakan remaja saat ini adalah
elektronik mail (e-mail).
E-mail adalah fasilitas internet yang sangat terkenal dan digunakan oleh semua jasa
internet, merupakan fasilitas internet yang memungkinkan kita menulis, mengirim,
dan menerima surat dari manapun dan dimanapun di dunia dalam waktu yang sangat
singkat, yaitu min 4 menit.
Terdapat banyak layanan internet yang dapat Anda gunakam lewat e-mail, termasuk
layanan untuk pengiriman e-mail ke seseorang yang berada pada system surat
elektronik lainnya, berpartisipasi pada diskusi dengan sejumlah besar topic, dan untuk
mengambil informasi dari komputer-komputer di seluruh dunia.
Bagian berikut ini akan memberitahu apa yang dapat Anda lakukan bila menggunakan
internet via e-mail.

1. Meraih informasi dengan e-mail.


E-mail merupakan bentuk komunikasi elektronik yang terdistribusi paling luas di
dunia. Anda dapat mengirim e-mail ke internet, dan Anda juga dapat mengirim surat
ke layanan e-mail lain lewat internet. Jumlah orang yang memiliki alamat e-mail di
internet diperkirakan bertambah 15 juta. Dengan menggunakan alamat e-mail, Anda
dapat menghubungi orang-orang tidak hanya pada layanan on-line Anda, tetapi orang-
orang di seluruh dunia.
2. Berlangganan ke Mailing Lists
Mailing list merupakan mekanisme diskusi public lewat alamat e-mail sentral yang
mengirim mail (surat/pesan) yang datang balik ke setiap orang pada daftar.
3. Berlangganan majalah elektronis.
Di internet terdapat pula majalah dan jurnal elektronis, seperti media cetak, bebagai
topic dapat Anda tamui, tingkat formalitas dan jadwal penerbitannya juga bervariasi.
4. Newsgroups.
Newsgroup merupakan forum public untuk diskusi berbagai jenis topic. Sumber
newsgroup paling besar adalah jaringan yang disebut USENET.
5. Mengambil file.
Salah satu manfaat internet adalah Anda dapat mengambil file-file yang disimpan
computer yang jauh letaknya dengan menggunakan ftp-mail (file transfer protocol via
e-mail)
File transfer protocol (ftp) adalah fasilitas yang memungkinkan kita mengirim dan
menerima file dari dan ke server di seluruh dunia yang terhubung dengan internet.
6. Mencari file dan sumberdaya.
Archie merupakan software tool untuk mencari database dari file yang dapat diskses
public yang tersedia lewat fasilitas ftp.

Bagaimana Cara E-Mail Bekerja ?


E-mail bekerja seperti pengiriman surat biasa. Surat yang dilengkapi dengan alamat e-
mail secara elektronis dikirim ke computer dengan alamat e-mail yang dituju, dan
dapat juga menuju ke computer lain dengan alamat yang berbeda.

Apa Manfaat Internet Bagi Remaja ?


Internet merupakan sarana komunikasi yang sangat diperlukan. Apalagi oleh para
remaja yang sangat memerlukan informasi yang diperlukan untuk menambah
pengetahuan dan wawasan tentang sesuatu hal yang berkaitan dengan diri remaja.
Misalnya informasi tentang mode, pengetahuan umum, dan sebagainya. Namun di
dalam internet juga terdapat ha-hal yang dapat merusak diri dan pikiran remaja, yang
tidak seharusnya diperlihatkan kepada remaja.
Adapun beberapa manfaat yang dapat diambil dari penggunaan internet bagi remaja
antara lain :
1. Bertambah luasnya pengetahuan dan wawasan remaja tentang hal-hal- yang
memang seharusnya mereka ketahui sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan
kagiatan apapun.
2. Dapat menambah teman dan mempererat silaturahmi antar sesama.
3. Dapat saling bertukar pikiran atau berdiskusi dengan orang-orang yang ada di
berbagai penjuru di dunia.
4. Mengenal berbagai technology dari berbagai bidang kehidupan, yang telah dan
akan beredar dalam kehidupan masyarakat.
5. Dapat merasakan kemajuan yang ada di dunia dengan saling berhubungan dengan
orang-orang dari berbagai Negara di dunia.
6. Mempercepat remaja dalam menerima informasi yang dapat memajukan
pembangunan nasional bangsanya.
7. Mengetahui kekurangan dan kelebihan masing-masing individu melalui informasi
yang ada dalam internet.
8. Dan sebagainya.

B. MENGGUNAKAN E-MAIL SEBAGAI JENDELA INTERNET


Sebagian besar layanan internet memungkinkan Anda menggunakan e-mail untuk
memformulasikan satu set perintah, kemudian Anda mengirimkannya ke computer
diseberang yang terkoneksi ke internet. Computer tersebut mengambil surat Anda,
melaksanakan perintah-perintah Anda, dan mengembalikan hasilnya ke Anda. Inilah
yang disebut memiliki jendela internet.
Ada beberapa keuntungan menggunakan koneksi langsung dalam mengakses internet,
antara lain :
1. Dapat berpartisipasi pada diskusi, melakukan riset, dan mengambil file dari internet
tanpa melanggan ke layanan on-line lain.
2. Dapat menghemat biaya.
3. Mudah digunakan dan dipahami.
4. Memungkinkan pekerjaan terus diproses walaupun Anda sedang tidak terkoneksi.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam dunia remaja, informasi sangat diperlukan untuk pertimbangan dalam
melakukan semua kegiatan. Salah satu sarana informasi dan komunikasi yang banyak
digunakan oleh kalangan remaja adalah internet, yang merupakan fasilitas elektronik
yang sangat bermanfaat.
Bagi remaja yang sudah kerap kali berhadapan dengan computer, khususnya internet,
memang menganggap penggunaanya sangat mudah. Namun bagi para remaja yang
awam, penggunaan internet merupakan hal yang asing. Oleh karena itu, mereka harus
mengetahui berbagai fasilitas yang diberikan internet.
Dengan mengetahui kegunaan yang ada setelah menggunakan internet, maka mereka
akan dengan mudah mendapatkan informasi dari dalam dan luar negeri, bahkan di
seluruh penjuru di dunia.

B. SARAN
Untuk para pengguna yang masih belum mengetahui cara, fasilitas, dan manfaat dari
penggunaan internet, harus mencari informasinya dari berbagai sumber. Salah satunya
yaitu sumber bacaan yang juga sangat berguna untuk pengetahuan.
Di dalam internet banyak terdapat informasi yang tidak seharusnya diketahui oleh
remaja, bahkan dapat merusak hidup mereka. Oleh karena itu, sebaiknya informasi
yang seperti itu tidak diikuti, dan ambillah segi positif dari penggunaan internet yang
sebenarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Nogroho, Yanuar. 1998. Memilih Dan Menggunakan Komputer. Jakarta: Puspaswara.


Ryer, Jeanne C. 1996. Buku Saku Kesegaran Dan Kesehatan Dalam Internet. Jakarta:
Gramedia.
Shirky, Clay. 1995. Teknologi Komputer. Jakarta. Gramedia.

KARYA TULIS KOMPUTER


REMAJA DAN INTERNET
IM PENULIS :
1) DWI NUR IHSAN
2) DILLA MARSELLA
3) ERWIN SETIAWAN
4) FEBI INGGA SARI
5) FITRIANDI

KELAS : 2C
SMU NEGERI 3 PONTIANAK
JL. WR SUPRATMAN NO.1
Memperingati Hari Kemerdekaan RI Ke-65
Merdeka, Merdeka, Merdeka!
administrator


• 1
• 2
• 3
• 4
• 5

( 7 Votes )
User Rating: /7
Rate
Poor Best
Share

Sambil mengacungkan kepalan tangan ke atas, teriakan “merdeka” berkumandang di segenap penjuru
Indonesia. Kalau Jenderal Douglas MacArthur menggelorakan menang perangnya dengan tekad: “in war
there is no substitute for victory”. Rakyat Indonesia di bawah naungan Bung Karno, Bung Hatta, Bung
Sjahrir, Bung Tomo, Jenderal Soedirman dan para pemimpin freedom fighters lainnya semangat rakyat tidak
kalah menggelora: “Merdeka atau mati!”.

Kebersamaan

Pada Sidang BPUPKI 15 Juli 1945, Soekarno-Hatta sama-sama menyatakan bahwa Negara Indonesia didirikan
berdasar “rasa bersama”. Dari situlah paham bernegara berdasarkan “kebersamaan dan asas kekeluargaan”
digariskan dalam Konstitusi.

Hatta, pada edisi pertama majalah perjuangan Daulat Ra’jat (20 September 1931) menyatakan:
“…Bagi kita, ra’jat itoe jang oetama, ra’jat oemoem jang mempoenjai kedaoelatan, ...ra’jat itoelah jang
mendjadi oekoeran tinggi rendah deradjat kita. Dengan ra’jat itoe kita akan naik dan dengan ra’jat kita
akan toeroen… Pengandjoer-pengandjoer dan golongan kaoem terpeladjar baroe ada berarti, kalaoe
dibelakangnja ada ra’jat jang sadar dan insjaf akan kedaoelatan dirinja…”

Artinya Hatta memposisikan rakyat sebagai “sentral-substansial” (primus), “tahta adalah milik rakyat”. Dari
paham kebersamaan dan asas kekeluargaan ini lahirlah konsepsi Hatta tentang “demokrasi ekonomi” dengan
makna utama “kemakmuran masyarakat lebih utama dari kemakmuran orang-seorang”. Namun tokoh
ekonomi di Jakarta (1992) sempat mencemooh istilah “demokrasi ekonomi” yang dikatakannya sebagai
istilah yang hanya ada di UUD 1945 saja, di literatur Barat tidak ditemukan dan tidak dikenal. Inilah
kegenitan ilmiah akademis kaum ekonom liberal kita. Di Barat pun dikenal, bahkan pada awal millennium
ini J.W. Smith meluncurkan buku monumentalnya dengan judul Economic Democracy: the Political Struggle
of the Twenty-First Century (2000), yang substansinya selaras benar demokrasi ekonomi kita. Istilah dan arti
“demokrasi ekonomi” tersurat dalam Penjelasan UUD 1945 (asli).

Penjelasan UUD 1945 ini kemudian dihilangkan melalui Amandemen UUD 1945. Namun Penjelasan untuk
Pasal 33 UUD 1945 (Demokrasi Ekonomi) sebagai referensi historik dan interpretasi otentik, tetap berlaku.
Para founding fathers menempatkan paham kolonial liberalistik yang “berasas” perorangan” (individualism)
pada posisi temporer, dan menggantinya dengan “paham kebersamaan” (mutualism) dan asas kekeluargaan
(brotherhood) yang diberi posisi permanen melalui Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 asli. Artinya,
pembangunan haruslah demi kemakmuran rakyat, untuk mencapai societal welfare and happiness, di dalam
melaksanakan pembangunan tidak boleh terjadi proses dehumanisasi kapitalistik terhadap rakyat.

Pembicaraan mengenai liberalism-individualisme versus kebersamaan dan asas kekeluargaan mungkin tidak
lagi menarik bagi kalangan ekonom yang tercemar neoliberalisme kita saat ini, namun telah muncul gerakan
baru untuk kembali ke ekonomi konstitusi (yang bernaung dalam Pancasila, UUD 1945) sebagai protes
akademis patriotik terhadap penyelenggaraan ekonomi Negara yang sangat neoliberalistik. Neoliberalisme
adalah pengganasan (augmentation) liberalisme oleh globalisasi predatorik.

UUD 1945 yang mendudukkan posisi rakyat sebagai “sentral-substansial” ini hendaknya tidak direduksi
menjadi “marginal-residual”, sehingga “daulat rakyat” tersisih oleh “daulat pasar” (baca: daulat kapital),
tetap berorientasi kepentingan rakyat (people-centered) tidak memposisikan kapital sebagai yang primus.
Kita menyaksikan bahwa ekonomi pasar telah gagal mengurangi kemiskinan rakyat dan gagal mengakhiri
pengangguran berkelanjutan. Berkat daulat pasar, pembangunan makin terlihat menggusur orang miskin dan
tidak menggusur kemiskinan. Pembangunan makin nampak merupakan sekadar pembangunan di Indonesia,
bukan pembangunan Indonesia, jauh dari cita-cita menjadi Tuan di Negeri Sendiri, bisa-bisa rakyat hanya
menjadi penonton dan kembali menjadi kuli di negeri sendiri.

Presiden SBY pun dalam Pidato Kenegaraan 14 Agustus 2009 di DPR telah menegaskan: “kita tidak boleh
terjerat, menyerah dan tersandera oleh kapitalisme global yang fundamental”. Di depan DPD 19 Agustus
2009 Presiden SBY menyatakan pula: “trickle-down effect (yang kapitalistik) telah gagal menciptakan
kemakmuran untuk semua”. Ini berarti Presiden memberi harapan datangnya masa besar atau “der grosse
Moment” sebagaimana saya tulis di harian ini (SP, 31/8/2009).

“Back-to-Basics”

Para founding fathers kita sejak pra-kemerdekaan telah menegaskan penolakannya terhadap liberalisme dan
individualisme yang menjadi ruh kapitalisme. Selanjutnya kapitalisme berkembang menjadi imperialisme.
Sejak awal pengajaran ilmu ekonomi mahasiswa kita hanya terekspos oleh ekonomi persaingan (competitive
economics), yang menjadi dasar dari liberalisme ekonomi dan kapitalisme sesuai buku-buku induk yang
merambah kampus-kampus kita. Ini adalah proses hegemoni akademis terhadap kita. Ekonomi kerjasama
(cooperative economics) tidak dikenal dalam buku-buku induk ilmu ekonomi yang diajarkan di kampus-
kampus kita. Akibatnya mindset mahasiswa kita terkapsul oleh ekonomi persaingan, diasingkan dari ekonomi
kerjasama dan kebersamaan. Hal ini memudahkan para lulusan menerima liberalisme dan kapitalisme,
mewajarkan free-fight dan saling berebut yang menjauhkan kerukunan dalam berekonomi.

Mari kita perhatikan secarik catatan perjuangan dua pemuda patriotik Indonesia dalam menentang
penjajahan:
Soekarno “menggugat” di Pengadilan Bandung (1930), pleidooi-nya berjudul “Indonesi¸ Klaagt-Aan”
(“Indonesia Menggugat”), menegaskan: “…imperialisme berbuahkan ‘negeri-negeri mandat’, ‘daerah
pengaruh’… yang di dalam sifatnya ‘menaklukkan’ negeri orang lain, membuahkan negeri jajahan… syarat
yang amat penting untuk pembaikan kembali semua susunan pergaulan hidup Indonesia itu ialah
Kemerdekaan Nasional…”.
Dua tahun sebelumnya Hatta menuding Pengadilan Den Haag (1928), dalam pleidooi-nya berjudul “Indonesi¸
Vrij” (“Indonesia Merdeka”), Hatta menegaskan: “…lebih baik Indonesia tenggelam ke dasar lautan daripada
menjadi embel-embel bangsa lain…”.

Saya ikut membenarkan kesimpulam “Saresehan Ekonomi” di Kompas baru-baru ini bahwa “ruh
pembangunan untuk rakyat telah hilang”. Bahkan ditegaskan Michael Hudson (2003) imperialisme
berkembang menjadi superimperialisme seperti sekarang dengan segala model hegemoni ekonomi serba
canggih. Jangan sampai kita “kepatèn obor”.

Saya mengharap der grosse Moment (masa besar) sebagaimana dicemaskan oleh filsuf Jerman Friedrich von
Schiller, tidak menemui ein kleines Geschlecht (manusia kerdil), tetapi dapat menemukan einen grossen
Helden (pahlawan besar).

Dengan artikel ini penulis mengharap Presiden SBY berkenan memegang kendali, back-to-basics dalam
melanjutkan reformasi ekonomi nasional.

Oleh: Sri-Edi Swasono, guru besar Fakultas Ekonomi UI

Sumber: http://www.suarapembaruan.com/index.php?modul=news&detail=true&id=23142
MENJAGA SEKOLAH AGAR TETAP UNGGUL
(Belajar dari Musibah Kebakaran di Labschool dan Film Laskar Pelangi)
A. Pendahuluan
Tulisan ini diilhami dari hasil perenungan yang mendalam. Juga mengambil
hikmah dari terjadinya musibah kebakaran di Labschool Jakarta, Rabu 30 Juli 2008. Si
jago merah itu telah melumat habis beberapa fasilitas Labschool yang bernilai sekitar 12
milyar lebih. Hanya dalam hitungan menit fasilitas yang megah itu hilang ditelan bumi.
Padahal, baru sehari sebelumnya kami bangga karena akan terpilih menjadi sekolah sehat
di DKI Jakarta. Melalui Lomba Sekolah Sehat (LSS) kami berharap mendapatkan juara
pertama dan mengungguli sekolah favorit lainnya. Dengan keragaman fasilitas lengkap
yang dimiliki, kami yakin akan menjadi sang juara.
Tulisan ini juga diilhami oleh film Laskar Pelangi yang begitu menyulut hati dan
perasaan penulis bahwa sekolah dengan fasilitas apa adanya mampu bersaing dan
melahirkan peserta didik yang sangat luar biasa. Suatu kisah nyata dari sebuah sekolah
yang mampu memberikan pemahaman kepada siswa tentang keanekaragaman budaya
Indonesia, dan juga dunia International. Menjaga sekolah agar tetap unggul di masyarakat
walaupun ketiadaan fasilitas dan keterbatasan dana. Bahkan, saking larut dan
terpesonanya dengan film ini penulis sampai 3 kali menonton film Laskar Pelangi di
bioskop yang berbeda dengan sebuah perenungan mengambil hikmah dari pemutaran film
itu dan menghubungkannya dengan musibah kebakaran di Labschool Jakarta.
Musibah kebakaran di sekolah membuat kami menjadi lebih bijaksana dan lebih
bersemangat dalam mengajar walaupun dengan fasilitas apa adanya. Kalau dulu
menggunakan media pembelajaran dengan teknologi canggih, sekarang kita
menggunakan media pembelajaran dengan teknologi yang sangat sederhana.
B. Permasalahan
Harapan terkadang berbeda dengan kenyataan. Kebakaran di Labschool telah
membuat suasana sekolah berubah. Berubah menjadi kecemasan, apakah setelah beberapa
fasilitas terbakar kami mampu menjaga sekolah Labschool agar
1
tetap unggul? Apakah fasilitas yang lengkap merupakan segalanya untuk
mencapai keunggulan di masyarakat?. Lalu bagaimanakah kita dapat berpikir global dan
bertindak lokal dengan fasilitas sekolah apa adanya?. Benarkah keunggulan fasilitas yang
lengkap merupakan syarat mutlak agar sekolah kita tetap unggul? Apa sajakah yang harus
dperhatikan untuk menjaga sekolah agar tetap unggul? Bisakah kita belajar dari
Labschool dan Laskar Pelangi?
C. Cerita tentang Labchool dan Laskar Pelangi.
Penulis mencoba menerawang ke masa lampau. Masa di mana pada saat itu
sekolah Labschool lahir di tahun 1968, persis 40 tahun yang lalu. Tentu para pendiri
sekolah ini berpengharapan agar kelak sekolah yang mereka dirikan menjadi sebuah
sekolah yang bermutu dan diperhitungkan keberadaannya pada masa yang akan datang.
Sekolah Labschool yang berlokasi di Jalan Pemuda Komplek Universitas Negeri
Jakarta (UNJ) Rawamangun Jakarta Timur ini memiliki perjalanan sejarah yang
cukup panjang. Nama Labschool yang melekat pada TK, SD, SMP, dan SMA yang
bernaung di bawah Yayasan Pembina Universitas Negeri Jakarta (dulu IKIP Jakarta)
mengandung makna sejarah yang unik sehingga menjadi favorit dan unggul di
masyarakat. (Sejarah Labschool dapat dilihat di internet dengan url
http://id.wikipedia.org/wiki/labschool).
Kini memasuki usianya yang ke-40, Labschool diharapkan tetap menjadi sekolah
unggul. Unggul dalam berbagai bidang. Bidang akademis maupun non akademis yang
tercerminkan dari berjalannya berbagai program intrakurikuler dan ekstrakurikuler.
Mampu bersaing di dunia global yang terus berkembang dan tak kenal berhenti.
Mempertahankan budaya lokal dan mengembangkannya menjadi sebuah kultur yang unik
(school culture) sehingga menarik orang luar untuk belajar dan melakukan studi banding.
Melalui motto matang dalam berpikir dan bijak dalam bertindak diharapkan
sekolah Labschool seperti seorang manusia yang semakin dewasa. Tidak menua, melupa,
dan melemah kemudian dilupakan orang. Tetapi justru harus semakin hebat, kuat, dan
menarik. Sehingga keberadaannya memiliki keunggulan yang tetap terjaga. Semua itu
terjadi bila berbagai komponen yang berada di dalamnya menyatu dalam sebuah
kebersamaan. Saling asah, saling
2
asih, dan saling asuh. Mampu memadukan tata rasa, tata pikir dan tata tindakan
menjadi sebuah tata krama yang mencerminkan keteladanan. Adanya keteladanan dari
semua komunitas atau stake holder yang ada di dalam sekolah merupakan salah satu
syarat dari sekolah unggul. Karena itu tidaklah berlebihan apabila sekolah Labschool
mempunyai motto Iman, Ilmu, dan Amal.
Di tengah-tengah sibuknya kami mempersiapkan Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (RSBI), datanglah musibah kebakaran yang melumat habis beberapa
fasilitas. Mulai dari fasilitas ruang internet, ruang perpustakaan digital, 6 buah ruang
kelas lengkap dengan komputer multimedia, dan lab IPA yang lengkap dengan fasilitas
audio dan videonya, dan juga ruangan guru yang berisi dokumen-dokumen penting
pembelajaran yang sudah siap dilaporkan kepada pengawas untuk akreditasi sekolah.
Belum lagi ruangan teater kecil tempat kami berekspresi di bidang seni dan kegiatan
lainnya juga ikut hangus terbakar api. Semua ruangan itu kini hilang di telan bumi. Tak
berbekas dilumat habis oleh ganasnya si jago merah. Kejadian itu begitu cepat sekali
terjadinya, sehingga kami tak sanggup mengantisipasinya. Tetapi untunglah Tuhan Maha
Kuasa, kebakaran itu terjadi di saat libur sekolah (maulid nabi) sehingga tidak menelan
korban jiwa.
Dalam film Laskar Pelangi yang diangkat dari novel Best Seller Laskar Pelangi
dikisahkan tentang sekolah SD Muhammadiyah Gantong di Pulau Belitong tempat sang
penulis novel Andrea Hirata bersekolah pada waktu itu. Dengan seorang kepala sekolah
yang sudah tua dan berwajah sabar, yang bernama Pak Harfan. Sekolah itu juga memiliki
guru yang bernama Pak Bakri yang jarang tersenyum, dan guru muda cantik bernama Ibu
Muslimah. Sekolah yang mau roboh dan hampir saja ditutup karena kurangnya murid.
Namun, siapa yang akan mengira kalau sekolah miskin itu telah berhasil mendidik anak
didiknya menjadi anak didik yang berbeda dengan sekolah lainnya, dimana sekolah itu
lebih mengedepankan akhlaqul karimah daripada nilai-nilai pelajaran yang harus
dikuasai siswa. Sekolah itu telah mampu mengajarkan bagaimana berpikir global dan
bertindak lokal (Think Global Act Local) dengan cara-cara tradisional yang memikat
hati dan merambat pelan ke dunia internasional dalam memberikan pengajaran yang
berkualitas. Hal ini dapat dibuktikan dari alumni sekolah itu yang berhasil sekolah dan
mendapatkan gelar di luar negeri. Di mana pun kita berada,
3
baik di kutub utara maupun di kutub selatan, atau belahan dunia barat dan timur
akhlaqul karimah harus tetap ditegakkan karena mengajarkan cinta kepada sesama.
Kekuatan cinta adalah salah satu kunci keberhasilan dalam dunia pendidikan kita. ”Tidak
pernah ada yang bisa mengalahkan kekuatan cinta yang murni dan tulus. Cinta yang
mendalam menebarkan energi positif yang tidak hanya mengubah hidup seseorang, tetapi
juga menerangi hidup orang banyak.” (Kompas dalam cover novel Andrea Hirata ”Laskar
Pelangi”).
Lihatlah para tokoh di film ini (Pak Harfan, Ibu Muslimah, Lintang si genius,
Mahar sang seniman, Ikal sang penulis, dan lain-lain yang bisa dibaca di url
http://wijayalabs.blogspot.com ). Kesederhanaan, kemiskinan, dan ketiadaan fasilitas
justru mampu memompa semangat mereka untuk memenangkan karnaval HUT RI dan
Lomba Cerdas Cermat. Begitu banyak hal menakjubkan yang terjadi dalam masa kecil
para anggota Laskar Pelangi. Sebelas orang anak melayu Belitong yang luar biasa ini tak
menyerah walau keadaan tak bersimpati pada mereka. Tengoklah Lintang, seorang kuli
kopra cilik yang genius dan dengan senang hati bersepeda 80 kilometer pulang pergi
untuk memuaskan dahaganya akan ilmu. Atau Mahar, seorang pesuruh tukang parut
kelapa sekaligus seniman dadakan yang imajinatif, tak logis, dan kreatif yang mampu
mengangkat citra sekolahnya dalam karnaval 17 Agustus dengan tarian budaya nasional
tanpa dana.
Inilah film yang sangat mengharukan tentang dunia pendidikan dengan tokoh-
tokoh manusia sederhana, jujur, tulus, gigih, penuh dedikasi, ulet, sabar, tawakal, takwa
dan mengajar dengan hati yang diperlihatkan kepada penonton film ini secara indah dan
cerdas lewat arahan sutradara Riri Riza yang begitu piawai mengemas film ini. Sebuah
film untuk semua umur yang sangat menggugah. Siapa pun yang menontonnya akan
termotivasi dan merasa berdosa jika tidak mensyukuri hidup. Inilah realita pendidikan
Indonesia di tengah berbagai berita dan hiburan televisi tentang sekolah yang tak cukup
memberi inspirasi dan spirit. Karena itu, harus ada keinginan dan kerja keras dari para
guru sebagai agen pembelajaran untuk menjaga sekolahnya agar tetap unggul dan favorit
di masyarakat meskipun tak memiliki dana dan fasilitas cukup. Memandang sebuah
kemiskinan dengan cara lain bukan menangisinya. Kita harus belajar dari dua orang guru
dalam Laskar Pelangi (Pak Harfan dan Ibu Muslimah)
4
yang memiliki dedikasi tinggi luar biasa dalam dunia pendidikan dan mampu
mengembangkan potensi unggul yang ada dalam diri setiap anak menjadi prestasi
cemerlang pada masa depan. Mereka mampu memberikan keteladanan dan memberikan
kesempatan kepada anak didiknya untuk unggul sesuai bakat dan minatnya. Inilah guru
yang mengerti akan makna pendidikan yang sesungguhnya.
D. Menjaga Sekolah Agar Tetap Unggul
Dari uraian cerita tentang Labschool dan Laskar Pelangi di atas, ada suatu hikmah
atau pelajaran yang dapat ditarik benang merahnya untuk kita pelajari. Pelajaran itu
adalah bagaimanakah menjaga sekolah kita agar tetap unggul dan favorit di masyarakat?
Berikut ini beberapa kekuatan yang patut kita perhatikan dalam menjaga sekolah agar
tetap unggul dan mampu bersaing di dunia global tanpa kehilangan budaya lokal.
Beberapa kekuatan itu adalah sebagai berikut :
1. Memiliki guru (tenaga pendidik) yang mempunyai kompetensi, dedikasi dan
komitmen yang tinggi terhadap kemajuan dunia pendidikan.
Peran guru sangat menentukan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di
sekolah. Untuk itu, guru sebagai agen pembelajaran dituntut untuk mampu
menyelenggarakan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya. Mulai dari
merencanakan, melaksanakan, dan menilai hasil proses pembelajaran.
Guru mempunyai fungsi dan peran yang sangat strategis dalam pembangunan di
bidang pendidikan, dan oleh karena itu perlu dikembangkan sebagai profesi yang
bermartabat. Pasal 4 UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen menegaskan bahwa,
guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan
nasional. Untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, guru wajib untuk memiliki
syarat tertentu, salah satu diantaranya adalah kompetensi.
Kompetensi diartikan oleh Cowell (Depdikbud, 1988) sebagai suatu
keterampilan/kemahiran yang bersifat aktif. Kompetensi merupakan satu kesatuan utuh
yang menggambarkan potensi, pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dinilai; yang
terkait dengan profesi guru. Kompetensi inilah yang menjadi syarat dalam kelulusan
sertifikasi guru yang terangkum dalam Portofolio.

5
Portofolio adalah bukti dokumen yang menggambarkan pengalaman berkarya
yang dicapai dalam menjalankan tugas profesi sebagai guru dalam interval waktu tertentu.
Dokumen ini terkait dengan unsur pengalaman, karya, dan prestasi selama guru yang
bersangkutan menjalankan peran sebagai agen pembelajaran (kompetensi kepribadian,
pedagogik, profesional, dan sosial). Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan memiliki
komponen portofolio yang meliputi: (1) kualifikasi akademik, (2) pendidikan dan
pelatihan, (3) pengalaman mengajar, (4) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, (5)
penilaian dari atasan dan pengawas, (6) prestasi akademik, (7) karya pengembangan
profesi, (8) keikutsertaan dalam forum ilmiah, (9) pengalaman organisasi di bidang
kependidikan dan sosial, dan (10) penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Namun demikian, memiliki kompetensi saja tidak cukup bagi seorang guru. Harus
ada komitmen dan dedikasi yang tinggi dalam menjaga sekolah agar tetap unggul.
Komitmen dan dedikasi itu terlihat dari perilaku guru yang senantiasa meningkatkan
kemampuannya untuk terus belajar sepanjang hayat. Konsisten dan tak pernah berhenti
untuk belajar dalam rangka mengembangkan potensinya menjadi guru ideal dan
profesional.
Guru ideal adalah dambaan peserta didik. Guru ideal adalah sosok guru yang
mampu untuk menjadi panutan dan selalu memberikan keteladanan. Ilmunya seperti mata
air yang tak pernah habis. Semakin diambil semakin jernih airnya. Mengalir bening dan
menghilangkan rasa dahaga bagi siapa saja yang meminum-nya. Dia laksana obat
penawar yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit.
Guru ideal adalah guru yang mengusai ilmunya dengan baik. Mampu menjelaskan
dengan benar apa yang diajarkannya. Disukai oleh peserta didiknya karena cara
mengajarnya yang enak didengar dan mudah dipahami. Ilmunya mengalir deras dan terus
bersemi di hati para anak didiknya. Sehingga menimbulkan minat siswa untuk terus
belajar dan menggali ”IPTEK”.
Guru ideal dan profesional yang diperlukan Indonesia saat ini adalah: pertama,
guru yang memahami benar akan profesinya. Profesi guru adalah profesi yang mulia.
Dia adalah sosok yang selalu memberi dengan tulus dan tak mengharapkan imbalan
apapun, kecuali ridho dari Tuhan pemilik bumi. Falsafah

6
hidupnya adalah tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah. Hanya
memberi tak harap kembali. Hidupnya hanya untuk memberi sebanyak-banyaknya bukan
menerima sebanyak-banyaknya. Dia selalu memiliki semangat baru yang tak ternilai
untuk mengajar siswa meskipun dia dirundung kesusahan. Dia mendidik dengan hatinya.
Dia tidak sekedar memberikan instruksi atau komando melainkan mampu
mengembangkan potensi unggul yang dimiliki siswa. Kehadirannya dirindukan oleh
peserta didiknya. Wajahnya selalu ceria, senang, dan selalu menerapkan 5S dalam
kesehariannya (Salam, Sapa, Senyum, Syukur, dan Sabar).
Kedua, Guru yang ideal adalah guru yang memiliki sifat kemulian yaitu, Sidiq,
Tabliq, Amanah, dan Fathonah (STAF). Guru yang memiliki sifat STAF adalah guru
yang mampu memberikan keteladanan dalam hidupnya karena memiliki akhlak yang
mulia. Selalu berkata benar, jujur, mengajarkan kebaikan, dapat dipercaya, dan memiliki
kecerdasan yang luar biasa. Memiliki iman yang kuat, menguasai ilmunya, dan
mengamalkan ilmu yang dimilikinya kepada orang lain. Sifat STAF harus dimiliki oleh
seorang guru dalam mengajar anak didiknya.

Ketiga, Guru yang ideal adalah guru yang memiliki 5 kecerdasan. Kecerdasan yang
dimiliki terpancar jelas dari karakter dan prilakunya sehari-hari. Baik ketika mengajar,
ataupun dalam hidup ditengah-tengah masyarakat. Kelima kecerdasan itu adalah:
kecerdasan intelektual, moral, sosial, emosional, dan motorik. Kecerdasan intelektual
harus diimbangi dengan kecerdasan moral, Mengapa? Bila kecerdasan intelektual tidak
diimbangi dengan kecerdasan moral akan menghasilkan peserta didik yang hanya
mementingkan keberhasilan ketimbang proses, segala cara dianggap halal, yang penting
target tercapai semaksimal mungkin. Inilah yang terjadi pada masyarakat kita saat ini
sehingga kasus korupsi merajalela di kalangan orang terdidik. Karena itu kecerdasan
moral akan mengawal kecerdasan intelektual sehingga akan mampu berlaku jujur dalam
situasi apapun. Kejujuran adalah kunci keberhasilan dan kesuksesan.
Selain kecerdasan intelektual dan moral, kecerdasan sosial juga harus dimiliki
oleh guru ideal agar tidak egois, dan selalu memperdulikan orang lain yang membutuhkan
pertolongannya. Dia pun harus mampu bekerjasama dengan karakter orang lain yang
berbeda. Kecerdasan emosional harus ditumbuhkan agar
7
guru tidak mudah marah, tersinggung, dan melecehkan orang lain. Sedangkan
kecerdasan motorik diperlukan agar guru mampu melakukan mobilitas tinggi sehingga
mampu bersaing dalam memperoleh hasil yang maksimal. Kecerdasan motorik harus
senantiasa dilatih agar guru dapat menjadi kreatif dan berprestasi.
Karena itu sudah sewajarnya bila kita sebagai guru berlomba-lomba untuk menjadi sosok
guru yang ideal. Ideal di mata peserta didik, ideal di mata masyarakat, dan ideal di mata
Tuhan yang Maha Pemberi. Bila semakin banyak guru ideal yang tersebar di sekolah-
sekolah kita, maka sudah dapat dipastikan akan banyak pula sekolah-sekolah berkualitas
yang mampu membentuk karakter siswa memiliki akhlak mulia (akhlaqul karimah).
Menjadi guru ideal dan profesional adalah harapan dari semua pendidik. Tak
dapat dipungkiri, sebagai garda terdepan dalam membangun sekolah unggul guru
mempunyai peran yang sangat tinggi. Dari guru yang memiliki kompetensi, dedikasi dan
komitmenlah sekolah unggul dapat terjaga. Baik mutu maupun kualitasnya. Guru ideal itu
telah diperankan dengan baik oleh Pak Harfan dan Ibu Muslimah dalam film Laskar
Pelangi yang membumi itu.
Mereka mampu mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Fasilitas yang
kurang memadai dan ketiadaan media pembelajaran sebagai alat bantu pembelajaran
bukanlah penghalang mereka untuk mewujudkan mutu pendidikan yang berkualitas.
Pembelajaran tidak hanya dilakukan di dalam kelas, tetapi juga di luar kelas. Mereka
kreatif membuat media pembelajarannya sendiri dengan dana yang terbatas. Mampu
menyusun bahan ajar berbasis kompetensi meski dengan peralatan teknologi yang sangat
sederhana. Mereka mampu menterjemahkan empat pilar pendidikan dari UNESCO, yaitu
Learning to know (belajar untuk mengetahui), learning to do (belajar untuk melakukan
sesuatu), learning to live together (belajar untuk menjalani kehidupan bersama), dan
learning to be (belajar untuk menjadi sesuatu/seseorang). Empat pilar pendidikan tersebut
di pandang sebagai pendekatan belajar yang harus diterapkan untuk menyiapkan anak
didik agar mampu bersaing dalam pertarungan dunia global saat ini yang memasuki abad
ke-21 dengan komunikasi bebas tanpa batas. Oleh karena itu guru harus mampu
menguasai teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang begitu cepat dan pesat
perkembangannya di abad ini.
8
2. Memiliki siswa yang mempunyai prestasi yang membanggakan sekolah.
Siswa berprestasi dilahirkan dari penanganan guru yang profesional. Siswa
berprestasi lahir dari proses belajar mengajar yang kreatif dan efektif. Sekolah unggul
harus semakin banyak mencetak siswa berprestasi dari berbagai bidang keilmuan yang
sesuai dengan visi dan misi sekolah yang telah ditetapkan bersama. Mampu menerapkan
model-model pembelajaran yang sesuai dengan visi dan misi sekolahnya kearah proses
pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Adapun contoh visi dan
misi sekolah dapat dibaca dan dilihat di url: http://www.labschool-unj.sch.id/info.php?
info=visi.
Sekolah harus terus menciptakan siswa berprestasi yang dapat membawa nama
baik sekolah ditingkat nasional maupun internasional. Karena itu adanya sebuah
pembinaan jelas menjadi sebuah keharusan. Sekolah unggul harus dapat
mengembangkan otak kiri dan kanan siswa yang tercerminkan dari berjalannya kegiatan
ekstrakurikuler dan intrakurikuler. Mampu menerapkan empat pilar pendidikan dalam
proses pembelajarannya sehingga memungkinkan siswa atau peserta didik dapat
menguasai cara memperoleh pengetahuan, berkesempatan memperoleh pengetahuan,
berkesempatan menerapkan pengetahuan yang dipelajarinya, berkesempatan untuk
berinteraksi secara aktif dengan sesama peserta didik sehingga dapat menemukan dirinya
sendiri untuk mencapai prestasi gemilang. Proses itu harus terjadi dalam proses
pembelajaran yang ada di sekolah.
Sekolah juga harus unggul dalam berbagai event olympiade. Baik bidang
keolahragaan, kesenian, sains, IPA, IPS, matematika, TIK ataupun yang lainnya. Hal ini
akan dapat dibuktikan dengan adanya berbagai prestasi siswa dan berbagai piala
kejuaraan yang diraih oleh siswa dan dipajang di sekolah.
Semakin banyak piala dari kejuaraan yang diperoleh, akan semakin mengibarkan
nama sekolah itu ke seluruh penjuru dunia. Sehingga sekolah itu benar-benar sekolah
yang unggul dan sangat memperhatikan siswa yang berprestasi di berbagai bidang untuk
terus mengembangkan dan mempertahankan-nya dengan memberikan penghargaan
berupa beasiswa atau penghargaan lainnya.
Siswa berprestasi akan terlihat apabila mereka diberikan kesempatan untuk
berkompetisi dengan sekolah lainnya melalui berbagai event kejuaran, baik nasional
maupun internasional. Karena itu, sudah sewajarnya apabila setiap

9
sekolah mempersiapkan anak didiknya untuk mampu bersaing dan berkompetisi
sesuai dengan minat dan bakat siswa di sekolahnya masing-masing.
Dalam film Laskar Pelangi digambarkan secara sederhana bagaimana sekolah itu
mampu untuk mengembangkan kreativitas siswa dan mencapai prestasi yang gemilang. Si
Mahar sang seniman alam itu mampu membuat sebuah kreativitas seni yang indah,
dimana dia mampu untuk membuat sebuah kreasi seni budaya bangsa yang berupa tarian
suku Asmat begitu hidup dan menarik perhatian bagi yang menontonnya. Lewat ide gila
si Mahar, sekolah yang apa adanya dan tak memiliki dana mampu bersaing dengan
sekolah-sekolah unggulan papan atas yang memiliki banyak dana. Bandingkan dengan
SD PN Timah dengan fasilitas Marching Band yang mewah itu dan seragam barunya
yang mahal. Mereka mampu dikalahkan oleh sebuah kesederhanaan alat musik tradisional
dan pakaian adat yang dibuat dari daun yang didapat dari alam dan kalung antik dari buah
yang mudah didapatkan walaupun gatalnya masih terasa dalam seminggu.
Bapak presiden RI, Susilo Bambang Yudoyono (SBY) berpesan, agar sekolah-
sekolah unggul lebih memperhatikan para siswa berprestasi yang telah berhasil dalam
berbagai ajang kejuaraan. Bahkan tersedia beasiswa bagi siswa yang berprestasi sampai
dengan jenjang S3. Pesan presiden SBY ini dapat dibaca di
http://www.detiknews.com/read/2008/08/05/212856/983509/10/sby-siswa-berprestasi-
harus-bisa!.

3. Mengembangkan sumber belajar yang tidak hanya berpusat pada guru.


Film Laskar Pelangi mengajarkan pada kita bahwa sumber belajar bukan lagi berpusat
pada guru, melainkan dari berbagai sumber. Peran yang seharusnya dilakukan guru
adalah mengusahakan agar setiap siswa dapat berinteraksi secara aktif dengan berbagai
sumber belajar yang ada. Guru merupakan salah satu (bukan satu-satunya) sumber belajar
bagi siswa. Selain guru, masih banyak lagi sumber belajar yang lain. Lalu, apa
sebenarnya sumber belajar itu?
Pada hakekatnya, alam semesta ini merupakan sumber belajar bagi manusia sepanjang
massa. Jika Anda sependapat dengan asumsi ini, maka pengertian sumber belajar
merupakan konsep yang sangat luas meliputi segala yang ada di jagad raya ini. Menurut
Asosiasi Teknologi Komunikasi Pendidikan (AECT), sumber belajar adalah semua
sumber (baik berupa data, orang atau
10
benda) yang dapat digunakan untuk memberi fasilitas (kemudahan) belajar bagi siswa.
Sumber belajar itu meliputi pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan lingkungan/latar.
Sumber belajar memiliki fungsi :
1. Meningkatkan produktivitas pembelajaran dengan jalan: (a) mempercepat laju belajar
dan membantu guru untuk menggunakan waktu secara lebih baik dan (b) mengurangi
beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga dapat lebih banyak membina dan
mengembangkan gairah.
2. Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual, dengan cara:
(a) mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional; dan (b) memberikan
kesempatan bagi siswa untuk berkembang sesuai dengan kemampuannnya.
3. Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran dengan cara: (a)
perancangan program pembelajaran yang lebih sistematis; dan (b) pengembangan
bahan pengajaran yang dilandasi oleh penelitian.
4. Lebih memantapkan pembelajaran, dengan jalan: (a) meningkatkan kemampuan
sumber belajar; (b) penyajian informasi dan bahan secara lebih kongkrit.
5. Memungkinkan belajar secara seketika, yaitu: (a) mengurangi kesenjangan antara
pembelajaran yang bersifat verbal dan abstrak dengan realitas yang sifatnya kongkrit;
(b) memberikan pengetahuan yang sifatnya langsung.
6. Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas, dengan menyajikan informasi
yang mampu menembus batas geografis.

Fungsi-fungsi di atas sekaligus menggambarkan tentang alasan dan arti penting sumber
belajar untuk kepentingan proses dan pencapaian hasil pembelajaran siswa.
Bila ditinjau dari asal usulnya, sumber belajar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
sumber belajar yang dirancang (learning resources by design) yaitu sumber belajar yang
memang sengaja dibuat untuk tujuan pembelajaran. Contohnya adalah : buku pelajaran,
modul, program audio, transparansi (OHT). Jenis sumber belajar yang kedua adalah
sumber belajar yang sudah tersedia dan tinggal dimanfaatkan ( learning resources by
utilization), yaitu sumber belajar
11
yang tidak secara khusus dirancang untuk keperluan pembelajaran, namun dapat
ditemukan, dipilih dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Contohnya: pejabat
pemerintah, tenaga ahli, pemuka agama, olahragawan, kebun binatang, waduk, museum,
film, sawah, terminal, surat kabar, siaran televisi, dan masih banyak lagi yang lain. Jadi,
begitu banyaknya sumber belajar yang ada di seputar kita yang semua itu dapat kita
manfaatkan untuk keperluan belajar. Sekali lagi, guru hanya merupakan salah satu dari
sekian banyak sumber belajar yang ada.
Oleh karena setiap anak merupakan individu yang unik (berbeda satu sama lain), maka
sedapat mungkin guru memberikan perlakuan yang sesuai dengan karakteristik masing-
masing siswa. Dengan begitu maka diharapkan kegiatan mengajar benar-benar
membuahkan kegiatan belajar pada diri setiap siswa. Hal ini dapat dilakukan kalau guru
berusaha menggunakan berbagai sumber belajar secara bervariasi dan memberikan
kesempatan sebanyak mungkin kepada siswa untuk berinteraksi dengan sumber-sumber
belajar yang ada di alam ini.
Hal yang perlu diperhatian adalah, agar bisa terjadi kegiatan belajar pada siswa, maka
siswa harus secara aktif melakukan interaksi dengan berbagai sumber belajar. Perubahan
perilaku sebagai hasil belajar hanya mungkin terjadi jika ada interaksi antara siswa
dengan sumber-sumber belajar. Dan inilah yang seharusnya diusahakan oleh setiap
pembelajar (instructor, guru) dalam kegiatan pembelajaran. Semua sumber belajar itu
dapat kita temukan, kita pilih dan kita manfaatkan sebagai sumber belajar bagi siswa kita.
Wujud interaksi antara siswa dengan sumber belajar dapat bermacam-macam.
Cara belajar dengan mendengarkan ceramah dari guru memang merupakan salah satu
wujud interaksi tersebut. Namun belajar hanya dengan mendengarkan saja, patut
diragukan efektifitasnya. Belajar hanya akan efektif jika siswa diberikan banyak
kesempatan untuk melakukan sesuatu, melalui multi-metode dan multi-media. Melalui
berbagai metode dan media pembelajaran, siswa akan dapat banyak berinteraksi secara
aktif dengan memanfaatkan segala potensi yang dimiliki siswa. Bila potensi muncul,
maka akan melahirkan prestasi. Prestasi lahir dari perbuatan yang kita lakukan terus
menerus dengan banyak berlatih. Barang kali perlu kita renungkan kembali ungkapan
China : Saya mendengar saya lupa, Saya melihat saya ingat, Saya berbuat maka saya
bisa.
12
4. Memiliki budaya sekolah yang kokoh dan tetap eksis ditengah merambahnya
budaya global yang begitu cepat.
Dalam tulisan penulis di makalah Konferensi Guru Indonesia (KGI) pada bulan
September 2007 yang diselenggarakan oleh Sampoerna Foundation Institut dan dihadiri
oleh lebih dari 1500 orang guru dari seluruh Indonesia, penulis menuliskan bagaimana
menciptakan budaya sekolah yang tetap eksis yang dapat dibaca dan dilihat di url:
http://wijayalabs.wordpress.com. Dalam tulisan itu, penulis membeberkan panjang
lebar tentang keunggulan Labschool yang terletak pada budaya sekolahnya yang tetap
eksis dalam meningkatkan mutu pendidikan. Kuncinya perpaduan semua unsur di sekolah
itu dari mulai peran guru, siswa, dan orang tua siswa menjadi three in one dalam merajut
kebersamaan.
Bayangkan bila Anda memasuki sebuah sekolah, hal apa kira-kira yang akan
Anda lihat dan dengar? Sulit atau mudahkah memasuki lingkungan sekolah tersebut.
Bagaimana cara guru dan siswa menyapa Anda. Bagaimana dengan pengaturan ruang
administrasi dan papan demo keterampilan siswa ditata dan ditampilkan, serta ruang kelas
dibentuk. Bagaimana suasana belajar-mengajar berlangsung, dan yang tidak kalah
pentingnya, bagaimana kondisi kamar kecil (toilet) sekolah. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut merupakan pertanyaan budaya. Sebab, sekolah sedang berusaha memberikan
impresi terhadap tamu dan pengunjung lainnya bahwa inilah kami, inilah budaya sekolah
kami. Berpadunya tiga kekuatan, yaitu guru, siswa, dan orang tua siswa. Jika budaya kita
definisikan sebagai seperangkat norma, nilai, kepercayaan, dan tradisi yang berlangsung
dari waktu ke waktu, budaya sekolah adalah satu set ekspektasi dan asumsi dari norma,
nilai, dan tradisi yang secara diam-diam mengarahkan seluruh aktivitas personel sekolah
(Peterson, 1998). Karena budaya sekolah bukan suatu entitas statis, maka proses
pembentukan norma, nilai, dan tradisi sekolah akan terus berlangsung melalui interaksi
dan refleksi terhadap kehidupan dan dunia secara umum (Finnan, 2000). Dalam bahasa
Hollins (1996), sebagai agen perubahan, 'sekolah dibentuk oleh praktik dan nilai budaya
serta merefleksikan norma-norma dari masyarakat saat mereka masih sedang
dikembangkan'. Atau, seperti hidrogen yang merupakan elemen utama air, maka nilai-
nilai dalam masyarakat juga merupakan bagian utama dari

13
budaya sekolah. Nilai-nilai itu akan membentuk watak dan perilaku menjadi
karakter seseorang yang mempengaruhinya selama bersekolah di tempat itu.
Sekolah yang favorit pasti memiliki sistem pengembangan budaya sekolah yang
terintegrasi dan terimplementasi dalam proses pembelajaran. Sekolah unggul dapat
dipastikan telah melakukan inovasi-inovasi kegiatan budaya sekolah dan
terinventarisasikannya budaya sekolah yang sesuai dengan nilai-nilai lokal, nasional, dan
internasional. Semuanya itu telah menyatu ke dalam kegiatan akademik dan non
akademik. Melalui kegiatan yang bersifat intrakurikuler dan ekstrakurikuler sekolah itu
diharapkan tidak hanya memiliki Standar Sekolah Nasional (SSN) akan tetapi juga
menjadi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI).
Budaya sekolah yang harus diciptakan agar tetap eksis menurut penulis adalah
mengembangkan budaya keagamaan (religius), budaya kerjasama (team work), budaya
kepemimpinan (leadership) dan budaya kedisiplinan (dicipline).
a Budaya keagamaan (religius) yaitu:
Menanamkan perilaku atau tatakrama yang tersistematis dalam pengamalan ajaran
agamanya masing-masing sehingga terbentuk kepribadian dan sikap yang baik
(Akhlaqul Karimah) dalam berbagai hal yang terjadi di masyarakat. Karena itu,
nuansa religius di sekolah dengan pelaksanaan tadarus atau kebaktian sebelum
pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah harus dijadikan aktivitas rutin.
Membudayakan salam dan saling menegur dengan bahasa yang ramah dan penuh
kasih sayang harus menjadi fenomena yang biasa. Sekolah harus mengembangkan
budaya keagamaan, karena terbatasnya waktu belajar agama dengan menyisipkan ke
dalam pelajaran yang bermuatan “IMTAK”.
Contoh Bentuk Kegiatan :
Budaya Salam (saling menegur dengan mengucapkan salam dan berjabat tangan),
Doa bersama sebelum/sesudah belajar di kelas, Doa bersama (guru, siswa, dan
orang tua) menyambut ujian nasional/ujian sekolah, Tadarus dan Kebaktian, Sholat
berjamaah, LOKETA (Lomba Keterampilan Agama), Studi Amaliah Ramadhan
(SALAM), RETRET (bagi yang beragama nasrani), Hafalan Juz Amma, Budaya
Bersih yang merupakan cermin keimanan, Kegiatan Praktek Ibadah, Buka Puasa
Bersama, Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Sodaqoh (ZIS), serta Peringatan Hari Besar
Agama (PHBA).

14
b Budaya kerjasama (team work) yaitu:
Budaya kerjasama harus ditumbuhkan untuk menanamkan rasa kebersamaan dan rasa
sosial melalui kegiatan yang dilakukan bersama. Pengelola sekolah harus membangun
sebuah sistem yang di dalamnya mengutamakan kerjasama atau team work.
Kesuksesan dibangun atas dasar kebersamaan dan bukan kerja satu orang kepala
sekolah atau one man show.
Contoh Bentuk Kegiatan :
Masa Orientasi Siswa (MOS), Kunjungan Industri ke pabrik, Parents Day, Bakti
Sosial, Teman Asuh, Sport And Art, Kunjungan Museum, Karnaval, Pentas Seni,
Studi banding, Ekskul, Labs Channel, Labs TV, Labs Care, Majalah Sekolah, Potency
Mapping, Buku Tahunan, Peringatan Hari Besar Nasional (PHBN), dan PORSENI.
c Budaya kepemimpinan (leadhership) yaitu:
Menanamkan jiwa kepemimpinan dan keteladanan dari sejak dini kepada siswa
dengan memasukkannya dalam berbagai bentuk kegiatan. Siswa harus diberikan
kesempatan untuk menjadi pemimpin dalam keorganisasian atau kepanitiaan kegiatan
sekolah.
Contoh Bentuk Kegiatan :
Career Day; Study dan Apresiasi Kepemimpinan Siswa Indonesia (SAKSI), Lintas
Juang OSIS, Ceramah Umum, Upacara Bendera, Lari pagi Jumat, Studi
Kepemimpinan Siswa, Latihan Keterampilan Manajemen Siswa (LKMS), Majelis
Perwakilan Kelas (MPK), dan terbentuknya kepengurusan Organisasi Siswa Intra
Sekolah (OSIS).

d. Budaya kedisiplinan (dicipline) yaitu:


Menanamkan kedisiplinan kepada siswa untuk selalu tepat waktu dan mentaati
peraturan yang berlaku di sekolah sesuai dengan tata tertib yang telah disepakati
bersama dan dikeluarkan oleh pihak sekolah dan diketahui oleh orang tua siswa.
Contoh Bentuk Kegiatan:
Tim Penegak Disiplin Sekolah (TPDS), budaya tepat waktu dalam belajar,
pemakaian seragam sekolah, Pemberian hukuman atau sangsi bagi mereka yang
melanggar tata tertib, dan upacara bendera (PBB).
15
Keempat hal penting budaya sekolah di atas harus terus dikembangkan oleh setiap
sekolah agar tetap unggul. Hal ini akan dapat dibuktikan pada saat awal tahun ajaran
baru dimana masih banyaknya orang tua siswa yang mendaftarkan anaknya untuk
belajar ke sekolah itu sebagai sekolah favorit di masyarakat. Atau banyaknya
kunjungan dari sekolah lainnya untuk belajar dan melakukan studi banding.
5. Memiliki seorang tokoh panutan di sekolah dan mampu menjadi contoh
pemimpin sekolah masa depan.
Ketika penulis mengikuti lomba karya tulis ilmiah tingkat nasional pada tahun
2005, pertanyaan yang lebih dulu ditanyakan oleh dewan juri pada saat itu adalah
bagaimana kabar pak Arief di Labschool. Begitu pula untuk kedua kalinya mengikuti
lomba karya tulis ilmiah tingkat nasional di tahun 2006. Lagi-lagi yang ditanya oleh
dewan juri adalah bagaimana kabar pak Arief di Labschool.
Nama Pak Arief Rachman seakan telah menyatu dengan Labschool. Seperti dua
sisi mata uang logam. Bahkan Rektor UNJ sendiri Pak Bedjo mengatakan bahwa Pak
Arief sangat identik dengan Labschool. Arief Rachman, yang lahir di Malang, Jawa
Timur, 19 Juni 1942 adalah seorang guru yang pernah mengajar dan menjadi kepala
sekolah di SMA Labschool, Rawamangun, Jakarta Timur. Selain itu ia juga pernah
menjadi dosen luar biasa di Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, dan sekarang
beliau diangkat menjadi guru besar di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) serta dosen
pascasarjana UNJ. Saat ini beliau sudah tidak mengajar lagi (pensiun), namun masih aktif
di dunia pendidikan dengan bergabung di sekolah Dipenogoro.
Beliau dapat dikatakan sebagai salah satu tokoh pendidikan Indonesia, dan sempat
ditanya pendapatnya ketika Presiden Amerika Serikat George Walker Bush berkunjung ke
Indonesia pada tanggal 20 November 2006. Saat ini ia juga masih menjabat duta
UNESCO dari Indonesia dan menjabat sebagai Ketua Harian UNESCO yang berpusat di
kota Paris, Perancis.
Prof. Dr. Arief Rachman sendiri lebih dikenal sebagai seorang Pakar Pendidikan.
Walaupun sudah tua dan rambutnya juga sudah banyak yang memutih, ia tidak ragu-ragu
melakukan ekspresi mimik selucu apapun untuk menghidupkan materinya. Sedangkan
dari segi materinya sendiri, ia banyak

16
menggunakan ilmu psikologi pendidikan. Lengkap dengan contoh-contohnya.
Sangat ilmiah. Namun karena ia banyak menggunakan contoh-contoh yang membumi,
seringkali unsur kerumitan ilmiahnya ini tetap bisa dimengerti oleh audience dari
berbagai kalangan. Penulis banyak belajar dari beliau, apalagi bila diberi kesempatan oleh
beliau untuk membuat slide presentasinya.
Prof. Dr. Arief Rachman selain memberikan keteladanan pada kami di Labschool,
juga pernah mengatakan bahwa seorang guru itu harus memiliki 5 kompetensi, yaitu
idealisme, akademis, profesionalisme, kepribadian, dan sosial. Kelima kompetensi inilah
yang harus menyatu dan dimiliki oleh para guru dalam menjaga sekolah seperti
Labschool agar tetap unggul.
Dalam film Laskar Pelangi, tokoh terkenal itu diperankan dengan baik oleh pak
Harfan seorang kepala sekolah yang berwajah sabar dan berhati mulia. Dia selalu
menekankan pada anak didiknya bahwa ”hiduplah untuk memberi sebanyak-banyaknya”.
Pak Harfan adalah tokoh yang dikenal oleh masyarakat karena kesederhanaannya.
Sudahkah tokoh ini ada dalam sekolah-sekolah kita? Seorang guru yang ikhlas mengabdi
untuk kemajuan negeri. Kalau jawabannya belum, maka kita sendirilah yang harus
menjadi tokoh itu. Sebuah sekolah unggul pasti di dalamnya ada tokoh yang menjadi
panutan, pemimpin dan idola para siswanya.

6. Memiliki motivasi yang tinggi untuk mampu bersaing dalam dunia global.
Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah laku.
Dorongan ini berada pada diri seseorang yang menggerakkan untuk melakukan sesuatu
yang sesuai dengan dorongan dalam dirinya. Motivasi berpangkal dari kata motif yang
dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk
melakukan aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan
sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Adapun menurut Mc.Donald, motivasi
adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya "feeling"
dan di dahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang
dikemukakan oleh Mc.Donald ini mengandung tiga elemen pokok dalam motivasi itu,
yakni motivasi itu mengawalinya terjadinya perubahan energi, ditandai dengan adanya
feeling, dan dirangsang karena adanya tujuan.
17
Namun pada intinya bahwa motivasi merupakan kondisi psikologis yang
mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat
dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan,
menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan
tujuan dapat tercapai. Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab
seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan
aktivitas belajar.
Motivasi ada dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ektrinsik. Motivasi
intrinsik adalah jenis motivasi yang timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada
paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri. Sedangkan motivasi
ekstrinsik adalah jenis motivasi yang timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu,
apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan
keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar.
Peran guru adalah menyediakan, menunjukkan, membimbing dan memotivasi
siswa agar mereka dapat berinteraksi dengan berbagai sumber belajar yang ada. Bukan
hanya sumber belajar yang berupa orang, melainkan juga sumber-sumber belajar yang
lain. Bukan hanya sumber belajar yang sengaja dirancang khusus, melainkan juga sumber
belajar yang tinggal dimanfaatkan. Peran guru sudah beralih menjadi seorang motivator
bagi para anak didiknya.
Guru di sekolah juga harus dapat memotivasi siswa agar memiliki daya juang
yang tinggi, tanpa kehilangan jati diri suatu bangsa, dan tak mengenal kata ’putus asa’.
Sekolah harus dapat melestarikan budaya lokal dengan tetap mengikuti trend budaya
global yang berkembang di dunia internasional, misalnya bahasa daerah, alat musik
gamelan atau angklung, dan tarian tradisional perlu dilestarikan sebagai warisan budaya
bangsa. Tetapi tidak dapat kita pungkiri pula bahwa penguasaan bahasa asing, band, dan
modern dance harus juga perlu dipelajari sebagai budaya global yang disukai remaja saat
ini.
Karena itu diperlukan suatu standarisasi belajar mengajar, kinerja guru, dan
kesetaraan standar pengajaran dalam meningkatkan mutu pendidikan melalui
pembelajaran yang mengundang siswa untuk aktif. Sehingga mereka termotivasi dan
mampu untuk bersaing di dunia internasional.
18
Di banyak negara, standarisasi menjadi jargon utama yang diusung guna meningkatkan
mutu pendidikan dan persaingan dalam dunia global. Tuntutan akuntabilitas pendidikan
melalui standardisasi kian menguat dengan adanya deklarasi global, seperti Millennium
Developmental Goals (MDGs) dan Education for All, yang memiliki tujuan utama dalam
menyediakan pendidikan bermutu dan akses pendidikan dasar bagi semua. Persaingan
global membuat banyak negara termotivasi dan berusaha meningkatkan kinerja
pendidikan sehingga mereka mampu memperkaya kualitas sumber daya manusiawi yang
dianggap sebagai modal sosial dan budaya.
E. Penutup
Berdasarkan pengalaman Labschool yang sudah 40 tahun mengelola pendidikan,
dan kisah nyata dari film Laskar Pelangi dapat dibuktikan bahwa keunggulan sebuah
sekolah bukan terletak pada fasilitasnya, melainkan pada komunitas yang ada di sekolah
itu. Jadi tidaklah benar kalau keunggulan suatu sekolah terletak pada fasilitas gedung
yang serba lengkap, kecanggihan produk teknologi, dan dukungan dana yang melimpah.
Guru di Labschool telah membuktikan bahwa dengan fasilitas apa adanya juga
mampu membuat sekolah tetap unggul di masyarakat. Mampu berpikir Global, dengan
bertindak lokal (Think Global Act Local) dalam mengembangkan potensi siswa dan
menjadikan sekolah tetap unggul di tingkat nasional maupun internasional. Semua itu
dapat terlihat dari prestasi belajar yang dicapai siswa.
Kecanggihan teknologi memang membantu guru dalam membuat sekolah
menjadi unggul. Tetapi, kecanggihan teknologi bukan menjadi jaminan sekolah itu
unggul. Karena teknologi hanyalah alat bantu pengajaran. Teknologi yang sebenarnya
adalah cara-cara atau metode baru yang digunakan guru dalam menyampaikan materi
pembelajarannya sehingga sampai ke otak siswa.
Mari kita belajar dari Musibah kebakaran di Labschool Jakarta dan film Laskar
Pelangi yang fenomenal ini. Akhirnya, di penghujung tulisan ini penulis menyimpulkan
bahwa untuk menjaga agar sekolah tetap unggul diperlukan persatuan atau
kebersamaan yang kokoh dari berbagai komponen yang ada di di dalam komunitas
sekolah. Semua harus saling melengkapi dan bekerjasama
19
dalam membangun sekolah ke arah yang lebih baik dari hari ini. Diperlukan suatu
sistem yang utuh dan menyeluruh atau sistemik agar sekolah tetap unggul.
Sistem yang dibangun harus juga mencerminkan enam kekuatan yang telah
diuraikan di atas yang harus dimiliki oleh sekolah. Enam kekuatan itu adalah (1) memiliki
guru yang mempunyai kompetensi, komitmen, dan dedikasi yang tinggi terhadap
kemajuan dunia pendidikan, (2) memiliki siswa yang berprestasi dan membanggakan
sekolah, (3) mampu mengembangkan sumber belajar yang tidak hanya berpusat pada
guru, (4) Memiliki budaya sekolah yang kokoh dan tetap eksis ditengah merambahnya
budaya global yang begitu cepat, (5) Memiliki seorang tokoh panutan di sekolah dan
mampu menjadi contoh pemimpin sekolah masa depan, (6) Memiliki motivasi yang tinggi
untuk mampu bersaing dalam dunia global.
Penulis:
Wijaya Kusumah, S.Pd.
(Guru TIK SMP Labschool Jakarta).
Hp. 0815 915 55 15 Telp. 021 8482225
Blog di internet:
http://wijayalabs.blogspot.com
http://wijayalabs.wordpress.com
http://wijayalabs.multiply.com
20
Daftar Acuan:
Bell Gredler. Margaret E. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: Rajawali.
Hamzah, Uno, 2008. Model Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Hamzah, Uno. 2008. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara
Hirata, Andrea. 2006. Laskar Pelangi, Yogyakarta: Bentang
Hernowo. 2005. Mengubah Sekolah. Bandung: MLC
Johnson, LouAnne. 2008. Pengajaran yang Kreatif dan Menarik. Jakarta: PT. Indeks
Kusumah, Wijaya. 2007. Kenapa Guru Takut PTK?. Koran Republika.
[Rabu, 28 Mei 2008].
Kusumah, Wijaya. 2007. Menciptakan Budaya Sekolah yang Tetap Eksis. Jakarta: KGI
2007
Kusumah, Wijaya, dkk. 2008. Teknologi Informasi dan Komunikasi Untuk SMP Kelass
VII. Jakarta: Rajagrafindo.
Maliki, Imam. 2006. Fun Teaching Kiat Sukses Belajar dan Mengajar yang
Menyenangkan. Jakarta: Duha Khasanah.
Oemar Hamalik. 2002. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Petersen, Lindy, 2004. Bagaimana Memotivasi Anak Belajar?. Jakarta: Grasindo
Prayitno, Joko. Motivasi dalam Belajar. Koran Republika.
[Rabu, 18 Juni 2008].
Salma, Dewi Prawiradilaga. 2008. Prinsip Disain Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Sarwono, Sarlito W. 2007. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana.
Susilana, Rudi. 2008. Media Pembelajaran. Bandung: FIP UPI
Widodo, Chomsin. 2008. Panduan Menyusun Bahan Ajar Berbasis Kompetensi. Jakarta:
Gramedia
21
1
PENGEMBANGAN PERILAKU SOSIAL
ANAK PRASEKOLAH
Oleh : Ernawulan Syaodih
Pendahuluan
Memasuki era milenium ke-3, kita dihadapkan pada tuntutan mampu
menghadapi persaingan bebas yang menuntut manusia-manusia unggul untuk
mampu menghadapinya. Untuk menghadapi masa itu, kita membutuhkan
generasigenerasi
penerus yang tangguh, yang berkepribadian utuh dan mampu bersosialisasi
secara baik.
Kemampuan berperilaku sosial perlu dimiliki sejak anak masih kecil sebagai
suatu fundasi bagi perkembangan kemampuan anak berinteraksi dengan
lingkungannya secara lebih luas. Ketidakmampuan anak berperilaku sosial yang
diharapkan lingkungannya, dapat berakibat anak terkucil dari lingkungan, tidak
terbentuknya kepercayaan pada diri sendiri, menarik diri dari lingkungan, dan
sebagainya. Akibatnya anak akan mengalami hambatan dalam perkembangan
selanjutnya.
Pada dasarnya anak khususnya anak usia TK memiliki keinginan yang kuat
untuk dapat diterima oleh kelompoknya. Ia akan terus berusaha untuk dapat
bergabung dan diakui oleh kelompok sebayanya. Bila anak itu tidak diakui oleh
kelompoknya, maka ia akan mencari cara lain untuk dapat diterima dalam kelompok
sebaya tersebut. Keinginan yang kuat pada anak untuk diakui menuntut sejumlah
kemampuan sosial yang perlu dimilikinya.
Tidak semua anak mampu menunjukkan perilaku sosial seperti yang diharapkan,
dan tidak semua anak mampu berinteraksi dengan kelompoknya secara baik.
Ada anak yang menunjukkan sikap membangkang, ingin menang sendiri, tidak mau
berbagi dengan teman lain, licik, cepat marah dan sebagainya. Untuk membantu
mengurangi ketidakmampuan anak berperilaku sosial yang baik, dan membantu
menyiapkan anak memasuki lingkungan pergaulan yang lebih luas, dibutuhkan
upaya bantuan baik dari orang tua maupun guru di sekolah.
2
Karakteristik Anak TK
Beberapa ahli dalam bidang pendidikan dan psikologi memandang periode
usia TK merupakan periode yang penting yang perlu mendapat penanganan sedini
mungkin. Maria Montessori (Elizabeth B. Hurlock, 1978 : 13) berpendapat bahwa
usia 3 - 6 tahun sebagai periode sensitive atau masa peka yaitu suatu periode dimana
suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan sehingga tidak terhambat
perkembangannya. Misalnya masa peka untuk berbicara pada periode ini tidak
terlewati maka anak akan mengalami kesukaran dalam kemampuan berbahasa untuk
periode selanjutnya. Demikian pula pembinaan karakter anak. Pada periode tersebut
karakter anak harus dapat dibangun melalui kegiatan dan pekerjaan. Jika pada
periode ini anak tidak didorong aktivitasnya, perkembangan kepribadiannya akan
menjadi terhambat. Masa-masa sensitif mencakup sensitivitas terhadap keteraturan
lingkungan, sensitivitas untuk mengeksplorasi lingkungan dengan lidah dan tangan,
sensitivitas untuk berjalan, sensitivitas terhadap obyek-obyek kecil dan detail, serta
sensitivitas terhadap aspek-aspek sosial kehidupan.
Erikson (Helms & Turner, 1994 : 64) memandang periode ini sebagai fase
sense of initiative. Pada periode ini anak harus didorong untuk mengembangkan
inisiatifnya, seperti kesenangan untuk mengajukan pertanyaan dari apa yang dilihat,
didengar dan dirasakan. Jika anak tidak mendapat hambatan dari lingkungannya,
maka anak akan mampu mengembangkan inisiatif, dan daya kreatifnya, dan hal-hal
yang produktif dalam bidang yang disenanginya. Guru yang selalu menolong,
memberi nasehat, mengerjakan sesuatu di mana anak dapat melakukan sendiri maka
anak tidak mendapat kesempatan untuk berbuat kesalahan atau belajar dari kesalahan
itu. Pada fase ini terjamin tidaknya kesempatan untuk berprakarsa (dengan adanya
kepercayaan dan kemandirian yang memungkinkannya untuk berprakarsa), akan
menumbuhkan inisiatif. Sebaliknya kalau terlalu banyak dilarang dan ditegur, anak
akan diliputi perasaan serba salah dan berdosa (guilty).
Kartini Kartono (1986:113) mengemukakan bahwa ciri khas anak masa
kanak-kanak adalah sebagai berikut :
(1) bersifat egosentris naif, (2) mempunyai relasi sosial dengan benda-benda
dan manusia yang sifatnya sederhana dan primitif, (3) kesatuan jasmani dan
rohani yang hampir-hampir tidak terpisahkan sebagai satu totalitas, dan (4)
sikap hidup yang fisiognomis.
3
Kartini Kartono menjelaskan bahwa seorang anak yang egosentris memandang
dunia luar dari pandangannya sendiri, sesuai dengan pengetahuan dan pemahamannya
sendiri. Sikap egosentris yang naif ini bersifat temporer, dan senantiasa
dialami oleh setiap anak dalam proses perkembangannya.
Relasi sosial yang primitif merupakan akibat dari sifat egosentris yang naif
tersebut. Ciri ini ditandai oleh kehidupan individual dan sosialnya masih belum
terpisahkan. Anak hanya memiliki minat terhadap benda-benda dan peristiwa yang
sesuai dengan daya fantasinya. Dengan kata lain anak membangun dunianya dengan
khayalan dan keinginannya.
Kesatuan jasmani dan rohani yang tidak terpisahkan, maksudnya adalah anak
belum dapat membedakan dunia batiniah dengan lahiriah. Isi lahiriah dan batiniah
merupakan suatu kesatuan yang bulat, sehingga penghayatan anak diekspresikan
secara spontan.
Anak bersikap fisiognomis terhadap dunianya, artinya secara langsung anak
memberikan atribut pada setiap penghayatannya. Anak tidak bisa membedakan
benda hidup dengan benda mati. Setiap benda dianggapnya berjiwa seperti dirinya,
oleh karena itu anak sering bercakap-cakap dengan bonekanya, dengan kucing,
dengan kelinci dan sebagainya.
Rasa ingin tahu dan sikap antusias yang kuat terhadap segala sesuatu
merupakan ciri lain yang menonjol pada anak usia 4-5 tahun. Anak memiliki sikap
berpetualang (adventurousness) yang kuat. Anak akan banyak memperhatikan,
membicarakan atau bertanya tentang berbagai hal yang sempat dilihat atau
didengarnya.
Minatnya yang kuat untuk mengobservasi lingkungan dan benda-benda di
sekitarnya membuat anak usia 4-5 tahun senang ikut bepergian ke daerah-daerah. Ia
akan sangat mengamati bila diminta untuk mencari sesuatu.
Pertumbuhan fisik anak usia 4-5 masih memerlukan aktivitas yang banyak.
Kebutuhan anak untuk melakukan berbagai aktivitas sangat diperlukan, baik untuk
pengembangan otot-otot kecil maupun otot-otot besar. Gerakan-gerak fisik ini tidak
sekedar penting untuk mengembangkan keterampilan fisik saja, tetapi juga dapat
berpengaruh positif terhadap penumbuhan rasa harga diri anak dan bahkan
4
perkembangan kognisi. Keberhasilan anak dalam menguasai
keterampilanketerampilan
motorik dapat membuat anak bangga akan dirinya.
Sejalan dengan perkembangan keterampilan fisiknya, anak usia sekitar lima
tahun ini semakin berminat pada teman-temannya. Ia akan mulai menunjukkan
hubungan dan kemampuan bekerja sama yang lebih intens dengan teman-temannya.
Anak memilih teman berdasarkan kesamaan aktivitas dan kesenangan.
Kualitas lain dari anak usia ini adalah abilitas untuk memahami pembicaraan
dan pandangan orang lain semakin meningkat sehingga keterampilan komunikasinya
juga meningkat. Penguasaan akan keterampilan berkomunikasi ini membuat anak
semakin senang bergaul dan berhubungan dengan orang lain.
Anak usia TK adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses
perkembangan dengan sangat pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan
selanjutnya. Anak memiliki dunia dan karakteristik tersendiri yang jauh berbeda dari
dunia dan karakteristik orang dewasa. Anak sangat aktif, dinamis, antusias dan
hampir selalu ingin tahu terhadap apa yang dilihat dan didengarnya serta seolah-olah
tak pernah berhenti untuk belajar.
Perilaku Sosial Anak TK
Pengertian Perilaku Sosial
Perilaku sosial merupakan aktivitas dalam hubungan dengan orang lain, baik
dengan teman sebaya, guru, orang tua maupun saudara-saudaranya. Di dalam
hubungan dengan orang lain, terjadi peristiwa-peristiwa yang sangat bermakna
dalam kehidupannya yang membentuk kepribadiannya, yang membantu
perkembangannya menjadi manusia sebagaimana adanya.
Sejak kecil anak telah belajar cara berperilaku sosial sesuai dengan harapan
orang-orang yang paling dekat dengan dia, yaitu : ibunya, ayahnya,
saudarasaudaranya,
dan anggota keluarga yang lain. Apa yang telah dipelajari anak dari
lingkungan keluarganya sangat mempengaruhi perilaku sosialnya.
Perasaan terhadap orang lain, juga merupakan hasil dari pengalaman yang
lampau dan mempengaruhi hubungan sosial, seperti yang dapat diobservasi dalam
situasi kehidupan sehari-hari. Hasil observasi di kelas sebagaimana yang
diungkapkan oleh Johnson (1975 : 82) menunjukan bahwa anak berperilaku dalam
5
suatu kelompok berbeda dengan perilakunya dalam kelompok lain. Perilaku anak
dalam kelompok juga berbeda dengan pada waktu dia sendirian.
Kehadiran orang lain dapat menimbulkan reaksi yang berbeda pada tiap-tiap
anak. Menurut Johnson , perbedaan ini dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu :
persepsi individu yang menjadi anggota kelompok, lingkungan tempat terjadinya
interaksi dan pola kepemimpinan yang dipakai guru di kelas.
Keterampilan sosial anak TK
Keterampilan-keterampilan sosial yang perlu dimiliki anak TK adalah :
a). Kemampuan dalam menjalin hubungan dengan orang lain
Pada awal masa bayi (kira-kira usia tiga bulan), anak sudah mulai menunjukkan
keinginannya untuk berhubungan dengan orang lain, dengan “senyum sosial” yang
ditunjukkannya bila ada orang yang mendekatinya. Pada saat itu sifat hubungannya
dengan orang lain masih sangat terbatas, karena kemampuan reaksi dan
komunikasinya yang juga masih amat terbatas. Kemudian pada akhir masa bayi
(kira-kira usia dua tahun) anak sudah mulai dapat berbicara dan memiliki beberapa
puluh kosa kata, keinginan untuk menjalin hubungan antar manusia sudah lebih
nyata, hal ini ditampakkan melalui sikap dan perilakunya terhadap orang-orang yang
ditemuinya, terutama dengan anak-anak sebaya.
Masuknya anak ke TK memberikan kesempatan bergaul dengan anak lain yang
sebaya semakin besar. Hal ini memberikan peluang pada anak untuk lebih
melancarkan dan meningkaan kemampuan berkomunikasinya. Pada usia TK anak
diharapkan telah dapat menyatakan perasaan-perasaannya melalui kata-kata, bila
marah pada temannya ia akan mengatakan “kamu nakal atau kamu jahat”, kalau takut
sesuatu ia akan mengatakan “saya takut itu” atau kalau ia senang ia juga akan
mengatakan “saya senang”.
Selain dari itu, anak juga sudah mulai mampu membaca situasi yang dihadapi.
Bila merebut mainan temannya, kemudian temannya cemberut dan guru
memelototinya, ia tahu bahwa perilakunya itu tidak disukai oleh teman dan gurunya.
Anak juga mulai dapat memilih teman yang dianggap sesuai dengan keinginannya,
mulai mempunyai teman yang dianggap sesuai dengan keinginannya, mulai
mempunyai teman dekat, dan menghindari teman-teman yang tidak disukainya. Pada
6
usia ini anak juga sudah mulai dapat bermain dalam kelompok kecil yang menuntut
kebersamaan dan kerjasama, mulai belajar berbagai hal dengan orang lain, belajar
menunggu giliran dan lain-lain.
Pengalaman berhubungan (bersosialisasi) dengan orang lain ini memberikan
pelajaran pada anak bahwa ada perilaku-perilaku yang disukai oleh teman-teman
atau gurunya yang menyebabkan ia diterima di lingkungan mereka, dan ia tahu pula
bahwa ada perilaku-perilaku yang tidak disukai temannya. Dengan pengetahuannya
itu anak mulai mengubah perilaku yang negatif dan mengembangkan perilakuperilaku
yang positif agar hubungan dengan orang lain dapat tetap berlangsung
dengan baik. Anak semakin mampu mengendalikan perasaan-perasaannya dan
mengikuti aturan-aturan yang ditentukan oleh lingkungannya, untuk dapat
mempertahankan hubungan yang baik dengan orang lain.
Bila pengalaman awal seorang anak dalam bersosialisasi lebih banyak memberi
kesenangan dan kepuasan, maka dapat diperkirakan proses sosialisasinya
berkembang ke arah yang positif, tetapi sebaliknya bila tidak, hambatan dan
kesulitan dalam bersosialisasi akan banyak ditemui anak.
b) Kemampuan melakukan kegiatan bermain dan menggunakan waktu luang
Dunia anak adalah dunia bermain, khususnya pada anak prasekolah bermain
merupakan kebutuhan dasar mereka. Dengan demikian wajarlah bila sebagian besar
waktu anak diisi dengan kegiatan bermain.
Elizabeth B. Hurlock (1978: 234) memberikan batasan tentang bermain sebagai
kegiatan yang dilakukan tanpa mempertimbangkan hasil akhir, semata-mata untuk
menimbulkan kesenangan dan kegembiraan saja. Biasanya anak melakukannya
secara suka rela, tanpa paksaan dan tanpa ada aturan main tertentu, kecuali bila
ditentukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam permainan tersebut.
Anak usia prasekolah pada umumnya senang melakukan permainan yang
mengandung aktivitas gerak, seperti berlari, meloncat, memanjat dan bersepeda,
tetapi ada pula anak yang tidak begitu menyukai kegiatan bermain aktif, anak
demikian lebih memilih bentuk kegiatan bermain pasif yang kurang banyak
merangsang aspek fisik motoriknya tetapi lebih merangsang aspek perkembangan
lainnya, terutama perkembangan kognitifnya.
7
Kedua jenis kegiatan bermain ini baik bermain aktif maupun bermain pasif
sama-sama bermanfaat bagi perkembangan anak, namun untuk memberi manfaat
yang optimal dan bersifat menyeluruh bagi perkembangan anak, kedua jenis kegiatan
bermain ini perlu dilakukan oleh anak secara seimbang.
c) Kemampuan anak mengatasi situasi sosial yang dihadapi
Kemampuan anak dalam mengatasi situasi sosial yang dihadapi erat kaitannya
dengan kemampuan anak dalam menjalin hubugan antar manusia. Hal ini disebabkan
karena situasi sosial yang dihadapi anak, mau tidak mau melibaan orang lain
sehingga pada dasarnya tidak dapat lepas dari hubungannya dengan orang lain. Salah
satu yang berkaitan dengan kemampuan mengatasi situasi sosial ini, anak tidak
selalu harus berhubungan secara langsung dengan orang lain. Masalah yang
dihadapinya tidak berhubungan langsung dengan orang lain, tetapi berhubungan
dengan situasi sosial, yaitu situasi yang diciptakan oleh orang lain. Misalnya, seorang
anak TK sedang mengikuti kegiatan menggambar di kelas, yang sebenarnya tidak
disukainya. Keadaan ini menimbulkan perasaan dan pengalaman yang tidak enak
pada dirinya. Bila ia tidak mau melakukan kegiatan itu ia takut dihukum gurunya,
tetapi bila ia mengikuti terus ia merasa sangat bosan. Mengatasi situasi semacam ini
diperlukan kemampuan anak untuk mencari pemecahan masalah yang sebaikbaiknya
sesuai dengan perkembangan yang telah dicapainya. Pada usia ini
diharapkan anak telah menyadari tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan. Ia sudah
harus dapat mengikuti aturan main yang ada, mengikuti tokoh otoritas yang dihadapi
dan mencoba untuk mengendalikan perasaan-perasaanya dengan cara yang lebih
positif.
Menurut Dini P. Daeng S (1996: 114) ada empat faktor yang berpengaruh pada
kemampuan bersosialisasi anak, yaitu :
1. Adanya kesempatan untuk bergaul dengan orang-orang di sekitarnya dari
berbagai usia dan latar belakang.
2. Banyak dan bervariasinya pengalaman dalam bergaul dengan orang-orang di
lingkungannya.
3. Adanya minat dan motivasi untuk bergaul
8
4. Banyaknya pengalaman yang menyenangkan yang diperoleh melalui pergaulan
dan aktivitas sosialnya.
5. Adanya bimbingan dan pengajaran dari orang lain, yang biasanya menjadi
“model” bagi anak.
6. Adanya bimbingan dan pengajaran yang secara sengaja diberikan oleh orang
yang dapat dijadikan “model” bergaul yang baik bagi anak.
7. Adanya kemampuan berkomunikasi yang baik yang dimiliki anak.
8. Adanya kemampuan berkomunikasi yang dapat membicarakan topik yang dapat
dimengerti dan menarik bagi orang lain yang menjadi lawan bicaranya.
Menurut Elizabeth B. Hurlock (1978 : 228) untuk menjadi orang yang mampu
bersosialisasi memerlukan tiga proses. Masing-masing proses terpisah dan sangat
berbeda satu sama lain, tetapi saling berkaitan. Kegagalan dalam satu proses akan
menurunkan kadar sosialisasinya. Ketiga proses sosialisasi tersebut adalah :
1. Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial.
Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya tentang
perilaku yang dapat diterima. Untuk dapat besosialisasi anak tidak hanya harus
mengetahui perilaku yang dapat diterima, tetapi mereka juga harus menyesuaikan
perilakunya dengan patokan yang dapat diterima.
2. Memainkan peran sosial yang dapat diterima. Setiap kelompok sosial mempuyai
pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama oleh para anggotannya dan
dituntut untuk dipatuhi. Sebagai contoh, ada peran yang telah disetujui bersama
bagi orang tua dan anak serta ada pula peran yang telah disetujui bersama bagi
guru dan murid. Anak dituntut untuk mampu memainkan peran-peran sosial
yang diterimanya.
3. Perkembangan sikap sosial. Untuk bersosialisasi dengan baik anak-anak harus
menyenangi orang dan kegiatan sosial. Jika mereka dapat melakukannya,
mereka akan berhasil dalam penyesuaian sosial dan diterima sebagai anggota
kelompok sosial tempat mereka bergaul.
Pola Perilaku Sosial
Sebagian dari bentuk perilaku sosial yang berkembang pada masa kanak-kanak
awal, merupakan perilaku yang terbentuk atas dasar landasan yang diletakkan pada
9
masa bayi. Sebagian lainnya merupakan bentuk perilaku sosial baru yang
mempunyai landasan baru. Banyak di antara landasan baru ini dibina oleh hubungan
sosial dengan teman sebaya di luar rumah dan hal-hal yang diamati anak dari
tontonan televisi atau buku komik.
Pola perilaku dalam situasi sosial banyak yang nampak tidak sosial atau bahkan
anti sosial, tetapi masing-masing tetap penting bagi proses sosialisasi. Landasan yang
diletakkan pada masa kanak-kanak awal akan menentukan cara anak menyesuaikan
diri dengan orang lain.
Pola perilaku sosial menurut Elizabeth. B. Hurlock (1978 : 239) terbagi atas
dua kelompok, yaitu pola perilaku yang sosial dan pola perilaku yang tidak sosial.
Pola perilaku yang termasuk dalam perilaku sosial adalah :
1. Kerja sama. Sekelompok anak belajar bermain atau bekerja bersama dengan anak
lain. Semakin banyak kesempatan untuk melakukan sesuatu bersama-sama,
semakin cepat mereka belajar melakukannya dengan bekerja sama.
2. Persaingan. Persaingan merupakan dorongan bagi anak-anak untuk berusaha
sebaik-baiknya, hal itu akan menambah sosialisasi mereka. Jika hal itu
diekspresikan dalam pertengkaran dan kesombongan, dapat mengakibaan
timbulnya sosialisasi yang buruk yang dialami anak.
3. Kemurahan hati. Kemurahan hati, terlihat pada kesediaan untuk berbagi sesuatu
dengan anak lain meningkat dan sikap mementingkan diri sendiri semakin
berkurang setelah anak belajar bahwa kemurahan hati menghasilkan penerimaan
sosial.
4. Hasrat akan penerimaan sosial. Jika hasrat pada diri anak untuk diterima kuat, hal
itu mendorong anak untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial. Hasrat
untuk diterima oleh orang dewasa biasanya timbul lebih awal dibandingkan
dengan hasrat untuk diterima oleh teman sebaya.
5. Simpati. Anak kecil tidak mampu berperilaku simpati sampai mereka pernah
mengalami situasi yang mirip dengan dukacita. Anak mengekspresikan simpati
dengan berusaha menolong atau menghibur seseorang yang sedang bersedih.
6. Empati. Empati adalah kemampuan meletakkan diri sendiri dalam posisi orang
lain dan menghayati pengalaman orang tersebut. Hal ini dapat berkembang pada
10
anak jika anak dapat memahami ekspresi wajah atau maksud pembicaraan orang
lain.
7. Ketergantungan. Ketergantungan terhadap orang lain dalam hal bantuan,
perhatian, dan kasih sayang mendorong anak untuk berperilaku dalam cara yang
diterima secara sosial. Anak akan berusaha menunjukkan perilaku sosial yang
dapat diterima agar dapat memenuhi keinginannya.
8. Sikap ramah. Anak kecil memperlihaan sikap ramah melalui kesediaannya
melakukan sesuatu untuk orang lain atau anak lain dan dengan mengekspresikan
kasih sayang kepada mereka.
9. Sikap tidak mementingkan diri sendiri. Anak perlu mendapat kesempatan dan
dorongan untuk membagi apa yang mereka miliki. Belajar memikirkan orang lain
dan berbuat untuk orang lain.
10. Meniru. Dengan meniru orang yang diterima baik oleh kelompok sosial, anakanak
memperoleh kesempatan untuk mengembangkan sifat dan meningkatlam
penerimaan kelompok terhadap diri mereka.
11. Perilaku kelekatan (attachment behavior). Dari landasan yang diberikan pada
masa bayi, yaitu ketika bayi mengembangkan kelekatan yang hangat dan penuh
cinta kasih kepada ibu atau pengganti ibu, anak kecil mengalihkan pola perilaku
ini kepada anak atau orang lain dan belajar membina persahabatan dengan
mereka.
Adapun pola perilaku yang tidak sosial adalah perilaku yang menunjukkan:
1. Negativisme. Negativisme adalah perlawanan terhadap tekanan dari pihak lain
untuk berperilaku tertentu. Biasanya hal itu dinulai pada usia dua tahun dan
mencapai puncaknya antara umur 3 dan 6 tahun. Ekspresi fisiknya mirip dengan
ledakan kemarahan, tetapi secara setahap demi setahap diganti dengan penolakan
lisan untuk menuruti perintah.
2. Agresi. Agresi adalah tindakan permusuhan yang nyata atau ancaman
permusuhan. Biasanya tidak ditimbulkan oleh orang lain. Anak-anak
mengekspresikan sikap agresif mereka berupa penyerangan secara fisik atau lisan
terhadap pihak lain, dan biasanya terhadap anak yang lebih kecil.
3. Pertengkaran. Pertengkaran merupakan perselisihan pendapat yang mengandung
kemarahan yang umumnya dimulai apabila seseorang melakukan penyerangan
11
yang tidak beralasan. Pertengkaran berbeda dari agresi. Pertengkaran melibaan
dua orang atau lebih sedangkan agresi merupakan tindakan dirinya sendiri.
Dalam pertengkaran salah seorang yang terlibat memainkan peran bertahan
sedangkan dalam agresi peran dirinya yang selalu agresif.
4. Mengejek dan menggretak. Mengejek merupakan serangan secara lisan terhadap
orang lain, sedangkan menggretak merupakan serangan yang bersifat fisik.
Dalam kedua hal tersebut si penyerang memperoleh keputusan dengan
menyaksikan ketidakenakan (ketidak senangan) korban dan usahanya untuk balas
dendam.
5. Perilaku yang sok kuasa. Perilaku ini adalah kecenderungan untuk mendominasi
orang lain atau menjadi “majikan”. Jika diarahakan secara tepat hal ini dapat
menjadi sifat kepemimpinan, tetapi umumnya tidak demikian, dan biasanya hal
ini mengakibaan timbulnya penolakan dari kelompok sosial.
6. Egosentrisme. Hampir semua anak kecil bersifat egosentrik, dalam arti bahwa
mereka cenderung berpikir dan berbicara tentang diri mereka sendiri. Apakah
kecenderungan ini akan hilang, menetap atau akan berkembang semakin kuat,
sebagian bergantung pada kesadaran anak bahwa hal itu membuat mereka tidak
populer dan sebagian lagi bergantung pada kuat lemahnya keinginan mereka
untuk menjadi populer.
7. Prasangka. Landasan prasangka terbentuk pada masa kanak-kanak awal yaitu
ketika anak menyadari bahwa sebagian orang berbeda dari mereka dalam hal
peampilan dan perilaku dan bahwa perbedaan ini oleh kelompok sosial dianggap
sebagai tanda kerendahan. Bagi anak kecil tidaklah umum mengekspresikan
prasangka dengan bersikap membedakan orang-orang yang mereka kenal.
8. Antagonisme jenis kelamin. Ketika masa kanak-kanak berakhir, banyak anak
laki-laki ditekan oleh keluarga laki-laki dan teman sebaya untuk menghindari
pergaulan dengan anak perempuan atau memainkan “permainan anak
perempuan”. Mereka juga mengetahui bahwa kelompok sosial memandang lakilaki
lebih tinggi derajatnya daripada anak perempuan. Walaupun demikian, pada
umur ini anak laki-laki tidak melakukan pembedaan terhadap anak perempuan,
tetapi menghindari mereka dan menghindari aktivitas yang dianggap sebagai
aktivitas anak perempuan.
12
Selain dari itu, menurut Helms & Turner (1984 : 225) pola perilaku sosial anak
dapat dilihat dari empat dimensi, yaitu : (1) anak dapat bekerjasama (cooperating)
dengan teman, (2) anak mampu menghargai (altruism) teman, baik dalam hal
menghargai milik, pendapat, hasil karya teman atau kondisi-kondisi yang ada pada
teman, (3) anak mampu berbagi (sharing) kepada teman. Apakah anak mampu
berbagi sesuatu yang dimilikinya kepada teman, mau mengalah pada teman dan
sebagainya, dan (4) anak mampu membantu (helping others) orang lain. Hal ini tidak
hanya ditunjukkan dalam hubungannya dengan teman sebaya tetapi juga dengan
orang dewasa lainnya.
Pengaruh Kelompok Sosial
Pada semua tingkatan usia, orang dipengaruhi oleh kelompok sosial dengan
siapa mereka mempunyai hubungan tetap, dan merupakan tempat mereka
mengidentifikasi diri. Pengaruh ini paling kuat terjadi pada masa kanak-kanak dan
sebagian masa remaja akhir. Menurut Elizabeth. B. Hurlock (1978, 231), keluarga
merupakan agen sosialisasi yang paling penting. Ketika anak-anak memasuki
sekolah, guru mulai memasukkan pengaruh terhadap sosialisasi mereka, meskipun
pengaruh teman sebaya biasanya lebih kuat dibandingkan dengan pengaruh guru dan
orang tua. Studi tentang perbedaan antara pengaruh teman sebaya dan pengaruh
orang tua terhadap keputusan anak pada berbagai tingkatan umur menemukan bahwa
dengan meningkatnya umur anak, jika nasihat yang diberikan oleh keduanya (orang
tua dan teman sebaya) berbeda maka anak cenderung lebih terpengaruh oleh teman
sebaya.
Interaksi Sosial Anak dengan Teman Sebaya
Hubungan antara anak dengan teman sebaya merupakan bagian dari interaksi
sosial yang dilakukan anak dengan lingkungan sekolah dan lingkungan
masyarakatnya.
Bonner merumuskan interaksi sosial sebagai hubungan antara dua atau
lebih individu di mana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau
memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Berdasarkan rumusan
tersebut, terlihat bahwa dalam interaksi sosial terjadi hubungan timbal balik antara
individu yang satu dengan individu lainnya. Teman sebaya menurut Havighurst
13
(1978:45) dipandang sebagai suatu “kumpulan orang yang kurang lebih berusia
sama yang berpikir dan bertindak bersama-sama”.
Pada usia sekolah, anak-anak mulai keluar dari lingkungan keluarga dan
memasuki dunia teman sebaya. Peristiwa ini merupakan perubahan situasi dari
suasana emosional yang aman yang dalam hal ini hubungan yang erat dengan ibu dan
anggota keluarga lainnya ke kehidupan dunia baru. Dalam dunia baru yang dimasuki
anak, ia harus pandai menempaan diri di antara teman sebaya yang sedikit banyak
akan berlomba dalam menarik perhatian guru.
Anak-anak hendaknya belajar memperoleh kepuasan yang lebih banyak dari
kehidupan sosial bersama teman sebayanya. Melalui kehidupan sosial kelompok
sebaya anak belajar memberi dan menerima., belajar berteman dan bekerja yang
semuanya itu dapat mengembangkan kepribadian sosial anak.
Vygotsky (Berk, L.E., & Winsler, A., 1995) menekankan pentingnya konteks
sosial dalam proses belajar anak. Pengalaman interaksi sosial ini sangat berperan
dalam mengembangkan kemampuan berpikir anak. Lebih lanjut, bahkan ia
menjelaskan bahwa bentuk-bentuk aktivitas mental yang tinggi diperoleh dari
konteks sosial dan budaya tempat anak berinteraksi dengan teman-temannya atau
orang lain. Mengingat betapa pentingnya peran konteks sosial ini, Vygotsky
menyarankan untuk memahami perkembangan anak, kita dituntut untuk memahami
relasi-relasi sosial yang terjadi pada lingkungan tempat anak itu bergaul.
Proses pembelajaran dalam kelompok sebaya merupakan proses pembelajaran
“kepribadian sosial” yang sesungguhnya. Anak-anak belajar cara-cara mendekati
orang asing, malu-malu atau berani, menjauhkan diri atau bersahabat. Ia belajar
bagaimana memperlakukan teman-temannya, ia belajar apa yang disebut dengan
bermain jujur. Seseorang yang telah mempelajari kebiasaan-kebiasaan sosial
tersebut, cenderung akan melanjutkannya dalam seluruh kehidupannya.
Pengalaman anak berinteraksi sosial dengan anak lain dan bahkan dengan
orang dewasa tidak saja memfasilitasi keterampilan anak dalam berkomunikasi dan
sosialnya, tetapi juga turut mengembangkan aspek-aspek perkembangan lainnya,
seperti perkembangan kognisi, emosi dan moralnya. Pergaulan sosial ini merupakan
pengalaman hidup yang kaya dan alami bagi anak sehingga dapat mendorong
segenap aspek perkembangan anak secara lebih terintegrasi dan menyeluruh. Melalui
14
interaksi sosial, anak dapat berlatih mengekspresikan emosinya dan menguji
perilaku-perilaku moralnya secara tepat. Begitu pula pengenalan anak terhadap pola
pikir orang lain dapat memperkaya pengalaman kognisinya.
Dalam berinteraksi dengan teman sebaya, anak akan memilih anak lain yang
usianya hampir sama, dan di dalam berinteraksi dengan teman sebaya lainnya, anak
dituntut untuk dapat menerima teman sebayanya. Dalam penerimaan teman
sebayanya anak harus mampu menerima persamaan usia, menunjukkan minat
terhadap permainan, dapat menerima teman lain dari kelompok yang lain, dapat
menerima jenis kelamin lain, dapat menerima keadaan fisik anak yang lain, mandiri
atau dapat lepas dari orang tua atau orang dewasa lain, dan dapat menerima kelas
sosial yang berbeda
Faktor penting lainnya yang mempengaruhi perkembangan kelompok sosial ini
adanya kepemimpinan sebaya (peer leadership). Dalam kelompok sosial ini seorang
anak dianggap mampu memimpin apabila memiliki karakteristik-karakteristik
kemampuan (intelektual) lebih, memiliki kemampuan berkuasa (uthoritarian) dan
kemampuan mengendalikan (assertive) teman yang lain.
Kesimpulan
Permasalahan sosial banyak ditemukan pada anak usia TK dan sedini
mungkin anak perlu dibantu untuk dapat mengatasinya. Terhambatnya
perkembangan sosial anak sejak kecil akan menimbulkan kesulitan bagi anak dalam
mengembangkan dirinya di kemudian hari. Upaya untuk mengatasi permasalahan
sosial pada anak selayaknya dilakukan bersama antara orang tua dan guru, karena
melalui merekalah perkembangan sosial anak dapat terbentuk secara baik. Selain dari
itu dalam perkembangan sosial anak TK, faktor teman sebaya memiliki pengaruh
yang kuat sekali bagi pembentukan perilaku-perilaku sosial yang diharapkan pada
anak TK. Oleh karena itu peran aktif orang tua dan guru yang senantiasa
memperhatikan kebutuhan dan perkembangan anak TK serta tidak terlepas dari
pemahaman pengaruh teman sebaya bagi perkembangan sosial anak dapat
memberikan upaya bantuan dan bimbingan bagi anak agar memiliki perilakuperilaku
sosial yang diharapkan yang dapat bermanfaat bagi perkembangan anak di
kemudian hari.
15
16
Daftar Rujukan
Depdikbud. (1994) Kurikulum Taman Kanak-kanak. Jakarta.
Daeng, S, Dini P. (1996). Metode Mengajar di Taman Kanak-kanak, Bagian 2.
Jakarta : Depdikbud.
Gerungan, W. A.. (1986). Psikologi Sosial. Jakarta : Eresco.
Harianti, Diah. (1994). Program Kegiatan Belajar Taman Kanak-kanak. Jakarta :
Depdikbud.
Havighurst, Robert J. (1978). Human Development and Education. New York :
Longmans Green and Co.
Helms, D. B & Turner, J.S. (1983) Exploring Child Behavior. New York : Holt
Rinehartand Winston.
Hurlock, Elizabeth, B. (1978). Child Development, Sixth Edition. New York : Mc.
Graw Hill, Inc.
Jersild, Arthur. T. (1978). The Psychology of Adolescence. New York : Macmillan
Publishing Co.
Kartono, Kartini. (1986). Psikologi Anak. Bandung : Alumni.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1990. Tentang Pendidikan Prasekolah.
Roopnaire, J. L & Johnson, J.E. (1993). Approaches to Early Childhood, Education,
2nd Edition. New York : Merril.
Solehuddin, M. (1997). Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah. Bandung : FIP UPI.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989, Sistem Pendidikan
Nasional.
1
PENGEMBANGAN PERILAKU SOSIAL
ANAK PRASEKOLAH
Oleh : Ernawulan Syaodih
Pendahuluan
Memasuki era milenium ke-3, kita dihadapkan pada tuntutan mampu
menghadapi persaingan bebas yang menuntut manusia-manusia unggul untuk
mampu menghadapinya. Untuk menghadapi masa itu, kita membutuhkan
generasigenerasi
penerus yang tangguh, yang berkepribadian utuh dan mampu bersosialisasi
secara baik.
Kemampuan berperilaku sosial perlu dimiliki sejak anak masih kecil sebagai
suatu fundasi bagi perkembangan kemampuan anak berinteraksi dengan
lingkungannya secara lebih luas. Ketidakmampuan anak berperilaku sosial yang
diharapkan lingkungannya, dapat berakibat anak terkucil dari lingkungan, tidak
terbentuknya kepercayaan pada diri sendiri, menarik diri dari lingkungan, dan
sebagainya. Akibatnya anak akan mengalami hambatan dalam perkembangan
selanjutnya.
Pada dasarnya anak khususnya anak usia TK memiliki keinginan yang kuat
untuk dapat diterima oleh kelompoknya. Ia akan terus berusaha untuk dapat
bergabung dan diakui oleh kelompok sebayanya. Bila anak itu tidak diakui oleh
kelompoknya, maka ia akan mencari cara lain untuk dapat diterima dalam kelompok
sebaya tersebut. Keinginan yang kuat pada anak untuk diakui menuntut sejumlah
kemampuan sosial yang perlu dimilikinya.
Tidak semua anak mampu menunjukkan perilaku sosial seperti yang diharapkan,
dan tidak semua anak mampu berinteraksi dengan kelompoknya secara baik.
Ada anak yang menunjukkan sikap membangkang, ingin menang sendiri, tidak mau
berbagi dengan teman lain, licik, cepat marah dan sebagainya. Untuk membantu
mengurangi ketidakmampuan anak berperilaku sosial yang baik, dan membantu
menyiapkan anak memasuki lingkungan pergaulan yang lebih luas, dibutuhkan
upaya bantuan baik dari orang tua maupun guru di sekolah.
2
Karakteristik Anak TK
Beberapa ahli dalam bidang pendidikan dan psikologi memandang periode
usia TK merupakan periode yang penting yang perlu mendapat penanganan sedini
mungkin. Maria Montessori (Elizabeth B. Hurlock, 1978 : 13) berpendapat bahwa
usia 3 - 6 tahun sebagai periode sensitive atau masa peka yaitu suatu periode dimana
suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan sehingga tidak terhambat
perkembangannya. Misalnya masa peka untuk berbicara pada periode ini tidak
terlewati maka anak akan mengalami kesukaran dalam kemampuan berbahasa untuk
periode selanjutnya. Demikian pula pembinaan karakter anak. Pada periode tersebut
karakter anak harus dapat dibangun melalui kegiatan dan pekerjaan. Jika pada
periode ini anak tidak didorong aktivitasnya, perkembangan kepribadiannya akan
menjadi terhambat. Masa-masa sensitif mencakup sensitivitas terhadap keteraturan
lingkungan, sensitivitas untuk mengeksplorasi lingkungan dengan lidah dan tangan,
sensitivitas untuk berjalan, sensitivitas terhadap obyek-obyek kecil dan detail, serta
sensitivitas terhadap aspek-aspek sosial kehidupan.
Erikson (Helms & Turner, 1994 : 64) memandang periode ini sebagai fase
sense of initiative. Pada periode ini anak harus didorong untuk mengembangkan
inisiatifnya, seperti kesenangan untuk mengajukan pertanyaan dari apa yang dilihat,
didengar dan dirasakan. Jika anak tidak mendapat hambatan dari lingkungannya,
maka anak akan mampu mengembangkan inisiatif, dan daya kreatifnya, dan hal-hal
yang produktif dalam bidang yang disenanginya. Guru yang selalu menolong,
memberi nasehat, mengerjakan sesuatu di mana anak dapat melakukan sendiri maka
anak tidak mendapat kesempatan untuk berbuat kesalahan atau belajar dari kesalahan
itu. Pada fase ini terjamin tidaknya kesempatan untuk berprakarsa (dengan adanya
kepercayaan dan kemandirian yang memungkinkannya untuk berprakarsa), akan
menumbuhkan inisiatif. Sebaliknya kalau terlalu banyak dilarang dan ditegur, anak
akan diliputi perasaan serba salah dan berdosa (guilty).
Kartini Kartono (1986:113) mengemukakan bahwa ciri khas anak masa
kanak-kanak adalah sebagai berikut :
(1) bersifat egosentris naif, (2) mempunyai relasi sosial dengan benda-benda
dan manusia yang sifatnya sederhana dan primitif, (3) kesatuan jasmani dan
rohani yang hampir-hampir tidak terpisahkan sebagai satu totalitas, dan (4)
sikap hidup yang fisiognomis.
3
Kartini Kartono menjelaskan bahwa seorang anak yang egosentris memandang
dunia luar dari pandangannya sendiri, sesuai dengan pengetahuan dan pemahamannya
sendiri. Sikap egosentris yang naif ini bersifat temporer, dan senantiasa
dialami oleh setiap anak dalam proses perkembangannya.
Relasi sosial yang primitif merupakan akibat dari sifat egosentris yang naif
tersebut. Ciri ini ditandai oleh kehidupan individual dan sosialnya masih belum
terpisahkan. Anak hanya memiliki minat terhadap benda-benda dan peristiwa yang
sesuai dengan daya fantasinya. Dengan kata lain anak membangun dunianya dengan
khayalan dan keinginannya.
Kesatuan jasmani dan rohani yang tidak terpisahkan, maksudnya adalah anak
belum dapat membedakan dunia batiniah dengan lahiriah. Isi lahiriah dan batiniah
merupakan suatu kesatuan yang bulat, sehingga penghayatan anak diekspresikan
secara spontan.
Anak bersikap fisiognomis terhadap dunianya, artinya secara langsung anak
memberikan atribut pada setiap penghayatannya. Anak tidak bisa membedakan
benda hidup dengan benda mati. Setiap benda dianggapnya berjiwa seperti dirinya,
oleh karena itu anak sering bercakap-cakap dengan bonekanya, dengan kucing,
dengan kelinci dan sebagainya.
Rasa ingin tahu dan sikap antusias yang kuat terhadap segala sesuatu
merupakan ciri lain yang menonjol pada anak usia 4-5 tahun. Anak memiliki sikap
berpetualang (adventurousness) yang kuat. Anak akan banyak memperhatikan,
membicarakan atau bertanya tentang berbagai hal yang sempat dilihat atau
didengarnya.
Minatnya yang kuat untuk mengobservasi lingkungan dan benda-benda di
sekitarnya membuat anak usia 4-5 tahun senang ikut bepergian ke daerah-daerah. Ia
akan sangat mengamati bila diminta untuk mencari sesuatu.
Pertumbuhan fisik anak usia 4-5 masih memerlukan aktivitas yang banyak.
Kebutuhan anak untuk melakukan berbagai aktivitas sangat diperlukan, baik untuk
pengembangan otot-otot kecil maupun otot-otot besar. Gerakan-gerak fisik ini tidak
sekedar penting untuk mengembangkan keterampilan fisik saja, tetapi juga dapat
berpengaruh positif terhadap penumbuhan rasa harga diri anak dan bahkan
4
perkembangan kognisi. Keberhasilan anak dalam menguasai
keterampilanketerampilan
motorik dapat membuat anak bangga akan dirinya.
Sejalan dengan perkembangan keterampilan fisiknya, anak usia sekitar lima
tahun ini semakin berminat pada teman-temannya. Ia akan mulai menunjukkan
hubungan dan kemampuan bekerja sama yang lebih intens dengan teman-temannya.
Anak memilih teman berdasarkan kesamaan aktivitas dan kesenangan.
Kualitas lain dari anak usia ini adalah abilitas untuk memahami pembicaraan
dan pandangan orang lain semakin meningkat sehingga keterampilan komunikasinya
juga meningkat. Penguasaan akan keterampilan berkomunikasi ini membuat anak
semakin senang bergaul dan berhubungan dengan orang lain.
Anak usia TK adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses
perkembangan dengan sangat pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan
selanjutnya. Anak memiliki dunia dan karakteristik tersendiri yang jauh berbeda dari
dunia dan karakteristik orang dewasa. Anak sangat aktif, dinamis, antusias dan
hampir selalu ingin tahu terhadap apa yang dilihat dan didengarnya serta seolah-olah
tak pernah berhenti untuk belajar.
Perilaku Sosial Anak TK
Pengertian Perilaku Sosial
Perilaku sosial merupakan aktivitas dalam hubungan dengan orang lain, baik
dengan teman sebaya, guru, orang tua maupun saudara-saudaranya. Di dalam
hubungan dengan orang lain, terjadi peristiwa-peristiwa yang sangat bermakna
dalam kehidupannya yang membentuk kepribadiannya, yang membantu
perkembangannya menjadi manusia sebagaimana adanya.
Sejak kecil anak telah belajar cara berperilaku sosial sesuai dengan harapan
orang-orang yang paling dekat dengan dia, yaitu : ibunya, ayahnya,
saudarasaudaranya,
dan anggota keluarga yang lain. Apa yang telah dipelajari anak dari
lingkungan keluarganya sangat mempengaruhi perilaku sosialnya.
Perasaan terhadap orang lain, juga merupakan hasil dari pengalaman yang
lampau dan mempengaruhi hubungan sosial, seperti yang dapat diobservasi dalam
situasi kehidupan sehari-hari. Hasil observasi di kelas sebagaimana yang
diungkapkan oleh Johnson (1975 : 82) menunjukan bahwa anak berperilaku dalam
5
suatu kelompok berbeda dengan perilakunya dalam kelompok lain. Perilaku anak
dalam kelompok juga berbeda dengan pada waktu dia sendirian.
Kehadiran orang lain dapat menimbulkan reaksi yang berbeda pada tiap-tiap
anak. Menurut Johnson , perbedaan ini dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu :
persepsi individu yang menjadi anggota kelompok, lingkungan tempat terjadinya
interaksi dan pola kepemimpinan yang dipakai guru di kelas.
Keterampilan sosial anak TK
Keterampilan-keterampilan sosial yang perlu dimiliki anak TK adalah :
a). Kemampuan dalam menjalin hubungan dengan orang lain
Pada awal masa bayi (kira-kira usia tiga bulan), anak sudah mulai menunjukkan
keinginannya untuk berhubungan dengan orang lain, dengan “senyum sosial” yang
ditunjukkannya bila ada orang yang mendekatinya. Pada saat itu sifat hubungannya
dengan orang lain masih sangat terbatas, karena kemampuan reaksi dan
komunikasinya yang juga masih amat terbatas. Kemudian pada akhir masa bayi
(kira-kira usia dua tahun) anak sudah mulai dapat berbicara dan memiliki beberapa
puluh kosa kata, keinginan untuk menjalin hubungan antar manusia sudah lebih
nyata, hal ini ditampakkan melalui sikap dan perilakunya terhadap orang-orang yang
ditemuinya, terutama dengan anak-anak sebaya.
Masuknya anak ke TK memberikan kesempatan bergaul dengan anak lain yang
sebaya semakin besar. Hal ini memberikan peluang pada anak untuk lebih
melancarkan dan meningkaan kemampuan berkomunikasinya. Pada usia TK anak
diharapkan telah dapat menyatakan perasaan-perasaannya melalui kata-kata, bila
marah pada temannya ia akan mengatakan “kamu nakal atau kamu jahat”, kalau takut
sesuatu ia akan mengatakan “saya takut itu” atau kalau ia senang ia juga akan
mengatakan “saya senang”.
Selain dari itu, anak juga sudah mulai mampu membaca situasi yang dihadapi.
Bila merebut mainan temannya, kemudian temannya cemberut dan guru
memelototinya, ia tahu bahwa perilakunya itu tidak disukai oleh teman dan gurunya.
Anak juga mulai dapat memilih teman yang dianggap sesuai dengan keinginannya,
mulai mempunyai teman yang dianggap sesuai dengan keinginannya, mulai
mempunyai teman dekat, dan menghindari teman-teman yang tidak disukainya. Pada
6
usia ini anak juga sudah mulai dapat bermain dalam kelompok kecil yang menuntut
kebersamaan dan kerjasama, mulai belajar berbagai hal dengan orang lain, belajar
menunggu giliran dan lain-lain.
Pengalaman berhubungan (bersosialisasi) dengan orang lain ini memberikan
pelajaran pada anak bahwa ada perilaku-perilaku yang disukai oleh teman-teman
atau gurunya yang menyebabkan ia diterima di lingkungan mereka, dan ia tahu pula
bahwa ada perilaku-perilaku yang tidak disukai temannya. Dengan pengetahuannya
itu anak mulai mengubah perilaku yang negatif dan mengembangkan perilakuperilaku
yang positif agar hubungan dengan orang lain dapat tetap berlangsung
dengan baik. Anak semakin mampu mengendalikan perasaan-perasaannya dan
mengikuti aturan-aturan yang ditentukan oleh lingkungannya, untuk dapat
mempertahankan hubungan yang baik dengan orang lain.
Bila pengalaman awal seorang anak dalam bersosialisasi lebih banyak memberi
kesenangan dan kepuasan, maka dapat diperkirakan proses sosialisasinya
berkembang ke arah yang positif, tetapi sebaliknya bila tidak, hambatan dan
kesulitan dalam bersosialisasi akan banyak ditemui anak.
b) Kemampuan melakukan kegiatan bermain dan menggunakan waktu luang
Dunia anak adalah dunia bermain, khususnya pada anak prasekolah bermain
merupakan kebutuhan dasar mereka. Dengan demikian wajarlah bila sebagian besar
waktu anak diisi dengan kegiatan bermain.
Elizabeth B. Hurlock (1978: 234) memberikan batasan tentang bermain sebagai
kegiatan yang dilakukan tanpa mempertimbangkan hasil akhir, semata-mata untuk
menimbulkan kesenangan dan kegembiraan saja. Biasanya anak melakukannya
secara suka rela, tanpa paksaan dan tanpa ada aturan main tertentu, kecuali bila
ditentukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam permainan tersebut.
Anak usia prasekolah pada umumnya senang melakukan permainan yang
mengandung aktivitas gerak, seperti berlari, meloncat, memanjat dan bersepeda,
tetapi ada pula anak yang tidak begitu menyukai kegiatan bermain aktif, anak
demikian lebih memilih bentuk kegiatan bermain pasif yang kurang banyak
merangsang aspek fisik motoriknya tetapi lebih merangsang aspek perkembangan
lainnya, terutama perkembangan kognitifnya.
7
Kedua jenis kegiatan bermain ini baik bermain aktif maupun bermain pasif
sama-sama bermanfaat bagi perkembangan anak, namun untuk memberi manfaat
yang optimal dan bersifat menyeluruh bagi perkembangan anak, kedua jenis kegiatan
bermain ini perlu dilakukan oleh anak secara seimbang.
c) Kemampuan anak mengatasi situasi sosial yang dihadapi
Kemampuan anak dalam mengatasi situasi sosial yang dihadapi erat kaitannya
dengan kemampuan anak dalam menjalin hubugan antar manusia. Hal ini disebabkan
karena situasi sosial yang dihadapi anak, mau tidak mau melibaan orang lain
sehingga pada dasarnya tidak dapat lepas dari hubungannya dengan orang lain. Salah
satu yang berkaitan dengan kemampuan mengatasi situasi sosial ini, anak tidak
selalu harus berhubungan secara langsung dengan orang lain. Masalah yang
dihadapinya tidak berhubungan langsung dengan orang lain, tetapi berhubungan
dengan situasi sosial, yaitu situasi yang diciptakan oleh orang lain. Misalnya, seorang
anak TK sedang mengikuti kegiatan menggambar di kelas, yang sebenarnya tidak
disukainya. Keadaan ini menimbulkan perasaan dan pengalaman yang tidak enak
pada dirinya. Bila ia tidak mau melakukan kegiatan itu ia takut dihukum gurunya,
tetapi bila ia mengikuti terus ia merasa sangat bosan. Mengatasi situasi semacam ini
diperlukan kemampuan anak untuk mencari pemecahan masalah yang sebaikbaiknya
sesuai dengan perkembangan yang telah dicapainya. Pada usia ini
diharapkan anak telah menyadari tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan. Ia sudah
harus dapat mengikuti aturan main yang ada, mengikuti tokoh otoritas yang dihadapi
dan mencoba untuk mengendalikan perasaan-perasaanya dengan cara yang lebih
positif.
Menurut Dini P. Daeng S (1996: 114) ada empat faktor yang berpengaruh pada
kemampuan bersosialisasi anak, yaitu :
1. Adanya kesempatan untuk bergaul dengan orang-orang di sekitarnya dari
berbagai usia dan latar belakang.
2. Banyak dan bervariasinya pengalaman dalam bergaul dengan orang-orang di
lingkungannya.
3. Adanya minat dan motivasi untuk bergaul
8
4. Banyaknya pengalaman yang menyenangkan yang diperoleh melalui pergaulan
dan aktivitas sosialnya.
5. Adanya bimbingan dan pengajaran dari orang lain, yang biasanya menjadi
“model” bagi anak.
6. Adanya bimbingan dan pengajaran yang secara sengaja diberikan oleh orang
yang dapat dijadikan “model” bergaul yang baik bagi anak.
7. Adanya kemampuan berkomunikasi yang baik yang dimiliki anak.
8. Adanya kemampuan berkomunikasi yang dapat membicarakan topik yang dapat
dimengerti dan menarik bagi orang lain yang menjadi lawan bicaranya.
Menurut Elizabeth B. Hurlock (1978 : 228) untuk menjadi orang yang mampu
bersosialisasi memerlukan tiga proses. Masing-masing proses terpisah dan sangat
berbeda satu sama lain, tetapi saling berkaitan. Kegagalan dalam satu proses akan
menurunkan kadar sosialisasinya. Ketiga proses sosialisasi tersebut adalah :
1. Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial.
Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya tentang
perilaku yang dapat diterima. Untuk dapat besosialisasi anak tidak hanya harus
mengetahui perilaku yang dapat diterima, tetapi mereka juga harus menyesuaikan
perilakunya dengan patokan yang dapat diterima.
2. Memainkan peran sosial yang dapat diterima. Setiap kelompok sosial mempuyai
pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama oleh para anggotannya dan
dituntut untuk dipatuhi. Sebagai contoh, ada peran yang telah disetujui bersama
bagi orang tua dan anak serta ada pula peran yang telah disetujui bersama bagi
guru dan murid. Anak dituntut untuk mampu memainkan peran-peran sosial
yang diterimanya.
3. Perkembangan sikap sosial. Untuk bersosialisasi dengan baik anak-anak harus
menyenangi orang dan kegiatan sosial. Jika mereka dapat melakukannya,
mereka akan berhasil dalam penyesuaian sosial dan diterima sebagai anggota
kelompok sosial tempat mereka bergaul.
Pola Perilaku Sosial
Sebagian dari bentuk perilaku sosial yang berkembang pada masa kanak-kanak
awal, merupakan perilaku yang terbentuk atas dasar landasan yang diletakkan pada
9
masa bayi. Sebagian lainnya merupakan bentuk perilaku sosial baru yang
mempunyai landasan baru. Banyak di antara landasan baru ini dibina oleh hubungan
sosial dengan teman sebaya di luar rumah dan hal-hal yang diamati anak dari
tontonan televisi atau buku komik.
Pola perilaku dalam situasi sosial banyak yang nampak tidak sosial atau bahkan
anti sosial, tetapi masing-masing tetap penting bagi proses sosialisasi. Landasan yang
diletakkan pada masa kanak-kanak awal akan menentukan cara anak menyesuaikan
diri dengan orang lain.
Pola perilaku sosial menurut Elizabeth. B. Hurlock (1978 : 239) terbagi atas
dua kelompok, yaitu pola perilaku yang sosial dan pola perilaku yang tidak sosial.
Pola perilaku yang termasuk dalam perilaku sosial adalah :
1. Kerja sama. Sekelompok anak belajar bermain atau bekerja bersama dengan anak
lain. Semakin banyak kesempatan untuk melakukan sesuatu bersama-sama,
semakin cepat mereka belajar melakukannya dengan bekerja sama.
2. Persaingan. Persaingan merupakan dorongan bagi anak-anak untuk berusaha
sebaik-baiknya, hal itu akan menambah sosialisasi mereka. Jika hal itu
diekspresikan dalam pertengkaran dan kesombongan, dapat mengakibaan
timbulnya sosialisasi yang buruk yang dialami anak.
3. Kemurahan hati. Kemurahan hati, terlihat pada kesediaan untuk berbagi sesuatu
dengan anak lain meningkat dan sikap mementingkan diri sendiri semakin
berkurang setelah anak belajar bahwa kemurahan hati menghasilkan penerimaan
sosial.
4. Hasrat akan penerimaan sosial. Jika hasrat pada diri anak untuk diterima kuat, hal
itu mendorong anak untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial. Hasrat
untuk diterima oleh orang dewasa biasanya timbul lebih awal dibandingkan
dengan hasrat untuk diterima oleh teman sebaya.
5. Simpati. Anak kecil tidak mampu berperilaku simpati sampai mereka pernah
mengalami situasi yang mirip dengan dukacita. Anak mengekspresikan simpati
dengan berusaha menolong atau menghibur seseorang yang sedang bersedih.
6. Empati. Empati adalah kemampuan meletakkan diri sendiri dalam posisi orang
lain dan menghayati pengalaman orang tersebut. Hal ini dapat berkembang pada
10
anak jika anak dapat memahami ekspresi wajah atau maksud pembicaraan orang
lain.
7. Ketergantungan. Ketergantungan terhadap orang lain dalam hal bantuan,
perhatian, dan kasih sayang mendorong anak untuk berperilaku dalam cara yang
diterima secara sosial. Anak akan berusaha menunjukkan perilaku sosial yang
dapat diterima agar dapat memenuhi keinginannya.
8. Sikap ramah. Anak kecil memperlihaan sikap ramah melalui kesediaannya
melakukan sesuatu untuk orang lain atau anak lain dan dengan mengekspresikan
kasih sayang kepada mereka.
9. Sikap tidak mementingkan diri sendiri. Anak perlu mendapat kesempatan dan
dorongan untuk membagi apa yang mereka miliki. Belajar memikirkan orang lain
dan berbuat untuk orang lain.
10. Meniru. Dengan meniru orang yang diterima baik oleh kelompok sosial, anakanak
memperoleh kesempatan untuk mengembangkan sifat dan meningkatlam
penerimaan kelompok terhadap diri mereka.
11. Perilaku kelekatan (attachment behavior). Dari landasan yang diberikan pada
masa bayi, yaitu ketika bayi mengembangkan kelekatan yang hangat dan penuh
cinta kasih kepada ibu atau pengganti ibu, anak kecil mengalihkan pola perilaku
ini kepada anak atau orang lain dan belajar membina persahabatan dengan
mereka.
Adapun pola perilaku yang tidak sosial adalah perilaku yang menunjukkan:
1. Negativisme. Negativisme adalah perlawanan terhadap tekanan dari pihak lain
untuk berperilaku tertentu. Biasanya hal itu dinulai pada usia dua tahun dan
mencapai puncaknya antara umur 3 dan 6 tahun. Ekspresi fisiknya mirip dengan
ledakan kemarahan, tetapi secara setahap demi setahap diganti dengan penolakan
lisan untuk menuruti perintah.
2. Agresi. Agresi adalah tindakan permusuhan yang nyata atau ancaman
permusuhan. Biasanya tidak ditimbulkan oleh orang lain. Anak-anak
mengekspresikan sikap agresif mereka berupa penyerangan secara fisik atau lisan
terhadap pihak lain, dan biasanya terhadap anak yang lebih kecil.
3. Pertengkaran. Pertengkaran merupakan perselisihan pendapat yang mengandung
kemarahan yang umumnya dimulai apabila seseorang melakukan penyerangan
11
yang tidak beralasan. Pertengkaran berbeda dari agresi. Pertengkaran melibaan
dua orang atau lebih sedangkan agresi merupakan tindakan dirinya sendiri.
Dalam pertengkaran salah seorang yang terlibat memainkan peran bertahan
sedangkan dalam agresi peran dirinya yang selalu agresif.
4. Mengejek dan menggretak. Mengejek merupakan serangan secara lisan terhadap
orang lain, sedangkan menggretak merupakan serangan yang bersifat fisik.
Dalam kedua hal tersebut si penyerang memperoleh keputusan dengan
menyaksikan ketidakenakan (ketidak senangan) korban dan usahanya untuk balas
dendam.
5. Perilaku yang sok kuasa. Perilaku ini adalah kecenderungan untuk mendominasi
orang lain atau menjadi “majikan”. Jika diarahakan secara tepat hal ini dapat
menjadi sifat kepemimpinan, tetapi umumnya tidak demikian, dan biasanya hal
ini mengakibaan timbulnya penolakan dari kelompok sosial.
6. Egosentrisme. Hampir semua anak kecil bersifat egosentrik, dalam arti bahwa
mereka cenderung berpikir dan berbicara tentang diri mereka sendiri. Apakah
kecenderungan ini akan hilang, menetap atau akan berkembang semakin kuat,
sebagian bergantung pada kesadaran anak bahwa hal itu membuat mereka tidak
populer dan sebagian lagi bergantung pada kuat lemahnya keinginan mereka
untuk menjadi populer.
7. Prasangka. Landasan prasangka terbentuk pada masa kanak-kanak awal yaitu
ketika anak menyadari bahwa sebagian orang berbeda dari mereka dalam hal
peampilan dan perilaku dan bahwa perbedaan ini oleh kelompok sosial dianggap
sebagai tanda kerendahan. Bagi anak kecil tidaklah umum mengekspresikan
prasangka dengan bersikap membedakan orang-orang yang mereka kenal.
8. Antagonisme jenis kelamin. Ketika masa kanak-kanak berakhir, banyak anak
laki-laki ditekan oleh keluarga laki-laki dan teman sebaya untuk menghindari
pergaulan dengan anak perempuan atau memainkan “permainan anak
perempuan”. Mereka juga mengetahui bahwa kelompok sosial memandang lakilaki
lebih tinggi derajatnya daripada anak perempuan. Walaupun demikian, pada
umur ini anak laki-laki tidak melakukan pembedaan terhadap anak perempuan,
tetapi menghindari mereka dan menghindari aktivitas yang dianggap sebagai
aktivitas anak perempuan.
12
Selain dari itu, menurut Helms & Turner (1984 : 225) pola perilaku sosial anak
dapat dilihat dari empat dimensi, yaitu : (1) anak dapat bekerjasama (cooperating)
dengan teman, (2) anak mampu menghargai (altruism) teman, baik dalam hal
menghargai milik, pendapat, hasil karya teman atau kondisi-kondisi yang ada pada
teman, (3) anak mampu berbagi (sharing) kepada teman. Apakah anak mampu
berbagi sesuatu yang dimilikinya kepada teman, mau mengalah pada teman dan
sebagainya, dan (4) anak mampu membantu (helping others) orang lain. Hal ini tidak
hanya ditunjukkan dalam hubungannya dengan teman sebaya tetapi juga dengan
orang dewasa lainnya.
Pengaruh Kelompok Sosial
Pada semua tingkatan usia, orang dipengaruhi oleh kelompok sosial dengan
siapa mereka mempunyai hubungan tetap, dan merupakan tempat mereka
mengidentifikasi diri. Pengaruh ini paling kuat terjadi pada masa kanak-kanak dan
sebagian masa remaja akhir. Menurut Elizabeth. B. Hurlock (1978, 231), keluarga
merupakan agen sosialisasi yang paling penting. Ketika anak-anak memasuki
sekolah, guru mulai memasukkan pengaruh terhadap sosialisasi mereka, meskipun
pengaruh teman sebaya biasanya lebih kuat dibandingkan dengan pengaruh guru dan
orang tua. Studi tentang perbedaan antara pengaruh teman sebaya dan pengaruh
orang tua terhadap keputusan anak pada berbagai tingkatan umur menemukan bahwa
dengan meningkatnya umur anak, jika nasihat yang diberikan oleh keduanya (orang
tua dan teman sebaya) berbeda maka anak cenderung lebih terpengaruh oleh teman
sebaya.
Interaksi Sosial Anak dengan Teman Sebaya
Hubungan antara anak dengan teman sebaya merupakan bagian dari interaksi
sosial yang dilakukan anak dengan lingkungan sekolah dan lingkungan
masyarakatnya.
Bonner merumuskan interaksi sosial sebagai hubungan antara dua atau
lebih individu di mana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau
memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Berdasarkan rumusan
tersebut, terlihat bahwa dalam interaksi sosial terjadi hubungan timbal balik antara
individu yang satu dengan individu lainnya. Teman sebaya menurut Havighurst
13
(1978:45) dipandang sebagai suatu “kumpulan orang yang kurang lebih berusia
sama yang berpikir dan bertindak bersama-sama”.
Pada usia sekolah, anak-anak mulai keluar dari lingkungan keluarga dan
memasuki dunia teman sebaya. Peristiwa ini merupakan perubahan situasi dari
suasana emosional yang aman yang dalam hal ini hubungan yang erat dengan ibu dan
anggota keluarga lainnya ke kehidupan dunia baru. Dalam dunia baru yang dimasuki
anak, ia harus pandai menempaan diri di antara teman sebaya yang sedikit banyak
akan berlomba dalam menarik perhatian guru.
Anak-anak hendaknya belajar memperoleh kepuasan yang lebih banyak dari
kehidupan sosial bersama teman sebayanya. Melalui kehidupan sosial kelompok
sebaya anak belajar memberi dan menerima., belajar berteman dan bekerja yang
semuanya itu dapat mengembangkan kepribadian sosial anak.
Vygotsky (Berk, L.E., & Winsler, A., 1995) menekankan pentingnya konteks
sosial dalam proses belajar anak. Pengalaman interaksi sosial ini sangat berperan
dalam mengembangkan kemampuan berpikir anak. Lebih lanjut, bahkan ia
menjelaskan bahwa bentuk-bentuk aktivitas mental yang tinggi diperoleh dari
konteks sosial dan budaya tempat anak berinteraksi dengan teman-temannya atau
orang lain. Mengingat betapa pentingnya peran konteks sosial ini, Vygotsky
menyarankan untuk memahami perkembangan anak, kita dituntut untuk memahami
relasi-relasi sosial yang terjadi pada lingkungan tempat anak itu bergaul.
Proses pembelajaran dalam kelompok sebaya merupakan proses pembelajaran
“kepribadian sosial” yang sesungguhnya. Anak-anak belajar cara-cara mendekati
orang asing, malu-malu atau berani, menjauhkan diri atau bersahabat. Ia belajar
bagaimana memperlakukan teman-temannya, ia belajar apa yang disebut dengan
bermain jujur. Seseorang yang telah mempelajari kebiasaan-kebiasaan sosial
tersebut, cenderung akan melanjutkannya dalam seluruh kehidupannya.
Pengalaman anak berinteraksi sosial dengan anak lain dan bahkan dengan
orang dewasa tidak saja memfasilitasi keterampilan anak dalam berkomunikasi dan
sosialnya, tetapi juga turut mengembangkan aspek-aspek perkembangan lainnya,
seperti perkembangan kognisi, emosi dan moralnya. Pergaulan sosial ini merupakan
pengalaman hidup yang kaya dan alami bagi anak sehingga dapat mendorong
segenap aspek perkembangan anak secara lebih terintegrasi dan menyeluruh. Melalui
14
interaksi sosial, anak dapat berlatih mengekspresikan emosinya dan menguji
perilaku-perilaku moralnya secara tepat. Begitu pula pengenalan anak terhadap pola
pikir orang lain dapat memperkaya pengalaman kognisinya.
Dalam berinteraksi dengan teman sebaya, anak akan memilih anak lain yang
usianya hampir sama, dan di dalam berinteraksi dengan teman sebaya lainnya, anak
dituntut untuk dapat menerima teman sebayanya. Dalam penerimaan teman
sebayanya anak harus mampu menerima persamaan usia, menunjukkan minat
terhadap permainan, dapat menerima teman lain dari kelompok yang lain, dapat
menerima jenis kelamin lain, dapat menerima keadaan fisik anak yang lain, mandiri
atau dapat lepas dari orang tua atau orang dewasa lain, dan dapat menerima kelas
sosial yang berbeda
Faktor penting lainnya yang mempengaruhi perkembangan kelompok sosial ini
adanya kepemimpinan sebaya (peer leadership). Dalam kelompok sosial ini seorang
anak dianggap mampu memimpin apabila memiliki karakteristik-karakteristik
kemampuan (intelektual) lebih, memiliki kemampuan berkuasa (uthoritarian) dan
kemampuan mengendalikan (assertive) teman yang lain.
Kesimpulan
Permasalahan sosial banyak ditemukan pada anak usia TK dan sedini
mungkin anak perlu dibantu untuk dapat mengatasinya. Terhambatnya
perkembangan sosial anak sejak kecil akan menimbulkan kesulitan bagi anak dalam
mengembangkan dirinya di kemudian hari. Upaya untuk mengatasi permasalahan
sosial pada anak selayaknya dilakukan bersama antara orang tua dan guru, karena
melalui merekalah perkembangan sosial anak dapat terbentuk secara baik. Selain dari
itu dalam perkembangan sosial anak TK, faktor teman sebaya memiliki pengaruh
yang kuat sekali bagi pembentukan perilaku-perilaku sosial yang diharapkan pada
anak TK. Oleh karena itu peran aktif orang tua dan guru yang senantiasa
memperhatikan kebutuhan dan perkembangan anak TK serta tidak terlepas dari
pemahaman pengaruh teman sebaya bagi perkembangan sosial anak dapat
memberikan upaya bantuan dan bimbingan bagi anak agar memiliki perilakuperilaku
sosial yang diharapkan yang dapat bermanfaat bagi perkembangan anak di
kemudian hari.
15
16
Daftar Rujukan
Depdikbud. (1994) Kurikulum Taman Kanak-kanak. Jakarta.
Daeng, S, Dini P. (1996). Metode Mengajar di Taman Kanak-kanak, Bagian 2.
Jakarta : Depdikbud.
Gerungan, W. A.. (1986). Psikologi Sosial. Jakarta : Eresco.
Harianti, Diah. (1994). Program Kegiatan Belajar Taman Kanak-kanak. Jakarta :
Depdikbud.
Havighurst, Robert J. (1978). Human Development and Education. New York :
Longmans Green and Co.
Helms, D. B & Turner, J.S. (1983) Exploring Child Behavior. New York : Holt
Rinehartand Winston.
Hurlock, Elizabeth, B. (1978). Child Development, Sixth Edition. New York : Mc.
Graw Hill, Inc.
Jersild, Arthur. T. (1978). The Psychology of Adolescence. New York : Macmillan
Publishing Co.
Kartono, Kartini. (1986). Psikologi Anak. Bandung : Alumni.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1990. Tentang Pendidikan Prasekolah.
Roopnaire, J. L & Johnson, J.E. (1993). Approaches to Early Childhood, Education,
2nd Edition. New York : Merril.
Solehuddin, M. (1997). Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah. Bandung : FIP UPI.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989, Sistem Pendidikan
Nasional.

You might also like