You are on page 1of 4

Takbir bergema sesaat setelah bedug maghrib terdengar

keriuhan petasan pun mengiringi akhir ramadhan


berlalu lalang jamaah menuju mushola
zakat fitrah menjadi penyempurnaan akhir dari perjalanan
manusia tuk meraih kemenangan dan janji Allah

"Nang! mak mau tanya?"


pandanganku terhenti sejenak saat suara itu
menyusup perlahan di telingaku

"Nang, mungkinkah Allah menolak Zakatku,Nang?"


"Emak kan bergelimang dosa.., emak tidak puasa,
Emak juga tidak tarawih Nang...., tapi
Emak ingin berzakat Nang..."

Aku terdiam,
ada sesuatu yang mengganggu perasaanku
Kembali terbayang Emak menyia-nyiakan mukena
Emak tidak pernah menyentuh air wudlu
Emak lebih meNuhankan Bedak, gincu dan parfum
bahkan emak rela tidur dengan siapapun yang mungkin
salah satunya adalah bapakku.....

ada keinginan untuk memarahi Emak malam ini


Bila teringat Emak tidak pernah ajari aku Sholat
Emak tidak pernah ajari aku baca Quran
atau bahkan Emak tidak pernah ajari aku
mengerjakan PR guru

Tapi,mengapa detik ini Emak menanyakan itu...


"Nang, mungkinkah Allah menolak Zakatku,Nang?"
"Emak benar-benar ingin berzakat Nang!"

lelehan airmata 1 syawal pun tak jua bisa emak tahan


seiring dengan rengekkan emak...,
Tapi......
mungkinkah Emak benar-benar dapat hidayah
kala malam 27 ramadhan lalu
hingga Emak seperti ini....

"Antar Mak ke Mushola ya Nang!"

Allahhu akbar allahhu akbar allahhu akbar


laa illa ha illallahhu allahhu akbar
allahhu akbar walillahilham....
"Mak !, Emak tidak pergi malam ini?"

Lirikan emak membuatku kaget.


Tidak seperti biasa Emak berdiam lama di depan kaca rias.
sementara bedak, gincu dan botol parfum tertidur lemah
kulihat rangkaian kaca mulai retak di mata emak
sembab pun mencair meleleh melintasi pipi emak

sementara suara lantunan ayat suci dari pengeras


mushola makin mengaduk-aduk perasaanku

"Mak !, kenapa Mak membisu? ada apa mak!"

Emak berdiri dan melangkah ke Padasan


tempat di mana aku biasa menyucikan diri sebelum
ke Mushola

Kulihat Emak mulai membasahi telapak tangan


pergelangan dan lengan hingga sikunya
wajah pun tak lepas dari percikan

kutatap emak dengan bimbang,


adakah yang berubah dari emak malam ini?
benarkah Emak tidak lagi bergincu dan berbedak
tapi bermukena?

"Nang!, ajari Emak baca al quran ya Nang"


kudengar pelan bergelayut masuk ke telingaku

"Nang!, ajari Emak baca al quran ya Nang"


Untuk kedua kalinya tak kupercaya meluncur lagi
dari bibir Emak

Kusaksikan airmata kembali meluncur


menyentuh sudut bibir emak

"Iya Mak"

Kuikuti emak yang perlahan melaluiku


disentuhnya mukena yang selama ini tak pernah
sekalipun dibelainya

Tak kupercaya malam ini,


tepat ramadahan ke 27 emak tlah sentuh dan pakai
mukena, bahkan bibir emak pun mulai mengeja
huruf hijaizah walau tak sempurna tajuid dan mahrajnya

seiring 30 juzz selesai dibaca seorang hafidz di mushola


emak pun mulai melantunkan al baqoroh setelah fathekah selesai dibacanya

aliff lammmmmmm mimmmmmmmmmm


Fajar tersingkap seiring takbir
ujung malam berselimut kabut
samar bayang melangkah pekat
Kupandangi Mukena Emak menggantung di tepi dipan
membisu dan dingin

"Mak, mengapa Emak harus selalu tinggalkan malam-malamku?"


"Aku butuh emak, aku harus tanya siapa kalau bukan emak"

Langkah kaki makin sering menuju rumah Tuhan


aku melangkah menuju padasan basuh mukaku
Dingin merasuk kulit ariku menusuk
hingga menggigil

samar emak berkelebat menghindari tatapan


detik menuju menit emak tlah di depan cermin
persis ketika bedug maghrib bergema sore kemarin

menggigil aku tantang kekalutan


kusambar sarung di sisi mukena emak

"Mak, besok aku bisa masuk sekolah kan?"

Tanpa jawab Emak kibaskan rambut


Selembar Kapas menyapu wajah emak buang bedak dan gincu

"Mak, besok aku bisa masuk sekolah kan?"

Kembali Emak membisu


Berkelebat emak menuju Dipan
sebentar tatap aku
membisu seperti mukena disampingku

"Dah sana menghadap Tuhan, jangan lupa


doakan emakmu, agar emak tetap sehat,
dan juga besok, Emak tidak lupa kasih uang bukumu"
jawab emak sambil menelungkup membelakangiku

"Emak, betapa aku ingin seperti bantal itu


seperti selimut itu?"

Dengkur Emak terdengar seiring iqamah berkumandang


"Kapan Emak bantu pecahkan kesulitan pelajaranku,
Kapan emak mengajari aku tentang matematika, bahasa.....
Kapan mak?????
Semayup azan perlahan menyusup telingaku
bergegas ku ke kamar
ku lihat emak tengah asyik dengan bedak dan gincu di depan cermin
ku tertegun, kupandangi emak yang tidak tahu kedatanganku

kusambar sarung di tepi dipan


tak kusangka mukena emak pun melayang
menyentuh lantai tanpa tertahan
berdesir hatiku melihat mukena emak

emak menoleh dan memandangiku


"mengapa engkau jatuhkan mukena emak, Nang?"
aku tiada menjawab hanya linangan air kehidupan
tiada bisa kutahan di mataku

"Besok aku harus bayar buku, Mak! kalau tidak aku tidak
boleh ikut pelajaran"
emak terdiam, senyum mengembang diantara
bau parfum menyeruak menggelitik bulu hidungku

Emak melangkah menyentuh mukena


dan meletakkannya kembali di sisi dipan

sementara iqamah berkumandang


kembali hati ini berdesir
"Besok aku harus bayar buku Mak! kalau tidak aku tidak
boleh ikut pelajaran, Mak!"

Emak tersenyum perlahan dibelainya rambutku


"Iya Nang, minta pada Tuhan saat sujudmu nanti ya Nang,
doakan Emakmu, agar malam ini, Emakmu banyak Tamu,
jangan lupa ya Nang"

langkah emak kian cepat tinggalkan pintu


ku berlari tatap emak yang menghilang di telan
pekat kabut di ujung gang
sementara para jamaah berlari takut ketinggalan fathekah pertama

aku hanya terdiam


tatap bayang emak
tatap mukena emak
yang terlena tanpa kehidupan

You might also like