You are on page 1of 24

SERIAL FIQH PRAKTIS

MENGENAL TIGA MACAM SUJUD (TILAWAH, SYUKUR DAN SAHWI)


Oleh: Aep Saepulloh Darusmanwiati**

Lisensi Dokumen
Copyright Aep Saepulloh, www.indonesianschool.org
Seluruh dokumen di www.indonesianschool.org dapat digunakan, dimodifikasi dan
disebarkan secara bebas untuk tujuan bukan komersial (nonprofit), dengan syarat tidak
menghapus atau merubah atribut penulis dan pernyataan copyright yang disertakan
dalam setiap dokumen. Tidak diperbolehkan melakukan penulisan ulang, kecuali
mendapatkan ijin terlebih dahulu dari penulis, indonesianschool.org.

Pendahuluan
Manusia adalah makhluk pelupa. Bukan manusia kalau dia tidak pernah lupa. Bahkan, sebagian
ahli bahasa mengatakan, mengapa manusia disebut dengan an-nass atau al-insan? Karena memang
suka lupa. Apakah lupa adalah sebuah 'aib dan cacat? Tentu tidak semua. Bahkan, boleh jadi dalam
banyak hal lupa adalah karunia dari Allah. Bayangkan, seandainya manusia tidak pernah lupa. Tentu
dia tidak akan dapat makan minum dengan nikmat dan lahap karena apa yang dilihatnya di toilet
misalnya, masih terbayang. Atau dia tidak akan bisa tidur dengan nyenyak, lantaran tayangan televise
film horor yang baru saja ditontonnya, masih tergambar dengan jelas. Lebih jauh lagi, dia tidak akan
menikah, karena trauma dengan berita yang sempat dibacanya di salah satu harian yang mengatakan
bahwa seorang isteri tewas di tangan suaminya sendiri. Oleh karena itu, dalam banyak hal, lupa adalah
biasa, bahkan sebuah karunia.
Karena memang lupa adalah sifat manusia, masalahnya bagaimana kalau lupa itu terjadi ketika
kita melaksanakan ibadah, khususnya shalat? Apa yang harus diperbuat? Mengulangi shalat ataukah
melakukan perbuatan lain yang dianjurkan oleh ajaran Islam? Semua itu ada jawabannya dalam Ilmu
Fiqh. Ketika seseorang melakukan shalat lalu lupa tidak mengerjakan salah satu wajib atau rukunnya,
misalnya, maka Islam memberikan jalan keluar melalui Sujud Sahwi dan tidak perlu mengulang
shalatnya.
Selain Sujud Sahwi, dalam ajaran Islam juga dikenal dengan dua macam sujud lainnya yaitu
Sujud Tilawah dan Sujud Syukur. Kalau Sujud Sahwi adalah sujud yang dilakukan karena lupa tidak
melakukan sesuatu ketika shalat, maka Sujud Tilawah adalah sujud yang dilakukan karena membaca
atau mendengar ayat-ayat tertentu dalam al-Qur'an yang sering disebut dengan ayat-ayat sajdah.
Sementara Sujud Syukur dilakukan sebagai rasa syukur kita kepada Allah atas karunia dan kenikmatan
yang telah diberikanNya, sekaligus atas bencana dan kesengsaraan yang telah dihindarkanNya.
Ketiga macam sujud tersebut, insya Allah akan dibahas secara gamblang pada tulisan kali ini.
Tulisan ini merupakan rangkaian dari tulisan sebelum dan sesudahnya nanti yang akan mengupas
paket khusus seputar Fiqh Ibadah. Tulisan ini tentunya diharapkan agar para pembaca dapat
mengetahui, memahami cara dan penyebab ketiga sujud tersebut dilakukan dan lebih umum lagi untuk
dapat mengetahui cara melaksanakan ibadah dengan benar dan tepat. Sengaja dalam tulisan ini penulis
suguhkan dan hadirkan hadits-haditsnya yang tentunya shahih, ditambah komentar dan tarjih penulis
dari keragaman pendapat yang ada.
Selain paket Fiqh Ibadah ini, penulis juga insya Allah akan menghadirkan tulisan-tulisan lain
berupa paket akidah (Buku Pintar Alam Ghaib yang rencananya disusun dalam VI edisi), paket Fiqh
Munakahat, Fiqh Jinayah dan lainnya. Semoga tulisan ringan dan kecil ini menjadi amal shaleh bagi
penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Semoga bermanfaat dan selamat menikmati.
Wallahu 'alam.

1
SUJUD TILAWAH

Pengertian
Sujud Tilawah adalah sujud yang dilakukan karena mambaca atau mendengar salah satu ayat
dari ayat-ayat sajdah (ayat-ayat yang ketika membaca atau mendengarnya disunnatkan untuk sujud)
yang terdapat dalam al-Qur'an. Dari definisi ini, ada dua kondisi seseorang disunnatkan untuk
melakukan sujud tilawah, yaitu ketika ia membaca ayat sajdah dan ketika mendengar seseorang
membaca ayat sajdah. Adapun yang termasuk ayat-ayat sajdah akan dibahas di bawah nanti.

Keutamaannya
Dalam sebuah hadits dikatakan, keutamaan orang yang sujud karena membaca ayat sajdah
adalah setan akan lari dan menangis tersedu-sedu. Dalam hal ini Rasulullah bersabda:
,‫ ))إذا ﻗ ﺮأ اﺑ ﻦ ﺁدم اﻝ ﺴﺠﺪة ﻓ ﺴﺠﺪ‬:‫ ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳ ﻠﻢ‬:‫ﻋﻦ أﺑﻲ هﺮﻳﺮة ﻗﺎل‬
‫ وأﻣ ﺮت ﺑﺎﻝ ﺴﺠﻮد‬,‫ أﻣ ﺮ ﺑﺎﻝ ﺴﺠﻮد ﻓ ﺴﺠﺪ ﻓﻠ ﻪ اﻝﺠﻨ ﺔ‬,‫ ﻳ ﺎ وﻳﻠ ﻪ‬:‫ ﻳﻘ ﻮل‬,‫اﻋﺘ ﺰل اﻝ ﺸﻴﻄﺎن ﻳﺒﻜ ﻰ‬
[‫ﻓﻌﺼﻴﺖ ﻓﻠﻲ اﻝﻨﺎر(( ]رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ وأﺣﻤﺪ واﺑﻦ ﻣﺎﺝﻪ‬
Artinya: "Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah Saw bersabda: "Apabila keturunan anak adam
membaca ayat sajdah lalu ia sujud (tilawah), maka setan akan menjauh sambil menangis dan berkata:
"Aduh celaka dan sialnya nasibku, ia diperintahkan untuk bersujud, lalu ia sujud, maka baginya adalah
surga, sementara saya diperintah sujud akan tetapi saya membangkang perintah tersebut, dan bagi saya
adalah neraka" (HR. Muslim, Ahmad dan Ibn Majah).
Dalam hadit-hadits lain yang menerangkan keutamaan orang-orang yang sering melakukan
sujud (sujud secara umum) juga disebutkan bahwa orang yang seringkali bersujud, apabila suatu saat
ia terpaksa masuk ke dalam neraka, ia akan segera dikeluarkan dari neraka itu lantaran ada bekas
sujudnya. Bahkan, hanya bekas sujudlah yang tidak akan terkena lahapan api neraka. Hal ini dijelaskan
dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah ketika berbicara hari kebangkitan dan syafaat.
,‫ﺣﺘ ﻰ إذا أراد اﷲ رﺣﻤ ﺔ ﻣ ﻦ أراد ﻣ ﻦ أه ﻞ اﻝﻨ ﺎر‬...)) :‫ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳ ﻠﻢ‬
‫ وﺣﺮم‬,‫ ﻓﻴﺨﺮﺝﻮﻥﻬﻢ وﻳﻌﺮﻓﻮﻥﻬﻢ ﺑﺂﺛﺎر اﻝﺴﺠﻮد‬,‫أﻣﺮ اﷲ اﻝﻤﻼﺋﻜﺔ أن ﻳﺨﺮﺝﻮا ﻣﻦ آﺎن ﻳﻌﺒﺪ اﷲ‬
‫ﻓﻜ ﻞ اﺑ ﻦ ﺁدم ﺕﺄآﻠ ﻪ اﻝﻨ ﺎر إﻻ أﺛ ﺮ‬,‫ ﻓﻴﺨﺮﺝ ﻮن ﻣ ﻦ اﻝﻨ ﺎر‬,‫اﷲ ﻋﻠ ﻰ اﻝﻨ ﺎر أن ﺕﺄآ ﻞ أﺛ ﺮ اﻝ ﺴﺠﻮد‬
.[‫اﻝﺴﺠﻮد(( ]رواﻩ اﻝﺒﺨﺎري وﻣﺴﻠﻢ‬
Artinya: "Rasulullah Saw bersabda: "Sehingga apabila Allah hendak memberikan rahmat kepada
penghuni neraka, Allah memerintahkan malaikat untuk mengeluarkan siapa saja yang menyembah
Allah. Para malaikat akan mengeluarkan mereka dengan jalan dikenali dari bekas sujudnya. Dan Allah
mengaharamkan api neraka untuk membakar bekas sujud. Mereka lalu dikeluarkan dari neraka.
Seluruh keturunan Adam akan dimakan oleh api neraka kecuali bekas sujud" (HR. Bukhari Muslim).
‫ﻋﻦ ﺛﻮﺑﺎن ﻣﻮﻝﻰ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳ ﻠﻢ أﻥ ﻪ ﺳ ﺄل رﺳ ﻮل اﷲ ﺻ ﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴ ﻪ وﺳ ﻠﻢ‬
‫ ﻓﺈﻥ ﻚ ﻻ‬,‫ ))ﻋﻠﻴ ﻚ ﺑﻜﺜ ﺮة اﻝ ﺴﺠﻮد‬:‫ ﻓﻘ ﺎل ﺻ ﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴ ﻪ وﺳ ﻠﻢ‬,‫ﻋﻦ ﻋﻤﻞ ﻳﺪﺥﻠﻪ اﷲ ﺑ ﻪ اﻝﺠﻨ ﺔ‬
‫ وﺣ ﻂ ﻋﻨ ﻚ ﺑﻬ ﺎ ﺥﻄﻴﺌ ﺔ(( ]رواﻩ ﻣ ﺴﻠﻢ واﻝﺘﺮﻣ ﺬى‬,‫ﺕ ﺴﺠﺪ ﷲ ﺳ ﺠﺪة إﻻ رﻓﻌ ﻚ اﷲ ﺑﻬ ﺎ درﺝ ﺔ‬
[‫واﻝﻨﺴﺎﺋﻲ واﺑﻦ ﻣﺎﺝﻪ‬
Artinya: "Tsauban, maula Rasulullah Saw, suatu saat bertanya kepada Rasulullah Saw tentang amal
yang akan memasukkannya ke dalam surga. Rasulullah Saw menjawab: "Kamu harus memperbanyak
sujud, karena tidaklah kamu bersujud satu kali kepada Allah, kecuali Allah akan mengangkat
derajatmu sekaligus Allah juga akan menghapuskan kesalahanmu" (HR. Muslim).
,‫ﻋﻦ رﺑﻴﻌﺔ ﺑﻦ آﻌﺐ اﻷﺳﻠﻤﻰ أﻥ ﻪ ﺳ ﺄل رﺳ ﻮل اﷲ ﺻ ﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴ ﻪ وﺳ ﻠﻢ ﻣﺮاﻓﻘﺘ ﻪ ﻓ ﻰ اﻝﺠﻨ ﺔ‬
.[‫ ))أﻋﻨﻰ ﻋﻠﻰ ﻥﻔﺴﻚ ﺑﻜﺜﺮة اﻝﺴﺠﻮد(( ]رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ وأﺑﻮ داود واﻝﻨﺴﺎﺋﻲ وأﺣﻤﺪ‬:‫ﻓﻘﺎل‬
2
Artinya: "Rabi'ah bin Ka'ab al-Aslamy pernah bertanya kepada Rasulullah Saw tentang amalan yang
bisa mendekatkan dirinya dengan Rasulullah Saw kelak di surga. Rasulullah menjawab: "Bantulah
saya dengan jalan kamu memperbanyak sujud" (HR. Muslim).

Hukum melakukannya
Para ulama telah sepakat, bahwa Sujud Tilawah itu diperintahkan. Hal ini berdasarkan ayat-
ayat al-Qur'an dan hadits-hadits shahih yang berbicara mengenai hal tersebut. Salah satunya adalah
hadits berikut ini:
‫ ))آ ﺎن اﻝﻨﺒ ﻲ ﺻ ﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴ ﻪ وﺳ ﻠﻢ ﻳﻘ ﺮأ ﻋﻠﻴﻨ ﺎ اﻝ ﺴﻮرة ﻓﻴﻬ ﺎ اﻝ ﺴﺠﺪة ﻓﻴ ﺴﺠﺪ‬:‫ﻋ ﻦ اﺑ ﻦ ﻋﻤ ﺮ‬
.[‫وﻥﺴﺠﺪ ﻣﻌﻪ ﺣﺘﻰ ﻣﺎ ﻳﺠﺪ أﺣﺪﻥﺎ ﻣﻮﺿﻌﺎ ﻝﺠﺒﻬﺘﻪ(( ]رواﻩ اﻝﺒﺨﺎرى وﻣﺴﻠﻢ‬
Artinya: "Dari Ibnu Umar, bahwasannya Rasulullah Saw pernah membacakan untuk kami satu surat
yang terdapat ayat sajdahnya. Beliau lalu sujud, dan kami pun ikut sujud bersamanya sehingga masing-
masing kami tidak mendapatkan lagi tempat untuk meletakkan dahinya (untuk sujud)" (HR. Bukhari
Muslim).
Namun, para ulama berbeda pendapat mengenai hukumnya, apakah hukum melaksanakan
Sujud Tilawah ini wajib ataukah sunnah saja? Dalam hal ini para ulama terbagi dua kelompok:
Pendapat pertama, mengatakan hukum melaksanakan Sujud Tilawah ini adalah wajib. Artinya,
apabila seseorang membaca ayat sajdah kemudian tidak sujud, maka berdosa. Pendapat ini dipegang
oleh Madzhab ats-Tsauri, Abu Hanifah dan Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah.
Pendapat kedua, mengatakan bahwa hukum melaksanakan Sujud Tilawah adalah sunnah saja
dan bukan wajib. Artinya, bagi yang sujud, ia mendapat pahala, dan bagi yang tidak sujud, ia tidak
mendapat dosa. Pendapat ini merupakan pendapat kebanyakan para ulama (jumhur ulama) seperti
Imam Malik, Imam Syafi'I, Imam Auzai, Imam Laits, Imam Ahmad bin Hanbal, Ishak, Abu Tsaur,
Dawud dan Ibn Hazm. Dari kalangan sahabat yang berpendapat seperti ini adalah Umar bin Khatab,
Salman, Ibn Abbas, dan Imran bin Hushain.
Di antara alasan dan argumen yang disodorkan oleh kelompok pertama yang mengatakan
bahwa sujud tilawah ini hukumnya wajib adalah dalil-dalil berikut ini:
(21-20 :‫ﻓﻤﺎ ﻝﻬﻢ ﻻ ﻳﺆﻣﻨﻮن* وإذا ﻗﺮئ ﻋﻠﻴﻬﻢ اﻝﻘﺮﺁن ﻻ ﻳﺴﺠﺪون )اﻹﻥﺸﻘﺎق‬
Artinya: "Mengapa mereka tidak mau beriman? Dan apabila Al-Qur`an dibacakan kepada mereka,
mereka tidak bersujud" (QS al-Insyiqaq: 20-21)
(62 :‫ﻓﺎﺳﺠﺪوا ﷲ واﻋﺒﺪوا )اﻝﻨﺠﻢ‬
Artinya: "Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia)" (QS. An-Nahm: 62).
(19 :‫واﺳﺠﺪ واﻗﺘﺮب )اﻝﻌﻠﻖ‬
Artinya: "Dan sujudlah serta dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan)" (QS. Al-Alaq: 19).
,‫ ))إذا ﻗ ﺮأ اﺑ ﻦ ﺁدم اﻝ ﺴﺠﺪة ﻓ ﺴﺠﺪ‬:‫ ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳ ﻠﻢ‬:‫ﻋﻦ أﺑﻲ هﺮﻳﺮة ﻗﺎل‬
‫ وأﻣ ﺮت ﺑﺎﻝ ﺴﺠﻮد‬,‫ أﻣ ﺮ ﺑﺎﻝ ﺴﺠﻮد ﻓ ﺴﺠﺪ ﻓﻠ ﻪ اﻝﺠﻨ ﺔ‬,‫ ﻳ ﺎ وﻳﻠ ﻪ‬:‫ ﻳﻘ ﻮل‬,‫اﻋﺘ ﺰل اﻝ ﺸﻴﻄﺎن ﻳﺒﻜ ﻰ‬
[‫ﻓﻌﺼﻴﺖ ﻓﻠﻲ اﻝﻨﺎر(( ]رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ وأﺣﻤﺪ واﺑﻦ ﻣﺎﺝﻪ‬
Artinya: "Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah Saw bersabda: "Apabila keturunan anak adam
membaca ayat sajdah lalu ia sujud tilawah, maka setan akan menjauh sambil menangis dan berkata:
"Aduh celaka dan sialnya nasibku, ia diperintahkan untuk bersujud, lalu ia sujud, maka baginya adalah
surga, sementara saya diperintah sujud akan tetapi saya membangkang perintah tersebut, dan bagi saya
adalah neraka" (HR. Muslim, Ahmad dan Ibn Majah).
(‫ إﻥﻤﺎ اﻝﺴﺠﻮد ﻋﻠﻰ ﻣﻦ اﺳﺘﻤﻊ )رواﻩ اﺑﻦ أﺑﻲ ﺵﻴﺒﺔ ﺑﺈﺳﻨﺎد ﺻﺤﻴﺢ‬:‫ﻗﺎل ﻋﺜﻤﺎن‬
Artinya: "Utsman berkata: "Sujud Tilawah itu hanyalah bagi yang mendengar (bacaannya)" (HR. Ibn
Abi Syaibah dengan sanad yang sahih).
Sementara Jumhur ulama yang mengatakan bahwa sujud tilawah hanyalah sunnah mengatakan
bahwa ayat 21 dari surat al-Insyiqaq di atas yang dijadikan dalil oleh kelompok pertama yang
mengatakan sujud tilawah itu wajib tidak ada kaitannya dengan sujud tilawah, karenanya tidak tepat

3
kalau berhujjah menggunakan ayat tersebut. Karena, ayat tersebut berbicara tentang orang-orang yang
tidak mau bersujud lantaran kesombongan dan keangkuhannya. Sementara mereka yang berpendapat
sunnah, tetap melakukan sujud bahkan tetap mengakui keutamaan dan kemasyru'an sujud tilawah
tersebut. Karena itu, berhujjah dengan ayat di atas, tidak tepat.
Sedangkan ke dua ayat yaitu surat an-Najm: 62 dan al-Alaq: 19 yang dijadikan dalil oleh
kelompok pertama juga kurang tepat. Ayat di atas juga tidak ada kaitan dengan sujud tilawah. Ayat di
atas berbicara secara umum tentang sujud yang boleh jadi berarti sujud ketika shalat atau lainnya.
Karena banyak kemungkinan inilah, maka ayat di atas tidak dapat dijadikan dalil akan wajibnya sujud
tilawah ini.
Bahkan, dalam riwayat lain dijelaskan bahwa ketika Rasulullah Saw mendengar bacaan ayat
sajdah, belaiu tidak sujud. Seandainya sujud tilawah itu adalah wajib, tentu Rasulullah Saw akan
bersujud dan memerintahkan para sahabat lainnya untuk sujud. Tapi tidak demikian. Ini artinya, bahwa
memang sujud tilawah itu bukanlah sesuatu yang wajib, hanya sunnah saja. Riwayat dimaksud adalah:
‫ وﻓ ﻰ‬.‫ ﻗﺮأت ﻋﻠﻰ اﻝﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ )واﻝﻨﺠﻢ( ﻓﻠﻢ ﻳ ﺴﺠﺪ ﻓﻴﻬ ﺎ‬:‫ﻋﻦ زﻳﺪ ﺑﻦ ﺛﺎﺑﺖ ﻗﺎل‬
‫ ﻓﻠﻢ ﻳﺴﺠﺪ ﻣﻨﺎ أﺣﺪ‬:‫رواﻳﺔ‬
Artinya: "Zaid bin Tsabit berkata: "Saya pernah membaca surat an-Najm di hadapan Rasulullah Saw,
akan tetapi Rasulullah Saw tidak melakukan Sujud Tilawah (ketika mendengar ayat sajdahnya). Dalam
riwayat lain dikatakan: "Di antara kami tidak ada yang sujud".
Demikian juga dengan hadits berikut ini yang mengatakan bahwa Umar bin Khatab ketika
khutbah Jum'at kemudian membaca ayat sajdah, ia tidak sujud tilawah. Ini juga menguatkan pendapat
bahwa sujud tilawah hukumnya sunnah saja, bukan wajib. Hadits dimaksud adalah sebagai berikut:
‫ﻋﻦ ﻋﻤﺮ ﺑﻦ اﻝﺨﻄﺎب أﻥﻪ ﻗ ﺮأ ﻳ ﻮم اﻝﺠﻤﻌ ﺔ ﻋﻠ ﻰ اﻝﻤﻨﺒ ﺮ ﺳ ﻮرة اﻝﻨﺤ ﻞ ﺣﺘ ﻰ إذا ﺝ ﺎء اﻝ ﺴﺠﺪة‬
:‫ ﻗ ﺎل‬,‫ ﻗﺮأ ﺑﻬﺎ ﺣﺘﻰ إذا ﺝﺎء اﻝ ﺴﺠﺪة‬,‫ ﺣﺘﻰ إذا آﺎﻥﺖ اﻝﺠﻤﻌﺔ اﻝﻘﺎﺑﻠﺔ‬,‫ ﻓﺴﺠﺪ اﻝﻨﺎس‬,‫ﻓﻨﺰل ﻓﺴﺠﺪ‬
‫ وﻝ ﻢ‬,‫ وﻣ ﻦ ﻝ ﻢ ﻳ ﺴﺠﺪ ﻓ ﻼ إﺛ ﻢ ﻋﻠﻴ ﻪ‬,‫ ﻓﻤﻦ ﺳﺠﺪ ﻓﻘﺪ أﺻﺎب‬,‫ إﻥﻤﺎ ﻥﻤﺮ ﺑﺎﻝﺴﺠﻮد‬,‫))ﻳﺎ أﻳﻬﺎ اﻝﻨﺎس‬
[‫ﻳﺴﺠﺪ ﻋﻤﺮ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ(( ]رواﻩ اﻝﺒﺨﺎري‬
Artinya: "Dari Umar bin Khatab bahwasannya ia pernah membaca surat an-Nahl ketika sedang
khutbah Jum'at. Ketika ia membaca ayat sajdah, ia turun dari mimbar lalu sujud dan orang-orang ikut
sujud bersamanya. Pada hari Jum'at berikutnya, Umar kembali membaca surat tersebut. Ketika ia
membaca ayat sajdahnya, Umar berkata: "Wahai manusia, kami baru saja membaca ayat sajdah, maka
barang siapa yang mau sujud, silahkan dan ia telah sesuai dengan sunnah. Dan barangsiapa yang tidak
melakukan sujud, maka ia tidak berdosa". Umar pun tidak melakukan sujud" (HR. Bukhari).
Hadits di atas semakin menguatkan bahwa sujud tilawah hukumnya sunnah saja, karena
ternyata dalam hadits di atas dijelaksan, bahwa pada Jum'ah berikutnya, Umar bin Khatab tidak
melakukan sujud tilwah, padahal para sahabat Rasulullah Saw lainnya banyak yang hadir dan mereka
tidak ada yang protes satu pun. Ini menunjukkan bahwa mereka sepakat dengan pendapat Umar bin
Khatab, bahwa sujud tilawah hukumnya sunnah saja. Dan pendapat Jumhur Ulama ini, menurut
penulis, adalah pendapat yang lebih kuat dan lebih mendekati kebenaran.

Bagaimana cara melakukan Sujud Tilawah?


Dalam melakukan sujud tilawah ini ada empat catatan yang harus diperhatikan:
1. Para ulama sepakat bahwa sujud tilawah dilakukan hanya dengan sekali sujud.
2. Cara melakukan sujud tilawah persis sama dengan cara melakukan sujud biasa dalam shalat.
3. Dalam melakukan sujud tilawah ini, menurut pendapat yang lebih kuat, tidak mesti memakai
takbiratul ihram (takbir untuk memulai shalat), juga tidak memakai salam. Jadi, dalam
prakteknya, begitu anda membaca atau mendengar ayat sajdah, anda langsung sujud sekali saja
sebagaimana sujud dalam shalat, tanpa takbiratul ihram terlebih dahulu. Setelah itu bangun lagi
dan teruskan bacaan shalatnya, tanpa memakai salam. Demikian menurut Imam Malik, Abu
Hanifah, Ahmad bin Hanbal dan menurut Ibnu Taimiyyah.
Adapun hadits Ibnu Umar yang mengatakan:

4
‫ وﺳ ﺠﺪ‬,‫ ﻓﺈذا ﻣﺮ ﺑﺎﻝ ﺴﺠﺪة آﺒ ﺮ‬,‫آﺎن رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻳﻘﺮأ ﻋﻠﻴﻨﺎ اﻝﻘﺮﺁن‬
[‫وﺳﺠﺪﻥﺎ ]رواﻩ أﺑﻮ داود‬
Artinya: "Rasulullah Saw pernah membacakan ayat al-Qur'an kepada kami. Begitu beliau
membaca ayat sajdah, beliau bertakbir lalu sujud dan kami pun turut sujud bersamanya" (HR.
Abu Dawud).
Adalah hadits dhaif yang tidak bisa dijadikan hujjah. Namun demikian, Jumhur Ulama
mengatakan bahwa mengucapkan takbir (Allahu akbar) ketika hendak sujud dan ketika bangun
dari sujud adalah sunnah. Hemat penulis, dalil shahih yang layak untuk dijadikan argumen
untuk thesis Jumhur ini adalah hadits berikut:
,‫ ))أن اﻝﻨﺒ ﻲ ﺻ ﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴ ﻪ وﺳ ﻠﻢ آ ﺎن ﻳﺮﻓ ﻊ ﻳﺪﻳ ﻪ ﻣ ﻊ اﻝﺘﻜﺒﻴ ﺮ‬:‫ﻋ ﻦ واﺋ ﻞ ﺑ ﻦ ﺣﺠ ﺮ‬
.[‫وﻳﻜﺒﺮ آﻠﻤﺎ ﺥﻔﺾ وآﻠﻤﺎ رﻓﻊ(( ]رواﻩ أﺣﻤﺪ ﺑﺈﺳﻨﺎد ﺣﺴﻦ‬
Artinya: "Dari Wail bin Hajar, bahwasannya Rasulullah Saw bertakbir sambil mengangkat
kedua tangannya. Demikian juga setiap kali menunduk dan bangkit, beliau selalu bertakbir"
(HR. Ahmad dengan sanad Hasan).
Dengan demikian, penulis cenderung untuk mengatakan, bahwa meski pendapat yang
mengatakan bahwa sujud tilawah itu tanpa memakai takbir dan salam lebih kuat, namun,
pendapat jumhurpun boleh dilakukan karena ada keterangan berupa hadits Hasan yang menjadi
sandarannya. Namun demikian, jumhur ulama juga sama dengan pendapat pertama, bahwa
untuk sujud tulawah tidak ada salam. Oleh karena itu, apabila anda melakukan sujud tilawah
lalu ketika mau sujud dan ketika bangkit dari sujud mengucapkan takbir, maka sah-sah saja dan
boleh-boleh saja.
4. Menurut Madzhab Hanabilah, ulama Hanafiyyah generasi terakhir, sebagian ulama syafi'iyyah
dan menurut Ibnu Taimiyyah, bahwa orang yang akan melakukan sujud tilawah di luar shalat
(bukan ketika shalat), lebih afdhal (lebih utama) kalau dia berdiri terlebih dahulu lalu
mengucapkan takbir dan kemudian sujud. Bukan dilakukan sambil duduk. Hal ini, menurut
mereka, karena kata al-khurur dalam surat al-Isra ayat 107 yang berbunyi:
‫ إذا ﻳﺘﻠﻰ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻳﺨﺮون ﻝﻸذﻗﺎن ﺳﺠﺪا‬...
Artinya: "…Apabila Al-Qur`an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka
mereka sambil bersujud" (QS. Al-Isra: 107).
Maknanya adalah turun dari berdiri (suquth min qiyam). Sedangkan menurut pendapat
Madzhab Syafi'i dan lainnya, bahwa sujud tilawah boleh juga dilakukan sambil duduk, tidak
mesti harus berdiri terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan tidak ada keterangan dari hadits yang
mengatakan secara jelas dan tegas bahwa sujud tilawah ini harus dilakukan dengan berdiri
terlebih dahulu. Untuk itu, hemat penulis, pendapat Madzhab Syafi'i ini lebih mendekati
kebenaran, artinya, sujud tilawah boleh dilakukan sambil berdiri terlebih dahulu, atau sambil
duduk. Keduanya sah-sah saja.
5. Sujud Tilawah dilakuan dalam dua keadaan; di luar shalat dan ketika sedang shalat. Cara
melakukan Sujud Tilawah di luar shalat adalah sebagai berikut: Ketika anda membaca atau
mendengar ayat sajdah, anda langsung berdiri atau boleh juga duduk mengahadap kiblat, lalu
ucapkan takbir: "Allahu Akbar" atau tidak mengucapkan takbir juga boleh, lalu sujudlah satu
kali sebagai mana anda sujud ketika melakukan shalat. Setelah itu, bangkitlah kembali sambil
mengucapkan takbir: "Allahu Akbar", atau tanpa takbir. Setelah itu, anda teruskan bacaan al-
Qur'annya tanpa salam terlebih dahulu.
Sedangkan apabila dilakukan ketika sedang shalat, maka begitu membaca ayat sajdah,
anda langsung sujud satu kali lalu bangkit berdiri lagi, dan teruskan bacaan shalat anda.

Apakah Sujud Tilawah harus menghadap kiblat dan harus berwudhu terlebih dahulu??
Menurut Jumhur ulama (kebanyakan ulama), Sujud Tilawah disyaratkan harus memenuhi
syarat-syarat shalat lainnya, misalnya, harus menghadap kiblat dan harus dilakukan oleh orang yang
mempunyai wudhu.

5
Sedangkan menurut Ibn Hazm dan Syaikul Islam Ibn Taimiyyah, bahwa Sujud Tilawah tidak
diharuskan menghadap kiblat, juga tidak disyaratkan harus mempunyai wudhu terlebih dahulu, karena
Sujud Tilawah bukanlah shalat, akan tetapi ia hanyalah sebuah ibadah. Dan sebagaimana diketahui,
bahwa tidak semua ibadah disyaratkan harus memakai wudhu dan menghadap kiblat. Pendapat ini juga
dikemukakan oleh sahabat dan para ulama lain semisal Ibnu Umar, Imam asy-Sya'by dan Imam
Bukhari. Dan pendapat inilah, hemat penulis, yang lebih kuat dan lebih afdhal.
Pendapat kedua ini dikuatkan oleh sebuah hadits Ibnu Abbas berikut ini:
‫ )) أن اﻝﻨﺒ ﻲ ﺻ ﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴ ﻪ وﺳ ﻠﻢ ﺳ ﺠﺪ ﺑ ﺎﻝﻨﺠﻢ وﺳ ﺠﺪ ﻣﻌ ﻪ اﻝﻤ ﺴﻠﻤﻮن‬:‫ﻋ ﻦ اﺑ ﻦ ﻋﺒ ﺎس‬
[‫واﻝﻤﺸﺮآﻮن واﻝﺠﻦ واﻹﻥﺲ(( ]رواﻩ اﻝﺒﺨﺎرى واﻝﺘﺮﻣﺬى‬
Artinya: "Dari Ibnu Abbas, bahwasannya Rasulullah Saw ketika membaca surat an-Najm, ia sujud
tilawah dan orang-orangpun ikut sujud bersamanya, termasuk orang-orang musyrik, jin dan manusia"
(HR. Bukhari).
Sehubungan dengan hadits di atas, Imam Bukhari mengatakan, hadits ini mengisyaratkan
bahwa orang musyrik pun melakukan sujud tilawah. Dan sebagaimana diketahui, bahwa orang
musyrik tentu mereka tidak mempunyai wudhu karena mereka adalah najis (berhadats besar dan kecil).
Kalau seandainya Sujud Tilawah ini harus dilakukan oleh orang yang mempunyai wudhu, tentu
Rasulullah Saw akan melarang orang-orang musyrik tersebut untuk sujud tilawah, tapi ternyata tidak
melarangnya. Ini berarti, bahwa Sujud Tilawah tidak mesti berwudhu sebelumnya.
Sehubungan dengan masalah ini pula, Imam Syaukani berkata: "Tidak ada satupun hadits yang
berbicara tentang Sujud Tilawah yang mensyaratkan orang yang melakukannya harus mempunyai
wudhu. Dalam banyak kesempatan, Rasulullah dan para sahabat yang mendengar bacaan ayat
Sajdah, melakukan Sujud Tilawah bersama-sama, akan tetapi Rasulullah Saw tidak memerintahkan
salah seorangpun dari mereka untuk mengambil air wudhu terlebih dahulu. Padahal, tidak semua
sahabat saat itu mempunyai wudhu. Bahkan terkadang, Rasulullah Saw sujud bersama orang-orang
musyrik sebagaimana dikatakan dalam hadits di atas, dan tentunya orang-orang musyrik tidak
mempunyai wudhu kerena mereka adalah najis….Adapun menutup aurat dan menghadap kiblat,
selama memungkinkan, para ulama sepakat mensyaratkannya. Tapi sekali lagi dengan catatan,
selama memungkinkan".
Dari pendapat-pendapat di atas, penulis lebih condong untuk mengatakan, selama Sujud
Tilawah ini dilakukan di luar shalat, tidak disyaratkan harus menghadap kiblat, dan tidak harus
mempunyai wudhu terlebih dahulu sebagaimana dikatakan Ibnu Taimiyyah dan Ibn Hazm di atas.
Akan tetapi apabila dilakukan menghadap kiblat, mempunyai wudhu terlebih dahulu, tentu ini lebih
afdhal dan lebih sempurna. Karena bagaimanapun Sujud Tilawah adalah salah satu bentuk ibadah. Dan
sebuah ibadah alangkah lebih baiknya kalau dilakukan dalam keadaan suci dan menghadap kiblat.
Sekali lagi, kalau memungkinkan untuk mengambil wudhu dan menghadap kiblat, tentu itu lebih
utama, akan tetapi menghadap kiblat dan berwudhu, bukanlah syarat sahnya Sujud Tilawah.

Bagaimana cara sujudnya orang yang sedang dalam kendaraan?


Apabila seseorang membaca atau mendengar salah satu ayat sajdah sementara dia sedang
berjalan (bepergian) atau sedang berada di atas kendaraan, kemudian dia bermaksud untuk melakukan
sujud tilawah, maka menurut sebagian para sahabat dan para ulama generasi salaf seperti Ibnu Mas'ud,
Ibnu Umar dan lainnya, cukup dengan berisyarat berupa menundukkan kepalanya sedikit ke arah
manapun ia sedang menghadap saat itu. Hal ini seperti dikatakan oleh Ibnu Umar dalam hadits riwayat
Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shahih, ketika ia ditanya cara melakukan sujud tilawah bagi yang
sedang berada dalam kendaraan, Ibnu Umar mengatakan: "Sujudlah dengan cara isyarat". Demikian
juga dengan orang yang sedang berjalan kaki (bepergian), apabila tidak bisa berhenti sejenak untuk
melakukan sujud dan dia bermaksud untuk sujud, maka cukup dengan menganggukkan kepalanya
sebagai isyarat sujudnya.

Apa yang dibaca ketika Sujud Tilawah?


Sehubungan dengan masalah ini, terdapat dua hadits yang menginformasikan bacaan ketika
Sujud Tilawah. Berikut kedua hadits di atas:
6
‫ ﻳﻘ ﻮل ﻓ ﻰ‬,‫ آﺎن اﻝﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻳﻘ ﻮل ﻓ ﻰ ﺳ ﺠﻮد اﻝﻘ ﺮﺁن ﺑﺎﻝﻠﻴ ﻞ‬:‫ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﻗﺎﻝﺖ‬
((‫ ))ﺳ ﺠﺪ وﺝﻬ ﻰ ﻝﻠ ﺬى ﺥﻠﻘ ﻪ وﺻ ﻮرﻩ وﺵ ﻖ ﺳ ﻤﻌﻪ وﺑ ﺼﺮﻩ ﺑﺤﻮﻝ ﻪ وﻗﻮﺕ ﻪ‬:‫اﻝ ﺴﺠﺪة ﻣ ﺮارا‬
(‫ واﻝﺘﺮﻣﺬى واﻝﻨﺴﺎﺋﻲ‬,‫]رواﻩ أﺑﻮ داود‬
Artinya: "Siti Aisyah berkata: "Bahwasannya Rasulullah Saw ketika sujud tilawah pada malam hari,
beliau membaca do'a berikut secara berulang-ulang: " sajada wajhii lilladzi khalaqahu wa
shawwarahu wa syaqqa sam'ahu wa basharahu bihaulihi wa quwwatihi (wajahku aku sujudkan
kepada yang telah menciptakan dan membentuknya, juga yang telah memecahkan pendengaran,
penglihatannya dengan segala daya dan kekuatanNya)" (HR. Abu Dawud dan Turmudzi).
‫ إﻥ ﻰ‬,‫ ﺝ ﺎء رﺝ ﻞ إﻝ ﻰ اﻝﻨﺒ ﻲ ﺻ ﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴ ﻪ وﺳ ﻠﻢ ﻓﻘ ﺎل ﻳ ﺎ رﺳ ﻮل اﷲ‬:‫ﻋ ﻦ اﺑ ﻦ ﻋﺒ ﺎس ﻗ ﺎل‬
,‫ ﻓ ﺴﻤﺠﺪت اﻝ ﺸﺠﺮة ﻝ ﺴﺠﻮدى‬,‫ ﻓ ﺴﺠﺪت‬,‫رأﻳﺘﻨ ﻰ اﻝﻠﻴﻠ ﺔ وأﻥ ﺎ ﻥ ﺎﺋﻢ آ ﺄﻥﻰ أﺻ ﻠﻰ ﺥﻠ ﻒ ﺵ ﺠﺮة‬
‫ واﺝﻌﻠﻬ ﺎ ﻝ ﻰ‬,‫ وﺿ ﻊ ﻋﻨ ﻰ ﺑﻬ ﺎ وزرا‬,‫ ))اﻝﻠﻬﻢ اآﺘﺐ ﻝﻰ ﺑﻬﺎ ﻋﻨﺪك أﺝﺮا‬:‫ﻓﺴﻤﻌﺘﻬﺎ وهﻲ ﺕﻘﻮل‬
‫ ﻓﻘ ﺮأ اﻝﻨﺒ ﻲ ﺻ ﻠﻰ‬:‫ﻗ ﺎل اﺑ ﻦ ﻋﺒ ﺎس‬...((‫ وﺕﻘﺒﻠﻬﺎ ﻣﻨﻰ آﻤﺎ ﺕﻘﺒﻠﺘﻬﺎ ﻣﻦ ﻋﺒﺪك داود‬,‫ﻋﻨﺪك ذﺥﺮا‬
‫ ﻓ ﺴﻤﻌﺘﻪ وه ﻮ ﻳﻘ ﻮل ﻣﺜﻠﻤ ﺎ أﺥﺒ ﺮﻩ اﻝﺮﺝ ﻞ ﻋ ﻦ ﻗ ﻮل اﻝ ﺸﺠﺮة‬,‫ ﺛ ﻢ ﺳ ﺠﺪ‬,‫اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﺳ ﺠﺪة‬
[‫]أﺥﺮﺝﻪ اﻝﺘﺮﻣﺬى واﺑﻦ ﻣﺎﺝﻪ‬
Artinya: "Ibnu Abbas berkata: "Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Saw sambil berkata:
"Wahai Rasulullah, tadi malam saya bermimpi seolah-olah saya shalat di belakang sebuah pohon, lalu
saya sujud dan pohon pun ikut sujud bersamaku serta saya mendengar pohon itu membaca doa berikut
ini: Allahummaktub li biha indaka ajra, wa dha' 'anni biha wizra, waj'alha li 'indaka dzukhra, wa
taqabbalha minny kama taqabbaltaha min 'ibadika dawud (Ya Allah, dengan sujud ini, catatlah pahala
bagi saya disisiMu, hapuskan dosaku, jadikan sujudku ini sebagai simpananku kelak, dan terimalah
sujudku ini sebagaimana Eukau telah menerima sujudnya Nabi Dawud)…" Ibnu Abbas kemudian
berkata: "Lalu Rasulullah Saw membaca salah satu ayat sajdah dan beliau sujud (tilawah). Pada saat
itu saya mendengar Rasulullah ketika sujudnya tadi membaca do'a sebagaimana yang telah
disampaikan oleh laki-laki tadi yang diambil dari doanya sebuah pohon" (HR. Turmudzi dan Ibn
Majah).
Dari kedua hadits di atas, kita mendapatkan informasi bahwa bacaan yang dibaca oleh
Rasulullah Saw ketika Sujud Tilawah ada dua, yaitu bacaan: "sajada wajhii lilladzi khalaqahu wa
shawwarahu wa syaqqa sam'ahu wa basharahu bihaulihi wa quwwatihi dan bacaan: Allahummaktub li
biha indaka ajra, wa dha' 'anni biha wizra, waj'alha li 'indaka dzukhra, wa taqabbalha minny kama
taqabbaltaha min 'ibadika dawud. Akan tetapi sanad kedua hadits di atas diperdebatkan
keshahihannya. Bahkan menurut pendapat yang lebih kuat, kedua hadits di atas adalah Hadits Dha'if.
Karena kedua hadits di atas diperdebatkan kesahihannya dan lebih cenderung dhaif, maka Imam
Ahmad bin Hanbal berkata: "Adapun saya, ketika Sujud Tilawah, saya membaca bacaan sujud biasa
yaitu: subhanarabbiyal 'ala". Oleh karena itu, menurut pendapat yang lebih kuat, tidak ada bacaan
khusus untuk sujud tilawah karena hadits-hadits yang mengatakan hal demikian semuanya Hadits
Dhaif. Karenanya, bacaan Sujud Tilawah disamakan dengan bacaan sujud biasa dalam shalat.
Adapun bacaan-bacaan sujud ketika shalat ada bebarapa macam, termasuk salah satunya adalah
bacaan sajada wajhii lilladzi khalaqahu wa shawwarahu wa syaqqa sam'ahu wa basharahu bihaulihi
wa quwwatihi. Untuk lebih jelasnya, berikut di antara bacaan-bacaan yang boleh dibaca ketika sujud
dalam shalat:
1. Allahumma laka sajadtu wabika amantu wa laka aslamtu, sajada wajhii lilladzi khalaqahu wa
shawwarahu wa syaqqa sam'ahu wa basharahu, tabarakallahu ahsanal khaliqin (HR. Muslim)
2. Subhanakallahumma rabbana wa bihamdika allahummagfirli (HR. Bukhari Muslim)
3. Subbuhun quddusun rabbul malaikati warruh (HR. Muslim)
4. Subhanarabbiyal a'laa (HR. Nasai, Turmudzi, Abu Dawud dan Ibn Majah)
5. Subhana dzil jabarut walmalakut walkibriya wal'adhamah (HR. Abu Dawud dan Nasai)
Demikian, bacaan-bacaan yang biasa dibaca oleh Rasulullah Saw ketika sujud. Oleh karena itu,
bagi yang melakukan Sujud Tilawah, silahkan untuk memilih salah satu dari bacaan di atas.

7
Berulang-ulang membaca dan mendengar ayat sajdah, Sujudnya?
Apabila seseorang membaca atau mendengar ayat sajdah beberapa kali, ia boleh mengakhirkan
sujudnya sampai ayat terakhir dari ayat sajdah dibaca. Setelah itu baru ia sujud sajdah satu kali.
Kemudian apabila setelah sujud, membaca kembali ayat sajdah, maka menurut pendapat Jumhur
Ulama, lebih afdhal ia melakukan sujud lagi. Artinya, Jumhur ulama lebih cenderung untuk
mengatakan, bahwa yang lebih afdhal, sujud tilawah dilakukan setiap kali kita mendengar atau
membaca ayat sajdah.

Apakah Sujud Tilawah yang dilakukan ketika shalat khusus untuk shalat wajib saja?
Sebagaimana telah di jelaskan di atas, sujud tilawah dilakukan dalam dua keadaan; ketika
sedang melakukan shalat dan ketika di luar shalat (tidak sedang melakukan shalat). Namun shalat apa
saja yang boleh melakukan Sujud Tilawah; Apakah hanya untuk shalat wajib dan apakah hanya untuk
shalat berjamaah serta apakah hanya untuk shalat Jahr (yang bacaannya dinyaringkan yaitu shalat
Magrib, Isya dan Subuh) saja?
Dalam hal ini, jumhur ulama mengatakan, bahwa Sujud Tilawah dilakukan baik ketika shalat
wajib maupun shalat sunnat. Ini artinya, apabila seseorang membaca ayat sajdah ketika sedang shalat
Tahajjud, maka sunnah hukumnya untuk melakukan Sujud Tilawah. Demikian juga, Sujud Tilawah
dilakukan baik ketika shalat berjamaah maupun ketika shalat sendiri (munfarid).
Sedangkan apakah untuk shalat yang bacaannya dibaca nyaring (jahr) saja atau juga yang
bacaannya dipelankan (di-sir-kan)? Para ulama sepakat, bahwa untuk shalat-shalat yang dibaca dengan
suara nyaring seperti Magrib dan Isya, sunnah hukumnya melakukan Sujud Tilawah. Namun, untuk
shalat yang imamnya membaca dengan suara sir (pelan) misalnya Shalat Duhur dan Ashar, makruh
hukumnya melakukan Sujud Tilawah. Hal ini ditakutkan akan menimbulkan kebingungan bagi para
makmum sehingga kekhusyuan shalatnya menjadi terganggu, karena makmum tidak mengetahui apa
yang sedang dibaca oleh imam.
Akan tetapi menurut Syafi'iyyah (para ulama bermadzhab Syafi'i), untuk yang melakukan
shalat dengan bacaan pelan pun, sunnah hukumnya untuk melakukan Sujud Tilawah. Hanya saja,
dalam prakteknya, Sujud Tilawahnya diakhirkan sampai shalat tersebut selesai agar makmum tidak
merasa bingung dibuatnya. Namun pendapat ini, menurut penulis, kurang tepat karena antara
membaca ayat sajdah dengan selesainya shalat terdapat pemisah yang lumayan lama. Untuk itu,
pendapat Jumhur yang mengatakan, makruh hukumnya bagi shalat yang bacaan imamnya di sirr-kan
(dipelankan) untuk melakukan Sujud Tilawah adalah pendapat yang lebih kuat dan arjah.

Bagaimana hukumnya apabila ketika sedang melakukan shalat, membaca ayat sajdah akan
tetapi tidak melakukan Sujud Tilawah?
Menurut pendapat Jumhur Ulama seperti Imam Sya'bi, Ibn al-Musayyib, Ibn Sirin, an-Nakha'i
dan Imam Ishak, makruh hukumnya seseorang yang sedang melakukan shalat kemudian membaca
ayat sajdah akan tetapi tidak melakukan Sujud Tilawah.

Apabila ayat sajdah tersebut berada di akhir surat, bagaimana cara melakukan sujudnya dan
apa yang harus diperbuat?
Apabila seseorang membaca salah satu ayat sajdah yang berada di akhir surat, misalnya ayat
terakhir dari surat al-Alaq, maka ia boleh melakukan salah satu dari tiga keadaan berikut ini:
1. Ia melakukan Sujud Tilawah, kemudian berdiri lagi dan disambungkan dengan bacaan surat
lainnya lalu setelah itu ia ruku. Hal ini pernah dilakuan oleh Umar bin Khatab. Dalam sebuah
hadits riwayat Abdul Razak dengan sanad yang sahih, ketika shalat Subuh, Umar bin Khatab
pernah membaca surat an-Najm pada rakaat kedua. Kemudian ia Sujud Tilawah, lalu setelah itu
Umar membaca surat lain yakni surat al-Insyiqaq. Cara ini adalah yang lebih utama.
2. Ia langsung ruku' tanpa melakukan Sujud Tilawah. Cara ini juga boleh dilakukan karena ketika
Ibnu Mas'ud ditanya: "Apakah perlu Sujud Tilawah dahulu atau langsung ruku' ketika membaca
ayat sajdah yang berada di akhir surat?" Ibn Mas'ud menjawab: "Apabila tidak ada hal lain antara
8
kamu dengan sujud selain ruku, maka ruku' itulah yang lebih dekat" (HR. Ibn Abi Syaibah dengan
sanad yang shahih). Pendapat ini, hemat punulis, lebih cocok diterapkan untuk kondisi di mana
para makmum umumnya belum mengetahui ayat sajdah dan Sujud Tilawah. Maka untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, lebih baik langsung ruku, tidak Sujud Tilawah terlebih
dahulu. Kecuali kalau para makmumnya adalah orang-orang yang sudah paham.
3. Cara lainnya adalah ia Sujud Tilawah, kemudian bertakbir dan berdiri setelah itu ia ruku tanpa ada
tambahan bacaan surat lainnya.
Bagaimana cara sujudnya apabila sedang khutbah di atas mimbar?
Apabila seseorang sedang khutbah di atas mimbar, lalu ia membaca ayat sajdah, maka ia boleh
turun dari mimbarnya lalu Sujud Tilawah dan orang-orang sujud bersamanya. Apabila ia tidak sujud,
juga tidak mengapa sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Umar bin Khatab sebagaimana telah
dijelaskan di atas.
Jika memungkinkan untuk sujud di atas mimbar, ia boleh sujud di atasnya, dan orang-orang
ikut sujud bersamanya. Akan tetapi apabila khatib tidak sujud, maka makmum tidak disunnahkan
untuk sujud.

Apa saja yang termasuk ayat sajdah itu?


Tempat-tempat sujud atau yang termasuk ayat-ayat sajdah itu ada 15 (lima belas) tempat. Hal
ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits marfu' akan tetapi dhaif berikut ini:

‫ﻋ ﻦ ﻋﻤ ﺮو ﺑ ﻦ اﻝﻌ ﺎص أن رﺳ ﻮل اﷲ ﺻ ﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴ ﻪ وﺳ ﻠﻢ أﻗ ﺮأﻩ ﺥﻤ ﺲ ﻋ ﺸﺮة ﺳ ﺠﺪة ﻓ ﻰ‬


‫ وﻓﻰ ﺳﻮرة اﻝﺤﺞ ﺳﺠﺪﺕﺎن )أﺥﺮﺝ ﻪ أﺑ ﻮ داود واﻝﺤ ﺎآﻢ واﺑ ﻦ‬,‫ ﻣﻨﻬﺎ ﺛﻼث ﻓﻰ اﻝﻤﻔﺼﻞ‬,‫اﻝﻘﺮﺁن‬
(‫ﻣﺎﺝﻪ‬
Artinya: "Dari Amr bin Ash, bahwasannya Rasulullah Saw membacakan kepadanya lima belas ayat
sajdah dalam al-Qur'an; tiga di antaranya terdapat pada surat-surat pendek dan dua tempat sujud pada
surat al-Hajj" (HR. Abu Dawud, Hamim dan Ibn Majah).
Dari lima belas tempat ini, sepuluh tempat telah disepakati oleh para ulama, 4 tempat di
perdebatkan, akan tetapi banyak hadits yang menguatkannya, dan satu tempat tidak ada keterangan
haditsnya, akan tetapi sebagian sahabat Rasulullah Saw melakukannya karena melihat kandungan
makna ayat tersebut.
1. Tempat-tempat sujud yang disepakati oleh para ulama untuk dilaksanakan Sujud Tilawah:
1. Surat al-Araf ayat 206 yakni ketika membaca firman Allah berikut ini:
‫ن‬
َ ‫ﺠﺪُو‬
ُ‫ﺴ‬
ْ ‫ﺴﱢﺒﺤُﻮ َﻥ ُﻪ َوَﻝ ُﻪ َﻳ‬
َ ‫ﻋﺒَﺎ َد ِﺕ ِﻪ َو ُﻳ‬
ِ ‫ﻦ‬
ْ‫ﻋ‬
َ ‫ن‬
َ ‫ﺴ َﺘ ْﻜ ِﺒﺮُو‬
ْ ‫ﻚ ﻝَﺎ َﻳ‬
َ ‫ﻋ ْﻨ َﺪ َر ﱢﺑ‬
ِ ‫ﻦ‬
َ ‫ن اﱠﻝﺬِﻳ‬
‫ِإ ﱠ‬
Artinya: "Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa
enggan menyembah Allah dan mereka mentasbihkan-Nya dan hanya kepada-Nya-lah
mereka bersujud" (QS. Al-Araf: 206).
2. Surat ar-Ra'du ayat 15:
‫ل‬
ِ ‫ﻇﻠَﺎُﻝ ُﻬ ْﻢ ﺑِﺎ ْﻝ ُﻐ ُﺪوﱢ وَاﻝْﺂﺻَﺎ‬
ِ ‫ﻃ ْﻮﻋًﺎ َو َآ ْﺮهًﺎ َو‬
َ ‫ض‬
ِ ‫ت وَا ْﻝَﺄ ْر‬
ِ ‫ﺴ َﻤﻮَا‬
‫ﻦ ﻓِﻲ اﻝ ﱠ‬
ْ ‫ﺠ ُﺪ َﻣ‬
ُ‫ﺴ‬
ْ ‫َوِﻝﱠﻠ ِﻪ َﻳ‬
Artinya: "Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi,
baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di
waktu pagi dan petang hari" (HR. ar-Ra'du: 15).
3. Surat an-Nahl ayat 49-50:
‫ﻦ دَا ﱠﺑ ٍﺔ وَا ْﻝ َﻤﻠَﺎ ِﺋ َﻜ ُﺔ َو ُه ْﻢ َﻝ ﺎ‬
ْ ‫ض ِﻣ‬ِ ‫ت َو َﻣ ﺎ ِﻓ ﻲ ا ْﻝ َﺄ ْر‬ ِ ‫ﺴ َﻤﻮَا‬ ‫ﺠ ُﺪ َﻣ ﺎ ِﻓ ﻲ اﻝ ﱠ‬ُ‫ﺴ‬ْ ‫َوِﻝﱠﻠ ِﻪ َﻳ‬
‫ن‬
َ ‫ن ﻣَﺎ ُﻳ ْﺆ َﻣﺮُو‬
َ ‫ﻦ َﻓ ْﻮ ِﻗ ِﻬ ْﻢ َو َﻳ ْﻔ َﻌﻠُﻮ‬
ْ ‫ن َرﱠﺑ ُﻬ ْﻢ ِﻣ‬
َ ‫ن* َﻳﺨَﺎﻓُﻮ‬
َ ‫ﺴ َﺘ ْﻜ ِﺒﺮُو‬
ْ ‫َﻳ‬
Artinya: "Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit dan
semua makhluk yang melata di bumi dan (juga) para ma]aikat, sedang mereka
(malaikat) tidak menyombongkan diri. Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas
mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka)" (QS. An-Nahl: 49-
50)

9
4. Surat al-Isra ayat107-109:
‫ن‬
َ ‫ﺨ ﺮﱡو‬
ِ ‫ﻋَﻠ ْﻴ ِﻬ ْﻢ َﻳ‬
َ ‫ﻦ َﻗ ْﺒِﻠ ِﻪ ِإذَا ُﻳ ْﺘﻠَﻰ‬ْ ‫ﻦ أُوﺕُﻮا ا ْﻝ ِﻌ ْﻠ َﻢ ِﻣ‬ َ ‫ن اﱠﻝﺬِﻳ‬
‫ﻞ ءَا ِﻣ ُﻨﻮا ِﺑ ِﻪ َأ ْو ﻝَﺎ ُﺕ ْﺆ ِﻣﻨُﻮا ِإ ﱠ‬ْ ‫ُﻗ‬
‫ن‬
َ ‫ﺨ ﺮﱡو‬
ِ ‫ﻋ ُﺪ َر ﱢﺑ َﻨ ﺎ َﻝ َﻤ ْﻔﻌُﻮًﻝ ﺎ* َو َﻳ‬ ْ ‫ن َو‬َ ‫ن َآ ﺎ‬ ْ ‫ن َر ﱢﺑ َﻨ ﺎ ِإ‬
َ ‫ﺳ ْﺒﺤَﺎ‬ُ ‫ن‬ َ ‫ﺠﺪًا* َو َﻳﻘُﻮُﻝ ﻮ‬ ‫ﺳ ﱠ‬ ُ ‫ن‬ ِ ‫ِﻝ ْﻠَﺄ ْذ َﻗ ﺎ‬
‫ﺥﺸُﻮﻋًﺎ‬ ُ ‫ن َو َﻳﺰِﻳ ُﺪ ُه ْﻢ‬ َ ‫ن َﻳ ْﺒﻜُﻮ‬ ِ ‫ِﻝ ْﻠَﺄ ْذﻗَﺎ‬
Artinya: "Katakanlah: "Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama
saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya
apabila Al-Qur`an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka
sambil bersujud, Dan mereka berkata: "Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya janji
Tuhan kami pasti dipenuhi".Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil
menangis dan mereka bertambah khusyu'" (QS. Al-Isra: 107-109)
5. Surat Maryam ayat 58:
‫ح‬
ٍ ‫ﺣ َﻤ ْﻠ َﻨ ﺎ َﻣ َﻊ ُﻥ ﻮ‬
َ ‫ﻦ‬
ْ ‫ﻦ ُذ ﱢرﱠﻳ ِﺔ ءَا َد َم َو ِﻣ ﱠﻤ‬ ْ ‫ﻦ ِﻣ‬ َ ‫ﻦ اﻝﱠﻨ ِﺒ ﱢﻴ ﻴ‬
َ ‫ﻋَﻠ ْﻴ ِﻬ ْﻢ ِﻣ‬
َ ‫ﻦ َأ ْﻥ َﻌ َﻢ اﻝﱠﻠ ُﻪ‬
َ ‫ﻚ اﱠﻝﺬِﻳ‬َ ‫أُوَﻝ ِﺌ‬
‫ت‬
ُ ‫ﻋَﻠ ْﻴ ِﻬ ْﻢ ءَا َﻳ ﺎ‬
َ ‫ﺝ َﺘ َﺒ ْﻴ َﻨ ﺎ ِإذَا ُﺕ ْﺘَﻠ ﻰ‬
ْ ‫ﻦ َه َﺪ ْﻳﻨَﺎ وَا‬
ْ ‫ﻞ َو ِﻣ ﱠﻤ‬ َ ‫ﺳ ﺮَاﺋِﻴ‬ ْ ‫ﻦ ُذرﱢﻳﱠ ِﺔ ِإ ْﺑ ﺮَاهِﻴ َﻢ َوِإ‬ ْ ‫َو ِﻣ‬
‫ﺠﺪًا َو ُﺑﻜِﻴًّﺎ‬
‫ﺳﱠ‬ُ ‫ﺥﺮﱡوا‬ َ ‫ﻦ‬ ِ ‫ﺣ َﻤ‬ْ ‫اﻝ ﱠﺮ‬
Artinya: "Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para
nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan
dari keturunan Ibrahim dan Israel, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk
dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada
mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis" (QS. Maryam: 58)
6. Surat al-Hajj ayat 18:
‫ن‬
‫ﺴﻨًﺎ َوِإ ﱠ‬
َ ‫ﺣ‬
َ ‫ﻞ اﻝﱠﻠ ِﻪ ُﺛﻢﱠ ُﻗ ِﺘﻠُﻮا َأ ْو َﻣ ﺎﺕُﻮا َﻝ َﻴ ْﺮ ُز َﻗﻨﱠ ُﻬ ُﻢ اﻝﱠﻠ ُﻪ ِر ْز ًﻗ ﺎ‬
ِ ‫ﺳﺒِﻴ‬
َ ‫ﺝﺮُوا ﻓِﻲ‬ َ ‫ﻦ هَﺎ‬ َ ‫وَاﱠﻝﺬِﻳ‬
‫ﻦ‬
َ ‫ﺥ ْﻴ ُﺮ اﻝﺮﱠا ِزﻗِﻴ‬
َ ‫اﻝﱠﻠ َﻪ َﻝ ُﻬ َﻮ‬
Artinya: "Dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka di bunuh
atau mati, benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezki yang baik (surga).
Dan sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezki" (QS. Al-Hajj: 18).
7. Surat al-Furqan ayat 60:
‫ن‬
َ ‫ت َو َآ ﺎ‬
ٍ ‫ﺴﻨَﺎ‬
َ‫ﺣ‬َ ‫ﺳ ﱢﻴﺌَﺎ ِﺕ ِﻬ ْﻢ‬
َ ‫ل اﻝﻠﱠ ُﻪ‬
ُ ‫ﻚ ُﻳ َﺒﺪﱢ‬
َ ‫ﻋ َﻤﻠًﺎ ﺻَﺎِﻝﺤًﺎ َﻓﺄُوَﻝ ِﺌ‬
َ ‫ﻞ‬
َ ‫ﻋ ِﻤ‬
َ ‫ﻦ َو‬
َ ‫ب َوءَا َﻣ‬
َ ‫ﻦ ﺕَﺎ‬
ْ ‫ِإﻝﱠﺎ َﻣ‬
‫ﻏﻔُﻮرًا َرﺣِﻴﻤًﺎ‬َ ‫اﻝﻠﱠ ُﻪ‬
Artinya: "Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh;
maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha
Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS. Al-Furqan: 60).
8. Surat an-Naml ayat 25-26:
‫ن‬
َ ‫ﺨ ُﻔ ﻮ‬
ْ ‫ض َو َﻳ ْﻌَﻠ ُﻢ َﻣ ﺎ ُﺕ‬
ِ ‫ت وَا ْﻝ َﺄ ْر‬
ِ ‫ﺴ َﻤﻮَا‬ ‫ﺐ َء ِﻓ ﻲ اﻝ ﱠ‬ ْ ‫ﺨ‬َ ‫ج ا ْﻝ‬
ُ ‫ﺨ ِﺮ‬ْ ‫ﺠﺪُوا ِﻝﱠﻠ ِﻪ اﱠﻝ ﺬِي ُﻳ‬ ُ‫ﺴ‬ ْ ‫َأﻝﱠﺎ َﻳ‬
ِ ‫ن* اﻝﻠﱠ ُﻪ ﻝَﺎ ِإَﻝ َﻪ ِإﻝﱠﺎ ُه َﻮ َربﱡ ا ْﻝ َﻌ ْﺮ‬
‫ش ا ْﻝ َﻌﻈِﻴ ِﻢ‬ َ ‫َوﻣَﺎ ُﺕ ْﻌِﻠﻨُﻮ‬
Artinya: "Agar mereka tidak menyembah Allah Yang mengeluarkan apa yang
terpendam di langit dan di bumi dan Yang mengetahui apa yang kamu sembunyikan
dan apa yang kamu nyatakan. Allah, tiada Tuhan Yang disembah kecuali Dia, Tuhan
Yang mempunyai 'Arsy yang besar" (QS. An-Naml: 25-26).
9. Surat as-Sajdah ayat 15:
‫ﺤ ْﻤ ِﺪ َر ﱢﺑ ِﻬ ْﻢ َو ُه ْﻢ ﻝَﺎ‬
َ ‫ﺳ ﱠﺒﺤُﻮا ِﺑ‬
َ ‫ﺠﺪًا َو‬
‫ﺳﱠ‬
ُ ‫ﺥﺮﱡوا‬
َ ‫ﻦ ِإذَا ُذآﱢﺮُوا ِﺑﻬَﺎ‬
َ ‫ﻦ ﺑِﺂﻳَﺎ ِﺕﻨَﺎ اﱠﻝﺬِﻳ‬
ُ ‫ِإ ﱠﻥﻤَﺎ ُﻳ ْﺆ ِﻣ‬
‫ن‬
َ ‫ﺴ َﺘ ْﻜ ِﺒﺮُو‬
ْ ‫َﻳ‬
Artinya: "Sesungguhnya orang yang benar benar percaya kepada ayat ayat Kami
adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat ayat itu mereka segera bersujud
seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong" (QS.
As-Sajdah: 15).
10. Surat Fushilat ayat 37 dan 38:
10
‫ﺲ َوَﻝ ﺎ ِﻝ ْﻠ َﻘ َﻤ ِﺮ‬
ِ ‫ﺸ ْﻤ‬
‫ﺠﺪُوا ﻝِﻠ ﱠ‬ ُ‫ﺴ‬ ْ ‫ﺲ وَا ْﻝ َﻘ َﻤ ُﺮ َﻝ ﺎ َﺕ‬
ُ ‫ﺸ ْﻤ‬ ‫ﻞ وَاﻝ ﱠﻨ َﻬ ﺎ ُر وَاﻝ ﱠ‬ ُ ‫ﻦ ءَاﻳَﺎ ِﺕ ِﻪ اﻝﻠﱠ ْﻴ‬
ْ ‫َو ِﻣ‬
‫ﻋ ْﻨ َﺪ‬
ِ ‫ﻦ‬ َ ‫ﺳ َﺘ ْﻜ َﺒﺮُوا ﻓَﺎﱠﻝ ﺬِﻳ‬
ْ ‫نا‬
ِ ‫ن* َﻓ ِﺈ‬َ ‫ن ُآ ْﻨ ُﺘ ْﻢ ِإ ﱠﻳ ﺎ ُﻩ َﺕ ْﻌ ُﺒ ﺪُو‬
ْ ‫ﻦ ِإ‬
‫ﺥَﻠ َﻘ ُﻬ ﱠ‬
َ ‫ﺠﺪُوا ِﻝﱠﻠ ِﻪ اﱠﻝ ﺬِي‬ ُ ‫ﺳ‬ْ ‫وَا‬
‫ن‬
َ ‫ﺴَﺄﻣُﻮ‬ ْ ‫ﻞ وَاﻝ ﱠﻨﻬَﺎ ِر َو ُه ْﻢ ﻝَﺎ َﻳ‬ ِ ‫ن َﻝ ُﻪ ﺑِﺎﻝﱠﻠ ْﻴ‬
َ ‫ﺴ ﱢﺒﺤُﻮ‬َ ‫ﻚ ُﻳ‬
َ ‫َر ﱢﺑ‬
Artinya: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan
bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang
menciptakannya, Jika Ialah yang kamu hendak sembah. Jika mereka menyombongkan
diri, maka mereka (malaikat) yang di sisi Tuhanmu bertasbih kepada-Nya di malam dan
siang hari, sedang mereka tidak jemu-jemu" (QS. Fushilat: 37 dan 38).
Berkaitan dengan ayat ini, Jumhur ulama berpendapat bahwa Sujud Tilawah
dilakukan ketika selesai membaca akhir dari ayat ke 38, sedangkan menurut
Malikiyyah, ketika selesai membaca ayat 37.
2. Tempat-tempat sujud yang diperdebatkan oleh para ulama akan tetapi boleh dilaksanakan
karena dikuatkan oleh dalil-dalil yang shahih:
1. Surat Shad ayat 24:
‫ﻀ ُﻬ ْﻢ‬
ُ ‫ﺨَﻠﻄَﺎ ِء َﻝ َﻴ ْﺒ ِﻐ ﻲ َﺑ ْﻌ‬
ُ ‫ﻦ ا ْﻝ‬
َ ‫ن َآﺜِﻴﺮًا ِﻣ‬
‫ﺝ ِﻪ َوِإ ﱠ‬
ِ ‫ﻚ ِإﻝَﻰ ِﻥﻌَﺎ‬َ ‫ﺠ ِﺘ‬
َ ‫ل َﻥ ْﻌ‬
ِ ‫ﺴﺆَا‬ُ ‫ﻚ ِﺑ‬َ ‫ﻇَﻠ َﻤ‬َ ‫ل َﻝ َﻘ ْﺪ‬ َ ‫ﻗَﺎ‬
‫ﻦ دَا ُو ُد َأ ﱠﻥ َﻤ ﺎ‬
‫ﻇ ﱠ‬
َ ‫ﻞ َﻣ ﺎ ُه ْﻢ َو‬ ٌ ‫ت َو َﻗﻠِﻴ‬
ِ ‫ﻋ ِﻤُﻠ ﻮا اﻝ ﺼﱠﺎِﻝﺤَﺎ‬ َ ‫ﻦ ءَا َﻣ ُﻨ ﻮا َو‬
َ ‫ﺾ ِإﻝﱠﺎ اﱠﻝﺬِﻳ‬ٍ ‫ﻋﻠَﻰ َﺑ ْﻌ‬ َ
‫ب‬
َ ‫ﺥ ﱠﺮ رَا ِآﻌًﺎ َوَأﻥَﺎ‬ ْ ‫ﻓَ َﺘﻨﱠﺎ ُﻩ ﻓَﺎ‬
َ ‫ﺳ َﺘ ْﻐ َﻔ َﺮ َرﺑﱠ ُﻪ َو‬
Artinya: "Daud berkata: "Sesungguhnya dia telah berbuat zalim kepadamu dengan
meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan
sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka
berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini". Dan Daud
mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada Tuhannya
lalu menyungkur sujud dan bertaubat" (QS. Shad: 24).
2. Surat an-Najm ayat 62:
‫ﻋ ُﺒﺪُوا‬
ْ ‫ﺠﺪُوا ِﻝﱠﻠ ِﻪ وَا‬
ُ‫ﺳ‬
ْ ‫ﻓَﺎ‬
Artinya: "Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia)" (QS. An-Najm: 62).
3. Surat al-Insyiqaq ayat 20-21:
‫ن‬
َ ‫ﺠﺪُو‬
ُ‫ﺴ‬
ْ ‫ن ﻝَﺎ َﻳ‬
ُ ‫ﻋَﻠ ْﻴ ِﻬ ُﻢ ا ْﻝ ُﻘ ْﺮءَا‬
َ ‫ئ‬
َ ‫ن* َوِإذَا ُﻗ ِﺮ‬
َ ‫َﻓﻤَﺎ َﻝ ُﻬ ْﻢ ﻝَﺎ ُﻳ ْﺆ ِﻣﻨُﻮ‬
Artinya: "Mengapa mereka tidak mau beriman? Dan apabila Al-Qur`an dibacakan
kepada mereka, mereka tidak bersujud" (QS. Al-Insyiqaq ayat 20-21).
4. Surat al-Alaq ayat 19:
‫ب‬
ْ ‫ﺠ ْﺪ وَا ْﻗ َﺘ ِﺮ‬
ُ‫ﺳ‬
ْ ‫ﻄ ْﻌ ُﻪ وَا‬
ِ ‫َآﻠﱠﺎ ﻝَﺎ ُﺕ‬
Artinya: "Sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan
dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan)" (QS. Al-Alaq ayat 19).

3. Tempat sujud yang diperdebatkan dan tidak ada hadits shahih yang mendukungnya. Yang
termasuk ke dalam bagian ke tiga ini hanya satu tempat yaitu surat al-Haj ayat 77:
‫ﺨ ْﻴ َﺮ َﻝ َﻌﱠﻠ ُﻜ ْﻢ‬
َ ‫ﻋ ُﺒ ﺪُوا َر ﱠﺑ ُﻜ ْﻢ وَا ْﻓ َﻌُﻠ ﻮا ا ْﻝ‬
ْ ‫ﺠﺪُوا وَا‬
ُ ‫ﺳ‬
ْ ‫ﻦ ءَا َﻣ ُﻨ ﻮا ا ْر َآ ُﻌ ﻮا وَا‬
َ ‫ﻳَﺎَأ ﱡﻳ َﻬ ﺎ اﱠﻝ ﺬِﻳ‬
‫ن‬
َ ‫ُﺕ ْﻔِﻠﺤُﻮ‬
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan
perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan" (QS. Al-Haj: 77).
Di antara ulama yang mensunnahkan untu sujud tilawah ketika membaca atau mendengar ayat
ini adalah Imam Syafi'I, Ahmad bin Hanbal, bahkan para sahabat pun melakukannya seperti Umar
bin Khatab, Ali bin Abi Thalib. Ibn Umar, Ibnu Abbas, Ibn Mas'ud dan lainnya. Oleh karena itu,
meskipun tidak ada hadits yang shahih mengenai tempat sujud ini, akan tetapi karena sebagian

11
besar para sahabat melakukannya, maka hemat penulis, tidak mengapa kita pun mengikuti mereka;
ikut melaksanakan Sujud Tilawah ketika membaca atau mendengar ayat tersebut.

SUJUD SYUKUR
Pengertian
Sujud Syukur adalah sujud yang dilakukan ketika mendapatkan nikmat (mendapatkan rezeki
nomplok) atau ketika terhindar dari mara bahaya yang mengancam. Misalnya, ketika lulus ujian, lulus
tes kerja, menang perlombaan, naik jabatan, sembuh dari penyakit, terhindar dari kecelakaan,
mendapat keturunan, memperoleh nilai yang memuaskan, selamat dari perampokan dan lainnya.

Dalil diperbolehkannya
Di antara dalil yang menjadi pegangan adanya Sujud Syukur ini adalah keterangan-keterangan
berikut ini:
1. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dan hadits ini sangat
panjang, disebutkan bahwa ketika Ka'ab bin Malik mengetahui taubatnya diterima oleh Allah
Swt, ia kemudian sujud (Sujud Syukur).
2. Dalam hadits riwayat Abu Dawud, Turmudzi dan Ibnu Majah serta yang lainnya dikatakan
bahwa apabila Rasulullah Saw mendapatkan kabar gembira atau mendapatkan sesuatu yang
menggembirakan, beliau sujud sebagai tanda syukurnya kepada Allah Swt.
Berdasarkan hadits-hadits di atas, Jumhur ulama seperti Imam Syafi'i, Imam Ahmad, Ishak, Abu
Tsaur, Ibn Mundzir dan Abu Yusuf berpendapat bahwa Sujud Syukur itu disyariatkan dan dianjurkan.

Bagaimana cara melaksanakannya?


Cara melaksanakan sujud ini, sama dengan cara melaksanakan Sujud Tilawah; sekali sujud dan
tanpa salam. Sedangkan mengenai bacaannya, sebagian ulama mengatakan tidak ada bacaan khusus
dan menurut sebagian lagi, sama dengan bacaan ketika sujud dalam shalat. Kedua pendapat di atas
sah-sah saja. Memang kalau memperhatikan hadits-hadits yang berbicara mengenai Sujud Syukur ini,
tidak ada petunjuk khusus mengenai bacaannya. Oleh karena itu, sebagian ulama mengatakan, ketika
Sujud Syukur tidak ada bacaannya, hanya sujud saja. Sebagian ulama lain mengatakan bahwa karena
tidak ada bacaan secara khusus, maka ia harus disamakan dengan bacaan sujud lainnya ketika shalat.
Kedua pendapat di atas, hemat penulis, sah-sah saja.

Sujud Syukur tidak perlu menghadap kiblat dan tidak perlu berwudhu
Sujud Syukur boleh dilakukan menghadap ke mana saja, dan tidak perlu mengambil air wudhu
terlebih dahulu, karena ia bukanlah bagian dari ibadah shalat. Hanya saja, kalau memungkinkan untuk
menghadap kiblat dan mengambil air wudhu terlebih dahulu, itu lebih baik dan lebih utama.

Apakah Sujud Syukur boleh dilakukan ketika sedang melaksanakan shalat?


Sujud Syukur tidak boleh dilakukan di dalam shalat. Hal ini dikarenakan, penyebab yang
mensunnahkan Sujud Syukur sendiri terjadi di luar shalat. Apabila ia melaksanakan Sujud Syukur di
dalam Shalat, maka shalatnya batal, kecuali kalau dia tidak tahu. Hal ini karena tidak ada keterangan
baik yang shahih maupun yang dhaif sekalipun, yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw atau para
sahabatnya melakukan Sujud Syukur ketika sedang melakukan shalat. Sedangkan pendapat sebagian
ulama Hanabilah yang mengatakan Sujud Syukur boleh dilakukan di dalam shalat, hemat penulis,
merupakan pendapat yang lemah dan karenanya tidak bisa dijadikan pegangan. Hal ini disebabkan,
sebagaimana telah dijelaskan, tidak ada keterangan shahih yang menginformasikan hal tersebut.

12
SUJUD SAHWI

Pengertian
Sahwi secara bahasa berarti lupa. Oleh karena itu, secara bahasa, Sujud Sahwi berarti sujud
karena lupa. Sedangkan menurut istilah syar'i, Sujud Sahwi adalah sujud yang dilakukan di akhir
shalat atau setelah shalat karena meninggalkan salah satu syarat shalat atau mengerjakan hal-hal yang
dilarang dalam shalat dengan tanpa sengaja, lupa.

Dalil disyariatkannya
Para ulama telah sepakat bahwa Sujud Sahwi termasuk yang diperintahkan. Di antara dalil-dalil
yang menerangkan bahwa Sujud Sahwi ini disyariatkan dan dianjurkan adalah hadits-hadits berikut
ini:
‫ ))إذا ﻥ ﻮدي‬:‫ ﻋﻦ أﺑﻲ هﺮﻳﺮة رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ أن رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴ ﻪ وﺳ ﻠﻢ ﻗ ﺎل‬-1
,‫ ﻓ ﺈذا ﻗ ﻀﻲ اﻝﻨ ﺪاء أﻗﺒ ﻞ‬,‫ ﺣﺘ ﻰ ﻻ ﻳ ﺴﻤﻊ اﻝﺘ ﺄذﻳﻦ‬,‫ﻝﻠ ﺼﻼة أدﺑ ﺮ اﻝ ﺸﻴﻄﺎن وﻝ ﻪ ﺿ ﺮاط‬
‫ اذآ ﺮ‬,‫ ﻳﻘ ﻮل اذآ ﺮ آ ﺬا‬,‫ ﺣﺘ ﻰ ﻳﺨﻄ ﺮ ﺑ ﻴﻦ اﻝﻤ ﺮء وﻥﻔ ﺴﻪ‬,‫ﺣﺘﻰ إذا ﺛﻮب ﺑﺎﻝﺼﻼة أدﺑ ﺮ‬
‫ ﺣﺘﻰ ﻳﻈﻞ اﻝﺮﺝﻞ ﻻ ﻳﺪرى آ ﻢ ﺻ ﻠﻰ ﻓ ﺈذا ﻝ ﻢ ﻳ ﺪرى أﺣ ﺪآﻢ آ ﻢ‬,‫ ﻝﻤﺎ ﻝﻢ ﻳﻜﻦ ﻳﺬآﺮ‬,‫آﺬا‬
[‫ ﻓﻠﻴﺴﺠﺪ ﺳﺠﺪﺕﻴﻦ وهﻮ ﺝﺎﻝﺲ(( ]رواﻩ اﻝﺒﺨﺎري وﻣﺴﻠﻢ‬,‫ﺻﻠﻰ‬
Artinya: "Dari Abu Hurairah, bahwasannya Rasulullah Saw bersabda: "Apabila dipanggil
untuk shalat (adzan berkumandang), Syaithan segera membelakangi sambil kentut dengan
keras sehingga orang itu tidak mendengar adzan tersebut. Apabila adzan telah selesai, ia segera
menghampirinya. Apabila ia melaksanakan shalat, ia kembali membelakangi sambil
membisikkan antara seseorang dengan dirinya. Syaithan itu mengatakan: "ingat ini, ingat itu",
sehingga ia tidak mengetahui berapa rakaat dia shalat. Apabila salah seorang dari kalian tidak
mengetahui sudah berapa rakaat dia melaksanakan shalat, maka sujudlah sebanyak dua kali
sambil duduk" (HR. Bukhari Muslim).

—‫ ﺻﻠﻰ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ إﺣﺪى ﺻﻼﺕﻰ اﻝﻌ ﺸﻰ‬:‫ ﻋﻦ أﺑﻲ هﺮﻳﺮة ﻗﺎل‬-2
‫ ﻓﺎﺳ ﺘﻨﺪ‬,‫إﻣﺎ اﻝﻈﻬﺮ وإﻣﺎ اﻝﻌﺼﺮ—ﻓﺴﻠﻢ ﻓﻰ اﻝﺮآﻌﺘﻴﻦ ﺛﻢ أﺕ ﻰ ﺝﺰﻋ ﺎ ﻓ ﻰ ﻗﺒﻠ ﺔ اﻝﻤ ﺴﺠﺪ‬
‫ أﻗﺼﺮت اﻝ ﺼﻼة أم‬,‫ ﻳﺎ رﺳﻮل اﷲ‬:‫ ﻓﻘﺎل‬,‫ ﻓﻘﺎم ذو اﻝﻴﺪﻳﻦ‬,‫ وﺥﺮج ﺳﺮﻋﺎن اﻝﻨﺎس‬,‫إﻝﻴﻬﺎ‬
‫ ))ﻣ ﺎ ﻳﻘ ﻮل ذو‬:‫ ﻓﻘ ﺎل‬,‫ﻥ ﺴﻴﺖ؟ ﻓﻨﻈ ﺮ اﻝﻨﺒ ﻲ ﺻ ﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴ ﻪ وﺳ ﻠﻢ ﻳﻤﻴﻨ ﺎ وﺵ ﻤﺎﻻ‬
‫ ﻓﺼﻠﻰ رآﻌﺘﻴﻦ وﺳﻠﻢ ﺛﻢ آﺒﺮ وﺳﺠﺪ ﺛ ﻢ‬,‫ ﻝﻢ ﺕﺼﻞ إﻻ رآﻌﺘﻴﻦ‬,‫ ﺻﺪق‬:‫اﻝﻴﺪﻳﻦ؟!(( ﻗﺎﻝﻮا‬
[‫آﺒﺮ ورﻓﻊ(( ]رواﻩ اﻝﺒﺨﺎرى وﻣﺴﻠﻢ‬
Artinya: "Abu Hurairah berkata: "Ketika Rasulullah Saw melaksanakan salah satu shalat
sore—antara Duhur atau Ashar—tiba-tiba pada rakaat kedua beliau langsung salam. Tidak
lama, terdengar suara gaduh dan rebut di pojok mesjid, Rasulullah kemudian menuju tempat
gaduh tersebut, dan orang-orang pun segera keluar. Tiba-tiba seorang laki-laki yang sering
disebut dengan Dzul Yadain berdiri sambil berkata: "Wahai Rasulullah Saw, apakah Anda
mengqashar shalat atau Anda lupa?". Rasulullah Saw melirik kanan kiri sambil bersabda: "Apa
betul yang dikatakan oleh Dzul Yadain tadi?" Para sahabat menjawab: "Iya betul, Anda shalat
hanya dua rakaat". Rasulullah kemudian menambah shalatnya dua rakaat lagi lalu salam, lalu
takbir lagi kemudian sujud, lalu bertakbir lagi sambil bangkit dari sujud" (HR. Bukhari
Muslim).

13
‫ ))ﺻﻠﻰ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳ ﻠﻢ إﺣ ﺪى ﺻ ﻼﺕﻰ‬:‫ ﻋﻦ ﻋﻤﺮان ﺑﻦ ﺣﺼﻴﻦ ﻗﺎل‬-3
‫ ﺛ ﻢ ﺳ ﺠﺪ‬,‫ ﺛ ﻢ ﺳ ﻠﻢ‬,‫ ﺻ ﻠﻰ رآﻌ ﺔ‬,‫ ﻓﻠﻤ ﺎ ﻗﻴ ﻞ ﻝ ﻪ‬,‫وﺳ ﻠﻢ ﻣ ﻦ ﺛ ﻼث رآﻌ ﺎت‬...‫اﻝﻌ ﺸﻲ‬
[‫ﺛﻢ ﺳﻠﻢ(( ]رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ‬,‫ﺳﺠﺪﺕﻴﻦ‬
Artinya: "Imran bin Hushain berkata: "Rasulullah melaksanakan salah satu shalat sore…lalu
ketika baru melaksanakan tiga rakaat, ia langsung salam. Ketika ditanya, beliau menambah
satu rakaat lagi, lalu salam, lalu sujud dua kali lalu salam" (HR. Muslim).

‫ ﻋ ﻦ ﻋﺒ ﺪ اﷲ ﺑ ﻲ ﺑﺤﻴﻨ ﺔ أن رﺳ ﻮل اﷲ ﺻ ﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴ ﻪ وﺳ ﻠﻢ ﻗ ﺎم ﻣ ﻦ ﺻ ﻼة اﻝﻈﻬ ﺮ‬-4


‫ ﻓﻠﻤﺎ أﺕﻢ ﺻﻼﺕﻪ ﺳﺠﺪ ﺳﺠﺪﺕﻴﻦ ﻳﻜﺒﺮ ﻓﻰ آﻞ ﺳ ﺠﺪة وه ﻮ ﺝ ﺎﻝﺲ ﻗﺒ ﻞ أن‬,‫وﻋﻠﻴﻪ ﺝﻠﻮس‬
(‫ ﻣﻜﺎن ﻣﺎ ﻥﺴﻲ ﻣﻦ اﻝﺠﻠﻮس )أﺥﺮﺝﻪ اﻝﺒﺨﺎرى وﻣﺴﻠﻢ‬,‫ وﺳﺠﺪهﻤﺎ اﻝﻨﺎس ﻣﻌﻪ‬,‫ﻳﺴﻠﻢ‬
Artinya: Dari Abdullah bin Buhainah, bahwasannya Rasulullah Saw menyempurnakan shalat
Duhurnya lantaran lupa tidak melaksanakan duduk (di antara dua sujud). Ketika shalatnya
sudah disempurnakan, sebelum salam, beliau sujud dua kali sambil mengucapkan takbir setiap
kali sujudnya. Hal itu dilakukannya sambil duduk. Orang-orangpun ikut sujud bersamanya
untuk melengkapi duduknya yang tertinggal karena lupa" (HR. Bukhari Muslim).
‫ زاد أو‬:‫ ))ﺻﻠﻰ رﺳﻮل اﷲ ﺻ ﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴ ﻪ وﺳ ﻠﻢ ]ﻗ ﺎل إﺑ ﺮاهﻴﻢ‬:‫ ﻋﻦ اﺑﻦ ﻣﺴﻌﻮد ﻗﺎل‬-5
:‫ وﻣﺎ ذاك؟ ﻗﺎﻝﻮا‬:‫ أﺣﺪث ﻓﻰ اﻝﺼﻼة ﺵﻲء؟ ﻗﺎل‬,‫ ﻗﻴﻞ ﻝﻪ ﻳﺎ رﺳﻮل اﷲ‬,‫ﻥﻘﺺ[ ﻓﻠﻤﺎ ﺳﻠﻢ‬
‫ ﺛ ﻢ أﻗﺒ ﻞ ﻋﻠﻴﻨ ﺎ‬,‫ ﻓﺜﻨﻰ رﺝﻠﻴ ﻪ واﺳ ﺘﻘﺒﻞ اﻝﻘﺒﻠ ﺔ ﻓ ﺴﺠﺪ ﺳ ﺠﺪﺕﻴﻦ ﺛ ﻢ ﺳ ﻠﻢ‬,‫ﺻﻠﻴﺖ آﺬا وآﺬا‬
‫ وﻝﻜ ﻦ إﻥﻤ ﺎ أﻥ ﺎ ﺑ ﺸﺮ أﻥ ﺴﻰ‬,‫ ))إﻥﻪ ﻝﻮ ﺣﺪث ﻓﻰ اﻝﺼﻼة ﺵ ﻲء أﻥﺒ ﺄﺕﻜﻢ ﺑ ﻪ‬:‫ ﻓﻘﺎل‬,‫ﺑﻮﺝﻬﻪ‬
‫ ﻓﻠﻴ ﺘﻢ‬,‫ وإذا ﺵﻚ أﺣﺪآﻢ ﻓﻰ ﺻﻼﺕﻪ ﻓﻠﻴﺘﺤﺮ اﻝ ﺼﻮاب‬,‫ ﻓﺈذا ﻥﺴﻴﺖ ﻓﺬآﺮوﻥﻰ‬,‫آﻤﺎ ﺕﻨﺴﻮن‬
[‫ ﺛﻢ ﻝﻴﺴﺠﺪ ﺳﺠﺪﺕﻴﻦ(( ]رواﻩ اﻝﺒﺨﺎرى وﻣﺴﻠﻢ‬,‫ﻋﻠﻴﻪ‬
Artinya: "Ibnu Mas'ud berkata: "Rasulullah Saw pernah melakukan shalat (Ibrahim berkata:
rakaatnya antara kelebihan atau kurang). Begitu selesai salam, beliau ditanya: "Apakah ada hal
yang baru dengan shalat?". Rasulullah Saw balik bertanya: "Apa itu?" Para sahabat menjawab:
"Anda shalat begini dan begitu". Rasulullah Saw lalu melipatkan kedua kakinya sambil
menghadap kiblat, lalu sujud dua kali lalu salam. Setelah itu, beliau duduk menghadap kami
sambil bersabda: "Seandainya ada hal yang baru dengan shalat, tentu akan saya kabarkan
kepada kalian. Saya ini manusia biasa yang suka lupa sebagaimana kalian juga suka lupa. Oleh
karena itu, apabila saya lupa, ingatkanlah. Dan apabila salah seorang dari kalian ragu-ragu
dalam shalatnya, maka kaji dan tellitilah mana yang betul, lalu sempurnakanlah shalatnya dan
setelah itu, sujudlah dua kali" (HR. Bukhari Muslim).

‫ ))إذا ﺵ ﻚ أﺣ ﺪآﻢ‬:‫ ﻗ ﺎل رﺳ ﻮل اﷲ ﺻ ﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴ ﻪ وﺳ ﻠﻢ‬:‫ ﻋﻦ أﺑﻲ ﺳﻌﻴﺪ اﻝﺨﺪرى ﻗﺎل‬-6


,‫ ﻓﻠﻴﻄﺮح اﻝﺸﻚ وﻝﻴ ﺒﻦ ﻋﻠ ﻰ ﻣ ﺎ اﺳ ﺘﻴﻘﻦ‬,‫ﻓﻰ ﺻﻼﺕﻪ ﻓﻠﻢ ﻳﺪرى آﻢ ﺻﻠﻰ أﺛﻼﺛﺎ أم أرﺑﻌﺎ‬
‫ وإن آ ﺎن‬,‫ ﻓ ﺈن آ ﺎن ﺻ ﻠﻰ ﺥﻤ ﺴﺎ ﺵ ﻔﻌﻦ ﻝ ﻪ ﺻ ﻼﺕﻪ‬,‫ﺛ ﻢ ﺳ ﺠﺪ ﺳ ﺠﺪﺕﻴﻦ ﻗﺒ ﻞ أن ﻳ ﺴﻠﻢ‬
[‫ﺻﻠﻰ إﺕﻤﺎﻣﺎ ﻷرﺑﻊ آﺎﻥﺘﺎ ﺕﺮﻏﻴﻤﺎ ﻝﻠﺸﻴﻄﺎن(( ]أﺥﺮﺝﻪ ﻣﺴﻠﻢ‬
Artinya: "Abu Said al-Khudry berkata, Rasulullah Saw bersabda: "Apabila salah seorang dari
kalian ragu-ragu dalam shalatnya; ia tidak mengetahui apakah shalatnya sudah tiga atau empat
rakaat, maka buanglah keraguan itu dan ambillah apa yang sudah yakin. Lalu, sebelum salam,
hendaklah ia sujud dua kali. Apabila ternyata dia shalatnya sebanyak lima rakaat, genapkanlah
jumlah bilangan shalatnya. Apabila ternyata ia shalat pas empat rakaat, maka hal itu dapat
mengusir setan" (HR. Muslim).

14
Apa saja sebab-sebab seseorang melakukan Sujud Sahwi?
Menurut para ulama, sebab-sebab yang menyebabkan seseorang harus Sujud Sahwi ada tiga:
1. Karena kekurangan.
Apabila seseorang lupa tidak melaksanakan salah satu rukun atau wajib atau sunnah shalat,
maka ada beberapa ketentuan berikut ini:
1. Apabila seseorang lupa tidak melaksanakan salah satu rukun pada satu rakaat,
kemudian ia ingat bahwa ia tidak melaksanakan rukun tersebut sebelum ia membaca
bacaan pada rakaat berikutnya (misalnya lupa tidak melakukan sujud, lalu sebelum
berdiri ke rakaat kedua, ia ingat bahwa ia tadi tidak sujud), maka ia harus kembali ke
rukun yang lupa tadi dan melaksanakannya (ia harus sujud yang sempat lupa tadi). Lalu
teruskan dengan gerakan lainnya dan di akhir shalatnya nanti ia harus melaksanakan
Sujud Sahwi. Namun, apabila ia mengingatnya setelah membaca bacaan rakaat
berikutnya, maka satu rakaat yang ia lupa salah satu rukunnya tadi, menjadi hilang dan
ia tidak boleh menghitungnya sebagai satu rakaat. Setelah itu, ia harus
menyempurnakan shalatnya dan di akhir shalatnya nanti ia harus Sujud Sahwi
(misalnya, pada rakaat pertama ia lupa tidak sujud atau tidak ruku. Ia baru ingat kalau
dia tidak sujud setelah dia membaca surat al-Fatihah pada rakaat kedua, misalnya, maka
teruskan saja shalatnya, hanya rakaat pertama tadi tidak dihitung sebagai satu rakaat).
Sedangkan apabila ia kurang satu rakaat atau lebih (karena lupa), maka ia harus
menyempurnakan kekurangannya tadi dan diakhiri dengan sujud sahwi. Hal ini
sebagaimana dijelaskan dalam hadits dari Abu Hurairah—kisah Dziu Yadain—dan
hadits Imran bin Hushain sebagaimana telah disebutkan di atas.
2. Apabila seseorang lupa tidak melaksanakan salah satu wajib shalat, seperti tidak
tasyahud Awwal misalnya, apabila ia ingat saat itu juga (sebelum berpindah pada
gerakan shalat lainnya), maka ia harus langsung malaksanakan wajib shalat yang lupa
tadi, dan dia tidak mesti sujud sahwi. Apabila ia mengingatnya setelah agak lama, tapi
belum disambung dengan gerakan rukun lainnya (misalnya lupa tidak tasyahud awal,
pas sedang mau berdiri, tiba-tiba ingat bahwa ia tadi belum tasyahud awal), maka ia
harus kembali untuk melaksanakan gerakan yang lupa tadi dan dia tidak mesti sujud
sahwi. Sementara kalau ia mengingatnya setelah melakukan gerakan rukun shalat
lainnya, maka ia tidak boleh kembali tasyahud awal, tapi teruskan saja shalatnya sampai
selesai, dan di akhir shalatnya nanti, ia harus sujud sahwi. Hal ini didasarkan pada
hadits dari Abdullah bin Buhainah sebagaimana telah disebutkan di atas.
3. Sedangkan apabila lupa tidak melaksanakan salah satu sunnat shalat seperti lupa tidak
membaca surat atau ayat setelah surat al-Fatihah, maka para ulama berbeda pendapat.
Sebagian ulama menganjurkan untuk tetap melakukan sujud sahwi. Akan tetapi
menurut pendapat yang penulis pandang lebih kuat, tidak mesti melakukan sujud sahwi.

Keterangan
1. Yang termasuk Rukun Shalat adalah: Berdiri bagi yang mampu, takbiratul ihram,
membaca surat al-Fatihah pada setiap rakaat, ruku, I'tidal (bangkit dari ruku), sujud,
duduk antara dua sujud, tasyahud akhir dan salam.
2. Sedangkan yang termasuk wajib shalat adalah: Membaca do'a iftitah, membaca
ta'udz sebelum surat al-Fatihah pada rakaat pertama, membaca "amin", membaca
takbir intiqal, sami'allahu liman hamidah dan rabbana lakal hamdu, membaca
tasbih ketika ruku dan sujud, dan tasyahud awal.
3. Sementara yang termasuk sunnat shalat adalah: Membaca ayat atau surat setelah
al-Fatihah, membaca do'a ketika ruku, bangkit dari ruku, sujud, duduk antara dua
sujud, membaca shalawat kepada Nabi ketika tasyahud, membaca do'a setelah
tasyahud dan mengucapkan salam kesebelah kiri.
2 Karena kelebihan.
Apabila seseorang lupa kelebihan rakaat shalat, baik kelebihan tersebut satu rakaat ataupun
lebih, lalu ia ingat di tengah-tengah rakaat tambahan tersebut, saat itu juga ia harus duduk
15
tasyahud akhir, lalu salam dan setelah itu melakukan sujud sahwi. Namun, apabila ia
mengingatnya setelah selesai shalat, cukup baginya melakukan sujud sahwi saja. Hal ini
didasarkan kepada hadits berikut ini:
:‫ ﻓﻘﻴ ﻞ ﻝ ﻪ‬,‫ﻋﻦ اﺑ ﻦ ﻣ ﺴﻌﻮد أن رﺳ ﻮل اﷲ ﺻ ﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴ ﻪ وﺳ ﻠﻢ ﺻ ﻠﻰ اﻝﻈﻬ ﺮ ﺥﻤ ﺴﺎ‬
‫ ﻓ ﺴﺠﺪ ﺳ ﺠﺪﺕﻴﻦ ﺑﻌ ﺪ ﻣ ﺎ‬,‫ ﺻ ﻠﻴﺖ ﺥﻤ ﺴﺎ‬:‫ ))وﻣ ﺎ ذاك؟(( ﻗ ﺎل‬:‫أزﻳ ﺪ ﻓ ﻰ اﻝ ﺼﻼة؟ ﻓﻘ ﺎل‬
.[‫ﺳﻠﻢ(( ]رواﻩ اﻝﺒﺨﺎرى وﻣﺴﻠﻢ‬
Artinya: "Dari Ibn Mas'ud bahwasannya Rasulullah Saw pernah shalat Duhur lima rakaat.
Kemudian ditanyakan kepadanya: "Apakah rakaat shalat ditambah?" Rasulullah balik bertanya:
"Apa itu?" Ia menjawab: "Anda tadi shalat lima rakaat". Lalu Rasulullah Saw sujud dua kali
setelah salam" (HR. Bukhari Muslim).
3. Karena ragu-ragu.
Apabila seseorang ragu-ragu dalam shalat; apakah ia telah melakukan shalat tiga rakaat
ataukah empat rakaat, maka ingat-ingatlah terlebih dahulu. Apabila ia menyakini dan lebih
menguatkan salah satunya, ambillah pendapat itu, dan di akhir shalatnya ia harus melaksanakan
sujud sahwi. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam hadits dari Ibn Mas'ud di atas.
Namun apabila ia tidak mempunyai pilihan kuat dan tidak ada keyakinan kepada salah
satunya, maka ambillah bilangan yang paling sedikit dan sebelum salam nanti lakukanlah sujud
sahwi. Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:
‫ ))إذا‬:‫ ﺳﻤﻌﺖ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴ ﻪ وﺳ ﻠﻢ ﻳﻘ ﻮل‬:‫ﻋﻦ ﻋﺒﺪ اﻝﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ ﻋﻮف ﻗﺎل‬
‫ ﻓﺈن ﻝﻢ ﻳ ﺪر‬,‫ﺳﻬﺎ أﺣﺪآﻢ ﻓﻰ ﺻﻼﺕﻪ ﻓﻠﻢ ﻳﺪرى واﺣﺪة ﺻﻠﻰ أم اﺛﻨﺘﻴﻦ ﻓﻠﻴﺒﻦ ﻋﻠﻰ واﺣﺪة‬
‫ ﻓ ﺈن ﻝ ﻢ ﻳ ﺪر أﺛﻼﺛ ﺎ ﺻ ﻠﻰ أم أرﺑﻌ ﺎ ﻓﻠﻴ ﺒﻦ ﻋﻠ ﻰ‬,‫اﺛﻨﺘﻴﻦ ﺻﻠﻰ أم ﺛﻼﺛﺎ ﻓﻠﻴﺒﻦ ﻋﻠﻰ اﺛﻨﺘﻴﻦ‬
.[‫ وﻝﻴﺴﺠﺪ ﺳﺠﺪﺕﻴﻦ ﻗﺒﻞ أن ﻳﺴﻠﻢ(( ]رواﻩ اﻝﺘﺮﻣﺬى واﻝﺤﺎآﻢ واﺑﻦ ﻣﺎﺝﻪ‬,‫ﺛﻼث‬
Artinya: "Abdurahman bin Auf berkata: "Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda: "Apabila
salah seorang dari kalian lupa dalam shalatnya; ia tidak tahu apakah telah shalat satu atau dua
rakaat, maka ambilah satu rakaat. Apabila ia tidak tahu apakah telah shalat dua atau tiga rakaat,
maka ambillah dua rakaat. Apabila tidak tahu juga apakah telah shalat tiga atau empat rakaat,
maka ambillah tiga rakaat. Dan setelah itu, sujudlah dua kali sebelum salam" (HR. Turmudzi,
Hakim dan Ibn Majah).

Hukum melakukan Sujud Sahwi


Bagaimana hukum melakukan Sujud Sahwi apabila ada sebab-sebab yang mengharuskannya?
Dalam hal ini para ulama terbagi menjadi dua pendapat:
Pendapat pertama, adalah pendapat Hanafiyyah, Malikiyyah, Hanabilah, Dhahiriyyah dan Ibnu
Taimiyyah. Menurut pendapat pertama ini, hukum melakukan Sujud Sahwi apabila ada sebab-sebab
yang mengharuskannya adalah wajib. Hal ini berdasarkan kepada hadits-hadits yang menerangkan
Sujud Sahwi sebagaimana telah dipaparkan di atas.
Pendapat kedua adalah pendapat sebagian ulama Syafi'iiyyah, Malikiyyah dan Hanabilah.
Menurut pendapat kedua ini, hukum melakukan Sujud Sahwi apabila ada sebab-sebab yang
mengharuskannya adalah sunnah saja. Hal ini didasarkan pada hadits berikut ini:
‫ ))إذا ﺵ ﻚ أﺣ ﺪآﻢ ﻓ ﻰ‬:‫ ﻗ ﺎل رﺳ ﻮل اﷲ ﺻ ﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴ ﻪ وﺳ ﻠﻢ‬:‫ﻋ ﻦ أﺑ ﻲ ﺳ ﻌﻴﺪ اﻝﺨ ﺪرى ﻗ ﺎل‬
‫ ﻓ ﺈن آﺎﻥ ﺖ ﺻ ﻼﺕﻪ‬,‫ ﻓﺈذا اﺳﺘﻴﻘﻦ اﻝﺘﻤ ﺎم ﺳ ﺠﺪ ﺳ ﺠﺪﺕﻴﻦ‬,‫ﺻﻼﺕﻪ ﻓﻠﻴﻠﻖ اﻝﺸﻚ وﻝﻴﺒﻦ ﻋﻠﻰ اﻝﻴﻘﻴﻦ‬
‫ وآﺎﻥ ﺖ‬,‫ وإن آﺎﻥﺖ ﻥﺎﻗﺼﺔ آﺎﻥﺖ اﻝﺮآﻌﺔ ﺕﻤﺎﻣ ﺎ ﻝ ﺼﻼﺕﻪ‬,‫ﺕﺎﻣﺔ آﺎﻥﺖ اﻝﺮآﻌﺔ ﻥﺎﻓﻠﺔ واﻝﺴﺠﺪﺕﺎن‬
[‫اﻝﺴﺠﺪﺕﺎن ﻣﺮﻏﻤﺘﻰ اﻝﺸﻴﻄﺎن(( ]رواﻩ أﺑﻮ داود واﺑﻦ ﻣﺎﺝﻪ ﺑﺴﻨﺪ ﺣﺴﻦ‬
Artinya: Abu Said al-Khudry berkata, Rasulullah Saw bersabda: "Apabila salah seorang dari kalian
ragu dalam shalatnya, maka buanglah keraguaan itu dan ambillah pendapat yang yakin. Apabila telah
yakin sempurna rakaatnya, sujudlah (nanti) dua kali. Jika ternyata (setelah sujud sahwi) rakaatnya pas
dan tepat, maka tambahan satu rakaat dan sujud sahwinya menjadi pahala sunnah. Jika ternyata

16
rakaatnya kurang, maka tambahan satu rakaat tadi sebagai penyempurna shalatnya. Dan sujud
sahwinya menjadi pengusir setan" (HR. Abu Dawud, Ibn Majah denga sanad Hasan).
Menurut pendapat kedua, dalam hadits ini dikatakan: "….apabila ternyata dia shalatnya itu
telah pas, lengkap sesuai dengan jumlahnya, maka tambahan rakaat dan dua sujudnya itu (sujud
sahwi) adalah merupakan amalan sunnah baginya". Kata-kata "amalan sunnah baginya", ini
menunjukkan bahwa Sujud Sahwi itu hukumnya sunnah, bukan wajib.
Hanya saja, dalam hal ini Ibnu Taimiyyah mengomentarinya dengan mengatakan bahwa
redaksi "kanat ar-rak'ah nafilah was sajdataan" ini bukan redaksi yang shahih dan valid. Adapun
redaksi yang valid dan shahih adalah sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Muslim yang
mengatakan dengan redaksi: "falyathrahis syakk wal yabn 'ala mastaiqan…" (dan seterusnya lihat
hadits yang telah disebutkan pada sub bahasan dalil disyariatkannya sujud sahwi hadits nomor kedua).
Setelah memperhatikan kedua pendapat ini, penulis lebih condong untuk mengambil pendapat
pertama yang mengatakan bahwa sujud sahwi yang ada sebabnya hukumnya adalah wajib. Hal ini
dikarenakan dalil-dalil dan argument yang dikemukakannya shahih, jelas dan lebih kuat.

Kapan Sujud Sahwi itu dilakukan?


Dalam masalah ini, para ulama berbeda pendapat. Ada yang mengatakan bahwa seluruh Sujud
Sahwi harus dilakukan sebelum mengucapkan salam ketika shalat, ada juga yang sebaliknya setelah
selesai melaksanakan shalat (setelah salam). Di samping itu, ada juga yang merincinya; apabila karena
kelebihan rakaat atau yang lainnya, maka dilakukan setelah shalat akan tetapi apabila karena
kekurangan rakaat misalnya, maka dilakukan sebelum salam dalam shalat.
Dari semua pendapat tersebut, penulis lebih cenderung untuk mengatakan bahwa Sujud Sahwi
boleh dilakukan sebelum salam ataupun setelah salam, baik karena kelebihan ataupun kekurangan
rakaat. Hal ini sesuai dengan hadits-hadits yang telah dipaparkan di atas ditambah bahwa Rasulullah
Saw sendiri, demikian juga dengan para sahabat, pernah melakukannya sebelum dan setelah salam. Ini
menunjukkan bahwa keduanya boleh-boleh saja. Adapun dalam sebuah hadits dikatakan bahwa ketika
kurang rakaat, Sujud Sahwinya dilakukan sebelum salam, itu bukan ukuran. Yang jelas, bahwa sujud
sahwi dilakukan karena lupa baik kelebihan ataupun kekurangan. Dan hal ini bisa dilakukan sebelum
maupun setelah salam, sebagaimana keduanya terdapat dalam hadits-hadits yang telah dipaparkan di
atas.

Apabila lupa belum melakukan sujud sahwi, tiba-tiba baru ingat setelah masa yang lumayan
lama dan setelah wudhunya batal, apa yang harus dilakukan?
Apabila seseorang lupa tidak melakukan sujud atau kelebihan rakaat, lalu baru ingat setelah
waktu agak lama (dan dia tentu belum sujud sahwi) serta wudhunya telah batal, maka para ulama
sepakat, shalatnya menjadi batal dan ia harus mengulangi shalatnya itu tanpa Sujud Sahwi (karena
shalatnya diulang).
Namun, apabila ia ingat sebelum wudhunya batal, maka dalam hal ini para ulama berbeda
pendapat:
1. Pendapat pertama mengatakan bahwa shalatnya harus diulang dari awal. Pendapat ini
dipegang oleh Madzhab Abu Hanifah, Malik, Syafi'I dan Ahmad bin Hanbal. Mereka
berargumen, hal demikian lantaran ia merupakan bagian dari shalat, dan karenanya
tidak boleh dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya dengan masa dan waktu
yang lama, seperti batalnya wudlu.
2. Pendapat kedua mengatakan bahwa selama wudhunya belum batal, ia tidak harus
mengulang shalatnya dan cukup melaksanakan sujud sahwi. Pendapat ini dipegang oleh
Imam Laits, Imam Auza'i, pendapat lama Imam Syafi'i (ketika beliau di Irak), Ibn
Hazm dan Ibn Taimiyyah. Mereka beralasan, hal ini lantaran tidak ada batasan yang
jelas mengenai ukuran pemisah tersebut. Dalam hadits yang telah disebutkan di atas
dikisahkan bahwa ketika Rasulullah Saw lupa dengan shalatnya, ia ngobrol-ngobrol
dengan para sahabatnya terlebih dahulu. Setelah diberitahu, baru Rasulullah langsung
Sujud Sahwi tanpa mengulang shalatnya. Hal ini menunjukkan seandainya shalatnya

17
harus diulang, tentu Rasulullah Saw akan mengulanginya. Dan ternyata, beliau tidak
mengulangnya.
Pendapat kedua ini, hemat penulis, lebih kuat dibandingkan pendapat pertama.
Oleh karenanya, selama belum batal wudunya, seseorang yang lupa dengan shalatnya,
cukup melakukan Sujud Sahwi tanpa harus mengulang shalatnya tersebut.

Apabila lupanya lebih dari satu kali dalam satu shalat, berapa kali ia harus Sujud Sahwi?
Apabila seseorang lupa beberapa kali dalam satu shalat (misalnya dalam Shalat Dhuhur, ia lupa
tidak Tasyahud Awwal, tidak membaca do'a iftitah dan tidak membaca do'a ketika ruku / sujud), maka
menurut Jumhur Ulama, cukup ia melaksanakan satu kali Sujud Sahwi saja. Artinya, satu sujud sahwi
cukup untuk menutup kekurangan-kekurangan atau lupa-lupa yang dilakukannya ketika shalat,
meskipun lupanya tersebut lebih dari satu kali. Argument Jumhur Ulama dalam hal ini adalah karena
tidak ada keterangan baik dari Nabi Muhammad Saw, maupun dari para sahabatnya bahwasannya
mereka melakukan sujud sahwi lebih dari satu kali untuk kekurangan-kekurangan yang banyak.

Apakah Sujud Sahwi itu hanya dalam shalat wajib saja?


Menurut Jumhur ulama, bahwa sujud sahwi dilakukan bukan semata dalam shalat wajib, akan
tetapi juga dalam semua shalat termasuk shalat sunnat dengan catatan, apabila ia lupa, tidak melakukan
salah satu rukun, wajib shalatnya sebagaimana telah dijelaskan di atas. Hal ini dikarenakan dalam
hadits-hadits yang menganjurkan Sujud Sahwi tidak dipisahkan antara untuk shalat wajib atau untuk
shalat sunnat. Redaksi haditsnya bersifat umum, karenanya hukumnya pun harus dipahami secara
umum, yaitu menyangkut untuk semua shalat, baik shalat wajib maupun shalat sunnat. Bahkan
terdapat hadits meskipun haditnya Mauquf (yakni hanya sampai pada sahabat saja, tidak sampai
kepada Nabi Saw), bahwa Ibnu Abbas pernah melakukan Sujud Sahwi karena lupa ketika melakukan
shalat sunnat witir. Keterangan dimaksud adalah sebagai berikut:
‫ ))رأﻳ ﺖ اﺑ ﻦ ﻋﺒ ﺎس ﻳ ﺴﺠﺪ ﺑﻌ ﺪ وﺕ ﺮﻩ ﺳ ﺠﺪﺕﻴﻦ(( ]رواﻩ اﺑ ﻦ أﺑ ﻰ ﺵ ﻴﺒﺔ‬:‫ﻋﻦ أﺑﻰ اﻝﻌﺎﻝﻴﺔ ﻗ ﺎل‬
[‫ﺑﺴﻨﺪ ﺻﺤﻴﺢ‬
Artinya: "Abu al-Aliyyah berkata: "Saya pernah melihat Ibn Abbas melakukan sujud sahwi sebanyak
dua kali sujud setelah selesai shalat Witir" (HR. Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shahih).
‫ ))إذا أوهﻤﺖ ﻓ ﻰ اﻝﺘﻄ ﻮع ﻓﺎﺳ ﺠﺪ ﺳ ﺠﺪﺕﻴﻦ(( ]رواﻩ اﺑ ﻦ أﺑ ﻰ‬:‫ﻋﻦ ﻋﻄﺎء ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎس ﻗﺎل‬
.[‫اﻝﻤﻨﺬر ﺑﺴﻨﺪ ﺻﺤﻴﺢ‬
Artinya: "Ibnu Abbas berkata: "Apabila kamu ragu-ragu ketika melaksanakan shalat sunnat, maka
sujudlah dua kali (sujud sahwi)" (HR. Ibn Abi al-Mundzir dengan sanad yang sahih).

Hukum-hukum Sujud Sahwi dalam shalat berjamaah


Lupa dalam shalat berjamaah, terkadang datang dari imam sendiri dan terkadang dari
makmum. Untuk keduanya ini, ada ketentuan-ketentuan khusus sebagai berikut:
1. Apabila yang lupa tersebut datang dari imam
1) Apabila si imam lupa, maka makmum harus memberi tahunya baik dengan jalan
bertasbih untuk laki-laki (mengucapkan: "subhanallah"), ataupun dengan jalan
menepuk tangan bagi perempuan (pendapat ini menurut Jumhur ulama, sedangkan
menurut Imam Malik, baik laki-laki maupun perempuan sama-sama dengan
mengucapkan "subhanallah" / tasbih dan Imam Malik memakruhkan menggunakan
tepuk tangan). Yang dimaksud menepuk tangan disini adalah dengan jalan memukulkan
bagian dalam telapak tangan ke bagian luar telapak tangan lainnya. Hal ini didasarkan
kepada salah satu hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim di bawah ini:
‫ ))اﻝﺘ ﺴﺒﻴﺢ ﻝﻠﺮﺝ ﺎل‬:‫ﻋ ﻦ أﺑ ﻲ هﺮﻳ ﺮة أن اﻝﻨﺒ ﻲ ﺻ ﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴ ﻪ وﺳ ﻠﻢ ﻗ ﺎل‬
[‫واﻝﺘﺼﻔﻴﻖ ﻝﻠﻨﺴﺎء(( ]رواﻩ اﻝﺒﺨﺎرى وﻣﺴﻠﻢ‬
18
Artinya: "Rasulullah Saw bersabda: "Tasbih bagi laki-laki dan tepukan tangan bagi
perempuan" (HR. Bukhari Muslim).
2) Apabila si imam lebih rakaat, akan tetapi ia yakin bahwa apa yang dilakukannya benar
(jumlah rakaatnya pas, tidak lebih dan tidak kurang), sementara di belakangnya para
makmum mengucapkan subhanallah, maka menurut kebanyakan ulama Hanafiyyah,
Syafi'iyyah dan Hanabilah, si imam boleh tidak memperhatikan pemberitahuan si
makmum. Artinya, si imam boleh berpegang kepada keyakinannya. Hanya saja,
menurut ulama Malikiyyah, apabila jumlah makmum yang memberitahukannya sangat
banyak, maka si imam harus meninggalkan keyakinannya dan mengikuti pemberitahuan
dari si makmum. Pendapat Malikiyyah ini, hemat penulis yang lebih kuat dan lebih
utama.
Namun, apabila si imam sendiri merasa ragu, tidak yakin dengan pendiriannya,
maka Jumhur Ulama berpendapat, si imam harus mengikuti petunjuk dan pendapat si
makmum. Hal ini didasarkan hadits kisah Dzul Yadain sebagaimana telah disebutkan di
atas.
3) Apabila si imam lupa, lalu ia melakukan sujud sahwi, maka wajib bagi makmum untuk
mengikutinya (ikut sujud sahwi), baik antara si imam dan si makmum sama-sama lupa
atau yang lupanya hanya si imam saja. Dalam hal ini Ibn al-Mundzir dalam bukunya al-
Ausath (III/322) mengatakan: "Para ulama telah sepakat apabila si imam lupa kemudian
melakukan sujud sahwi, maka wajib bagi si makmum untuk mengikutinya sujud
bersama imam. Hal ini didasarkan pada salah satu hadits Nabi Saw yang mengatakan:
‫ ))إﻥﻤﺎ ﺝﻌﻞ اﻹﻣ ﺎم ﻝﻴ ﺆﺕﻢ ﺑ ﻪ(( ]رواﻩ اﻝﺒﺨ ﺎرى‬:‫ﻗﺎل اﻝﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
[‫وﻣﺴﻠﻢ‬
Artinya: "Rasulullah Saw bersabda: "Sesungguhnya diadakannya imam itu untuk
diikuti" (HR. Bukhari Muslim)". Di samping itu, karena makmum itu mengikuti imam
sehingga hukumnya pun sama dengan hukum imam baik ketika si imam itu lupa
maupun tidak lupa.
4) Apabila si imam lupa, akan tetapi ia tidak sujud sahwi, apakah si makmum harus sujud
sahwi?? Dalam masalah ini, para ulama berbeda pendapat. Menurut Imam Atha, al-
Hasan, an-Nakha'I, Abu Hanifah dan Abu Yusuf, apabila si imam tidak sujud sahwi,
maka si makmum pun jangan melakukan sujud sahwi. Karena apabila si makmum sujud
sementara si imam tidak, ini berarti telah menyalahi apa yang dilakukan si imam,
sementara dalam hadits dikatakan bahwa dijadikannya imam itu untuk diikuti.
Sedangkan menurut Ibn Sirin, Imam Malik, Syafi'I, Laits dan yang lainnya,
makmum harus sujud sahwi meskipun si imam tersebut tidak melakukannya. Hal ini
dikarenakan, sujud itu adalah suatu keharusan, baik bagi imam maupun bagi makmum.
Oleh karena itu, tidak bisa lantaran si imam tidak melakukannya, lantas si makmum pun
tidak melakukannya. Karena yang namanya keharusan, tetap harus dilakukan meskipun
harus menyalahi si imam.
Kedua pendapat ini, hemat penulis, dapat digabungkan sebagai berikut: Apabila
si imam lupa, kemudian ia tidak melakukan sujud sahwi sebelum salam, maka si
makmum pun tidak boleh melakukan sujud sahwi sebelum salam. Begitu selesai
shalatnya, beritahukan kepada si imam bahwa tadi ia lupa melakukan sesuatu. Begitu
dia mengetahuinya, maka si makmum bersama-sama dengan si imam melakukan sujud
sahwi setelah shalat selesai. Namun, apabila setelah diberi tahu si imam tidak juga mau
melakukan sujud sahwi, maka dalam hal ini si makmum harus melakukan sujud sahwi
meskipun si imamnya tidak melakukan.
5) Apakah orang yang shalatnya masbuq (ketinggalan, menyusul) juga ikut melakukan
sujud sahwi? Apabila si makmum ketinggalan beberapa rakaat shalat, kemudian
ternyata pada rakaat yang tidak diikutinya tadi si imam lupa tidak melakukan tahiyyat
awal sehingga harus sujud sahwi misalnya, maka apakah si makmum yang masbuq tadi

19
--ketika si imam melakukan sujud sahwi-- juga harus ikut melakukannya? Dalam hal ini
para ulama terbagi kepada empat kelompok.
Menurut pendapat pertama dan ini merupakan pendapat Imam Sya'bi, Atha',
Abu Hanifah, an-Nakha'I dan lainnya, si makmum tersebut harus ikut sujud sahwi
bersama si imam lalu setelah itu ia bangkit lagi untuk menyempurnakan rakaatnya yang
masih kurang.
Pendapat kedua yaitu pendapatnya Ibnu Sirin dan Ishak, si makmum harus
menyempurnakan dulu rakaat yang kurangnya, baru setelah itu ia sujud sahwi untuk
imamnya.
Pendapat ketiga, madzhab Syafi'i, si makmum ikut sujud bersama imamnya, lalu
ia bangkit kembali menyempurnakan rakaatnya yang kurang dan setelah selesai
shalatnya, ia sujud sahwi lagi untuk si imamnya.
Sedangkan menurut pendapat keempat yaitu pendapat Imam Malik, Auza'i dan
Imam Laits, apabila si imam tersebut melakukan sujud sahwinya sebelum salam, maka
si makmum tadi harus ikut sujud bersama imam. Namun, apabila si imam tersebut
melakukan sujudnya setelah salam (setelah selesai shalat), maka si makmum berdiri
lagi untuk menyempurnakan rakaatnya yang masih kurang, dan setelah itu ia melakukan
sujud sahwi sendiri. Dan pendapat ke empat ini, hemat penulis yang lebih kuat dan
lebih afdhal. Hal ini dikarenakan, sebagaimana telah disebutkan dalam hadits shahih di
atas, bahwa adanya imam itu untuk diikuti. Apabila ia sujud sebelum salam, maka ikuti
sujudnya. Namun, apabila sujudnya setelah salam, ia harus melengkapi terlebih dahulu
rakaatnya yang masih kurang, baru setelah itu, mengikuti imam melakukan sujud sahwi
meskipun dilakukannya sendirian, tidak bersama imam.

2. Apabila yang lupanya itu si makmum.


Apabila dalam shalat berjamaah, si makmum lupa sementara si imamnya tidak lupa,
apakah si makmum dan si imam harus melakukan sujud sahwi? Dalam hal ini, para ulama
terbagi dua pendapat.
Menurut Jumhur ulama, apabila si makmum lupa, sementara si imamnya tidak, maka
lupa si makmum tadi menjadi terhapus oleh tidak lupanya si imam. Artinya, bahwa si makmum
tidak ada kewajiban untuk melakukan sujud sahwi karena "diselamatkan" oleh si imam yang
tidak lupa. Demikian juga si imam, tidak ada kewajiban baginya untuk melakukan sujud sahwi.
Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:
‫ ﻓ ﺈن‬,‫ ))ﻝﻴﺲ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﺥﻠﻒ اﻹﻣﺎم ﺳﻬﻮ‬:‫ﻋﻦ ﻋﻤﺮ ﻋﻦ اﻝﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻗﺎل‬
‫ وإن ﺳ ﻬﺎ ﺥﻠ ﻒ اﻹﻣ ﺎم ﻓﻠ ﻴﺲ ﻋﻠﻴ ﻪ ﺳ ﻬﻮ‬,‫ﺳ ﻬﺎ اﻹﻣ ﺎم ﻓﻌﻠﻴ ﻪ وﻋﻠ ﻰ ﻣ ﻦ ﺥﻠﻔ ﻪ اﻝ ﺴﻬﻮ‬
[‫واﻹﻣﺎم آﺎﻓﻴﻪ(( ]أﺥﺮﺝﻪ اﻝﺪارﻗﻄﻨﻰ واﻝﺒﻴﻬﻘﻰ‬
Artinya: "Rasulullah Saw bersabda: "Tidak ada lupa bagi orang yang shalat di belakang imam
(makmum). Apabila si imam lupa, maka baik bagi si imam maupun bagi si makmum juga lupa
(artinya keduanya harus sujud sahwi). Namun, apabila si makmum lupa (sementara si imam
tidak), maka si makmum tersebut tidak usah melakukan sujud sahwi karena ketidaklupaan si
imam telah mencukupinya" (HR. Dar al-Quthni dan al-Baihaki).
Akan tetapi hadits ini dhaif dan karenanya tidak bisa dijadikan hujjah (argument).
Pendapat kedua yaitu pendapat Ibnu Sirin, Daud dan Ibn Hazm, baik si makmum
maupun si imam harus sama-sama melakukan sujud. Hal ini dikarenakan sujud sahwi
dilakukan bagi yang lupa, baik itu datangnya dari si imam maupun dari si makmum. Dan salat
berjamaah itu satu paket, ketika si imam lupa, maka si makmum juga harus ikut sujud sahwi.
Demikian juga sebaliknya, ketika si makmum lupa, maka si imam pun harus sama-sama sujud
sahwi.
Dari kedua pendapat ini, penulis lebih condong kepada pendapat jumhur, bahwa si
makmum tidak mesti melakukan sujud sahwi karena sudah dicukupkan oleh si imam. Hanya
saja alasannya bukan hadits dhaif di atas, tapi sebagaimana yang diungkapkan oleh Albany

20
berikut ini: "Tidak diragukan lagi oleh semua ulama, bahwa ketika para sahabat shalat di
belakang Nabi Saw, pasti ada salah seorang atau beberapa orang yang lupa. Namun, tidak
ada satu keterangan pun yang mengatakan sahabat tersebut kemudian melakukan sujud sahwi,
atau Nabi Saw memerintahkannya untuk sujud sahwi. Kalau seandainya ada riwayat tentang
hal itu, tentu akan disampaikan kepada kita. Apabila tidak ada keterangan, maka itu
menunjukkan bahwa hal tersebut memang tidak diperintahkan. Hal ini dikuatkan dengan
sebuah hadits yang mengatakan bahwa ketika shalat, Mu'awiyyah bin al-Hakam as-Salamy
pernah tertawa tanpa sengaja, lupa dan tidak tahu hukumnya. Akan tetapi Rasulullah Saw
tidak menyuruhnya untuk melakukan sujud sahwi" (lihat dalam buku Irwaul Ghalil II/132).

Cara melakukan Sujud Sahwi


Sujud Sahwi dilakukan dengan dua kali sujud sebagaimana sujud ketika melakukan shalat.
Setiap kali mau sujud dan bangkit dari sujud mengucapkan takbir kemudian salam (tanpa membaca
bacaan tasyahud). Hal ini dilakukan untuk Sujud Sahwi, baik yang dilakukan sebelum salam, maupun
yang setelahnya.
Dalil bahwa dalam Sujud Sahwi yang dilakukan sebelum salam ini ada takbirnya adalah hadits
Ibn Buhainah sebagaimana telah disebutkan di atas:
‫ﻋ ﻦ ﻋﺒ ﺪ اﷲ ﺑ ﻲ ﺑﺤﻴﻨ ﺔ أن رﺳ ﻮل اﷲ ﺻ ﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴ ﻪ وﺳ ﻠﻢ ﻗ ﺎم ﻣ ﻦ ﺻ ﻼة اﻝﻈﻬ ﺮ وﻋﻠﻴ ﻪ‬
,‫ ﻓﻠﻤ ﺎ أﺕ ﻢ ﺻ ﻼﺕﻪ ﺳ ﺠﺪ ﺳ ﺠﺪﺕﻴﻦ ﻳﻜﺒ ﺮ ﻓ ﻰ آ ﻞ ﺳ ﺠﺪة وه ﻮ ﺝ ﺎﻝﺲ ﻗﺒ ﻞ أن ﻳ ﺴﻠﻢ‬,‫ﺝﻠ ﻮس‬
(‫ ﻣﻜﺎن ﻣﺎ ﻥﺴﻲ ﻣﻦ اﻝﺠﻠﻮس )أﺥﺮﺝﻪ اﻝﺒﺨﺎرى وﻣﺴﻠﻢ‬,‫وﺳﺠﺪهﻤﺎ اﻝﻨﺎس ﻣﻌﻪ‬
Artinya: Dari Abdullah bin Buhainah, bahwasannya Rasulullah Saw menyempurnakan shalat
Duhurnya lantaran lupa tidak melaksanakan duduk (di antara dua sujud). Ketika shalatnya sudah
disempurnakan, sebelum salam, beliau sujud dua kali sambil mengucapkan takbir setiap kali sujudnya.
Hal itu dilakukannya sambil duduk. Orang-orangpun ikut sujud bersamanya untuk melengkapi
duduknya yang lupa tidak dikerjakan" (HR. Bukhari Muslim).
Adapun dalil bahwa dalam Sujud Sahwi yang dilakukan setelah salam ada takbirnya adalah
hadits berikut ini:
‫ ﺻ ﻠﻰ رﺳ ﻮل اﷲ ﺻ ﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴ ﻪ وﺳ ﻠﻢ إﺣ ﺪى ﺻ ﻼﺕﻰ اﻝﻌ ﺸﻰ—إﻣ ﺎ‬:‫ﻋﻦ أﺑ ﻲ هﺮﻳ ﺮة ﻗ ﺎل‬
,‫ ﻓﺎﺳ ﺘﻨﺪ إﻝﻴﻬ ﺎ‬,‫اﻝﻈﻬ ﺮ وإﻣ ﺎ اﻝﻌ ﺼﺮ—ﻓ ﺴﻠﻢ ﻓ ﻰ اﻝ ﺮآﻌﺘﻴﻦ ﺛ ﻢ أﺕ ﻰ ﺝﺰﻋ ﺎ ﻓ ﻰ ﻗﺒﻠ ﺔ اﻝﻤ ﺴﺠﺪ‬
‫ أﻗ ﺼﺮت اﻝ ﺼﻼة أم ﻥ ﺴﻴﺖ؟‬,‫ ﻳ ﺎ رﺳ ﻮل اﷲ‬:‫ ﻓﻘ ﺎل‬,‫ ﻓﻘ ﺎم ذو اﻝﻴ ﺪﻳﻦ‬,‫وﺥ ﺮج ﺳ ﺮﻋﺎن اﻝﻨ ﺎس‬
,‫ ﺻ ﺪق‬:‫ ))ﻣﺎ ﻳﻘﻮل ذو اﻝﻴﺪﻳﻦ؟!(( ﻗﺎﻝﻮا‬:‫ ﻓﻘﺎل‬,‫ﻓﻨﻈﺮ اﻝﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻳﻤﻴﻨﺎ وﺵﻤﺎﻻ‬
‫ ﻓﺼﻠﻰ رآﻌﺘﻴﻦ وﺳ ﻠﻢ ﺛ ﻢ آﺒ ﺮ وﺳ ﺠﺪ ﺛ ﻢ آﺒ ﺮ ورﻓ ﻊ(( ]رواﻩ اﻝﺒﺨ ﺎرى‬,‫ﻝﻢ ﺕﺼﻞ إﻻ رآﻌﺘﻴﻦ‬
[‫وﻣﺴﻠﻢ‬
Artinya: "Abu Hurairah berkata: "Ketika Rasulullah Saw melaksanakan salah satu shalat sore—antara
Duhur atau Ashar—tiba-tiba beliau langsung salam pada rakaat kedua. Tidak lama, terdengar suara
gaduh dan rebut di pojok mesjid, Rasulullah kemudian menuju tempat gaduh tersebut, dan orang-
orang pun segera keluar. Tiba-tiba seorang laki-laki yang sering disebut dengan Dzul Yadain berdiri
sambil berkata: "Wahai Rasulullah Saw, apakah Anda mengqashar shalat atau Anda lupa?". Rasulullah
Saw lalu melirik kanan kiri sambl bersabda: "Apa betul yang dikatakan oleh Dzul Yadain tadi?" Para
sahabat menjawab: "Iya betul, Anda hanya shalat dua rakaat". Rasulullah kemudian menambah
shalatnya dua rakaat lagi lalu salam, lalu takbir lagi kemudian sujud, bertakbir lagi sambil bangkit dari
sujud" (HR. Bukhari Muslim).
Adapun dalil adanya salam dalam sujud sahwi adalah hadits berikut ini:
‫ ))ﺻ ﻠﻰ رﺳ ﻮل اﷲ ﺻ ﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴ ﻪ وﺳ ﻠﻢ إﺣ ﺪى ﺻ ﻼﺕﻰ‬:‫ﻋ ﻦ ﻋﻤ ﺮان ﺑ ﻦ ﺣ ﺼﻴﻦ ﻗ ﺎل‬
‫ﺛ ﻢ‬,‫ ﺛ ﻢ ﺳ ﺠﺪ ﺳ ﺠﺪﺕﻴﻦ‬,‫ ﺛ ﻢ ﺳ ﻠﻢ‬,‫ ﺻ ﻠﻰ رآﻌ ﺔ‬,‫ ﻓﻠﻤ ﺎ ﻗﻴ ﻞ ﻝ ﻪ‬,‫وﺳﻠﻢ ﻣﻦ ﺛﻼث رآﻌ ﺎت‬...‫اﻝﻌﺸﻲ‬
[‫ﺳﻠﻢ(( ]رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ‬
21
Artinya: "Imran bin Hushain berkata: "Rasulullah melaksanakan salah satu shalat sore…lalu ia salam
ketika baru melaksanakan tiga rakaat. Ketika ditanya, beliau menambah satu rakaat lagi, lalu salam,
lalu sujud dua kali lalu salam" (HR. Muslim).
[‫ زاد أو ﻥﻘ ﺺ‬:‫ ))ﺻﻠﻰ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳ ﻠﻢ ]ﻗ ﺎل إﺑ ﺮاهﻴﻢ‬:‫ﻋﻦ اﺑﻦ ﻣﺴﻌﻮد ﻗﺎل‬
‫ ﺻ ﻠﻴﺖ آ ﺬا‬:‫ وﻣ ﺎ ذاك؟ ﻗ ﺎﻝﻮا‬:‫ أﺣﺪث ﻓﻰ اﻝ ﺼﻼة ﺵ ﻲء؟ ﻗ ﺎل‬,‫ ﻗﻴﻞ ﻝﻪ ﻳﺎ رﺳﻮل اﷲ‬,‫ﻓﻠﻤﺎ ﺳﻠﻢ‬
‫ ))إﻥ ﻪ‬:‫ ﻓﻘ ﺎل‬,‫ ﺛ ﻢ أﻗﺒ ﻞ ﻋﻠﻴﻨ ﺎ ﺑﻮﺝﻬ ﻪ‬,‫ ﻓﺜﻨﻰ رﺝﻠﻴﻪ واﺳﺘﻘﺒﻞ اﻝﻘﺒﻠﺔ ﻓﺴﺠﺪ ﺳﺠﺪﺕﻴﻦ ﺛﻢ ﺳﻠﻢ‬,‫وآﺬا‬
‫ ﻓ ﺈذا ﻥ ﺴﻴﺖ‬,‫ وﻝﻜ ﻦ إﻥﻤ ﺎ أﻥ ﺎ ﺑ ﺸﺮ أﻥ ﺴﻰ آﻤ ﺎ ﺕﻨ ﺴﻮن‬,‫ﻝ ﻮ ﺣ ﺪث ﻓ ﻰ اﻝ ﺼﻼة ﺵ ﻲء أﻥﺒ ﺄﺕﻜﻢ ﺑ ﻪ‬
((‫ ﺛ ﻢ ﻝﻴ ﺴﺠﺪ ﺳ ﺠﺪﺕﻴﻦ‬,‫ ﻓﻠﻴ ﺘﻢ ﻋﻠﻴ ﻪ‬,‫ وإذا ﺵﻚ أﺣ ﺪآﻢ ﻓ ﻰ ﺻ ﻼﺕﻪ ﻓﻠﻴﺘﺤ ﺮ اﻝ ﺼﻮاب‬,‫ﻓﺬآﺮوﻥﻰ‬
[‫]رواﻩ اﻝﺒﺨﺎرى وﻣﺴﻠﻢ‬
Artinya: "Ibnu Mas'ud berkata: "Rasulullah Saw pernah melakukan shalat (Ibrahim berkata: Beliau
lebih atau kurang rakaatnya). Begitu selesai salam, beliau ditanya: "Apakah ada hal yang baru dengan
shalat?". Rasulullah Saw balik bertanya: "Apa itu?" Para sahabat menjawab: "Anda shalat begini dan
begitu. Rasulullah Saw lalu melipatkan kedua kakinya sambil menghadap kiblat, lalu sujud dua kali
lalu salam. Setelah itu, beliau duduk menghadap kami sambil bersabda: "Seandainya ada hal yang
baru dengan shalat, tentu akan saya kabarkan kepada kalian. Saya ni manusia biasa yang suka lupa
sebagaimana kalian yang suka lupa. Oleh karena itu, apabila saya lupa, ingatkanlah. Dan apabila salah
seorang dari kalian ragu-ragu dalam shalatnya, maka kaji dan tellitilah mana yang betul, lalu
sempurnakanlah shalatnya dan setelah itu, sujudlah dua kali" (HR. Bukhari Muslim).

Apakah sebelum Sujud Sahwi harus takbiratul ihram?


Takbiratul ihram adalah ucapan takbir yang dilakukan pada pertama kali akan melaksanakan
shalat (takbir yang pertama kali). Sedangkan ucapan takbir setelah takbir yang paling pertama,
misalnya ucapan takbir untuk ruku, sujud, bangkit dari sujud ataupun yang lainnya, disebut dengan
Takbir Intiqal. Permasalahan sekarang, apakah dalam Sujud Sahwi harus ada Takbiratul Ihram
ataukah cukup dengan takbir intiqal, takbir biasa saja?
Menurut Jumhur ulama, dalam sujud sahwi tidak perlu memakai Takbiratul Ihram, cukup
dengan takbir biasa saja, Takbir Intiqal. Sedangkan menurut Imam Malik, sujud sahwi harus memakai
Takbiratul Ihram. Pendapat Imam Malik ini didasarkan kepada tambahan redaksi hadits dari Hisyam
terhadap hadits dzul yadain dengan kata-kata: "kabbara tsumma kabbara wa sajada" (Rasulullah
bertakbir, kemudian bertakbir dan sujud). Kata "kabbara" pertama, dipahami oleh Imam Malik sebagai
ucapan Takbiratul Ihram. Hanya saja, tambahan redaksi dari Hisyam ini dipandang oleh jumhur ulama
sebagai tambahan yang syadz dan tidak ada dasarnya yang kuat, tidak valid.
Oleh karena itu, hemat penulis, pendapat Jumhur ulama yang mengatakan bahwa dalam sujud
sahwi tidak mesti memakai Takbiratul Ihram adalah pendapat yang lebih kuat dan lebih dapat
dipertanggungjawabkan. Argumennya, adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Ibn Abdil Barr dalam
bukunya al-Istidzkar: "Takbiratul Ihram itu diharuskan dan disyaratkan untuk membuka dan memulai
shalat baru. Sementara orang yang sujud sahwi, bukan untuk memulai shalat baru. Ia tetap dalam
koridor shalat lama, hanya saja ia menyempurnakan hal yang masih kurang dan tertinggal".

Apakah dalam Sujud Sahwi ada tasyahud (tahiyyat)nya?


Sehubungan dengan masalah ini, Ibn al-Mundzir dalam bukunya al-Ausath mengatakan bahwa
dalam hal ini para ulama terbagi menjadi empat pendapat. Namun, dari semua pendapat tersebut,
pendapat yang lebih rajih (lebih kuat) adalah pendapat yang mengatakan bahwa tidak ada tasyahud
dalam sujud sahwi. Hal ini dikarenakan tidak ada keterangan satu pun yang menjelaskan bahwa dalam
sujud sahwi ada tasyahudnya.
Bahkan, kalau memperhatikan hadits-hadits yang berkaitan dengan sujud sahwi, didapati
bahwa Rasulullah Saw ketika melakukan sujud sahwinya, beliau hanya takbir kemudian sujud dua kali
setelah itu salam, tanpa ada tasyahud (perhatikan kembali hadits-hadits dari Abu Hurairah, Ibn Mas'ud
dan Imran bin Husain sebagaimana telah dituliskan di atas).

22
Oleh karena itu, dalam prakteknya, sujud sahwi ini dilakukan dengan: Ucapkan takbir biasa
kemudian sujud kemudian takbir lagi untuk duduk di antara dua sujud, lalu takbir lagi dan sujud lagi,
setelah itu salam, tanpa membaca bacaan tahiyyat. Wallahu a'lam.

Penutup
Sekian sekelumit tulisan yang berkaitan dengan persoalan tiga macam sujud: Tilawah, Syukur
dan Sahwi. Semoga tulisan ringan dan kecil ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis khususnya
dan umumnya bagi para pembaca semua. Apabila ada yang belum jelas, mari kita diskusikan bersama-
sama dan apabila ada yang mau ditanyakan lebih jauh, silahkan tanyakan melalui email penulis.
Akhirnya, hanya kepada Allah kita mengabdi dan berbakti, apa yang benar itu datangnya dari Allah
dan RasulNya, sementara yang salah, itu datang dari penulis sendiri. Wallahu 'alam bis shawab.
Allahumma shalli 'ala Muhammad wa 'ala ali muhammad.

***Makalah ini special dipersembahkan untuk kawan-kawan tercinta siswa siswi Sekolah Indonesia
Cairo (SIC) pada pengajian rutin remaja Sabtuan di Mesjid Indonesia Kairo, Egypt.
Email: aepmesir@yahoo.com

Pojok Mesjid Sayyidah Zainab, Jum'at, 15 April 2005 menjelang Isya.

23
24

You might also like