You are on page 1of 8

DIMENSI SOSIAL BUDAYA KESEHATAN

Manusia hidup dan dibesarkan dalam ligkungan sosial tetentu.secara


sosiologis, individu merupakan representasi dikehidupan lingkungan
sosialnya.segala yang terjadi di lingkungan sosialnya di amati, di pelajari, dan
kemungkinan di intregasikan dan di internalisasi sebagai bagian dari
kehidupannya sendiri. Setiap individu memiliki identitas sesuai lingkungan
sosialnya. Apa yang di lakukan, gagasannya, perasaannya merupakan hasil
pembentukan lingkungan sosialnya.
Lingkungan sosial secara nyata juga mempengaruhi perilaku sehat dan
sakit. Peran sehat dan sakit juga berkaitan dengan nilai sosialnya.individu akan
berperan seht atau sakit. Diantara factor lingkungan sosial yang sangat besar
pengaruhnya terhadap kesehatan mental adalah stratifikasi sosial, pekerjaan,
keluarga, budaya, perubahan sosial, stressor psikososial.

A. STRATIFIKASI SOSIAL
Masyarakat kita terbagi menjadi keelompok tertentu diantaranya jenis
kelamin,usia, tingkat pendidikan, status sosial. Di tinjau dari status sosial banyak
pendekatan yang di gunakan untuk melakukan klasifikasi..secara umum
klasifikasi status sosial itu dikelompokan atas stratanya yang dikelompokan atas;
strata tinggi, menengah, rendah.

1. Kelas Sosial Ekonomi dan Revalensi Gangguan Mental

Setiap kelas sosial itu memiliki cara hidup dan interaksi sosial tersendiri
termasuk dalam soal mempersepsikan dan menangani segala persoalan
kehidupanya. Gangguan mental merupakan salah sau malah di masyarakat yang
memperoleh perhatian dari para ahli untuk dikaji dari aspek strata sosial
masyarakatnya. Berdasarkan penelitian dikrtahui bahwa stratifikasi sosial yang
ada di masyarakat ternyata berhubungan dengan jenis ganngguan mentalnya.
Terdapat distribusi gangguan mental secara berbeda antara kelompok
masyarakat yang berada pada strata sosialyang tinggidengan strata sosial yang
rendah. Dalam berbagai study dipahami bahwa keelompok kelas sosial rendaah
lebih besar prevelansi gangguan psikiatrinya disbanding dengan kelomopk sosial
tinggi.
2. Status Sosial Ekonomi dan Pola Gangguan
Status sosial ekonomi juga berkaitan dengan pola gangguan psikiatrik.
Berdasarkan penelitian Holingshead diketahui bahwa masyarakat kelas sosial
rendah diketahui tingginya prevelansi psikotik, sedangkan prevelansi neurotic
lebih banyak pada kelompok kelas. Kesimpulan itu tidak berlakku untuk psikotik
jenis drepesi karena prevelasinya lebih banyak terjadi pada kelompok
masyarakat kelas sosial yang tinggi.
Penelitiaan yang lebih spesifik, yaitu insidendi skizofenia dalam kaitanya
dengan status sosial dilkukn oleh Dunham, memberikan kesimpulannya yang
mendukung kesimpulan Holingshead itu. Jika dikaitkan denganjenis gangguan
yang di alami, secara jelas dikemukakan oleh Dunham ini adalah:
1. Gangguan neurosisdan depresif lebih banyak dialami oleh kelompok sosial
ekonomi tinggi dan sedikit dari kelompok sosial ekonomi rendah.
2. Sakit mental ( psikosis ) sebaliknya, prevalensinya lebih banyak dialami oleh
kelompok soial ekonomi rendah dan tidak banyak dialami oleh kelompok sosial
ekonomi tinggi.
3. Seleksi sosial lawan sebab sosial

Ada dua hipotesa yang menjelaskan fenomena ini sebagaimana


dikemukakan Dohrenwend, yaitu hipotesis seleksi dan hipotesis sebab sosial.
a. Hipotesis seleksi sosial
Hipotesis seleksi sosial menjelaskan bahwa seseoran yang mengalami
gangguan mental membuat diaa menjadi miskin. Yan terjadi adalah peluncuran
kebawah dari stsatus sosial tinggi ke status sosial yang rendah. Yang
meyebabkan seseorang mengalami gangguan mental menurut teori teori seleksi
sosial ini karena factor psikologis, genetic, konstiusi.
Pertama: orang yang mengalami gangguan mental akan terjadi penurunan
kemampuan kerja dan sosial, sehigga tida mampu berkompeteensi dalam
mempertahankan hidpnya. Merekayang sembuh keskitannya ika bekerja akan
ditempatkan pada posisi yang sesuai yaitu status pekerjaan yang dibawahnya
sehingga penghasilan menurun dan mmbuat dia berstatus sosial rendah. Kedua
orang yang mengalami gangguan metal secara aktif akan mecari lingkungan
sosial yang sesuai untuk menerima kondisinya.

b. hipotesis sebab sosial


Hipotesis sebab sosial menjelaskan bahwa orangyang miskin memang
memiliki kecenderungan untuk sakit mental. Masyarakat dari kelas sosial
ekonomi rendah, menurut hipotesis ini, lebh rentan jatuh sakit karena dua
kemungkinan :
1. sifat kecenderungan personal ang dimilikinya sepeti; perasaan tidak berdaya
dan kurang pengendaliantrhadap dirinya sendiri.
2. kondisi sosialnya seperti kekurangan memperoleh doronggan dari orang lain.
Dunham adalah pihak yang tidak menyepakati factor ekonomi sebagai
penyebab gangguan psikiatris khususnya skizofrenia. Berdasarkan study nya dia
mengemukakan kemiskinan merupakan tdak selalu menimbulkan sakit mental.
Yang terjadi sebaliknya bahwa orang yangmenderita skizofrenia memang
menunjukkan kelas sosial ekonomi yang rendah, bukan orang yang berstatus
sosial ekonomi rendah menjaadi skizofrenia. Namun demikian Dunham
menetapkan secara pasti apakah hipotesis yang pertama lebih kuat
dibandingkan dengan hipotesis kedua yang menyangkut hubungan status sosial
ekonomi dengan gejala gangguan mental tidak dapat dipastikan.

B. INTERAKSI SOSIAL
Interaksi sosial baanyak dikaji dalam kaitanya dengan gangguan mental.
Ada dua pandangan interksi sosial ini. Pertama, teori psikodinamik
mengemukakan bahwa orang yang mengalami gangguan emosional dapat
berakibatkan pada pengurangan interaksi sosial,hal ini dapat diketahui dari
perlaku regresi sebagai akibat dari adanya sakit mental. Kedua, bahwa
rendahnya interaksi sossiaal itulah yang menimbulkan adanya gangguan mental.
Faris dan Dunham berpandangan bahwa interaksi kualitas sosial sangat
mempengaruhi kesehatan mental. Lingkungan kehidupan, setidaknya soal
tempat tinggal berhubungan dengan problem kesehatan mental ini. Tempat
tinggal dapat memberi peluang untuk meningkatkan hubungan interpersonal
sementara pola tempat tinggal tertentu dapat mengambat dan menimbulkan
kesulitan untuk hubungan interpersonal selain itu mereka juga berpandangan
bahwa tempat tinggal yang tersolasi dari kehidupan hubungan interpersonal
diyakini dapat meningkatkan insidesi psikosis, schizophrenia.
Hal ini secara sosial terisolasi. Tempat tinggal yang terisolasi secara sosial
tidak hanya karena jarak yang jauh satu dengan yang lain tetapi menyangkut
apakah tempat tinggal itu sendiri memberi suasana yang mampu menciptakan
hubungan interpersonal atau tidak. Clausen dan Kohn mengemukakan bahwa
ada empat macam tempat tinggal yang dipandang menimbulkan pengalaman
terisolasi secara sosial sebaggai berikut:
1. hidup di dalam tempat tinggal yang menghasilkan atau menibulkan isolasi
sosial karena tempat tinggal itu terus menerus berubah.
2. hidup adalah wilayah kelompok etnis lain
3. hidup dalam masyarakat di lingkungan kumuh, keturunan asing yang kasar,atau
dimasyarakat yang kopettif yang berakibat isolasi sosial, khususnyabagi orang
sensitf, suka mengalah ataumalu malu
4. dalam lingkungan keas sosil rendah, umumnya kurrang asertif pada anak. Jika
tidak menjalin hubungan degan yang lainnya maa dia akan terisolasi secara
sosial.

C. KELUARGA
Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya
dengan seseorang. Keluarga itu seseorang dibesarkan, bertempat tinggal,
bernteraksi atau dengan katalain dibentuknya nilai nilai, pola pikir, dan
kebiasaannya. Keluarga juga berfungsi sebagai seleksi segenap budaya luar dan
medasi hubungan anak dengan lingkunganya. Keluarga yang lengkap dan
funngsional serta mampu membentuk homeostasis akan dapat meningkatkan
kesehatan mental para anggota keuargnya, dan kemungkinan dapat
meningkatkan ketahanan para anggota keluarganya dari adanya gangguan
mental dan ketidakstabilan emosional para anggotanya.
Dalam pandangan psikodinamik keluarga merupakan ligkungan sosial
yang secara langsung mempengaruhi individu. Keluarga merupakan ligkungan
mikrosistem, yang menentukan kepribadian dan kesehtan mental anak, keluarga
lebih dekat hubungannya dengan anak dibandingkan dengan masyarrakat luas
karena itu dapat digambarkan hubungan ketiga unit itu sebagai anak keluarga
dan masyarakat, artinya masyarakat menentukan keluarga dan keluarga
menentukan individu. Banyak sekali kondisi keluarga yang justru menjadi hazard
begi setiap anggota keluarganya dan tentunya berisiko bagi terganggunya
anggotanya. Kondisi keluuarga yang menjadi hazard antara lain:

1. perceraian dan perpisahan

Dikarenakanberbagai sebab antara anak dan orang tua menjadi factor


yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan perilaku dan kepribadian
anak.kesimpulannya bawaa percerian atau perpisahan dapat berakibat buruk
pada prkembngan kepribadin ank.

2. keluarga yang tidak profesional

Keluarga yang tidak berfungsi menuju pada keadaan keluarga tetap


utuh,terdiri dari kedua orng tua dan anak anaknya. Mereka masihmenetp di satu
rumah , jadi strukturnya tidak mengalami perubahan. Hanya fungsinya yang
tidak dapat berjalan. Faktor fungsi keluarga ini menjadi lebih penting daripada
perceraian dan perpisahan, bagian ini jauh lebih berakibat buruk pada
perkembangan anak.

3. perlakuan dan pengasuhan

Perlakuan orang tua pada anak berkaitan dengan apa yang dilakukan
ortu atau anggota keuarga lain kepadaanak. Apakah dibiarkan diperlakuan
secara kasar atau dimanfaatkan secara salah atau diperlakukan secara penuh
toleransi dan menciptakan iklim yang sehat. Semuanya mempengaruhi
perkembangan pada anak dan juga mungkin berpengaruh pada anggota
keluarganya secara keseluruhan. Kondisi keluarga yang tidak kondusif akan
berakibat gangguan mental bagi anak di antaranya gangguan tingkah laku,
kecemasan, mbang dan beberapa gangguan jiwa lainnya.

D. PERUBAHAN SOSIAL
Perubahan sosial selalu terjadi di lingkungan kita. Tidak ada suatu
masyarakat yang tidak mengalami prubahan sosial, termasuk di masyarakat
yang terasingpun. Perbahan sosial itu dapat berlangsung dengan sangat cepat
dan ada pula perubahan yang sangat lambat. Dalam masyarakat modern
perubahan sosial itu sangat mencolok, dan terjadi di berbagai bidang kehidupan.
Terjadinya industrialisasi,kemajuan media komunikasi, perubahan sistam
ekonomi, system sosial dan politik yang terus berlansung menimbuan perubahan
sosial. Di negara maju perubahan itu secar nyata dirasakan sejak terjadinya
revolusi industru pada abad pertengahan.
Di negara berkembang seperti Indonesia, perubahan sosial terjadi sejak
orde pembangunan yang di tunjukkan dengan pembangunan industri secara
besar besaran yang diikuti oleh banyaknya urbanisasi dengan segala
konsekuensinya termasuk bergesernya pola keluarga dan pengasuhan, interaksi
sosial , perubahan nilai nilai sosial masyarakatnya. Tentunya, perubahan sosial
ini akan berlangsung dan akan terjadi secara cepat. Dampak positif dari
perubahan sosial bagi masyarakat industrialisasi dapat meningkatkan status
sosial karena mereka dapat memanfaatkan pembangunan industri sebagai
lapangan pekerjan baru dan kemungkinan mereka terdorong untuk
meningkatkan pendidikanya sehingga dapat memperoleh pekerjaan yang
diinginkan industry itu.
Selain itu adapula dampak negatifnya yaitu perubahan itu membawa
aplikasi terhadap berbagai aspek kehidpn lain seperti adanya aturan dan nilai
baru dan berdampak bagi perubahan aturn dan nilai dan struktur sosial itu tidak
di kehendaki oleh masyarakatnya. Karena itu perubahan sosial itu dapat
menjadi tantangan dan dapat pla menjadi hambatan baagi masyarakat untuk
menyesuaikan diri. Sehubungan dengan perubahan sosial ini terdapat dua
kemungkinan yang dapat terjadi. Perubahan sosial dapat menimbulkan
kepuasan bagi masyarakatnya karena sesuai dengan yang diharapkan dan
dapat meningkatkan keutuhan masyarakatnya, dan hal ini sekaligus
meningkatkan kesehatan mental.
Namun di sisi lain, dapat pula berakibat masyarakatnya mengalami
kegagalan dalam penyesuaian terhadap perubahan itu akibatnya mereka
memanifestasikan kegagalan penyesuaian itu dalam bentuk yang patologis,
misalnya tidak terpenuhinya tuntutan politik, suatu kelompok masyarakat
melakukan tindak pengrusakan dan penjarahan.

1. Perubahan jangka panjang


Perubahan sosial yang bersifat jangka panjang merupakan perubahan
perubahan yang terjadi akibat industrialisasi, perubahanmedia komunikasi dari
yang tradisional ke system modern, kemajuan di bidang teknologi dan
perubahan system ekonomi. Dalam kesehatan mental disadari bahwa perubahan
sosial yang jangka panjang itu juga ada pengaruhnya. Karena perilaku sosialnya
dipengaruhi dipengaruhi maka aspek kesehatan mental kita pun turut
dipengaruhi.

2. Migrasi: Sebagai Dampak Masyarakat Industri


Industrialisasi selalu menimbulkan migrasi. Dalam migrasi itu, tidak selalu
terjadi proses penyesuaian dengan kehidupan di lingkungan yang baru. Migrasi,
tidak hanya pindah secara fisik bagi individu, sekaligus terjadinya suatu
perubahan sosial. Karena terjadi migrasi, maka mereka harus meninggalkan
sistem keluarganya dan menjalankan pola keluarga baru.
Dalam penelitian konvensional yang menyangkut hubungan migrasi
dengan kesehatan mental, ditemukan terdapat pengaruh migrasi terhadap
keseahtan mental. Dilihat dari angka insidensi masuk rumah sakit, orang - orang
migrant lebih banyak mengalami ganbgguan mental migrasi dibandingkan
dengan penduduk aslinya. Demikian juga perbandingan angka insidensi pada
anak - anak mereka yang masuk rumah sakit, gangguan mental lebih banyak
dialami oleh anak - anak dari kalangan pendatang ketimbang penduduk asli. Hal
itu menunjukkan bahwa migrasi itu pada dasranya memepengaruhi kesehatan
mental.

3. Kondisi Krisis
Kondisi krisis banyak terjadi di masyarakat, diantaranya perang, bencana,
atau peristiwa yang dapat menimbulkan krisis bagi masyarakat seperti krisis
ekonomi. Sama halnya dengan kondisi krisis yang lain, tampaknya krisis itu tidak
berpengaruh pada gangguan psikosis, tetapi pengaruhnya kepada gangguan
neurosis. Seperti halnya krisis moneter dan ekonomi yang terjadi di Indonesia,
dalam kurun satu tahun angka masuk rumah sakit jiwa karena psikotik relatif
stabil, tetapi gangguan non psikotik meningkat sangat tajam seperti tingkah laku
antisocial termasuk juga perilaku deviasi soaial untuk perilaku agresivitas dan
kriminalitas.

E. SOSIAL BUDAYA
Hubungan kebudayaan dengan kesehatan mental dikemukakan oleh
Wallace, 1963 yang meliputi tiga hal, yaitu:
1. Kebudayaan yang mendukung dan menghambatkesehatan mental.
2. Kebudayaan memberi peran tertentu terhadap penderita gangguan mental
3. Berbagi bentuk gangguan mental karena faktor cultural
4. Upaya peningkatan dan pencegahan gangguan mental dalam telaah budaya
Dalam kaitannya dengan kesehatan mental, kebudayaan ada yang
memberikan dukungan bagi peningkatan kesehatan mental dan sebagian lagi
justru sensitif bagi angka insiden dan lamanya gangguan kesehatan mental.
Salah satu contoh gangguan mental karena faktor budaya adalah amok. Amak
ini adalah psikosis yang ditandai oleh tindakan yang secara tiba - tiba
mengamuk, berteriak, merusak, dan dapat pula membunuh. Gangguan ini
disebabkan oleh faktor yang membatasi remaja dan orang dewasa
mengekspresiksan emosi - agresinya dengan menanamkan rasa malu.

F. STRESSOR PSIKOSOSIAL LAIN


Ilfeld (1977) menjelaskan situasi dan kondisi peran sosial sehari - hari
dapat menjadi sebagi masalah atau sesuatu yang tidak dikehendaki, dan karena
itu dapat berfungsi sebagai stressor sosial. Meskipun kekuatan pengaruhnya
terhadap kondisi mental stressor sosial itu kuat atau lemah ada kontribusinya.
Faktor sosial lain dapat menghambat kesehatan mental seseorang, di
antaranya konflik dalam hubungan sosial, perkawinan, meninggalnya keluarga
dekat. Stressor psikososial ini secara umum menimbulkan efek negatif bagi
orang yang mengalaminya. Namun demikian tentang variasi stressor psikososial
ini akan berbeda untuk setiap masyrakat, bergantung kepada kondisi sosial
masyarakatnya.

G. KESIMPULAN
Faktor sosial budaya turut memepengaruhi kesehatan mental
masyarakatnya. Terdapat sejumlah aspek sosial budaya yang mempengaruhi
kesehatan mental masyarakat, di antaranya adalah: stratifikasi sosial yang ada
di masyarakat, interaksi sosial, sistem dalam keluarga, perubahan - perubahan
sosial seperti migrasi, perubahan jangka panjang, dan kondisi krisis. Kebudayaan
yang ada di masyarakat dapat pula mempengaruhi kesehatan mental
masyarakatnya.

You might also like