Professional Documents
Culture Documents
Pengertian Puisi
Puisi adalah pengekspresian pemikiran yang membangkitkan perasaan yang merangsang
imajinasi pancaindra dalam susunan yang berirama (Pradopo 1987:7)
Perngertian puisi di atas mencakup arti cukup luas karena menafsirkan puisi sebagai hasil
penjaringan penglaman yang dapat atau dialami oleh seseorang. Dan menyusunnya secara
sistematis sebagai makna satu dan yang lainnya.
Dari pengertian di atas juga diartikan bahwa puisi merupakan karya seni yang erat hubungannya
dengan bahasa dan jiwa. Tersusun dengan kata-kata yang baik sebagai hasil curahan lewat media
tulis yang bersifat imajinatif oleh pengarangnya untuk menyoroti aspek kehidupan yang
dialaminya.
Atas dasar itulah penulis mengemukakan bahwa puisi pada hakikatnya adalah curahan perasaan
si penciptanya sehingga keberadaan suatu puisi tidak terlepas dari keberadaan pikiran, perasaan,
dan lingkungan si penciptannya.
Jika seseorang menyelami sebuah puisi, berarti ia berusaha mencari siapa dan bagaimana
keberadaan penciptanya atau penyairnya.Oleh sebab itu, mendeklamasikan puisi tidak lain dari
mengepresikan makana sesuai dengan cita rasa penyairnya.
Ditinjau dari pendekatan intuisi, puisi merupakan hasil karya yang mengandung pancaran
kebenaran dan dapat diterima secara universal. Karenanya, karya puisi sangat dekat dengan
lingkungannya, mudah diketahui bahkan sudah diketahui dan bukan sebaliknya menimbulkan
keanehan atau bahkan kekaburan (Pradopo 1987:8).
Penjelmaan kembali suatu peristiwa yang tercurah lewat karya tulis puisi merupakan proses
imajinasi yang matang yang berhasil lahir dengan energik dan alami.Untuk memberikan batasan
pada puisi sangatlah sukar dilakukan secara pasti. Puisi mempunyai rangkaian unsur-unsur yang
apabila salah satunya hilang atau terlepas, maka akan mengurangi makna universal yang
terkandung dalam sebuah puisi.
Sebagai contoh dari ungkapan sebuah puisi yang energik, menggambarkan bentuk diri dan
lingkungan penyairnya yang telah diungkapkan kedalam makna ketinggian imajinasi sebagai
suatu bentuk puisi yang lahir dari perasaan dan pikiran oleh pengarangnya.
Penggambaran ungkapan tersebut dapat dikemukakan pada sebuah puisi Chairil Anwar “AKU”
sebagai berikut :
AKU
(Jabrohim (Ed).2002:12)
Ungkapan, luapan perasaan di atas merupakan intuisi yang mengandung pernyataan ketinggalan
dalam berbagai pengertian yang lahir secara alami dan enerjik melalui hasil perpaduan perasaan
dan pemikiran pengarangnya dengan berdasar pada pengalaman yang telah dialaminya.
Pencurahan segala cita rasa di dalam sebuah puisi menggunakan berbagai alat dan cara :
pemugaran, sindiran, pilihan kata yang padat berisi dan dipadu pada irama bunyi pilihan.
Dalam memahami sebuah puisi yang terpenting juga mengenal latar belakang penyair,
masyarakat, budaya, dan latar belakang terciptanya sebuah puisi tersebut. Oleh karena itu dalam
memahami bacaan puisi perlu mengembangkan imajinasi dan penalaran yang akurat terhadap
hal-hal yang telah disebutkan di atas.
Ada bermacam-macam kategori seseorang dalam mengekspresikan sebuah puisi, yang pertam
adalah orang yang membaca puisi hanya sekedar membaca yang disertai dengan gerak-
gerak/mimic tetapi ia tidak mengetahui apa yang sedang di bacanya. Yang kedua adalah tahu
membaca dan tahu yang dibacanya. Yang ketiga adalah pembaca memahami dan turut
menikmati/merasakan cita rasa puisi. Selanjutnya mengekspresikan puisi dalam bentuk
deklamasi (Pradopo 1987:9)
Kegiatan membaca puisi (poetry reading) mulai populer sejak hadirnya kembali WS. Rendra
(Alm) dari kelananya di Amerika Serikat. Agar Anda dapat membaca puisi dengan baik perlu
memperhatikan hal-hal berikut:
1. Interpretasi ( penafsiran )
Untuk memahami sebuah puisi kita harus dapat menangkap simbol-simbol atau lambang-
lambang yang dipergunakan oleh penyair. Bila kita salah dalam menafsirkan makna
simbol/lambang, kita dapat salah dalam memahami isinya.
2. Teknik vokal
Untuk pengucapan yang komunikatif diperlukan penguasaan intonasi, diksi, jeda, enjambemen,
dan lafal yang tepat.
3. Performance ( penampilan )
Dalam hal ini pembaca puisi dituntut untuk dapat memahami pentas dan publik.
Pembaca puisi juga dapat menunjukkan sikap dan penampilan yang meyakinkan. Berani menatap
penonton dan mengatur ekspresi yang tidak berlebihan. Selain itu, pembaca puisi harus
memperhatikan pula irama serta mimik. Mimik merupakan petunjuk apakah seseorang sudah
benar-benar dapat menjiwai atau meresapkan isi puisi itu. Harmonisasi antara mimik dengan isi
(maksud) puisi merupakan puncak keberhasilan dalam membaca puisi.
Ingatlah tidak setiap puisi dapat dibaca (dilisankan) tanpa menempatkan tanda tafsir
pengucapannya terlebih dahulu. Adakalanya Anda menemui deretan baris atau bait yang satu
dengan yang lain mempunyai jalinan pengucapan atau ada pula yang secara tertulis terpisah,
sehingga perlu jeda. Bila Anda kurang tepat dalam memberi jeda, akan dapat mengaburkan
maknanya.
Seorang penyair mempunyai beberapa kiat agar puisinya dapat dicerna atau dinikmati pembaca.
Penyair kerap menampilkan gambar angan atau citraan dalam puisinya. Melalui citraan penikmat
sajak memperoleh gambaran yang jelas, suasana khusus atau gambaran yang menghidupkan
alam pikiran dan perasaan penyairnya.
Setelah Anda dapat menafsirkan lambang-lambang dalam puisi, untuk mewujudkan keutuhan
makna, Anda dapat lakukan langkah parafrasa puisi, memberi tanda jeda, serta tekanan atau
intonasinya.
Yang perlu diingat bahwa dalam mencoba memahami sebuah puisi perlu memperhatikan judul,
arti kata, imajinasi, simbol, pigura bahasa, bunyi/rima, ritme/irama, serta tema puisi.
Kata Simbol
Barthes (dalam Scholes, 1976 : 155) menyatakan bahwa “simbolik merupakan lapangan dari
tema yang dalam kritik Anglo – Amerika biasanya diartikan sebagai ide atau ide-ide di sekitar
karya yang dibangun “ (Halliday dkk, 1992 : 13).
Simbol adalah alat yang paling efektif untuk membangkitkan pikiran dan perasaan. Symbol
dapat berupa benda konkret, orang, tempat, tingkah laku yang dimaksudkan bagi suatu sifat atau
konsepsi atau peristiwa yang terjadi atau ada dalam kehidupan faktual manusiawi (Sweetkind,
144-145 dalam Halliday dkk, 1992 : 30). Sedangkan menurut Kamus Istilah Sastra, “ Simbol /
lambing adalah gambaran konvensional yang diterima dan dipahami secara luas (Zaidah dkk,
1991 : 73).
Berdasarkan konsepsi di atas dapat disimpulkan bahwa makna symbol adalah gambaran
konvensional yang diterima dan dipahami secara luas, dan berwujud benda konkret untuk
mewakili substansi di luar dirinya serta hal yang ditunjuk tidak bersifat membandingkan. Oleh
karena itu, peneliti dalam menganalisis symbol berpegang pada konsepsi tersebut, sehingga
dalam pengumpulan dan penganalisisan data lebih akurat.
Penggunaan istilah simbol menyaran pada suatu perbandingan yang bisa berupa banyak hal
dengan tujuan estetis, mampu mengkomunikasikan makna, pesan, dan mampu mengungkap
gagasan. Keberadaan simbol dalam puisi atau karya sastra pada umumnya akan memberikan
sumbangan kekuatan makna. Beberapa kalangan berpendapat bahwa fungsi pertama simbol
(metafor) adalah menyampaikan pengertian, pemahaman. Ekspresi yang berupa ungkapan-
ungkapan tertentu sering lebih tepat disampaikan dalam bentuk metafor daripada secara literal.
Metafor erat berkaitan dengan pengalaman kehidupan manusia baik bersifat fisik maupun
budaya.” Kode simbolik lebih mengarah pada kode bahasa sastra yang mengungkapkan suatu hal
dengan hal lain.
Bagan struktur puisi adalah unsur pembentuk puisi yang dapat diamati secara visual. Unsur
tersebut meliputi bunyi, kata, larik atau baris, bait, dan tipografi yang biasanya merupakan unsur
yang tersembunyi di balik apa yang diamati secara visual. Sedangkan lapis makna adalah unsur
yang tersembunyi di balik bangun struktur dan biasanya sulit dipahami.
Lambang dalam puisi mungkin dapat berupa kata tugas, kata dasar, maupun kata bentukan.
Adapun kata simbol dibedakan antara lain :
1. Blank Symbol, yakni jika simbol itu, meskipun acuan maknanya bersifat konotatif, pembaca
tidak perlu menafsirkannya karena acuan maknanya bersifat umum, misalnya “tangan panjang”.
2. Natural Symbol, yakni jika simbol itu menggunakan realitas alam, misalnya :hutan kelabu
dalam hujan”.
3. Private Symbol, yakni jika simbol itu secara khusus diciptakan dan digunakan pernyairnya,
misalnya “aku ini binatang jalang”.
Istilah lainnya adalah pengimajian (yakni penataan kata yang menyebabkan makna-makna
abstrak menjadi konkret dan cermat) dan pengiasan (yakni pengimajian dengan menggunakan
kata-kata kias sehingga menimbulkan makna yang lebih konkret dan cermat). Kekonkretan dan
kecermatan makna kata-kata dalam puisi membuat pembaca lebih mampu mengembangkan daya
imajinasinya sekaligus mengembangkan daya kritisnya dalam upaya memahami totalitas makna
suatu puisi.
Agar mampu mengapresiasi puisi dengan baik, pembaca tidak cukup menghafal konsep-konsep
di atas, tetapi juga harus terampil mengidentifikasi ragam kata dalam puisi, terampil menentukan
makna katanya, dan terampil menghubungkan makna kata yang satu dengan yang lainnya.
Apresiasi sastra ialah menggauili cipta sastra dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh
pengertian, kepekaan pikiran kritis dan kepekaan perasaan yang baik terhadap cipta sastra
(Hamid, 1989 : 18).
Boullatet (2007 : 28) mengatakan bahwa apresiasi sastra adalah penghargaan terhadap karya
sastra yang didasarkan pada pemahaman. Dari beberapa batasan yang dikemukakan oleh para
ahli yang kesemuannya memiliki makna yang sama, merupakan dasar dalam pembahasan
pengajaran apresiasi sastra di sekolah.
Pengajaran apresiasi puisi bukanlah sekedar memindahkan pengetahuan guru pada muridnya
melainkan mengajak anak didiknya untuk berpacu dalam berkarya, berimajinasi, mengajak
peserta didik berfantasi, mengajak peserta didik untuk mencipta bukan mengikutinya. Ketidak
mantapan pengajaran apresiasi sastra pada umumnya apabila siswanya hanya dapat menyebut
judul buku nama pengarangnya saja.
Banyak siswa yang menempuh jalan pintas dengan mengandalkan pengetahuan hafalan tentang
judul, nama pengarang, dan ikhtisar ini buku melalui ikhtisar sastra saja, puisi sebagaimana yang
telah digambarkan dalam kurikilum 1994, siswa diharapkan memiliki cara yang tepat untuk
mengekspresikan puisi pada khususnya dan sastra pada umumnya. Dengan demikian , dapat
mengasah kepekaan mereka baik dari segi emosional, imajinatif dan estetik, serta enerjik.
Masalah pokok yang tidak pernah lepas sejak tahun ditetapkannya kurikulum 1984 hingga 1998
adalah masalah mengajar apresiasi sastra karena dirasakan tidak memenuhi harapan (Ras, 1984 :
61-66).
Sehubungan dengan pengajaran apresiasi puisi, ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu guru,
siswa, puisi (Halliday dkk, 1992 : 29). Suatu asumsi yang kuat bahwa besar kecilnya minat dan
apresiasi siswa terhadap puisi sangat ditentukan oleh sikap dan cara guru menyajikannya maka
yang sangat penting adalah membekali guru-guru dengan beberapa pengetahuan dan
keterampilan yang berhubungan dengan pengajaran apresiasi baca puisi di sekolah.
Kerangka Pikir
Kerangka pikir merupakan intisari dari teori yang telah dikembangkan untuk kemudian
digunakan untuk perumusan suatu kesimpulan dari penelitian. Teori yang telah dikembangkan
dalam rangka memberi jawaban terhadap pendekatan pemecahan masalah yang menyatakan
hubungan antar variable berdasarkan pembahasan teoritis.
Sesuai dengan jenis penelitian yang kualitatif maka kerangka berpikir yang dipakai penulis
terletak pada kasus yang selama ini dilihat dan diamati secara langsung. Pada bagian ini akan
diuraikan hal apa yang akan disajikan penulis dalam menemukan data dan sumber informasi
penelitian guna memecahkan masalah-masalah yang telah dipaparkan. Untuk itu penulis
menguraikan secara berurutan landasan berpikir apa yang akan dijadikan pegangan dalam
penelitian.
Untuk dapat mengukur aspek tersebut pada siswa maka digunakan instrument ukur yang
nantinya akan memperlihatkan kemampuan siswa secara kualitatif tentang kemampuan
pendalaman konsep puisi dan penafsiran makna simbolik yang terinterpretasi oleh siswa.
Beranjak dari situ maka hasil dari pengujian terhadap siswa tersebut akan menjadi dasar
pengambilan kesimpulan dalam