You are on page 1of 8

http://dcenter.it-kosongsatu.

com

Disusun Oleh
Asnat Agustine 2IA01-50408170

Deviona Junita 2IA01-50408270

Maya Sari P. 2IA01-50408532

UNIVERSITAS GUNADARMA

2010
http://dcenter.it-kosongsatu.com

KATA PENGANTAR

I
http://dcenter.it-kosongsatu.com

A. Pengertian Deduksi
Kata deduksi berasal dari kata Latin deducere(de yang berarti

‘dari’, dan kata ducere yang berarti ‘menghantar’, ‘memimpin’). Dengan

demikian, kata deduksi yang diturunkan dari kata itu berarti ‘menghantar

dari sesuatu hal ke sesuatu hal yang lain’. Sebagai suatu istilah dalam

penalaran, deduksi merupakan suatu proses berpikir (penalaran) yang

bertolak dari sesuatu proposisi yang sudah ada, menuju kepada suatu

proposisi baru yang berbentuk suatu kesimpulan.

Dalam penalran yang bersifat deduktif, penulis tidak perlu

mengumpulkan fakta-fakta itu. Yang perlu baginya adalah suatu proposisi

umum dan suatu proposisi yang bersifat mengidentifikasi suatu peristiwa

khusus yang bertalian dengan proposisi umum tadi.

Preposisi adalah apa yang dihasilkan dengan mengucapkan suatu

kalimat. Dengan kata lain, hal ini merupakan arti dari kalimat itu, dan

bukan kalimat itu sendiri. Kalimat yg berbeda dapat mengekspresikan

proposisi yang sama, jika artinya sama.

Konklusi dalam sebuah deduksi dapat dipastikan sebagai konklusi

yang benar kalau proposisinya mengandung kebenaran. Uraian mengenai

proses berpikir yang deduktif akan dilangsungkan melalui beberapa corak

berpikir deduktif, yaitu silogisme, entimem dan rantai deduksi. Silogisme

terbagi menjadi silogisme kategorial, silogisme hipotetis, silogisme

disjungtif atau silogisme alternatif.

B. Pengertian Silogisme
Yang dimaksud dengan silogisme adalah suatu bentuk proses

penalaran yang berusaha menghubungkan dua proposisi (pernyataan) yang

berlainan untuk menurunkan suatu kesimpulan atau inferensi yang

merupakan proposisi yang ketiga.

1
http://dcenter.it-kosongsatu.com

Kedua proposisi yang pertama disebut premis (kata premis berasal dari

praemissus yang merupakan bentuk partisipium, perfektum dari kata

praemittere; prae ‘sebelum’, ‘lebih dahulu’; mittere ‘mengirim’).

1. Silogisme Kategorial

Secara khusus silogisme kategorial dapat dibatasi sebagai suatu

argumen deduktif yang mengandung suatu rangkaian yang terdiri dari

tiga (dan hanya tiga) proposisi kategorial yang disusun sedemikian rupa

sehingga ada tiga term yang muncul dalam rangkaian pernyataan itu.

Term adalah…………………………… Term predikat dari konklusi adalah


term mayor dari seluruh silogime itu. Sedangkan subyek dari konklusi

disebut term minor dari silogisme, sementara term yang muncul dalam

kedua premis dan tidak muncul dalam kesimpulan disebut term tengah.

Contoh :

Semua mamalia binatang yang melahirkan dan menyusui anaknya.

Kerbau termasuk mamalia. Jadi, kerbau : binatang yang melahirkan dan

menyusui anakny

2. Silogisme Hipotetis

Silogisme hipotetis atau silogisme pengandaian adalah semacam

pola penalaran deduktif yang mengandung hipotesis. Silogisme hipotetis

bertolak dari suatu pendirian, bahwa ada kemungkinan apa yang disebut

dalam proposisi itu tidak ada atau tidak terjadi. Premis mayornya

mengandung pernyataan yang bersifat hipotetis. Oleh sebab itu rumus

proposisi mayor dari silogime ini adalah :

Jika P, maka Q

2
http://dcenter.it-kosongsatu.com

Contoh :

Jika nanti malam turun hujan maka saya tidak jadi pergi.

Walaupun premis mayor bersifat hipotetis, premis minor dan

konklusinya tetap bersifat kategorial. Premis mayor sebenarnya

mengandung dua pernyataan kategorial.

Bagian pertama disebut anteseden, sedangkan bagian yang kedua

disebut akibat. Dalam silogisme hipotetis terkandung sebuah asumsi,

yaitu kebenaran anteseden akan mempengaruhi kebenaran akibat;

kesalahan anteseden akan mengakibatkan kesalahan pada akibatnya.

Contoh………………………………………………………………………
Dalam kenyataan, yaitu bila kita menghadapi persoalan, maka kita

dapat mempergunakan pola penalaran di atas.

3. Silogisme Alternatif

Jenis silogisme yang ketiga adalah silogisme alternatif atau

disebut juga silogisme disjungtif. Silogisme ini dinamakan demikian,

karena proposisi mayornya merupakan sebuah proposisi alternatif,

yaitu proposisi yang mengandung kemungkinan-kemungkinan atau

pilihan-pilihan. Sebaliknya proposisi minornya adalah proposisi

kategorial yang menerima atau menolak salah satu alternatifnya.

Konklusi silogisme ini tergantung dari premis minornya; kalau premis

minornya menerima satu alternatif, maka alternatif lainnya ditolak;

kalau premis minornya menolak satu alternatif, maka alternatif lainnya

diterima dalam konklusi.

3
http://dcenter.it-kosongsatu.com

Contoh :

Untuk menempuh perjalanan ke Jogja kita bias menggunakan

kereta atau pesawat. Saya memilih menggunakan kereta.

C. Entimem
Silogisme sebagai suatu cara untuk menyatakan pikiran tampaknya

bersifat artifisial. Dalam kehidupan sehari-hari biasanya silogisme itu

muncul hanya dengan dua proposisi, salah satunya dihilangkan.

Walaupun dihilangkan, proposisi itu tetap dianggap ada dalam pikiran itu

dan dianggap diketahui pula oleh orang lain.

Bentuk semacam ini dinamakan entimem (dari enthymeme, Yunani.

Lebih jauh kata itu berasal dari kata kerja enthymeisthai yang berarti

‘simpan dalam ingatan’). Dalam tulisan-tulisan bentuk ilmiah yang

dipergunakan, dan bukan bentuk formal seperti silogisme.

Contoh :

PU : Jika Irfan tidak menikah cepat, Irfan akan dimarahi Kartika

PK : Irfan mau menikah cepat.

K : Irfan tidak dimarahi Kartika.

Entimem : Irfan tidak dimarahi Kartika karena Irfan mau menikah cepat.

D. Rantai Deduksi
Seringkali penalaran yang deduktif dapat berlangsung lebih informal

dari entimem. Orang-orang tidak berhenti pada sebuah silogisme saja,

tetapi dapat pula merangkaikan beberapa bentuk silogisme yang tertuang

dalam bentuk-bentuk yang informal.

4
http://dcenter.it-kosongsatu.com

Yang penting dalam mata rantai deduksi ini, penulis harus

mengetahui norma dasar, sehingga bila argumennya mendapat tantangan

atau bila ia sendiri ragu-ragu terhadap argumen orang lain, ia dapat

menguji argumen ini untuk menemukan kesalahannya dan kemudian dapat

memperbaikinya, baik kesalahan itu terjadi karena induksi yang salah,

entah karena premis atau konklusi-konklusi deduksi yang salah.

DAFTAR PUSTAKA

Keraf, Gorys. Argumentasi dan Narasi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama,

2003.

5
http://dcenter.it-kosongsatu.com

You might also like