You are on page 1of 12

Streptococcus Beta Hemolyticus Grup A

A. Morfologi dan Identifikasi Streptococcus


Streptococcus merupakan bakteri berbentuk bulat atau bulat
telur, kadang menyerupai batang, tersusun berderet seperti
rantai. Panjang rantai bervariasi dan sebagian besar
ditentukan oleh faktor lingkungan. Rantai akan lebih panjang
pada media cair dibanding pada media padat. Pada pertumbuhan
tua atau bakteri yang mati sifat gram positifnya akan hilang
dan menjadi gram negatif. Streptokokus terdiri dari kokus
yang berdiameter 0,5-1 μm. Dalam bentuk rantai yang khas,
kokus agak memanjang pada arah sumbu rantai. Streptokokus
patogen jika ditanam dalam perbenihan cair atau padat yang
cocok sering membentuk rantai panjang yang terdiri dari 8
buah kokus atau lebih.
Streptokokus yang menimbulkan infeksi pada manusia
adalah positif gram, tetapi
varietas tertentu yang diasingkan dari tinja manusia dan
jaringan binatang ada yang negatif gram. Pada perbenihan
yang baru kuman ini positif gram, bila perbenihan telah
berumur beberapa hari dapat berubah menjadi negatif gram.
Tidak membentuk spora, kecuali beberapa strain yang hidupnya
saprofitik. Geraknya negatif. Strain yang virulen membuat
selubung yang mengandung hyaluronic acid dan M type
specific protein.

B. Sifat Pertumbuhan
Umumnya streptokokus bersifat anaerob fakultatif, hanya
beberapa jenis yang bersifat anaerob obligat. Pada umumnya
tekanan O2 harus dikurangi, kecuali untuk enterokokus. Pada
perbenihan biasa, pertumbuhannya kurang subur jika ke
dalamnya tidak ditambahkan darah atau serum. Kuman ini
tumbuh baik pada pH 7,4-7,6, suhu optimum untuk pertumbuhan
37oC, pertumbuhannya cepat berkurang pada 40oC.

1
Streptococcus hemolyticus memfermentasi glukosa dengan
membentuk asam laktat yang dapat menghambat pertumbuhannya.
Tumbuhnya akan subur bila diberi glukosa berlebih dan
diberikan bahan yang dapat menetralkan asam laktat yang
terbentuk. Streptococcus pyogenes mudah tumbuh dalam semua
enriched media. Untuk isolasi primer harus dipakai media
yang mengandung darah lengkap, serum atau transudat misalnya
cairan asites atau pleura. Penambahan glukosa dalam
konsentrasi 0,5% meningkatkan pertumbuhannya tetapi
menyebabkan penurunan daya lisisnya terhadap sel darah
merah. Dalam lempeng agar darah yang dieram pada 37 0C
setelah 18-24 jam akan membentuk koloni kecil ke abu-abuan
dan agak opalesen, bentuknya bulat, pinggir rata, pada
permukaan media, koloni tampak sebagai setitik cairan.
Streptokokus membentuk 2 macam koloni, mucoid dan
glossy. Koloni berbentuk mucoid dibentuk oleh kuman yang
berselubung asam hialuronat. Tes katalasa negatif untuk
streptokokus ini dapat membedakan dengan stafilokokus di
mana tes katalase positif. Streptococcus hemolyticus grup A
juga sensitif pada cakram basitrasin 0,2 μg, sifat ini
digunakan untuk membedakan dengan grup lainnya yang resisten
terhadap basitrasin.
Berdasarkan sifat hemolitiknya pada lempeng agar
darah, kuman ini dibagi dalam:
a. hemolisis tipe alfa, membentuk warna kehijau-hijauan
dan hemolisis sebagian disekeliling koloninya, bila
disimpan dalam peti es zona yang paling luar akan
berubah menjadi tidak berwarna.
b. Hemolisis tipe beta, membentuk zona bening di
sekeliling koloninya, tak ada sel darah merah yang
masih utuh, zona tidak bertambah lebar setelah
disimpan dalam peti es.
c. Hemolisis tipe gamma, tidak menyebabkan hemolisis.
Untuk membedakan hemolisis yang jelas sehingga mudah

2
dibeda-bedakan maka dipergunakan darah kuda atau
kelinci dan media tidak boleh mengandung glukosa.
Streptokokus yang memberikan hemolisis tipe alfa juga
disebut streptoccocus viridans. Yang memberikan
hemolisis tipe beta disebut streptococcus hemolyticus
dan tipe gamma sering disebut sebagai streptoccocus
anhemolyticus.
Bakteri Streptoccocus beta hemolyticus grup A
merupakan penyebab terjadinya penyakit demam rematik.

C. Pengertian Demam Rematik


Demam Reumatik atau rheumatic fever merupakan sequelae
infeksi streptococcus hemolyticus yang paling serius, sebab
dapat mengakibatkan kerusakan pada otot dan katup jantung.
Demam rematik ini biasanya terjadi akibat infeksi beta-
streptococus hemoliticus grup A pada saluran pernafasan
bagian atas.
Demam rematik terjadi sebagai sekuele lambat radang
non supuratif sistemik yang dapat melibatkan sendi, jantung,
susunan saraf pusat,jaringan subkutan dan kulit dengan
frekuensi yang bervariasi.

D. Etiologi
Demam reumatik merupakan penyakit akibat interaksi antara
individu (house), penyebab penyakit (agent) dan faktor
lingkungan (envirotment). Infeksi Streptococcus beta
hemolyticus grup A pada tenggorok menyebabkan terjadinya
demam reumatik, baik pada serangan pertama maupun serangan
ulangan. Untuk menyebabkan serangan demam reumatik,
Streptokokus grup A harus menyebabkan infeksi pada faring,
bukan hanya kolonisasi superficial.
Hubungan etiologis antara kuman Streptococcus dengan
demam reumatik adalah sebagai berikut:

3
1. Pada sebagian besar kasus demam reumatik akut terdapat
peninggian kadar antibodi terhadap Streptococcus atau
dapat diisolasi kuman beta-Streptococcus hemolyticus
grup A, atau keduanya.
2. Insidens demam reumatik yang tinggi biasanya bersamaan
dengan insidens oleh beta-Streptococcus hemolyticus
grup A yang tinggi pula. Diperkirakan hanya sekitar
3% dari individu yang belum pernah menderita demam
reumatik akan menderita komplikasi ini setelah
menderita faringitis Streptococcus yang tidak diobati.
3. Serangan ulang demam reumatik akan sangat menurun bila
penderita mendapat pencegahan yang teratur dengan
antibiotika.

Faktor Predisposisi
1. Faktor Individu
 Faktor Genetik
Diduga variasi genetik merupakan alasan penting
mengapa hanya sebagian pasien yang terkena infeksi
Streptococcus menderita demam reumatik, sedangkan
cara penurunannya belum dapat dipastikan.
 Umur
Paling sering terjadi pada umur antara 5-15 tahun
dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa
ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan
sangat jarang sebelum umur 3 tahun atau setelah 20
tahun.
2. Faktor-faktor Lingkungan
 Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Hal ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting
sebagai predisposisi untuk terjadinya demam
reumatik, seperti: sanitasi lingkungan yang buruk,
rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya
pendidikan sehingga pengertian untuk segera

4
mengobati anak yang sakit sangat kurang, pendapatan
yang rendah sehingga biaya untuk perawatan
kesehatan kurang dan lain-lain.
 Iklim dan Geografi
Penyakit ini terbanyak didapatkan di daerah
beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini
menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai
insidens yang tinggi, lebih tinggi daripada yang
diduga semula.
 Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan
insidens infeksi saluran nafas meningkat, sehingga
insidens demam reumatik juga meningkat.

E. Patofisiologi
Demam reumatik adalah suatu hasil respon imunologi abnormal
yang disebabkan oleh kelompok kuman A beta-hemolitic
treptococcus yang menyerang pada faring.
Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak
kurang dari 20 prodak ekstrasel; yang terpenting diantaranya
ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase,
streptokinase, difosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease
serta streptococca erythrogenic toxin. Produk-produk
tersebut merangsang timbulnya antibodi. Demam reumatik
diduga terjadi akibat kepekaan tubuh yang berlebihan
terhadap beberapa produk tersebut.
Sensitivitas sel B antibodi memproduksi
antistreptococcus yang membentuk imun kompleks. Reaksi
silang imun komleks tersebut dengan sarcolema kardiak
menimbulkan respon peradangan myocardial dan valvular.
Peradangan biasanya terjadi pada katup mitral, yang mana
akan menjadi skar dan kerusakan permanen.

5
Demam rematik terjadi 2-6 minggu setelah tidak ada
pengobatan atau pengobatan yang tidak tuntas karena infeksi
saluran nafas atas oleh kelompok kuman A betahemolytic.
Kriteria untuk menegakkan diagnosis jantung rheuma
dari Jones yang telah dimodifikasi adalah:
Kriteria mayor Kriteria minor
1.Karditis 1.Demam
2.Khorea Sydenham 2.Poliartralgia
3.Nodulus subkutan 3.Perpanjangan P-R interval
4.Eritema marginatum pada EKG
5.Poliartritis migrans 4.Meningkatkan laju endap
darah dan C-reaktive
protein
5.Bukti adanya infeksi
streptococcus beta
hemolyticus sebelumnya.
6.Riwayat adanya demam
rheuma atau lesi katup
rematik

Diagnosis jantung rheuma hampir pasti jika ditemukan 2


kriteria mayor atau lebih. Pada penyakit ini terdapat
penebalan dan deformitas katup jantung, dan pembentukan
badan-badan Aschoff dalam miokardium, yang berupa granuloma
perivaskuler yang kecil-kecil yang selanjutnya diganti oleh
jaringan parut.

F. Manifestasi Klinis
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantung
reumatik dapat dibagi dalam 4 stadium:
1. Stadium 1
Stadium ini berupa infeksi saluran napas bagian atas
oleh kuman beta-Streptococcus hemolyticus grup A.
Keluhan biasanya berupa demam, batuk, rasa sakit waktu
menelan, tidak jarang disertai muntah dan bahkan pada

6
anak kecil dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisik
sering didapatkan eksudat di tonsil yang menyertai
tanda-tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening
submandibular seringkali membesar. Infeksi ini
biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri
tanpa pengobatan.
2. Stadium 2
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa
antara infeksi Streptococcus dengan permulaan gejala
demam reumatik, biasanya periode ini berlangsung 1-3
minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau
bahkan berbulan-bulan kemudian.
3. Stadium 3
Merupakan fase akut demam reumatik, saat timbulnya
berbagai manifestasi klinik demam reumatik/penyakit
jantung reumatik. Manifestasi klinik tersebut dapat
digolongkan dalam gejala peradangan umum (gejala
minor) dan manifestasi spesifik (gejala mayor) demam
reumatik/penyakit jantung reumatik.
4. Stadium 4
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini
penderita demam reumatik tanpa kelainan jantung atau
penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa,
pada katup tidak menunjukkan gejala apa-apa.
Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala
sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai
dengan jenis serta beratnya kelainan. Pada fase ini
baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung
reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi
penyakitnya.

Tabel 1. Kriteria Jones (Updated 1992)

7
Manifestasi mayor Manifestasi minor
1. Karditis Klinis
2. Poliartritis 1. Artralgia
3. Korea Sydenham 2. Demam
4. Eritema marginatum Laboratorium
5. Nodulus subkutan 1.Peninggian reaksi fase
akut (LED meningkat
dan atau C reactive
protein)
2.Interval PR memanjang

Kemudian ditambah dengan adanya bukti infeksi


Streptokokus sebelumnya berupa kultur apus tenggorok yang
positip atau tes antigen streptokokus yang cepat atau titer
ASTO yang meningkat.
Jika disokong adanya bukti infeksi Streptokokus
sebelumnya, adanya 2 manifestasi mayor atau adanya 1
manifestasi mayor ditambah 2 manifestasi minor menunjukkan
kemungkinan besar adanya demam rematik.

G. Diagnosa Banding
Tidak ada satupun gejala klinis maupun kelainan laboratorium
yang khas untuk demam reumatik/penyakit jantung reumatik.
Banyak penyakit lain yang mungkin memberi gejala yang sama
atau hampir sama dengan demam reumatik/penyakit jantung
reumatik. Yang perlu diperhatikan ialah infeksi piogen pada
sendi yang sering disertai demam serta reaksi fase akut.
Bila terdapat kenaikan yang bermakna titer ASTO akibat
infeksi Streptococcus sebelumnya (yang sebenarnya tidak
menyebabkan demam reumatik), maka seolah-olah kriteria Jones
sudah terpenuhi. Evaluasi terhadap riwayat infeksi
Streptococcus serta pemeriksaan yang teliti terhadap
kelainan sendi harus dilakukan dengan cermat agar tidak
terjadi diagnosis berlebihan.

8
Reumatoid artritis serta lupus eritrmatosus sistemik
juga dapat memberi gejala yang mirip dengan demam reumatik.
Diagnosis banding lainnya ialah purpura Henoch-Schoenlein,
reaksi serum, hemoglobinopati, anemia sel sabit, artritis
pasca infeksi, artritis septik, leukimia dan endokarditis
bakterialis sub akut.
TABEL DIAGNOSIS BANDING DEMAM REUMATIK
Demam Atritis Lupus
Reumatik Reumatoid Eritomatosus
Sistemik
Umur 5-15 tahun 5 tahun 10 tahun
Rasio Kelamin sama Wanita 1,5:1 Wanita 5:1
Kelainan sendi
Sakit Hebat Sedang Biasanya
Bengkak Non spesifik Non spesifik ringan
Kelainan Ro Tidak ada Sering Non spesifik
(lanjut) Kadang-kandang
Kelainan Kulit Eritema makular Lesi kupu-kupu
marginatum
Karditis ya jarang lanjut
Laboratorium Kadang-kadang

± 10%
Lateks
Aglutinasi sel -
± 10%
domba
± 5%
Sediaan Sel LE -
Respon cepat Biasanya Lambat/-
terhadap lambat
salisilat

H. Pemeriksaan diagnostik
 Riwayat adanya infeksi saluran nafas atas dan gejala
 Positif antistretolysin titer O
 Positif stretozyme positif anti uji DNAase B
 Meningkatnya C-reaktif protein

9
 Meningkatnya anti hyaluronidase, meningkatnya sedimen
sel darah merah (eritrosit)
 Foto rontgen menunjukkan pembesaran jantung
 Elektrokardiogram menunjukkan arrhtythmia E
 Ehocardiogram menunjukkan pembesaran jantung dan lesi

I. Penatalaksanaan teraupetik
 Pemberian antibiotik
 Mengobati gejala peradangan, gagal jantung, dan
chorea
 Pilihan pengobatan adalah antibiotik pencillin dan
anti peradangan misalnya; aspirin atau penggantinya
untuk 2-6 minggu.

J. Penatalaksanaan perawatan
1. Pengkajian
 Riwayat penyakit
 Monitor komplikasi jantung (CHF dan arrhythmia)
 Auskultasi jantung; bunyi jantung melemah dengan
irama derap diastole
 Tanda-tanda vital
 Kaji adanya nyeri
 Kaji adanya peradangan sendi
 Kaji adanya lesi pada kulit

2. Diagnosa keperawatan
 Kurangnya pengetahuan orang tua/ anak berhubungan
dengan pengobatan, pembatasan aktivitas, risiko
komplikasi jantung

10
 Tidak efektif koping individu berhubungan dengan
kondisi penyakit
 Nyeri berhubungan dengan polyartritis
 Risiko injury berhubungan dengan infeksi
streptococcus
3. Intervensi
 Orang tua dan anak akan memahami tentang regimen
pengobatan dan pembatasan aktivitas.
 Anak tidak akan menunjukakan stress emosional dan
dapat menggunakan strategi koping yang efektif
 Anak dapat menunjukkan dalam pengontrolan nyeri
sesuai tingkat kesanggupan.
 Anak akan memperlihatkan tidak adanya gejala-gejala
sakit menelan untuk pertama kali atau tidak ada
injury
4. Implementasi
 Mencegah atau mendeteksi komplikasi
a. Auskultasi bunyi jantung untuk mengetahi adanya
perubahan irama
b. Pemberian antibiotik sesuai program
c. Pembatasan aktivitas sampai manifestasi klinis
demam reumatik tidak ada dan berikan periode
istirahat.
d. Berikan terapi bermain yang sesuai dan tidak
membuat lelah.
 Support anak dalam pembatasan aktivitas
a. Kaji keinginan untuk bermain sesuai dengan usia
dan kondisi
b. Buat jadual aktivitas dan istirahat
c. Ajarkan untuk partisipasi dalam aktivitas
kebutuhan sehari-hari

11
d. Ajarkan pada anak/ orang tua bahwa pergerakan
yang tidak disadari adalah dihubungkan dengan
Chorea dan temporer.
 Memberikan kontrol nyeri yang adekuat
a. Kaji nyeri dengan skala
b. Pemberian analgeik, anti peradangan dan
antipiretik sesuai program
c. Reposisi untuk mengurangi stress sendi
d. Berikan terapi hangat dan dingin pada sendi yang
sakit
e. Lakukan distraksi misalnya; teknik relaksasi dan
hayalan.
 Mencegah infeksi dan injury
a. Monitor temperatur setiap 4 jam selama dirawat.
b. Pemberian antibiotik sesuai program
c. Lihat juga dalam perencanaan pemulangan
d. Anak diistirahatkan
5. Perencanaan pemulangan
a. Berikan informasi tentang kebutuhan aktivitas
bermain yang sesuai dengan pembatasan, aktivitas
b. Istirahat 2-6 minggu, bantu segala pemenuhan
aktivitas kebutuhan sehari-hari
c. Jelaskan pentingnya istirahat dan membuat jadual
istirahat dan aktivitas sampai tanda-tanda klinis
tidak ada.
d. Jelaskan terapi yang diberikan; dosis, efek
samping, risiko komplikasi jantung
e. Berikan support lingkungan yang aman, jangan
biarkan anak tidur di lantai
f. Instruksikan untuk menginformasikan jika ada tanda
sakit menelan
g. Tekankan pentingnya kontrol ulang.

12

You might also like