You are on page 1of 21

GANGGUAN KEPRIBADIAN DALAM PSIKOLOGI ABNORMAL

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok


Mata kuliah Psikologi untuk Pekerjaan Sosial II
Dosen : Dra. Kormauli S. M.Si

1. Ahmad Wahyudin 10.04.379


2. Dian Ika Utami 10.04.149
3. Neti Rumanti 10.04.189
4. Oyok Wahyudin 10.04.102
SEKOLAH TINGGI
5. Resi Novidea Sari 10.04.310

KESEJAHTERAAN SOSIAL

BANDUNG

2010
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji serta syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayahNya serta kenikmatan iman dan islam sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat dan salam terimpah-curahkan kepada junjungan
Nabi besar Muhammad Saw, keluarganya, sahabatnya dan semua umatnya yang selalu
senantiasa megikuti dan mengamalkan ajaran-ajarannya.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Perkembangan dengan
makalah mengenai Psikologi Abnormal “ Gangguan Kepribadian “.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya dan jauh dari yang
diharapkan pembaca. Hal ini tidak lain dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan
yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya
membangun dari para pembaca, sehingga penulis dapat melengkapi kekurangan yang ada pada
makalah ini dilain kesempatan. Penulis mengucapkan terimakasih banyak terhadap pihak-pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Waalaikumsalam Wr.Wb.

Bandung, 09 Maret 2011

Penulis

PENDAHULUAN
Gangguan Kepribadian adalah kelompok gangguan yang sangat heterogen, diberi kode
pada Aksis II dalam DSM dan dianggap sebagai pola perilaku dan pengalaman internal yang
bertahan lama, pervasif, dan tidak fleksibel yang menyimpang dalam ekspektasi budaya orang
yang bersangkutan dan menyebabkan hendaya dalam keberfungsian sosial dan pekerjaan.
Beberapa diantaranya namun tidak semua dapat menyebabkan distress emosional. Gangguan
kepribadian yang sesungguhnya ditandai oleh keekstremen beberapa trait dan cara
pengekspresian karakteristik tersebut yang kurang fleksibel dan maladaptif. Kepribadian yang
kita kembangkan selama bertahun-tahun mencerminkan cara yang menetap dalam menghadapi
berbagai tantangan hidup, suatu gaya tertentu dalam berhubungan dengan orang lain. Satu orang
dapat sangat dependen yang lain menantang dan agresif yang lain lagi pemalu dan menghindari
kontak sosial dan masih yang lain lagi lebih mengkhawatirkan penampilan dan mendongkrak
egonya yang lemah daripada berhubungan dengan orang lain secara jujur dan dalam kadar yang
mendalam. Para Individu tersebut tidak akan didiagnosis memiliki gangguan kepribadian kecuali
jika pola perilaku tersebut berlangsung lama, pervasif, dan disfungsional. Sebagai contoh ketika
memasuki ruangan yang penuh orang dan tidak lama setelah itu terdengar tawa yang meledak,
Anda mungkin merasa menjadi sasaran semacam gurauan dan bahwa orang-orang tersebut sedang
membicarakan Anda. Kekhawatiran semacam itu menjadi simtom gangguan kepribadian paranoid
hanya jika timbul berulang kali dan secara intens serta menghambat berkembangnya hubungan
pribadi yang dekat.
Pada Bab ini membahas klasifikasi gangguan kepribadian dalam DSM kemudian berbagai
masalah yang berhubungan dengan klasifikasi tersebut. Selanjutnya, beralih ke pembahasan
mengenai gangguan kepribadian itu sendiri, teori dan penelitian mengenai etiologinya, dan
berbagai terapi untuk mengatasinya. Luasnya pembahasan tentang gangguan kepribadian tertentu
bervariasi tergantung pada seberapa banyak yang diketahui tentang gangguan tersebut. Contohnya
sangat sedikit data empiris mengenai gangguan kepribadian histrionik, namun sangat banyak
literatur mengenai gangguan kepribadian antisosial. [ Gangguan Kepribadian yang berbeda ]
akan…menciptakan berbagai cara yang kontras dalam memandang dan menghadapi [ suatu
gangguan Aksis I pada individu ]- nya. Karena alasan tersebut kami yakin bahwa ahli klinis
harus berorientasi pada “ konteks kepribadian “ ketika mereka menghadapi…semua bentuk
gangguan psikiatrik [ Aksis I ]. ( 1996, hlm.vii ).
PEMBAHASAN
KLASIFIKASI GANGGUAN KEPRIBADIAN: Kelompok, Kategori, dan Masalah

Masalah besar terkait ketegori gangguan kepribadian adalah komordibitas dengan gangguan
Aksis I dan dengan gangguan kepribadian lain. Sering kali sulit untuk mendiagnosis satu
gangguan kepribadian spesifik karena banyak orang yang mengalami gangguan menunjukkan
karakteristik yang sangat luas sehingga dapat ditetapkan beberapa diagnosis sekaligus.

Kriteria Gangguan Paranoid dalam DSM-IV-TR


Terdapat empat atau lebih dari ciri-ciri berikut ini tidak muncul secara ekskludif dalam perjalanan
penyakit skizofrenia, depresi psikotik, atau sebagai bagian dari gangguan perkembangan pervasif
juga tidak disebabkan oleh kondisi medis umum:
 Kecurigaan yang bersifat pervasi bahwa dirinya sedang dicelakai, dikhianati,
dieksploitasi.
 Keraguan yang tidak mendasar terhadap kesetiaan teman-teman atau para rekanan dan
bahwa mereka dapat dipercaya.
 Enggan mempercayai orang lain karena kriteria di atas.
 Memberikan makna tersendiri terhadap berbagai tindakan orang lain yang tidak
mengandung maksud apapun.
 Mendendam atas berbagai hal yang dianggapnya sebagai kesalahan.
 Reaksi berupa kemarahan terhadap apa yang dianggapnya sebagai serangan terhadap
karakter atau reputasi.
 Sama dengan dua kriteria, pertama kecurigaan yang tidak berdasar terhadap kesetiaan
pasangan hidupnya atau pasangan seksual lain.

Gangguan kepribadian digolongkan menjadi tiga kelompok dalam DSM-IV-TR berikut:


1. Para individu dalam kelompok A ( paranoid, skizoid, dan skizotipal ) adalah individu
yang aneh dan eksentrik.
2. Mereka yang berada dalam kelompok B ( antisosial, ambang, histrionik, dan narsistik )
adalah individu yang dramatis, emosional atau eratik.
3. Mereka yang berada dalam kelompok C ( menghindar, dependen, dan obsesif-kompulsif )
adalah individu yang pencemas dan ketakutan.
Kelompok Aneh atau Eksentrik
Kelompok aneh atau eksentrik terdiri dari tiga diagnosis-gangguan kepribadian paranoid, skizoid,
dan skizotipal. Simtom-simtom skizofrenia, terutama dengan simtom ringan dalam fase
prodormal dan residual.

Gangguan Kepribadian Paranoid


Individu yang mengalami gangguan kepribadian paranoid selalu mencurigai orang lain.
Sering kali kasar dan bereaksi dengan kemarahan terhadap apa yang mereka anggap sebagai
penghinaan,enggan menyalahkan orang lain dan cenderung menyalahkan mereka serta
menyimpan dendam meskipun bila ia sendiri juga salah,mereka sangat pencemburu dan tanpa
alasan dapat mempertanyakan kesetiaan pasangan atau kekasih mereka. Para pasien yang
mengalami gangguan kepribadian paranoid dipenuhi keraguan yang tidak beralasan terhadap
kesetiaan orang lain tersebut tidak dapat dipercaya. Gangguan kepribadian paranoid biasanya
paling banyak terjadi pada kaum laki-laki.

Gangguan Kepribadian Skizoid


Pasien yang mengalami gangguan kepribadian skizoid tidak menginginkan atau
menikmati hubungan sosial dan biasanya tidak memiliki teman akrab. Mereka tampak tumpul,
datar, dan menyendiri serta tidak mempunyai perasaan hangat serta tulus kepada orang lain.
Mereka jarang memiliki emosi kuat, tidak tertarik pada hubungan seks, dan hanya mengalami
sedikit aktivitas yang menyenangkan, Bersikap masa bodoh terhadap pujian, kritikan dan
perasaan orang lain. Individu yang mengalami gangguan ini adalah seorang penyendiri dan
menyukai berbagai aktivitas yang dilakukan dalam kesendirian.

Kriteria Gangguan Kepribadian Skizoid dalam DSM-IV-TR


Terdapat empat atau lebih dari ciri-ciri berikut ini dan tidak muncul secara eksklusif dalam
perjalanan penyakit skizofernia, depresi psikotik, atau sebagai bagian dari gangguan
perkembangan pervasif; juga tidak disebabkan oleh kondisi medis umum.
 Kurang berminat atau kurang menyukai hubungan dekat.
 Hampir secara eksklusif menyukai kesendirian.
 Kurangnya minat untuk berhubungan seks.
 Hanya sedikit, jika ada, mengalami kesenangan.
 Kurang memiliki teman.
 Bersikap masa bodoh terhadap pujian atau kritik dari orang lain.
 Afek datar, ketidaklekatan emosional.

Gangguan Kepribadian Skizotipal


Para pasien yang mengalami gangguan kepribadian skizotipal biasanya memiliki kesulitan dalam
hubungan interpersonal yang terjadi dalam kepribadian skizoid dan kecemasan sosial yang
berlebihan yang tidak berkurang setelah mereka mengenal orang-orang disekitarnya. Beberapa
simtom tambahan yang lebih eksentrik terjadi dalam gangguan kepribadian skizotipal. Simtom-
simtom tersebut pada intinya adalah simtom-simtom yang menandai fase prodormal dan residual
skizofrenia.

Kriteria Gangguan Kepribadian Skizotipa dalam DSM-IV-TR


Terdapat lima atau lebih dari ciri-ciri berikut ini dan tidak muncul secara ekslusif dalam
perjalanan penyakit skizofrenia, depresi psikotik, atau sebagai bagian dari gangguan
perkembangan pervasif:
 Ideas of reference.
 Keyakinan yang aneh atau pemikiran magis, percaya terhadap persepsi ekstra indrawi.
 Persepsi yang tidak biasa, keyakinan yang menyimpang tentang tubuhnya.
 Pola bicara yang aneh.
 Kecurigaan yang ekstrem, paranoia.
 Afek yang tidak sesuai.
 Perilaku atau penampilan yang aneh.
 Kurang memiliki teman akrab.
 Rasa tidak nyaman yang ekstrem atau kadang kecemasan yang ekstrem bila berada di
antara orang lain.
Masalah penting dalam diagnosis gangguan kepribadian skizotipal adalah komorbiditasnya
dengan gangguan kepribadian lain. Morey (1998) menemukan bahwa 33 persen orang yang
didiagnosis berkepribadian skizotipal berdasarkan kriteria DSM-III-R juga memenuhi kriteria
diagnostik gangguan kepribadian narsistik, 59 persen memenuhi kriteria diagnostik gangguan
kepribadian menghindar, 59 persen memenuhi kriteria diagnostik gangguan kepribadian paranoid,
dan 44 persen memenuhi kriteria diagnostik gangguan kepribadian skizoid.

Kelompok Dramatik atau Eratik


Diagnosis dalam kelompok dramatik atau eratik―gangguan kepribadian ambang, histrionik,
narsistik, dan antisosial―ditegakkan bagi para pasien yang mengalami simtom-simtom yang
sangat bervariasi, mulai dari perilaku yang sangat variabel hingga harga diri yang melambung,
ekspresi emosional yang berlebihan, dan perlaku antisosial.

Gangguan Kepribadian Ambang


Kriteria Gangguan Kepribadian Ambang dalam DSM-IV-TR
Terdapat lima atau lebih dari kriteria di bawah ini:
 Berupaya keras untuk mencegah agar tidak diabaikan, terlepas dari benar-benar diabaikan
atau hanya dalam bayangannya.
 Ketidakstabilan dan intensitas ekstrem dalam hubungan interpersonal, ditandai dengan
perpecahan, yaitu mengidealkan orang lain dalam satu waktu dan beberapa waktu
kemudian menistakannya.
 Rasa diri ( sense of self ) yang tidak stabil,
 Perilaku Impulsif, termasuk sangat boros dan perilaku seksual yang tidak pantas.
 Perilaku bunuh diri ( baik hanya berupa sinyal maupun sungguh-sungguh mencoba ) dan
mutilasi diri yang berulang.
 Kelabilan emosional yang ekstrem.
 Perasaan kosong yang kronis.
 Sangat sulit mengendalikan kemarahan.
 Pikiran paranoid dan simtom-simtom disosiatif yang dipicu oleh stres.
Gangguan kepribadian ambang umumnya bermula pada masa remaja atau dewasa awal,
dengan prevalensi sekitar 1 persen, dan lebih banyak terjadi pada perempuan dibanding pada laki-
laki (Swartz dkk,1990;Torgersen, Kringlen, & Cramer, 2001). Prognosisnya buruk: dalam
pemantauan selama 7 tahun, sekitar 50 persen dari sampel masih mengalami gangguan tersebut
(Links, Heslegraves, & van reeken,1998). Para pasien ambang memiliki kemungkinan lebih besar
dari rata-rata untuk mengalami gangguan mood (Zanarini dkk,1998), dan orang tua mereka
memiliki kemungkinan paling besar dari rata-rata untuk mengalami gangguan mood (Shachnow-
dkk,1997). Juga ditemukan komordibitas dengan penyalahgunaan zat, PTSD, dan gangguan
makan serta gangguan kepribadian dalam kelompok aneh atau eksentrik (Skodol, Oldham, &
Gallaher,1999;Trull dkk,2000;Zanarini dkk,1998). Para teoris objek-hubungan mengemukakan
hipotesis bahwa orang bereaksi terhadap dunia melalui perspektif orang-orang dimasa lalu
mereka, terutama orang tua atau pengasuh utama. Kadang perspektif tersebut bertentangan
dengan harapan dan minat orang yang bersangkutan. Teoris objek-hubungan yang terkemuka
adalah Otto Kernberg, yang telah sangat banyak menulis tentang kepribadian ambang. Kernberg
(1985) berpendapat bahwa pengalaman masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan. Contohnya,
memiliki orang tua yang memberikan kasih sayang dan perhatian secara tidak konsisten, mungkin
memberikan pujian atas prestasi, namun tidak mampu memberikan dukungan emosional dan
kehangatan sehingga menyebabkan anak-anak mengembangkan ego yang tidak merasa aman,
sebuah ciri utama gangguan kepribadian ambang. Meskipun orang-orang yang mengalami
gangguan kepribadian ambang memiliki ego yang lemah dan membutuhkan dukungan secara
terus menerus, mereka tetap memiliki kemampuan untuk mengurealitas.
Teori Diathesis-Stres linehan. Linehan berpendapat bahwa gangguan kepribadian ambang
terjadi bila orang yang memiliki diathesis biologis (kemungkinan genetic ) berupa kesulitan
mengendalikan emosi dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang menginvalidasi, yaitu suatu
diathesis yang disebutnya disregulasi emosional dapat berinteraksi dengan berbagai pengalaman
yang menginvalidasi si anak yang sedang berkembang mendorong berkembangnya kepribadian
ambang.Lingkungan yang menginvalidasi adalah lingkungan dimana keinginan dan perasaan
seseorang tidak dipertimbangkan dan tidak dihargai. Berbagai upaya untuk mengomunikasikan
perasaan tidak terima atau bahkan dihukum. Bentuk invalidasi ekstrem adalah penyiksaan anak,
seksual dan non-seksual.
Gangguan kepribadian histrionik
Diagnosis kepribadian histrionik, yang sebelumnya disebut kepribadian histerikal
ditegakkan bagi orang-orang yang terlalu dramatis dan mencari perhatian. Mereka sering kali
menggunakan cirri-ciri penampilan fisik seperti pakaian yang tidak umum, rias wajah, atau warna
rambut untuk menarik perhatian orang kepada mereka. Para individu tersebut, meskipun
menunjukan emosi secara berlebihan, diperkirakan memiliki kedangkalan emosi. Mereka
berpusat pada diri sendiri, terlalu memedulikan daya tarik fisik mereka, dan merasa tidak nyaman
bila tidak menjadi pusat perhatian. Mereka dapat sangat provokatif dan tidak senonoh secara
seksual tanpa memedulikan kepantasan dan mudah dipengaruhi orang lain. Bicaranya ekstrem
terhadap kritk, telah divalidasi dalam berbagai studi empiris sebagai aspek-aspek gangguan
kepribadian narsistik (Ronningstan & Gunderson, 1990). Prevalensi gangguan ini kurang dari 1
persen. Gangguan ini paling sering dialami bersama dengan gangguan kepribadian ambang
(Morey, 1998).

Etiologi gangguan kepribadian narsistik. Diagnosis gangguan kepribadian narsistik bermula


dalam berbagai artikel psikoanalisis modern. Banyak ahli klinis yang berorientasi psikoanalisis
menganggapnya sebagai produk era dan system masa kini. Orang yang mengalami gangguan ini
dari luar tampak memiliki perasaan luar biasa akan pentingnya dirinya, sepenuhnya terserap
kedalam dirinya sendiri, dan fantasi tentang keberhasilan tanpa batas, namun demikian diteorikan,
karekteristik tersebut merupakan topeng bagi harga dirinya yang sangat rapuh.

Gangguan Kepribadian Antisosial dan Psikopatik


Criteria gangguan kepribadian Anti social dalam DSM-IV-TR
Pola pervasive dalam hal tidak menghargai hak orang lain sejak berusia 15 tahun dan sekurang-
kurangnya tiga karakteristik abtara 1 hingga 7 ditambah 8 hingga 10:
1. Berulang kali melanggar hokum
2. Menipu, berbohong
3. Impulsivitas
4. Mudah tersinggung dan agresif
5. Tidak memedulikan keselamatan diri sendiri dan orang lain
6. Tidak bertanggung jawab seperti terlihat dalam riwayat pekerjaan yang tidak reliable atau
tidak memenuhi tanggung jawab keuangan.
7. Kurang memiliki rasa penyesalan
8. Berusia minimal 18 tahun
9. Terdapat bukti mengenai gangguan tingkah laku sebelum berusia 15 tahun.
10. Perilaku antisocial yang tidak terjadi secara ekslusif dalam episode skizofrenia atau
mania.

Karakteristik Psikopati
Konsep psikopati berkaitan erat dengan berbagai arti, Hervey Cleckey dan buku klasiknya
The Mask of Sanity (1976). Berdasarkan pengalaman klinisnya yang sangat banyak, Cleckey
memformulasikan serangkaian criteria yang digunakan untuk mengidentifikasi gangguan tersebut.
Tidak seperti criteria gangguan kepribadian anti social dalam DSM, criteria psikopati yang
disusun Cleckley tidak banyak merujuk ke perilaku antisocial itu sendiri dan tidak banyak ke
pikiran dan perasaan individu psikopatik.
Salah satu karakteristik utama psikopati adalah kemiskinan emosi, baik positif maupun
negative. Orang-orang psikopatik tidak memiliki rasa malu, bahkan peran mereka tampak positif
terhadap orang lain hanyalah kepura-puraan. Penampilan Psikopat sangat menawan dan
memanipulasi orang lain untuk memberikan keuntungan pribadi. Kadar kecemasan yang rendah
membuat psikopat tidak mungkin belajar dari kesalahannya, kurangnya emosi positif mendorong
mereka berperilaku secara tidak bertanggung jawab dan sering kali secara kejam kepada orang
lain.
Berdasarkan kajian literature, bahwa kurangnya afeksi dan penolakan berat oleh orang tua
merupakan penyebab utama perilaku psikopatik. Beberapa studi lain menghubungkan perilaku
psikopatik dengan tidak konsistennya orang tua dalam mendisiplinkan anak-anak mereka dan
dalam mengajarkan tanggung jawab terhadap orang lain, penyiksaan fisik, dan kehilangan orang
tua (marshall & Cooke, 1999; Johnson dkk, 1999). Lebih jauh lagi, ayah para psikopat
kemungkinan memiliki perilaku antisocial.
Psikopat memiliki reaksi yang berbeda dengan sebagian besar diantara kita. Secara khusus,
mereka hanya memiliki sedikit kecemasan, sehingga kecemasan hanya memberikan sedikit efek
penghambat da;am perilaku antisocial mereka. Perlakuan mereka yang semena-mena kepada
orang lain juga dapat dikaitkan dengan kurangnya empati yang mereka miliki. Karena psikopat
kurang mampu menggunakan ingormasi kontekstual dan membuat perencanaan. Perilaku mereka
menjadi impulsive. Hal itu kemungkinan merupakan penyebab psikopat bertingkah laku salah
tanpa menyesal dan mencari kesenangan tanpa menghargai berbagai aturan masyarakat.

Kelompok Pencemas/Ketakutan
Kelompok ini terdiri dari tiga gangguan kepribadian:
1. Gangguan kepribadian menghindar (avoidant personality disonder) ditegakkan bagi
orang-orang yang merasa takut dalam situasi social
2. Gangguan kepribadian dependen (dependent personality disorder) merujuk pada mereka
yang kurang memiliki kemandirian dan terlalu bergantung pada orang lain.
3. Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif (obsessive –compulsive personality disorders)
ditegakan bago mereka yang memiliki pendekatan perfeksionistik terhadap
kehidupannya.

1. Gangguan Kepribadian Menghindar


Criteria gangguan kepribadian menghindar dalam DSM-IV-TR terdapat minimal empat
dari cirri berikut ini:
 Menghindari kontak interpersonal karena takut terhadap kritikan atau penolakan
 Keengganan untuk menjalin hubungan dengan orang lain kecuali dirinya pasti akan
disukai
 Membatasi diri dalam hubungan intim karena takut dipermalukan atau diperolok
 Penuh kekhawatiran akan dikritik atau ditolak
 Merasa tidak adekuat
 Merasa rendah diri
 Keengganan ekstrem untuk mencoba hal-hal baru karena takut dipermalukan.
Gangguan kepribadian menghindar dan fobia social berhubungan dengan suatu syndrome
yang terjadi di Jepang, yang disebut “taijin kyoufu “ (taijin berarti “interpersonal” dan kyoufu
berarti “takut” seperti halnya dengan gangguan kepribadian menghindar dan fobia social, mereka
yang mengalami taijin kyoufu terlalu sensitive dan menghindari kontak interpersonal. Namun apa
yang mereka takutkan agak berbeda dengan ketakutan yang biasa terdapat pada mereka yang
menderita gangguan berdasarkan DSM. Para pasien yang mengalami taijin kyoufu cenderung
merasa gugup atau malu mengenai dampak yang mereka timbulkan pada orang lain atau
bagaimana diri mereka di mata orang lain, contohnya takut bahwa wajah mereka buruk atau
memiliki bau badan (Ono dkk, 1996).

2. Gangguan Kepribadian Dependen


Criteria gangguan kepribadian Dependen dalam DSM –IV-TR. Terdapat minimal lima
dari ciri dibawah ini:
 Sulit mengambil keputusan tanpa saran dan dukungan berlebihan dari orang lain
 Membutuhkan orang lain untuk mengambil tanggung jawab atas sebagian besar aspek
kehidupannya yang utama
 Sulit tidak menyetujui orang lain, karena takut kehilangan dukungan mereka
 Sulit melakukan segala sesuatu sendiri, karena kurangnya rasa percaya diri.
 Merasa tidak berdaya bila sendiri karena kurangnya rasa percaya diri terhadap
kemampuannya untuk menangani segala sesuatu tanpa intervensi orang lain.
 Berupaya untuk segera mungkin menjalin hubungan baru bila hubungan yang dimilikinya
saat ini berakhir.
 Dipenuhi ketakutan bila harus mengurus diri sendiri.

3. Gangguan Kepribadian Obsesif-Kompulsif


Criteria gangguan kepribadian obsesif-kompulsif dalam DSM-IV-TR. Terdapat minimal
empat dari cirri berikut ini:
 Terfokus secara berlebihan pada aturan dan detail hingga poin utama suatu aktivitas
terabaikan
 Perfeksionisme ekstrem hingga tingkat yang membuat berbagai proyek jarang
terselesaikan
 Pengabdian berlebihan pada pekerjaan sehingga mengabaikan kesenangan dan
persahabatan
 Tidak fleksibel tentang moral
 Sulit membuang benda-benda yang tidak berarti
 Enggan mendelegasikan kecuali jika orang lain dapat memenuhi standarnya
 Kikir
 Rigid dan keras kepala

Terapi Gangguan Kepribadian


Penting untuk diingat bahwa seorang terapis yang menamgani pasien gangguan
kepribadian umumnya juga mempertimbangkan gangguan Aksis 1. Memang, sebagian besar
pasien dengan gangguan kepribadian menjalani penanganan karena gangguan Aksis 1, bukan
karena gangguan kepribadian. Contohnya, seseorang yang mengalami gangguan kepribadian
antisocial kemungkinan memiliki masalah penyalahgunaan zat, seseorang yang mengalami
gangguan kepribadian menghindar dapat menjalani penanganan karena menderita fobia social,
dan pasien dengan gangguan kepribadian obsesif-kompulsif dapat diterapi karena depresi. Dalam
hubungan ini, dapat dikatakan bahwa para pasien yang mengalami gangguan Aksis 1 dan
gangguan kepribadian biasanya tidak mengalami perbaikan kondisi sebesar pasien yang hanya
mengalami gangguan Aksia 1 setelah ditangani dengan berbagai macam psikoterapi(Reich &
Vasile,1993; Chrits-Christoph &Baber, 2002). Penyebabnya tampaknya cukup jelas. Orang-orang
yang mengalami gangguan pada kedua Aksis kondisinya lebih parah dibanding mereka yang
hanya mengalami gangguan Aksis 1 sehingga membutuhkan terapi yang lebih intensif (karena
gangguan kepribadian terjadi dalam waktu lama) dan lebih ekstensif (yaitu, difokuskan pada
banyak masalah psikologis).
Para terapis psikodinamika menetapkan tujuan untuk mengubah pandangan pasien
terhadap berbagai masalah pasien pada masa kanak-kanak yang di asumsikan mendasari
gangguan perilaku. Para terapis behavioral dan kognitif sesuai dengan focus mereka pada situasi
dan bukan pada karakteristik, tidak banyak mengemukakan pendapat hingga dewasa ini tentang
penanganan spesifik untuk gangguan kepribadian yang tercantum dalam DSM (Howes & Vallis,
1996). Para terapis tersebut cenderung menganalisis berbagai masalah individual yang secara
bersama-sama membentuk gangguan kepribadian. Contohnya seseorang yang didiagnosis
memiliki kepribadian paranoid atau menghindar sangat sensitive terhadap kritik.

Terapi Kepribadian Ambang


Apa pun model intervensinya, satu hal yang pasti adalah: hanya sedikit pasien yang
memberikan tantangan lebih besar terhadap penanganan dibanding mereka yang mengalami
gangguan kepribadian ambang dengan orang lain juga terjadi ruang konsultasi. (dalam istilah
psikoanalisa perasaan perasaan yang dialami terapis disebut kontra transferensi).
Psikoterapi Objek hubungannya, sebagaimana disebutkan sebelumnya, objek teori hubungan
memfokuskan pada acara anak-anak mengidentifikasi diri dengan orang lain yang memiliki
kelekatan emosi kuat dengan mereka, sebagaimana disebutkan sebelumnya, Kernberg (1985)
bekerja berdasarkan asumsi dasar bahwa orang-orang yang berkepribadian ambang memiliki ego
yang lemah sehingga sulit untuk menoleransi pertanyaan mendalam yang diajukan dalam
penanganan psikoanalisis.
Terapi perilaku Dialektikal (Dialectical Behavior therapi-DBT), sebuah pendekatan yang
mengkombinasikan empati dan penerimaan yang terpusat pada klien dengan penyelesaian
masalah kognitif behavioral dan pelatihan keterampilan sosial diperkenalkan oleh Marsha
Linehan (1987), pendekatan yang disebutnya terapi periaku dialektikal memiliki tiga tujuan
menyeluruh bagi para individu ambang :
1. mengajari mereka untuk mengubah dan mengendalikan emosionalitas dan perilaku ekstrem
mereka;
2. Mengajari mereka untuk menoleransi perasaan tertekan;
3. Membantu mereka mempercayai pikiran dan emosi mereka sendiri.

Mengapa linehan menggunakan kata dialektikal dalam menggambarkan terapinya? Konsep


dialektikal dari filsup Jerman.
Hegel (1770-1831). Dalam kontek ini cukup bagi kita untuk mengetahui bahwa dialektika
merupakan suatu pandangan terhadap dunia yang menyatakan realitas adalah hasil ketegangan
konsan antara dua hal yang bertentangan.
Linehan menggunakan istilah dialektikal untuk menggambarkan posisi yang tampak bertentangan
yang harus diambil terapis terhadap pasien ambang, menerima pasien sebagaimana adanya
sekaligus membantunya untuk berubah, linehan juga menggunakan isltilah tersebut untuk
merujuk kesadaran pasien ambang bahwa ia tidak perlu membelah dunia menjadi hitam dan
putih, namun dapat mencapai sintesis dari dua hal yang bertentangan.

Terapi Untuk Psikopati


Sebagian besar ahli dari berbagai orientasi teoritis selama bertahun- tahun menyatakan
bahwa tidak ada gunanya mengubah karakteristik psikopat yang semena-mena dan tanpa
penyelesaian (Cleckley,1976; Gacono dkk, 2001; McCord & McCo, 1964; Palmer, 1984).
Seorang ahli klinis yang berpengalaman menangani psikopat mengusulkan tiga prinsip utama
bagi para terapis yang menangani pasien ini.
Pertama, terapis harus selalu waspada berkaitan dengan manipulasi yang mungkin dilakukan
pasien. Kedua, ia harus berasumsi, hingga tidak terbukti tidak benar, bahwa informasi yang
diberikan padanya oleh pasien mengandung distorsi dan direkayasa. Ketiga, ia harus mamahami
bahwa kerjasama terjalin, jika ada dengan amat sangat lambat setiap hubungan terapeutik
dengan seorang psikopat. (Lion,1978, hal 286).
Banyak psikopat yang dipenjara untuk beberapa lama karena melakukan tindak kejahatan,
dan hasil-hasil rehabilitasi dengan pemenjaraan yang tidak menggembirakan sebagian dapat
disebabkan oleh sangat sulitnya mengubah perilaku psikopatik. Sebagaimana berulangkali
disampaikan oleh kriminolog, sistem penjara kita tampaknya lebih berfungsi sebagai sekolah
kriminalitas daripada sebagai tempat dimana para penjahat, dan psikopat, dapat direhabilitasi.
Sebuah argumen menarik yang mendukung pemenjaraan adalah psikopat seringkali menjadi
tenang pada usia separuh baya dan seterusnya (Craft,1969). Apakah melalui perubahan biologis,
insight pamungkas atas karakteristik mereka yang merusak diri sendiri, atau sekedar menjadi tua
dan tidak mampu melanjutkan cara-cara licik mereka yang bahkan sering kali kejam, banyak
psikopat menjadi kurang berbahaya seiring memasuki 40 tahun. Dengan demikian, penjara
melindungi terapi. Alasan utama ketidakcocokan untuk menjalani psikoterapi adalah mereka tidak
mampu dan tidak termotivasi untuk membangun segala bentuk hubungan saling percaya dan jujur
dengan terapis. Orang-orang yang berbohong hampir tanpa sadar, yang hampir tanpa peduli
dengan perasaan orang lain, bahka lebih tidak memahami perasaan mereka sendiri; yang tanpak
tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan secara moral salah; yang kurang memiliki
motivasi untuk mematuhi aturan dan moral masyarakat; dan yang yang hanya hidup untuk saat
ini, tidak khawatir tentang masa depan, secara keseluruhan, adalah kandidat yang sangat buruk
untuk menjalani terapi.
Seorang ahli klinis yang berpengalaman menangani psikopat mengusulkan tiga prinsip
utama bagi para terapis yang menangani pasien ini.
Pertama, terapis harus selalu waspada berkaitan dengan manipulasi yang mungkin dilakukan
pasien. Kedua, ia harus berasumsi, hingga tidak terbukti tidak benar, bahwa informasi yang
diberikan padanya oleh pasien mengandung distorsi dan direkayasa. Ketiga, ia harus mamahami
bahwa kerjasama terjalin, jika ada dengan amat sangat lambat setiap hubungan terapeutik
dengan seorang psikopat. (Lion,1978, hal 286).

Pandangan pesimistik tersebut baru-baru ini mendapat tantangan dari sebuah meta analis
komprehensif terhadap 42 studi mengenai pananganan psikososial bagi psikopat (Salekin,2002).
Meskipun berbagai studi tersebut memiliki banyak masalah metodologis, 17 studi yang
melibatkan 88 individu psikopatik menemukan bahwa psikoterapi psikoanalitik sangat membantu
dalam bidang-bidang seperti hubungan interpersonal yang lebih baik, meningkatnya kemampuan
untuk merasa menyesal dan empati, lebih sedikit berbohong, dibebaskan dari hukuman
percobaan, dan mempertahankan pekerjaan.Efek terapeutik positif yang sama ditemukan dalam
lima studi yang menggunakan teknik behavioral kognitif terhadap 246 psikopat. Semakin muda
usia pasien, semakin baik manfaat yang diperoleh dari terapi. Agar sepenuhnya epektif,
penanganan harus cukup intensif, yaitu, empat kali seminggu selama minimal satu tahun, suatu
dosisi penanganan psikososial yang sangat tinggi apapun orientasi teoritis si terapis.
Ini merupakan temuan yang sangat positif mengingat adanya keyakinan luas bahwa
psikopatik pada dasarnya tidak dapat di tangani. Dan meskipun demikian, seoptimis salekin
tentang berbagai upaya pananganan bagi psikopat di masa kini dan masa yang akan mendatang,
kami menganggap perlu untuk mencatat komentar peringatannya dibagian akhir artikelnya:
“...penelitian perlu melakukan beberapa upaya untuk mengetahui apakah para klien tersebut
“memalsukan kebaikan” dalam berbagai studi mengenai penanganan atau apakah perubahan
tersebut sungguh-sungguh terjadi” (hlm.144).
Banyak psikopat yang dipenjara untuk beberapa lama karena melakukan tindak kejahatan, dan
hasil-hasil rehabilitasi dengan pemenjaraan yang tidak menggembirakan sebagian dapat
disebabkan oleh sangat sulitnya mengubah perilaku psikopatik. Sebagaimana berulangkali
disampaikan oleh kriminolog, sistem penjara kita tampaknya lebih berfungsi sebagai sekolah
kriminalitas daripada sebagai tempat dimana para penjahat, dan psikopat, dapat direhabilitasi.
Sebuah argumen menarik yang mendukung pemenjaraan adalah psikopat seringkali
menjadi tenang pada usia separuh baya dan seterusnya (Craft,1969). Apakah melalui perubahan
biologis, insight pamungkas atas karakteristik mereka yang merusak diri sendiri, atau sekedar
menjadi tua dan tidak mampu melanjutkan cara-cara licik mereka yang bahkan sering kali kejam,
banyak psikopat menjadi kurang berbahaya seiring memasuki 40 tahun.Dengan demikian, penjara
melindungi masyarakat dari perilaku antisosial aktif, dengan masa pembebasan yang dianggap
lebih beralasan ketika narapidana tersebut memasuki tahap kehidupan dimana ekses-ekses
gangguan tersebut lebih sedikit.

KESIMPULAN
 Dikelompokkan pada Aksis II dalam DSM-IV-TR, gangguan kepribadian didefinisikan
sebagai pola perilaku dan pengalaman dalam diri yang bertahan lama, yang mengganggu
keberfungsian sosial dan pekerjaan. Gangguan tersebut biasanya didiagnosis bersama
dengan gangguan Aksis I seperti depresi dan gangguan anxietas. Diagnosis-diagnosis
tersebut sangat tumpang tindih, dan seseorang biasa memenuhi kriteria lebih dari satu
diagnostik. Komordibitas yang tinggi tersebut, ditambah dengan fakta bahwa gangguan
kepribadian dianggap sebagai sisi ekstrem karakteristik kepribadian yang terdistribusi
secara berkesinambungan, telah mendorong usulan pengembangan suatu cara
dimensional daripada ketegorikal untuk mengklasifikasi gangguan-gangguan tersebut.
 Gangguan kepribadian digolongkan menjadi tiga kelompok dalam DSM-IV-TR:aneh atau
eksentrik, dramatik atau eratik, dan pencemas atau ketakutan.
 Diagnosis spesifik dalam kelompok aneh atau eksentrik mencakup paranoid,skizoid, dan
skizotipal. Beberapa gangguan ini dianggap sebagai varian skizofrenia yang tidak terlalu
parah. Penelitian genetika perilaku cukup mendukung asumsi ini, terutama dalam
gangguan kepribadian skizotipal.
 Kelompok dramatik atau eratik mencakup gangguan kepribadian ambang, histrionik,
narsistik, dan antisosial. Simtom utama gangguan kepribadian ambang adalah emosi dan
perilaku yang tidak stabil dan sangat berubah-ubah, gangguan kepribadian histrionik,
ekspresi emosional yang berlebihan dan gangguan kepribadian narsistik, harga diri yang
melambung tinggi. Gangguan kepribadian antisosial dan psikopati menekankan pada
emosionalitas yang rendah seperti kurangnya rasa takut,penyelasan,rasa bersalah,atau
rasa malu.
 Berbagai teori mengenai etiologi gangguan ambang,histrionik,dan narsistik
memfokuskan pada hungan orang tua anak dimasa kecil. Teori kognitif behaviorial yang
dikemukakan Linehan mengenai gangguan kepribadian ambang memfokuskan pada
hubungan antara rendahnya pengaturan emosi dan lingkungan keluarga yang
menginvalidas.
 Berbagai studi genetik menunjukkan bahwa predisposisi gangguan kepribadian antisosial
diturunkan secara genetik. Seperti dalam etiologi psikopati, penelitian mengindikasikan
bahwa para psikopat cenderung memiliki ayah yang antisosial dan tidak adanya disiplin
atau disiplin yang tidak konsisten dimasa anak-anak mereka. Meskipun
demikian,masalah utama psikopat mungkin adalah ancaman hukum tidak menghambat
mereka untuk melakukan tindakan antisosial. Kurangnya empati juga dapat menjadi
faktor dalam perlakuan semena-mena psikopat kepada orang lain.
 Kelompok pencemas atau ketakutan mencakup gangguan kepribadian
menghindar,dependen dan obsesif-kompulsif. Simtom utama gangguan kepribadian
menghindar adalah rasa takut terhadap penolakan atau kritik;gangguan kepribadian
dependen,rendahnya kepercayaan diri dan gangguan kepribadian obsesif-kompulsif,gaya
perfeksionistik dan berorientasi pada detail.
 Berbagai teori etiologi kelompok pencemas atau ketakutan memfokuskan pada
pengalaman masa kecil. Gangguan kepribadian menghindar dapat diakibatkan oleh
menularnya rasa takut yang dialami orang tua ke anak melalui pro modeling. Kepribadian
dependen dapat disebabkan oleh terganggunya hubungan orangtua anak, karena
perpisahan yang membuat orang yang bersangkutan merasa takut kehilangan.
 Meskipun penanganan psikodinamika, behavioral dan kognitif dan farmakologis
digunakan untuk menangani gangguan kepribadian,hanya sedikit yang diketahui
mengenai efektifitasnya. Meskipun demikian, terdapat beberapa bukti yang menjanjikan
perilaku dialektikal bagi gangguan kepribadian ambang. Pendekatan ini
mengombinasikan penerimaan yang berpusat pada klien dengan fokus kognitif behavioral
untuk menghasilkan perubahan spesifik dalam pikiran,emosi,perilaku. Penelitian baru-
baru ini menunjukkan bahwa psikopati sekalipun,yang sering dianggap hampir tidak bisa
ditangani.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

BAB II PEMBAHASAN

BAB III KESIMPULAN

You might also like