You are on page 1of 2

Fagositosis

Fagositosis adalah suatu mekanisme pertahanan yang dilakukan oleh sel-sel fagosit, dengan jalan mencerna
mikroorganisme/partikel asing hingga menghancurkannya berkeping-keping. Sel fagosit ini terdiri dari 2 jenis, yaitu
fagosit mononuklear dan polimorfonuklear. Fagosit mononuklear contohnya adalah monosit (di darah) dan jika
bermigrasi ke jaringan menjadi makrofag. Contoh fagosit polimorfonuklear adalah granulosit, yaitu netrofil,
eusinofil, basofil dan cell mast (di jaringan). Supaya proses ini bisa terjadi, suatu mikroorgansime harus berjarak
dekat dengan sel fagositnya.
Proses fagositosis adalah sebagai berikut:
1. pengenalan (recognition), yaitu proses dimana mikroorganisme/partikel asing ‘terdeteksi’ oleh sel-sel
fagosit.
2. Pergerakan (chemotaxis); setelah suatu partikel mikroorganisme dikenali, maka sel fagosit akan bergerak
menuju partikel tersebut. Proses ini sebenarnya belum dapat dijelaskan, akan tetapi kemungkinan adalah
karena bakteri/mikroorganisme mengeluarkan semacam zat chemo-attract seperti kemokin yang dapat
‘memikat’ sel hidup seperti fagosit untuk menghampirinya.
3. Perlekatan (adhesion); setelah sel fagosit bergerak menuju partikel asing, partikel tersebut akan melekat
dengan reseptor pada membran sel fagosit. Proses ini akan dipemudah apabila mikroorganisme tersebut
berlekatan dengan mediator komplemen seperti opsonin yang dihasilkan komplemen C3b di dalam plasma
(opsonisasi).
4. Penelanan (ingestion); ketika partikel asing telah berikatan dengan reseptor di membran plasma sel
fagosit, seketika membran sel fagosit tersebut akan menyelubungi seluruh permukaan partikel asing dan
menelannya ‘hidup-hidup’ ke dalam sitoplasma. Sekali telan, partikel tersebut akan masuk ke sitoplasma
di dalam sebuah gelembung mirip vakuola yang disebut fagosom.
5. Pencernaan (digestion); fagosom yang berisi partikel asing di dalam sitoplasma sel fagosit, dengan segera
mengundang kedatangan lisosom. Lisosom yang berisi enzim-enzim penghancur seperti acid hydrolase
dan peroksidase, berfusi dengna fagosom membentuk fagolisosom. Enzim-enzim tersebut pun tumpah ke
dalam fagosom dan mencerna seluruh permukaan partikel asing hingga hancur berkeping-keping.
Sebagian epitop/ bagian dari partikel asing tersebut, akan berikatan dengan sebuah molekul kompleks
yang bertugas mempresentasikan epitop tersebut ke permukaan, molekul ini dikenal dengan MHC (major
histocompatibility complex) untuk dikenali oleh sistem imunitas spesifik.
6. Pengeluaran (releasing); produk sisa partikel asing yang tidak dicerna akan dikeluarkan oleh sel fagosit.
(gambar 1 – proses fagositosis)
Inflamasi
Inflamasi merupakan respon yang terjadi untuk melindungi tubuh dari penyebab kerusakan sel, seperti mikroba
atau toksin, dan konsekuensi dari kerusakan sel tersebut, seperti nekrosis sel atau jaringan. Respon inflamasi
terjadi pada jaringan ikat yang mempunyai pembuluh darah, dan melibatkan pembuluh darah, plasma dan sel-sel
dalam sirkulasi. Selain itu, inflamasi juga melibatkan matriks ekstra seluler di jaringan, seperti protein yang
berstruktur serat (kolagen dan elastin), molekul adhesi dan proteoglikan.
Sebenarnya, agak sulit membuat definisi tersendiri untuk inflamasi ini, akan tetapi yang jelas, proses inflamasi ini
adalah kumpulan dari 4 gejala sekaligus, yaitu dolor (nyeri), rubor (kemerahan), calor (panas) dan tumor
(bengkak). hal ini terjadi karena:
• dilatasi pembuluh darah setempat, menyebabkan aliran darah meningkat, menghasilkan rubor dan calor.
• peningkatan permeabilitas kapiler, menyebabkan cairan keluar dari sel dan pembuluh darah, begitu juga
dengan leukosit, terutama netrofil PMN, makrofag dan monosit, sehingga menghasilkan dolor dan tumor.
Proses inflamasi adalah sebagai berikut:
1. Signalling. Ketika mikroba masuk ke dalam jaringan yang berada di sekitar pembuluh darah, yang
pertama kali terangsang di jaringan adalah makrofag. Makrofag ini kemudian akan menegeluarkan
mediator inflamasi yaitu interleukin-1 (IL-1) dan tumour necrosis factor (TNF). Kedua molekul mediator ini
menginduksi sel endotel pembuluh darah untuk mengekspresikan molekul adhesi yaitu selectin-E (CD62E)
dan selectin-P. (sebenarnya, selain kedua jenis selectin ini, ada lagi jenis molekul adhesi yang
diekspresikan endotel yaitu Immunoglobulin superfamily, seperti ICAM dan VCAM). Molekul adhesi ini akan
menarik leukosit yang mengekspresikan molekul adhesinya yaitu selectin-L (CD62L) (Molekul adhesi
leukosit lain bisa berupa integrin LFA-1, Mac-1, dll). Ketika leukosit lewat di sekitar endotel yang
mengekspresikan selectin-E dan selectin-P ini, selectin-L di leukosit tersebut akan menimbulkan perlekatan
yang lemah dengan kedua molekul tersebut, sehingga leukosit perlahan akan melekat dengan endotel.
2. Rolling. Setelah terjadi perlekatan lemah antara leukosit dan endotel, perlahan-lahan ikatan ini menjadi
kuat dan semakin kuat. Bahkan aliran darah tidak dapat melepaskan ikatan ini. Leukosit pun akan
menggelinding di sepanjang endotel pembuluh darah. Perlekatan antara leukosit dan endotel menjadi
semakin kuat karena aktivasi oleh faktor kemotaktik seperti leukotrin B4,platelet activating factor dean
Interleukin-8 dengan cara kerja meningkatkan afinitas molekul adhesi leukosit untuk molekul adhesi
endotel.
3. Emigrasi. Setelah terjadi perlekatan yang lebih kuat antara leukosit dengan endotel, sel leukosit pun
berhenti menggelinding. Seketika, leukosit menembus dinding endotel tersebut dengan proses diapedesis
melalui celah antar sel endotel.
4. Kemotaksis. Ketika sel leukosit (berupa granulosit seperti netrofil dan eosinofil) telah bermigrasi ke
ekstrasel dari pembuluh darah, ia akan bergerak ke arah jaringan yang diserang oleh mikroba tadi karena
terangsang oleh zat chemo-attract tertentu yang dihasilkan oleh mikroba (sama seperti pengenalan sel di
proses fagositosis).
5. Fagositosis. Ketika sel leukosit telah bertemu dengan mikroba penyebab kerusakan sel tersebut, ia akan
memfagositnya. Produk dari fagositosis akan menghasilkan bermacam eksudat sehingga jaringan di
sekitar area tersebut akan membengkak. Bisa juga apabila leukosit tersebut mati, ia akan berubah
menjadi abses atau nanah.
6. Penglepasan Mediator Inflamasi. Sel leukosit yang telah bermigrasi ke jaringan akan berubah fungsi
menjadi sel mast. Granul-granul di dalam sel mast segera dilepaskan ke area sekitar. Granul tersebut
mengandung zat-zat mediator inflamasi (cell derived mediator), contohnya adalah histamin dan serotonin.
Keduanya akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan meningkatkan permeabilitas vaskuler supaya
leukosit mudah bermigrasi ke area tersebut. Selain dua contoh mediator di atas, ada lagi zat mediator
inflamasi lainnya yaitu plasma derived mediator yang dihasilkan oleh komplemen. Contohnya adalah
anafilatoksin yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, opsonin yang mempermudah fagositosis
mikroba, kinin yang berefek vasodilatasi, dan lain-lain.
7. Pemulihan. Ketika semua agen mikroba telah mati, inflamasi pun berakhir perlahan. Biasanya jika
inflamasi terjadi di bawah kulit, ia akan pecah keluar kulit dan menumpahkan derivat inflamasi yang ada.

(gambar 2 – proses inflamasi)

You might also like